PELAKSANAAN SISTEM LPSE BERDASARKAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH JO. PERATURAN LKPP NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA E-TENDERING DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGGUNAAN ANGGARAN YANG EFEKTIF DAN EFISIEN (Studi Pengadaan Barang/Jasa APBD Pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Pontianak) Oleh : ENDANG MASRONI,SH A.21212067 Abstract The development of science and technology in the field of information influences the lawmaking process in the procurement of goods / services and look for innovative solosi and to implement the above principles to form a legal product procurement of goods / services, as contained in Presidential Decree No. 54 of 2010, which utilize electronic means of informatics in conducting the procurement of goods / services of the government. In the process of auctions to procure goods and services from government to the provider of goods / services by the private sector (the public), and the system in this way by Presidential Decree No. 54 of 2010 which became one of the innovative legal products procurement of goods and other services, it Procurement embodied in electronic or E-Procurement, Procurement of Goods / Services as set out in Presidential Decree No. 54 Year 2010, (regulation. 54/2010), which is busy discussed among providers of Goods / Services. Is a concrete manifestation of the government's efforts to make prinsif Good Governace and clean Governnment, or a good governance and clean. "To implement the principle that the Government should implement the principle of accountability and the efficient management of resources, both rulemaking and does not take sides, as well as ensuring the economic and social interactions among relevant stakeholders in a transparent, professional and accountable Improving the quality of public services through good governance and clean, needs to be supported by effective financial management, efficient, transparent, and accountable. To improve the efficiency and effectiveness of the use of state finances is spent through PBJP, efforts are needed to create openness, transparency, accountability and fair competition principles in the process PBJP dbiayai by Budget / .APBD, in order to obtain goods / services that are affordable and quality and can dipertanggung justified both in terms of physical, financial, and government benefits for smooth functions and community service. Presidential Decree 54/2010 on Procurement of Goods / Services are intended to provide guidance regarding the procedures for setting PBJP simple, clear and konprehensip, as good governance The setting is based on Presidential Regulation No. 54 of 2010 is a rule to date, which is set in the procurement of goods / services of the government, but can the legal system that is owned by this Regulation answer all the challenges and goals of reform in the procurement of goods / services of the government to efficiency and effectiveness of the State Finance and Regional financial and if this setting when examined in substance is still common Keyword: effective, efficient, transparent, and accountable
1
A. PENDAHULUAN Salah satu gerakan reformasi yang ingin di capai adalah menghapuskan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang berkembang di masyarakat terutama pada tatanan pejabat Negara dalam hal ini sebagai pejabat pelayanan public. Adalah semua orang sependapat dan sangat menyetujui gerakan tersebut harus didukung, sehingga Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di negeri ini terkubur dan muncul semangat baru agar kehidupan berbangsa dan bernegara ini lebih baik. Dalam upaya mencapai tujuan repormasi tersebut, berbagai upaya dan sector kehidupan selalu dikembangkan dan diperbaharui dan diganti, salah satu diantaranya adalah produk hukum bidang pengadaan barang dan Jasa Pemerintah. Produk hukum bidang Pengadaan Barang/Jasa ini pada prinsipnya sudah beberapa kali terjadi perubahan dan sekarang berlaku Peraturan presiden Nomor : 54 Tahun 2010, tentang pengadaan Barang/jasa Pemerintah, sebagai pengganti Keputusan Presiden Nomor : 80 Tahun 2003. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP), adalah salah satu bisnis atau usaha yang menjanjikan, dan sangat menggiurkan dan sekaligus mengkhawatirkan. Usaha ini menggiurkan karena usaha ini membuka peluang usaha yang sangat besar yaitu menyangkut dana ratusan milyard atau bahkan Triliunan rupiah, setiap tahun, Setiap kali tahun anggaran dalam rangka mengisisi pembangunan , baik di tingkat pemerintah pusat maupun tingkat Pemerintah Daerah, Tidak sedikit pelaku usaha dibidang pengadaan Barang/Jasa diseluruh Indonesia bersaing untuk mendapatkan pekerjaan usaha tersebut. Selain bisnis ini sangat menggiurkan dan membuka usaha yang luas, tetapi usaha ini juga sangat mengkhawatirkan, karena sekarang tidak sedikit para Pejabat Negara, baik di Pemerintah Pusat maupun dipemerintah daerah dan Pengusaha Penyedia Barang/Jasa bersinggungan dengan tindakan pidana bahkan masuk penjara akibat terjerat pasal tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme karena pelaku Pengadaan barang/ jasa pemerintah yang melanggar hukum dapat terkena sanksi administratif maupun sanksi pidana pokok dan pidana tambahan, sehingga beratnya sanksi hukum sekarang ini banyak pejabat pemerintah yang enggan untuk diangkat menjadi pejabat Pengadaan ( Panitia Lelang Pengadaan barang/jasa). Keberadaan Peraturan Presiden
Nomor : 54 Tahun 2010, ini sebenarnya cukup memberikan arti bagi
perkembangan dunia usaha dibidang pengadaan barang/jasa . Selain produk hukum ini dibuat dalam kaitannya
memenuhi tuntutan reformasi,
terutama bidang pengadaan barang/jasa pemerintah, dibandingkan dengan produk hukum sebelumnya Keppres. Nomor : 80 Tahun 2003. Perpres Nomor : 54 Tahun 2010, bersifat terbuka, hal ini di nyatakan dalam Diktum Menenimbang disebutkan : 2
a.
“Bahwa pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang efisien, terbuka dan kompetitif sangat diperlukan bagi ketersediaan Barang/Jasa yang terjangkau dan berkualitas, sehingga akan berdampak pada peningkatan pelayanan public.”
b.
Bahwa untuk mewujudkan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu pengaturan mengenai
tata cara pengadaan Barang/Jasa
yang
sederhana , jelas dan koprehensip , sesuai dengan tata kelola yang baik , sehingga dapat menjadi pengaturan yang efektif bagi para pihak yang terkait dengan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Keberadaan pembentukan peraturan perundang-undangan bidang pengadaan barang/ Jasa ini adalah tidak lain bagaiamana pengelolaan keuangan negara yang efektif dan efisien, transparansi, dan berkeadilan
melalui keikutsertaan pihak masyarakat penyedia pengadaan
Barang/Jasa, Karena beberapa pengalaman masa lalu dan bahkan saat ini masih saja terjadi kebocoran anggaran, Kebocoran banyak terjadi dalam proses pengadaan barang dan jasa . Akibatnya , pengadaan barang dan jasa menjadi tidak tepat waktu, sasaran, kualitas, dan tidak efisien. Bahkan banyak yang tidak bisa dipakai karena tidak sesuai dengan kebutuhan ujar Candra Hamzah, banyak gedung pemerintah yang masa pakainya hanya 30% sampai dengan 40 % dari usia yang seharusnya . Komisi Pembrantasan Korupsi ( KPK) juga menemukan perbedaan harga pemebelian barang yang sangat berpariasi antara satu instansi dan yang lain. Sementara praktik pemberian komisi oleh kontraktor tetap berlangsung.1 Berpeluangnya praktik-praktik di dunia pengadaan barang dan jasa tidak terlepas dari pada sejauh mana perangkat hukum mengatur dan menciptakan sistem pengadaan barang dan jasa. Sehingga diharapkan asas serta prinsip-prinsip dapat dilaksanakan oleh semua pihak yang terlibat didalamnya, salah satunya prinsip yang dilakukan dibidang pengadaan barang dan jasa adalah Prinsip, transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/Jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh penyedia barang/jasa yang berminat serta masyarakat pada umumnya.2
2009
1
.Kebocoran Dana Pembangunan Daerah capai 50%”, http/www. Tempointeraktif.com, 10 juni
2
.Much. Nurachmad,ST,M.Hum. buku pintar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah , 2011, hal 4 3
Perkembangan ilmu pengetahuan dibidang teknologi dan informasi turut mempengaruhi proses pembentukan hukum dibidang pengadaan barang/jasa dan mencari solosi dan inovatif untuk
melaksanakan prinsip diatas dengan membentuk produk hukum bidang pengadaan
barang/jasa, seperti yang dimuat dalam Peraturan Presiden Nomor : 54 Tahun 2010, dimana memanfaatkan sarana informatika elektronik
dalam melakukan pengadaan barang/jasa
pemerintah. Dalam melakukan proses Pelelangan terhadap pengadaan barang dan jasa dari pemerintah kepada Penyedia Barang/Jasa oleh pihak swasta (masyarakat), system dan cara ini oleh Perpres Nomor : 54 Tahun 2010 yang menjadi salah satu inovatif dari produk hukum bidang pengadaan barang dan jasa lainnya, hal ini dituangkan dalam
Pengadaan secara
elektronik atau E-Procurement, seperti yang disebutkan dalam Ketentuan umum Pasal 1 ayat 37, 38, 39, 40, 41 dan 42. (37) Pengadaan secara elektronik atau E-Procurement adalah Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan tekhnologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. (38) Layanan Pengadaan secara elektronik yang selanjutnya disebut LPSE adalah unit kerja K/L/D/I yang dibentuk untuk menyelenggarakan system pelayanan Pengadaan Barang/.Jasa secara elektronik. (39) E-Tendering adalah tata cara pemilihan Penyedia Barang/Jasa yang dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Jasa yang terdaftar pada system pengadaan secarfa elktronik dengan cara menyampaikan 1 (satu) kali penawaran dalam waktu yang telah ditentukan (40) Katalog elektronik atau E-Catalogue adalah system informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi tehknis, dan harga barang tertentu dari berbagai penyedia Barang/Jasa Pemerintah. (41) E-Purchasing adalah tata cara pembelian Barang/Jasa melalui system catalog elektronik. Berkaitan dengan usaha dibidang penyedia Jasa, Salah satunya adalah Pengadaan Jasa konstruksi Pemerintah di Indonesia. Dalam Pasal 33 Ayat ( 4) UUD 1945, menyatakan : “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional” Selanjutnya Ayat (5), menyebutkan “ Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang” Sebagai salah satu sektor kegiatan ekonomi, penyelenggaraan jasa konstruksi harus dijamin dengan pengaturan berdasarkan prinsip-prinsip Pasal 33 ayat (4) UUD 1945. Perwujudan amanat Konstitusional ini adalah diundangkannya Undang-Undang
4
Nomor : 18 Tahun 1999, Tentang Jasa Konstruksi, dengan lembaran Negara republik Indonesia Tahun 1999, Nomor: 54 dan Tambahan Lembaran Negara republik Indonesia Nomor: 3833 pada tanggal 7 Mei 1999. Kemudian dalam rangka peraturan pelaksananya pemerintah telah pula mengundangkan : 1.
PP. Nomor : 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi, telah diubah dengan PP Nomor : 4 Tahun 2010, tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 28 Tahun 2000, Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi jo. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 11P/HUM/2010.
2.
PP. Nomor
29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi; telah diubah
dengan PP. Nomor : 59 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggara Jasa Konstruksi. 3.
PP. Nomor : 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggara Pembinaan Jasa Konstruksi Undang-Undang Nomor : 18 Tahun 1999, mengakomodir keberadaan kelembagaan di
bidang jasa konstruksi dalam rangka mewadahi peran serta masyarakat yang bersifat mandiri dan independen pasal 31 UU Nomor : 18 Tahun 1999 mengatur : (1) Masyarakat jasa konstruksi merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai kepentingan dan / atau kegiatan yang mempunyai kepentingan dan/atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha dan pekerjaan konstruksi. (2) Penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui suatu forum jasa konstruksi (3) Penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi sebagaimana dimaksud ayat (1) dalam melaksanakan pengembangan jasa konstruksi dilakukan oleh suatu lembaga yang independen dan mandiri. Mengemban tugas Pasal 31 UU Nomor: 18 Tahun 1999, tersebut pada tanggal 9 Agustus 1999 dilakukan deklarasi pembentukan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi oleh 8 (delapan ) Asosiasi Profesi Perusahaan Jasa Konstruksi dan 16 (enam belas ) Asosiasi Profesi Jasa Konstruksi. Untuk melaksanakan amanat Pasal 33 ayat (2) UU Nomor : 18 Tahun 1999 diatas maka Dalam PP. Nomor : 28 Tahun 2000, melalui Pasal 26 ayat (1) mengatur tentang fungsi Lembaga ini (LPJK), yaitu sebagai Lembaga tingkat Nasional menetapkan norma dan aturan yang bersifat nasional yang kemudian menerbitkan
norma dan aturan yang bersifat nasional Nomor :
5
81/KPTS/LPJK/D/XI/2001 tentang Pedoman Sertifikasi dan Registrasi Badan Usaha Pelaksana Konstruksi Nasional Tahun 2002, dan telah dirubah dan di perbaiki dengan Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional Nomor : 11 a Tahun 2008 tentang Registrasi Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi. Dan teralhir dengan Keputusan Lembaga Kebijakan Pengadaan Penyedia Jasa Nomor. 1 tahun 2011 tentang Tata Cara Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Beberapa peraturan perundang-undangan yang dipaparkan diatas, adalah merupakan peraturan perundangan yang berkenaan dengan jasa konstruksi, dan peraturan perundangan ini tidak dapat berdiri sendiri tetapi berhubungan dengan peraturan perundangan yang lain, salah satunya adalah berhubungan dengan
Peraturan Perundangan Mengenai Pengadaan Jasa
Konstruksi Pemerintah Di Indonesia. Sehubungan dengan Pengaturan mengenai Pengadaan Jasa Konstruksi Pemerintah, Pasal 14 ayat (3) PP. Nomor : 29 Tahun 2000, mengatur „ Petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Jasa dalam rangka Pelaksanaan Pekerjaan konstruksi. Yang pembiayaannya dibebankan kepada Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 14 ayat (3) PP. Nomor : 29 Tahun 2000, diatas, dimana produk hukum yang mengikat
sebagai petunjuk pelaksana dalam rangka
pengadaan barang/.jasa pemerintah termasuk didalamnya Jasa Konstruksi adalah : 1. Keppres Nomor : 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah beserta Ptunjuk Teknis Pelaksanaan Keppres Nomor : 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan barang/jasa instansi Pemerintah dengan Surat Keputusan Bersama menteri Keuangan republic Indonesia dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor : S-2262/D.2/05/2000 2. Keppres Nomor : 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah, beserta lampirannya yang terkahir dengan perubahan dengan Perpres Nomor : 95 Tahun 2007 tentang Perubahan ke 7 atas Keppres Nomor : 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah; 3. Penpres Nomor : 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah , tanggal 6 Agustus 2010, yang mencabut dan menyatakan tidak berlaku sejak tanggal 1 Januari 2011 6
Keppres Nomor : 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah seperti yang telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor : 54 Tahun 2010, ( Perpres. 54 Tahun 2010), yang ramai diperbincangkan dikalangan Penyedia Pengadaan Barang /Jasa. Adalah merupakan wujud nyata dari upaya pemerintah untuk melakukan prinsif Good Governace and clean Governnment, atau tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. “Untuk melaksanakan prinsip tersebut
Pemerintah harus melaksanakan
prinsip
akuntabilitas dan pengelolaan sumber daya yang efisien , pembuatan peraturan yang baik dan tidak berpihak, serta menjamin terjadinya interaksi ekonomi dan sosial antara para pihak terkait secara tranparan, professional, dan akuntabel”3 Peningkatan kualitas pelayanan publik melalui penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih, perlu didukung dengan pengelolaan keuangan yang efektif, efisien , transparan, dan akuntabel . Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan keuangan Negara yang dibelanjakan melalui PBJP, diperlukan upaya untuk menciptakan keterbukaan, tranparansi, akuntabilitas serta prinsip persaingan yang sehat dalam proses PBJP yang dbiayai oleh APBN/.APBD, sehingga diperoleh barang/jasa yang terjangkau dan berkualitas serta dapat dipertanggung jawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan masyarakat. Perpres 54/2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dimaksudkan untuk memberikan pedoman pengaturan mengenai tata cara PBJP yang sederhana, jelas dan konprehensip, sesuai tata kelola yang baik.4 Pengaturan yang berdasarkan Peraturan Presiden Nomor : 54 Tahun 2010 ini merupakan sebuah peraturan yang mutahir, yang mengatur dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, akan tetapi mampukah system hukum yang dimiliki oleh Peraturan ini menjawab semua tantangan dan tujuan reformasi
dibidang pengadaan barang/jasa pemerintah dalam upaya efisiensi dan
efektifitas Keuangan Negara dan keuangan Daerah dan Apabila pengaturan ini bila dikaji secara substansinya masih bersifat umum berkenaan dengan pengadaan barang/jasa pemerintah dan belum spesifik mengatur mengenai pengadaan Jasa Konstruksi Pemerintah, karena disisi lain terhadap jasa Konstruksi pengaturannya
seperti yang dimaksudkan oleh Pasal 14 ayat (3)
3
. Ir. R. Serfianto dan Iswi Hariyani,SH.,MH., Rahasia Menag Tender Barang/Jasa, Pustaka Yustisia, 2011, hal 12 4 . Lihat Penjelasan Umum Perpres 54/2010 7
PP. Nomor : 29 Tahun 2000 Jo. PP. Nomor : 59 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Jasa konstruksi. Berkaitan dengan diberlakukannya Perpres Nomor : 54 Tahun 2010 yang harus berlaku efektif tahun 2011 diseluruh wilayah Indonesia Termasuk di Pemerintah Daerah Kota Pontianak dalam melakukan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Peneliti ingin mencoba menggali lebih dalam dari penerapan Peraturan ini
dalam bentuk penulisan Thesis
dengan judul
“PELAKSANAAN SISTEM LPSE BERDASARKAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR : 54
TAHUN
2010
TENTANG
PENGADAAN
BARANG/JASA
PEMERINTAH
JO.
PERATURAN LKPP NO.1 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA E-TENDERING DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGGUNAAN ANGGARAN YANG EFEKTIF
DAN
EFISIEN ( STUDI PENGADAAN BARANG/JASA APBD PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA PONTIANAK ) B. RUMUSAN MASALAH Bertitik tolak dari uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah Penerapan Sistem LPSE Dalam Pengadaan Barang Jasa Pemerintah Sudah Sesuai Dengan Ketentuan Pasal 1 ayat (37, 38, 39,40, 41 dan 42) Perpres Nomor : 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Jo. Peraturan LKPP Nomor : 1 Tahun 2011 Tentang E-Tendering Pada Pengadaan Barang di Dinas Pekerjaan Umum Kota Pontianak. 2. Faktor-faktor apa saja yang dapat menghambat Terhadap Pelaksanaan
Sistem LPSE
Bagi Pelaksanaan Jasa Konstruksi
Dalam Penggunaan APBD Pada Dinas
Pekerjaan Umum Kota Pontianak. 3. Upaya apa saja yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kota Pontianak dalam Pelaksanaan Pengadaan barang/jasa Pemerintah berdasarkan Perpres Nomor : 54 Tahun 2010, sehingga penggunaan Penggunaan Anggaran Pendapat Daerah efektif dan efisien. 8
C. PEMBAHASAN A. Ketentuan Pelaksanaan LPSE Untuk melaksanakan ketentuan yang termuat dalam
Pasal 134 ayat (1) dan (2)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor : 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta mengakomodir perkembangan implementasi E-Tendering pada pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi (K/ L/ D/ I) dibutuhkan pengaturan lebih lanjut mengenai tata cara E-Tendering disisi lain, dalam rangka mempercepat penyesuaian Standar Dokumen Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik terhadap perkembangan pengadaan barang/jasa perlu mengintegrasikan Standar Dokumen Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik dengan aplikasi SistemPengadaan Secara Elektronik (SPSE). bahwa berdasarkan beberapa pertimbangan yang tertuang dalam peraturan kepala lembaga pengadaan barang dan jasa perlu untuk di di tetapkan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tentang E-Tendering; Beberapa istilah yang termuat dalam peraturan ini antara lain 1. E-Lelang adalah metode pemilihan penyedia barang / pekerjaan konstruksi / jasa lainnya
secara elektronik untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua penyedia barang / pekerjaan konstruksi / jasa lainnya yang memenuhi syarat. 2. E-Seleksi adalah metode pemilihan penyedia jasa konsultansi secara elektronik untuk semua
pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua penyedia jasa konsultansi yang memenuhi syarat. 3. Aplikasi SPSE adalah aplikasi perangkat lunak Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE)
berbasis web yang terpasang di server Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) yang dapat diakses melalui website LPSE. 4. Pengguna SPSE adalah perorangan/ badan usaha yang memiliki hak akses kepada aplikasi SPSE, direpresentasikan oleh user id dan password yang diberikan oleh LPSE, antara lain Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP), Penyedia barang/jasa, Auditor/ Pemeriksa. 5. Pengelola Agregasi Data Penyedia adalah personil di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang memiliki tugas mengelola Agregasi Data Penyedia. 6. File adalah sekumpulan rekaman (records) yang saling berhubungan. 7. User id adalah nama atau pengenal unik sebagai identitas dirt dari pengguna yang digunakan untuk beroperasi di dalam aplikasi SPSE.
9
8. Password adalah kumpulan karakter atau string yang digunakan oleh Pengguna untuk memverifikasi user id kepada aplikasi SPSE. 9. Form isian elektronik adalah tampilan/antarmuka pemakai berbentuk grafts berisi komponen isian yang dapat diinput oleh pengguna aplikasi.Peraturan Kepala ini mengatur pengadaan barang/jasa pemerintah dengan cara E-Tendering. Berdasarkan pada Pasal 3, disebutkan : (1) E-Tendering dilaksanakan melalui aplikasi Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) yang dikembangkan oleh LKPP. (2) Pedoman pelaksanaan E-Tendering terdiri dari: a. Syarat dan ketentuan penggunaan aplikasi SPSE; b. Panduan penggunaan aplikasi SPSE (user guide); dan c.
Tata cara E-Tendering. Metode E-Tendering terdiri dari:
1. E-Lelang untuk pemilihan penyedia barang/ pekerjaan konstruksi/jasa lainnya.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 1) PPK yang belum memiliki kode akses (user ID dan password) aplikasi SPSE
harus melakukan pendaftaran sebagai pengguna SPSE. 2) PPK menyerahkan rencana pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang berisikan paket,
spesifikasi teknis, Harga Perkiraan Sendiri (HPS), dan rancangan umum kontrak kepada Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP). 3) Surat beserta lampirannya sebagaimana dimaksud pada angka 2) di atas dapat
berbentuk dokumen elektronik. 2. Pokja ULP 1) Pokja ULP yang belum memiliki kode akses (user id dan password) aplikasi SPSE hams melakukan pendaftaran sebagai pengguna SPSE.Pokja
ULP
menerima dan menyimpansurat / dokumenrencana pelaksanaan pengadaan yang disampaikan oleh PPKserta melaksanakan pemilihan. 2)
Pokja ULP menyusun dokumen pengadaan.
3)
Penyedia Barang/Jasa Penyedia barang/jasa yang belum memiliki kode aksesaplikasi SPSE wajib
melakukan pendaftaran pada aplikasi SPSE dan melaksanakan verifikasi pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) untuk mendapatkan kode akses aplikasi SPSE. 2. LPSE 1) LPSE menerbitkan kode akses Pengguna SPSE dan menyimpan dokumen 10
pendukung proses registrasi dan verifikasi pengguna SPSE. 2) LPSE dapat mendelegasikan tugas sebagaimana dimaksud pada angka 1) kepada
pengguna
SPSE
di
K/L/D/Isesuai
dengan
syarat
dan
ketentuan
penggunaan aplikasi SPSE. E-Seleksi untuk pemilihan penyedia jasa konsultansi. 1) Paket pemilihan yang dilakukan dalam aplikasi SPSE m e r u p a k a n p a k e t
p e m i l i h a n b a r u a t a u p a k e t pemilihan ulang pengadaan secara elektronik. 2) Pokja ULP membuat paket dalam aplikasi SPSE lengkap dengan informasi
paket dan sistem pengadaan berdasarkan informasi yang diberikan Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)/PPK maupun keputusan internal Pokja ULP. 3)
Pokja ULP memasukkan nomor surat/dokumen rencana pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang diterbitkan oleh PPK dan menjadi dasar pembuatan paket sebagaimana dimaksud pada angka 2).
4)
Pokja ULP menyusun jadwal pelaksanaan pemilihan berdasarkan hari kalender dengan alokasi waktu mengacu pada ketetapan waktu yang diatur pada Peraturan Presiden Nomor : 54 Tahun 2010 tentang Pangadaan Barang/Jasa
Pemerintah
dan perubahannya. 5)
Pokja ULP menyusun jadwal sebagaimana dimaksud pada angka 4) dengan memperhatikan jam kerja dan hari kerja untuk tahapan: a) pemberian penjelasan; b) batas akhir pemasukan penawaran; c) pembukaan penawaran; d) pembuktian kualifikasi; dan e) batas akhir sanggah/sanggah banding.
6) Dalam alokasi waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada angka Pokja ULP hams menyediakan paling kurang 2 (dua) hari kerja untuk tahapan: 7 ) P o k j a U L P d a l a m m e n g a l o k a s i k a n pemasukan dokumen penawaran untuk paket yang mensyaratkan jaminan penawaran; dan sanggah banding. w a k t u sebagaimana yang dimaksud pada angka 6) huruf a) harus memperhitungkan waktu yang diperlukan untuk mempersiapkan Dokumen Penawaran sesuai dengan jenis, kompleksitas, dan lokasi pekerjaan. 7) Penyusunan dokumen pengadaan secara elektronik dilakukan dengan cara: 11
a) panduan penggunaan aplikasi SPSE (user guide). Dokumen pengadaan dibuat
oleh Pokja ULP mengikuti standar dokumen pengadaan secara elektronik yang melekat pada aplikasi SPSE dan diunggah (upload) pada aplikasi SPSE; atau b) Dokumen pengadaan dibuat oleh Pokja ULP menggunakan form isian elektronik
dokumen pengadaan yang melekat pada aplikasi SPSE. 9 ) P e n yu s u n a n d o k u m e n p e n g a d a a n s e b a ga i m a n a dimaksud pada angka disesuaikan dengan syarat dan ketentuanpenggunaan aplikasi SPSE dan/atau b. Pemberian Penjelasan 1) Proses pemberian penjelasan dilakukan secara online tanpa tatap muka
melalui aplikasi SPSE. 2) Pokja ULP dapat memberikan informasi yang dianggap penting terkait
dengan dokumen pengadaan. 4) Pokja ULP menjawab setiap pertanyaan yang masuk, kecuali untuk substansi pertanyaan yang telah dijawab.Pokja ULP pada saat berlangsungnya pemberian penjelasan dapat menambah waktu batas akhir tahapan tersebut sesuai dengan kebutuhan. 5) Dalam hal waktu tahap penjelasan telah berakhir, Penyedia barang/jasa tidak dapat mengajukan pertanyaan namun Pokja ULP masih mempunyai tambahan waktu 3 (tiga) jam untuk menjawab pertanyaan yang masuk pada akhir jadwal. 6) Pokja ULP dilarang menjawab pertanyaan dengan cara mengumpulkan pertanyaan terlebih dahulu dan menjawab pertanyaan tersebut sekaligus pada waktu tambahan sebagaimana yang dimaksud pada angka 5). 7) Kumpulan tanya jawab pada saat pemberian penjelasan merupakan Berita Acara Pemberian Penjelasan. 8) Jika di anggap perl u dan t idak di mungki nkan memberikan info'masi lapangan ke dalam dokumenpemilihan dan Berita Acara Pemberian Penjelasan, Pokja ULP dapat melaksanakan proses pemberian penjelasan lanjutan dengan peninjauan lapangan/ lokasi pekerjaan. 9) Pelaksanaan pemberian penjelasan lanjutan dilakukan oleh seseorang selain Pokja ULP, antara lain oleh tenaga ahli pemberi penjelasan teknis yang telah ditetapkan oleh PPK dan ditugaskan oleh Pokja ULP. Hasil pemberian penjelasan lanjutan dituangkan kedalam Berita Acara Pemberian Penjelasan Lanjutan dandiunggah (upload) pada aplikasi SPSE oleh Pokja ULP. 12
Adendum dokumen pengadaan dapat dilakukan secara berulang dengan mengunggah (upload) adendum dokumen pengadaan melalui aplikasi SPSE paling kurang 2 (dua) hari sebelum batas akhir pemasukan dokumen penawaran. Apabilaadendumdokumenpengadaanmengakibatkankebutuhanpenmbahan waktu penyiapan
dokumenpenawaranmaka
Pokja
ULP
memperpanjang
batas
akhirpemasukan penawaran. c. Pemasukan Data Kualifikasi 1) Data kualifikasi disampaikan melalui form isian elektronik kualifikasi yang tersedia pada aplikasi SPSE. 2) Jika form isian elektronik kualifikasi yang tersedia pada aplikasi SPSE belum mengakomodir data kualifikasi yang disyaratkan Pokja ULP, maka data kualifikasi tersebut diunggah (upload) pada fasilitas pengunggahan lain yang tersedia pada aplikasi SPSE. 3) Pada prakualifikasi, Pokja ULP wajib meminta penyedia barang/jasa untuk melengkapi data kualifikasi dengan memanfaatkan fasilitas komunikasi yang tersedia pada aplikasi SPSE dan/atau fasilitas komunikasi lainnya. 4) Dengan mengirimkan data kualifikasi secara elektronik penyedia barang/jasa menyetujui pernyataan sebagai berikut: a) yang
bersangkutan
dan
manajemennya
tidak dalam
pengawasan
pengadilan, tidak pailit, dankegiatan usahanya tidak sedang dihentikan; b) yang bersangkutan berikut pengurus badan usaha tidak masuk dalam daftar hitam; c) perorangan/yang bertindak untuk dan atas nama badan usaha tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana; d) data kualifikasi yang diisikan benar, dan jika dikemudian hari ditemukan bahwa data/ dok-umen yang disampaikan tidak benar dan ada pemalsuan, maka direktur utama/pimpinan perusahaan, atau kepala cabang, atau pejabat yang menurut perjanjian kerja sama berhak mewakili badan usaha yang bekerja sama dan badan usaha yang diwakili bersedia dikenakan sanksi administratif, sanksi pencantuman dalam daftar hitam, gugatan secara perdata, dan/atau pelaporan secara pidana kepada pihak berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. e) pimpinan dan pengurus badan usaha bukan sebagai pegawai K/L/D / I atau pimpinan dan pengurus badan usaha sebagai pegawai K/L/D/I yang sedang mengambil cuti diluar tanggungan K/L/D/I. 13
f) pernyataan lain yang menjadi syarat kualifikasib yang tercantum dalam dokumen pengadaan. 5) Untuk penyedia barang/jasa yang berbentuk konsorsium/ kemitraan / bentuk kerjasama lain, pemasukan kualifikasi dilakukan oleh badan usaha yang ditunjuk mewakili konsorsium/kemitraan/bentuk kerjasama lain. Dalam hal penyampaian dokumen penawaran ditetapkan secara: a) satu file maka dokumen penawaran administrasi, teknis dan harga disampaikan dalam satu file penawaran terenkripsi. b) dua file maka dokumen penawaran administrasidan teknis disampaikan dalam satu file penawaran terenkripsi, serta penawaran harga disampaikan dalam satu file penawaran terenkripsi lainnya yang disampaikan bersamaan. c) dua
tahap,
maka
dokumen
p e n a w a r a n administrasi dan teknis
disampaikan dalam satu file penawaran terenkripsi, serta penawaran harga disampaikan dalam satu file penawaran terenkripsi lainnya sesuai waktu yang ditentukan. 3) Enkripsi file penawaran menggunakan Apendo/ Spamkodok. a)
Surat penawaran dan/ atau surat lain sebagai bagian dan dokumen penawaran yang diunggah (upload) ke dalam aplikasi SPSE dianggap sah sebagai dokumen elektronik dan telah ditandatangani secara elektronik oleh pemimpin/direktur perusahaan atau kepala cabang perusahaan yang diangkat oleh kantor pusat yang dibuktikan dengan dokumen otentik atau pejabat yang menurut perjanjian kerjasama adalah yang berhak mewakili perusahaan yang bekerjasama.
b) Penyedia barang/jasa tidak perlu mengunggah (upload) hasil pemindaian dokumen asli yang bertanda tangan basah dan berstampel, kecuali surat lain yang memerlukan tanda tangan basah dari pihak lain. Penyedia barang/jasa dapat mengunggah (upload) ulang file penawaran untuk mengganti atau menimpa file penawaran sebelumnya, sampai dengan batas akhir pemasukan penawaran. Pengguna SPSE wajib mengetahui dan melaksanakan ketentu an penggunaan Apendo/Spamkodok yang melekat pada Apendo/ Spamkodok. d) Untuk menjamin pelaksanaan pengadaan sesuai dengan prinsip-prinsip pengadaan, Pokja ULP dapat melakukan perubahan jadwal pemasukan dokumen penawaran dan memberikan penjelasan alasan perubahan. 14
e) Untuk penyedia barang/jasa yang berbentuk konsorsium/kemitraan/ bentuk kerj asama lain, pemasukan penawaran dilakukan oleh badan usaha yang ditunjuk mewakil ikonsorsium/kemitraan/bentukkerjasama lain. 4. Pembukaan Dokumen Penawaran dan Evaluasi 1) Pada tahap pembukaan penawaran, Pokja ULP mengunduh (download) dan melakukan dekripsi file penawaran dengan menggunakan Apendo/ Spamkodok. 2) Harga penawaran dan hasil koreksi aritmatik dimasukkan pada fasilitas yang tersedia pada aplikasi SPSE. 3) Terhadap file penawaran terenkripsi yang tidak dapat dibuka (dekripsi), Pokja ULP wajib menyampaikan file penawaran tersebut kepada LPSE dan bila dianggap perlu LPSE dapat menyampaikan file penawaran tersebut kepada LKPP. 4) Terhadap file penawaran terenkripsi yang tidak dapat dibuka yang disampaikan kepada LPSE atau LKPP, maka LPSE atau LKPP akan memberikan keterangan kondisi file penawaran kepada Pokja ULP. 5) Berdasarkan keterangan dari LPSE/LKPP apabila file penawaran tidak dapat dibuka maka Pokja ULP dapat menetapkan bahwa file penawaran tersebut tidak memenuhi syarat sebagai penawaran dan penyedia barang/jasa yang mengirimkan file penawaran tersebut dianggap tidak memasukan penawaran. 6)
File yang dianggap sebagai penawaran adalah dokumen penawaran yang berhasil dibuka dan dapat dievaluasi yang sekurang-kurangnya memuat: a) satu file: harga penawaran, daftar kuantitas dan harga untuk kontrak harga
satuan/gabungan, jangka waktu penawaran, dan deskripsi/ spesifikasi barang/jasa yang ditawarkan. b) dua file atau dua tahap: daftar kuantitas dan harga untuk kontrak harga
satuan/gabungan, jangka waktu penawaran, dan deskripsi/ spesifikasi barang/jasa yang ditawarkan. 7)
Dengan adanya proses penyampaian file penawaran yang tidak dapat dibuka (dekripsi) sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Pokja ULP dapat melakukan penyesuaian jadwal evaluasi dan tahapan selanjutnya.
8)
P o k j a U LP w a j i b m e l a k u k a n k l a r i f i k a s i k e p a d a p e n e r b i t s u r a t j a m i n a n p e n a w a r a n t e n t a n g keabsahan dan substansi jaminan penawaran.
15
9)
Ketidakabsahan atau penolakan klaim jaminan penawaran terhadap surat jaminan penawaran yang ditunjukkan oleh Pokja ULP dapat berakibat pada gugurnya syarat administrasi.
10) Pembuktian kualifikasi dilakukan diluar aplikasi SPSE (offline). 11) Dalam tahapan pembuktian kualifikasi, Pokja ULP tidak perlu meminta seluruh dokumen kualifikasi apabila penyedia barang/jasa sudah pernah melaksanakan pekerjaan yang sejenis, sama kompleksitasnya pada instansi yang bersangkutan. 12) Pokja ULP memasukkan hasil evaluasi penawaran dan hasil evaluasi kualifikasi pada aplikasi SPSE. B. Faktor-Faktor yang Menjadi Kendala Dalam Pelaksanaan Sistem LPSE Terdapat beberapa
kendala
dalam pelaksanaan
Sistem LPSE terhadap pengadaan
barang/jasa pemerintah terutama dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa di daerah salah satunya adalah di Pemerintah Kota Pontianak
muncul pertanyaan yang sangat panting
mcnyangkut peran teknologi informasi. Pertanyaan itu adalah apakah dengan teknelogi informasi, semua proses dijamin tidak akan ada kecurangan. Apakah kemudian proses manual yang dilekati oleh embel embel "e" atau elektronik, akan bersih dari rekayasa, kolusi, dan nepotisme. Tentu pertanyaan ini merupakan suatu factor kendala dan keraguan dari pengguna dan penyedia pengadaan barang / jasa
sangat ingin melihat tcrciptanya pemerintahan yang bcrsih serta
terkuburnya korupsi, kolusi, dan nepctisme di bumi Indonesia. Sayang sekali, jawaban saya waktu itu sangat tidak memuaskan bagi kita , karcna jawabannya adalah tidak.
Teknolcgi informasi tidak mcnjamin tidak akan ada pangaturan,
rekayasa, kolusi, nepotisme, dan hal-hal lain dalam proses operasional suatu sistem. Lalu kemudian bagaimana proses dengan biaya yang cukup mahal menyusun dan menyelenggarakan teknoiogi informasi, jika tidak menjamin hilangnya penyakit kronis bangsa ini Dengan teknelogi informasi, semua orang boleh berkolusi, korupsi, nepctisme, atau perbuatan curang lainnya, tetapi dengan satu syarat harus tercatat. Artinya, ketika nanti ada seseorang atau lembaga seperti kejaksaan, KPK, Bawasda, BPK atau lembaga lainnya bertanya apakah ada jaminan dalam proses sistem LPSE ini menjamin tidak terdapat kecurangan record Di sinilah letak hakiki dari sebuah tcknologi informasi. Hal yang utama dalam teknelogi informasi adalah bagaimana data-data yang ada dapat menjadi informasi yang valid, akuntabel, dan transparan. Untuk tujuan tcrsebut, bcrmunculan teknik-teknik baru dalam teknologi yang akan
16
terus beradaptasi sesuai dengan perkembangan kcbutuhan. Hal terscbut diwakili oleh istilah yang menjadi trademark-nya BJ Habibie,"Semua harus Hi-Tech". Sebagai contoh adalah teknologi keamanan atau security Teknologi ini bertujuan agar log sistem yang ada tidak salah dalam mencatat proses akibat ditumpangi oleh orang-orang atau tindakan yang tidak bertanggung jawab. Apabila teknologi security tidak ada, apa yang menjamin bahwa data yang ada dalam log sistem adalah benar. Demikian halnya dengan log sistem, fungsinya adalah mencatat setiap tindakan yang dilakukan mcnggunakan sistem informasi. Apabila terjadi pcnyimpangan, orang yang berbuat tersebut tidak akan bisa lagi berkilah ketika log sistem ditampilkan. E-Procurement dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat „Daerah' Sebenarnya, saya ingin mcnulis kaitan penerapan E-Government secara menyeluruh terhadap kcsejahtcraan rakyat di daerah. Karena perkembangan E-Government di Indonesia belumlah terlalu menggembirakan. Karena dalam kendala yang dihadapi dalam pelelangan elektronik atu lebih dikenal dengan EProcurement (baca: pro keurment) atau e-Prac. E-Proc hanyalah satu matarantai dari sistem manajemen pembangunan berbasis teknologi informasi yang oleh beberapa daerah termasuk Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) disebut
dengan E-Development. Dalam pengkajian , kebijakan ini dijadikan sala satu
pilot project penerapan good governance
Sekitar empat tahun lalu di Kalimantan Selatan.
Tepatnya tanggal 5 Agustus 2005, tidak kurang dari Gubernur, Bupati, Walikota, beserta DPRD se-Kalimantan Selatan menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU)pclaksanaan good governance di hadapan Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, dan KPK. Saat itu, benar-benar bangga sebagai urang banua. Ternyata, daerah kami mempunyai harapan dapat memiliki sistem kepemerintahan yang lebih baik. Sekarang, kalau ditanyakan sudah sejauh mana deklarasi ini berpengaruh positif
jawabannya sangat
normatif karena kembali fakta yang sering terjadi, apakah pelayanan publik di daerah semakin baik. Apakah transparansi dan akuntabilitas semakin tinggi. Terkait dengan good governance adalah peranan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sebagai sebuah alat untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik. TIK telah terbukti mampu mendcrong sistcm pemerintahan menjadi lebih efisien, efektif, dan akuntabel. Pertanyaannya, mengapa masih ada saja pandangan yang ragu terhadap kedigdayaan TIK dalam tata kelola pemcrintahan? Sekali lagi ditcgaskan, EGovernment adalah alat untuk mempcrbaiki tata kclola pemerintahan dan cara pemerintah melayani masyarakatnya. (efek ganda) yang signifikan bagi peningkatan kesejahteraan
17
masyarakat di daerah. E-Government bukan hanya perlu dipikirkan, tetapi juga sudah saatnya untuk diimplementasikan. Dalam beberapa media masa seperti media eletronik terdapat berita-berita pengadaan barang/jasa dimana seakan kerja pemerintahan seakan hanya mengurus proyek atau lelang karena terlihat sepintas bahwa subjek yang terlibat hanya pcmcrintah dan penyedia jasa. Hampir 50% kegiatan pemerintahan didominasi oleh pengadaan barang/jasa ini. Hal tersebut
tidak bisa
ditolak, karena pemerintah tidak dapat melaksanakan sendiri kegiatan pembangunan. EProcurement seharusnya berpihak pada pelaku usaha di daerah. Namun bukan berarti pada tataran lokalisasi
pengerjaan paket pelelangan. Apabila ini dilakukan
justru akan menyebabkan
pengusaha lokal tidak mampu „ meningkatkan kualitas untuk bersaing dengan dunia luar. E·Procuremen takan terasa kecil pengaruhnya apabila hanya di arahkan pada pemberdayaan pengusaha hilir, dalam hal ini pemilik badan usaha peserta ' pelelangan. E-Procurement harus benan-benar dijadikan alat yang dapat memicu peningkatan kualitas kesejahteraan pengusaha hulu tentunya dilcngkapi alat E-Government yang lain. Supply Chain Management (SCM). Manajemen Rantai Pasokan Setiap tahunnya, pemerintah daerah menginventarisasi kebutuhan pembangunan didaerahnya. lnventarisasi ini biasanya dilakukan melalui sebuah system perencanaan pembangunan yang komprehensif. terkait kebutuhan pembangunan di daerah. Database ini kemudian dipilah ke dalam jenjang tertentu terkait dengan kemampuan daerah, sehingga muncullah pengklasifikasian berdasarkan kriteria prioritas dan tahapan. Pada tahap ini, pemerintah bisa memanfaatkan TIK dalam mengelola database usulan sebagai salah satu bahan mentah perencanaan pembangunan, sebut saja sistemnya E-Musrenbang. Singkatnya, tersusunlah sebuah dokumen APBD tahunan. Melalui TIK, dokumen APBD ini dapat menjadi database kebutuhan daerah akan bahan baku, tenaga kerja, peralatan dan lainnya baik di sisi kuantitas maupun kualitas. Alat yang dapat dimanfaatkan, sebut saja aplikasi E-Budgeting. Akan terlalu rumit kalau dirinci secara detail, tetapi melalui aplikasi ini semestinya daerah sudah bisa memprediksi kebutuhan bahan baku yang dibutuhkan dalam satu tahun anggaran. Berbekal database ini, pemerintah mempunyai data perkiraan dasar akumulasi dana yang akan berputar di daerah akibat pengadaan barang/jasa daerah. Secara kuantitatif sudah dapat dihitung, tinggal bagaimana kualitas juga dapat dijamin. Pemerintah sesuai dengan tugas dan fungsinya dapat saja melakukan intervensi pada standarisasi kualitas bahan mentah dan tenaga kerja. Dinas dapat melakukan pembinaan terhadap pengusaha batu bata di sentra produksinya, sehingga kualitas batu bata memenuhi standar industry atau konstruksi yang ada dan berhak untuk 18
disertifikasi. Demikian juga di sisi tcnaga kerja lokal, seperti tukang bangunan. Dinas Tcnaga Kcrja dan Pembina Jasa Konstruksi dapat melakukan pembinaan secara intcnsif agar tukangtukang bangunan lokal yang berpendidikan rendah, dapat meningkatkan keahlian praktisnya. Bahkan, bisa ditctapkan tingkatan keahlian yang dibuktikan dcngan sertifikat keahlian. Perlu diingat bahwa sertifikasi ini harusnya bersifat insentif bahkan perlu digratiskan apabila ada dukungan pemerintah. Dengan demikian, tidak lantas menimbulkan beban bagi pengusaha atau tcnaga kerja. Sertifikasi ini kcmudian digunakan dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintahan melalui E-Procurement. Di sisi pemerintah dan kualitas pelayanan public lebih dahsyat lagi, karena problem tentang kualitas bahan baku dan tenaga kerja yang selama ini menjadi momok menakutkan, dapat diminimalisasi. Ada jaminan bahwa dengan bahan baku dan tenaga kerja yang terstandarisasi, kualitas konstruksi tentu dapat terjamin mutunya. E-Procurement memiliki fungsi utama untuk mengamin proses pengadaan barang/jasa pemerintahan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Selain itu, E-Procurement juga menjamin transparansi, standarisasi, dan akuntabilitas proses pengadaan yang dapat diikuti dan diawasi secara bersama-sama oleh masyarakat. Hal terpenting bahwa E-Procurement secara khusus atau
pengadaan barang/jasa
pemerintahan secara umum, harus berpihak pada peningkatan kualitas pelayanan publik, tata kelola pemerintahan yang baik, dan kesejahteraan rakyat yang digadang-gadang dalam konsep good governance. E-Procurement tidak hanya difokuskan pada pemberdayaan pengusaha hilir (pemilik badan usaha) yang sifatnya perdagangan (trading). Namun, juga fokus pada pemberdayaan pengusaha hulu (usaha kecil dan menengah)
jelas-jelas merupakan penggerak perekonomian
daerah. Cita-cita utopis ini masih terikat pada komitmen Sermua pihak dalam mewujudkan pemerintahan yang baik bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta berorientasi pada kesejahtcraan rakyat. Tujuan utamanya agar TIK mampu dimanfaatkan sccara maksimal olch pemerintah daerah, demi tercapainya kesejahteraan rakyat yang kita dambakan bersama. Hal yang terpenting bukan kapan hal ini akan tercapai, tetapi kapan kita mcmulai. E-Procurement yang Membingungkan Mengapa E-Procurement itu mcmbingungkan? Hal tersebut terjadi karena penerapan sistem ini masih terbilang baru. Kebingungan-kebingungan yang terjadi pada setiap hal baru apalagi soal pcnerapan teknclogi informasi menjadi sangat wajar. Bukan orang awam saja yang bingung, kalangan ahli sekalipun pasgakan mengalaminya. Menjadi tugas kita semua untuk mempelajari dengan pikiran dan hati terbuka yang berpegang pada aturan, referensi, dan niat yang objektif agar kebingungan ini tidak lantas 19
membuat kita salah jalan. E-Procurement dipcrcaya mampu menciptakan sebuah proses pengadaan yang transparan dan akuntabel. E-Procurement hanyalah sebuah alat, tidak beda dengan senjata api yang manfaatnya sangat tergantung pada sipengguna. Dalam kerangka ini ada dua hal panting yang dapat membawa E-Procurement ke arah yang positif yaitu komitmen dan kompetensi. Dalam hal apa pun, komitmen dan kompetensi menjadi sangat panting. Terlebih dalam kaitannya dengan dari pengusaha hulu sampai hilir. Dengan konsep ini, bahan baku dan tenaga kerja harus benar-benar terstandarisasi dengan baik dan hal ini harus dipcnuhi oleh pcngusaha hilir apabila ingin mendapatkan pekerjaan pada proses pelelangan. Kita bisa bayangkan betapa besar pengaruh dari standarisasi bahan baku seperti standarisasi bata atau paving bagi peningkatan kescjahteraan produsen bata lokal memenuhi standar mutu produk yang ditetapkan. Demikian juga dengan besaran serapan tenaga kerja yang memiliki kompetensi standar dalam proyek pembangunan. Di sisi kualitas, hasil pembangunan tentu sudah bisa diprediksi. Dengan bahan baku dan tenaga karja terstandarisasi, siapa pun pcngusaha hilir yang mcmenangi pelelangan baik lokal atau nonlokal, kualitas hasilnya tentu bisa dipertanggung jawabkan. Salah satu tugas pcmerintah adalah membina pengusaha hulu melalui program-program pembinaan dan sertifikasi, agar pengusaha lokai mampu meningkatkan kemampuannya untuk memenuhi standarisasi yang ada. Misalnya, Dinas Parindustrian yang mcmiliki tugas pihak yang sangat mendambakan terwujudnya sistem pengadaan barang/jasa yang transparan dan akuntabel melaui sistem E-Procurement, akhirnya berujung pada keraguan terhadap keandalan sistem tersebut. Sistem E-Procurement secara umum di antaranya Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP), E-Procurement
Kemcnterian
Pekerjaan Umum, Sistem Informasi Pcmbina Jasa Konstruksi (SIPAJAKI), dan sistem lainnya keandaannya tergantung pada komitmen dan
kempetensi manusia yang membuat,
menjalankannya , dan meggunakannya. E-Procurement sejak awal telah diatur ketentuannya dalam Keputusan Di era Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor : 54 Tahun 2010 ( Perpres Nomor : 54 Tahun 2010 ) beserta perubahannya, E-Pmcurement semakin mcndapatkan porsi besar dalam sistem pcngadaan barang/jasa pcmerintah di Indonesia. E-Procurement tidak bisa hanya dijalankan dengan komitmcn seperti niat, kemauan, dan kehendak saja. Tanpa kompetensi, sistem E-Procurement yang dijalankan akan menyalahi ketentuan atau rule of the game yang ada. Demikian juga sebaliknya, sistem E-Procurement tidak hanya dijalankan oleh orang-orang yang berkompctensi tinggi. Tanpa komitmen mewujudkan prinsip-prinsip dasar pengadaan barang/jasa pcmerintah, ketentuan yang tertuang pada Perpres 20
Nomor 54 Tahun 2010 scbagaimana diubah terakhir dcngan Perpres Nomor : 70 T\ahun 2012, pada akhirnya akan bermuara pada pemanfaatan sistem untuk kepentingan kepentingan pribadi, golongan, atau penyimpangan lainnya. jelas bahwa komitmen, kompetensi, dan sistem adalah perpaduan yang amat panting bagi pcrwujudan pcngadaan barang/jasa pemerintahan yang baik. Salah satu hal yang akhir ini mcncuat adalah keberpihakan E-Procurement kepada pengusaha kecil dan menengah lokal. Beberapa pihak khawatir, dengan semakin terbukanya proses pengadaan justru akan mematikan pengusaha lokal khususnya pengusaha kecil dan mencengah. Sungguh, kekhawatiran yang tidak beralasan menurut, karena sesungguhnya persaingan adalah wahana pendewasaan dan pematangan pengusaha lokal agar mampu meningkatkan kompetensinya. yang patut dilindungi dan dibina oleh pemerintah lewat sistem E-Procurement. E-Procurement sejatinya berpihak pada pelaku usaha di daerah.
Namun, bukan berarti
pada tataran pembatasan wilayah atau lokalisasi. E-Procurement akan terasa kecil pengaruhnya apabila hanya diarahkan kepada pemberdayaan pengusaha hilir, dalam hal ini pemilik badan usaha pcserta pelelangan. Menjadi sia-sia rasanya jika dana pembangunan sedemikian besar hanya digunakan untuk “mensejahterakan" pemilik usaha peserta pelelangan. Sementara di luar sana, masih banyak pengusaha yang tidak punya akses tcrhadap pelelangan, misalnya pengusaha batu bata, pasir, kayu, besi, pedagang, dan lainnya. Justru pengusaha hulu ini1ah yang sebenarnya berperan besar dalam menggerakkan roda ekenomi daerah. E-Procurement seharusnya juga bisa dijadikan alat yang dapat mcmicu peningkatan kualitas kesejahteraan pengusaha hulu. Keppres Nomor : 80 Tahun 2003 dan perubahannya sampai Perpres Nomor : 54 Tahun 2010 dan perubahannya, berisi tentang pcran serta usaha kecil yang menekankan pada peranan lembaga teknis daerah dalam merencanakan, mengoordinasikan, dan menginformasikan peluang usaha kecil, termasuk koperasi kecil dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah. Persoalan ini harus didekati dengan konsep supply chain management (SCM) yang menerapkan standarisasi atas semua rantai proses produksi Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas tentang bagaimana Implementasi Peraturan Presiden
Nomor: 54 Tahun 2010, tentang Pengadaan barang/jasa pemerintah dengan
menggunakan sistem e – elektronik di kota Pontianak Dalam konteks yang berbeda persaingan usaha dibidang penyedia barang dan jasa pemerintah sebagai perbandingan dapat memberikan kualitas dan kuantitas pekerjaan dapat di andalkan karena berdasarkan perbandingan antara jumlah penggunaan Pengadaan barang/jasa oleh pemerintah dengan jumlah paket pekerjaan yang ada cukup memerikan konstribusi dan peran aktif untuk mengisi pembangunan di kota Pontianak. 21
Peraturan Presiden Nomor : 54 Tahun 2010, yang efektif berlaklu diseluruh Indonesia Tahun 2011, dengan menggunakan sistem on line (e-elektronik), sebenarnya secara administrative hal tersebut bertujuan untuk melakukan penyederhanaan dalam aspek pelayanan administrasi pada birokrasi yang selama ini merupakan penyebab utama gagalnya pelayanan public oleh pejabat negara, kepada masyarakat. Pengkajian diberbagai bidang termasuk bidang pelayanan administrasi pada usaha pengadaan barang dan jasa pemerintah sangat buruk. Oleh karena itu perlu kesiapan yang matang untuk menerapkan Perpres ini dalam melakakukan pelayanan pengadaan barang/jasa pemerintah dengan sisitem online ( E-Elektronik), tetapi berdasarkan pada pakta yang ada dilapangan menunjukan belum adanya kesiapan dari para usaha penydia pengadaan barang/jasa dengan system elektonik. Karena beberapa hal. 1. Kendala yang dihadapi oleh Dinas Pekerjaan Umum Kota Pontianak Pertanyaan, yang diajukan, Apakah Sistem E-Elektronik dalam pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah melalui Dinas Pekerjaan Umum kota Pontianak sudah dapat dilaksanakan dengan maksimal. Berdasarkan daftar wawancara yang penulis kemukakan melalui Dinas Pekerjaan Umum Kota Pontianak, dengan memberikan jawaban “ pada prinsipnya Dinas Pekerjaan Umum Kota Pontianak ingin berupaya untuk melakukan sistem pengadaan barang/jasa pemerintah
dengan menggunakan sistem elektronik, hal diupayakan agar dalam
pelaksanaannya dapat menghindari kekeliruan yang sering terjadi, terutama pada saat penawaran dilakukan, yang sarat dengan kekerasan dan seakan memaksakan kehendak, tetapi kendala yang dihadapi adalah sarana dan prasarana yang dimiliki belum memadai, dan masih ketergantungan dengan sistem yang saat ini belum memenuhi persyaratan untuk melakukan on line. Pertanyaannya “ Upaya apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Pontianak dalam memaksimalkan inplementasi Prerpress Nomor : 54 tahun 2010 dalam kaitannya melaksanakan sistem elektronik pada pengadaan barang/jasa pemerintah di lingkungan
Pemerintah kota
Pontianak Jawaban, Seperti yang dijelaskan pada pertanyaan pertama maka upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Pontianak dalam mengimplementasikan Perpres Nomor : 54 Tahun 2010, dengan sistem pengadaan barang/jasa ini adalah selain menerapkan sistem pelayanan On line untuk beberapa paket pekerjaan yang dilakukan oleh dinas, tetapi ini masih dalam tahap sosialisasi, dengan harapan selalu menambah sarana dan prasarana yang dimiliki untuk mendukung terlaksananya sistem pengadaan barang/jasa dengan sistem online ( E-elektronik)
22
2. Badan Pemeriksa Keuangan Pertanyaan yang diajukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan, “Apakah sistem elektronik ini dapat menunjang pelaksanaan administrative dibidang pengadaan barang /jasa pemerintah. Jawaban „ Pada prinsipnya sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh Perpress Nomor : 54 Tahun 2010, dimana penerapan peraturan tersebut sudah harus dilaksanakan tahun anggaran 2011/2012 yang baru berjalan, tetapi pada kenyataannya pada tahap audit/pemeriksaan, sebagian besar masih menggunakan sistem yang dilakukan dengan cara langsung, harapan dan meruipakan sebuah upaya dimana pelaksanaan sistem ini dapat berjalan Pemerintah Kota Pontianak meningkatkan sarana dan prasarananya dalam kaitannya pengadan barang/jasa pemerintah. 3. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pertanyaan “ Apakah dengan berlakunya Perpres Nomor. 54 Tahun 2010, dimana sistem pengadaan barang/jasa pemerintah dengan system E-Elektronik dapat mengurangi permainan curang di dunia pengadaan barang/jasa, serta bagaimana implemntasinya. Jawaban “ Melihat dari system yang diatur dalam Perpres Nomor : 54 Tahun 2010, dimana sistem pengadaan barang/jasa Pemerintah Khususnya di Kota Pontianak setidak-tidaknya dapat mengurangi permainan curang dalam dunia usaha pengadaan barang/jasa pemerintah, karena hal tersebut hanya bisa dilakukan oleh pengusaha-pengusaha yang memiliki sumber daya manusia yang profesionlisme, tetapi pada tataran pelaksanaan Perpres ini belum maksimal dilaksanakan, selain baru berjalan satu tahun, Perpres ini belum di dukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, hal ini tidak terjadi di Kota Pontianak bahkan secara nasional. C. Upaya Yang Dilakukan Dalam Efisiensi dan Kecurangan Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kerugian keuangan Negara yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa sangat besar, berdasarkan data Bank dunia (WORD Bank) bahwa setiap tahunnya lebih dari 10 Milryar Dollar Amerika atau sekitar 85 Triliun Rupiah Anggaran Pemerintah Pusat baik untuk belanja Rutin, maupun proyek-proyek pembangunan dibelanjakan melalui proses pengadaan barang/jasa pemerintah.5 Berkenaan dengan hal ini BPKP menyatakan bahwa dari belanja barang dan jasa terjadi kebocoran
5
rata-rata 30%, maka dari keuangan
.Kebocoran Dalam pengadaan Barang/Jasa Pemerintah , dalam http;//iprocwatch. Org/ 23
poemerintah pusat saja potensi kebocoran bias mencapai minimal 25 triliun Rupiah.6 Transparansi Internasional mempekirakan “…damage from corruption is estimated at normally between 10% and 25%, and in some cases as high as 40 to 50%, of ye contract value” Karenanya,
tidaklah
mengherankan apabila
dalam Corruption
Perception
7
Oleh
Index(CPI)
Transparancy International Indonesia (TII) skor CI Indonesia tahun 2006 adalah 2,4 dan pada tahun 2007 naik menjadi 2,3. 8 Artinya, Negara yang dipresepsikan terkorup di dunia. Komitmen Pemerintah Indonesia terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang dan jasa tercermin dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 (selanjutnya disingkat Inpres Nomor : 5 Tahun 2004), tentang Percepatan Pemberantasan yang menginstruksikan kepada: (1) Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu; (2) Jaksa Agung Republik Indonesia; (3) Panglima Tentara Nasional Indonesia; (4) Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia; (5) Para Kepala Lembaga Pemerintah Non-Departemen; (6) Para Gubernur; (7) Para Bupati dan Walikota untuk: Melaksanakan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor : 54 Tahun 2010, tentang Pengadaan barang dan jasa Pemerintah secara konsisten untuk mencegah berbagai macam kebocoran dan pemborosan penggunaan keuangan Negara, baik yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Komitmen tersebut kemudian dipertegas lagi oleh Presiden koordinasi (Rakor) yang menyepakati beberapa
langkah pencegahan korupsi, yaitu: pertama, membersihkan kantor
Keprisidenan, kantor wakil presiden, sekretaris, sekretaris Negara, serta yayasan-yayasan; kedua, mengawasi pengadaan barang di semua departemen; ketiga,; ketiga, mencegah penyimpangan dalam pembangunan infrastruktur lima tahun ke depan; empat, menyelidiki penyimbangan di lembaga Negara (seperti departemen dan BUMN); lima, memburu terpidana korupsi yang kabur ke luar negeri; enam, meningkatkan intensitas pemeberantasan penebangan liar; kedelapan, meneliti pembayar pajak dan cukai.9 Korupsi telah “membudaya” dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, demikian ungkapan yang sering didengar bahkan mungkin pernah diucapkan. Istilah “uang pelicin”, “uang
6
Ibid
7
Transparency International, 2006, Curbing corruption in Public Procurement, handbook, p.13 Skala CPI adalah 1 – 10, makin besar skor CPI suatu Negara berarti semakin bersih dari korupsi, sebaliknya semakin kecil skor CPI suatu Negara berarti semakin korup. Lihat, http://kammirema.wordpress.com/2007/12/28/refleksi-akhit-tahun-indonesia-2007/ 9 Presiden: Pemberantasan Korupsi Dimulai dari Lingkungan istana, dalam http://www.lin.go.id, Kamis, 28 April 2005; Presiden pastikan langkahnya berantas korupsi akan efektif, dalam http://www.kompas.co.id, Sabtu, 30 April 2005. 8
24
administrasi” dan sebagainya merupakan praktek-praktek korupsi yang tidak asing lagi didengar. Antara penerima dan pemberi “suap” sudah “Tahu Sama Tahu (TST)”. Kenapa hal tersebut (korupsi) bisa terjadi.
Pertanyaan sangat sederhana, namun cukup pelik untuk ditemukan
jawaban yang pasti. Dari berbagai aspek telah dikaji untuk member jawaban atas petanyaan tersebut. Indonesia Prourement Watch (IPW) mengidentifikasi factor penyebab terjadi korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, pertama, lemahnya kerangka hokum dan kelembagaan; kedua, lemahnya kapasitas pengelola pengadaan barang dan jasa pemerintah; dan ketiga, lemahnya kepatuhan terhadap peraturan, pengawasan, dan penegakkannya. 10 Emil Salim mengidentifikasi titik rawan korupsi pengadaan barang dan jasa pemerintah di Indonesia adalah: pertama, pada proses perencanaan yang dimulai dengan identifikasi proyek dan studi kelayakannya (feasibility study). Kedua, pada system yang dipakai. Ketiga, pada proses tender. Keempat, pada penggunaan wewenang pejabat. Kelima, pada pengisian Daftar Isi Proyek (DIP) dan pada pencairan DIP menjadi sasaran “disunat”11. Asmawi Rewansyah, dalam ceramahnya pada Lokakarya Hukum Administrasi dan Korupsi yang diselenggarakan Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya tanggal 28-30 Oktober 2008, menjelaskan terjadinya korupsi karena ada niat/nawaitu (intention) ditambah adanya peluang/ kesempatan (opportunities). Senada dengan yang pernah disampaikan Robert Klitgaard, dalam bukunya yang berjudul Corrupt Cities, A Pratical Guide to Cure Prevention, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia “ Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintahan daerah”, yang menjelaskan terjadinya korupsi dengan membuat rumus sebagai berikut12 Rumusan diatas diajukan dalam kaitannya dengan strategi pencegahan (prevention) korupsi yang bersumber pada akar permasalahan munculnya peluang korupsi, yaitu karena adanya monopoli kekuasaan (monopoly power) didukung oleh adanya kewenangan untuk mengambil keputusan (dicreation by officials) namun tidak ada pertanggungjawaban (accountability) Selain berbagai factor penyebab korupsi yang telah diungkapkan di atas, juga masalah korupsi telah dikaji dari berbagai perspekti, antara lain: Artidjo Alkostar yang meneliti “Kolerasi 10
Dalam http://www.a-smarthing.com/ Lihat,www.bppk.depkeu.go.id/default.asp?id=10&prg+artikel/9.htm 12 Robert Klitgaard, et.al, 2005, Corrupt Cities. A Practoca Cuide to Cure and Prevention, alih bahasaan, Masri Maris, penuntut pemberantasan dalam pemerintah daerah, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hgal. 29.
11
25
Korupsi Politik dengan Hukum dan Pemerintahan Negara Modern (telaah tentang praktek korupsi dan penanggulangannya)”, dengan fokus penelitiannya pada korupsi politik yang berkolerasi dengan dimensi sosio politik, sosio ekonomi, sosio cultural, sosio yudiris, dan hak asasi manusia. Disamping itu, ditelaah pula tentang upaya (kebijakan/strategi) penanggulangannya.
13
Hal ini
berarti bahwa korupsi telah merambah ke dalam “dunia” politik. Indriyanto Seno Adji dalam bukunya berjudul “Korupsi Kebijakan Aparatur Negara dan Hukum Pidana” mendeskripsikan ajaran sifat melawan hukum materiel (materiele wederrectelijkhied) tidak saja dan fungsi negative melainkan juga dari fungsi positifnya.
14
Dalam buku tersebut, beliau juga mengkaji
ajaran sifat melawan hokum materiel baik yang berkembang dalam doktrin maupun dalam praktek pengadilan. Di samping itu, dalam beberapa kasus/ perkara tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa, seringkali Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Panitia Pengadaan Barang dan jasa didakwa atau dituntut melakukan perbuatan “penyalahgunaan wewenang” dalam proses pengadaan barang dan jasa. Penelitian Nur Basuki Minarno tentang “Penyalahgunaan Wewenang Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah yang Berimplikasi Tindak Pidana Korupsi” memfokuskan kajiannya pada konsep penyalahgunaan wewenang yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah baik dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi maupun dalam putusan pengadilan.
15
hasil penelitian Nur Basuki Minarno menyatakan bahwa
penyalahgunaan wewenang merupakan bagian inti delik (bestanddeel delict) dalam pasal 3 UU Nomor : 31 Tahun 1999 Juncto UU Nomor : 20 Tahun 2005 (selanjutntya disingkat UU PTPK), oleh karenanya penuntut umum harus membuktikan unsure tersebut dalam dakwaannya. Jika unsure penyalahgunaan wewenang tidak terbuktu maka arrest Zandorvoorts (H.R 14 Januari 1949) oleh Hoge Raad dikatakan: putusannya berupa pémbebasan (vrijsraak)." Penelidan Beni Murdani tentang "Tindak Pidana Korupsi dalam Pengadaan barang dan jasa oleh Pernerintah" memfokuskan kajiannya pada proses pengadaan barang dan jasa pemerintah yang berimplikasi korupsi. Hasil penelirian tersebut rnendeskripsikan bahwa proses pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah sangat rawan terjadinya penyinpangan-penyimpangan yang mengarah pada tindak
13
Artidjo Alkosar, 2007, disertasi, Kolerasi Korupsi Politik, dengan Hukum dan Pemerintahan di Negara Modern (Telaah tentang praktek korupsi dan penanggulanganya), Universitas Diponoegoro, semarang, hal. Viii. 14 Indriyanto Seno Adji, 2007, Korupsi Kebijakan Aparatus Negara & Huku Pidana, CV. Diadit Media, Jakarta, hal. v 15 Nur bsuki Minarno, 2006, disertasi, penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan keuangan daerah yang berimplikasi tindak pidana korupsi, Universitas Airlangga Surabaya, hal. 27. (Nur basuki Minarno, I) 26
pidana korupsi, dan tahap persiapan sampai pada tahap pelaksanaan pengadaan.16 Hasil pcnclitian Beni Murdani, masih membutuhkan kajian yang mendalam, karcna tidak menjelaskan secara rinci penyimpangan apa saja yang dapat muncul pada masing-masing tahap proscs pengadaan barang dan jasa pemerintah. Yohanes Sogar Simamora, dalam pidato pcngukuhan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Perdata pada Fakultas Hukum Univcrsitas Airlangga Surabaya menegaskan bahwa penyalahgunaan kontrak dengan tujuan untuk mcrugikan kcuangan ncgara merupakan fenomena yang sering kita jumpai dalam rnasyarakat.17 Mencermati berbagai pengkajian di atas, masalah tanggung jawab pidana dalarn korupsi pengadaan barang dan jasa oleh permrintah merupakan masalah yang tersisa dan belum ini menarik untuk dikaji dan diteliti mengingat baik dalam doktrin maupun dalam praktek belum ada parameter perbedaan antara tanggung jawab pidana dan tanggung jawab jabatan jika terjadi kesalahan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa oleh pemerinrah. Tanggung jawab pidana adalah tanggung jawab pribadi yang berturnpu pada kesalahan pribadi dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Sedangkan tanggung jawab jabatan adalah tertumpux pada kesalahan jabatan yaitu kesalahan dalam pengunaan wewenang dalam pengadaan barang dan jasa. Mengingat keunikan tersebut, maka fokus kesalahan jabatan dalam pengadaan barang dan jasa adalah terletak pada keabsahan pengadaan barang dan jasa itu sendiri. Merujuk pada Philipus M. Hadjon, maka keabsahan pengadaan barang dan jasa mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu wewenang, prosedur, dan substansi. Karena aspek ini harus dilihat dalam konteks tahapan pengadaan barang dan jasa. 3 (tiga) tahap pengadaan barang dan jasa, yaitu tahap persiapan, tahap proses, dan tahap pelaksanaan kontrak. Berbeda dengan Transparency Internasional (TI) yang lebih rinci membagi tahapan pengadaan barang dan jasa sebagaimana terlihat dalarn gambar berikut: 21 dilakukan pengkajian sccara mcndalam dan khusus. MasalahMasingnmasing tahap be:rp0tcnsi tcrjadinya pcnyimpangan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa. Pihak- pihak yang dimaksud adalah Pejabat Pembuat Komitmcn (PPK) dan Panitia Pcngadaan di satu pihak, dan Pcnycdia barang/ jasa di lain pihak. Pejabat Pembuat Komitcn (PPK ) 22 adalah pejabat yang diangkat oleh Pcngguna Anggaran/Kuasa Pcngguna Anggaran/Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI)/Pcmimpin Badan Hukum Nlilik Ncgara (BHMN)/Direksi Badan Usaha MilIk Ncgara (BUMN) /Badan Usaha MilikDacrah scbagai pcmihk pckcrj aan yang bcrtanggung jawab atas pclaksanaan pcngadaan barang dan jasa 16
.Beni Murdani,2007 ThesisPidana Kurupsi Dalamk pengadaan Barang/Jasa Oleh Pemerintah, Universitas Airlangga Surabaya, hal 143-144 17 Ibid hal 159 27
berdasarkan Perpres no.54 tahun 2010 Panitia . Pcngadaan adalah tim yang diangkat oleh Pcngguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran/Dcwan Gubcrnur BI /Pimpinan BHMN /Direksi BUMN/Dircksi BUMD, untuk mclaksanakan pcmilihan penyedia barang dan jasa Penyedia barang dan jasa adalah badan usaha atau 0rang perseorangan yang kegiatan usahanya menyediakan barang/layanan jasa Dalam praktek, pihakpihak tersebut seringkali dianggap sebagai pihak yang bertanggungjawab apabila terjadi penyimpangan terhadap ketentuan dan pr0ses pengadaan barang dan jasa. Bahkan pihak-pihak tersebut Iangsung dipmses secara pidana, padahal tidaklah demikian. yang menentukan bahwa pihak- pihak yang ternyata terbukti melanggar ketentuan dan prosedur pengadaan barang dan jasa, maka: a. dikenakan sanksi administrasi; b. dituntut ganti rugi/digugat secara perdata; c. dilaprkan untuk diproses secara pidana. Seharusnya langkah penanganannya diawali dengan mengidendiikasi dan mengklasifikasi apakah penyimpangan tersebut termasuk dalam ranah hukum administrasi atau hokum perdata atau hukum pidana. Langkah pengidendfikasian dan pengklasifikasian ini penting untuk mengetahui aturan hukum mana yang akan diterapkan pada kasus in-konkreta. Persoalan lain yang muncul pada pengadaan barang dan jasa adalah pertanggungjawaban pidana (criminal resposbiliti). Jefferson menjelaskan criminal mpomibihgi is largey faunded an moral
culfability.
yaitu
pertanggungjawaban
pidana
umumnya
bersumber
dari
pertanggungjawaban. Apa yang diungkapkan Jafferson terscbut craf kaitannya dcngan pertanggung jawaban dalam pengadaan pengadaan barang dan jasa, karena pihak-pihak yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa dituntut memilik integritas moral yang tinggi serta mematuhi etika
pcngadaan
scbagai tercantum dalam Peraturan perundangan yang berlaku
seperti Perpres Nomor : 54 Tahun 2010. a.
melaksanakan tugas sécara tertib, discrtai rasa tanggung jawab untuk mcncapai sasaran kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan pengadaan barang dan jasa;
b.
bckerja sccara profesional dan mandiri atas dasar kejujuran, serta menjaga kerahasiaan dokumen pengadaan barang dan jasa yang scharusnya dirahasiakan untuk mcnccgah ter jadinya penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa;
c.
Tidak saling mcmpengaruhi baik langsung maupun tidak langsung untuk mencegah dan mcnghindari terjadinya persaingan tidak sehat;
28
d.
Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan para pihak;
e.
Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepemingan para pihak yang tcrkait, langsung maupun tidak langsung dalam proscs pengadaan barang dan jasa (conflirt of interest)
f.
Menghindari dan mencegah terrjadinya pemborosan dan kcboccran keuangan negara dalam pengadaan barang dan jasa;
g.
Menghindari
dan mcncegah penyalahgunaan wewcnang dan/atau kolusi dengan tujuan
untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara h.
Tidak menerima, menawarkan atau tidak menjanjikan untuk member atau menerima hadiah, imbalan berupa apa saja kepada siapapun yang diketahui atau patut dapat diduga berkaitan dengan pengadaan barang/jasa. Berkenaan dcngan pertanggungjawaban pidana, Moeljatno menjelskan bahwa orang tidak
mungkin dipertanggung jawabkan (dijatuhi pidana) kalau dia tidak melakukan tindak pidana.18 ]ika dcmikian, siapa yang bertanggungjawab apabila dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa terindikasi korupsi. Tentu, yang bertanggung jawab adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yaitu, Pcngguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pcjabat Pembuat Komitmcn (PPK), Panitia Pengadaan barang dan jasa, dan Penycdia Barang/jasa scsuai dcngan tingkat keterlibatan atau kesalahannya masing-masing. D. PENUTUP 1. Kesimpulan. Berdasarkan apa yang sudah dijabarkan dalam Bab terdahulu, maka dapat disimpulkan hasil penelitian ini sebagai beikut : a. Dengan diberlakukannya Perpres Nomor : 54 Tahun 2010, Tentang Pengadaan
barang/jasa pemerintah, memberikan peluang baru bagi usaha dibidang pengadaan barang/jasa Pemerintah dalam usaha mengatasi kolusi, korupsi dan Nepotisme, yang selama ini menjadi tuntutan reformasi disegala bidang termasuk Bidang Usaha Pengadaan Barang/jasa pemerintah, Namun kenyataannya Perpres ini belum bias
18
.Moeljatno,.Asas-Asas Hukum Pidana Dalam Pengadaan barang/Jasa Pemerintah, Gajah Mada University press Yogyakarta, hal 105 29
dilaksanakan diseluruh Indonesia, walaupun dengan komitmen yang ada Perpres ini mulai dilaksanakan efektif tahun 2011,secara nasional. b. Perpres Nomor : 54 Tahun 2010, ini menghendaki dalam pelaksanaannya terhadap
Pengadaan Barang/Jasa pemerintah dengan menggunkan system E-Elektronik, artinya dalam pelaksanaanya pengadaan barang/jasa system E-Elektronik harus didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, tetapi sampai saat ini prasarana dan saran yang dimiliki oleh Pemerintah kota Pontianak masih belum mendukung untuk mewejudkan dan mengiplementasikan system pengadaan barang sesuai dengan apa yang diatur dalam Perpres tersebut, disisi lain Para Dunia Usaha yang bergerak dalam usaha pengadaan barang/jasa ini secara tehknis dan non tehknis masih terdapat kendala, sehingga, pelaksanaannya belum dapat secara maksimal. c. Untuk mengantisipisi pelaksannaan Perpres Nomor : 54 tahun 2010, melalui pemerintah
kota Pontianak berupaya menambah dan melengkapi sarana dan prasara untuk terlaksanany jaringan yang menyeluruh dalam bidang teknolgi informasi
hal ini
dilakukan salah satunu upayanya adalah mensosilisasikan mobil-mobil yang memberikan sarana Internet kepada masyarakat disetiap kecamatan. 2. Saran a. Dengan jumlah pelaku usaha dibidang penyedia pengadaan
barang/jasa di Kota
Pontianak, akan memberikan dampak persaingan usaha yang semakin tinggi, sehingga diperlukan keberadaan sumber daya manusia yang lebih profesional dan didukung oleh sistem adminitrasi yang dapat diakses setiap saat dengan perkembangan dunia Usaha seperti itu diharapkan para pelaku usaha dibidang Penyedia pengadaan barang/jasa berupaya menambah dan meningkatkan profesionalismenya dibidang usaha agar nantinya persaingan dapat terjadi secara sehat antar dunia usaha. b. Dalam upaya mendukung dan melaksanakan system E-Elektronik seperti apa yang telah diatur dalam Perpres Nomor : 54 Tahun 2010, dipoerlukan informasi dengan menggunakan teknologi tinggi, sementara disisi lain dalam dunia usaha khususnya para dunia usaha berskala kecil belum memeiliki kemampuan baik dari sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana yang diperlukan, oleh karena itu diupayakan dalam melaksanakan
dan penggunaan dibidang penyedia jasa pemerintah kota juga harus
berupaya meningkatkan pelayanannya kepada usaha-usaha dibidang penyedia pengadaan barang/jasa ini dengan memberikan fasilitas yang khusus dalam pelaksanaan administrasi pelayanan publik. 30
DAFTAR PUSTAKA Buku. Ahmad. Sodik Sudrajat,S.H., M.Hum. 2010., Hukum Administrasi Negara Dan Kebijakan Publik, 2009, Nuansa Bandung. Bruggik, J.J.H., refleksi tentang hukum., Bandung: Citra Aditya bakti, 1999 H. Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Hukum Perundang-undangan Indonesia, Bandung, Mandar Maju, 1998 H. Dedi Ismatullah.Dr., M.Hum., Hukum Tata Negara Refleksi Kehidupan Ketatanegaraan Di Negara republic Indonesia, 2009, Pustaka Setia, Bandung. Isra, Saldi, pergeseran Fungsi Legislasi, Jakarta., Rajagrafindo Persada., 2010 Mutiaras, Tata Negara Umum, Jakarta Pustaka Islam , 1999 Prof. Dr. Esmy Warrassih,SH.,M.Hum, Pranata Hukum., UNDIP Semarang, 2011 Joeniarto., Negara Hukum , Yogyakarta; YBC Gajah Mada, 1998 Kelsen, Hans, teori huikum murni, Jakarta Nusamedia, 2008 Lawrence. M. friedmen. Dalam Ahmad Sodik .,Hukum Administrasi Negara., Nuansa 2010, hal 21 Much. Nurachman,ST,.M.Hum, 2011, Buku pintar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Visimedia, Jakarta Marthen H. Toele, S.h., M.H. Pengaturan Pengadaan Jasa konstruksi di IndonesiaGriya Media Indonesia, 2011 Padmo WahjonoIndonesia Negara Berdasarkan Hukum., Jakarta Ghalia Indonesia, 1983 R. soepomo., Indonesia Negara Hukum, Seminar Ketatanegaraan UUD 1945., Jakarta, 1996 Ir. R. Serfianto dan Iswi Hariyani,SH.,MH., Rahasia Menag
Tender Barang/Jasa, Pustaka
Yustisia, 2011, Ranggawidjaja, H. rosjidi., Pengantar ilmu hukum Perundang-Undangan Indonesia., Bandung ., mandar maju., 1998 ………,Rahasia Menag tender Barang/Jasa2011., Pustaka Yustisia, Jakarta Soerjono
Soekanto.,Faktoir-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Penegakan
Hukum
Raja
Grafindo.,Jakarta, 2005 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmuji, 1990 Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Prees, Jakarta
31
Soimin, Pembentukan Peraturan perundang-undangan negara di Indonesia, Yogyakarta: UII Press ., 2010 Sadjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis., Genta Publioshing, 2009. Peraturan /Makalah/ Tulisan. UUD 1945 Kepres No. 80. Tahun 2003Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah. Perpres. No. 54 Tahun 2010tentang pengadaan barang/Jasa Pemerintah. Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 2004, Tentang Perbendaharaan Negara
32