ISSN No. 1978-3787
Media Bina Ilmiah 61 POTENSI DAYA TARIK WISATA DI KOTA BIMA Oleh: Sri Susanty Dosen dpk. Akademi Pariwisata Mataram
Abstrak: Kota Bima memiliki potensi wisata alam, budaya, dan sejarah yang dilengkapi dengan kesenian khas tradisional. Kota Bima merupakan daerah transit bagi wisatawan yang ke Pulau Komodo di NTT dan Pantai Lakey Hu'u di Kabupaten Dompu. Berdasarkan potensi yang ada maka jika dikaji dari aspek pasar wisata, Kota Bima memiliki peluang untuk menarik wisatawan mancanegara, wisatawan nusantara, dan wisatawan lokal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi potensi daya tarik wisata yang terdapat di Kota Bima. Hasil penelitian menunjukkan potensi daya tarik wisata di Kota Bima meliputi: daya tarik wisata alam yang terdiri atas: Pantai Oi Niu, Pantai Lawata, Pantai Ule, Pantai So Ati, Pulau Kambing, dan areal persawahan. Daya tarik wisata budaya terdiri atas: Istana Bima, Masjid Sultan M. Salahuddin, Makam Danataraha, Makam Tolobali, Masjid Kuno Melayu, Museum Samparaja, pasar tradisional, Pelabuhan Bima, kampung pandai besi, pacuan kuda, dan upacara dan kesenian seperti Upacara U’a Pua, seni musik, seni suara, Tari Toja, Tari Lenggo, Tari Katubu, Tari Wura Bongi Monca , Buja Kadanda, Hadrah, Gantao, dan Parise. Kata Kunci: Potensi, Daya Tarik Wisata, Kota Bima PENDAHULUAN Kota Bima yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2002 merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bima. Secara geografis terletak antara posisi 1180 41’ 00” - 1180 48’ 00” Bujur Timur dan 80 30’ 00” - 80 20’ 00” Lintang Selatan. Kota ini berada di bagian timur Pulau Sumbawa dengan batas-batas wilayah Sebelah Utara Kecamatan Ambalawi Kabupaten Bima, Sebelah Timur Kecamatan Wawo Kabupaten Bima, Sebelah Selatan Kecamatan Belo Kabupaten Bima, dan Sebelah Barat Teluk Bima Secara administratif wilayah Kota Bima terbagi atas 5 (lima) wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Rasanae Barat, Kecamatan Mpunda, Kecamatan Raba, Kecamatan Rasanae Timur, dan Kecamatan Asakota, yang terbagi lagi menjadi 38 (tiga puluh delapan) kelurahan. Dalam konstelasi regional Provinsi NTB, secara geografis Kota Bima berada pada ujung sebelah timur dari Wilayah NTB. Kota Bima memiliki potensi yang sangat besar untuk maju dan tumbuh menjadi kota besar yang dapat melayani kebutuhan masyarakat kota dan kabupaten yang berada di Pulau Sumbawa bagian timur meliputi Kota Bima,
Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu, serta kabupaten lainnya di Pulau Sumbawa. Secara faktual, Kota Bima merupakan kota penting di nusantara khususnya di kawasan timur, terutama dalam hubungan pariwisata dan percaturan dagang. Posisi dan peranannya yang penting ini didukung oleh letaknya yang strategis. Kota Bima menjadi kota jangkar yang menghubungkan antara kawasan Indonesia bagian barat (Jawa) dengan Sulawesi dan kepulauankepulauan Indonesia timur lainnya. Setiap armada dagang yang lalu-lalang di perairan Selat Sunda ke timur umumnya melakukan transit di Pelabuhan Bima, baik dalam rangka mengembangkan perdagangan maupun sekedar berlindung dari serangan badai angin barat. Lokasinya yang sangat dekat dengan Pulau Komodo menjadikan Kota Bima sebagai daerah transit bagi wisatawan yang mengunjugi Pulau Komodo lewat jalur darat. PEMBAHASAN Daerah Bima mempunyai nama lain yaitu Mbojo. Nama Bima dipakai untuk mengabadikan nama Sang Bima yang dinyatakan sebagai raja pertama daerah ini. Keturunan sang Bima
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 8, No. 3, Juni 2014
62 Media Bina Ilmiah mampunyai hak yang sah atas tahta kerajaan secara turun temurun. Menurut salah satu cerita, nama Mbojo berasal dari istilah bahasa Bima “babuju” yang berarti tanah yang tinggi atau busut jantan. Tanah yang semacam itu dalam bahasa Bima disebut “dana ma mabubuju” yang dijadikan sebagai tempat pelantikan raja yang dilakukan di luar istana. Dari istilah itu kemudian berubah pengucapannya menjadi Mbojo. Sebagai suatu daerah yang ditinjau dari aspek aksesibilitas sangat strategis, Kota Bima mempunyai potensi besar untuk dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata. Posisi strategis tersebut menjadi peluang yang sangat besar bagi peningkatan sosial ekonomi masyarakat dan pendapatan asli daerah. Sebagai suatu kawasan perkotaan, tidak banyak daya tarik wisata alam yang dimiliki tetapi untuk daya tarik wisata budaya potensi kepariwisataan di Kota Bima sangat besar. a.
Daya Tarik Wisata Alam Kota Bima berdiri di tepi Teluk Bima yang sangat tenang. Gunung mengurungnya dari tiga penjuru (timur, utara, dan selatan). Di sepanjang pesisir Teluk Bima terdapat daya tarik wisata alam berupa: 1.
Pantai Oi Niu Pantai Oi Niu terletak di pinggir jalan menuju Kota Bima. Dalam Bahasa Bima oi berarti air dan niu berarti kelapa. Pantai ini menyajikan panorama pantai yang masih alami dengan udara khas pantai yang sejuk. Sepanjang pantai ditumbuhi pohon kelapa sehingga sejak dulu masyarakat Bima yang ingin menikmati kesegaran kelapa muda selalu bertandang ke tempat ini. Di Kejauhan terlihat puluhan bagan (rumah tempat menangkap ikan di tengah laut) tancap permanen dan perahu nelayan hilir mudik mencari ikan. Pada siang hari udara pantai terasa panas karena air lautnya surut, sehingga pengunjung jika melakukan kegiatan di air harus berjalan ke tengah laut. Kegiatan yang bisa dilakukan di pantai pada saat air laut surut adalah berenang dan mencari binatang laut. Pada pagi dan sore hari masyarakat sekitar menjadikan pantai ini sebagai tempat untuk mencari kerang. Ini merupakan pemandangan yang unik. Apabila air tidak terlalu surut pengunjung bisa naik perahu menikmati gelombang pantai _____________________________________________ Volume 8, No. 3, Juni 2014
ISSN No. 1978-3787 yang indah dan memancing dengan menggunakan peralatan tradisional. Pantai ini memiliki air yang tenang dan tidak memiliki areal pantai yang luas. Di pinggir pantai banyak pedagang yang menjajakan kelapa, jagung bakar, dan groso (serikaya) jika sedang musim. Biasanya pada hari libur, pantai ini sangat ramai dikunjungi oleh wisatawan lokal yang membawa keluarganya. Sepanjang pantai ditemui sekelompok keluarga duduk menggelar tikar sambil membakar ayam dan ikan bandeng. 2.
Pantai Lawata Pantai Lawata ibarat sebuah gerbang selamat datang, memberi isyarat bahwa perjalanan akan segera memasuki Kota Bima. Panjang pantai kirakita setengah kilometer yang dikelilingi perbukitan yang indah. Di bawah bukit berbatu terdapat sebuah goa peninggalan Jepang. Dahulu tempat ini merupakan tempat peristrahatan bagi para bangsawan Bima dan kemudian menjadi tempat rekreasi andalan masyarakat yang selalu ramai dikunjungi. Sarana pariwisata Lawata Beach Hotel Restaurant and Swimming Pool telah dibangun di sini sejak dulu. Tempat ini dulu menjadi hotel yang selalu ramai dikunjungi wisatawan baik wisatawan nusantara maupun mancanegara. Namun sekarang keberadaan sarana pariwisata tersebut sangat memprihatinkan karena sudah ditinggalkan oleh pengelolanya. Bangunan yang rusak dan tidak terawat tersebut memberikan kesan kumuh bagi Pantai Lawata yang sangat indah. Menurut informasi dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bima, Pantai Lawata kini sudah sudah dibuatkan master plan dan sudah ada investor baru yang akan membangun berbagai sarana pariwisata di sana. Bangunan bekas hotel akan dipugar menjadi tempat rekreasi yang menarik dan nyaman bagi pengunjung. Fasilitas pariwisata yang ada di Pantai Lawata berupa shelter dan panggung hiburan yang akan menampilkan berbagai macam hiburan dan kesenian rakyat. Fasilitas penyewaan kano dan ban karet sudah diusahakan oleh masyarakat sekitar. Di areal sekitar Pantai Lawata, di atas bukit yang menghadap ke arah pantai juga telah dibangun rumah makan dan tempat lesehan yang menyajikan berbagai makanan daerah Bima. http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Pemandangan Pantai Lawata menarik untuk dikembangkan. Pantai yang asri dengan airnya yang tenang sangat cocok untuk olah raga air. Panorama keindahan Teluk Bima yang tenang terlihat jelas jika berdiri di atas bukit Pantai Lawata. Memandang ke arah barat daya terlihat Pulau Kambing dan Pelabuhan Bima. Di sebelah utara, hamparan pohon kelapa dari perkebunan penduduk, bukit yang menjulang, dan keindahan taman kota Ama Hami menambah daya tarik Pantai Lawata. Tempat ini sangat ideal untuk dikembangkan wisata bahari karena air lautnya tenang. Jenis atraksi yang bisa dikembangkan antara lain memancing, menyelam, berperahu, berselancar, dan berlayar menuju Pulau Kambing, Desa Kolo, dan Wadu Pa,a (batu pahat yang menjadi situs peninggalan pemujaan agama Budha di Desa Sowa Kabupaten Bima). 3.
Pantai Ule Pantai Ule berada di Teluk Bima sebelah barat dengan bibir pantai yang memanjang berpasir putih. Dikelilingi perbukitan yang indah permai, tempat ini sangat cocok untuk beristrahat dan wisata bahari. Di sini banyak tumbuh buah groso yang menjadi buah khas Bima. Di atas gunung dapat dinikmati keindahan seluruh Kota Bima, Pulau Kambing, dan Pelabuhan Bima di seberang, serta pohon dan nyiur melambai sepanjang Pantai Ule hingga menuju ke Kolo. Bukit Danataraha tempat pemakaman para Raja Bima juga nampak dari kejauhan. Di pinggir gunung Pantai Ule terdapat makam pembawa ajaran Islam di Bima yaitu Datuk Di Bandang. Sekitar Pantai Ule terdapat tambak yang menjadi tempat budidaya nener (anak ikan bandeng). Pada sore hari pengunjung dapat membeli ikan segar hasil tangkapan para nelayan. Dilihat dari pantainya yang landai dan ombak yang tidak terlalu besar di sini sangat cocok untuk rekreasi air seperti lomba perahu layar, renang, dan olah raga air lainnya. Masyarakat lokal sudah banyak yang membangun tempat peristrahatan, rumah makan, dan kafe yang berdiri sepanjang pantai. Ule juga merupakan jalan lintas yang menuju ke daerah Asakota. Untuk mendukung pengembangan Pantai Ule dan wilayah di Kecamatan Asakota, pemerintah telah melakukan
Media Bina Ilmiah 63 pelebaran jalan walaupun sekarang kondisinya masih memprihatinkan. 4.
Pantai So Ati Jika memasuki Kota Bima lewat laut akan melewati sebuah celah teluk yang semakin ke dalam semakin menyempit. Lebarnya hanya sekitar satu kilometer. Di kedua sisinya dipagari bukit dan ada dua buah bukit yang menjorok ke tengah pada masing-masing sisi tersebut seolah menutup teluk. Itulah sebabnya orang Bima menyebutnya asa kota atau mulut kota. Di satu bagian bukit sebelah barat terdapat reruntuhan benteng dan meriam kuno peninggalan Belanda. Di bawah bukit terdapat sebuah pantai yang sangat indah. Pantainya berpasir putih, airnya tenang berwarna bening sehingga karang-karang terlihat jelas, dan pohon kelapa sepanjang pantai menambah keindahan panorama. Perahu nelayan dan kapalkapal besar yang datang dari berbagai daerah terlihat dengan jelas di sini. Ketenangan air lautnya menjadikan pantai ini sebagai tempat budidaya rumput laut oleh masyarakat lokal. Perairannya yang tenang sangat bagus untuk berenang, berperahu, berselancar, dan menyelam untuk melihat keindahan batu karang dan ikan hias yang berwarna-warni. Nama pantai ini adalah Pantai So Ati yang terletak di ujung barat Desa Kolo. Desa ini sangat dinamis. Lebih dari separuh penduduknya adalah pedagang pakaian dan barang elektronik bekas dari Singapura. Dulu kapal Singapura yang membawa pakaian ke desa ini. Kapal tersebut berlabuh di tengah laut. Nelayan dengan perahu motornya mengambil karung-karung berisi barang bekas tersebut dan transaksi dilakukan di laut. Namun sudah banyak pemilik modal di Kolo yang memiliki armada kapal sendiri untuk mengangkut barang dari Singapura. 5.
Pulau Kambing Pulau Kambing terletak di tengah laut Teluk Bima. Untuk mencapai Pulau Kambing dapat melalui Pelabuhan Bima dengan kendaran perahu motor atau boat umum yang menuju Desa Bajo Donggo. Perjalanan ditempuh selama 15 menit. Secara geografis pulau ini eksotis dikelilingi air laut yang jernih dan strategis di antara Pantai Ule, Pantai Lawata, Situs Wadu Pa,a, dan diapit oleh pemandangan gunung yang indah.
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 8, No. 3, Juni 2014
64 Media Bina Ilmiah Tentara kerajaan Kesultanan Bima menjadikan pulau ini sebagai tempat untuk mengintai musuh yang masuk lewat Asakota karena dari pulau ini terlihat jelas kapal yang sedang memasuki mulut kota lewat laut. Pada zaman penjajahan Belanda dijadikan sebagai gudang atau stasiun bahan bakar dan telah dibombardir oleh Jepang. Tangki-tangki bahan bakar tersebut masih ada. Pulau Kambing dengan luas kira-kira 10 Ha memiliki daya tarik berupa banker raksasa peninggalan Jepang yang menjadi tempat berlindung para tentara Jepang, kuburan tua yaitu kuburan mubaliq penyebar Agama Islam di Bima, aneka tumbuh-tumbuhan, monyet ekor panjang, dan beragam bebatuan yang menarik. 6.
Areal Persawahan Kota Bima masih mengandalkan sektor pertanian sebagai salah satu sektor andalannya. Areal persawahan masih terpelihara dengan baik. Perkampungan Ntobo dan Dodu yang terletak di wilayah Kecamatan Rasanae Timur merupakan areal pertanian yang subur dengan sumber mata air yang banyak. Di sini telah dikembangkan peternakan unggas dan ikan air tawar oleh dinas terkait. Wilayah ini memiliki panorama indah berlatar belakang pegunungan sehingga sangat menyenangkan untuk melakukan perjalanan (tracking) menyusuri persawahan, sungai yang berair jernih, tanaman tropis, dan buah-buahan. Di sini wisatawan juga dapat melihat dan beraktivitas sebagai petani yang masih menggunakan peralatan tradisional. b.
Daya Tarik Wisata Budaya Kota Bima memiliki peninggalan sejarah dan kepurbakalaan yang cukup banyak. Peninggalanpeninggalan yang ada kebanyakan berasal dari masa kesultanan Bima yang meliputi: 1.
Istana Bima Istana Kerajaan Bima atau Kesultanan Bima dan juga dikenal dengan sebutan Asi Mbojo terletak di tengah-tengah Kota Bima di atas lahan seluas 10 Ha. Luas dari utara selatan kurang lebih dua kali luas dari timur barat. Bangunan istana ini merupakan sebuah bangunan berlantai dua yang merupakan perpaduan arsitektur asli Bima dan _____________________________________________ Volume 8, No. 3, Juni 2014
ISSN No. 1978-3787 Belanda. Istana mulai dibangun pada masa Sultan Muhamad Salahuddin pada tahun 1927 karena istana yang lama sudah tidak memungkinkan lagi sebagai istana. Bangunan ini rampung dalam waktu tiga tahun dan resmi menjadi Istana Kesultanan Bima pada tahun 1929. Penduduk menyebutnya “asi lama” (istana lama). Perancangnya bernama Rehatta, arsitek kelahiran Ambon yang diundang pemerintah Kolonial Belanda ke Bima. Ia dibantu oleh Bumi Jero Istana dan dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat ditambah pembiayaan dari anggaran belanja kesultanan. Istana menghadap ke barat. Di depannya terdapat alun-alun disebut lapangan ‘Sera Suba” karena di sana tempat latihan pasukan kesultanan yang disebut “Suba”. Di sini juga raja tampil secara terbuka di depan rakyat pada saat upacaraupacara penting atau perayaan hari besar keagamaan. Bersamaan dengan berakhirnya masa kesultanan pada tahun 1952, maka berakhirlah peranan istana sebagai pusat pemerintahan, pusat pengembangan seni dan budaya, pusat penyiaraan Islam, dan pusat pengadilan adat. Kini bangunan tersebut menjalani fungsi yang baru sebagai museum bagi barang-barang peninggalan raja dan Sultan Bima. Keadaan istana pernah mengalami kerusakan yang sangat parah. Istana yang senantiasa bersih dan terawat baik berubah menjadi kotor dan beberapa bangunan rusak. Istana kemudian beralih fungsi menjadi mess pegawai dan tentara. Usaha untuk mengembalikan keindahan istana dimulai pada tahun 1978. Pemerintah pusat melakukan pemugaran dan menjadikannya sebagai bangunan lama yang harus dilindungi dan dilestarikan. Setelah Gubernur NTB meresmikan Asi Mbojo sebagai museum daerah pada tahun 1989, pembenahan terhadap museum dilakukan secara intensif. Status museum berada di bawah naungan pemerintah. Hal ini semakin kuat setelah berlaku otonomi daerah. Museum Asi Mbojo menyimpan 320 jenis barang peninggalan kerajaan/kesultanan, misalnya mahkota kerajaan yang bertahtakan intan permata serta sejumlah barang berharga lainnya. Beberapa bangunan bersejarah bisa ditemukan dalam lingkungan istana yaitu pintu gerbang dan sebuah http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 tiang bendera. Pintu gerbang sebelah barat bernama Lare-Lare. Merupakan pintu resmi kesultanan tempat masuknya sultan, para pejabat kesultanan, dan tamu-tamu sultan. Lare-Lare berbentuk masjid tiga tingkat. Tingkat atas (loteng) merupakan tempat untuk menyimpan Tambur Rasanae dan dua buah lonceng. Tambur Rasanae dibunyikan sebagai tanda pemberitahuan adanya upacara kebesaran. Kedua lonceng dibunyikan untuk pemberitahuan tanda bahaya dan waktu. Pintu gerbang sebelah timur bernama Lawa Kala atau Lawa Se. Merupakan pintu masuk bagi anggota sara hukum dan ulama. Pintu masuk bagi anggota keluarga berada di belakang istana bernama Lawa Weki. Di depan istana bagian barat terdapat meriam kuno dan tiang bendera setinggi 50 m terbuat dari kayu jati Kasi Pahu dari Tololai. Tiang bendera tersebut dibangun oleh Sultan Abdullah untuk memperingati hari pembubaran angkatan laut Kesultanan Bima karena tidak mau memenuhi keinginan penjajah Belanda yang memaksa angkatan laut Kesultanan Bima untuk menyerang pejuang Gowa-Makassar dan Bugis. Tiang Kasi Pahu sempat roboh karena lapuk dan pada tahun 2003 dibangun kembali. Pintu masuk Asi Mbojo melewati serambi utara. Serambi ini pada masa lalu dipergunakan untuk menerima tamu dalam jumlah besar dan untuk upacara penerimaan arak-arakan U’a Pua. Kini serambi tersebut berfungsi sebagai ruang pengenalan dan tempat penyimpanan patungpatung yoni, menhir, dan batu-batu bertulis peninggalan zaman Hindu yang berkembang di Bima hingga abad XVI. Dari serambi utara, menuju ruang Sara Nae yang dulu berfungsi sebagai tempat musyawarah Majelis Hadad pada tiga hari besar kesultanan. Kini ruangan tersebut menjadi tempat menyimpan data-data geologi, demografi, dan data-data flora dan fauna di Bima. Lewat pintu masuk dekat tangga, memasuki ruangan yang pernah berfungsi sebagai tempat untuk Doho Sara Bumi Nae-Ngeko yaitu syariat hukum Islam. Ruang itu kini menjadi tempat visualisasi alat-alat untuk bertani, berternak, berburu, dan menangkap ikan masyarakat awam. Dari ruang ini dapat menuju ke kantor istana. Di ruang ini Bumi Parisi menulis Bo (kitab catatan
Media Bina Ilmiah 65 istana Bima). Saat ini ruangan tersebut menjadi visualisasi bagan organisasi masyarakat baik di kota maupun di desa selama masa pemerintahan kesultanan, serta alat-alat kelengkapan upacara adat, perkawinan, dan penerimaan tamu. Bersebelahan dengan kantor istana adalah ruang tamu sultan yang juga pernah dijadikan kamar putra sultan. Sekarang ruangan tersebut digunakan untuk memperagakan benda-benda yang berhubungan dengan kegiatan upacara adat dan upacara kebesaran lainnya. Ruangan berikutnya adalah bekas ruangan tidur tamu-tamu kesultanan dan sekarang dipergunakan untuk peragaan benda-benda daur kehidupan. Keluar dari ruangan tersebut melewati koridor istana. Di sini diperagakan perabot dapur istana. Setelah dari koridor, memasuki ruang besar yang pernah berfungsi sebagai ruang makan keluarga sultan. Kini ruangan tersebut menjadi tempat peragaan alat-alat teknologi tradisional di bidang pertenunan, perladangan, pertukangan, gerabah, dan kesenian. Keluar dari ruangan besar tersebut, menuju ke kamar yang dulu berfungsi sebagai tempat benda sakral dan senjata tajam. Ruang tersebut kini menjadi naskah-naskah dengan berbagai aksara termasuk aksara Bima, naskah-naskah penelitian, dan perpustakaan museum. Lantai atas (kedua) dahulu berfungsi sebagai kamar tidur sultan, kamar kerja sultan, dan kamar lainnya untuk kamar putri dan satu kamar lagi untuk para tamu. Di kamar inilah Presiden Soekarno pernah tidur ketika beliau datang ke Bima pada tahun 1954. Di lantai atas juga terdapat satu kamar mandi dan WC yang dipakai bersama. Di bagian belakang terdapat kamar untuk kegiatan keterampilan para putri, tempat latihan Tari Lenggo, dan tempat tidur dayang-dayang (pengasuh putri raja). Satu bangunan ruang menonjol ke barat disebut “palada”. Dari palada sultan dapat melihat dan memantau kegiatan suba di lapangan dan kapal-kapal yang berlabuh di Pelabuhan Bima. Di bagian timur istana terdapat Asi Bou yang berarti istana baru. Dalam bahasa Bima asi berarti istana dan bou berarti baru. Istana ini hanya tempat tinggal keluarga kerajaan dan tidak digunakan sebagai pusat penyelengaraan pemerintahan.
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 8, No. 3, Juni 2014
66 Media Bina Ilmiah Sebagian besar bangunan Asi Bou terbuat dari kayu. Itu sebabnya disebut Istana Kayu. Konstruksinya seperti lazimnya rumah panggung di Bima. Sesuai namanya, Asi Bou dibangun belakangan, di masa pemerintahan Sultan Ibrahim (1881-1916). Sebelumnya telah ada istana lama yang dibangun abad ke-19. Sultan Ibrahim membangun Asi Bou untuk anaknya yang menjadi putra mahkota atau raja muda yakni M. Salahuddin. Kelak, setelah M. Salahuddin menjadi raja, dia memilih tinggal di istana lama dan Asi Bou ditempati oleh adik dan keluarganya. Asi Bou kini termasuk bangunan cagar budaya yang perlu dilestarikan. Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan pernah merehabnya tahun 1998. 2.
Masjid Sultan M.Salahuddin Masjid Sultan M.Salahuddin terletak di Kampung Sigi Kelurahan Paruga dan merupakan satu kesatuan dengan alun-alun dan Istana Bima. Masjid ini dirintis pembangunannya oleh sultan kedua yaitu Sultan Abdul Khair Sirajuddin pada tanggal 25 Juli 1649. Pekerjaan pembangunan masjid ini dipimpin oleh Qadi/Lebe Sape Abdurrahim serta Sara Hukum. Karena ini merupakan masjid kesultanan pertama maka pembangunannya dilakukan oleh seluruh rakyat Bima. Menurut catatan Bo, masjid ini semula letaknya di Kampung Temba Dumpu. Untuk tidak mengurangi nilai historis masjid, maka Sultan Bima ke-8 yaitu Sultan Abdul Qadim dengan bijaksana memindahkan masjid lama ke dekat istana. Tapi ada juga versi lain dari para sejarahwan bahwa Sultan Abdul Qadim tidak memindahkan masjid lama tetapi membangun masjid yang baru. Lontara No. 152 dan dan Bo Bumi Luma Rasanae M. Djafar yang kini ada di koleksi Arsip Negara Benteng Ujung Pandang memperkuat adanya aktivitas pemindahan dan perbaikan masjid ini yang dilakukan selama 5 bulan. Pembongkaran berlangsung dari tanggal 10 Desember 1778 dan dilakukan pembangunan kembali setahun kemudian pada tanggal 5 Januari 1779. Lontara dengan jelas menggambarkan tahap-tahap pembangunan kembali masjid ini seperti pemasangan atap dari genteng. Untuk menaikkan _____________________________________________ Volume 8, No. 3, Juni 2014
ISSN No. 1978-3787 atap masjid secara khusus dilakukan oleh orangorang Surabaya pada tanggal 25 April 1779. Masjid telah beberapa kali dilakukan renovasi antara lain dilakukan oleh Sultan Abdul Hamid Muhammadsyah, anak Sultan Abdul Qadim. Tragedi pemboman Sekutu pada Perang Dunia II mengakhiri riwayat masjid ini. Masjidpun hancur dan yang tersisa cuma mihrabnya. Menurut lukisan A.J Bik pada tahun 1858 mengenai Teluk Bima tampak bahwa masjid kesultanan tersebut memiliki atap bersusun tiga. Ahli waris kesultanan Bima Hj. St. Maryam R. Salahuddin dengan segala upaya berusaha mengumpulkan dana untuk menegakkan kembali bukti kejayaan Islam di Bima waktu itu. Masjid yang pada masa kesultanan bukan hanya sekedar sebagai tempat kegiatan ibadah melainkan juga memiliki fungsi yang luas sebagai wahana sultan untuk berhubungan dengan rakyat, bukan hanya direhab oleh Puteri Maryam tetapi juga dibangun sesuai aslinya. Di halaman masjid terdapat makam Sultan Ibrahim, sebagian keluarga raja, dan tokoh masyarakat yang dekat dengan keluarga istana. 3.
Makam Danataraha Makam Danataraha terletak di atas sebuah puncak bukit yang bernama Bukit Danataraha. Bukit ini berada pada ketinggian 65 m dari permukaan laut, berhawa sejuk, dikelilingi perbukitan yang indah, dan hamparan laut Teluk Bima dapat terlihat jelas dari lokasi ini. Luas areal makam sekitar 1.250 m2. Letaknya 4 km dari bangunan Museum Asi Mbojo. Juga dekat dengan Terminal Bus Dara kira-kira 1 km. Semua jenis kendaraan dapat menjangkau sampai di atas bukit. Dari lokasi makam dapat disaksikan keindahan panorama alam Kota Bima dengan latar belakang Teluk Bima dan pegunungan yang mengelilingi Kota Bima. Lokasi makam berada di wilayah Kampung Dara, Kelurahan Paruga, Kecamatan Rasanae Barat. Para raja yang dimakamkan di Danataraha adalah Sultan I Abdul Kahir yang merupakan raja pertama yang menerima Islam di awal abad 17 dan menjadikan Kerajaan Bima sebagai kerajaan yang berazaskan Islam dan sebutan raja berubah menjadi sultan (wafat pada tanggal 22 Desember 1640), Wazir Abdul Somad Ompu La Muni (wafat tahun 1701), Datu Sagiri yaitu putri Sultan Sumbawa http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 yang menjadi istri Sultan Abdul Hamid, Sultan Ibrahim, Sultan Abdul Aziz, Karaeng Popo pahlawan Makassar (wafat tahun1602) dan Sultan Abdul Kahir II. Sultan Abdul Kahir II yang wafat pada tahun 2002 ini merupakan sultan terakhir yang menjabat Kepala Daerah Swapraja Bima ketika daerah kesultanan dirubah menjadi daerah swapraja periode tahun 1951-1956. Makam Sultan Abdul Kahir terletak pada deretan paling utara, terdiri atas enam undakan dan satu teras. Setiap undakan terdiri atas empat balok batu padas. Pada undakan keenam terdapat tulisan huruf Arab yang keadaannya sudah rusak karena faktor alam sehingga tidak terbaca dengan jelas. Dari goresan-goresan yang masih tersisa, kemungkinan bunyi tulisan itu adalah “Laa Ilaha Illallah Muhammada Rasulullah”. Nisannya ada dua buah, berbentuk gada, bagian dasar segi empat, dan bagian tengah segi delapan bergerigi makin ke atas makin besar. Pada bagian dasarnya terdapat ragam hias bunga. Makam Wazir Abdul Somad Ompu La Muni, terletak di sebelah timur makam Abdul Kahir. Makam ini bercungkup, bentuk cungkupnya seperti “iglo” atau rumah tinggal orang Eskimo di Kutub Utara. Bagian dasar cungkup segi empat berukuran panjang 538 cm, lebar 368 cm, dan tinggi 57 cm. Atap cungkup yang bentuknya melengkung berukuran tinggi 267 cm. Pada bagian puncak terdapat dua nisan dari batu padas yang bentuknya seperti gada. Nisan ini adalah nisan semu karena nisan yang sebenarnya ada pada makam di dalam cungkup. Pintu cungkup menghadap selatan, berbentuk melengkung dengan tinggi 133 cm. Adapun makam Datu Sagiri terletak pada deretan bagian selatan. Pada sisi dalam nisan kepala dan kaki terdapat tulisan dengan huruf Arab, bahasa Melayu, menyebutkan nama tokoh yang dimakamkan. Secara umum sampai dengan dasawarsa tahun 1970-an kondisi Makam Danataraha dan Makam Tolobali keterawatannya kurang sehingga tingkat kerusakan yang dialaminya relatif tinggi. Kedua makam tersebut kini telah dilakukan pemugaran. Pada tahun 1983/1984 Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan melakukan studi kelayakan untuk pemugarannya. Pemugaran akhirnya dilaksanakan pada tahun 1996 dan menjadi benda cagar budaya yang dilindungi oleh undang-undang.
Media Bina Ilmiah 67 4.
Makam Tolobali Makam Tolobali terletak di Kampung Tolobali Kecamatan Rasanae Barat, mengacu kepada nama kampung dimana makam tersebut berada. Makam berlokasi kurang lebih 1 km di sebelah utara bangunan Istana Bima. Makam Tolobali merupakan sebuah kompleks pemakaman bagi raja, keluarga, dan orang-orang terdekat raja. Namun kini tempat ini tidak difungsikan lagi sebagai tempat pemakaman mereka. Makam Tolobali secara umum merupakan pemakaman umum yang masih difungsikan. Namun pada sekitar makam raja-raja, dibuatkan pagar khusus sebagai zona inti yang distatuskan sebagai monumen mati. Khusus makam raja terletak di bagian tengah, menempati areal yang relatif luas dibanding dengan yang lain. Luas makam secara keseluruhan 12.800 m2, ketinggian rata-rata 3,5 di atas permukaan laut. Lokasi makam dikelilingi perkampungan penduduk sehingga mudah dijangkau dengan segala jenis kendaraan. Makam Raja Bima di kompleks Makam Tolobali semuanya terletak di dalam cungkup berbentuk piramida. Dulu ada tiga buah cungkup yang menghadap ke arah barat timur dan pintu cungkup menghadap selatan. Cungkup yang paling timur hancur karena dibom Sekutu tahun 1943. Kini makam tersebut tinggal fondasinya. Tokoh-tokoh yang dimakamkan di kompleks Makam Tolobali adalah Sultan Abdul Khair Sirajuddin, Sultan Bima II yang wafat pada tanggal 17 Rajab 1093 H atau bertepatan dengan tanggal 22 Juli 1682. Di sini juga dimakamkan Sultan Bima III yaitu Sultan Nuruddin, dan Sultan Jamaluddin yang merupakan Sultan Bima IV. Sultan ini wafat di Batavia dan dimakamkan di Tanjung Priok tahun 1699. Namun masyarakat Bima baru mengetahuinya pada tahun 1701. Kemudian makamnya dibongkar dan jenazah sultan dimakamkan untuk kedua kalinya di sini. Tokoh lainnya adalah Syekh Umar Al Bantani seorang guru spiritual Sultan Jamaluddin yang wafat tahun 1695. 5.
Masjid Kuno Melayu Masjid tua yang yang terbuat dari kayu ini terletak di Kelurahan Melayu sebelah utara Pelabuhan Bima. Masjid kuno Melayu menjadi salah satu titik tolak penyebaran Islam di Bima. Dari tempat ini para ulama Melayu yang berasal
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 8, No. 3, Juni 2014
68 Media Bina Ilmiah dari Pagaruyung, Sumatera Barat menyebar agama Islam di Bima. Para ulama ini datang sekitar tahun 1620 menetap sekaligus membangun masjid tersebut. Mereka sebelumnya datang dari Sulawesi dan menjadi guru para Sultan Gowa Makassar. Masjid ini sebagai saksi bisu dan jejak sejarah berkembangnya agama Islam di Bima. Namun sangat disayangkan, kondisi masjid ini sangat memprihatinkan karena hingga kini belum pernah dilakukan pemugaran. 6.
Museum Samparaja Tidak seperti bangunan lainnya yang merupakan peninggalan sejarah dan kepurbakalaan, museum ini berisi benda-benda peninggalan sejarah dan kepurbakalaan. Museum ini tidak bisa dipisahkan dengan Museum Asi Mbojo. Pemiliknya adalah Hj. Siti Maryam, putri mantan Sultan Bima M. Salahuddin. Status museum adalah milik swasta. Diresmikan pada tanggal 10 Agustus 1995 dan bernaung di bawah Yayasan Museum Kebudayaan Samparaja Bima. Lokasinya di Jalan Gajah Mada Kampung Karara, kira-kira satu km ke arah timur Museum Asi Mbojo. Umumnya benda koleksi di museum tersebut sebelumnya pernah menempati Istana Bima. Namun benda-benda bersejarah yang ada merupakan koleksi pribadi. Di sini disimpan koleksi benda-benda budaya etnis Bima seperti aneka pakaian adat yang dipakai pihak kesultanan sejak zaman lampau. Adapula koleksi pakaian pengantin dari emas dan perak serta benda-benda peralatan makan dari perak. Museum inipun mengoleksi naskah-naskah kuno abad ke-17 hingga abad ke-19. Naskah tersebut ditulis dalam huruf Arab-Melayu. Salah satu koleksinya adalah naskah kuno yang ditulis oleh sultan pertama yaitu Sultan Abdul Kahir. Naskah kuno tersebut ditulis sebagai rasa terima kasih pada orang Wera yang pernah menyelamatkannya untuk meloloskan diri ke Gowa-Makassar ketika dikejar pamannya yang memberontak. Sultan menulis pesan khusus yang ditulis pada hari Sabtu, tanggal 17 Syawal tahun 1060 H atau tanggal 17 Oktober 1650 M di atas kertas perak. Sultan berpesan kepada Jeneli Sape untuk diperhatikan oleh Sultan Bima menyangkut hak khusus orang Wera. _____________________________________________ Volume 8, No. 3, Juni 2014
ISSN No. 1978-3787 7.
Pasar Tradisional Rasanae Barat adalah pusat bisnis untuk Kota Bima dan Kabupaten Bima. Di sini terdapat dua pasar utama yaitu pasar Bima dan pasar baru Bima yang terletak di Kelurahan Sarae. Pasar Bima merupakan kompleks pertokoan. Pada malam hari pasar ini berfungsi sebagai pasar malam yang ramai dengan pedagang yang menjajakan aneka makanan khas daerah. Pemerintah menjadikan pasar ini sebagai pusat jajanan tradisional. Lokasi pasar Bima bersebelahan dengan Istana Bima. Pasar baru Bima merupakan pusat perdagangan dengan fasilitas yang terdiri atas pertokoan dan pasar tradisional. Di pasar tradisional setiap hari para pedagang menjual berbagai hasil pertanian, peternakan, perikanan, dan kebutuhan sehari-hari lainnya yang masih alami dan segar dari berbagai pelosok desa. Tersedia aneka makanan tradisional, sayuran, dan buah-buahan lokal dengan harga relatif murah. 8.
Pelabuhan Laut Bima Pelabuhan laut Bima dibangun pada tahun 1963, merupakan pelabuhan laut utama di wilayah pengembangan Pulau Sumbawa bagian timur sebagai pelabuhan feeder. Untuk mendukung pelabuhan berdiri pergudangan. Gudang-gudang ini sudah dibangun para pengusaha Bima sejak tahun 1960-an untuk menampung hasil bumi seperti bawang, kacang kedelai, dan jagung sebelum dikapalkan ke Surabaya, Banjarmasin, Makassar, hingga NTT. Arealnya berjejer memanjang pada jalan sepanjang sekitar satu kilometer dari kantor Duane setempat hingga ke areal perkampungan Tanjung. Kini pelabuhan dan sekitarnya menjadi Kelurahan Tanjung. Pelabuhan laut Bima selain dapat disinggahi kapal-kapal besar seperti KM AWU, KM Tatamalau, KM Kelimutu, KFC Barito, dan KFC Serayu juga disinggahi oleh kapal-kapal perintis. Ada juga kapal pesiar yang khusus mengangkut wisatawan yang menuju Pulau Komodo, Flores, dan Sumba. Disamping itu juga menjadi pusat bongkar muat barang, ekspedisi, dan pelayaran baik dari Surabaya, Banjarmasin, Flores, Ambon, maupun Sulawesi. 9.
Sentra Kerajinan Tenun Desa Raba Dompu menarik untuk dikunjungi karena kegiatan sehari-hari masyarakat di desa ini http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 adalah menenun baik di rumahnya masing-masing maupun pada sentra industri. Ciri khas tenunan dari Raba Dompu ini adalah tenunan khas Bima yang dikenal sebagai kain nggoli dan kain salungka atau songket yang memakai benang emas. Desa ini telah dikenal menjadi salah satu daya tarik wisata yang banyak dikunjungi oleh para tamu nusantara maupun mancanegara. Di sentra kerajinan di desa ini terdapat art shop yang menjual kain tenun baik yang masih berupa kain maupun yang telah dibuatkan baju, jas, sarung, tas jinjing wanita, kopiah, sandal dan taplak meja. Produksi kain tenun di Raba Dompu semakin berkembang seiring dengan adanya peraturan dari pemkot yang memberlakukan pemakaian tenunan bagi pegawai pemerintahan pada hari sabtu. Para wanita di desa selalu siap mendemontrasikan keterampilan mereka. 10. Kampung Pandai Besi Kampung pandai besi di Kota Bima terletak di Dusun Nggaro Lo, Desa Penanae Kecamatan Rasanae Timur kira-kira 2 km utara Kecamatan Raba. Kesan terpencil akan sirna begitu memasuki dusun ini. Memasuki ujung barat dusun, sudah terdengar dentingan besi yang ditempa silih berganti. Suara ini tidak ada henti-hentinya dari pagi hingga sore. Di bengkel-bengkel kerja, beberapa orang sibuk menempa, memukul dengan palu, memompa, menggosok, mengamplas, hingga mengukur alat-alatnya agar lurus. Keahlian masyarakat Nggaro Lo mengolah besi diperoleh secara turun temurun. Dalam masa penuh pergolakan di Bima terutama abad ke-17 hingga akhir abad ke-20, Ngaro Lo menjadi tempat produksi senjata perang kerajaan. Senjata-senjata yang dibuat terdiri atas tombak, keris, pedang, dan parang. Masyarakat juga membuat perkakas pendukung perang seperti sepatu kuda, kereta, baut, mur, serta perlengkapan prajurit. Pada zaman penjajahan Belanda, masyarakat memproduksi senjata laras panjang untuk kebutuhan perang menghadapi penjajah. Kemudian berlanjut pada masa-masa penjajahan Jepang yang juga memproduksi samurai. Saat ini, tempat-tempat penempaan besi atau rubu telah berubah fungsi seiring perkembangan zaman. Masyarakat tidak lagi memproduksi senjata karena dilarang undang-undang, tetapi hanya membuat perkakas rumah tangga dan alat-alat
Media Bina Ilmiah 69 pertanian seperti cangkul, tembilang, dan parang. Satu rubu dikerjakan secara berkelompok yang terdiri atas tujuh hingga sepuluh orang. Satu orang memompa udara untuk meniup api, dua hingga empat orang yang menempa, memotong, membentuk besi, dan yang lainnya menggosok, mengikir, dan mengamplas. Warisan leluhur yang masih melekat kuat pada masyarakat Ngaro Lo ini merupakan daya tarik wisata yang sangat potensial untuk dikembangkan. Sebagaimana diungkapkan oleh masyarakat setempat, wisatawan dari Jerman dan Australia banyak yang mengunjungi rubu mereka. 11. Pacuan Kuda Pacuan kuda menjadi permainan yang terkenal dan sangat digemari di Bima. Kuda Bima sudah terkenal sejak dulu dan dikenal sebagai kuda sandelwood yang terkenal sangat baik untuk kuda pacuan dan memiliki bentuk yang indah. Kudakuda Bima saat ini tidak saja terkenal keperkasaan dalam berlari, tetapi lebih dari itu susu asli kuda liar Bima ternyata mempunyai mutu sangat baik bagi pengobatan modern dan diminati oleh perusahaan farmasi di kota besar. Susu kuda liar dipercaya mampu menyembuhkan penyakit kanker, lever, dan berbagai penyakit berat lainnya. Pacuan kuda merupakan kegiatan rutin masyarakat yang diadakan setiap tahun. Pemerintah memfasilitasinya dengan menyiapkan sarana arena pacuan kuda di Desa Mande. Kegiatan pacuan kuda di Bima tergolong unik dan menarik karena joki-joki yang ada biasanya seorang anak yang berumur 5-12 tahun tanpa menggunakan pelana. 12. Upacara dan Kesenian Selain berbagai daya tarik tersebut di atas, masyarakat Bima juga memiliki upacara keagamaan dan kesenian yang menarik untuk dinikmati. a). Upacara U’a Pua Upacara U’a Pua dilakukan untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dan masuknya agama Islam di Bima. Perayaan U’a Pua ini merupakan strategi para mubaliq yang berasal dari Minangkabau untuk berdakwah menyiarkan agama Islam di Bima. U’a Pua dalam bahasa Melayu “sirih puan” adalah satu rumpun tangkai bunga telur yang
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 8, No. 3, Juni 2014
70 Media Bina Ilmiah berwarna-warni yang dimasukkan dalam satu wadah segi empat. Jumlah bunga telur 99 tangkai sesuai dengan Asmaul Husna yang berjumlah 99. Di tengah-tengahnya terdapat sebuah Al-Qur’an. U’a Pua ini ditempatkan di tengah-tengah rumah mahligai (Uma Lige) segi empat berukuran 4x4 m2. Sebelum acara inti dilaksanakan Kesultanan Bima pada tanggal 12 Rabiul Awal, malam harinya diselenggarakan dzikir maulud untuk memperingati hari kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW yang diikuti oleh Majelis Adat Dana Mbojo, pejabat pemerintahan, serta masyarakat umum. Pada tanggal 15 Rabiul Awal, upacara U’a Pua digelar yang disaksikan oleh seluruh masyarakat Bima. Upacara ini merupakan iring-iringan Uma Lige yang diusung oleh 44 orang yang setiap sudutnya berjumlah 11 orang yang menggambarkan keberadaan 44 kelompok masyarakat Dari Mbojo yakni sekelompok asli Dou Dana Mbojo (orang Bima) sesuai dengan jenis keahliannya, misalnya Dari Ngaji (kelompok yang menjadi guru ngaji) dan Dari Bedi (kelompok untuk menjadi tentara). Uma Lige tersebut membawa Penghulu Melayu, yang mengantarkan rumpun bunga 99 dan sebuah Al-Quran kepada Sultan Bima. Iring-iringan Penghulu Melayu terdiri atas empat putri penari Tari Lenggo Mbojo dan empat putra penari Tari Lenggo Melayu merupakan perpaduan seni budaya tradisional Bima dan Melayu. Diiringi pula oleh musik Genda Mbojo. Uma Lige diusung hingga depan serambi istana di mana sultan, pembesar kerajaan, dan tamu-tamu sudah menunggu. Rombongan Penghulu Melayu kemudian menyerahkan rumpun bunga 99 dan Al-Quran sebagai lambang perjanjian antara sultan pertama yang masuk Islam yaitu Sultan Abdul Kahir dengan pendekar pembawa Agama Islam pertama di Bima yaitu Datuk Ribanda dan Datuk Ditiro. Penghulu Melayu merupakan keturunan dari pendekar yang membawa Islam pertama kali ke Bima. Iring-iringan Uma Lige ini disambut Tari Sere yang mengantarkan Ume Lige sampai ke _____________________________________________ Volume 8, No. 3, Juni 2014
ISSN No. 1978-3787 tangga istana. Pada posisi depan masuklah pasukan berkuda Jara Wera yang berlari kencang mendahului Uma Lige. Di belakang pasukan Kuda Wera diikuti oleh pasukan Jara Sara’u yaitu pasukan elit berkuda Kesultanan Bima sebagai pengawal kehormatan. Disusul pasukan prajurit perang yang disebut Laskar Suba Na’e. Pasukan perang ini membawa peralatan perang berupa tombak dan tameng sebagai simbol kesiapsiagaan pasukan kerajaan mengamankan negeri. Di belakang Laskar Suba Na’e berjalan Uma Lige yang diiringi oleh keluarga besar Kampung Melayu. Mereka merupakan tamu kehormatan dalam upacara ini. Setelah Uma Lige sampai di tangga istana diturunkan, turunlah Penghulu Melayu untuk mengantarkan rumpun bunga telur dan AlQuran yang diserahkan kepada Sultan Bima. Lalu digelar Tari Lenggo Mbojo dan Lenggo Melayu di hadapan para undangan dan masyarakat umum. Di akhir acara rumpun bunga dibagikan oleh sultan kepada masyarakat Bima yang hadir sebagai simbol membagi berkah kepada rakyat sekaligus menandakan kerajaan sangat peduli dengan kemakmuran rakyatnya. Dengan berakhirnya pembagian ini, maka berakhir pulalah seluruh rangkaian upacara U’a Pua. Sejarah masuk Islam di tanah Bima yang diperingati dengan upacara U’a Pua diprakarsai kembali oleh Majelis Adat Dana Mbojo sejak tahun 2003. Direncanakan kegiatan ini akan terus dilakukan setiap tahun sebagai salah satu atrasi wisata di Kota Bima. b). Seni Musik Mbojo Perangkat alat musik Mbojo tidak sebanyak alat musik Lombok, Bali, dan Jawa. Alat musik Mbojo terdiri atas: 1). Perangkat alat musik Genda Mbojo meliputi genda (gendang, alat musik pukul), no (gong, alat musik pukul), silu dan sarone (alat musik tiup), dan katongga atau tawa-tawa sejenis no dalam ukuran kecil. Fungsi dari perangkat alat musik Genda Mbojo adalah untuk mengiringi tari. 2). Biola dan gambo (gambus). Berfungsi sebagai pengiring Rawa Mbojo. http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 3). Tambu (tambur). Berfungsi sebagai alat musik pengiring Tari Kanja dan Sere. 4). Danci (sejenis alat musik yang dibuat dari kuningan, bentuknya menyerupai mangkuk). Berfungsi sebagai pengiring Rawa Nu’a (nyanyian yang dinyanyikan oleh beberapa orang gadis. Biasanya dilakukan pada malam bulan purnama. Para penyanyi duduk membentuk lingkaran). 5). Seperangkat arubana (rebana) yaitu alat musik pukul. Dipergunakan untuk mengiringi hadrah. Terdiri atas tiga buah rebana yang mempunyai irama berbeda. 6). Musik instrumental berupa kareku kandei yaitu alat pukul yang terdiri atas: aru (alu), kandei (lesung) dan nocu (lumpang). Biasanya dilakukan oleh para wanita dewasa dengan mengenakan sarung tradisional dengan menutupi seluruh bagian tubuhnya dan hanya kelihatan mukanya saja yang dikenal dengan rimpu. c). Seni Suara Seni suara di Bima lebih dikenal dengan istilah rawa Mbojo. Merupakan musik tradisional Bima yang dimainkan oleh satu atau dua orang penyanyi (biasanya wanita), seorang pemetik gambo (gambus), dan seorang penggesek biola Mbojo (biasanya laki-laki). Pemusik laki-laki terkadang merangkap sebagai penyanyi. Lagu-lagu yang dibawakan berbentuk pantun nasehat, kisah muda-mudi, dan humor. d). Tari Toja Tari Toja merupakan tari klasik yang tertua. Termasuk sendra tari yang mengisahkan asalusul kedatangan seorang Ana Fari (Putri Bidadari) dari kayangan yang kemudian menjadi permaisuri raja. Ana Fari turun ke bumi melalui awan (teja). Oleh sebab itu tari ini dinamakan sebagai Tari Teja atau Toja. e). Tari Lenggo Tari Lenggo terdiri atas dua yaitu Tari Lenggo Melayu dan Lenggo Mbojo. Lenggo Melayu diperkenalkan oleh para mubaliq dari Pagaruyung Sumatera Barat pada masa pemerintahan Sultan Abdul Khair Sirajuddin (1640-1682). Tarian ini dibawakan oleh 4 orang remaja pria. Lenggo Mbojo diciptakan
Media Bina Ilmiah 71 oleh Sultan Abdul Khair Sirajuddin. Penarinya terdiri atas 4 orang remaja putri. Pada saat upacara U’a Pua, kedua Tari Lenggo tersebut dipadukan terjadilah Lenggo U’a Pua. Musik pengiringnya adalah Gendang Mbojo. f). Tari Katubu Tari Katubu adalah salah satu tari keraton (klasik) Bima yang dibawakan oleh para penari remaja yang meningkat dewasa. Tari Katubu khususnya diperagakan dalam ruangan. Musik pengiringnya adalah Genda Mbojo. Diberi nama Katubu karena irama gendang yang berbunyi ”katubu”. g). Tari Wura Bongi Monca Tarian ini dilakukan oleh sedikitnya empat orang gadis remaja untuk menyambut kedatangan tamu pada suatu acara. Para penari menaburkan beras kuning kepada para tamu sebagai ucapan selamat datang. Tarian ini diiringi oleh musik tradisional Bima. h). Buja Kadanda Buja Kadanda adalah permainan rakyat yang mempergunakan tombak yang dikreasikan dengan kadanda (bulu ekor kuda di ujung tombak). Buja berarti tombak karena itu, permainan ini dinamakan Buja Kadanda. Permainan ini sangat dinamis, penuh dengan hentakan kaki, dan teriakan pengobar semangat. i). Hadrah Hadrah adalah jenis kesenian yang bernafaskan Islam. Hadrah memadukan dua unsur seni yaitu seni suara dan seni tari. Penari yang berjumlah 4-5 orang menari dan menyanyi dengan iringan rebana. Syair yang dilantunkan berisi pujian-pujian kepada Allah, Rasul, dan para sahabat. Biasanya dipertunjukkan pada saat upacara perkawinan, khitanan, khataman Al-Quran, dan menerima tamu atau pejabat yang berkunjung. j). Gantao Tarian ini dimainkan oleh sepasang pria dewasa yang memiliki ilmu kanuragan yang tinggi. Menunjukkan keperkasaan dan kejantanan para pemainnya. Gerak dan jurusnya sama dengan permainan silat. Tarian ini diiringi musik tradisional Bima. Irama
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 8, No. 3, Juni 2014
72 Media Bina Ilmiah hentakkan musik sangat mempengaruhi emosi dan gerak pemainnya. k). Parise Tarian ini mempergunakan senjata tombak dan parise (perisai) sehingga dinamakan Tari Parise. Parise merupakan tarian persembahan kepada Sultan Bima dalam upacara kerajaan seperti perkawinan putra raja, khitanan, Maulid Nabi, pelantikan raja, dan upacara pajakai yaitu upacara memotong padi di sawah raja. Selain itu, Parise juga berfungsi sebagai tarian untuk upacara minta hujan. PENUTUP Potensi pengembangan pariwisata di Kota Bima sangat bagus karena memiliki daya tarik wisata alam dan budaya yang sangat indah. Sayangnya peluang ini tidak dimanfaatkan oleh pemerintah dan masyarakat untuk menyediakan atraksi dan fasilitas wisata yang bisa disewakan kepada pengunjung. Mestinya keberadaan daya tarik ini bisa menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah, di samping memberi nilai tambah sebagai sumber mata pencaharian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Pemerintah Kota telah membangun shelter untuk tempat berteduh dan taman untuk menambah keindahan dan daya tarik pantai. Di kawasan yang telah dibangun sarana pariwisata ini juga telah dipagari. Namun keberadaan sarana yang dibangun tersebut tidak bertahan lama. Kondisinya sudah mulai rusak karena keusilan tangan manusia dan binatang yang dibiarkan bebas berkeliaran di kawasan pantai. Masyarakat Bima belum memiliki kesadaran yang tinggi untuk menjaga fasilitas publik yang telah dibangun pemerintah.
_____________________________________________ Volume 8, No. 3, Juni 2014
ISSN No. 1978-3787 Pantai Oi Niu, Lawata, Ule, dan So Ati merupakan pantai yang direncanakan oleh pemerintah kota untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata yang menarik. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah kota sudah mulai melakukan reklamasi untuk memperluas areal kawasan pantai. Pantai ini sangat potensial untuk dikembangkan mengingatnya letaknya yang menjadi batas Kota Bima dengan Kabupaten Bima sekaligus sebagai pintu gerbang menuju Kota Bima. Begitupun juga dengan pengembangan atraksi wisata budaya sudah mulai diperhatikan pemerintah dengan merevitalisasi berbagai tempat peninggalan sejarah dan meghidupkan kembali berbagai atraksi budaya yang hamper punah. Untuk mendukung rencana tersebut maka seluruh stakeholder pariwisata berperan aktif untuk mewujudkan Kota Bima sebagai daerah tujuan wisata. DAFTAR PUSTAKA Anonim,
2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.
----------,
2002. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2002
----------, 2012. Analisa Pasar Wisatawan NTB Tahun 2012. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat. Julkarnain, 2006. “Perencanaan Kepariwisataan Alam di Pulau Gili Banta Kabupaten Bima” Provinsi NTB (tesis Program Magister Pariwisata). Bandung: Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung.
http://www.lpsdimataram.com