1
ISOLASI DAN OPTIMASI PRODUKSI SENYAWA ANTIMIKROB BAKTERI ASAM LAKTAT
NOVAN KURNIAWAN
PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
2
ABSTRACT NOVAN KURNIAWAN. Isolation and Optimation of Antimicrobial Compound Production of Lactic Acid Bacteria. Under the direction of LAKSMI AMBARSARI dan SURYANI. Lactic acid bacteria is the bacteria that naturally held in milk. Lactic acid bacteria is able to produce antimicrobial compound that can be used as food preservatives. Thie aim of this research is to isolate lactic acid bacteria from milk and yoghurt and to optimize antimicrobial compound production by doing variation of production time, pH, and temperature. Production time will be variated from 10, 15, 20, 25, 30, 35 hours, pH from 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, and temperature from 50, 60, 70, 80, 90, 100 ºC. Lactic acid bacteria has been isolated and were grown in de Man Ragosa Sharpe Agar medium (MRS). The result showed that there are 3 form isolated bacteria. First isolate came from yoghurt (YI) and the othres two came from milk (SI dan SII). The results of antimicrobial activities again Salmonella thypimurium bacteria by using diffusion agar methode in treptose proteose peptone yeast (TPPY) have found that : YI isolate has the highest activity with inhibite zone 23 mm, SII isolate 20 mm, and SI isolate did not shown antimicrobial activity. The results of optimimalization of production for YI isolate were production time with 15 hour, pH 3, and temperature 80 ºC. YI isolate has antimicrobial activity againt’s Gram positive bacteria (Bacillus subtilis) and Gram negative (Eschericia coli) with each inhibits zone 33 mm and 29 mm.
3
ABSTRAK NOVAN KURNIAWAN. Isolasi dan Optimasi Produksi Senyawa Antimikrob Bakteri Asam Laktat. Dibimbing oleh LAKSMI AMBARSARI dan SURYANI. Bakteri asam laktat adalah bakteri yang secara alamiah terdapat pada susu. Bakteri asam laktat mampu memproduksi senyawa antimikrob yang dapat digunakan sebagai alternatif bahan pengawet produk pangan alami yang aman. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi bakteri asam laktat yang berasal dari susu dan yoghurt serta mengoptimalisasikan produksi senyawa antimikrob yang dihasilkan dengan melakukan variasi terhadap waktu produksi, pH, dan suhu. Waktu produksi di variasikan pada 10, 15, 20, 25, 30, 35 jam, pH pada 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan suhu pada 50, 60, 70, 80, 90, 100 °C. Bakteri asam laktat telah berhasil diisolasi dan ditumbuhkan dalam media de Man Rogosa Sharpe Agar (MRS). Hasil percobaan diperoleh 3 bentuk isolat, yaitu satu jenis isolat berasal dari yoghurt (YI) dan dua jenis isolat berasal dari susu (SI dan SII). Hasil penentuan aktivitas antimikrob terhadap bakteri Salmonella thypimurium dengan metode sumur agar pada media treptose proteose peptone yeast (TPPY) diperoleh: isolat YI memiliki aktivitas tertinggi dengan zona hambat sebesar 23 mm, isolat SII sebesar 20 mm, sedangkan isolat SI tidak menunjukkan adanya aktivitas antimikrob. Hasil penentuan optimasi produksi terhadap isolat YI diperoleh waktu produksi 15 jam, pH 3, dan suhu 80 °C. Isolat YI mempunyai aktivitas antimikrob terhadap bakteri Gram positif (Bacillus subtilis) dan Gram negatif (Eschericia coli) dengan zona hambat masing-masing adalah 33 mm dan 29 mm.
4
ISOLASI DAN OPTIMASI PRODUKSI SENYAWA ANTIMIKROB BAKTERI ASAM LAKTAT
NOVAN KURNIAWAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biokimia
PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
5
Judul Skripsi : Isolasi dan Optimasi Produksi Senyawa Antimikrob Bakteri Asam Laktat Nama : Novan Kurniawan NIM : G44102016
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Laksmi Ambarsari, M.S. Ketua
Dr. Suryani, M.Sc. Anggota
Diketahui Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S NIP 131473999
Tanggal Lulus :
6
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Palembang, Sumatra Selatan, pada tanggal 24 November 1984 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Rustam dan Hidayati. Penulis menjalani pendidikan formal di TK Muhamadiah Lubuk Linggau Sumatera Selatan (SUM-SEL), SD Xaverius Lubuk Linggau (SUMSEL), SD St. Yosep Lahat SUMSEL, SMP Xaverius I Palembang SUMSEL, SMP St. Yosep Lahat SUMSEL, SMU Negeri I Kolaka Sulawesi Tenggara (SULTRA), SMU Dwiwarna Bogor Jawa Barat (JABAR) dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur undangan seleksi masuk IPB di Program Studi Biokimia, Jurusan Kimia, yang saat ini sudah menjadi Departemen Biokimia. Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah aktif di BEM TPB IPB Departemen Olahraga dan Seni periode 2002/2003, wakil ketua turnamen Futsal IPB, ketua Dormitory Farewell Party, Anggota Aktif International Asosiation Agricultural Student (IAAS), kepala Departemen Pengembangan Bahasa Inggris Himpunan Mahasiswa Kimia IPB, ketua UKM (unit kegiatan mahasiswa) tenis lapangan, asisten mata kuliah olahraga dan seni, dan wakil komandan tingkat Biokimia angkatan 39. Penulis juga pernah mengikuti beberapa lomba seperti juara pertama lomba penulisan esai Korea (pertukaran pelajar ke Korea) FMIPA IPB, peringkat keenam lomba penulisan esai Korea IPB, juara pertama lomba bola basket FMIPA IPB, juara pertama tunggal putra tenis lapangan dies natalis IPB mahasiswa, juara ketiga ganda putra tenis lapangan dies natalis IPB. Pada tahun 2005, penulis melaksanakan praktek lapangan di BBIA (Balai Besar Industri Agro) di jalan Ir. H. Djuanda Bogor.
7
PRAKATA Syukur alhamdullilah penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat serta hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah dengan judul Isolasi dan Optimasi Produksi Senyawa Antimikrob Bakteri Asam Laktat. Tak lupa pula penulis menyampaikan sholawat serta salam terhadap Rasulullah SAW beserta para sahabatnya sampai akhir zaman kelak. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Biokimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang dilakukan penulis sejak bulan Januari 2007 sampai bulan Mei 2007, di laboratorium Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini, terutama kepada kedua dosen pembimbing yaitu Dr. Laksmi Ambarsari, MS dan Dr. Suryani, M.Sc yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan dorongan semangat selama menyusun karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman seperjuangan Yayu, Sunanti, Solina, Eka, Dewi, Efi, Tisha, Putu atas kebersamaan dan bantuannya. Juga tak lupa untuk staf laboratorium Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ir. AE Zaenal Hasan, M.Si atas bantuan dan kerjasamanya. Penghargaan juga saya sampaikan kepada mentor non akademik saya pak Rosadi dan pak Basith atas bimbingan tentang kesabaran yang hakiki. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluargaku tercinta Ayah, Ibu, adikku Rico dan Aldi, serta Marisa Puspitasari yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materi serta segala doa dan kasih sayangnya. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Akhirnya penulis berharap agar karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2007 Novan Kurniawan
8
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR.........................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
x
PENDAHULUAN .............................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Senyawa Antimikrob ................................................................................ Yoghurt.....................................................................................................
2 3
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ....................................................................................... Metode ....................................................................................................
4 4
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolat Bakteri Asam Laktat ...................................................................... Ekstrak Kasar Senyawa Antimikrob........................................................ Waktu Optimum Produksi Antimikrob ................................................... pH dan Suhu Optimum Aktivitas Antimikrob.........................................
5 5 6 7
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan.................................................................................................. Saran ........................................................................................................
9 9
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
9
LAMPIRAN ....................................................................................................
11
9
DAFTAR TABEL Halaman 1 Pengaruh pH terhadap aktivitas senyawa antimikrob pada bakteri S. thypimurium.....................................................................................
7
2 Pengaruh suhu terhadap aktivitas senyawa antimikrob pada bakteri S. thypimurium......................................................................................
8
3 Zona hambat senyawa antimikrob pada E. coli dan B. subtilis ............
8
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Isolat-isolat bakteri yang diisolasi dari susu dan ditumbuhkan di dalam media MRS pada 42 °C selama 18 jam ................................................ 6 2 Isolat-isolat bakteri yang diisolasi dari yoghurt dan ditumbuhkan di dalam media MRS pada 42 °C selama 18 jam..................................
6
3 Perbandingan aktivitas antimikrob dari isolat yang diperoleh yang ditumbuhkan didalam media NA pada 37 °C selama 18 jam................
6
4 Grafik hasil uji penentuan waktu optimum produksi senyawa antimikrob pada selang waktu 10, 15, 20, 25, 30, dan 35 jam .............
7
5 Kurva pertumbuhan bakteri terhadap waktu.........................................
7
6 Hasil uji senyawa antimikrob yang telah mengalami optimasi terhadap bakteri E.coli yang ditumbuhkan di dalam media NA dengan waktu inkubasi 18 jam pada suhu 37 °C .........................................................
8
7 Hasil uji senyawa antimikrob yang telah mengalami optimasi terhadap bakteri B.subtilis yang ditumbuhkan di dalam media NA dengan waktu inkubasi 18 jam ada suhu 37 °C.............................................................
8
10
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Alur strategi penelitian .......................................................................... 12 2 Isolasi dan pengujian waktu optimum produksi senyawa antimikrob .. 13 3 Penentuan pH optimum untuk produksi senyawa antimikrob............... 14 4 Penentuan suhu optimum untuk produksi senyawa antimikrob ............ 15 5 Uji hasil optimasi terhadap B. subtilis dan E. coli................................. 16
PENDAHULUAN Kerusakan makanan sering kali terjadi pada produk-produk olahan hasil industri. Kerusakan ini biasanya ditimbulkan oleh mikroorganisme pembusuk dan bakteri pembentuk spora. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan suatu bahan tambahan makanan yang berfungsi untuk menghindari kerusakan akibat mikroorganisme sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan konsumen. Salah satu upaya untuk mencegah kerusakan oleh mikroorganisme adalah dengan penambahan zat pengawet. Zat pengawet dapat dibedakan dalam tiga golongan utama berdasarkan banyaknya dosisi yang dapat diterima per harinya. Pertama, zat pengawet yang termasuk dalam golongan GRAS (Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami, sehingga aman dikonsumsi oleh masyarakat dengan dosisi yang tinggi (tidak menimbulkan efek samping). Kedua, zat pengawet yang termasuk dalam golongan ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) untuk melindungi kesehatan konsumen. Ketiga, zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi, seperti formalin karena dapat menyebabkan kanker paru-paru, gangguan pada alat pencernaan dan jantung (Broughton 1990). Ada beberapa contoh pengawet yang berbahaya jika dikonsumsi secara berlebihan, yaitu kalsium benzoat. Bahan pengawet ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri penghasil toksin (racun), bakteri spora dan bakteri bukan pembusuk. Asam benzoat digunakan untuk mengawetkan minuman ringan, minuman anggur, saus sari buah, sirup, dan ikan asin. Bahan ini bisa menyebabkan dampak negatif pada penderita asma dan bagi orang yang peka terhadap aspirin. Kalsium benzoat bisa memicu terjadinya serangan asma dan natrium benzoat dapat menyebabkan sistemic lupus erythematosus (SLE) yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Menurut data yang dikutip dari rumah sakit Hasan Sadikin Bandung selama tahun 2006 ini sudah 350 orang yang terkena penyakit (anonymus 2006). Kasus-kasus yang terjadi pada masyarakat mengindikasikan bahwa menggunakan zat pengawet alami adalah solusi yang tepat. Pengawet alami yang berasal dari mikroorganisme, tumbuhan, dan hewan seharusnya sudah mulai digunakan untuk menggantikan pengawet yang berbahaya. Sebagai contoh adalah zat pengawet yang berasal dari selasih. Selasih memiliki aktivitas
antibakteri terhadap Saphylococcus aureus, Salmonella enteritidis, Escherichia coli ; aktivitas antiseptik terhadap Proteus vulgaris, Bacillus subtilis, Salmonella paratyph; aktivitas antifungi terhadap Candida albicans, Penicillium notatum, Microsporeum gyseum; aktivitas larvasida terhadap lalat rumah dan nyamuk, serta repelan terhadap serangga (Adnyana 2006). Bahan pengawet yang aman juga dapat berasal dari mikroorganisme, antara lain adalah bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat. Hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya disebutkan bahwa bakteriosin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif (Oryazabal 1998). Bakteriosin juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. thypimurium, B.subtilis, dan E.coli (Wiryawan 2005). Salah satu jenis bekteriosin yang telah diproduksi dalam skala industri adalah nisin. Nisin tidak dapat diproduksi secara sintetik melainkan oleh bakteri asam laktat. Nisin juga stabil dalam suhu tinggi dan stabil dalam kondisi asam sehingga dapat digunakan pada proses industri yang menggunakan suhu tinggi dan kondisi asam tanpa merusak kinerjanya. Penyimpanan yang dilakukan pada suhu antara 4-25 °C dapat menstabilkan nisin sampai dua tahun (anonymus 2001). Nilai LD50 nisin sama dengan nilai LD50 garam yaitu 7 g/kg berat badan (Naidu 2000). Produksi senyawa antimikroba dari bakteri asam laktat belum dilakukan dalam skala industri di Indonesia, sehingga dibutuhkan penelitian pendahuluan untuk mendapatkan parameter yang valid agar diperoleh hasil yang optimal. Mengkombinasikan media produksi dengan waktu, pH, dan suhu, yang telah optimum, diharapkan dapat mengefektifkan produksi senyawa antimikrob agar dapat diperoleh manfaat maksimal sebagai pengganti bahan pengawet sintetik yang sangat merugikan kesehatan masyarakat. Penelitian ini memiliki tujuan jangka panjang untuk memproduksi antimikrob (nisin) sebagai alternatif bahan pengawet pangan alami yang aman bagi kesehatan masyarakat, sedangkan untuk tujuan jangka pendek penelitian ini adalah untuk mengisolasi bakteri penghasil senyawa antimikrob dan menentukan kondisi optimum produksi senyawa antimikrob dari isolat bakteri tersebut.
13
TINJAUAN PUSTAKA Senyawa Antimikrob Senyawa antimikrob adalah senyawa yang memiliki aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan mikroba, terutama mikroba patogen. Senyawa tersebut umumnya berasal dari tumbuhan maupun mikroorganisme. Salah satu senyawa antimikrob yang terkenal adalah bawang putih yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. thypimurium dengan konsentrasi 2% (Sunanti 2007). Produksi dan penggunaan senyawa antimikrob yang berasal dari tanaman telah lama digunakan terutama pada pengobatan tradisional. Contohnya, kemangi dan selasih secara empiris telah digunakan dalam pengobatan tradisional untuk berbagai macam penyakit. Teh yang dibuat dari daun selasih atau herbanya digunakan untuk mengatasi mual, disentri, atau menurunkan panas (sebagai antipiretik). Dalam kitab pengobatan “Ayurveda”, selasih memiliki khasiat sebagai antibakteri, antiseptik, antispasmodik (sakit perut), diaforetik (peluruh keringat), sakit kepala, demam, sakit telinga, obat sakit ginjal dan sebagai afrodisiaka (peningkat libido). Penggunaannya dapat dalam bentuk jus, infus, dan serbuk (Adnyana 2006). Senyawa antimikrob yang berasal dari mikroorganisme juga telah banyak digunakan antara lain nisin, nisin merupakan bagian dari bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat. Nisin telah digunakan di banyak negara sebagai bahan pengawet yang aman, dan nisin memiliki aktivitas antimikroba khususnya pada bakteri Gram positif (Broughton 1990). Bakteriosin Bakteriosin adalah senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat selama proses fermentasi yang bersifat menghambat petumbuhan mikroorganisme merugikan. Oyarzabal (1998), menyatakan bakteri asam laktat dapat menghasilkan substansi bakteriosin yang bersifat antimikrob terhadap pertumbuhan bakteri Gram positif dan atau Gram negatif. Pendapat ini telah didukung dengan beberapa penelitian diantaranya bakteriosin Plantaricin C yang mampu menghambat Bacillus subtilis, (Gonzalez et al., 1994), bakteriosin Pediocin L50, bersifat “broad spectrum”, diantaranya menghambat E. faecalis (Cintas et al. 1995), dan Salmonella typhimurium (Steven et al. 1991).
Secara in vitro Audisio et al. (1999), melaporkan aksi hambat terhadap bakteri patogenik pada manusia dan unggas yaitu Salmonella spp. (Galinarum, Pulorum, Enteridis dan Typhymurium) didapat dengan cara menggabungkan bakteri asam laktat dengan bakteriosin, sehingga berpeluang untuk dijadikan sebagai avian probiotics yang mahal saat ini. Hambatan pertumbuhan bakteri Salmonella typhymurium FNCC 0050, E. coli FNCC 0091 dan Bacillus cereus oleh bakteriosin juga dilaporkan oleh Djaafar et al., (1995). Hambatan pertumbuhan ditunjukkan dengan adanya perpanjangan fase lag maupun penekanan populasi pasca 12 jam inkubasi setelah ditambah metabolit bakteriosin, masingmasing pada S. thypimurium FNCC 0050 dari fase lag 1 jam menjadi 6 jam, E. coli FNCC 0091 dari 1 jam menjadi 3 jam, dan pada B. cereus dari 3 jam menjadi 7 jam. Nisin Nisin, termasuk bakteriosin, merupakan senyawa polipeptida anti bakteri yang diproduksi dari hasil fermentasi bakteri asam laktat (BAL) Lactobacillus bulgaricus (Hoover & Davidson 1993) yang diakui penggunaannya oleh banyak negara sebagai pengawet alami makanan mentah atau makanan olahan yang aman dikonsumsi serta terbukti dapat mengontrol dan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan patogen. Nisin juga tidak menimbulkan efek samping pada manusia karena tidak toksik dan tidak aktif oleh enzim proteolitik dalam saluran pencernaan. Nama nisin diturunkan dari “Grup N streptococci (sekarang lebih dikenal dengan lactococci) Inhibitory Substances IN (yang merupakan akhiran untuk nama sebuah antibiotik)”. Bahan ini aktif melawan bakteri lain, terutama spora bakteri Gram positif (Broughton 1990). Nisin bersifat ampifilik dengan residu hidrofobik pada ujung N dan residu hidrofilik pada ujung C. Distribusi polar dan non polar pada molekul nisin ada relevansinya dengan aktivitas cara kerja biologik. Nisin adalah polipeptida kationik dengan muatan 2 atau 3, tidak mengandung asam-asam amino aromatik sehingga tidak diserap pada 260 atau 280 nm. Kelarutan, stabilitas, dan aktivitas biologik tergantung pada pH larutan; pada pH yang rendah nisin lebih mudah larut, stabil, dan beraktivitas tinggi. Pada pH netral atau basa, nisin tidak larut. Kelarutan nisin pada pH 2 adalah 57 mg/mL, pada pH 6 adalah 1,5 mg/mL dan pH 8,5 adalah 0,25 mg/mL. kestabilan nisin
14
sejalan dengan kelarutannya. Dalam HCl pada pH 2,5 atau kurang dan nisin akan tetap stabil sekalipun mengalami pemanasan tinggi (Adam 2000). Nisin sebgai antimikrob memiliki kemampuan terbatas. Nisin tidak dapat menghambat bakteri Gram negatif (kecuali Neisseria dan Flavobacter), khamir, virus serta bakteri Gram positif tertentu, seperti beberapa spesies Lactobacillus dan Enterococcus faecalis. Akan tetapi bakteri Gram negatif dapat dihambat jika membran sel bakteri mengalami kerusakan (Steven et al.1991). Nisin menghambat bakteri Gram positif, terutama bakteri pembentuk spora seperti klostridia dan basili serta jenis-jenis bakteri lain yaitu stafilokoki, laktokoki, korinebakteria, leukonostok, pediokoki, pneumokoki, aktinomisetes, streptokoki, mikrokoki, laktobasili dan Mycobacteria. Sensitivitas mikrob terhadap nisin berbeda-beda (Broughton 1990). Pertumbuhan Bacillus stearothermophillus dapat dihambat pada kadar nisin kurang dari 2 IU/mL, B.cereus perlu 75100 IU/mL. B. megaterium perlu 25-100 IU/mL dan B. polymixa perlu 50 IU/mL, sedangkan Clostridum botulinum tipe A dan B dihambat pada taraf 500-2500 IU/mL serta untuk tipe B perlu 50-1000 IU/mL (Broughton 1990). Target penghambatan pada sel vegetatif mikrob adalah membran sitoplasma. Nisin menimbulkan kebocoran dengan keluarnya adenosin trifosfat, sehingga terjadi lisis pada membran. Kebocoran membran sitoplasma terjadi karena nisin mengaktifkan gugus sulfidril pada membran tersebut (Abee 1995). Pada spora, nisin lebih bersifat sporosidal daripada sporostatik. Nisin menghambat pertunasan spora pada saat awal penggembungan untuk tumbuh; spora yang rusak karena pemanasan lebih peka terhadap nisin (Broughton 1990). Yoghurt Yoghurt merupakan salah satu jenis produk fermentasi yang terkenal. Berbagai jenis susu dapat digunakan untuk membuat yoghurt, antara lain susu segar, susu krim, susu yang telah dihilangkan sebagian lemaknya dan susu skim (susu tanpa lemak). Pembuatan yoghurt merupakan salah satu metode yang tertua dalam sejarah pengawetan susu. Dewasa ini yoghurt telah mengalami perkembangan dalam proses pembuatannya sehingga menghasilkan yoghurt dengan cita rasa dan flavor yang semakin baik dan bervariasi. Yoghurt berasal dari bahasa Turki yaitu “jughurt” yang berarti susu asam.
Menurut SNI 01.2981.1982, yoghurt adalah produk yang diperoleh dari susu yang dipasteurisasi kemudian difermentasi dengan menggunakan bakteri tertentu sampai diperoleh bau dan rasa yang khas dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan. Tamime dan Robinson (1989), mengklasifikasikan yoghurt komersial ke dalam tiga kelompok yaitu plain atau natural yoghurt, fruit yoghurt, dan flavoured yoghurt. Natural atau plain yoghurt merupakan tipe tradisional dengan bau tajam dan rasa asam, sedangkan fruit yoghurt dibuat dengan penambahan buahbuahan dan pemanis pada plain yoghurt dan flavoured yoghurt dibuat dengan penggunaan aroma buah dan senyawa sintesis. Klasifikasi yoghurt berdasarkan metode pembuatannya, dibagi dalam tiga tipe, yaitu : set yoghurt, stirred yoghurt, dan fluid yoghurt. Set yoghurt diproduksi dengan inkubasi didalam tempat-tempat kecil khusus, yoghurt yang dihasilkan berupa cairan kental dan setengah padat. Stirred yoghurt diinkubasi pada tempat besar dan selanjutnya koagulan yang terbentuk dipotong-potong dan didinginkan pada tempattempat khusus yang lebih kecil. Fluid yoghurt dibuat secara hampir sama dengan stirred yoghurt, tetapi hasil yang diperoleh kekentalannya berbeda yaitu lebih encer (Tamime dan Robinson 1989). Kultur starter yoghurt pada umumnya terdiri dari bakteri asam laktat Lactobacillus bulgaricus dan Streptococus thermophilus yang merupakan pasangan bakteri utama dalam pembuatan yoghurt. Bergabungnya kedua bakteri ini akan menghasilkan nilai organoleptik yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan kultur tunggalnya. Keadaan ini disebabkan karena adanya simbiosis antara L. bulgaricus dengan S. thermophilus yang saling menguntungkan, karena bakteri yang satu mensintesis dan membebaskan senyawa yang saling menguntungkan atau menstimulasi bakteri lainnya (Tamime & Robinson 1999). Spesies L. bulgaricus merupakan bakteri berbentuk batang, gram positif, tidak berspora, non motil. Suhu optimum pertumbuhan 40-43 °C, masih dapat tumbuh pada suhu 45 °C atau kadang-kadang pada suhu 50-52 °C dan tidak dapat tumbuh pada suhu 15 °C (Deibel & Seeley 1974). Spesies L. bulgaricus bersifat anaerobik, yaitu lebih senang hidup tanpa atau dengan sedikit oksigen. Pada pembuatan yoghurt, L. bulgaricus berperan dalam penurunan pH sampai sekitar 4. selain itu, L.bulgaricus juga memberi kontribusi terhadap flavor yoghurt melalui produksi asam laktat, asetaldehid, asam asetat, dan diasetil (Winarno
15
2003). L. bulgaricus di dalam susu lebih bersifat proteolitik yang berkontribusi pada tekstur dan aroma produk susu fermentasi, yaitu dengan membebaskan valin, histidin, dan glisin yang diperlukan oleh S. thermophilus selama pertumbuhannya. Bakteri penghasil asam laktat seperti L. bulgaricus ini juga menghasilkan senyawa yang berisfat antimikroba yang disebut nisin (Adams 2000). Prinsip dasar fermentasi yoghurt adalah inokulasi bakteri kultur starter pada susu yang telah dipanaskan. Komponen karbohidrat utama pada susu adalah laktosa. Laktosa digunakan oleh kultur starter sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya. Laktosa akan dihidrolisis dengan produk akhir asam piruvat. Selanjutnya asam piruvat akan diubah menjadi asam laktat oleh enzim laktat dehidrogenase. Selain menghasilkan aroma yang khas, asam laktat juga berperan dalam pembentukan gel yoghurt. Secara sederhana, reaksi perubahan laktosa menjadi asam laktat adalah sebagai berikut (Tamime & Robinson 1989): Laktosa + air Æ Asam laktat C12H22O11 H2O 4C3H6O3 Asam yang terbentuk selama fermentasi yoghurt terutama adalah asam laktat. Asam laktat yang diproduksi berbeda dalam konfigurasi struktur dan rotasi optik. Dua isomer yang mungkin terjadi asam laktat leavodan dekstro-rotasi (Tamime & Deeth 1980). Manfaat yoghurt bagi kesehatan tubuh telah banyak dibuktikan oleh banyak peneliti di dunia. Yoghurt memiliki kandungan nilai gizi yang baik dan mudah dicerna oleh tubuh. Selain untuk tujuan kesehatan, yoghurt juga sering dikonsumsi untuk tujuan diet. Yoghurt yang dikonsumsi secara teratur dapat menyeimbangkan mikroflora usus sehingga bakteri-bakteri yang merugikan dapat ditekan jumlahnya dan sebaliknya usus akan didominasi oleh bakteri yang menguntungkan bagi kesehatan (Silvia 2002). Yoghurt pada umumnya digunakan sebagai bahan pencegah penyakit saluran pencernaan seperti diare. Khususnya pada bayi yang mengalami tidak dapat untuk mencerna laktosa, gastroenteritis (sakit perut), dan pengobatan konstipasi (sembelit). Bagi orang yang menderita tidak dapat mencerna laktosa, yoghurt adalah makanan alternatif yang sangat bermanfaat karena bakteri asam laktat, melalui proses fermentasi akan mengubah laktosa menjadi asam laktat, begitu pula penderita tidak toleran terhadap laktosa dapat mengkonsumsi yoghurt dengan aman (Gillian & Kim 1984).
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah susu sapi perah, dengan jarak 30 menit setelah diperah, dan yoghurt tanpa rasa (plain yoghurt), bakteri uji Salmonella thypimurium, Bacillus subtilis, Escherichia coli yang berasal dari Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Media produksi antimikroba yang digunakan adalah treptose proteose peptone yeast (TPPY) pH 6.0, dengan komposisi (sukrosa 1 g, pepton 1 g, ekstrak khamir 1 g, K2HPO4 1 g, NaCl 0,2 g, MgSO4 0,02 g, akuades 95,78 mL). de Man Rogosa Sharpe Agar/MRS agar digunakan sebagai media seleksi bakteri dengan komposisi (pepton 10 g, beef extract 10 g, yeast extract 5 g, K2HPO4 2 g, amonium sitrat 2 g, glukosa 2 g, sodium asetat 3H2O 20 g, MgSO4 7H2O 0,58 g, MnSO4 4H2O 0,28 g, agar 15 g, akuades sampai 1000 mL), alkohol 70%. Nutrien agar (NA) sebagai media tumbuh bakteri uji dengan komposisi (beef extract 3 g, pepton 5 g, bacto agar 15 g, akuades sampai 1000 mL). Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah autoklaf, inkubator, oven, neraca analitik, bunsen, labu Erlenmeyer, tabung reaksi, kapas, sudip, gelas ukur, pipet, alumunium foil, karet, kertas, ruang laminar, magnetik stirer, sentrifus Beckman dengan rotor JA 20 untuk volume contoh 500 mL, cawan petri, jarum ose. Metode Penelitian Isolasi Bakteri Penghasil Senyawa Antimikrob dari Yoghurt dan Susu (Dwijoseputro 1978) Sampel yoghurt dan susu masing-masing sebanyak 1 mL diencerkan 0-100 kali, kemudian dari masing-masing pengenceran diambil 0,1 mL dan disebar dengan menggunakan alat sebar pada media MRS agar yang telah padat pada cawan petri. Selanjutnya diinkubasi selama 18 jam, suhu 42 °C. Isolasi Senyawa Antimikrob Isolasi dilakukan sesuai dengan metode dari Wiryawan (2005). Isolat bakteri diambil sebanyak satu ose dan diinokulasikan ke dalam Erlenmeyer yang berisi 10 mL media TPPY steril kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 18 jam. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 30 menit. Supernatan yang diperoleh
16
diendapkan dengan menggunakan etanol absolut sebanyak dua kali volume dalam keadaan dingin, sambil diaduk, kemudian diendapkan selama satu malam pada suhu dingin. Selanjutnya disentrifugasi kembali pada kecepatan 10000 rpm selama 30 menit. Pelet yang diperoleh diuapkan di dalam oven pada suhu 40 °C selama 12 jam. Pelet yang sudah bebas dari pelarut etanol dilarutkan kembali dengan buffer Tris-HCl dengan konsentrasi 0,1 M kurang lebih 2 kali bobot pelet dan ditetesi 12 tetes HCl 0,5 M sampai pelet tersebut larut kembali. Pelet tersebut merupakan ekstrak kasar senyawa antimikrob yang akan diujikan pada bakteri S. thypimurium dengan menggunakan metode sumur agar.
Senyawa antimikrob diproduksi sesuai dengan waktu optimum yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya. Hasil yang didapat kemudian diperlakukan dengan variasi pH dan suhu. Penentuan pH dan suhu optimum produksi senyawa antimikrob dilakukan dengan memvariasikan pH pada 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan suhu pada 50, 60, 70, 80, 90, 100 °C. Masingmasing ekstrak kasar senyawa antimikrob diujikan aktivitas antimikrobnya dengan menggunakan bakteri S. thypimurium. Setelah diperoleh pH optimum dan suhu optimum maka dilakukan pengujian selanjutnya terhadap bakteri uji B. subtilis dan E. coli.
Uji Aktivitas Senyawa Antimikrob dari Isolat Bakteri
Isolat Bakteri Asam Laktat
Pengujian terhadap bakteri uji (S. thypimurium) dilakukan dengan menggunakan metode sumur agar (well diffusion agar) (Bintang 1982). Biakan bakteri uji yang telah disegarkan dalam media NB, diambil sebanyak 0,1 mL dan diinokulasikan ke dalam cawan petri steril. Setelah petri yang berisi biakan bakteri dan media NA memadat, sumur (lubang) dibuat dengan menggunakan pangkal pipet Pasteur dengan diameter 6-7 mm. Ekstrak kasar senyawa antimikrob dari isolat yoghurt dan susu dipipet sebanyak 0,05 mL serta kontrol (pelarut Tris-HCl). Selanjutnya cawan diinkubasi pada suhu 25 °C selama 18 jam. Aktivitas antimikrob ditentukan dengan cara mengukur diameter zona bening yang terbentuk. Penentuan Waktu Antimikrob
Optimum
Produksi
Isolat bakteri YI disegarkan di dalam media produksi TPPY sambil dilakukan pengocokan dengan menggunakan shaker water bath pada suhu 37 ºC selama 18 jam. Sebanyak 1% dari volume isolat yang telah disegarkan dipipet kedalam Erlenmeyer yang telah berisi media produksi TPPY. Ekstrak antimikroba diisolasi setelah melalui inkubasi dengan menggunakan variasi waktu 10, 15, 20, 25, 30, dan 35 jam pada suhu 37 ºC. Ekstrak kasar senyawa antimilrob selanjutnya akan diuji aktivitasnya terhadap bakteri S. thypimurium dengan menggunakan metode sumur agar. Karakterisasi Antimikrob
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolat yang diperoleh diisolasi dari plain yoghurt (yoghurt murni yang belum diberikan zat tambahan dan mengalami pemanasan) dan susu yang telah mengalami pengenceran 0 sampai 100 kali. Hasil pengenceran selanjutnya ditumbuhkan di dalam media MRS, yang merupakan media selektif untuk pertumbuhan bakteri asam laktat, dengan cara disebar. Hasil percobaan diperoleh 14 isolat dari susu dan 14 isolat dari yoghurt (Gambar 1 dan 2). Isolat-isolat yang didapat muncul setelah dilakukan inkubasi pada suhu 42 °C selama 18 jam. Isolat-isolat tersebut kemudian diseleksi dan didapatkan tiga bentuk isolat yang berbeda, satu bentuk isolat berasal dari yoghurt (YI) dan dua bentuk isolat berasal dari susu (SI dan SII). Isolat YI memiliki ciri-ciri berwarna putih, permukaan licin, dan berbentuk bulat memanjang; isolat SI berwarna coklat muda, permukaan kasar, dan berbentuk seperti akar; dan isolat SII berwarna putih kecoklatan, permukaan halus, dan berbentuk bulat. Ketiga bentuk isolat tersebut dipilih untuk pengujian aktivitas antimikrob.
Gambar 1 Isolat-isolat bakteri yang diisolasi dari susu dan ditumbuhkan di
17
masing isolat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa isolat YI lebih unggul dibandingkan isolat SI dan SII.
dalam media MRS pada 42 °C selama 18 jam.
Waktu Optimum Produksi Antimikrob Penentuan waktu optimum produksi senyawa antimikrob dilakukan untuk mengetahui waktu produksi terbaik bakteri asam laktat dalam menghasilkan senyawa antimikrob. Waktu optimum produksi senyawa antimikrob diperoleh dengan melakukan variasi waktu produksi dari 10, 15, 20, 25, 30, dan 35 jam. Produksi senyawa antimikrob dilakukan pada media TPPY dengan suhu inkubasi 37 °C dan variasi konsentrasi uji 5 mg/mL, 15 mg/mL, dan 20 mg/mL (b/v) terhadap bakteri S.thypimurium. Variasi konsentrasi uji dilakukan untuk mengetahui konsentrasi hambat efektif dari senyawa antimikrob. Berdasarkan hasil pengamatan (Gambar 4) diperoleh waktu optimum produksi pada jam ke 15 dengan zona hambat terhadap bakteri S. thypimurium, pada konsentrasi 20 mg/mL dan 15 mg/mL, adalah 16 mm dan 10 mm. Pada
Gambar 2 Isolat-isolat bakteri yang diisolasi dari yoghurt dan ditumbuhkan didalam media MRS pada 42 °C selama 18 jam. Ekstrak Kasar Senyawa Antimikrob Ekstrak kasar senyawa antimikrob diperoleh setelah melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah produksi senyawa antimikrob di dalam media TPPY selama 18 jam pada suhu 37 ºC. Tahap kedua adalah pemisahan sel dengan senyawa antimikrob. Pemisahan sel dilakukan dengan melakukan sentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 30 menit. Supernatan diambil dan ditambahkan etanol absolut, sambil diaduk, pada suhu dingin sebanyak dua kali volume dari volume supernatan. Penambahan etanol absolut dilakukan untuk mengendapkan senyawa antimikrob yang sebagian besar disusun oleh protein, selain itu juga merupakan tahap awal pemurnian senyawa antimikrob dari pengotor yang ada. Tahap ketiga adalah pemisahaan hasil pengendapan. Pemisahan dilakukan dengan sentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 30 menit. Pelet yang diperoleh kemudian dikeringkan pada oven untuk menguapkan etanol absolut. Tahap terakhir atau tahap keempat adalah pelarutan kembali hasil pengeringan pada bufer Tris-HCl sebanyak dua kali bobot pelet kering. Pelet yang telah dilarutkan didalam bufer Tris-HCl yang merupakan ekstrak kasar senyawa antimikrob yang akan diuji aktivitasnya. Pengujian dilakukan terhadap bakteri uji S. thypimurium yang ditumbuhkan di dalam media NA dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 18 jam. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh zona hambat dari isolat YI sebesar 23 mm, isolat SII 20 mm, dan isolat SI tidak menunjukan aktivitas penghambatan (Gambar 3). Zona hambat yang diamati menunjukkan aktivitas ekstrak kasar senyawa antimikrob terhadap pertumbuhan bakteri uji. Semakin besar zona hambat yang diamati maka semakin baik aktivitas senyawa antimikrob dari masing-
SII
KpH2
SI YI
Gambar 3 Aktivitas antimikrob isolat YI, SI, dan SII dengan kontrol KpH 2. Semua isolat ditumbuhkan di dalam media NA dan zona hambat isolat YI sebesar 23 mm. Z o n a H a m b a t
(mm) Gambar 4
Waktu Inkubasi (jam)
Grafik hasil uji penentuan waktu optimum produksi senyawa antimikrob. Zona hambat isolat YI
18
dengan konsentrasi 20 (biru muda), 15 (biru tua), dan 5 mg/mL (ungu) pada selang waktu 10, 15, 20, 25, 30, dan 35 jam. jam ke 10, tidak terdapat zona hambat pada konsentrasi 5 mg/mL dan 15 mg/mL, sedangkan pada waktu 20 sampai 35 jam kemampuan menghambat bakteri cenderung menurun. Kondisi ini dimungkinkan terjadi karena senyawa antimikrob yang merupakan metabolit sekunder telah di produksi pada jam ke 15 (tepat pada akhir fase log) sehingga pada jam ke 20 sampai 35 bakteri telah memasuki fase stasioner yang produksi senyawa antimikrobnya telah menurun dan perbandingan jumlah selnya telah konstan akibat metabolit sekunder yang diproduksi (Gambar 5). Pada konsentrasi uji 5 dan 15 mg/mL zona hambat yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi 20 mg/mL, sehingga dapat disimpulkan bahwa konsentrasi hambat efektif adalah 20 mg/mL. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa waktu optimum produksi diperoleh pada 15 jam setalah inkubasi dengan konsentrasi 20 mg/mL. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang menunjukkan bahwa konsentrasi hambat efektif untuk penghambatan bakteri S. thypimurium terdapat pada konsentrasi 20 mg/mL dengan waktu inkubasi selama 18 jam (Suarsana 2005). pH dan Suhu Optimum Aktivitas Antimikrob Karakterisasi senyawa antimikrob dilakukan dengan perlakuan pH dan suhu yang berbedabeda. Variasi pH yang digunakan adalah pH 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. pH optimum yang diperoleh akan digunakan untuk menentukan suhu optimum produksi
Gambar 5 Kurva pertumbuhan bakteri terhadap waktu senyawa antimikrob. Variasi suhu yang digunakan adalah 50, 60, 70, 80, 90, 100 °C.
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pada pH 2 senyawa antimikrob menunjukkan zona hambat terbesar yaitu 27 mm. Kontrol pH 2 yang digunakan juga menunjukkan zona hambat sebesar 11 mm. Walaupun kinerja penghambatan pertumbuhan bakteri tertinggi terjadi pada pH 2, pH optimum untuk perlakuan adalah pada pH 3. Hal ini disebabkan karena zona hambat yang dihasilkan adalah murni dari aktivitas senyawa antimikrob tanpa dipengaruhi derajat keasaman yang tinggi dari pelarut yang digunakan. Jika pH optimum yang dipakai adalah pH 2, dikhawatirkan untuk produksi dalam skala industri, aktivitas penghambatan yang terjadi disebabkan karena keasaman pelarut bukan karena kinerja senyawa antimikrob itu sendiri. Kontrol pH 8 tidak digunakan dalam percobaan karena pada pH 8 senyawa antimikrob tidak larut (tidak ada aktivitas) sehingga efek yang ditimbulkan pada kontrol dan sampel uji adalah sama, murni aktivitas bufer. Pada variasi pH yang lebih basa senyawa antimikrob menunjukan efektifitas zona hambat yang cenderung menurun. Menurunnya aktivitas ini dikarenakan berkurangnya kelarutan senyawa antimikrob terhadap bufer yang digunakan sehingga mengakibatkan kestabilan senyawa antimikrob terganggu. Senyawa antimikrob yang dihasilkan menunjukkan efektivitas tinggi terhadap bakteri uji sampai pada pemanasan 80 °C selama 15 menit dengan zona hambat sebesar 24 mm. Pada suhu diatas 80 °C aktivitas senyawa antimikrob tersebut mengalami penurunan. Penurunan aktivitas tersebut disebabkan pemanasan dengan suhu yang tinggi, sehingga protein yang merupakan komponen utama senyawa antimikrob, menjadi rusak (terdenaturasi) dan cenderung untuk mengendap. Tabel 1 Pengaruh pH terhadap aktivitas Senyawa antimikrob pada bakteri S. thypimurium Perlakuan pH Zona hambat (mm) 2 27 3 24 4 24 5 19 6 14 7 14 8 13 K2 11 K3 K4 K5 K6 K7 -
19
Pada Tabel 2 terlihat jelas penurunan kemampuan hambat seiring dengan bertambahnya suhu. Pada suhu 90 °C zona hambat yang dihasilkan sebesar 15 mm, dan pada suhu 100 °C zona hambat yang dihasilkan lebih kecil yaitu 12 mm. Walaupun kemampuan hambat menurun akan tetapi senyawa antimikrob ini masih dapat melakukan penghambatan pada suhu tinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa senyawa antimikrob bersifat termostabil. Hal ini dapat terjadi juga karena kestabilan dan kelarutan senyawa antimikrob yang baik pada pH rendah. Senyawa antimikrob yang dihasilkan menunjukan kelarutan yang tinggi pada pH rendah. Kelarutan senyawa antimikrob pada pH 2 adalah 57 mg/mL, pada pH 6 adalah 1,5mg/mL dan pH 8,5 adalah 0,25 mg/mL. kestabilan senyawa ini sejalan dengan kelarutannya. Nisin dalam HCl pH 2,5 atau lebih rendah, akan tetap stabil sekalipun didihkan hingga suhu 115 °C selama 20 menit (Adam 2000). Senyawa antimikrob yang telah diketahui kondisi optimumnya, kemudian diujikan terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif lainnya. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk melihat efektifitas kerja dari senyawa antimikrob terhadap bakteri yang memiliki karakteristik berbeda. Bakteri yang digunakan adalah E. coli dan B. subtilis. Kedua bakteri ini adalah bakteri yang sering mencemari makanan. Hasil pengujian akitivitas senyawa antimikrob terhadap B. subtilis dan E. coli dapat dilihat pada Tabel 3. Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa zona hambat terbesar terjadi pada bakteri Gram positif B. Subtilis sebesar 33 mm, sedangkan pada bakteri Gram Tabel 2 Pengaruh suhu terhadap aktivitas senyawa antimikrob pada bakteri S. thypimurium Perlakuan suhu (°C) Zona hambat (mm) 50 24 60 24 70 24 80 23 90 15 100 12 K pH 3 negatif E. coli sebesar 29 mm. Zona hambat yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7. Bakteri Gram positif lebih peka terhadap senyawa antimikrob dibandingkan dengan bakteri Gram negatif (Fardiaz 1989). Hal ini dapat terjadi karena perbedaan pada komponen penyusun dinding sel bakteri. Struktur dinding
sel bakteri Gram positif lebih sederhana dibandingkan dengan bakteri Gram negatif. Struktur dinding sel bakteri Gram positif memiliki lebih banyak peptidoglikan, dan tidak memiliki membran terluar yang melindungi permukaan dinding sel sehingga memudahkan masuknya senyawa antimikrob langsung kedalam sel menuju sasaran kerja. Sedangkan bakteri Gram negatif memiliki struktur membran yang kompleks, berlapis tiga, yaitu lapisan luar yang berupa lipoprotein, lapisan tengah yang berupa peptidoglikan, dan laipsan dalam lipopolisakarida (Pelczar & Chan 1986). Tabel 3 Zona hambat senyawa antimikrob pada E.coli dan B. subtilis Jenis bakteri Zona hambat (mm) E. coli 29 B. subtilis 33 Kontrol bufer -
20% pH3
KpH3 Gambar 6 Hasil uji senyawa antimikrob terhadap bakteri E. coli yang ditumbuhkan di dalam media NA dengan waktu inkubasi 18 jam pada suhu 37 °C
20 % pH3
KpH3 Gambar 7 Hasil uji senyawa antimikrob terhadap bakteri B. subtilis yang ditumbuhkan di dalam media NA dengan waktu inkubasi 18 jam pada suhu 37°C
20
SIMPULAN dan SARAN Simpulan Pada penelitian ini didapatkan tiga bentuk isolat bakteri asam laktat. Isolat pertama (YI) berasal dari yoghurt sedangkan kedua isolat lainnya, (SI dan SII), berasal dari susu sapi. Isolat bakteri asam laktat yang berasal dari yoghurt (YI) memiliki aktivitas antimikrob terbesar dibandingkan dua isolat yang diperoleh dari susu (SI dan SII). Senyawa antimikrob isolat Y1 memiliki aktivitas optimum pada waktu inkubasi 15 jam, dengan konsentrasi 20 mg/mL, pada pH 3, dan suhu 80 °C. Aktivitas senyawa antimikrob terhadap bakteri B. subtilis memiliki zona hambat sebesar 33 mm,, E. coli 29 mm, dan S. thypimurium sebesar 24 mm. Zona hambat terbesar yaitu pada B. subtilis yang merupakan aktifitas penghambatan terbaik terhadap bakteri Gram positif. Saran Perlu dilakukan identifikasi isolat yang diperoleh agar dapat diketahui jenis bakteri yang berperan. Pemurnian lebih lanjut juga perlu dilakukan terhadap senyawa antimikrob dengan menggunakan metode kromatografi.
DAFTAR PUSTAKA Abee T, Krockel L, Hill C. 1995. Bacteriocins: modes of action and potential in food preservation and Control of food poisoning. Int. J Food Microbial. 28: 169-185. Adams. 2000. Nisin in Multifactorial Food Preservation. UK: University of Surrey. Adnyana, Firmansyah. 26 Jan 2006. Dari pecel lele, obat herba, sampai parfum. Pikiran Rakyat:8(kolom 2). Audisio MC, Olicer G, Apella MC. 1999. Antagonistic effect of Enterococcus faecum against human and poultry pathogenic Salmonella spp.. J Food Prot. 62: 751-755. Bintang ML. 1982. Perbaikan mutu simpan ikan pindang dengan pembubuhan bahan antimikroba dari Str. Lactis [tesis]. Bogor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Broughton JD. 1990. Nisin and Its Uses as a Food Preservative. UK: Food Technology.
Broughton JD. 2005. Nisin as a Food Preservative. UK: Danisco. Buchanan RE, Gibbons. 1975. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Ed ke8. Baltimore: Woverly. Cintas LM, Rodriguez JM, Fernandez MF, Sletten K, Nes IF, Hernandez PE , Holo H. 1995. Isolation and characterization of pediocin L50, a new bacteriocin from Pediococcus acidilactici with a broad inhibitory spectrum. App. J Environ Microbiol 7: 2643-2648. Diebel RH, Seeley H. 1974. Stertococaceae in Bergeys Manual of Determinative Bacteriology. Baltimore: Williams & Wilkins. Djaafar TF, Rahayu ES, Wibowo D, Sudarmadji S. 1995. Substansi antimikrobia bakteri asam laktat Lactobacillus casei subsp. rhamnosus TGR-2 yang diisolasi dari Growol. Seminar Nasional Perhimpunan Biokimia dan Biologi Molekuler Indonesia XII; Bali, 15-16 Mei 1994. Hlm 1-15. Dwijoseputro. 1978. Dasar-dasar Mikrobiologi. Malang: Djambatan Press. Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Gilliand SE, Kim HS. 1984. Effect of viable started culture bacteria in yoghurt on lactose utilization in humans. J Dariy Sci. 67: 1-6. Gonzalez B, Arca P, Mayo B, Suarez JE. 1994. Detection, purification, and partial characterization of plantaricin C, a bacteriocin produced by a Lactobacillus plantarum strain of dairy origin. App. J Environ. Microbiol 6: 2158-2163. Hudayanti M. 2004. Aktivitas antibakteri rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Davidson PM, Branen AL, editor. 1993. Bacteriocins with Potential for Use in Foods. Ed ke-2. New york: DBC Press. Naidu AS. 2000. Natural Food Antimicrobiol System. New York: CRC Press. Oyarzabal OA. 1998. Bacteriocins to reduce spoilage and pathogenic bacteria in meat. J World Poultry-Elsevier 12: 314-323.
21
Pelczar MJ, Chan ECS. 1986. Microbial Physiology. Ed ke-2. Singapore: A Wiley Intersciensce Publication. Silvia. 2002. Pembuatan yoghurt kedelai (soyghurt) dengan menggunakan kultur campuran Bifidobacterium dan Streptococus thermophilus [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Smid EJ. 2001. Biopreservation with Nisin. Netherland. Agrotechnological Research Institute. Steven KA, Sheldon BW, Klapes NA, Klaenhammer TR. 1991. Nisin treatment for inactivation of Salmonella and other Gram negatif bacteria spp. J Environ. Microbiol 57: 3613-3615. Stumbo CR. 1973. Thermobacteiology in Food Processing. New York: Academic Press. Suarsana IN. 2005. Aktivitas In vitro Senyawa Antimikroba dari Sterptococus lactis. J Veteriner Universitas Udayana 6: 3441. Sunanti. 2007. Aktivitas antibakteri ekstrak tunggal bawang putih (Allium sativum Linn.) dan rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap Salmonella thypimurium [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Tamime AY, Deeth HC. 1980. Yoghurt technology and biochemistry. J Food Protection 43: 77-93. Tamime AY, Robinson RK. 1989. Yoghurt science and tecnology. London: Peramon Press. Widowati S, Misgiyarta. 2000. Efektifitas bakteri asam laktat (BAL) dalam pembuatan produk fermentasi berbasis protein / susu fermentasi. J Balai Penelitian dan Sumber Daya Genetik Pertanian 7: 23-43. Winarno FG. 2003. Flavor Bagi Industri Pangan. Bogor: Mbrio Press. Wiryawan. 2005. Isolasi bakteri asam laktat penghasil antimikroba. J Veteriner Universitas Udayana 8: 87-90.
22
LAMPIRAN
23
Lampiran 1 Alur strategi penelitian
Sumber Isolat (susu & yoghurt) Isolasi bakteri
Isolat-isolat Bakteri Seleksi melalui pengujian aktifitas antimikrob
Isolat Penghasil Antimikrob Penentuan Waktu Optimum Produksi Antimikrob
Waktu Optimum Produksi Antimikrob Karakterisasi Antimkrob (penentun suhu & pH optimum)
pH dan Suhu Optimum Aktivitas Antimikrob Uji Aktivitas Senyawa Antimikrob Terhadap Bakteri E. Coli dan S. thypimurium
Aktivitas Senyawa Antimikrob
24
Lampiran 2 Isolasi dan pengujian waktu optimum produksi senyawa antimikrob 1 Cara isolasi bakteri dari sample 1mL 1mL 1 mL Sampel
100mL akuades 0,1 mL
0,1mL
100mL akuades
100mL akuades
0,1mL
petri berisi MRS agar diinkubasi 24 jam 42°C 2 Penentuan Waktu Optimum Produksi Antimikrob 2 ose
Diinkubasi 37°C 24 jam 0,1mL 5 mL TPPY
10 jam 15 jam 20 jam 25 jam 30 jam 35jam Setiap tabung berisi 5 mL media TPPY diinkubasi dengan suhu 37 °C
Disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm 30 menit (Isolasi Senyawa Antimikrob ) Supernatan diambil 0,05 mL
0,05 mL
10 jam 15 jam 20 jam 25 jam 30 jam 35 jam * Petri berisi NA dengan bakteri uji S. thypimurium dan telah dibuat sumur, kemudian diukur zona beningnya setelah inkubasi 18 jam 37 °C
25
Lampiran 3 Penentuan pH optimum untuk produksi senyawa antimikrob 1 ose
Kultur Stok
50 mL 50 mL 50 mL 50 mL Media produksi TPPY, inkubasi waktu optimum
Disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm 30 menit superntan diambil Supernatan diendapkan dengan etanol absolut 2 kali volume, didiamkan 24 jam. disentrifugasi 10000 rpm 30 menit.
Endapan Dikeringkan 40 °C selama 12 jam
Endapan kering Dicampurkan dengan bufer Tris-HCl 0,1 M pH 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8
Petri berisi NA dengan bakteri uji S.thypimurium dan telah dibuat sumur, kemudian diukur zona beningnya setelah inkubasi 18 jam 37 °C
26
Lampiran 4 Penentuan suhu optimum untuk produksi senyawa antimikrob
1 ose
Kultur Stok
50 mL 50 mL 50 mL 50 mL Media produksi TPPY, inkubasi waktu optimum
Disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm 30 menit superntan diambil Supernatan diendapkan dengan etanol absolut 2 kali volume, didiamkan 24 jam. disentrifugasi 10000 rpm 30 menit.
Endapan Dikeringkan 40 °C selama 12 jam
Endapan kering Dicampurkan dengan buffer Tris-HCl 0,1 M pH optimum dan dipanaskan dengan suhu 50, 60, 70, 80, 90, 100 °C
Petri berisi NA dengan bakteri uji S. thypimurium dan telah dibuat sumur, kemudian diukur zona beningnya setelah inkubasi 18 jam 37 °C
27
Lampiran 5 Uji hasil optimasi terhadap B. subtilis dan E. coli
Endapan kering Dicampurkan dengan bufer Tris-HCl 0,1 M pH optimum, suhu optimum, waktu inkubasi optimum
I
II
Petri I : Berisi bakteri B. subtilis, media NA dan telah dilbuat sumur. Petri II : Berisi bakteri S.thypimurium, media NA dan telah dibuat sumur.