BAB II UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG A. Sejarah Terjadinya Pencucian Uang Istilah pencucian uang atau money laundering baru diperkenalkan kurang lebih pada tahun 1920-an, meskipun perbuatan pencucian uang sesungguhnya telah ada sejak abad ke-17, perbuatan ini dilakukan oleh bangsawan Prancis yang membawa uangnya dari hasil kejahatan untuk disimpan di Swiss, berkat pertolongan bangsawan Swiss, harta tersebut dapat dinikmati oleh bangsawan Prancis dengan tenang. Pada tahun 1920-an, para pelaku kejahatan terorganisasi di Amerika Serikat, mencuci uang hasil kejahatannya melalui usaha binatu (laundry). Mereka banyak mendirikan usaha binatu sebagai tempat atau kedok untuk menyembunyikan uang hasil kejahatannya.49 Tahun 1980-an adalah masa perkembangan bisnis haram di berbagai negara. Perdagangan narkotika dan obat bius, misalnya mampu menghasilkan omset yang sangat besar. Dari sinilah mulai muncul istilah narco dollar untuk menyebut uang haram yang dihasilkan dari perdagangan narkotika. Fenomena tersebut merupakan pemantik lahirnya istilah “Pencucian Uang”. Istilah ini mulai digunakan di Amerika Serikat pada tahun 1986, kemudian dipakai secara internasional serta konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1988.50
49
J.E Sahetapy, Bisnis Uang Haram, Jakarta : KHN, 2003, hal.11. Philips Darwin, Op.Cit., hal.12.
50
Berdasarkan prosesnya, pencucian uang dalam sejarahnya dibedakan menjadi :51 a. Cara modern, yaitu yang umumnya dilakukan melalui tahap placement, layering, dan integration. b. Cara Tradisional, yaitu dilakukan melalui suatu jaringan atau sindikat etnik yang sangat tertutup, misalnya bank rahasia hui (hoi) atau The Chinese Chip (Chop) di China, sistem pengiriman uang tradisional yang disebut hawala di India, dan hundi di Pakistan. Menurut Billy Steel, istilah money laundering berasal dari Laundromats, nama sebuah tempat pencucian pakaian secara otomatis di Amerika Serikat. Perusahaan yang dimiliki oleh kelompok mafia ini dipilih untuk menyamarkan uang haram menjadi uang sah.52 Kalangan mafia memperoleh penghasilan besar dari bisnis pemerasan, prostitusi, perjudian, dan penyelundupan minuman keras. Mereka kemudian membeli atau mendirikan perusahaan yang bergerak dibidang bisnis halal untuk mengaburkan asal usul uang dari bisnis haram. 53 Sejak itulah, perbuatan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang hasil kejahatan disebut dengan money laundering. Money laundering merupakan sebuah istilah yang pertama kali digunakan di Amerika Serikat untuk menunjuk kepada pencucian hak milik mafia, yaitu hasil usaha yang diperoleh secara gelap dicampurkan dengan maksud menjadikan seluruh hasil tersebut seolah diperoleh dari sumber yang sah. Singkatnya, istilah money laundering pertama kali digunakan dalam konteks hukum dalam sebuah kasus di Amerika Serikat tahun 1982 menyangkut denda terhadap pencucian uang hasil penjualan kokain Colombia. 51
Ibid. Billy Steel dalam Philips Darwin, Money Laundering-cara memahami dengan tepat dan benar soal pencucian uang, Sinar Ilmu, 2010, hal.12. 53 Ibid.,hal.13. 52
Dalam perkembangannya, proses yang dilakukan lebih kompleks lagi, dan sering menggunakan cara mutakhir sedemikian rupa sehingga seolah benar secara alami. Dengan cara demikian, membuat suatu kejelasan pembenaran untuk pengawasan atau kepemilikan uang yang dicuci.54 Pengaturan hukum tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia terdapat dalam Undang-Undang nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun, ketentuan dalam undang-undang tersebut dirasakan belum memenuhi standar internasional serta perkembangan proses peradilan tindak pidana pencucian uang sehingga perlu diubah agar upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dapat berjalan secara efektif. Perubahan dalam undang-undang ini, antara lain meliputi :55 a. Cangkupan pengertian penyedia jasa keuangan diperluas tidak hanya bagi setiap orang yang menyediakan jasa dibidang keuangan, tetapi juga meliputi jasa lainnya yang terkait dengan keuangan. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi pelaku tindak pidana pencucian uang yang memanfaatkan bentuk penyedia jasa keuangan yang ada dimasyarakat. b. Pengertian transaksi keuangan mencurigakan diperluas dengan mencantumkan transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga hasil tindak pidana. c. Pembatasan jumlah hasil tindak pidana sebesar Rp.500.000.000,00 atau lebih atau nilai yang setara yang diperoleh dari tindak pidana dihapus karena tidak sesuai lagi dengan prinsip yang berlaku umum bahwa untuk menentukan suatu perbuatan dapat dipidana tidak tergantung pada besar atau kecilnya hasil tindak pidana yang diperoleh. d. Cangkupan tindak pidana asal (predicate crime) diperluas untuk mencegah berkembangnya tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan dimana pelaku tindak pidana berupaya menyembunyikan atau menyamarkan asalusul hasil tindak pidana, tetapi perbuatan tersebut tidak dipidana. e. Jangka waktu penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan dipersingkat, yang semula 14 hari kerja menjadi tidak lebih dari 3 hari kerja setelah penyedia jasa keuangan mengetahui adanya unsur transaksi keuangan mencurigakan. Hal ini dimaksudkan agar harta kekayaan yang 54
Arief Amrullah, Money Laundering, Malang : Bayumedia, 2004, hal.9. Andrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2008, hal.9. 55
diduga berasal hasil tindak pidana dan pelaku tindak pidana pencucian uang dapat segera dilacak. f. Penambahan ketentuan baru yang menjamin kerahasiaan penyusunan dan penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan yang disampaikan kepada PPATK atau penyidik (anti-tipping off). Hal ini dimaksudkan antara lain untuk mencegah berpindahnya hasil tindak pidana dan lolosnya pelaku tindak pidana pencucian uang sehingga mengurangi efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. g. Ketentuan kerja sama bantuan timbal balik di bidang hukum (mutual legal assistance) dipertegas agar menjadi dasar bagi penegak hukum Indonesia menerima dan memberikan bantuan dalam rangka penegakan hukum pidana pencucian uang. Dengan adanya ketentuan kerja sama timbal balik tersebut merupakan bukti bahwa pemerintah Indonesia memberikan komitmennya bagi komunitas internasioanl untuk bersama-sama mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Kerja sama internasional telah dilakukan dalam forum yang tidak hanya bilateral, tetapi juga regional dan multilateral sebagai strategi untuk memberantas kekuatan ekonomi para pelaku kejahatan yang tergabung dalam kejahatan yang terorganisasi. Pelaksanaan kerja sama bantuan timbal balik harus tetap memperhatikan hukum nasional masing-masing negara serta kepentingan nasional dan terutama tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.56 Dalam perkembangannya tindak pidana pencucian uang semakin kompleks, melintasi batas-batas yuridiksi dan berbagai modus yang semakin variatif, memanfaatkan lembaga di luar sistem keuagan bahkan telah merambah ke berbagai sektor. Peraturan yang telah ada yang mengatur tentang tindak pidana pencucian uang ternyata masih memberikan ruang timbulnya penafsiran yang berbeda-beda, adanya celah hukum, kurang tepatnya pemberian sanksi, belum dimanfaatkannya pegeseran beban pembuktian, keterbatasan informasi, sempitnya cakupan pelapor dan jesnis pelaporannya serta kurang jelasnya tugas dan kewenangan dari pelaksana undang-undang tentang tindak pidana pencucian uang
56
Ibid., hal 10.
ini. Untuk memenuhi kepentingan nasional dan menyesuaikan standar internasional
perlu
disusun
undang-undang
tentang
pencegahan
dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang tindak pidana pencucian uang. Perubahan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut, antara lain:57 1. Redefinisi pengertian hal yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang ; 2. Penyempurnaan kriminalisasi tindak pidana pencucian uang ; 3. Pengaturan mengenai penjatuhan sanksi pidana dan sanksi adaministratif ; 4. Pengukuhan penerapan prinsip mengenali pengguna jasa ; 5. Perluasan pihak pelapor ; 6. Penetapan mengenai jenis pelaporan oleh penyedian barang dan/atau jasa lain ; 7. Penataan mengenai pengawasan kepatuhan ; 8. Pemberian kewenangan kepada pihak pelapor untuk menunda transaksi; 9. Perluasan kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lain kedalam atau ke luar daerah pabean; 10. Pemberian kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal untuk menyidik dugaan tindak pidana pencucian uang; 11. Perluasan instansi yag berhak menerima hasil analisis atau pemeriksaan PPATK; 12. Penataan kembali kelembagaan PPATK; 13. Penambahan kewenangan PPATK, termasuk kewenangan untuk menghentikan sementara transaksi; 14. Penataan kembali hukum acara pemeriksaan tindak pidana pencucian uang;dan 15. Pengaturan mengenai penyitaan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana. 57
Penjelasan Umum Undang-Undang nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Pasal 1 ayat (1), yang dimaksud dengan pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsurunsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini.58 Upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan pemerintah seperti pembentukan undang-undang tindak pidana pencucian uang masih belum bisa sepenuhnya mencegah dan mengatasi kejahatan pencucian uang hal ini disebabkan berbagai aspek, yaitu :59 1. Lemahnya penegakan hukum, terlepas dari korupsi yang dilakukan oleh para pejabat publik, masalah serius lainnya dalam menangani pencucian uang dan pelanggaran hukum. Dalam hal narkoba misalnya, para pengguna dan pemasok narkoba tidak benar-benar takut tertangkap karena hukuman maksimal terhadap para pengedarnya jarang dijatuhkan. 2. Kurangnya kesadaran masyarakat, pada umumnya kesadaran masyrakat umum tentang tindak pidana pencucian uang masih sangat rendah. Hanya sedikit orang yang memahami bahwa pencucian uang merupakan tindak pidana. 3. Lambatnya hukum badan legislatif, hal ini terlihat jelas, dimana Indonesia menolak untuk mengesahkan rancangan undang-undang pada tahun 1996. Terdapat kekhawatiran bahwa pemberlakuan undang-undang dan peraturan mengenai pencucian uang secara tergesa-gesa akan menimbulkan resiko kaburnya modal investor ke luar negeri dan mengancam perekonomian nasional. Kendala lainnya dalam penegakan hukum atas kejahatan pencucian uang adalah persoalan pembuktian yang harus dilakukan oleh Jaksa. Undang-undang tindak pidana pencucian uang menganut sistem pembuktian terbalik, dimana justru terdakwa yang diwajibkan untuk membuktikan bahwa ia bersalah. Ketentuan ini menyimpang dari prinsip “jaksa membuktiakan”, yaitu prinsip hukum pidana yang menganut bahwa jaksa diwajibkan membuktikan dalil-dalil
58
Aziz Syamsuddin, Op.Cit. hal.21. Philips Darwin, Op.Cit., hal.96.
59
dakwaan yang diajukan. Namun, adanya hak terdakwa demikian tidak berarti bahwa jaksa penuntut umum tidak lagi mengajukan pembuktian sebaliknya, namun bagi jaksa penuntut umum diberikan tetap keawajiban untuk membuktikan dakwaannya. Pembuktian terdakwa hanya merupakan fakta yang menguntungkan dirinya, pembuktian seperti ini lah yang disebut pembuktian terbalik terbatas.60 Menurut Raj Bhala, terdapat dua hal mendasar dalam setiap penuntutan pencucian uang yang merupakan tugas Jaksa. Pertama, pemahaman unsur-unsur tindak pidana pencucian uang yang sangat rumit. Permasalahan akan semakin meningkat manakala kejahatan itu melibatkan pengguna jasa wire system akiabat tuntutan efesiensi, kecenderungan ekonomi, teknologi dan tuntutan kebutuhan pasar terbuka. Kedua, saat ini hampir semua negara telah menerapkan wire transfer system secara internal antar-bank dan lembaga keuangan. Ini merupakan cara memindahkan dana ilegal dengan cepat dan tidak mudah dilacak oleh jangkauan hukum, sekaligus pada saat yang sama terjadilah pencucian uang dengan cara mengacaukan audit trail.61 Pada umumnya unsur yang harus dibuktikan dalam ketentuan antipencucian uang adalah unsur subyektif (mens rea) dan unsur obyektifnya (actus reus). Dalam mens rea, yang harus dibuktikan adalah knowledge (mengetahui atau patut diduga) dan intended (bermaksud). Hal-hal mendasar yang telah disebutkan berkaitan dengan terdakwa yang mengetahui dana tersebut berasal dari hasil kejahatan dan terdakwa mengetahui tentang atau maksud untuk melakukan transaksi. Namun pembuktian ini sulit karena apabila terdakwa sangat mungkin dapat menyembunyikan hasil kejahatannya secara baik. Oleh karena penegakan hukum progresif menjadi faktor yang sangat penting dalam mencegah TPPU.62
60
Yusup Saprudin, Op.Cit., hal.89 Raj Bhala dalam Philips Darwin, Money laundering –cara memahami dengan tepat dan benar soal pencucian Uang,Penerbit Sinar Ilmu,2021,hal. 99. 62 Philips Darwin, Op.Cit., hal.42. 61
B. Objek dan Tahapan Tindak Pidana Pencucian Uang 1. Objek Pencucian Uang Pencucian uang merupakan kejahatan bawaan (derifative crime) yang selalu didahului oleh kejahatan asal (predicate crime). Karena sifatnya yang demikian, maka pencucian uang tidak akan pernah terjadi kecuali didahului oleh kejahatan asal. Harta hasil dari kejahatan asal itulah yang menjadi objek dari pencucian uang, di mana harta tersebut diproses sedemikian rupa sehingga asalusulnya tidak pernah diketahui dan akhirnya menjadi harta yang sah. Objek pencucian uang mula-mula dilakukan hanya terhadap uang yang diperoleh dari lalu lintas perdagangan narkotika. Namun kemudian objek pencucian uang diperlukan pula untuk dilakukan terhadap harta-harta yang diperoleh dari sumbersumber kejahatan lain.63 Sarah N. Welling, menyatakan bahwa adanya pencucian uang dimulai dengan adanya dirty money (uang kotor). Uang dapat menjadi kotor yaitu melalui dua cara yaitu melalui cara pengelakan pajak dan cara melanggar hukum.64 Kedua cara tersebut ialah antara lain :65 1. Proses penghasilan uang tersebut melalui pengelakan pajak (tax evasion). Dalam kejahatan ini, seseorang atau perusahaan memberikan laporan pembayaran pajak lebih sedikit dari jumlah uang sebenarnya yang mereka peroleh dari bisnis yang legal. Status uang dalam perbuatan ini dibedakan menjadi : (1) Asal usul uang
63
Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit, hlm. 7. Sarah N. Welling dalam Andrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, Bandung : PT Citra aditya Bakti, hal.16. 65 Philips Darwin, Op.Cit., hal 18. 64
itu adalah halal tetapi kemudian menjadi haram karena tidak dilaporkan kepada otoritas pajak; (2) Uang itu sejak semula merupakan uang haram karena diperoleh melalui cara-cara illegal. Praktik-praktik pencucian uang memang awalnya dilakukan terhadap uang yang diperoleh dari lalu lintas perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang. Namun pencucian uang kemudian dilakukan terhadap uang-uang yang diperoleh dari sumber-sumber kejahatan lain. 2. Memperoleh uang melalui cara-cara yang melanggar hukum. Uang kotor dapat diperoleh melalui cara-cara yang melanggar hukum, seperti korupsi, perdagangan narkotika, perjudian gelap, penyuapan, terorisme, prostitusi, perdagangan senjata illegal, penyelundupan minuman keras, bisnis pornografi, dan kejahatan kerah putih (white collar crime), termasuk korupsi. Uang haram inilah yang kemudian diproses sedemikian rupa melalui pencucian uang sehingga tampak sebagai uang halal. Undang-undang tentang pencucian uang di berbagai negara juga telah memperluas objek pencucian uang tidak hanya yang berasal dari perdagangan narkotika saja. Begitu pula di negara Indonesia, objek pencucian uang juga diperluas seperti yang termuat dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Jadi objek pencucian uang adalah dirty money (uang kotor) yang dihasilkan dari kejahatan asal, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak pidana Pencucian Uang.
Tindak pidana yang dimaksud ialah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana, yaitu :66 a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o. p. q. r. s. t. u. v. w.
Korupsi Penyuapan Narkotika Psikotropik Penyelundupan tenaga kerja penyelundupan imigran di bidang perbankan di bidang pasar modal di bidang perasuransian Kepabeanan Cukai perdagangan orang perdagangan senjata gelap terorisme Penculikan Pencurian Penggelapan penipuan, pemalsuan uang perjudian, prostitusi di bidang perpajakan di bidang kehutanan di bidang lingkungan hidup di bidang kelautan dan perikanan atau tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara empat tahun atau lebih, yang dilakukan diwilayah negara kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia. Dikenal dengan asas double criminality (kriminalitas ganda) yaitu tindak pidana tersebut dilakukan di wilayah Negara Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana itu juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia. Walaupun tidak dapat diketahui pasti nilai uang yang dicuci setiap tahun melalui pencucian uang, tetapi jumlahnya diperkirakan sangat besar. Itulah sebabnya pencucian uang menjadi 66
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
industri terbesar ketiga didunia. Perkiraan paling mutakhir menunjukkan bahwa nilai dari aktivitas pencucian uang di seluruh dunia adalah sekitar satu triliun dolar pertahun. Sedangkan, pencucian uang yang berasal dari perdagangan narkotika sendiri bernilai 300-500 miliar dolar.67 2. Tahapan dalam Tindak Pidana Pencucian uang Secara sederhana aktivitas pencucian uang dapat dilakukan melalui perbuatan memindahkan, menggunakan, atau melakukan perbuatan lainnya terhadap hasil suatu tindak pidana, baik itu pelakunya organisasi maupun individu yang melakukan tindak pidana dengan maksud menyembunyikan atau menaburkan asal-usul uang tersebut sehingga dapat digunakan seolah-olah sebagai uang yang halal. Instrumen yang paling dominan dalam tindak pidana pencucian uang biasanya menggunakan sistem keuangan seperti perbankan. 68 Perbankan merupakan alat utama yang paling menarik digunakan dalam pencuciana uang mengingat perbankan merupakan lembaga keuangan yang paling banyak menawarkan instrumen keuangan. Pemanfaan bank dalam pencucian uang dapat berupa :69 1. Menyimpan uang hasil tindak pidana dengan nama palsu. 2. Menyimpan uang di bank dalam bentuk deposito/tabungan/rekening/giro. 3. Menukar pecahan uang hasil kejahatan dengan pecahan lainnya yang lebih besar atau yang lebh kecil. 4. Menggunakan fasilitas transfer. 5. Melakukan transaksi eksport-import fiktif dengan menggunakan L/C dengan memalsukan dokumen bekerja sama dengan oknum terkait; 6. Pendiri/pemanfaatan bank gelap.
67
Philips Darwin, Op.Cit.,hal.17. Edi Setiadi, Rana Yulia, Hukum Pidana Ekonomi, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010,
68
hal.154. 69
Ibid., hal. 155.
Pencucian uang biasanya termanifestasi dalam transaksi yang berkali-kali dan sering kali dilakukan secara simultan, jika demikian maka kegiatan tersebut wajib diwaspadai oleh semua pihak.70 Pada dasarnya tindak pidana pencucian uang tersebut terdiri dari tiga tahapan yang masing-masing tahapan berdiri sendiri, tetapi seringkali dilakukan bersama-sama, tahapan pencucian uang tersebut adalah:71 1. Placement (Penempatan Uang) Placement adalah penempatan dana yang dihasilkan dari perbuatan kriminal atau tahap awal dari pencucian uang haram. Uang/aset ditempatkan pada sistem financial (keuangan) atau diselundupkan ke luar negeri, tujuannya untuk memindahkan uang/asset tersebut dari sumber asalnya. Untuk menghindari pengawasan pihak berwajib dan kemudian mengkonversikannya kedalam bentuk aset yang berbeda atau modus operandinya adalah dana ditempatkan jauh dari lokasi kejahatan. Dana tunai yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana dalam bentuk yang lebih mudah untuk dipindahkan dan tindak dicurigai untuk selanjutnya diproses dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan, sehingga jejak seputar asal-usul dana tersebut dapat dihilangkan.72 Penempatan dana juga dapat dilakukan dengan perdagangan efek dengan pola yang dapat menyembunyikan asal muasal dari uang tersebut. Penempatan uang tersebut biasanya dilakukan dengan pemecahan sejumlah besar uang tunai menjadi jumlah kecil yang tidak mencolok untuk ditempatkan dalam sistem keuangan baik dengan menggunakan rekening simpanan bank, atau dipergunakan 70
Ivan Yustiavanda, Arman Nefi dan Adiwarman, Op.Cit., hal. 58. Imam Sjahputra, Money Laundering (Suatu Pengantar), Harvarindo, 2006, hal. 3. 72 Edi setiadi, Rana yulia. Op.Cit., hal.155. 71
untuk membeli sejumlah instrument keuangan yang akan ditagih dan selanjutnya didepositokan di rekening bank yang berada dilokasi lain. Placement dapat pula dilakukan dengan pergerakan fisik dari uang tunai, baik melalui penyelundupan uang tunai dari suatu negara ke negara lain, dan menggabungkan uang tunai yang bersal dari kejahatan dengan uang yang diperoleh dari kegiatan yang sah. Proses placement merupakan titik paling lemah dalam perbuatan tindak pidana pencucian uang.73 Bermacam-macam cara dapat dilakukan bagi kepentingan placement, yaitu seperti :74 pembukaan rekening efek pada perusahaan efek dan pembelian unit penyertaan pada instrument reksadana, penyelundupan uang, penukaran mata uang, dan pembelian aset. 2. Layering ( Transfer ) Layering adalah upaya untuk menstransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil ditempatkan pada penyedia jasa keuangan terutama bank sebagai hasil upaya penempatan ke penyedia jasa keuangan lainnya. Transfer harta kekayaan hasil kejahatan ini dilakukan berkali-kali, melintasi negara, memanfaatkan semua wahan investasi.75 Jumlah dana yang sangat besar dan ditempatkan pada suatu Bank tentu akan menarik perhatian dan menimbulkan kecurigaan pihak otoritas moneter negara bersangkutan akan asal-usulnya. Karena itu, pelaku melakukan layering melalui beberapa tahap transaksi keuangan untuk memutuskan atau memisahkan hubungan antara dana yang tersimpan di bank dan tindak pidana yang menjadi sumber dana tersebut. Adanya jumlah uang yang berbeda-beda dengan frekuensi 73
Ivan Yustiavandana, Arman Nefi, Adiwarman, Op.Cit., hal.58 Ibid., hal 59 75 Ibid., hal 62 74
transfer dana yang tinggi semakin mempersulit proses pelacakan. Perpindahan dana tersebut tidak dilakukan satu kali saja melainkan berkali-kali dengan tujuan mengacaukan alur transaksi, sehingga tidak dapat dikejar ataupun diikuti alurnya.76 Dalam kegiatan ini, terdapat proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil penempatan ketempat lain melalui serangkaian transaksi yang kompleks dan didesain untuk menyamarkan dan menghilangkan jejak dana tersebut. Bentuk kegiatan ini antara lain: (1) Transfer dana dari suatu bank ke bank lain dan atau antar wilayah/Negara; (2) pengiriman simpanan tunai sebagai agunan untuk mendukung transaksi yang sah; (3) memindahkan uang tuani lintas batas negara melalui jaringan kegiatan yang sah atau shell company. 77 3. Integration (menggunakan harta kekayaan) Tahap akhir dalam tindak pidana pencucian uang ialah tahap integration (menggunakan harta kekayaan). Integration adalah upaya menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan kedalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah, ataupun untuk membiayai kembali kegiatan pidana. Dalam melakukan pencucian uang, pelaku tidak terlalu mempertimbangkan hasil yang akan diperoleh dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Karena tujuan utamanya adalah untuk menyamarkan atau menghilangkan asal-usul uang, sehingga hasil akhirnya dapat dinikmati atau
76
Aziz Syamsuddin,Op.Cit., hal.20. Yusup Saprudin, Op.Cit., hal.17.
77
digunakan secara aman.78 Integration pada dasarnya adalah tahapan dimana pelaku telah berhasil mencuci dananya dalam sistem keuangan atau tahapan dimana dana yang telah dicuci diharapkan dapat disejajarkan dengan dana yang sah secara hukum maupun ekonomi. Pada tahap ini uang yang dicuci melalui placement maupun layering di alihkan ke dalam kegiatan-kegiatan resmi, sehingga tampak tidak berhubungan sama sekali dengan aktivitas kejahatan sebelumnya yang menjadi sumber dari uang tersebut. Ditahap ini, uang yang telah dicuci dimasukkan kedalam sirkulasi dengan bentuk yang sejalan dengan aturan hukum. Proses integration ini terjadi apabila proses layering berhasil dengan baik, dan proses layering hanya dapat dilakukan apabila placement berhasil dilakukan.79Integration melibatkan pemindahan sejumlah dana yang telah melewati proses pelapisan yang diteliti dan kemudian disatukan dengan dana yang berasal dari kegiatan legal ke dalam arus perputaran dana global yang begitu besar.80 Berdasarkan tahapan terjadinya pencucian uang tersebut ada beberapa tipologi yang sering digunakan dalam proses pencucian uang, yaitu antara lain :81 1. Penyembunyian dalam perusahaan Tipologi ini ditandai dengan penyembunyian hasil tindak pidana ke dalam aktivitas bisnis dan perusahaan. Modus operandi ini dilakukan dengan melakukan pencampuran antara transaksi bisnis yang sah dengan ilegal. Adapun indikator dari modus operandi ini antara lain pelaku tindak pidana pencucian uang biasanya 78
Ibid Ivan Yustiavan dana, Arman Nefi, Adiwarman, Op.Cit., hal.63 80 Aziz Syamsuddin,Op.Cit., hal.21. 81 Andri Gunawan, Erwin Natosmal Oemar, Refki Saputra, Membatasai Transaksi Tunai Peluang dan Tantangan, Jakarta : Indonesian Legal Roundtable, 2013, hal.43. 79
memiliki kendali atas perusahaan yang digunakan untuk pencucian uang, baik hubungan sebagai beneficial owner atau hubungan kekerabatan atau pertemanan dengan pemilik perusahaan. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi risiko bocornya informasi kepada penegak hukum dari dalam perusahaan itu sendiri. Modus operandi pencucian uang melalui struktur bisnis ini juga terlihat dari banyaknya transaksi perusahaan ke rekening pribadi perorangan, di mana biasanya tidak memiliki tujuan transaksi yang jelas dengan perusahaan, dan dilakukan dalam jumlah yang cukup besar. Untuk mengurangi kecurigaan PJK maka transfer dilakukan dengan menggunakan mata uang asing. Perusahaan yang digunakan untuk pencucian uang biasanya perusahaan yang transaksinya menggunakan transaksi tunai seperti klub malam dan restoran. Hubungan antara pelaku tindak pidana dengan perusahaan dapat disembunyikan dengan cara struktur kepemilikan perusahaan. Selain itu, modus operandi pencucian uang ini juga didukung dengan rendahnya biaya pendirian perusahaan di beberapa negara dan banyaknya jasa pendirian perusahaan yang ada di seluruh dunia yang dapat memfasilitasi pembuatan persahaan dan manajemen dalam rangka pencucian uang. 2. Penyalahgunaan bisnis yang sah Tipologi ini dilakukan oleh pencuci uang yang menggunakan bisnis atau perusahaan yang telah ada sedang berjalan untuk melakukan proses pencucian uang. Perusahaan tersebut tidak menyadari bahwa dananya berasal dari tindak pidana. Manfaat utama penggunaan bisnis yang sah adalah agar dana hasil tindak pidana seolah-olah berasal dari bisnis sah tersebut, bukan berasal dari pemilik
dana sebenarnya yang melakukan tindak pidana. Risiko bagi bisnis sah tersebut adalah jika skema pencucian uang ditemukan oleh penegak hukum, bahkan jika pengurus perusahaan tidak dituntut untuk tindak pidana pencucian uangnya, maka reputasi perusahaan tersebut akan menderita secara signifikan karena liputan media. Kebutuhan pelaku pencucian uang untuk mencoba mencuci dana menggunakan bisnis yang sah karena semakin meningkatnya insitusi keuangan di seluruh dunia yang tidak mau menerima dana pribadi tanpa informasi lebih lanjut.82 3. Penggunaan identitas dan dokumen palsu Penggunaan dokumen dan identitas palsu untuk membuka rekening atau melakukan transaksi banyak digunakan oleh para pelaku tindak pidana untuk memutus hubungan antara aset dan tindak pidana. Bahkan jika pelaku tindak pidana ditangkap dan dipenjarakan, aset tersebut dapat tetap dinikmati setelah keluar dair penjara. Dokumentasi palsu memiliki peran penting dalam melakukan upaya penipuan, juga dapat digunakan untuk menutupi upaya pencucian uang. Faktur palsu, bukti transaksi, dan dokumentas perjalanan yang telah dilaporkan dan digunakan sebagai bagian dari pembenaran dana, diberikan kepada lembagalembaga keuangan. 4. Eksploitasi permasalahan negara internasional Beberapa pelaku pencucian uang selalu memindahkan dan menyimpan uang-uang tidak sah tersebut ke negara-negara yang dikenal mempunyai undangundang kerahasiaan bank yang ketat, persyaratan identifikasi yang lemah,
82
Ibid., hal 45
persyaratan laporan yang lemah, hukum perpajakan yang lemah, persyaratan pendirian perusahaan yang minim, dan lemahnya pengaturan atas pembatasan mata uang. 5. Penggunaan jenis aset tak bernama Pelaku tindak pidana menyadari bahwa aparat penegak hukum mengalami kesulitan dalam melakukan pelacakan keuangan sehingga menyulitkan para penegak hukum untuk mendeteksi dan membuktikan adanya hubungan antara tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana dengan hasil tindak pidana. Beberapa hasil tindak pidana tersebut termasuk dalam jenis Anonymous Asset, seperti : uang tunai, perhiasan, logam mulia, beberapa sistem pembayaran elektronik, dan beberapa produk keuangan yang menggunakan numbered personal
accounts.
Modus
tersebut
banyak
digunakan
dalam
jaringan
perdagangan narkoba. Berdasarkan laporan sejumlah kasus di seluruh dunia, pengguna biasanya ingin membayar tunai untuk tetap tidak terhubung dengan pemasok, dan pemasok kemudian memiliki kebutuhan untuk masuk ke suatu wilayah.83 D. Alasan Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang Kemajuan teknologi informasi dan arus globalisasi terutama di sektor perbankan serta lembaga keuangan lainnya, seperti perusahaan sekuritas, asuransi, dan perusahaan pembiayaan, menjadikan industri keuangan sebagai lahan bagi para pelaku pencucian uang. Para pelaku perseorangan maupun korporasi setiap
83
Ibid., hal 45
saat dapat memanfaatkan bank untuk kegiatan tersabut. Jasa dan produk perbankan memungkinkan terjadinya lalu lintas atau perpindahan dana dari suatu bank ke bank atau lembaga keuangan lainnya sehingga asal usul uang menjadi sulit dilacak oleh penegak hukum. Upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan pemerintah seperti pembentukan undang-undang tindak pidana pencucian uang masih belum bisa sepenuhnya mencegah dan mengatasi kejahatan pencucian uang. Penyebab tidak sepenuhnya tindak pidana pencucian uang dapat dicegah dan diberantas disebabkan berbagai aspek, yaitu lemahnya penegakan hukum, kurangnya kesadaran masyarakat, dan lambatnya hukum badan legislatif dalam menjalankan tugasnya. Beragam alasan untuk memerangi pencucian uang, karena berdampak buruk pada perekonomian, baik secara makro maupun mikro, karena pencucian uang bersifat korosif terhadap sendi-sendi perekonomian.84 Jhon McDowell dan Gary Novis menyebutkan betapa merusaknya pencucian uang terhadap banyak aspek kehidupan. Pencucian uang secara potensial menghancurkan ekonomi, keamanan, dan membawa dampak sosial. Secara makro, baik langsung atau tidak langsung, pencucian uang dapat mengganggu berbagai sistem ekonomi, sistem sosial dan sistem politik suatu negara.85 Secara umum ada tiga alasan kejahatan pencucian uang perlu diperangi dan dinyatakan sebagai tindak pidana yaitu :
86
Pertama, karena pencucian uang
dapat mempengaruhi sistem keuangan dan ekonomi yang diyakini berdampak negatif bagi perekonomian, misalnya terhadap efektifitas penggunaan sumber daya dan dana. Dengan adanya pencucian uang, maka sumber daya dan dana 84
Ivan Yustiavan dana, Arman Nefi, Adiwarman, Op.Cit., hal.12. Jhon McDowell dan Gary Novis dalam Ivan Yustiavandana, Arman Nefi, Adiwarma, Op.Cit., hal.12. 86 Bismar Nasution, Op.Cit., hal 25 85
kerap digunakan untuk kegiatan tak sah dan merugikan masyarakat. Uang hasil tindak pidana pencucian uang dapat saja beralih dari suatu negara yang perekonomiannya baik maupun ke negara yang perekonomiannya kurang baik. Karena pengaruh negatifnya pada dasarnya bisa mengakibatkan ketidakstabilan perekonomian internasional, sehingga besar kemungkinan tindak pidan pencucian uang mengakibatkan ketidakstabilan perekonomian internasional, dan uang yang terorganisir juga bisa membuat ketidakstabilan pada perekonomian nasional. Kedua, karena kriminalisasi pencucian uang sebagai tindak pidana akan lebih memudahkan penegak hukum menyita hasil tindak pidana, misalnya aset yang susah dilacak atau yang sudah dipindah tangankan kepada pihak ketiga. dengan cara menyita hasil pencucian uang ini, maka pelarian uang hasil tindak pidana dapat dicegah. Dengan demikian pemberantasan tindak pidana sudah beralih orientasinya dari “menindak pelakunya‟ kearah menyita “hasil tindak pidananya”.87 Ketiga, dengan dinyatakannya pencucian uang sebagai dan dengan adanya sistem pelaporan transaksi dalam jumlah tertentu dan transaksi yang mencurigakan, maka hal ini lebih memudahkan bagi para penegak hukum untuk menyelidiki kasus pidana sampai tokoh-tokoh yang ada dibelakangnya. Tokohtokoh ini sulit dilacak dan ditangkap karena pada umumnya mereka tidak kelihatan pada pelaksanaan suatu tindak pidana, tetapi banyak menikmati hasilhasil tindak pidana. Aktivitas pencucian uang menjadi penyebab turunnya pertumbuhan ekonomi suatu negara dan tingginya kejahatan. Fenomena tersebut
87
Ibid., hal.26.
tetap berlangsung sampai sekarang, walaupun secara faktual industri keuangan bertumbuh dan berkembang dengan sangat pesat, tetapi tanpa diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang wajar.
88
Pembangunan ekonomi tidak akan berarti
banyak apabila tindak pidana pencucian uang masih terus terjadi. Pemberantasan pencucian uang akan menjadikan perekonomian stabil dan berkesinambangungan secara wajar. Sejumlah dampak buruk Tindak Pidana Pencucian Uang yang juga menjadi alasan suatu tindak pidana pencucian itu harus di berantas, yaitu antara lain :89 a. Melemahkan sektor swasta yang sah Sektor swasta paling menderita akibat pencucian uang. Pelaku pencucian uang dapat mendirikan berbagai perusahaan topeng yang bergerak dalam berbagai kegiatan bisnis. Pelaku pencucian uang seringkali menggunakan perusahaan topeng untuk mencampur hasil-hasil kejahatan dengan dana-dana yang sah dan menyembunyikan pendapatan yang sah dari hasil kejahatan. Di Amerika Serikat misalnya, kejahatan terorganisasi menggunakan toko-toko pizza (pizza parlors) untuk menyembunyikan uang hasil perdagangan heroin. Perusahan-perusahaan tersebut memiliki akses pada dana-dana haram yang besar jumlahnya. Hal ini memungkinkan mereka mensubsidi berbagai barang dan jasa yang dijualnya untuk kemudian dijual jauh dibawah harga pasar. Bahkan mereka menawarkan barang tersebut dibawah biaya produksinya. Dengan demikian mereka memiliki keuntungan kompetitif dan membangkrutkan perusahaan-perusahaan saingannya
88
Ibid., hal.27. Ivan Yustiavandana, Arman Nefi, Adiwarman, Op.Cit., hal.14.
89
yang bekerja secara sah.90 Bila keadaan tersebut berlansung lama, maka perusahaan-perusahaan sah tidak dapat bertahan. Akibatnya, akan terjadi penutupan perusahaan-perusahaan yang sah dan yang tersisa adalah perusahaanperusahaan milik kelompok penjahat, sehingga kejahatan semakin sulit dihancurkan, karena pasokan dananya terus mengalir dari perusahaan-perusahaan milik kelompok kejahatan tersebut.91 b. Merusak integritas pasar keuangan Pencucian uang juga menghancurkan integritas pasar keuangan. Jika uang hasil kejahatan masuk ke institusi keuangan, yang biasanya dalam jumlah besar maka hampir dapat dipastikan hal itu akan menimbulkan masalah likuiditas. Institusi keuangan yang menerima hasil kejahatan memiliki tantangan tambahan dalam mengelola aset, liabilitas dan operasi mereka. Pelaku pencucian uang berinvestasi di pasar keuangan hanya bermaksud melegitimasi uang hasil kejahatan. Bila uang hasil kejahatan tersebut berhasil masuk ke sistem keuangan, maka tujuan untuk melegalkan uang hasil kejahatan berhasil. Dalam keadaan demikian, pemilik uang tersebut dapat kapan saja menarik uangnya. Penarikan uang yang telah dicuci menyebabkan krisis likuiditas dan kegagalan bank, karena bank mengelola sebagian besar uang hasil kejahatan.92 Lembaga-lembaga keuangan bisa menghadapi bahaya likuiditas jika mengandalkan kegitanya pada dana hasil kejahatan uang dalam jumlah besar yang
90
Philips Darwin, Op.Cit., hal.32. Ivan Yustiavandana, Arman Nefi, Adiwarman, Op.Cit. hal.15 92 Ibid., hal.16. 91
baru saja ditempatkan di lembaga-lembaga keuangan bisa tiba-tiba menghilang karena dipindahkan melalui wire transfers. 93 c. Menghilangkan kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya Pencucian uang dapat melenyapkan kontrol pemerintah atas kebijakan ekonomi. Dibeberapa negara pasar yang baru tumbuh dana haram itu dapat mengurangi anggaran pemerintah sehingga mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya. Pencucian uang dapat pula menimbulkan dampak yang tidak diharapkan terhadap nilai mata uang dan tingkat suku bunga. Hal ini terjadi karena pelaku pencucin uang menggunakan dana yang sudah dicucinya untuk diinvestasikan kembali di negara-negara yang tidak mampu mendeteksinya.94 d. Menimbulkan distorsi dan ketidakstabilan ekonomi Karena tujuan pencucian uang bukan untuk memeperoleh keuntungan, melainkan untuk melindungi uang hasil kejahatannya, maka investasi yang dilakukan pun tidak memiliki tujuan atau motif ekonomi. Para pelaku pencucian uang tidak tertarik untuk memperoleh keuntungan dari berbagai investasi yang mereka lakukan. Mereka justru lebih tertarik untuk melindungi hasil kejahatan yang memang sangat menguntungkan. Oleh karena itu mereka menginvestasikan danadananya pada kegiatan-kegiatan yang secara ekonomis tidak bermanfaat bagi
93
Philips Darwin, Loc.Cit. Ibid., hal.33.
94
negara yang mereka jadikan muara penempatan dana. Akibatnya, akan menimbulkan pertumbuhan ekonomi negara terganggu.95 e. Meningkatkan ancaman terhadap ketidakstabilan moneter Pencucian uang mengakibatkan terjadinya misalokasi sumber daya karena distorsi-distorsi aset dan rekayasa harga-harga komoditas. Pencucian uang dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya pada jumlah permintaan terhadap uang dan nilai tukar mata uang. Pencucian uang yang tidak dapat diduga itu, ditambah dengan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya, akan mempersulit tercapainya kebijakan ekonomi yang sehat.96 f. Menghilangkan pendapatan negara dari sumber pembayaran pajak Pencucian uang dapat menghilangkan pendapatan pemerintah dari sektor pajak sehingga secara tidak langsung merugikan para pembayar pajak yang jujur. Bahkan pengumpulan pajak oleh pemerintah pun menjadi semakin sulit. Dana halal yang pajaknya tidak dibayarkan pajaknya sehingga menghilangkan pendapatan negara tersebut justru memunculkan tingakat pembayaran pajak yang lebih tinggi daripada pembayaran pajak yang normal.97 g. Beresiko terhadap reputasi Pencucian uang dapat merusak reputasi suatu negara. Kepercayaan pasar akan terkikis karena kegiatan-kegiatan pencucian uang dan kejahatan-kejahatan di bidang keuangan di suatu negara besangkutan. Indikasi hilangnya reputasi negara sebagai akibat pencucian uang adalah hilangnya kepercayaan inverstor terhadap 95
Ibid., hal.34. Ibid 97 Ibid., hal.35. 96
pasar negara yang bersangkutan. Rusaknya reputasi negara akibat pencucian uang menyebabkan negara yang bersangkutan kehilangan kesempatan yang sah untuk memperoleh keuntungan dari industri keuangannya. Apabila reputasi keuangan suatu negara rusak, sulit untuk memulihkannya karena membutuhkan sumber daya pemerintah yang sangat signifikan, butuh waktu dan upaya yang sangat keras untuk mengembalikan reputasi dan kepercayaan sistem keuangan suatu negara.98 h. Menimbulkan biaya sosial Pencucian uang merupakan proses yang penting bagi organisasi untuk dapat melaksanakan kegiatan kejahatan paran pelaku kejahatan pencucian uang. Misalnya pencucian uang dari kejahatan dalam hal narkotika memungkinkan para penjual dan pengedar, penyelundup narkotika, dan penjahat lainnya untuk memperluas kegiatannya. Meluasnya kegiatan kejahatan tersebut mengakibatkan tingginya biaya pemerintah untuk meningkatkan upaya penegakan hukum dalam rangka memberantas kejahatan tersebut beserta segala konsekuensinya.99 Pencucian uang menimbulkan biaya sosial dan resiko karena dilakukan oleh organisasi-organisasi kejahatan, termasuk berpindahnya kekuatan ekonomi pasar, pemerintah, dan warga negara kepada para pelaku kejahatan tersebut. Bahkan tidak mustahil dalam kasus yang ekstrim dapat mengakibatkan terjadinya pengambilalihan kekuasaan pemerintah yang sah.100
98
Ivan Yustiavandana, Arman Nefi, Adiwarma, Op.Cit., hal.20. Ibid., hal.21. 100 Philips Darwin, Op.Cit., hal.36. 99
E. Pembentukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) didirikan pada tanggal 17 April 2002, bersamaan dengan disahkannya UU Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang telah diubah menjadi UndangUndang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Secara umum, keberadaan lembaga ini dimaksudkan sebagai upaya Indonesia ikut serta bersama dengan negara-negara lain memberantas kejahatan lintas negara yang terorganisir seperti terorisme dan pencucian uang. Undang-undang tindak pidana pencucian uang di dalamnya juga ditentukan struktur organisasi PPATK yang terdiri dari seorang kepala dan dibantu oleh wakil kepala, Jabatan struktural, Jabatan fungsional. Yang dimaksud dengan jabatan struktural adalah jabatan yang secara tegas ada disebutkan dalam struktur organisasi, sedangkan yang dimaksud dengan jabatan fungsional adalah jabatan yang secara tidak tegas disebutkan dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut fungsinya di perlukan oleh organisasi, seperti peneliti, dokter, pustakawan, dan lain-lain yang serupa dengan itu.101 Kepala dan wakil kepala PPATK diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri Keuangan. Sedangkan masa jabatannya kepala dan wakil kepala PPATK adalah lima tahun dan hanya dapat diangkat kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Dalam hubungan ini, ketentuan megenai 101
R.Wiryono, Pembahasan undang-undang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, Jakarata : SinarGrafika, 2014 , hal.171.
susunan organisasi dan tata kerja PPATK selanjutnya diatur dengan peraturan presiden. Secara nasional, lahirnya institusi sentral (focal point) di dalam rezim anti-pencucian uang di Indonesia ini diharapkan dapat membantu penegak hukum yang berkaitan bukan saja dengan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme, melainkan juga semua tindak pidana berat lainnya yang menghasilkan uang. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang telah disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang secara tegas menyatakan pembentukan PPATK sebagai lembaga dengan misi khusus mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang di Indonesia.102 Keberadaan lembaga khusus ini sangat diperlukan mengingat PPATK sebagai Financial Intelligence Unit (FIU) di Indonesia memiliki peranan sangat penting dan strategis dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Di setiap negara terdapat Financial Intelligence Unit (FIU) adalah lembaga permanen yang secara khusus menangani tindak pidana pencucian uang, yang sekaligus merupakan salah satu infrastruktur terpenting dalam rezim anti pencucian uang.103 Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh banyak negara untuk mencegah dan memberantas pencucian uang, pada awalnya merupakan bagian yang tidak dipisahkan dari upaya perlawanan terhadap pedagang gelap obat bius dan aktifitas-aktifitas lainnya dari organisasi kejahatan. Keterkaitan antara tindak 102
Yusup Saprudin,Op.Cit. hal.54. Yunus Husein, Negeri Sang Pencuci Uang, Jakarta : Pustaka Juanda Tigalima, 2008,
103
hal.70.
pidana pencucian uang dengan tindak pidana lain yang menghasilkan uang sesungguhnya sangat erat dan sering kali suatu tindak pidana pencucian uang terungkap setelah dilakukannya investigasi tindak pidana pencucian uang. Mengingat bahwa kejahatan pencucian uang berdampak sangat buruk terhadap perekonomian nasional maupun internasional, maka perlu mengambil langkah dan tindakan konkrit untuk mencegah dan memberantasnya seperti yang dilakukan pemerintah Indonesia yaitu membentuk Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, selain itu juga pemerintah telah membentuk lembaga khusus yang menangani tindak pidana pencucian uang ini yaitu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Namun, dalam hal ini disadari sepenuhnya bahwa untuk dapat mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang tidak semata-mata hanya memerlukan pengetahuan tentang hukum dan peraturan, tetapi juga membutuhkan pengetahuan yang luas dan mendalam di bidang keuangan, akunting, dan keterkaitannya dengan kegiatan bisnis-bisnis lainnya.104 1. Tugas, Fungsi, dan Kewenangan PPATK Undang-undang tindak pidana pencucian uang telah menentukan tugas, fungsi dan wewenang PPATK, dimana PPATK itu sendiri merupakan lembaga yang
independen
dan
bertanggungjawab
kepada
Presiden.105
Didalam
melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangannya PPATK besifat independen dan bebas dari campur tangan dan pengaruh kekuasaan manapun, PPATK bertanggung jawab kepada Presiden, dan dalam pelaksanaan tugas, fungsi, dan 104
Ibid., hal.72. Bismar Nasution, Op.Cit., hal.36.
105
kewenangan tersebut setiap orang dilarang melakukan segala bentuk campur tangan dan PPATK wajib menolak dan/atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangannya tersebut.106 Pasal 39 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan PPATK mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.107 Dalam melaksanakan tugas tersebut PPATK mempunyai fungsi sebagaimana diatur dalam Pasal 40 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 yaitu antara lain :108 1. 2. 3. 4.
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang; Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; Pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) undang-undang ini. PPATK bukan institusi investigatif, karena PPATK tidak memiliki fungsi
penyelidikan. Karena kalau badan ini memeliki fungsi penyelidikan, maka salah satu tugas pokoknya ialah mencari fakta dan bukti-bukti atas segala hal yang berhubungan dengan tindak pidana pencucian uang. Sehubungan dengan itu, PPATK harus aktif melakukan pengawasan pada semua lembaga penyedia jasa keuangan atau pihak lain yang melaksanakan transaksi keuangan dengan memeriksa catatan pembukuan, dan keterangan-keterangan lainnya.109
106
R.Wiryono. Op.Cit., hal.158. Pasal 39 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang 108 Pasal 40 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 109 Yusup Saprudin, Op.Cit., hal.59. 107
Kontribusi PPATK bagi penyidik sangat besar, terutama dalam mendukung penyelidikan tentang finansial dan aliran dana para pelaku yang memang bukan merupakan keahlian dari para penyidik polri. Kemudian, peranan PPATK lainnya sangat membantu dalam hal koordinasi dengan PJK dalam pencarian barang bukti berupa produk bank yang berhubungan dengan rekening milik tersangka untuk membuktikan adanya transaksi yang mencurigakan.110 Fungsi PPATK sangat penting karen merupakan kunci untuk membongkar praktik pencucian uang, dimana lembaga ini merupakan lembaga independen yang akan melakukan fungsi penyelidikan yaitu mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi informasi transaksi yang dicurigai dan diduga sebagai perbuatan pencucian uang, sebelum informasi itu diteruskan kepada penyidik untuk diproses berdasarkan KUHAP.111 PPATK dalam melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, seperti yang disebutkan dalam Pasal 41 UU TPPU PPATK memiliki beberapa kewenangan yaitu : a. Meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu. b. Menetapkan pedoman identifikasi transaksi keuangan mencurigakan c. Mengoordinasi upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dengan instansi terkait. d. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang. e. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. f. Menyelenggaran program pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang. 110
Ibid., hal.60. Edi Setiadi, Rena Yulia, Op.Cit., hal.149.
111
g. Menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. PPATK dalam melaksanakan fungsi pengelolaan data dan informasi, PPATK memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan sistem informasi. Yang dimaksud menyelenggarakan sistem informasi ialah bahwa PPATK:112 1. membangun, mengembangkan dan memelihara sistem aplikasi. 2. membangun, mengembangkan, dan memelihara infrastuktur jaringan komputer dan basis data. 3. mengumpulkan, mengevaluasi data dan informasi yang telah diterima oleh PPATK secara manual dan elektronik. 4. Menyimpan, memelihara data, dan informasi yang telah diterima oleh PPATK secara manual dan elektronik. 5. Menyajikan informasi untuk kebutuhan analisis. 6. Menfasilitasi pertukaran informasi dengan instansi terkait, baik dalam negeri maupun luar negeri. 7. Melakukan sosialisasi penggunaan sistem aplikasi kepada pihak pelapor. PPATK dalam rangka melaksakan fungsi pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor, dalam Pasal 43 UU TPPU menyebutkan maka PPATK memiliki kewenangan antara lain :113 a. Menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi pihak pelapor. b. Menetapkan kategori pengguna jasa yang berpotensi melakukan tindak pidana pencucian uang. c. Melakukan audit kepatuhan atau audit khusus, d. Menyampaikan informasi dari hasil audit kepada lembaga yang yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pihak pelapor. e. Memberikan peringatan kepada pihak pelapor yang melanggar kewajiban pelaporan. Merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang mencabut izin usaha pihak pelapor. f. Menetapkan ketentuan pelaksanaan prinsip mengenali pengguna jasa bagi pihak pelapor yang tidak memiliki lembaga pengawas dan pengatur. PPATK dalam melaksanakan fungsi analisis dan pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan mencurigakan yang berindikasi tindak pidana 112
Ibid., hal.163 Ibid., hal.164.
113
pencucian uang dan/atau tindak pidana lainnya, dalam Pasal 44 UU TPPU menyebutkan maka PPATK memiliki kewenangan yaitu :114 a. Meminta dan menerima laporan dan informasi dari pihak pelapor b. Meminta informasi kepada instansi atau pihak terkait c. Meminta informasi kepada pihak pelapor berdasarkan pengembangan hasil, analisis PPATK. Meminta informasi kepada pihak pelapor berdasarkan permintaan dari instansi penegak hukum atau mitra kerja di luar negeri. d. Meneruskan informasi dan/atau hasil analisis kepada instansi peminta, baik di dalam maupun diluar negeri. e. Menerima laporan dan/atau informasi dari masyarakat menegenai adanya dugaan tindak pidan pencucian uang. f. Meminta keterangan kepada pihak pelapor dan pihak lain yang terkait denagan dugaan tindak pidana pencucian uang g. Merekomendasikan kepada instansi penegak hukum mengenai pentingnya melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. h. Meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan tindak pidana. i. Meminta informasi perkembangan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal dan tindak pidana pencucian uang. j. Mengadakan kegiatan adsministratif lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan undang-undang nomor 8 tahun 2010. k. Meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik. PPATK dalam melaksanakan kewenangannya sesuai dengan undangundang nomor 8 tahun 2010, maka terhadap PPATK tidak berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik yang mengatur kerahasiaan.115
114
Ibid., hal.165. Ibid., hal.168.
115
2. Peranan PPATK dalam Mencegah dan Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang Tujuan pembentukan lembaga PPATK adalah dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Pada dasarnya peran PPATK adalah sebagai strategi untuk mengatasi kejahatan baik kejahatan asal maupun kejahatan money laundering mengejar para pelaku kejahatan terutama profesionalnya, dan mengejar hasil harta kekayaan hasil kejahatan. PPATK sebagai FIU di Indonesia memiliki peranan baik yang bersifat preventif maupun represif. PPATK sebagian besar besifat preventif dalam mencegah kejahatan asal maupun tindak pidana pencucian uang dengan menerima laporan transaksi keuangan mencurigakan, laporan transaksi keuangan tunai, dan laporan pembawaan uang tunai dengan menganalisa laporan tersebut dan menyerahkannya laporan hasil analisis kepada penegak hukum. Disamping itu, sebagai institusi sentral (focal point) dalam pencegahan dan pemberantasan pencucian uang, PPATK juga mengadakan berbagai kegiatan dalam membangun kesadaran publik akan bahaya pencucian uang.116 Pelaksanaan upaya preventif dalam menaggulangi tindak pidana pencucian uang yang teleh dilakukan oleh PPATK yaitu baik secara eksplisit disebutkan dalam undang-undang seperti mengeluarkan pedoman atau membuat peraturan dan pengawasan tingkat kepatuhan penyedia jasa keuangan maupun yang secara implisit seperti penyelengaraan sosialisasi, pendidikan dan pelatihan. Kemudian untuk represif sifatnya tidak langsung, sifatnya lebih dengan cara membantu 116
Utami Triwidayati, Peranan PPATK Dalam Mencegah dan Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang, Jakarta : Universitas Indonesia, 2009, hal.66.
aparat penegak hukum memberikan informasi-informasi keuangan dalam rangka mengungkapkan kasus-kasus yang ditangani. Kerja sama yang dilakukan PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang diatur dalam Pasal 88 sampai Pasal 89 UU RI No.8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yaitu sebagai berikut :117 1. Kerjasama nasional yang dilakukan PPATK dengan pihak yang terkait dituangkan dengan atau tanpa bentuk kerja sama formal. 2. Kerja sama internasional dilakukan oleh PPATK dengan lembaga sejenis yang ada di negara lain dan lembaga internasional yang terkait dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. 3. Kerja sama internasional yang dilakukan PPATK dapat dilaksanakan dalam bentuk kerjasama formal atau berdasarkan bantuan timbal balik atau prinsip resiprositas. PPATK telah melakukan penandatangan kerja sama dengan FIU dari beberapa negara sebagai bagian dari peranan PPATK dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang, yaitu dengan FIU negara Filipina, Australia, Thailand, Malaysia, Korea Selatan, Rumania, Belgia, Italia, Polandia, Peru, Cina, Spanyol, Kanada, Meksiko, Amerika Serikat. Kerja sama dengan FIU negara lain tersebut terutama berkaitan dengan pertukaran informasi intelijen di bidang keuangan yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Informasi yang dipertukarkan bersifat rahasia dan merupakan kewajiban masing-masing lembaga untuk menjaga kerahasiaannya, tidak dapat digunakan sebagai barang bukti di pengadilan, tidak dapat dieruskan kepada pihak manapun tanpa izin tertulis dari pemilik informasi, serta masing-
117
Juni Sjafrien Jahja, Op.Cit., hal 71
masing lembaga dapat menolak untuk memberikan informasi yang diminta jika bertentangan dengan kepentingan negara masing-masing.118 Selain itu PPATK juga berperan untuk melakukan kerjasama dengan PJK termasuk PJK bank
sebagai salah satu pihak pelapor. PPATK bekerjasama
dengan PJK bank dalam hal meminta laporan dari PJK bank apabila ada indikasi transaksi keuangan mencurigakan dari suatu transaksi yang dilakukan nasabah dengan bank, yang kemudian terhadap laporan yang telah diberikan PJK bank tersebut akan dianalisis oleh PPATK, untuk mengetahui benar atau tidaknya suatu transaksi yang dilaporkan PJK bank tersebut merupakan transaksi keuangan mencurigakan atau tidak. Bank merupakan suatu bentuk usaha yang memiliki keleluasaan dalam menghimpun dan menyalurkan dana sehingga sangat strategis untuk digunakan sebagai sarana pencucian uang baik melalui placement, layering, maupun integration. Bank sangat rentan bagi tindak pidana yang terorganisir sehingga sangat strategis untuk dimanfaatkan. Tindak pidana yang terorganisir biasanya bersembunyi dibalik suatu perusahaan atau nama lain (nominees) dengan melakukan perdagangan internasional palsu dab berskala besar dengan maksud untuk memindahkan uang yang tidak sah dari suatu negara ke negara lain.119 Perusahaan yang digunakan untuk menyembunyikan kegiatan tindak pidana tersebut biasanya meminta kredit/pembiayaan dari bank untuk menyamarkan aktivitas pencucian uang. Oleh karena itu perbankan harus berhati-hati terhadap kemungkinan dimanfaatkan sebagai sarana pencucian uang.120
118
Adrian Sutedi, Op.Cit., hal.193. Bismar Nasution, Op.Cit., hal. 56 120 Ibid., hal.57. 119
PPATK juga harus bekerjasama dengan penegak hukum lainnya seperti Jaksa, Polisi serta penegak hukum lainnya, sesuai dengan sistem peradilan pidana yang terpadu menjalin kerjasama antar sub sistem, dalam upayanya mencapai tujuan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, serta menghentikan para perilaku kejahatan, agar tidak memanfaatkan kegiatan pencucian uang, terutama menghentikan dari adanya kemungkinan untuk menikmati hasil yang diperoleh dari pencucian uang, mencegah pelaku untuk memanfaatkan kembali hasil kejahatannya, dan maupun mencegah pelaku untuk menginvestasikan kembali hasil yang diperoleh dari kejahatan.121 Dengan demikian PPATK dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dapat melakukan kerja sama pertukaran informasi berupa permintaan, pemberian, dan penerimaan, informasi dengan pihak, baik dalam lingkup nasional maupun internasional meliputi:122 1. Instansi penegak hukum 2. Lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap penyedia jasa keuangan. 3. Lembaga yang bertugas memeriksa pengelola da tanggung jawab keuangan negara. 4. Lembaga lain yang terkait dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang 5. Dan Financial Intelligence Unit (FIU) negara lain PPATK menyediakan sistem bagi para kriminal agar keadilan dapat ditegakkan melalui sistem hukum yaitu dengan cara mendeteksi dan menginvestigasi kegiatan kriminal yang dilakukan. Sehingga dengan hasil laporan dari PPATK dapat digunakan oleh penegak hukum sebagai bukti yang 121
Phatorang Halim, Penegakan hukum terhadap kejahatan pencucian uang di Era Globalisasi, Yogyakarta: Total Media, 2013 , hal.134. 122 Juni Sjafrien Jahja, Op.Cit., hal.72.
relevan dalam mengungkapkan suatu kejahatan tindak pidana pencucian uang. PPATK hanya sebagai pusat informasi intelijen keuangan yang sifatnya hanya laporan saja yang selanjutnya lembaga tersebut akan menganalisisnya berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak pelapor.123 Apabila ada indikasi tindak pidana pencucian uang dengan dilakukannya analisis transaksi keuangan mencurigakan oleh PPATK maka laporan tersebut akan di lanjutkan ke pihak yang berwenang melakukan penyidikan. Untuk selanjutnya akan ditindak lanjuti oleh pihak penyidik sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Namun apabila laporan hasil analisis transaksi keuangan yang mencurigakan yang sudah dilaporkan tersebut tidak ditindak lanjuti oleh aparat penegak hukum. Maka aparat penegak hukum harus menjelaskan secara detail kepada PPATK mengapa laporan hasil analisis transaksi mencurigakan tersebut tidak ditindak lanjuti. PPATK dapat menagih tindak lanjut laporan hasil analisis transaksi yang mencurigakan yang telah dilaporkan kepada penegak hukum.124 Dengan demikian, PPATK melakukan penghimpunan dan penganalisisan informasi transaksi keuangan yang diperoleh PPATK dari Penyedia Jasa Keuangan baik itu PJK bank serta non-bank. Bila hasil analisis PPATK menunjukkan adanya indikasi tindak pidana pencucian uang, maka hasil analisis tersebut akan diteruskan penuntutan kepengadilan oleh Kejaksaan. Sebagai badan negara, PPATK pun harus melaporkan hasil kerja kepada Presiden, DPR
123
Phatorang Halim, Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Pencucian Uang di Era Globalisasi,hal.134 124 Ibid., hal.135.
dan otoritas industri keuangan yang terkait secara berkala.125 Dalam upaya memberantas tindak pidana pencucian uang ada beberapa kendala yang dihadapi oleh PPATK, yaitu:126 1.
Kendala interen (dari dalam) seperti yang berasal dari peraturan perundangundangan; dapat terdiri dari: a. Jangkauan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang; b. Kedudukan PPATK sebagai lembaga penegak hukum menurut sistem peradilan pidana dalam menanggulangi kejahatan pencucian uang, yaitu hanya menyatak PPATK berfungsi secara administratif membantu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan; c. Belum terakomodirnya 49 Rekomendasi FATF sebagai acuan suatu negara dalam upaya memberantas tindak pidana pencucian uang; d. UU TPPU belum mengatur hukum acara dalam pemeriksaan tindak pidana pencucia uang secara khusus; e. Kendala yang berasal dari kelembagaan PPATK, yang berupa antara lain: jumlah persinil ang relatif sedikit, jika dibandingkan dengan tugas menganalisis yang dilaporkan PJK kemampuan personil PPATK yang mampu menganalisis baik laporan maupun bentukbentuk baru tindak pidana pencucian uang, penggunaan prasarana yang mutakhir dan jumlah personil yang mampu menggunakan prasarana;
2.
Kendala ekstern (yang berasal dari luar), seperti pemahaman masyarakat tentang pentingnya keberadaan PPATK, tingkat kepatuhan PJK dalam melaporkan transaksi yang wajib dilaporkan, kerjasama yang dibangun antara PPATK dengan lembaga kepolisian, kejaksaan dan pengadilan yang belum optimal dimana PPATK jarang dilibatkan, dan analisis PPATK yang tidak ditindak lanjuti oleh kepolisian dengan alasan tidak cukup bukti. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala terutama yang berhubungan
dengan kelemahan hukum dan perundang-undangan, yaitu :127 125
Ivan Yustiavandana, ArmanNefi, Adiwarma, Op.Cit, hal.111. Idham Timin, Andi Sofyan dan H.M. Djafar Saidi, Kedudukan PPATK Dalam Kaitan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Jurnal Hukum, 2008, hal 5. 126
a.
b.
c.
d. e.
Memperluas deteksi tindak pidana pencucian, yaitu melalui perluasan ruang lingkup tindak pidana pencucian uang mulai dari sumber atau lokasi asal sampai pada peruntukkannya; Menghindari keragaman penafsiran dan atau menutup celah hukum atau loopholes, yaitu untuk menyatukan penafsiran tentang tindak pidana pencucian uang dan pengaturan mengenai hukum beracara terutama pengaturan beban pembuktian terbalik; Memperluas jangkauan aparat penegak hukum dalam penanganan TPPU, yaitu diantaranya dengan pemberian kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal untuk menyidik dugaan adanya tindak pidana pencucian uang Menata hubungan dan kewenangan dari pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan rezim anti pencucian uang, dan, Memperkuat kelembagaan PPATK, yaitu dengan meningkatkan status PPATK menjadi penyelidik, pembentukan PPATK melalui UU TPPU dengan tujuan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonasia dalam pelaksaannya menemui beberapa kelemahan baik dari sisi perundangundangan maupun dari sisi kesiapan personil dari PPATK sendiri, ini semua tentu saja menjadi kendala bagi penegakan rezim anti pencucian uang yang sedang digalakkan. Beberapa arah kebijakan yang sudah dilakukan dan yang akan dilakukan
sebagai antisipasi dari PPATK untuk menghadapi segala kemungkinan yang dapat menggangu dan menjadi penghambat bagi PATK khususnya dan bagi penegakan anti rezim pencucian uang pada umumnya. Adapun yang menjadi arah kebijakan penanganan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang adalah upaya dan langkah yang tepat berupa penguatan enam pilar utama yang satu sama lain erat kaitannya, yaitu:128 Pilar Pertama, penguatan hukum dan peraturan perundang-undangan, ditujukan agar tersedianya peraturan dan perundangundangan yang kuat, yaitu yang dapat menciptakan ketegasan dan kejelasan tentang pelaksanaan rezim anti pencucian uang sehingga mempermudah proses penegakan hukumnya. Penegakan ini dimaksudkan juga untuk menyesuaikan peraturan perundangan agar sesuai dengan norma yang berlaku secara 127
Ibid., hal.6. Ibid., hal 7
128
internasional seperti yang diamanatkan
dalam revisi 40 rekomendasi dan 9
rekomendasi khusus FATF. Penguatan ini diwujudkan dengan aktif dalam penyusunan penyusunan RUU yang berkaitan dengan penegakkan rezim anti pencucian uang seperti RUU Tindak Pidana korupsi, RUU Pengadilan Tindak Pidana korupsi, RUU Penyitaan dan Pengembalian Aset dan lain-lain, melakukan kajian atas beberapa putusan perkara tindak pidana pencucian uang, pemberian keterangan dalam statusnya sebagai saksi ahli dalam persidangan tindak pidana pencucican uang, pemberian analisis dan pendapat hukum, aktif dalam pembahasan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi, menindak lanjuti Ratifikasi United Nations Convention Against Transnational Organized crime (TOC), aktif di FATF Working Group on Evaluations and Implementation (WGEI), serta melakukan sosialiasai rezim anti pencucian uang di Indonesia, dan lain-lain aktifitas yang berhubungan dengan penguatan hukum dan peraturan perundang-undangan. Pilar kedua, penguatan sumber daya manusia dan sistem teknologi informasi yang bertujuan untuk menyediakan sarana informasi dan komunikasi global yang terintegrasi dan terjamin keamanannya, serta menciptakan sumber daya manusia yang tangguh, terampil dan memiliki moral yang tinggi dan pada gilirannya dapat mengefektifkan dan mengefisienkan rezim anti pencucian uang. Untuk itu Indonesia perlu memiliki sistem informasi dan teknologi dengan database yang cukup memadai dan dikelola oleh tenaga-tenaga profesional. Untuk penguatan sumber daya manusia ini diwujudkan melalui perekrutan pegawai tetap dan pegawai kotrak untuk bekerja di PPATK dimana kedepan diharapkan Kepala
PPATK memiliki kewenangan untuk dapat mengangkat pegawai tetap sendiri, selanjutnya
upaya
pemberdayaan
sumber
daya
manusia
ini
PPATK
memprogramkan studi lanjut melalui pendidikan formal Strata 2 (S2) di dalam dan di luar negeri bagi pegawainya guna meningkatkan kompetensinya, selain itu mengikut sertakan pegawainya dalam program sertifikasi di bidang Anti Money Laundering (AML) antara lain: Counter Financing Terrorisme, Certified Froud Examination dan Mutual EvaluationTraining Workshop, dan untuk peningkatan karir bagi pegawainya PPATK menerapkan Sistem Pengolahan SDM PPATK yang berbasis kinerja (merrit system). Sedangkan penguatan sistem teknologi diwujudkan melalui peningkatan pelayanan dengan pengadaan perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), pengembangan sistem aplikasi yang dilaksanakan secara intensif bekerjasama dengan direktorat terkait, perbaikan dari sisi database yang dilaksanakan berkelanjutan sehingga aplikasi yang dihasilkan dapat mendukung pelaksaaan tugas-tugas serta dapat meningkatkan kualitas data yang akurat. Pilar ketiga, penguatan pada analisis dan kepatuhan, yang bertujuan untuk membangun suatu kondisi yang dapat mendorong dan peningkatkan kepatuhan PJK untuk melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan dan transaksi keuangan tunai kepada PPATK, dan dengan melaksanakan program-program pelatihan khusus secara berkesinambungan mengenai metode dan teknik analisis Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dan Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) serta senantiasa mengikuti perkembangan tipologi pencucian uang. Pilar keempat, penguatan kerjasama domestik dan internasional,
ditujukan untuk menjalin kerjasama yang baik dan menciptakan koordinasi yang solid antar instansi domestik dan memperkuat kerjasama internasional agar kerjasama dan koordinasi lintas sektoral yang efektif dan efisien dapat terwujud diperlukan suatu kerangka berfikir, orientasi dan pemahaman yang sama dalam penanganan tindak pidana pencucian uang, sedangkan untuk meningkatkan kerjasama internasional, Indonesia perlu menggalang dan memperkuat kerjasama dengan lembaga-lembaga internasional seperti FIU dari negara-negara lain sehingga proses tukar-menukar informasi intelijen dibidang keuangan menjadi semakin mudah dan cepat, tanpa perlu mengorbankan aspek kerahasian dan kedaulatan negara. Pilar kelima, penguatan pada kelembagaan, bertujuan untuk mewujudkan kelembagaan yang kokoh, efisien dan berkinerja tinggi yang sangat diperlukan dalam upaya pembentukan rezim anti pencucian uang yang efektif di Indonesia. Termasuk
dalam
pilar
kelima
ini
adalah
bagaimana
membangun,
mengembangkan, melembagakan dan mensosialisasikan kelembagaan dalam bentuk pranata-pranata sosial seperti nilai-nilai budaya yang sejalan dengan pencegahan dan pemberantasan money laundering. Pilar keenam, peningkatan penelitian dan pengembangan, merupakan salah satu prasyarat penting di dalam mengembangkan rezim anti pencucian uang Indonesia. Penelitian dan pengembangan merupakan kegiatan think thank yang bertujuan untuk menyusun hasil penelitian dan membuat rekomendasi yang objektif, sistematis dan komprehensif mengenai kelemahan dan keunggulan yang dimiliki oleh rezim. Kegiatan penelitian dan pengembangan merupakan
kebutuhan nyata mengingat bahwa money laundering merupakan kejahatan yang modus operandinya terus berkembang dengan memanfaatkan layanan jasa keuangan yang semakin canggih serta berbagai skema perdagangan (bisnis) yang semakin kompleks, ataupun dengan modus operandi lainnya. Berdasarkan uraian-uraian di atas terlihat betapa dominannya peran lembaga keuangan dalam terjadinya tindak pidana pencucian uang, mulai dari masuknya harta kekayaan hasil dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan (tahap penempatan)
sampai
pada
pemanfaatan
kembali
harta
tersebut
(tahap
integrasi/penggabungan). Keterlibatan Bank Indonesia sebagai lembaga yang turut mengawasi lembaga keuangan perbankan dalam pelaksanaan dan penerapan prinsip mengenal nasabah dan kewajiban terkait dengan undang-undang tindak pidana pencucian uang, menandakan hukum ekonomi dapat dilibatkan dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang, dengan demikian, PPATK dapat melakukan pendekatan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan hukum pidana dan hukum ekonomi. Walaupun berkaitan dengan pemberantasan pencucian uang tetapi kedua pendekatan tersebut hanya bisa dibedakan dan tidak dapat dipisahkan, bahkan dinyatakan antara pendekatan hukum pidana dan hukum ekonomi merupakan suatu keterpaduan. Pendekatan ini dimaksudkan bahwa, pada setiap kejahatan pencucian uang terdapat dua kejahatan, dimana pada kejahatan yang pertama merupakan kejahatan sebagai predicate offence, tapi pada kejahatan yang kedua merupakan kejahatan yang berhubungan dengan lembaga keuangan yang pengaturannya lebih banyak menggunakan hukum ekonomi.
Pendekatan hukum ekonomi ini diawali dengan pendekatan preventif yang mengutamakan agar lembaga keuangan tidak dimanfaatkan untuk menempatkan harta dari kejahatan dengan menggunakan prinsip mengenal nasabah yang mengharuskan nasabah memberikan informasi yang benar dan akurat tentang identitas nasabah dan harta kekayaannya, pengawasan kepatuhan lembaga keuangan dalam melakukan pelaporan dan penyitaan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana, dilanjutkan dengan upaya represif melalui pendekatan hukum pidana dengan member sanksi bagi lembaga keuangan yang tidak melaporkan adanya transaksi yang mencurigakan atau transaksi yang telah ditentukan oleh UU TPPU.129
129
Ibid., hal 8