Isu-isu Kontemporer Politik Cina (I) 1. Reformasi Sistem Politik Banyak ahli yang mengatakan bahwa reformasi ekonomi Cina tidak akan sukses tanpa reformasi politik. Deng Xiaoping menekankan bahwa ada sangkut paut antara birokrat dengan sentralisasi manajemen tingkat tinggi pada bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Jika proses pembuatan keputusan dipegang oleh sebagian kccil orang, maka hasilnya tidak akan efisien dan tidak akan menghasilkan tindakan lebih lanjut. Oleh karena itu, bentuk dari reformasi politik adalah penerapan bertahap konsep desentralisasi pengambilan kebijakan, pendemokratisasian KRN, pemisahan kekuasaan antara pemerintah dan partai, serta memperkuat sistem hukum. Lebih luas daripada itu, sebenarnya ada tiga aspek mendasar yang membutuhkan penataan politik, yaitu pembaharuan partai (antara lain dengan mengganti pemimpin tua dengan kader muda), dihapuskannya penyakit birokrasi dengan melaksanakan efisiensi birokrasi, dan pembagian wewenang yang lebih jelas. Zhao Ziyang pemah menawarkan tujuh kebijakan kunci reformasi politik: 1. Memisahkan fungsi partai dengan pemerintah; 2. Mendelegasikan wewenang ke tingkat yang lebih rendah; 3. Melakukan efisiensi dalam departemen pemerintahan; 4. Membentuk sistem pelayanan masyarakat yang efektif dan efisien sebagai pengganti sistem kader; 5. Mengadakan konsultasi dan dialog dalam pembuatan keputusan; 6. Meningkatkan kinerja KRN, antara lain melalui pemilihan delegasi yang lebih muda dan perbaikan aturan-aturan kerja; serta 7. Meningkatkan
fungsi
legislasi
KRN
pada
prosedur
legal
dan
pengembangan organ pengadilan untuk menerapkan kekuasaan yang independen sebagaimana ditetapkan oleh undang-undang. Sebuah basis ideologis yang kuat dibutuhkan untuk menjamin dukungan partai bagi program reformasi. Idiom-idiom politik Deng seperti "mencari kebenaran dan fakta" dan "sosial-
Universitas Gadjah Mada
isme dengan ciri-ciri Cina", mengingatkan kembali kepada rumusan reformasi abadabad yang telah lalu. Para pendukung Deng berpendapat bahwa teori dan praktek hams diintegrasikan secara bulat bila kita mengharapkan keberhasilan. Mereka juga menegaskan bahwa keyakinan Marxis-Leninis tidak hanya sah, namun juga diadaptasikan pada situasi Cina yang khusus, untuk tidak menyebutnya unik. pendirian ideologis bahwa Cina masih berada pada "tahap awal sosialisme" — sebuah sudut pandang yang ditegaskan kembali pada KPN ke-13 di bulan Oktober dan November 1987 — memberikan basis ideologis yang lebih lugs bagi keberlangsungan perkembangan program reformasi Deng pada akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an. pendirian ideologis ini juga menekankan prinsip dasar kaum reformis bahwa sejak akhir "masa transformasi sosialis" (mengalihkan kepemilikan alat produksi swasta kepada negara) pada tahun 1956, ada banyak kesalahan "kiri" yang dibuat dalam garis ideologis partai. Kesalahan seperti Lompatan Jauh ke Depan dan Revolusi Kebudayaan hanya menghasilkan kemunduran dalam upaya mencapai "modernisasi sosialis" dan mencegah Cina bangkit dari tahap awal sosialisme. Hal inilah yang mungkin merupakan kegagalan terbesar kampanye lie yang kemudian membuka jalan bagi reformasi di tahun 1980-an. Konfrontasi politik terhadap reformasi, bagi banyak pengamat asing terkesan membingungkan. Dalam terms yang disederhanakan, kaum "konservatif" dalam debat reformasi adalah kelompok "kiri" pasca-Mao, sementara "liberal" merujuk pada "kanan" yang pro-Deng. Menjadi seorang konservatif di Cina pada tahun 1980-an secara bervariasi berarti taat pada aspek-aspek yang tidak begitu radikal dari ortodoksi Maois (yang tidak semuanya didiskreditkan), atau menerima tujuan-tujuan reformasi namun menolak langkah, dan metode-metode tertentu dari program Deng. Jadi, ada penentang reformasi yang konservatif dan ada pula reformis konservatif. Sementara banyak penentang reformasi disingkirkan melalui "pemensiunan", reformasi konservatif sampai dengan akhir tahun 1980-an menjadi anggota badan penguasa tertinggi dan pusat kekuasaan Cina, Komite Tetap Politbiro PKG. Para pemimpin seperti anggota Komite Tetap Chen Yun, salah satu arsitek utama reformasi ekonomi, berkeberatan pada "liberalisasi borjuis" dari proses modernisasi yang datang bersama masuknya kebudayaan asing, terutama kebudayaan Barat. Dalam pandangan reformis konservatif, penerapan nilai-nilai Cina pada teknologi Barat — mengingatkan pada rumusan tradisional tiyong (isi versus bentuk) yang muncul pada periode reformasi akhir abad ke-19 — akan mengokohkan secara baik Republik Rakyat.
Universitas Gadjah Mada
Kongres Rakyat Nasional yang ke-7 diadakan dari tanggal 25 Maret sampai dengan 13 April 1988. Kongres ini, bersama dengan Konferensi Konsultatif Politik Rakyat Cina ke-7 yang diselenggarakan pada tanggal 24 Maret hingga 10 April 1988, ditandai oleh keterbukaan baru dan toleransi atas debat dan perbedaan pendapat. Upacara pembukaan KRN disiarkan secara langsung melalui televisi; sidang-sidang dan diskusi-diskusi panel direkam dan disiarkan pada hari yang sama. Para wartawan dalam dan luar negeri diijinkan menghadiri diskusi-diskusi panel dan menanyai para perwakilan pada acara jumpa pers. Pernyataan dan suara yang berbeda dipublikasikan secara lugs oleh media domestik. Senjata reformasi diperlakukan sebagai undangundang dan amandemen konstitusional diratifikasi untuk melegitimasi bisnis swasta dan penjualan tanah serta mendorong investasi asing. Dewan negara direstrukturisasi dan dirampingkan. Setelah tragedi Tiananmen 1989, Komite Sentral PKC membuat langkah awal pada tang-gal 30 Desember 1989 untuk memperbaiki sistem kerja sama multipartai dan konsultasi politik. Komite Sentral mengundang para pemimpin utama partai untuk bertemu dan berkonsultasi ten-tang kebijakan-kebijakan utama dan kebijakankebijakan khusus menyangkut negara. Langkah Komite ini juga mencakup pedoman bagi proporsi yang pantas bagi anggota KRN untuk masuk ke dalam Komite Tetap KRN dan komite-komite khusus lainnya. Garis pedoman ini juga mengarahkan agar anggota-anggota partai yang lain diseleksi untuk posisi pada Dewan Negara, pengadilan, kejaksaan, atau sebagai pengawas pendidikan. Jadi, tidaklah mengejutkan jika pada masa yang akan datang jabatan menteri akan diberikan pada mereka yang bukan anggota PKC. 2. Korupsi Korupsi adalah salah satu isu terbesar dalam kehidupan masyarakat Cina saat ini. Bahkan korupsi juga yang dipercaya menyebabkan jatuhnya Dinasti Qing dan kekalahan Kuomintang pada Perang Sipil yang terjadi di Cina. Faktor utama yang mendorong maraknya praktek korupsi di Cina adalah adanya beberapa konsep tradisional Cina yang lebih menekankan pada personalitas daripada keberadaan institusi, mengutamakan kebiasaan-kebiasaan adat dan pada pelaksanaan hukum objektif dan mengutamakan guanxi (hubungan personal) dari pada persaingan bebas. Korupsi yang berlangsung marak pada era Mao sebenarnya telah berusaha untuk diberantas melalui kampanye-kampanye Tiga Anti dan Lima Anti sampai
Universitas Gadjah Mada
dengan Revolusi Kebudayaan. Meski demikian, korupsi masih meninggalkan jejaknya di era reformasi, bahkan bertambah besar. Korupsi terutama terjadi di "special economic tone", dimana para birokrat mengambil keuntungan melalui pemotongan pajak dan lemahnya pengawasan. Adanya mental yang mendorong setiap individu untuk mengumpulkan kekayaan pribadi (`to get rich is glorious.° turut berperan sebagai salah satu faktor utama maraknya praktek korupsi di masa reformasi. Korupsi merupakan salah satu tantangan politik dan ekonomi terbesar yang dihadapi oleh Cina di abad ke-21. Diperkirakan bernilai sama dengan 13 hingga 16% dan GDP Cina, korupsi adalah sebuah kerugian ekonomi yang besar dan suatu "polusi sosial" yang mengakibatkan masalah-masalah seperti kerusakan lingkungan, ketidakstabilan sosial politik, dan menurunnya kredibilitas pejabat pemerintah. Menurut survei di tahun 1998 dan 1999, orang Cina melihat korupsi sebagai faktor utama yang menyumbang pada instabilitas sosial. Di tahun 2000, sedikit berubah ketika mereka yang disurvei menempatkan "pengangguran atau PHK" di atas korupsi sebagai sumber utama instabilitas sosial.1 Skandal-skandal keuangan yang menyebar luas mcnimbulkan kekacuan di banyak tempat di Cina. Statistik resmi menunjukkan bahwa 30% perusahaan negara, 60% perusahaan joint venture, 80% perusahaan swasta, dan hampir semua pemilik toko secara bergantian melakukan kecurangan dalam pajak. Para pegawai bank telah menggelapkan milyaran dolar dana negara dan kemudian lari ke luar negeri. Bukan rahasia lagi jika banyak pejabat pemerintah mempunyai simpanan di bank-bank luar negeri dan properti di negara lain. Bahkan sudah santer diberitakan bahwa belum lama ini seorang pejabat tinggi Gina, melalui saudaranya, membeli sebuah mansion jutaan dolar di Beverly Hills — sebuah rumah yang bahkan untuk ukuran Hollywood saja terlalu tinggi. Korupsi yang meluas di Cina merefleksikan sebuah krisis sosial politik yang dalam. Penstiwa Tiananmen 8 Juni 1989 menandai berakhirnya tahap revolusioner gerakan Komunis dan kini para pemimpin Cina secara terbuka mengakui bahwa PKC telah berubah dari alasan pendiriannya sebagai partai vanguard yang proletarian:
1
Angang Hu, Corruption and Anti-corruption Strategies in China, paper presented in "Symposium on Corruption in China' held by Carnegie Endowment, February 13, 2001, / /www.ceip .org /files/events/A ngangH uEventa sp?p = l&Eve n tID = 284.
Universitas Gadjah Mada
para kader partai kini merasa bahwa mereka tidak lagi dibatasi oleh etika-etika ortodoks. Banyak di antara mereka melihat pluralisme ckonomi sebagai kesempatan bagi mereka untuk berbuat curang. Ketakutan bahwa reformasi ckonomi akan gagal pada suatu saat dan tiadanya keyakinan diri bahwa masyarakat akan tetap stabil dalam jangka waktu yang lama lebih jauh mendorong mereka untuk cepat menjadi kaya. Slogan Mao "Melayani rakyat" telah dibuang jauh-jauh untuk digantikan motto baru "Gunakan kekuasaan sebaik-baiknya selagi engkau masih berkuasa". Mengapa korupsi dianggap sebagai salah satu masalah paling besar yang dihadapi Cina saat ini? Di samping kerusakan ekonomi, sosial, dan politik yang ditimbulkannya, sifat distribusi tindak korupsi itu juga sudah sangat luas. Korupsi telah melebar: is tidak hanya dilakukan oleh para pejabat negara, tetapi juga polisi, tentara, bahkan anggota triad. Korupsi sekarang sudah bersifat hi-tech dan melintasi Batas negara. Kader-kader partai mudah saja menggaji akuntan atau staf lain untuk melakukan money laundering di luar negeri, sebuah operasi yang difasilitasi oleh integrasi ekonomi Cina di pasar global. Mereka kadang Baru ketahuan setelah ceroboh main banyak uang di Makau dan tempat judi lainnya di luar negeri. Banyaknya kader yang mempunyai anak dan istri yang tinggal di Amerika Serikat dan negara lain membuat transfer uang menjadi mudah. Kebudayaan korupsi bahkan telah merambah ke sektor-sektor lain, misalnya sepak bola. Ada wasit yang menerima uang suap dalam jumlah besar dan servis wanita panggilan untuk memenangkan suatu tim tertentu.2 Bagaimana pemerintah Cina mencegah korupsi semakin meluas? Beberapa kebijakan memang telah diambil, seperti menaikkan gaji pegawai negeri (sejak tahun 1989 gaji pegawai negeri telah naik lima kali), meningkatkan transparansi dalam rekrutmen dan promosi pegawai negeri, menjalankan reformasi administrasi, dan membuka luas akses bagi publik untuk melihat via internet persiapan Olimpiade di Beijing pada tahun 2008. Semuanya masih ditambah adanya landasan hukum yang kuat: Kongres Nasional Partai di tahun 1989 memutuskan bahwa penyalahgunaan kekuasaan, penyuapan, dan penggelapan uang merupakan kejahatan.3
2 3
"China Fights Against Corruption", http://asia.cnn.com/2002/WORLD/asiapcf/east/04/01/willy.coltunn. "Prevention Key to Corruption Control", http://www.chinahouston.org/news/2002412071507.htm1
Universitas Gadjah Mada
Di tingkat lokal, misalnya, Walikota Beijing Liu Qi meluncurkan sunshine policy untuk melawan korupsi. Kebijakan ini mengharuskan Para petinggi partai, pejabat, dan pegawai pemerintah untuk melaporkan hal-hal pribadi seperti membangun atau membeli rumah, mengirim anak belajar ke luar negeri, upacara pernikahan anak, bahkan memilih pasangan hidup, untuk menjaga stabilitas dan integrasi sistem politik.4 Pendek kata, pemerintah Cina telah melancarkan serangkaian kebijakan untuk melawan korupsi5, meski hasil dan tingkat efektivitasnya masih diperdebatkan hingga kini. Salah satu kritik terhadap kampanye antikorupsi pemerintah misalnya, adalah pesimisme bahwa hukum akan menyentuh mereka yang berkuasa: "Yang mereka lakukan adalah menembak sejumlah kecil lalat (pejabat rendahan), tetapi membiarkan kabur macan besar (kader senior)". Meski demikian, menarik untuk dicatat bahwa antara tahun 1992-2001 telah 239.710 kasus korupsi dimajukan ke pengadilan dan 173.974 orang, termasuk pejabat tinggi, menjadi pesakitan untuk dikenai sanksi yang bervariasi, mulai dan pemecatan, hukuman penjara, bahkan sampai hukuman mati! Sehubungan dengan masalah korupsi ini, Cina menyadari bahwa sebuah lingkungan politik dan sosial yang stabil merupakan kebutuhan bagi upaya mempertahankan pembangunan ekonomi yang sehat, termasuk di dalamnya perjuangan melawan korupsi. Inilah sebabnya mengapa pemerintah Cina sejak permulaan reformasi telah bertekad untuk menjadikan pembangunan ekonomi sebagai tugas utama dan bersamaan dengan itu juga berusaha keras melawan korupsi demi menjamin stabilitas serta memajukan reformasi dan pembangunan.6
"Sunshine Policy to Fight Corruption in China's Capital", http://www.chinadaily.net/news/2002-033/60784.html 4
Secara umum ada tujuh kebijakan antikorupsi yang direkomendasikan: (1) meningkatkan transparansi urusan pemerintahan, termasuk di antaranya melarang pejabat pemerintah, kepolisian, dan militer terjun ke dunia bisnis; (2) mendorong pardsipasi rakyat di urusan pemerintahan; (3) memperkuat peranan wakil-wakil rakyat di parlemen; (4) menjamin sebuah peradilan yang independen; (5) menekankan pertanggungjawaban pejabat pemerintah terhadap kesalahan-kesalahan yang dibuat selama masa kerja mereka; (6) memperluas kemerdekaan media, dan (7) mengurangi intervensi pemerintah di bidang ekonomi. Lihat Angang Hu, op.cit. 5
Universitas Gadjah Mada
Sehubungan dengan masalah korupsi ini, Cina menyadari bahwa sebuah lingkungan politik dan sosial yang stabil merupakan kebutuhan bagi upaya mempertahankan pembangunan ekonomi yang sehat, termasuk di dalamnya perjuangan melawan korupsi. Inilah sebabnya mengapa pemerintah Cina sejak permulaan reformasi telah bertekad untuk menjadikan pembangunan ekonomi sebagai tugas utama dan bersamaan dengan itu juga berusaha keras melawan korupsi demi menjamin stabilitas serta memajukan reformasi dan pembangunan.6
6
Feng Tiyun, Combating Corruption in China, paper presented in The 8 th International Anti-Corruption Conference, http://www.transparency.org/iacc/8thiacc/papers/tiyun.html
Universitas Gadjah Mada