ISOLASI MIKROROGANISME LOKAL PENGHASIL KARETONOID Sulistyo Emantoko*, Yunus Fransiscus**, Dewiana Sitepu*** *
Fakultas Teknobiologi, Universitas Surabaya Pusat Studi Lingkungan, Universitas Surabaya *** Laboratorium Bioproses dan Proses Lingkungan, Universitas Surabaya **
Abstract : Caretonoid is the group of substances which have high economic value, because of their usefulness for the human being. This reason make exploration in the carotenoid field is very frequent. This is including exploration to find a new carotenoid source. Some common carotonoid sources such as algae and plant need sun light to produce carotenoid. This is become a restriction in carotonoid production. Now days, some researchers try to find microorganisms as carotenoid producer which is no need of sun light. The purpose of this research is to find microorganism which is produce carotenoid. In this research we isolate microorganism from the air and water pond using nutrient agar. After several screening we find to isolates which are isolate 2 and isolate 3. Isolate 2 can produce. 698,6 ng carotrene per 100 ml of culture and isolate 3 can produce 572,69 ng karoten per 100 ml of culture. About 898,01 ¼g astaxanthin can be produce per 100 ml of isolate 2 culture. Specific growth of isolate 2 and isolate 3 are 0,4138/our and 0,1292/our respectively. Key words: Microorganisms, caretonoid, astaxanthin
PENDAHULUAN Karotenoid merupakan pigmen alami yang banyak bermanfaat bagi manusia antara lain sebagai anti kanker, anti oksidan dan functional food. Sumber karotenoid tersebar mulai dari tanaman, hewan sampai pada alga , yeast dan bakteri. Pada awal berkembangnya industri karotenoid, udang (P. borealis) merupakan sumber karotenoid yang banyak digunakan. Terutama untuk pigmen yang berwarna merah. Hal ini dikarenakan kandungan karotenoid pada udang sangat tinggi dan dapat mencapai 1160 mg/kg berat kering. Saat ini dengan mengingat sumber daya alam yang terbatas, eksplorasi karotenoid dari sumber mikroorganisme lebih banyak dilakukan. Mikroorgansime pertama penghasil karotenoid yang banyak dikembangkan adalah spirulina (Arthospira maxima) yang mengandung karotenoid sampai 370 mg/gram berat kering sel. Alga lain yaitu Haemotococcus pluvalis, mampu memproduksi karotenoid sampai 40.000 mg/kg berat kering sel (Turujman, 1997). Namun demikian, beberapa hal membatasi produksi alga, misalnya keperluan adanya sinar matahari bagi pertumbuhan alga dan lahan produksi yang harus luas. Bedasarkan hal-hal di atas maka eksplorasi organisme baru penghasil karetonoid masih terus dilakukan. Saat ini banyak dilakukan pencarian sumber karetonoid dari bakteri, sehingga lebih mudah
dimodifikasi secara genetik untuk lebih meningkatkan karetonoid yang dihasilkan. Sejalan dengan hal ini Miguel et.al (1999), berhasil mengisolasi bakteri Gordonia jacobeaea MV-1 yang mampu menghasilkan karotenoid sampai 227 g/g berat kering sel. Meskipun hasil ini masih lebih kecil dibandingkan kandungan karetonoid Haemotococcus pluvalis, namun prospek produksinya lebih bagus karena ketergantungan terhadap sinar matahari menjadi tidak ada. Lagarde et.al (1999), mengembangkan Synechocystis sp. strain PCC 6803 sebagai penghasil karotenoid. Hasil penelitian mereka menunjukan bahwa karotenoid dihasilkan sampai konsentrasi 2,49 g/ml kultur sel. Beberapa yeast juga mulai digunakan untuk produksi karetonoid seperti Phaffia rhodozyma yang menghasilkan karetonoid sampai 800 mg/kg berat kering sel Meskipun telah banyak ditemukan mikroorgansime penghasil karotenoid di atas, namun sampai saat ini belum ada mikrorganisme penghasil karotenoid asal Indonesia yang dieksplorasi. Sebagai negara dengan kenakeragaman hayati terbesar kedua di dunia dan negara yang mempunyai intensitas sinar matahari tinggi, tentunya kemungkinan ditemukanya mikroorganisme penghasil karotenoid di Indonesia sangat besar.
TINJAUAN PUSTAKA Karotenoid Karotenoid merupakan pigmen berwarna kuning, orange dan merah yang disintesis oleh organisme fotosintetik dan nonfotosintetik, yang terdistribusi secara luas pada banyak wilayah (Miura et.al, 1998). Pigmen karotenoid hasil industri seperti -karoten banyak digunakan sebagai suplemen makanan ataupun pakan ternak. -karoten juga merupakan precursor vitamin A (Miller et.al, 1996). Saat ini bahkan karotenoid lebih banyak dimanfaatkan sebagai bahan obat pada manusia. Sebagai contoh penggunaan lycopene dan astaxanthin sebagai anti kanker dan anti oksidan karena kemampuanya menangkap atom oksigen radikal (Mikki, 1991). Pada industri perikanan, karotenoid juga banyak digunakan sebagai suplemen makanan ikan untuk meningkatkan/ mencerahkan warna ikan. Hal ini dilakukan baik pada ikan konsumsi maupun pada ikan hias. Sebagian hewan dapat mengubah karetonoid menjadi bentuk senyawa lain, tetapi mereka masih tetap memerlukan senyawa ini dalam makanan mereka. Sebagai contoh burung flamingo orange, mengambil karetonoid dengan memakan spirulina atau algae lainya, mengubah warna kuning karotenoid pada beta karoten, dan zeaxanthin menjadi warna orange sampai merah. Warna merah karotenoid ini selanjutnya terdeposit dalam tubuh burung tersebut. Karetonoid dan khususnya astaxanthin, mempunyai perbedaan pada kemampuanya untuk berikatan dengan oksigen singlet dan radikal oksigen. Kemampuan ini sering dimanfaatkan oleh hewan untuk menggunakan karetonoid sebagai antioksidan. Contoh umum mengenai hal ini adalah pemanfaatan karetonoid yang berwarna merah yang dideposit pada permukaan kulit ikan, yang hidup di daerah dingin. Deposit ini menghindarkan serangan jaringan lipid ikan tersebut dari peroksida. Beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa astaxanthin mempunyai sifat antioksidan yang lebih kuat dibandingkan dengan beta karoten, xeaxanthin, canthaxanthin, vitamin E dan vitamin C. Studi pada sel hewan juga menunjukkan bahwa astaxanthin juga bermanfaat untuk melindungi sel kulit dari radiasi UV, degenarasi molekul karena penuaan, melindungi dari zat karsinogen, meningkatkan densitas lipoprotein dan mneingkatkan sistem kekebalan.
METODE PENELITIAN Isolasi Mikroorganisme Isolasi mikroorganisme dilakukan dengan cara memaparkan media NA di udara terbuka selama
beberapa saat. Selanjutnya media NA ini dinkubasi selama lima hari pada suhu kamar.. Isolat berwarna kuning sampai merah yang didapat, selanjutnya ditapis untuk mendapatkan isolat tunggal. Penentuan Profil DO, OD, pH,dan Berat Kering Sel Guna mendapatkan gambaran awal parameter kinetika isolat yang didapatkan, dilakukan pengukuran DO, OD, pH, dan berat kering sel selama penumbuhan isolat. Parameter-parameter tersebut didapatkan dengan menumbuhkan isolat dalam media NB pada suhu kamar sampai kultur memasuki fasa kematian. Harga DO didapatkan dengan memasukkan probe DO meter ke dalam kultur, demikian juga harga pH didapat dengan menggunakan pH meter. Harga OD didapat dengan mengukur absorbansi kultur pada 660 nm. Berat kering sel didapatkan dengan terlebih dahulu mengeringkan sel pada suhu 105 0C sampai didapatkan berat konstan. Sampel diambil pada 0 jam, 3 jam, 6 jam, 8 jam, 32 jam, 35 jam, 37 jam dst. Ekstraksi Pigmen Kultur sampel dipanen dengan cara mencentrifuge kultur tersebut pada 14.000 rpm selama 5 menit. Pelet sel yang didapat dari hasil centrifuge, kemudian dikeringkan dengan dioven pada suhu 700C selama 2 jam. Pelet diekstraksi menggunakan aseton, dilanjutkan dengan penambahan 1 ml buffer fosfat 1M (pH 7) dan 3 ml fraksi heksan. Campuran ini selanjutnya divorteks selama 30 detik. Dua fasa yang ada dipisahkan lebih lanjut dengan sentrifugasi. Fasa bagian atas yang merupakan fasa heksan selanjutnya diambil dan disimpan pada suhu –20 0C, sampai digunakan untuk analisa. Penentuan Karetonoid Menggunakan HPLC Analisa karotenoid menggunakan HPLC dilakukan dengan menggunakan dua senyawa karoten standar yaitu beta karoten dan astaxanthin. Eluen untuk analisa kandungan astaxanthin sampel berupa asetonitril:diklorometan:metanol = 7:2:1, dengan kecepatan elusi 0,5 ml/menit. Kolom yang digunakan adalah lichocart RP 18 dengan suhu 30,2 0C. HPLC dilkukan pada 14 MPa dengan detektor berupa lampu UV pada panjang gelombang 480 nm. Kondisi yang sama juga digunakan untuk analisa kandungan beta karoten sampel perbedaan hanya tedapat pada suhu operasi pada 25 0C, tekanan 14,4-14,6 MPa, detektor lampu UV pada panjang gelombang 450 nm, eluen berupa kloroform:metanol:air=4:4:1 dengan kecepatan elusi 0,6 ml/menit.
HASIL PENELITIAN
penapisan, didapat beberapa isolat. Dua isolat yang kami sebut isolat tiga dan isolat dua masing-masing berwarna kuning dan merah-orange seperti tampak pada gambar 1.
Isolasi mikroorganisme dari udara dilakukan dengan memaparkan pada udara terbuka media NA yang sebelumnya telah disterilkan. Setelah dilakukan
a
b
Gambar 1. Isolat dua (a) dan isolat tiga (b). Dua isolat penghasil karotenoid yang berhasil diisolasi. Hasil Analisa HPLC Guna mengetahui jumlah dan jenis senyawa karoten yang dihasilkan oleh isolat, dilakukan ekstraksi pigmen pada isolat yang telah ditumbuhkan selama 4 hari pada media NB. Pigmen yang telah
a
diisolasi seperti prosedur pada metode penelitian, dianalisa menggnakan HPLC dengan kondisi operasi seperti pada metode penelitian. Hasil HPC terlihat pada gambar 3.
b
c
Gambar 2. Hasil HPLC larutan pigmen dengan eluen metanol:kloroform:air=4:4:1 (untuk elusi beta karoten): (a)Hasil HPLC larutan pigmen isolat 3 dengan eluen beta karoten. (b) Hasil HPLC beta karoten standar. (c) Hasil HPLC larutan pigmen isolat 2 dengan eluen betakaroten.
Gambar 2, menunjukkan terdapat satu puncak hasil HPLC larutan pigmen isolat 3, sedangkan larutan pigmen isolat nomor 2 menunjukkan dua puncak. Berdasarkan waktu retensinya seperti terlihat pada tabel 4, puncak-puncak tertentu yang berasal dari larutan pigmen setiap isolat mempunyai waktu retensi yang hampir berdekatan dengan waktu retensi beta karoten standar, yakni pada kisaran 4,413-5,067 menit. Waktu retensi yang hampir sama menunjukkan bahwa puncak tersebut berasal dari senyawa kimia
yang hampir sama, yakni senyawa golongan karoten. Mengingat tedapat sekitar 600 senyawa golongan karoten yang berbeda, peneliti belum dapat mengambil kesimpulan bahwa senyawa karoten yang terdapat dalam larutan pigmen isolat adalah beta karoten, sehingga untuk mengetahui secara persis jenis senyawa karoten apa yang dikandung pada larutan pigmen perlu analisa lanjutan menggunakan HPLCMS yang tidak dilakukan pada penelitian ini.
Tabel 1. Hasil HPLC larutan pigmen dengan eluen metanol:kloroform:air=4:4:1 (untuk elusi beta karoten) Sampel
Waktu retensi (menit)
Luas area
Kadar (per 20 μl lar. pigmen)
Standar beta karoten
4,593
1854348
21,6 ng
Isolat 2
4,993
239898
2,79440 ng
isolat 3
5,067
196660
2,29075 ng
Selanjutnya berdasarkan data hasil HPLC juga dilakukan penghitungan kandungan karotenoid yang dihasilkan isolat. Penghitungan didasarkan pada satu konsentrasi larutan standar karotenoid. Tabel 3 menunjukkan hasil perhitungan kandungan beta karoten dalam larutan pigmen yang telah dibuat. Jumlah betakaroten standar yang digunakan adalah 21,6 ng. Bedasarkan hasil perhitungan didapatkan bahwa dalam 20 ¼l larutan pigmen isolat dua dan
tiga masing-masing mengandung karoten sebesar 2,7944 ng dan 2,29075 ng. Pada penelitian didapatkan 5 ml larutan pigmen yang berasal dari 100 ml kultur isolat 2. Jika 20 ¼l larutan pigmen mengandung 2,7944 ng karoten, maka dalam 5 ml larutan pigmen terdapat 698.6 ng karoten. Jumlah karoten ini berasal dari 100 ml kultur isolat 2. Melalui perhitungan yang sama maka setiap 100 ml kultur isolat 3 572,69 ng karoten.
a
b
Gambar 3. Hasil HPLC larutan pigmen dengan eluen Asetonitril:Diklorometana: Metanol=7:2:1(untuk elusi astaxanthin): (a) Hasil HPLC astaxanthin standar. (b) Hasil HPLC ekstrtak pigmenn isolat 2 dengan eluen astaxanthin
Pada penelitian ini juga dilakukan analisa kemungkinan adanya astaxanthin dalam larutan pigmen isolat. Hasil analisa HPLC menggunakan eluen untuk astaxanthin dapat dilihat pada gambar 3. Sementara itu larutan pigmen isolat 2 menunjukkan satu puncak yang mempunyai waktu retensi yang hampir sama dengan waktu retensi standar astaxanthin (tabel 2). Hal ini menimbulkan dugaan bahwa kemungkinan isolat 2, menghasilkan astaxanthin. Guna mengetahui kepastian senyawa pada puncak yang dimaksud ini, diperlukan analisa lanjutan menggunakan HPLC-MS.
Hampir sama dengan analisa beta karoten, pada saat ini juga dilakukan analisa kuantitatif awal kandungan astaxanthin dalam larutan pigmen. Hanya satu macam konsentrasi standar astaxanthin yang digunakan dalam penentuan kuantitatif ini. Berdasarkan hasil perhitungan terlihat bahwa larutan pigmen isolat nomor 2 mengandung 3,59222 ¼g setiap 20 ¼l larutan pigmen (tabel 5). Karena total larutan pigmen berjumlah 5 ml yang didapatkan dari 100 ml kultur isolat 2, maka disimpulakn setiap 100 ml kultur isolat 2 dihasilkan 898,01 ¼g astaxanhin.
Tabel 2. Hasil HPLC larutan pigmen dengan eluen Asetonitril:Diklorometana: Metanol=7:2:1(untuk elusi astaxanthin): Sampel
Waktu retensi (menit)
Luas area
Kadar (per 20 μl)
Standar astaxanthin
3,687
508067390
216 μg
Isolat 2
3,650
8449495
3,59222 μg
isolat 3
tidak terdeteksi
tidak terdeteksi
tidak terdeteksi
Berdasarkan gambar 3, terlihat bahwa menggunakan eluen beta karoten larutan pigmen isolat 2 menghasilkan dua puncak. Berdasarkan analisa lanjutan yang menunjukkan adanya puncak untuk astaxanthin, maka dapat disimpukan bahwa sebenarnya menggunakan eluen beta karoten, astaxanthin telah dapat terelusi dengan waktu retensi 3,79 menit. Bedasarkan hal ini dengan melihat tidak adanya puncak lain pada kedua larutan isolat pigmen lainya, maka memperkuat kesimpulan memang tidak terdapat astaxanthin pada isolat nomor 1 dan 3.
Hasil Analisa Parameter Pertumbuhan Beberapa parameter pertumbuhan juga diamati dalam penelitian ini. Hal-hal yang diamati adalah penambahan berat sel selama waktu pertumbuhan, perubahan pH selama waktu pertumbuhan dan kadar oksigen terlarut selama waktu pertumbuhan pada kondisi percobaan. Grafik pertumbuhan isolat antara berat kering sel dengan waktu pertumbuhan dapat dilihat pada gambar 5.
Profil kurva pe rtumbuhan isolat 3 2.5
1.5
2
1
1.5
0.5 0 -0.5
0
20
40
60
-1
80
100
Ln berat kering sel (dalam gram)
Ln berat kering sel (dalam gram)
Profil kurva pe rtumbuhan isolat 7 2
1 0.5 0 -0.5 0
20
40
60
-1
-1.5 Jam
-1.5
a Gambar 4. Kurva pertumbuhan isolat 2 (a) dan isolat 3 (b).
Jam
b
80
100
Berdasarkan gambar 4 terlihat bahwa isolat dua dan tiga terus mengalami pertumbuhan sampai 60 jam setelah pengkulturan. Sifat hampir sama dengan mikroorganisme penghasil cantaxanthin yang berhasil diisolasi oleh Miguel et.al (2000) yang memiliki pertumbuhan optimum setelah 50 jam pengkulturan. Kecepatan pertumbuhan spesifik isolat ditentukan menggunakan data waktu penumbuhan dan ln(berat kering sel dalam satuan gram). Berdasarkan
dua data tersebut diperoleh bahwa isolat 2 mempunyai mempunyai kecepatan pertumbuhan spesifik terbesar yaitu 0,4138/jam diikuti oleh isolat 3 sebesar 0,1292/ jam. Harga ini masih lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan spesifik E. coli yang ditumbuhkan pada media yang mengandung sumber karbon glukosa dan sumber N amonia yang mempunyai kecepatan sebesar 0,44/jam.
Profil DO selama penumbuhan isolat 3
Profil DO selama penumbuhan isolat 2
200 150
150
DO (mg/l)
DO (mg/l)
200
100 50
100 50
0 0
20
40
60
80
100
0 0
Jam
20
a
40
Jam
60
80
100
b
Profil pH se lama pe numbuhan isolat 2
Profi l pH se l am a pe n u m bu h an i sol at 3
10 9.5
8
pH
pH
9
6 4 2
8.5 8 7.5 7
0 0
50
100
0
50
100
Jam
Jam
c
d
Gambar 5. Profil pH dan DO selama pertumbuhan isolat 2 dan isolat 3. a dan b berturut-turut adalah profil DO isolat 2 dan isolat 3 selama waktu pertumbuhanya. c dan d berturut-turut adalah profil pH isolat 2 dan isolat 3 selama waktu pertumbuhanya. Guna memberikan data awal produksi karoten dari isolat yang dihasilkan, pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran pH dan DO selama waktu pertumbuhan isolat. Terlihat bahwa selama pertumbuhan isolat terjadi peningkatan pelan pH kultur dari kisaran 7,5 menjadi kisaran 9. Harga DO selama waktu penumbuhan yang disertai pengocokan (shaker) terlihat terdapat kenaikan hingga mencapai angka maksimal 150 mg/l oksigen. Selanjutnya harga DO berfluktuasi di sekitar angka tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa isolat yang didapatkan merupakan mikroorgansime aerob.
KESIMPULAN Telah berhasil didapatkan dua isolat pada penelitian ini. Isolat 2 menghasilkan pigmen orange-merah dan isolat 3, menghasilkan pigmen merah. Pigmen dari kedua isolat tersebut diduga merupakan senyawa karotenoid. Isolat dua mampu menghasilkan 698,6 ng karoten tiap 100 ml kultur dan isolat 3 mampu mneghasilkan 572,69 ng karoten tiap 100 ml kultur. Isolat dua mampu menghasilkan astaxanthin sebanyak 898,01 ¼g tiap 100 ml kultur.
Isolat dua mempunyai kecepatan pertumbuhan spesifik sebesar 0,4138/jam dan isolat tiga mempunyai kecepatan pertumbuhan spesifik sebesar 0,1292/jam.
DAFTAR PUSTAKA Choi, Y.E, Yun, Y.S., Park, J.M. 2002. Evaluation of Factors Promoting Astaxanthin Production by a Unicellular Green Alga Haematococcus pluvialis with Fractional Factorial Design, Biotechnology Progress, 18:1170-1175. Lagarde D, Beuf L, Vermaas W. 2000. Increased Production of Zeazanthin and Other Pigments by Application of Genetic Engineering Techniques to Synechocystis sp. Strain PCC 6803, Applied and Envronmental Microbiology, 66,1,64-72. Miguel T, Sieiro C, Poza M, Villa T,G. 2000. Isolation and taxonomic study of a new canthaxanthincontaining bacterium, Gordonia jacobaea MV1 sp. nov, International Microbiology, 3:107111.
Miki W. 1991. Biological Functions and Activities of Animal Caretonoids, Pure Applied Chem,63:141-146 Miller N.I., I Sampson, L.P. Candeias, P.M., Bramley, and C.A Rice-Evans. 1996. Antioxidants activities of Carotene and Xantophil, FEBS Letter, 384:240-242. Miura Y., Kondo K., Saito T., Shimada H., Fraser P.D., Misawa N. 1998. Appl. Env. Micro, 64:1226-1229. Turujman S.A., Wamer W.G., Wei R.R., and Albert R.H. 1997. Rapid Liquid Chromatographic Method to Distinguish Wild Salmon from Aquacultured Salmon Fed Synthethic Astaxanthin, Journal of AOAC International, 80:622-632.