JAM KERJA FLEKSIBEL MENGURANGI” TURN OVER” KARYAWAN Sutjana, I D.P.; Inten, I D.A. Dept. Of Physiology School of Medicine Udayana University Denpasar Bali Indonesia E-mail :
[email protected] Abstrak. Kehidupan bermasyarakat orang Bali khususnya yang beragama Hindu ditandai dengan semangat gotong royong baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pelaksanaan upacara adat maupun upacara agama. System demikian telah diwarisi secara turun temurun dan dirasakan sangat baik, karena kondisi tersebut dibangun sesuai dengan kondisi waktu itu dimana mata pencaharian masyarakat masih seragam di suatu banjar atau desa. Namun dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dimana telah berkembang berbagai macam aktivitas manusia dengan berbagai macam kegiatan ekonomi, maka mata pencaharian masyarakat mulai tidak seragam lagi. Dengan beraneka ragam mata pencaharian masyarakat dengan beraneka ragam waktu kerjanya, mulailah terjadi permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan bermasyarakat khususnya yang memerlukan kegiatan bersama seperti pelaksanaan upacara adat atau upacara agama. Beberapa pelaksanaan upacara yang melibatkan anggota masyarakat bersamaan seperti upacara ngaben, upacara agama dsb pelaksanaannya pada waktu jam kerja. Beberapa perusahaan swasta seperti hotel, Restoran, Bank atau tempat kerja lainnya penerapakan jam kerja 8 jam atau 12 jam sehari secara ketat, dan sulit minta ijin apabila ada keperluan, namun ada pula yang fleksibel menerapkan jam kerja sehari dan mudah minta ijin apabila ada keperluan. Berkaitan dengan masalah tersebut dilakukan studi melalui observasi dan wawancara dengan karyawan dan personalia mengenai penggajian, pergantian karyawannya, serta ketenangan kerja karyawan. Diperoleh hasil bahwa ternyata perusahaan yang menerapkan jam kerja fleksibel pergantian karyawan lebih rendah dan ketenangan kerja karyawan lebih baik dari pada perusahaan yang ketat penerapan jam kerjanya, walaupun sistem penggajiannya lebih rendah. Dari wawancara diperoleh simpulan bahwa wang memang dibutuhkan namun ketenangan kerja dan ketenangan bermasyarakat lebih diutamakan. Dapat disimpulkan bahwa penerapan jam kerja fleksibel turn over karyawan lebih rendah daripada perusahaan yang ketat menerapkan jam kerja. Kata kunci: waktu kerja fleksibel, pergantian karyawan, ketenangan kerja.
FLEXIBLE WORKING HOURS REDUCED EMPLOYEE’S TURNOVER Sutjana, I D.P.; Inten, I D.A. Dept. Of Physiology School of Medicine Udayana University Denpasar Bali Indonesia E-mail :
[email protected] Abstract. Social life in particular Balinese Hindu marked by the spirit of mutual cooperation in both daily life and in the implementation of traditional ceremonies and religious ceremonies. Thus the system has been inherited from generation to generation and felt very good, because these conditions are built in accordance with the conditions at that time where people's livelihoods are uniform in a row or village. But with the development of science and technology which has developed a wide range of human activities with a variety of economic activities, the livelihoods of people are starting to no longer uniform, there is still a farmer, there is a government employee, there are entrepreneurs, some are working in the hotels, restaurants, etc.. With a wide range of people's livelihood with a wide range of working time, start going problems in the implementation of community activities especially those requiring the implementation of joint activities such as religious ceremonies or rituals. Some of the ceremony involving the members of the community together like cremations ceremony, religious ceremony, etc. can not set the time. Some companies such as hotel, restaurant, bank or other workplace the application of rigid of work hours, 8 hours a day, and difficult to ask for permission if there is a need, but there is also implementing a flexible working hours a day and easy to ask for permission if there is a need. Study conducted through observation and interviews with employees and personnel on the payroll, about employee turnover, and the tranquility of the employee. The results indicate that turned out to companies that implement flexible working hours is lower employee turnover and employee peace is better than the rigid application of the company working hours, although a lower payroll system. From interview research concluded that money was needed but calmness and serenity social work preferred. It can be concluded that the application of flexible working hours is lower employee turnover than companies that apply rigid working hours. Keywords: flexible working hours, rigid working hours, employees turnover
1.PENDAHULUAN Kehidupan bermasyarakat orang Bali khususnya yang beragama Hindu ditandai dengan semangat gotong royong baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pelaksanaan upacara adat maupun upacara agama (Sutjana, 2002 a). Semangat gotong royong telah diwarisi secara turun temurun dan dirasakan sangat baik, karena kondisi tersebut dibangun sesuai dengan kondisi waktu itu dimana mata pencaharian masyarakat masih seragam di suatu banjar atau desa. Namun dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dimana telah berkembang berbagai macam aktivitas manusia dengan berbagai macam kegiatan ekonomi, maka mata pencaharian masyarakat mulai tidak seragam lagi, ada yang tetap sebagai petani, ada yang menjadi pegawai negeri, ada yang wiraswasta, ada yang bekerja di perusahaan swasta, dsb. Dengan beraneka ragam mata pencaharian masyarakat dengan beraneka ragam waktu kerjanya, mulailah terjadi permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan bermasyarakat khususnya yang memerlukan kegiatan bersama seperti pelaksanaan upacara adat atau upacara agama (Sutjana, 2002 b; 2004;). Beberapa pelaksanaan upacara yang melibatkan anggota masyarakat bersamaan seperti upacara ngaben, upacara agama dsb tidak bisa diatur waktunya dan pelaksanaannya persis pada waktu jam kerja (Sutjana, 2004; 2008). Beberapa perusahaan swasta seperti hotel, Restoran, Bank atau tempat kerja lainnya penerapakan jam kerja 8 jam sehari secara ketat, dan sulit minta ijin apabila ada keperluan, namun ada pula yang fleksibel menerapkan jam kerja sehari dan mudah minta ijin apabila ada keperluan. Dalam usaha perhotelan maupun resporan tampaknya sering terjadi pergantian (turn over) karyawan. Perpindahan karyawan tersebut terjadi karena adanya persaingan atau sering disebut dengan pembajakan karyawan, karena di tempat yang baru diberi fasilitas atau penghasilan yang lebih besar. Namun di beberapa hotel di Bali ternyata ada faktor lain yang mempengaruhi yakni penerapan jam kerja sehari, yang mempengaruhi betah bekerja di tempat itu atau berpindah ke tempat lain yang lebih cocok salah satu di antaranya adalah penerapan jam kerja (Sutjana, 2008). Untuk itu dilakukan studi berkaitan dengan penerapan jam kerja dikaitkan dengan pergantian karyawan.
2. SUBYEK DAN METODA 2.1 Subyek : subyek dalam studi ini adalah karyawan hotel bintang dua di kawasan Sanur (hotel P, hotel G, hotel B dan hotel PD) 2.2 Metoda : - wawancara kepada: a. Manejer mengenai: jumlah kamar, rerata hunian hotel, b. Personalia mengenai: sistem penggajian, pengaturan giliran kerja,
c. Karyawan mengenai: penerapan pengaturan giliran kerja, penghasilan, ketenangan kerja. 2.3 Analisis: secara deskriptif. 3. HASIL Dari hasil wawancara dengan manajemen dan personalia dari keempat hotel tersebut diperoleh data mengenai jumlah kamar, rerata hunian, penggajian dan pengaturan jam kerja sehari seperti yang disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Jumlah kamar, rerata hunian, penggajian dan pengaturan jam kerja dari hoel B, PD, P dan G. ______________________________________________________________________ HOTEL B PD P G ___________________________________________________________________________________ JUMLAH KAMAR 80 40 55 74 RERATA HUNIAN (%)
80
40
80
30
PENGGAJIAN
UMR
UMR
> UMR
> UMR
PENGATURAN GILIRAN KERJA 2-2-2 2-2-2 2-2-2 2-2-2 ____________________________________________________________________________________
Sedangkan mengenai jumlah karyawan, pada tahun 2007 jumlah karyawan seluruhnya, jumlah karyawan lama dan karyawan baru dibandingkan dengan jumlah karyawan pada tahun 2011 disajikan seperti pada tabel 2. Tabel 2. Jumlah Karyawan Seluruhnya, Karyawan lama dan Karyawan baru tahun 2007 dan 2011, serta penerapan giliran kerja di Hotel B, PD, P dan G. _______________________________________________________________________ HOTEL B PD P G JUMLAH KARYAWAN ____________________________________________________________________________________ TH. 2007 (orang)
88
55
55
92
TH 2011 (orang)
90
50
52
81
KARYAWAN LAMA (orang)
72 (80%)
40 (80%)
16 (30%)
40 (49%)
KARYAWAN BARU (orang)
18 (20%)
10 (20%)
36 (70%)
41 (51%)
PENERAPAN GILIRAN KERJA Fleksibel
Fleksibel
Ketat
Ketat
________________________________________________________________________
4. PEMBAHASAN Hasil wawancara dengan menejer, personalia dan karyawan di sampaikan bahwa prospek perkembangan pariwisata di Bali sekarang menyatakan bahwa sebetulnya prospek perkembangannya sangat bagus karena pada saat dikelola oleh satu manajemen hunian hotel tersebut selalu di atas 80% sepanjang tahun. Dengan hunian demikian semua merasa senang melaksanakan pekerjaan karena uang servicenya jauh lebih tinggi dari gajinya. Sistem manajemen saat itu menganut manajemen Internasional, dimana standard Operation and Procedur (SOP) sangat jelas, prosedur pembagian service, serta perhitungan penggunaan dana yang lain jelas, sehingga semua karyawan bisa menghitung service yang mereka proleh di pada setiap tanggal 15 bulan berikutnya (Sutjana, 2004; 2008). Sejak tahun 1998 karena sesuatu dan lain hal manajemen kemudian pecah dan setiap hotel dikelola oleh pemiliknya masing-masing. Setelah dikelola oleh masingmasing pemilik kemudian dilakukan perubahan-perubahan terutama dalam pengelolaan operasional sesuai dengan keinginan pemilik, sedangan standard operation dan procedur yang telah dilaksanakan sebelumnya di ubah, dengan sistem pengelolaan masing-masing. Dengan perubahan sistem pengelolaan hotel, SOP menjadi tidak jelas, pengelolaan keuangan, jenjang karier juga tidak jelas sehingga perhitungan servicespun sesuai keinginan pemilik. Apabila dilihat jadwal kerja dijumpai bahwa ada perbedaan penerapan pengaturaan giliran kerja di ke empat hotel tersebut. Pada hotel P dan hotel G, penerapan giliran ataupun jam kerja sangat ketat, 8 jam kerja sehari dan sulit minta ijin untuk keperluan pribadi seperti pelaksanaan upacara adat, upacara agama dsb. Malah pada hotel P setelah jam kerja diharuskan mengikuti acara yang dilaksanakan oleh pimpinan/ouner, sampai 20.00-21.00 WITA.tanpa memperhatikan kepentingan karyawan masing-masing. Di hotel G di samping sulit minta ijin juga tidak boleh libur selama waktu yang ditentukan ( dalam 2 bulan atau 3 bulan). Kondisi demikian menyebabkan terganggunya ketenangan kerja (Anonym, 2011; Karen, 1999). Walaupun tampak karyawan masih bekerja, namun tidak sungguhan, bahkan sering menghindari pekerjaan. Sedangkan pada hotel B dan PD, penerapan giliran atau jam kerja sangat fleksibel, dalam arti jadwal kerja tetap disusun 8 jam sehari sesuai ketentuan, giliran kerja diatur 22-2, tetapi apabila ada keperluan seperti pelaksanaaan upacara adat, upacara agama mudah minta ijin asal diberitahukan sebelumnya dan pasti ada yang menggantikan, sehingga pelaksanaan pekerjaan di hotel berjalan baik. Disini mudah menukar hari kerja. Pada kedaan tertentu ada kompensasi 1 diganti 2. (Sutjana, 2004; 2009). Besaran gaji perbulan pada hotel P dan G memperoleh gaji sudah diatas upah minimum regional (UMR), sementara hotel B dan PD masih sebesar UMR sekitar 1100.000 rupiah per bulan. Ini berarti bahwa penghasilan karyawan di hotel P dan G lebih besar daripada penghasilan karyawan di hotel B dan PD. Pergantian (turnover) karyawan pada hotel yang menerapkan pengaturan giliran atau jam kerja yang fleksibel seperti hotel B karyawan lama 72 orang (80%) dan karyawan baru 18 orang (20%). Hotel PD karyawan lama masih sekitar 40 orang 80%, dan yang baru hanya 10 orang (20%). Sementara pada hotel P karyawan lama masih 16 orang (30%) dan yang baru 30 orang (70%). Sedangkan pada hotel G karyawan lama 40 orang (49%) dan karyawan baru 40 orang (51%). Disini tampak bahwa walaupun
penghasilan di hotel P dan G lebih besar dibandingkan hotel B dan PD, karena pengaturan giliran atau jam kerja sangat ketat, banyak karyawan yang tidak tahan dan memilih berhenti bekerja. Karyawan barupun sering tidak bertahan lama dan sering silih berganti, mereka akan pindah lagi kalau sudah memperoleh tempat kerja yang lebih tenang. Jadi pada hotel yang menerapkan pengaturan giliran atau jam kerja yang ketat, seperti di hotel P dan G walaupun sistem penggajiannya lebih besar dibandingkan hotel B dan hotel PD yang menerapakan giliran atau jam kerja fleksibel pergantian (turnover) karyawan jauh lebih tinggi. Disini bisa diperhatikan bahwa gaji itu penting, tetapi besarnya gaji bukan menjadi pertimbangan utama, sebab yang lebih penting adalah ketenangan kerja dan bisa melakukan aktivitas bermasyarakat dengan nyaman dilingkungannya (Anonym, 2011; Karen, 1999; Sutjana, 2009; Sutjana, dkk.2010).
5. SIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa walaupun sistem penggajian di hotel lebih tinggi apabila penerapan giliran atau jam kerja yang ketat mengakibatkan pergantian (turnover) karyawan lebih tinggi dibandingkan dengan penerapan giliran atau jam kerja fleksibel. Bahwa di samping gaji karyawan membutuhkan ketenangan kerja baik di tempat kerja maupun dilingkungan tempat tinggalnya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disarankan bahwa kepada para manejer atau pemilik hotel dalam pengelolaan hotel perlu memperhatikan kebutuhan sosial karyawan sebagaian bagian dari masyarakat tempat tinggalnya. REFFERENCES Anonym. (2011), Stress at Work. Http://en.wikipedia.org/wiki/workplace-stress. Karen, J. (1999), Psychosocial Factors in Work Related Muskuloskeletal Disorders.Ergonomics for Therapists. Second Edition. Boston Sutjana, I D.P.(2002a), Balinese Agriculture in A Changing World. NationalInternational Seminar Tradisional Culture In A Changing World, Denpasar March 22. Sutjana, I D.P. (2002b), Kiat Manajemen Untuk Mengatasi Krisis Dalam Pengelolaan Hotel. Kumpulan makalah ergonomi pada Kongres Nasional XI dan seminar Ilmiah XIII IAIFI dan International Seminar on Ergonomics and Sports Physiology, Denpasar, 14-17 Oktober. Sutjana, I D.P. (2004), Pengaturan shift work untuk mencegah PHK karyawan di hotel Bintang Dua di kawasan Sanur. Seminar Ergonomi, Yogyakarta. Sutjana, I D.P. (2008), The Role of Culture For Succesfull Ergonomics Implementation. 8th IIES International Symposium- The 1st East Asian Ergonomics Federation Symposium. Kitakyushu Japan. 12-14 Nopember. Sutjana, I D.P.( 2009), Ergonomics cultural Among Cultural Ceremony Activity in Bali. The 17th Congress of the International Ergonomics Association (IEA 2009). Beijing China, 9-14 Agustus. Sutjana, I D.P.; Manuaba, I.B.A.; Inten, I D.A. (2010), Pemberdayaan Penerapan
Ergonomi di Beberapa Sektor Pelayanan Publik di Denpasar. Laporan Pengabdian Pada Masyarakat Universitas Udayana Tahun anggaran 27 April.
AUTHOR BIOGRAPHIES Sutjana, I D.P. adalah Guru Besar Ergonomi, Dosen Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran, Ketua Program Studi Magister Ergonomi-Fisiologi Kerja Universitas Udayana. Menamatkan Magister Ergonomi-Fisiologi Kerja di Program Studi Magister Ergonomi-Fisiologi Kerja Program Pascasarjana Universitas Udayana. Inten, I D.A. adalah Asisten Ahli di Bagian Fisiologi Fakultas Kedojteran Universitas udayana. Menamatkan Magister Aging Madicine di Program magister Aging Madicine Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasa Bali. Alamat korespondensi, Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Jalan P.B.Sudirman Denpasar Bali, Telp/Fax: +62-361-226132; E-mail:
[email protected]