BIOEDUKASI 1Volume 5, Nomor 2 Halaman1-12
ISSN:1693-2654 Muzayyinah – Jejak Evolusi dan Spesiasi Marga Indigofera Agustus 2012
Jejak Evolusi dan Spesiasi Marga Indigofera Muzayyinah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Indonesia (Alamat Instansi: Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta-Indonesia) Diterima 07 Juni 2012, disetujui 21 Juli 2012
ABSTRACT-Initially trace the genealogy of a taxon is an impossibility, when only few parameters available. Many parameters must be taken into account in data collection. Genealogy of plants is much more complicated than other creatures. One of which that believed to trace the genealogy at the same time ensuring that there is speciation in plants is molecular identification, using either chloroplast genomes, mitochondrial genomes and nuclear genomes. Until recently molecular analysis options that address to what, and how Indigofera for the benefit of science. Keywords: evolution, speciation, Indigofera
jumlah jenis sangat besar dan tersebar di
Review Marga Indigofera termasuk salah
seluruh wilayah tropik dan subtropik. Di
satu anggota dari sukua Leguminosae
seluruh dunia tercatat sejumlah 600-800
.Sukua ini Leguminosae mempunyai
jenis (Willis 1985), 700 jenis (Sanjappaet
jumlah jenis terbesar ketiga setelah
al. 1985), dan 750 jenis (Xin-Fen 1912,
Asteraceae . dan Orchidaceae. Menurut
Schrire 2009). Pusat keanekaragaman
data dari Royal Botanic Gardens, Kew
terbesar berada di Afrika dan Madagas-
and Missouri Botanical Garden, jumlah
kar berjumlah 550 jenis dan di Asia 105
jenis pada Angiospermae 352.000 Gym-
jenis (Schrire et al. 2009). Lebih lanjut
nospermae 1000 Pteridophyta13.000 dan
Kort & Thijsse (1985) menemukan
Bryophyta 20.000. Jumlah jenis dari suku
sejumlah 39 jenis di Asia tenggara. Di
Asteraceae 27.773 Orchidaceae 27.135
China terdapat 81 jenis (45 endemik dan
dan Leguminosae 23.535 (Ariati et
2 introduksi) (Xin-Fen 2007), di Nigeria
al.2001).
SukuLeguminosae
Barat terdapat 78 jenis, di Pakistan
dikelompokkan menjadi tiga anaksuku,
ditemukan 24 jenis, dan di Burma ter-
yaitu Mimosoideae, Papilionideae, dan
dapat
Caesalpinioideae.
1985),bahkan di Saudi Arabia teridentifi-
27
jenis
(Sanjappaet
al.
Indigofera dalam bahasa latin be-
kasi sebanyak 20 jenis dan lima varietas
rarti warna indigo yang menghasilkan
(Al-Ghamdi 2011). Revisi marga Indigo-
warna biru alami dari organ daun dan ba-
fera Asia Tenggara yang dikerjakan oleh
tang.
Kort & Thijsse (1985) menyatakan
Marga
Indigofera
mempunyai
BIOEDUKASI Vol. 5, No.2, hal. 1-12
2
jumlah jenis yang terdistribusi di Indo-
I.arrectaI.glabra,I.hirsuta,
nesia sebanyak 18 jenis.
I.indica.I.emarginata(Georgievics 1892).
Indigofera adalah sosok nama
Selain itu menurut Kort & Thijsse (1985)
tumbuhan yang tidak asing bagi kalangan
dan Guirola (2010),I. arrecta, I. suffruti-
pecinta warna alami, pecinta batik tulis,
cosa
dan herbalis. Beberapa tahun terakhir ini
I.suffruticosa subsp. guatemalensis juga
telah terjadi peningkatan penggunaan
menghasilkan pewarna alami.
subsp.
suffruticosa,
dan
pewarna dan warna alami untuk pewarna
Kegunaan lain,Indigofera
tekstil, termasuk batik, makanan, farmasi,
bermanfaat sebagai tumbuhan penutup
dan kosmetik. Permintaan meningkat se-
tanah yaitu:I. arrecta, I. hirsuta, I. spi-
jalan dengan meningkatnya sifat pewarna
cata, I. suffruticosa, dan I. tinctoria;
sintetis beracun dan bersifat karsino-
penghasil
genik. Warna indigo yang oleh masyara-
galegoides, I. hirsuta, I. linifolia, I. lin-
kat umum dikenal dengan nila terkan-
naei, dan I. spicata. Diakui pula bahwa
dung di dalam jenis tumbuhanIndigofera.
ekstrak I. tinctoria mengandung senyawa
Diantara banyak pewarna alami yang di-
bioaktif flavonoid, saponin, tannin, ster-
akui di seluruh dunia, nila merupakan
oid,
warna
&
non.Ekstrak daun dapat menghambat per-
Wangkheirakpam 2011). Senyawa indigo
tumbuhan bakteri gram+ dan kanker paru-
yang terkandung dalam daunIndigofera-
paru (Renukadevi &Sultana 2011), an-
merupakan
glukosida
tiepileptik (Garbhapu et al. 2011), dan
berwarna bentuk enol dari indoxyl yang
sebagai antioksidan potensial (Philip et
dikenal dengan indikan (indoxyl-β-D-
al.2010).
paling
tua
turunan
(Laitonjam
dari
senyawa
terpen,
glucoside). Warna biru Indigo bisa ter-
phenol
juga
toksik,yaituI.
dan
antroqui-
Beberapa jenisIndigoferamerupa-
bentuk dari indican yang mengalami
kan
fermentasi. Sifat warna biru, yang tidak
ditemukan di Jawa dengan nama tom
luntur dan tetap tahan disebut sebagai
(Jawa) dan tarum (Sunda). Tumbuhan ini
“the king of colour”.
sangat mashur dimasa kolonial Belanda
Jenis-jenis
Indigoferapenghasil
tumbuhan
asli
Indonesia
yang
dan telah diekspor ke Eropa pada abad 13
warna alami tekstil adalah I.tinctoria,
bersama
I.anil,
I.argentea,
Georgievics (1892), kandungan indoginin
I.augustifolia,
dalam tumbuhanIndigofera yang berasal
I.cinerea.,
dari Indonesia yang dikenal dengan java
I.disperma,
I.pseudotinctoria, I.arcuata,
I.carolimaria,
I.coerulea,I.endecaphylla,
indigo
rempah-rempah.
berkisar
56-98%
Menurut
merupakan
Muzayyinah – Jejak Evolusi dan Spesiasi Marga Indigofera
3
jumlah yang tinggi jika dibandingkan
sedangkan Caesalpinioideae adalah para-
dengan tumbuhan dari India.
filetik. Sistematika Leguminosae tradi-
Adalah ironis nasib yang terjadi
sional ini (tidak jarang) telah memodifi-
pada marga Indigofera ini, kemashuran
kasi secara substansial urutan rekon-
warna yang dihasilkan sebagai warna
struksi berbasis filogenetik.
alami tidak menjadikan tumbuhan ini
Linnaeus (1959)
pada awalnya
menarik untuk diteliti. Tumbuhan ini be-
membedakan Indigofera menjadi 3 bagi-
gitu asing bagi peneliti namun sangat
an yang didasarkan pada bentuk polong.
dirindukan oleh sebagian pembatik, pe-
Sebagai tipe dalam identifikasi adalah
lestari lingkungan, herbalis, dan pecinta
Indigofera
warna alami. Sangat minim informasi un-
merupakan sinonim untuk marga Indigo-
tuk marga Indigofera baik di luar mau-
fera. Selanjutnya pada tahun 1760 marga
pun di Indonesia. Keterbatasan data baik
Anil dan Ameridigabung kembalimenjadi
karakter morfologi, anatomi, sitologi
marga Indigofera(Linnaeus 1959). Pada
maupun karakter molekuler inilah yang
perkembangan selanjutnya marga Indigo-
mendorong untuk dikaji lebih lanjut in-
fera merupakan peleburan kelompok
formasi tentang Indigofera. Diakui hanya
marga lain yang telah dideskripsi seperti:
12% dari sejumlah puak dan marga yang
Sphaeridiophorum,
digunakan sebagai sampel penelitian baik
pus,Hemispadon,
secara morfologi maupun molekuler
Amerocarpus,
(Schrire et al. 2009). Sebagai langkah
trum, Microcharis, dan Vaughania (Kort
awal dalam mengumpulkan serpihan-
& Thijsse 1985) .
tinctoria.Anil
dan
Ameri
OustroEilemanthus,
Achantonotus,
Indigas-
serpihan data tentang tumbuhanIndigo-
Jika dianalisis, pengelompokan
fera, maka tulisan ini dimaksud untuk
menuju marga tidak mendasarkan pada
menelusuri jejak evolusi serta kemung-
kandungan zat kimia tetapi cenderung
kinan adanya spesiasi dari marga Indigo-
pada
fera melalui ciri morfologi dan ciri lain
digunakan dalam penggolongan marga-
yang dianalisis.
Indigofera meliputi tangkai daun mene-
Ciri Marga Indigofera
bal, bentuk daun, trikoma, perbun-
ciri
vegetatif.
Karakter
yang
Marga Indigofera masuk dalam
gaan,bentuk dan kedudukan buah, bentuk
subsukua Papilionideae. Pengelompokan
kelenjar pada endocarp, tanin pada endo-
dibawah sukua menjadi 3 subsukua,
karp dan keberadaan asam amino kanav-
masih ada keraguan karenaMimosoideae
anin. Tidak semua karakter morfologi
dan Papilionoideae adalah monofiletik,
yang digunakan sebagai penanda meru-
BIOEDUKASI Vol. 5, No.2, hal. 1-12
4
pakan karakter unik, karena ciri trikoma-
mempunyai daun menjantung, I. linifoli-
biramous merupakan karakter yang sama
abentuk daun memita, atau bundar telur
dengan karakter yang ada pada Astraga-
sungsang memanjang, daun tunggal ter-
lus. Adanya tangkai daun yang menebal
dapat pada jenisI. squalid, I. trifoliate, I.
merupakan ciri dalam Tephrosieae, Ro-
minbuensis, dan I. sootopensis.
binieae dan marga Galegeae. Perbungaan
Perbungaan bentuktandan di keti-
pada ketiak merupakan ciri dari Robinie-
ak daun terdapat pada semua jenis. Pan-
ae.
jang perbungaan bervariasi, perbungaan Marga
Indigoferamempunyai
yang sangat pendek terdapat pada I. cor-
perawakan berupa pohon, perdu, atau
difolia, ukuran perbungaan terpanjang
herba. Beberapa jenis mempunyai nodul
pada jenisI. laxiflora. Braktea berbentuk
pada akar (Kort & Thijsse 1984). Pada
segitiga memanjang dengan ujung lancip
semua
batangnya-
kadang menyegitiga atau loncos, panjang
mempunyai indumentum berupa trikoma
bervariasi, tidak ada brakteola. Bunga
uniseluler (malpighiaceus). I. tinctoria
kupu-kupu, semua jenis mempunyai vexi-
mempunyai trikoma pada permukaan ep-
lum tertutup yang mempunyai trikoma,
idermis, pada I. erelensis ditutup oleh
bentuk trikoma pada bunga bervariasi.
trikoma dengan panjang berbeda. Pada I.
PadaI. trifoliate mempunyai kelenjar
hirsutatrikoma secara ekstrim tersebar
hitam pada vexilum dan luna.
jenis
permukaan
pada satu sisi. AnggotaI. colutea selain
Seluruh jenis mempunyai bentuk
mempunyai trikoma biramous juga plu-
buah polong, namun letak dan kedudukan
riceluler yang berkelenjar pada bagian
polong terhadap cabang batang sangat
ujung, tetapi cepat luruh. Beberapa jenis
bervariasi demikian pula bentuk polong.
mempunyai tipe trikoma biramous pada
Polong pada I. trifoliata bersayap pendek
permukaan bawah daun dan mempunyai
sepanjang sutura, I. glandulosa bagian
kelenjar berwarna kuning-kehitaman (I.
tepi melebar, sementara pada I. nummu-
glandulosa). Bentuk kelenjar pada mate-
larifolia bentuknya valcata dan ujung
rial hidup sering ditemukan berbeda
meluncip
dengan material kering. Ketika masih
mempunyai kelenjar bentuk cakram pada
segar kelenjar bentuk bulat, tetapi dalam
permukaan bawah, I. colutea glandula
material kering berbentuk cakram.
tersebar, trikoma merebah pada seluruh
Keanekaragaman
bentuk
daun
dan bentuk polong menjadi karakter spesifik pada setiap jenis. I. cordifolia
seperti
duri,
I.
trifoliata
pemukaan polong. PadaI. zollingeriana kedudukan buah tegak dengan batang.
Muzayyinah – Jejak Evolusi dan Spesiasi Marga Indigofera
5
Bentuk buah polong yang berva-
Miocen diidentifikai sebagai Pueraria
riasi digunakan sebagai dasar penge-
shanwangensis. Pada masa yang sama
lompokan kategori dibawah marga. Ber-
fosil daun
dasarkan bentuk polong dan jumlah biji,
ditemukan di wilayah Chojabaru Kepu-
marga indigofera dikelompokkan men-
lauan Iki Jepang diidentifikasi sebagai P.
jadi 4 yaitu: 1) Acanthonotus (Echinate):
miothunbergia (Wang et al. 2010). Fosil
polong bentuk lancor dengan ujung ber-
lain dari sukua Leguminosae ditemukan
duri, 2 bakal biji, 1 biji, contoh I. num-
pula di Eropa, Amerika Utara, Australia,
mularifolia; 2) Sphaeridiophorum: po-
Slovenia, Austria dan Italia tetapi identif-
long bulat (spherical), 1 bakal biji, con-
ikasinya tidak sempurna.
berbentuk daun trifolit
toh: I. linifolia; dan 3) Indigofera (Eu-
Diversifikasi yang telah terjadi
indigofera): polong bundar; 1-20 ovul,
pada sukuLeguminosae dimungkinkan
contoh I. tinctoria; dan 4) Amecarpus:
oleh sifat koevolusi dengan polinator
polong memipih, ovule 1-20 contoh: I.
secara baik. Bunga yang actinomorf
senegalensis. Sementara ciri percabangan
dinyatakan lebih primitif dibandingkan
trichoma, indumentum dalam veksilum
dengan bunga yang zigomorf. Laju evo-
dan bentuk polong digunakan sebagai ciri
lusi dari actinomorf ke dalam bentuk zy-
pembeda untuk pengelompokan jenis di
gomorf dipengaruhi oleh gen cycloidea
Afrika.
(CYC) (Cronk 2006). Evolusi pada sime-
Evolusi pada Marga Indigofera
trisasi bunga ini terjadi karena adaptasi
Dalam memahami evolusi suatu
terhadap polinator. Bunga zigomorf lebih
takson diperlukan analisis komprehensif
efisien dengan bentuk bagian ventral
tentang ciri adaptif takson tersebut. Tum-
bibir (labelum) yang mempunyai manfaat
buhan yang termauk dalam sukuLegumi-
sebagai panduan visual dan tempat lan-
nosae
evolusi
dasan bagi polinator. Jumlah benangsari
dibuktikan dengan ditemukannya fosil
yang mereduksi, menjadikan serangga
daun dan buah yang diidentifikasi se-
mudah menjangkau nektar. Bunga pada
bagai
Papilionoideae tersusun atas sepal, petal,
mengalami
peristiwa
anggota
dari
anakpuakGlycininae,puakPhaseoleae,
dan organ generatif. Petal bermodifikasi
subsukua Papilionideae. Melalui penga-
menjadi tiga bagian yang disebut veksi-
matan terhadap fosil yang ditemukan pa-
lum merupakan modifikasi dari petal ba-
da serpihan diatomaceus di wilayah
gian ventral, sayap merupakan modifi-
Lingu
di-
kasi dari petal bagian lateral dan lunas
perkirakan hidup pada pertengahan masa
merupakan modifikasi dari petal bagian
Shandong
China
yang
BIOEDUKASI Vol. 5, No.2, hal. 1-12
6
dorsal. Variasi dan perbedaan tipe petal
flora, I. koreana, I. decora, I. venulosa
epidermal merupakan ciri evolusi dari
dan I. pseudotinctoria. Dari analisis pe-
Papilionideae (Ojeda et al. 2009).
runutan DNA dihasilkan panjang pasan-
Karakter lain yang mengalami
gan basa pada wilayah ITS-1 230-240 bp,
evolusi adalah perawakan, perawakan
ITS-2 211-213 bp, sementara pada wila-
suatu takson dianggap sebagai ciri prim-
yah 5,8S sebesar 161 bp. Sementara uku-
itif. Perawakan dari Leguminosae sebagi-
ran dan isi untuk G + C pada wilayah
an besar pemanjat kuat, menjalar, dan
ITS-1 (50,83 - 54,74%), ITS-2 (44,69 -
perdu.
48,36%). Hasil analisis menunjukkan Penelitian lain terhadap sifat fisi-
adanya tingkat evolusi yang berbeda an-
ologis adalah gelendong kristal protein
tara
(forisom) dalam jaringan elemen papilio-
menggunakan penanda molekuler ini
noid. Identifikasi terhadap keberadaan
dapat menjawab keraguan dan membuk-
forisom
berekor
tikan bahwa I. kirilowi berbeda dengan I.
dalam
koreana yang semula direkomendasikan
puak Papilionoideae. Anakpuak Galege-
sebagai sinonim. I. kirilowi telah men-
ae tidak semua anggotanya mempunyai
galami kemandirian evolusi secara cepat
forisom. Hal ini juga terjadi pada
dari tetuanya I. pseudotinctoria. Dari an-
anaksukuCaesalpinioideae dan Mimosoi-
alisis ini pula dibuktikan telah terjadi
deae (Peters et al.2010).
evolusi pada jenisI. decora dan I. venu-
berekor
menghasilkan
dan
tidak
keanekaragaman
Sejalan dengan evolusi yang terjadi pada Leguminosae, laju evolusi da-
ITS-1
dan
ITS-2.
Analisis
losa yang dipisahkan oleh Semenanjung Korea.
lam marga Indigofera sangat dinamis.
Schrire et al. (2009) meneliti
Evolusi yang terjadi pada Indigofera di-
hubungan filogenetik pada 190 jenis
pengaruhi oleh faktor geografis, ekologis,
Indigofera yang berasal dari Afrika (173
dan adaptasi (Schrire 2009). Penelitian
jenis), Madagaskar 9 jenis, Asia 7 jenis
molekuler pada marga Indigofera yang
dan Autralia 1 jenis
terdapat di negara Timur Jauh (Cina, Ko-
dikoleksi dari wilayah Palaeotropikal
rea dan Jepang) dengan penanda nrDNA
dengan
ITS oleh Choi & Kim (1997) bertujuan
morfologi. Data molekuler nrDNA ITS
mengevaluasi status jenis yang ada dan
mendukung
mengetahui hubungan kekerabatan antar
mengelompokkan
jenis. Anggota marga Indigofera yang
menjadi
diteliti adalah jenis I. kirilowi, I. grandi-
yaitusubkelompokI.argentea-I.nyassica,
teknik
yang khusus
nrDNA
data
4
ITS
morfologi
dan
yang
jenisIndigofera subkelompok,
Muzayyinah – Jejak Evolusi dan Spesiasi Marga Indigofera
7 subkelompok
I.
Spesiasi adalah proses kreatif
tetrasperma, subkelompok I. mysorensis
yang mengarah pada penciptaan keane-
-
I.
karagaman jenis. Jenis baru yang ter-
tanganyikensis - I. bainesii. Jenis-jenis
bentuk mampu mengadakan pertukaran
yang
gen atau melakukan perkawinan secara
I.
I.
uniflora
compressa
dan
subkelompok
berkelompok
subkelompok
-
menjadi
merupakan
jenis
satu yang
alami
(interbreeding)
mempunyai geografi dan ekologi yang
menghasilkan
sama.Dengan demikian, analisis dengan
Anggota-anggota suatu jenis memiliki
penanda molekuler mendukung asumsi
lungkang gen(gene pool) yang sama dan
bahwa evolusi terjadi karena faktor
dengan aliran gen(gene flow) yang bebas
ekologi dan biogeografi.
di antara organisme-organismenya. Spe-
Penelitian dengan teknik dan metode yang sama dilakukan
oleh
keturunan
untuk yang
fertil.
siasi merupakan puncak dari proses evolusi. Pertanyaan utama yang muncul ada-
Schrire et al. (2009) terhadap 274 aksesi
lah:
(266 jenis ) Indigofera dan 5 marga lain
bagaimanatingkat
sebagai outgroup. Indekss retensi sebesar
waktu ke waktu? Pertanyaan mendasar
0,753, indekss konsistensi 0,213, jumlah
ini akan sulit dijawab ketika mempelajari
nukleotid 833, indel 33, sementara
spesiasi hanya menggunakan fosil. Untuk
karakter morfologi sebanyak 80 state.
dapat menggambarkan apa dan bagaima-
Data filogenetik menghasilkan 5 klade
na spesiasi terjadi, kita harus meng-
besar yaitu: CRIM klade, Paleotropical
gabungkan data genealogi dengan data
klade, Pantropical klade, Cape klade, dan
filogenetik.
Tethyan
klade.
CRIM
apa
penyebabspesiasi,
dan
spesiasibervariasidari
merupakan
Dimasa lalu ada teknik untuk
Cymopsis,
menggambarkan tingkat spesiasi dari
kepanjangan
dari
Rhynchotropis,
Indigastrum,
dan
Masing-masing
klade
semua jenismenggunakan informasi pada
tersusun dari subklade dengan jumlah
waktu berlalu digambarkan secara grafis
populasi berbeda dari Indigofera yang
dengan memplot jumlah pewarisan me-
mempunyai tingkat kekerabatan terdekat
lalui waktu. Jika tingkat spesiasi telah
dan mempunyai kesamaan
genetik,
konstan selama waktu dan antara garis
morfologi, ekologi maupun geografi
keturunan dan belum ada kepunahan,
tinggi.
maka spesiasi dapat diperkirakan. Pen-
Spesiasi pada marga Indigofera
dekatan ini telah digunakan untuk mem-
Microcharis).
pohon
filogeni
perkirakan
yang
rata-rata
mencantumkan
tingkat
spesiasi
BIOEDUKASI Vol. 5, No.2, hal. 1-12
8
selama radiasi di Hawaii pada suku-
Spesiasi pada populasi tumbuhan
Asteraceae (Schrire et al. 2009). Namun
umumnya
pendekatan ini dipandang kurang akurat
mekanisme pengisolasian, mutasi dan
manakala didapatkan data yang tidak
seleksi alam, serta poliploidi. Mekanisme
konsisten.
harus
pengisolasian dapat terjadi karena adanya
memungkinkan estimasi lebih luas dari
isolasi geografi pada populasi yang se-
berbagai parameter, seperti tingkat para-
lanjutnya dapat menciptakan spesiasi
filetik dan monofiletik serta frekuensi
simpatrik, alopatrik, peripatrik parapatrik
spesiasi hibrida.
dan spesiasi simpatrik karena poliploidi.
Pendekatan
itu
Dimasa sekarang untuk mem-
dapat
Hasil
disebabkan
penelitian
oleh
Sotuyo
et
perkirakan adanya proses evolusi yang
al.(2007) terhadap jenisCaesalpinia hin-
mengarah pada spesiasi dan bahkan ter-
tonii menarik untuk menjadi contoh
jadinya spesiasi disepakati, alat yang pal-
pembuktian
ing tepat digunakan adalah perunutan
keterbatasan data sepertitidak memiliki
DNA. Filogeni dengan data molekuler
data fosil, waktu dan jarak penyebaran
dapat menjelaskan pola percabangan
tidak
yang tidak dapat dijelaskan dengan pen-
mengenai adanya vikarian dan dispersal
dekatan klasik sebelumnya. Pendekatan
menjadi dasar pemikiran. Namun pem-
perunutan DNA lebih diterima karena
ilihan sampel penelitian yang sangat
DNA dan protein umumnya berevolusi
cermat. JenisC. hintonii merupakan jenis
lebih teratur, jumlahnya lebih melimpah
endemik di wilayah hutan kering Rio
dan merupakan data genetik. Tentu yang
Balsas Depression (RBD) dan Tehuacan
lebih
pemilihan
Cuicatlan Valley (TCV) yang terdiri atas
wilayah sekuensing, teknik dan metode
6 jenis. Analisis DNA pada amplifikasi
pengambilan
pula
wilayah intron trnL, wilayah spacer trnL-
faktor geografi dan ekologi yang menjadi
F, wilayah intergenik trnH-psbA dan
pertimbangan dalam penetapan sampel
wilayah
populasi.Selain faktor tersebut masih ada
melihat aliran genetik. Hasilnya menun-
faktor lain yang sangat penting, yaitu
jukkan tidak ada aliran genetik di wila-
adanya variasi dalam wilayah, variasi da-
yah
lam taksa, adanya pergeseran dalam re-
C.epifanioidan C.melanadenia. Penga-
lung dan perkawinan aseksual yang
matan terhadap dua populasi dari C. hin-
mempunyai potensi untuk membentuk
tonii di kedua wilayah menunjukkan
spesiasi(Barraclough &Nee, 2001).
kesamaan genetik tetapi morfologi ber-
diperhatikan
adalah
sampel,
demikian
adanya
diketahui,
accD-psal
timur
yang
spesiasi
sehingga
dengan
hipotesis
digunakan
dihuni
untuk
C.oyamae,
Muzayyinah – Jejak Evolusi dan Spesiasi Marga Indigofera
9
beda. Kedua populasi bisa dianggap se-
ITS-1=10
dan
ITS-2=5;
bagai jenis samar (criptik). Tidak mudah
besarnya transversi untuk ITS-1=25 dan
untuk memutuskan adanya spesiasi pada
untuk ITS-2=19; nilai divergensi antara
Caesalpinia oyamae
mengingat tidak
jenis berkisar 0,00-1,15%. Hasil analisis
terjadinya aliran gen antar jenis. Diversi-
filogenetik menunjukkan bahwa subseksi
fikasi jenis ini menjadi kompleks terkait
Psiloceratiae yang terdiri atas 5 taksa
dengan kondisi lingkungan, orogeni, vul-
merupakan
kanisme dan glasiasi. Oleh karena itu di-
mempunyai resolusi rendah. Pada I.
perlukan data kompleks lainnya selain
kirilowi ditemukan adanya penyimpan-
menggunakan data molekuler seperti
gan dari jenis ancestor akibat evolusi
DNA untuk menentukan tingkat spe-
secara mandiri yang ditandai oleh adanya
siasi(Sotuyoet al. 2007).
variasi nukleotida yang tinggi. Secara
monofiletik
sementara
meskipun
Data molekuler untuk Indigofera
genetik I. koreana berbeda dengan I.
sangat terbatas. Penelitian yang sudah
kirilowi.Data molekuler ini mendukung
dilakukan
pendekatan
data morfologi yang berbeda antar kedua
molekuler baru terbatas pada jenis di Af-
jenis tersebut, yaitu pada bunga, rambut
rika dan Korea. Indigofera dari Indonesia
pada bunga serta geografi, dimana untuk
belum diteliti secara molekuler. Choi &
I. koreanaterdapat di sebelah barat daya
Kim (1997) menganalisis nrDNA wila-
Korea sementara I. kirilowiterdapat di
yah ITS dan 5,8S pada Indigoferayang
timur laut Korea. Dengan demikin adan-
ditemukan di China, Korea dan Jepang
ya proses spesiasi di Semenanjung Korea
dengan menggunakan 6 jenis yang ber-
ini menjadi
masalah. Permasalahan yang terjadi ada-
proses evolusi dalam marga Indigofera.
lah adanya hipotesis bahwa antara I.
Penyimpangan genetik juga terjadi pada
kirilowi yang ditemukan di Chungnam
I. dekora yang mengalami poliploidi dari
Korea dianggap sinonim dariI. koreana
tetuanya
yang ditemukan di Chunbuk Korea, I. ko-
demikian keraguan status takson antara I
reana sangat mirip dengan I. dekora
kirilowii denga I koreana menjadi jelas. I
yang ditemukan di China.
dekora merupakan hasil proses spesiasi
menggunakan
Nilai divergensi yang dihasilkan
I.
bukti bahwa telah terjadi
pseudotinctoria.
melalui poliploidisasi.
dari analisis berkisar 0 - 13,49%, indeks konsisitensi sebesar 0,97 dan indeks retensi sebesar 0,83; jumlah indel ITS-1= 17, ITS-2= 10; besarnya transisi untuk
Ucapan Terima kasih
Dengan
BIOEDUKASI Vol. 5, No.2, hal. 1-12
10
Ucapan terima kasih tak terhingga
Cronk Q.C. 2006. “Legume Flower Bear
disampaikan kepada Bapak Mien A Rifai
Fruit”. Proc. Natl. Acad. Sci.
yang selalu mendorong untuk selalu
USA Vol. 103 (13): 4801-4802
menimba dan membaharui ilmu serta
Garbhapu A, Yalavarthi P, Koganti P.
memberi masukan untuk sempurnanya
2011.”Effect of Ethanolic Ex-
tulisan ini. Terima kasih pula kepada te-
tract of Indigofera tinctoria on
man-teman di BOT Departemen Biologi
Chemically-Induced
IPB yang telah berkenan membaca dan
and Brain GABA Levels in Al-
memberi masukan guna perbaikan tulisan
bino Rats”. Iranian Journal of
ini dan segenap redaktur Jurnal Bi-
Basic
oedukasi Program Studi Pendidikan Bi-
Vol.14(4):318-326
ologi FKIP UNS Solo yang menerbitkan
Georgievics
Seizures
Medical
V.G.
1892.
Sciences
Der
makalah ini.
go(Praktischen
Daftar Pustaka
retischen Standpunkt). Leipzig &
Al-Ghamdi FA. (2011). “Seed Morphol-
Wien. Franz Deuticke.
ogy of Some Species of Indigo-
und
IndiTheo-
Guirola C. (2010). “Natural Dyes”. Aso-
fera (Fabaceae) from Saudi
ciation
Flaar
Arabia (Identification of Species
American .
Mesoamerica:
and Systematic Significance)”.
Harvey W. & OW. Sonder. (1894). Flora
American Journal of Plant Sci-
Capensis Vol. 2. Leguminosae to
ence, 2,484-495.
Loranthaceae. Lovell Reeve &
Ariati S.R., Titut Y.,Adi S. (2001).
Co:London.
Koleksi Polong-polongan Kebur
Jain S, Nayak S and Joshi P.(2010).
Raya Purwodadi. Kebun Raya
“Phytochemical Study and Phys-
Purwodadi, LIPI Lawang
ical Evaluation of Indigofera
Barraclough TG & Nee S.(2001). “Phy-
tinctoria Leaves”. Pharmacia
logenetic and Speciation”. Trend in
Ecology
&
Evolution
Choi B.H and Kim J.H. (1997). “ITS Sequences and Speciation on far Indigofera
John P. & Angelini LG. (2009). “Indigo– Agricultural Aspect”. Handbook
Vol.16:391-399
Eastern
Globale (IJCP), Vol.01:1-5
(Legumi-
of
Natural
Colorants.
John
Wiley & Sons:United Kingdom Kadolph S, (2008). “Natural Dyes: A
nosae)”. Journal of Plant Re-
Traditional
search 110:339-346
New Attention”. Departmen of
Craft
Experience
Muzayyinah – Jejak Evolusi dan Spesiasi Marga Indigofera
11
Studies
(2010). “Legume Phyloheny and
and Hospital management at Io-
The Evolution of A Unique Con-
wa State University: USA
tractile Apparatus That Regu-
Kort ID. & Thijsse G. (1984). “Revision
lates Phlom Transport”. Ameri-
of The Genus Indigofera (Leg-
can Journal of Botany 97 (5):
umenosae-Papilionoideae)
797-808
Apparel,
Educational
in
Southeast Asia”. Blumea 30 (1984): 89-151. Laitonjam W.S. and Wangkheirakpam
Philip
A,
Philip
S,
Arul
V,Padmakeerthiga B, Santha S, Sethupathy S. (2010).”Free Rad-
S.D. (2011). “Comparative study
ical Scavenging Activity of Leaf
of the major components of the
Extracts of Indigofera Aspala-
indigo dye obtained from Stro-
thoides-An in vitro Analysis”.
bilanthes flaccidifolius Nees. and
Journal of Pharmaceutical Sci-
Indigofera tinctoria Linn”. In-
ences
ternational Journal of Plant
Vol.2(6):322-328
Physiology and Biochemistry vol.3 (7): 108-116 Linnaeus C. 1959. Species Plantarum.
and
Research.
Renukadevi K.P. & Sultana S.S. (2011). “Determination of Bacterial, Antioxidant and Cytotoxicity Effect
Bernard Quaritch LTD. Berdnar
of Indigofera tinctoria on Lung
Quartch: London
Cancer Cell Line NCI - h69”. In-
Masih T., Khan A., Meo AA., Akhtar T. (2005). “Palynological Studies
ternational Journal of Pharmacology 7 (3): 356-362
of Some Genera of Legumi-
Rifai M.A. (1979). Daftar Istilah Biologi.
nosae”. Journal Science & Tech-
Pusat Pembinaan dan Pengem-
nology. Peshawar University.
bangan
2005, 29 (1): 19-26
Pendidikan dan Kebudayaan: Ja-
Ojeda, Ortega F., Cronk Q.C. (2009).
Bahasa.
Departemen
karta
”Evolution of Petal Epidermal
Sanjappa M. (1985). “The Marga Indigo-
Micromorphology in Legumi-
fera L. (Fabaceae-papilionaceae)
nosae and Its Use as a Marker of
In Burma”. Reindwardtia Vol. 10
Petal Identity”. Annals of Bota-
(2): 211-244.
ny. Nov: 104 (6): 1099-1100
Schrire B.D., Lavin M., Barker N.P. and
Peters WR., Haffer D., Hanakam C.B.,
Forest F. (2009). Phylogeny of
Van Bel A.J.E., Knoblauch M.
The Tribe Indigofereae (Legu-
BIOEDUKASI Vol. 5, No.2, hal. 1-12
12
minosae-Papilioniodeae): Geo-
Indigofera Linn. (Leguminosae-
graphically Structure more in
Papilionanideae)
Succulent-Rich and Temperate
Western Nigeria”. International
Setting Than in Grass-Rich En-
Journal of Botany:1-9
vironments). American Journal
in
South-
Wang Q, Manchester S.R, Dilcher D.L.
of Botany 96 (4): 816-825
(2010).”Fruit and Folliage of
Siva, R. (2007). “Status of Natural dyes
Pueraria (leguminosae, Papili-
and dye-yielding Plants in In-
onoideae) From The Neogene of
dia”. Current Science, Vol. 92. (
Eurasia and Their Biogeographic
27):916-925
Implications”. American Journal
Sotuyo S, Salinas A.D,, Chase M.W.,
of Botany 97 (2): 1982-1998.
Lewis G.P, and Oyama K.
Willis J.C. (1985). A Dictionary of the
(2007). “Cryptic Speciation in
Flowering Plants and Fern.
the Caesalpinia hintonii Com-
Cambridge
plex (Leguminosae: Caesalpin-
London.
ioideae) in a Seasonally Dry Mexican
Forest”.
Annals
of
Botany 100: 1307-1314 Soladoye M.O., Sonibare M.A. and Chukwuma E.C. (2010). “Morphometric Study of the Marga
University
Press:
Xin-Fen. (2007). “Two Newly Recorded Species of Indigofera (Fabaceae) in China. Acta Phytotaxonomica Sinica 45(6): 841-848