JEJAK KEMBALINYA REPUBLIK INDONESIA DI BUKIT MANUMBING DAN PESANGGRAHAN MUNTOK Proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus 1945 “Kenang Kenang Manumbing Di Bawah Sinar Gemerlap, Terang Tjuatja Kenang Kenang Membawa Kemenangan Bangka, Djokdjakarta, Djakarta Hidup Pantjasila, Bhineka Tunggal Ika”
Kalimat bermakna sangat dalam ini,
ketinggian 500 meter di atas permukaan laut
seolah mengingatkan kita, bahwa sejarah
ini
perjuangan
Republik
tetenger (penanda) bagi pelayar di perairan
Indonesia dirintis dari sebuah kota kecil
jalur Selat Malaka, ketika hendak membuang
Muntok, Pulau Bangka. Di kota kecil yang
sauh di pantai barat Pulau Bangka. Bukit
identik dengan pertambangan timah inilah,
Manumbing suasananya masih seperti sedia
pernah dalam suatu masa para pemimpin
kala dikelilingi hutan lindung dan terdapat jalan
republik menghabiskan waktu dan menguras
sempit beraspal dan mendaki menuju puncak,
pikirannya
mengembalikan
sepi, tertutup hutan lebat, tapi sejuk. Di
kedaulatan Republik Indonesia dari tangan
puncak bukit inilah terdapat sebuah wisma
Belanda
yang kokoh dan dibangun pemerintah Hindia
Kedaulatan
dalam yang
Negara
strategi belum
rela
melepaskan
selama
berabad-abad
Belanda
heran jika Moh. Hatta begitu terkesan dan
pembesar colonial utamanya dalam hubungan
mempunyai kenangan yang mendalam di
dengan penambangan dan industri timah
Muntok, bahkan merelakan datang kembali ke
Belanda di Pulau Bangka. Penduduk lokal
Muntok pada tanggal 17 Agustus 1951 untuk
yang umumnya orang Melayu dan etnis
membuat sebuah tugu peringatan beserta
Tionghwa yang didatangkan Belanda sebagai
prasastinya.
kuli timah menyebut rumah peristirahatan karya Bung Hatta
tempat
menjadi
jajahannya di bumi pertiwi. Maka tidaklah
Demikian puisi
sebagai
telah
peristirahatan
tersebut dengan Pesanggrahan Manumbing.
terukir dalam sebuah prasasti tembaga dan disematkan di sebuah tugu peringatan di
Pesanggrahan Manumbing yang di
depan Pesanggrahan Muntok, tempat tinggal
bangun diatas puncak Gunung Manumbing
para
dalam
dan dikelilingi kelebatan hutan tropis menutupi
pengasingan, ketika ditangkap dalam agresi
lereng dan tebing hingga ke kaki, terdiri dari 3
Militer II Belanda di Yogyakarta.
bangunan, yaitu satu bangunan utama yang
pemimpin
Republik
selama
berfungsi sebagai tempat tinggal dan dua Pesanggrahan Manumbing
bangunan lain berupa giri sasana Manumbing
Manumbing sebenarnya nama sebuah
(berfungsi untuk melihat pandangan ke arah
bukit kecil dan terletak di tepian pesisir pantai
pantai,
barat Pulau Bangka dan berhadapan dengan
Muntok). Sehingga pesanggrahan Muntok
Pulau
dapat
Sumatera.
Puncak
bukit
dengan
pelabuhan
dikatakan
dan
selain
pemukiman/kota
sebagai
tempat
37
istirahat dengan panorama ke arah pantai dan
yang
dataran rendah di sekitarnya, namun pada sisi
pesanggrahan dipakai sebagai kantor dan
lain
lokasi
mess karyawan timah. Pesanggrahan Muntok
pengawasan kapal-kapal yang melintasi dan
ini sempat tidak terurus dan kondisinya hampir
berlabuh di pantai Muntok.
hancur sejak PT Timah Go Public bulan
juga
dapat
dipakai
sebagai
diberikan
oleh
PT
Timah
ketika
Di Pesanggrahan Manumbing yang
Oktober 1995 menjadi PT Timah Tbk. Seiring
terpencil dan jauh dari pemukiman warga ini
dengan perubahan status PT Timah, banyak
pada
para
aset-aset bangunan yang dipandang biayanya
pemimpin bangsa Indonesia; Dr. Moh. Hatta,
tidak efesien secara operasional, kemudian
Mr. Ali Sastro Amidjojo, Mr. Moh. Rum, Assat,
diserahterimakan
Suryadarma
sebagian juga dijual. Seperti halnya bangunan
tanggal
31
Desember
dan
A.G.
1948
Pringgodigdo
diasingkan oleh Belanda.
kepada
pemerintah
dan
rumah karyawan timah, wisma (penginapan),
Baik gedung, kamar dan ruang-ruang
rumah sakit, bekas kantor, dan bangunan lain
tempat tinggal selama dalam pengasingan di
oleh
Pesanggrahan Manumbing sampai saat ini
bersejarah Pesanggrahan Manumbing dan
masih ada dan terawat dengan baik, meski
Pesanggrahan Muntok. Nasib Pesanggrahan
mengalami
Seiring
Muntok setelah masa restrukturisasi PT Timah
perjalanan waktu dan fungsi pesanggrahan
Tbk. Kondisinya lebih buruk, disamping tidak
yang terus dipakai, pesanggrahan inipun
terurus banyak komponen bangunan yang
pernah menjadi sebuah hotel yang dikelola
dijarah
perusahaan swasta dalam waktu yang cukup
bangunan mengalami penambahan di sana
lama dan baru
sini dan nyaris tidak terlihat lagi bentuk
sedikit
perubahan.
diserahkan kembali kepada
pemerintah pada tahun 2009.
perusahaan,
orang.
termasuk
Sedangkan
bangunan
tata
ruang
aslinya. Pada tahun 2000-an setelah adanya inisiatif Alamsyah, seorang Camat Muntok yang merasa terusik hatinya melihat bangunan bersejarah
tidak
kehancuran, khusus
dan
mulai
terurus
dan
memberikan
pengawasan
diambang perhatian
Pesanggrahan
Muntok dari penjarahan, khususnya terhadap komponen bangunan. Pada tahun 2002 Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi yang mempunyai wilayah kerja termasuk Pesanggrahan Manumbing masih tampak berdiri kokoh dipuncak bukit
Provinsi
Kepulauan
Bangka
Belitung,
melakukan pemugaran. Dengan dipugarnya Pesanggrahan Muntok dalam bentuk aslinya,
Pesanggrahan Muntok Pesanggrahan
Muntok,
berada
di
telah
membuka
kembali
ingatan
ketika
Kelurahan Sungai Daeng, Kecamatan Muntok.
Presiden Soekarno, Haji Agus Salim, Mr. Ali
Pesanggrahan ini lebih dikenal masyarakat
Sastro Amidjojo dan Mr.Moh. Roem tinggal di
dengan nama Wisma Ranggam, sebuah nama
tempat ini saat dibawa Belanda ke Bangka
38
pada
tanggal
6
Februari
1946
dan
digabungkan dengan para pemimpin republik
Muntok, Perang Revolusi, dan Negosiasi Kedaulatan Republik Indonesia
yang sudah diasingkan sebelumya.
Menyerahnya
Jepang
pada
bulan
Agustus 1945 telah mengakiri kekuasaan penjajah di Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1945 sebuah pernyataan proklamasi dibacakan Soekarno, maka sejak itu pula harapan
bangsa
Indonesia
lepas
dari
penjajahan asing menjadi nyata dan disambut dengan gembira rakyat Indonesia. Sementara itu, banyak pihak seperti Sekutu yang menang Perang Dunia II hampir sama sekali tidak mengetahui apa yang terjadi di Indonesia (M.C. Riclefs, 2008). Sekutu terutama Inggris Pesanggrahan Muntok ketika dihuni para pemimpin republik
untuk sebagian besar daerah Indonesia, yang bertanggungjawab Jepang
dan
untuk
menjaga
memulangkan
kekuasaan
hingga
pemerintah sipil Hindia Belanda membentuk UNCI, datang ke Indonesia untuk menerima penyerahan pihak Jepang dan memulihkan kembali
pemerintahan
Kolonial
Belanda.
Melihat situasi seperti ini pihak Belanda kemudian memanfaatkan dengan membentuk NICA (Netherlands Indies Civil Administration) dengan tujuan kembali ke Indonesia dan membatalkan kemerdekaan Indonesia. Pesanggrahan Muntok ketika dipakai kantor dan wisma PT Timah
Usaha Belanda dan Sekutu kembali ke Indonesia telah menimbulkan reaksi yang keras dari rakyat Indonesia dan menolak kedatangan tersebut. Revolusi ini meletus dengan ditandai perang bersenjata, seperti di Surabaya dan beberapa tempat lainnya. Pada
sisi
lain
Belanda
sangat
berhasrat sekali untuk segera menguasai Kepulauan
Bangka
Belitung,
untuk
bisa
kembali mengoperasikan pertambangan timah karena
adanya
permintaan
lebih
besar
terhadap timah dunia pasca perang (Heidhus, Pesanggrahan Muntok setelah dipugar Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi
2008). Hasrat ini ditandai dengan kedatangan satu
detasemen
untuk
Bangka,
dengan
39
tentara, pejabat kolonial, dan staf teknik dan
berusaha mengirim utusan dan membujuk
administratif untuk BTW (Bangka Tin Winning
Bung
Bedrijt, yaitu perusahaan milik Belanda yang
Pesanggrahan
khusus bergerak disektor pertambangan timah
bermusyawarah. Dari hasil negoisasi antara
di Pulau Bangka) mendarat di Muntok 11
pemimpin republik dengan pihak Belanda,
Februari 1945. Meski banyak tantangan dan
menghasilkan sebuah Perundingan Roem-
perlawanan
pejuang
Royen yang akhirnya para Pemimpin Republik
kedatangan
Belanda,
Indonesia
terhadap dari
yang
waktu
itu
Muntok
tinggal
untuk
di
mau
sini
kembali ke Jawa. Pada tanggal 6 Juli 1949,
Pemerintah Belanda bisa memulai menata
Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh.
kembali kepentingan utamanya, pemulihan
Hatta serta diiringi pejuang kemerdekaan
pertambangan timah dan bercokol kembali di
lainnya akhirnya meninggalkan Pulau Bangka
Pulau
menuju
Bangka.
namun
Karno
Barangkali
karena
Yogjakarta.
Dengan
pembuangan
keberhasilan Belanda menstabilkan kondisi
Soekarno, Hatta, dan tokoh-tokoh republik
Pulau Bangka ini, di kemudian hari Bangka
rupanya telah membawa Bangka masuk
dijadikan tempat pengasingan para pemimpin
dalam ke dalam Republik dan membangun
republik ketika Belanda menduduki Ibu Kota
semangat
Yogjakarta dalam Agresi Militer II..
sebelumnya hanya dikenal sebagai pulau
merdeka.
Bangka
pun
yang
penghasil timah, dengan peristiwa ini Bangka menjadi
pusat
mengantarkan Republik
kesibukan jalan
politis
menuju
Indonesia.
Tepat
yang
kedaulatan kiranya
jika
sanjungan Bung Karno terhadap rakyat di Bangka
dalam
memorandum,....”Rakyat
Bangka nyata bersemangat Republiken...” dan Bung Hatta pun mengukir sebuah puisi tentang
kenangan
sebagaimana tembaga dan Bekas kantor BTW di Muntok
Dalam pengasingan di Kota Muntok ini para pemimpin republik, Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta bersama Perdana
merintis jalan mengakiri kemelut menegakkan republik dan mengakiri pendudukan Belanda. Kemelut ini menjadi
agak terang ketika
Belanda mulai terdesak baik oleh tekanan dunia internasional atas ’aksi polisional kedua kalinya” maupun
oleh
usaha
perjuangan
pemimpin republik. Bahkan akhirnya Belanda
40
terpahat
kemenangan
dalam
prasasti
di sebuah tugu peringatan di
depan Pesanggrahan Muntok. Melestarikan dan Memanfaatkan Bangunan Bersejarah.
Menteri Syahrir, Haji Agus Salim, Sultan Hamengku Buwono IX, Mohammad Roem
dan
Tingginya Bangka
ini,
nilai
sejarah
khususnya
dua
di
Pulau
bangunan,
Pesanggrahan Muntok dan Manumbing, yang menjadi tempat pengasingan dan musyawarah penting
para
mempertahankan menjadi
alasan
tokoh
perjuangan
Kemerdekaan
Indonesia,
kuat
untuk
manjaga
keberadaan serta keaslian bangunan tersebut.
Di tempat ini, Indonesia
para tokoh kemerdekaan
menjalankan
perannya
sebagai
pusat perjuangan Republik Indonesia kala itu. Nilai-nilai
penting
tentang
sejarah
serta
tinggalannya ini hanya akan menjadi cerita legenda kepada anak cucu kita jika tidak kita jaga dengan baik. Sebaliknya, keutuhan serta eksistensi
bangunan-bangunan
bersejarah
menjadi bukti nyata bagi para generasi untuk membangkitkan semangat nasionalisme dan integrasi bangsa. Sebagai warisan sejarah, bangunan-bangunan ini
bermanfaat
sebagai
media
edukasi
character building, semangat dan kebanggaan menjadi Bangsa Indonesia. Oleh karena itu, dalam
memanfaatkan
bersejarah, adalah tersebut
upaya
bangunan-bangunan
yang
harus dilakukan
bagaimana menciptakan menjadi
masyarakat
tempat
khususnya
tinggalan
kunjungan generasi
bagi muda,
sehingga tinggalan-tinggalan ini benar-benar menjadi means of education
bagi generasi
bangsa. DAFTAR PUSTAKA. Sujitno,
Sutedjo.
1996.
Sejarah
Timah
Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Heidhues, Mary F. Somers. 2008. Timah Bangka dan Lada Muntok. Jakarta: Yayasan Nabil. Ricklefs, MC. Sejarah Indoensia Modern 12002008. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.
41