LAPORAN LOKAKARYA
PERSIAPAN PELAKSANAAN PERATURAN DEPARTEMEN KEHUTANAN MENGENAI STANDAR DAN PEDOMAN PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI DAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (PENYUSUNAN PEDOMAN PELAKSANAAN DAN RENCANA TINDAK DALAM RANGKA IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NO. P.38/MENHUT-II/2009 DAN PERATURAN DIRJEN BINA PRODUKSI KEHUTANAN NO. P.6/VI-SET/2009)
Jakarta, Oktober 2009
Kata Pengantar
Pada tanggal 12 Juni dan 15 Juni 2009, Departemen Kehutanan
menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/Menhut-
II/2009 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak, dan Peraturan Direktur Jenderal Bina
Produksi Kehutanan Nomor P.6/VI-Set/2009 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi
Legalitas
Kayu.
Selanjutnya,
melalui
Keputusan
No.
SK.221/VI-BPPHH/2009 tanggal 29 September 2009, Direktur Jenderal Bina Produksi telah membentuk 3 (tiga) Kelompok Kerja dalam rangka persiapan
implementasi
peraturan-peraturan
dimaksud,
yakni
Kelompok Kerja Peningkatan Kapasitas, Kelompok Kerja Sosialisasi, dan Kelompok Kerja Pemantauan & Evaluasi. Menindak-lanjuti Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan No. SK.221/VI-BPPHH/2009 sebagaimana tersebut di atas, kemudian Direktorat Jenderal Bina Produksi Direktur Pengolahan dan
Kehutanan melalui
Pemasaran Hasil Hutan mengadakan
lokakarya untuk memperoleh pemahaman bersama diantara para anggota Kelompok Kerja, dan kemudian melakukan penyusunan Rencana Tindak dalam rangka mempersiapkan pelaksanaan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.38/Menhut-II/2009 dan Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan No. P.6/VI-Set/2009. Lokakarya
telah dilaksanakan pada hari Kamis s/d Sabtu, 15-17 Oktober 2009 bertempat di
Hotel Atlet Century Park Jakarta -
Satu Senayan, Jakarta.
Jl. Pintu Pintu
Sesuai mandat yang diberikan kepada Forestry Governance and
Multistakeholder Forestry Program (MFP II), bersama-sama dengan EC-Indonesia Forest Law Enforcement, Governance and Trade Support Project (FLEGT-SP), mereka telah memfasilitasi pertemuan dengan
para anggota kelompok kerja dimaksud.
Dengan terselenggaranya 3 (tiga) hari lokakarya persiapan tersebut,
maka dalam waktu kurang dari satu bulan diharapkan kegiatan sosialisasi peraturan
dapat segera dilaksanakan, baik kepada para
pemangku kepentingan dari kalangan industri (asosiasi perusahaan perkayuan), masyarakat madani (LSM, universitas) serta pemerintah
(Dinas Kehutanan, Perindustrian & Perdagangan serta Kanwil Bea & Cukai) termasuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kehutanan. Demikian juga dengan kegiatan peningkatan kapasitas masing-masing
kelompok sesuai dengan kebutuhan, kegiatan penyusunan pedoman pelaksanaan, serta kegiatan pemantauan dan evaluasi dapat segera dilaksanakan. Laporan ini berisi tahapan proses dan hasil yang dicapai dari penyelenggaraan lokakarya yaitu antara lain direktur
jenderal
Bina
produksi
ringkasan
Kehutanan,
sambutan
ringkasan
materi
pembicara, dan hasil dari masing-masing kelompok kerja. Para pembicara dalam lokakarya ini terdiri dari nara sumber yang berkompeten dalam rangka persiapan implementasi P.38 maupun P.6 dimaksud, yakni Pejabat dari Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Pusdiklat Departemen Kehutanan, Komite Akreditasi Nasional, dan wakil dari BRIK . Melalui laporan ini diharapkan para pemangku kepentingan kehutanan di Indonesia, terutama Departemen Kehutanan dan pihak-pihak lain, dapat mengetahui dan membantu implementasi peraturan yang telah diberlakukan sejak 1 September 2009. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, Oktober 2009 EC-Indonesia FLEGT Support Project
MFP II
Ir. Ratman Tasmin,
DR.
Justianto, Director
Agus
Ina Co-Director
3
Daftar Isi
Halaman Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .........
1
Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..........
3
Permasalahan dan Saran Langkah Lanjut . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ....
18
Penutup . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .........
20
Lampiran: Daftar Pertanyaan
4
PENDAHULUAN Lokakarya dilaksanakan dengan tujuan antara lain sebagai berikut: 1. Membina dialog dan menyamakan pemahaman di antara para pemangku kepentingan kehutanan di Indonesia, terutama para anggota Kelompok Kerja, terkait dengan inisiatif dalam rangka mendorong perbaikan tata kelola kehutanan yang baik melalui implementasi Peraturan Departemen mengenai Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu. 2. Mempersiapkan implementasi
rencana
tindak
Peraturan
dalam
Departemen
rangka Kehutanan
persiapan tentang
Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu. Hasil yang diharapkan : 1. Tercapainya kehutanan
kesepahaman anggota
para
Kelompok
pemangku
Kerja
kepentingan
mengenai
Peraturan
Departemen mengenai Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu. 2. Tersusunnya
implementasi
rencana
Peraturan
tindak
dalam
Departemen
rangka
Kehutanan
persiapan tentang
Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu. Waktu & Tempat: Waktu : Hari Kamis-Sabtu, 15-17 Oktober 2009
Tempat : Hotel Atlet Century Park, Senayan Jakarta
Peserta:
Peserta yang hadir sekitar 30 orang, yang merupakan anggota dari kelompok Kerja Penyusunan Pedoman, Kelompok kerja Sosialisasi, 5
Kelompok
Kerja
Peningkatan
Pemantauan dan Evaluasi.
Kapasitas
serta
kelompok
kerja
Pembicara: Dr. Ing. Hadi Daryanto, DEA (Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan), Ir. Djoko Supomo, (Direktorat BPHA), Dr. Agus Setyarso (MFP II), Ir. Zul Amri (Komite Akreditasi Nasional) dan Ir.
Zulkilfli M.Sc (BRIK). Selaku fasilitator telah ditunjuk Ir. Nurcahyo Adi M.Sc. dari MFP II. LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN LOKAKARYA Laporan Pelaksanaan Hari I (tanggal 15 Oktober 2009) Acara
lokakarya
dibuka
istirahat
makan
oleh
Direktur
Kehutanan dan dilanjutkan dengan diskusi. Setelah
siang,
Jenderal
lokakarya
Bina
Produksi
dilanjutkan
dengan
pemaparan materi sesuai dengan yang telah dijadwalkan.
Ringkasan Sambutan Pembukaan dan Pemaparan-pemaparan: 1. Dr. Hadi Daryanto, Direktur Jenderal Bina Prooduksi Kehutanan, Departemen
Kehutanan,
membuka
acara
lokakarya
dan
memberikan pengarahan bahwa pasar (market) menghendaki supply
kayu
legal
dan
transparasi
dalam
proses-proses
sertifikasinya, seperti ditunjukkan dengan di Uni Eropa dengan Due Dilligence dan VPA, di USA dengan Amandemen Lacey Act, dan di Jepang
dengan
GOHO
Wood.
Dengan
demikian,
credibility,
representativeness, dan transparancy dalam sertifikasi hutan
menjadi isu penting. Penyusunan Standard verifikasi Legalitas kayu telah dimulai sejak tahun 2003 dengan proses multistakeholder
dan dengan memperhatikan 3 prinsip yang harus diterapkan yaitu akuntabilitas/transparansi (melalui good governance), kredibilitas
(menggunakan pihak ke 3, independent), dan representativeness (keterwakilan seluruh kelompok) agar kredibilitasnya bisa diakui.
6
Pemerintah yang
telah membangun standard2 tersebut. Hal ini
harus terus diperjuangkan agar dapat diimplementasikan. Untuk itu perlu dibuat pedoman2 untuk sosialisasi, peningkatan kapasitas dan monitoringnya. Pasar hanya akan memakai sesuatu yang dipercaya. Jangan sampai standard SVLK ini juga jadi tidak dipercaya dan tidak digunakan. Kita harus bisa meyakinkan mitra kita di dalam negeri dan pasar di
luar karena Standard legalitas yang dipakai selama ini masih yang produk luar (yang sudah dikenal di pasar). Biasanya akan ada resistensi terhadap hal-hal yang baru. Oleh karena itu kita harus melakukan innovativ SFM. Selama ini kegiatan yang bersifat Proyek tidak merubah kelembagaan. Kita harus
menciptakan
kreativitas,
mendorong
investasi
dan
meningkatkan kapasitas. Lembaga yang sudah ada sekarang kita ikut sertakan (contoh KAN). Rearrangement
institutional harus
didorong. Ada yang harus membantu pekerjaan kita dan kita membayar
jasa
mereka.
BRIK
juga
akhirnya
merubah
kelembagaannya karena sekarang perannya sebagai verifikator. Mereka sekarang mencari auditor, dan ini akan menciptakan lapangan kerja baru. Sama seperti SVLK, pemanfaatan carbon hutan dan climate change, jangan dibuat system keproyekan. Kalau sistemnya keproyekan,
tidak membuat kelembagaan baru, hanya dependency dan tidak menarik investor. Demikian juga pada peningkatan kapasitas, bagaimana caranya jangan hanya tergantung dari dana proyek. Kegiatan Pemantauan/Monitoring diperlukan sebagai feed back. Jadi perlu segera dibuat pedoman memantaunya. Jangan sampai
standard kita kehilangan kredibilitasnya. Ini merupakan bagian dari governance, dan akuntabilitas.
7
Untuk Komunikasi, khususnya dalam hal penyampaian keberatan, sudah ada ISO standard. Yang belum ada adalah penyampaian complain dari masyarakat
kepada lembaga penilai. Protokol
(pedoman) komunikasi ini juga harus dibuat. Protokol harus memiliki kepastian. Kunci pedoman : memberikan solusi (good governance, transparansif, dan representative). Jangan sampai pedoman
yang
dibuat
malah
menyebabkan
“un-intended
consequences” (side effect) dan apa yang sudah disepakati dalam
pertemuan kelompok ini (sudah terwakili oleh berbagai keahlian dan berbagai stakeholders) harus tetap ditaati. 2. Presentasi Bpk. Djoko Supomo. Bpk. Ir. Djoko Supomo dari Direktorat Bina Pengembangan Hutan Alam, yang pekerjaannya adalah melakukan penilaian kinerja PHPL terhadap pemegang IUPHHK-HA menjelaskan dasar pelaksanaan sertifikasi PHPL yang telah dilakukan selama ini. Sudah ada Dokumen2 pedoman
pendukung sejenis
harus
sebagai
dasar
disiapkan
hukumnya.
pula
untuk
Pedoman-
implementasi
Permenhut nomor P. 38 dan Peraturan Dirjen BPK no. P.6. 3. Presentasi Bpk. Agus Setyarso: Tentang sejarah diterbitkannya Sertivikasi Legalitas Kayu. Yaitu sejak tahun 2001, dengan adanya Bali Declaration yang membahas Forest Law
Enforcement
and
Governance.
Masalah
pentingnya
Law
Enforcement and Governance ialah untuk memerangi illegal loging dan illegal trading.
Dalam presentasi pak Agus dijelaskan pula bahwa sudah di susun beberapa pedoman untuk pelaksanaan verifikasi legalitas kayu.
Pedoman-pedoman ini dapat diacu untuk penyusunan pedoman yang diperlukan dalam pelaksanaan P.38 dan P. 6. 4. Presentasi Bpk. Ir. Jansen:
Bapak Ir. Jansen Tangketasik selaku salah satu kepala Subdit di Direktorat
Bina
Pengolahan
dan
Pemasaran
Hasil
Hutan
8
menjelaskan verifikasi legalitas kayu di industry primer dan industry sekunder. 5. Presentasi BRIK:
Menjelaskan proses endorsement yang diharuskan bagi produk-
produk yang akan dieksport. Dengan diberlakukannya Peraturan Menhut No. P. 38 dan Peraturan Dirjen BPK No. P.6, maka BRIK saat ini juga berlaku sebagai Lembaga Penilai dan Verifikasi Legalitas Kayu. BRIK telah mendapat akreditasi dari KAN untuk
masa transisi perubahan dan tetap harus melakukan gap analysis serta
“Correction
memperbaiki
mengajukan diri untuk diakreditasi.
Action
Request”
sebelum
6. Presentasi KAN Ir.
Zul
Amri,
Kepala
Bidang
Akreditasi
Lingkungan,
Komite
Akreditasi Nasional (KAN) menyampaikan pemaparan mengenai Sistem Akreditasi dan Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Legalitas Kayu, dikaitkan dengan
peranan KAN, Sifat
Organisasi, Pedoman Kerja, Keberterimaan KAN. Pemaparan dilanjutkan dengan topik Prinsip Akreditasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu (LK), Persyaratan Lembaga Sertifikasi PHPL dan Lembaga Verifikasi LK, Masa Berlakunya Akreditasi dan Sertifikasi, serta kegiatan yang dilaksanakan pada masa transisi sebelum berlakunya sistem akreditasi KAN secara penuh. Persyaratan
yang
harus
dipenuhi
oleh
lembaga
sertifikasi
pengelolaan hutan lestari termasuk menerapkan ISO 17021, selain
tentunya mengikuti standar dan pedoman yang ditetapkan dalam Permenhut 38/2009, serta menerapkan syarat dan aturan KAN. Sedangkan persyaratan bagi lembaga verifikasi legalitas kayu,
selain mengikuti standar dan pedoman SK Dirjen Bina Produksi Kehutanan P.6/2009, juga harus menerapkan ISO Guide 65, dan syarat dan aturan KAN.
9
Tiap kelompok dengan dikoordinir oleh Ketua Kelompoknya masing-
masing menyusun rencana kerja untuk hari II. Penyusunan pedoman akan dimulai pada hari ke II besoknya.
Pelaksanaan Lokakarya hari II (tgl. 16 Oktober 2009).
Hari kedua lokakarya diisi dengan kerja kelompok dipimpin oleh ketua kelompok masing-masing. Materi yang dibahas ditiap kelompok : 1. Kelompok Kerja Sosialisasi: Menyusun rencana kerja kegiatan sosialisasi, rencana kerja tim sosialisasi dan membuat pedoman kegiatan sosialisasi. Matriks dan Pedoman kegiatan kelompok kerja sosialisasi adalah sebagaimana terlampir. 2. Kelompok Kerja Pemantauan dan Evaluasi. Rencana Program 1 : Pembangunan Jaringan CSOS Untuk Monitoring SVLK Tujuan: Terbangunnya jaringan CSO yang kuat dan mampu melakukan monitorning pelaksanaan SVLK Rencana program 2 : PEMBANGUNAN KAPASITAS KELOMPOK PEMANTAU SVLK Tujuan:
Tersedianya
SDM/Organisasi
yang
memiliki
kompetensi/kapasitas dalam melakukan monitoring SVLK Rencana Program 3 : PEMBANGUNAN RESOURCE CENTER MONITORING
Tujuan : Terselenggaranya pelayanan informasi dan komunikasi legalitas kayu Rencana Program 4 : PENYUSUNAN PROTOKOL 1. Protokol monitoring kinerja SVLK 2. Protokol evaluasi sistem
3. Protokol penggunaan hasil monitoring
Tujuan : Terselengaranya system monitoring SVLK yang tertib, kredibel, efektif
10
3. Kelompok Kerja Penyusunan Pedoman, Standar, Prosedur serta protokol
yang
diperlukan
dalam
pelaksanaan
penilaian
dan
verifikasi, melakukan review terhadap pedoman-pedoman yang telah ada. Target kelompok ini dalam 3 hari lokakarya adalah dapat
menyelesaikan 3 buah pedoman pelaksanaan penilaian kinerja PHPL dan verifikasi legalitas kayu.
Identifikasi prioritas Pedoman a. Akreditasi b. Sertifikasi c. VLK : - Hutan dan -Industri d. Endorsement Peraturan yang ada: •
Permenhut No. P.38/Menhut-II/2009
•
Perdirjen No. 6/VI-Set/2009
•
ISO/IEC 17021
•
ISO/IEC Guide 65
Pedoman yang disiapkan KAN DPUM (Dokumen Pendukung Umum) DPLS (Dokumen Penunjang Lembaga Sertifikasi) DPLS 13 Æ Lembaga Sertifikasi PHPL
DPLS 14 Æ Lembaga Sertifikasi Legalitas Kayu Pedoman Tambahan yang dibutuhkan di PHPL 1. Kompetensi Auditor
2. Kompetensi Pengambil Keputusan 3. Sistem Pengambilan Keputusan 4. Pelaksanaan Konsultasi 5. Pengaturan Komplain 6. Penggunaan Logo 7. Standar Biaya
11
Pedoman Tambahan yang dibutuhkan pada VLK di Industri
1. Kompetensi Persyaratan Auditor
2. Kompetensi Pengambil Keputusan 3. Standar Biaya
4. Sistem Pengambilan Keputusan Standar Biaya di PHPL 1. Persiapan
• Pengumpulan data dan informasi • Koordinasi dalam rangka penyusunan rencana kerja
2. Pelaksanaan • Pemeriksaan fisik • Pengumpulan dan pengolahan data 3. Biaya personil • Pengambil Keputusan • Ketua Tim • Auditor • Administrasi 4. Pembahasan • Rapat pembahasan pengolahan data • Rapat penyusunan laporan • Rapat pembahasan pengambilan keputusan 5. Transportasi • Transportasi ke ibukota propinsi
• Transportasi lokal 6. Pelaporan
• Penggandaan laporan
• Sertifikat • ATK Pedoman Tambahan yang dibutuhkan untuk SVLK 1.
Kompetensi Persyaratan Auditor
2. Kompetensi Pengambil Keputusan 3. Sistem Pengambilan Keputusan 4. Standar Biaya (Industri)
12
Standar Biaya di SVLK 1 . Biaya personil
• Pengambil Keputusan
• Ketua Tim • Auditor
• Administrasi 2. Transportasi 3. Akomodasi 4. Pelaporan
5. Pembahasan 6. Uji Petik Secara rinci masing-masing hasil kerja kelompok dapat dilihat pada lampiran.
13
Permasalahan dan Saran Langkah Lanjut
berbagai isyu merebak dan membutuhkan penanganan yang segera. Beberapa dari permasalahan dimaksud antara lain adalah, yang pertama justru pada rendahnya tingkat partisipasi Pejabat di lingkup Direktorat
Jenderal
Bina
Produksi
Kehutanan
yang
nota
bene
merupakan nara sumber penting penyelenggaraan sosialisasi. Masalah kedua terletak pada ketidak-sinkronan informasi yang disampaikan. Sebagai misal, nara sumber menyampaikan bahwa “meskipun belum ada verifikasi legalitas kayu, perusahaan/industri tetap dibolehkan mengekspor produk kayunya”. Penjelasan ini tentu saja tidak sesuai dengan
semangat
“mandatory”
yang
diamanatkan
dalam
P.38,
sehingga komunikasi intensif antara Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan dengan para direktur dan jajaran di bawahnya harus segera diagendakan dalam rangka penyampaian pemahaman yang sama atas P.38/P.6. Beberapa hal yang perlu disarankan sebagai langkah lanjut dalam rangka persiapan pelaksanaan P.38/P.6, antara lain: 1. Terkait Implementasi P.38/P.6
• Departemen Kehutanan agar segera melakukan komunikasi formal dan mengirim surat kepada Departemen Perdagangan mengenai konsekuensi penerapan P.38/P.6 terutama dalam
kaitan dengan verifikasi legalitas kayu, endorsment dalam rangka eksport produk perkayuan dan peranan BRIK.
• Seperti telah diinisiasi dalam rangka penyiapan Standar dan aspek kelembagaan Penilaian Kinerja dan Verifikasi Legalitas
Kayu, Departemen Kehutanan agar melanjutkan proses multipihak
dalam
P.38/P.6.
rangka
monitoring
&
evaluasi
pelaksanaan
14
• Departemen
Kehutanan
bersama
para-pihak
agar
segera
menyelesaikan berbagai protokol yang diperlukan dalam rangka implementasi P.38/P.6.
2. Terkait Keperluan Peningkatan Kapasitas • Pusdiklat berbagai
Departemen
modul
Kehutanan
pelatihan,
agar
dimulai
segera
dengan
menyusun
Training
of
Facilitators (TOF), Training of Trainers (TOT) dan Training Needs Assessment (TNA), dan mengagendakan pelaksanaan pelatihan dalam waktu tidak terlalu lama. • Departemen Kehutanan agar segera melakukan inventarisasi kesediaan lembaga donor (termasuk NGO) untuk mendukung berbagai keperluan peningkatan kapasitas yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan P.38/P.6. • Departemen Kehutanan agar melanjutkan upaya sosialisasi (awareness raising) kepada berbagai pihak. 3. Terkait Peranan Komite Akreditasi Nasional • Komite Akreditasi Nasional (KAN) agar segera menyelenggarakan penyegaran LPI yang sudah diakreditasi Departemen Kehutanan dengan memberikan materi P.38/P.6 dengan dilengkapi ISO 17021 dan ISO Guide 65agar dapat memperoleh Akreditasi (Sementara) KAN mulai tanggal 1 September 2009. • KAN
agar
segera
menetapkan
melibatkan para pihak terkait.
Council
Kehutanan
yang
• KAN agar menyusun manual akreditasi secara transparan. 4. Terkait Keberterimaan Pasar atas SVLK •
Para pihak dengan dipimpim Departemen Kehutanan (dan
Departemen Perdagangan) agar menyusun strategi promosi untuk meyakinkan keberterimaan pasar atas sistem SVLK.
15
Penutup
DR. ING. Ir. Hadi Daryanto, DEA, Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan, dalam berbagai kesempatan sosialisasi menyampaikan bahwa: (1) Terbitnya P.38 dan P.6 barulah merupakan permulaan proses dan bukan merupakan akhir dari proses, dan (2) Ketidaksempurnaan dan ketidak-pastian berlaku atas semua produk yang dihasilkan oleh manusia. Karena itu, adalah menjadi kewajiban seluruh pemangku kepentingan kehutanan untuk melaksanakan peraturan dimaksud, menerbitkan tambahan perangkat peraturan yang dinilai diperlukan, sambil melihat kemungkinan penyempurnaan peraturan ketika mulai diimplementasikan. Laporan ini disusun tanpa interest tertentu kepada sesuatu pihak, namun berupaya memotret secara obyektif dinamika yang terjadi sepanjang pelaksanaan sosialisasi P.38/P.6 dengan harapan agar semua pihak dapat saling memperkaya pemahaman satu sama lain. Bagaimanapun seluruh pihak memiliki semangat yang sama yakni pencapaian pengelolaan hutan produksi lestari yang disadari kunci pokoknya terletak pada tata kelola yang ukurannya ditunjukkan melalui
penilaian
kinerja
dan/atau
verifikasi
legalitas
kayu
sebagaimana dimaksudkan dalam P.38/P.6. Akhir kata semoga laporan ini bermanfaat bagi para pihak kehutanan di Indonesia.
EC- Indonesia FLEGT Support Project MFP-II
16