Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802
MENUMBUHKAN KREATIVITAS PEMBELAJARAN GURU SMPN KOTA BANDUNG MELALUI PROBLEM BASED LEARNING Oleh : Dedi Mulyasana Program Pascasarjana Ilmu Pendidikan Universitas Islam Nusantara, Bandung ABSTRAK Kreativitas merupakan gambaran kecerdasan, keuletan, dan semangat mencoba. Guru SMPN Kota Bandung umumnya memiliki kreativitas yang dapat dilihat dari cara berpikir dan cara melakukan langkah pemecahan masalah/ solusi. Mereka umumnya memiliki gagasan yang banyak dan alternative jawaban yang beragam.Makin tajam berpikir dan makin sering menggunakan gagasan-gagasan kreatif, makin terangsang tumbuhnya sel-sel baru pada otak siswa.Pemikiran kreatif guru SMPN Kota Bandung, umumnya menghindari pemikiran jalan pintas yang melahirkan sikap dan perilaku yang negative. Pemikiran guru diarahkan pada pemikiran kreatif (creative thinking) atau pemikiran“berdayacipta”. Pemikiran seperti itu merupakan pemikiranyang asli dan unik yang dapat menghasilkan sesuatu yang baru. Untuk mengembangkan kreativitasnya, guru mengeksplorasi daya pikir efektif untuk menghasilkan inovasi dan gagasan yang asli dan unik. Upaya tersebut dilakukan dengan melatih berkembangnya gagasan baru dan alternative jawaban yang beragam. Keyword : Kreativitas Pembelajaran, Problem Based Learning
Pendahuluan Belajar adalah berpikir.Sekolah merupakan pusat pembinaan berpikir siswa, karena itu menurut Hughes (2012), sekolah harus menjadi tempat dimana seorang anak datang bukan untuk belajar (pen-menerima dan menghapal teori dan konsep) tapi anak datang untuk berkreasi. Sekolah adalah tempat dimana siswa melakukan proses pematangan kualitas untuk mencapai titik “kesempurnaan” dan keunggulan. Oleh karena itu, guru bukanlah penguasa kelas tapi ia adalah pelayan belajar yang baik. Selaku pelayan belajar, tugas utama guru bukan mengajar dalam arti menyampaikan sejumlah konsep dan teori kepada siswa tapi tugas utamanya adalah membantu kesulitan siswa dalam menemukan dan mengembangkan konsep dan jati dirinya secara utuh. Oleh karena itu, guru jangan disibukan dengan urusan instrument yang dapat melemahkan harkat dan martabat siswa. Guru harus berkonsentrasi pada upaya menggali bakat, minat dan kebutuhan belajar siswa. Guru harus mampu menciptakan suasana yang dapat merangsang tumbuhnya budaya belajar dan semangat untuk menjadi manusia unggul. Pembentukan kecerdasan, martabat dan jati diri anak jauh lebih berharga dari sekedar menghitung-hitung hasil ulangan. Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan berpikir siswa. Belajar tak lain dari berpikir untuk menjadi manusia unggul. Pola belajar yang efektif untuk menjadi manusia unggul adalah merangsang tumbuhnya berpikir kreatif. Guru meyakini bahwa setiap orang yang normal memiliki potensi yag kuat untuk menjadi manusia yang kreatif. Namun ada yang mampu menggali bakatnya itu secara maksimal dan ada pula yang gagal dalam menggali dan memaksimalkan bakat kreativitasnya itu. Kreativitas itu tumbuh dan berkembang bersamaan dengan menguatnya motif keingintahuan dan keinginan untuk mencoba sesuatu secara optimal.Untuk itu, dibutuhkan bantuan orangtua, guru dan teman sebaya untuk menciptakan iklim yang dapat merangsang tumbuhnya motif tersebut. Namun demikian, banyak
1
Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802
orang tua dan guru yang kurang paham dan kurang peduli untuk melakukan upaya tersebut bahkan adakalanya orangtua dan guru mematikan kreativitas siswa dengan mengabaikan, membiarkan, mencemooh menekan,bahkan mengancam tumbuhnya kreativitas siswa. Terlebih bila sikap, pemikiran dan perilaku siswa berada dalam baying-bayang kemalasan, kejengkelan, kemarahan dan ketidak-percayaan diri. Permasalahan yang sering terjadi antara lain, dikesankan bahwa seolah tugas orang tua hanya memberi tahu tentang benar dan salah atau baik dan buruknya sesuatu kepada siswanya. Seolah tugas guru hanya menyampaikan sejumlah konsep, teori, informasi atau peristiwa tertentu saja kepada siswanya.Itu sikap yang kurang bijak dimana keduanya baik guru maupun orang tua membiarkan siswa yang belum matang mencari dan menggali bakatnya sendiri.Akibatnya, banyak siswa yang “gagal” dalam menggali dan menemukan bakat kreativitasnya. Kegagalan guru dalam mengembangkan kreativitas belajarnya kepada siswa, menjadi penyebab lambatnya proses pematangan kualitas belajar siswa. Guru tidak “mematikan” semangat dan motivasi untuk maju. Aktivitas belajar yang hanya menggunakan pola-pola “tradisional” dimana belajar berjalan apa adanya tanpa adanya kreativitas dan terobosan-terobosan baru selain akan membosankan juga memperlemah kemampuan bersaing di kalangan siswa. Kesalahan dalam mendidik siswa dapat berakibat pada “matinya” bakat dan potensi-potensi kemajuan. Akibat dari kesalahan dalam mendidik siswa antara lain kemalasan belajar, tidak ada gairah, hilangnya semangat, motivasi, disiplin dan kepercayaan diri siswa. Itu semua merupakan “ruh”nya kemajuan.Artinya, tidak ada kehidupan dan tidak ada kenikmatan dalam hidup apabila kehilangan “ruh” kemajuan. Dalam bahasa yang tidak terlalu baik, kami beranggapan bahwa, tidak ada sukses dalam kemalasan dan tidak ada masa depan yang baik bagi orang yang kehilangan semangat, motif berprestasi, disiplin, tanggungjawab dan kepercayaan diri. Sikap seperti itu tidak ada pada siswa yang sedang dihinggapi oleh penyakit kemalasan.Kemalasan umumnya ada pada siswa-siswa yang hidup di lingkungan kelas dan keluarga yang salah didik. Seakan-akan dengan ancaman, paksaan dan kekerasan akan tumbuh kedisiplinan dan tanggung jawab. Seakan-akan dengan tekanan dan sikap yang membuat siswa marah dan malu, orangtua mampu menjadikan siswanya menjadi siswa pekerja keras.Itu pendekatan yang tidak bijak.Pada saat siswa berada dalam ancaman, kekerasan dan paksaan, sikap dan pola pikir siswa yang asli tidak banyak berubah.Yang berubah hanyalah perilakunya.Yang patuh hanyalah tangan, kaki, mata, telingan dan anggota tubuhnya. Padahal anggota tubuh dalam arti fisik hanyalah merupakan “pelayan” jiwa, logika dan hati nuraninya. Jika ingin membuat siswa baik, rajin, disiplin, jujur, pekerja keras dan sikap baik lainnya, maka orangtua dan guru membantu kesulitan siswa untuk merangsang tumbuhnya semangat dan motif berprestasi untuk menjadi manusia unggul. Dengan demikian, siswa belajar bukan atas perintah guru atau orangtua, tapi ia belajar atas kesadaran dan panggilan jiwanya. Oleh karena itu, guru dan orangtua harus dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan.Dengan langkah itu diharapkan siswa dapat mencintai belajar dan menikmati bacaan. Itulah generasi pembelajar.Generasi pembelajar yang baik adalah generasi kreatif yang paham tentang apa yang seharusnya mereka lakukan dan apa yang seharusnya mereka tinggalkan. Guru yang baik bukanlah guru yang dapat menjadikan siswa pintar dalam menguasai rumus-rumus dan teori semata tapi guru yang baik adalah mereka yang dapat membangkitkan semangat, disiplin, tanggung jawab, kepercayaan diri dan motif berprestasi. Dengan demikian, tidak ada proses pendidikan dalam pembelajaran yang hanya membahas soal dan menghadiahi
2
Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802
siswa dengan angka-angka dan ijasah. Proses pendidikan adalah proses pematangan kualitas diri siswa yang dilakukan dengan cara menumbuhkan kesadaran, motif berprestasi dan semangat meraih kemajuan untuk menjadi manusia unggul. Aplikasi Kreativitas Guru SMPN Kota Bandung dalam Pembelajaran Melalui pengamatan yang mendalam bersamaan dengan dilakukan riset tentang kemampuan pedagogic Guru SMPN Kota Bandung dalam mengembangkan kurikulum 2013, penulis melakukan penelitian dan pengkajian yang mendalam terhadap sisi kreativitas pembelajaran yang mempertahankan keaslian dan keunikan, juga memperhatikan etika berpikir. Yang dikembangkan bukan pola pikir yang bebas tanpa nilai, tapi pemikiran yang logis, kritis dan terikat oleh nilai. Pemikiran dimaksud adalah pemikiran inovatif yang berdaya tarik dan memberikan manfaat bagi sesama.Oleh karena itu, pemikiran kreatif sulit ditiru kecuali mempelajari langkah-langkahnya saja. Tingkat kecerdasan yang sama belum tentu menghasilkan pemikiran kreatif yang sama karena pemikiran kreatif umumnya terkait dengan bakat dimana bakat seseorang dengan lainnya tentunya memiliki kekhasan tersendiri. Kreativitas pemikiran guru SMPN Kota Bandung umumnya tergambar sebagai berikut: 1. Banyak Gagasan. Ketika diminta solusi dalam memecahkan masalah oleh siswanya, guru banyak memberikan gagasan-gagasan kritis yang tak terpikirkan sebelumnya oleh siswa. 2. Punya Beragam alternative jawaban. Pada saat memecahkan masalah dan mengambil keputusan, guru menyodorkan banyak jawaban baik jawaban yang kelemahan maupun kelebihan dari alternative pengambilan keputusan. Artinya ia tidak pernah berpikir tunggal. Berpikir hitam – putih bukanlah cirri manusia yang memiliki pemikiran kreatif 3. Keingin-tahuan yang tinggi. Pada saat melaksanakan tugas pembelajaran, guru menyampaikan gagasan yang memancing rasa penasaran dan keingintahuan terhadap sesuatu di balik pelajaran yang diberikan. 4. Keinginan untuk mencoba. Siswa dirangsang pemikiranya dan tidak malarang siswa untuk melakukan sesuatu yang bersifat positif. Biarkan pemikiran kritis dan kreatif siswa tumbuh dengan sikap keinginan untuk mencoba. Melarang siswa melakukan sesuatu yang positif artinya mematikan pemikirna kritis dan kreatif siswa. Bila siswa tidak diberikan kesempatan untuk mencoba artinya orangtua tidak memberi peluang kepada siswa untuk menumbuhkan bakat yang terpendam dalam dirinya. 5. Keberanian dan kepercayaan diri. guru tidak mengancam dan menakut-nakuti siswa bila siswa berperilaku tidak sesuai dengan minat dan keinginan guru atau orangtua, karena boleh jadi apa yang dianggap tidak baik oleh guru dan orangtuanya, baik untuk pertumbuhan pemikiran siswa. 6. Keuletan dan kemampuan konsentrasi yang tinggi. Guru menciptakan pola pembelajaran bervariasi, sehingga siswa tidak bosan dalam mengikuti pembelajaran. Gurupun melatih kesabaran, keuletan dan konsentrasi siswa sehingga siswa bisa menikmati apa yang sedang ia kerjakan. 7. Cerdas dan kritis. Guru dengan kecerdasannya mendorong siswa berpikir dan belajar dengan kreatif.
3
Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802
Faktor Penghambat Tumbuhnya Kreativitas Belajar di Kalangan Siswa 1. Siswa Takut gagal. Makin takut siswa terhadap kegagalan, makin hilang semangat dan kepercayaan diri. Para siswa yang prestasinya tidak baik, umumnya mereka mengidap mental ketakutan akan sesuatu yang belum mereka lewati. Guru harus meyakinkan bahwa Islam tidak mengenal konsep gagal. Ketika kita merencana sesuatu, Allah pun punya rencana yang jauh lebih baik dari rencana kita.Ketika rencana kita tidak tercapai, artinya saat itu anda sukses dengan rencana Allah swt yang jauh lebih baik dari rencana anda.Karena itu jangan takut gagal bagi para pekerja keras, kecuali anda tidak melakukan upaya apapun.Takut itu tidak ada pada diri kita. Takut itu ada di depan kita. Jadi takut bukan rasional empiric tapi merupakan tekanan psikologis. 2. Stress dan kecemasan. siswa yang stress bukan saja tidak dapat mengeluarkan gagasan kritis dan kreatifnya tapi juga menganggu kesehatan, daya ingat, kemmapuan berpikir logis, serta mengganggu stabilitas emosi. Karena itu hindari stress dan kecemasan 3. Lingkungan yang tertutup. Kelas yang menerapkan pola perintah dan larangan dimana siswa– serba tidak boleh melakukan sesuatu, dapat menghambat kreativitas dan kemampuan berpikirnya. 4. Ancaman dan tekanan. Guru yang mengajar dengan menggunakan pola ancaman dan tekanan, dapat mematikan keberanian, semangat, motivasi dan kreativitas siswa. 5. Tidak percaya diri. Siswa yang tidak percaya diri, tidak akan berani mencoba. Siswa yang tidak mau mencoba, tidak akan bisa. 6. Hilang semangat dan motvasi. Besarkan siswa dengan motivasi dan semangat emmbangun kemajuan dan kepercayaan diri. Tidak baik hanya membesarkan siswa dengan fasilitas yang mewah. 7. Tidak ulet dan mudah menyerah. Latih kesabaran siswa, karena celakanya orang berawal dari ketidak sabarannya. Juga kegagalan berawal dari kettidak sabaran. 8. Kemalasan. Kemalasan adalah musuh utama prestasi dan kemajuan. Jangan biarkan siswa hidup dengan kemalasan karena bila guru dan orangtua membiarkan siswanya hidup dengan kemalasan, sama saja dengan membiarkan siswa jatuh ke jurang kehinaan. Menumbuhkan Kreativitas Melalui Pembelajaran Berbasis Problem Based Learning Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan pola pembelajaran yang dirangsang melalui penciptaan masalah. Siswa belajar berpikir dengan cara memecahkan masalah. Buat siswa akrab dengan masalah karena masalah selalu ada dan merupakan bagian dari diri kita.Tugas guru adalah memenej masalah dan merangsang berpikir siswa melalui pemecahan masalah. Pembelajaran berbasis masalah adalah pola pembelajaran yang berorientasi pada upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis, berpikir kreatif dan berpikir replektif.Siswa dilatih mencari masalah atau guru menyediakan masalah.Masalahnya bisa diambil dari pengalaman siswa atau diambil dari bacaan dan konsep-konsep yang sudah direkayasa.Namun masalah tersebut tidak boleh menyinggung siswa atau melecehkan nilai-nilai tertentu. Yang diharapkan dari penerapan model pembelajaran berbasis masalah adalah munculnya gagasan-gagasan kritis dan kreatif serta berkembangnya jawaban-jawaban alternative dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah (problem solving approach).
4
Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802
Langkah-langkah dalam Proses Pembelajaran Berbasis Masalah: a. Guru menyampaikan konsep yang di dalamnya memuat masalah yang menarik untuk didiskusikan. b. Guru merangsang pemikiran siswa untuk menghubungkan masalah dengan teori dan atau konsep sehingga mereka memahami keterkaitan antar keduanya, kemudian diajak untuk memecahkan masalah tersebut secara ilmiah. c. Siswa mengembangkan akar masalah dari masalah yang disajikan oleh guru, kemudian mengkajinya, mengapa masalah itu muncul dan bagaimana dampaknya terhadap aspekaspek lain? d. Guru mengajak siswa untuk mensimulasikan dan atau bermain peran dalam merumuskan masalah tersebut. e. Untuk menjawab apa, mengapa dan bagaimana merumuskan masalah, guru menetapkan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Siswa memahami apa masalah dan akar masalahnya? 2) Siswa mengkaji latar belakang mengapa masalah itu muncul? Dan apa dampaknya jika masalah itu berkembang? 3) Siswa menganalisis bagaimana memecahkannya? (a) Siswa melakukan curah pendapat dimana mereka dipancing untuk mengemukakan gagasan-gagasan kritisnya tanpa ada bantahan dari yang lainnya. (b) Siswa memberikan jawaban-jawaban alternative (bukan jawaban mutlak) atas pertanyaan, “apa yang terjadi jika masalah itu menimpa anda?” f. Siswa menetapkan tujuan dan langkah kreatif untuk menemukan gagasan-gagasan baru (inovatif) yang unik dan asli g. Siswa menjelaskan hasil pengkajian kritisnya dalam bentuk solusi/ pemecahan masalah dengan mengemukakan: 1) Inti masalah 2) Focus kajian 3) Hasil berikut prinsip-prinsip dasar – solusi h. Menyusun laporan i. Melakukan refleksi dalam forum putaran kedua j. Membuat simpulan, implikasi dan rekomendasi Pola Pembelajaran untuk Menumbuhkan Kreativitas dan Prestasi Unggul Tidak ada pola pembelajaran baku yang dapat mendorong tumbuhnya kreativitas dan prestasi unggul siswa, karena setiap siswa belajar dengan bakat, minat, kebutuhan, gaya dan kemampuan yang beragam. Namun demikian, penulis ingin menggabungkan pandangan Montessori, Decroly dan Messon dalam satu rangkuman. a. Yang akan dididik adalah anak yang mempunyai badan yang tumbuh dan jiwa yang berkembang dimana keduanya baik fisik maupun psikis mempunyai sumber “abadi” yaitu hidup. Pendidik tidak boleh menghambat apalagi mematikan kekuatan misterius yang terkandung dalam keduanya. Oleh karena itu, guru harus dapat memberikan ruang yang memungkinkan bakat, minat dan kemampuan anak dapat berkembang secara alami. b. Montessori menolak memberikan hadiah dan hukuman kepada siswa karena hanya akan menumbuhkan semangat semu dan keberpura-puraan. Hadiah dan hukuman menurutnya dapat meruntuhkan semangat. Ia mencontohkan kuda pacu dimana joki memberi gula-gula
5
Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802
c.
d.
e.
f.
g.
dan kusir mencambuk kuda itu supaya larinya kencang, tapi kehebatan larinya tidak mengalahkan kuda liar yang terbiasa hidup di alam bebas secara alami. Montessori memandang bahwa: (1) Pendidik lebih bertindak sebagai psikolog dari sekedar guru. (2) Ia haruslah seorang terinspirasi untuk menjadi pengabdi yang tulus yang bekerja penuh dengan perhatian, kecintaan dan kasih sayang. (3) Guru berusaha membantu siswa menemukan ide-ide kreatif. (4) Guru mengajar tidak bertele-tele tapi menggunakan bahasa yang jelas, ringkas dan akrab dengan pengalaman siswa. (5) Bila karena suatu alasan pelajaran dianggap tidak sukses, jangan menciptakan suasana yang membuat siswa merasa bersalah dan kehilangan kepercayaan dirinya, tapi bangun motivasinya sehingga siswa dapat menemukan semangat baru. Plato dalam Hughes (2012) berpendapat bahwa, “pengetahuan yang diperoleh di bawah paksaan tak akan lama melekat dalam pikiran, maka jangan menggunakan paksaan tapi kembangkan melalui permainan yang menyenangkan, maka anda akan menemukan bakat alami siswa… Jangan lakukan proses pembelajaran dibawah tekanan dan ancaman. Model Declory dalam Hughes (2012) mengembangkan pola pembelajaran dengan memerinci tahapan dan waktu belajar dimana (1) pagi hari dipergunakan untuk belajar teknik bahasa dan angka-angka yang dilakukan dengan permainan kompetitif. (2) siang hari diberikan pelajaran mengamati, membandingkan dan menghubung-hubungkan bersama dengan pelajaran praktis seperti pelajaran hasta karya, menyanyi menggambar dan permainan fisik. (3) pada sore hari anak belajar bahasa asing. Dan pada waktu tertentu pagi hari, melakukan kunjungan ke tempat-tempat yang menyenangkan dan menarik minat belajar. Declory dalam Hughes (2012) guru melakukan pengamatan dan sekaligus rangkuman yang dituangkan dalam kalimat-kalimat pendek. Siswa belajar dan mengkritisi kalimatkalimat pendek itu (dalil-dalil atau generalisasi). Siswa belajar menulis tentang kalimatkalimat yang mereka merasa tertarik. Lebih lanjut Declory menyatakan bahwa, guru tidak memperhatikan penilaian dalam bentuk angka-angka, serta tidak membandingkan antar anak yang satu dengan lainnya. Anak hanya dibandingkan antara dirinya dengan catatan pribadinya, dengan harapan ia terus memperbaiki catatan pribadinya… anak dibiarkan belajar dalam suasana yang bebas dan belajar bertindak dengan inisiatif sendiri… guru tidak mengecam atau mencela aktivitas spontan siswa, tidak pula memaksa bertindak sesuai dengan keinginan guru.. disiplin siswa adalah hasil dari aktivitas dan kerja mereka serta hasil dari tuntutan kebutuhan mereka sendiri. Disiplin tidak dikaitkan dengan kepatuhan dan tekanan.
Langkah Mendorong Tumbuhnya Berpikir Kreatif 1.
2.
Tumbuhkan gagasan kritis dengan menggunakan pendekatan melatih siswa dengan cara memberikan pertanyaan sebab – akibat. Contoh, “Apa yang menyebabkan orang selalu mempertahankan kepentingan dirinya tanpa hirau dengan kepentingan orang lain? Apa akibatnya bila orang memaksakan kepentingannya kepada orang lain ?coba sdr jelaskan sebab – akibat maraknya perbuatan korupsi di Indonesia? Berikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab secara kritis. Gali gagasan baru dengan menggunakan pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana? Contoh: apa yang dimaksud dengan belajar? Mengapa setiap orang harus belajar? Bagaimana cara melakukan belajar yang baik?
6
Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802
3.
4.
5.
6.
7.
Latihan menjawab pertanyaan mengapa? Tanya siswa dengan pertanyaan satu kali mengapa… dua kali mengapa… tiga kali mengapa, dan seterusnya. Contoh, “mengapa orang yang merokok rentan kena penyakit jantung, kanker dan impotensi? Karena jantung dan paru diserang oleh zat beracun yang diakibatkan oleh rokok> mengapa zat beracun bisa menimbulkan kanker dan penyakit jantung? Karena ….Mengapa ?... dst Tumbuhkan sikap keingin tahuan (curiosity) dan sikap keinginan untuk mencoba. Jangan takut salah dan jangan takut gagal – trial and error. Beri kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan rasa kepenasarannya dan beri kesempatan kepada mereka untuk mencoba melakukan apa yang diinginkannya selama terjaga keamanan dan kebaikannya. Perkuat semangat dan motivasi untuk menemukan sesuatu yang baru. Cipatakan suasana yang mendorong semua siswa merasa dirinya mampu, berbakat, penting dan berharga. Jangan matikan semangat, motivasi dan kepercayaan diri siswa dengan cara mencemooh, menekan atau mengancam. Tumbuhkan Kesadaran dan Kepercayaan diri siswa untuk Manjadi siswa yang Maju dan Unggul. Yakinkan pada siswa bahwa mereka berbakat dan bisa mencapai prestasi unggul. Kuncinya, baca..baca… dan baca. Belajar… belajar… dan belajar. Yakinkan kepada mereka bahwa mereka bisa meraih yang terbaik. Belajar membangun keuletan, kerja keras, disiplin, tanggung jawab dan kercayaan diri. Latih secara bertahap agar siswa memiliki sikap seperti itu. Latih selama tiga hari agar siswa tidak jengkel ketika menghadapi kesulitan…. Latih pula agar mereka tidak marah saat sesuatu yang diharapkan tidak tercapai… terus lakukan latihan seperti itu. Kesimpulan
Untuk mengembangkan kreativitas berpikir di kalangan para siswa, sekolah mesti difungsikan sebagai wahana untuk membina kreativitas berpikir.Sekolah bukanlah tempat dimana guru mentransfer ilu kepada siswa semata, tapi mestidikembangkan sebagai tempat untuk melakukan kreasi. Guru mesti berperan sebagai orangyang mampu menjaga martabat dan menghormati kreativitas berpikir siswa. Dengan demikian, proses pembelajaran diarahkan pada upaya merangsang tumbuhnya kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan berpikir logis. Pola itu dapat mengantar siswa menjadi manusia unggul dan kompetitif. Pola pembelajaran berbasis masalah dikembangkan sebagai pola pembelajaran efektif yang mampu mencetak generasi berdaya cipta yang kaya dengan gagasan-gagasan kritisnya serta selalu mempunyai solusi yang efektif dalam berbagai hal. Daftar Pustaka Hill, Winfred F (2012), Theoris of Learning. Teori-Teori Pembalajaran. Konsep, Komparasi dan Signifikansi, Nuansa Media, Bandung Hughes,AG. (2012) Learning & Teaching. Pengantar Psikologi Pembelajaran Modern, Nuansa, Bandung Hullfish HG, Berpikir Reflektif Suatu Metode Pendidikan Modern, IKIP Bandung Lipton, Laura (2013), Sekolah Kreatif, Nuansa Cendekia, Bandung O’neil, William F (2011), Ideologi-Ideologi Pendidikan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Rusman (2012) Model-Model Pembalajaran, Rajawali, Jakarta Wahyudin (2007) A to Z Anak Kreatif, Gema Insani, Depok Wenger, Win (2011)Beyond Teaching & Learning Memadukan Quantum Teaching & Learning, Nuansa, Bandung
7
Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802
8