125
BAB IV KEKUATAN PENDAPAT HUKUM LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
4.1
Pengaturan
Lembaga
Kebijakan
Pengadaan
Barang/Jasa
Pemerintah Dalam kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah salah satu kewajiban pemerintah adalah pemenuhan prestasi dari pemerintah dalam bentuk pembayaran sejumlah uang yang mengakibatkan pengeluaran atau penerimaan yang harus mengacu pada anggaran pendapatan dan belanja negara. Hal tersebut tersebut diatur dalam Pasal 23 ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan
undang-undang
bertanggungjawab
untuk
dan
dilaksanakan
sebesar-besarnya
secara
terbuka
kemakmuran
dan
rakyat.
Ketentuan tentang pengaturan ini juga dilaksanakan lebih lanjut melalui UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara. Pengadaan
barang/jasa
untuk
kepentingan
pemerintah
merupakan salah satu alat untuk menggrakkan roda perekonomian, dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional guna mensejahterakan kehidupan rakyat, karena pengadaan barang/jasa terutama di sektor
126
publik terkait erat dengan penggunaan anggaran negara. Urgensi pelaksanaan pengadaan yang efektif dan efesien serta ekonomis untuk mendapatkan manfaat maksimal dari pengguna anggaran.1 Hal ini karena pengadaan barang/jasa sebagian besar dibiayai dengan dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), baik yang dilaksanakan
secara
swakelola maupun oleh penyedia barang/jasa.
Menurut pengertian tersebut ada dua unsur penting yang terlibat dalam kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah, baik perorangan maupun lembaga, yaitu pemerintah dan penyedia barang/jasa. Dalam
pelaksanakan
kegiatan
pengadaan
barang/jasa,
terdapat lembaga yang memiliki kewenangan dalam pembuat kebijakan yaitu LKPP. Terbentuknya LKPP bermula dari sebuah unit kerja bernama Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Publik (PPKPBJ) sebagai unit kerja eselon II. Dibentuk pada tahun 2005, unit kerja ini bertugas menyusun kebijakan dan regulasi pengadaan barang/jasa pemerintah, memberikan bimbingan teknis dan advokasi terkait
pelaksanaan
memfasilitasi
pengadaan
penyelenggaraan
barang/jasa ujian
sertifikasi
pemerintah, ahli
serta
pengadaan
barang/jasa pemerintah.
1 Apri Listiyanto, 2012, Pembaharuan Regulasi Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Jurnal Rechts Vinding Media Pembinaan Hukum Nasional, Volume 1 Nomor 1, Jakarta, h.2
127
Dengan semangat ingin mewujudkan Indonesia yang lebih baik, mengemukan harapan agar proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN/APBD) dapat berlangsung secara lebih efektif dan efisien serta mengutamakan penerapan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, transparan, terbuka, dan adil bagi semua pihak dan tentunya dapat dipertanggungjawabkan. Berlandaskan
harapan
ideal
tersebut
maka
perlu
dikembangkan suatu sistem pengadaan barang/jasa yang mencakup aspek regulasi dan prosedur yang jelas, kelembagaan yang lebih baik, sumber daya manusia yang mumpuni, proses bisnis yang transparan dan akuntabel, serta penanganan permasalahan hukum yang mengedepankan azas keadilan. Menyangkut kelembagaan yang lebih baik, maka diperlukan adanya lembaga yang memiliki kewenangan dalam merumuskan perencanaan dan pengembangan strategi, penentuan kebijakan serta aturan perundangan pengadaan barang/jasa pemerintah yang sesuai dengan tuntutan perubahan. Selaras dengan itu sebagai bagian dari masyarakat global, maka keberadaan lembaga tersebut akan mensejajarkan Indonesia di kancah Internasional, selayaknya lembaga-lembaga serupa yang sudah ada di sejumlah negara seperti Office of Federal Procurement Policy
128
(OFPP) di Amerika Serikat, Office of Government Commerce (OGC) di Inggris, Government Procurement Policy Board (GPPB) di Filipina, Public Procurement Policy Office (PPPO) di Polandia, dan Public Procurement Service (PPS) di Korea Selatan. Pada tanggal 6 Desember 2007, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007. LKPP adalah salah satu dari 28 Lembaga Pemerintah Non Kementerian (yang selanjutnya disebut dengan LPNK) yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden Republik Indonesia.2 LPNK
awalnya
bernama
Lembaga
Pemerintah
Nondepartemen (LPND) adalah lembaga negara di Indonesia yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari presiden. Diatur dalam ketentuan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintahan Non Departemen, yang telah beberapa kali diubah dan terakhir melalui Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintahan Non Departemen (yang selanjutnya disebut dengan Perpres LPNK). Kepala LPNK berada di bawah dan bertanggung 2 Lembaga Kebijakan http://www.lkpp.go.id/v3/
Pengadaan
Barang/Jasa
Pemerintah,
diakses
pada
129
jawab langsung kepada presiden melalui menteri atau pejabat setingkat menteri yang mengoordinasikan. Dalam melaksanakan kewenangannya, presiden dibantu oleh seorang wakil presiden dan kementerian negara. Di samping wakil residen dan kementerian negara, presiden juga dapat dibantu
oleh
lembaga
pemerintah
yang
lain,
seperti
lembaga
pemerintahan non kementerian yang berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Pepres LPNK, didirikan dengan tujuan untuk melaksanakan tugas khusus yang didelegasikan kepadanya oleh presiden. Oleh karena itu, LPNK terletak dalam lingkup kekuasaan eksekutif, yang dipimpin oleh presiden. Selain itu, pembentukan dan pembubarannya tergantung pada keinginan presiden. LPNK mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari presiden atau menunjang tugas yang dilakukan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila dipandang perlu LPNK dapat membentuk Komisi/Kelompok Kerja Non Struktural sesuai dengan kebutuhan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Sebagai salah satu bagian dari LPNK, dalam menjalankan tugas dan fungsinya LKPP di bawah koordinasi Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. LKPP salah satunya bertanggungjawab untuk penyelenggaraan pemerintahan yang baik, peningkatan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, bebas
130
korupsi, kolusi dan nepotisme. Secara spesifik, fungsi dan kewenangan lembaga ini adalah penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Perpres No.157 Tahun 2014, maka Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut LKPP adalah lembaga pemerintah non kementerian yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Dalam menyelenggarakan tugasnya, maka LKPP memiliki fungsi, yaitu : 1. penyusunan dan perumusan strategi serta penentuan kebijakan dan standar prosedur di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah termasuk pengadaan badan usaha dalam rangka kerjasama dengan pemerintah dengan badan usaha; 2. penyusunan dan perumusan strategi serta penentuan kebijakan pembinaan sumber daya manusia di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah; 3. pemantauan dan evaluasi pelaksanaanya; 4. pembinaan pengawasan
dan
pengembangan
penyelenggaraan
sistem
informasi
pengadaan
serta
barang/jasa
pemerintah secara elektronik; 5. pemberi bimbingan teknis, advokasi dan pendapat hukum; 6. pembinaan dan penyelenggaraan dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di LKPP; dan 7. pengawasan atas pelaksanaan tugas LKPP.
131
Struktur organisasi dari LKPP, berdasarkan Situs Resmi LKPP adalah
4.2
Kewenangan
Lembaga
Kebijakan
Pengadaan
Barang/Jasa
Pemerintah Pemerintah
dalam
melakukan
suatu
tindakan
atau
perbuatannya tidak hanya melaksanakan kegiatan dalam bidang hukum publik sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya, namun sering pula terlibat dalam bidang hukum privat (perdata). Pemerintah dalam melakukan tindakan atau perbuatan hukum tersebut sering tampil dengan atau dalam dua kedudukan hukum yang berbeda atau dalam konsep
132
hukum administrasi disebut dengan istilah dua kepala (twee patten).3 Dengan adanya kedudukan hukum yang berbeda dari setiap tindakan atau perbuatan pemerintahan yang dilakukan tersebut secara jelas akan membawa konsekuensi atau akibat hukum yang berbeda pula. Wewenang merupakan bagian yang sangat penting dalam pemerintahan, karena pemerintahan baru dapat menjalankan fungsinya atas
dasar
wewenang
yang
diperolehnya.
Keabsahan
tindakan
pemerintahan diukur berdasarkan wewenang yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perihal kewenangan dapat dilihat dari Konstitusi Negara yang memberikan legitimasi kepada Badan Publik dan Lembaga Negara dalam menjalankan fungsinya. Wewenang adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan dan perbuatan hukum.4 Pengertian kewenangan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sama dengan wewenang, yaitu hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Hassan Shadhily menerjemahkan wewenang (authority) sebagai hak atau kekuasaan memberikan perintah atau
3
Aminuddin Ilmar, 2014, Hukum Tata Pemerintah, Kharisma Putra Utama, Jakarta, h.
75. 4
SF. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi diIndonesia, Liberty, Yogyakarta, h. 154.
133
bertindak untuk mempengaruhi tindakan orang lain, agar sesuatu dilakukan sesuai dengan yang diinginkan.5 Lebih lanjut Hassan Shadhily memperjelas terjemahan authority dengan memberikan suatu pengertian tentang “pemberian wewenang (delegation of authority)”. Delegation of authority ialah proses penyerahan wewenang dari seorang pimpinan (manager) kepada bawahannya (subordinates) yang disertai timbulnya tanggung jawab untuk melakukan tugas tertentu. Proses delegation of authority dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut :6 1. Menentukan tugas bawahan tersebut 2. Penyerahan wewenang itu sendiri 3. Timbulnya kewajiban melakukan tugas yang sudah ditentukan. Wewenang khususnya wewenang pemerintahan adalah kekuasaan yang ada pada pemerintah untuk menjalankan fungsi dan tugasnya berdasarkan pada peraturan perundang-undangan.7 Penjelasan tentang konsep wewenang, dapat juga didekati melalui telaah sumber wewenang dan konsep pembenaran tindakan kekuasaan pemerintahan. Sumber wewenang tersebut meliputi atribusi, delegasi, dan mandat. Prajudi Atmosudirdjo berpendapat tentang pengertian wewenang dalam kaitannya dengan kewenangan, “Kewenangan adalah apa yang disebut 5
Tim Penyusun Kamus-Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, h. 1170 6
SF. Marbun, op.cit, h. 172
7
Aminuddin Ilmar, op.cit, h.108.
134
kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari Kekuasaan Legislatif (diberi
oleh
Undang-Undang)
Eksekutif/Administratif.
Kewenangan
atau adalah
dari
Kekuasaan
kekuasaan
terhadap
segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat, sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. Di dalam kewenangan
terdapat
wewenang-wewenang.
Wewenang
adalah
kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak hukum publik”.8 Menurut Philipus M. Hadjon menyatakan bahwa “setiap tindakan pemerintahan disyaratkan harus bertumpu atas kewenangan yang sah. Kewenangan itu diperoleh melalui tiga sumber, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian kekuasaan negara oleh undang-undang dasar, sedangkan kewenangan delegasi dan mandat adalah kewenangan yang berasal dari “pelimpahan”.9 Dalam kaitan dengan konsep atribusi, delegasi, ataupun mandat, J.G. Brouwer dan A.E. Schilder, menyatakan bahwa atribusi merupakan kewenangan yang diberikan kepada suatu organ (institusi) pemerintahan atau lembaga Negara oleh suatu badan legislatif yang independen. Kewenangan ini adalah asli, yang tidak diambil dari 8
Prajudi Atmosudirdjo, 1981, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta,
h. 29 9
Philipus M. Hadjon, 1994, Fungsi Normatif Hukum Administrasi dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih, Pidato Penerimaan jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, h. 7
135
kewenangan yang ada sebelumnya. Badan legislatif menciptakan kewenangan mandiri dan bukan perluasan kewenangan sebelumnya dan memberikan kepada organ yang berkompeten. Delegasi adalah kewenangan yang dialihkan dari kewenangan atribusi dari suatu organ (institusi) pemerintahan kepada organ lainnya sehingga delegator (organ yang telah memberi kewenangan) dapat menguji kewenangan tersebut atas namanya, sedangkan pada Mandat, tidak terdapat suatu pemindahan kewenangan tetapi pemberi mandat (mandator) memberikan kewenangan kepada organ lain (mandataris) untuk membuat keputusan atau mengambil suatu tindakan atas namanya. 10 Kewenangan harus dilandasi oleh ketentuan hukum yang ada, sehingga kewenangan tersebut merupakan kewenangan yang sah. Dengan demikian, pejabat (organ) dalam mengeluarkan keputusan didukung oleh sumber kewenangan tersebut. Menurut F.A.M. Stroink sebagaiman dikutip oleh Abdul Rasyid Thalib menjelaskan bahwa sumber kewenangan dapat diperoleh bagi pejabat atau organ (institusi) pemerintahan dengan cara atribusi, delegasi dan mandat. Kewenangan organ (institusi) pemerintah adalah suatu kewenangan yang dikuatkan oleh hukum positif guna mengatur dan mempertahankannya.11
10
J.G. Brouwer dan Schilder,1998, A Survey of Dutch Administrative Law, Nijmegen: Ars Aeguilibri, h. 16. 11 Abdul Rasyid Thalib, 2006, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Aplikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 219.
136
Suatu kewenangan erat kaitannya dengan lembaga. Lembaga diartikan sebagai aturan dalam sebuah kelompok sosial yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, politik dan ekonomi. Kelembagaan atau institusi, pada umumnya lebih diarahkan kepada organisasi, wadah atau pranata. Schmidt mengartikan lembaga adalah lembaga atau institusi merupakan sekumpulan orang yang memiliki hubungan yang teratur dengan memberikan definisi pada hak , kewajiban, kepentingan dan tanggungjawab bersama.12 Beberapa unsur penting dalam kelembagaan adalah institusi, yang merupakan landasan untuk membangun tingkah laku sosial masyarakat, norma tingkah laku yang telah mengakar pada kehidupan masyarakat dan telah diterima untuk mencapai tujuan tertentu, peraturan dengan penegakan aturan, aturan dalam masyarakat yang memberikan wadah koordinasi dan kerjasama dengan dukungan hak dan kewajiban serta tingkah laku anggota, kode etik, kontrak, pasar, hak milik, organisasi, insentif. Menurut R. Rhodes, lembaga- lembaga mempunyai tiga peran utama yaitu : 1.
Lembaga- lembaga mengelola yang diberikan pemerintah pusat dengan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan.
2.
Melakukan
pemantauan
(
monitoring
)
dan
memfasilitasi
pelaksanaan berbagai kebijakan atau policies pemerintah pusat. 12
Acitya, 2013, Pengertian Lembaga, http://acityafisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-74972-ArtikelAN-Pengertian%20Lembaga.html, diakses pada 21 April 2015.
137
3.
Mewakili kepentingan daerah dalam berhadapan dengan pusat.13 Pada tingkat daerah, lembaga- lembaga semacam itu tidak
dapat disebut sebagai lembaga negara melainkan disebut lembagalembaga daerah, dimana sepanjang bekerjanya dibiayai oleh anggaran belanja daerah dan memang dimaksudkan bukan sebagai lembaga swasta atau lembaga masyarakat.14 LKPP adalah salah satu LPNK merupakan lembaga formal karena memiliki sifat terencana dan tahan lama, yang ditekankan pada aturan sehingga tidak fleksibel. LKPP merupakan lembaga pemerintahan nonkementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden,
maka
kewenangan
LKPP
dalam
kegiatan
pengadaan
barang/jasa pemerintah merupakan kewenangan yang diperoleh secara atribusi yang secara normatif diatur dalam Perpres No.157 Tahun 2014. Kewenangan LKPP dalam kegiatan pengadaan barang/jasa dapat dilihat dari tugas dan fungsi lembaga tersebut yang salah satunya adalah untuk pengembangan dan perumusan kebijakan dalam kegiatan pengadaan dengan didukung penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Menurut Ibu Luh Putu Ratnawati, S.H., M.Si, sebagai Kepala Seksi Rekreasi dan Hiburan Umum Bidang Obyek Daya Tarik Wisata
13
Jimly Asshiddiqie, 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sekretariat Jendral dan Kepanitraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, h. 7-8. 14
Ibid, h.53-54.
138
Dinas Pariwisata Kabupaten Badung bahwa LKPP dalam kegiatan pengadaan sangat membantu terutama dalam hal konsultasi-konsultasi terhadap permasalahan yang dihadapi selama proses berlangsung. LKPP dalam membantu dalam penyelesaian sengketa yang terjadi antara pemerintah dengan penyedia barang apabila salah satu pihak meminta pendapat dari LKPP. Hal tersebut berdasarkan pada Pasal 3 huruf e Pepres No. 157 Tahun 2014 bahwa salah satu fungsi LKPP adalah pemberian bimbingan teknis, advokasi, dan pendapat hukum. Peranan berdasarkan kewenangannya LKPP disini sebagai konsultan yang dianggap ahli dan paham terhadap segala kebijakan yang mengatur tentang kegiatan pengadaan barang/jasa yang melibatkan pemerintah. (Wawancara pada Rabu, 13 Mei 2015). Menurut Bapak I Komang Sriawan, SE sebagai PPK pada Dinas Perhubungan Kota Denpasar, LKPP adalah lembaga yang mengatur tetang kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah. Setiap permasalahan yang terjadi dalam kegiatan pengadaan maka akan dilakukan komunikasi dengan pihak LKPP, karena LKPP dianggap tahu dan paham tentang kegiatan pengadaan barang/jasa. (Wawancara pada Rabu, 13 Mei 2015). Berdasarkan wawancara dengan Bapak I Nengah Sumerta, S.H.,M.H. sebagai PPK RSUP Sanglah, untuk penyelesaian permasalahan juga dapat dibantu oleh LKPP. LKPP adalah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah
untuk
melakukan
pembinaan
barang/jasa.(Wawancara pada Rabu, 27 Mei 2015).
kegiatan
pengadaan
139
4.3
Kedudukan Pendapat hukum Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Dalam Penyelesaian Sengketa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Tindakan atau perbuatan hukum pemerintah merupakan subyek hukum yang mewakili dua kapasitas yang berbeda yakni sebagai wakil dari jabatan pemerintah (ambt) dan sebagai wakil dari organ atau badan pemerintah (lichaam). Oleh karena mewakili dua kapasitas yang berbeda tersebut maka terdapat konsekuensi yang berbeda dalam tindakan hukum pemerintah, yaitu antara tindakan hukum dalam hukum publik dan hukum privat. Atau dapat ditentukan bahwa tindakan atau perbuatan hukum pemerintah dilandaskan pada hukum publik atau hukum privat, sedangkan tindakan atau perbuatan hukum privat adalah tindakan atau perbuatan hukum yang didasarkan pada ketentuan hukum keperdataan atau tindakan hukum privat. Di dalam rumusan Algemene Bestuurs Administratief Rechtspraak (ABAR) di Belanda dikemukakan pengertian bahwa tindakan hukum pemerintahan yakni suatu tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemeirntah dalam menjalankan fungsi pemerintahannya dan dapat dibedakan ke dalam tindakan hukum publik dan hukum privat. Tindakan hukum publik bahwa tindakan hukum yang dilakukan tersebut didasarkan pada hukum publik, sedangkan tindakan hukum privat adalah tindakan hukum yang didasarkan pada ketentuan
140
hukum keperdataan. Adanya perbedaan dari tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan tersbeut disebabkan oleh karena mewakili dua kapasitas yang berbeda sehingga akan berpengaruh pada kedudukan hukum pemerintah. Dengan dua tampilan yang berbeda maka kedudukan hukum pemerintah diatur pula dalam dua bidang hukum yang berbeda yakni dengan ketentuan hukum publik dan hukum privat. Konsekuensi dari pengaturan hukum yang berbeda itu akan melahirkan pula tindakan atau hukum pemerintah yang berbeda dan dengan akibat hukum yang berbeda pula. Apabila organ atau badan pemerintahan bertindak dalam kualitasnya sebagai penguasa atau pemerintah, maka tentunya hukum yang menguasi dan mengaturnya adalah hukum publik, namun jika organ atau badan pemerintahan itu bertindak atau berbuat tidak dalam kualitas sebagai penguasa (pemerintah) tetepi sebagai badan hukum publik (lichaam), maka hukum yang menguasi dan mengaturnya adalah hukum privat. Ketika pemerintah terlibat dalam ranah hukum perdata dan bukan dalam kedudukannya sebagai pihak yang memelihara kepentingan umum, maka pemerintah tidak dapat dibedakan dengan pihak swasta yang harus tunduk dan patuh pada hukum perdata. Dalam kaitannya dengan organisasi negara dan daerah, bahwanya negara dan daerah merupakan sebuah badan hukum publik, yang dalam hal ini pemerintah bertindak sebagai pengurus atau penyelenggara negara dan daerah sehingga pemerintah mempunyai dua
141
kualitas sekaligus yaitu satu sisi sebagai penguasa (overheid) dan disisi lain sebagai badan/organ (lichaam). Sebagai overheid,
pemerintah
negara dan daerah tentunya melaksanakan kewenangan atau fungsi serta tugas-tugas pemerintahan yang diberikan dan diatur dalam ketentuan hukum publik. Sedangka sebagai organ, maka pemerintah negara dan daerah bertindak sebaga wakil dari badan hukum publik tentunya juga akan melaksanakan pengurusan harta kekayaan negara dan daerah sesuai dngan ketentuan dan tunduk pada hukum perdata. Seperti halnya ketika negara dan daerah provinsi, kabupaten dan kota melakukan kegiatan pengadaan barang/jasa untuk kepentingan pemerintah sebagai lichaam, maka tentunya tindakan hukum pemerintahan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai personifikasi dari negara atau daerah tidaklah dilakukan berdasar ketentuan hukum publik dengan menggunakan instrumen atau sarana peraturan perundang-undangan ataukah dengan menggunakan suatu penetapan. Hal tersebut dilakukan melalui sebuah hubungan hukum antara dua pihak melalui proses perikatan atau perjanjian yang didasarkan dan diatur serta tunduk pada ketentuan yang terdapat dalam hukum perdata.15 Negara sebagai badan hukum publik pemikul hak dan kewajiban yang diatur dalam hukum perdata sehingga dapat terlibat dalam lalu lintah pergaulan hukum biasa dan secara prinsip sama-sama kedudukannya dengan orang atau badan hukum lainnya. 15
Aminuddin, op.cit,h.139.
142
Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan menunjukkan bahwa pemerintah dalam melakukan suatu tindakan atau perbuatannya di samping melaksanakan kegiatan dalam bidang hukum publik, seperti: membuat keputusan atau ketetapan (beschikking), memberikan atau menjatuhkan sanksi, juga sering kali terlibat dalam lapangan hukum keperdataan (privat) seperti: melakukan proses tender melalui pengadaan pengadaan barang dan jasa,melakukan jual beli, sewa menyewa, serta perjanjian dengan pihak ketiga atau swasta. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah juga dapat melakukan tindakan atau perbuatannya tidak hanya dengan bersaranakan hukum publik semata, akan tetapi juga dengan memilih tindakan atau perbuatan yang bersaranakan hukum privat. Adanya tindakan atau perbuatan pemerintah yang sering tampil dengan dua kepala (twee patten) tersebut sering kali dalam tataran praktik penyelenggaraan pemerintahan tidak selalu dilakukan secara konsisten. Hal ini berarti bahwa begitu pemerintah berketetapan untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan dengan melakukan pilihan tindakan atau perbuatan, apakah dengan menggunakan atau bersaranakan hukum privat, maka seketika itu pula pemerintah haruslah tunduk dan patuh (menundukkan diri) pada ketentuan hukum privat, sehingga akan membawa akibat hukum bahwa pemerintah mempunyai kedudukan hukum yang sama dan sejajar dengan pihak swasta atau masyarakat serta
143
bersedia digugat melalui suatu peradilan umum dengan dasar perbuatan melanggar hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad). Terlibatnya
pemerintah
dalam
kegiatan
pengadaan
barang/jasa salah satunya dilakukan dengan melakukan persetujuan melalui kontrak dengan pihak penyedia. Kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah adalah perjanjian tertulis antara pejabat pembuat komitmen (PPK) dengan penyedia barang/jasa atau pelaksana swakelola. Pada dasarnya kontrak lahir sebagai implementasi dari asas kebebasan berkontrak di antara para pihak yang terlibat kontrak. Asas kebebasan membuat kontrak membebaskan para pihak menentukan apa saja yang ingin mereka perjanjikan sekaligus menentukan apa saja yang tidak dikehendaki untuk dicantumkan dalam kontrak, asalkan pembuatannya memenuhi syarat-syarat yang diinginkan, berlaku bagi para pembuatnya, sama seperti perundang-undangan.16 Perkembangan
selanjutnya
pembuatan
kontrak
telah
mengalami pembatasan-pembatasan oleh negara, baik berdasarkan peraturan perundang-undangan atau putusan pengadilan, dengan maksud agar kebebasan berkontrak tidak disalahgunakan sebagai perbuatan para pihak yang tanpa batas. Namun di sisi lain, kontrak pengadaan barang/ jasa pemerintah juga merupakan representasi dari keinginan bebas pihak
16
Jakarta, h. 4.
Suhandoko, 2004, Hukum Perjanjian Teori Dan Analisa Kasus, Predana Media,
144
pemerintah dan penyedia barang/jasa untuk menentukan sesuatu yang adil bagi kedua belah pihak. Hanya saja asas kebebasan tersebut dibatasi oleh ketentuan negara, dalam hal ini peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kontrak pengadaan barang/ jasa pemerintah. Dalam pelaksanaan kontrak yang disepakati tidak senantiasa dapat berjalan dengan baik seperti terjadinya perselisihan karena keterlambatan penyelesaian pekerjaan sesuai jangka waktu yang telah disepakati. Berdasarkan asas dalam kontrak yaitu asas penyelesaian sengketa menghendaki setiap kontrak tertulis mencantumkan secara tegas bentuk dan mekanisme hukum penyelesaian sengketa hukum kontrak di antara para pihak yang membuat kontrak tersebut. Terjadinya perselisihan dan sengketa ini sering kali disebabkan apabila salah satu pihak tidak menjalankan kesepakatan yang telah dibuat dengan baik ataupun karena ada pihak yang wanprestasi, sehingga merugikan pihak lainnya. Berbagai cara yang dapat ditempuh untuk penyelesaian sengketa tersebut baik melalui musyawarah, alternatif penyelesaian sengketa maupun melalui jalur pengadilan. Para pihak yang bersengketa bebas untuk memilih proses penyelesaian sengketa yang tepat menurut mereka. Namun dalam perkembangannya, dalam kegiatan bisnis penyelesaian sengketa melalui penyelesaian alternatif (non litigasi) lebih banyak untuk dipilih karena proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat, biaya yang diperlukan lebih murah, sifatnnya informal, kerahasiaan terjamin, adanya kebebasan untuk memilih pihak ketiga, dapat menjaga hubungan baik
145
antara pihak yang bersengketa, dan tata cara penyelesaian sengketa diatur sendiri oleh para pihak.17 Berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999, maka pengertian dari Penyelesaian sengketa alternatif adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsilisasi, atau penilaian ahli. Dalam kegiatan pengadaan barang/jasa, para pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan melalui musyawarah mufakat, namun apabila tidak mencapai kesepakatan maka dapat ditempuh melalui ADR dan tahap akhir dapat melalui litigasi. Melalui ADR salah satu yang dipilih prosesnya untuk menyelesaikan sengketa dalam kontrak pengadaan adalah melalui konsultasi. Konsultasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa alternatif yang diatur dalam UU No. 30 Tahun 1999. Tidak ada rumusan secara rinci mengenai hal konsultasi, namun dalam Black’s Law Dictionary konsultasi diartikan sebagai suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu yang disebut klien dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut. Dalam pelaksanaan konsultasi para pihak yang bersengketa yang merupakan klien bebas untuk menentukan keputusan yang akan 17
I Made Widnyana, Op.cit, h.15
146
diambilnya untuk kepentingan mereka, walaupun demikian tidak juga menutup kemungkinan para pihak yang bersengketa dapat menggunakan saran dalam bentuk pendapat hukum yang diberikan oleh konsultan. Hal ini berarti dalam konsultasi yang merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa diluar pengadilan, peran dari pada konsultan dalam penyelesaian permasalahan tidaklah dominan ataupun mengikat. Pihak
konsultan
hanya
memberikan
pendapat
secara
hukum,
sebagaimana diminta yang untuk selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian permasalahan tersebut diputuskan oleh para pihak.
18
Pihak
yang dapat dijadikan konsultan dalam kegiatan pengadaan barang/jasa adalah LKPP. Berdasarkan Pasal 3 Perpres No. 157 Tahun 2014, bahwa salah satu fungsi dari LKPP adalah untuk pemberian bimbingan teknis, advokasi, dan pendapat hukum. Berdasarkan ketentuan tersebut LKPP dapat memberikan bantuan hukum dalam penyelesaian sengketa dalam kontrak pengadaan sebagai konsultan yaitu pihak yang dapat memberikan bimbingan/pendapat untuk membahas masalah terkait dengan sengketa yang terjadi antara pemerintah dengan penyedia dalam kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah.
18
Adi Januarsa, 2015, Model Alternatif Penyelesaian Sengketa Dan Berbagaikelemahan Dalam Undang-Undang No. 30/ 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Available at https://www.academia.edu/6362402/MODEL_ALTERNATIF_PENYELESAIAN_SENGKETA_ DAN_BERBAGAI_KELEMAHAN_DALAM, diakses pada 14 Maret 2015.
147
Terhadap hasil dari konsultasi kepada LKPP yang berupa pendapat hukum dari LKPP maka dalam hal ini pihak yang bersengketa tidak terikat atau tidak memiliki kewajiban untuk memenuhi pendapat hukum dari LKPP, melainkan bebas untuk menentukan sendiri keputusan yang akan diambil untuk kepentingannya, meskipun demikian tidak tertutup kemungkinan juga untuk menggunakan pendapat yang disampaikan LKPP. Peran LKPP pada penyelesaian sengketa yang bersangkutan tidak bersifat dominan, melainkan hanya memiliki wewenang memberikan
pendapat
hukum
sesuai
keahlian
yang
dimilikinya, sedangkan keputusan mengenai penyelesaian sengketa sepenuhnya diambil sendiri oleh para pihak. Hasil wawancara dengan Ibu Luh Putu Ratnawati, S.H., M.Si, sebagai Kepala Seksi Rekreasi dan Hiburan Umum Bidang Obyek Daya Tarik Wisata Dinas Pariwisata Kabupaten Badung bahwa Peranan LKPP disini sebagai konsultan yang dianggap ahli dan paham terhadap segala kebijakan yang mengatur tentang kegiatan pengadaan barang/jasa yang melibatkan pemerintah. LKPP dapat memberikan pendapatnya sesuai dengan keahliannya, namun dalam hal pencapaian hasil penyelesaian sengketa tetap ditentukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Pendapat hukum yang diberikan oleh LKPP tidaklah mengikat
hanya
berupa
pendapat
(Wawancara pada Rabu, 13 Mei 2015).
sesuai
dengan
keahliannya.
148
Menurut Bapak I Komang Sriawan, SE sebagai PPK pada Dinas Perhubungan Kota Denpasar, penyelesaian sengketa yang terjadi antara pemerintah dengan pihak penyedia, LKPP tidak dapat turut campur, hanya saja LKPP dapat diminta pendapatanya terhadap permasalahan yang dihadapi tetapi tetap keputusan berada di kedua belah pihak yang bersengketa karena pada dasarya LKKPP hanya memberi bantuan konsultasi saja. Apabila LKPP memberikan pendapat hukum atas permasalahan yang terjadi antara pemerintah dengan penyedia barang, maka pendapat hukum yang berikan hanya berupa pendapat yang memang diberikan berdasarkan pengetahuan/keahlian yang dimiliki. Untuk pendapat hukum tersebut sifatnya tidaklah mengikat karena semua kesepakatan dalam penyelesaian masalah yang terjadi tetap diputuskan oleh para pihak yang bersengketa .(Wawancara pada Rabu, 13 Mei 2015). Berdasarkan wawancara dengan Bapak I Nengah Sumerta, S.H.,M.H. sebagai PPK RSUP Sanglah, berpendapat bahwa dalam hal terjadi permasalahan antara pemerintah yang dalam hal ini adalah RSUP Sanglah dengan pihak penyedia maka RSUP Sanglah akan meminta pendapat dalam bentuk konsultasi dengan LKP. LKPP melalui bidang Pengawasan dan Hukum akan memberikan pandangan hukum yang selanjutnya akan memberikan pendapat hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk pendapat hukum dari LKPP sifatnya tidak mengikat, karena pendapat hukum tersebut hanya untuk membantu memberikan pandangan secara hukum sesuai dengan
149
kewenangan yang dimiliki LKPP. Keputusan penyelesaian permasalahan tetap berada pada para pihak yang bersengketa apakah hasil pendapat hukum dari LKPP dapat dipergunakan.