IV. METODE PENELITIAN
4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua,
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan Kecamatan Cisarua merupakan letak hulu Sungai Ciliwung. Lokasi tersebut saat ini telah mengalami konversi lahan dan diduga menjadi salah satu penyebab banjir di daerah hilir. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan Maret hingga April 2011. Data diperoleh melalui survei lapang dan wawancara yang dilakukan terhadap penduduk dan aparat kecamatan dan aparat kedua wilayah tersebut. Ada pun perubahan tata guna lahan di kawasan Cisarua pada tahun 2000 ke tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.
Tahun 2000
Tahun 2009
Sumber: Balai Pengelolaan DAS Citarum Ciliwung, 2010
Gambar 4. Peta Guna Lahan Kecamatan Cisarua Tahun 2000 dan Tahun 2009
20
Peta guna lahan menunjukkan perubahan yang cukup signifikan dari tahun 2000 hingga tahun 2009. Warna hijau tua pada gambar menunjukkan luas hutan yang ada, sedangkan warna hijau muda menunjukkan kawasan perkebunan. Berdasarkan gambar tersebut, luas perkebunan dari tahun 2000 ke tahun 2009 mengalami penurunan. Hal ini diduga disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk yang dapat menyebabkan tingginya pemukiman yang didirikan. Warna merah pada gambar tersebut menunjukkan pemukiman dan bangunan yang terdapat di kawasan Kecamatan Cisarua. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa jumlah pemukiman di Kecamatan Cisarua cenderung bertambah. Hal ini ditunjukkan oleh kawasan berwarna merah yang semakin meluas di tahun 2009. Perubahan tersebut menunjukkan telah terjadi konversi lahan di Kecamatan Cisarua dan hal tersebut menjadi latar belakang dari penelititan ini. 4.2.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden melalui kuisioner. Data primer meliputi data mengenai faktor-faktor yang menjadi alasan utama penduduk mengkonversi lahan serta data lainnya yang diperlukan dalam penelitan. Data sekunder diperoleh melalui pengumpulan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) RI Jakarta, BPS Provinsi Jawa Barat, dan BPS Kabupaten Bogor, Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung, Kecamatan Cisarua, Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua. Data sekunder yang diperlukan merupakan data time series dari tahun 2001-2010, meliputi data harga lahan per meter persegi, jumlah
21
penduduk, jumlah vila, jumlah obyek wisata, luas jalan, dan luas konversi lahan yang diperoleh dari pemerintah dan aparat di Kecamatan Cisarua. 4.3.
Metode Pengambilan Sampel Penentuan desa dilakukan secara purposive, sedangkan untuk penentuan
lokasi pengambilan data primer yaitu rukun warga (RW) dilakukan dengan cara justified. RW yang dipilih di Desa Tugu Utara merupakan tempat terdekat dengan stasiun pengamatan aliran sungai (SPAS) yang memantau besarnya debit air sungai. Sedangkan untuk Kelurahan Cisarua dipilih RW yang memiliki jumlah penduduk terpadat yang menjadi salah satu penyumbang debit air pada DAS hulu Sungai Ciliwung. Penentuan responden dilakukan dengan stratified random sampling, yaitu membagi populasi dalam kelompok yang homogen lebih dahulu, atau dalam strata. Anggota sampel ditarik dari setiap strata (Nazir 1988). Sampling frame dari penelitian adalah penduduk yang pernah menjual lahan yang dimiliki. Responden telah menetap lebih dari lima tahun, pernah menjual lahan yang dimiliki, serta dapat berkomunikasi dengan baik. Hal ini dilakukan agar peneliti memperoleh responden yang berpengalaman sehingga diperoleh informasi yang mendalam mengenai laju konversi lahan serta hubungannya terhadap harga lahan. Responden diambil sebanyak 40% persen dari sampling frame tersebut. 4.4.
Metode dan Prosedur Analisis Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual serta komputer dan melalui program Microsoft Office Excel 2007, SPSS 15, dan MiniTab. Tabel
22
1 menyajikan keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data dan metode analisis data. Tabel 1. Matriks Metode Analisis Data No Tujuan Penelitian Sumber Data 1 Mengidentifikasi laju Data sekunder konversi lahan di Kecamatan Cisarua
Metode Analisis Data Persamaan laju konversi lahan (parsial dan kontinu)
2
Menganalisis pengaruh harga lahan terhadap laju konversi lahan di Kecamatan Cisarua
Data sekunder
Metode Korelasi Pearson
3
Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi penduduk mengkonversi lahan
Data primer (wawancara menggunakan kuisioner)
Analisis regresi linier berganda
4.4.1. Laju Konversi Lahan Terdapat tiga tahapan dalam menentukan laju konversi lahan. Tahap pertama mengidentifikasi luas wilayah pada tahun ke-t yang berarti tahun saat terjadinya konversi lahan. Tahap kedua, mengidentifikasi luas wilayah pada kondisi awal atau kondisi sebelum tahun ke-t-1. Tahap terakhir adalah mengkalkulasikan perubahan luas wilayah lahan dengan melihat perbandingan antara perubahan luas wilayah lahan tahun ke-t terhadap luas wilayah lahan tahun ke-t-1. 4.4.1.1. Model Laju Konversi Lahan Laju konversi lahan dapat ditentukan dengan cara menghitung laju konversi secara parsial dan kontinu (Sutandi 2009). Analisis dengan persamaan ini dapat melihat persentase laju konversi lahan yang terjadi di Kecamatan Cisarua setiap tahunnya dari tahun 2001 hingga 2010. Laju konversi lahan tertinggi selama 10 tahun dapat dilihat dengan menggunakan metode ini. 23
Laju konversi parsial:
V=
L
L L
x100%........................................................................................(4.2)
dimana: V
= Laju konversi lahan ( %)
Lt
= Luas lahan saat ini/ tahun ke-t (ha)
Lt-1
= Luas lahan tahun sebelumnya (ha) Laju konversi lahan (%) dapat ditentukan dengan nilai selisih luas lahan
pada tahun ke-t dengan luas lahan tahun sebelumnya, dibagi luas lahan tahun sebelumnya, kemudian dikalikan dengan 100 %. Apabila laju konversi lahan yang akan di analisis pada tahun 2002, maka luas lahan pada tahun 2002 dikurangi dengan luas lahan tahun 2001, kemudian dibagi dengan luas lahan pada tahun 2001, lalu dikalikan dengan 100 %. Hal ini dapat dilakukan pada tahun-tahun berikutnya, dengan demikian kita dapat memperoleh hasil bahwa pada tahun berapa yang terjadi laju konversi lahan tertinggi terjadi. Selain laju konversi lahan secara parsial, analisis juga dapat dilakukan dengan melihat laju konversi secara kontinu. Metode ini berfungsi untuk melihat laju konversi lahan di Kecamatan Cisarua selama 10 tahun. Sehingga apabila hasil analisis ini diperoleh maka dapat diketahui bagaimana perkembangan tata guna lahan dari wilayah tersebut. Metode laju konversi lahan secara kontinu dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (Nazir 1988): y(t)
=a+bt
y(t) = a ebt > ln y(t) = ln a + b t……..………………...…….....…………….(4.3) dimana: y(t)
= Luas lahan yang dikonversi pada tahun ke-t (ha)
24
a
= Nilai intersep (ha)
t
= Tahun
b
= Laju konversi lahan
e
= Error term
4.4.2. Analisis Keterkaitan Harga Lahan terhadap Laju Konversi Lahan Pertanian Korelasi Pearson merupakan salah satu ukuran korelasi yang digunakan untuk mengukur kekuatan dan arah hubungan linier dari dua variabel. Dua variabel dikatakan berkorelasi apabila terjadi perubahan variabel satu terhadap variabel lainnya, baik dalam arah yang sama maupun sebaliknya. Metode korelasi Pearson digunakan untuk melihat korelasi harga lahan terhadap laju konversi lahan secara makro di Kecamatan Cisarua. Korelasi Pearson merupakan metode yang digunakan untuk melihat korelasi antara variabel-variabel yang terkait. Metode ini menggunakan data-data interval maupun rasio. Pengambilan sampel dari populasi harus random, dengan variasi yang skor kedua variabel yang akan dicari memiliki korelasi sama, dan diduga memiliki hubungan linier. Korelasi Pearson dapat dihitung dengan rumus (Santoso 2007): ∑ ∑
…………………………………………….………..…(4.4) ∑
Atau dapat dihitung dengan rumus Pearson yang lain, yaitu: ∑ ∑
∑
∑
∑ ∑
∑
……….…...……………………….…………(4.5)
dimana: = Rata-rata data variabel X X
= Data variabel X = Rata-rata data variabel Y
Y
= Data variabel Y
25
Hasil perhitungan korelasi di atas berada pada selang -1≤ r ≤ 1, yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar. Pertama, korelasi positif kuat, terjadi apabila perhitungan korelasi mendekati +1 atau sama dengan +1. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan skor atau nilai pada variabel X akan diikuti dengan kenaikan skor atau nilai variabel Y. Sebaliknya, jika variabel X mengalami penurunan, maka akan diikuti dengan penurunan variabel Y. Kedua, korelasi negatif kuat, terjadi apabila perhitungan korelasi mendekati -1 atau sama dengan 1. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan skor atau nilai pada variabel X akan diikuti dengan penurunan skor atau nilai variabel Y. Sebaliknya, jika variabel X mengalami penurunan, maka akan diikuti dengan kenaikan variabel Y. Ketiga, tidak ada korelasi, terjadi apabila perhitungan korelasi mendekati 0 atau sama dengan 0. Hal ini berarti bahwa naik turunnya skor atau nilai satu variabel tidak mempunyai kaitan dengan naik turunnya skor atau nilai variabel yang lainnya. Apabila skor atau nilai variabel X naik tidak selalu diikuti dengan naik atau turunya skor atau nilai variabel Y, demikian juga sebaliknya. Hal lain yang harus diperhatikan yaitu standarisasi. Salah satu keterbatasan kovarian sebagai ukuran kekuatan hubungan linier adalah arah/besarnya gradien yang tergantung pada satuan dari kedua variabel tersebut. Misalnya, kovarian antara serapan N (%) dan hasil padi (ton) akan jauh lebih besar apabila satuan % (1/100) kita konversi ke ppm (1/sejuta). Agar nilai kovarian tidak tergantung kepada unit dari masing-masing variabel, maka kita harus membakukannya terlebih dahulu yaitu dengan cara membagi nilai kovarian tersebut dengan nilai standar deviasi dari kedua variabel tersebut sehingga nilainya akan terletak antara -1 dan +1. Ukuran statistik tersebut dikenal dengan Pearson product moment
26
correlation yang mengukur kekuatan hubungan linier (garis lurus) dari kedua variabel tersebut. Koefisien korelasi linear kadang-kadang disebut sebagai koefisien korelasi Pearson untuk menghormati Karl Pearson (1857-1936), yang pertama kali mengembangkan ukuran statistik ini. Variabel-variabel yang akan dilihat hubungannya antara lain harga lahan per meter persegi, jumlah penduduk, jumlah vila, jumlah obyek wisata, dan luas konversi lahan tahun 2001 hingga 2010. Melalui variabel-variabel tersebut kita dapat melihat bagaimana hubungan antara variabel yang satu dengan yang lain. Interpretasi hasil perhitungan Pearson meyatakan jika hasil tersebut negatif, positif, maupun nol akan menunjukan pola hubungan antar variabel tersebut, apakah saling mempengaruhi atau tidak. 4.4.3. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Analisis data yang digunakan dalam mengkaji faktor-faktor pengaruh konversi lahan adalah analisis regresi linier berganda. Tujuannya adalah membuat suatu deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta. Analisis regresi linier berganda melalui beberapa tahapan dalam menentukan nilai a dan b pada koefisien-koefisien di atas maka digunakan perumusan sebagai berikut: Y = a + β1X1 + β 2X2 + β 3X3 + β 4X4 + β 5X5 + ε ……………………………………………..…(4.1) dimana: Y
= Luas lahan yang dikonversi (Ha)
a
= Intersep
X1
= Variabel harga lahan yang dijual (Rp/m2)
X2
= Variabel lama menetap (tahun)
X3
= Variabel jumlah tanggungan dalam keluarga (orang)
X4
= Variabel pendapatan (Rp/bulan)
27
X5
= Variabel luas lahan yang dimiliki (m2)
β 1, β 2, … β 5 = Koefisien regresi ε
= Error term Analisis regresi linier berganda merupakan alat untuk memperoleh suatu
prediksi di masa lalu maupun yang akan datang dengan dasar keadaan saat ini. Prediksi dalam hal ini bukanlah merupakan hal yang pasti, namun mendekati kebenaran. Tahapan penentuan nilai a dan b dapat dicari dengan teknik eliminasi dimana dilakukan dengan cara menghilangkan satu demi satu bagian sehingga diperoleh nilai pernilai. Regresi linier sederhana dengan variabel ganda adalah analisis statistik yang mencakup hubungan banyak variabel. Apabila dijumpai satu variabel terikat yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas dalam mempengaruhi variabel terikat itu bermacam, sehingga bentuk hubungannya pun tentunya berbeda-beda. Sifat hubungan berjenjang sering kali terjadi dalam kajian ilmu sosial. Variabel lain menjembatani pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat tersebut dengan variabel antara. Variabel bebas itu sendiri mempunyai pola hubungan yang tidak tetap. Artinya bisa benar-benar bebas, berkorelasi tetapi tidak signifikan atau mempunyai hubungan yang tidak erat. Metode regresi linier berganda memiliki beberapa asumsi. Asumsi model regresi dikaitkan dengan pengujian parameter model dimana pengujian dikatakan sah jika asumsi pengujian dipenuhi. Asumsi tersebut menyangkut sifat dari distribusi residual. Residual harus menyebar di sekitar 0, memiliki varians konstan (identik) dan independen (tidak berkorelasi satu sama lain). Salah satu syarat untuk mencapai ini yaitu data tidak bersifat time series. Regresi linier berganda dibutuhkan kondisi antar variabel X tidak saling berkorelasi (independent).
28
Terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan bahwa model yang telah dihasilkan adalah baik. Menurut Sutandi (2009), model yang baik haruslah memenuhi beberapa uji asumsi pelanggaran, seperti: 1.
Kriteria Ekonomi
Model yang diuji berdasarkan kriteria ekonomi akan dilihat tandan dan besaran tiap koefisien dugaan yang telah diperoleh. Kriteria ekonomi mensyaratkan tanda dan besaran yang terdapat pada tiap koefisien dugaan sesuai dengan teori ekonomi. Apabila model tersebut memenuhi kriteria ekonomi, maka model tersebut dapat dikatakan baik secara ekonomi, namun, apabila kriteria tersebut tidak memenuhi standar ekonomi maka model tersebut tidak dapat dikatakan baik secara ekonomi. 2.
Kriteria Statistik dan Ekonometrika
Ada beberapa uji yang dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian model regresi yang telah didapatkan secara statistika dan ekonometrika. Uji tersebut adalah sebagai berikut: a. Uji Normalitas Uji Normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data atau observasi yang jumlahnya kurang dari 60 mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Uji yang dapat dilakukan adalah uji KolmogorovSmirnov. Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan persepsi di antara satu pengamat dengan pengamat yang lain. Penerapan pada uji Kolmogorov Smirnov adalah bahwa jika signifikansi di atas 5 % bearti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara data yang akan diuji dengan data normal baku, artinya data tersebut normal.
29
b. Uji Multikolinieritas Model yang melibatkan banyak peubah bebas sering terjadi masalah Multikolinieritas, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar peubah bebas. Masalah ini dapat dilihat langsung melalui output komputer, dimana apabila nilai Varian Inflaction Factor (VIF) < 10 maka tidak ada masalah multikolinieritas. Hal ini berarti bebas uji asumsi pelanggaran dan persamaan yang digunakan merupakan persamaan yang baik dan tidak terdapat pelanggaran. c. Uji Heteroskedastisitas Salah satu asumsi metode penggunaan kuadrat terkecil adalah Homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas asumsi Homoskedastisitas adalah Heteroskedastisitas. Masalah Heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan uji glejser. Uji glejser dilakukan dengan meregresikan variabelvariabel bebas terhadap nilai absolut residualnya. Jika nilai signifikannya dari hasil uji gletser lebih besar dari α (5 %) maka tidak terdapat Heteroskedastisitas. d. Uji Autokorelasi Uji autokolerasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan diantara galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Jika kita mengabaikan adanya autokorelasi, maka akan berdampak terhadap pengujian hipotesis dan proses peramalan. Uji paling sering digunakan dalam mendeteksi adanya autokolerasi dalam suatu model adalah uji DW (Durbin Watson Test), dan jika hasilnya mendekati 2 maka tidak ada autokolerasi (Sutandi 2009).
30