ISSN : 1410-1807
SIASAT (Vol. 23 No. 2 Oktober 2014)
PROGRAM FASILITASI BIAYA HIDUP BAGI LANJUT USIA DALAM TINJAUAN SOSIOLOGI PEMERINTAHAN (Studi di Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi) Budi Mulianto Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Riau, Jl. Kaharuddin Nasution KM 11, No, 113 Marpoyan Simpang Tiga Pekanbaru
Abstract This study examines in depth about social welfare in sociological viewpoint of government. One form of such programs is the facilitation of the cost of living for the elderly in nursing category. Programs initiated since 2011 through the decree No. 12 of 2011 on the Facilitation Program Cost of Living for Elderly In Nursing Category Singingi Kuantan District, has an impact on local policy target object. At least the public perceived positive implications Kuantan Singingi with the presence of these policies for the improvement of social welfare and as the government's attention Kuantan Singingi the elderly community. This study used a qualitative research method, it can adapt to many influences together and to patterns of values encountered. Facilitation program cost of living for the elderly in nursing in the sub category Kuantan Tengah Kuantan Singingi an action in the form of sociology as a government application forms of individual problems. The survey results revealed that the results of the implementation of the program facilitation cost of living for the elderly in nursing category appropriate indicators of program achievement in District Kuantan Tengah Kuantan Singingi have a good interaction between the government and the governed. Facilitation program cost of living for the elderly has given an application form sociology of government in an effort to meet the needs of the community for the physiological needs of welfare problems that the elderly in nursing category. The impact of facilitation program cost of living for the elderly in nursing category in District Kuantan Tengah Kuantan Singingi can be aided and useful physical, psychological and social benefits for the elderly beneficiaries facilitation. . Keywords: Facilitation cost of living, The sociology of government.
48
SIASAT (Vol. 23 No. 2 Oktober 2014)
Latar Belakang Masalah Upaya pemenuhan kesejahteraan sosial telah menjadi perhatian Nasional. Diasumsikan bahwa kemajuan bangsa ataupun keberhasilan pemerintah tidak lagi dilihat dari sekedar meningkatnya angka pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dari keberhasilan dari pembangunan nasional. Kegiatan pembangunan telah dilakukan oleh beberapa pemimpin pemerintahan sejak pasca kemerdekaan tahun 1945. Namun demikian, harus diakui setelah beberapa kali pemerintahan berganti, taraf kesejahteraan rakyat Indonesia masih belum maksimal. Pemenuhan taraf kesejahteraan sosial perlu terus diupayakan mengingat sebagian besar rakyat Indonesia masih belum mencapai taraf kesejahteraan sosial yang diinginkannya. Kemampuan penanganan terhadap para penyandang masalah kesejahteraan sosial pun menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Seperti penanganan masalah kemiskinan, kecacatan, keterlantaran, ketunaan sosial maupun korban bencana alam dan sosial. Menurut Birdsal (dalam Bachtiar Chamsyah, 2007: 2), bahwa Kemajuan pembangunan ekonomi tidak akan ada artinya jika kelompok rentan penyandang masalah sosial, tidak dapat terlayani dengan baik. Untuk itu pembangunan bidang kesejahteraan sosial terus dikembangkan bersama dengan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi jelas sangat mempengaruhi tingkat kemakmuran suatu negara, namun pembangunan ekonomi yang sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar, tetap tidak akan mampu menjamin kesejahteraan sosial pada setiap masyarakat. Bahkan pengalaman Negara
ISSN : 1410-1807
maju dan berkembang seringkali memperlihatkan jika prioritas hanya difokuskan pada kemajuan ekonomi memang dapat memperlihatkan angka pertumbuan ekonomi.Namun sering pula gagal menciptakan pemerataan dan menimbulkan kesenjangan sosial. Akhirnya dapat menimbulkan masalah kemiskinan yang baru. Oleh karenanya penanganan masalah kemiskinan harus didekati dari berbagai sisi baik pembangunan ekonomi maupun kesejahteraan sosial. Masalah kemiskinan dewasa ini bukan saja menjadi persoalan bangsa Indonesia. Kemiskinan telah menjadi isu global dimana setiap negara merasa berkepentingan untuk membahas kemiskinan, terlepas apakah itu negara berkembang maupun sedang berkembang. Seperti yang dikatakan oleh Roebyantho (2011: 4) bahwa; Negara sedang berkembang di sebagian wilayah Asia dan Afrika, sangat berurusan dengan agenda pengentasan kemiskinan. Sebagian besar rakyat di kawasan ini masih menyandang kemiskinan. Sementara bagi negara maju, mereka pun sangat tertarik membahas kemiskinan. Ketertarikan itu karena kemiskinan di negara berkembang berdampak pada stabilitas ekonomi dan politik mereka. Asas Penyelenggaraan Pemerintahan menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 20, dinyatakan bahwa: (1) Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas: a. asas kepastian hukum; b. asas tertib penyelenggara negara; c. asas kepentingan umum;
49
ISSN : 1410-1807
SIASAT (Vol. 23 No. 2 Oktober 2014)
d. asas keterbukaan; e. asas proporsionalitas; f. asas profesionalitas; g. asas akuntabilitas; h. asas efisiensi; dan i. asas efektivitas. (2) Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekosentrasi sesuai dengan peraturan perundangundangan. (3) Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan (UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 20). Tiga Elemen Dasar menurut pandangan Midgley (2005: 13), kondisi kesejahteraan sosial mencerminkan tiga elemen dasar, yaitu : 1. Ketika Masyarakat dapat mengontrol dan mengatasi masalahnya. 2. Jika masyarakat dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya untuk hidup layak. 3. Jika masyarakat memiliki kesempatan untuk mengembangkan taraf hidup dan potensi yang dimilikinya.
Bagi Lanjut Usia Dalam Kategori Jompo Kabupaten Kuantan Singingi, telah memberikan dampak pada objek sasaran kebijakan daerah. Paling tidak implikasi positif dirasakan masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi dengan hadirnya kebijakan tersebut bagi peningkatan kesejahteraan sosial dan sebagai perhatian pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi pada masyarakat usia lanjut. Berdasarkan data statistik, jumlah penduduk di Indonesia menurut data yang terdapat dalam situs resmi Badan Pusat Statistik bahwa Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2012 mencapai 29,13 juta orang (11,96 persen), berkurang 0,89 juta orang (0,53 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011 yang sebesar 30,02 juta orang (12,49 persen) (Dikutip dalam http://www.bps.go.id/?news=940, diakses pada hari Kamis, 6 Desember 2012). Dari jumlah penduduk miskin tersebut, jumlah penduduk usia lanjut pada sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa penduduk lansia usia 60 tahun ke atas meningkat secara signifikan. Kalau pada tahun 1960-an dan 1970-an penduduk lansia mungkin hanya sekitar 2 persen, saat ini sudah menjadi sekitar 10 persen (dari 238 juta jiwa (Dikutip dalam http://www.menkokesra.go.id, diakses pada hari Kamis, 6 Desember 2012). Proses penuaan penduduk mempunyai dampak luas dan persoalan yang muncul karena kebutuhan atas pelayanan, kesempatan, dan fasilitas bagi lanjut usia akan bertambah. Mengikut UndangUndang Dasar 1945 pasal 34 telah mengamanatkan, memperhatikan “Fakir Miskin dan Anak Terlantar”. Pendirian Panti Sosial didasarkan atas UndangUndang RI No. 4 Tahun 1965 tentang
Penelitian ini mengkaji secara mendalam mengenai kesejahteraan sosial dilihat dari sudut pandang program pemerintah daerah Kabupaten Kuantan Singingi di bidang kesejahteraan sosial. Salah satu bentuk program tersebut adalah fasilitasi biaya hidup untuk usia lanjut dalam kategori jompo. Program yang digulirkan sejak tahun 2011 melalui Peraturan Bupati Nomor 12 Tahun 2011 tentang Program Fasilitasi Biaya Hidup
50
SIASAT (Vol. 23 No. 2 Oktober 2014)
“Pemberian Bantuan Kehidupan bagi Orang-Orang Jompo”(Undang-Undang Dasar RI 1945 dan daftar Undang-Undang 1965). Kondisi ini tidak berbeda jauh dari apa yang terdapat di Kabupaten Kuantan Singingi sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Data yang didapat dari Badan Pusat Statistik menunjukkan jumlah usia lanjut di Kabupaten Kuantan Singingi hingga tahun 2011 adalah 2000 (dua ribu) orang dengan dana fasilitasi sebesar Rp. 1.000.000,- (Satu Juta Rupiah) per-bulan dan bertambah pada tahun 2012 menjadi 2452 (dua ribu empat ratus lima puluh dua) orang, namun dengan jumlah dana fasilitasi sebesar Rp. 395.000,- (Tiga Ratus Sembilan Puluh Lima Ribu Rupiah) per-bulan. Melalui program fasilitasi biaya hidup bagi usia lanjut dalam kategori jompo yang dituangkan dalam Peraturan Bupati Kuantan Singingi Nomor 12 Tahun 2011 termaktub didalam Bab II tentang Asas, Arah dan Tujuan pada pasal 2 bahwa; Upaya menjamin kelangsungan hidup dan peningkatan kesejahteraan lanjut usia dalam kategori jompo diselenggarakan berasaskan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME, ketepatan, nondiskriminatif, transparansi, akuntabilitas, musyawarah dan mufakat. Pada pasal 3 disebutkan arah program adalah; Peningkatan kesejahteraan bagi lanjut usia dalam kategori jompo diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar lanjut usia dalam kategori jompo yang mencakup : bahan makanan, peningkatan gizi,
ISSN : 1410-1807
transportasi/anjangsana dan kebutuhan dasar lainnya yang bersifat melidungi kehidupannya. Pada pasal 4 disebutkan tujuan program ini yakni; Program fasilitasi biaya hidup bagi lanjut usia dalam kategori jompo bertujuan untuk meringankan beban pengeluaran dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar serta memelihara taraf sosial lanjut usia agar mereka dapat menikmati taraf hidup yang wajar. Pelaksanaan program fasilitasi biaya hidup lanjut usia dalam kategori jompo sesuai dengan Pasal 6 disebutkan bahwa; (1) Program fasilitasi biaya hidp bagi lanjut usia dalam kategori jompo dilaksanakan secara berkelanjutan (2) Fasilitasi biaya hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam 2 (dua) tahap yakni Tahap I kebutuhan bulan Januari s/d Juni dan Tahap II kebutuhan bulan Juli s/d Desember. (3) Nominal fasilitasi biaya hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. Pada pasal 7 disebutkan pelaksanaan program sebagai berikut: Jumlah dan kriteria lanjut usia dalam kategori jompo penerima Program Fasilitasi Biaya Hidup Bagi Lanjut Usia Dalam Kategori Jompo ditetapkan melalui Keputusan Bupati Kuantan Singingi berdasarkan hasil verifikasi data yang dilakukan setiap tahunnya oleh instansi yang berwenang. Pada pasal 8 disebutkan tanda penerima fasilitasi biaya hidup;
51
ISSN : 1410-1807
SIASAT (Vol. 23 No. 2 Oktober 2014)
Lanjut usia dalam kategori jompo penerima Program Fasilitasi Biaya Hidup Bagi Lanjut Usia Dalam Kategori Jompo diberikan Kartu Tanda Penerima Program Fasilitasi Biaya Hidup Bagi Lanjut Usia Dalam Kategori Jompo Kabupaten Kuantan Singingi. Pada pasal 9 tentang pelaksanaan program dalam penyaluran dana fasilitasi biaya hidup sebagai berikut: Penyaluran dana / pengadaan barang Program Fasilitasi Biaya Hidup Bagi Lanjut Usia Dalam Kategori Jompo kepada penerima dilaksanakan oleh Rekanan/Pihak Ketiga atau Tim Pelaksana yang ditunjuk. Selanjutnya pada pasal 10 disebutkan dalam pelaksanaannya sebagai berikut; Pendampingan terhadap lanjut usia dan fasilitator penyaluran dana/barang Program Fasilitasi Biaya Hidup Bagi Lanjut Usia Dalam Kategori Jompo dilakukan oleh Pendamping yang ditetapkan melalui Keputusan Bupati Kuantan Singingi.
peraturan yang dibuat dan tindakan yang dilakukan menuju pada tatanan kehidupan masyarakat yang adil dan makmur. Rasyid (dalam Ndraha, 2006: 56) membagi fungsi pemerintahan menjadi empat bagian, yaitu pelayanan (public service), pembangunan (development), pemberdayaan (empowering), dan pengaturan (regulation). Sosiologi Pemerintahan Secara epistemology, istilah sosiologi berasal dari kata socius (bahasa latin) yang berarti “teman”, dan logos (bahasa yunani) yang berarti “ilmu, kata, sabda”. Pitirim Sorokin (dalam Soekanto, 2003:19), menjelaskan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari: a. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara berbagai macam gejala sosial (misalnya antara gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dan politik, dan sebagainya). b. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dan gejala non sosial (misalnya gejala geografis, biologis, ekologis, dan sebagainya) c. Ciri-ciri umum dari semua jenis gejala sosial.
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah, maka pertanyaan penelitian yang diajukan untuk memperjelas pembahasan dalam penelitian ini dapat adalah: Bagaimana pelaksanaan program fasilitasi biaya hidup bagi lanjut usia dalam kategori jompo di Kabupeten Kuantan Singingi? Konsep Kepemerintahan Pemerintahan dari aspek manajemen, terkait dengan fungsi-fungsi memimpin, memberi petunjuk, memerintah, menggerakkan, koordinasi, pengawasan dan motivasi dalam hubungan pemerintahan (Labolo, 2007: 16). Kesemuanya itu membuat pemerintah harus bekerja secara maksimal agar setiap
52
Unit analisa studi pemerintahan adalah Negara dan pemerintahan berasal dari kata “perintah” yang mengandung beberapa unsur pokok, yaitu ada dua pihak, yakni yang memerintah dan yang diperintah, kedua pihak tersebut mempunyai hubungan fungsional, pihak yang memerintah mempunyai wewenang danpihak yang diperintah mempunyai ketaatan sedangkan pengertian ilmu
SIASAT (Vol. 23 No. 2 Oktober 2014)
pemerintahan telah banyak disajikan oleh banyak pakar. Afan Gafar, misalnya mengatakan bahwa ilmu pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari proses politik (alokasi otoritatif nilai-nilai di dalam sebuah masyarakat) dalam penyelenggaraan pemerintahan sebuah negara. Dengan menggabungkan pengertian sosiologi dan ilmu pemerintahan di atas, maka berkembang menjadi sosiologi pemerintahan. Secara umum, sosiologi pemerintahan mengkaji hubungan antara yang diperintah (masyarakat) dengan yang memerintah (pemerintah) yang dipandang sebagai usaha penataan masyarakat. Secara khusus, sosiologi pemerintahan mengkaji hubungan amtara yang diperintah (masyarakat) dan yang memerintah (pemerintah) khususnya tentang sejauhmana pengaruh dari yang memerintah (pemerintah) mampu dalam mangadakan perubahan hubungan masyarakat atau kelompok dalam masyarakat dan sebaliknya juga melihat sejauhmana yang diperintah (masyarakat) atau kelompok-kelompok dalam masyarakat diubah dalam hubunganhubungan masyarakat tersebut. Menurut Taliziduhu Ndraha (2003; 7), sosiologi pemerintahan adalah kajian tentang pemenuhan kebutuhan rakyat akan jasa publik yang tidak diprivatisasi dan layanan civil dilihat dari sudut pandang proses sosial, institusi sosial, perilaku sosial dan sistem nilai yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Pemberdayaan Sosial Menurut Suharto (2006: 98) pemberdayaan adalah: Sebuah proses dan tujuan, Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau
ISSN : 1410-1807
keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, terutama individu-individu yang mengalami kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharaian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator sebuah keberhasilan pemberdayaan. Pemberdayaan juga merupakan suatu proses yang menyangkut hubungan kekuasaan kekuatan yang berubah antar individu, kelompok dan lembaga. Menurut Talcot Parsons dalam Prijono (1996: 123), Power merupakan sirkulasi dalam subsistem suatu masyarakat, sedangkan power dalam empowerment adalah daya sehingga empowerment dimaksudkan sebagai kekuatan yang berasal dari bawah. Pemberdayaan ini memiliki tujuan dua arah, yaitu melepaskan belenggu kemiskinan dan keterbelakangan dan memperkuat posisi lapisan masyarakat dalam struktur kekuasaan. Keduanya harus ditempuhdan menjadi sasaran dari upaya pemberdayaan. Sehingga perlu dikembangkan pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan masyarakat. Pemberdayaan lebih mudah dijelaskan pada saat manusia dalam keadaan powerlessness (baik dalam keadaan aktual atau sekedar perasaan),
53
ISSN : 1410-1807
SIASAT (Vol. 23 No. 2 Oktober 2014)
tidak berdaya, tidak mampu menolong diri sendiri, kehilangan kemampuan untuk mengendalikan kehidupansendiri. Kieffer (1981: 112) menyimpulkan dari penelitiannya bahwa pemberdayaan mempunyaitiga dimensi yang saling berpotongan dan berhubungan : a) Perkembangan konsep diri yang lebih positif. b) Kondisi pemahaman yang lebih kritis dan analitis mengenai lingkungan sosial dan politis. c) Sumberdaya individu dan kelompok untuk aksi-aksi sosial maupun kelompok.Grand Theories dari konsep empowerment (pemberdayaan) ini mengacu pada pengaruh
merupakan upaya memberdayakan orang untuk dapat mandiri baik dalam pengertian ekonomi, sosial maupun politik. Disamping itu semakin tinggi akses ekonomi yang dimiliki sehingga pada akhirnya mereka diharapkan dapat mandiri dalam mengatasi problem kemiskinan yang dihadapi. Masyarakat dalam kondisi tidak berdaya karena masyarakat dalam situasi struktural yang tidak memperoleh kesempatan secara bebas untuk memuaskan aspirasi dan merealisasi potensi mereka dalam menangani masalah sosial. Dengan demikian pengertian pemberdayaan dalam arti luas dapat diterjemahkan sebagai perolehan kekuatan dan akses terhadap sumber daya untuk mencari nafkah.
Pemberdayaan Masyarakat dan Kemiskinan Ukuran kemiskinan secara umum dibedakan atas kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut didasarkan pada ketidakmampuan individu untuk memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak, Konsep ini dikembangkan di Indonesia di dinyatakan sebagai ” inability of the individual to metbasic needs” (Kieefer, 1981: 112). Definisi tersebut mengacu pada standar kemampuan minimum tertentu, yang berarti bahwa penduduk yang tidak mampu melebihi kemampuan minimum dianggap miskin. Chambers (1987:141) menyatakan bahwa penyebab kemiskinan sebagai suatu kompleksitas serta hubungan sebabakibat yang saling berkaitan dari ketidakberdayaan (powerlessness), kerapuhan (vulnerability), kelemahan fisik (physical weakness), kemiskinan (poverty), dan keterasingan (isolation). Mengatasi kemiskinan pada hakekatnya
54
Pemberdayaan Lansia Menurut Mas’ud (1993: 51) upaya untuk memperkuat posisi seseorang melalui penumbuhan kesadaran dan kemampuan individu. Untuk mengidentifikasi persoalan yang dihadapi dan memikirkan langkah-langkah untuk mengatasinya. Menurut Tjandraningsih, merupakan suatu proses perubahan dari ketergantungan kepada kemandirian, melalui perwujudan kemampuan yang dimiliki (Tjandraningsih, 1995: 21). Menurut Sumodiningrat usaha pemberdayaan didasari filsafat tentang akan hak dan kewajiban manusia, serta adanya anggapan bahwa manusia mempunyai potensi atau kemampuan daya yang dapat dikembangkan. Pemberdayaan memiliki berbagai tujuan adalah : 1. Agar individu memiliki keberdayaan, yaitu kemampuan individu untuk membangun diri agar sehat fisik, mental,
SIASAT (Vol. 23 No. 2 Oktober 2014)
terdidik, kuat, memiliki nilainilai yang instrinsik yang menjadi sumber keberdayaan. 2. Agar individu dapat bertahan (survive) dalam pengertian yang dinamis, mengembangkan diri dan meningkatkan harkat dan martabat manusia. 3. meningkatkan kemampuan dan kemandirian manusia (Tjandraningsih, 1995: 21). Perubahan sikap tingkah laku dan status menurut Sumodiningrat (dalam Tjandraningsih, 1995: 21), Untuk mencapai keberdayaan dapat diupayakan dengan : 1. Menciptakan iklim atau suasana yang memungkinkan potensinya berkembang. 2. Memperkuat potensi yang telah dimiliki. 3. Melindungi dan mencegah yang lemah menjadi lemah. 4. Melalui latihan praktik secara langsung melalui proses belajar. Lanjut usia, menjadi tua merupakan proses alami yang dialami oelah semua makhluk. Pada manusia proses tersebut ditandai oleh menurunnya beberapa aspek, terutama aspek physiologis, psikis dan fungsi-fungsi sensio motorik (Soekanto, 1991: 2), sedangkan aspek lainnya yang dipengaruhi oleh pengalaman malah justru meningkat. Dalam hal ini dikenal dua teori yang menerangkan manusia dengan kegiatannya yaitu teori disangegement dan teori aktivitas. Teori yang pertama mengatakan bahwa semakin tinggi usia manusia akan diikuti secara berangsur-angsur oleh semakin mundurnya interaksi sosial, fisik dan emosi dengan kehidupan di dunia, sedangkan
ISSN : 1410-1807
dengan teori yang kedua mengatakan bahwa semakin tua akan semakin memelihara hubungan fisik, sosial dan emosionalnya (Suardiman, 1995: 23). Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Maleong, 2004: 5). Program fasilitasi biaya hidup bagi lanjut usia dalam kategori jompo di kecamatan kuantan tengah kabupaten kuantan singingi merupakan tindakan dalam bentuk sosiologi pemerintahan sebagai upaya penerapan bentuk-bentuk masalah individu. Informan 1. Informan Kunci Informan kunci dalam penelitian ini adalah: a) Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Kuantan Singingi b) Kepala SubBagian Program c) Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial d) Kepala Bidang Penanganan Masalah Kesejahteraan Sosial dan Bencana e) Kepala Seksi Jaminan Sosial 2. Informan tambahan a) Camat Kuantan Tengah b) Penerima fasilitasi biaya hidup usia lanjut dalam kategori jompo Kecamatan Kuantan Tengah berjumlah 3 (tiga) orang Operasionalisasi Variabel Objek penelitian dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: Konsep : Evaluasi program
55
ISSN : 1410-1807
Variabel
: Program fasilitasi hidup usia lanjut kategori jompo Indikator : Hubungan pemerintah dan diperintah Item penilaian : a. Kelanjutan Eksistensi: 1) Makanan 2) Pengamanan 3) Pernyataan diri b. Kebutuhan Rasional: 1) Kebutuhan berteman 2) Pengakuan oleh orang lain c. Kebutuhan yang dibagi: 1) Perawatan 2) Perlindungan
SIASAT (Vol. 23 No. 2 Oktober 2014)
biaya dalam antara yang
Jenis dan Sumber Data 1. Data Primer; Hasil wawancara ini dijadikan sebagai dasar didalam membentuk analisa dan memberikan argumentasi terhadap penelitian yang dilakukan. 2. Data Sekunder; Dalam penelitian ini antara lain: a) Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia b) Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional c) Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial d) Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia e) Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
56
f) Peraturan Bupati Kabupaten Kuantan Singingi Nomor 23 Tahun 2009 tentang Panjabaran Tugas dan Fungsi Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Kuantan Singingi g) Peraturan Bupati Kabupaten Kuantan Singingi Nomor 12 Tahun 2011 tentang Program Fasilitasi Biaya Hidup Bagi Lanjut Usia dalam Kategori Jompo h) Pedoman Pelaksanaan Program Fasilitasi Biaya Hidup Bagi Lanjut Usia dalam Kategori Jompo Kabupaten Kuantan Singingi i) Rencana Kerja Program Kesejahteraan Sosial Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2013 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain adalah : 1. Pengamatan, mengarahkan peneliti pada pengamatan yang dapat membimbing untuk mengamati peristiwa yang dipelukan bagi informasi dan mencakup suatu lingkup situasi dan latar secara lengkap, mengarahkan pengamatan pada jenis kegiatan dan peristiwa yang benarbenar berguna. 2. Wawancara, adalah percakapan langsung dengan maksud untuk emperkuat data skunder yang diperlukan dalam penelitian. Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara terbuka dengan maksud agar informan tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud wawancara tersebut. Untuk itu pedoman wawancara yang
SIASAT (Vol. 23 No. 2 Oktober 2014)
merupakan penuntun bagi peneliti dalam mengembangkan pertanyaan yang bersifat terbuka sehingga memberikan kebebasan yang seluasluasnya bagi informan memberikan data. 3. Dokumentasi, untuk mengumpulkan data primer dan sekunder, penulis menganalisa dokumen-dokumen dalam bentuk tulisan data yang dikumpulkan. Teknik Analisis Data Analisis data menurut Patton dalam Maleong (2004: 5) adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikanya kedalam suatu pula, kategori dan satuan uraian dasar. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam melakukan analisis data penelitian yaitu : 1) Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber 2) Mereduksi data dengan membuat abstraksi, yakni usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya. 3) Menyusun dalam satuan-satuan, yang dilakukan bersama-sama dengan koding 4) Analisis data, mengadakan pemeriksaan keabsahan data 5) Penafsiran data Hasil Penelitian Keadaan Geografis Kabupaten Kuantan Singingi secara geografis, geoekonomi dan geopolitik terletak pada jalur tengah lintas sumatera dan berada dibagian selatan Propinsi Riau, yang mempunyai peranan yang cukup strategis sebagai simpul perdagangan untuk menghubungkan daerah produksi dan pelabuhan, terutama pelabuhan kuala
ISSN : 1410-1807
enok. Dengan demikian Kabupaten Kuantan Singingi mempunyai peluang untuk mengembangkan sektor-sektor pertanian secara umum, perdagangan barang dan jasa, transportasi dan perbankan serta pariwisata. Kabupaten Kuantan Singingi merupakan pemekaran dari Kabupaten Indragiri Hulu yang dibentuk berdasarkan UU No. 53 tahun 1999, tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Siak, Natuna, Karimun, Kuantan Singingi dan Kota Batam. Kabupaten Kuantan Singingi terdiri dari 12 (dua belas) kecamatan dengan luas wilayah 7,656,03 km2, yang berada pada posisi antara 0000 10 00 Lintang Selatan dan 1010 02 - 1010 55 Bujur Timur. Adapun batas-batas Kabupaten Kuantan Singingi adalah: a) Sebelah Utara dengan Kabupaten Kampar dan Pelalawan b) Sebelah Selatan dengan Propinsi Jambi c) Sebelah Barat dengan Propinsi Sumatera Barat d) Sebelah Timur dengan Kabupaten Indragiri Hulu Program Kesejahteraan Sosial Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi provinsi Riau sebagai salah satu Kabupaten tertinggal di Indonesia, mungkin dapat dianggap sebagai salah satu potret daerah yang hampir memenuhi kelima faktor yakni; 1) Ketersediaan sumber daya alam yang minus 2) Akses terhadap ketersediaan kesempatan kerja yang terbatas 3) Faktor budaya yang menyebabkan etos kerja rendah
57
ISSN : 1410-1807
4) Keterbatasan terhadap aspek permodalan dan pamasaran hasi produksi 5) Faktor kebijakan yang tidak diimbangi dengan kompensasi atas
SIASAT (Vol. 23 No. 2 Oktober 2014)
kerugian dari dampak eksternalitas darii kebijakan. Berikut tabel yang menggambarkan tentang potensi dan sumber kesejahteraan sosial di Kabupaten Kuantan Singingi.
Tabel. 1.Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Di Kabupaten Kuantan Singingi NO 1
Jenis PSKS Pekerja Sosial Masyarakat Organisasi Sosial Masyarakat (ORSOS)
Satuan 12
Keterangan Orang
2
Karang Taruna (KT)
12
Orang
3
Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM)
1
Lembaga
4
Dunia usaha yang melakukan UKS
4
Lembaga
5
Perintis, Pejuang dan Pahlawan
45
Orang
6
Taruna Siaga Bencana (TAGANA)
64
Orang
Tenaga Kesejahteraan Sosial 7 Kemasyarakat (TKSK) 12 Orang Sumber: Buku Saku Data Pokok Pembangunan Kabupaten Kuansing, 2012 Kemudian dipadukan dengan kebutuhan hidup layak yang harus menjadi pemenuhan kebutuhan hidup bagi perorangan masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi, digambarkan sebagai berikut: Tabel 2.Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Di Kabupaten Kuantan Singingi Uraian Jumlah (Rp) Kebutuhan Hidup Layak (KHL) - Harian 43.881 - Bulanan 1.316.430 - Tahunan 15.797.000 Sumber: Buku Saku Data Pokok Pembangunan Kabupaten Kuansing, 2012 58
SIASAT (Vol. 23 No. 2 Oktober 2014)
Dengan kondisi ini, tingkat kesejahteraan masyarakat sangat rendah di Kabupaten Kuantan Singingi, jika saja satu orang tidak bisa mendapatkan upah minimum dibawahh 44.000/hari maka sudah dikatakan sebagai orang yang dalam kehidupan tidak layak. Hal ini diperkirakan pada usia produktif, namun jika ditinjau permasalahan sosial lainnya, hidup layak ini menjadi tidak tercapai kepada penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dibawah ini: 1. Anak balita terlantar 2. Anak terlantar 3. Anak nakal 4. Anak jalanan 5. Wanita rawan sosial ekonomi 6. Korban tindak kekerasan 7. Lanjut usia terlantar 8. Penyandang cacat 9. Tuna susila 10. Pengemis 11. Gelandangan 12. Bekas warga binaan lembaga Pemasyarakatan 13. Korban penyalahgunaan Napza 14. Keluarga fakir miskin 15. Keluarga berumah tidak layak huni 16. Komunitas bermasalah sosial psikologis 17. Komunitas adat terpencil 18. Korban bencana alam 19. Korban bencana social 20. Pekerja migrant terlantar 21. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) 22. Keluaran rentan 23. Anak Yatim/Piatu Dari 23 indikator jenis PMKS diatas, dapat dilihat bahwa lanjut usia terlantar mencapai 2000 jiwa diseluruh Kabupaten Kuantan Singingi. Dengan begitu kehidupan rata-rata penduduk
ISSN : 1410-1807
Kabupaten Kuantan Singingi bisa dikatakan dibahwa hidup layak. Dengan identifikasi permasalahan diatas, program Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Kuantan Singingi memiliki beberapa program yang telah ditetapkan sebagai kebijakan Pemerintah Daerah. Ada beberapa program yang digulirkan dan menjadi fokus Kabupaten Kuantan Singingi yakni: 1) Program : Pemberdayaan fakir miskin, komunitas adat terpencil (KAT) dan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS). 2) Program : pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial, 3) Program : Pemberdayaan Kelembagaan Kesejahteraan Sosial 4) Program : Bantuan dan Jaminan sosial serta Perlindungan Sosial 5) Program ; Pelayanan Sosial Melalui Panti 6) Pembahasan Program fasilitasi biaya hidup bagi lanjut usia dalam kategori jompo di Kabupaten Kuantan Singingi dimana pada penelitian ini subjek penelitian yang menjadi barometer kajian ini adalah Kecamatan Kuantan Tengah. Kajian ini di jabarkan melalui indikator program dan indikator sosiologi pemerintahan yakni hubungan antara pemerintah dan yang diperintah dan dijabarkan sebagai berikut: 1.1. Pendataan Penerima Program Fasilitasi Biaya Hidup Bagi Lanjut Usia Dalam Kategori Jompo Dari hasi penelitian ini, kajian tentang program fasilitasi biaya hidup bagi lanjut usia dalam kategori jompo di Kecamatan Kuantan Singingi dapat dianalisa sebagai berikut:
59
ISSN : 1410-1807
a. Bahwa pendataan dilakukan sesuai dengan apa yang telah menjadi panduan bagi tim pelaksana dalam mendapatkan data untuk selanjutnya dilakukan verifikasi b. Tim tidak menyampaikan apakah usia lanjut yang didatangi untuk didata akan langsung sebagai penerima fasilitasi biaya hidup yang diprogramkan. c. Dalam pendataan yang dilakukan penerima didatangi oleh pihak dari instansi Dinas yang berwenang serta didampingin oleh Kepala Desa dan perangkatnya. 1.2. Verifikasi data penerima Program Fasilitasi Biaya Hidup Bagi Lanjut Usia Dalam Kategori Jompo Dari hasil tahapan verifikasi data ini, dapat bahwa program fasilitasi biaya hidup bagi lansia dalam kategori jompo di Kabupaten Kuantan Singingi khususnya Kecamatan Kuantan Tengah, dapat dianalisa sebagai berikut: a. Pada tahapan verifikasi ini, tim pelaksana melakukan pendataan hanya untuk memperlihatkan bahwa sesuai anggaran yang tersedia, maka penerima yang benar-benar sesuai yang berhak menerima. Dimana sesuai dengan pedoman pelaksanaan program fasilitasi biaya hidup bagi lanjut usia dalam kategori jompo ini, verifikasi dilakukan untuk menghindari pemilihan calon penerima fasilitasi yang tidak sesuai kriteria, maka Kepala Desa/Lurah dapat menetapkan calon penerima yang diusulkan melalui tahapan : a) Pendataan oleh pendamping dengan sepengetahuan ketua RT/RW,
60
SIASAT (Vol. 23 No. 2 Oktober 2014)
b) Data yang diperoleh pendamping dilaporkan ke Kepala Desa/Lurah, c) Jika masih ada yang menganggap belum sesuai dengan kriteria, maka Kepala Desa/Lurah dapat memutuskan melalui musyawarah Desa dan pemilihan langsung yang selanjutnya disahkan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja. b. Verifikasi data juga bertujuan untuk mendata kembali tentang penerima yang masih hidup dan yang sudah meninggal, agar tidak terjadi tumpang tindih dalam penerimaan program ini. c. Dari verifikasi tersebut, dapat diketahui bahwa ada lansia yang masih produktif dan atau masih memiliki dana pension yang bisa digunakan untukk meningkatkan kesejahteraan bagi mereka, sehingga varifikasi ini digunakan sebagai bentuk perengkingan. 1.3. Penetapan penerima Program Fasilitasi Biaya Hidup Bagi Lanjut Usia Dalam Kategori Jompo Dari tahapan ini, dapat dilakukan analisis tentang penetapan penerima yang dilakukan oleh tim pelaksana sebagai berikut: a. Tim pelaksana menetapkan nama penerima berdasarka data dilapangan tentang lansia yang layak untuk menerima bantuan fasilitasi biaya hidup tersebut yang merupakan program dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja. b. Tim pelaksana memberikan kartu tanda penerima sebagai upaya untuk memberikan identitas agar tujuan
SIASAT (Vol. 23 No. 2 Oktober 2014)
keefektifan sasaran yang dicapai terlaksana. c. Dengan melakukan penyebaran informasi kepada tim pelaksana di bawah, program ini diharapkan menjadi transparan kepada lansia yang tidak menerima dan sudah didata. 1.4. Penyerahan dana bantuan Program Fasilitasi Biaya Hidup Bagi Lanjut Usia Dalam Kategori Jompo Dari apa yang telah didapat peneliti melalui wawancara dan hasil penelitian lainnya, pada tahapan penyerahan dana bantuan fasilitasi biaya hidup, dianalisis bahwa; a. Penyerahan dinyatakan oleh tim pelaksana dan penerima bahwa memang dilakukan secara langsung, hal ini adalah pencapaian yang seharusnya dilakukan dalam suatu program pemberdayaan kesejahteraan. b. Dari segi waktu telah disesuaikan dengan jadwal, walau terkadang ada desa/kelurahan yang tidak tepat waktu dikarenakan jarak tempuh desa/kelurahan yang cukup jauh. Untuk masalah pendanaan, dari pihak dinas/tim telah sesuai dengan aturan memberikan fasilitasi tersebut. Penyimpangan menurut tim pelaksana yang lebih tinggi terjadi di tim pelaksana yang berada di desa, dengan mengatakan bahwa pemotongan dana terjadi pada desa/kelurahan dikarenakan adanya kecemburuan sosial terhadap lansia yang sudah didata namun tidak menerima bantuan tersebut. 2. Dampak (outcome) Program Fasilitasi Biaya Hidup Bagi Lanjut
ISSN : 1410-1807
Usia Dalam Kategori Jompo di Kabupeten Kuantan Singingi Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa dana jaminan sosial dimanfaatkan oleh lanjut usia untuk 5 hal, yaitu (1) permakanan; (2) peningkatan gizi; (3) transportasi atau sosilisasi; (4) kesehatan dan (5) dana kematian atau pemakaman. Namun ada sebagian kecil informan yang memanfaatkan dana tersebut untuk perbaikan rumah, ditabung, dan dibagikan kepada cucunya. Besarnya porsi pemanfaatan ini sangat variatif sesuai dengan prioritas kebutuhan masingmasing lanjut usia. Manfaat yang dirasakan oleh lanjut usia penerima jaminan sosial dapat dibagi atas 3 indikator dalam sosiologi pemerintahan tentang pemenuhan kebutuhan bagi indibvidu sebagai berikut : 1) Kelanjutan Eksistensi Semua lanjut usia penerima jaminan sosial secara terbuka mengaku bahwa dana yang mereka terima menjamin terpenuhinya kebutuhan fisik mereka, seperti kebutuhan pangan, sandang dan kesehatan (berobat), walaupun hal itu dirasakan masih sebatas standar minimal. Artinya lanjut usia sudah bisa makan dan minum secara teratur dan mempunyai pakaian yang relatif memadai (menurut ukuran mereka). 2) Kebutuhan Rasional Pada saat yang bersamaan lanjut usia penerima dana mengalami peningkatan harga diri. Mereka merasa dibutuhkan dan mempunyai posisi tawar dalam keluarga sehubungan dengan dana jaminan sosial. Lanjut usia juga merasa senang masih bisa membantu ekonomi keluarga walaupun nilainya kecil (mereka merasa masih berguna bagi keluarga). Sejalan dengan hal itu, tumbuh rasa percaya diri lanjut usia karena sudah
61
ISSN : 1410-1807
SIASAT (Vol. 23 No. 2 Oktober 2014)
pegang uang. Mereka berani memilih menu makanan untuk dimasak, dan meminta sesuatu untuk dibelikan keluarga atau tetangga. 3) Kebutuhan yang dibagi (Sosial) Untuk kalangan keluarga, perbaikan interaksi sosial dengan lanjut usia ditandai dengan meningkatnya frekwensi kunjungan anggota keluarga dan atau kerabat. Keluarga tidak terlalu sungkan lagi mengunjungi lanjut usia mengingat beban psikologis atas kewajiban untuk menanggung biaya hidup lanjut usia sudah teratasi melalui dana jaminan sosial. Hal yang sama terjadi di kalangan tetangga dan masyarakat sekitar. Perhatian warga sekitar meningkat terhadap lanjut usia terutama pada saat kunjungan pendamping dan petugas instansi sosial setempat. Warga sekitar ingin tahu apa yang dilakukan pendamping dan petugas instansi sosial terhadap lanjut usia. Selanjutnya kunjungan tersebut memancing perhatian dan kesadaran warga sekitar atas status lanjut usia sebagai penerima program jaminan sosial lanjut usia sehingga mereka melakukan kontrol sosial atas hidup lanjut usia yang bersangkutan.
penyandang masalah kesejahteraan yakni lanjut usia dalam kategori jompo. Dampak dari program fasilitasi biaya hidup bagi lanjut usia dalam kategori jompo di Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi dapat terbantukan dan bermanfaat dalam upaya pemenuhan kebutuhan eksistensi, rasional dan kebutuhan yang dibagi meliputi perawatan dan perlindungna.
Kesimpulan Dari hasil penelitian diketahui bahwa hasil pelaksanaan program fasilitasi biaya hidup bagi lanjut usia dalam kategori jompo sesuai indikator pencapaian program di Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi memiliki initeraksi yang baik antara pemerintah dan yang diperintah. Program fasilitasi biaya hidup bagi lanjut usia telah memberikan suatu bentuk penerapan sosiologi pemerintahan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat akan kebutuhan fisiologi bagi
62
Daftar Kepustakaan Chamsyah, Bachtiar.2007. Pembangunan Kesejahteraan Sosial di Indonesia Upaya Menangani Permasalahan Sosial Kemiskinan. Setneg RI: Jakarta Dunn, William N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Edisi Kedua Gadjah MadaUniversity Press: Yogyakarta Labolo, Muhaddam. 2007. Memahami Ilmu Pemerintahan. Raja Grafindo: Jakarta Jones, Charles O. 1994. Pengantar Kebijakan Publik Terjemahan. Roja Grafindo Persada: Jakarta Maleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya: Bandung Ndraha, Taliziduhu. 2006. Kybernologi: Sebuah Scientific Enterprise. Sirao Crendetia Center: Tengerang Pedoman Pelaksanaan Program Fasilitasi Biaya Hidup Bagi Lanjut Usia dalam Kategori Jompo Kabupaten Kuantan Singingi Prawirohusodo, Soejono. 1991. Perubahan Psikuatik dan Neurologik pada Lanjut Usia, Makalah, Fakultas Kedokteran UGM: Yogyakarta
SIASAT (Vol. 23 No. 2 Oktober 2014)
Prijono, Onny S. dan Pranarka A.M.W. (ed.). 1996. Pemberdayaan : Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Centre for Strategic and International Studies (CSIS): Jakarta Suardiman, Siti Partini. 1995. Psikologi Perkembangan, FIP IKIP Yogyakarta: Yogyakarta. Soetomo. 2006. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. Pustaka Pelajar: Yogyakarta Sumodiningrat, Gunawan. 1996. Pembangunan Daerah dan
ISSN : 1410-1807
Pemberdayaan Masyarakat. Bina Reka Pariwara: Jakarta Subarsono, AG. 2009. Analisa Kebijakan Publik (Konsep, Teori dan Aplikasi). Pustaka Pelajar: Yogyakarta Suharto, Edi. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat : Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Refika Aditama: Bandung Braam, Geert P.A. 2010. Sosiologi Pemerintahan. Terjemahan: JRG. Djopari. DF & DC: Bogor
63