ISOLASI FAGE LITIK SPESIFIK Shigella sp. Isolation of Shigella sp. Specific Lytic Phage
Iswadi Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Syiah Kuala e-mail:
[email protected] Abstrak Shigella sp. merupakan bakteri penyebab penyakit shigellosis yang ditularkan melalui makanan dan air yang terkontaminasi. Bakteriofag menjadi salah satu agen alternatif yang mampu mengontrol infeksi dan kontaminasi yang ditimbulkan oleh bakteri Shigella sp. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengetahui kisaran inang fage litik spesifik Shigella sp. Fage litik diisolasi dari limbah rumah tangga dalam wilayah Babakan Darmaga Kabupaten Bogor. Satu fage spesifik Shigella sp. (fage FY51-X) berhasil diisolasi dari limbah rumah tangga dengan plak berbentuk bulat dan berdiameter 1,22 mm. Jumlah fage litik yang menginfeksi Shigella sp. Adalah sekitar 1,84 x 108 PFU mL-1. Fage ini hanya menginfeksi bakteri Shigella sp. Isolat 51-X dari 14 isolat bakteri uji. Kata kunci: Shigella sp., fage litik, shigellosis Abstract Shigella sp. is the causative agent of shigellosis transmitted through food and water. Bacteriophages are considered as an alternative agent to control this bacterial infection and contamination. The aim of this research is to isolation and analyze host range of lytic phage against Shigella sp. Lytic phages were isolated from household wastewaters of Babakan Darmaga Kabupaten Bogor. One specific phage of Shigella sp. (phage FY51-X) isolated from household wastewaters performed plaque with rounded shape with 1.22 mm in diameter. Number of lytic phage infecting Shigella sp. cells was 1.84 x 108 PFU mL-1. This phage only infected Shigella sp. 51-X of 14 tested bacterial isolates. Keywords: Shigella sp., lytic phage, shigellosis PENDAHULUAN Shigellosis merupakan salah satu permasalahan kesehatan bagi masyarakat di negara berkembang yang disebabkan oleh Shigella sp. Penyakit gastroenteritis ini bersifat akut dan menjadi salah satu penyebab paling umum tingginya angka kesakitan dan kematian pada anak-anak di negara berkembang. Hosseini et al. (2007) melaporkan dari 165 juta kasus yang terjadi di seluruh dunia, sekitar 1,1 juta jiwa meninggal per tahun, dengan korban terbanyak berasal dari kelompok anak-anak usia di bawah 5 tahun. Secara historis Shigella rentan terhadap tetrasiklin, khloramfenikol dan obat-obatan yang umum digunakan lainnya. Namun, sejak 1984 resistensi terhadap antibiotik tersebut terus meningkat hingga mendekati 100% pada tahun 2003 (ICDDR,B, 2004). Peningkatan resistensi bakteri terhadap antibiotik mendorong aplikasi
fage sebagai biokontrol untuk mereduksi bakteri patogen. Beberapa fage telah diaplikasikan sebagai biokontrol pencemaran makanan, diantaranya fage spesifik E. coli O157 yang diaplikasikan pada permukaan daging (Flynn et al., 2004), fage spesifik Salmonella dan Campylobacter yang diaplikasikan pada kulit ayam (Goode et al., 2003), serta fage spesifik Lactococcus garviae dan Pseudomonas plecoglossicida yang diaplikasikan pada pakan mampu menurunkan tingkat kematian ikan secara signifikan (Park et al., 2000; Park & Nakai, 2003). Fage litik adalah suatu metode alami dan non toksik untuk mereduksi dan mengontrol pertumbuhan bakteri patogen manusia, karena fage adalah bagian dari gastrointestinal dan ekosistem lingkungan. Fage dapat diisolasi dari limbah, tinja, tanah, air, jaringan tubuh yang terserang penyakit atau produk dari pabrik susu. Sumber fage yang paling baik dan paling umum
112
Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi Vol 4, Nomor 2, Desember 2012, hlm 112-117
digunakan untuk mereduksi bakteri patogen adalah fage yang berasal dari habitat inangnya sebagaimana dilaporkan oleh Ongunseitan et al. (1992), dimana fage umum ditemukan di lingkungan terutama pada sampel limbah cair. Meskipun beberapa fage telah diaplikasikan sebagai biokontrol pencemaran air dan makanan, namun sebagai biokontrol Shigella sp. belum banyak dilakukan, terutama di Indonesia. Sehubungan dengan masih terbatasnya penelitian mengenai fage, maka diperlukan penelitian untuk mengisolasi dan menguji kisaran inang fage litik spesifik bakteri Shigella sp. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya untuk menghasilkan biokontrol pencemaran air dan makanan yang disebabkan oleh bakteri Shigella sp. resisten antibiotik. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 sampai dengan Agustus 2011. Sampel limbah cair rumah tangga berasal dari Babakan Darmaga Kabupaten Bogor. Tahapan isolasi dan pengujian kisaran inang dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis, Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB. Prosedur Penelitian Pengambilan dan Filtrasi Sampel Sampel limbah untuk isolasi fage dikumpulkan dari limbah cair rumah tangga Kelurahan Babakan Darmaga Kabupaten Bogor yang disentrifugasi pada kecepatan 1052 x g selama 25 menit dan diulang dua kali. Shigella 51-X digunakan sebagai detektor keberadaan fage spesifik untuk Shigella. Sebanyak 5 mL dari sel pada fase logaritmik dari bakteri yang dibiakkan di dalam Nutrient Broth (NB), 10 mL sampel air dan 50 mL NB dicampurkan. Campuran tersebut diinkubasi di dalam inkubator yang diatur pada suhu 37 °C selama 48 jam. Setelah masa inkubasi berakhir, suspensi dijernihkan dengan sentrifugasi 1052 x g selama 25 menit dan dua ulangan. Selanjutnya disaring menggunakan membran selulosa dengan ukuran pori 0,22 µm. Suspensi yang diperkirakan mengandung fage disimpan pada suhu 4 °C. Asai Fage Sebanyak 100 µL suspensi fage ditambahkan ke dalam 100 µL kultur Shigella 51-X yang telah diinkubasi satu malam pada NB dan dicampur dengan 7 mL agar lembut (NB yang mengandung 0,7 % agar). Campuran agar
lembut tersebut dituang ke atas lempengan Nutrient Agar (NA) dan kemudian diinkubasi satu malam pada suhu 37 °C dan diamati pembentukan plak. Pemurnian Fage Pemurnian fage dilakukan dengan mengadopsi metode Goodridge et al. (2003). Plak tunggal dengan ciri-ciri tersendiri yang berasal dari plak assay dipindahkan dengan menggunakan pipet Pasteur ke dalam tabung, kemudian dicampurkan dengan 2–3 mL pelarut Ringers konsentrasi 25%. Suspensi fage dihomogenkan dan dibiarkan selama 5–10 menit pada suhu ruang. Suspensi tersebut kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1052 x g, suhu 4 °C selama 25 menit dan diulang dua kali. Supernatan difiltrasi menggunakan dengan filter berpori 0,22 µm, untuk selanjutnya disimpan sebagai stok fage. Preparasi Persediaan Fage Sebanyak 10 µL kultur Shigella 51-X (108 CFU mL-1) umur satu malam dan 100 µL fage (108 PFU mL-1) dicampur dengan 50 mL NB dan diinkubasi di dalam inkubator pengocok yang diatur pada kecepatan 120 rpm, suhu 37 °C selama 9 jam. Suspensi diinkubasi dengan tambahan waktu 10 menit dan dikocok pada suhu 37 °C. Suspensi kemudian disentrifugasi pada 1052 x g selama 25 menit dan diulang dua kali. Supernatannya disaring dengan saringan berpori 0,22 µm. Suspensi fage disimpan pada suhu 4 °C (Goodrigde et al., 2003). Kuantifikasi Fage Kuantifikasi fage diukur dengan cara menghitung jumlah plak yang terbentuk (PFU mL-1), penentuannya dilakukan berdasarkan metode Foschino et al. (1995). Stok fage diencerkan sampai dengan 1010, kemudian dari masing-masing pengenceran tersebut diambil 100 µL ditambahkan dengan 100 µL kultur bakteri Shigella 51-X yang telah diinkubasi selama 9 jam pada media NB. Suspensi diinkubasi selama 15 menit pada suhu 37 °C. Sebanyak 7 mL soft agar bersuhu 42 °C dicampurkan, selanjutnya dituang ke media NA, diinkubasi pada 37 °C selama 24 jam, diamati pembentukan plak dan dihitung jumlahnya. Penentuan Kisaran Inang Fage Penentuan kisaran inang fage dilakukan dengan menguji suspensi fage melawan galur bakteri Shigella sp. lain, Salmonella p15, p19, p38, p84; dan E. coli non patogen. Uji penentuan kisaran inang dilaksanakan berdasarkan modifikasi teknik dua lapis agar dari Hansen et al. (2007). Uji ini dilakukan di atas cawan petri
113
Iswadi: Isolasi Fage Litik Spesifik Shigella sp.
berdiameter 9 cm. Lapisan atas medium terdiri dari NB yang mengandung 0,7% agar. Sebanyak 7 mL media untuk lapisan atas dipanaskan selama 10 menit agar mencair dan selanjutnya didinginkan hingga mencapai suhu 47 °C. Sebanyak 100 µL suspensi fage (108 PFU mL-1) ditambahkan ke dalam 100 µL bakteri yang berumur satu malam dan diinkubasi 30 menit, selanjutnya ditambahkan 7 mL agar lembut dan diaduk dengan vortex mixer dan dituang ke cawan yang berisikan NA. Media lapisan atas dibiarkan mengeras pada suhu kamar. Cawan tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama satu malam dan respon positif ditunjukkan dengan terbentuknya plak pada media agar.
bereplikasi, fage akan bereplikasi dengan baik pada saat sel inang berada dalam kondisi pertumbuhan yang optimal yaitu pada fase eksponensial. Kondisi pertumbuhan optimal akan dicapai oleh inang jika nutrisi yang dibutuhkan tersedia dalam jumlah cukup.
A
B
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Fage Satu fage spesifik Shigella sp. berhasil diisolasi dari sampel limbah cair rumah tangga Babakan Darmaga dengan inang Shigella 51-X. Hal ini menandakan bahwa di dalam cairan limbah mengandung Shigella 51-X yang merupakan inang bagi fage. Keberhasilan isolasi diperlihatkan dengan terbentuknya plak. Plak mulai dapat teramati setelah masa inkubasi selama 12,5 jam, namun pengamatan setelah masa inkubasi 48 jam pada suhu 37 °C memperlihatkan dampak lisis (plak) lebih jelas (Gambar 1). Morfologi plak memiliki batas yang jelas, tidak disertai pembentukan zona lisis sekunder. Sel inang mengalami lisis diakhir siklus replikasi fage ketika virion harus keluar dari sel inang untuk menginfeksi sel inang baru (Catalao et al., 2011). Fage yang terisolasi seragam, berukuran kecil dengan bentuk bulat dan rata-rata berdiameter 1,22 mm. Ukuran tersebut tidak jauh berbeda dengan delapan fage spesifik Pseudomonas plecoglossisida yang merupakan patogen terhadap ikan hasil isolasi Park et al. (2000) dengan rata-rata diameter plak 1,4 mm. Fage SF-9 spesifik Shigella dysentriae type 1 juga menghasilkan plak berukuran tidak jauh berbeda, yaitu dengan diameter rata-rata 1 mm (Faruque et al., 2003). Pertumbuhan inang sangat mempengaruhi pembentukan plak, apabila pertumbuhan inang tidak merata akan mempengaruhi kemampuan infeksi fage dari satu sel ke sel lainnya. Pembentukan plak tidak dapat berlangsung jika hanya beberapa sel terdekat saja dapat diinfeksi. Penggunaan media pendukung pertumbuhan bakteri yang lambat dapat menyebabkan penurunan ukuran ledakan sel yang terinfeksi, sehingga plak yang terbentuk juga akan berukuran kecil (Los et al., 2008). Hal ini berkaitan dengan kemampuan fage dalam
Gambar 1 (A) pembentukan plak akibat lisisnya sel inang oleh fage, (B) perlakuan kontrol (tanpa infeksi fage) tidak memperlihatkan pembentukan plak. Pengukuran konsentrasi fage di dalam suatu sampel dilakukan melalui prosedur plak assay. Terbentuknya sejumlah plak mencerminkan jumlah fage yang menginfeksi dan melisis sel inang. Perkiraan jumlah fage FY51-X yang menginfeksi dan melisis sel inang adalah 1,84 x 108 PFU mL-1. Hasil tersebut menunjukkan kisaran normal yang dibutuhkan untuk melakukan plak assay bagi jenis fage litik dengan menggunakan metode dua lapis agar. Perkiraan jumlah fage yang menginfeksi dan melisis sel bakteri sebelumnya juga telah dilaporkan oleh Clokie dan Kropinski (2009), yaitu 106 – 1011 PFU mL-1 untuk metode dua lapis agar; 108 – 1010 PFU mL-1 untuk pencawanan langsung; dan 106 – 1011 PFU mL-1 untuk small drop plaque assay system. Fage merupakan virus yang menginfeksi bakteri dan hanya akan bereplikasi ketika menginfeksi inangnya. Infeksi dimulai ketika genom fage mulai memasuki sel inang dan mengendalikannya untuk membuat salinan asam nukleat serta memproduksi protein fage. Secara umum dapat dikatakan bahwa fage mengalihkan sumberdaya inang untuk memproduksi kebutuhannya. Asam nukleat dan kapsomer diproduksi serta dirakit kembali, maka siklus reproduksi fage dapat dikatakan selesai dan fage siap keluar dengan melisis sel inang. Lisis sel inang dapat diidentifikasi dengan pembentukan plak dan dijadikan standar keberhasilan dalam isolasi dan karakterisasi fage. Kemampuan fage melisis sel bakteri inanngnya dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan bakteri-bakteri patogen, termasuk Shigella sp. Pengendalian bakteri
114
Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi Vol 4, Nomor 2, Desember 2012, hlm 112-117
patogen dengan menggunakan fage telah sering dipergunakan, karena fage dianggap sebagai agen alternatif yang tepat untuk mengendalikan bakteri (Yang et al., 2010). Kisaran Inang Fage Kisaran inang berkaitan dengan spesifisitas inang yang ditandai oleh pelekatan dan penetrasi fage pada protein luar inang yang berperan sebagai reseptor. Setiap fage memiliki kisaran inang berbeda-beda. Fage yang terisolasi dalam penelitian ini memiliki kisaran inang sempit, hanya menginfeksi Shigella 51-X (Tabel 1). Hal ini menandakan bahwa fage FY51-X memiliki protein sensor yang hanya dapat mengenali protein reseptor pada Shigella 51-X saja, dengan demikian hanya inang ini saja yang bersifat permisif terhadap fage FY51-X dan dapat dipastikan bahwa diantara semua bakteri uji tidak ada yang memiliki homologi reseptor dengan Shigella 51-X. Kaitan ini dapat dijelaskan karena kisaran inang dipengaruhi oleh spesifisitas dan homologi reseptor yang dimiliki masing-masing inang. Reseptor yang dapat dikenali oleh fage terdapat pada komponen penyusun dinding sel inang, dapat berupa protein; karbohidrat; glikoprotein; lipid; dan lipoprotein. Fage menginfeksi inang menggunakan protein spesifik yang akan ditempelkan pada reseptor di membran luar inangnya (Flores et al., 2011) dengan komponen yang berbeda-beda sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Fage memiliki satu atau lebih protein permukaan yang dapat berinteraksi dengan komponen reseptor, sehingga fage memiliki kemungkinan untuk menempel pada beberapa reseptor spesifik pada dinding sel inang. Tabel 1 Kisaran inang fage FY51-X terhadap beberapa galur bakteri Galur inang
Reaksi
Shigella 68 Shigella 25 Shigella 26 Shigella 50 Shigella 42 Shigella 51-M Shigella 98
− − − − − − −
Galur inang
Reaksi
Shigella 70 − Shigella 51-X + Salmonella p19 − Salmonella p15 − Salmonella p38 − Salmonella p84 − E. coli non − patogen (+): positif membentuk plak; (−): tidak ada pembentukan plak
Fage hanya dapat bereproduksi di dalam sel inang yang sesuai. Hal ini dapat dikaitkan dengan sifat umum virus yang merupakan parasit intraseluler obligat. Kondisi seperti ini diperkirakan karena fage tidak memiliki perangkat untuk mesintesis protein untuk dirinya sendiri. Inang fage ditentukan oleh sistem pengenalan fage itu sendiri, sehingga fage hanya dapat meginfeksi satu atau
beberapa inang tertentu saja. Identifikasi sel inang fage menggunakan kesesuaian antara protein pada bagian luar fage sebagai sensor dengan molekulmolekul reseptor spesifik pada permukaan sel inang. Reseptor tersebut merupakan molekul yang berperan untuk menjalankan fungsi normal tertentu bagi inang. Reseptor untuk fage spesifik bakteri Shigella diduga merupakan protein yang berperan dalam transport besi untuk keperluan metabolisme sel Shigella (Payne , 2006), sama halnya dengan reseptor untuk fage T1 dan T5 yang juga merupakan protein transport besi (Langenscheid et al., 2004). Berbeda dengan fage spesifik Shigella serta fage T1 dan T5, reseptor untuk fage lambda adalah protein yang berperan dalam transport maltose (Moldovan, 2005). Tanpa reseptor spesifik fage tidak dapat mengadsorbsi dan menginfeksi inang. Perubahan situs reseptor karena mutasi akan menghasilkan inang resisten terhadap infeksi virus, akan tetapi fage juga dapat dengan cepat bermutasi mengimbangi mutasi inang sehingga tetap dapat melekat pada inang yang resisten. Fage merupakan entitas biologi yang memiliki kemampuan untuk bereplikasi dan tumbuh, serta menginfeksi bakteri inang dengan kisaran relatif sempit. Kemampuan ini tidak dimiliki oleh antibiotik. Potensi yang dimiliki tersebut menjadi keunggulan dan sekaligus kekurangan bagi aplikasi fage dibandingkan antibiotik. Kisaran inang sempit memungkinkan bagi fage hanya menginfeksi dan mengeliminasi bakteri tertentu tanpa harus mengganggu flora normal usus. Fage dapat berevolusi untuk memperluas kisaran inang dengan secara kontinyu mengurangi panjang ekor (Forde et al., 2008), sehingga memungkinkan fage kisaran inang sempit dapat memperluas kisaran inangnya. Kemampuan berevolusi memberikan keunggulan tambahan bagi fage dibandingkan antibiotik. Keaktifan bereplikasi memberikan kemungkinan yang besar bagi fage untuk bermutasi dan memungkinkan untuk memperluas kisaran inang dan mengatasi kemungkinan bakteri menjadi resisten. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh antibiotik yang merupakan molekul statis yang tidak memiliki kemampuan untuk merespon perubahan sifat bakteri inang. Pada umumnya fage memang memilki kisaran inang sempit, namun sebagaimana dijelaskan bahwa fage memiliki kemampuan untuk berevolusi maka ditemukan beberapa fage seperti fage 7888 spesifik S. sonnei (Strauch et al., 2001b) yang memiliki kisaran inang luas terhadap isolat Shigella lainnya, termasuk S. dysenteriae type 1 dan juga isolat E.coli dengan homologi reseptor inang berupa lipopolisakarida kasar pada dinding
115
Iswadi: Isolasi Fage Litik Spesifik Shigella sp.
selnya. Kemudian fage lainnya yang memiliki kisaran inang luas yaitu AR1 dan LG1 (Goodridge et al., 2003), yang mampu melisis E. coli dan beberapa enterobakteri; seperti Proteus mirabilis, S. dysenteriae, dan dua isolat Salmonella. KESIMPULAN Fage litik spesifik Shigella sp. hasil isolasi dari sampel limbah cair rumah tangga menghasilkan plak berbentuk bulat dengan diameter 1,22 mm. Hitungan fage relatif yang menginfeksi dan melisis sel inang sekitar 1,84 x 108 PFU mL-1 dengan kisaran inang sempit. DAFTAR PUSTAKA Catalao MJ, Milho C, Gil F, Moniz-Pereira J, Pimentel M. 2011. A second endolysin gene is fully embedded in-frame with the lysa gene of mycobacteriophage Ms6. PLoS ONE 6: 1 – 12. Clokie MRJ, Kropinski AM. 2009. Bacteriophages Methods and Protocols, volume 1: Isolation, Characterization, and Interactions. Humana Press, New York. Faruque SM et al. 2003. Shigella dysenteriae type 1-specific bacteriophage from environmental waters in Bangladesh. Appl Environ Microbiol 69:7028-7031. Flores CO, Meyer JR, Valverde S, Farr L, Weitz JS. 2011. Statistical structure of hostphage interaction. PNAS 108: 288–297. Flynn GO, Ross RP, Fitzgerald GF, Coffey A. 2004. Evaluation of a cocktail of three bacteriofages for biocontrol of Escherichia coli O157:H7. Appl Environ Microbiol 70: 3417-3424. Forde SE et al. 2008. Understanding the limits to generalizability of experimental evolutionary models. Nature 455:220– 223. Foschino R, Perrone F, Galli A. 1995. Characterization of two virulent Lactobacillus fermentum bacteriophages isolated from sour dough. J Appl Microbiol 79: 677 – 683. Goode G, Allen VM, Barrow PA. 2003. Reduction of experimental Salmonella and Campylobacter contamination of chicken skin by application of lytic bacteriophages. Appl Environ Microbiol 69:5032–5036. Goodridge L, Gallaccio A, Griffiths MW. 2003. Morphological, host range, and genetic
characterization of two coliphages. Appl Environ Microbiol 69:5364–5371. Hansen VM, Rosenquist H, Baggesen DL, Brown S, Christensen BB. 2007. Characterization of Campylobacter phages including analysis of host range by selected Campylobacter Penner serotypes. BMC Microbiol 7: 90–98. Hosseini MJ, Ranjbar R, Ghasemi H, Jalalian HR. 2007. The prevalence and antibiotic resistance of Shigella sp. recovered from patients admitted to Bouali Hospital, Tehran, Iran during 1999-2001. Pak J Biol Sci 10: 2778 – 2780. [ICDDR,B] International Centre for Diarrhoeal Disease Research, Bangladesh. 2004. Increasing antibiotic resistance of Shigella species. Health Sci Bull 2: 12 – 14. Langenscheid J, Killmann H, Braun V. 2004. A FhuA mutant of Escherichia coli is infected by phage T1-independent of TonB. FEMS Microbiol Let 234:133– 137. Los JM, Golec P, Wegrzyn G, Wegrzyn A, Łos M. 2008. Simple method for plating Escherichia coli bacteriophages forming very small plaques or No plaques under standard conditions. Appl Environ Microbiol 74:5113–5120. Moldovan RG. 2005. The interaction between lambda phage and its bacterial host [disertasi]. University of Pittsburgh, Pittsburgh. Ongunseitan OA, Sayler GS, Miller RV. 1992. Aplication of DNA probes to analysis of bacteriofage distribution patterns in the environment. Appl Environ Microbiol 58:2046-2052. Park SC, Nakai T. 2003. Bacteriopahge control of Pseudomonas plecoglossicida infection in ayu Plecoglossus altivelis. Dis Aquat Organ 53:33-39. Park SC, Shimamura I, Fukunaga M, Mori KI, Nakai T. 2000. Isolation of bacteriophages specific to a fish pathogen, Pseudomonas plecoglossicida, as a candidate for disease control. Appl Environ Microbiol 66:14161422. Payne SM. 2006. Iron and pathogenesis of Shigella: Iron acquisition in the intracellular environment. BioMetals 19:173–180. Strauch E, Lurz R, Beutin L. 2001b. Characterization of a shiga toxinencoding temperate bacteriophage of
116
Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi Vol 4, Nomor 2, Desember 2012, hlm 112-117
Shigella sonnei. Infect Immun 69: 75887595. Yang H, Liang L, Lin S, Jia S. 2010. Isolation and characterization of a virulent
117
bacteriophage AB1 of Acinetobacter baumannii. BMC Microbiol 10: 1 – 10.