Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 15, No.1, 2010, halaman 58-66
ISSN : 1470 - 0177
ISOLASI SENYAWA ANTIMIKROBA DARI SPON LAUT Pseudoceratina purpurea CARTER Dian Handayani, Martha Sririta, M. Husni Mukhtar Fakultas Farmasi, Universitas Andalas Padang
ABSTRACT An antibacterial compound (HC 2) has been isolated from the n-hexane fraction of marine sponge Pseudoceratina purpurea Carter. Isolation of HC 2 compound was done by chromatographic method followed by recrystalization. The antimicrobial assay was guided by diffusion method. The compound HC 2 was white needle crystals with melting point 125-127oC. HC 2 compound was tested for an antibacterial activity at concentrations of 5%, 3% and 1% against Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis bacterials, respectively. Results showed that HC 2 compound had low activity against all bacteria. Identification and characterization of the active compound was confirmed by chemical reactions and infrared spectrum data. HC 2 compound was identified as steroid. Keywords : Pseudoceratina purpurea Carter, antibacterial activity, marine sponge, isolation
PENDAHULUAN Laut menutupi 71% dari permukaan bumi, oleh sebab itu sangat banyak potensi yang bisa diambil dari laut seperti sumber makanan, zat warna, kosmetik bahkan obatobatan. Dewasa ini pemanfaatan organisme laut banyak digunakan sebagai sumber senyawa obat baru. Hal ini disebabkan oleh kemampuan organisme laut seperti tumbuhan dan invertebrata laut dalam memproduksi senyawa kimia yang mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi dengan struktur kimia yang khas (ElSayed, 2001). Organisme laut yang mempunyai kandungan kimia terbanyak dihasilkan oleh invertebrata laut disusul kemudian oleh tumbuhan laut. Kelompok yang termasuk invertebrata laut antara lain: Spon laut (Filum Porifera), Hewan lumut (Filum Bryozoa), Soft Coral (Filum Cnydaria) dan hewan bermantel
(Filum Tunicata) (Edrada, 2000). Spon laut diketahui memproduksi senyawa metabolit sekunder yang aktif secara biologis. Spon laut juga dilaporkan menjadi tempat hidup beberapa jenis bakteri dimana jumlahnya mencapai 40% dari biomassa spon itu sendiri (Kanagasabhapathy,2005; Burgess, 1999). Penemuan pertama senyawa yang aktif secara biologis dari spon laut adalah senyawa spongothymidine (ara-T) dan spongouridine (ara-U). Kedua senyawa ini diisolasi dari spon laut Cryptothethya crypta dari laut Karibia pada awal tahun 1950. Senyawa ini mempunyai aktifitas sebagai antivirus dan berperan penting menjadi struktur model (lead structure) dalam proses sintesa ara-A dan ara-C. Ara-A secara klinis berguna sebagai antivirus yang lebih dikenal dengan nama dagang Acyclovir®. Sedangkan ara-C (cytosine arabinosine) merupakan senyawa sintetik yang secara 58
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 15, No.1, 2010, halaman 58-66
klinis digunakan sebagai senyawa antikanker selama lebih kurang 15 tahun terakhir (Balzarini, 2001). Mengingat begitu potensialnya organisme laut dan masih banyak organisme laut yang belum diteliti maka perlu dilakukan penelitian terhadap kandungan senyawa kimia dan bioaktifitasnya. Sampel spon laut Pseudoceratina purpurea Carter diperoleh di perairan Painan, sekitar Pulau Babi, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Indonesia. Dari hasil penelusuran literatur diketahui bahwa spon laut Pseudoceratina purpurea Carter mengandung senyawa pseudoceratidine (Tsakamoto, 1996), pseudoceratinine A-C, ceratinamides A dan B, psammaplysin A dan E, derivat dibromotirosin yaitu tokaradine A-C (Davies,2005) dan maleimide 5-oxime. Senyawa maleimide telah dilaporkan mempunyai aktifitas sebagai antifungi yang efektif menghambat pertumbuhan Candida dan Aspergilus (Kijjoa, 2005). Sedangkan dari hasil penelitian sebelumnya telah diisolasi 2 senyawa murni dari fraksi etil asetat yaitu senyawa KF4 dan KF8. Senyawa KF4 berupa kristal jarum putih dengan rumus molekul C29H50O diduga merupakan senyawa β-sitosterol dan senyawa KF8 berupa kristal prisma dengan rumus molekul C10H13NO4Br2 yang diduga merupakan suatu senyawa dienondimetil ketal (Friardi, 2004). Hasil uji pendahuluan terhadap ekstrak kental metanol spon laut Pseudoceratina purpurea Carter memperlihatkan aktifitas antimikroba terhadap mikroba uji Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Candida albicans. Berdasarkan hasil uji tersebut maka dilakukan isolasi senyawa antimikroba dari
ISSN : 1470 - 0177
spon laut Pseudoceratina purpurea Carter. Pemisahan senyawa yang dituju dilakukan dengan cara kromatografi kolom dan dimonitor dengan KLT. Senyawa yang didapatkan dimurnikan dengan cara rekristalisasi. Uji aktifitas antimikroba senyawa hasil isolasi dilakukan dengan metoda difusi agar. Karakterisasi senyawa antimikroba hasil isolasi dilakukan secara organoleptis, penentuan jarak leleh dan spektroskopi IR. METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan untuk pengerjaan isolasi meliputi: seperangkat alat destilasi, penangas air, eksikator, peralatan rotary evaporator, lemari pengering (oven), bejana kromatografi lapis tipis (chamber), kolom kromatografi berbagai ukuran, batu didih, botol semprot, erlenmeyer dan gelas ukur dengan berbagai ukuran, plat tetes, pipet tetes, corong pisah, corong, vial, lampu UV 254 nm, spatel, botol maserasi, botol infuse, timbangan analitik, Spektrofotometer IR (Perkin Elmer F-T IR Spectrum One) , Spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu®) dan Fisher Jhon Melting Point Apparatus. Alat-alat yang digunakan untuk pengerjaan pengujian aktifitas antimikroba: pinset, pipet mikro, cawan petri, jarum ose, kertas cakram Whatman® , kapas, kain kassa, lampu spiritus, autoklaf All American® , inkubator Galenkamp plus® , lemari aseptis, erlenmeyer, tabung reaksi, Laminar Air Flow (LAF) Cabinet ESCO®, Vorteks FisonsWhirlimixer TM, magnetik stirrer, dan shaker. Bahan-bahan yang digunakan dalam pengerjaan isolasi meliputi: spon laut Pseudoceratina purpurea Carter, metanol, air suling, n-heksana, etil asetat, n-butanol, kapas, silika gel 60, plat KLT 25 silika gel 2
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 15, No.1, 2010, halaman 58-66
60 F 254, CHCl3, H2SO4 2N, pereaksi Dragendorf, pereaksi Meyer, Na sulfat anhidrat, ammoniak, vanillin asam sulfat, FeCl3, pereaksi Lieberman- Bourchard dan uap iodium. Bahan-bahan yang digunakan dalam pengerjaan pengujian aktifitas antimikroba meliputi: Nutrien Agar (NA) (Merck®) dengan komposisi: Lemco powder 19 g, ekstrak daging 2 g, peptone 5 g, NaCl 5g, agar 15 g. Sabouraud Dekstrosa Agar (SDA) (Merck®) dengan komposisi: Bacto neopepton 10 g, Bacto Dekstrosa 40 g, Bacto Agar 5 g. Air suling steril, Dimetilsulfoksida (DMSO), kloramfenikol dan klotrimazol, dan mikroba uji yang terdiri dari : Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Candida albicans (bakteri uji diperoleh dari Laboratorium Kesehatan Sumatera Barat). Pengambilan Sampel Sampel diambil pada kedalaman 3-4 m di perairan Painan sekitar pulau Babi, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Indonesia.
ISSN : 1470 - 0177
dalam botol berwarna gelap dan disimpan ditempat gelap dan masing-masing perendaman dilakukan selama 5 hari. Gabungan maserat diuapkan in vacuo sampai kental sehingga didapatkan ekstrak kental. Selanjutnya ekstrak kental difraksinasi di dalam corong pisah. Fraksinasi di awali dengan menambahkan air suling sebanyak 150 ml. Fraksinasi dilakukan dengan berbagai pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda. Fraksinasi diawali degan pelarut non polar n-heksana sebanyak 4 x 150 ml sehingga diperoleh fraksi n-heksana dan fraksi air. Fraksi n-heksana diuapkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh fraksi kental n-heksana. Fraksi air selanjutnya difraksinasi dengan etil asetat sebanyak 6 x 150 ml, sehingga diperoleh dua fraksi, yaitu fraksi etil asetat dan fraksi air. Fraksi etil asetat diuapkan dengan rotary evaporator dan didapatkan fraksi kental etil asetat. Fraksi air selanjutnya difraksinasi dengan nbutanol sebanyak 3 x 150 ml, sehingga diperoleh dua fraksi, yaitu fraksi n-butanol dan fraksi air. Fraksi n-butanol diuapkan dengan rotary evaporator dan didapatkan fraksi kental n-butanol (Fisher, 1992; Harborne, 1987).
Identifikasi Sampel Sampel spon laut Pseudoceratina purpurea Carter (DH 134) diidentifikasi di museum Zoologi Amsterdam Belanda dengan nomor koleksi ZMA POR 17281 oleh Dr. R. W. M. Van Soest. Voucher spesimen disimpan di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Fakultas Farmasi, Universitas Andalas, Padang. Pembuatan Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel basah spon laut Pseudoceratina purpurea Carter 900 g dirajang halus dan dimaserasi dengan metanol sebanyak 4 x 1 L
Uji Aktifitas Antimikroba Hasil Fraksinasi dengan Metoda Difusi Agar dan Bioautografi a. Difusi Agar Sebanyak 0,1 ml suspensi mikroba dipipet dengan pipet mikro, masukkan ke dalam cawan petri steril kemudian masukkan media NA dalam kondisi cair (± 50oC) sebanyak 15 ml untuk bakteri dan media SDA untuk jamur lalu homogenkan dengan cara cawan petri digoyang sampai medium dan mikroba tercampur homogen kemudian biarkan memadat. Selanjutnya kertas cakram 3
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 15, No.1, 2010, halaman 58-66
steril ditetesi dengan 10 μl larutan uji kemudian letakkan di atas permukaan medium. Semua cawan petri ini diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam untuk bakteri dan pada suhu kamar (25-27oC) selama 48-72 jam untuk jamur. Pertumbuhan mikroba diamati dan diameter hambat diukur dengan menggunakan jangka sorong. Sebagai pembanding digunakan kertas cakram steril yang ditetesi DMSO sebanyak 10 μl, larutan kloramfenikol 0,3% untuk bakteri dan larutan klotrimazol 0,1% untuk jamur masing-masing 10 μl (Kanagasabhapathy, 2005; Lay, 2001). b. Bioautografi Fraksi yang paling aktif ditotolkan dan dikembangkan pada plat KLT. Satu bagian plat dipotong untuk pemantauan bercak sedangkan yang lain untuk bioautografi. Plat KLT yang telah dikembangkan dan sudah kering ditempelkan pada 15 ml media padat yang berisi 100 µl suspensi bakteri, dibiarkan pada suhu kamar selama 20-30 menit supaya bercak pada plat KLT dapat berdifusi ke agar. Cawan petri diberi tanda batas awal dan batas akhir pengembangan (untuk menghitung Rf dari fraksi aktif). Plat diangkat dari media, lalu diinkubasi pada suhu 370C, selama 18 jam (Ali, 2006). Uji Aktivitas Antimikroba Senyawa Hasil Isolasi dengan Metoda Difusi Senyawa hasil isolasi dilarutkan dalam DMSO dibuat dalam berbagai konsentrasi yaitu 5%, 3% dan 1%, masing-masing larutan sampel diuji aktifitasnya terhadap mikroba uji. Pada inokulum mikroba uji yang telah memadat diletakkan kertas cakram steril yang ditetesi 10 μl larutan uji. Semua cawan petri ini diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam untuk bakteri dan pada suhu kamar (25-27oC) selama 48-72
ISSN : 1470 - 0177
jam untuk jamur. Pertumbuhan mikroba diamati dan diameter hambat diukur dengan menggunakan jangka sorong. Sebagai pembanding digunakan kertas cakram steril yang ditetesi DMSO sebanyak 10 μl. HASIL DAN DISKUSI Pemeriksaan pendahuluan aktifitas antimikroba dari ekstrak metanol spon laut Pseudoceratina purpurea Carter dengan konsentrasi 1 % dilakukan terhadap mikroba uji Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Candida albicans. Aktifitas hambat ekstrak terhadap mikroba di amati dari daerah bening yang terbentuk di sekeliling cakram, yaitu 11 mm terhadap bakteri Escherichia coli, 13 mm terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa, 12 mm terhadap bakeri Staphylococcus aureus, 10 mm terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis dan 8 mm terhadap jamur Candida albicans (tabel 1). Dari hasil uji pendahuluan aktifitas antimikroba terhadap fraksi n-heksana, etil asetat dan fraksi n-butanol dengan konsentrasi masing-masing 1 % maka fraksi yang mempunyai aktifitas antibakteri yang paling besar adalah fraksi n-heksana tetapi tidak memperlihatkan aktifitas antijamur. Sedangkan fraksi etil asetat dan fraksi n-butanol memberikan aktifitas antibakteri dan antijamur (tabel 2). Oleh sebab itu isolasi senyawa antimikroba dilakukan terhadap fraksi n-heksana dan fraksi etil asetat. Metoda yang digunakan untuk uji pendahuluan aktifitas antimikroba hasil fraksinasi adalah dengan metoda difusi agar dan bioautografi. Metoda difusi agar ini dipilih karena pengerjaannya sederhana, hasil yang didapatkan cukup teliti dengan cara mengukur diameter daerah bening 4
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 15, No.1, 2010, halaman 58-66
disekeliling cakram. Sedangkan metoda bioautografi dipilih karena cara pengerjaannya sederhana dan praktis yaitu senyawa yang mempunyai aktifitas sebagai antibakteri dari fraksi yang paling aktif dapat langsung diketahui dari daerah bening yang terbentuk pada inokulum dari noda hasil KLT. Pada metoda bioautografi fraksi yang paling aktif ditotolkan dan dielusi pada plat KLT. Sampel dibuat dua rangkap yaitu satu plat untuk pembanding dan satu plat lagi untuk uji bioautografi dimana totolan noda dibuat lebih tebal dan panjang. Sampel pada plat KLT yang telah dikembangkan dan dikeringkan ditempelkan pada inokulum yang telah memadat, dibiarkan selama 20-30 menit pada suhu kamar supaya noda pada plat dapat berdifusi ke agar. Pada bagian belakang petri ditandai batas bawah dan batas atas KLT untuk menentukan Rf dari sampel atau fraksi yang mempunyai aktifitas. Setelah 30 menit plat KLT diangkat dan petri diingkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37oC. Dari uji bioautografi terhadap fraksi n-heksana didapatkan hasil yang negatif diduga karena noda-noda pada plat KLT yang telah dikembangkan tidak dapat berdifusi sempurna kedalam agar dan tetap tertahan pada plat silika. Dari hasil pemonitoran penyebaran noda dengan metoda KLT fraksi n-heksana memperlihatkan pemisahan noda yang baik dengan menggunakan eluen n-heksana : etil asetat (9 : 1). Oleh sebab itu dilakukan isolasi dengan menggunakan kromatografi kolom dimana eluen yang dipakai dengan perbandingan tetap atau metoda isokratik. Fraksi kolom ditampung dalam vial dan masing-masing fraksi ini dimonitor dengan KLT dengan penampak noda lampu UV254 dan H2SO4 dalam metanol 10 %. Fraksi dengan pola noda yang sama digabung. Fraksi kolom yang didapatkan yaitu fraksi A (33,9 mg), fraksi B (39,7 mg), fraksi C
ISSN : 1470 - 0177
(113,3 mg), fraksi D (37, 8 mg), fraksi E (45, 4 mg), fraksi F (38,3 mg), fraksi G (46,5 mg), fraksi H (59,2 mg), fraksi I (57,8 mg) dan fraksi J (31,5 mg). Masing-masing fraksi kolom dimonitor dengan KLT dengan penampak noda lampu UV254 dan diuji aktifitas antimikrobanya dengan metoda difusi agar. Dari hasil uji aktifitas antimikroba didapatkan fraksi kolom yang paling aktif sebagai antibakteri yaitu fraksi C, D dan E. Fraksi-fraksi ini kemudian dilanjutkan uji aktifitasnya dengan metoda bioautografi untuk mengetahui senyawa yang aktif sebagai antibakteri karena masing-masing fraksi belum menunjukkan satu noda pada KLT. Namun tidak didapatkan hasil yang positif pada uji aktifitas antibakteri dengan metoda bioautografi ini. Isolasi senyawa antimikroba pada fraksi etil asetat (3,7 g) dilakukan dengan cara yang sama dengan fraksi n-heksana yaitu dengan metoda isokratik. Dari hasil pemonitoran penyebaran noda dengan metoda KLT fraksi etil asetat memperlihatkan pemisahan noda yang baik dengan menggunakan eluen nheksana : etil asetat (4 : 1). Oleh sebab itu dilakukan isolasi dengan menggunakan kromatografi kolom dimana eluen yang dipakai dengan perbandingan tetap atau metoda isokratik. Dari fraksi ini diisolasi dua senyawa murni dan setelah dibandingkan dengan penelitian sebelumnya nilai Rf yang didapatkan sama dengan menggunakan eluen yang sama. Senyawa pertama berupa senyawa β-sitosterol seberat 11 mg mempunyai Rf 0,6 dengan fase gerak CHCl3 : MeOH 9 : 1. Sedangkan senyawa murni kedua berupa dienon dimetil ketal seberat 74 mg mempunyai Rf = 0,4 dengan fase gerak CHCl3 : MeOH (9 : 1). Kedua senyawa tersebut telah dilaporkan oleh peneliti sebelumnya. (Friardi, 2004).
5
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 15, No.1, 2010, halaman 58-66
Berdasarkan literatur dan uji aktifitas antimikroba ekstrak kental metanol spon laut Pseudoceratina purpurea Carter, sampel ini memperlihatkan aktifitas terhadap jamur Candida albicans. Namun tidak didapatkan pada fraksi n-heksana dan fraksi etil asetat. Hal ini diduga karena senyawa ini hanya memberikan aktifitas terhadap bakteri tetapi tidak memberikan aktifitas terhadap jamur. Selain itu diduga senyawa antijamur yang terdapat pada ekstrak kental metanol merupakan senyawa minor dan aktifitas antijamur yang terlihat pada ekstrak kental metanol merupakan gabungan aktifitas beberapa senyawa sehingga aktifitas akan semakin lemah apabila senyawa dipisahkan dan dimurnikan. Dari hasil uji aktifitas antijamur terhadap fraksi n-heksana, etil asetat dan n-butanol, maka aktifitas antijamur terdapat pada fraksi etil asetat dan n-butanol (tabel 2). Hasil uji aktifitas antimikroba terhadap fraksi kolom n-heksana dengan metoda difusi agar dengan konsentrasi 5%, 3% dan 1 %, fraksi yang menunjukkan aktifitas antibakteri adalah fraksi C, D dan E tetapi tidak memperlihatkan aktifitas antijamur (tabel 3). Namun daya hambat yang diberikan oleh fraksi kolom n-heksana lebih kecil dari fraksi n-heksana diduga karena kemurnian senyawa meningkat sehingga fraksi kolom ini murni bersifat non polar dan pada umumnya fraksi kolom ini berupa minyak sehingga sulit berdifusi pada agar. Fraksi C, D dan E kemudian diuji aktifitasnya secara bioautografi tetapi tidak didapatkan hasil yang positif. Fraksi C mengalami kristalisasi pada dasar dan dinding vial dan dari hasil monitor dengan KLT dengan penampak noda lampu UV254 dan Peraksi Liebermann Bourchard, fraksi ini masih menunjukkan 4 noda. Maka dilakukan pengisolasian senyawa murninya
ISSN : 1470 - 0177
menggunakan kromatografi kolom metoda isokratik dengan fasa diam silika gel 60 (4063 µm) dan fasa gerak campuran pelarut nheksana : etil asetat 4 : 1 yang menghasilkan 17 fraksi. Masing-masing fraksi dimonitor dengan KLT dengan penampak noda lampu UV254 dan fraksi dengan pola noda yang sama digabung. Dari 17 vial didapatkan 3 fraksi yaitu HC 1, HC 2 dan HC 3. Fraksi HC 2 mengalami pengkristalan pada dasar dan dinding vial, kemudian dimurnikan dengan cara rekristalisasi. Pada penelitian ini digunakan beberapa campuran pelarut seperti n-heksana, etil asetat dan metanol. Isolat yang didapat dicuci dengan satu pelarut atau campuran beberapa pelarut yang dilakukan berulang-ulang kali, sehingga diperoleh senyawa murni yang menunjukkan satu noda yang bulat bila dimonitor dengan plat KLT. Dari fraksi n-heksana diperoleh senyawa murni yaitu HC 2 berupa kristal jarum putih sebanyak 43 mg. Senyawa murni HC 2 dari fraksi n-heksana serta senyawa murni β-sitosterol dan dienon dimetil ketal dilakukan uji aktifitas antimikroba dengan metoda difusi agar dengan konsentrasi 5%, 3% dan 1%. Senyawa murni HC 2 memberikan aktifitas antibakteri yang lemah tetapi tidak memberikan aktifitas antijamur (tabel 4). Aktifitas yang lemah diduga disebabkan karena senyawa murni HC 2 merupakan golongan steroid dan bersifat non polar sehingga senyawa murni HC 2 sulit berdifusi keluar dari cakram. Sedangkan senyawa murni β-sitosterol dan dienon dimetil ketal dari fraksi etil asetat tidak memberikan aktifitas antimikroba. Karakterisasi senyawa HC 2 meliputi pemeriksaan fisika dan kimia. Pemeriksaan fisika berupa penentuan jarak leleh dengan menggunakan alat Fisher-Jhons Melting Point Apparatus, diketahui bahwa senyawa 6
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 15, No.1, 2010, halaman 58-66
HC 2 memiliki jarak leleh 125-127oC. Nilai ini menunjukkan bahwa senyawa HC 2 relatif murni karena jarak lelehnya yang sempit. Sedangkan pemeriksaan kelarutan senyawa dilakukan dengan cara melarutkan senyawa dengan berbagai pelarut. Senyawa HC 2 larut dalam pelarut n-hekasan, sukar larut dalam pelarut etil asetat dan tidak larut dalam metanol. Dari pemeriksaan sifat kimia, senyawa HC 2 memberikan reaksi yang positif berwarna kuning dengan penampak noda uap iodium. Senyawa HC 2 juga memberikan reaksi positif berwarna biru kehijauan dengan penampak noda Liebermann-Bourchard yang menunjukkan bahwa senyawa HC 2 termasuk golongan steroid. Pemeriksaan KLT senyawa HC 2 dilakukan dengan eluen n-heksana : etil asetat (4 : 1) memberikan Rf 0,44. Kemurnian senyawa ditegaskan dengan metoda Multiple Developing System (MDS) dimana senyawa murni akan menunjukkan pola KLT satu noda meskipun dilakukan pengelusian berulang-ulang pada satu plat KLT. Profil KLT menunjukkan bahwa senyawa ini tetap menunjukkan satu noda setelah dielusi secara berulang-ulang. Hasil perbandingan nilai Rf senyawa murni HC 2 dengan senyawa murni β-sitosterol dari fraksi etil asetat dengan penampak noda pereaksi LB pada plat KLT sepanjang 10 cm menunjukkan nilai Rf yang berbeda. Karakterisasi senyawa murni HC 2 dilanjutkan dengan pemeriksaan spektrum inframerah untuk menentukan gugus fungsi dari senyawa HC 2. Dari data spektrum IR memperlihatkan senyawa HC 2 mempunyai regangan pada bilangan gelombang 3435 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus hidroksi, bilangan gelombang 2933 cm -1 yang menunjukkan adanya gugus metilen dan bilangan gelombang 1465 cm-1 yang menunjukkan adanya lentur C-H.
ISSN : 1470 - 0177
Tabel 1. Hasil pemeriksaan pendahuluan aktifitas antimikroba dari ekstrak metanol spon laut Pseudoceratina purpurea Carter
Mikroba
Diameter Hambat Ekstrak Metanol (1 %)(mm) 11 13 12 10 8
EC PA SA SE CA Keterangan : EC : Escherichia coli PA : Pseudomonas aeruginosa SA : Staphylococcus aureus SE : Staphylococcus epidermidis CA : Candida albicans
Tabel 2. Hasil pemeriksaan aktifitas antimikroba dari fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi nbutanol spon laut Pseudoceratina purpurea Carter Diameter Hambat Fraksi (1%) (mm) Mikroba nEtil nheksana asetat butanol EC 10 9 9 PA 11 9 8 SA 10 8 7 SE
9
10
7
CA 7 8 Keterangan : EC : Escherichia coli PA : Pseudomonas aeruginosa SA : Staphylococcus aureus SE : Staphylococcus epidermidis CA : Candida albicans - : Tidak menunjukkan aktifitas 7
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 15, No.1, 2010, halaman 58-66
Tabel
3.
Fraksi Kolom
Hasil pemeriksaan aktifitas antimikroba dari fraksi kolom nheksana dari spon laut Pseudoceratina purpurea Carter Konsentrasi (%) 5 3 1 5 3 1 5 3 1
C
D
E
Diameter Hambat (mm) PA SA 8 9 7 9 7 8 8 8 7 8 7 7 7 8 7 8 7
Senyawa murni
HC 2
Hasil pemeriksaan aktifitas antimikroba dari senyawa murni HC2 dari spon laut Pseudoceratina purpurea Carter Konse Diameter Hambat (mm) ntrasi (%) EC PA SA SE 5
7
8
8
8
3
7
7
7
7
1
-
7
7
7
Keterangan : EC : Escherichia coli PA : Pseudomonas aeruginosa SA : Staphylococcus aureus SE : Staphylicoccus epidermidis : Tidak menunjukkan aktifitas KESIMPULAN
Dari 0,563 g fraksi n-heksana spon laut Pseudocertina purpurea Carter didapatkan senyawa murni HC 2 berupa kristal jarum putih sebanyak 43 mg dengan jarak leleh 125-127oC. Senyawa HC 2 menunjukan aktivitas antibakteri yang lemah dan tidak aktiv terhadap jamur. DAFTAR PUSTAKA
Keterangan : PA : Pseudomonas aeruginosa SA : Staphylococcus aureus - : Tidak menunjukkan aktifitas Tabel 4.
ISSN : 1470 - 0177
Ali, A., Y. Hala, Darminto, ”Penapisan dan Karakterisasi Parsial Senyawa Antimikroba dari Siput Bakau dan Profil Kromatografi Lapis Tipis Fraksi Aktif”, Berk. Penel. Hayati, 12 : 63-68, 2006. Balzarini. J., F. Haller, E. Decklercqana, C. Meier, “Antiviral Activity of Cyclosalgenil Prodrugs of Acyclovir, Carbovir, Abocavir”, Antivir Chemoter, 12: 301-306, 2001. Burgess, J.G., E.M. Jordan, M. Brega, A. Mearns, Sprogg, and K.G. Boyd, ”Microbial Antagonism : A Neglected Avenue of Natural Products Research”, J. Biotechnology, 70: 27-32,1999. Davies, L. P., Cook, A. F., Bartlett, R.T., “Investigations into Sponge Extracts with Adenosine A1 Affinity”, Tetrahedron Lett, 26 : 67-122, 2005. Edrada, R.A., V.Wray, D. Handayani, P.Schupp, M.Balbin, Oliveros, and P.Proksch, “Structure-Activity Relationship of Bioactive Metabolites from Some IndoPacific Marine Invertebrates in Studies in Natural Products Chemistry”, Elsevier Sciences, 21: 251-255, 2000. El-Sayed, K.A., M. Kelly, U.A.K. Kara, K.K.H. Ang, I. Katsuyama, D.C. Dunbar, A.A. Khan, M.T. Hamann, “New Manzamine Alkaloids with Potent Activity Against Infectious Diseases”, J. Am. Chem. Soc, 123: 1804-1808, 2001. Friardi, Isolasi Senyawa Kimia Utama dari Spon Laut Pseudoceratina purpurea Carter, Skripsi Mahasiswa Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas, Padang , 2004. Kanagasabhapathy,M., H. Sasaki, K. Nakajima, K. Nagatan, and S. Nagata, ”Inhibitory 8
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 15, No.1, 2010, halaman 58-66
ISSN : 1470 - 0177
Activities of Surface Associated Bacteria from the Marine Sponge Pseudoceratina purpurea”, Microbes and Environment, 20 (3): 178-185, 2005. Kijjoa, A., Bessa.J., Wattanadilok. R., Sawangwong.P., Nascimento. M.S.J., Pedro.M.,Silva. A.M.S., Eaton. G., Vansoest, R., and Herz. W, “ Dibromotyrosine Derivatives, A Maleimide, Aplisamine-2 and Other Constituent of the Marine Sponge Pseudoceratina purpurea”, Zeitschrift for Naturforschung, 60 : 904-908, 2005. Lay, B.W., Analisis Mikroba di Laboratorium, Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2001. Tsakamoto, S., H. Kato, H, Hirota and N, Fusetani, “Pseudoceratidine: A New Antifouling Spermidine Derivative from The Marine Sponge Pseudoceratina purpurea”, Tetrahedron Lett, 37: 14391440,1996.
9