JURNAL LENTERA KOMUNIKASI
Vol.2 No.1, Agustus 2016 / ISSN 2442-2991
WACANA KOMERSIALISASI LABEL HALAL di MEDIA MASSA (Kajian Analisis Wacana Pemberitaan Komersialisasi Label Halal Majelis Ulama Indonesia pada Majalah Tempo)
Oleh : Radita Gora Hubungan Masyarakat, Politeknik LP3I Jakarta Gedung sentra Kramat Jl. Kramat Raya No. 7-9 Jakarta Pusat 10450 Telp. 021 – 31904598 Fax. 021 - 31904599 Email :
[email protected]
ABSTRACT The mass media have a role in building the discourse to a broad audience. As well as the weekly news magazine Tempo regarding commercialization halal label by high officials of the Indonesian Ulema Council (MUI) which is where the news is then able to provide a different perspective that may affect the views of the public in view of the procedure for obtaining a certificate halal. Text on reports commercialization MUI halal , Tempo visible representations of preaching pro. Based on the findings by using a discourse analysis approach of Theo Van Leuween, it was found that their imbalances, especially in placing portion news resource statement is even more damning statement of resources as opposed MUI. While Tempo also showed less authentic presentation of relevant evidence in the form of testimony from several parties regarding the commercialization of MUI Halal label performed, so that the truth of news becomes confusing. Keyword : Discourse, MUI Halal Label, Mass Media kebutuhan utama untuk hidup bagi semua orang. PENDAHULUAN Penegakan syariat melalui Label halal menjadi dogma bagi pengadaan label halal MUI dengan umat Islam di seluruh dunia sebagai didasarkan pada dalil Al Qur’an yang ketentuan dalam mengkonsumsi pangan. berbunyi “Hai sekalian manusia, Upaya untuk memberikan kesadaran makanlah yang halal lagi baik dari apa pada umat muslim di Indonesia untuk yang terdapat di bumi”. (QS. Almengkonsumsi barang halal terus Baqarah: 168) sehingga penjaminan dilakukan oleh organisasi Majelis Ulama produk makanan halal kemudian menajdi Indonesia (MUI) dengan menanamkan salah satu himbauan dari MUI kepada stigma keutamaan mengkonsumsi barang seluruh produsen pangan untuk halal dan menjadi suatu keharusan terkait memberikan jaminan halal pada produk dengan salah satu syarat sahnya ibadah. yang ditawarkan dan perlu ada Salah satu upaya yang dilakukan oleh pencantuman label halal secara resmi dari MUI adalah dengan memberikan label MUI yang diberikan setelah pengajuan halal sebagai penjaminan halal pada sertifikasi dan melalui proses produk terutama produk pangan yang pemeriksaan terhadap produk pangan menjadi kebutuhan primer atau tersebut. 44
JURNAL LENTERA KOMUNIKASI
MUI sebelumnya menjadi satusatunya lembaga yang dipercaya untuk memberikan sertifikasi label halal kepada produsen produk pangan, obat – obatan dan kosmetika melalui pengajuan sertifikasi dari produsen yang ingin produknya mendapat status sebagai produk halal. Lembaga penjaminan produk halal MUI menggunakan lembaga independen dibawah naungannya bernama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI yang melakukan penelitian pada terhadap bahan – bahan pangan, maupun perangkat dapur yang digunakan dari produsen yang mengajukan sertifikasi halal. Himbauan MUI juga berlaku bagi umat Islam di Indonesia agar lebih selektif dalam memilih produk pangan yang dijual di pasaran dan lebih mengutamakan produk pangan yang sudah berlabelkan halal dengan memilih produk yang sudah tercantum stiker halal sebagai bukti sah bahwa produk tersebut telah melalui proses pemeriksaaan kehalalanya. Meski upaya himbauan penjaminan produk halal ini sudah berjalan lama, rupanya keberadaan MUI sebagai pemegang otonomi fatwa halal di Indonesia juga tak lepas dari pemberitaan negatif. Seperti halnya pemberitaan Tempo 24 Februari – 2 Maret 2014 yang menuliskan bahwa label halal sebagai bagian dari tindakan komersialisasi yang dilakukan oleh MUI. Hal ini juga terkait adanya isu suap bagi perusahaan penyelenggara sertifikasi halal untuk mendapat izin dari MUI dengan isu modus menukar ancaman MUI diganti dengan sejumlah uang. Pada pemberitaan tentang komersialisasi label halal pada majalah Tempo ini ditempatkan oleh Tempo di bagian laporan utama atau berita utama dengan cover depan berjudul “Astaga Label Halal” dan bergambar kaleng makanan dengan label produk bergambar babi bertuliskan “Halal” diatasnya.
Vol.2 No.1, Agustus 2016 / ISSN 2442-2991
Dengan adanya pemberitaan tersebut, kredibilitas MUI semakin menurun terutama pasca pemberitaan yang beredar di Tempo, kemudian pemberitaan tentang komersialiasasi label halal MUI menjadi merebak di media massa dan menjadi salah satu sorotan pemberitaan di beberapa media massa. Permasalahan label halal sebelumnya tak pernah tersentuh oleh media massa mengingat MUI menjadi lembaga yang diberikan kepercayaan penuh oleh Pemerintah untuk melindungi umat Islam di seluruh Indonesia. Pemberitaan negatif yang menimpa MUI juga menjadi gayung bersambut dengan Rencana Rancangan Perundangan – Undangan jaminan produk halal sehingga pemberitaan yang berawal dari satu media ini kemudian menjadi agenda yang berkelanjutan bagi kepentingan regulasi pemerintah, kepentingan MUI itu sendiri dan kontroversi pemberitaan. Pemberitaan pada Majalah Mingguan Tempo dianggap sebagai tudingan miring yang menunjukkan sikap Tempo yang sinis dan sentimen terhadap Islam. Ketika Tempo menyoroti isu label halal MUI, kemudian dapat menimbulkan reaksi keras dari kelompok Islam dan cover bergambar kaleng dengan gambar babi pada label kemudian bertuliskan logo halal MUI dianggap melecehkan MUI. Tentunya menjadi sebuah tanda tanya besar bagi peneliti terhadap pemberitaan yang ditampilkan majalah berita mingguan Tempo, apakah memang ada kepentingan ekonomi - politik media itu sendiri ataukah sebagai upaya untuk mengungkapkan kebenaran tentang upaya komersialisasi label halal yang terjadi di tubuh lembaga seperti MUI. Kajian media bisa dikatakan sangat bersinkronisasi terhadap perspektif dan pandangan publik. Namun pada penelitian ini, peneliti tidak melihat bagaimana asumsi pengaruh pemberitaan, melainkan peneliti melihat dari sudut pandang “bagaimana” pesan tersebut dibangun. Kekuatan teks pesan 45
JURNAL LENTERA KOMUNIKASI
sebagai kekuatan dasar media massa untuk masuk dalam perspektif. Keberadaan opini media tentunya tidak boleh masuk di dalam karya jurnalistik secara murni yang mengandalkan keakuratan data dan factual, selain itu tidak sesuai dengan kaidah jurnalistik. Namun pada majalah disini, peneliti mencoba melihat peran opini media untuk memperkuat konstruk berita. Upaya untuk meyakinkan public melalui penulisan dengan huruf teba pada sub judul pada cover Tempo yang bertuliskan “Petinggi Majelis Ulama Indonesia di tengarai memperdagangkan label halal. Tempo Melacak Autralia dan Belgia”. Pada sub judul disini sebagai teks yang dibuat dengan tendensi meyakinkan pembaca bahwa pemberitaan bersifat benar dengan adanya tahapan proses investigative news yang dilakukan Tempo. Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti kemudian tertarik untuk meneliti dari sisi wacana media yang diberikan dengan menggunakan paradigma kritis sebagai acuan penelitiannya. Adapun tujuan dari penelitian ini diantaranya : 1. Untuk mengetahui bagaimana Tempo dalam mengkonstruk berita tentang komersialisasi label halal MUI tersebut. 2. Untuk mengetahui bagaimana bentuk wacana yang ditonjolkan oleh majalah Tempo. 3. Untuk mengetahui apakah ada unsur kepentingan ekonomi – politik di balik pemberitaan media itu sendiri. 4. Untuk mengetahui bagaimana upaya Majalah Tempo untuk membentuk opini publik tersebut melalui pemberitaan yang disajikan tersebut.
LANDASAN TEORI Wacana
Vol.2 No.1, Agustus 2016 / ISSN 2442-2991
Kajian riset wacana bermula dari filsafat Hermeneutika yang berarti penafsiran teks kemudian berkembang menjadi kajian linguistik dan berkembang sebagai salah satu cabang riset wacana. Dalam penelitian ini konteks wacana yang diteliti adalah penafsiran atas teks tulisan. Menurut Paul Ricouer mendefinisikan hermeneutik sebagai “teori tentang seluk beluk pemahaman dalam hubungannya dengan kegiatan menafsirkan teks.” Adapun langkah – langkah metodis hermeneutika teks Paul Ricouer meliputi : a) realisasi bahasa sebagai wacana (wacana – bahasa) ; b) perubahan wacana – tuturan menjadi wacana – tulisan ; dan c) teks sebagai inti hermeneutika (dunia teks). Dalam hermeneutika posisi tuturan (parole) digantikan oleh wacana. Wacana disini diartikan sebagai bahasa yang dipakai dengan kalimat sebagai satuan pembentuknya. Masih menurut Ricouer, ketika wacana dipahami sebagai peristiwa mengasumsikan “ada sesuatu yang terjadi ketika seseorang berbicara.” Arti “sesuatu yang terjadi” mengacu pada pemahaman bahwa wacana adalah peristiwa dengan empat ciri yang menyertainya. Keempat ciri tersebut antara lain 1) wacana selalu terkait dengan tempat dan waktu tertentu ; 2) wacana selalu memiliki subjek dalam arti “siapa yang berbicara ?”. Ketika peristiwa terjadi ada seseorang yang menghadirkan bahasa dalam waktu dan tempat tertentu. 3) wacana selalu menunjuk pada sesuatu yang sedang dibicarakan, merujuk pada dunia yang sedang ia gambarkan ; 4) wacana merupakan lokus bagi terjadinya proses komunikasi, pertukaran pesan – pesan dan peristiwa. (Fashri,2014 : 35). Wujud wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran (tuturan) lisan dan tulis. Wacana dengan unit konversasi ini memerlukan unsur komunikasi yang berupa sumber (pembicara/penulis/pendengar), penerima (pendengar/pembaca/pembicara) sauran 46
JURNAL LENTERA KOMUNIKASI
komunikasi, pesan dan pokok masalah. Semua unsur komunikasi berhubungan dengan fungsi bahasa. (Djajasudarma,2006 : 14). Pemaparan wacana ini sama dengan tinjauan isi, cara penyusunan, dan sifatnya. Berdasarkan pemaparan, wacana meliputi wacana : naratif, procedural, hortatory, ekspositori, dan deskriptif. Dikaitkan dalam konteks berita, “ujaran” atau “tuturan” menjadi nilai penting sebagai pernyataan langsung narasumber yang memiliki pengaruh kuat dalam pembentukan wacana media. Media massa menjadi bagian kebiasaan hidup yang tak bisa dilepaskan. Terkadang pada tingkat tertentu, seseorang merasa tak mampu beraktivitas apabila ia belum membaca surat kabar atau menonton televisi pada hari itu. Menyikapi hal tersebut, upaya media untuk membangun sebuah wacana sebagai pemanfaatan situasi atas fungsi media sebagai kepanjangan tangan dari manusia itu sendiri. Dalam media massa, pembentukan wacana ujaran kemudian menjadi wacana tulisan dengan maksud untuk diinterpretasikan oleh pembaca secara luas. Perubahan wacana – ujaran menjadi wacana tulisan menimbulkan persoalan lebih lanjut yaitu menyangkut kedudukan dunia teks. Problem tersebut terkait dengan konsepsi mengenai sense (arti) dan reference (rujukan). Sense adalah isi ideal wacana menurut struktur formalnya. Sementara reference adalah gerak transenden untuk menjangkau realitas yang terkait dengan klaim kebenaran. (Fashri,2014 : 37). Realisasi wacana sebagai karya juga memberlakukan dua kutub yang terdapat di dalam wacana, yaitu peristiwa dan makna. Di satu sisi, sebuah karya dikaitkan dengan peristiwa ketika kita memahami bahwa kegiatan menciptakan karya yang terstruktur, memiliki genre dan style tertentu merupakan aspek kejadian. Sisi lain, sebuah karya hanya dapatdi pahami melalui makna.
Vol.2 No.1, Agustus 2016 / ISSN 2442-2991
Studi analisis wacana bukan sekedar mengenai pernyataan, tetapi juga struktur dan tata aturan dari wacana. Realitas dipahami sebagai seperangkat konstruk yang dibentuk melalui wacana. Realitas itu sendiri, menurut Foucault, tidak bisa didefinisikan jika kita tidak mempunyai akses dengan pembentukan struktur diskursif tersebut. Kita mempersepsi dan bagaimana kita menafsirkan objek dan peristiwa dalam sistem makna tergantung pada strutur diskursif. Menurut Foucault, pandangan kita tentang suatu objek dibentuk dalam batas – batas yang telah ditentukan oleh sruktur diskursif tersebut : wacana dicirikan oleh batasan bidang dari objek, definisi dari perspektif yang paling dipercaya dan dipandang benar. Persepsi kita tentang suatu objek dibentuk dengan dibatasi oleh praktik diskursif : dibatasi oleh pandangan yang mendefinisikan sesuatu bahwa yang ini benar dan yang lain tidak. Wacana membatasi bidang pandangan kita, mengeluarkan sesuatu yang berbeda dalam batas – batas yang telah ditentukan. Ketika aturan dari wacana dibentuk, pernyataan kemudian di sesuaikan dengan garis yang telah ditentukan. (Eriyanto,2006 : 74). Pada penelitian ini, penulis menggunakan paradigma penelitian konstruktivis. Dalam hal ini dilihat bahwa Wacana membentuk dan mengkonstruksikan peristiwa tertentu dan gabungan dari peristiwa – peristiwa tersebut ke dalam narasi yang dapat dikenali oleh kebudayaan tertentu. Menurut Bungin (2011 : 212) Pembentukan konstruksi pada masyarakat melalui tiga tahap : 1. Konstruksi pembenaran sebagai suatu bentuk konstruksi media massa yang terbangun di masyarakat yang cenderung membenarkan pada apa saja yang ada di media massa sebagai sebuah realitas kebenaran. 2. Kesediaan dikonstruksi oleh media massa, yaitu sikap generik dari tahap yang pertama. 47
JURNAL LENTERA KOMUNIKASI
3. Menjadikan konsumsi media massa sebagai pilihan konsumtif, di mana seseorang secara habit tergantung pada media massa. Dalam suatu masyarakat biasanya terdapat berbagai macam wacana yang berbeda satu sama lain, namun kekuasaan memilih dan mendukung wacana tertentu sehingga wacana tersebut menjadi dominan, sedangkan wacana lainnya akan muncul istilah “terpinggirkan” atau tidak terlalu diperhatikan atau “terpendam” sebagai tersembunyi. (Eriyanto,2006 : 77).
METODE PENELITIAN Pada penelitian wacana ini menggunakan pendekatan metode penelitian kualitatif yang dimana pendekatan kualitatif ini dalam komunikasi menekankan pada bagaimana sebuah pendekatan dapat mengungkapkan makna – makna dari konten komunikasi yang ada sehingga hasil – hasil penelitian yang diperoleh berhubungan pemaknaan dari sebuah proses komunikasi yang terjadi. Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip – prinsip umum yang mendasari perwujudan dan sebuah makna dari gejala – gejala sosial di dalam masyarakat.(Bungin,2011 : 306) Pendekatan kualitatif mencakup berbagai metodologi yang fokusnya menggunakan pendekatan interpretatif dan naturalistik terhadap pokok kajiannya. Seperti halnya pada penelitian yang dilakukan dengan analisis tekstual yang dimana riset dilakukan dengan menganalisis teks berita utama pada majalah mingguan Tempo edisi 24 Februari – 2 Maret 2014. Analisis tekstual sendiri sebenarnya memberikan perangkat atau tools for analysis teks – teks media agar peneliti mampu mengungkap konstruksi yang tersembunyi dalam konstruk sebuah teks media, dengan pemaknaan yang berbeda
Vol.2 No.1, Agustus 2016 / ISSN 2442-2991
– beda, sehingga masyarakat diharapkan tidak hanya percaya begitu saja dengan realitas yang dibentuk dan diciptakan serta didistribusikan dalam teks – teks media yang dikonsumsi sehari – hari. Analisis teks sebagai sebuah metodologi dalam tradisi penelitian studi – studi media dan budaya yang selama ini digunakan untuk menganalisis teks yang di dalamnya terdapat tanda – tanda yang mempunyai makna. Analisis tekstual adalah suatu cara yang digunakan unuk mendapatkan dan menganalisis informasi dalam riset akademik.(Ida,2014 : 65). Teknik Pengumpulan Data Korpus atau unit analisis data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa berita media massa Majalah mingguan Tempo edisi 24 Februari – 2 Maret 2014. Pada bagian berita utama yang terdiri dari laporan utama sebanyak 11 halaman. Selain dokumen, data primer yang digunakan adalah berupa wawancaa mendalam (Depth Interview) dengan redaktur utama majalah Tempo, Yudhono Akhmadi, kemudian dengan narasumber yang menjadi objek berita, KH.Amidhan Shaberah selaku Ketua bidang Fatwa, Majelis Ulama Indonesia sebagai informan. Teknik Analisis Data Pada teknik analisis data yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode Analisis Wacana dari Theo Van Leuwen yang menggunakan inklusi dan eksklusi. Melalui metode ini maka dapat dilihat bagaimana sumber – sumber berkompeten saling melengkapi ataukah ada sumber – sumber yang dihilangkan oleh media atau tidak melibatkan sumber berkompeten dalam sumber berita maupun pembentukan wacana berita. Pada Exclusion (Eksklusi), ada beberapa strategi bagaimana aktor (seseorang atau kelompok) dikeluarkan dalam pembicaraan. Diantaranya dapat 48
JURNAL LENTERA KOMUNIKASI
digambarkan sebagai berikut (Eriyanto, 2006 : 173 – 189) : 1. Pasivasi Eksklusi adalah suatu isu yang sentral dalam analisis wacana. Pada dasarnya proses ini adalah proses bagaimana satu kelompok atau aktor tertentu tidak dilibatkan dalam suatu pembicaraan atau wacana. 2. Nominalisasi Strategi wacana lain yang sering dipakai untuk menghilangkan kelompok atau aktor social tertentu adalah lewat nominalisasi. Sesuai dengan namanya, strategi ini berhubungan dengan mengubah kata kerja (verba) menjadi kata benda (nomina). Kenapa nominalisasi dapat menghilangkan aktor / subjek dalam pemberitaan ? ini ada hubungannya dengan transformasi dari bentuk kalimat aktif. Dalam struktur kalimat yang berbentuk aktof, selalu membutuhkan subjek. Kalimat aktif juga selalu berbentuk kata kerja, yang menunjuk pada apa yang dilakukan (proses) oleh subjek.
3. Penggantian Anak Kalimat Penggantin subjek juga data dilakukan dengan memakai anak kalimat yang sekaligus berfungsi sebagai pengganti aktor. Sementara itu pada Inclusion (Inklusi), ada beberapa macam strategi wacana yang dilakukan ketika sesuatu, seseorang atau kelompok yang ditampilkan dalam teks. Van Leeuwen menjelaskannya demikian, yang akan diringkas sebagai berikut : 1. Diferensiasi - Indiferensiasi Suatu peristiwa atau seorang aktor sosial bisa ditampilkan dalam teks secara mandiri, sebagai suatu peristiwa yang unik atau khas, tetapi bisa juga dibuat kontras dengan menampilkan peristiwa atau aktor lain dalam teks.
Vol.2 No.1, Agustus 2016 / ISSN 2442-2991
Hadirnya (inclusion) peristiwa atau kelompok lain selain yang diberitakan itu, menurut van Leeuwen, bisa menjadi penanda yang baik bagaimana suatu kelompok atau peristiwa direpresentasikan dalam teks. 2. Objektivasi – Abstraksi Elemen wacana ini berhubungan dengan pertanyaan apakah informasi mengenai suatu peristiwa atau aktor sosial ditampilkan dengan memberi petunjuk yang konkret ataukah yang ditampilkan adalah abstraksi. 3. Nominasi – Kategorisasi Dalam suatu pemberitaan mengenai aktor (seseorang / kelompok) atau mengenai suatu permasalahan, sering kali terjadi pilihan apakah aktor tersebut ditampilkan apa adanya, ataukah yang disebut adalah kategori dari aktor sosial tersebut. Kategori ini bisa bermacam – macam yang menunjukkan ciri penting dan sebagainya. Peneliti tentunya harus kritis melihat bagaimana suatu kelompok dimarjinalkan atau dikucilkan dengan memberikan kategori atau label yang buruk. 4. Nominasi – Identifikasi Strategi wacana ini hampir mirip dengan kategorisasi, yakni bagaimana suatu kelompok peristiwa, atau tindakan tertentu didefinisikan. Bedanya dalam identifikasi, proses pendefinisian itu dilakukan dengan memberi anak kalimat sebagai penjelas. Dalam hal ini, memilik dua proposisi, di mana proposisi kedua adalah penjelas atau keterangan dari proposisi pertama. 5. Determinasi – Indeterminasi Dalam pemberitaan sering kali aktor atau peristiwa disebutkan secara jelas, tetapi sering kali juga tidak jelas (anonim). Anonimitas ini karena wartawan belum mendapatkan buku yang cukup untuk menulis, sehingga lebih aman untuk menulis anomnim. Bisa juga ada ketakutan structural kalau kategori 49
JURNAL LENTERA KOMUNIKASI
yang jelas dari seorang aktor sosial tersebut disebut dalam teks. 6. Asimilasi - Individualisasi Strategi wacana ini berhubungan dengan pertanyaan, apakah aktor sosial yang diberitakan ditunjukkan dengan jelas kategorinya ataukah tidak. Asimilasi terjadi ketika dalam pemberitaan bukan kategori aktor sosial yang spesifik yang disebut dalam berita tetapi komunitas atau kelompok sosial di mana seseorang tersebut berada. 7. Asosiasi – Disosiasi Strategi wacana ini berhubungan dengan pertanyaan, apakah aktor atau suatu pihak ditampilkan sendiri ataukah ia dihubungkan dengan kelompok lain yang lebih besar. Ini adalah proses yang seringkali terjadi dan tanpa kita sadari.
PEMBAHASAN Pada analisis berita mengenai komersialisasi Majalah mingguan Tempo edisi 24 Februari – 2 Maret 2014 terletak pada bagian berita utama berjudul “Transaksi Mahal Label Halal”, “Dua Label Daging Flemington dan “Pengakuan “Dosa”Pemain Utama” yang terdiri dari laporan utama sebanyak 11 halaman kemudian ditambah 1 halaman interview dengan Ketua Fatwa pihak Majelis Ulama Indonesia, Dr. KH. Amidhan Shaberah, MA.
Cover Tempo edisi 24 Februari – 2 Maret 2014
Vol.2 No.1, Agustus 2016 / ISSN 2442-2991
Pada pemberitaan berjudul “Transaksi mahal label halal ini” majalah minggu Tempo mengulas tentang bagaimana pencabutan ijin oleh KH.Amidhan Shaberah selaku Ketua Fatwa MUI yang juga membidangi urusan ekonomi, dan Ichwan Syam, selaku Sekretaris Jenderal terhadap Australia Halal Food Services (AFHC) sebagai lembaga pemberi sertifikasi halal dikarenakan penyembelihan hewan tidak sesuai dengan syariat Islam, kemudian di salin rupa kan menjadi Halal Certification Council. Hal tersebut dalam pemberitaan dijelaskan bahwa dari pihak AHFC bernama Lotfi dan Chawk telah mentransfer sejumlah uang kepada petinggi MUI yaitu KH.Amidhan sendiri senilai Aus$3.000 dan jumlah terbesar Aus$10 ribu atau sekitar Rp.105 Juta melalui rekening Commonwealth agar tidak mencabut ijin AHFC yang dimana terdapat somasi dari petinggi MUI tertanggal 14 Maret 2013 berupa pencabutan ijin AHFC karena sebagai sanksi tidak mengikuti ketentuan pensertifikasian halal. Pada pengakuan MUI, keterangan ketidaksesuaian prosedur sertifikasi yang dilakukan oleh AHFC diperoleh dari 21 lembaga islam di Australia. Selain itu ada kontroversi mengenai kontrak pemberian izin label ketika ijin penyelenggaraan lembaga dicabut. Menurut Amidhan, hal tersebut dinilai palsu karena tidak ada kontrak pemberian izin label halal kepada perusahaan yang ijinnya telah dicabut. Penekanan informasi disini menjadi rancu akan kebenarannya lantaran pernyataan akan bukti transfer justru bukan diungkapkan oleh Lotfi dan Chawk langsung sebagai pimpinan dari AHFC itu sendiri, melainkan informasi dari Imran Musa, Chief Executive Officer ARK Incorporated Singapura yang merupakan kolega dari Lotfi dan Chawk yang mengaku memiliki bukti berupa slip pentransferan uang, sementara dari Lotfi dan Chawk sendiri 50
JURNAL LENTERA KOMUNIKASI
tidak ada pernyataan langsung mengenai transfer sejumlah uang kepada petinggi MUI. Sehingga pada pemberitaan majalah Tempo disini justru mengesampingkan pernyataan langsung dari pihak terlibat. Kemudian pada pengakuan Mohamed El- Moelhey, Presiden Halal Certification Authority yang mengatakan bahwa sudah menjadi rahasia umum di Australia, untuk mendapat izin, mesti menyuap pejabat MUI. Pada pernyataan ini, majalah Tempo mengulasnya secara luas pernyataan - pernyataan dari Moelhey dan meminimalisir pendapat Amidhan sehingga memberikan penekanan kesan ada pembenaran bahwa ada upaya suap menyuap kepada petinggi MUI yang kemudian juga ditegaskan dalam kalimat kiasan “Gratis di atas kertas, tak seperti itu kenyataannya.” Terjadi pemaknaan bias pemberitaan pada halaman 36 pada paragraph ke 9 yang mencantumkan kata “kasak – kusuk” yang diartikan sebagai informasi yang tidak pasti mengenai ada hubungan khusus antara Amidhan dengan Esad Alagic, Pemimpin Islamic Coordinating Council of Victoria (ICCV), salah satu lembaga halal terbesar di negara bagian itu, yang 60 persen labelnya untuk produk ekspor ke Indonesia dan dikaitkan dengan masalah izin Halal Certification Authority. Berkaitan dengan masalah anggapan ada hubungan khusus ini, Tempo tidak memuat ada pernyataan langsung dari pihak Esad sendiri yang bisa menjelaskan keterkaitan anggapan hubungan tersebut dan hanya memuat pernyataan langsung dari Moelhey “Esad tak rela ada pesaing bisnisnya di Victoria”. Dalam analisa berita diatas, terjadi ketidakberimbangan dalam pemuatan pernyataan dari kedua pihak berlawanan antara pihak Lembaga Sertifikasi Halal Australia dan Amidhan. Tentunya hal ini Tempo lebih banyak memuat sisi berita dari pernyataan AHFC maupun Halal Certification Authority sementara
Vol.2 No.1, Agustus 2016 / ISSN 2442-2991
pernyataan Amidhan sendiri hanya diulas sebatas sebagai pernyataan penampik. Dapat dikatakan bahwa Tempo setuju dengan pernyataan Lembaga Sertifikasi Halal Australia dan penyudutan pernyataan Amidhan. Selain itu ada penghilangan pendapat aktor / pihak dari MUI selain Amidhan yang namanya disebutkan dalam pencabutan ijin AHFC seperti Ichwan Syam sebagai Sekretaris Jenderal MUI yang juga meneken surat pencabutan izin perusahaan. Dalam hal ini Tempo tidak melibatkan pernyataan dari Ichwan syam terkait masalah dugaan komersialisasi halal MUI dan pendukung keberimbangan sumber berita. Kemudian pada judul berita “Dua Label Daging Flemington” lebih kepada prosedur pengolahan daging secara halal baik dijelaskan oleh MUI itu sendiri maupun Islamic Coordinating Council of Victoria (ICCV) yang dimana proses pengolahan daging halal dan non halal tidak boleh di kelola pada satu atap ataupun di tempat yang sama. Dalam analisa pemberitaan ini Tempo masih mengupayakan keberimbangan berita dalam menjelaskan standar yang berbeda dalam prosedur lembaga negara dalam pemberian setifikasi halal dari masingmasing negara walaupun dalam pemberitaan juga berisi konten saling melemparkan kesalahan terhadap penyalahan prosedur pengolahan daging halal yang tidak sesuai prosedur sertifikasi. Pada judul berita “Pengakuan “Dosa” Pemain Utama”. Pada judul “pengakuan Dosa” di sini dimaknai sebagai pengakuan dari perusahaan pemberi suap. Pada pemberitaan ini sebagai permasalahan terindikasinya pemalsuan sertifikat halal yang diinfomasikan dari Halal Transactions of Omaha (HTO), Lembaga Sertifikasi Halal yang berkantor di Negara Bagian Nebraska, Amerika Serikat yang menemukan puluhan sertifikat palsu berkop HTO yang dibuat Citizen Foods, Westburry, New York, eksportir 51
JURNAL LENTERA KOMUNIKASI
penyuplai daging CV.Sumber Laut Perkasa pada tahun 2007 - 2010. Atas temuan HTO itu, MUI melayangkan surat pada 4 Juni 2010 meminta Kementerian Pertanian meninjau ulang izin impor Sumber Laut Perkasa. Pada penyelesaian permasalahan dengan dikeluarkannya surat permintaan maaf dari Sumber Laut Perkasa dan permintaan maaf diterima oleh MUI dengan surat balasan yang diberikan kepada sekretaris Sumber Laut Perkasa. Namun pada pengemasan pemberitaan ini majalah Tempo berupaya mengemas pemberitaan bahwa ada modus suap yang dilakukan Sumber Laut Perkasa kepada pihak MUI agar izin impor dapat dilanjutkan dan tidak mempersoalkan lagi sertifikat halal Sumber Laut Perkasa walaupun ada pernyataan tentang Sumber Laut Perkasa tidak memberikan pelicin kepada Lembaga Pengkajian Pangan MUI. Penekanan pengemasan modus informasi ini ditekankan pada halaman 41 paragraph 8 yang bertuliskan “Lolosnya Basuki dari jeratan sertifikat palsu ini sudah diperkirakan banyak importir daging. Sebab, Basuki telah berpengalaman pada soal yang sama.” Kalimat ini memiliki makna bahwa permasalahan terhadap impor daging sudah menjadi hal biasa dialami Sumber Laut Perkasa dan kerap mudah lolos dari beragam jeratan permasalahan karena dengan penegasan pada kalimat “sudah diperkirakan banyak importir” kata ‘diperkirakan’ dalam pemaknaan sudah menjadi prediksi atau suatu hal yang biasa diketahui dan kerap terjadi pada sesuatu yang kemudian menjadi sebuah asumsi akan sebuah realitas. Pada kalimat berita ini terdapat maksud dibalik lolosnya Basuki, pimpinan Sumber Laut Perkasa dari permasalahan pemalsuan sertifikat halal. Pada analisa pemberitaan ini, Tempo menggambarkan bahwa ada kecurigaan MUI menerima suap yang dilakukan oleh Basuki kepada LPPOM
Vol.2 No.1, Agustus 2016 / ISSN 2442-2991
MUI. Tentunya dalam maksud pemberitaan ini menjadi rancu karena tidak dibarengi dengan pernyataan jelas dari Basuki itu sendiri dan juga keterangan langsung dari Amidhan Shaberah sebagai pemegang peran utama dalam pemberian sertifikasi halal. Meski tidak bersifat pemojokan terhadap MUI itu sendiri namun kapasitas pernyataan MUI masih minim sehingga perimbangan berita masih dinilai kurang. Selain itu ada ketidak sinkronan antara judul dan konten berita terkait “Pengakuan Dosa” yang dimana Tempo menempatkan Sumber Laut Perkasa sebagai pemeran utama namun teks berita justru tidak memuat pengakuan dari perusahaan itu sendiri sebagai bukti factual yang dijelaskan secara rinci untuk memperkuat peran subjek. Komposisi yang tidak berimbang melainkan hanya pandangan sentiment dari perusahaan pesaing menyikapi kasus sertifkat halal palsu. Beradsarkan ini dapat dilihat bahwa sumber aktor yang dihilangkan menjadi tidak berimbang. Dalam pembahasan analisa teks keseluruhan diatas, representasi MUI dalam wacana komersialisasi label halal dapat dijelaskan dalam model analisa wacana Theo Van Leuween seperti tabel berikut :
52
JURNAL LENTERA KOMUNIKASI Tabel 1 Konteks Situasi Yang Digambarkan Media
Dalam hasil wawancara dengan petinggi MUI, Dr. KH. Amidhan Shaberah, MA, Ketua Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyikapi kasus terkait dengan isu komersialisasi label halal yang termuat dalam berita majalah Tempo edisi 24 Februari – 02 Maret 2014 menjelaskan bahwa tidak ada transaksi suap menyuap antara Perusahaan Sertifikasi Halal Australia kepada MUI ataupun gratifikasi yang bersifat paksaan. Menurutnya somasi dan pencabutan izin terhadap perusahaan pemberi sertifikat halal di Australia seperti AHFC yang telah memberi label halal kepada pejagalan yang menyembelih sapi tak sesuai dengan syariah. Pencabutan izin perusahaan sertifikasi yang sebagai ditunjuk MUI sebagai perwakilan perusahaan pengawas dan pemberi sertifikat halal, sudah sesuai dengan prosedur karena ditemukannya pelanggaran ketentuan. Apabila perusahaan yang dicabut izinnya kemudian Menurut Amidhan, pemberian izin untuk persertifikasian halal tidak dikenakan tariff. Menurutnya ketika izin pemberian sertifkasi halal keluar, MUI sudah tidak lagi punya hubungan dengan
Vol.2 No.1, Agustus 2016 / ISSN 2442-2991
lembaga tersebut, kecuali saat audit dua tahun sekali. Hal tersebut, menurutnya pengganti tarif adalah pemberian kontribusi dengan pemberdayaan komunitas muslim di negara tersebut, memberikan sarana ibadah kepada umat islam dan kebersihan tempat ibadah dan lain sebagainya. Terkait dengan pemberian dana, dalam wawancara, Amidhan mengatakan “Izin sertifikasi berlaku dua tahun. Kami audit apakah mereka memberikan label halal yang benar kepada produsen sesuai dengan syariah. Karena kami lembaga nirlaba dan tak ada biaya, mereka harus menanggung biaya transportasi dan akomodasi selama di sana.” Amidhan mengaku bahwa tidak ada honor dalam pemberian izin pengadaan sertifikasi. Amidhan hanya menyampaikan kalau anggaran yang dikeluarkan dari pemerintah negara setempat hanya untuk kepentingan akomodasi dan transportasi karena kewajiiban perusahaan tersebut ketika proses pengauditan harus memberikan dana untuk keperluan pengaudit dari MUI. Apabila tuduhan pemberian gratifikasi yang diberikan kepada pihak MUI, tidak dipungkiri oleh Amidhan bahwa yang diterima hanya sebatas honor menjadi pembicara dan bersifat inisiatif penyelenggara bukan didasarkan atas paksaan. Sementara itu, dalam hasil wawancara dengan redaktur majalah Tempo, Yudhono Akhmadi memaparkan bahwa dalam memberitakan kasus komersialisasi label halal dari Majelis Ulama Indonesia dirinya mengkoordinasi beberapa wartawan di lapangan termasuk proses investigasi hingga ke Australia dan Belgia untuk menemui langsung pihak – pihak lembaga sertifikasi halal disana dan mendapati beberapa kesaksian sumber termasuk bukti fisik pengakuan dari Mohamed El-Moelhey. Diakui oleh Yudhono bahwa ada ketidakberimbangan berita pada majalah Tempo dikarenakan sebagai tujuan memegang peran sebagai 53
JURNAL LENTERA KOMUNIKASI
salah satu pilar demokrasi yang memiliki kebebasan berpendapat sebagai cerminan dalam kebebasan pers. Selain itu Tempo sendiri sudah mengantongi bukti dan kesaksian dari pihak-pihak yang bersangkutan meskipun bukti – bukti yang dipegang tidak ditampilkan dalam pemuatan gambar di majalah Tempo. Sehingga keakuratan berita dijamin.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan analisa teks pada bab pembahasan sebelumnya dengan pendekatan model analisis wacana Theo Van Leuween dan juga berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber yang bersangkutan, dapat disimpulkan bahwa wacana yang dibangun oleh Tempo adalah kerancuan fakta adanya komersialisasi izin mengeluarkan sertifikat label halal dari Lembaga sertifikasi halal di Australia dan Belgia. Wacana ini tentu bersumber dari pemberitaan yang dikeluarkan MUI yang terdapat ketidakberimbangan berita pada Majalah Tempo terutama dalam memberikan porsi pemberitaan dengan mendominasikan pernyataan narasumber dari Lembaga penyelenggaraan sertifikasi halal asing dan meminimalisir pernyataan dari Majelis Ulama. Potensi pemberitaan yang mengundang pernyataan-pernyataan yang belum pasti tentuny berpotensi pada wacana negatif, mengingat permasalahan Sehingga dapat diasumsikan bahwa terdapat sikap sentiment pada Majalah Tempo terhadap MUI. Asumsi ini dipertegas juga dengan Majalah Tempo yang melibatkan opini dalam rubrik opini edisi 24 Februari – 2 Maret 2014 yang berjudul “Praktek Haram Untuk Label Halal.” Dapat dikatakan bahwa Tempo telah melanggara kode etik jurnalistik dengan memberikan justifikasi pemberitaan yang kebenarannya masih
Vol.2 No.1, Agustus 2016 / ISSN 2442-2991
bersifat rancu dalam pemberitaan dan juga tidak ada penguatan bukti pada pemberitaan yang dikeluarkan seperti pernyataan secara penuh pihak – pihak yang dirugikan oleh MUI. Kemudian majalah Tempo meminimalisir pernyataan narasumber dari pihak MUI yang masih bersifat minim. Termasuk tidak melibatkan wawancara atau pernyataan yang diucapkan langsung oleh pihak-pihak dari MUI yang terlibat dalam pemberian izin penyelenggaraan sertifikasi halal di Australia dan Belgia. Kemudian tidak melibatkan pernyataan langsung dari Ketua umum Majelis Ulama Indonesia, Prof.Dr.Din Syamsuddin yang tentunya juga sebagai petinggi utama MUI yang memiliki andil dalam operasional MUI. Sehingga banyak individu / aktor penting yang tidak dilibatkan dalam pemberitaan. Dapat disimpulkan juga bahwa pengembangan wacana disini tidak lepas dari asumsi media itu sendiri melalui pemberitaan sekaligus melibatkan opini dalam rubrikasi majalah. Sehingga pelanggaran kode etik disini bukan hanya tidak mementingkan asas praduga tak bersalah melainkan mencampuradukkan opini dalam konteks pemberitaan. Saran Saran yang dapat diberikan penulis berdasarkan penelitian ini, hendaknya Majalah Tempo tetap memperhatikan Asas Praduga Tak Bersalah sesuai dengan ketentuan Undang – Undang pers 1999 pasal 4 ayat 4 yang dimana media perlu melakukan klarifikasi lebih mendalam atas fakta yang ditemukan dilapangan dan informasi yang diterima. Selain itu itu perlu menempatkan pernyataan narasumber secara berimbang sehingga tidak ada justifikasi dini ketika me wacana kan peristiwa. Keberimbangan menjadi salah satu nilai penting dalam pemberitaan. Pada pernyataan sumber hendaknya juga didukung dengan pernyataan aktor / individu sebagai narasumber yang 54
JURNAL LENTERA KOMUNIKASI
memiliki peran utama sebagai petinggi dari majelis ulama atau ketua umum Majelis Ulama Indonesia untuk memberikan pernyataan terkait dengan kebenaran dan klarifikasi kasus. Dengan kelengkapan pernyataan narasumber yang berkompeten maka media tidak mengutamakan penyudutan objek berita. Selain itu majalah Tempo hendaknya juga tidak mencampurkan opini dan berita seperti halnya dalam ketentuan kode etik jurnalistik. Hal ini ditujukan agar pemberitaan lebih obyektif, berimbang dan tidak bersifat media propaganda.
DAFTAR PUSTAKA Berger, Peter L. & Thomas Luckman. The Social Construction of Reality : A Treatise in the Sociology of Knowledge. Penguin Books, New York. Bungin, Burhan.2008. Konstruksi Sosial Media Massa. Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Eriyanto.2006. Analisis Wacana. PT. LKIS Pelangi Aksara, Yogyakarta. Djajasudarma,T.Fatimah.,2006. ”Wacana” Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung : Refika Aditama.
Vol.2 No.1, Agustus 2016 / ISSN 2442-2991
Kovach, Bill & Tom Rosentiel. 2006. Sembilan Elemen Jurnalisme. Pantau, Jakarta. Kriyantono, Rachmat. 2008.Riset Komunikasi. Kencana Prenada Media Group, Jakarta LittleJohn & Foss. 2008.Teori Komunikasi : Theories of Human Communication. Salemba Humanika, Jakarta. Moleong. J. Lexy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, Mosco, Vincent. 1996. The Political Economy of Communication: Rethinking and Renewal, Sage Publication, London Rivers, William L, Jay W.Jensen, dan Theodore Peterson. 2008. Media & Masyarakat Modern, Ed.2. Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Rusadi, Udi,.M.S. 2015. Kajian Media (Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode). Rajawali Press, Depok. Wibowo, Indiwan Seto Wahju. 2015. Media dan Terorisme (Seri Metodologi Penelitian Kualitatif). Deepublish, Jakarta.
Fashri, Fauzi. (2014). Pierre Bourdie : Menyingkap Kuasa Simbol. Jalasutra, Yogyakarta Golding, Peter and Graham Murdock. 1997. The Political Economy of Media .Vol.I. Edward Elgai: Publishing Limited, Cheltenham, UK. Ida, Rachmah.2014. Metode Penelitian Studi Media dan Kajian Budaya. Kencana Media Prenada, Jakarta
55