Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010
PENGEMBANGAN MANAJERIAL DI TINGKAT FIRST LINE MANAGER SEBAGAI USAHA MEMINIMALISIR TURN OVER KARYAWAN DI PERUSAHAAN KONSTRUKSI Fauziah S. C. S. Maisarah1 1
Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Malang, Kampus I Polinema Jl. Veteran 8 Malang Email:
[email protected].
ABSTRAK Beberapa faktor penyebab fenomena perpindahan atau turn over karyawan yang terjadi di perusahaan-perusahaan konstruksi adalah karena karakteristik industri konstruksi yang berbasis proyek dan dinamis, langkanya tenaga kerja unggulan di sektor konstruksi, war of talent akibat ekspansi usaha perusahaan konstruksi besar menghadapi persaingan global, faktor imbalan dan paket remunerasi yang sangat kompetitif antar perusahaan, program pengembangan karir yang tidak jelas, dan rendahnya engagement employee karyawan, dan pekerjaan atau proyek yang kurang menantang sehingga menurunkan motivasi karyawan. Turn over karyawan diduga dapat berpengaruh pada kinerja perusahaan, terutama turn over karyawan di tingkat manajerial. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah turn over karyawan adalah dengan mengadakan pengembangan manajerial oleh perusahaan bagi karyawan di level manajer, khususnya pada manajer tingkat pertama. Hal ini disebabkan karena karyawan tingkat first line manager adalah karyawan yang sangat vital kontribusinya bagi perusahaan dan merupakan ujung tombak penerus kepemimpinan perusahaan dimasa yang akan datang. Pengembangan manajerial di tingkat first line manager dapat dilakukan dengan mengadakan pelatihan untuk mengembangkan hard skill maupun soft skill. Pengembangan hard skill yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan training maupun coaching kepada karyawan mengenai keahlian yang dapat mendukung kemampuan teknik karyawan dalam pekerjaan mereka. Pengembangan soft skill bagi first line manager akan berguna bagi manajemen perusahaan. Materimateri soft skill yang dapat diberikan bagi karyawan tingkat first line manager adalah teknik-teknik manajemen, seperti team building, communications, delegation, motivating, dan leadership. Kata kunci: turn over, first line manager, pengembangan manajerial.
1.
PENDAHULUAN
Persaingan global merupakan salah satu tantangan yang mau tidak mau harus dihadapai oleh dunia bisnis dan industri konstruksi. Globabalisasi dapat dipandang dari dua sisi yang berbeda. Secara positif, globalisasi merupakan suatu tantangan yang jika mampu diatasi, maka industri tersebut dapat jadi pemenangnya. Namun, jika globalisasi dianggap sebagai suatu masalah atau hambatan, maka kecenderungannya adalah kita akan lari menghindarinya. Globalisasi merupakan suatu ide yang muncul dari keinginan negara-negara yang menginginkan adanya kebebasan dalam melakukan kegiatan di suatu tempat untuk mendapatkan keuntungan materi maupun non-materi. Ide globalisasi ini digulirkan di dalam agenda organisasi baik regional maupun internasional dimana negara yang menjadi anggota organisasi tersebut wajib melaksanakan agenda globalisasi tersebut. Pengaruh globalisasi pada industri konstruksi dapat ditinjau dari perkembangan industri konstruksi yang dewasa ini semakin cepat, baik dari segi teknologinya maupun dari persaingan bisnis yang ada. Hal ini memunculkan liberalisasi perdagangan barang, jasa, dan investasi konstruksi. Arus perdagangan barang, jasa, dan investasi konstruksi menjadi tidak terbelenggu oleh batas-batas fisik dan regulasi antar negara. Pengaruh liberalisasi perdagangan pada dunia industri konstruksi nasional saat ini mulai terlihat dengan dimungkinkannya pesaing asing (owner, kontraktor dan konsultan asing) masuk ke dalam negeri dengan membawa teknologi, pengalaman, dan etos kerja yang berbeda dengan industri konstruksi nasional. Mereka dikhawatirkan akan mengambil pangsa pasar industri konstruksi nasional, baik dari hal memperoleh tender proyek maupun sumberdaya manusia nasional yang berkualitas dengan harga murah.
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
M - 159
Fauziah S. C. S. Maisarah
Pengaruh persaingan global di industri konstruksi akan berdampak pada tuntutan peningkatan kuantitas dan kualitas kerja sumber daya manusia yang berujung dengan tuntutan peningkatan daya saing sumber daya manusia di industri konstruksi nasional. Persaingan global, menuntut perusahaan-perusahaan jasa konstruksi di Indonesia untuk dapat mempertahankan daya saingnya dan berkompetisi dengan sehat. Untuk dapat bertahan di dunia industri konstruksi nasional dan berkiprah di industri konstruksi regional maupun internasional, maka perusahaan harus mampu mempertahankan staf profesionalnya sebagai modal intelektual. Perusahaan-perusahaan konstruksi di Indonesia perlu mewaspadai aksi bajak-membajak karyawan oleh perusahaan lain. Hal ini akan memicu tingkat keluar masuk (turnover) karyawan, terutama pada jajaran manajemen (termasuk first line manager) dan pekerja dengan keahlian khusus (critical skill employees). Hal ini harus diwaspadai oleh kalangan industri dan perusahaan konstruksi nasional, karena karyawan di level itu sangat vital kontribusinya bagi perusahaan. Masalah turn over karyawan melanda hampir seluruh perusahaan. Berdasarkan hasil survei Majalah SWA menunjukkan bahwa masalah turn over karyawan merupakan masalah ketiga dari delapan masalah utama mengenai sumber daya manusia yang dihadapi oleh perusahaan di Indonesia (Djatmiko, 2008). Makalah ini akan mendiskusikan hasil survei mengenai pengembangan sumberdaya manusia di industri konstruksi yang bertujuan untuk menyusun suatu kerangka berfikir dalam menentukan model strategi pengembangan manajerial sebagai salah satu solusi untuk meminimalisir masalah turn over karyawan di perusahaan konstruksi nasional, khususnya di tingkat first line manager.
2.
FAKTOR PENYEBAB TURN OVER KARYAWAN DI PERUSAHAAN KONSTRUKSI
Perkembangan sektor properti yang semakin besar akan berimbas pada ekpsansi usaha yang dilakukan perusahaanperusahaan konstruksi besar. Iklan-iklan pemasaran properti hampir setiap hari hadir di media massa, baik properti yang berupa landed house, apartemen, hotel, maupun perkantoran ditawarkan. Hal ini membuat perusahaanperusahaan konstruksi akan membutuhkan tenaga-tenaga profesional dan para pemimpin (tingkat manajerial) dengan jumlah yang sangat besar. Keadaan ini menjadi salah satu pemicu dalam aksi bajak-mambajak karyawan, karena untuk merekrut para fresh graduate menjadi sangat berisiko bagi kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan akan mengambil jalan pintas dengan mengambil tenaga kerja yang telah memiliki keahlian dan pengalaman. Perkembangan bisnis industri konstruksi ini ternyata tidak diimbangi dengan jumlah tenaga kerja unggulan yang memadai, sehingga hal ini akan memicu aksi bajak-mambajak karyawan unggulan (war of talent) dengan menawarkan paket remunerasi yang lebih menarik. Hasil survei Employer of Choice (EoC) yang dilakukan oleh Hay Group dan SWA pada tahun 2007 menyebutkan bahwa terdapat dua faktor pendorong war of talent pada industri yang dinamis, yaitu kesejahteraan dan kejelasan manajemen talenta menjadi titik perhatian awak perusahaan. Talenta terbaik yang tidak mendapatkan kesejahteraan yang seimbang akan mudah pindah ke perusahaan lain yang dapat menyediakan hal tersebut. Industri konstruksi sebagai salah satu industr yang bergerak dinamis pasti merasakan hal itu. Karakter industri konstruksi yang berbasis proyek menyebabkan adanya suatu mobilitas yang tinggi dari tenaga kerja profesionalnya, sehingga pada akhirnya akan menyebabkan rendahnya loyalitas staf profesional tersebut pada perusahaan. Faktor imbalan dan paket remunerasi juga menjadi suatu hal yang dapat menyebabkan timbulnya turn over karyawan. Dengan demikian maka perusahaan perlu mempertimbangkan untuk memberikan imbalan yang kompetitif agar para staf profesionalnya tidak berpindah kerja. Faktor imbalan tidak hanya gaji dan fasilitas yang bersifat materi saja, namun adanya suatu pelatihan merupakan hal penting yang harus diberikan perusahaannya kepada karyawannya sebagai suatu investasi jangka panjang yang dapat meningkatkan loyalitas. Menurut teori hierarki kebutuhan Marslow, tantangan pekerjaan merupakan salah satu kebutuhan yang dapat menjadi motivasi bagi para karyawan. Ketika kebutuhan dasar telah terpenuhi, maka kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya akan diperlukan. Hirarki kebutuhan tersebut adalah: kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan pengakuan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Tantangan suatu pekerjaan merupakan salah satu kebutuhan akan aktualisasi diri bagi para karyawan. Karyawan yang merasa pekerjaannya tidak menantang eksplorasi kemampuan dan keahliannya akan cenderung mencari jenis pekerjaan lain yang lebih menantang. Pekerjaan yang kurang menantang ini dapat pula menjadi salah satu penyebab turn over karyawan di perusahaan konstruksi. Siklus suatu proyek konstruksi akan menyebabkan suatu dinamika tantangan yang sangat bervariasi. Ketika proyek konstruksi telah memasuki tahap akhir konstruksi, tantangannya pun akan semakin menurun.
M - 160
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Pengembangan Manajerial Di Tingkat First Line Manager Sebagai Usaha Meminimalisir Turn Over Karyawan Di Perusahaan Konstruksi
Gambar 1. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow Dari hasil survei kepada para praktisi konstruksi yang bekerja di perusahaan kontraktor, konsultan, maupun developer didapatkan bahwa secara umum 83% responden pernah berpindah kerja dari satu perusahaan ke perusahaan yang lainnya, namun dalam bidang kerja yang sama, yaitu dalam hal ini bidang kerja konstruksi. Survei ini dilakukan terhadap 35 responden yang dipilih secara acak dengan ruang lingkup tingkat manajerial. Berdasarkan intensitasnya, kepindahan responden dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya adalah sebagai berikut:
Tidak Pernah
17%
Jarang (sudah lebih dari 3 tahun tidak pernah berpindah kerja)
37%
Cukup sering (1 kali dalam setahun)
31%
Sering (lebih dari 1 kali dalam setahun)
14%
Gambar 2. Intensitas Perpindahan Responden Dari hasil survei ini menunjukkan bahwa para praktisi konstruksi umumnya berpindah kerja dalam jangka waktu satu tahun, kurang dari satu tahun prosentasenya kecil sekali. Hal ini dapat dimaklumi bahwa, waktu pelaksanaan proyek konstruksi umumnya lebih dari satu tahun. Kenyataan ini dapat memperkuat dugaan bahwa seiring dengan berakhirnya masa pelaksanaan proyek konstruksi, maka berakhir pula masa kerja para tenaga kerjanya. Inilah yang yang secara alami, proyek kontruksi bersifat dinamis. Faktor penyebab kepindahan para praktisi konstruksi cukup beragam, namun yang paling menonjol adalah faktor gaji. Gaji atau imbalan yang tidak sesuai dengan beban kerja merupakan alasan utama yang dipilih oleh para responden untuk pindah kerja ke perusahaan lain. Berikut adalah faktor-faktor penyebab responden berpindah kerja: Lain-lain Faktor kesehatan Bosan atau jenuh Sistem reward and punishment Pola pengembangan SDM Pola pengembangan karir Memiliki masalah dengan atasan. Suasana bekerja Lokasi kerja jauh dari tempat tinggal. Tantangan pekerjaan Tawaran kerja di perusahaan lain. Fasilitas pada paket renumerasi Gaji
3% 0% 1% 2% 3% 10% 0% 7% 8% 6% 22% 15% 24%
Gambar 3. Fakor Penyebab Responden Berpindah Tempat Kerja
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
M - 161
Fauziah S. C. S. Maisarah
3.
KELANGKAAN TENAGA KERJA UNGGULAN
Menurut data dari Dirjen Dikti Depdiknas (2007), terdapat dua hal penting yang menyangkut kondisi SDM Indonesia, yaitu: a.
Adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open unemployment). Angka ini meningkat terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta.
b.
Tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah. Struktur pendidikan angkatan kerja Indonesia masih didominasi pendidikan dasar yaitu sekitar 63,2 %. Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan kesempatan kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor ekonomi.
Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan perguruan tinggi. Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi terus meningkat. Sampai dengan tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta angkatan kerja lulusan perguruan tinggi. Kesempatan kerja yang terbatas bagi lulusan perguruan tinggi ini menimbulkan dampak semakin banyak angka pengangguran sarjana di Indonesia. Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas angka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000 orang (Depdiknas, 2007). Fenomena meningkatnya angka pengangguran ini menjadi sangat ironis dengan adanya kenyataan tingginya angka turn over karyawan di berbagai perusahaan. Kenyataan yang sangat ironis terjadi dalam dunia ketenagakerjaan di Indonesia, yaitu ditengah tingginya angka pengangguran, terdapat pula aksi bajak-membajak karyawan. Hal ini dapat terjadi karena pihak perusahaan ternyata menginginkan tenaga kerja unggulan. Perusahaan umumnya kesulitan dalam mendapatkan kandidat best qualified emloyee. Perusahaan tidak hanya melihat aspek teknikal atau kemampuan teknis calon karyawannya, namun aspek bakat lah yang paling sering jadi masalah. Selain itu, chemistry atau faktor kecocokan antara perusahaan dan karyawan juga menjadi masalah tersendiri. Menurut Soetjipto (2009), faktor chemistry ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat engagement employee. Jika seseorang mencintai pekerjaannya (job engagement) dan ditempatkan di posisi yang disukainya (organization engagement), maka hal ini akan menimbulkan employee engagement. Jumlah tenaga kerja unggulan dengan kemampuan hard skill dan soft skill yang baik tidak banyak, hal ini membuat para tenaga kerja unggulan yang sudah bekerja di suatu perusahaan menjadi diperebutkan. Jika sudah demikian, maka faktor utama yang menjadi pemicu turn over umumnya adalah masalah remunerasi.
4.
PENGARUH TURN OVER KARYAWAN BAGI PERUSAHAAN KONSTRUKSI
Faktor turn over karyawan merupakan masalah sumber daya manusia yang menghantui perusahaan konstruksi nasional. Perusahaan yang terkena imbas dari fenomena turn over karyawan ini tidak hanya melanda perusahaan kecil namun juga perusahaan-perusahaan besar. Dengan seringnya terjadi kekosongan posisi karyawan, maka kinerja perusahaan pun menjadi terganggu. Sumber daya manusia yang unggul lah yang mampu membuat perusahaan bertahan dalam persaingan dunia global yang ketat. Kerja keras dan kontribusi yang optimal dari karyawan adalah harapan setiap perusahaan. Sehingga hal perlu diperhatikan adalah bagaimana mempertahankan karyawan unggulan di tengah aksi bajak membajak tenaga kerja. Jika perusahaan telah memiliki sistem yang stabil, maka pergantian karyawan tidak akan menjadi masalah besar, karena siapapun karyawan yang mengisi posisi kerja tersebut, maka sistem tetap akan berjalan dengan lancar. Hal ini akan menjadi masalah jika sistem perusahaan belum stabil, pergantian karyawan menjadi hal krusial, karena risiko kinerja perusahaan yang menjadi taruhannya. Keadaan ini berlaku untuk level karyawan staf dan operasional. Pada level manajerial, turn over karyawan tetap menjadi masalah, baik sistem stabil atau pun tidak. Di level manajerial yang terjadi adalah, perusahaan tidak hanya membutuhkan kemampuan teknis yang bersifat hard skill, namun juga kemampuan aspek soft skill. Dengan dijalankan oleh sumber daya manusia yang memiliki soft skill di tingkat first line manager, maka perusahaan tidak akan mengalami masalah lagi dalam kepemimpinan perusahaan. Untuk itu perlu dikembangkan usaha-usaha untuk mengembangkan karyawan tingkat first line manager ini. Keadaan suatu perusahaan yang tingkat turn over karyawannya rendah sebenarnya bukan merupakan hal yang baik, hal ini disebabkan karena dapat dikhawatikan akan menjadi hal yang negatif jika dibiarkan terjadi terus-menerus. Munculnya rasa nyaman pada karyawan akan membuat karyawan menjadi betah, maka dengan sendirinya iklim kompetisi anatar karyawan menjadi mati. Keadaan ini harus dirubah oleh manajemen perusahaan dengan kembali
M - 162
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Pengembangan Manajerial Di Tingkat First Line Manager Sebagai Usaha Meminimalisir Turn Over Karyawan Di Perusahaan Konstruksi
mendinamisasi lingkungan kerja. Dengan lingkungan kerja yang dinamin, maka karyawan merasa harus selalu bersaing untuk menjadi yang terbaik di perusahaannya. Secara umum, Soekiman dan Setiawan (2009) menyarankan upaya-upaya yang dapat meningkatkan penerapan pemeliharaan tenaga kerja konstruksi agar lebih efisien dan efektif, yakni: meningkatkan jaminan dan asuransi kesehatan, memberikan bonus tambahan sesuai prestasi, memberikan insentif negatif untuk tenaga kerja yang kerjanya di bawah standar, memberikan penyuluhan dan pembinaan tentang kesehatan dan keselamatan kerja di proyek konstruksi dengan lebih mendalam, dan menyediakan dana khusus untuk menanggung kecelakaan dalam proyek konstruksi. Di samping itu perlu ditelaah lebih lanjut penyebab mengapa absensi cukup tinggi. Berdasarkan hasil kuesioner untuk pemeliharaan karyawan di industri konstruksi, yaitu tentang pengembangan sumberdaya manusia, 60% responden menyatakan bahwa perusahaan di tempat mereka bekerja saat ini telah melakukan usaha-usaha pengembangan sumberdaya manusia. Namun, mereka berharap bahwa program-program pengembangan SDM yang seharusnya dilaksanakan di perusahaan adalah dengan mengadakan pelatihan-pelatihan yang menyangkut bidang pekerjaan mereka sehari-hari. Pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi mereka untuk dapat bertahan di industri konstruksi yang sangat dinamis. Berikut adalah hasil survei selngkapnya tentang harapan responden terhadap program-program pengembangan SDM di industri konstruksi: Lain-lain. 2% Menggunakan sistem reward and punishment untuk melakukan evaluasi kinerja karyawan.
18%
Mengadakan pelatihan di bidang soft skill (team building, komunikasi, kepemimpinan, ESQ, dan lainlain). Mengadakan training atau pelatihan yang menyangkut bidang pekerjaan yang bersangkutan (keahlian teknik). Memberikan arah pengembangan karir yang disosialisasikan kepada karyawan yang bersangkutan.
27%
30%
23%
Gambar 4. Program Pengembangan SDM Harapan Responden
5.
TALENT MANAGEMENT
Talent management merupakan suatu pendekatan baru dalam program pengembangan sumberdaya manusia. Talent management merupakan upaya pengembangan sumberdaya manusia dengan fokus kepada sedikit orang yang berkualitas lalu kemudian akan mengerucut pada sebuah pool of talent. Perusahaan perlu melakukan suatu matriks kompetensi dengan mereview talenta-talaenta yang ada di perusahaan sesuai dengan kebutuhan akan kepemimpinan perusahaan. Berdasarkan hasil survei Hay Goup (2007), terdapat enam hal yang harus diperhatikan perusahaan untuk berkembang, yaitu dengan mengupayakan leadership development sebagai prioritas utama, pimpinan setiap level jabatan harus dapat menciptakan iklim kerja yang mampu memotivasi karyawanannya, membentuk suatu coaching and training leadership team, memberi kesempatan kepada calaon pemimpin untuk mengambil suatu keputusan bisnis, melakukan proses penilaian pada setiap elemen manajemen, dan memberi kesempatan kepada karyawan di level manajerial untuk mengembangkan kemampuan memimpin. Pencarian talenta pada suatu perusahaan dapat dilakukan secara internal dengan melakukan talent management tersebut. Salah satu proses pencarian pemimpin perusahaan ini adalah dengan mengadakan program pengembangan berjenjang bagi karyawan untuk menempati posisi-posisi strategis perusahaan. Dengan demikian calaon-calon pemimpin perusahaan akan menjadi lebih matang dan siap untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi. Bagi perusahan public hal ini harus dilakukan dalam rangka perencanaan pemimpin perusahaan dimasa depan (succesion planning). Di industri konstruksi, istilah talent management ternyata belum banyak dikenal, hanya 23% responden yang pernah mendengar instilah ini, selebihnya menyatakan belum pernah mendengarnya. Lebih lanjut, menurut para responden, hanya 3% perusahaan tempat mereka berkerja yang telah menerapkan talent management ini.
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
M - 163
Fauziah S. C. S. Maisarah
6.
PENGEMBANGAN MANAJERIAL
Pengembangan manajerial adalah suatu proses personal dan organisational yang melibatkan peningkatan kemampuan seseorang melalui proses belajar secara sadar maupun tidak sadar. Pengembangan manajerial tidak terbatas pada proses pendidikan dan pelatihan formal, namun pelatihan informal pun dapat dilakukan dalam rangka pengembangan manajerial ini (Loosemore et all, 2003). Agar tidak terjadi turn over karyawan yang tinggi, sebaiknya perusahaan - perusahaan di Indonesia memberikan imbalan kepada top manajemen dan karyawan yang memiliki keahlian khusus sesuai dengan apa yang ditawarkan pasar. Selain itu, perusahaan juga harus mengembangkan sistem remunerasi yang terintegrasi. Meskipun gaji pokok tidak tinggi, tapi perusahaan bisa memberikan bentuk insentif lain berupa kompensasi atau suasana kerja yang kondusif. Proses pengembangan sumberdaya manusia secara unum menurut Hasibuan (1990) adalah sebagai berikut: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian tenaga kerja. Sedangkan siklus pengembangan sumberdaya manusia menurut (Loosemore et all, 2003) adalah pengaadaan sumberdaya manusia, pengembangan sumberdaya manusia, pemberian reward sebagai upaya memotivasi SDM, dan penilaian kinerja dan harapan karyawan terhadap kebutuhan serta tujuan organisasi.
Gambar 5. Siklus Pengelolaan SDM (Loosemore et all, 2003).
Pengembangan manajerial yang didukung oleh pengembangan skill, knowledge, dan tujuan strategis perusahaan merupakan faktor penting untuk meyakinan perusahaan bahwa para manajer dan karyawan profesional akan bertanggung jawab pada kinerja perusahaan (Loosemore et all, 2003). Untuk mengatasi permasalahan turn over karyawan, Hasibuan (1990) menyebutkan beberapa hal yang dapat dilakukan oleh perusahaan. Hal tersebut adalah sebagai berikut: membangun komunikasi, menyediakan insentif, menciptakan program kesejahteraan, menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja. Pelatihan dan training bagi staf profesional dan karyawan di tingkat manajemen mau tidak mau harus dilakukan perusahaan untuk mempertahankan sumber daya intelektualnya. Penerapan sertifikasi profesional untuk para tenaga ahli yang akan menjalankan proyek seperti yang telah ditetapkan pemerintah perlu dilaksanakan mengingat adanya tuntutan profesionalisme dalam kehandalan kinerja tenaga kerja, tuntutan kebutuhan dari pemerintah sebagai lembaga kewenangan ketenagakerjaan, dan tuntutan dari tatanan masyarakat profesi global. Pengembangan manajerial terutama perlu dilakukan untuk karyawan-karyawan yang memiliki potensi dan peluang untuk mengisi tampuk kepemimpinan perusahaan. First line manager merupakan level yang paling cocok untuk mendapatkan porsi pengembangan mangerial tersebut. Pelatihan dan training yang sifatnya soft skill dapat menjadi salah satu langkah pengembangan manajerial. Hasil penelitian Alfianto (2009), perusahaan konstruksi (kontraktor) menitikberatkan pada penguasaan soft skill pada pemilihan seorang manajer proyek. Soft skill yang diharapkan dimiliki oleh para calon manajer proyek adalah stress management, sedangangkan penguasaan technical skill menjadi prioritas selanjutnya. Dengan memadukan ketrampilan (baik yang bersifat hard skill maupun soft skill), pengalaman kerja, da tingkat pendidikan akan
M - 164
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Pengembangan Manajerial Di Tingkat First Line Manager Sebagai Usaha Meminimalisir Turn Over Karyawan Di Perusahaan Konstruksi
dihasilkan manajer proyek yang berkinerja baik. Hasil ini menunjukkan betapa karyawan yang diproyeksikan sebagai pemimpin harus memiliki kemampuan soft skill yang baik, yaitu kemampuan dalam mengelola organisasi, konflik, komunikasi, maupun pengelolaan tim kerja. Berikut adalah usulan pelatihan manajemen bagi karyawan tingkat manajerial. Tabel 1. Jenis Pelatihan Bagi Karyawan Tingkat Manajerial Courses Functional Management (finance, marketing, personnel, safety, training) Management Techniques (team building, communications, delegation, motivating, leadership) General Management (business policy, strategy, √ = Prioritas Ketiga decision making)
First Line Managers
Middle Managers
Senior Managers
√
√
√
√√√
√
√
√
√√
√√√
√√ = Prioritas Kedua √√√ = Prioritas Pertama
7.
KESIMPULAN
Memanfaatkan potensi sumber daya manusia dengan tepat yang dimiliki (resources base) dengan kemampuan SDM yang tinggi adalah kekuatan dalam membangun bisnis di industri konstruksi.Faktor-faktor yang memicu tingkat turn over karyawan adalah karakteristik proyek konstruksi yang berbasis proyek, ekspansi usaha perusahaan-perusahaan konstruksi besar akibat persaingan global, kelangkaan tenaga kerja unggulan, faktor imbalan yang diterima karyawan, dan faktor motivasi karyawan. Karyawan di level manajerial merupakan karyawan yang akan memegang peranan penting dalam kepemimpinan perusahaan. Oleh karena itu, pengembangan manajerial di tingkat ini, terutama di tingkat first line manager menjadi hal yang mau tidak mau harus dilakukan perusahaan jika tidak ingin ditinggalkan oleh karyawan unggulannya. Pengembangan manajerial di bidang soft skill merupakan langkah pengembangan yang efektif untuk tingkat first line manager, yaitu pelatihan mengenai leadership, communications, team building, dan motivating.
DAFTAR PUSTAKA ________.(2007). “Sebuah Laporan dari Karyawan - Survei Hay Group dan SWA”. http:/swa.co.id/. Alfianto, Imam. (2009). “Pemilihan Manajer Proyek pada Perusahaan Kontraktor”. Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil VI-2010. Jurusan Teknik Sipil ITS, Surabaya Depdiknas. (2007). Data Jumlah Penganguran Terdidik. http:/ditjen.depdiknas.go.id. Djatmiko, Harmanto Edy. (2008). “Meniupkan Roh Bisnis di Divisi SDM”. Majalah SWA Edisi 03/XXIV. Majalah SWA, Jakarta. Hasibuan, M.S.P. (1990). Manajemen Sumber Daya Manusia. CV Haji Masagung, Jakarta. Loosemore, Martin; Dainty, Andrew; and Lingard, Helen. (2003). Human Resource Management in Construction Project, Strategic and Operational Approaches. Spon Press, London & New York. Soekiman, Anton & Setiawan, Andri. (2009). “Pemeliharaan Tenaga Kerja Di Industri Konstruksi”. Konfrensi Teknik Sipil 3. Universitas Pelita Harapan, Jakarta.
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
M - 165
Fauziah S. C. S. Maisarah
M - 166
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta