ISSN 1410-1939
PENGARUH LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT SEBAGAI SUBSTITUSI PUPUK ANORGANIK (N, P DAN K) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (ELAEIS GUINEENSIS JACQ.) THE EFFECT OF PALM OIL MILL EFFLUENT AS SUBSTITUTE OF INORGANIC FERTILIZERS (N, P, AND K) ON THE GROWTH OF OIL PALM SEEDLINGS (ELAEIS GUINEENSIS JACQ.) Elis Kartika*, Elly Indraswari*, Antony** *Staf Pengajar dan **Mahasiswa Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak Mendalo Darat, Jambi 36361, Telp./Fax: 0741-583051 Abstract This research was conducted to determine the effect of palm oil mill effluent on the substitution of inorganic fertilizers and find the best value of the ratio of substitution on the growth of oil palm seedlings in the main nursery. This research was conducted in the planting media in polybags at the experimental station of Faculty of Agriculture Jambi University. The research design used was Completely Randomized Design with one factor: the substitution of inorganic fertilizers with palm oil mill effluent (LCPKS) which consists of five levels: 100% Inorganic, Inorganic 75% + 25% LCPKS, 50% Inorganic + 50 % LCPKS, 25% + 75% Inorganic LCPKS, and 100% LCPKS. The results showed that the substitution of inorganic fertilizers with high LCPKS significant effect on seed, seedling diameter, leaf area, leaf number, dry weight and root dry weight disappear and the substitution of 50% inorganic fertilizer + 50% LCPKS or equal to 30 grams NPKMg + 6, 4 liters LCPKS per polybag oil palm seedlings growth in the best. Keywords : Palm Oil Mill Effluent, substitute, inorganic fertilizers, Elaeis guineensis
PENDAHULUAN Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman dengan nilai ekonomis cukup tinggi karena menghasilkan minyak nabati. Di Indonesia kelapa sawit memiliki arti penting bagi perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa negara. Pada saat ini minyak sawit digunakan untuk berbagai macam keperluan diantaranya adalah untuk bahan baku pembuatan mentega, minyak goreng, kosmetika, sabun, obatobatan, bahkan sebagai substitusi minyak bumi. Provinsi Jambi merupakan salah satu sentra produksi kelapa sawit di Indonesia. Pada tahun 2001 luas areal perkebunan kelapa sawit di provinsi Jambi mencapai 301.879 ha dengan produksi sebesar 649.489 ton dan mengalami peningkatan pada tahun 2005 yaitu 403.467 ha dengan produksi sebesar 936.595 ton (Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa kelapa sawit berkembang pesat di provinsi Jambi.
Perkembangan luas areal perkebunan haruslah diimbangi dengan upaya penyediaan bibit dengan kondisi baik agar diperoleh produksi yang lebih tinggi. Dalam usaha membudidayakan kelapa sawit salah satu kendala yang dihadapi adalah pengadaan bibit yang bermutu dimana bibit tersebut merupakan faktor penentu pertumbuhan kelapa sawit di lapangan. Menurut Risza (1994) untuk mendapatkan bibit dalam kondisi baik pada pembibitan awal perlu dilakukan pemupukan. Pupuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik merupakan bahan yang penting dalam menciptakan kesuburan tanah baik secara fisik, kimia dan biologi tanah. Pupuk anorganik yang sering digunakan untuk kegiatan pertanian adalah pupuk yang mengandung unsur N, P, K. Penggunaan pupuk anorganik terbukti mampu meningkatkan hasil pertanian, namun penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus tanpa diimbangi pupuk organik dapat merusak tanah dan menimbulkan pencemaran lingkungan terutama pencemaran air (Sutanto, 2006). Bahan organik yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit, yang selama ini masih sering
33
Jurnal Agronomi Vol. 12 No. 1, Januari - Juni 2008
dianggap sebagai limbah sebenarnya merupakan sumber hara yang potensial bagi tanaman, selain itu dapat pula berfungsi sebagai bahan pembenah tanah (Sutarta dan Darmosarkoro, 2001). Salah satu bahan organik yang dapat digunakan adalah limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS). Limbah cair pabrik kelapa sawit merupakan bahan organik yang mengandung hara yang diperlukan tanaman, oleh karena itu aplikasi limbah cair tersebut merupakan usaha daur ulang sebagian hara (nutrient recycling) yang terikut melalui panen tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, sehingga akan mengurangi biaya pemupukan yang tergolong sangat tinggi untuk budidaya tanaman kelapa sawit (Nainggolan, 2002). Menurut Kanagaratnan (1981) dalam Siregar dan Liwang (2001) LCPKS mengandung 1.495 mg/l N, 1.056 mg/l P2O5, 2.865 mg/l K2O dan 1.665 mg/l MgO. Bila dilihat dari komposisi nutrisinya, maka limbah cair tersebut berpotensi besar sebagai alternatif untuk menggantikan fungsi dari pupuk buatan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor : KB.310/452/MENTAN /XII/95 tentang standarisasi pengolahan limbah PKS, setiap limbah PKS yang akan digunakan untuk aplikasi lahan harus diproses terlebih dahulu sehingga tingkat BOD-nya < 3.500 mg/l. Pemanfaatan limbah ini disamping sebagai sumber pupuk juga akan mengurangi biaya pengolahan limbah hingga sebesar 50-60 % (Sutarta, et al,, 2003). Berbagai hasil penelitian dan pengamatan aplikasi limbah cair pada perkebunan kelapa sawit umumnya melaporkan bahwa aplikasi tersebut secara nyata dapat meningkatkan produksi kelapa sawit. Menurut Huan (1987) dalam Sutarta, et al. (2003), hasil penelitian aplikasi limbah cair di kebun Aek Nabara Selatan PT. Perkebunan Nusantara III menunjukkan bahwa dari analisis tanah atas (0-20 cm) yang diambil di sekitar flatbed menunjukkan bahwa aplikasi limbah cair nyata memperbaiki beberapa sifat tanah seperti peningkatan pH tanah, ketersediaan kation-kation K, Ca, Mg, KTK, bahan organik tanah, hara N dan P. Peningkatan tersebut sejalan dengan peningkatan dosis pemberian limbah cair. Selanjutnya menurut penelitian Mardiah (2004) menunjukkan bahwa pemberian LCPKS terhadap bibit kelapa sawit di pembibitan utama berpengaruh nyata terhadap bobot kering pupus, namun tidak berpengaruh nyata pada tinggi bibit, luas daun total, diameter bibit dan bobot kering akar serta pemberian LCPKS pada dosis 1,875 l/polybag memberikan pertumbuhan bibit kelapa sawit yang terbaik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh limbah cair pabrik kelapa sawit terhadap substitusi pupuk anorganik dan mengetahui nilai perbandingan substitusi yang terbaik terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit di pembibitan utama. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Jambi Mendalo Darat, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muara Jambi, Propinsi Jambi. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang dicobakan terdiri dari 5 taraf perlakuan. Adapun perlakuan yang dicobakan adalah sebagai berikut : L0 = 100 % Anorganik L1 = 75 % Anorganik + 25 % LCPKS L2 = 50 % Anorganik + 50 % LCPKS L3 = 25 % Anorganik + 75 % LCPKS L4 = 100 % LCPKS. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali, sehingga diperoleh 25 petak percobaan. Setiap petak terdiri dari 4 tanaman sehingga jumlah tanaman seluruhnya adalah 100 tanaman, penentuan sampel dilakukan dengan sistem acak. Pada setiap petak percobaan diambil 2 tanaman sampel sehingga jumlah seluruh tanaman sampel adalah sebanyak 50 tanaman sampel. Media tanam yang digunakan adalah tanah lapisan atas (Ultisol). Tanah tersebut diayak untuk memisahkan sisa-sisa akar atau kotoran kemudian tanah dimasukkan ke dalam polybag ukuran 40 x 50 cm sebanyak 10 kg. Bibit yang digunakan berasal dari bibit varietas D x P yang diambil dari pembibitan awal yang telah berumur sekitar 3 bulan, dengan kriteria bibit antara lain tinggi bibit 20 cm dan jumlah daun 3-4 helai. Seminggu sebelum bibit dipindahkan, polybag yang telah diisi tanah disiram dengan air sampai mencapai kapasitas lapang. Bibit dari pembibitan awal dipindahkan ke pembibitan utama dengan cara menyayat dasar baby polybag kemudian dipindahkan ke polybag besar yang sebelumnya telah diisi tanah dan dibuat lubang seukuran baby polybag. Tanah dari baby polybag rata dengan tanah di polybag besar kemudian dipadatkan. Setelah penanaman bibit disusun di areal pembibitan sesuai denah penelitian. Pemberian LCPKS dibagi menjadi 10 kali pemberian yaitu 9 kali diberi sebelum tanam dan 1 kali diberi setelah tanam, sedangkan pupuk anorganik diberikan per tahap sesuai dosis anjuran
34
Elis Kartika, Elly Indraswari, dan Antony : Pengaruh Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Sebagai Substitusi Pupuk Anorganik (N, P Dan K) terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (Lampiran 4) kecuali untuk perlakuan 100% LCPKS (L4). Adapun dosis keseluruhan yang diberikan yaitu : L0 = 60 g NPKMg/bibit. L1 = 45 g NPKMg/bibit, 3,2 liter LCPKS/bibit. L2 = 30 g NPKMg/bibit, 6,4 liter LCPKS/bibit. L3 = 15 g NPKMg/bibit, 9,6 liter LCPKS/bibit. L4 = 12,8 liter LCPKS/bibit. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan selama penelitian meliputi : penyiraman, penyiangan gulma dan pengendalian hama penyakit. Peubah yang diamati adalah tinggi bbit, diameter bibit, luas daun, jumlah daun, bobot kering pupus dan bobot kering akar. Semua data yang diperoleh dari setiap peubah yang diamati dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf α = 5 %. Sebagai data penunjang dilampirkan analisis tanah awal dan analisis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini ternyata diperoleh bahwa substitusi pupuk anorganik dengan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) memberikan pengaruh yang nyata terhadap semua peubah yang diamati (tinggi bibit, diameter bibit, luas daun, jumlah daun, bobot kering pupus dan bobot kering akar bibit kelapa sawit) (Tabel 1). Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa tinggi tanaman, diameter bibit, luas daun, jumlah daun, bobot kering pupus dan bobot kering akar bibit kelapa sawit tertinggi diperoleh pada pemberian 50 % pupuk anorganik + 50 % LCPKS (L2) yang berbeda nyata dari perlakuan lainnya kecuali dengan perlakuan pemberian 25 % pupuk anorganik + 75 % LCPKS (L3). . Pemberian 50 % pupuk anorganik + 50 % LCPKS (L2) atau setara dengan 30 gram NPKMg + 6,4 liter LCPKS per polybag memberikan pengaruh yang terbaik terhadap semua peubah yang diamati. Hal ini diduga karena pemberian 50 % pupuk anorganik + 50 % LCPKS (L2) dapat memenuhi kebutuhan unsur hara bibit kelapa sawit di pembibitan utama selama 3 bulan secara optimal.
Tabel 1. Rata-rata tinggi bibit, diameter bibit, luas daun, jumlah daun, bobot kering pupus dan bobot kering akar terhadap substitusi pupuk anorganik dengan LCPKS Perlakuan L0 (100 % Anorganik) L1 (75 % Anorganik + 25 % LCPKS) L2 (50 % Anorganik + 50 % LCPKS) L3 (25 % Anorganik + 75 % LCPKS) L4 (100 % LCPKS)
Tinggi Bibit (cm) 37,06 37,72 40,57 39,48 36,42
c bc a ab c
Diameter Bibit (mm) 2,88 c 24,24 bc 26,70 a 26,36 ab 24,12 bc
Luas Daun (cm2) 455,48 481,42 555,96 536,24 466,87
b b a a b
Jumlah Daun (helai) 8,2 b 8,6 b 9,3 a 9,1 a 8,3 b
Bobot Kering Pupus (g) 23,48 b 25,70 b 32,52 a 30,74 a 24,20 b
Bobot Kering Akar (g) 11,16 b 12,08 b 14,52 a 14,08 a 11,26 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Duncan 5 %
Pemberian LCPKS terhadap bibit kelapa sawit pada polybag menyebabkan unsuk hara yang terkandung di dalam cairan LCPKS terserap ke dalam tanah namun sebagian besar membeku dan membentuk kerak pada permukaan tanah di dalam polybag. LCPKS merupakan bahan organik yang mengandung unsur hara esensial dalam jumlah yang memadai bagi kebutuhan bibit kelapa sawit, akan tetapi unsur hara tersebut tidak dapat segera digunakan oleh tanaman karena terdapat dalam “kerak”. Pembekuan ini menyebabkan unsur hara dalam LCPKS baru dapat digunakan oleh tanaman dalam waktu yang relatif lambat sehingga berkemungkinan kebutuhan tanaman terhadap unsur hara tidak selalu dapat terpenuhi dalam jumlah optimal. Substitusi LCPKS dengan pupuk
anorganik sebesar 50 % (L2) diduga dapat menutupi kekurangan unsur hara akibat pembekuan sebagian LCPKS, karena sifat pupuk anorganik yang mudah tersedia bagi tanaman (Novizan, 2005). Pemberian 50 % pupuk anorganik + 50 % LCPKS (L2) diduga merupakan perbandingan yang paling proporsional untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bibit kelapa sawit karena perbedaan sifat kedua jenis pupuk ini yang saling menutupi kelemahan masing-masing. Pemberian LCPKS disamping dapat memberikan unsur hara esensial bagi bibit kelapa sawit juga dapat meningkatkan pH tanah Ultisol yang bersifat asam sehingga dengan semakin meningkatnya pH tanah ke arah netral menyebabkan semakin banyak unsur hara
35
Jurnal Agronomi Vol. 12 No. 1, Januari - Juni 2008
yang dapat diserap bibit kelapa sawit. Kemampuan LCPKS untuk meningkatkan kesuburan fisik dan biologi tanah merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pertumbuhan bibit menjadi lebih optimal. Kemungkinan kurang tersedianya unsur hara yang dapat diserap bibit dari LCPKS akibat pembekuan LCPKS dapat ditutupi dengan pemberian 50 % pupuk anorganik (L2) yang diduga merupakan persentase yang mampu memenuhi kekurangan unsur hara yang dibutuhkan bibit kelapa sawit. Pemberian 100 % pupuk anorganik (L0) dan 100 % LCPKS (L4) menunjukkan nilai yang terendah dibanding dengan perlakuan substitusi (L1, L2, L3). Hal ini dikarenakan masing-masing pupuk memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri. LCPKS mampu meningkatkan pH tanah Ultisol dan mengandung unsur hara dalam jumlah yang memadai namun pada saat aplikasi di polybag sebagian besar membentuk kerak sehingga baru dapat digunakan oleh bibit kelapa sawit dalam waktu yang relatif lama. Sementara itu pupuk anorganik dapat diserap langsung oleh tanaman namun pH tanah yang bersifat asam menyebabkan penyerapan unsur hara tidak berlangsung optimal. Subtitusi pupuk anorganik dengan LCPKS pada taraf 50 % diduga mampu memenuhi kebutuhan unsur N bibit kelapa sawit, hal ini terbukti dengan tinggi bibit pada taraf perlakuan 50 % pupuk anorganik + 50 % LCPKS (L2) yang berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan 100 % LCPKS (L4) ataupun 100 % pupuk anorganik (L0). Nitrogen merupakan unsur yang berperan penting untuk memacu pertumbuhan tinggi tanaman. Menurut Lingga (1994) peranan utama N bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan khususnya batang, cabang dan daun. Senyawa N digunakan oleh tanaman untuk membentuk asam amino yang akan diubah menjadi protein, dan berperan dalam fotosintesis karena merupakan unsur yang membentuk klorofil (Novizan, 2005). Proses fotosintesis membentuk fotosintat dalam jumlah yang cukup agar dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman. Pada umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH netral karena pada pH tersebut tanah mudah larut dalam air. Ultisol merupakan tanah yang bereaksi masam, sesuai dengan hasil penelitian Muzar (2007), aplikasi dosis LCPKS yang makin meningkat cenderung menurunkan Al-dd dan meningkatkan pH tanah Ultisol. Dengan demikian peningkatan pH tanah akibat penambahan LCPKS menyebabkan penyerapan unsur hara untuk
fotosintesis menjadi lebih optimal sehingga fotosintat yang dihasilkan lebih besar. Menurut Gardner, Pearce dan Mitchell (1991), fotosintat yang terbentuk selama proses fotosintesis sebagian digunakan untuk pembentukan sel-sel baru pada jaringan meristem ujung. Selain itu hasil sintesis protein tersebut didistribusikan ke bagian lain dari organ tanaman seperti untuk menambah jumlah daun. Dengan terbentuknya daun baru dan ketersediaan fotosintat yang cukup maka terjadi perbanyakan jumlah daun yang mengakibatkan bertambahnya tinggi bibit kelapa sawit. Pada Tabel 1 terlihat bahwa substitusi 50 % pupuk anorganik + 50 % LCPKS (L2) menunjukkan diameter bibit kelapa sawit yang terbesar dibanding dengan substitusi 25 % pupuk anorganik + 75 % LCPKS (L3), 75 % pupuk anorganik + 25 % LCPKS (L1), 100 % LCPKS (L4) maupun 100 % pupuk anorganik (L0). Perbedaan diameter bibit kelapa sawit yang nyata akibat substitusi pupuk anorganik dengan LCPKS ini diduga erat kaitannya dengan proses pembelahan dan diferensiasi sel, terutama terjadi pada jaringan meristematik pada titik tumbuh batang dan ujung akar. Pembelahan dan diferensiasi sel yang terjadi selama fase vegetatif ini membutuhkan karbohidrat dalam jumlah besar karena dinding sel terdiri dari selulosa dan protoplasma yang juga mengandung karbohidrat (Harjadi, 1991). Menurut Wattimena (1988), pada waktu terjadi pembelahan sel, karbohidrat yang dihasilkan akan ditransfer ke titik tumbuh batang yang menyebabkan terjadinya pembesaran ukuran diameter batang. Substitusi pupuk anorganik dengan LCPKS menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap luas daun bibit kelapa sawit. Adanya perbedaan luas daun total bibit kelapa sawit diduga erat kaitannya dengan kandungan N dimana semakin tinggi kandungan N sampai mencapai batas tertentu akan mempercepat sintesis karbohidrat yang diubah menjadi protein dan protoplasma, dengan demikian ukuran maupun jumlah sel-selnya akan bertambah, bila unsur N yang tersedia banyak maka akan dihasilkan protein dalam jumlah yang banyak sehingga daun akan tumbuh lebih lebar. Hal ini sesuai dengan pendapat Gardner, et al. (1991), yang mengatakan bahwa semakin tinggi kandungan N sampai mencapai batas tertentu akan mempercepat sintesis karbohidrat yang diubah menjadi protein dan protoplasma, dengan demikian ukuran maupun jumlah sel-selnya akan bertambah. Seiring dengan itu tersedianya kalium dalam jumlah yang cukup berperan penting dalam fotosintesis karena secara
36
Elis Kartika, Elly Indraswari, dan Antony : Pengaruh Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Sebagai Substitusi Pupuk Anorganik (N, P Dan K) terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.)
langsung meningkatkan pertumbuhan dan luas daun dan karenanya juga meningkatkan asimilasi CO2 serta meningkatkan translokasi hasil fotosintesis keluar daun. LCPKS yang membeku akan menyediakan unsur hara termasuk N secara perlahan dan berkelanjutan. Kekurangan unsur N dari LCPKS dapat diperoleh dari pupuk anorganik sehingga perbedaan sifat kedua jenis pupuk ini yang saling menutupi kelemahan masing-masing agaknya mendukung fakta bahwa substitusi 50 % pupuk anorganik dengan 50 % LCPKS (L2) memberikan luas daun yang berbeda nyata dari perlakuan 100 % LCPKS (L4) maupun 100 % pupuk anorganik (Tabel 1). Analisis jumlah daun yang berbeda nyata diduga erat kaitannya dengan fotosintat yang dihasilkan dalam fotosintesis. Fotosintat tersebut ditranslokasikan ke jaringan meristem yaitu titiktitik tumbuh untuk melakukan pembelahan sel dan diferensiasi sel. Banyaknya pembelahan dan diferensisi sel yang terjadi menyebabkan pertumbuhan tanaman meningkat, hal ini sejalan dengan pembentukan daun baru. Dengan demikian akan terjadi penambahan jumlah daun. Substitusi pupuk anorganik dengan LCPKS pada taraf 50 % menunjukkan penambahan jumlah daun yang terbanyak, diduga karena penambahan LCPKS memperbaiki pH tanah ke arah netral sehingga semakin banyak unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman, akibatnya fotosintat yang dihasilkan menjadi semakin besar yang berdampak pada penambahan jumlah daun. Pertumbuhan tanaman dinyatakan dengan pertambahan ukuran dan bobot kering tanaman yang tidak dapat balik. Pertambahan ukuran dan bobot kering dari suatu organisme menggambarkan bertambahnya protoplasma yang terjadi baik dari segi ukuran sel maupun jumlahnya. Hasil pengamatan terhadap bobot kering pupus menunjukkan bahwa substitusi pupuk anorganik dengan LCPKS berpengaruh nyata, yang diduga karena sejalan dengan pertambahan tinggi tanaman dan luas daun. Peningkatan luas daun dan adanya sinar matahari yang cukup akan meningkatkan laju fotosintesis. Harjadi (1991) mengatakan karbohidrat sebagai hasil fotosintesis digunakan oleh tanaman untuk perkembangan jaringan. Perkembangan jaringan tersebut menyebabkan batang, daun dan akar semakin bertambah besar sehingga bobot kering tanaman mengalami peningkatan pula. Pada Tabel 1 terlihat bahwa substitusi 50 % pupuk anorganik + 50 % LCPKS (L2) memberikan berat kering akar yang terbaik. Hal ini berkaitan
dengan adanya kontribusi unsur P terhadap perkembangan akar tanaman mengingat kekurangan unsur P menyebabkan perkembangan akar terhambat. Pada tanah yang bereaksi asam seperti ordo Ultisol, unsur P akan bereaksi dengan Al membentuk senyawa yang sukar larut didalam air sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman (Novizan, 2005). Berdasarkan hasil penelitian Ermadani dan Arsyad (2007), pemberian LCPKS akan meningkatkan P-tersedia, baik yang berasal dari LCPKS itu sendiri maupun yang berasal dari proses pelepasan P tanah akibat pengikatan Al oleh senyawa-senyawa organik terlarut seperti asamasam organik yang berasal dari LCPKS. Dengan demikian LCPKS juga berperan dalam mengoptimalkan penyerapan P yang terdapat dalam pupuk anorganik. Dengan tersedianya unsur hara yang dapat diserap tanaman dalam jumlah yang lebih optimal maka kemampuan akar untuk berdiferensiasi dan membelah akan semakin baik pula. Hal ini berpengaruh terhadap penambahan bobot kering akar. KESIMPULAN 1. Substitusi pupuk anorganik dengan LCPKS memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi bibit, diameter bibit, luas daun, jumlah daun, bobot kering pupus dan bobot kering akar. 2. Substitusi 50 % pupuk anorganik + 50 % LCPKS atau setara dengan 30 gram NPKMg + 6,4 liter LCPKS per polybag memberikan pertumbuhan bibit kelapa sawit yang terbaik. DAFTAR PUSTAKA Dinas Perkebunan Provinsi Jambi. 2006. Data Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit di Provinsi Jambi, 2001-2005. Jambi. Ermadani dan A.R. Arsyad, 2007. Perbaikan Beberapa Sifat Kimia Tanah Mineral Masam dengan Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit. Jurnal Penelitian Universitas Jambi. Vol. 09 No. 2 : 99-105. Juli-Desember 2007. Gardner, F.P. Pearce, R.B. Mitchel. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia (UI Press). Jakarta. Harjadi, S.S. 1991. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta. Lingga, P. 1994. Pupuk dan Pemupukan. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 55-148. Mardiah, A. 2004. Pengaruh Pemberian Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di
37
Jurnal Agronomi Vol. 12 No. 1, Januari - Juni 2008
Pembibitan Utama. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Tidak dipublikasikan. Muzar, A. 2007. Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Terhadap Tanaman Kedelai pada Ultisol di Polybag. Laporan Penelitian Doktor Muda Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Nainggolan, H. 2002. Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit. PT. Perkebunan Nusantara VI (Persero). Sumbar-Jambi. Novizan, 2005. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif. Agro Media Pustaka. Jakarta. Risza, S. 1994. Kelapa Sawit Upaya Peningkatan Produktivitas. Kanisius. Yogyakarta. Siregar, F.A., dan T. Liwang. 2001. Aplikasi Lahan Limbah Cair. http://smartri/bunga rampai/2001.
Sutanto, R. 2006. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta. Sutarta, E.S., dan W. Darmosarkoro. 2001. Penggunaan Pupuk Majemuk pada Perkebunan Kelapa Sawit. Makalah pada Seminar Nutrient Balance Maintenance in Oil Plantation. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. 24 Februari 2001. Sutarta, E.S., Winarna, P.L. Tobing dan Sufianto. 2003. Aplikasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit pada Perkebunan Kelapa Sawit. Makalah pada Pertemuan Teknis Kelapa Sawit pada Perkebunan Kelapa Sawit. Medan. 13-14 Juni 2003. Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Lembaga Sumber Daya Informasi. Institut Pertanian Bogor.
38