JTM JOURNAL OF MECHANICAL ENGINEERING
JTM
JURNAL TEKNIK MESIN
ISSN 2089-7235
Volume 05, Nomor 2, Juni 2016
ISSN 2089 - 7235
JTM JURNAL TEKNIK MESIN Jurnal Penelitian, Karsa Cipta, Penerapan dan Kebijakan Teknologi
Volume 05, Nomor 2, Juni 2016 1
PENGARUH TEMPERATUR DAN LINE SPEED PADA PROSES PEMBUATAN KABEL OPTIK YANG MENGALAMI KECACATAN DISELUBUNG KABEL PADA MESIN EXTRUDER Bahrul Ikam
2
PERHITUNGAN TEGANGAN PIPA DARI DISCHARGE KOMPRESOR MENUJU AIR COOLER MENGGUNAKAN SOFTWARE CAESAR II 5.10 PADA PROYEK GAS LIFT COMPRESSOR STATION Arief Maulana
3
PERANCANGAN MESIN PENGUPAS DAN PEMISAH KULIT BUAH KOPI KERING Vinantius Kelik, Hengky
4
ANALISA PENGARUH TEMPERATUR UDARA MASUK TERHADAP TEKANAN DAN TEMPERATUR GAS BUANG PADA PLTD PULO PANJANG BANTEN Sandi Setiawan
5
REKAYASA BAHAN CAMPURAN BETON DAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR UNTUK PENUNJANG PRODUKSI DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH IPAL DI PT X Zaenal
6
PENGARUH TEKNIK PENYAYATAN PAHAT MILLING PADA CNC MILLING 3 AXIS TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BENDA BERKONTUR Irawan
ISSN 2089 - 7235
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
KATA PENGANTAR
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT karena dengan karunia dan hidayah-Nya, maka Jurnal JTM, Volume 05, Nomor 2 Tahun 2016 kembali dapat diterbitkan. Edisi jurnal kali ini menyajikan enam makalah hasil kerja Tugas Akhir mahasiswa Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana. Dalam makalahnya, beberapa mahasiwa mempresentasikan judul yang erat kaitannya dengan analisa proses, desain dan perancangan. Beberapa judul yang disajikan antara lain: Pengaruh Temperatur dan Line speed pada proses pembuatan kabel optic, Perhitungan tegangan pipa dari discharge kompresor menuju air cooler menggunakan software CAESAE II, Analisa pengaruh temperatur udara masuk terhadap tekanan dan temperature gas buang. Kami mengucapkan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada seluruh anggota Dewan Redaksi, Redaktur Pelaksana serta semua pihak yang telah memberikan kontribusinya selama proses penyiapan, penyusunan sampai penerbitan. Semoga keberadaan Jurnal Teknik Mesin ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh civitas akademika secara umum dan semua kolega di Universitas Mercu Buana secara khususnya.
Jakarta, Juni 2016
Prof. (Em.) Dr.-Ing. Ir. Darwin Sebayang Pemimpin Redaksi
ISSN 2089 - 7235
ISSN 2089 - 7235
JTM JURNAL TEKNIK MESIN Jurnal Penelitian, Karsa Cipta, Penerapan dan Kebijakan Teknologi
Pemimpin Redaksi
:
Prof. (Em.) Dr.-Ing. Ir. Darwin Sebayang (UMB)
Dewan Redaksi
: : : : : : : : : : : :
Prof. Dr. Ir. Chandrasa Soekardi (UMB) Dr. Kontan Tarigan (UMB) Dr. Nurdin Ali (UMB) Dr. Poempida Hidayatullah (UMB) Prof. Dr. Bambang Suharno (Universitas Indonesia) Dr. Nasrudin (Universitas Indonesia) Dr. Ing.Puji Untoro (Universitas Surya) Dr. Ing Kusnanto (Universitas Gajah Mada) Dr. Sagir Alva (UMB) Ir. Yuriadi Kusuma (UMB) Dr. Sulistyo (Universitas Diponegoro) Dr. Abdul Hamid (UMB)
Redaktur Pelaksana
: : : :
Ir. Haris Wahyudi, M.Sc (UMB) Nur Indah, S. ST. MT (UMB) Ir. Nurato, MT (UMB) Edijon Nopian (UMB)
Alamat Redaksi
:
Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Kampus Menara Bhakti, Universitas Mercu Buana Jl. Meruya Selatan No. 01, Kembangan, Jakarta Barat 11650, Indonesia Email:
[email protected] Telp/Fax: +62 21 5871335
Jurnal ilmiah JTM diterbitkan 3 (tiga) kali dalam setahun pada bulan Februari, Juni dan Oktober. Redaksi menerima tulisan ilmiah tentang hasil penelitian, karsa cipta, penerapan dan kebijakan teknologi yang berkaitan dengan Teknik Mesin.
ISSN 2089 - 7235
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
ISSN 2089 - 7235
ISSN 2089 - 7235
JTM JURNAL TEKNIK MESIN Jurnal Penelitian, Karsa Cipta, Penerapan dan Kebijakan Teknologi
Volume 05, Nomor 2, Juni 2016
DAFTAR ISI 1
2
3
4
5
6
PENGARUH TEMPERATUR DAN LINE SPEED PADA PROSES PEMBUATAN KABEL OPTIK YANG MENGALAMI KECACATAN DISELUBUNG KABEL PADA MESIN EXTRUDER Bahrul Ikam PERHITUNGAN TEGANGAN PIPA DARI DISCHARGE KOMPRESOR MENUJU AIR COOLER MENGGUNAKAN SOFTWARE CAESAR II 5.10 PADA PROYEK GAS LIFT COMPRESSOR STATION Arief Maulana PERANCANGAN MESIN PENGUPAS DAN PEMISAH KULIT BUAH KOPI KERING Vinantius Kelik, Hengky ANALISA PENGARUH TEMPERATUR UDARA MASUK TERHADAP TEKANAN DAN TEMPERATUR GAS BUANG PADA PLTD PULO PANJANG BANTEN Sandi Setiawan REKAYASA BAHAN CAMPURAN BETON DAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR UNTUK PENUNJANG PRODUKSI DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH IPAL DI PT X Zaenal PENGARUH TEKNIK PENYAYATAN PAHAT MILLING PADA CNC MILLING 3 AXIS TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BENDA BERKONTUR Irawan
ISSN 2089 - 7235
37-49
50-63
64-70
71-76
77-80
81-89
37
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
PENGARUH TEMPERATUR DAN LINE SPEED PADA PROSES PEMBUATAN KABEL OPTIK YANG MENGALAMI KECACATAN DISELUBUNG KABEL PADA MESIN EXTRUDER Bahrul Ikam Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana, Jakarta E-mail:
[email protected]
ABSTRAK -- Dari serangkaian ujicoba mulai dari menentukan tooling (tip &die) dengan cara melakukan perhitungan Draw Down Rasio (DDR)& Draw Ratio Balance (DRB), mencoba Line speed extruder sampai ujicoba temperatur Extruder pada projek Telkom ADSS untuk menentukan hasil kualitas hasil pengujian yang terbaik sudah dilakukan, tiga buah variable yang berpengaruh terhadap kualitas hasil tes plastik telah di pilih yaitu: perhitungan DDR & DRB untuk menentukan tooling yang gunakan dan temperatur extruder. Rangkaian pengujian dilakukan dengan tujuan mempelajari seberapa besar pengaruh tooling (tip & die) dan juga temperatur extruder. Hasil pengujian terbaik yang tidak menyebabkan cacat pada permukaan kabel yaitu dengan menggunakan tooling tip berdiameter 8.2 mm dan die berdiameter 13.5 dan temperatur screwextruder Z1=130°C, Z2=160°C, Z3=165°C, Z4=170°C, Z5=175°C, dan pada zona crosshead H1=180°C, H2=180°C, H3=185°C, H4=185°C. Dari ketiga variabel tersebut tololing (tip & die), line speed dan temperature extruder adalah sangat signifikan.Karena keduanya sangat bersinggungan. Kata kunci : Extruder,temperatur, tooling (tip & die) 1. PENDAHULUAN Pada industri yang bergerak dibidang telekomunikasi khususnya pembuatan kabel optik, kualitas dan kuantitas hasil produksi sangatlah diperhatikan, dalam prosesnya mesin extruder jacketinglah yang sangat berperan dalam proses akhir pembuatan kabel, mesin extruder jacketing adalah mesin pembuat selubung kabel pelindung inti kabel dan di proses penyelubungan inilah masalah kuantitas dan kualitas hasil produksi ini banyak terjadi seperti cacat pada permukaan luar kabel, tebal (thickness) dan diameter selubung kabel tidak stabil.
Gambar 1.1 permukaan luar kabel (outer sheath) good produk
Dalam proses penyelubungan penggunaan mesin extruder untuk biji plastik tidak dapat dihindari lagi dan merupakan salah satu mesin paling vital pada proses pembuatan kabel optik. Dalam proses pembuatan kabel optik sendiri mesin extruder pada proses jacketing sangatlah dibutuhkan, dalam proses mesin ekstruksi sendiri, tooling extruder seperti tip dan die sangatlah dibutuhkan karena sebagai pembentuk ukuran diameter kabel, tidak hanya toolingtip dan dienya saja yang berpengaruh dalam terbentuknya diameter kabel, suhu temperatur material pun dibutuhkan karena pada prinsip kerja extruder temperatur suhu material sangat berpengaruh dalam menentukan sejauh mana material mencair yang akan diekstrusi. Diameter kabel yang sudah dibentuk oleh tip dan die tersebut didinginkan dengan bertahap agar terjadi pengerutan yang baik dan terhindar dari cacat pada visual permukaan luar (outer sheath) yang disebabkan panas berlebih, serta mendinginkan mesin ekstrusi itu sendiri. Dan material yang digunakan untuk membuat selubung kabel tersebut menggunakan material PE (polyethylene). 1.1
Gambar 1.2 permukaan luar kabel (outer sheath) cacat
ISSN 2089 - 7235
Pengertian Umum
Extruder merupakan suatu proses perubahan material dari bentuk pelet (PE) diextrusi (perubahan dari bentuk padat menjadi cair) proses perubahan ini melalui berbagai tahapan tahapan panas, tahapan tahapan panas tersebut antara lain sebagai berikut: Material tersebut setelah berada di hopper material tersebut jatuh menuju kedalam
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
screw, tepatnya jatuh kedalam feeding zone. Daerah feeding zone ini mempunyai daerah yang terdalam. Didalam daerah ini material tersebut mengalami pemanasan. Setelah mengalami pemananasan di daerah feeding zone lalu material tersebut masuk kedalam compresion zone, didalam daerah ini selain material mengalami proses pemanasan juga material tersebut mengalami compresi sampai material itu meleleh, dan pada daerah ini juga berfungsi untuk mendorong balik udara yang ikut kembali kebagian umpan (feeding zone). Setelah mengalami proses compresi pada daerah compresion zone kemudian material itu bergerak menuju matering zone. Pada proses ini untuk material sendiri. mempunyai daerah yang berlekuk saluran dangkal, fungsi dari saluran ini adalah memberikan tekanan balik sehingga lelehan menjadi seragam, suhu seragam, selain itu pengukuranpenyalurannya tepat melewati die dengan laju alir tetap sehingga keluaran sangat seragam dan terkontrol. Proses pemanasan yang terakhir yang dialami oleh material ini adalah pada daerah sekitar neck dan die biasanya pada daerah ini pemanasan yang digunakan lebih besar dari pemanasan yang sebelumnya.
Proses yang digunakan pada mesin extruder ini sesuai dengan material yang dipakai adalah sebagai berikut: Tabel 1.1 Temperatur material
38
1.2 Direct Extrusion Pada dasarnya proses eksterusi ini menekan material yang akan dibentuk sampai keluar melalui die. Arah tumbukan searah dengan kedudukan die, jadi arah keluar material yang diekstrusi dari penampang seperti garis lurus.
Gambar 1.3 Proses Direct Extrusion Disini proses penekanan material dilakukan dengan perantara fluida cair. Disamping itu juga ekstrusi ini dapat mengurangi gesekan antara penumbuk dengan dinding penumbuk. 1.3 Laterial Extrusion Ekstrusi dilakukan penumbuk terhadap material secara langsung, sehingga material yang akan dibentuk keluar melalui die. Arah ekstrusi yang dilakukan adalah tegak lurus dalam arti posisi penumbuk dengan die adalah tegak lurus. Pada mesin extruder proses ekstrusi dilakukan oleh screw double flight, dengan menggunakan temperatur tertentu dan kecepatan putar tertentu pula maka dapat dibuat material pelapis yang siap digunakan untuk melapisi kabel. 1.4 Jenis Jenis Ekstrusi
Untuk mesin extruder ini proses yang sering digunakan pada mesin ini adalah proses outersheath, dan material yang digunakan untuk proses ini adalah PE (polyethylene). Proses penyelubungan (outhersheating)itu sendiri adalah suatu proses pemberian lapisan pelindung dari gangguan elektrik atau mekanik yang dilakukan secara ekstrusi sedemikian rupa, dan bahan atau mekanik yang dilakukan secara ekstrusi sedemikian rupa, dan bahan atau material yang berfungsi untuk menutupi kabel yakni PE (polyethylene).Pada dasarnya proses ekstrusi dapat dibedakan pada cara penekanan terhadap material kerja.
Jenis ekstrusi dapat dibedakan dari cara perlakuan terhadap material yang akan dibentuk. Die yang digunakan untuk proses eksrusi pada setiap jenis ekstrusi juga berbeda.Cara penekanan yang terdapat pada setiap jenis ekstrusi tergantung dari perlakuan awal yang dilakukan terhadap material yang akan dibentuk.Ekstrusi yang dilakukan dengan cara memberikan termperatur tertentu terhadap material yang akan diekstrusi. seperti untuk pengerjaaan panas yang lainnya, ekstrusi dengan pemanasan saat dibutuhkan panas yang tinggi. Pada ekstrusi ini resiko terjadinya deformasi sangat besar terhadap hasil akhir. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan pendingin untuk menurunkantemperatur secara cepat sebelum terjadi depormasi. Die yang digunakan adalah die yang memiliki lubang untuk jalan keluar material yang akan ditekan. Mengenai bentuk lubang die disesuaikan dengan jenis produk yang dibuat.
ISSN 2089 - 7235
39
A. Ekstrusi Dingin Ekstrusi dingin disini tidak menggunakan metode pemenasan seperti halnya ekstrusi panas, tetapi hanya menggunakan temperatur ruang untuk membentuk material menjadi bentuk yang diinginkan,Biasanya ekstrusi dengan ini digunakan untuk membuat peralatan atau komponen utama mobil, sepeda motor, dan juga untuk kebutuhan alat alat pertanian. Ekstrusi dingin sendiri mempunyai beberapa keuntungan seperti: Meningkatkan hasil mekanik ekstrusi dari pengerjaan kekerasan. Kontrol toleransi yang baik, dengan demikian sedikit hal yang dilakukan untuk finishing. Meningkatkan hasil permukaan akhir. Angka produksi dan harga kompetitif dengan menggunkan metode ekstrusi dingin dibandingkan menggunakan metode lain. Tingkat stressing (tegangan) pada peralatan yang dihasilkan dengan menggunakan metode ini adalah sangat tinggi. B. Impact extrusion Impactextrusion sama dengan extrusi tidak langsung dan sering kali dimasukan dalam kategori ekstrusi dingin. Ketebalan pipa ekstrusi lebih kecil dibandingkan die, terdapat sela antara pipa penumbuk dengan sisi die. Hal ini dimaksudkan agar material atau plat yang akan diekstrusi dengan mengisi ruang kosong pada sisi die. C. Hydrostatic Extrusion Didalam hydrostatic extrusion yang diperlukan untuk proses ekstrusi dihasilkan oleh fluida yang selalu tersedia dalam pengerjaan, akibatnya tidak terjadi gesekan pada dinding dinding penampang selama proses ekstrusi. Metode ini dapat mengurangi kerusakan pada produk yang dapat terjadi sselama proses ekstrusi, sebab pertambahan tekanan hydrostatic untuk material yang liat dan material yang getas sangat cocok untuk keberhasilan produk yang dihasilkan. Bagaimana pun untuk alasan keberhasilan ekstrusi terlihat pada rendahnya gesekan yang terjadi, pemakaian sudut die yang rendah dan rasio ekstrusi yang tinggi. Untuk kegiatan komersial material yang liat cocok digunakan untuk metode hydtostatic extrusion. Metode ini biasanya menggunakan temperatur ruang untuk proses pembentukan dan menggunakan minyak dari tumbuhan sebagai fluida, sebab hal ini sangat baik untuk pelumasan dan viskositasnya tidak berpengaruh pada penekanan yang dilakukan.
ISSN 2089 - 7235
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
1.5 Faktor Ekstrusi
Faktor
yang
Mempengaruhi
Ada beberaapa faktor yang mempengaruhi pada proses ekstrusi suatu material. Beberapa faktor tersebut antara lain: 1. Jenis ekstrusi: Jenis ekstrusi haruslah disesuaikan dengan jenis material yang akan digunakan. 2. Suhu kerja: Setiap jenis ekstrusi mempunyai suhu kerja sendiri sendiri tergantung jenis material yang akan diekstrusi. 3. Reduksi penampang: Penampang yang dipakai untuk setiap ekstrusi sangat tergantung pada kualitas bahan dan keadaan permukaannya. 4. Gesekan: Gesekan dapat terjadi pada semua komponen yang bersinggungan tidak terkecuali pada proses ekstrusi. Pelumasan disini banyak melakukan fungsi lainya seperti: 1. Membatasi panas yang timbul dengan mengurangi gesekan sekecil mungkin. 2. Mengambil panas dari bagian mesin mesin yang lainnya. 3. Disamping itu juga dapat mengurangi resiko terjadinya karat. Untuk itulah dibutuhkan sifat dari minyak pelumas yang baik untuk mesin. Beberapa sifat dan syarat dari pelumas yang baik adalah: 1. Derajat kekentalan harus sesuai dengan jenis operasi mesin. 2. Mempunyai daya lekat yang baik. 3. Tidak mudah tercampur dengan barang – barang lainya (kotoran). 4. Mempunyai flash point yang tinggi dan tidak mudah menguap. 5. Mudah memindahkan panas dan mempunyai titik beku yang rendah. 2. PROSES PRODUKSI Dalam membuat atau memproduksi kabel optik memerlukan suatu langkah langkah yang menggunakan alat alat / mesin – mesin untuk mendukung, adapun urutan proses pada pembuatan kabel optik, antara lain: 1. proses Coloring (pewarnaan) 2. proses Buffering (pembuatan tube) 3. proses Stranding (pemilinan) 4. proses Jacketing (pembungkusan)
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
2.1 Prinsip Extrusion
Gambar 2.1 komponen mesin extruder Prinsip ekstrusi pada thermo plastik adalah proses pada material sampai mencapai meleleh akibat panas dari luar / panas gesekan dan yang kemudian dialirkan ke die oleh screw yang kemudian dibuat produk sesuai bentuk yang diinginkan. Proses ektrusi adalah proses kontinyu yang menghasilkan beberapa produk seperti film plastik, talirafia, pipa, peletan, lembaran plastic, fiber, filament, selubung kabel dan beberapa produk dapat juga dibentuk. 2.1 Komponen mesin extruder Mesin extruder adalah mesin yang terdiri dari Hopper, Barrel/screw dan Die. 1. Hopper Smua extruder pasti mempunyai masukan untuk bahan biji/pellet plastik yang melalui lubang yang nantinya mengalir dalam dinding dinding extruder tersebut, hopper biasanya terbuat dari lembaran baja atau stainlesssteel yang berbentuk untuk menampung sejumlah bahan pellet plastik untuk stok beberapa jam. 2. Screw Screw adalah jantungnya extruder, screw mengalirkan polimer yang telah meleleh kekepala die setelah mengalami proses pencampuran dan hemogenisasi pada lelehan polimer tersebut.
40
2.3 Sistem Induction Heater Pada induction heater, panas dihasilkan didalam material dan berasal daripemanasan oleh material itu sendiri sehingga energi dapat digunakan secara maksimal untuk memanaskan material: Karena kerapatan energinya tinggi, pemanas induksi bisa berukuran kecil dan mampu melepaskan panas dalam waktu yang relatif singkat. Dengan induksi dimungkinkan untuk mencapai suhu yang sangat tinggi. Pemanasan dapat dilakukan pada lokasi tertentu. Sistem dapat dibuat bekerja secara otomatis. Konsumsi energi: Pemanasan induksi secara umum memiliki efisiensi energi yang tinggi, namun hal ini juga bergantung pada karakteristik material yang dipanaskan. Rugi rugi pemanasan dapat ditekan seminimal mungkin. 2.4 Rangkaian Induction heater Induction heater yang digunakan di PT. FURUKAWA OPTICAL SOLUTIONS INDONESIA memiliki beberapa komponen utama yaitu: power modul, kumparan penginduksi dan barrel screw yang menjadi objek yang dipanaskan seperti gambar di bawah ini.
Gambar 2.3 sistem induction heater Komponen komponen ini akan di jelaskan secara terperinci sebagai berikut: 1. Power modul (modul daya) Power modul ini menggunakan modul power merek SAVERO dengan supply 220 1 fasa, seperti gambar di bawah ini : Gambar 2.2 Screw Macam – macam screw : Screw PVC Screw PE/PP Screw barrier (2 ulir) 3. Kepala mixing Daerah matering pada screw standar tidak mempunyai pencampuran yang baik. Aliran lapisan lapisan halus plastik berjalan secara tetap pada dalam screw. 4. Saringan 5. Dies
Gambar 2.4 Power modul SAVERO Power modul SAVERO menggunakan inverter quasy resonant frekuensi tinggi. Frekuensi tinggi digunakan untuk memicu 2 mosfet yang dipasang secara paralel untuk menyuplai kumparan ISSN 2089 - 7235
41
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
penginduksi. Hal ini dikarenakan induction heaterakan bekerja secara optimal pada frekuensi tinggi sehingga membutuhkan sebuah power suplai khusus yang akan digunakan untuk menyuplai induction heater. 2. kumparan induksi Lilitan penginduksi digunakan untuk menginduksi objek atau benda kerja yang ingin dipanaskan. Lilitan penginduksi ini harus mempunyai jumlah lilitan yang cukup agar medan magnetik yang dihasilkan dapat menginduksi benda kerja dengan baik, disamping itu juga diusahakan memiliki nilai induktansi yang sesuai dengan frekuensi resonansi yang diinginkan. Hal ini dikarenakan selain kumparan berfungsi untuk menginduksi benda kerja, kumparan ini juga digunakan sebagai indikator pada rangkaian resonant.
Gambar 2.5 lilitan penginduksi Prinsip kerja kumparan ini sama dengan sebuah trafo, dimana arus pada sisi primer dikalikan dengan rasio trafo, dimana pada arus sisi skunder sebanding dengan arus pada sisi primer dikalikan dengan rasio trafo. 3. Barrel screw Barrel screw merupakan salah satu komponen penting dari proses extrusion dan juga indication heater. Hal ini dikarenakan barrel screw merupakan tempat peleburan serbuk maupun pellet plastik. Dan barrel screw juga merupakan objek yang dipanaskan oleh inducation heater. Bahan barrel screw terbuat dari baja murni yang tahan terhadap tekanan tinggi (20.000 psig).
Gambar 2.7 induction heater SAVERO Tegangan bolak balik yang memiliki frekuensi tinggi yang dibangkitkan dari power modul dengan frekuensi ± 27 KHz. Frekuensi ini akan memicu mosfet untuk membangkitkan daya AC yang memiliki frekuensi tinggi. Daya AC frekuensi tinggi ini yang dikirimkan ke kumparan untuk menimbulkan fluks, besar kecilnya fluks yang dibangkitkan bergantung pada luas bidang kumparan induksi yang digunakan.Hal ini dikarenakan induction heater memanfaatkan rugi rugi yang terjadi pada kumparan penginduksi. Rugi rugi yang dimanfaatkan untuk memanaskan objek adalah sebagai berikut: 1. Arus eddy Arus eddy memiliki peranan yang paling dominan dalam proses pemanasan induksi. Panas yang dihasilkan pada material sangat bergantung kepada besarnya arus eddy yang diinduksikan oleh lilitan penginduksi. Ketika lilitan dialiri oleh arus bolak – balik, maka akan timbul medan magnet disekitar kawat penghantar. Medan magnet tersebut besarnya berubah – ubah sesuai dengan arus yang mengalir pada lilitan tersebut.jikaa terdapat bahan konduktif disekitar medan magnet yang beubah – ubah tersebut, maka pada bahan kondusif tersebut akan mengalirkan arus yang disebut arus eddy.
Gambar 2.8 arus eddy pada permukaan bahan
Gambar 2.6 barrel screw 2.5 Prinsip kerja induction heater SAVERO Induction heater berdasarkan pada prinsip induksi elektromagnetik. Tegangan AC 1 fasa dari sumber diserahkan untuk menyuplai peralatan heater.
ISSN 2089 - 7235
2. Rugi – rugi hysterisis Rugi rugi hysterisis juga mempunyai peran penting dalam pemanasan induksi. Namun hal ini hanya berlaku pada material yang bersifat ferromagnetik seperti besi.untuk material diamagnetik seperti alumunium, pemanasan lebih didominasi oleh arus eddy. Rugi – rugi hysterisis adalah suatu energi untuk mengubah intensitas fluks dari induksi residu menjadi nol. Energi ini digunakan untuk mengatasi suatu hambatan dari intensitas fluks
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
yang terjadi. Penggunaan energi ini akan menyebabkan panas yang juga dimanfaatkan untuk memanaskan benda kerja.
42
2.6 Keuntungan penggunaan induction heater dibandingkan dengan heater konvensional. Tabel 2.2 Perbandingan penggunaan heater konvensional dengan induction heater
3. Efek kulit Jika arus searah melewati sebuah konduktor, maka arus akan terdistribusi secara merata pada seluruh permukaan konduktor tersebut. Tetapi jika arus bolak – balik dialirkan melalui konduktor yang sama, arus tidak tersebar secara merata. Kerapatan arus paling besar selalu berada dipermukaan konduktor dan kerapatan arus ini akan semakin berkurang ketika mendekati pusat konduktor, hal ini disebut efektif kulit. Semakin tinggi frekuensi yang diterapkan pada konduktor, maka semakin besar arus yang mengalir pada permukaaan konduktor.Efek kulit ini menyebabkan energi panas yang dikonversi dari energi listrik terpusat pada permukaan material, sehingga permukaan material lebih cepat panas dari pada pusatnya.
Gambar 2.9 Pengaruh frequensi pada pemanasan induksi Kedalaman pemanasan bisa diatur dengan memvariasikan frekuensi inverter. Kecepatan pemanasan akan semakin tinggi dengan mengkonsentrasikan arus pada bagian permukaan material.
Gambar 2.10 pemanasan screw menggunakan inducation heater Selama proses dalam screw suhu dijaga konstan pada suhu antara 225°C - 230°C. Untuk menjaga suhu tetap konstan dilakukan dengan sistem on-off induction heater. Sistem ini bekerja dengan sensor suhu yang dipasang pada silinder heater.Sepanjang satu silinder heater terdapat 17 induction heater dengan 6 termokontrol, setiap termokontrol mengontrol 3 buah induktion heater savero.
No
Heater konvensional
1
Memiliki efisiensi 30 – 70%.
6
Panas harus dihubungkan sepanjang kontak resistan. Panas tidak dapat diterapkan secara seragam keseluruh barrel. Operasi elemen pemanasan memiliki batas waktu. Massa panas dijumlahkan dengan inersia termal pada sistem. Waktu star up lama.
7
Tidak hemat energi.
2
3
4
5
Induction heater Memiliki efisiensi 95% rugi – rugi coil. Panas yang dihasilkan secara langsung didalam dinding barrel. Panas dapat diterapkan seragam di seluruh barrel. Operasi elemen dinding sehingga tidak memiliki batas waktu. Inersial termal pemanas dapat dihilangkan. Waktu star up cepat. Hemat energi dan mampu meningkatkan kualitas produksi.
2.7
Bahan Baku yang digunakan
2.7.1
Polyethilene PE
Bahan Material yang di gunakan dalam memproduksi kabel optik ditempat saya bekerja adalah PE (polyethilene).Plastik adalah bahan elastik, tahan panas, mudah dibentuk lebih ringan dari kayu dan tidak karat oleh karena ada kelembaban.Juga dapat sebagai isolator dan dapat juga diwarnai dan kelemahan dari sifat plastik adalah tidak mudah di hancurkan. Polyethilene adalah polimer dari ethilena yang merupakan plastik mirip lilin dapat terbuat dari resin sintetik dan digolongkan dalam termoplastik (plastic tahan panas). Polyethilene sendiri mempunyai daya tekan yang baik, tahan bahan kimia, kekuatan mekanik rendah, tahan kelembaban, sifat elastis tinggi, hantaran elektrik rendah. Berdasarkan kerapatannya polyethilene terbagi menjadi dua yaitu: 1. HDPE (high density polyethilene) Biasanya digunakan untuk pembuatan botol air mineral dan juga selubung kabel atau isolator.
2.
LDPE (low density polyethilene) Biasanya digunakan untuk pembuatan kantong plastik. 2.7.2 Proses dengan Material Polyethilene (PE) Material ini adalah material yang paling mudah di ekstrusi, smua jenis screw bisa digunakan untuk proses dengan material PE, temperatur silinder di mesin ekstrusi biasanya antara 130°C sampai ISSN 2089 - 7235
43
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
dengan 160°C sedangkan untuk bagian cross head temperaturnya antara 180°C sampai dengan 220°C.
inframerah.Semakin panas suatu benda, maka molekulnya semakin aktif dan semakin banyak energi inframerah yang dipancarkan.
A. Klasifikasi Polyethilene terdiri dari berbagai jenis berdasarkan kepadatan dan percabangan molekul, sifat mekanis dari polyethilene bergantug pada tipe percabangan, struktur kristal, dan berat molekulnya.
3.
Pita diameter Alat ukur dengan bahan elastis yang berguna untuk mengukur diameter suatu benda bulat/berdiameter.
B. Sifat fisik No. 1 2 3 4 5 6
Property Density Tensile strength Elonganon Dielectric strength Dielectric constant Carbon black content
Value < 0.927 < 1450 < 300 < 2.2 x 107
Unit Gr/cm3 N/cm2 % v/m
< 2.82 2.5 ± 0.5
Gambar 2.12 pita diameter -
%
Melihat kristalinitas dan massa molekul, titik leleh, dan transisi gelas sulit melihat sifat fisik polyethilene. Temperature titik tersebut sangat bervariasi bergantung pada type polyethilene. Pada tingkat komersil, polyethilene berdensitas menengah dan tinggi, titik lelehnya berkisar 120°C hingga 135°C.titik leleh polyethilene berdensitas rendah berkisar 105°C hingga 115°C.
4.
Jangka sorong digital Alat ukur yang ketelitiannya dapat mencapai seperseratus milimeter.Terdiri dari dua bagian, bagian diam dan bagian gerak.Pembacaan hasil pengukuran sangat bergantung pada keahlian dan ketelitian pengguna maupun alat.
Gambar 2.13 Jangka Sorong Digital
2.8 Alat Ukur yang digunakan Pada pengambilan data dilapangan alat yang digunakan adalah: 1. Thermocouple
5.
Stop watch Untuk mengukur/menghitung jarak tempuh waktu, dalam industri kabel alat ini digunakan untuk tes linier.
Gambar 2.11 thermocouple
2. Thermometerinfrared Disebut juga termometerlaser adalah sebuah alat ukur suhu yang dapat mengukur temperatur tanpa harus bersentuhan dengan objek yang akan diukur. Alat ini menawarkan kemampuan untuk mendeteksi temperatur secara optik selama objek itu diamati, radiasi energi inframerah diukur dan di sajikan sebagai suhu, dan menawarkan pengukuran suhu yang cepat, akurat dengan pengukuran yang berjarak dengan objek seperti di area berbahaya, area dengan suhu yang panas atau pengukuran yang tidak diperbolehkan terkontaminasi. Prinsip dasar termometer inframerah adalah bahwa semua objek memancarkan energi ISSN 2089 - 7235
Gambar 2.14 stop watch
6.
Timbangan Alat untuk mengukur berat suatu benda, di industri kabel alat ini digunakan untuk mengukur berat lelehan polyethyleneyang sudah membeku pada tes linier.
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
44
pada permukaaan kabel yang juga dapat menentukan kestabilan ukuran ketebalan yaitu dengan teknik draw down rasio (DDR) &draw rasio balance (DRB).
Gambar 2.15 timbangan 2.9 Strandarisasi yang digunakan Dalam memproduksi kabel perusahaan kami mempunyai acuan dalam membuat kabel optik yang berkualitas sesuai dengan standar telekomunikasi yaitu: 1. Telkom spesifikasi 2. Indosat spesifikasi 3. Telkomsel spesifikasi
1. Draw down rasio (DDR) DDR adalah perhitungan area rasio penarikan dan sejauh mana plastik meleleh untuk membentuk ukuran, itu adalah ukuran dari jumlah peregangan yang terjadi antara keluar die dan takeup. Lebih besar perhitungan DDR maka akan lebih besar pula ukuran diameter luarnya dan apabila lebih rendah DDR mudah mengatur dimensi produk. Sebuah proses penarikan rasio rendah cenderung lebih stabil dibandingkan yang lebih tinggi. Kuncinya adalah menemukan sweetspot yang akan mengoptimalkan keseimbangan antara keduanya. Dan intinya perhitungan DDR adalah perhitungan menentukan ketebalan selubung kabel dari mengatur diameter die.
2.9.1 Quality Assurance Plan (QAP) Dalam standarisasi diatas banyak sekali bermacam desain untuk memproduksi kabel salah satunya yang digunakan oleh Quality Control (QC) untuk mengawasi jalanya proses produksi yang disesuaikan dengan kebutuhan dan permintaan konsumen yang disebut quality assurance plan (QAP).Dan dari QAP ini lah kualitas hasil produksi dari awal sampai akhir di identifikasi dari mulai nilai dimensi sampai dengan nilai karakteristinya.Dan QAP di desain sesuai dengan spesifikasi telekomunikasi yang ada dibuat oleh QA enginnering. 2.9.2
Standar Nilai Produk (SNP)
SNP ini dibuat oleh enginnering yang disesuaikan oleh QAP yang bertujuan untuk memperoleh nilai yang sama dengan QAP dalam proses pembuatan produksi kabel. SNP digunakan oleh operator produksi sebagai acuan untuk membuat kabel dengan nilai spesifikasi yang di inginkan oleh custamer dan juga mencapai nilai yang diinginkan QAP (sesuai dengan acuan yang dipakai oleh qulity control). 2.10
Gambar 2.16 ilustrasi area draw down ratio (DDR) Formula DDR: =
(2.1)
2. Draw ratio balance (DRB) Membentuk keseimbangan dalam (DRB) adalah rasio diameter die dan tip dibagi dengan diameter selubung. Intinya perhitungan DRB adalah teknik perhitungan menentukan ketebalan selubung kabel (ticknes) dari mengatur ukuran diameter tip Formula DRB: × = ≈1
(2.2)
×
Parameter Pengujian
A. Menghitung Draw Down Rasio (DDR) & Draw Ratio Balance (DRB) untuk menentukan tooling (tip & die) yang ingin digunakan Dalam pengujiannya menentukan tooling yang digunakan sudah di tentukan oleh standar untuk menentukan diameter permukaan luar atau outher sheat diameter (OD) dan juga diameter permukaan dalam atau inner sheath diameter (ID). Dan dalam prosesnya ada dua teknik perhitungan untuk mengantisipasi kecacatan
Gambar 2.17 ilustrasi DDR & DRB Keterangan: A = diameter Core D = diameter Die B = diameter dalam Tip (ID) E = diameter kabel ISSN 2089 - 7235
45
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
C = diameter luar Tip (OD) F = Tickness sheath (t) Tabel 2.4 Range DDR & DRB pada material PE Material PE PVC
DDR
DRB
1.1 –> 4
0.97 –> 1.1
1.1 –> 2.5
0.97 –> 1.1
terjadi disesuaikan dengan order produksi kabel tersebut. Mulai
1. 2.
B. Tes Linierity pada Material Langkah – langkah yang dilakukan: Setting zone temperatur ekstruder sesuai dengan standar range suhu ekstruder. Setting rpm ekstruder kelipatan 10 setiap 1 menit 30 detik. Ambil dan kumpulkan lelehan PE yang keluar dari die dari hasil ekstrusi di setiap 30 detik tunggu hingga beku. Lalu timbang satu persatu bekuan PE. C. Percobaan hasil Temperatur Ekstruder dan hasil perhitungan DDR & DRB dalam menentukan tooling (Tip & Die) Langkah – langkah yang dilakukan: Mengaplikasikan Tip & Die yang telah didapat dari perhitungan DDR & DRB. Setting zone suhu temperatur ekstruder sesuai dengan standar range suhu ekstruder. Analisa lelehan PE yang keluar dari Tip Menentukan hasil analisa dengan menetapkan temperatur dan tooling (Tip & Die) yang akan digunakan sebagai proses. Selesai
Pengumpula n informasi Persiapan pengukuran
Ekstruder jacketing
Pengujian terhadap suhu Temperat
Tooling ( tip and die )
Percob aan dan
hasil pengukuran
Analisa dan perbandingan
kesimpulan
selesai
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 3.
PENGUJIAN
Tempat pengujian dilakukan di PT. FURUKAWA KABEL OPTIK OPTICAL SOLUTIONS INDONESIA, dan dilaksanakan pada tanggal 10 juni 2015. 3.1
Langkah – langkah pengujian
Analisa ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh suhu temperatur material dan juga tooling (tips dan dies) extruder terhadap hasil produksi yang digunakan pada pabrik tempat saya bekerja. Metode pengujian dan pengambilan data ini dilakukan pada zona temperatur screw mesin extruder jacketingsesuai dengan ketahanan suhu temperatur material higth density polyethilene HDPE dan juga terhadap pengaruh perhitungan tooling (tips dan dies) dengan teknik perhitungan DDR (draw down ratio) dan DRB (draw ratio balance). Yang mana semua mengacu pada standar telkom spesifikasi karena masalah yang ISSN 2089 - 7235
Langkah – langkah pengujian: 1. Pengumpulan data – data kabel bermasalah/cacat untuk dijadikan perbandingan pada proses analisa. 2. Persiapan pengujian seperti menyiapkan materialnya, alat – alat pendukung, dan juga alat – alat savety. 3. Hidupkan monitor dan mesin – mesin terkait seperti mesin extruder dan heater. 4. Masukkan material PE ke dalam hopper untuk persiapan ekstrusi di mesin extruder. 5. Setting temperatur extruder pada display monitor lalu catat. 6. Lihat keluaran PE dari mesin extruder yang telah di ekstrusi, keluaran PE yang mendapat suhu tinggi akan terlihat kasar dan terlihat seperti mata ikan, dan bila keluaran PE mendapat suhu rendah maka terlihat berbintik atau berjendol, maka harus coba mencari suhu yang tepat untuk bisa mendapat keluaran PE yang baik.
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
46
7. Setelah mendapat suhu yang tepat maka lakukan tes linieritas dengan cara menguji berat sampel material PE yang keluar dari proses ekstrusi dari Tip dengan mengatur rpm dari rendah ke tinggi lalu di turunkan lagi yang dilakukan selama 3 kali /30detik di tiap kenaikan dan penurunan rpm tes ini bertujuan melihat stabilitas keluaran PE ketika rpm rendah lalu dinaikan lalu diturunkan lagi berat masa jenisnya stabil, jadi bisa mengukur material yang akan terpakai. 8. Setelah tes linieritas lalu menentukan tooling yang akan digunakan untuk proses yang juga berguna menentukan diameter dan tebal kabel yang akan didisain dengan teknik perhitungan DDR (drawdownratio)& DRB(draw ratio balance). 9. Bila sudah di dapat nilai DDR & DRB yang tepat selanjutnya percobaan temperatur pada saat proses, dengan cara mengujicoba smua temperatur extruder mulai dari feed zone(Z1), screw zone (Z2, Z3, Z4, Z5), dan head zone(H1, H2, H3, H4), dengan acuan data – data proses test record kabel yang bermasalah/cacat. 10. Bandingkan lelehan PE hasil proses ekstrusi pada tiap – tiap temperatur yang di ujicoba. 11. Menganalisa data – data hasil ujicoba. 12. Menentukan temperatur yang tepat dan perhitungan drawdown ratio dan draw ratio balance yang tepat untuk bisa digunakan untuk proses. 13. Selesai. 3.2 Benda Uji Berikut adalah objek kabel yang dipakai untuk proses pengujian diantaranya: 1. Mesin extruder NMB 80-24D Extruder mempunyai komponen spesifikasinya: Extruder screw o Tipe : GINA A o Serial num. : 766 1820-001 o Diameter : 80mm o Panjang : 24D o Speed : 120rpm
dan
Silinder o Tipe : ALAIN CT o Serial num. : 766 1700 o Jumlah zona pemanas : 55 zona yang mempunyai panas : 14.56Kw (380V) & 19.6 Kw (440V) heated collar : 0.96Kw kebutuhan air (25°C): 6 l/min range temperatur : 20°C sampai 250°C Pengaman tekanan tinggi: pressure sensor Gear box EISENBEISS o Tipe : ED 200
o
2.
Torsi maksimal dikeluaran: 9 kNm Motor drive SIEMENS Tipe: 1GG6162OJF40/70.5Kw 2420 rpm
Tooling (tip & die) Spesifikasitooling (TY]tip & die): material: stavak boehler (plastik mold steel) tebal Tip: 0.5 mm sampai 1.0 mm Tabel 3.1 diameter Tip & Die Diameter Tip (mm) Die (mm) 9.5 10 10.2 11.5 11 12 14 16.5 15.5 18.5 17 19 19 24
3. Kabel udara (aerial) Spesifikasi: Tabel 3.2 kabel ujicoba Spesifikasi kabel Project
Telkom ADSS
material Diameter kabel tickness sheath (F) Diameter core
(E)
(A)
PE DOW DGDA 6318BK 12.5 mm Min.2.0mm ± 0.1mm 7.6 mm
4. ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Data Hasil Analisa Data analisa yang saya observasi adalah data dari kabel projek telkom yang ingin disain kabel berdiameter luar 12.0 mm. dan thickness 2.0 mm. 4.1.1 Menentukan tooling (tip dan die) yang akan digunakan Sebelum melakukan pembuatan kabel projek Telkom ADSS, sebagai engineer harus mencari tahu terlebih dahulu Tip & Die yang akan digunakan. Dengan teknik perhitungan DrawDown Ratio (DDR) &Draw Ratio Balance (DRB). × = ≈1 × × 7.6 1= 12.5 × 8.2 D × 7.6 = 102.5 = × 7.6 102.5 =
102.5 7.6 = . ISSN 2089 - 7235
47
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
Jadi diameter Die (D) yang akan digunakan adalah 13.5 mm. D×A ∅C = ≈1 DRB × E 13.5 × 7.6 = 1.0 × 12.5 102.6 12.5 = . =
Jadi diameterluar Tip (C) yang akan digunakan yaitu 8.2 mm Perhitungan × = ≈1 × 13.5 × 7.6 = 12.5 × 8.2 102.6 = 102.5 = . D² − C² ≈1 E² − A² 13.5² − 8.2² = 12.5² − 7.6² 182.25 − 67.24 = 156.25 − 57.76 115.01 = 98.49 = .
2. Menentukan rpm dari rpm rendah menuju rpm tinggi dan begitu sebaliknya keluaran material harus linear. 3. Melihat tingkat kematangan PE yang keluar dari die. 4.2 Hasil Percobaan Perbandingan Temperatur Material HDPE pada saat proses ujicoba berlangsung. Percobaan ke-1, 11, 21: Tabel 4.5 data percobaan ke-1, 11, 21. Dari hasil ujicoba diatas dengan temperatur Z1=120°C, Z2=150°C, Z3=155°C, Z4=160°C, Z5=165°C, H1=170°C, H2=170°C, H3=175°C, H4=175°C dan dengan mencoba line speed 25, 35, 45 m/menit maka hasil yang didapat permukaan kabel menjadi mata ikan dan kasar.
DDR =
Gambar 4.1 hasil percobaan ke-1, 11, 21 dan hasilnya NC
Setting Temperatur ekstruder pada saat ujicoba linier Tabel 4.1 setting temperatur dan aktual temperatur pada saat ujicoba linier Zona Temp eratur
Set.te mpera tur Act.te mpera tur
Fee d Zon e (°C)
Screw Zone(°C)
Head Zone(°C)
Z1
Z2
Z3
Z 4
Z 5
H 1
H 2
H 3
H 4
130
160
16 5
17 0
17 5
18 0
18 5
19 0
19 5
129
162
16 7
17 2
18 1
18 0
18 6
19 0
19 5
4.1.2 Test linieritas material HDPE DOW DGDA -6318 BK Tujuan test linearity: 1. bisa menentukan berapa banyak material yang digunakan untuk kebutuhan proses dengan tools yang sudah ditentukan.
ISSN 2089 - 7235
Percobaan ke-2, 12 dan 22 Dari hasil ujicoba diatas dengan menurunkan temperatur Z1=123°C, Z2=153°C, Z3=158°C, Z4=163°C, Z5=168°C, H1=173°C, H2=173°C, H3=178°C, H4=178°C dan dengan mencoba line speed 25, 35, 45 m/menit maka hasil yang didapat permukan kabel menjadi menggelembung. Percobaan ke-3, 13 dan 23 Dari hasil ujicoba diatas dengan mengambil nilai temperatur Z1=125°C, Z2=155°C, Z3=160°C, Z4=165°C, Z5=170°C, H1=175°C, H2=175°C, H3=180°C, H4=180°C dan dengan mencoba line speed 25 m/menit haail yang didapat permukaan kabel OK, 35 m/menit permukaan OK, dan pada speed 45 m/menit permukaan kabel tidak halus/kasar. Percobaan ke-4, 14 dan 24 Dari hasil ujicoba diatas dengan mencoba temperatur Z1=128°C, Z2=158°C, Z3=163°C, Z4=168°C, Z5=173°C, H1=178°C, H2=178°C, H3=183°C, H4=183°C dan dengan mencoba line speed 25 m/menit haail yang didapat permukaan kabel OK, 35 m/menit permukaan OK, dan pada speed 45 m/menit maka di dapat hasil permukaan kabel menjadi mata ikan.
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
48
Percobaan ke-7, 17 dan 27 Dari hasil ujicoba diatas dengan mencoba temperatur Z1=133°C, Z2=163°C, Z3=168°C, Z4=173°C, Z5=178°C, H1=183°C, H2=183°C, H3=188°C, H4=188°C dan dengan mencoba line speed 25 m/menit permukaan OK, 35 m/menit permukaan kabel OK, 45 m/menit maka hasil yang didapat permukaan kabel menjadi kasar tidak mulus dan bergelombang. Gambar 4.2 hasil percobaan ke-4, 14, 24 yang hasilnya NC Percobaan ke-5, 15 dan 25 Dari hasil ujicoba diatas dengan mencoba temperatur Z1=129°C, Z2=159°C, Z3=164°C, Z4=169°C, Z5=174°C, H1=179°C, H2=179°C, H3=184°C, H4=184°C dan dengan mencoba line speed 25 m/menit haail yang didapat permukaan kabel OK, 35 m/menit permukaan OK, dan pada speed 45 m/menit permukaan kabel tidak halus/kasar.
Gambar 4.5 hasil percobaan ke-7, 17, 27 yang hasilnya NC
Gambar 4.3 hasil percobaan ke-5, 15, 25 yang hasilnya NC
Percobaan ke-8, 18 dan 28 Dari hasil ujicoba diatas dengan mencoba temperatur Z1=135°C, Z2=165°C, Z3=170°C, Z4=175°C, Z5=180°C, H1=185°C, H2=185°C, H3=190°C, H4=190°C dan dengan mencoba line speed 25 m/menit permukaan OK, 35 m/menit permukaan kabel OK, 45 m/menit maka hasil yang didapat permukaan kabel menjadi kasar tidak mulus dan masih bergelombang.
Percobaan ke-6, 16 dan 26 Dari hasil ujicoba diatas dengan mencoba temperatur Z1=130°C, Z2=160°C, Z3=165°C, Z4=170°C, Z5=175°C, H1=180°C, H2=180°C, H3=185°C, H4=185°C dan dengan mencoba line speed 25, 35, 45 m/menit maka semua hasil yang didapat permukaan kabel halus tidak kasar, tidak ada mata ikan dan tidak bergelombang.
Gambar 4.6 hasil percobaan ke-8, 18, 28 yang hasilnya NC
Gambar 4.4 hasil percobaan ke-6, 16, 26 yang hasilnya OK
Percobaan ke-9, 19 dan 29 Dari hasil ujicoba diatas dengan mencoba temperatur Z1=138°C, Z2=168°C, Z3=173°C, Z4=178°C, Z5=183°C, H1=188°C, H2=188°C, H3=193°C, H4=193°C dan dengan mencoba line speed 25 m/menit permukaan tidak halus/kasar, 35 m/menit permukaan kabel bergelombang dan kasar, pada speed 45 m/menit maka hasil yang ISSN 2089 - 7235
49
didapat permukaan kabel menjadi kasar tidak mulus dan bergelombang. Percobaan ke-10, 20 dan 30 Dari hasil ujicoba diatas dengan mencoba temperatur Z1=140°C, Z2=170°C, Z3=175°C, Z4=185°C, Z5=185°C, H1=190°C, H2=190°C, H3=195°C, H4=195°C dan dengan mencoba line speed 25, 35, 45 m/menit maka hasil yang didapat permukaan kabel menjadi mata ikandan kasar tidak mulus, Dan bisa disimpulkan terlalu tinggnya temperatur ekstruder.
ISSN 2089 - 7235
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
Gambar 4.7 hasil eksperimen 10, 20, 30 yang hasilnya NC DAFTAR PUSTAKA [1]. Syamsuri, Ahmad. 2010. Total Produktive Maintenance. Forum Penelitian. Jakarta: PT. Furukawa. [2]. Kurniawan, Singgih. 2013. Cara Kerja Induction Heater pada mesin Extruder. Makalah Kerja Praktek. Semarang: Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. [3]. Rizki Perdana, Faisal. 2013. Cara Kerja Mesin Ekstruder PEX150 IA. Laporan Kerja Praktek. Jakara: Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana. [4]. Widiyanto – pemula tempat untuk belajar – Jum’at, 24 Juli 2015http://pemulatempatuntukbelajarwidiyanto.blogspot.com/2011/04/prinsipprinsip-extrusion.html. [5]. Bhtool – extruder – Jum’at, 24 Juli 2015http://www.bhtool.com.
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
50
PERHITUNGAN TEGANGAN PIPA DARI DISCHARGE KOMPRESOR MENUJU AIR COOLER MENGGUNAKAN SOFTWARE CAESAR II 5.10 PADA PROYEK GAS LIFT COMPRESSOR STATION Arief Maulana Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercubuana Jakarta Email:
[email protected]
Abstrak -- Gas lift merupakan suatu metode pengangkatan fluida dari lubang sumur yang mengandung minyak bumi dengan cara menginjeksikan gas bertekanan tinggi kedalam kolom fluida. Gas bertekanan berasal dari sumur gas yang ditekan dengan menggunakan kompresor dan terhubung dengan peralatan lain seperti bejana bertekanan dan air cooler yang dihubungkan dengan rangkaian sistem perpipaan. Peningkatan tekanan dan temperatur pada discharge kompresor menyebabkan terjadinya tegangan sepanjang pipa sistem perpipaan tersebut sehingga perlu dilakukan perhitungan tegangan agar sistem perpipaan aman pada saat beroperasi. Hasil yang diharapkan dari perhitungan ini adalah tercapainya desain sistem perpipaan yang aman dengan penyangga pipa yang mampu menahan beban pipa serta tegangan pipa. Perhitungan ini dilakukan dengan menghitung tegangan sustain dan ekspansi termal menggunakan program CAESAR II.5.10 maupun perhitungan manual dengan mengacu pada ASME B31.3 sebagai nilai batasan tegangan izin, dengan jalur pipa yang dihitung adalah dari discharge nozzle kompresor menuju inlet nozzle air cooler pada proyek gas lift compressor station yang berada di Azerbaijan, Asia Tengah. Hasil perhitungan menunjukan bahwa nilai tegangan sustain tertinggi menggunakan program CAESAR II.5.10 sebesar 47746,6 kN/m² dengan batas tegangan izin sebesar 137895,14 kN/m², sedangkan untuk nilai tegangan akibat beban ekspansi terbesar dari hasil CAESAR II.5.10 adalah 23428,73 kN/m² dengan batas tegangan izin 206842,71 kN/m². Kata Kunci: Tegangan Pipa, Air Cooler, Kompresor, Penyangga Pipa, Software CAESAR II.5.10. Abstract -- Gas lift is a method of fluid removal from the wellbore containing crude oil by injecting of high pressure into the well column. The pressurized gas suppressed by compressors with connected to other equipment such as pressure vessels and air cooler are connected by piping systems. Increasing of the pressure and temperature in piping system of discharge compressor causing stresses across in piping system, so that the piping stress calculation needed to be done in order to safe piping system. The expected result of this calculation is to achieve of a safe and good design of piping system with safe pipe support installation that can support the weight and stresses of pipe stress. This calculation is performed by calculating the stress due to sustain load and stress due to thermal expansion using CAESAE II.5.10 and manual calculation method with reference to ASME B31.3 code as the stresses limit permits, with a line pipe calculated is from discharge nozzle of compressor into air cooler nozzle at gas lift compressor station project has located in Azerbaijan, Central Asia. The calculation shown the highest stress due to sustain load using CAESAR Program at 477746,6 kN/m² with allowable stress limit is 137895,14 kN/m² and the highest stress due to thermal expansion is 23428,73 kN/m² with allowable stress limit is 206824,71 kN/m². Keywords: Pipe Stress, Air Cooler, Compressor, Pipe Supports, Software CAESAR II.5.10. 1. PENDAHULUAN Sumur-sumur minyak yang laju produksinya sudah rendah atau bahkan sudah tidak mampu mengalirkan minyak ke permukaan dapat ditingkatkan/ dihidupkan kembali dengan menggunakan pompa atau gas. Gas lift merupakan proses atau metode pengangkatan fluida dari lubang sumur dengan cara menginjeksikan gas yang relatif bertekanan tinggi ke dalam kolom fluida. Secara garis besar komponen utama dari suatu sistem gas lift dapat
dikelompokan ke dalam peralatan permukaan dan peralatan dalam sumur. Peralatan permukaan meliputi sumber gas tekanan tinggi yang berasal dari sumur gas ataupun kompresor, pipa saluran gas injeksi, dan alat pengukur laju aliran gas injeksi. Sedangkan peralatan dalam sumur meliputi satu atau beberapa gas lift mandel (GLM) dan katup gas lift yang dipasang di dalam mandel. Untuk menghantarkan fluida dari satu tempat ke tempat lainya dibutuhkan pipa sebagai sarana transportasi dan distribusi fluida, semua pipa tersebut perlu dilakukan perencanaan jalur yang ISSN 2089 - 7235
51
baik tentunya dengan pertimbanganpertimbangan lain sesuai dengan kaidah sistem perpipaan yang diatur oleh kode tertentu agar memperoleh keamanan pada saat proyek tersebut berjalan untuk beberapa tahun kedepan. Atas dasar pemikiran tersebut maka penulis akan melakukan perhitungan tegangan pipa yang dimulai dari discharge kompresor menuju air cooler dimana pada discharge kompresor terjadi peningkatan tekanan dan temperatur yang mengakibatkan terjadinya tegangan sepanjang sistem perpipaan tersebut. 1.1 Tegangan Pipa Perhitungan tegangan pipa merupakan salah satu bagian dari proses perancangan sistem pemipaan yang berkaitan erat dengan perencanaan tata letak pipa dan perencanaan sistem spesifikasi pipa, serta perencanaan tumpuan / penyangga pipa (pipe support). Perhitungan tegangan pipa merupakan teknik yang diperlukan oleh enjineer untuk mendesain sistem perpipaan tanpa tegangan berlebih dan beban berlebih pada komponen pipa dan peralatan yang terhubung oleh pipa. Dalam melakukan perancangan sistem perpipaan, tidak semua sistem perpipaan perlu dilakukan perhitugan tegangan pipa ataupun perhitungan fleksibilitas pipa, hanya sistem perpipaan yang dinyatakan dalam kondisi kritis saja yang perlu dilakukan perhitungan tegangan pada pipa. Penentuan kondisi tersebut didasarkan pada diameter pipa yang digunakan dalam desain sistem perpipaan, serta temperatur yang beroperasi pada sistem tersebut.
Gambar 1. Pemilihan Kriteria Kondisi Kritis Pada Sistem Perpipaan yang Dihubungkan Dengan Nozzle Static Equipment ISSN 2089 - 7235
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
Terdapat 2 kategori sistem perpipaan yang dinyatakan berada pada kondisi kritis yang perlu dilakukan perhitungan tegangan yakni: Kategori 1 Sistem perpipaan yang dihubungkan dengan nozzle dari peralatan statis (static equipment) seperti bejana bertekanan dan tanki-tanki penyimpanan. Kategori 2 Sistem perpipaan yang dihubungkan dengan nozzle peralatan yang memiliki rotor bergerak (rotating equipment) berputar seperti pompa, kompresor, turbin, air cooler, dll).
Gambar 2. Pemilihan Kriteria Kondisi Kritis Pada Sistem Perpipaan yang Dihubungkan Dengan Nozzle Rotating Equipmen Untuk kategori 1, seluruh sistem perpipaan yang tidak termasuk dalam kriteria “C”, tidak perlu dilakukan perhitungan tegangan pipa secara intensif, hanya perlu dilakukan koreksi penempatan penyangga pipa dengan standar pipe span yang sudah ada. Sedangkan pada kategori 2, sistem perpipaan yang berada pada kriteria “A” tidak perlu dilakukan analisis tegangan, pada kriteria “B” diperlukan koreksi metode analisis fleksibilitas sederhana, sedangkan pada kriteria “C”, diperlukan perhitungan tegangan pipa secara mendetil baik menggunakan software komputer atau perhitungan matematis dengan teori-teori yang berkaitan.
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
1.2 Tegangan longitudinal pipa a) Tegangan Aksial
52
berada pada bagian terluar permukaan yang terjauh dari sumbu aksis bending. Sb =
Gambar 3. Gaya Aksial Pada Pipa σax = Fax = P.A Am = (do2 – di2) Dimana: P = Tekanan fluida dalam pipa (N/m2) Fax = Gaya aksial (N) A = Luas diameter dalam pipa (m2) Am = Luas permukaan pipa (m2) do = diameter luar pipa (m) di = diameter dalam pipa (m) b) Tegangan Akibat Tekanan Dalam Pipa (Internal Pressure) Jika fluida yang mengalir melewati pipa, maka praktis akan memberikan tekanan terhadap dinding pipa baik searah dengan panjang pipa maupun merata pada dinding pipa, hal tersebut akan memberikan tegangan internal pada pipa (σIP).
.y=
=
/
Dimana: Sb = tegangan tekuk (kN/m2) M = bending momen (Nm) Ip = momen inersia penampang pipa (m4) R = radius lengkungan pusat bending pipa (m) E = modulus Elastisitas (N/m2) y = radius pipa dari pusat netral ke titik yang diperhatikan (m) Z = modulus cross section pipa (I / y) 1.3 Tegangan Radial Tegangan radial adalah tegangan yang bekerja pada dalam arah radial pipa atau jari-jari pipa. Besar tegangan ini bervariasi dari permukaan dalam pipa ke permukaan luarnya dan dapat dinyatakan dengan persamaan tegangan tangensial. Dimana pada permukaan dalam pipa, besarnya sama dengan tekanan dalam atau tekanan yang disebabkan oleh fluida yang ada dalam pipa dan permukaan luar pipa besarnya sama dengan tekanan atmosfer. Tegangan ini berupa tegangan kompresi (negatif), dan jika ditekan dari dalam pipa akibat tekanan dalam (internal pressure) dan berupa tegangan Tarik (positif) jika didalamnya pipa terjadi tekanan hampa (vacuum pressure).
Gambar 5. Tekanan Radial Pada Pipa Gambar 4. Tekanan Dalam Pipa Ke Segala Arah σip =
.
Dimana: P = tekanan fluida dalam pipa (N/m2) Ai = luas permukaan dalam pipa (m2) t = ketebalan dinding pipa (m) c) Tegangan Akibat Momen Tekuk (Bending Stress) Momen bending menghasilkan distribusi teghangan yang linear dengan tegangan terbesar
²
σr =
²
(
)
Dimana: ro = Radius luar pipa (m) ri = Radius dalam pipa (m) P = Tekanan fluida dalam pipa (N/m2) R = Radius pipa yang diperhatikan (m) Karena jika r = r0 maka σr = 0 dan jika r = ri maka σr = -p. yang artinya tegangan ini bernilai 0 pada titik dimana tegangan lendutan maksimum, oleh karena itu tegangan ini seringkali diabaikan. ISSN 2089 - 7235
53
1.4 Tegangan Sirkumferensial (Hoop Stress) Tegangan ini disebabkan oleh tekanan dalam pipa dimana tekanan ini bersumber dari fluida dan nilainya selalu positif jika tegangan cenderung membelah pipa menjadi dua. Tekanan dalam ini bekerja kearah tangensial dan besarnya bervariasi terhadap tebal dinding dari pipa, nilai tekanan yang diberikan kepada dinding pipa atau nilai tekanan yang dialami dinding pipa sama dengan tekanan yang diberikan oleh fluida.
Gambar 6. Tegangan Sirkumferensial (Hoop Stress) .............. σH = Dimana: ro = radius luar pipa (m) ri = radius dalam pipa (m) P = tekanan fluida dalam pipa (N/m2) R = radius pipa yang diperhatikan pipa (m) 1.5 Tegangan Berdasarkan Kode Desain Dalam analisis sistem pemipaan ini, penulis mengacu kepada standar ASME B31.3 yang diperuntukan untuk pengolahan bahan kimia dan petroleum. Dimana pada standar tersebut terdapat 3 (tiga) persamaan tegangan yang menjadi fokus perhatian dalam melakukan analisis tegangan pipa, tegangan tersebut antara lain: a) Tegangan karena beban tetap (Sustain load). b) Tegangan karena beban okasional (Occasional load) c) Tegangan karena beban ekspansi termal (Thermal Expansion load) a) Tegangan Karena Beban Tetap (Sustain Load) Tegangan yang terjadi pada beban sustain merupakan jumlah dari tegangan longitudinal (σl) akibat efek tekanan, berat, dan beban sustain yang lain, dengan tidak melebihi batasan tegangan dasar yang diizinkan (Sh) yang didasarkan pada standar ASME B31.3 edisi 2014. ISSN 2089 - 7235
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
Adapun persamaan tegangan akibat sustain load antara lain: Sl =
(|
|+
) + (2 )² ≤Sh
σax = St =
.
Dimana: Sl = Tegangan akibat beban tetap (sustain load) (kN/m2). Sb = Tegangan tekuk (kN/m2). Sip = Tegangan yang disebabkan tekanan dalam pipa (kN/m2). Sh = Tegangan dasar yang diizinkan material, berdasarkan ASME B31.3. ii ,io = Faktor intensifikasi tegangan (SIF) in-plane dan out-plane. Mi = momen lendutan dalam bidang (in-plane) karena beban tetap (Nm). Mo = momen lendutan luar bidang (out-plane) karena beban tetap (Nm). Z = effective modulus section Fax = Gaya aksial yang disebabkan oleh tekanan pipa (kN). Ia = Sustain load faktor (1,00). Am = Luas penampang pipa (m2). Untuk mendapatkan momen dan reaksi yang terjadi pada penyangga, dapat menggunakan persamaan kesetimbangan gaya yang umum digunakan atau teori batang sederhana. Atau dapat menggunakan rumus cepat seperti dibawah ini.
Gambar 7. Model Tumpuan Sederhana Dengan Beban Merata MMax =
. ²
Untuk model tumpuan sederhana dengan pembebanan menumpu pada titik tengah adalah
Gambar 8. Model Tumpuan Sederhana Dengan Beban Terpusat Tidak Ditengah
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
MMax =
. .
b) Tegangan Karena Beban Occasional Beban okasional adalah beban yang bekerja secara berubah-ubah menurut fungsi waktu 5. Suatu sistem perpiaan yang terletak di outdoor haruslah mampu menahan beban dinamis, seperti beban terpaan angin maksimum, gempa bumi (seismic) dan beban transient karena perubahan tekanan. Karena beban ini terjadi dengan siklus waktu yang singkat, kegagalan beban ini tidak akan mengakibatkan kegagalan karena rangkak (creep), sehingga tegangan yang terjadi diperbolehkan melebihi tegangan akibat beban primer yang tetap (sustained load). Keringanan ini berbeda antara kode pipa, yaitu 33% pada ANSI / ASME B31.3 dan 15% - 20% untuk ASME B31.3. Tegangan akibat beban okasional dikombinasikan dengan beban tetap seperti persamaan berikut:
54
Dimana: Se = Tegangan ekspansi akibat ekspansi thermal atau pergerakan anchor (kN/m2) α = Koefisen ekspansi linear material akibat beda temperature tertentu = αm.ΔT ΔT = Perubahan temperatur pada sistem (°C) L
= Panjang Pipa
ΔL = Perubahan Panjang Pipa Jika perubahan panjang ΔL ini tertahan oleh suatu sebab tertentu seperti anchor-anchor seperti pada gambar 2.17, maka akan tejadi gaya aksial yang diakibatkan oleh tekanan akibat pemuaian pipa.
Sl + Socc ≤ 1.33Sh Dimana: Sl = Tegangan Sustain (N/m2). Socc = Tegangan Occasional (N/m2). Sh = Tegangan dasar yang diizinkan material, berdasarkan ASME B.31.3. c) Tegangan Akibat Beban Ekspansi Termal (Expansion Load) Expansion load adalah tegangan yang terjadi akibat adanya perubahan temperatur, jika temperatur naik maka mengakibatkan pemuaian, sedangkan jika temperatur menurun maka akan mengakibatkan penyusutan pada pipa. Pemuaian dan penyusutan akan mengakibatkan kegagalan dan kebocoran pada sambungan, misalnya sambungan pada kompresor, pompa, bejana bertekanan, serta peralatan lainya.
Gambar 10. Gaya Aksial Akibat Ekspansi P = E.A. ΔL/L = E.A.α Fax = P.A Dimana: P = Tekanan akibat perubahan panjang pipa (kN/m²) Fax = Gaya Aksial akibat perubahan panjang (kN) E = Modulus Elastisitas bahan A = Luas Permukaan Pipa (m²) Pada ASME B31.3 edisi 2014 yang dievaluasi pada beban ekspansi adalah tegangan aksial akibat pertambahan panjang, akibat momen lentur dan tegangan geser akibat momen torsi, dari persamaan tegangan geser maksimum dapat diperoleh persamaan: Se =
Gambar 9. Pemuaian akibat Temperatur Δl = α.L. ΔT Se = α.L.E
(|
|+
) + (2 )² ≤ Sa
Adapun batasan tegangan maksimum yang diizinkan karena beban ekspansi adalah sebagai berikut: Sa = f (1.25Sc + 0.25Sh)
ISSN 2089 - 7235
55
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
Dimana: Sb = Resultan tegangan tegangan tekuk (kN/m2). Se = Tegangan ekspansi akibat ekspansi thermal atau pergerakan anchor (N/m2) σax = Tegangan aksial akibat pertambahan panjang = Fax / Am (kN/m2). Sc = Basic material allowable stress pada temperatur minimum dari tabel tegangan izin (kN/m2). Sh = Basic material allowable stress pada temperatur maximum dari tabel tegangan izin (kN/m2). St = Mt / 2Z = tegangan puntir (N/m2). Mt = Momen puntir (Nm) Am = Luas Penampang pipa (m²) f = faktor siklus yang dialami oleh pipa tersebut.
Dimana: c = Jumlah dari batas dari perlakuan mesin (proses bubut, milling, dsb) adalah 0,5mm D = Diameter luar dari pipa (mm) d = Diameter dalam pipa (mm) E = Faktor kualitas. P = Desain tekanan (Mpa) S = Nilai tegangan yang diizinkan pada material (tabel xx.) tm = Ketebalan minimum yang diperlukan t = Ketebelan dinding pipa dari hasil perhitungan tekanan operasi. W = Faktor reduksi kekuatan sambungan pengelasan Y = Koefisien dari tabel 1, (untuk t < D/6), sedangkan untuk t ≥ D/6 lihat perhitungan dibawah ini
1.6 Flexibilitas Pipa Y= ASME B31.3 memberikan sebuah rumus sederhana yang dapat digunakan sebagai dasar apakah sebuah kalkulasi formal dari tegangan akibat ekspansi termal pada sistem perpipaan diperlukan atau tidak. Bila ternyata dari hasil perhitungan didapat > K1, maka analisis formal diperlukan, namun bila hasil perhitungan menyatakan ≤ K1, maka tidak diperlukan analisis formal, dan perhitungan tegangan tetap dilakukan namun tidak mendetail. . (
)²
1.8 Jarak Penyangga Pipa (Pipe Support Span) Jarak peletakan penyangga pipa sangat berpengaruh terhadap stabilitas sistem perpipaan, oleh karena itu perlu dipertimbangkan jarak antar masing-masing penyangga secara optimal.
≤ K1
Dimana: do = Diameter luar pipa (m) Δl = Pemuaian yang harus diserap pipa (mm) L = Panjang semua pipa antara dua ankor (m) U = Jarak langsung antar dua ankor (m) K1 = 208.3
L=
.
.
Dimana: L = panjang span maksimum (m). Z = modulus penampang (modulus section). Sh = tegangan dasar yang diizinkan material, berdasarkan ASME B.31.3. W = bobot total pipa (kg/m) 1.9
Software CAESAR II 5.10
1.7 Ketebalan Dinding Pipa Minimum Penentuan ketebalan dinding pipa sangatlah penting, sebab suatu pipa haruslah mampu menahan tekanan fluida yang bekerja dalam sistem perpipaan tersebut, untuk penentuan ketebalan dinding pipa pada proyek Gas Lift Compressor Station digunakan kode standar ASME B31.3 antara lain: t=
(
)
tm = t + c
ISSN 2089 - 7235
CAESAR II.5.10 merupakan salah satu program versi lanjutan dari program CAESAR II dengan basis fenite element yang mampu melakukan analisis tegangan baik pada sistem perpipaan ataupun struktur kerangka suatu bangunan. Namun program ini lebih terkenal digunakan untuk menganalisis tegangan sistem perpipaan yang berorientasi berdasarkan berat, tekanan, temperatur, gaya, momen, seismic, angin serta beban dinamik yang dianalisis. CAESAR II diperkenalkan tahun 1984 yang dibuat oleh perusahaan perangkat lunak bernama COADE
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
Inc. Dengan menggunakan program CAESAR II maka akan didapatkan hasil perhitungan dalam analisis dengan tingkat akurasi yang tinggi dan mempersingkat waktu dalam melakukan pemecahan kasus bagi seorang engineer dalam merancang sistem perpipaan. CAESAR II juga menyediakan standar-standar Internasional seperti ASME, NEMA, API, dsb. Untuk melakukan pendekatan terkait sifat-sifat fisis material dan
56
juga mengatur batasan-batasan demi sebuah keamanan desain. Dari sana lah kita dapat mengetahui bahwa apakah desain jalur pipa mengalami kegagalan dan dievaluasi atau dapat dinyatakan aman untuk kondisi operasi nantinya. 2. METODOLOGI Sistematika dalam penelitian ini digambarkan dalam diagram alir berikut:
Gambar 11. Diagaram Alir Penelitian 2.1 Teknik Pengumpulan Data Teknik yang dilakukan untuk melakukan penelitian ini adalah: a) Penelitian Kepustakaan Mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan tegangan pipa dan menjadikan dasar teori pendukung dalam melakukan penelitian ini. b) Diskusi Metode ini dimaksudkan untuk mengarahkan dalam menyelesaikan laporan dan memberikan masukan dalam menentukan langkah-langkah untuk melakukan analisis. Metode ini dilakukan bersama pembimbing, serta rekan-rekan yang
terlibat pada proyek gas lift compressor station ini, sehigga diperoleh data-data yang valid untuk mendapatkan hasil perhitungan tegangan pipa yang baik. 3. PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Data – Data yang Diperoleh Material Pipa: Carbon Steel, API 5L Gr.B (Seamless) Kelas Flange: ASTM 900 # & 1500 # RTJ (Ring Type Joint) Diameter Luar (D): 168,3 mm (6 inch) Batas Korosi yang Diizinkan: 3,0 mm ISSN 2089 - 7235
57
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
Massa Jenis Pipa : 7833,4 kg/m3 Desain Temperatur Sistem: 175°C Temperatur Operasi : 146,6°C Temperatur ambient : 25°C Desain Tekanan : 13600 kN/m² (13,6 Mpa) Tekanan Operasi : 12500 kN/m² (12,5 Mpa) Massa Jenis Fluida : 71,55 kg/m3 Insulasi Pipa : Ketebalan 15mm (mineral wool) Massa Jenis Insulasi : 60 kg/ m3 Tegangan Izin material Pada Tdesain = 175°C : 137895,14 kN/ m² (137,89 Mpa) Faktor Kualitas (Ec) :1 Kode Standar Desain : ASME B31.3 3.2 Perhitungan Ketebalan Dinding Pipa Dengan mengacu kepada tabel 1 dibawah ini, untuk nilai Y. Tabel 1. Faktor Koefisien untuk t < D/6
Jadi nilai ketebalan dinding pipa yang diperlukan adalah tm =
=
(
+C
) ,
(
,
,
,
, )
+ 3,0 mm
= 10,98 mm. Untuk ketebalan dinding pipa yang tersedia di pasaran adalah sch.120 dengan ketebalan 14,27mm. 3.3 Menghitung Bobot Total Pipa a) Bobot pipa / satuan panjang (Wp) Wp = ρpipa x Apipa = 7833,4 kg/m³ x 0,0069 m² b) Bobot fluida / satuan panjang (Wf) Wf = ρfluida x Apipa = 71,554 kg/m3 x 0,0153 m² = 1,097 kg/m c) Bobot insulasi / satuan panjang (Win) Win = ρinsulasi x Apipa = 60 kg/m3 x 0,0086 m² = 0,516 kg/m d) Bobot total (W) W = (Wp + W f + Win) x g = (54,05 + 1,097 + 0,516) kg/m x 9,81 m/s2 = 546,05 N/m
Untuk nilai W, dapat dilihat pada tabel 2 berikut:
3.4 Menghitung Modulus Penampang Pipa (Z) Z=
Tabel 2. Faktor Reduksi Kekuatan Sambungan Lasan
(do4 – di4)
I=
[(0,1683m)4 – (0,1397m4)]
=
= 2,06 x 10-5 m4 Z = 2,06 x 10-5 m4 / 0,084m Z = 2,452 x 10-4 m3 3.5 Menghitung Panjang Maksimum Penyangga Pipa .
L= = ISSN 2089 - 7235
.
.
,
. ,
, /
/ ²
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
= 4,97 m 3.6 Menghitung Nilai Tegangan Longitudinal Pipa a) Tegangan Aksial (σax) Fax = P.A = 13600 kN/m2 x 0,0153m2 = 208,08 Kn Am = =
(do2 – di2)
58
b) Tegangan Akibat Tekanan Dalam Pipa (σip) σip = =
/ ²
,
( ,
)
= 40099 kN/m2
c) Tegangan Sirkumferensial (Hoop Stress)
(0,16832 – 0,13972)
= 0,00691 m2= 54,05 kg/m
σH = =
σax =
.
=
, ,
²
= 30112,87 kN/m2
/ ² ( ,
, )
= 80199 kN/m2Menghitung Fleksibilitas Pipa
Gambar 12. Isometrik Desain Rute Sistem Perpipaan Bagian-1
ISSN 2089 - 7235
59
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
Gambar 13. Isometrik Desain Rute Sistem Perpipaan Bagian-2
Jarak anchor ke 1,091 m Jarak anchor ke 7,871 m Jarak anchor ke 8,306 m Resultant jarak
.
anchor pada sumbu X (LX) = (
)²
anchor pada sumbu Y (LY) =
, (
anchor pada sumbu Z (LZ) = anchor
ke
anchor
(L)
=
LX + LY + LZ² = (1,091) + (7,871) + (8,306)² = 11,5 m Panjang total sistem perpipaan (U) = 21,22 m Koefisien muai material (α) = 1,40 inch / 100ft = 1,16mm / m. Pemuaian yang harus diserap pipa (Δl) = 13,34 mm. Maka perhitungan fleksibilitasnya adalah
≤ K1 ,
,
)²
≤ 208,3
23,64 ≤ 208,3 Maka sistem perpipaan tersebut sudah cukup fleksibel untuk menyerap ekspansi akibat perubahan temperatur yang terjadi. Perhitungan tegangan akibat beban ekspansi termal dengan menggunakan CAESAR II.5.10 dilakukan hanya untuk memastikan keamaan dari sistem perpipaan tersebut.
3.7 Hasil Perhitungan Tegangan Dengan Software CAESAR II.5.10 ISSN 2089 - 7235
,
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
60
Gambar 14. Permodelan Pada CAESAR II.5.10 a) Perhitungan Tegangan Akibat Beban Tetap (Sustain Load)
No.
Tabel 3. Hasil Perhitungan Tegangan Akibat Beban Sustain Node Bending Torsion Sustain Allowable Ratio Stress
Stress
Load
Stress
(kN/m²)
(kN/m²)
Stress
(kN/m²)
(%)
(kN/m²) 1
35
4696,9
0,0
45496,8
137892.0
33,0
2
90
3460,8
31,5
44256,4
137892.0
32,1
3
100
6950,9
-31,5
47746,6
137892.0
34,6
4
150
2265,4
295,2
43292,4
137892.0
31,4
5
160
720,0
-295,2
41755,5
137892.0
30,3
6
200
553
6,4
40936,4
137892.0
29,7
7
250
725,6
6,4
41002,2
137892.0
29,7
ISSN 2089 - 7235
61
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
Tegangan Akibat Beban Sustain (kN/m²)
Gambar 15. Permodelan Tegangan Akibat Beban Sustain Pada CAESAR II.5.10 150000 100000 50000 0 35
90
100
150
160
200
250
Node Number
Perhitungan CAESAR II.5.10 Nilai Tegangan Izin Material Gambar 16. Perbandingan Nilai Tegangan Sustain Dengan Tegangan Izin Material Dari tabel hasil perhitungan CAESAR II.5.10 diatas menunjukan bahwa tegangan terbesar yang ditimbulkan akibat beban sustain (Sl) terjadi pada node 100 dengan tegangan tekuk (σb) sebesar 6950 kN/m², dan tegangan aksial (σax) sebesar 41035,5 kN/m², sehingga tegangan
ISSN 2089 - 7235
akibat beban sustainya sebesar 47746,6 kN/m². Hasil dari perhitungan dengan software CAESAR II.5.10 menunjukan bahwa tegangan tersebut masih berada pada batas tegangan izin material sebesar 137892,0 kN/m² dengan rasio 34,6 %, maka pipa tersebut tidak mengalami overstress.
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
62
b) Perhitungan Tegangan Akibat Ekspansi Termal Pada CAESAR II.5.10 Tabel 4. Hasil Perhitungan Tegangan Akibat Ekspansi Termal No.
Node
Bending
Torsion
Expansion
Allowable
Stress
Stress
Stress
Stress
(kN/m²)
(kN/m²)
(kN/m²)
(kN/m²)
Ratio (%)
1
10
17364,6
7864,1
23428,73
206842,72
11,3
2
35
14041,1
6535,2
20895,13
206842,72
10,1
3
40
16302,5
6990
21327,21
206842,72
10,31
4
80
22762,9
694,2
22805,2
206842,72
11,02
5
90
19338,9
2892,5
20185,52
206842,72
9,75
6
100
15102,5
2716,1
16049,74
206842,72
7,75
7
110
16785,9
3168,3
17942,09
206842,72
8,67
8
120
8653,9
7643,0
17565,64
206842,72
8,49
9
130
16203,2
-4040,4
18106,4
206842,72
8,75
10
140
17982,9
-2192,0
18509,56
206842,72
8,94
11
150
17240
-2192,0
17788,67
206842,72
8,6
12
160
18743,4
2192,0
19444,07
206842,72
9,4
13
170
21945,5
697,9
21989,84
206842,72
10,63
14
180
21550,71
1697,0
21816,32
206842,72
10,57
15
190
22802,9
1220,9
22933,26
206842,72
11,08
16
200
22289,9
1220,9
22423,24
206842,72
10,84
17
240
21091
0,3
21091
206842,72
10,19
18
250
20876,8
-122,6
206842,7
206842,72
10,09
19
290
20796,1
-158,9
20798,52
206842,72
10,05
Gambar 17. Permodelan Tegangan Akibat Beban Ekspansi Pada CAESAR II.5.10
ISSN 2089 - 7235
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
63
200000 150000 100000 50000 0 10 35 40 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 240 250 290
Tegangan Ekspansi Termal (kN/m²)
250000
Node Number
Tegangan Ekspansi
Batas Tegangan Izin
Gambar 18. Perbandingan Nilai Tegangan Akibat Ekspansi Termal Dengan Tegangan Izin Material
Dari hasil perhitungan tegangan akibat beban ekspansi termal dari software CAESAR II.5.10 menunjukan bahwa tegangan terbesar terjadi pada node 10, yakni sebesar 23428,73 kN/m² sedangkan nilai tegangan tekuknya sebesar 17364,6 kN/m² dan tegangan torsinya sebesar 7864,1 kN/m², namun hasil perhitungan menunjukan tegangan tersebut masih berada dibawah batas tegangan izin (allowable stress) yang ditentukan ASME B31.3 sebesar 206842,72 kN/m² dengan rasio antara tegangan ekspansi dan tegangan izin sebesar 11,30 %. Hal tersebut menunjukan bahwa pada sistem perpipaan tersebut tidak terjadi overstress. 4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil perhitungan tegangan pada sistem perpipaan dari discharge kompresor menuju air cooler dengan perhitungan manual dan program CAESAR II.5.10 dapat disimpulkan sebagai berikut: a) Nilai tegangan akisal yang didapat dari perhitungan manual adalah sebesar 30112,87 kN/m2. b) Nilai tegangan akibat tekanan dalam pipa adalah sebesar 40099 kN/m2 c) Nilai tegangan sirkumferensial atau hoop stress dari sistem perpipaan tersebut adalah sebesar 80199 kN/m2. d) Nilai tegangan akibat beban tetap (sustain load) terbesar yang dihitung dengan menggunakan software CAESAR II.5.10 terjadi pada node 100 dengan nilai 47746,6 kN/m2, namun masih berada dibawah batas tegangan izin maksimum material sebesar
ISSN 2089 - 7235
137895,14 kN/m2 degan rasio keduanya adalah 34,6%. e) Nilai tegangan akibat beban ekspansi termal terbesar yang dihitung dengan menggunakan software CAESAR II.5.10 terjadi pada node 10 dengan nilai 23428,73 kN/m2, namun masih dibawah batas tegangan maksimum material sebesar 206842,71 kN/m2 dengan rasio keduanya adalah 11,34%. f) Sistem perpipaan tersebut cukup fleksibel untuk menyerap ekspansi akibat perubahan temperatur dan dari hasil perhitungan sistem perpipaan tersebut dapat dinyatakan aman dan tidak terjadi overstress. 5. DAFTAR PUSTAKA [1]. Kannapan, Sam. (1985). Introducion To Pipe Stress Analysis. Knoxville, Tennesse: John Wiley & Sons, Inc. [2]. Chamsudi. (2005). Piping Stress analysis. Modul Diktat. PT Rekayasa Industri. [3]. ASME B31.3. (2014). Process Piping. American Society of Mechanical Engineers. New York, NY. [4]. Susanto. (2015). Analisa Tegangan Pipa Unloading Line dari Pelabuhan ke Suatu Pabrik Oli Pelumas di Marunda Center Industrial Estate Bekasi. Tugas akhir. Jakarta: Universitas Mercubuana. [5]. Mulyadi, Ade. (2012). Analisa Tegangan Sistem Pipa Gas Dari Vessel Suction Scrubber Ke Booster Pump Compressor. Tugas akhir. Jakarta: Universitas Mercubu
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
64
PERANCANGAN MESIN PENGUPAS DAN PEMISAH KULIT BUAH KOPI KERING Vinantius Kelik1, Hengky2, Daniel Kurniawan3 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Mercu Buana Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak -- Tujuan utama dari pembuatan mesin pengupas dan pemisah kulit buah kopi kering ini adalah untuk memenuhi kebutuhan mesin pengupas kulit kopi para petani di wilayah Magelang terutama di Desa Ngargomulyo. Dengan mesin ini diharapkan dapat membantu proses pengupasan kulit kopi sehingga dapat meningkatkan kualitas kopi. Adapun tahapan dalam pembuatan mesin pengupas kulit kopi terdiri dari analisis kebutuhan, penyusunan spesifikasi teknik produk, perancangan konsep produk yang bertujuan menghasilkan alternatif konsep produk, setelah konsep produk didapatkan maka langkah selanjutnya adalah merancang produk yang merupakan pengembangan konsep produk berupa gambar skets menjadi benda teknik, langkah terakhir dalam pembuatan mesin ini membuat dokumen produk berupa desain gambar kerja. Spesifikasi mesin pengupas kulit kopi dengan kapasitas mesin 5 kg/menit, ukuran mesin dengan panjang 1000 mm x lebar 820 mm x tinggi 900 mm, menggunakan tenaga penggerak berupa motor listrik 0,5 HP, 1500 rpm, rangka menggunakan profil siku 40 mm x 40 mm x 4 mm dan profil U 40 mm x 50 mm x 4 mm. sistem transmisi mesin pengupas kulit kopi menggunakan 1 puli ganda dengan diameter 3 inch dan 2 puli berdiameter 5 inch yang merubah putaran dari 1500 rpm menjadi 900 rpm, blower, 2 buah v-belt type A No.54, 2 poros pejal diameter 1 inch. Kinerja mesin pengupas dan pemisah kulit buah kopi kering menggunakan tenaga mekanik dari motor listrik untuk menggerakan rol pengupas dan tabung pemisah. Pada dasarnya ada 2 tahap proses yaitu tahap pengupasan dan tahap pemisahan antara kulit buah kopi dengan biji kopi. Proses pengupasan menggunakan mata pisau yang dirancang sedemikian rupa agar dapat memenuhi fungsi mengupas kulit buah kopi kering, sementara untuk pemisahan antara biji kopi dengan kulit yang telah dikupas menggunakan hembusan angin yang dihembuskan oleh blower sehingga karena berat dari kulit lebih ringan dari biji kopi, maka kulit kopi akan terhembus sedangkan biji kopi tidak. Kata Kunci: Perancangan, Kopi, Kinerja 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan dunia teknologi semakin berkembang pesat, persaingan teknologi pun semakin banyak. Persaingan itu dapat kita jumpai di kota- kota besar, seperti pabrik-pabrik maupun wira usahawan. Semakin meningkatnya daya beli masyarakat juga merupakan salah satu faktor yang menjadikan persaingan semakin menjadi. Hal ini mendorong ahli-ahli teknologi berlomba-lomba untuk menghasilkan produk yang baru. Dan apabila kita berbicara tentang teknologi, maka kita juga harus berbicara tentang komoditi, karena dua hal tersebut saling mendukung dalam kemajuannya. Untuk mengolah satu bahan komoditi menjadi barang yang siap di perjual belikan saja kita membutuhkan banyak sekali mesin - mesin pengolahnya Komoditi Kopi adalah salah satu komoditi yang sedang berkembang. Namun banyak dari para penggusaha kopi di daerah terpencil memiliki masalah dalam meningkatkan usahanya, di karenakan minimnya alat alat pendukung kelancaran usaha. Di daerah - daerah terpencil penghasil kopi, saat ini masih menggunakan alat yang sifatnya manual dalam pengolahannya. Proses yang paling sulit dan memakan waktu
cukup lama dalam sistem pengerjaannya adalah saat mangupas dan memisahkan kulit buah kopi. Berdasarkan fakta yang didapatkan dari pasaran saat ini produk yang ada di pasaran berdimensi besar dan harga jual yang relatif mahal, selain berdimensi besar serta harga jual yang relatif mahal ada beberapa kekurangan lainnya diantaranya rata-rata motor penggerak masih menggunakan motor bensin sehingga memerlukan manajemen sumber bahan bakar yang baik, tidak mudah untuk dipindah tempatkan dan kinerja masih satu tahap misalnya mesin hanya dapat mengupas kulit dengan biji kopi, mesin hanya dapat memisahkan kulit dengan biji kopi.
Gambar 1.1 Mesin Pengupas Kulit Buah Kopi Basah
ISSN 2089 - 7235
65
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
pada jenis mata pisau yang digunakan. Gambaran umum desain mesin pengupas dan pemisah kulit buah kopi kering secara keseluruhan dan komponen-komponen yang digunakan dalam pembuatan mesin ini dapat dilihat pada gambar 2.2 dan gambar 2.3 berikut ini.
Gambar 1.2 Mesin Pengupas dan Pemisah Kulit Buah Kopi Kering Dari masalah tersebut maka Penulis mencoba melakukan analisais dan membuat terobosan baru tentang mesin pengupas dan pemisah kulit dengan biji kopi kering yang nantinya diharapkan akan dapat mempermudah dan mempercepat proses pengupasan dan pemisahan kulit buah kiopi kering dengan biji kopi kering itu sendiri. Selain itu dengan adanya mesi ini diharapkan mampu meningkatkan hasil produksi baik dari segi kualitas.
Gambar 2.2 Mesin Pengupas dan Pemisah Kulit Buah Kopi Kering
1.2. Tujuan Perancangan Tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk merancang mesin pengupas kulit buah kopi kering dan pemisah biji kopi dengan kulitnya yang mudah digunakan, konsumsi daya listrik yang rendah, mudah perawatan serta pemeliharaannya. 2. METODOLOGI Mulai
Desain Mesin
Perakitan Komponen Mesin
Gambar 2.3 Komponen Mesin Pengupas dan Pemisah Kulit Buah Kopi Kering 2.1.1 Desain mata pisau jenis 1
Pengujian Mesin
Selesai Gambar 2.1 Diagram alir perancangan mesin pengupas dan pemisah kulit buah 2.1 Desain Mesin Pada tahap desain mesin pengupas dan pemisah kulit buah kopi kering, ada 3 desain yang dibuat, yang membedakan dari ketiga desain ini adalah ISSN 2089 - 7235
Gambar 2.4 Mata Pisau Jenis 1
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
Desain mata pisau jenis 1 ini yaitu berupa plat plos.
66
mm. Berikut desain dari pemisah antara kulit dengan biji kopi dapat dilihat pada gambar 2.7.
2.1.2 Desain mata pisau jenis 2
Gambar 2.5 Mata Pisau Jenis 2 Pada desain mata pisau jenis 2 ini hampir sama seperti mata pisau jenis 1 yang membedakan antara mata pisau jenis 1 dengan mata pisau jenis 2 adalah pada ujung mata pisau 2 ada penambahan plat yang berbentuk balok yang disambung menggunakan las, untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar 2.5 diatas. 2.1.3 Desain mata pisau jenis 3 Pada mata pisau jenis 3 ini berupa plat yang dibending melengkung dengan diameter 115 mm yang kemudian diberi penambahan silinder pejal dengan diameter 30 mm dengan jumlah 9 buah yang disambung menggunakan las. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 2.7 Pemisah kulit dengan biji kopi 2.2 Perakiran Mesin Setelah melakukan pendesainan mesin pengupas dan pemisah kulit buah kopi kering, maka dilakukan perakitan mesin pengupas dan pemisah kulit buah kopi kering. Berikut tahapan dari perakitan mesin pengupas dan pemisah kulit buah kopi kering. a. Pembuatan rangka mesin, bodi mesin, pembubutan poros pemegang mata pisau pengupas, pembuatan mata pisau pengupas, pemasangan bantalan dan sistem transmisi
Gambar 2.8 Perakitan mesin tahap 1 b. Pembuatan hopper untuk menampung buah kopi kering yang akan dikupas dan lubang pengeluaran (outlet).
Gambar 2.6 Mata Pisau Jenis 3 2.1.4 Desain pemisah kulit dengan biji kopi Pada desain pemisah kulit dengan biji kopi menggunakan hembusan angin dengan bantuan blower dan putaran dari plat perforated yang dibuat silinder dengan dimensi φ296 mm x 586
Gambar 2.9 Perakitan mesin tahap 2 c. Setelah semua proses pembuatan komponen selesai, maka agar material baja karbon tidak ISSN 2089 - 7235
67
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
mudah mengalami korosi serta agar mesin memiliki nilai estetika yang baik, maka dilakukan pengecatan.
1
8
0,25
1
10
0,5
Setelah data pengujian diperoleh, maka persentase kualitas pengupasan mesin ini dapat dihitung sebagai berikut: 1) Percobaan 1 = Gambar 2.10 Mesin pengupas dan pemisah kulit buah kopi kering 2.3 Pengujian Mesin Pengupas dan Pemisah Kulit Buah kopi Kering
=
X 100% ,
X 100%
= 10 % 2) Percobaan 2 = =
X 100% ,
X 100%
= 25 % 3) Percobaan 3 = =
X 100% ,
X 100%
= 50 % Tabel 2.2 Hasil pengupasan pada mata pisau jenis 1 yang maksimal Spesifikasi Mata Pisau -
Plat yang polos Jarak antara plat penggilas dengan rol pengupas 10 mm
Hasil Pengupasan - Belum sepenuhnya terkupas untuk kulit kopinya. - Kulit buah kopi kering terkelupas ± 50 % dari total buah kopi 1 kg. - Biji kopi tidak rusak.
2.3.2. Mata Pisau Jenis 2 Tabel 2.3 Data pengujian mata pisau jenis 2 Gambar 2.11 Diagram alir proses pengujian mesin pengupas dan pemisah kulit buah kopi kering. 2.3.1 Mata Pisau Jenis 1 Tabel 2.1 Data pengujian mata pisau jenis 1 Berat Kopi (kg)
Jarak Pengupa san (mm)
Buah kopi kering yang terkupas (kg)
1
6
0,1
ISSN 2089 - 7235
Hasil Pengupasan
Berat Kopi (kg)
Jarak Pengupa san (mm)
Buah kopi kering yang terkupas (kg)
1
6
0,3
1
8
0,5
1
10
0,65
Hasil Pengupa san
Setelah data pengujian diperoleh, maka persentase kualitas pengupasan mesin ini dapat dihitung sebagai berikut:
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
1) Percobaan 1 =
68
,
=
X 100%
2) Percobaan 2=
X100% ,
X 100%
= 50 % 3) Percobaan 3= =
X100% ,
,
X 100%
= 85 % Tabel 2.6 Hasil pengupasan pada mata pisau jenis 3 yang maksimal
= 30 %
=
=
X 100%
X 100%
Spesifikasi Mata Pisau - Plat yang dibending melingkar dengan diameter 115 mm - Jarak antara plat penggilas dengan rol pengupas 10 mm
Hasil Pengupasan -
-
-
Belum sepenuhnya terkupas untuk kulit kopinya. Kulit buah kopi kering terkelupas ± 85 % dari total biji kopi 1 kg. Biji kopi tidak rusak.
= 65 % 2.3.4 Waktu pengupasan Tabel 2.4 Hasil pengupasan pada mata pisau jenis 2 yang maksimal Spesifikasi Mata Pisau - Plat dengan penambahan plat dengan bentuk balok panjang. - Jarak antara plat penggilas dengan rol pengupas 10 mm
Hasil Pengupasan - Belum sepenuhnya terkupas untuk kulit kopinya. - Kulit buah kopi kering terkelupas ± 65 % dari total buah kopi 1 kg. - Biji kopi tidak rusak.
Waktu pengupasan buah kopi kering, waktu ratarata yang dibutuhkan untuk mengupas 1 kg buah kopi kering adalah 13 detik . Jadi waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk mengupas 5 kg buah kopi kering adalah 65. 2.4 Hasil Pengujian Mata Pisau
2.3.3 Mata Pisau Jenis 3 Tabel 2.5 Data pengujian mata pisau jenis 3 Berat Kopi (kg)
Jarak Pengup asan (mm)
Buah kopi kering yang terkupas (kg)
1
6
0,6
Hasil Pengupasan
Gambar 2.1 Hasil Pengujian Mata Pisau 1
8
0,75
1
10
0,85
Setelah data pengujian diperoleh, maka persentase kualitas pengupasan mesin ini dapat dihitung sebagai berikut: 1) Percobaan 1 =
X 100% ,
=
X 100%
= 60 % 2) Percobaan 2= =
X100% ,
= 75 % 3) Percobaan 3 =
X 100% X 100%
Berdasarkan pengujian mesin yang telah dilakukan maka mata pisau yang baik untuk digunakan dengan hasil yang maksimal dengan menggunakan mata pisau jenis 3 yaitu yang dibuat melengkung berdiameter 115 mm dan diberi tambahan poros pejal berdiameter 30 mm dengan jumlah 9 buah yang disambung dengan casing mata pisau menggunakan cara pengelasan. dengan jarak antara rol pengupas dengan mata pisau 10 mm, dengan hasil pengupasan 85 % untuk mata pisau jenis 3 dibandingakan dengan mata pisau jenis 1 dan mata pisau jenis 2 dengan jarak antara rol pengupas dan mata pisau yang sama yaitu 50 % dan 65 %. 2.5. Kopi
Pengujian Pemisah Kulit dengan Biji
Dalam merancang sistem pemisahan kulit dan biji kopi yang terkupas, perkiraan awalnya adalah ISSN 2089 - 7235
69
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
pemisahan antara biji kopi dengan kulit yang telah dikupas menggunakan hembusan angin yang dihembuskan oleh blower sehingga karena berat dari kulit lebih ringan dari biji kopi, maka kulit kopi akan terhembus sedangkan biji kopi tidak.Untuk mendukung hipotesa ini maka perlu dilakukan pengukuran yang tepat terhadap berat jenis buah kopi kering. Dalam menjabarkan perkiraan pemisahan kulit dan biji kopi yang telah terkupas memanfaatkan hembusan angin yang dialirkan oleh blower, maka dirancang agar pengeluaran dari outlet mesin pengupas mendapatkan hembusan, sehingga apabila terkena hembusan udara yang telah diatur, maka kulit kopi yang berat jenisnya lebih ringan akan terhembus sementara biji kopi akan tetap jatuh ke bawah. Penerapan dari perkiraan ini tidak berjalan sesuai keinginan, karena biji dan kulit kopi yang keluar dari outlet ternyata tetap tercampur, baik yang jatuh ke bawah karena beratnya atau yang terhempas karena hembusan angin.Hal ini mungkin diakibatkan karena perbedaan berat jenis yang terlalu kecil antara kulit kopi yang terkupas dengan biji kopi ditambah lagi dengan bentuk kulit kopi terkupas yang mirip separuh bola, sehingga dapat terisi biji kopi lagi saat terjatuh.Selain itu arah hembusan angin juga memerlukan penyetelan yang tepat baik kekuatan hembusan maupun arah hembusan.
Gambar 2.12 Kulit dan biji kopi tidak terpisah di arah hembusan angin
Gambar 2.13 Kulit dan biji kopi tidak terpisah di arah jatuh atau di luar saringan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada perancangan mesin pengupas kulit kopi ini, dirancang dengan kapasitas pengupasan yaitu 5 kg/menit. Perancangan dimulai dengan membuat ISSN 2089 - 7235
gambar rancangan mesin sederhana, sesuai dengan cara kerja mesin yang diinginkan. Dimana buah kopi kering yang ditampung dalam hopper akan disalurkan oleh pintu masuk kopi kemudian masuk pada rol pengupas yang berputar. Di ruang pengupas, buah kopi akan dikupas dengan cara digilas oleh putaran rol pengupas yang menyebabkan buah kopi bergesekan dengan mata pisau. Akibat gesekan itu, kulit kopi akan terkelupas, lalu kulit kopi dan biji kopi akan di teruskan ke outlet menuju ruang pemisahan antara kulit dengan biji kopi. Setelah proses perancangan mesin dan cara kerjanya, kemudian dilanjutkan dengan mencari data awal melalui percobaan serta pencarian pustaka. Data awal itu yaitu massa jenis kopi, yang diperoleh melalui percobaan itu 0,422 gr/l. Jumlah kopi tiap liter yang diperoleh sebesar 1066 biji/l, serta berat rata-ratakopi yaitu 0,004 kg/biji. Dengan mengetahui berat rata-rata kopi perbiji, maka dapat diketahui berapa jumlah biji rata-rata dalam 5 kg kopi. Dari data awal inilah kemudian dapat di tentukan berapa putaran rol pengupas yang sesuai agar dalam satu menit dapat mengupas sebanyak 5 kg kopi, hingga diperoleh putaran pengupas yang sesuai yaitu 900 rpm. Sebelum dilakukan proses pengujian dengan cara menghitung waktu pengupasan serta kualitas pengupasan. Terlebih dahulu harus dilakukan penyetelan jarak antara rol pengupas dengan mata pisau. Caranya adalah dengan menjalankan mesin dan memasukkan buah kopi kering, lalu lihat hasilnya. Bila biji kopi yang keluar belum terkupas, artinya jarak rol pengupas dengan mata pisau terlalu lebar maka dilakukan penyetelan dengan memutar baut penyetel jarak. Apabila biji yang keluar hancur, maka jaraknya harus dilonggarkan kembali. Dari proses tersebut, diperoleh jarak pengupas dan penggilas yang baik sebesar 8 mm. kemudian dilakukan proses pengujian sesuai langkah yang telah ditentukan sebelumnya. Dari hasil pengujian diperoleh waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk mengupas 5 kg buah kopi kering adalah 65 detik. Untuk persentase kualitas pengupasan biji kopi, diperoleh kualitas pengupasan buah kopi kering rata-rata adalah 85% terkupas. Daridata di atas juga dapat dilihat bahwa untuk buah kopi kering kapasitas pengupasam 5 kg permenit dapat dicapai dimana untuk mengupas 5 kg buah kopi kering dibutuhkan waktu 65 detik 4.
KESIMPULAN
Setelah melakukan pengujian alat dan engambilan data, maka disimpulkan bahwa: 1. Untuk menggerakkan mesin pengupas kulit buah kopi kering dengan kapasitas 5 kg per
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
menit, dibutuhkan motor penggerak dengan daya 0,5 HP 1 Phase 0,375 kW. 2. Mesin pengupas kulit buah kopi kering ini dapat meningkatkan prosentase kualitas biji kopi tanpa kulit daging buah kopi kering hingga 85 % terkupas. 3. Mata pisau yang digunakan adalah mata pisau jenis ke-3, berdasarkan pengujian mata pisau yang dilakukan mata pisau jenis ke-3 ini dapat mengupas kulit buah kopi kering secara maksimal. 4. Mesin pengupas dan Pemisah kulit buah kopi kering ini dapat mengefisiensikan waktu pengolahan kopi tersebut. Waktu untuk mengupas 5 kg buah kopi kering dibutuhkan 65 detik. 5.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. https://id.wikipedia.org/wiki/Baja/ di akses Januari 2016. [2]. Macdonald, Angus J. (2001). Struktur dan Arsitektur. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. [3]. https://bongez.wordpress.com/2010/05/19/si fat-baja/ diakses Januari 2016 [4]. http://www.alarpertanian.net/ di akses September 2015 [5]. http://www.kencanajayateknik.com/ di akses September 2015 [6]. http://karyamitrausaha.web.indotrading.co/ di akses September 2015 [7]. Darmawan, Harsokusoemo. (2004). Pengantar Perancangan Teknik, Bandung: Institut Teknologi Bandung.
70
[8]. Sonawan, Hery. (2010). Perancangan Elemen Mesin, Bandung: Penerbit Alfabeta. [9]. Joseph Edward Shigley dan Larry D.Mitchell. Perencanaan Teknik Mesin, Edisi 4. Jakarta: [10]. Penerbit erlangga.Hiram Twiss. (1837). Mill For Grinding Coffee And Other Substances. Retrieved from United States Patent Office website: http://pdfpiw.uspto.gov/.piw?PageNum=0&d ocid=00000243 di akses Oktober 2015 [11]. Iram D & Andrew Crawford. (1837). Hulling Machine. Retreived from google patent website: http://www.google.co.id/patents/US111323 di akses November 2015. [12]. H.B. Stevens. (1876). Coffee Cleaner. Retreived from google patent website: https://www.google.co.id/patents/US172671 di akses November 2015 [13]. J.H Pendleton. (1877). Coffee Huller. Retreived from google patent website: http://www.google.co.id/patents/US190614 di akses November 2015 [14]. C.B. Brown. (1879). Coffee and Rice Huller. Retreived from google patent website: http://www.google.co.id/patents/US220698 di akses November 2015 [15]. J. Guardiola. (1886). Coffee Huller. Retreived from google patent website: http://www.google.co.id/patents/US339288 di akses November 2015 [16]. R. Okrassa. (1912). Coffee Huller and Polisher. Retreived from google patent website: http://www.google.co.id/patents/US1035631 di akses November 201
ISSN 2089 - 7235
71
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
ANALISA PENGARUH TEMPERATUR UDARA MASUK TERHADAP TEKANAN DAN TEMPERATUR GAS BUANG PADA PLTD PULO PANJANG BANTEN Sandi Setiawan Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana, Jakarta Abstrak -- Motor diesel adalah motor bakar torak yang proses penyalaannya bukan menggunakan loncatan bunga api melainkan ketika torak hampir mencapai titik mati atas (TMA) bahan bakar disemprotkan ke dalam ruang bakar melalui nosel sehingga terjadilah pembakaran pada ruang bakar dan udara dalam silinder sudah mencapai temperatur tinggi. Tekanan yang dihasilkan melalui proses pembakaran adalah tergantung dari temperatur udara yang dimasukan ke dalam silinder, semakin tinggi temperature maka relatip semakin berkurang jumlah molekul udara yang dikandungnya sebaliknya semakin rendah temperature relatip kandungan molekul udara lebih banyak. Dengan adanya perubahan temperatur pada udara masuk akan mempengaruhi pada tekanan dan temperatur gas buangnya. Kondisi ini diteliti secara analisis pada mesin diesel merk SDEC/ Licens Caterpillar dengan putaran 1500 rpm dan kapasitas 248 kw. Dari hasil perhitungan terlihat bahwa bahwa efisiensi pemakaian bahan bakar yaitu 32,9 l/jam pada 31,1 (⁰C) dan minimum 23,5 l/jam pada 27,4 (⁰C). Dengan turunnya temperatur udara sekitar dari 31,1⁰C sampai 27,4⁰C menyebabkan menurunnya juga SFC yang dihasilkan dari perhitungan 0,7 menurun hingga menjadi 0,62. Kg/kw.jam sedangkan T out maksimal didapat 300,21⁰C pada T in 27,4 ⁰C dan minimun 299,42 ⁰C pada T in 31,1 ⁰C. Dengan besarnya tekanan dan T out dari hasil pembakaran sehingga untuk selanjutnya hasil analisa ini dapat dijadikan bahan untuk pemanfaatan proses pembakaran untuk dijadikan konversi energi lainnya. Kunci: Mesin diesel, temperatur udara masuk, temperature udara keluar, putaran mesin, SFC BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mesin Diesel merupakan motor pembakaran dalam (Internal Combustion Engine), dimana bahan bakarnya disemprotkan kedalam silinder pada waktu torak hampir mencapai Titik Mati Atas (TMA). Oleh karena udara didalam silinder bertemperatur tinggi yang mencapai titik nyala bahan bakar, maka bahan bakar akan terbakar dengan sendirinya. Tekanan yang dihasilkan melalui proses pembakaran adalah juga tergantung dari temperatur udara yang dimasukan ke dalam silinder, semakin tinggi temperature maka relatip semakin berkurang jumlah molekul udara yang dikandungnya sebaliknya semakin rendah temperature relatip kandungan molekul udara lebih banyak. Kedua kondisi ini sangat berpengaruh terhadap hasil dari suatu proses pembarakan. Langkah kompresi diawali dengan langkah hisap dimana udara segar dihisap masuk ke dalam silinder sampai berakhirnya langkah tersebut dimana torak berada di Titik Mati Bawah (TMB). Setelah berakhirnya langkah hisap dilanjutkan dengan langkah kompresi dimana torak bergerak ke atas menuju ke Titik Mati Atas (TMA). Pada saat torak hampir mencapai TMA, bahan bakar disemprotkan ke dalam silinder untuk bercampur dengan udara bertekanan tinggi akibat adanya kompresi dari torak. Campuran udara dan bahan bakar yang bertekanan tinggi ini juga akan ISSN 2089 - 7235
memiliki suhu yang tinggi pula, sehingga memudahkan proses penyalaan untuk pembakaran. Hasil dari pembakaran campuran udara dan bahan bakar ini berupa tenaga mekanis. Temperatur ideal yang masuk kedalam ruang bakar adalah sebesar 26 -27˚C. Dalam pengoperasian motor diesel, temperatur udara ideal yang masuk kedalam ruang bakar sangat dipengaruhi oleh temperatur lingkungan atau ruang sehingga turut mempengaruhi hasil dari proses terjadinya pembakaran. Untuk menghasilkan unjuk kerja yang optimal dari motor diesel dengan temperatur udara yang ideal, maka sangat dibutuhkan temperatur udara lingkungan atau ruang yang ideal pula. 1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang terjadi pada mesin diesel tersebut maka dengan menganalisa besarnya pengaruh temperatur udara terhadap tekanan dan temperature keluar pada mesin diesel yang terdapat pada PLTD pulopanjang. 1.3 Batasan Masalah Batasan permasalahan penulis pada penulisan Tugas Akhir ini adalah: a. Pengaruh perubahan temperatur udara masuk terhadap tekanan yang dihasilkan. b. Pengaruh perubahan temperatur udara masuk terhadap temperatur udara keluar dari gas buang hasil pembakaran
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
1.4 Tujuan Untuk menganalisa pengaruh temperatur udara masuk terhadap besarnya tekanan dan temperatur keluar dari gas buang hasil pembakaran mesin diesel yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk konversi energi. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Motor diesel adalah motor bakar torak yang proses penyalaannya bukan menggunakan loncatan bunga api melainkan ketika torak hampir mencapai titik mati atas (TMA) bahan bakar disemprotkan ke dalam ruang bakar melalui nosel sehingga terjadilah pembakaran pada ruang bakar dan udara dalam silinder sudah mencapai temperatur tinggi. Syarat ini dapat terpenuhi apabila perbandingan kompresi yang digunakan cukup tinggi, yaitu berkisar 16-25. (Arismunandar. W, 1988)
72
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Studi Literatur Studi literatur dilakukan untuk mempelajari teoriteori yang berkaitan dengan tugas akhir serta mendukung tujuan untuk mendapatkan pengaruh perbedaan suhu dan temperatur udara terhadap kinerja mesin diesel yaitu yang mempengaruhi dari jumlah pemakaian bahan bakar serta tenaga mesin yang dihasilkan. Sumber literatur diperoleh dari beberapa buku-buku, jurnal penelitian, internet, serta fasilitas perpustakaan universitas mencubuana. 3.2. Diagram Alir Perencanaan
2.2 Dasar Perhitungan Thermodinamika Siklus aktual pada mesin dengan pembakaran didalam (internal combustion engine) dihitung dengan maksut untuk menentukan parameter dasar thermodinamika suatu siklus kerja yang ditunjukkan dengan tekanan yang konstan dan konsumsi bahan bakar spesifik. Untuk siklus aktual dari motor diesel sendiri ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar 2.1 Diagram P-V siklus aktual 2.3 Turbo Charger Turbocharger adalah sebuah alat peningkat kinerja mesin pembakaran yang mendapat daya dari turbin, sumber tenaga turbin berasal dari gas buang kendaraan. Untuk meningkatkan keluaran tenaga mesin dengan meningkatkan massa oksigen yang akan memasuki mesin. Kunci keuntungan dari turbocharger adalah mereka menawarkan sebuah peningkatan yang cukup banyak dalam tenaga mesin hanya dengan sedikit menambah berat.
3.3 Waktu Dan Tempat Penelitian Pulau Panjang adalah sebuah pulau kecil yang terletak di Teluk Banten. Secara administratif, Pulau ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Serang Banten. Kepemerintahan dalam pulau ini berbentuk Desa dengan nama desa adalah PULO PANJANG yang di kepalai oleh seorang Kepala Desa dengan melakukan pemilihan Kepala desa setiap lima tahun sekali oleh Panitia penyelenggara Pemungutan Suara Pemilihan ISSN 2089 - 7235
73
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
Kepala Desa (PILKADES) berdasarkan keputusan Badan Permusyawaratan Desa BPD Pulo Panjang, BPD beranggotakan 7 Orang. 3.4
Thermometer: 5 buah Tachometer digital : 1 buah Gelas pengukuran : 1 buah Stopwatch : 1 buah
Pengumpulan Data
Pengumpulan dan pengambilan data dilakukan dalam beberapa variabel yaitu pengukuran temperature pada beberapa waktu, putaran mesin dan pemakaian bahan bakar serta dilakukan dalam beberapa kali pengukuran untuk mendapatkan perbandingan data yang akurat dan optimal dari mesin diesel yang diteliti sehingga data yang di hasilkan dapat dianalisa dengan benar. 3.5 Objek Penelitian Objek yang akan dilakukan pengambilan data adalah mesin diesel yang terdapat pada PLTD Pulo Panjang – Banten. dengan spesifikasi sebagai berikut : 1. MESIN DIESEL Merek : SDEC/ Licens Caterpillar Type: SC 11C35OD No: C308003543 Putaran: 1500 Rpm Kapasitas/Daya : 248 KW 2. GENERATOR OPERASI Merk: REXFORD Type: RF 274K14 No: 00601296 Kapasitas/Daya : 250 KVA Tegangan/Arus: 400/231 Volt / 386 A
3.7 Langkah-langkah eksperimen 1. Persiapan mesin diesel dan peralatan. 2. Melakukan pengujian secara bertahap terhadap temperatur ruang yang berbeda waktu. Selama mesin diberikan beban dan tegangan dicatat serta temperatur diukur menggunakan termometer, beberapa kegiatan tersebut dilakukan dalam beberapa kali untuk mendapatkan hasil data yang akurat dan optimal. Dari data hasil pengujian yang diperoleh,maka dapat dilakukan perhitungan dan analisa data sebagai berikut: Termodinamika siklus kerja mesin Tekanan dan temperatur Keluar dari gas buang Fluktuasi daya dan pemakaian bahan bakar terhadap perubahan temperatur ruang. Korelasi daya (Ne) dan Putaran (n) untuk beban dalam watt. Perhitungan efisiensi pemasukan udara untuk pembakaran. Perhitungan Temperatur keluar melalui gas buang. Pengaruh perbedaan temperatur udara terhadap SFC (spesific fuel Consumption) 4. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Data Hasil Pengukuran Tabel 4.1 data hasil pengukuran saat dilakukan pengambilan data dengan n = 1500 rpm
3.6 Peralatan yang digunakan
No
jam
pemakaian BB (l/jam)
temperatur (⁰C)
Ir (Ampere)
Is (Ampere)
It (Ampere)
v (volt)
P total (Kw)
1
18:00
32,9
31,1
180
180
180
380
205,2
2
19:00
32,7
30,9
172
172
172
380
196,08
3
20:00
32,2
30,7
170
170
179
380
197,22
4
21:00
30,9
30,4
170
180
180
380
201,4
5
22:00
30,5
30,3
155
160
170
380
184,3
6
23:00
29,4
30,2
155
160
160
380
180,5
7
0:00
28,8
28,9
150
155
155
380
174,8
8
1:00
27,9
28,7
140
150
150
380
167,2
9
2:00
27,3
28,6
150
140
140
380
163,4
10
3:00
26,5
28,4
140
140
140
380
159,6
11
4:00
26,2
27,6
130
150
140
380
159,6
12
5:00
25,7
27,5
140
120
150
380
155,8
13
6:00
23,5
27,4
140
140
120
380
152
ISSN 2089 - 7235
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
74
Dari data diatas dapat dibuat grafik 4.1 pengaruh perubahan temperatur terhadap pemakaian bahan bakar yang digunakan.
Pada grafik diatas dapat diketahui bahwa pada putaran mesin 1500 rpm pemakaian bahan bakar terus meningkat dari temperatur 27,4 ⁰C sampai temperatur 31,1⁰C. 4.2 Pengaruh Perubahan Temperature Terhadap Tekanan kompresi (Pc) dan Tekanan Maksimum( Pz) Untuk mendapatkan nilai tekanan kompresi perlu diketahui Pa = 0,9 kg/cm2 sehingga Pc = Pa . ε ₁ , ( kg/cm2) = 0, 9 . 17 1,34 = 40,09 kg/cm2 Tc = Ta . ε , ok = 304,1 . 17 1,34 = 796,8 ok Sehingga dapat dihitung maksimumnya Pc = λ . Pc = 1,8 . 40,09 kg/cm2 = 72,16 kg/cm2
untuk
10
28,4
789,8
45,88
82,58
11
27,6
787,7
46,53
83,76
12
27,5
787,4
47,19
84,95
13
27,4
787,1
47,85
86,13
tekanan Gambar 4.2 Grafik perbandinga temperatur awal (Ta) dengan Tekanan akhir pembakaran
Sehingga dari perhitungan diatas dapat dibuatkan grafik dan tabel 4.3 sebagai berikut. No
Temp
Tc
Pc
Pz
1
31,1
796,8
40,09
72,16
2
30,9
796,3
40,72
73,30
3
30,7
795,8
41,36
74,45
4
30,4
795,0
42,00
75,60
5
30,3
794,7
42,64
76,75
6
30,2
794,5
43,28
77,91
7
28,9
791,1
43,93
79,07
8
28,7
790,5
44,58
80,24
9
28,6
790,3
45,23
81,41
Gambar 4.3 Grafik perbandinga temperatur awal (Ta) dengan Tekanan akhir kompresi Dari data hasil perhitungan didapatkan bahwa perubahan temperatur udara mempengaruhi tekanan kompresi dan tekanan maksimal, maka semakin rendah temperatur udara sekitar maka semakin kecil tekanan kompresi dan tekanan maksimumnya.
ISSN 2089 - 7235
75
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
4.3 Perubahan Temperatur udara terhadap SFC (Specific fuel consumption) Untuk mendapatkan nilai SFC, terlebih dahulu melakukan perhitungan Konsumsi Bahan Bakar (Fc) dan Daya efektif (Ne) sebagai berikut FC = Vbb . ρbb . (Tbb/3600) (kg/s) = 25,87 kg/jam Ne = Pe .П. r2 . a .n .z 60.100 .75 = 48,86 kg/cm2 . 3,14 . (8,5)2. (1500/60) .1 75. 100 = 36,94 kw Jadi untuk nilai SFC (Specific fuel consumption) yaitu SFC = FC (kg/kW jam) Ne = 25,87kg/jam 36,94 = 0,70 kg/kW jam Tabel 4.4 pengaruh perubahan temperatur terhadap SFC No
jam
pemaka ian BB
temperatu r (⁰C)
SFC
1
18:00
31,1
31,1
0,70
2
19:00
30,9
30,9
0,70
3
20:00
30,7
30,7
0,69
4
21:00
30,4
30,4
0,68
5
22:00
30,3
30,3
0,68
6
23:00
30,2
30,2
0,68
7
0:00
28,9
28,9
0,65
8
1:00
28,7
28,7
0,65
9
2:00
28,6
28,6
0,64
10
3:00
28,4
28,4
0,64
11
4:00
27,6
27,6
0,62
12
5:00
27,5
27,5
0,62
13
6:00
27,4
27,4
0,62
Gambar 4.4 Pengaruh perubahan temperatur terhadap SFC 4.4 Pengaruh Temperatur Masuk (T in) terhadap Temperatur Keluar (T out) Sebelum mendapatkan nilai dari temperatur gas buang / T out maka dengan beberapa parameter perhitungan terdapat pada lampiran yang diketahui sebagai berikut No T in (⁰C) Tout (⁰C) 1 40 297,58 2 38 297,99 3 36 298,40 4 34 298,81 5 32 299,23 6 31,1 299,42 7 30,7 299,51 8 30,3 299,59 9 28,6 299,95 10 27,4 300,21 11 25 300,73 12 23 301,16 13 21 301,61 14 19 302,05 15
17
302,50
Dengan hasil perhitungan didapat nilai Konsumsi Bahan Bakar (FC) dan Daya efektif (Ne) sehingga nilai SFC dapat diketahui, nilai SFC maksimal 0,7 pada temperatur 31,1 (⁰C) dan minimal 0,62 pada temperatur 27,4(⁰C). Gambar 4.5 pengaruh temperature (Tin) terhadapTemperature Keluar (T out ) Dengan besarnya pengaruh temperatur udara yang masuk kedalam mesin diesel terhadap temperatur udara yang keluar maksimal 300,21 (⁰C) pada T in 27,4 (⁰C) dan minimal 299,42 (⁰C) pada T in 31,1 (⁰C) dari gas buang dalam mesin diesel ini, maka dengan melihat hal tersebut kita ISSN 2089 - 7235
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
akan mencoba memperbesar dan memperkecil temperatur udara masuk kedalam mesin diesel ini. Dengan temperatur dinaikan dan diturunkan maka pada tabel terlihat adanya perubahan yang signifikan terhadap temperatur keluar dan SFC pada mesin diesel, dengan T out maksimal 302,5(⁰C) pada T in 17 (⁰C) dan T out minimum 297,58 (⁰C) pada T in 40 (⁰C). Dari tabel diatas diketahui bahwa semakin besar temperatur masuk maka semakin kecil temperatur keluar dari gas buang mesin diesel yang dihasilkan dari hasil pembakaran pada mesin diesel.
76
300,21⁰C pada T in 27,4 ⁰C dan minimun 299,42 ⁰C pada T in 31,1 ⁰C. 5.2 SARAN a. Untuk tekanan yang dihasilkan dari hasil pembakaran pada gas buang dapat dimanfaatkan untuk memutarkan kipas kecil yang selanjutnya untuk memutarkan generator sehingga menghasilkan listrik untuk kebutuhan ruangan mesin diesel. b. Untuk panas pada T out yang sangat besar bisa dimanfaatkan untuk heat exchanger yang digunakan sebagai pemanas
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN a. Perbedaan temperatur ruangan terhadap pemakaian bahan bakar pada putaran 1500 rpm. Dari hasil pengukuran, terlihat bahwa pengaruh temperatur ruangan sangat berpengaruh terhadap efisiensi pemakaian bahan bakar yaitu 32,9 l/jam pada 31,1 (⁰C) dan minimum 23,5 l/jam pada 27,4 (⁰C). b. Pengaruh perubahan temperatur terhadap Efisiensi pemasukan (Charge Efficiency) sangat kecil maks 31,71 % dan min 31,45 %. c. pengaruh perubahan temperatur udara sekitar terhadap tekanan kompresi dan tekanan maksimum untuk putaran 1500 rpm, terlihat bahwa Pc dan Pz rata-rata menurun konsisten dari temperatur 27,4 0C sampai temperatur 31,1 0C. d. Dengan turunnyanya temperatur udara sekitar dari 31,1 sampai 27,4 menyebabkan menurunnya juga SFC yang dihasilkan dari perhitungan 0,7 menurun hingga menjadi 0,62. Kg/kw.jam. e. Pada penelitian ini pengaruh dari Temperatur masuk / T in terhadap Temperatur gas buang / T out sangat besar, T out maksimal didapat
DAFTAR PUSTAKA [1]. Hetaria, Marlon, 2012, Analisa Pengaruh Kapasitas Udara Untuk Campuran Bahan Bakar Terhadap Prestasi Mesin Diesel, Politeknik Katolik Saint Paul, Sorong. Heywood, J.B., 1988, “ Internal Combustion Engine Sundamentals, McGraw Hill, Inc., New York. [2]. Petrovesky. N, Marine Internal Combustion Engie, Translated from the Russion By Horace, E. Isakson Mir Publisher Moscow Sutoyo, 2011, Mesin-mesin Pembakaran Dalam, Universitas muhhamadiyah, Magelang. [3]. Widagdo, Eko, 2013, Optimisasi Pola Pembebanan Daya Mesin Pembangkit Listrik Diesel SWD 16 TM 410, Politeknik Negeri Pontianak Wiranto Arismunandar, Motor Diesel Putaran Tinggi, Edisi IV, Penerbit ITB, Bandung, 1983 [4]. Wiranto Arismunandar, Penggerak Mula Motor Bakar Torak, Edisi III, Penerbit ITB, Bandung, 1980
ISSN 2089 - 7235
77
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
REKAYASA BAHAN CAMPURAN BETON DAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR UNTUK PENUNJANG PRODUKSI DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH IPAL DI PT X Zaenal Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana, Jakarta Abstrak -- Green manufacturing adalah konsep sistem produksi berkelanjutan dalam menghasilkan sebuah produk, dengan meminimalkan limbah dan polusi di dalam prosesnya. Salah satu penilaian kinerja green manufacturing adalah program PROPER yaitu program peringkat kinerja perusahaan oleh kementrian lingkungan hidup. PT X adalah pabrik yang memproduksi brankas atau lemari besi dan filing cabinet tahan api. Limbah yang diolah di Instalasi Pengolahan Air Limbah berasal dari proses painting baik dari bahan kimia proses pembersihan pengkondisian metal sebelum dicat, maupun dari material cat itu sendiri. Limbah juga datang dari sisa campuran beton yang merupakan bahan utama sebagai pengisi lemari besi. Proses pengolahan limbah menggunakan metoda fisik dan kimia agar buangan limbah memenuhi baku mutu Kawasan Industri MM2100 Bekasi. Kajian ini dilakukan untuk merekayasa campuran beton dengan memanfaatkan limbah sludge dan rekayasa instalasi air untuk memanfaatkan air limbah menjadi air penunjang proses produksi. Kajian dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer dan sekunder, pengamatan langsung ke lapangan, pengambilan dan pengujian sampel. Pembuatan sampel kubus beton dilakukan untuk subtitusi sludge 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% masingmasing 3 sample untuk Uji Tekan 7 hari dan 3 sample untuk Uji Tekan 28 hari. Dari hasil pengujian di ketahui nilai kuat tekan subtitusi 10 % sebesar 310 (kN), lebih besar dari nilai minimum yaitu 300 (kN) sehingga bisa di gunakan sebagai campuran beton produk. Subtitusi 5% sampai dengan 20% bisa digunakan untuk ruko 5 lantai s/d jalan tol atau jalan negara. Kata kunci: beton, ipal, sludge, slump test, kuat tekan 1. PENDAHULUAN Limbah merupakan keluaran yang tidak bisa dihindarkan dari proses produksi di industri manufaktur. Sayangnya tidak semua industri manufaktur di Indonesia mempunyai fasilitas instalasi pengolahan limbah utamanya IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Dari industri manufaktur yang memilikifasilitas IPAL pun belum semua memanfaatkan keluarannya untuk sesuatu yang bernilai tambah. Limbah keluaran IPAL biasanya diberikan kepada perusahaan jasa Pengangkutan dan Pengumpulan serta Pengelolaan Limbah yang berizin sebagai endpipe solution. Belum banyak industri manufaktu rmengelola sendiri limbah B3 hasil keluaran IPAL menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi. Contohnya di PT X sludge eluaran IPAL dikirim ke industri semen dengan membayar puluhan juta setiap tahunnya. Pengelolaan limbah merupakan salah satu bagian dari Sistem Manajemen Lingkungan. Pemerintah melalui Kementrian Lingkungan Hidup mempunyai Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan yang biasa disebut PROPER yaitu Program Peringkat Kinerja Perusahaan. Selama periode 10 tahun (2004 – 2014) berhasil mendorong ketaatan perusahaan terhadap peraturan lingkungan dari 49% menjadi 72%. Biaya pembuangan limbah, termasuk dampak dari pembuangan limbah tersebut terhadap ISSN 2089 - 7235
pencemaran lingkungan, bisa ditekan dengan cara memanfaatkan kembali limbah tersebut, sebagai bagian dari produk dan penunjang produksi. Berdasarkan uraian masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1.
2.
Bagaimana memanfaatkan limbah keluaran IPAL yaitu sludge menjadi bahan campuran beton. Bagaimana memanfaatkan air limbah IPAL untuk menunjang proses produksi.
2. METODE PENELITIAN a.
Pada penulisan tugas akhir ini penulis mengambil tempat di PT X, Kawasan Industri MM2100 bekasi, pada periode 2 Maret sampai dengan 25 Mei 2015. b. Pengambilan data-data produksi, pemakaian air baku industri, limbah sludge yang dihasilkan, jumlah dan biaya yang dikeluarkan. c. Pengamatan sumber-sumber limbah dari setiap tahapan produksi. d. Pengambilan data-data campuran beton standar, berat, slump test dan kekuatan uji tekan. e. Perancangan prosentase komposisi sludge subtitusi pasir 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%.
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
f.
Pengujian slump, berat kubus dan kuat tekan beton dengan prosentase komposisi sludge subtitusi pasir 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%. g. Membandingkan hasil uji tekan beton dengan prosentase komposisi sludge subtitusi pasir 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% dengan standar kuat tekan beton di industri beton. h. Merekomendasikan daftar prosentase komposisi sludge subtitusi pasir dan kuat tekan nya, untuk pemakaian di industri beton sesuai daftar kuat tekan kementrian PU. i. Merekomendaikan prosentase komposisi sludge subtitusi pasir yang paling optimal sebagai beton produk pabrik.
78
Tabel 1. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton umur 7 hari
2.1 Diagram Alur Penelitian
Tabel 2. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton umur 28 hari
Gambar 1. Diagram alir 3. PENGUJIAN 3.1 Hasil Pengujian Sampel Beton Pengujian di lakukan terhadap campuran beton dengan subtitusi sludge terhadap pasir sebesar 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%, masing-masing tiga sampel. Pengujian kuat tekan dilakukan pada umur 7 hari dan 28 hari dengan hasil sebagai berikut:
ISSN 2089 - 7235
79
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
Tabel 4. Hasil Uji Lab Air Olahan IPAL
4. KESIMPULAN
Tabel 3. Hasil Uji Kuat Tekan 28 Hari Klasifikasi Mutu Beton dan Penggunaanya
3.2 Hasil Pengujian Air Air hasil olahan IPAL di uji di labrotarium pengelola kawasan industri kawasan industri MM2100 yaitu PT. Megapolis Manunggal. Hasil pengujian menunjukan nilai atau mutu sesuai dengan standar kawasan industri MM2100 seperti terlihat table di bawah ini
ISSN 2089 - 7235
Dari hasil penelitian dan pengujian ada beberapa hal yang bisa disimpulkan antara lain sebagai berikut: 1. Dari pengujian berat isi beton didapat hubungan linear berbanding terbalik antara penambahan prosentase substitusi sludge dengan berat isi beton. Semakin meningkatnya prosentase subtitusi sludge diiringi dengan bertambah ringan nya beton. 2. Dari pengujian tekan beton juga didapat hubungan lenear berbanding terbalik antara penambahan prosentase substitusi sludge dengan kuat tekan beton. Semakin meningkatnya prosentase subtitusi sludge diiringi dengan berkurang nya kuat tekan beton. 3. Beton dengan campuran subtitusi sludge 10% terhadap agregat halus/pasir mempunyai uji tekan 310 (kN), diatas standar minimal 300 (kN) sehingga bisa digunakan untuk produk. 4. Beton dengan campuran subtitusi sludge 20%, 15%, 10% dan 5% memiliki kalisikasi mutu K 250 sampai dengan K 350, sehinga bisa digunakan dalam pemakaian selain produk pabrik mulai dari lantai gedung sampai dengan jalan rigit.
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
5. Penghematan yang bisa dilakukan dengan memakai kembali sludge/cake hasil olahan IPAL adalah lebih dari Rp 200.000.000,- per tahun. 6. Air hasil olahan IPAL bisa dimanfaatkan kembal isebagai penunjang proses produksi seperti untuk pencucian mikesr dari sisa beton untuk dipakai kembali. 7. Penghematan yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan kembali air hasil olahan IPAL adalah Rp 80.000.000,- per tahun. 8. Penelitian dan pengujian ini bisa membantu program lingkungan berkelanjutan melalui green manufacturing. Beberapa saran yang dapat diberikan mengenai pemanfaatan keluaran limbah di PT Chubbsafes Indonesia antara lain sebagai berikut: 1. Membuat instalasi pipa air sederhana, pemanfaatan air hasil limbah untuk penunjang proses produksi. 2. Melakukan penelitian dan pengujian beton lebih lanjut dengan subtitusi sludge 25%, 30%, 35%, 40%, 45% dan 50% terhadap pasir. Mengingat masih ada 6 tingkatan katagori dibawah K 250 (subtitusi 20%), yaitu K 225, K 200, K 175, K 150, K 125 dan K 100.
80
[2]. InstitutTeknologi Bandung, 2012, “Material Beton Sebagai Bahan Bangunan”, Dapat dilihat di http://www.ar.itb.ac.id/aswin/wp/uploads/201 2/05/material-beton-sebagai-bahanbangunan3.pdf, (aksesterakhir: 30 Mei 2015) [3]. Journal of Materials in Civil Engineering, de figueirêdo Lopes Lucena, L, ThomêJuca, J., Soares, J., and Portela,M. (2014).”Potential Uses of Sewege Sludge in Highway Construction.” J. Mater. Civ. Eng., 26(9), 04014051. http://ascelibrary.org/doi/abs/10.1061/%28AS CE%29MT.1943-5533.0000937 [4]. Neville, A, M, dan Books, J,J, (1987) Concrete Technology, Longman Scientific & Technical, New York. [5]. PEDC. Teknologi Bahan 3, Bandung. [6]. Purdue University, 2007. “Standard Method of Test for Slump of Hydraulic Cement Concrete” ASTM 143, Dapatdilihat di: ftp://ftp.ecn.purdue.edu/olek/PTanikela/To%2 0Prof.%20Olek/ASTM%20standards/slump% 20test%20C%20143.pdf, (aksesterakhir: 30 Mei 2015) [7]. Siregar, S.A., 1993. “Instalasi Pengolahan Air Limbah”, Kanisius, Jogjakart
DAFTAR PUSTAKA [1]. Bigi, Ahmad Madza, (2011). Industrial Wastewater Treatment Sistem, Bekasi: PT. Gandox Jaya Chemical.
ISSN 2089 - 7235
81
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
PENGARUH TEKNIK PENYAYATAN PAHAT MILLING PADA CNC MILLING 3 AXIS TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BENDA BERKONTUR Irawan Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana, Jakarta
Abstrak -- Dalam perindustrian penggunaan mesin CNC Milling sangat di andalkan untuk mendapatkan hasil yang optimum baik secara kualitas maupun kuantitas. Akan tetapi muncul permasalahan,bagaimana pengaruh perbedaan teknik penyayatan terhadap nilai kekasaran permukaan benda kerja berkontur dalam proses milling CNC. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode penyayatan pahat milling terhadap kekasaran permukaan benda kerja berkontur yang di hasilkan pada proses freis dengan menggunakan mesin milling CNC - 3Axis Makino S33. Peneliitan ini merancang dan membuat molding Cover stop kontak dikarenakan permukaan produk cover stop kontak memiliki permukaan yang berkontur. Molding ini terdiri dari Core dan Cavity. Benda kerja yang akan di ujicoba adalah bagian Core sebanyak 3 buah. Dalam pengerjaanya benda ujicoba diberikan perlakuan yang sama antara lain, kedalaman pemotongan, kecepatan spindle, dan jenis pahat yang di gunakan, kemudian dari ke 3 benda kerja tersebut masing- masing di tentukan 3 titik pengukuran. Dari hasil pengujian yang di peroleh kemudian dilakukan analisis tabel. Nilai kekasaran permukaan terendah (rata-rata kekasaran 0.899µ m) dengan waktu permesinan tercepat (waktu proses 1 jam 08 menit) pada penggunaan metode penyayatan 3D offset finishing. Penulis menyarankan agar dalam proses freis menggunakan mesin milling CNC 3Axis Makino S33 pada permukaan benda yang berkontur, untuk mendapatkan nilai kekasaran yang terendah disarankan menggunakan metode penyayatan 3D offset finishing. Kata kunci: Kekasaran permukaan, Teknik penyayatan, 3D offset finishing
1. PENDAHULUAN Dalam dunia industri khususnya produksi, pemanfaatan mesin perkakas yang digunakan dalam pembuatan benda kerja sangat diandalkan untuk mendapatkan hasil yang optimum. Setiap mesin perkakas dituntut untuk bisa menghasilkan produk yang lebih baik dari segi kecepatan, keakuratan, dan kesesuaian dengan kriteria desain. Salah satu produk yang memerlukan tingkat kepresisian yang tinggi adalah molding atau cetakan. Molding merupakan cetakan yang terbuat dari metal yang dapat menghasilkan produk. Di dalam proses Pembuatan molding dibutuhkan rangkaian pekerjaan permesinan perkakas, sehingga control kualitas dan kuantitas sangat diperlukan untuk menjamin terbentuknya mold yang sesuai dengan kriteria desain tanpa mengesampingkan waktu proses produksi itu sendiri. Didalam perjalananya penulis menemukan permasalahan bahwa salah satu penyebab panjangnya waktu pembuatan suatu mold adalah karena sulitnya mengontrol penggunaan waktu pada proses polishing, yang
ISSN 2089 - 7235
secara alur proses, polishing ini dikerjakan setelah proses finishing milling CNC. Secara umum suatu produk molding yang akan di buat terlebih dahulu di desain menggunakan CAD, yang kemudian di teruskan oleh software CAM dimana pada akhirnya akan diperoleh output perintah kerja berupa NC file yang berisi perintah pergerakan pisau potong yang kemudian disebut toolpath. Jenis lintasan pahat atau tool path adalah hal yang sangat berpengaruh terhadap tekstur produk yang di hasilkan.Oleh karena itu pemilihan teknik penyayatan yang optimal mutlak dilakukan agar nilai kekasaran minimum dapat tercapai. 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pemesinan dilaksanakan di PT. T2C Asia. Adapun waktu penelitiannya mulai dari Mei 2015. 2.2 Metode Penelitian Metode awal yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan eksperimen bermula dari rancangan produk Cover stop kontak, dan
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
82
dilanjutkan dengan membuat molding dari produk Cover stop kontak tersebut. Untuk membuat moulding pada satu bagian Cover stop kontak tersebut terdapat cavity dan core. Perancangan produk dan bagian – bagianya tersebut dibuat dalam bentuk 3 dimensi dengan menggunakan software CAD/CAM. Setelah rancangan 3 dimensi selesai maka langkah selanjutnya menetapkan sistem CAM pada gambar CAD 3 dimensi tersebut. Sesuai dengan pembatasan masalah, benda ujicoba yang akan dilaksanakan dalam pemesinan yaitu, 3 core pada produk Cover stop kontak. Alasan penulis hanya melaksanakan pada benda ujicoba Cover stop kontak karena bentuk dari Cover stop kontak tersebut mempunyai bentuk yang berkontur serta kedalaman kontur dapat dijangkau oleh pahat. Setelah rancangan gambar CAD 3 dimensi dan penentuan CAM sudah dibuat maka langkah selanjutnya mengaplikasikannya pada mesin CNC milling 3Axis dan dilanjutkan dengan menguji benda ujicoba tersebut dengan pengujian kekasaran permukaan yang menggunakan roughness tester.
Dalam proses pembuatan alat ini digunakan beberapa sarana penunjang seperti.
2.3 Perencanaan Proses Alur perencanaan dapat digambarkan dalam bentuk flow chart proses perancangan seperti yang terdapat pada gambar dibawah ini
Gambar 2.3 Interface PowerMill 2015r2
a. Perangkat Lunak Perangkat lunak yang digunakan untuk menunjang kegiatan ini adalah sebagai berikut:
Software cad (Delcam PowerShape2015r2)
Gambar 2.2 Interface Powershape 2015r2 . Software cam (Delcam PowerMill 2015r2)
Total Commander
Gambar 2.4 Interface Total Commander. b. Peralatan Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Workstation Lenovo ThinkStation P500 2. Pahat BULL ENDMILL dan BALL ENDMILL
Gambar 2.1 Flow Chart Pembuatan Benda Uji Coba.
Gambar 2.5 Bull endmill dan Ball endmill
ISSN 2089 - 7235
83
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
3. Makino S33 CNC milling 3Axis
Gambar 2.6 Mesin CNC Milling Makino S33. 4. Roughness tester Mitutoyo seri SJ-400:
Setelah membuat CAD 3 dimensi produk cover, dilanjutkan langkah kedua yaitu membuat model cavity untuk produk cover seperti terlihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.10 Rancangan Model 3D Cavity Langkah ketiga yaitu membuat model core seperti terlihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.11 Rancangan Model 3D Core
Gambar 2.7 Roughness Tester Mitutoyo CJ-400. 5. Jangka sorong digital 6. Erowa Preset Comfort
Gambar 2.8 Erowa Preset Comfort 2.4 Perencanaan Desain Seperti yang sudah dijelaskan pada metode eksperimen dan flow chart diatas maka penelitian terdapat beberapa langkah. Pada langkah pertama perancangan membuat produk Cover terlebih dahulu. Berikut adalah rancangan untuk model produk Cover yang akan dibuat.
Gambar 2.9 Rancangan Model 3D Produk Cover
ISSN 2089 - 7235
1.1 Perencanaan Material Pada perencanaan material dipilih material dengan jenis aluminium yang berdasarkan pada sifat dari aluminium yang mudah di proses mesin, dan tahan terhadap korosi. 1.2 Pembuatan Program CAM dan Simulasi Pada pembuatan program CAM didasarkan pada beberapa hal diantaranya adalah: 1. Berdasarkan dari model CAD yang dibuat berdasarkan langkah perencanaan benda kerja. 2. Berdasarkan pemilihan jenis pahat yang di gunakan. 3. Berdasarkan material benda kerja. 4. Berdasarkan perhitungan parameter kecepatan potong dan kecepatan putaran spindle dari perhitungan yang telah di lakukan. Perencanaan tools atau alat potong yang akan digunakan pada penelitian ini disesuaikan dengan permukaan benda kerja yang dibuat meliputi dua jenis alat potong. Alat potong yang pertama adalah Bull endmill yang digunakan untuk melakukan proses pemakanan kasar dan ball nose endmill untuk melakukan proses pemakanan akhir atau disebut finishing. Untuk perencanaan proses roughing digunakan Bull endmill Ø12 mm dengan material Carbide dengan kecepatan potong berkisar 20 sampai dengan 250 m/min, maka dari data tersebut dapat
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
dihitung parameter pemesinan lainnya seperti. Spindle speed Roughing n= (1000 x Vc)/(π x d) (rpm) Keterangan: n= (1000 x 200) / (3.14 x 12) n= 200000 / 37.68 n= 5307,85 rpm
84
Langkah selanjutnya yaitu mengeluarkan Nc file dari pergerakan toolpath Raster two way yang akan dikirim ke mesin CNC. Berikut adalah gambar Nc file dari pergerakan toolpath Raster two way.
1.3 Feed rate Roughing Vf = n x Zn x fz..(mm/min) Keterangan: s = 3 x 5307.85 x 0.2 s = 3184,71 mm/min Untuk perencanaan proses finishing digunakan ball endmill Ø6 mm, dengan material Carbide dengan kecepatan potong berkisar 20 sampai dengan 250 m/min, maka dari data tersebut dapat dihitung parameter pemesinan lainnya seperti: Spindle speed Finishing n= (1000 x Vc)/(π x d) (rpm) Keterangan : n= (1000 x 200) / (3.14 x 6) n= 200000 / 18,84 n= 10615,71 rpm 1.4 Feed rate Finishing Vf =n x Zn x fz ( mm/min) Keterangan: s = 2 x 10615,71 x 0.1 s = 2123.142 mm/min Sehingga di dapatkan simulasi pergerakan pahat seperti terlihat pada gambar:
Gambar 2.12 Pergerakan Toolpath Raster Two Way
Gambar 2.14 Nc file Pergerakan Pahat Ballnose Diameter 6 pada Teknik Raster Two Way
Gambar 2.15 Pergerakan Toolpath Raster One Way
Gambar 2.16 Pergerakan Toolpath Pahat Ballnose Diameter 6 pada Teknik Raster One Way Langkah selanjutnya yaitu mengeluarkan Nc file dari pergerakan toolpath Raster one way yang akan dikirim ke mesin CNC. Berikut adalah gambar Nc file dari pergerakan toolpath Raster one way.
Gambar 2.13 Pergerakan Toolpath Pahat Ballnose Diameter 6 pada Teknik Raster Two Way ISSN 2089 - 7235
85
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
Gambar 2.20 Nc file Pergerakan Pahat Ballnose Diameter 6 pada Teknik 3D Offset Finishing. Gambar 2.17 Nc file Pergerakan Pahat Ballnose Diameter 6 pada Teknik Raster One Way
Gambar 2.18 Pergerakan Toolpath 3D Offset Finishing
Gambar 2.19 Pergerakan Toolpath Pahat Ballnose Diameter 6 pada Teknik 3D Offset Finishing.
1.5 Proses Eksekusi Program Eksekusi program dilakukan untuk menguji hasil dari pemrograman yang telah dilakukan dengan cara mentransfer data yang berupa Nc file dari komputer kedalam memory mesin, agar mesin dapat melakukan proses pembacaan program yang akan diteruskan menjadi perintah kerja mesin. Hal ini dilakukan dengan media transfer file lewat kabel data RS232 dan Windows Comander data transfer. Pada proses inilah peneliti dapat mengamati apakah pergerakan pahat berjalan secara aktual di mesin CNC sesuai dengan program CAM yang telah dibuat.
Gambar 2.21 Eksekusi Program pada Benda Uji Coba. Hingga pada akhirnya didapat 3 benda ujicoba yang akan di teliti untuk kemudian dijadikan sample pengukuran.
Langkah selanjutnya yaitu mengeluarkan Nc file dari pergerakan toolpath 3D offset finishing yang akan dikirim ke mesin CNC. Berikut adalah gambar Nc file dari pergerakan toolpath 3D offset finishing. Gambar 2.22 Benda Uji Coba hasil dari CNC Milling
ISSN 2089 - 7235
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
3. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 3.1 Proses Pengukuran Kekasaran Permukaan Proses pengukuran kekasaran dilakukan dengan menggunakan Surface roughness tester Mitutoyo. Proses pengukuran dilakukan dengan mengambil 3 sample titik pengerjaan yaitu titik A, titik B, dan titik C disetiap benda ujicoba, jadi didapat 9 sample titik pengerjaan dimana pada setiap titik diambil tiga goresan dan sudah diambil nilai rata – ratanya. Posisi pengetesan dilakukan terhadap bidang lengkung pada setiap benda ujicoba untuk mendapatkan perbandingan kekasaran permukaan antara metode pengerjaan Raster one way, Raster two way, serta 3D offset finishing. 3.2 Grafik Kekasaran Benda Uji Coba 1, 2 dan 3 pada titik A Sebelum mengetahui hasil kekasaran pada setiap titik benda uji coba core maka terlebih dahulu tentukan posisi pengambilan titik sample A. Seperti terlihat pada gambar:
86
Setelah penentuan posisi titik A telah ditentukan maka selanjutnya dicari nilai kekasaran pada titik A tersebut, berikut adalah grafik hasil uji kekasaran pada benda uji coba 1, 2, dan 3 core. Dari hasil grafik titik A pada benda uji coba core 1 terdapat nilai kekasaran Ra 0.734 µm, pada benda uji coba core 2 terdapat nilai kekasaran Ra 1.114µm, dan pada benda uji coba core 3 terdapat nilai kekasaran Ra 0.841µm. Berdasarkan data diatas maka nilai kekasaran yang paling kecil adalah pada benda uji coba core 3 yaitu Metode pemakanan Raster one way. 3.3 Grafik Kekasaran Benda Uji Coba 1,2 dan 3 pada titik B Sebelum mengetahui hasil kekasaran pada setiap titik benda uji coba core maka terlebih dahulu tentukan posisi pengambilan titik sample B. Seperti terlihat pada gambar:
Gambar 3.3 Titik pengambilan Sample B Gambar 3.1 Titik pengambilan Sample A
Gambar 3.2 Grafik Titik A pada Benda Uji Coba Core 1, 2, dan 3
Gambar 3.4 Grafik Titik B pada Benda Uji Coba Core 1, 2, dan 3
ISSN 2089 - 7235
87
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
Setelah penentuan posisi titik B telah ditentukan maka selanjutnya dicari nilai kekasaran pada titik B tersebut, berikut adalah grafik hasil uji kekasaran pada benda uji coba 1, 2, dan 3 core. Dari hasil grafik titik B pada benda uji coba core 1 terdapat nilai kekasaran Ra 2.728µm, pada benda uji coba core 2 terdapat nilai kekasaran Ra 2.402µm, dan pada benda uji coba core 3 terdapat nilai kekasaran Ra 1.048µm. Berdasarkan data diatas maka nilai kekasaran yang paling kecil adalah pada benda uji coba core 3 yaitu Metode pemakanan 3D offset finishing. 3.4 Grafik Kekasaran Benda Uji Coba 1,2 dan 3 pada titik C Sebelum mengetahui hasil kekasaran pada setiap titik benda uji coba core maka terlebih dahulu tentukan posisi pengambilan titik sample C. Seperti terlihat pada gambar:
Setelah penentuan posisi titik C telah ditentukan maka selanjutnya dicari nilai kekasaran pada titik C tersebut, berikut adalah grafik hasil uji kekasaran pada benda uji coba 1, 2, dan 3 core. Dari hasil grafik titik C pada benda uji coba core 1 terdapat nilai kekasaran Ra 0.293µm, pada benda uji coba core 2 terdapat nilai kekasaran R 0.350µm, dan pada benda uji coba core 3 terdapat nilai kekasaran R 0.806µm. Berdasarkan data diatas maka nilai kekasaran yang paling kecil adalah pada benda uji coba core 3 yaitu Metode pemakanan Raster one way. a. Pembahasan Berdasarkan data – data diatas yang telah didapat maka dapat dibuat tabel hasil uji kekasaran, seperti terlihat pada tabel berikut. Tabel 3.1 Hasil Uji Kekasaran Ra (satuan µm)
Gambar 3.5 Titik pengambilan Sample C Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian bahwa faktor metode pemakanan ikut menentukan tingkat kekasaran permukaan hasil proses mesin CNC milling disamping faktor-faktor lainnya. Data hasil penelitian yang telah dideskripsikan dalam bentuk diagram tabel tersebut untuk mengetahui tingkat kekasaran permukaan dari benda uji coba hasil proses mesin CNC milling dengan Metode pemakanan Raster 0ne way, Raster two way, dan 3D offset finishing. 3.5 Hasil Uji Kekasaran Benda Uji Coba Core Berdasarkan perhitungan-perhitungan pada lampiran diperoleh nilai kekasaran permukaan rata-rata (Ra) pada benda uji coba dihitung dengan analisis nilai rata-rata per titik. Hasil uji kekasaran pada core I: 0.734μm, 2.728μm, 0.293μm. Core II: 1.114μm, 2.402μm, 0.350μm. Core III: 0.841μm, 1.048μm, 0.806μm. Data hasil pengukuran benda uji coba core dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Gambar 3.6 Grafik Titik C pada Benda Uji Coba Core 1, 2, dan 3 ISSN 2089 - 7235
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
Tabel 3.2 Data Nilai Kekasaran Permukaan Ra (satuan µm) Benda Uji Coba Core
88
Pada kenyataanya dibutuhkan waktu yang berbeda diantara ketiga metode pemakanan Raster one way, Raster two way, serta 3D offset finishing. Data perbedaan waktu pengerjaan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3.3 Data Hasil Waktu Proses Pemesinan
Keterangan: TA = Titik pertama TB = Titik kedua TC = Titik ketiga Dari pengukuran tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk benda uji coba core (I, II, III) nilai kekasaran yang paling kecil (halus) adalah dengan menggunakan metode pemakanan 3D offset finishing.
Berdasarkan data pada tabel waktu proses permesinan, menunjukan bahwa waktu proses permesinan aktual lebih lama daripada perhitungan secara teoritis. Sedangkan untuk waktu proses permesinan aktual sendiri yang tercepat adalah metode pemakanan 3D offset finishing. Hasil perbedaan waktu permesinan dapat dilihat pada grafik berikut:
Gambar 3.7 Grafik Data Nilai Kekasaran Permukaan Ra (satuan µm) Rata – Rata dari Titik Benda Uji Coba Berdasarkan tabel nilai kekasaran rata-rata diatas, maka dapat disimpulkan bahwa nilai yang terendah adalah pada metode pemakanan 3D offset finishing. 3.6 Hasil Waktu Permesinan Didalam pengerjaan proses permesinan lamanya waktu pengerjaan dapat dihitung dengan rumus: tc= l x w / ae x Vf Sehingga didapatkan waktu permesinan pada proses finishing sebagai berikut: tc = 82.8mm x 89.38mm / 0.06mm x 2123,142mm/min tc= 7,400.664mm2 x 127.38852mm2/min tc= 58.095min Hasil perhitungkan diatas merupakan perkiraan waktu pengerjaaan dengan asumsi kondisi mesin ideal,serta pergerakan mesin secara retract tidak diperhitungkan.
Gambar 4.8 Grafik Waktu Pengerjaan Benda Uji Coba Berdasarkan pada gambar grafik diatas menunjukan waktu pemesinan yang tercepat adalah pada metode 3D offset finishing. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode pemakanan 3D offset finishing merupakan metode permesinan dengan waktu pengerjaan paling efisien. 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Terdapat pengaruh nilai kekasaran pada setiap metode pemakanaan dalam proses ISSN 2089 - 7235
89
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
permesinan milling CNC 3 Axis. Pengaruh perbedaan disebabkan karena setiap metode pemakanan mempunyai alur penyayatan yang berbeda. 2) Pada proses pemesinan milling CNC 3 Axis nilai kekasaran yang terkecil adalah metode 3D offset finishing. Karena pada metode 3D offset finishing mempunyai alur pemakanan mengikuti arah dari bentuk benda kerja. Sedangkan pada metode Raster one way dan raster two way hanya membentuk alur lurus. 3) Kekasaran permukaan (Ra) rata – rata terendah pada benda uji coba core dengan nilai kekasaran 0.899µm dan waktu penyayatan tercepat yaitu pada 1jam 08menit menggunakan teknik penyayatan 3D offset finishing. 4.2 Saran Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan diatas, penulis menyarankan agar dalam proses pemesinan milling CNC 3 Axis untuk permukaan benda yang berkontur agar menggunakan metode pemakanan 3D offset finishing untuk mendapatkan nilai kekasaran yang rendah. Begitupun pada penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP), untuk proses milling CNC 3 Axis adalah menggunakan metode pemakanan 3D offset finishing untuk pengerjaan proses finishing
ISSN 2089 - 7235
pada permukaaan benda yang berkontur untuk menghasilkan permukaan yang halus dan seragam, serta waktu pengerjaan yang cepat. sehingga berdampak pada konsumsi penggunaan jam kerja pada proses polishing lebih bisa terkontrol. DAFTAR PUSTAKA [1]. Dasar-dasar Metrologi Industri, Bab VII, Pengukuran kekasaran Permukaan”, (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Penguk uran%20Kekasaran%20Permukaan.pdf/ diakses 5 Mei 2015) [2]. Kristianto, Yudhi G.H. Pemrograman CNC TU-3A. Yogyakarta: Cet-1. Gava media,2006 [3]. Sato, G. Takeshi. Menggambar mesin menurut standard ISO . cet-3. Jakarta: Pradnya Paramita, 1986 [4]. Seco tools, Solid Endmills Cataloge, Sweden: Seco Tools AB,2014 [5]. Sharma, P.C. A TextBook of Production Engineering. New Delhi: Schand & Company LTD, 2001 [6]. Subagio, Dalmasius Ganjar. Teknik Pemrograman CNC Bubut dan Freis . Jakarta: LIPI, 2008 [7]. Surdia, Tata., & Saito, Shinroku. Pengetahuan bahan Teknik . Jakarta: cet-4. Pradnya Paramita, 1999
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
PANDUAN PENULISAN JURNAL ILMIAH TEKNIK MESIN Penulis01, Penulis02, dan Penulis03 Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana Jakarta Email:
[email protected];
[email protected], Penulis
[email protected] Abstrak -- (intisari) memuat inti permasalahan, metodologi pemecahannya dan hasil yang diperoleh. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, disertai kata kunci (keyword) di bawahnya. Tulisan asli berupa softcopy yang dikirim penulis akan langsung dicetak sebagai isi JURNAL TEKNIK MESIN apabila telah memenuhi panduan penulisan. Untuk menjamin keseragaman dan kelancaran proses pencetakan, serta format tulisan maka dibuat panduan penulisan. Panduan ini sebagai acuan yang diperlukan untuk penulisan dan pengiriman tulisan JURNAL TEKNIK MESIN. Panduan ini ditulis sebagai format baku JURNAL TEKNIK MESIN dan untuk kemudahan panduan dalam bentuk softcopy ini dapat langsung dijadikan template bagi penulis. Kata kunci: panduan, tulisan, format, judul Abstract -- contains the core of the problem, the solution methodology and the results obtained. Abstract written in Indonesian and English, accompanied by keywords (keywords) below. The original text in the form of soft copy sent direct writer will be printed as JURNAL TEKNIK MESIN contents if it has met the writing guide. To ensure uniformity and smoothness of the printing process, as well as the format of the writing made the posting. This guide as a reference is required for the writing and delivery of writings JURNAL TEKNIK MESIN. This guide is written as a standard format for ease JURNAL TEKNIK MESIN and guidelines in softcopy format can be directly used as a template for writers. Keywords: guidance, writing, format, title
1. PENGIRIMAN TULISAN Tulisan asli yang dikirim ke Redaksi JURNAL TEKNIK MESIN harus dalam bentuk softcopy siap cetak yang dicopy-kan langsung kepada Redaksi atau dikirimkan via email dalam format *.doc atau *.docx dengan dilampiri pernyataan bahwa tulisan tersebut belum diterbitkan dan tidak sedang menunggu untuk diterbitkan di media mana pun. Penulis juga diminta untuk melampirkan biografi ringkas, afisiliasi dan alamat lengkap, termasuk alamat email. 2. TULISAN Tulisan akan dicetak dengan tinta hitam pada satu muka kertas HVS putih ukuran A4. Setiap halaman diberi nomor dan panjang tulisan maksimal 8 (delapan) halaman. Untuk menjamin keseragaman format, tulisan hendaknya mempunyai marjin minimum sebagai berikut: a. Marjin atas 2.5 cm, kiri 3 cm, bawah dan kanan 2 cm. b. Badan tulisan ditulis dalam dua kolom dengan jarak antar kolom 0.5 cm. 2.1 Huruf dan Spasi Tulisan menggunakan huruf Arial 10 dengan
jarak antar baris satu spasi, kecuali judul. Judul menggunakan huruf besar Arial 12 yang dicetak tebal (bold), dan abstrak ditulis miring (Italic) dengan huruf Arial 10. 2.2
Judul
Judul Tulisan: Judul tulisan dicetak tebal dengan huruf besar (12) dan diletakkan di tengah halaman. Judul tulisan diikuti nama dan afisiliasi penulis serta abstrak, seperti pada panduan ini. Judul Bagian: Judul bagian dicetak tebal (bold) dengan huruf besar dan diberi nomor. Judul Subbagian: judul sub-bagian dicetak tebal, dengan gabungan huruf besar dan kecil, dimulai dari sisi kiri kolom. Jarak Tabs dalam paragraf adalah 0.6 cm. 2.3 Bahasa, Satuan dan Persamaan Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Penggunaan bahasa dan istilah asing sedapat mungkin dihindari, kecuali untuk “abstrak”. Penggunaan singkatan dan tanda-tanda diusahakan untuk mengikuti aturan nasional atau internasional. Satuan yang digunakan hendaknya mengikuti sistem satuan internasional (SI). Persamaan atau hubungan matematik harus dicetak dan diberi nomor seperti ini: ISSN 2089 - 7235
JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016
=2
(1)
Di dalam teks, persamaan 1 dinyatakan dengan “Pers. (1)” atau “Persamaan (1)”. 2.4
Tabel
Tabel yang rapi dan jelas disertakan dalam teks serta harus dirujuk pada teks. Keterangan tabel ditulis di atas tabel sebagai berikut: “Tabel 1”. Di dalam teks, tabel 1 dinyatakan dengan “Tabel 1”. Tabel 1. Contoh penulisan nomor dan judul tabel Symbol
Quantity
magnetic flux
4M m
magnetization magnetic moment
m
magnetic moment
B
magnetic flux density, magnetic induction magnetic field strength magnetization magnetic moment
H 4M m
M
magnetization
4M 4M 4M
magnetization magnetization magnetization specific magnetization magnetic moment
m
4M j
2.5
magnetization magnetic dipole moment
Conversion from Gaussian and CGS EMU to SI a 1 Mx 108 Wb = 108 V·s 1 G 103/(4) A/m 1 erg/G = 1 emu 103 A·m2 = 103 J/T 1 erg/G = 1 emu 103 A·m2 = 103 J/T 1 G 104 T = 104 Wb/m2
APT = Available Production Time Cmax = Maximum Consumption DT = Design Time KD = Design Coefficient
1 Oe 103/(4) A/m
Di dalam teks, persamaan 1 dinyatakan dengan “Pers. (1)” atau “Persamaan (1)”.
1 G 103/(4) A/m 1 erg/G = 1 emu 103 A·m2 = 103 J/T 1 erg/(G·cm3) = 1 emu/cm3 103 A/m 1 G 103/(4) A/m 1 G 103/(4) A/m 1 G 103/(4) A/m 1 erg/(G·g) = 1 emu/g 1 A·m2/kg 1 erg/G = 1 emu 103 A·m2 = 103 J/T 1 G 103/(4) A/m 1 erg/G = 1 emu 4 1010 Wb·m
Gambar
Gambar dituliskan menggunakan format rata tengah. Setiap gambar haruslah diberi nomor dan judul serta diacu pada tulisan. Nomor dan judul gambar diletakkan di bawah gambar, seperti terlihat pada Gambar 1.
ISSN 2089 - 7235
Gambar 1. Penulisan nomor dan judul gambar 2.6.
Nomenclature
Simbol dan Definisi kosa kata sebaiknya dikumpulkan dan di tulis disini (sebelum Daftar Pustaka). Sebagai contoh:
3.
DAFTAR PUSTAKA
Penyitiran pustaka dilakukan dengan menyebutkan sumber penulis dan tahun, contoh: (Chapman, 2008). Daftar Pustaka hanya memuat pustaka yang secara langsung menjadi sumber kutipan. Penulisan Daftar Pustaka dilakukan dengan pengurutan berdasarkan nama belakang penulis, dicantumkan pada bagian akhir tulisan. Berikut adalah beberapa contoh penulisan daftar pustaka. [1]. Casadei D, Serra G, Tani K. Implementation of a Direct Control Algorithm on Discrete Space Vector Modulation. IEEE Transactions on Power Electronics. 2007; 15(4): 769-777. [2]. Calero C, Piatiini M, Pascual C, Serrano MA. Towards Data Warehouse Quality Metrics. Proceedings of the 3rd Int’l. Workshop on Design and Management. Interlaken. 2009; 39: 2-11. [3]. Ward J, Peppard J. Strategic planning for Information Systems. Fourth Edition. West Susse: John Willey & Sons Ltd. 2007: 102104.
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA Jl. Meruya Selatan No. 1, Kembangan, Jakarta Barat 11650 Telp: 021-5840816 (Hunting), Pesawat: 5200 Fax: 021-5871335