BAB 3
JARINGAN CORS DI INDONESIA DAN DI BEBERAPA NEGARA LAINNYA DI DUNIA
3.1
Aplikasi GPS di Indonesia
Penggunaan GPS di Indonesia dimulai pada tahun 1989, dimana pada saat itu GPS digunakan untuk kepentingan survei dan pemetaan. Pada saat itu, penggunaaan GPS untuk studi geodinamika resmi dimulai pada saat dilakukan penanda tanganan perjanjian antara BIG dengan U.S. National Science Foundation (NSF) untuk melakukan investigasi terhadap pergerakan lempeng sepanjang sesar Sumatera dengan menggunakan teknik survei GPS [Rais, 1995; Kahar and Abidin, 1993]. Pengamatan GPS yang pertama dari proyek ini dilakukan selama sebulan dimulai pada bulan Agustus 1989 dan pengamatan kedua dilakukan pada tahun 1990 dan dilakukan didaerah yang sama, yaitu pada propinsi – propinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Riau. Masa pada tahun 1992, MoU tersebut diperbarui kembali dan ditandatangani oleh BIG, ITB, SUI, dan RPI. Pengamatan pada tahun 1992 berlangsung selama 13 minggu meliputi semua pulau – pulau utama yang berada di Indonesia, dan masa pengamatan pada tahun 1993 dilakukan selama 3 bulan dengan melakukan pengamatan pada titik – titik GPS di Sumatera dan pulau – pulau lainnya. Pengamatan terakhir di tahun 1994 dilaksanakan sekitar 3 bulan dan meliputi semua pulau – pulau utama kecuali pulau jawa. Hasil dari studi GPS yang telah dijelaskan diatas dapat dilihat di Steven dkk, 1993; Puntodewo dkk, 1994. Selain untuk keperluan survei, pada tahun 1992, GPS mulai digunakan untuk membangun kerangka dasar nasional orde-0 sampai orde-3. Dalam hal ini, BIG (dahulu Bakosurtanal) bertanggung jawab untuk membangun jaring kontrol geodetik nasional orde 0 dan orde 1. Sementara sejak 1997, data survei GPS yang diamati dalam rangka Asia Pasific Regional Geodetic Project (APRGP) dalam lingkup Permanent Committe on GIS Infrastructure for Asia and the Pacific (PC-GIAP) juga mulai digunakan untuk memperkuat kerangka dasar geodetik nasional di Indonesia [Subarya, 2004]. Saat ini, jaring kontrol tersebut sekarang terdiri dari lebih 950 titik
32
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, yang didefinisikan dalam kerangka acuan ITRF2005. Selain survei GPS yang dilakukan BIG, Pada tahun 1994, Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga mulai melakukan survei GPS untuk pembangunan kerangka dasar kadaster di Indonesia [Abidin dkk, 1998]. Kerangka dasar kadaster tersebut dapat disebut sebagai kerangka dasar geodetik orde 2 dan orde 3, dimana kerangka dasar tersebut merupakan hasil perapatan dari kerangka dasar geodetik orde 0 dan orde 1 milik BIG. Survei GPS yang dilakukan oleh BPN ini diantaranya bertujuan untuk penentuan titik – titik dasar teknik pendaftaran tanah, penentuan posisi titik – titik batsa persil tanah, perekonstruksian titik – titik batas persih tanah, dan penentuan serta pencarian lokasi persil tanah. 3.2
Perkembangan CORS di Indonesia
Jaringan CORS di Indonesia adalah jaringan yang dibangun oleh BIG [Subarya, 2004; Matindas and Subarya, 2009; Abidin dkk,2010]. Jaringan CORS BIG disebut juga Indonesia Permanent GPS Station Network (IPGSN). Tujuan utama dibangunnya IPGSN adalah untuk menjaga tingkat akurasi dan presisi dari kerangka dasar geodetik di seluruh wilayah Indonesia dan juga untuk membantu berbagai macam kegiatan – kegiatan ilmiah maupun praktis di lapangan seperti survei geodinamika dan deformasi, studi ionosfer dan meteorologi, dan juga survei dan pemetaan berbasis real time. Pembangunan jaring IPGSN dimulai tahun 1996 dan awal pembangunannya dibangun 3 stasiun CORS di Cibinong, Sampali Medan, dan Parepare. Kemudian, secara bertahap jaringan ini diperkuat dengan penambahan stasiun – stasiun baru dan setelah terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami di Pulau Sumatra pada tanggal 26 Desember 2004, jaringan IPGSN berkembang dengan sangat cepat. Salah satu penyebab berkembang IPGSN karena akan dibangunnya Indonesian Tsunami Early Warning System (InaTEWS). Setelah itu, BIG memperluas jaringan CORS dan pada April 2011 jaringan CORS yang dibangun oleh BIG telah mencapai 99 stasiun yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia.
33
Selain CORS nasional yang dibangun dan dijalankan oleh BIG, beberapa instansi nasional lainnya seperti LIPI dan BPN juga mulai mengembangkan jaringan CORS milik mereka. LIPI, berkerjasama dengan California Institute of Technology (Caltech) dan Earth Observatory of Singapore (EOS), telah membangun jaringan GPS di Sumatera (SUGAR network) yang bertujuan untuk mempelajari potensi gempa di Pulau Sumatera [Caltech, 2010; Natawidjaja, 2010]. Semua stasiun CORS yang ada dilengkapi dengan receiver dual-frequency tipe geodetic yang dilengkapi dengan choke ring antenna dan radome dan perekaman data dilakukan dengan rate data 1Hz. Data yang didapatkan dari CORS milik LIPI ini telah banyak digunakan untuk pemantauan deformasi yang berhubungan dengan karakteristik dari gempa – gempa besar yang terjadi di Pulau Sumatera. Mulai tahun 2009 BPN juga telah menjalankan percobaan untuk memungkinkan penggunaan CORS dengan mendirikan 3 buah stasiun di wilayah Jakarta, Tangerang, Bekasi, dan Bogor [Adiyanto dkk, 2009]. Stasiun CORS yang dibangun oleh BPN ini memiliki fungsi utama untuk mempercepat proses administrasi tanah di Indonesia. Stasiun CORS yang dimiliki oleh BPN dilengkapi dengan receiver GPS dualfrequency tipe geodetik. Stasiun CORS Class-A akan dibangun diatas tanah dan direncanakan untuk memiliki spesifikasi yang sebanding dengan stasiun IPGSN yang dimiliki oleh BIG. Stasiun CORS Class-B biasanya akan dipasang di kantor – kantor BPN. Sampai dengan akhir tahun 2010, BPN telah mendirikan 40 stasiun CORS di Jawa dan Bali dan sampai dengan bulan April 2012, stasiun CORS milik BPN telah bertambah menjadi 93 stasiun yang tersebar di wilayah Indonesia, meskipun persebarannya masih banyak di Pulau Jawa dan Bali. 3.3
Prosedur pembangunan stasiun CORS BIG dan BPN
Dalam pembangunan stasiun CORS, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar stasiun yang didirikan dapat memenuhi spesifikasi dan dapat berfungsi optimal. BIG maupun BPN memiliki prosedur yang hampir sama dalam pemasangan stasiun CORS karena keduanya menggunakan spesifikasi alat dengan ketelitian yang hampir sama.
34
3.3.1
Penentuan lokasi pendirian stasiun CORS
Pada saat penentuan lokasi tempat berdirinya stasiun, ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian, yaitu : -
Diharuskan terbuka (Open View of Sky)
-
Tidak ada benda terdekat yang dapat menyebabkan efek multipath
-
Tidak ada Transmitter di area tersebut yang dapat menyebabkan halangan
-
Monumentasi yang stabil untuk pendirian antena dan penentuan panjang kabel antena yang digunakan.
-
Peletakan antena agar tetap aman meskipun berada ditempat terbuka
-
Ketersediaan akses internet untuk melakukan komunikasi data dengan pusat pengolahan data dan juga pengguna.
Hal – hal tersebut merupakan faktor yang sangat penting untuk menjaga agar kualitas data yang tetap baik dan juga menjaga keamanan infrastruktur stasiun. Beberapa faktor seperti ketersedian akses internet yang baik di Indonesia masih cukup sulit, sehingga hal tersebut benar – benar harus diperhatikan agar stasiun CORS dapat berfungsi optimal. 3.3.2 Penempatan Antena CORS Sebuah antena GNSS Pada reference station dapat melakukan track down satelit jika ditempatkan pada sudut 10o diatas garis horizontal (10o cut-off angle). Adanya Obstruksi (halangan) diatas garis horizontal 10o antena dapat menyebabkan hilangnya sinyal satelit dan juga efek multipath (pantulan sinyal). adanya Multipath menyebabkan dampak buruk pada kualitas data.yang didapatkan.
Gambar 3.1 Tata cara penempatan antena CORS [ Adityo Susilo Nugroho, 2011]
35
Oleh karena itu, penempatan stasiun harus ditempatkan pada posisi dimana tidak ada obstruksi diatas 10o diatas garis Horizontal dari antena seperti yang terlihat pada Gambar 3.1. Hal ini sangat diperlukan, agar reference station untuk mendapatkan akurasi yang baik karena adanya obstruksi akan mengurangi akurasi dari data yang didapatkan. Idealnya, penempatan antena yang terbaik adalah diletakkan pada tempat dimana tidak ada obstruksi sama sekali diatas garis horizontal 0oantena.
3.3.3 Monumentasi stasiun CORS Hal - hal yang harus diperhatikan pada saat pemasangan pilar secara diantaranya ketersediaan arus listrik serta akses komunikasi, penempatan receiver dan Uniterruptible Power Suply (UPS), dan keamanan dari komponen - komponen stasiun CORS (antena , receiver , dan UPS). Pilar dibangun dari concrete atau besi sehingga dapat berdiri kokoh dan bertahan dalam jangka waktu yang lama. Pembangunan pilar juga mempengaruhi keamanan dari stasiun CORS. Peletakan antena harus diletakan pada tempat yang tinggi atau dapt juga didirikan pagar sehingga dapat menjaga keamanan antena CORS. Pembuatan pilar penyangga stasiun CORS haruslah dikerjakan dengan cermat, karena akan mempengaruhi besar biaya yang dibutuhkan.
Gambar 3.2 Bentuk pilar concrete dan besi stasiun CORS [Adityo Susilo Nugroho, 2011] Dapat dilihat pada Gambar 3.2 bentuk dari pilar CORS yang menggunakan bahan concrete dan besi. Dalam kegiatan praktisnya dilapangan, untuk menekan biaya yang dibutuhkan dalam pembuatan pilar stasiun CORS, biasanya stasiun dapat diletakan 36
diatas gedung yang tinggi sehingga tidak perlu dibangun pilar yang terlalu tinggi, dengan catatan tidak ada halangan diatas garis horizontal 10o antena. Selain itu juga harus dipastikan hanya orang – orang tertentu yang dapat mendapat wewenang untuk mengakses peralatan CORS yang berada di gedung tersebut. 3.4
Status Jaringan CORS BIG dan BPN di Indonesia
BIG saat ini telah memiliki 117 stasiun CORS sementara BPN memiliki 93 stasiun CORS yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Jaringan CORS yang dibangun oleh BIG dan BPN saat ini masih berdiri sendiri – sendiri dan belum tersinkronisasi satu sama lain. 3.4.1
Jaringan CORS BIG (IPGSN)
BIG mulai mengembangkan CORS sejak tahun 1996 dan sampai dengan tahun 2011 telah terpasang 117 stasiun CORS, dimana 99 stasiun CORS merupakan stasiun yang dibangun oleh BIG dan 18 stasiun merupakan stasiun hasil kerja sama dengan pemerintah negara Jerman sebagai bagian dari pembangunan proyek Germany Indonesia Tsunami Early Warning System (GITEWS). Persebaran dari stasiun CORS IPGSN ditunjukan pada Gambar 3.3. Dalam perkembangannya ada 3 hal yang menjadi aspek penting dalam perencanaan pembangunan stasiun – stasiun CORS BIG yaitu jenis stasiun CORS, sistem komunikasi data yang digunakan, dan pusat pengolahan data yang dapat melakukan manajamen data secara otomatis. 3.4.1.1 Jenis Stasiun CORS BIG Stasiun CORS milik BIG memiliki 3 jenis stasiun, yaitu stasiun dengan tipe tower, stasiun yang terpasang dikantor milik Telkom, dan stasiun CORS yang merupakan bagian dari proyek GITEWS. Stasiun – stasiun CORS tersebut menggunakan receiver GNSS tipe Geodetik L1/L2 dengan tingkat akurasi yang tinggi, seperti Ashtech UZ-12, Leica GRX1200 family, Topcon GB-100 dan NetG3 dan juga dilengkapi dengan meteorologi sensor untuk mengukur temperatur, tekanan , dan kelembapan [Subarya dkk, 2010]. Stasiun CORS juga dilengkapi dengan modem yang menggunakan radio atau VPN-IP untuk komunikasi data. Data yang didapatkan direkam pada dan dikirimkan secara real time ke pusat pengolahan data di kantor BIG, Cibinong. Selain itu, untuk menstabilkan stasiun – stasiun CORS, maka dilakukan monumentasi di semua lokasi stasiun CORS, dengan jenis monumentasi yang berbeda – beda bergantung pada kondisi dan kebutuhan dilapangan. 37
Gambar 3.3 Peta Persebaran Jaringan CORS IPGSN di Indonesia
38
3.4.1.1.1 Stasiun CORS tipe tower Stasiun CORS berbentuk tower pada umumnya ditempatkan didaerah yang tidak ada penduduk dan listrik (remote area). Pada stasiun dengan tipe ini komunikasi data dilakukan dengan menggunakan radio wireless 2.4 GHz. Komunikasi radio pada frekeunsi 2.4 GHz dipilih karena telah menjadi frekuensi strategis di Indonesia terutama yang dapat menyediakan akses Internet kecepatan tinggi. Akses internet ini sangat penting karena tanpa akses internet yang baik maka komunikasi data tidak dapat dilakukan. Gambar 3.4 menunjukan bentuk stasiun CORS tipe tower. Stasiun CORS berbentuk tower ini terdiri dari beberapa komponen, yaitu :
Tower berbentuk segitiga dengan dimensi ukuran panjang, lebar 30x30cm dan tinggi 12 meter. sebagai penyangga box panel, solar cell dan antena radio wireless
Box panel (tempat Rec. GPS, Meteorologi Sensor, batterai, Radio wireless)
Brace Monument (tempat antena GNSS)
Gambar 3.4 Stasiun CORS tipe Tower [Dokumentasi BIG, 2009] Jumlah stasiun CORS berbentuk tower telah terpasang di 24 lokasi yang tersebar diberbagai wilayah di Indonesia seperti terlihat pada Tabel 3.1.
39
Tabel 3.1 Lokasi stasiun – stasiun CORS tipe Tower di Indonesia. NO
Kode Stasiun
LOKASI
Lintang
Bujur
1
CKUR
PULAU SUKUN NTT
-8.121
122.110
2
CTOA
KALATOA NTT
-7.406
121.767
3
CBON
BONERATE SULSEL
-7.382
121.078
4
CDAI
TANJUNG BUNGA NTT
-8.068
122.867
5
CPBR
PULAU PEMANA NTT
-8.348
122.318
6
CLBR
LEMBAR MATARAM
-8.728
116.076
7
CPBI
KLUNGKUNG BALI
-8.543
115.471
8
CDNP
DENPASAR BALI
-8.818
115.146
9
CSRJ
SINGARAJA BALI
-8.149
115.058
10
CCAK
PERANCAK BALI
-8.393
114.628
11
CBRN
BALURAN JATIM
-7.838
114.440
12
CMCR
MUNCAR JATIM
-8.451
114.389
13
CPMK
PAMENGPEUK JABAR
-7.655
107.691
14
CLBG
LEMBANG JABAR
-6.824
107.616
15
CSGT
SEGARANTEN JABAR
-7.256
106.905
16
CLDO
LIDO JABAR
-6.767
106.830
17
CTVI
SURANGGA KAB. SUKABUMI
-7.121
106.597
18
CPTN
CISOLOK P. RATU
-6.961
106.411
19
CUJG
UJUNG GENTENG SUKABUMI
-7.382
106.405
20
CPSR
PASAURAN BANTEN
-6.226
105.833
21
CSBK
PULAU SEBUKU LAMPUNG
-5.902
105.505
22
CLGI
PULAU LAGUNDI LAMPUNG
-5.812
105.297
23
CUJK
UJUNG KULON BANTEN
-6.747
105.213
24
CTCN
TANJUNG CINA LAMPUNG
-5.913
104.727
3.4.1.1.2 Stasiun CORS di Kantor Telkom Stasiun CORS di kantor Telkom ditunjukan pada Gambar 3.5, terdiri dari peralatan sebagai berikut : Box panel peralatan (Receiver GPS, Meteorologi sensor) yang dipasang diruangan peralatan Telkom. Antena GNSS dan meteorologi sensor yang dipasang di atas pilar yang dibangun atau halaman STO Telkom.
40
Gambar 3.5 Bentuk stasiun CORS di kantor Telkom [Dokumentasi BIG, 2009] Stasiun CORS dikantor Telkom telah terpasang sebanyak 75 lokasi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, ditunjukan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Lokasi stasiun – stasiun CORS yang berada di STO Telkom. No
Kode Stasiun
Lokasi
Lintang
Bujur
1
CANG
SOREANG
-7.02167
107.52500
2
CBLR
BLORA
-7.00472
111.31167
3
CBTL
BANTUL
-7.88667
110.32722
4
CCLP
CILACAP
-7.73750
109.00083
5
CGON
CILEGON
-5.94000
106.00306
6
CJEM
JEMBER
-8.17472
113.69306
7
CJPR
JEPARA
-6.59583
110.66667
8
CJUR
CIANJUR
-6.82734
107.13883
9
CKBN
KEBUMEN
-7.66778
109.65417
10
CLMG
LAMONGAN
-7.09278
112.32639
11
CLUM
LUMAJANG
-8.21361
113.11444
12
CMAG
MOSPATI
-7.60611
111.45111
13
CMGL
MAGELANG
-7.47583
110.21667
14
CMIS
CIAMIS
-7.32583
108.34333
15
CMJT
MOJOKERTO
-7.46556
112.44167
16
CMLG
MALANG
-7.97944
112.66250
17
CMLP
MALIMPING
-6.79194
105.90028
18
CNGA
NGANJUK
-7.60444
111.90500
19
CNYU
BANYUWANGI
-8.21222
114.37528
20
CPAC
PACITAN
-8.19556
111.09722
21
CPAI
PAITON
-7.71861
113.53028
22
CPAS
PASURUAN
-7.65111
112.90083
23
CPBL
PURBALINGGA
-7.38889
109.36417
24
CPES
PESANGGARAN
-8.53389
114.11000
25
CPKL
PEKALONGAN
-6.88361
109.67028
26
CPTU
PELABUHAN RATU
-6.90000
106.46659
27
CPWD
PURWODADI
-7.09611
110.91389
28
CPWK
PURWAKARTA
-6.54825
107.43781
41
No
Kode Stasiun
Lokasi
Lintang
Bujur
29
CRBT
RANGKASBITUNG
-6.36000
106.24611
30
CROL
PATROL
-6.31472
107.99111
31
CRUT
GARUT
-7.21167
107.92139
32
CSIT
SITUBONDO
-7.70333
114.01278
33
CSLO
SOLO
-7.57056
110.83083
34
CSMN
SUMENEP
-7.01806
113.87500
35
CSMP
SAMPANG
-7.19528
113.25194
36
CTAN
TANGGEUNG
-7.45061
107.13614
37
CSUM
SUMEDANG
-6.85889
107.92194
38
CTBN
TUBAN
-6.87222
111.98667
39
CTGL
TEGAL
-6.87111
109.13611
40
CTUL
TULUNGAGUNG
-8.06528
111.90583
41
CJKT
JAKARTA
-6.118
106.865
42
CMER
MERAUKE
-8.479
140.392
43
CUAL
TUAL
-5.664
132.736
44
CFAK
FAKFAK
-2.919
132.265
45
CSAU
SAUMLAKI
-7.989
131.307
46
CSOR
SORONG
-0.875
131.253
47
CAMB
AMBON
-3.639
128.200
48
CKDR
KENDARI
-4.085
122.391
49
CBKL
BENGKULU
-3.785
102.253
50
CSEL
BALAI SELASA
-1.806
100.855
51
CPAR
PARIAMAN
-0.620
100.120
52
CAIR
AIR BANGIS
0.222
99.388
53
CSAB
SABANG
5.831
95.347
54
CBTU
CIBITUNG
-6.308
107.096
55
CTGR
TANGERANG
-6.291
106.663
56
CTER
TERNATE
0.788
127.382
57
CBIT
BITUNG SULUT
1.4438
125.186
58
CMAK
MAKASAR SULSEL
-5.135
119.408
59
CSBY
SURABAYA JATIM
-7.334
112.724
60
CBAL
BALIKPAPAN KALTIM
-1.256
116.839
61
CPON
PONTIANAK KALBAR
0.075
109.191
62
CBIK
BIAK PAPUA
-1.186
136.090
63
CMAN
MANOKWARI PAPUA
-0.859
134.072
64
CNAB
NABIRE PAPUA
-3.367
135.506
65
CKAL
KALABAHI NTT
-8.213
124.517
66
CKUP
KUPANG NTT
-10.169
123.597
67
CMRE
MAUMERE NTT
-8.627
122.219
68 69
CREO CLWB
REO NTT LEWOLEBA NTT
-8.311 -8.371
120.490 123.422
70 71 72 73 74
CTOL CBKT CPDG CCIR CSEM
TOLI-TOLI SULTENG BUKIT TINGGI SUMBAR PADANG SUMBAR CIREBON JABAR SEMARANG JATENG
1.042 -0.309 -0.954 -6.716 -6.987
120.817 100.371 100.363 108.561 110.377
42
No
Kode Stasiun
Lokasi
Lintang
106.849
75
BAK2
CIBINONG JABAR
-6.491
106.849
3.4.1.1.3 Stasiun CORS Kerjasama Indonesia dan Jerman (GITEWS) Jumlah stasiun CORS yang merupakan hasil kerja sama dengan Jerman (Proyek GITEWS) adalah 18 stasiun. Stasiun CORS tersebut ditempatkan di stasiun Pasut dan Stasiun Seismograf. Lokasi dari stasiun CORS GITEWS dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Lokasi stasiun - stasiun CORS GITEWS No Kode Lokasi
Bujur
Lintang
1
GANO
Sta. Pasut Enggano (GITEWS)
102,276126
-5,347533
2
JOGS
BMKG Geofisika Jogyakarta (GITEWS)
110,294809
-7,816651
3
KAND
Kandui (GITEWS)
99,295000
-1,901000
4
LHMI
BMKG Geofisika Lhokseumawe (GITEWS)
97,158477
5,120751
5
MEUL
Sta. Pasut Meulaboh (GITEWS)
96,131852
4,127487
6
MMRI
BMKG Geofisika Maumere (GITEWS)
122,237647
-8,635648
7
NIAS
BMKG Geofisika Nias (GITEWS)
97,575535
1,303710
8
PALE
BMKG Geofisika Pelembang (GITEWS)
104,699541
-2,902254
9
PANJ
BMKG Geofisika Padang Panjang (GITEWS)
100,379000
-0,466000
10
BANI
BMKG geofisika BandaNaera (GITEWS)
129,904578
-4,522337
11
BAK1
BIG (GTEWS)
106,848885
-6,490705
12
PRAN
Sta. Pasut Pangandaran (GITEWS)
108,490026
-7,689001
13
SADE
Sta. Pasut Sadeng (GITEWS)
110,799326
-8,190510
14
SEBL
Sta. Pasut Seblat (GITEWS)
101,599533
-3,224102
15
TDAL
Sta. Pasut Teluk Dalam Nias (GITEWS)
97,821710
0,554239
16
TJLS
Sta. Pasut Tanjung Lesung (GITEWS)
105,658716
-6,477703
17
TNBL
Sta. Pasut Tanah Bala (GITEWS)
98,497035
-0,532490
18
WAIK
Sta. Pasut Waikelo (GITEWS)
119,218898
-9,389937
3.4.1.2 Sistem Komunikasi Data Stasiun CORS BIG Komunikasi data dari stasiun CORS ke pusat pengolahan data di kantor BIG menggunakan 3 sistem yaitu komunikasi radio, VPN-IP Telkom, VSAT dan BGAN. 3.4.1.2.1 Sistem Point to Point Wireless Radio Sistem point to point wireless radio ini digunakan pada stasiun CORS tipe tower dan jalur komunikasinnya diilustrasikan pada Gambar 3.6 dan Gambar 3.7 yang menunjukan jalur komunikasi pada wilayah Jawa Barat dan Jawa Timur – Bali.
43
Gambar 3.6 Jalur point to point komunikasi radio data CORS Jawa Barat
Gambar 3.7 Jalur point to point radio komunikasi data CORS Jawa Timur - Bali Kondisi saat ini, komunikasi data sistem radio ini sekitar 75% dalam kondisi tidak berfungsi karena kerusakan alat yang diakibatkan oleh petir. Gambar 3.6
44
dan Gambar 3.7 menunjukan bagaiman aliran komunikasi data pada stasiun – stasiun CORS IPGSN di Jawa Barat dan Jawa Timur-Bali, dimana hubungan komunikasi data via radio antar stasiun-stasiun dengan pusat komunikasi data dapat terputus hanya karena satu stasiun mengalami kerusakan antena radio. 3.4.1.2.2 Sistem Komunikasi Data menggunakan Layanan VPN-IP Telkom Sistem ini digunakan pada stasiun CGPS yang terletak di kantor STO Telkom, sampai tahun 2011 jumlah stasiun CGPS yang telah terpasang komunikasi data VPN-IP sebanyak 74 stasiun, 3.4.1.2.3 Sistem Komunikasi Data Vsat dan Satelit Bgan Sistem komunikasi data Very Small Aperture Terminal (VSAT) atau disebut juga sistem komunikasi satelit bumi mikro merupakan stasiun bumi yang berfungsi untuk menerima atau mengirimkan data dan informasi dari dan ke satelit transponder. Broadband Global Area Network (BGAN) adalah sebuah jaringan satelit internet global yang menggunakan modem. Modem ini biasanya digunkana untuk menghubungan komputer ke broadband internet pada area yang terpencil meskipun tetap membutuhkan ke satelit. penggunaan komunikasi data ini dikarenakan pada sistem ina-TEWS, data –data yang ada harus terhubung dengan baik ke BMKG, sehingga jika terjadi gempa bumi dapat segera dideteksi oleh BMKG. 3.4.1.3 Pusat Pengolahan Data Stasiun CORS IPGSN Data-data yang didapatkan dari stasiun tetap CORS tentu harus dilakukan pengelolaan data dan pengolahan data sehingga nantinya data yang telah diproses dapat disajikan untuk kepentingan masyarakat pengguna. Berdasarkan pada kebutuhan untuk memproses data, maka pusat pengolahan data CORS menjadi kebutuhan utama, karena merupakan suatu bagian yang sangat penting agar jaringan stasiun CORS yang sudah ada dapat digunakan dengan optimal. Data untuk kepentingan post-processing dalam format RINEX yang masuk dari stasiun-stasiun CORS IPGSN disimpan secara otomatis dengan menggunakan perangkat lunak tertentu. Sementara untuk layanan Network RTK, koreksi
45
dikirimkan terlebih dahulu ke pusat pengolahan data baru kemudian dikirimkan ke rover milik pengguna. Saat ini, pusat pengolahan data dilakukan di Pusat Geodesi dan Geodinamika, Gedung Q, BIG, Cibinong. Kegiatan pengolahan data masih dilakukan bersama dengan kegiatan lain. Pusat pengolahan data CORS sendiri masih dalam tahap pembangunan, baik itu infrastruktur maupun sistem pelayanan kepada masyarakat pengguna, dimana saat ini masih dilakukan pengembangan – pengembangan agar lebih mudah diakses. 3.4.2
Jaringan CORS BPN
Pada awal perencanaan pembangunan jaringan CORS tersebut, BPN membagi 2 jenis stasiun CORS yaitu stasiun kelas A dan kelas B. Stasiun CORS kelas A milik BPN, dibuat dengan fraksi jarak antar stasiun CORS yaitu 100-200 km dan juga stasiun tersebut harus didirikan diatas tanah seta dilengkapi dengan receiver GPS dual-frequency. sementara untuk stasiun CORS kelas B akan dibuat sebagai perapatan dari stasiun CORS kelas A dengan fraksi jarak 30-50 km dan dapat didirikan diatas atap gedung yang dengan konstruksi yang kuat. Dalam perkembangannya, pembangunan stasiun – stasiun tersebut tidak mengikuti kaidah stasiun kelas A dan kelas B, tetapi BPN menentukan terlebih dahulu lokasi dari stasiun - stasiun yang akan dibangun dengan mengutamakan pendekatan pertumbuhan ekonomi. pertimbangan ini erat kaitannya dengan fungsi dari jaringan CORS milik BPN yang digunakan untuk mempercepat administrasi tanah sehingga akhirnya BPN memprioritaskan pembangunan stasiun CORS didaerah sentra ekonomi tiap propinsi yang biasanya ada dijalur pesisir pantai maupun di ibukota propinsi. 3 stasiun CORS pertama kali didirikan oleh BPN di 3 kota di besar yaitu Tangerang, Bekasi, dan Bogor pada tahun 2009. Pada tahun 2012, telah dibangun 93 stasiun CORS yang tersebar di wilayah Indonesia, meskipun masih terpusat di Jawa dan Bali..
46
3.4.2.1 Jenis Stasiun CORS BPN Jika dibandingkan dengan CORS IPGSN milik BIG yang memiliki beberapa jenis stasiun CORS berdasarkan komunikasi data yang digunakan, maka BPN hanya memiliki satu jenis stasiun CORS yang dibangun di kantor – kantor BPN yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia, meskipun pada kenyataannya BPN awalnya membagi menjadi 2 tipe stasiun berdasarkan lokasi penempatan stasiun yaitu diatas tanah atau diatas atap. Stasiun CORS tersebut biasanya dibangun diatas bangunan atau diatas tanah, bergantung pada kondisi dilapangan. Gambar 3.8 menunjukan antena CORS yang dipasang di kantor pertanahan.
Gambar 3.8 Antena CORS terpasang di kantor BPN di Bogor dan Tangerang [Dokumentasi BPN, 2011] Stasiun CORS BPN saat ini berjumlah 93 stasiun referensi dengan komposisi 70 stasiun berada di pulau Jawa dan Bali dan 23 lainnya berada di luar Jawa dan Bali. Stasiun-stasiun CORS BPN sebanyak 73 stasiun menggunakan receiver Leica dan 20 stasiun menggunakan receiver Topcon, serta sebanyak 22 stasiun yang direncanakan menggunakan receiver Javad. Tabel 3.4 menunjukan lokasi dari stasiun CORS milik BPN
yang berada di Jawa dan Bali beserta koordinat
lokasinya. Tabel 3.4 Lokasi stasiun CORS BPN No 1 2 3
Lokasi Kab Tangerang Kab Pandeglang Kab Bekasi
Bujur 106,48223 106,10102 107,01013
Lintang -6,27467 -6,31260 -6,25710 47
No 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Lokasi Kota Bekasi Kab Bogor Kota Cilegon Kab Cirebon Kab Karawang Kota Bogor Kota Bandung Kab Sukabumi Kab Sumedang Kab Purwakarta Kab Grobogan Kab Demak Kab Gunung Kidul Kab Kendal Kab Temanggung Kab Wonogiri Kab Karang Anyar Kab Semarang Kab Boyolali Kab Kulon Progo Kab Bantul Kab Sleman Kab Bojonegoro Kab Mojokerto Kab Jombang Kota Surabaya Kab Lamongan Kota Malang Kab pasuruan kabu Karangasem kab Buleleng Kab Klungkung Kab Jembrana Kab Tabanan Kab Jakarta Utara Kab Garut Kab Subang
Bujur 107,13397 106,80145 106,06643 108,47983 107,30334 106,80145 107,65749 106,92828 107,91545 107,44733 110,63482 110,91615 110,60086 110,19650 110,19435 110,91615 110,59940 110,41232 110,59940 110,16794 110,34636 110,34746 110,88414 110,44031 112,23638 112,64689 112,41928 112,61622 112,90855 115,60770 115,08547 115,40380 114,63573 115,11953 106,89258 107,90213 107,75152
Lintang -6,33324 -6,57350 -6,03306 -6,76344 -6,30242 -6,57350 -6,94138 -6,91956 -6,86078 -6,52591 -7,07773 -6,89802 -7,96191 -6,92119 -7,32515 -7,81577 -7,53956 -7,16872 -7,53956 -7,84648 -7,89548 -7,70699 -7,15213 -7,48184 -7,54574 -7,27537 -7,12017 -7,97366 -7,64685 -8,44871 -8,11441 -8,52594 -8,35065 -8,53684 -6,12085 -7,21454 -6,55678
48
No 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72
Lokasi Kab Tuban Kab Purwodadi Kab Lebak Kab Tangerang Kab Ciamis Kab Canjur Kab Indramayu Kab Majalengka Kab Blora Kab Brebes Kab Cilacap Kab Jepara Kab Kebumen Kota Banyumas Kota Magelang Kota Tegal Kab Pati Kab Pekalongan Kab Purbalingga Kab Sragen Kab Wonosobo Kab Bangkalan Kab Banyuwangi Kab Jember Kota Blitar Kota Madiun Kab Lumajang Kab Nganjuk Kab Sampang Kab Situbondo Kab Sumenep Kab Trenggalek
Bujur 112,04045 110,91615 106,27806 106,61811 108,36618 107,15601 108,33692 108,24004 111,41047 109,04661 109,00812 110,67585 109,66862 109,23396 110,21379 109,13065 111,01320 109,62220 109,35171 111,02373 109,90566 112,73753 114,37448 113,69236 112,17382 111,52456 113,21492 111,90218 113,23681 113,99864 113,87493 111,71709
Lintang -6,89261 -7,07773 -6,35558 -6,19474 -7,33043 -6,80821 -6,33930 -6,83789 -6,97159 -6,87363 -7,72643 -6,59006 -7,66811 -7,42636 -7,47344 -6,85821 -6,76084 -6,89572 -7,38808 -7,43002 -7,35603 -7,04463 -8,21361 -8,18047 -8,09486 -7,62041 -8,13474 -7,61148 -7,18521 -7,70849 -7,01456 -8,05822
Pada pembangunannya, infrastruktur stasiun-stasiun CORS BPN tersebut mengacu pada standar stasiun CORS IGS dan dapat dilihat pada situs http://igscb.jpl.nasa.gov/. Persebaran stasiun – stasiun CORS BPN ditunjukan pada Gambar 3.9 dan data lokasi stasiun yang tersedia di BPN saat ini hanya stasiun – stasiun CORS yang ada di Pulau Jawa.
49
Gambar 3.9 Persebaran Stasiun CORS BPN di Pulau Jawa
50
3.4.2.2 Sistem Komunikasi Data Stasiun CORS BPN Sistem komunikasi data dari jaringan CORS BPN ke server yang berada di pusat pengolahan data menggunakan VPN (virtual private network). Salah satu alasannya penggunaan VPN oleh BPN dibandingkan dengan sistem komunikasi data yang lain karena VPN lebih stabil untuk streaming data CORS real time yang digunakan dalam metode RTK untuk penentuan batas persil tanah. Selain itu, dengan pembangunan stasiun – stasiun CORS BPN yang berada di kantor – kantor BPN, maka dapat diasumsikan bahwa kantor – kantor tersebut memiliki infrastruktur yang memadai untuk hubungan menggunakan VPN. Hal yang paling penting dalam sambungan menggunakan VPN adalah koneksi yang stabil dengan delay minimum agar data yang dikirimkan tidak terputus. Data CORS BPN tersedia dalam format RINEX (Receiver Independent Exchange) maupun Streaming NTRIP (Network Transport RTCM via Internet Protocol). NTRIP adalah sebuah metode untuk mengirim koreksi data GPS (dalam format RTCM) melalui internet. RTCM sendiri adalah kependekan dari Radio Technical Commission for Maritime Services yang merupakan komite khusus yang menentukan standard radio navigasi dan radio komunikasi maritim internasional. Data format RINEX disediakan untuk pengolahan data secara post-processing , sedangkan data NTRIP untuk pengamatan posisi secara real time. 3.4.2.3 Pusat Pengolahan Data Stasiun CORS BPN Stasiun – stasiun CORS BPN mengirimkan data pada rate 1 Hz ke server data yang ditunjukan pada Gambar 3.10 , yang berada di data center CORS di kantor Direktorat Pengukuran Dasar BPN, Jalan Kuningan Barat no 1, Jakarta. Sama seperti data center yang dimiliki oleh BIG, data center milik BPN juga berfungsi untuk melakukan pengorganisasian data dan pengolahan data. Saat ini penggunaan CORS milik BPN sebatas hanya untuk kepentingan BPN, sehingga belum ada permintaan dari masyarakat ataupun pengguna diluar BPN untuk data CORS BPN. Meskipun BPN merencanakan untuk menyediakan pelayanan data CORS kepada masyarakat melalui pelayanan berbasis web, tetapi saat ini masih dalam tahap perencanaan dan diperlukan waktu kurang lebih 2 tahun untuk menyelesaikan semua tahapan yang dibutuhkan. 51
Gambar 3.10 Server tempat penyimpanan data CORS di BPN [Dokumentasi Azmi,
2012] 3.5 Layanan Jaringan CORS di Indonesia Secara umum layanan – layanan yang tersedia pada jaringan CORS adalah aplikasi penentuan posisi secara real time maupun penentuan posisi secara post processing. 3.5.1
Layanan Jaringan CORS IPGSN
Jaringan CORS IPGSN yang dikelola oleh BIG direncanakan dapat melayani aplikasi real time dan post processing untuk berbagai aplikasi dan kebutuhan baik itu dari BIG sendiri maupun masyarakat luas. Pada kenyataanya, jaringan CORS BIG saat ini hanya dapat melayani layanan real time dengan format data RTCM pada 4 stasiun CORS secara bersamaan, 4 stasiun ini dapat ditentukan secara bebas lokasinya, karena tidak memiliki perangkat lunak yang mendukung layanan tersebut. Saat ini 4 stasiun yang dapat digunakan untuk layanan real time tersebut berada di wilayah jakarta dan sekitarnya. Sementara untuk aplikasi post processing, data tersedia dalam format data RINEX yang dapat diambil langsung ke kantor BIG. Walaupun begitu, tidak semua stasiun dapat menyediakan format data tersebut, karena masih banyaknya stasiun yang tidak dapat mengirimkan datanya ke pusat pengolahan data karena masalah komunikasi data ataupun masalah infrastruktur stasiun itu sendiri. 3.5.2
Layanan Jaringan CORS BPN
Pada dasarnya, layanan yang terdapat pada jaringan CORS BPN diutamakan untuk aplikasi – aplikasi yang berhubungan dengan administrasi pertanahan di Indonesia. Perangkat lunak untuk layanan penentuan posisi real time jaringan
52
CORS BPN sudah dapat menyediakan layanan untuk seluruh stasiun BPN yang terdapat di Pulau Jawa.. Sementara untuk aplikasi post processing menggunakan data RINEX sudah tersedia juga, meskipun belum digunakan karena BPN sendiri lebih mengutamakan penggunaan layanan real time. Walaupun demikian, layanan real time terkadang tidak dapat mengirimkan koreksi karena terkendala masalah infrastruktur jaringan ataupun masalah lainnya seperti komunikasi data dan layanan CORS BPN per Bulan Juli 2012 hanya digunakan untuk kepentingan BPN. BPN sendiri saat ini sedang mengembangkan layanan penentuan posisi berbayar baik itu untuk aplikasi real time maupun post processing yang dapat diakses melalui situs http://www.bpnri-cors.net/spiderweb/. Selain itu BPN juga sedang mengembangkan layanan post processing online melalui situs tersebut dimana nantinya pengguna layanan dapat mendapatkan koordinat data yang sudah diolah. Meskipun belum berjalan hingga saat ini karena masih merupakan percobaan dan membutuhkan perbaikan – perbaikan lagi pada berbagai aspek. 3.6
Aplikasi Penggunaan CORS di Indonesia
Jaringan CORS yang ada di Indonesia akan memiliki manfaat yang sangat banyak, karena Indonesia sebagai negara kepulauan yang luas dan memiliki lebih dari 17.000 pulau dan jumlah masyarakat lebih dari 220 juta jiwa. Stasiun – stasiun CORS akan berguna sebagai referensi untuk berbagai macam aplikasi berbasis GNSS seperti positioning dan kegiatan survey dan pemetaan. Penentuan posisi menggunakan prinsip diferensial GPS seperti pemetaan topografi, survey kelautan, fotogrametri, eksplorasi minyak dan gas, survey kadaster dan survei konstruksi akan menjadi lebih mudah dengan adanya jaringan CORS. CORS milik BIG dan BPN digunakan untuk aplikasi yang berbeda karena kedua instansi tersebut memiliki fungsi yang berbeda. Jaringan CORS BIG dan BPN selain dapat digunakan untuk mempermudah aplikasi – aplikasi berbasis GPS, nantinya dapat juga membentuk aplikasi – aplikasi penggunaan yang baru baik itu secara real time maupun post-processing.
53
3.6.1 Aplikasi Penggunaan Jaringan CORS IPGSN Jaringan CORS akan memberikan manfaat yang besar untuk berbagai kepentingan yang berkaitan dengan penentuan posisi secara presisi seperti untuk melakukan . Negara Indonesia yang berada di pertemuan lempeng Eurasia, Australia, Pasifik, dan Filipina menghasilkan topografi yang sangat beragam, rentan terhadap gempa bumi dan juga banyak terdapat gunung berapi [Hamilton, 1979]. Selain itu, dengan tingkat curah hujan yang tinggi dan topografi yang beragam, tanah longsor dan banjir juga merupakan ancaman bencana alam yang dapat terjadi kapan saja di Indonesia. Beberapa kota besar di Indonesia juga mengalami penurunan muka tanah, dimana sampai sejak tahun 1992, survei GPS telah dilakukan untuk melakukan studi terhadapa karakteristik dan penyebab dari berbagai macam bencana alam yang terjadi seperti gempa bumi [e.g. Bock dkk, 2003; Subarya dkk, 2006; Abidin dkk, 2009], letusan gunung berapi [e.g. Abidin dkk, 2004; 2005; 2008c], penurunan muka tanah [e.g. Abidin dkk, 2008a; 2008b], dan landslide [e.g. Abidin dkk, 2007]. 3.6.1.1 Jaringan CORS IPGSN Sebagai Jaring Kontrol Geodetik Nasional Indonesia sebagai negara yang terletak pada pertemuan lempeng tektonik besar yang aktif bergerak mengakibatkan datum geodetik yang digunakan di Indonesia mengalami pergeseran sejalannya waktu. Dengan adanya jaringan CORS IPGSN, maka koordinat dari tiap – tiap titik yang ada pada stasiun – stasiun CORS akan terus dihitung dan stasiun – stasiun tetap tersebut akan menjadi jaring orde 0 dari kerangka geodetik nasional, yaitu sebagai jaring fidusial nasional yang merupakan jaring kerangka paling teliti di Indonesia. Untuk menjadi kerangka dasar geodetik orde-0, stasiun – stasiun CORS harus dikatkan ke kerangka ITRF yang diwakili oleh stasiun – stasiun CORS IGS, yang tersebar di dunia. Dalam konteks realisasi kerangka dasar geodetik berorde lebih rendah, jaringan CORS dapat menjadi acuan untuk jaring kontrol geodetik orde-1 dan lebih rendah. Penggunaan CORS akan menghemat biaya yang besar dalam kaitannya dengan pembaruan jaring kontrol geodetik nasional yang mana jaring kontrol tersebut tidak perlu dihitung dengan menggunakan penggunaan pengukuran terestris.
54
Selain itu, adanya jaringan CORS yang terkelola dan berfungsi dengan baik sehingga jaringan tersebut jika terus dikembangkan akan menjadi sebuah kerangka geodetik nasional yang dapat menjadi referensi dari aplikasi – aplikasi geodesi di Indonesia. 3.6.1.2 Jaringan CORS IPGSN Untuk Aplikasi Pemodelan Total Electron Content (TEC) di Indonesia Data – data dari stasiun CORS di Indonesia juga digunakan untuk melakukan pemetaan Totel Electron Content di Indonesia yang ditunjukan pada Gambar 3.11. Model periodik dari TEC tersebut didapatkan dari data 10 stasiun CORS yang berada di dalam dan disekitar wilayah Indonesia, yaitu 6 stasiun CORS IPGSN (SAMP, BAKO, KOEP, TOLI, PARN dan BIKL) dan 4 stasiun IGS (NTUS, COCO, DARW, dan PIMO).
Gambar 3.11Model TEC periodik di Indonesia dari data CORS [Muslim, 2009]
55
Selain itu, data yang didapatkan untuk pemodelan TEC tersebut dapat juga digunakan sebagai salah satu warning untuk gempa bumi, seperti yang ditunjukan pada Gambar 3.12. Pada kasus ini, terlihat bahwa beberapa hari sebelum terjadinya gempa bumi pada 26 Desember 2006 di Aceh, terjadi anomali ionosfer yang didapatkan dari stasiun – stasiun CORS untuk pemodelan TEC di Indonesia, yaitu SAMP, NTUS, dan IISC [Muslim, 2009]. Walaupun begitu, penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk mengklarifikasi data CORS yang memunculkan anomali iosnofer.
Gambar 3.12 Anomali ionosfer sebelum gempa bumi pada 26 Desember 2004) ? [Muslim, 2009]
56
3.6.1.3 Jaringan CORS IPGSN sebagai bagian dari InaTEWS Beberapa stasiun CORS IPGSN juga menjadi bagian dari Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) yang saat ini sedang dibangun oleh pemerintah Indonesia. Sensor –sensor yang terdapat di ITEWS sendiri meliputi seismometers, instrumen GPS, stasiun pasut, dan pelampung dan juga sensor tekanan bawah laut, dimana keseluruhan sistem tersebut ditunjukan pada Gambar 3.13.
Gambar 3.13 Indonesia Tsunami Early Warning System Stasiun CORS pada ITEWS berperan penting, karena jika terjadi gempa bumi yang berpotensi terjadi tsunami, maka lokasi dari gempa dapat diperkirakan dengan adanya stasiun CORS. 3.6.2 Aplikasi Penggunaan Jaringan CORS BPN Penggunaan CORS untuk mempercepat pendaftaran tanah di Indonesia, sudah mulai dikembangkan oleh BPN sejak awal pembangunan jaringan CORS pada tahun 2009. Perhitungan persil tanah dengan menggunakan GPS akan memberikan hasil perhitungan dalam satu sistem koordinat nasional. Selain itu, proses rekonstruksi persil tanah jika diperlukan, dapat dilakukan dengan lebih mudah jika batas – batas persil dihitung dengan menggunakan GPS karena akan
57
berada pada sistem koordinat yang sama. Sebagai contoh, masalah yang muncul pada proses rekonstruksi batas tanah di Aceh setelah peristiwa gempa bumi dan tsunami pada tahun 2004 sebagian besar karena batas – batas tanah yang ada disana menggunakan sistem koordinat lokal dan tidak dapat direkonstruksi menggunakan perhitungan metode GPS ( Benny dkk, 2006). Pada prinsipnya, penggunaan GNSS dalam
penentuan koordinat – koordinat
batas persil tanah dapat dilakukan dengan menggunakan direct method maupun indirect method. Direct method atau pengukuran langsung pada dasarnya adalah pengukuran yang menggunakan prinsip diferensial GNSS dan dilakukan pada persil tanah yang berada pada wilayah dengan area yang terbuka yang dilakukan langsung dengan mengikatkan rover ke benchmark yang diilustrasikan pada Gambar 3.14. Sebelum adanya jaringan CORS, benchmark orde 2 dan orde 3 JRSP (Jaringan Referensi Satelit Pertanahan) terdekat digunakan sebagai referensi, maka saat ini stasiun – staisun CORS BPN digunakan sebagai referensi dalam pengukuran batas persil tanah. Pengukuran persil tanah menggunakan CORS saat ini telah dilakukan dengan menggunakan metode RTK, dengan menggunakan stasiun – stasiun CORS terdekat sebagai stasiun referensi.
58
Satelit GNSS
Rover
Titik GNSS Referensi Persil
Gambar 3.14 Pengukuran koordinat persil dengan menggunakan pengukuran GNSS ( Direct Method ) [Abidin dkk, 2011] Jika pengamatan GNSS tidak dapat dilakukan secara langsung pada beberapa atau keseluruhan titik – titik batas persil tanah, mungkin karena adanya obstruksi sinyal yang disebabkan oleh pepohonan, maka indirect method dapat dilakukan seperti diilustrasikan Gambar 3.15 , dimana pada indirect method dibuat titik kontrol bantuan yang terikat ke benchmark orde 2 atau 3. Pada kasus ini, batas persil tanah dapat dapat diukur menggunakan metode terestrial dari titik kontrol bantuan sementara yang didirikan disekitar area persil tanah yang diukur. Titik kontrol sementara ini, didirikan dengan menggunakan metode survey GPS statis dari titik – titik CORS terdekat. Pengukuran terestris batas – batas persil tanah dari benchmark GPS dapat dilakukan dengan menggunakan ETS (Electronic Total Station).
59
Satelit GNSS
Titik GNSS Kontrol
Sementara 1
Titik GNSS Referensi
Persil
Titik GNSS Kontrol Sementara 2
Gambar 3.15 Pengukuran koordinat persil dengan menggunakan pengukuran GNSS dan terestris ( Indirect Method ) [Abidin dkk, 2011] Perbandingan dari pengukuran batas persil tanah ditunjukan pada Tabel 3.5, menunjukan bahwa direct method lebih cepat dibanding indirect method pada jumlah persil perhari yang diukur. Hasil ini merupakan pengukuran yang dilakukan di kawasan perkotaan dan pedesaan di sekitar wilayah Jakarta dan Bali pada bulan November 2010 dengan luas area kurang dari 10.000 m2 dan sekitar 40 persil tanah yang diukur. Tabel 3.5 Hasil pengukuran koordinat batas persil pada November 2010 di wilayah Jakarta dan Bali [Abidin dkk, 2011]
Metode CORS-RTK GPS rapid static GPS rapid static dan menggunakan ETS
Area Perkotaan Persil per ketelitian hari 30 1-5 cm 5 1-5 cm 6
1-5 cm
Area Pedesaan Persil per ketelitian hari 20 10-20 cm 5 1-5 cm 6
1-5 cm
60
Jaringan CORS di Dunia
3.7
Jaringan CORS telah dibangun dan dikembangkan diseluruh dunia, baik itu dalam skala global maupun regional. Jaringan tersebut digunakan untuk berbagai macam kepentingan – kepentingan bergantung pada organisasi yang mengelola jaringan tersebut. 3.7.1
IGS (International GNSS Station )
IGS adalah jaringan stasiun GNSS permanen skala global yang terdiri dari stasiun – stasiun GNSS permanen, pusat pengolahan data dan pusat analisis data yang menyediakan raw data GPS dengan kualitas yang baik dan juga layanan data real time untuk berbagai macam aplikasi ilmiah dan teknologi di dunia. IGS sendiri secara resmi didirikan pada bulan Januari 1994 oleh International Association of Geodesy (IAG). Jaringan IGS mengumpulkan, menyimpan, dan mendistribusikan data pengamatan GPS dengan tingkat akurasi yang cukup baik untuk berbagai macam aplikasi. Secara khusus, akurasi dari data – data jaringan IGS ini digunakan untuk melakukan pengembangan dan perluasan dari International Terresstrial Reference Frame (ITRF), pengamatan deformasi, pengamatan rotasi bumi, penentuan orbit satelit secara ilmiah, dan pengamatan ionosfer. Saat ini stasiun – stasiun IGS terdiri dari 440 stasiun yang tersebar diseluruh dunia dengan 368 diantaranya merupakan stasiun aktif. Persebaran stasiun – stasiun IGS di dunia dapat terlihat pada Gambar 3.16.
Gambar 3.16 Persebaran stasiun – stasiun IGS di dunia [situs IGS, 2012] 61
IGS dioperasikan secara sukarela oleh badan – badan non-profit yang terdiri dari 200 institusi di seluruh dunia dan diatur oleh anggotanya dengan Biro Pusat IGS sebagai penanggung jawab operasional tiap hari dari jaringan IGS. Tiap organisasi yang berpartisipasi memberikan kontribusinya masing – masing untuk jaringan IGS dan tidak ada memiliki sumber pendanaan utama. Data – data pada pusat data IGS yang didapatkan dari stasiun – stasiun IGS dapat digunakan tanpa biaya. Walaupun memiliki kualitas data yang baik, IGS tidak menjamin akurasi dari data – data yang ada sehingga hasil yang didapatkan dari penggunaan data – data IGS sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna. Selain itu, IGS juga terus mengembangkan layanannya kepada user, baik itu layanan real time maupun layanan raw data untuk kepentingan post-processing user. Gambar 3.17 menjelaskan bagaimana data – data dari stasiun – stasiun IGS didistribusikan kepada usernya dengan format data RINEX dan RTCM. Data tersebut disimpan di pusat data regional ataupun global milik IGS. Guna mengurangi lalu lintas jaringan IGS, data dikirimkan terlebih dahulu ke pusat data regional sebelum dikirimkan ke pusat data global. Komunikasi data yang digunakan menggunakan layanan TCP/IP. IGS sendiri terus mengembangkan jaringannya agar bisa memberikan layanan real – time disemua stasiun – stasiunnya.
Gambar 3.17 Diagram sistem kerja jaringan IGS [Situs IGS, 2012] Saat ini
IGS terus mengembangkan standar stasiun – stasiunnya dengan
melakukan pembaruan secara berkala pada pedoman pembuatan stasiun CORS
62
yang menjadi standar diseluruh dunia. IGS sendiri tidak membagi tipe stasiunnya, tetapi IGS menentukan stasiun – stasiun yang dapat masuk ke jaringan IGS berdasarkan lokasi dan infrastruktur stasiun tersebut. 3.7.2
EPN
EUREF Permanent Network (EPN) adalah sebuah jaringan CORS yang dioperasikan oleh negara – negara anggota EUREF dan biro pusat EPN dikelola oleh Royal Observatory of Belgium . Tujuan utama dari pembangunan jaringan EPN adalah untuk membangun dan memelihara European Terrestrial Reference System (ETRS). Saat ini, stasiun EPN terdiri dari 244 stasiun CORS yang tersebar di benua Eropa dan dilengkapi dengan receiver GPS dan GLONASS. Stasiun EPN dikategorikan berdasarkan kualitas dan lama waktu pengamatan yang dihitung [Kenveres, 2009]. Stasiun EPN terbagi menjadi dua yaitu stasiun tipe A yang memiliki ketelitian 1 cm pada semua epok dari rentang waktu pengamatan yang dihitung dan stasiun tipe B yang memiliki ketelitian 1 cm pada jumlah variansi epok terkecil dari tiap stasiun. Stasiun tipe A inilah yang digunakan sebagai referensi untuk pemeliharaan datum ETRS89 dan data – data yang terkait dengan hal ini disediakan di Biro Pusat EPN. ETRS89 sendiri digunakan sebagai sistem koordinat standar GNSS di seluruh benua Eropa dan berasal dari kerangka ITRS. Persebaran dari stasiun – stasiun EPN sendiri ditunjukan pada Gambar 3.18. Saat ini jaringan EPN terdiri dari 202 stasiun tipe A dan 66 stasiun tipe B. organisasi – organisasi yang bergabung di jaringan EPN ini secara sukarela mendanai jaringan EPN. Organisasi tersebut biasanya merupakan institusi pemerintah ataupun swasta dan juga organisasi – organisasi penelitian lainnya. Sistem yang seperti ini tentu membutuhkan komitmen dari tiap – tiap anggotanya agar dapat mempertahankan keberadaan jaringan EPN.
63
Gambar 3.18 Persebaran stasiun EPN di Eropa. Warna hijau menandakan stasiun tipe A dan warna merah menandakan stasiun tipe B [Situs EPN, 2012] Jaringan EPN sendiri saat ini memiliki kebijakan untuk mengambil data – data dari stasiun EPN. Semua data pengamatan tersedia dan dapat digunakan tanpa biaya dari pusat data dan biro pusat EPN. Meskipun begitu, jaringan EPN tidak memberikan jaminan bahwa data – data yang digunakan dapat memberikan kelengkapan, akurasi, dan kegunaan dari informasi yang didapatkan pada tiap – tiap stasiun [Bruyninx, 2004]. Sehingga tanggung jawab penggunaan dari jaringan EPN ini berada pada penggunannya. Saat ini jaringan EPN sedang mengembangkan aplikasi penetuan posisi real time dengan membangun infrastruktur GNSS real time berbasis web. Selain itu, jaringan EPN juga menyediakan raw data dengan format RINEX yang dapat digunakan dengan gratis dan analisis dari data – data pengamatan pada stasiun – stasiun EPN. Pengembangan jaringan EPN terus dilakukan karena EPN juga merupakan perapatan dari jaringan IGS yang tersebar diseluruh dunia. 3.7.3 SWEPOS SWEPOS adalah jaringan GNSS permanen di Swedia dan dioperasikan oleh badan pemetaan nasional Swedia. Jaringan SWEPOS pertama kali dibangun pada tahun 1994 yang terdiri dari 20 stasiun yang berada di wilayah Swedia dengan jarak antar stasiun kira - kira 200 km. Pembangunan stasiun – stasiun SWEPOS
64
saat itu semuanya dilakukan diatas bedrock. Saat ini jaringan SWEPOS memiliki 249 stasiun dengan jarak antar stasiun sekitar 35 km. persebaran stasiun – stasiun SWEPOS dapat terlihat pada Gambar 3.19. Pusat pengaturan jaringan SWEPOS terletak di kantor pusat badan survey pertanahan Swedia yang berada di Gävle, Swedia. Perkembangan jaringan SWEPOS semakin baik dengan dibangunnya stasiun – stasiun baru yang bertujuan untuk membuat jaringan menjadi lebih rapat dan untuk kepentingan aplikasi network-RTK diseluruh wilayah negara Swedia. Pada tahun 1997, jaringan SWEPOS mulai dikembangkan untuk aplikasi real time dan pada tahun 1998 jaringan SWEPOS menyediakan layan data untuk aplikasi post-processing dan penentuan posisi secara real time. Jaringan SWEPOS dari awal mula direncanakan sampai realisasinya saat ini, didanai oleh berbagai badan – badan usaha milik pemerintah seperti badan administrasi kereta api, badan administrasi jalan raya, badan penerbangan nasional Swedia, badan administrasi maritim, badan telekomunikasi, badan pertahanan nasional, dan badan suvey. Saat ini jaringan SWEPOS dioperasikan dan dikoordinasikan oleh badan survey nasional Swedia.
Gambar 3.19 Persebaran stasiun - stasiun jaringan SWEPOS di Swedia [Jämtnäs dkk, 2010] 65
Semua stasiun – stasiun SWEPOS dapat melakukan pengamatan GPS dan GLONASS
dan
terkoneksi
dengan
pusat
pengaturan
jaringan
dengan
menggunakan TCP/IP. Data dikirim ke server pusat pada rate 1Hz dengan format RTCM untuk kepentingan real time. Guna kepentingan post-processing, SWEPOS, data dalam format RINEX tersedia melalui koneksi FTP. Pusat pengaturan jaringan SWEPOS sendiri memiliki akses untuk menyediakan data – data guna keperluan aplikasi real – time maupun post-processing kepada user. Pusat pengaturan jaringan SWEPOS melakukan pengecekan kualitas raw data dan koreksi DGPS yang didapatkan dari stasiun – stasiun SWEPOS untuk nantinya diberikan ke user. Software Teqc digunakan untuk melakukan kontrol kualitas dari raw data sementara software Network-RTK digunakan untuk kontrol kualitas data real time. Stasiun SWEPOS memiliki 2 jenis tipe stasiun, yaitu tipe A dan tipe B stasiun. Pada stasiun tipe A, dibangun diatas bedrock sementara stasiun tipe B biasanya dibangun diatas gedung dan bentuk stasiun terlihat pada Gambar 3.20. Posisi – posisi dari stasiun tipe A dan tipe B jaringan SWEPOS dikontrol tiap hari dan data time series dari posisi stasiun tersebut ditampilkan pada website SWEPOS.
Gambar 3.20 Stasiun CORS SWEPOS tipe A ( gambar kiri ) dan tipe B ( kanan) [Jämtnäs dkk, 2010]
66
40 stasiun SWEPOS dibangun diatas bedrock dan dapat terlihat pada gambar 1. Guna mendapatkan lokasi monumentasi yang baik dan juga untuk mendapatkan sinyal satelit yang baik, maka stasiun tipe A dibangun didaerah pinggiran Swedia. Tinggi pilar stasiun tipe A yaitu 3 M dan pada bagian atas dari pilar antenna Dorne Margolin dipasang dan dilindungi sebuah kubah berbahan akrilik. Selain itu, sebagai antisipasi udara dingin di Swedia, pilar tersebut dilengkapi dengan penghangat elektrik yang secara konstan menjaga temperatur pada suhu 15oC. Guna mengetahui pergerakan dari pilar. Sebuah jaringan dibangun disekitar pilar, menggunakan baut baja sebagai penanda. Sebagai bagian dari pengembangan jaringan SWEPOS untuk layan NetworkRTK, stasiun – stasiun tipe B dibangun sebagai perapatan dari stasiun tipe A. Stasiun tipe B berjumlah 209 stasiun dan biasanya dibangun diatas gedung dan dimiliki oleh pemerintah daerah. Layanan Jaringan SWEPOS saat ini sudah merupakan suatu layanan komersil, dimana untuk mendapatkan data – data baik itu untuk real time ataupun postprocessing, user harus mendaftar dan membayar sesuai dengan ketentuan yang ada. Layanan yang disediakan oleh SWEPOS yaitu post-processing berbasis web dengan format data RINEX, layanan pengolahan data online melalui website SWEPOS, layanan penentuan posisi secara real – time menggunakan metode Network-RTK dan Network-DGPS. Saat ini 2300 user telah menggunakan jaringan SWEPOS diantaranya adalah pemerintah daerah, perusahaan survey, perusahan konstruksi, badan pemerintah nasional, perusahaan energy, pertanian dan dan universitas. SWEPOS sendiri sudah memiliki standar biaya untuk dapat memanfaatkan jaringan SWEPOS. 3.7.4 TUSAGA-Aktif Network Jaringan TUSAGA-Aktif bertama kali didirikan dengan nama jaringan CORS-TR oleh Istanbul Kultur University bekerja sama dengan Direktorat Jendral Pendaftaran Tanah dan Kadaster Turki dan Dirjen Pemetaan Turki dan didanai oleh Turkish Scientifik and Technical Research Agency (TUBITAK). Sama seperti jaringan – jaringan CORS lainnya, jaringan TUSAGA-aktif bertujuan untuk penentuan posisi dengan cepat dan baik serta dapat memberikan ketelitian sampai
67
orde cm terutama untuk penentuan posisi real time. Selain itu, TUSAGA-Aktif juga digunakan untuk mendapatkan model troposfer dan ionosfer, ramalan cuaca, [Roberts dkk, 2005; Musa dkk, 2005], pemantauan lempeng tektonik dengan tingkat akurasi mm yang nantinya digunakan untuk melakukan pengembangan pada sistem mitigasi untuk gempa bumi dan tsunami [Brownjohn dkk, 2004], dan juga untuk menentukan parameter transformasi datum antara sistem ED50 dan ITRF 97 [NADCON, 2004; Kempre dkk, 2006]. Setelah melakukan percobaan di wilayah Marmara, Turki, yang bertujuan untuk mengoptimalkan desain jaringan TUSAGA-Aktif, maka ditentukan bahwa stasiun – stasiun referensi dibangun di pusat – pusat kota guna memenuhi permintaan user, akses yang baik dan mudah, dekat dengan fasilitas – fasilitas komunikasi dan ditempatkan pada lokasi – lokasi dimana yang tepat untuk dilakukan pemantauan lempeng tektonik dengan jarak antar stasiun tidak lebih dari 100 km [Ibid, 2009]. Sesuai dengan kriteria – kriteria tersebut, maka sampai akhir tahun 2011 telah didirikan 147 stasiun yang ditunjukan pada Gambar 3.21.
Gambar 3.21 Persebaran stasiun CORS dalam Jaringan Tusaga-Aktif di Turki [Mekiki et.al, 2011]
68
Stasiun – stasiun TUSAGA-Aktif dibangun berdasarkan kondisi dilapangan, dimana terdapat 2 jenis monumentasi, yaitu pilar beton yang dibangun diatas tanah dan pilar besi galvanisasi yang dibangun diatap gedung. 2 stasiun kontrol dibangun di Ibukota, Ankara, yang masing – masing terletak di Direktorat Jenderal Adminisrtrasi Tanah dan Kadater Turki dan Direktoral Jenderal Pemetaan Turki. Sistem komunikasi pada jaringan TUSAGA-Aktif menggunakan sambungan internet, dimana stasiun – stasiun referensi secara otomatis mengirimkan data – data pengamatan ke stasiun kontrol tersebut untuk dilakukan perhitungan jaringan dan koreksi posisi yang nantinya akan diberikan kepada user. User jaringan TUSAGA-Aktif milik Turki terus meningkat sejak awal tahun 2009 dan pada bulan Juli 2010 telah mencapai 2100 user. Sejak pertama kali didirikan jaringan TUSAGA-Aktif telah mendapatkan keuntungan finansial yang dapat digunakan untuk menjalankan sistem tersebut dan dapat dijadikan contoh pada pembangunan jaringan-jaringan CORS lainnya. 3.7.5
GNSS Earth Observation Network (GEONET)
GEONET (GNSS Earth Observation Network) berada di Jepang dan terdiri dari sekitar 1200 stasiun GNSS yang merupakan jaringan CORS terbesar didunia. Jaringan ini dioperasikan oleh GSI (Geographical Survey Institute) dan digunakan untuk pemantauan deformasi bumi dan juga sebagai jaring kontrol geodetik. Layanan real-time juga telah tersedia pada sistem GEONET untuk mempercepat proses pemantauan deformasi dan juga digunakan untuk penentuan posisi dan berbagai macam aplikasi lainnya. GEONET didirkan pertama kali pada tahun 1993 dengan 110 stasiun yang berada di wilayah Tokai dan Kanto Selatan. Jaringan ini awalnya dikhususkan untuk pemantauan deformasi pada wilayah tersebut. Sementara itu, jaringan GNSS nasional yang terdiri dari 100 stasiun permanen dibangun pada tahun 1994 dan mulai beroperasi pada tanggal 1 Oktober 1994. 3 hari setelah beroperasi, gempa bumi di timur wilayah Hokkaido terjadi dan pergeseram seismik yang ada dapat dideteksi oleh jaringan GNSS tersebut hanya dalam rentang waktu 2 hari. GSI akhirnya mengintegrasikan kedua jaringan tersebut menjadi satu dan secara
69
bertahap menambahkan jumlah stasiun yang digunakan pada GEONET dengan fungsi utama untuk melakukan pemantauan deformasi di wilayah Jepang Kerapatan dari stasiun-stasiun GEONET yaitu sekitar 20km. Stasiun GEONET sendiri dibangun dengan menggunakan pilar setinggi 5 meter dengan kedalaman 2 meter pada tiap stasiun yang ada. Pilar tersebut dibuat dengan menggunakan stainless steel dan dilengkapi dengan antena GNSS dan radome yang berada diatasnya dan sebagian besar dari stasiun GEONET menggunakan antena tipe choke ring. Selain itu, receiver GNSS dual-frequency, alat komunikasi, dan baterai cadangan yang diletakkan diatas pilar. Sistem komunikasi yang digunakan menggunakan koneksi IP melalui IP-VPN (Internet Protocol Virtual Private Network) dan sinyal dual-frequency yang membawa data fase dan kode dari satelit observasi pada rate 1hz yang dikirimkan secara real-time ke stasiun pusat, disimpan pada suatu memori untuk jangka waktu beberapa hari. Pada stasiun yang tidak tersedia jaringan broadband, data diamati pada interval 30 detik dan dikirimkan melalu komunikasi telepon atau satelit setiap 3 jam. Stasiun utama melakukan kontrol pada seluruh stasiun pengamatan, sistem komunikasi data, sistem manajemen data, dan juga analisis dari hasil pengolahan data. Data 1Hz disimpan didalam harddisk selama 2 minggu sebelum dibuang. data buangan tersebut nantinya akan dipecah menjadi data pada interval 30 detik dan disimpan pada sebuah basis data penyimpanan setelah dikonversi menjadi suatu format file tertentu. Data dengan interval 30 detik tersebut digunakan sebagai bahan untuk analisis rutin. Analisis rutin yang dilakukan sendiri yaitu, quick analysis, rapid analysis, dan final analysis. Quick analysis dilakukan near real-time, dengan interval waktu 3 sampai 6 jam. Rapid analysis dan final analysis dianalisis tiap 24 jam dan menghasilkan analisis yang lebih akurat dibanding quick analysis. Seluruh hasil analisis dari ketiga jenis analisis tersebut disimpan pada suatu database. Persebaran stasiun – stasiun GEONET di Jepang ditunjukan pada Gambar 3.22.
70
Gambar 3.22 Persebaran stasiun – stasiun GNSS jaringan GEONET di Jepang [situs GEONET, 2012] 3.7.6
CORSnet-NSW
CORSnet-NSW merupakan jaringan GNSS CORS yang berkembang dengan cepat yang bertujuan untuk menyediakan infrastruktur penentuan posisi yang akurat, dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama, dan juga mudah digunakan dimana jaringan ini berada di wilayah New South Wales, Australia. Selain CORSnet-NSW, di Australia juga terdapat beberapa jaringan CORS lainnya seperti AuScope. Jaringan CORSnet-NSW sendiri merupakan bagian dari proyek Asia Pacific Reference Frame (APREF). Jaringan ini dapat melayani berbagai macam aplikasi GNSS seperti survey, pemetaan, pertanian, pertambangan, dan
71
konstruksi. CORSnet-NSW dibangun dan dioperasikan oleh LPI (Land and Property Information) yang berada dibawah NSW Department of Finance and Services. Stasiun CORS milik LPI pertama kali dibangun pada tahun 1992 yang digunakan untuk mendukung kegiatan survey dan fotografi udara. Pada tahun 2004, suatu jaringan yang terdiri dari tujuh stasiun CORS didirikan di Sydney dan mulai dapat digunakan oleh masyarakat luas setahun setelahnya dengan nama SydNET (Roberts dkk, 2007). Suatu usaha baru dilakukan untuk melakukan ekspansi guna memperluas cakupan jaringan CORS diwilayah New South Wales pada tahun 2009 sehingga dibangunlah CORSnet-NSW. Saat ini jaringan CORSnet-NSW terdiri dari 100 stasiun permanen dengan jarak antar stasiun sekitar 50 km, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.23 dan direncanakan untuk dapat diperluas hingga 140 stasiun permanen pada akhir tahun 2014. Sementara SydNET yang selama beberapa tahun beroperasi secara sinergis dengan CORSnet-NSW semua layanannya telah berhenti pada 2 Mei 2011.
Gambar 3.23 Persebaran Stasiun CORSnet-NSW di New South Wales, Australia [Jansenn dkk, 2011].
72
Semua stasiun referensi CORSnet-NSW yang beroperasi dilengkapi dengan perangkat terbaru yang menggunakan konstelasi satelit GPS, GLONASS, dan Galileo. Jaringan CORSnet-NSW menyediakan layanan GNSS Diferensial (DGNSS / DGPS), Real Time Kinematic (RTK) dan Real Network Time Kinematic (NRTK) untuk layanan real time dan data RINEX untuk postprocessing. Berkaitan dengan infrastruktur stasiun, jaringan CORSnet-NSW memiliki suatu panduan dalam pembuatan stasiun yang digunakan sebagai acuan dalam pembangunan stasiun-stasiunnya. CORSnet-NSW juga mendukung berbagai macam aplikasi yang menggunakan GNSS seperti seperti pembangunan infrastruktur negara, manajemen aset, manajemen sumber daya alam, sistem transportasi, sektor pertanian dan kegiatan penelitian. 3.7.7
Malaysia Real time Kinematic GNSS Network (MyRTKnet)
Pada tahun 2003, Badan Survey dan Pemetaan Malaysia (JUPEM) membangun suatu jaringan CORS real time bernama Malaysia Real time Kinematic GNSS Network (MyRTKnet). Sistem ini secara bertahap dikembangkan oleh JUPEM pada tahun 2006-2008, dimana pada saat itu 51 stasiun referensi MyRTKnet dibangun dan sampai dengan akhir tahun 2011, telah terdapat 78 stasiun referensi yang tersebar di Malaysia, ditunjukan pada Gambar 3.24. Pada pembangunannya, jaringan MyRTKnet didesain untuk memiliki jarak antar stasiun referensi pada range 30-150 km, dengan mengirimkan data pengamatan ke pusat pengolahan data melalui jaringan komunikasi IPVPN. Selain itu, jaringan MyRTKnet ini bertujuan untuk melayani penentuan posisi secara real time di Malaysia dengan akurasi mencapai tingkat centimeterpada jaringan yang rapat dan tingkat desimeter pada jaringan yang relatif lebih renggang. JUPEM juga mengembangkan suatu aplikasi web guna memberikan data near real time maupun data post-processing kepada pengguna diseluruh wilayah didalam jaringan MyRTKnet.
73
Gambar 3.24 Jaringan MyRTKnet Malaysia [Jamil dkk, 2010] Sistem komunikasi data menggunakan IPVPN yang menghubungkan stasiun – stasiun MyRTKnet ke jaringan Telekoms Malaysia. Sistem ini dapat mencakup seluruh wilayah Malaysia kecuali beberapa daerah terpencil. Keunggulan menggunakan IPVPN adalah jalur komunikasi tersebut hanya membutuhkan satu modem dan koneksi kecepatan tinggi yang berada pada pusat kontrol dibanding dengan jaringan komunikasi internet biasa yang membutuhkan modem dan jalur komunikasi sendiri untuk tiap – tiap stasiun. Layanan – layanan yang disediakan oleh MyRTKnet diantaranya adalah koreksi VRS, koreksi statis, dan koreksi DGPS. Koreksi VRS dapat memberikan tingkat akurasi horizontal 1 – 3 cm dan tingkat akurasi vertikal 3-6 cm. sementara koreksi statis diberikan untuk keperluan post-processing dengan tingkat ketelitian 1 cmn atau lebih tinggi. Jaringan MyRTKnet dapat digunakan untuk berbagai macam aplikasi – aplikasi berbasis survey yaitu survey perekayasaan, survey topografi, survey batas, survey konstruksi, analisis banjir, survey titik kontrol fotogrameteri, aplikasi GIS, pemetaan dan navigasi. Pusat data dari MyRTKnet juga telah dibangun dengan software manajemen data, server berbasis web, router untuk komunikasi data, power supply, dan berbagai macam kebutuhan lainnya agar jaringan MyRTKnet dapat beroperasi.
74