IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DALAM PENATAAN RUANG DI KABUPATEN JAYAPURA BUILDING PERMITS IN SPATIAL ARRANGEMENT IN THE DISTRICT JAYAPURA
Irsan1, Abdul Razak1, Marthen Arie2 1
2
Bagian Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin Bagian Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi: Irsan Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 E-mail :
[email protected] HP : 082191072061
ABSTRAK
IRSAN. Tinjauan Yuridis Atas Izin Mendirikan Bangunan Dalam Penataan Ruang Di Kabupaten Jayapura (dibimbing oleh Abdul Razak dan Marthen Arie) Penelitian ini bertujuan mengetahui dan menjelaskan bagaimana pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dalam penataan ruang di Kabupaten Jayapura dan pelaksanaan pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk menunjang tata ruang Kabupaten Jayapura. Penelitian ini mengunakan penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan dengan teknik analisis data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Izin Mendirikan Bangunan kurang efektif dan tidak maksimal yang pertama pemberian Izin Mendirikan bangunan (IMB) memakan waktu yang lama, sehingga pemohon membangunan tanpa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ataupun membangun sambil mengurus IMB kedua, penerapan sanksi yang kurang tegas serta minimnya sosialisasi kepada masyarakat. Kata kunci : Izin Mendirikan Bangunan, Penataan Ruang.
ABSTRACT
IRSAN.
Judicial Review of Building Contstruction Licency in Space Planning in Jayapura Regency. (Supervised by Abdul Rasak and Marthen Arie) The aim of the research is to acknowledge and explain how the licency of building construction is implemented in the space planning in Jayapura Agency, and the implementation of control of building construction licency to support the space planning of Jayapura Regency. The research method were field observation and library research. The technique of data analysis was a qualitative approach which generated a descriptive analysis of what is stated by respondents in writing and oral, as well as in real conduct. These data components were studied and observed as an integrated unity. The result of the research indicated that the licecnce issue of building construction in Jayapura Regency is not effective and is less maximum, firstly because it takes a long time, therefore the applicant would start constructing of the building while applying for the licence. Secondly, the sanction is less decisive, and minimum socialization of the public. Keywords : Licence of building construction, spatial planning.
PENDAHULUAN Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Keberadaan negara, seperti organisasi secara umum, adalah untuk memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-citanya. Jadi kekuasaan yang dimiliki sekelompok orang yang berperan sebagai penyelenggara negara adalah semata-mata demi kesejahteraan warganya. Dengan demikian fungsi negara adalah “mengatur” untuk menciptakan law and order dan “mengurus” untuk mencapai kesejahteraan (Muchsan, 2010). Selanjutnya, Indonesia menegaskan diri sebagai negara hukum sebagaimana dituangkan dalam alinea keempat Pembukaan UUD NRI 1945, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia. Menurut Jeddawii (2006), dalam sistem negara kesatuan (unitary state), hubungan antar level pemerintahan berlangsung secara inklusif (inklusif authority model), yaitu penyelenggaraan pemerintah daerah tetap di control oleh pemerintah pusat agar tercipta kesatuan negara. Dalam kaitannya dengan pelayanan publik, umumnya dalam pelayanan izin mendirikan bangunan (IMB), masyarakat harus meluangkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Mengingat bahwa untuk mendapatkan pelayanan, tidak jarang mereka harus melakukannya kebeberapa instansi pemerintah yang seringkali lokasinya terpencar-pencar (Sutedi, 2011). Izin merupakan instrumen hukum administrasi yang dapat digunakan oleh pejabat pemerintah yang berwenang untuk mengatur cara-cara pengusaha untuk menjalankan usahanya. Dengan demikian, izin merupakan pengaturan tingkat individu atau norma hukum subyektif karena sudah dikaitkan dengan subyek hukum tertentu. Berdasarkan penelitian sebelumnya, Rahmadi (2007) mengemukakan peranan perizinan yang memiliki fungsi preventif dalam arti instrumen untuk pencegahan terjadinya masalah-masalah akibat kegiatan usaha. Pada tataran praktis, dalam menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib diperhatikan: a) Rencana tata ruang; b) Pendapat masyarakat; dan c) Pertimbangan dan rekomendasi pejabat yang berwenang yang berkaitan dengan
usaha dan/atau kegiatan tersebut (Sunarso, 2005). Dalam hal penataan ruang, diselenggarakan oleh berbagai instansi pemerintah dan dengan melibatkan masyarakat, misalnya masyarakat hukum adat, masyarakat ulama, masyarakat intelektual, yang dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara terkoordinasi, baik antar instansi pemerintah, maupun antar pemerintah dengan masyarakat sehingga terhindar kesejangan penanganan ataupun penanganan yang tumpang tindih dalam upaya mewujudkan tujuan penataan ruang. Berdasarkan ketentuan tersebut, tampak bahwa lingkungan merupakan faktor penentu bagi manusia untuk menetapkan pilihannya, walaupun manusia dapat memanfaatkan lingkungan menurut kemampuannya, tetap diperlukan suatu kreasi yang didasari oleh hasil pembelajaran yang matang. Berdasarkan penelitian Soemarwoto (2001), dengan pembelajaran yang matang dan terus menerus secara turun temurun, manusia dapat membaca pertanda dan gejala alam yang terdokumentasi secara lisan bahkan tulisan sebagi pengetahuan tradisional atau modern. Melalui penggunaaan pengetahuannya, manusia dapat memberlanjutkan kehidupan dan penghidupannya. Kreasi dan kreativitasnya manusia dalam mengelola lingkungannya itu akan tercermin dari seberapa jauh penguasaan iptek dan etika lingkungan yang dimilikinya. Dalam Pasal 43 Nomor 21 Tahun 2009 Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura, disebutkan bahwa cagar alam Cyckloop yang merupakan kawasan suaka alam dipergunakan untuk penelitian, pendidikan dan wisata alam, namun ternyata dalam realitanya banyak sekali bangunan-bangunan tempat tinggal yang dibangun didaerah cagar alam Cycloop. Serta bangunan yang awalnya diberikan izin sebagai ruko oleh dinas terkait tetapi dalam kenyataannya ruko tersebut dijadikan hotel. Perkembangan pembangunan Kabupaten Jayapura yang begitu pesat, sehingga menimbulkan persoalan-persoalan dalam izin mendirikan bangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, seperti juga dikemukakan oleh Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Jayapura Gideon Dodop Cendrawasih Pos, 2012), bahwa sejumlah bangunan ruko dan hotel yang ada di Kabupaten Jayapura ini memang sudah banyak menyalahi aturan tata kota. Sehingga diduga ada salah standar mekanisme pemberian izin mendirikan bangunan, diduga ada kecendurangan
menyalahi tata ruang serta pelaksanaan dan pengawasan pemberian izin mendirikan bangunan yang tidak sesuai dengan tata ruang. Dengan demikian penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut, sehingga hasil penelitian ini bertjuan untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dalam penataan ruang Kabupaten Jayapura. Selain itu, untuk mengetahui pelaksanaan pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk menunjang tata ruang Kabupaten Jayapura.
BAHAN DAN METODE Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Jayapura Provinsi Papua, Pertimbangan untuk menetapkan lokasi tersebut adalah berdasarkan penelitian pendahuluan bahwa di lokasi tersebut ada kecendurangan tidak sesuainya izin mendirikan Bangunan dalam kaitannya dengan penataan ruang ditengah-tengah perkembangan masyarakat yang begitu pesat. Tipe penelitian Desain penelitian ini merupakan tipe penelitian sosio-yuridis. Dalam tipe penelitian yuridis fokus kajiannya pada penelitian normatif yang objeknya pada pembidangan kajian perundang-undangan yaitu bidang kajian dogmatik hukum sedangkan pada penelitian sosiologis objek kajiannya ilmu kenyataan hukum. Populasi dan sampel Populasi adalah keseluruhan atau himpunan obyek dengan ciri-ciri yang sama (Sugono, 2003). Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah yang berkaitan dengan peraturan izin mendirikan bangunan baik dari pemerintah daerah dan masyarakat. Sampel yang ditarik dalam penelitian ini menggunaka teknik purposive sampling yaitu sampel ditentukan sendiri oleh peneliti dengan pertimbangan, antara lain: a) Responden dianggap mempunyai pengetahuan, pemahaman dan pengalaman tentang hukum; b) Responden memiliki kewenangan dan memiliki kebijakan dalam hukum yang terdiri dari: Bappeda; Dinas Tata Kota; Badan Pertanahan; Dinas Pekerjaan Umum; Pakar; dan Masyarakat setempat.
Teknik pengumpulan data Berdasarkan jenis dan sumber data, maka teknik yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara (interview) dan melalui studi dokumen, yaitu teknik pengumpulan data melalui informasi kepustakaan atau bahan-bahan kepustakaan terkait buku-buku tentang Izin mendirikan Bangunan, Laporan penelitian hukum Tata Ruang, Majalah, Koran, Kamus, dan bahan-bahan tertulis lainnya yang berhubungan dengan izin mendirikan Bangunan maupun peraturan perundangundangan yang mengakomodir izin pendirian Bangunan dan Tata Ruang. Analisis data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini analisis data kualitatif, yaitu suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analistis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan juga perilakunya yang nyata, diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. Setelah data dianalisis, selanjutnya akan ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berfikir deduktif, yaitu suatu pola berpikir yang mendasarkan pada hal-hal yang bersifat umum, kemudian ditarik suatu generalisasi atau kesimpulan yang bersifat khusus (Hadi, 2001). Penggunaaan metode ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang baik, jelas dan dapat memberikan data sedetail mungkin tentang objek yang diteliti.
HASIL Kebijakan Penataan Ruang Kabupaten Jayapura Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka fungsi dan peran penataan ruang adalah sebagai upaya pemanfaatan dan pengendalian ruang secara terpadu dan berkesinambungan, yang diwujudkan dengan koordinasi pelaksanaan program-program pembangunan seluruh sektor yang ada, dengan melihat potensi dan permasalahan wilayah Kabupaten Jayapura serta upaya-upaya mengatasi dan memecahkan seluruh kendala pengembangan ruang wilayah Kabupaten Jayapura. Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jayapura 2008-2028
adalah
upaya
mensinkronisasikan
terhadap
pemanfaatan
dan
pengendalian ruang wilayah Kabupaten Jayapura. Maka atas dasar tersebut, dilakukan revisi terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jayapura. Pada tahun 2001 sudah disusun peraturan RTRW Kabupaten Jayapura, namun sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini. Hasil dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jayapura, selain menjadi pedoman bagi pemerintah dan masyarakat Kabupaten Jayapura, tetapi juga menjadi landasan pembangunan dan pengembangan wilayah bagi seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) dalam upaya pemanfaatan ruang wilayah. Efektivitas Pelaksanaan IMB dalam Penataan Ruang Kabupaten Jayapura Pertambahan dan pertumbuhan penduduk Kabupaten Jayapura mengalami peningktan dari tahun ke tahun maka perlu didukung dengan perencanaan pemanfatan, serta pengendalian dan pemanfaatan ruang yang mantap sesuai dengan Peraturan Daerah No 21 Tahun 2009, tentang rencana tata ruang Kabupaten Jayapura. Berdasarkan hasil wawancara dengan Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Jayapura Drs Gideon Dodop, MM (Wawancara, 12 Mei). bahwa sejumlah bangunan ruko dan hotel yang ada di Kabupaten Jayapura ini memang sudah banyak menyalahi aturan tata kota, menurutnya bahwa terjadinya pelanggaran terhadap izin mendirikan bangunan itu disebabkan oleh faktor ketidaktahuan masyarakat dan faktor kesengajaan. Menurutnya, fungsi pelaksanaan pengawasan yang dilakukan legislatif terhadap pelaksanaan pemberian izin mendirikan bangunan belum berjalan dengan baik. Pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah dan DPRD tidak berjalan optimal karena pengawas yang sudah ditunjuk, tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik sehingga terjadi ketimpangan antara laporan dengan kondisi di lapangan. Berdasarkan hal tersebut, untuk memulai dari kualitas bangunan baik itu rumah dan bangunan ruko dapat diukur dengan melihat kondisi kepadatan dan jenis bangunan, yang digolongkan dalam 2 (dua) jenis bangunan yakni bangunan layak dan tidak layak seperti pada Tabel 1 (lampiran). Berdasarkan tabel 1, maka dapat dijelaskan bahwa sebagian besar jumlah bangunan tidak layak huni yang ada di Kabupaten Jayapura, Selain itu, kawasan pemukiman di Kabupaten Jayapura di
bagi menjadi 2 yakni kawasan pemukiman di wilayah perkotaan dan kawasan pemukiman di wilayah perkampungan.
PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa pengawasan merupakan proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut. Controlling is the process of measuring performance and taking action to ensure desired results. Pengawasan adalah proses untuk memastikan bahwa segala aktifitas yang terlaksana sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu efektivitas pelaksanaan IMB Konsep pengawasan demikian sebenarnya menunjukkan pengawasan merupakan bagian dari fungsi aparat pemerintah, di mana pengawasan dianggap sebagai bentuk pemeriksaan atau pengontrolan dari pihak yang lebih atas kepada pihak di bawahnya. Hasil pengawasan ini harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat keefektifan dan ketidakefektifan IMB sebagai instrumen yuridis pemerintahan yang bercirikan good governance, pengawasan merupakan aspek penting untuk menjaga fungsi pemerintahan berjalan sebagaimana mestinya. Dalam konteks ini, pengawasan menjadi sama pentingnya dengan penerapan good governance itu sendiri. Tingkat pemahaman masyarakat terhadap IMB dan rencana tata ruang masih sangat kurang. Walaupun dapat dikatakan pengetahuan tentang tata ruang dan IMB sudah baik, namun hanya sekedar tahu atau mendengar saja sedangkan pemahaman secara lebih rinci atau dalam masih sangat kurang bahkan tidak tahu. Demikian juga pengetahuan terhadap rencana tata ruang, apalagi pemahaman secara detail juga sangat kurang.
Di sisi lain, pemahaman masyarakat terhadap IMB dan rencana tata ruang pun juga masih kurang, hal ini selaras dengan kurangnya sosialisasi yang diberikan pemerintah kepada masyarakat. Sosialisasi IMB dan rencana tata ruang masih sebatas pada aparat pemerintah saja, sedangkan ke masyarakat secara langsung masih kurang. Walaupun sosialisasi ini pun juga diragukan efektivitasnya, termasuk dalam proses pengawasan dari awal membangun sampai dengan selesainya suatu bangunan. Oleh Kurniawan (2012) menyatakan kewenangan yang sah jika ditinjau dari mana kewenangan itu diperoleh, maka ada tiga kategori kewenangan, yaitu atributif, mandat,dan delegasi. Dengan demikian, efektivitas penerapan hukum juga menjadi faktor utama, sebagaimana oleh Rosdiana (2011) disebutkan bahwa jika masyarakat berperilaku sesuai dengan yang diharapkan atau dikehendaki oleh hukum maka dapatlah dikatakan bahwa hukum yang bersangkutan adalah efektif. Untuk lebih meningkatkan penyelesaian perkara dan menjamin kepastian hukum pencari keadilan, maka kualitas dari aparat penegak hukum harus di tingkatkan terutama dalam aspek moralitas. Indikasi ini sebagaimana menurut Soekanto (1993), bahwa tidak jarang bahwa orang akan mempersoalkan masalah efektivitas hukum apabila yang dibicarakan adalah pengaruh hukum terhadap masyarakat. Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura tentang IMB sebagai suatu bentuk peraturan hukum tertulis dibuat untuk menegakkan perilaku dalam mendirikan bangunan hanya dapat berfungsi secara efektif apabila apabila memenuhi tiga syarat yang menurut Rahardjo (2000) yakni: a) Syarat filosofis, yaitu bahwa hukum dapat memberikan keadilan bagi masyarakat yang dijadikan sasarannya. Tidak boleh suatu hukum menimbulkan diskriminasi tehadap beberapa individu atau kelompok masyarakat tertentu; b) Syarat yuridis, lebih menekankan pada segi kepastiaan hukumnya. Adanya kepastian hukum tersebut dapat diukur dari ada atau tidaknya peraturan hukum itu sendiri serta sinkronisasi dengan peraturan hukum yang ada di atasnya; dan c) Syarat sosiologis, yaitu bahwa suatu hukum dapat berfungsi apabila norma-norma yang masih bersifat abstrak seperti yang termuat dalam pasalpasalnya diimplementasikan oleh para pelaksananya baik masyarakat maupun aparat penegak hukumnya.
Instrumen kendali disiplin pegawai adalah sarana lain di samping peraturan perundang-undangan, sebagai sarana yang nyata dalam bentuk catatan, laporan prestasi kerja, daftar absensi, dan sebagainya termasuk daftar pekerjaan yang sudah dan belum selesai dikerjakan (sebagai contoh: pekerjaan Pelayanan permohonan Izin IMB) yang. Apabila instrumen tersebut diterapkan dan dipergunakan oleh para pejabat atasan untuk mengetahui sikap atau tingkah laku, akan berguna bagi atasan untuk mengetahui hasil kerja atau prestasi anak buahnya. Apabila instrumen ini digunakan, maka perjabat atasan memang seharusnya diwajibkan melaksanakan pengawasan melekat mempunyai alat bantu yang akan mempermudah baginya dalam hendak melaksanakan tindakan terhadap anak buahnya
KESIMPULAN DAN SARAN Pemberian izin mendirikan bangunan di Kabupaten. Jayapura tidak efektif serta kurang maksimal yang pertama adalah bahwa pemberian izin mendirikan memakan waktu yang lama, sehingga pemohon membangunan bangunan belum ada izin ataupun membangunan bangunan sambil mengurus izin mendirikan bangunan. Diperlukan adanya mekanisme izin mendirikan bangunan dalam pelaksanaan IMB yang lebih efektif dan efisien, antar lain pemohon tidak meluangkan waktunya yang lebih lama, dengan biaya yang transparan, kemudian dari sisi penerapan sanksinya harus dipertegas, sanksi administrasi sampai pada penjatuhan pidana penjara sehingga akan menimbulkan efek jera terhadap sipemohon izin mendirikan bangunan, serta dilakukan sosialisi kepada masyarakat. Pengawasan terhadap izin mendirikan bangunan di Kabupaten. Jayapura belum berjalan dengan baik. Pertama, disebabkan oleh masih adanya izin mendirikan bangunan yang tidak sesuai dengan peruntukannya dan tanpa izin mendirikan bangunan serta terjadinya pembiaran terhadap ketidaksesuaian tersebut, yang terjadi. Kedua, mekanisme pengawasan yang terjadi sangat tidak transparan, hal ini dapat dilihat dari adanya pengawasan yang di biayai oleh pemohon izin mendirikan bangunan. Dengan demikian, perlu adanya mekanisme izin mendirikan bangunan dalam pelaksanaan IMB yang lebih efektif dan efisien, kemudian dari sisi penerapan sanksinya harus dipertegas ataupun diperberat mulai dari teguran, sanksi
administrasi sampai pada penjatuhan pidana penjara sehingga akan menimbulkan efek jera terhadap pemohon izin mendirikan bangunan sebagai langkah preventif.
DAFTAR PUSTAKA Hadi, Soetrisno. (2001), Metodelogi Research, Yogyakarta. Andi. Harian Cenderawasih Pos, Jumat, 24 Agustus 2012. Jeddawii, Murtir. (2006). Suatu Kajian Beberapa Perda Tentang Penanaman Investasi Daerah, Jurnal Mimbar Hukum, Yogyakarta. 17(2): 41-67. Kurniawan, Amri. (2012). Optimalisasi Kewenangan Penyidik Kejaksaan dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi, Jurnal Analisis, Seri Ilmu Hukum, 1(1): 53-60. Muchsan. (2010). Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia. Jurnal Yudisial, 4(2): 337-352. Rahardjo, Satjipto. (2000). Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti. Rahmadi, Takdir. (2007). Aspek-Aspek Hukum Lingkungan di Indonesia, Jurnal Hukum Masyarakat dan Pembangunan. 2(1): 82-105. Rosdiana. (2011). Penegakan Hukum Dalam Kasus Pembalakan Liar di Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hukum, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, 1(1): 47-81. Soekanto, Soerjono. (1993). Beberapa Aspek Sosio Yuridis Masyarakat. Bandung: Alumni. Soemarwoto, Otto. (2001). Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Bandung: Djambatan. Sugono, Bambang. (2003). Metodelogi Penelitian Hukum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Sunarso, Siswanto. (2005). Hukum Pidana Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta. Sutedi, Adrian. (2011). Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik. Jakarta: Sinar Grafika.
LAMPIRAN Tabel 1. Jumlah Rumah Layak dan Tidak Layak Huni di Kabupaten Jayapura Tahun 2011
Distrik
1
Sentani timur
2
Sentani
5,879
-
98
28
5
-
5,977
23
3
Ebung fauw
394
-
62
24
6
-
412
62
4
Waibu
1,232
-
59
23
3
-
1,255
56
5
Sentani barat
815
-
32
11
12
-
824
22
6
Ravenirara
240
-
58
22
6
-
252
62
7
Yokari
329
-
110
22
7
-
366
88
8
Depapre
606
-
109
25
3
-
654
83
9
Demta
457
-
108
32
12
-
512
73
10
Kemtuk
388
-
145
43
16
-
507
53
11
Kemtuk gresi
435
-
165
24
14
-
525
85
12
Nimboran
527
-
186
33
8
-
671
67
13
Nimbokrang
1,485
-
94
35
4
-
1,568
42
14
Namblong
638
-
88
47
6
-
705
62
15
Gresi selatan
188
-
69
21
8
-
231
39
16
Unurum guay
237
-
119
35
18
-
278
95
17
Kaureh
7,838
-
150
24
16
-
7,920
76
18
Yapsi
1,292
-
156
33
12
-
1,375
94
19
Airu
112
-
127
97
45
-
184
107
24,371
0
2,057
626
205
0
25,623
1,226
Jumlah
Layak huni BAIK RSK 1,279 -
Kondisi Rumah Tidak layak Atap rumbia BAIK RSK BAIK RSK 122 47 4 -
No.
Sumber Data: Dinas PU dan Perumahan Kabupaten Jayapura, 2011.
Atap seng BAIK RSK 1,407 37