ISOLASI DAN KARAKTERISASI GEN TOLERAN ALUMINIUM DARI TANAMAN PADI
DEWI INDRIYANI ROSLIM
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Isolasi dan Karakterisasi Gen Toleran Aluminium dari Tanaman Padi” adalah karya bersama saya dengan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini
Bogor, Desember 2011
Dewi Indriyani Roslim G361044011
ABSTRACT DEWI INDRIYANI ROSLIM. Isolation and Characterization of an Aluminum Tolerance Gene in Rice. Supervised by ALEX HARTANA, MIFTAHUDIN, UTUT WIDYASTUTI, and HAJRIAL ASWIDINNOOR. Aluminum (Al) toxicity is the major limiting factor of crop production in acid soil. Aluminum tolerance in rice is considered as a quantitative trait controlled by many genes. The objectives of this research were to isolate, clone, characterize the aluminum tolerance gene, and to develope codominant marker for rice B11 gene. Plant materials used in this research were four rice genotypes namely Grogol, Hawara Bunar, IR64, and Krowal, and the F2 segregating rice population derived from a cross between Al-sensitive rice genotype IR64 and Altolerant rice genotype Hawara Bunar. A rice Al tolerance gene was isolated based on a combination between rye-rice syntenic relationship and RT-PCR (Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction) approaches. The cDNA of rice Al tolerance gene was synthesized from mRNA isolated from Hawara Bunar after being stressed under 15 ppm Al at pH 4.0 for 24 hours. The Al tolerance gene was characterized by sequencing, bioinformatically analyzing, and introducing it to tobacco plant. The inheritance pattern of rice Al tolerance gene was analyzed by developing the CAPS (Cleaved Amplified Polymorphism Sequence) codominant marker of rice Al tolerance gene through a series of PCR, sequencing, and restriction enzyme analysis of the PCR fragment from IR64 and Hawara Bunar, followed by testing the marker in F2 rice population. This research has succesfully cloned an Al tolerance gene from Indonesian local rice genotype Hawara Bunar, called B11 gene. The B11 gene expression was induced by Al with higher expression level in Hawara Bunar than that of IR64. Transgenic tobacco plants carrying the gene were more tolerant to Al stress than that of nontransgenic tobacco plants. The B11 protein was similar to bacterial ribosomal L32 proteins and was predicted as a transcription factor with bZIP domain and C2H2-zinc finger like motif. Comparison between the B11 gene sequences of the IR64 and Hawara Bunar showed 8 SNPs (Single Nucleotide Polymorphisms). One of the SNPs located at nucleotide 668 causing AluI restriction site based polymorphism between IR64 and Hawara Bunar, which was then used as a basis of B11-CAPS codominant marker development. The marker segregation followed a single gene inheritance pattern. The marker might be used for MAS (Masrker Assisted Selection) in rice breeding programs to obtain Al-tolerant lines. Key words: aluminum, Al tolerance gene, rice, root re-growth, transgenic plant, CAPS marker.
RINGKASAN DEWI INDRIYANI ROSLIM. Isolasi dan Karakterisasi Gen Toleran Aluminium dari Tanaman Padi. Dibimbing oleh ALEX HARTANA, MIFTAHUDIN, UTUT WIDYASTUTI, dan HAJRIAL ASWIDINNOOR. Aluminium (Al) merupakan salah satu faktor utama yang membatasi produksi tanaman pertanian di tanah masam. Tanaman yang toleran terhadap cekaman Al dapat diseleksi menggunakan parameter fisiologi terkait toleransi cekaman Al seperti kemampuan root re-growth (RRG) setelah tercekam Al. Toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al merupakan sifat kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen, namun gen yang mendasarinya masih belum diketahui. Penelitian ini bertujuan mengisolasi, mengklon, mengkarakterisasi, dan mengembangkan penanda molekuler kodominan dari gen toleran Al dari tanaman padi. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian dibagi menjadi tiga tujuan, yaitu (1) menentukan konsentrasi dan waktu periode cekaman Al yang dapat membedakan respon terhadap cekaman Al pada tiga genotipe padi gogo lokal (Grogol, Hawara Bunar, dan Krowal) dan varietas padi sensitif Al (IR64), dan mengevaluasi keefektifan karakter RRG sebagai parameter toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al; (2) mengisolasi dan mengkarakterisasi gen toleran Al dari genotipe padi yang toleran Al, kemudian mengintroduksi dan menguji ekspresinya pada tanaman model tembakau (Nicotiana tabacum L.); dan (3) mengembangkan penanda molekuler kodominan dari gen toleran Al yang dapat digunakan sebagai alat seleksi pada MAS (Marker Assisted Selection) dan mengidentifikasi pola pewarisannya pada populasi padi F2 hasil persilangan IR64 dan Hawara Bunar. Penentuan konsentrasi dan waktu periode cekaman Al dilakukan dengan 1) percobaan kultur hara menggunakan berbagai perlakuan konsentrasi Al di ruang pertumbuhan, 2) percobaan pot di rumah kaca menggunakan media tanah masam Podsolik Merah Kuning berkelarutan Al tinggi dengan pH 4.6, dan 3) phenotyping populasi padi F2. Isolasi gen dilakukan dengan kombinasi pendekatan sintenik antara padi dan rye (Secale cereale L.) dan RT-PCR (Reverse TranscriptionPolymerase Chain Reaction) menggunakan cetakan berupa cDNA dari genotipe padi yang toleran Al yang telah mendapat cekaman 15 ppm Al pada pH 4.0 selama 24 jam. Karakterisasi dilakukan dengan pendekatan sekuensing, analisis bioinformatika, dan tembakau transgenik yang diintroduksi gen toleran Al. Pewarisan gen toleran Al dilakukan melalui analisis urutan nukleotida pada produk PCR dari genotipe/varietas padi toleran Al dan sensitif Al, analisis situs enzim restriksi, dan desain primer berdasarkan situs enzim restriksi yang memberikan polimorfisme pada kedua tetua, serta mengaplikasikannya pada populasi padi F2. Perlakuan 15 ppm Al selama 72 jam dapat membedakan genotipe padi yang toleran Al (Grogol dan Hawara Bunar) dari yang sensitif Al (IR64 dan Krowal). Percobaan pot menggunakan media tanah masam berkelarutan Al tinggi memberikan hasil yang sejalan dengan percobaan kultur hara. Nilai RRG tiap tanaman pada populasi padi F2 bervariasi yang mengindikasikan bahwa karakter RRG dapat digunakan untuk menyeleksi tanaman padi yang toleran Al pada populasi padi segregasi dan dapat dijadikan sebagai parameter toleransi cekaman Al pada tanaman padi.
Gen B11 sebagai gen toleran Al telah berhasil diisolasi dari Hawara Bunar. Ekspresi gen B11 diinduksi oleh Al dan ekspresinya pada Hawara Bunar lebih tinggi daripada IR64. Gen B11 dapat meningkatkan toleransi tanaman tembakau transgenik terhadap cekaman Al. Protein B11 yang disandikannya mirip dengan protein L32 ribosomal bakteri dan diprediksi berperan sebagai faktor transkripsi dengan domain bZIP dan motif seperti C2H2-zinc finger. Urutan nukleotida dari gen B11 IR64 dan Hawara Bunar mengandung 8 polimorfisme nukleotida tunggal (SNPs). Salah satu SNPs menyebabkan polimorfisme berdasarkan situs enzim restriksi AluI dan ini kemudian menjadi dasar untuk membuat penanda molekuler kodominan B11-CAPS (Cleaved Amplified Polymorphism Sequence). Penanda molekuler B11-CAPS bersegregasi mengikuti pola pewarisan gen tunggal. Penanda molekuler B11-CAPS berpotensi sebagai alat seleksi pada program pemuliaan tanaman padi untuk mendapatkan genotipe padi yang toleran Al. Kata kunci: aluminium, gen toleran Al, padi, root re-growth, tanaman transgenik, penanda molekuler CAPS.
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
ISOLASI DAN KARAKTERISASI GEN TOLERAN ALUMINIUM DARI TANAMAN PADI
DEWI INDRIYANI ROSLIM
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Biologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Dra. Triadiati, M.Si. Dr. Sintho Wahyuning Ardie, SP, M.Si. Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. Satoto, MS Dr. Ir. Nurul Khumaida
Judul Penelitian
: Isolasi dan Karakterisasi Gen Toleran Aluminium dari Tanaman Padi Nama Mahasiswa : Dewi Indriyani Roslim NIM : G361044011 Program Studi : Biologi
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Alex Hartana, M.Sc. Ketua Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Miftahudin, M.Si. Anggota
Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si. Anggota
Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, M.Sc. Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Biologi
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.
Tanggal Ujian : 21 November 2011
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan kemudahan selama melalukan penelitian hingga penyelesaian penulisan disertasi ini. Disertasi yang berjudul Isolasi dan Karakterisasi Gen Toleran Aluminium dari Tanaman Padi memuat hasil penelitian tentang karakter root re-growth sebagai parameter toleransi cekaman Al pada tanaman padi, isolasi, dan pewarisan gen toleran cekaman Al pada padi. Bab yang berjudul KARAKTER ROOT REGROWTH SEBAGAI PARAMETER TOLERANSI CEKAMAN ALUMINIUM PADA TANAMAN PADI telah dipublikasikan di Jurnal Natur Indonesia, 2010 13(1):82-88. Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Alex Hartana, M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Dr. Ir. Miftahudin, M.Si., Ibu Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si., dan Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing, atas segala curahan waktu, pikiran, nasehat, dan arahan selama penelitian dan penulisan hasil disertasi. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada peneliti di Kebun Percobaan Muara, Bogor yang berada di bawah naungan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) yang telah memberikan bahan tanaman untuk penelitian dan ijin melakukan sebagian kegiatan penelitian. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Nunu yang telah membantu penulis dengan penuh keikhlasan selama penelitian di rumah kaca; Bapak Sutiyo yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan peralatan; dan kepada Saleha Hannum, S.Si., M.Si. atas segala bantuan, diskusi, dan dukungannya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada TPSDP (Technological and Professional Skills Development Sector Project) Universitas Riau yang telah membiayai pendidikan S3. Penelitian ini dibiayai oleh Hibah Bersaing tahun 2007-2009 dan sebagian dari dana Hibah Insentif Riset Dasar RISTEK tahun 2008-2009 atas nama Dr. Ir. Miftahudin, M.Si., serta Hibah Penelitian Mahasiswa Program Doktor IPB dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia tahun 2009. Penulis sampaikan terima kasih yang tulus ikhlas kepada anak-anakku dan suami tercinta dan tersayang atas segala pengertian, pengorbanan, kesetiaan, kesabaran, dukungan moril, serta do’a sehingga penulis mampu melewati semuanya sampai selesai. Penulis menyampaikan permohonan maaf sebesarbesarnya kepada anak-anakku dan suami atas segala waktu, tenaga, dan pikiran yang banyak tersita untuk penelitian dan penyelesain studi S3 ini. Kepada kedua orang tua: H. Roslim Noor dan Hj. Yurhanis, penulis mengucapkan terima kasih atas do’a yang senantiasa dipanjatkan untuk keberhasilan penulis, dukungan moril, dan meteril, serta kasih sayangnya. Kepada Bapak Kasil Wahono dan Ibu Supriati, kakak-kakak dan adik-adik, penulis sampaikan terima kasih atas segala dukungan, do’a, perhatian, dan simpati yang diberikan kepada penulis selama ini. Akhirnya penulis berharap tulisan ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan bagi kemajuan ilmu pengetahuan biologi di Indonesia. Bogor, Desember 2011 Dewi Indriyani Roslim
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Oktober 1971 dari ayah H. Roslim Noor dan ibu Hj. Yurhanis. Penulis merupakan putri ketiga dari tujuh bersaudara. Pada tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri 46 Jakarta dan pada tahun yang sama diterima menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih program studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan mendapat gelar Sarjana pada tahun 1995. Tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan Magister di Program Studi Biologi Sekolah Pascasarjana IPB melalui proyek Development of Undergraduate Education (DUE project) DIKTI dan mendapat gelar Magister Sains pada tahun 2001. Penulis diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil di Jurusan Biologi FMIPA Universitas Riau (UNRI) pada tahun 2000. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan Doktor di IPB melalui Technological and Professional Skills Development Sector Project (TPSDP) UNRI. Sampai saat ini penulis merupakan staf pengajar di Jurusan Biologi FMIPA UNRI. Penulis menikah dengan Ir. Suyud Kaswanto dan telah dikarunia tiga orang putra-putri: Ghifari Nurzamzam Kaswanto (16 tahun), Intan Nurzahra Kaswanto (14 tahun), dan Mutia Nurhaliza Kaswanto (12 tahun).
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang .......................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3 Manfaat Penelitian .................................................................................... 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Padi ................................................................................................ Mekanisme Keracunan Aluminium pada Tanaman .................................. Mekanisme Toleransi Cekaman Aluminium pada Tanaman .................... Gen dan Protein yang Responsif Cekaman Aluminium pada Tanaman ... Pewarisan Gen Toleran Aluminium pada Tanaman .................................
7 9 11 14 17
KARAKTER ROOT RE-GROWTH SEBAGAI PARAMETER TOLERANSI CEKAMAN ALUMINIUM PADA TANAMAN PADI Abstrak ...................................................................................................... 19 Abstract ..................................................................................................... 19 Pendahuluan .............................................................................................. 20 Bahan dan Metode .................................................................................... 22 Hasil dan Pembahasan .............................................................................. 25 Simpulan ................................................................................................... 33 ISOLASI, KLONING, DAN KARAKTERISASI GEN TOLERAN ALUMINIUM DARI TANAMAN PADI Abstrak ...................................................................................................... Abstract ..................................................................................................... Pendahuluan .............................................................................................. Bahan dan Metode .................................................................................... Hasil dan Pembahasan .............................................................................. Simpulan ...................................................................................................
35 35 36 38 45 68
PENANDA KODOMINAN B11 BERDASARKAN CAPS SEBAGAI ALAT SELEKSI TOLERANSI TANAMAN PADI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM Abstrak ...................................................................................................... 69 Abstract ..................................................................................................... 69 Pendahuluan .............................................................................................. 70 Bahan dan Metode .................................................................................... 71 Hasil dan Pembahasan .............................................................................. 74 Simpulan ................................................................................................... 79
PEMBAHASAN UMUM ............................................................................... 81 SIMPULAN UMUM ...................................................................................... 87 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 89 LAMPIRAN .................................................................................................... 99
DAFTAR TABEL Halaman 1. Rata-rata Root Re-Growth (RRG), Penghambatan Pertumbuhan Akar (PPA) relatif, dan Panjang Akar Relatif (PAR) pada empat genotipe padi menggunakan konsentrasi Al sebesar 45 dan 60 ppm Al selama 24 jam, pH 4.00±0.02 diikuti masa pemulihan selama 48 jam ............................... 26 2. Rata-rata Root Re-Growth (RRG), Penghambatan Pertumbuhan Akar (PPA) relatif, dan Panjang Akar Relatif (PAR) pada empat genotipe padi dan pada perlakuan 9, 12, dan 15 ppm Al, pH 4.00±0.02 selama 72 jam diikuti masa pemulihan selama 48 jam ...................................................... 28 3. Analisis BLASTn pada urutan nukleotida fragmen cDNA dari gen B11. .. 48 4. Analisis BLASTp pada urutan asam amino deduksi dari protein B11 ........ 49 5. Rasio pewarisan sifat resistensi kanamisin pada generasi T1 dari 5 nomor tembakau transgenik ....................................................................... 59
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bagan alir penelitian isolasi dan karakterisasi gen toleran Al dari tanaman padi ............................................................................................. 5 2. Bunga padi ................................................................................................ 8 3. Profil akar pada empat genotipe padi setelah perlakuan 0, 45, dan 60 ppm Al pada pH 4.0±0.02 selama 24 jam ................................................. 26 4. Profil akar empat genotipe padi setelah perlakuan cekaman Al sebesar 0, 9, 12, dan 15 ppm, pH 4.0±0.02 selama 72 jam diikuti 48 jam pemulihan .................................................................................................. 28 5. Gejala sekunder keracunan Al di tajuk pada empat genotipe padi yang diamati pada hari ke-45 setelah tanam ...................................................... 30 6. Kurva sebaran nilai Root Re-Growth (RRG) pada populasi padi F2 hasil persilangan tetua padi yang sensitif Al (P1: IR64) dan toleran Al (P2: Hawara Bunar), setelah perlakuan cekaman Al sebesar 15 ppm, pH 4.00±0.02 selama 72 jam diikuti pemulihan selama 48 jam ..................... 32 7. Diagram skematik vektor ekspresi pGWB5 yang telah disisipi gen toleran Al (gen B11)................................................................................... 38 8. (A) Ekspresi gen B11 pada genotipe padi yang sensitif Al (IR64) dan toleran Al (Hawara Bunar) setelah diberi perlakuan 0 dan 15 ppm Al pada pH 4.0±0.02 selama 24 jam. (B) Ekspresi relatif gen B11 terhadap gen Ubiquitin ............................................................................................ 47 9. Fragmen cDNA dari gen B11 (573 pb). ..................................................... 47 10. Struktur DNA dari gen B11 yang terdiri dari 3 ekson dan 2 intron ........... 47 11. Urutan nukleotida cDNA dan asam amino deduksi dari gen B11 ............ 48 12. (A) Peta vektor entri rekombinan pENTR/D-TOPO-B11 (sumber: Invitrogen). (B) Orientasi dan urutan nukleotida ORF (huruf berwarna merah) dari gen B11 di dalam vektor entri rekombinan pENTR/DTOPO-B11 ................................................................................................. 51 13. Vektor ekspresi rekombinan pGWB5-B11. ............................................... 52 14. Hasil PCR menggunakan primer B11_ORF (346 pb). .............................. 53 15. Variasi bentuk dan tepian daun yang terletak di sekitar bunga ................ 54
16. Respon tembakau non-transgenik (Nt) dan 5 nomor tembakau transgenik generasi T0 (T0-1, T0-2, T0-6, T0-13, dan T0-15) terhadap cekaman Al sebesar 0 (-Al) dan 8.1 ppm (+Al) pada pH 4.0 selama 5 minggu ...................................................................................................... 55 17. Respon tembakau non-transgenik pada media seleksi biji (MS+100 μg/ml kanamisin) dan non-seleksi (MS) ................................................... 58 18. Respon kecambah tembakau transgenik generasi T1 (T1-1, T1-2, T1-6, T1-13, dan T1-15) pada media seleksi biji mengandung 100 μg/ml kanamisin selama 21 hari .......................................................................... 59 19. Respon tembakau non-transgenik (Nt) dan lima nomor tembakau transgenik generasi T1 (T1-1, T1-2, T1-6, T1-13, dan T1-15) terhadap cekaman Al sebesar 8.1 ppm pada pH 4.2 selama 3 dan 8 hari, dengan nilai rata-rata standar eror (SEmean) ........................................................... 61 20. Elektroforegram pita HPT (A) dan B11_ORF (B) ................................... 63 21. Domain bZIP, motif seperti C2H2-zinc finger, dan beberapa situs asam amino yang terkandung di dalam protein B11 .......................................... 65 22. Polimorfisme nukleotida tunggal (SNP) pada intron 1 fragmen DNA B11 di antara genotipe padi Hawara Bunar dan IR64 ............................... 74 23. Pola pita fragmen DNA B11-CAPS pada empat genotipe padi ................ 77 24. Pola pita fragmen DNA B11-CAPS pada populasi padi F2 ...................... 78
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Komposisi larutan hara minimal (Miftahudin et al. 2002) yang dimodifikasi ................................................................................................ 100 2. Nilai Kuadrat Tengah pada perlakuan cekaman 45 dan 60 ppm Al untuk karakter RRG (root re-growth), PPA (penghambatan pertumbuhan akar) relatif dan PAR (panjang akar relatif) ........................................................ 100 3. Nilai Kuadrat Tengah pada perlakuan cekaman 9, 12, dan 15 ppm Al untuk karakter RRG (root re-growth), PPA (penghambatan pertumbuhan akar) relatif dan PAR (panjang akar relatif) ............................................... 100 4. Ukuran produk PCR menggunakan primer ubiquitin padi dengan cetakan berupa cDNA dan DNA ................................................................ 101 5. Komposisi larutan MS (Murashige & Skoog) dan vitamin B5 .................. 102 6. Media transformasi dan pertumbuhan tembakau transgenik ...................... 102
PENDAHULUAN Latar Belakang Tingkat pertambahan jumlah penduduk yang tinggi mendorong dibukanya lahan untuk pemukiman. Pembukaan lahan untuk pemukiman sudah merambah jauh ke lahan subur yang sebaiknya diperuntukkan bagi pertanian dan perkebunan. Akibatnya, kegiatan pertanian terpaksa dilakukan di lahan marginal (lahan kurang subur). Lahan marginal dapat berupa tanah rawa, gambut, maupun tanah masam dengan pH sangat rendah di bawah 5. Tanah masam meliputi tanah masam kering dan basah. Pada penelitian ini difokuskan pada tanah masam kering karena padi gogo yang diteliti tumbuh di tanah masam kering. Selain itu dibandingkan luas daratan di Indonesia, tanah masam kering lebih luas (54%) dibandingkan tanah masam rawa (18%) yang meliputi gambut, pasang surut, dan lebak (Mulyani et al. 2004).
Kegiatan
pertanian di tanah masam sangat tidak menguntungkan karena aluminium (Al) berada dalam bentuk sangat larut. Kelarutan Al yang tinggi di tanah masam dapat merugikan tanaman karena Al dapat merusak akar, mengganggu penyerapan unsur hara, mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang akhirnya menurunkan produksi (Mossor-Pietraszewska 2001; Kochian et al. 2004). Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah cekaman Al pada tanah masam adalah memperbaiki kondisi tanah misalnya dengan pengapuran atau memperbaiki tanaman itu sendiri.
Perbaikan tanaman bisa dilakukan dengan
merakit genotipe yang toleran Al baik secara konvensional maupun nonkonvensional. Secara non-konvensional, perbaikan tanaman diarahkan dengan mencari penanda molekuler serta mengisolasi dan mengklon gen toleran Al (Kochian et al. 2004; Sasaki et al. 2004). Spesies tanaman pertanian mengembangkan mekanisme untuk mentoleransi cekaman Al.
Gandum (Triticum aestivum L.) dan beberapa spesies tanaman
pertanian lainnya memiliki mekanisme toleransi cekaman Al yang melibatkan pelepasan anion organik seperti asam malat pada gandum (Delhaize et al. 1993b; Delhaize & Ryan 1995; Li et al. 2000), asam sitrat pada gandum (Li et al. 2000) dan kacang buncis (Miyasaka et al. 1991), dan asam oksalat pada bayam (Spinacia oleracea L. cv. Quanneng) (Yang et al. 2005).
Gen yang
2 mengendalikan sifat tersebut telah diisolasi dan merupakan anggota dari famili gen ALMT untuk asam malat (Sasaki et al. 2004; Raman et al. 2005) dan MATE untuk asam sitrat (Magalhaes et al. 2007; Maron et al. 2010). Famili gen tersebut menyandikan protein membran yaitu suatu transporter pada membran yang membantu efluks anion organik melintasi membran plasma. Akan tetapi pada tanaman padi mekanismenya masih belum dapat dijelaskan. Penelitian yang intensif sedang dilakukan oleh sejumlah peneliti di dunia (Wu et al. 2000; Nguyen et al. 2001, 2003; Ma et al. 2005; Mifathudin et al. 2007; Huang et al. 2009; Yamaji et al. 2009) untuk dapat menjelaskan mekanisme toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al serta kemungkinan mengisolasin gennya. Tahapan awal untuk mengisolasi gen toleran Al dari tanaman padi dilakukan dengan mengeksplorasi genotipe padi yang toleran terhadap cekaman Al (Khatiwada et al. 1996). Asfaruddin (1997), Farid (1997), dan Syakhril (1997) melaporkan bahwa beberapa genotipe padi lokal Indonesia ada yang tergolong toleran Al (Grogol, Hawara Bunar, Jambu, dan Seratus Malam) dan sensitif Al (Jatiluhur, Krowal, Randah Padang, dan Sirumbia). Genotipe padi Grogol dan Hawara Bunar yang digunakan pada penelitian ini, selain memiliki sifat toleran terhadap cekaman Al, juga mempunyai sifat efisien dalam penggunaan unsur nitrogen
(Syakhril
1997;
Jagau
2000),
kalium
(Asfarudin
1997;
Trikoesoemaningtyas 2002), dan fosfor (Swasti 2004) dalam kondisi tercekam Al serta tahan penyakit blas daun (Farid 1997). Keefisienan penggunaan unsur hara makro esensial tersebut sangat penting bagi tanaman guna mengatasi gejala keracunan Al (Pecsvaradi et al. 2005). Berdasarkan hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa beberapa genotipe padi lokal Indonesia berpotensi sebagai sumber gen toleran Al. Meskipun demikian sampai saat ini belum ada gen toleran Al yang berhasil diisolasi dari tanaman padi lokal Indonesia. Apabila gen toleran Al berhasil diisolasi dari tanaman padi maka akan sangat berguna untuk mempelajari mekanisme fisiologi dari toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al serta untuk mengembangkan tanaman pangan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan toleran Al melalui transfer gen toleran Al dari padi.
3 Usaha untuk mengisolasi dan mengklon gen toleran Al dari tanaman padi telah pula dilakukan oleh Prasetiyono (2003), yaitu dengan pendekatan pemetaan penanda molekuler mikrosatelit. Namun penelitian yang menggunakan populasi segregasi hasil persilangan DUPA X ITA131 tersebut belum berhasil mengidentifikasi adanya keterpautan antara penanda molekuler mikrosatelit yang diuji dengan QTL (Quantitative Trait Locus) toleransi cekaman Al. Berbeda dengan hasil yang diperoleh Prasetiyono (2003), Nguyen et al. (2001, 2002, 2003) dan Wu (2000) berhasil memetakan beberapa QTL terkait toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al.
Pemetaan dilakukan menggunakan penanda molekuler
AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism), RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism), dan SSR (Simple Sequence Repeat). Posisi QTL tersebut tersebar di beberapa kromosom padi yang mengindikasikan bahwa toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al merupakan karakter yang kompleks. Berdasarkan analisis pemetaan komparatif antara peta genetik kromosom 3 dari padi dan kromosom 4 dari rye, Miftahudin et al. (2005) kemudian berhasil menunjukkan adanya hubungan sintenik antara daerah lokus gen toleran Al (Alt3) pada kromosom 4RL tanaman rye dengan segmen kromosom 3 dari tanaman padi. Lokus Alt3 tersebut diapit oleh penanda molekuler B1 dan B4. Wilayah kromosom 3 padi yang menunjukkan hubungan sintenik dengan daerah lokus Alt3 yang diapit penanda molekuler B1 dan B4 merupakan daerah yang kaya gen dengan kerapatan 4.3 kb per gen. Apabila berhasil diketahui bahwa gen Alt3 tersebut atau heterolognya juga ada di segmen kromosom 3 padi dan dapat diidentifikasi protein yang disandikannya, maka langkah menuju isolasi gen toleran Al dari tanaman padi semakin dekat. Oleh karena itu penelitian ini akan dipusatkan pada daerah gen tersebut pada tanaman padi. Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gen dari padi yang bertanggung jawab terhadap toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al. Untuk mencapai tujuan utama tersebut, maka dilakukan tiga kegiatan penelitian dengan tujuan masing-masing sebagai berikut:
4 1. Menentukan parameter toleransi cekaman Al yang dapat digunakan untuk membedakan respon di antara genotipe padi yang toleran Al dan sensitif Al. 2. Mengisolasi, mengklon, dan mengkarakterisasi gen penyandi toleransi cekaman Al dari tanaman padi. 3. Mengembangkan penanda molekuler terkait gen toleran Al dari tanaman padi yang dapat digunakan sebagai alat seleksi pada MAS (Marker Assisted Selection). Kegiatan pertama (A) adalah mengembangkan metode analisis toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al untuk menghasilkan parameter toleransi cekaman Al yang dapat diaplikasikan pada individu tanaman padi. Parameter toleransi cekaman Al tersebut selanjutnya digunakan untuk menapis empat genotipe padi (Grogol, Hawara Bunar, IR64, dan Krowal) dengan tujuan menentukan atau verifikasi genotipe yang toleran Al dan sensitif Al yang akan digunakan pada penelitian bagian kedua dan ketiga; Bagian kedua (B) adalah mengisolasi gen toleran Al dari genotipe padi yang toleran Al. Tahapannya meliputi penapisan 19 penanda molekuler STS (Sequence Tag Sites) yang terkait toleransi tanaman rye terhadap cekaman Al menggunakan teknik PCR dan RTPCR, mengisolasi gen toleran Al, dan kemudian mengintroduksi dan menguji ekspresinya pada tanaman model tembakau (Nicotiana tabacum L.); dan Bagian ketiga (C) adalah mengembangkan penanda molekuler terkait gen toleran Al yang dapat digunakan untuk menyeleksi tanaman padi dari suatu populasi segregasi atau sebagai alat seleksi pada MAS (Marker Assisted Selection) dan mengidentifikasi pola pewarisannya pada populasi padi F2 hasil persilangan IR64 dan Hawara Bunar. Bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 1. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk: 1. Mempelajari mekanisme toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al. 2. Melakukan seleksi awal pada pemuliaan tanaman padi menggunakan karakter fisiologi dan penanda molekuler terkait toleransi cekaman Al. 3. Mengembangkan peta genetik baru terkait toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al.
5 4. Mengembangkan tanaman lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan bersifat toleran terhadap cekaman Al dengan mentransfer gen toleran Al dari tanaman padi menggunakan teknik rekayasa genetik.
Gambar 1. Bagan alir penelitian isolasi dan karakterisasi gen toleran Al dari tanaman padi
TINJAUAN PUSTAKA Botani Padi Padi adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia dan merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Tanaman padi termasuk ke dalam famili Poaceae (Gramineae). Spesies padi yang banyak dibudidayakan adalah Oryza sativa L. dan Oryza glaberrima L. (Matsuo & Hoshikawa 1993). Oryza sativa L. terdiri dari dua sub spesies, yaitu: indica dan japonica. Oryza sativa sub spesies indica dibudidayakan di daerah selatan Pegunungan Himalaya dan Oryza sativa sub spesies japonica didomestikasi di bagian selatan China (Londo et al. 2006). Oryza sativa sub spesies japonica memiliki ciri berdaun sempit dan berwarna hijau tua, bentuk biji membulat, lebar, dan tebal; memiliki bulu yang panjang atau ada juga yang tidak berbulu; rambut pada glume tebal dan panjang; distribusinya meliputi Jepang, Korea, dan Cina bagian utara. Oryza sativa sub spesies indica mempunyai daun yang sempit dan berwarna hijau terang; biji ramping dan tipis, umumnya tidak berbulu, namun kadang-kadang bulunya hanya pendek saja dan mempunyai glume dengan bulu yang tipis dan pendek; distribusinya meliputi Cina bagian selatan, Taiwan, India dan Sri Lanka. Walaupun kedua sub spesies dapat saling membuahi, tetapi persentase keberhasilannya tidak tinggi. Contoh terkenal dari hasil persilangan ini adalah kultivar IR8, yang merupakan hasil seleksi dari persilangan japonica dan indica. Selain kedua sub spesies ini, dikenal pula sekelompok padi yang tergolong javanica yang memiliki sifat antara dari kedua sub spesies utama di atas. Javanica hanya ditemukan di Pulau Jawa (Matsuo & Hoshikawa 1993). Setiap bunga padi memiliki enam kepala sari (anther) dan kepala putik (stigma) bercabang dua berbentuk sikat botol. Kedua organ seksual ini umumnya siap bereproduksi dalam waktu yang bersamaan.
Kepala sari kadang-kadang
keluar dari palea dan lemma jika bunga telah masak (Gambar 2). Padi dijadikan organisme model dalam kajian genetika tumbuhan karena padi memiliki ukuran kromosom yang relatif lebih kecil dibandingkan tanaman serealia lainnya, yaitu 389 Mb (IRSGP 2005) serta daur hidupnya yang pendek yaitu 3-4 bulan. Sebagai tanaman model, genom padi telah disekuensing (Kurata
8 & Yamazaki 2006). Sekuensing genom padi ini menjadi bahan baku penting dalam upaya pemuliaan tanaman padi yang menggunakan rekayasa genetika. Selain itu, informasi sekuen DNA genom tanaman padi dapat dimanfaatkan untuk mengisolasi gen dari tanaman lain dengan pendekatan analisis pemetaan komparatif dan map based cloning (Sasaki et al. 2004; Miftahudin et al. 2004, 2005). (b)
(a)
Gambar 2. Bunga padi. Kepala sari berjumlah enam buah yang berwarna kuning, keluar dari lemma (a) dan palea (b) jika bunga telah masak. Beberapa genotipe padi gogo lokal Indonesia yang telah dievaluasi secara lapang dan toleran terhadap cekaman Al, diantaranya CT6510-24-1-3, Grogol, Hawara Bunar, IRAT 144, Jambu, Ketan Gudel, Seratus Malam, dan TB154-TB-1 (Asfaruddin 1997; Farid 1997; Syakhril 1997). Grogol adalah genotipe padi gogo lokal yang berasal dari Bantul, Yogyakarta dan mempunyai ciri adanya batang berwarna putih yang mendukung malai, warna lamina daun hijau tua, jumlah anakan pada tanaman dewasa (umur 4 bulan) paling banyak empat anakan dan memiliki postur tanaman yang tinggi.
Hawara Bunar berasal dari Musi
Banyuasin, Sumatera Selatan. Hawara Bunar memiliki lamina daun berwarna hijau tua dengan ciri khusus yaitu memiliki pangkal batang atau pelepah serta ujung kulit biji yang berwarna ungu. Tinggi tanaman dapat mencapai lebih dari 2 meter. Biji berbentuk oval dengan bulu yang pendek. Waktu berbunga rata-rata 59 hst (hari setelah tanam) dan jumlah anakan rata-rata 4 batang (Ahmad 2009). Selain Grogol dan Hawara Bunar, satu genotipe padi gogo lokal lain yang digunakan sebagai bahan tanaman dalam penelitian ini adalah Krowal. Krowal merupakan genotipe padi gogo yang berasal dari Lumajang, Jawa Timur. Krowal memiliki daun berwarna hijau cerah dan jumlah anakan sekitar 14 batang dan
9 tingginya dapat mencapai 150 cm. Satu varietas padi yang sensitif Al, yaitu IR64, digunakan pada penelitian ini sebagai pembanding.
Varietas padi IR64
merupakan padi sawah inbrida yang diintroduksi dari IRRI dan dilepas di Indonesia pada tahun 1986.
Varietas padi IR64 mempunyai biji berbentuk
panjang atau ramping dan tinggi tanaman mencapai 115-126 cm (Suprihatno et al. 2009).
Waktu berbunga 52 hst dan jumlah anakan rata-rata 13 batang (Ahmad,
2009). Mekanisme Keracunan Aluminium pada Tanaman Sejak awal pertumbuhannya, tanaman sudah dihadapkan pada berbagai cekaman, baik cekaman biotik (serangan hama, penyakit, dan gulma) maupun cekaman abiotik (kekeringan, kadar garam tinggi, logam berat, suhu tinggi maupun rendah, dan tanah masam). Keracunan Al pada tanah masam merupakan faktor utama yang membatasi produksi tanaman pertanian (Samac & Tesfaye 2003). Sekitar 30% dari total area tanah di dunia terdiri dari tanah masam. Sekitar 20% luas pertanaman jagung, 13% luas pertanaman padi, dan 5% luas pertanaman gandum di dunia terdapat pada tanah masam. Sebagian besar area tanah masam (60%) berada di daerah tropis (Kochian 2000). Umumnya tanah masam di Indonesia didominasi oleh tanah Podsolik Merah Kuning (Ultisol) dan derajat keasamannya dapat disebabkan oleh frekuensi pencucian kation dari tanah, praktek-praktek pertanian, dan hujan asam. Ion Al3+ mendominasi tanah masam yang memiliki pH<5 dan merupakan fitotoksik utama, karena Al3+ dapat mengkelat unsur hara. Unsur hara yang terkelat sulit dan atau tidak dapat diserap oleh akar tanaman (Delhaize & Ryan 1995), akibatnya tanaman kekurangan unsur hara dan pertumbuhannya terhambat. Bagian tanaman yang pertama kali kontak dengan tanah adalah akar, sehingga target utama kerusakan akibat Al adalah akar (Ryan et al. 1993). Beberapa laporan menyebutkan bahwa keracunan Al dapat menurunkan dan merusak sistem perakaran yang menyebabkan tanaman rentan terhadap cekaman kekeringan dan mengalami defisiensi nutrien mineral (Kochian 1995; Samac & Tesyafe 2003, Kochian et al. 2004).
10 Aluminium dapat menyebabkan kerusakan membran akar, akar menebal, menggulung, dan pendek (Delhaize & Ryan 1995). Respon keracunan Al secara cepat menunjukkan bahwa Al pertama kali menghambat perluasan dan pemanjangan sel-sel akar. Periode paparan Al yang lebih lama akan menghambat pembelahan sel (Kochian 1995; Matsumoto 2000). Pada tanaman padi daerah kerusakan akibat Al berada 1 mm dari ujung akar (Miftahudin et al. 2007). Kerusakan akar berkorelasi dengan akumulasi Al di ujung akar. Akumulasi Al di dalam sel-sel tembakau dapat menekan aktifitas mitokondria yang dimonitor dari
adanya
reduksi
3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyl
tetrazolium
bromide dan penyerapan Rhodamine 123. Setelah 12 jam, akumulasi Al tersebut memicu produksi Reactive Oxygen Species (ROS), menghambat respirasi sehingga sel kehabisan ATP, dan hilangnya kemampuan akar untuk tumbuh. Peristiwa itu dapat dicegah dengan penambahan antioksidan butylated hidroxyanisol. Pada tanaman kacang kapri (Pisum sativum L.), Al juga memicu produksi ROS, menghambat respirasi sehingga sel kehabisan ATP, yang semuanya dapat menghambat pemanjangan akar. Disimpulkan bahwa Al dapat mempengaruhi fungsi mitokondria yang menyebabkan produksi ROS (Yamamoto et al. 2002). Aluminium dapat berinteraksi dengan struktur ekstraseluler dan intraseluler di akar dan menyebabkan penghambatan pertumbuhan akar pada tanaman yang sensitif Al. Mekanismenya meliputi: Al berinteraksi dengan komponen di dalam dinding sel akar, menghentikan proses mitosis dan pembelahan sel (Matsumoto 2000), merusak membran plasma dan memblok sistem transpor ion tertentu melintasi membran plasma, merusak dinamika sitoskeletal, berinteraksi dengan mikrotubul dan filamen aktin (Sivaguru et al. 2003), berinteraksi dengan jalur transduksi sinyal, meningkatkan konsentrasi ion Ca2+ sitoplasma (Kochian et al. 2004), menginduksi pembentukkan ROS, disfungsi mitokondria, dan juga merusak membran sel dengan peroksidasi lipid membran, dan akhirnya menghambat pertumbuhan akar tanaman (Yamamoto et al. 2002). Aluminium yang masuk ke simplas dapat mengganggu metabolisme tanaman karena Al mengkelat dan menggantikan unsur hara esensial dari tempat berfungsinya (Delhaize & Ryan 1995). Selain itu Al dapat mengganggu proses
11 metabolisme yang membutuhkan Ca2+, seperti regulasi pembelahan dan pemanjangan sel, yang akhirnya akan menghambat pemanjangan akar (Ma et al. 2004). Tanaman padi yang sensitif Al (IR64) mengakumulasi Al dalam jumlah tinggi dibandingkan tanaman padi yang toleran Al (Hawara Bunar). Akumulasi Al yang tinggi pada tanaman padi yang sensitif Al telah menyebabkan kerusakan akar, dan ini tidak terjadi pada tanaman padi yang toleran Al. Aluminium juga dapat menyebabkan perubahan struktur sel-sel epidermis, penebalan, dan kerusakan pada permukaan ujung akar (Wahyuningsih 2009). Mekanisme Toleransi Cekaman Aluminium pada Tanaman Spesies tanaman pertanian menunjukkan keragaman genetik dalam merespon keracunan Al dan keragaman ini sangat berguna bagi para pemulia tanaman untuk merakit tanaman resisten Al. Tanaman resisten Al berarti tanaman menunjukkan pertumbuhan akar yang baik karena meningkatnya vigor tanaman ketika ditumbuhkan pada larutan atau tanah masam berkelarutan Al tinggi. Ada dua mekanisme sehingga tanaman menjadi resisten Al, yaitu mekanisme eksklusi Al dan mekanisme toleransi cekaman Al. Mekanisme eksklusi Al difasilitasi oleh kemampuan tanaman mengeluarkan Al dari ujung akar, sedangkan mekanisme toleransi cekaman Al didukung oleh kemampuan tanaman untuk mentolerir Al yang sudah masuk ke bagian simplas tanaman (Kochian 1995). Pada tulisan berikutnya Kochian et al. (2004) menggunakan istilah toleran Al untuk tanaman yang resisten Al. Oleh karena itu istilah tanaman toleran Al dan tanaman resisten Al memiliki pengertian yang sama, yaitu tanaman yang memiliki pertumbuhan akar lebih baik ketika tercekam Al dibandingkan tanaman sensitif Al. Detoksifikasi Al internal melalui pembentukkan kompleks Al dengan ligan terutama asam organik merupakan cara tanaman mentolerir Al yang masuk ke simplas.
Secara fisiologi, Al bukan menginduksi enzim-enzim yang terlibat
dalam sintesis dan metabolisme asam organik, tetapi Al menginduksi protein transpor yang spesifik untuk asam organik tertentu (Delhaize et al. 1993b; Ryan et al. 1995). Pendapat tersebut dibuktikan oleh Ryan et al. (1995) bahwa tidak ada perbedaan kandungan malat di ujung akar dengan aktifitas enzim PEP carboxylase
12 atau malate dehydrogenase pada ujung akar tanaman gandum (Triticum aestiuvum L.) yang sensitif Al dan toleran Al, meskipun Al mengaktifasi pelepasan malat secara terus-menerus dan dalam jumlah banyak pada tanaman gandum yang toleran Al. Berdasarkan akumulasi Al di dalam tajuk, strategi adaptasi tanaman terhadap cekaman Al dibagi menjadi 3 kelompok, yakni: 1. Akar tidak menyerap Al sehingga tidak ada Al yang terakumulasi di tajuk (strategi penghindaran). Mekanisme ini terjadi karena tanaman mengeksudasi senyawa asam organik dari akar. Senyawa asam organik yang dieksudasi dapat meningkatkan pH rhizosfer sehingga Al berada dalam bentuk tidak larut dan tidak toksik bagi tanaman.
Selain itu asam organik tersebut dapat
mengkelat Al sehingga Al tidak diserap tanaman. Jenis asam organik yang dieksudasi dapat berupa asam malat pada gandum (Delhaize et al. 1993b; Delhaize & Ryan 1995; Li et al. 2000), asam sitrat pada gandum (Li et al. 2000) dan kacang buncis (Miyasaka et al. 1991), dan asam oksalat pada bayam (Spinacia oleracea L. cv. Quanneng) (Yang et al. 2005). Asam sitrat membentuk kompleks yang lebih kuat dengan Al3+ dan lebih efektif dalam mendetoksifikasi Al dibandingkan suksinat dan asam malat (Ownby & Popham 1989). Efluks malat tersebut dipicu oleh Al yang berinteraksi dengan komponen membran plasma (Delhaize & Ryan 1995). 2. Tanaman menahan dan mengakumulasi Al di akar, terutama di jaringan korteks dan epidermis akar. Pada jaringan muda yang belum mempunyai endodermis, Al bisa lolos masuk ke tajuk melalui jaringan meristem akar dan pembuluh akar (stele). Pada tanaman gandum, bila sudah melebihi ambang batas yang bisa ditolerir oleh sitoplasma, maka Al yang diakumulasi di akar akan dikeluarkan. Protein yang terlibat dalam mekanisme pengeluaran Al dari akar tanaman gandum dikendalikan oleh gen Alt1 (Delhaize et al. 1993a). 3. Tanaman mengakumulasi Al di dalam tajuk (Al akumulator).
Contoh
Camelia sinensis (teh), Pinus sp, Rhizophora spp (bakau), dan Melastoma malabathtricum L (Watanabe & Osaki 2001). Kelompok ke-2 dan 3 menggunakan mekanisme toleransi cekaman Al, yaitu mentolerir Al yang masuk ke simplas. Oleh karena itu, tanaman yang toleran
13 harus mampu mengurangi penyerapan Al atau menetralkan unsur tersebut jika sudah masuk ke dalam sel-sel akar. Mekanisme toleransi cekaman Al pada beberapa spesies terutama anggota Triticeae melibatkan efluks anion organik seperti malat dan sitrat dari ujung akar tanaman. Gen yang mengendalikan sifat tersebut telah diisolasi dan merupakan anggota dari famili gen ALMT (Sasaki et al. 2004) dan MATE (Magalhaes et al. 2007; Maron et al. 2010). Famili gen tersebut menyandikan protein membran yaitu suatu transporter pada membran yang membantu efluks anion organik melintasi membran plasma. Ada bukti juga bahwa Al mengaktifasi protein kinase yang kemudian membantu fosforilasi protein transporter malat (ALMT) (Sasaki et al. 2004).
Pada buckwheat, Al menginduksi pelepasan oksalat, lalu oksalat
mengikat Al.
Kompleks oksalat-Al kemudian dikeluarkan dari ujung akar.
Bersamaan dengan itu, terjadi juga mekanisme detoksifikasi internal yang melibatkan pengikatan Al oleh oksalat di daun dan oleh sitrat di xylem (Ma & Hiradate 2000). Mekanisme toleransi cekaman Al pada Triticeae lainnya adalah eksklusi Al (Delhaize et al. 1993a; Vitorello et al. 2005), demikian pula pada spesies padi liar Oryza rufipogon L. Oryza rufipogon L. merupakan tetua liar padi budidaya dan menunjukkan kemampuan mentolerir cekaman Al lebih tinggi dibandingkan O. sativa L. (Nguyen et al. 2003). Pada tanaman gandum, barley (Hordeum vulgare L.), dan shorgum (Shorgum bicolor L.), toleransi cekaman Al dikendalikan oleh satu atau beberapa gen dengan pewarisan yang sederhana (Sasaki et al. 2004; Magalhaes et al. 2004) sehingga mudah untuk mendeteksinya. Sebaliknya pada Arabidopsis, jagung (Zea mays L.), dan padi, toleransi cekaman Al merupakan sifat kuantitatif dengan kontribusi banyak gen (QTL, Quantitative Trait Loci) (Wu et al. 2000; Nguyen et al. 2001, 2002, 2003; Kochian et al. 2004) sehingga kemungkinan toleransi cekaman Al merupakan kombinasi beberapa mekanisme.
Tidak heran jika
toleransi cekaman Al pada tanaman padi lebih tinggi dibandingkan spesies tanaman sereal lainnya (Famoso et al. 2010) dan tidak heran juga jika agak sulit untuk mengidentifikasi mekanismenya. Beberapa mekanisme toleransi cekaman Al yang mungkin terjadi pada padi dan jagung adalah eksudasi ligan pengkelat Al
14 lainnya dari akar, pembentukkan barrier pH rhizosfer, pengikatan Al oleh musilage yang disekresikan oleh akar, pembuangan Al yang terakumulasi di ujung akar melalui beberapa tipe transporter Al, dan detoksifikasi Al. Detoksifikasi Al terjadi dengan cara membiarkan Al tetap berada di dinding sel, mengkelat Al di sitoplasma dengan ligan organik, dan mengasingkan kompleks Al-ligan organik ke dalam vakuola (Kochian et al. 2004). Gen dan Protein yang Responsif Cekaman Aluminium pada Tanaman Studi genetik telah menunjukkan bahwa toleransi cekaman Al pada beberapa spesies tanaman serealia merupakan karakter multigenik (Ryan et al. 2010). Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi lokus gen toleran Al dan mengisolasi gennya, yaitu: (1) identifikasi lokus gen toleran Al dengan teknik pemetaan molekuler dan mengembangkan penanda molekuler terkait toleransi cekaman Al; (2) isolasi dan karakterisasi gen-gen yang diinduksi selama cekaman Al; (3) produksi dan evaluasi tanaman mutan; dan (4) penggunaan berbagai tanaman transgenik dalam studi toleransi cekaman Al (Samac & Tesyafe 2003). Toleransi cekaman Al di dalam anggota Triticeae merupakan karakter kualitatif. Beberapa lokus gen toleran Al yang telah terdeteksi melalui teknik pemetaan pada anggota Triticeae adalah Alt1 atau AltBH pada gandum (Delhaize et al. 1993a; Kochian 2000; Budzianowski & Wos 2004), Alp pada barley (Tang et al. 2000), dan Alt3 pada rye (Aniol & Gustafson 1984; Miftahudin et al. 2002). Pada padi dan Arabidopsis, toleransi cekaman Al merupakan karakter kuantitatif. Sulit untuk menganalisis sifat kuantitatif, namun ketersediaan urutan nukleotida dari genom padi dan Arabidopsis beserta anotasinya mempermudah dan mempercepat penemuan gen-gen yang mendasari toleransi cekaman Al pada kedua tanaman tersebut (Kochian et al. 2004). Gen-gen yang ekspresinya diinduksi oleh cekaman Al diyakini merupakan gen yang terlibat dalam toleransi cekaman Al dan pada beberapa tanaman telah berhasil diidentifikasi. Beberapa gen yang ekspresinya diinduksi oleh cekaman Al pada tanaman gandum adalah gen penyandi metallothionein-like proteins (WALI1), phenylalanine ammonialyase (WALI4), putatif inhibitor proteinase
15 (WALI3 dan WALI5), dan asparagine synthetase. Ekspresi gen wali1, wali3, wali4, dan wali5 juga diinduksi oleh logam berat lain seperti Cd, Fe, Zn, Cu, dan La (Snowden et al. 1995). Selain itu ada protein TaMDR1 (Triticum aestivum Multidrug Resistance) yang ekspresinya juga diinduksi oleh Al. Protein TaMDR1 merupakan anggota dari superfamili protein ATP-binding cassette (ABC) (Sasaki et al. 2002). Milla et al. (2002) melaporkan 13 gen yang ekspresinya diregulasi oleh cekaman Al pada tanaman rye. Gen-gen tersebut menyandikan protein yang terlibat dalam pemanjangan dan pembelahan sel (aquaporin tonoplas dan ubiquitin-like protein SMT3), stress oksidatif (glutathione peroksidase, glucose-6phosphate-dehydrogenase, dan askorbat peroksidase), metabolisme besi (iron deficiency-spesific proteins IDS3a, IDS3b, dan IDS1; S-adenosyl methionine synthase dan methionine synthase), dan mekanisme seluler lainnya (pathogenesisrelated proteins 1,2, heme oxygenase, dan epoxide hydrolase). Penemuan gen dan protein yang responsif Al tersebut memberikan pandangan baru mengenai respon tanaman toleran Al terhadap keracunan Al. Studi genetik terkait toleransi cekaman Al pada tanaman padi terus dilakukan dan telah diidentifkasi 19 lokus gen yang ekspresinya diinduksi dan diregulasi oleh cekaman Al (Mao et al. 2004).
Tujuh gen diantaranya
menyandikan protein yang terlibat dalam metabolisme komponen dinding sel di akar, namun tidak ada gen yang terlibat dalam sintesis dan pelepasan asam organik. Hal ini sejalan dengan yang telah dilaporkan oleh Ma et al. (2002, 2005) bahwa saat cekaman Al, tanaman padi baik yang toleran Al maupun sensitif Al memberikan respon yang sama yaitu melepaskan asam sitrat dalam jumlah yang sedikit. Pada tanaman padi telah diisolasi 2 gen yang kemungkinan dibutuhkan untuk toleransi cekaman Al pada tanaman padi, yaitu gen STAR1 yang menyandikan ATP-binding cassette dan STAR2 yang menyandikan domain transmembran dari protein transporter ABC (ATP-binding cassette) baru. Protein STAR1 dan STAR2 membentuk suatu kompleks seperti protein transporter ABC tipe bakterial yang berfungsi mendetoksifikasi Al. Kompleks protein tersebut mentranspor UDP-glukosa yang mungkin digunakan untuk memodifikasi dinding
16 sel, namun mekanismenya masih belum dapat dijelaskan (Huang et al. 2009). Ekspresi gen STAR1 dan STAR2 diregulasi oleh faktor transkripsi ART1, tetapi tidak ada korelasi antara ekspresi gen dari faktor transkripsi ART1 dengan sifat toleransi cekaman Al pada tanaman padi (Yamaji et al. 2009). Sebanyak 33 QTL untuk karakter toleransi cekaman Al telah teridentifikasi pada ke-12 kromosom tanaman padi (Wu et al. 2000; Ma et al. 2002; Nguyen et al. 2001, 2003; Xue et al. 2006) dan QTL pada kromosom 1, 3, dan 9 terdeteksi pada berbagai studi QTL toleransi cekaman Al pada padi. Karakter toleransi cekaman Al yang terdeteksi pada QTL tersebut adalah panjang akar relatif dengan mengukur panjang akar terpanjang atau akar utama saat tercekam Al dibandingkan dengan kontrol. Akan tetapi sampai saat ini belum ada gen terkait toleransi cekaman Al yang terletak pada posisi salah satu QTL yang telah teridentifikasi, yang berhasil diisolasi. Gen STAR1 dan STAR2 yang telah diklon dan diyakini dibutuhkan untuk toleransi cekaman Al pada tanaman padi tidak terletak pada salah satu QTL tersebut (Huang et al. 2009). Hasil ini menimbulkan dugaan bahwa toleransi cekaman Al pada padi memang merupakan karakter yang kompleks yang merupakan kontribusi dari banyak gen. Tanaman merespon sinyal yang berupa cekaman abiotik dan biotik melalui jalur transduksi sinyal. Sinyal diterima oleh tanaman lalu diteruskan melalui aliran transduksi sinyal di dalam sel-sel tanaman.
Aliran transduksi sinyal
selanjutnya memfosforilasi protein regulator dan faktor transkripsi.
Faktor
transkripsi kemudian menginduksi ekspresi gen-gen responsif Al yang menyebabkan perubahan fisiologi, morofologi, dan perkembangan sebagai respon tanaman terhadap cekaman tersebut. Ada tumpang tindih pada pola ekspresi gengen responsif pada kedua cekaman yang kemudian menghasilkan jaringan transduksi sinyal yang kompleks dan kenyataan ini membuat tanaman dapat merespon perubahan lingkungan secara optimal (Trewavas 2000).
Beberapa
faktor transkripsi seperti protein ethylene-responsive-element-binding factors (ERF), basic-domain leucine zipper (bZIP), dan WRKY berperan dalam meregulasi ekspresi dari gen-gen yang responsif terhadap cekaman abiotik dan biotik seperti suhu rendah, kekeringan, pelukaan, dan infeksti patogen (Singh 2002).
17 Pewarisan Gen Toleran Aluminium pada Tanaman Studi pewarisan sifat toleransi cekaman Al pada tanaman untuk membuat peta genetik telah menuntun ditemukannya lokus gen toleran Al. Pada anggota Triticeae, toleransi cekaman Al merupakan karakter kualitatif dengan pewarisan yang sederhana, sedangkan pada Arabidopsis, jagung, dan padi merupakan karakter kuantitatif dengan pewarisan yang kompleks (Kochian et al. 2004). Lokus gen yang mengendalikan toleransi cekaman Al pada gandum dan rye, yang terkonservasi pada kromosom 4 homoelog, terpaut erat dengan penanda molekuler BCD1230 tetapi terpaut jauh dari CDO1395 (Miftahudin et al. 2002). Sebaliknya gen yang mengendalikan toleransi cekaman Al pada tanaman barley sangat terpaut dengan CDO1395. Kemungkinan bahwa gen AltBH, Alt3, dan Alp merupakan lokus yang orthologous karena tingginya derajat sinteni di antara kromosom 4DL, 4RL, dan 4HL dan kemungkinan memiliki fungsi yang sama (Miftahudin et al. 2004). Namun hingga saat ini belum diketahui protein yang disandikan oleh gen toleran Al tersebut. Sembilan QTL yang terdeteksi oleh Nguyen et al. (2003) meliputi satu QTL untuk panjang akar pada kondisi tanpa cekaman Al atau kontrol (CRL), 3 QTL untuk panjang akar pada kondisi cekaman Al (SRL), dan 5 QTL untuk panjang akar relatif (RRL). Pemetaan ini konsisten di antara beberapa populasi padi. Yang menarik adalah QTL utama untuk RRL tersebut yang menjelaskan 24.9% variasi fenotipe, ditemukan pada kromosom 3 dan berkoresponden dengan kromosom homoeologous grup 4 dari anggota Triticeae (Miftahudin et al. 2002). Isolasi kandidat gen toleran Al berdasarkan kloning (map-based cloning) (Shen et al. 2004) membutuhkan penanda molekuler yang mengapit pada jarak yang relatif dekat dengan kandidat gen toleran Al. Ketersediaan informasi urutan nukleotida DNA genom padi beserta anotasinya diharapkan akan mempercepat dan memudahkan mengembangkan penanda molekuler terkait toleransi cekaman Al pada tanaman padi.
Penanda molekuler dikembangkan berdasarkan
polimorfisme urutan nukleotida antara genotipe padi yang toleran Al dan sensitif Al. Penanda molekuler tersebut kemudian dapat digunakan untuk membuat peta
18 genetik, dan kemudian dapat dijadikan alat seleksi pada MAS (Marker Assisted Selection) (Collard & Mackill 2008). Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, sifat toleransi cekaman Al pada tanaman padi dikendalikan oleh sejumlah lokus (QTL) yang telah dipetakan diantaranya pada kromosom 1 dan 3 padi (Wu et al. 2000; Nguyen et al. 2001; Mao et al. 2004). Klon BAC padi yang akan digunakan pada penelitian ini mengandung sekuen yang bersegregasi bersama-sama dengan lokus gen Alt3 rye (Miftahudin et al. 2002). Melalui analisis kolineariti tampak bahwa wilayah gen Alt3 di antara penanda molekuler B1 dan B4 pada kromosom 4RL rye menunjukkan hubungan sinteni yang sangat baik dengan sekuen BAC kromosom 3 padi (Miftahudin et al. 2004). Wilayah yang diapit penanda molekuler B1 dan B4 pada kromosom padi merupakan daerah yang kaya gen dengan kerapatan 4.3 kb per gen (Miftahudin et al. 2005). Berdasarkan
analisis
kesejajaran
dari
predicted
coding
sequences
menggunakan program Blastn yang tersedia di website http://www.ncbi. nlm.nih.gov/ (Altschul 1997) yang telah dilakukan, diketahui bahwa klon BAC padi tersebut mengandung bagian sekuen penyandi protein yang ekspresinya diinduksi oleh beberapa cekaman abiotik seperti cekaman logam berat CdCl2. Selain itu dengan pertimbangan ukuran genom padi yang paling kecil dibandingkan anggota serealia lainnya, maka informasi dari padi dapat dipakai sebagai dasar untuk melakukan isolasi kandidat gen toleran Al dari padi dan tanaman serealia lainnya.
KARAKTER ROOT RE-GROWTH SEBAGAI PARAMETER TOLERANSI CEKAMAN ALUMINIUM PADA TANAMAN PADI (Root Re-Growth as an Aluminum Tolerance Parameter in Rice) Abstrak Aluminium merupakan salah satu faktor utama yang membatasi produksi tanaman pertanian di tanah masam. Tanaman yang toleran Al dapat diseleksi menggunakan parameter fisiologi terkait toleransi cekaman Al seperti kemampuan Root Re-Growth (RRG) setelah tercekam Al. Penelitian ini bertujuan menentukan konsentrasi dan waktu periode cekaman Al yang dapat membedakan respon terhadap cekaman Al pada tiga genotipe padi gogo lokal (Grogol, Hawara Bunar, dan Krowal) dan varietas padi sensitif Al (IR64), dan mengevaluasi keefektifan karakter RRG sebagai parameter toleransi cekaman Al pada tanaman padi. Penelitian ini terdiri dari tiga percobaan, yaitu (1) percobaan kultur hara menggunakan berbagai perlakuan konsentrasi Al di ruang pertumbuhan, (2) percobaan pot di rumah kaca menggunakan media tanah masam Podsolik Merah Kuning berkelarutan Al tinggi, dan (3) phenotyping populasi padi F2 menggunakan karakter RRG. Karakter RRG dapat dijadikan parameter toleransi cekaman Al pada tanaman padi menggunakan perlakuan cekaman Al sebesar 15 ppm pada pH 4.0±0.02 selama 72 jam dan pemulihan selama 48 jam. Percobaan pot menggunakan media tanah masam berkelarutan Al tinggi memberikan hasil yang sejalan dengan percobaan kultur hara. Grogol dan Hawara Bunar termasuk genotipe padi yang toleran Al, sedangkan IR64 dan Krowal termasuk genotipe padi yang sensitif Al. Karakter RRG efektif digunakan untuk menyeleksi tanaman padi yang toleran Al pada populasi segregasi F2. Kata kunci: root re-growth, toleransi cekaman aluminium, parameter, padi. Abstract Aluminum (Al) is one of the major limiting factors of crop production in acid soils. Aluminum tolerant plants can be selected from a breeding population by one of the physiological parameters representing Al tolerance character, such as root re-growth capability during recovery from the Al-stress. In this study we determined the concentration and time exposure of Al stress that was able to differentiate the response of three local upland rice varieties (Grogol, Hawara Bunar, and Krowal) and an Al-sensitive rice variety (IR64) to Al-stress, and evaluated the effectiveness of root re-growth (RRG) characters as an Al tolerance parameter in rice. The study consisted of three experiments, which were (1) nutrient culture experiment with different Al concentration treatments in growth chamber, (2) pot experiment in greenhouse using Jasinga yellow red podzolic acid soil containing 26,66 me/100 g Al and pH 4,6 as planting media, and (3) phenotyping of F2 population using RRG character. The results showed that Al treatment at 15 ppm for 72 h was able to distinctly differentiate between Altolerant (Grogol and Hawara Bunar) and Al-sensitive varieties (Krowal and IR64). Planting of the rice varieties on acid soils showed similar result as that of
20 the nutrient culture. Phenotyping of F2 population using RRG character indicated the existence of RRG value variation. These variations demonstrated that RRG character can be used as an Al tolerance parameter in rice and therefore can be effectively applied to screen rice F2 population that segregate to Al tolerance character. Key words: root re-growth, aluminum tolerance, parameter, rice. Pendahuluan Aluminium (Al) merupakan salah satu faktor utama yang membatasi produksi tanaman pertanian pada tanah masam karena Al dapat menjadi racun bagi tanaman. Keracunan akibat kelarutan Al yang tinggi pada tanah masam dapat diperbaiki dengan pengapuran, namun tindakan ini tidak praktis dan membutuhkan biaya tinggi. Pendekatan alternatif yang mungkin dilakukan adalah menggunakan genotipe-genotipe tanaman yang toleran Al. Beberapa genotipe padi lokal asal Indonesia telah dievaluasi dan dilaporkan toleran terhadap cekaman Al (Khatiwada et al. 1996). Penapisan terhadap 150 genotipe/varietas padi lokal Indonesia oleh Asfaruddin (1997), Farid (1997), dan Syakhril (1997), yaitu dengan menanam semua genotipe/varietas padi di tanah masam dengan pH 4.9, kelarutan Al 2.6 me/100 g, dan kejenuhan Al sekitar 70%, menunjukkan ada empat genotipe yang tergolong toleran Al, tahan kekurangan N dan penyakit blas, serta efisien menggunakan K dalam keadaan tercekam Al. Keempat genotipe tersebut adalah Grogol, Hawara Bunar, Jambu, dan Seratus Malam. Genotipe yang tergolong sensitif Al diantaranya Jatiluhur, Krowal, Randah Padang, dan Sirumbia. Penanaman di tanah masam dengan kelarutan Al yang tinggi untuk menapis plasma nutfah padi merupakan cara paling akurat untuk mengidentifikasi derajat toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al. Namun demikian, uji lapang ini membutuhkan areal yang lebih luas, waktu yang lama untuk memperoleh data karena pengamatan dilakukan sampai tanaman dewasa atau berproduksi, konsentrasi Al di lapang tidak seragam, dan pengaruh lingkungan sangat besar (Anas & Yoshida 2000). Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu metode seleksi yang secara efisien dapat diaplikasikan pada fase awal pertumbuhan tanaman dan pada kondisi konsentrasi Al yang seragam. Metode tersebut adalah
21 metode kultur hara (Khatiwada et al. 1996; Miftahudin et al. 2002; Zhang et al. 2004) dan morfologi yang diukur adalah panjang akar karena Al secara cepat (yang terjadi hanya beberapa menit setelah tanaman terpapar Al) menghambat pertumbuhan akar (Kochian et al. 2004). Beberapa peubah yang dapat digunakan untuk mengukur toleransi cekaman Al pada metode kultur hara adalah Panjang Akar Relatif (PAR atau RRL, Relative Root Length), pemanjangan akar relatif (RRE, Relative Root Elongation), dan pertumbuhan kembali akar (RRG, Root ReGrowth) setelah tanaman mendapat perlakuan cekaman Al. Peubah PAR telah digunakan oleh Suparto (1999) untuk mengevaluasi 20 genotipe padi hasil penapisan di lapang oleh Asfaruddin (1997), Farid (1997), dan Syakhril (1997). Hasilnya menunjukkan bahwa beberapa genotipe padi menunjukkan perbedaan toleransinya terhadap cekaman Al antara hasil uji lapang dan kultur hara. Selain ketidakkonsistenan antara hasil uji lapang dengan kultur hara, kelemahan karakter PAR lainnya adalah kesulitan untuk mencari akar kecambah padi yang seragam sebelum perlakuan Al dan hanya dapat diterapkan pada populasi yang seragam secara genetik seperti galur inbred rekombinan (RIL, Recombinant Inbred Lines) atau galur mendekati isogenik (NIL, Near Isogenic Lines) karena memungkinkannya memperoleh data panjang akar baik dari kecambah padi yang ditumbuhkan pada media kontrol (tanpa Al) dan perlakuan cekaman Al. Seleksi tanaman yang toleran Al pada populasi segregasi seperti populasi F2 memerlukan parameter yang dapat diaplikasikan pada tiap tanaman, karena tiap tanaman dalam populasi F2 secara genetik berbeda selain itu tidak memungkinkan dibuat perlakuan pembanding tanpa cekaman Al (kontrol). Oleh karena itu perlu dicari metode penentuan parameter toleransi cekaman Al yang dapat diaplikasikan pada populasi segregasi. Salah satu karakter yang sudah dikembangkan untuk mengamati toleransi cekaman Al pada populasi segregasi adalah karakter RRG. Karakter RRG ini telah diaplikasikan untuk menentukan toleransi cekaman Al pada tiap individu dari populasi segregasi F2 dan silang balik (backcross) pada tanaman triticale (x Triticosecale Wittmack) (Zhang et al. 1999) dan rye (Secale cereale L.) (Miftahudin et al. 2004, 2005). Pada tanaman triticale, toleransi cekaman Al yang dicirikan oleh karakter RRG bersifat kontinu, dikendalikan oleh banyak gen
22 (poligen), dan tanaman yang toleran Al memiliki nilai RRG lebih besar atau sama dengan 2.2 cm. Pada tanaman rye, karakter RRG dikendalikan oleh gen tunggal dominan dan tanaman yang toleran Al memiliki nilai RRG lebih besar atau sama dengan 2.5 cm. Parameter RRG didasarkan pada kemampuan akar tanaman untuk tumbuh kembali secara normal setelah tercekam Al. Nilai RRG ditentukan dengan cara menghitung selisih panjang akar utama setelah pemulihan dengan setelah perlakuan Al selama waktu tertentu. Akar dari tanaman yang toleran Al akan sedikit atau sama sekali tidak mengalami kerusakan ketika tercekaman Al dibandingkan akar dari tanaman yang sensitif Al (Delhaize et al. 2004; Liao et al. 2006), sehingga akar dari tanaman yang toleran Al akan memiliki kemampuan pertumbuhan akar kembali yang lebih tinggi dibanding akar dari tanaman yang sensitif Al. Hingga saat ini belum ada yang melaporkan mengenai penggunaan karakter RRG sebagai parameter toleransi cekaman Al pada tanaman padi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menentukan konsentrasi dan waktu periode cekaman Al yang dapat membedakan respon terhadap cekaman Al pada tiga genotipe padi gogo lokal (Grogol, Hawara Bunar, dan Krowal) dan varietas padi sensitif Al (IR64), dan mengevaluasi keefektifan karakter RRG sebagai parameter toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al. Bahan dan Metode Bahan Tanaman. Bahan tanaman yang digunakan adalah tiga genotipe padi gogo lokal Indonesia (Grogol, Hawara Bunar, dan Krowal) dan satu varietas padi sensitif Al (IR64) serta populasi padi F2 hasil persilangan IR64 dengan Hawara Bunar. Benih padi diperoleh dari Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Bogor, Jawa Barat. Rancangan Percobaan.
Analisis Root Re-Growth (RRG) I dan II
merupakan percobaan faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah genotipe padi, yaitu Grogol, Hawara Bunar, IR64, dan Krowal. Faktor kedua adalah konsentrasi Al, yakni 2 tingkat konsentrasi Al (45 dan 60 ppm Al) pada analisis RRG I dan 3 tingkat konsentrasi Al (9, 12, dan 15 ppm Al) pada analisis
23 RRG II. Percobaan disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 ulangan pada RRG I dan 2 ulangan pada RRG II. Analisis Root Re-Growth (RRG) I.
Analisis RRG bertujuan menentukan
konsentrasi dan periode cekaman Al serta karakter fisiologis yang tepat sebagai respon tanaman padi terhadap cekaman Al. Analisis RRG dilakukan dengan metode kultur hara di dalam ruang tumbuh (growth chamber) dengan suhu 29°C31°C dan pencahayaan 300 PPFD (photo proton flux density) selama 12 jam setiap hari. Percobaan terdiri dari tiga ulangan. Tiap ulangan terdiri dari 10 tanaman untuk masing-masing genotipe/varietas padi yang ditanam dalam satu bak kultur hara. Benih padi direndam dalam larutan khloroks 5.25% selama 15 menit. Setelah dicuci dengan air destilata, biji direndam selama 24 jam dalam air destilata pada suhu ruang dan keadaan gelap, lalu dikecambahkan pada kertas merang lembab selama 3 hari pada suhu ruang. Benih-benih yang berkecambah dipilih sebanyak 10 kecambah per genotipe/varietas padi yaitu yang memiliki panjang akar 0.5-1.0 cm. Kecambah tersebut lalu ditanam pada jaring plastik yang diapungkan di atas larutan hara minimal modifikasi dari Miftahudin et al. (2002) (Lampiran 1), pada pH 4.00±0.02 selama 24 jam dan diberi aerasi. Perlakuan Al dilakukan menggunakan konsentrasi 0 (kontrol), 45, dan 60 ppm Al selama 24 jam. Setelah itu, kecambah ditumbuhkan pada larutan hara tanpa Al selama 48 jam (disebut masa pemulihan pertumbuhan akar). Pengukuran panjang akar dilakukan pada akhir perlakuan cekaman Al dan pada akhir masa pemulihan. Nilai RRG diperoleh dengan cara menghitung selisih panjang akar pada akhir pemulihan dengan panjang akar pada akhir perlakuan Al. Selain RRG, dihitung juga nilai Penghambatan Pertumbuhan Akar (PPA) relatif dan Panjang Akar Relatif (PAR) sebagai pembanding RRG. Persen penghambatan pertumbuhan akar relatif dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Δperlakuan: selisih panjang akar sesudah dan sebelum cekaman Al pada setiap perlakuan; Δkontrol: selisih panjang akar pada periode antara sesudah dan
24 sebelum cekaman Al pada kontrol. Panjang akar relatif (PAR) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Analisis Root Re-Growth (RRG) II. Analisis RRG II dilakukan sama seperti analisis RRG I, tetapi perlakuan cekaman Al diberikan dengan konsentrasi dan periode yang berbeda, yaitu sebesar 0 (kontrol), 9, 12, dan 15 ppm Al pada pH 4.00±0.02 selama 72 jam. Pada analisis RRG II dihitung nilai RRG, PPA, dan PAR. Uji Toleransi Cekaman Aluminium pada Tanah Masam Berkelarutan Aluminium Tinggi. kultur hara.
Tahapan ini dilakukan untuk verifikasi hasil percobaan
Percobaan dilakukan di rumah kaca dan masing-masing
genotipe/varietas padi diberi dua perlakuan yakni tanah Al dan tanah netral. Tanah Al berupa tanah masam Podsolik Merah Kuning dengan kelarutan Al sebesar 26.66 me/100g dan pH 4.6, diambil dari Gajruk, Jasinga-Bogor, Jawa Barat, sedangkan tanah netral diambil dari daerah Baranangsiang, Bogor. Setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan dan masing-masing ulangan terdiri dari 3 tanaman. Tanaman ditanam secara gogo dalam pot plastik berdiameter 31 cm dan tinggi 22 cm. Respon tanaman yang diamati adalah kerusakan sekunder pada daun setelah 45 hari tanam dan kemampuan setiap tanaman menghasilkan anakan produktif relatif atau memproduksi biji pada saat panen. Anakan produktif relatif = (jumlah anakan pada tanah Al/jumlah anakan pada tanah netral) x 100%. Analisis RRG pada Populasi Padi F2. Analisis RRG pada populasi padi F2 bertujuan menguji efektifitas karakter RRG sebagai parameter untuk menyeleksi tanaman padi yang toleran Al. Tanaman padi F2 (IR64 X Hawara Bunar) yang dianalisis berjumlah 153 tanaman. Perlakuan Al diberikan pada konsentrasi 15 ppm, pH 4.00±0.02 selama 72 jam dan pemulihan selama 48 jam. Panjang akar diukur setelah akhir perlakuan Al dan pemulihan, lalu dihitung nilai RRG dari setiap tanaman F2.
25 Analisis Data. Data hasil analisis RRG I dan II dianalisis menggunakan Analisis Ragam untuk Rancangan Acak Kelompok menggunakan program SPSS versi 15.0. Perbedaan di antara perlakuan diuji menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT, Duncan Multiple Range Test) pada taraf uji 5%. Segregasi karakter RRG pada populasi padi F2 dianalisis menggunakan Uji Khi-Kuadrat pada α = 0.05. Hasil dan Pembahasan Karakter Root Re-Growth sebagai Parameter Toleransi Cekaman Aluminium pada Padi Analisis root re-growth tahap pertaman (RRG I) menunjukkan bahwa nilai RRG pada keempat genotipe padi berbeda nyata, yaitu Grogol dan Hawara Bunar sebagai genotipe padi yang toleran Al (Asfarudin 1997; Farid 1997; Syakhril 1997) memiliki nilai RRG lebih besar dibandingkan IR64 dan Krowal yang sensitif Al (Asfarudin 1997; Farid 1997; Syakhril 1997). Demikian pula dengan nilai penghambatan pertumbuhan akar (PPA) relatif, berbeda nyata antar genotipe padi yang toleran Al dan sensitif Al. Akan tetapi Grogol dan Hawara Bunar sebagai genotipe padi yang toleran Al mengalami penghambatan pertumbuhan akar sama besarnya dengan IR64 dan Krowal yang sensitif Al, yaitu lebih dari 75% (Tabel 1).
Nilai PAR pada genotipe padi Grogol, Hawara Bunar, dan
Krowal tidak berbeda nyata, tetapi ketiganya berbeda nyata dengan IR64 yang memiliki nilai PAR paling kecil.
Hasil analisis RRG tahap pertama ini
mengindikasikan bahwa meskipun terdapat perbedaan nyata pada karakter RRG namun tingkat cekaman Al yang digunakan terlalu tinggi sehingga akar tanaman dari genotipe yang toleran Al juga sangat terhambat; dan pengukuran dengan karakter PAR tidak memberikan hasil yang sejalan dengan uji lapang yang telah dilakukan sebelumnya (Asfarudin 1997; Farid 1997; Syakhril 1997). Profil akar selama cekaman Al menunjukkan bahwa genotipe padi Grogol, Hawara Bunar, IR64, dan Krowal mengalami penghambatan pertumbuhan akar yang sama besarnya. Selama cekaman Al, keempat genotipe padi memiliki akar yang tebal, kaku, pendek, dan akar lateral tidak berkembang dengan baik (Gambar 3). Fenomena ini menunjukkan bahwa cekaman Al yang tinggi dapat merusak
26 sistem perakaran tanaman (Kochian et al. 2004). Hal ini terjadi karena pada pH<5.0, Al berada dalam bentuk Al3+ yang sangat toksik bagi akar tanaman. Tabel 1. Rata-rata Root Re-Growth (RRG), Penghambatan Pertumbuhan Akar (PPA) relatif, dan Panjang Akar Relatif (PAR) pada empat genotipe padi menggunakan konsentrasi Al sebesar 45 dan 60 ppm Al selama 24 jam, pH 4.00±0.02 diikuti masa pemulihan selama 48 jam. Faktor Genotipe Grogol Hawara Bunar IR64 Krowal Konsentrasi Al (ppm) 45 60
RRG (cm) PPA (%) 2.5b 3.2a 2.0c 1.0d 2.3 2.0
76.2b 75.6b 87.7a 89.7a * 79.7 84.9
PAR (%) 89.5a 83.3a 61.9b 81.5a 80.3 77.6
Keterangan: angka pada kolom dan faktor yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT). (*): uji F berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Gambar 3. Profil akar pada empat genotipe padi setelah perlakuan 0, 45, dan 60 ppm Al pada pH 4.0±0.02 selama 24 jam. G: Grogol, HB: Hawara Bunar, IR: IR64, K: Krowal. Bar = 1cm. Pada tanaman jagung, daerah 2-3 mm dari ujung akar yang meliputi tudung akar dan meristem merupakan daerah sensitif Al dan dapat rusak oleh Al (Ryan et al. 1993). Kerusakan pada ujung akar menyebabkan akar tidak dapat tumbuh lagi, pendek, dan tebal. Hasil penelitian cekaman Al pada tanaman padi genotipe Taichung Native 1 menunjukkan bahwa semakin tinggi cekaman Al pertumbuhan akar semakin terhambat (Wang & Kao 2004).
27 Konsentrasi Al yang digunakan pada analisis RRG I terlalu tinggi dan tidak dapat digunakan sebagai kondisi yang tepat untuk membedakan respon genotipe padi yang toleran Al dan sensitif Al. Oleh karena itu dilakukan analisis RRG II menggunakan tingkat cekaman Al yang lebih rendah daripada analisis RRG I. Sebelum dilakukan Analisis RRG II telah dilakukan percobaan pendahuluan dengan memberikan perlakuan cekaman Al sebesar 3 dan 6 ppm selama 72 jam dan pemulihan selama 48 jam. Hasil percobaan pendahuluan ini menunjukkan kedua konsentrasi Al tersebut tidak dapat membedakan respon pertumbuhan akar antara genotipe padi yang toleran Al dan sensitif Al (data tidak disajikan). Oleh karena itu dilakukan Analisis RRG II dengan cekaman Al sebesar 9, 12, dan 15 ppm selama 72 jam lalu diikuti pemulihan selama 48 jam. Analisis RRG tahap kedua (RRG II) menunjukkan bahwa nilai RRG dapat membedakan antara genotipe padi yang toleran Al dan sensitif Al, yaitu bahwa Grogol dan Hawara Bunar sebagai genotipe padi yang toleran Al memiliki nilai RRG lebih besar dibandingkan IR64 dan Krowal yang sensitif Al. Nilai PPA relatif Grogol paling kecil dibandingkan ketiga genotipe padi lainnya yang menandakan pertumbuhan akarnya tidak terlalu terhambat.
Nilai PPA relatif
Hawara Bunar tidak berbeda nyata dengan Krowal yang sensitif Al, namun demikian nilai PPA relatif Hawara Bunar masih lebih kecil dibandingkan Krowal. Varietas padi IR64 memiliki nilai PPA relatif paling besar yang berarti pertumbuhan akarnya paling terhambat. Nilai PAR belum dapat membedakan respon terhadap cekaman Al di antara keempat genotipe padi yang diuji (Tabel 2, Lampiran 3). Pengamatan dampak keracunan Al terhadap morfologi akar dari keempat genotipe padi menunjukkan bahwa pada perlakuan Al sebesar 15 ppm selama 72 jam, pertumbuhan akar utama dan akar adventif dari genotipe padi yang sensitif Al relatif terhambat dan akar utama tidak mampu tumbuh kembali pada sebagian besar tanaman yang diuji. Sebaliknya pada genotipe padi yang toleran Al, pada saat cekaman maupun pemulihan, akar utama dan akar adventif masih dapat tumbuh dengan baik (Gambar 4). Penghambatan pertumbuhan akar lateral atau adventif akibat cekaman Al juga dijumpai pada genotipe jagung yang sensitif Al (Doncheva et al. 2005).
28 Tabel 2. Rata-rata Root Re-Growth (RRG), Penghambatan Pertumbuhan Akar (PPA) relatif, dan Panjang Akar Relatif (PAR) pada empat genotipe padi dan pada perlakuan 9, 12, dan 15 ppm Al, pH 4.00±0.02 selama 72 jam diikuti masa pemulihan selama 48 jam. Faktor Genotipe Grogol Hawara Bunar IR64 Krowal Konsentrasi Al (ppm) 9 12 15
RRG (cm) PPA (%)
PAR (%)
2.8a 2.9a 0.6b 0.6b
45.0c 54.9b 68.4a 61.2b
72.9ab 80.3a 61.4c 65.0bc
1.9 1.6 1.6
51.8b 58.4a 61.8a
73.8 69.0 66.9
Keterangan: angka pada kolom dan faktor yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT).
Gambar 4. Profil akar empat genotipe padi setelah perlakuan cekaman Al sebesar 0, 9, 12, dan 15 ppm, pH 4.0±0.02 selama 72 jam diikuti 48 jam pemulihan. G: Grogol, HB: Hawara Bunar, IR: IR64, K: Krowal, →: pertumbuhan akar lateral dari IR64 dan Krowal sangat terhambat saat tercekam Al selama 72 jam, →: akar utama tidak dapat tumbuh kembali pada masa pemulihan. Bar = 1cm. Hasil analisis RRG II mengindikasikan bahwa karakter RRG dapat digunakan sebagai parameter toleransi cekaman Al pada tanaman padi dengan
29 pemberian perlakuan cekaman sebesar 9 sampai 15 ppm selama 72 jam dan pemulihan selama 48 jam.
Kisaran konsentrasi Al tersebut sudah cukup
memberikan respon penghambatan pertumbuhan akar yang besar pada genotipe padi yang sensitif Al tetapi tidak terlalu menghambat pertumbuhan akar dari genotipe padi yang toleran Al. Selain itu, karakter PAR tidak dapat digunakan sebagai parameter toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al pada konsentrasi cekaman Al antara 9-15 ppm. Oleh karena itu, pada tingkat cekaman Al sampai dengan 15 ppm selama 72 jam menggunakan larutan hara minimal, karakter PAR sebaiknya tidak digunakan untuk mengukur toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al. Untuk analisis RRG selanjutnya, konsentrasi Al yang diberikan sebesar 15 ppm selama 72 jam karena pada cekaman Al sebesar 15 ppm sebagian besar akar utama dari tanaman sensitif Al tidak mampu pulih kembali. Ma et al. (2000) melaporkan bahwa dampak keracunan Al pada tanaman bervariasi, bergantung konsentrasi Al, periode cekaman Al, pH media, serta komposisi media (Famoso et al. 2010). Padi merupakan spesies tanaman serealia yang paling toleran terhadap cekaman Al (Kim et al. 2001).
Variasi derajat toleransi cekaman Al juga
dijumpai di dalam spesies padi, yaitu ada genotipe padi yang toleran Al dan ada yang sensitif Al (Ma et al. 2002; Famoso et al. 2010). Pada penelitian ini, Grogol dan Hawara Bunar tergolong genotipe padi yang toleran Al sedangkan IR64 dan Krowal termasuk yang sensitif Al. Toleransi Cekaman Aluminium pada Tanaman Padi pada Tanah Masam Berkelarutan Aluminium Tinggi Keempat genotipe padi ditanam di tanah Podzolik Merah Kuning yang memiliki pH asam dan berkelarutan Al tinggi untuk verifikasi hasil analisis RRG II terkait toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al. Uji toleransi cekaman Al ini memberikan hasil yang sejalan dengan hasil analisis RRG II yaitu bahwa Grogol dan Hawara Bunar tergolong genotipe padi yang toleran Al, sedangkan IR64 dan Krowal tergolong sensitif Al. Hasil verifikasi ini juga sejalan dengan uji lapang di tanah masam berkelarutan Al tinggi yang dilakukan oleh Asfaruddin (1997), Farid (1997), dan Syakhril (1997).
30 Pada pengamatan hari ke-45 setelah tanam, terlihat bahwa IR64 mengalami kerusakan daun paling parah disusul Krowal. Gejala sekunder dari keracunan Al pada penelitian ini tampak nyata pada IR64 yaitu dari adanya kerusakan daun yang dimulai dari menguningnya ujung daun (Gambar 5). Ujung daun yang menguning berubah menjadi merah atau coklat pada seluruh helaian daun, hingga daun layu dan mati. Pengamatan pada saat fase reproduktif menunjukkan bahwa Grogol dan Hawara Bunar mengalami penurunan jumlah anakan produktif relatif berturut-turut sebesar 36% dan 27%, sedangkan IR64 mengalami penurunan jumlah anakan produktif lebih besar yaitu 74%, bahkan genotipe Krowal tidak mampu menghasilkan anakan produktif.
Gambar 5. Gejala sekunder keracunan Al di tajuk pada empat genotipe padi yang diamati pada hari ke-45 setelah tanam. I: penampilan daun pada posisi 1 cm dari ujung daun, II: penampilan daun pada posisi 4 cm dari ujung daun. Tanda panah (→) menunjukkan gejala sekunder keracunan Al. Bar = 1cm. Gejala keracunan Al yang terjadi di tajuk atau daun pada penelitian ini diduga merupakan akibat dari rusaknya sistem perakaran oleh Al. Rusaknya sistem perakaran akan menghambat penyerapan air dan unsur hara dari dalam tanah yang kemudian mengakibatkan gejala sekunder keracunan Al pada bagian tanaman yang lain seperti tajuk. Gejala sekunder keracunan Al di tajuk yang umum dijumpai adalah perubahan seluler dan ultrastruktural daun, penurunan pembukaan stomata, penurunan aktifitas fotosintesis yang mengakibatkan klorosis dan nekrosis di daun, penurunan jumlah dan ukuran daun serta penurunan
31 biomasa tajuk (Mossor-Pietraszewska 2001).
Selain itu, cekaman Al dapat
menginduksi cekaman abiotik lain seperti kekeringan dan defisiensi unsur hara (Kochian et al. 2004). Sejak awal pertumbuhannya, tanaman selalu dihadapkan pada berbagai cekaman, baik cekaman biotik (serangan hama, penyakit, dan gulma) maupun cekaman abiotik (kekeringan, kadar garam tinggi, logam berat, suhu tinggi maupun rendah, dan tanah masam). menyebabkan
kerusakan
sistem
Cekaman Al pada tanah masam
perakaran
pada
tanaman,
menghambat
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta menjadi faktor utama yang membatasi produksi tanaman pertanian (Samac & Tesyafe 2003; Kochian et al. 2004). Produksi atau hasil merupakan karakter agronomi yang penting dan dapat diukur dari jumlah anakan produktif yang mampu dihasilkan oleh suatu tanaman padi. Genotipe padi yang toleran Al tidak mengalami penurunan jumlah anakan secara signifikan dibandingkan genotipe padi yang sensitif Al (Asfarudin 1997). Hasil verifikasi pada penelitian ini sejalan dengan yang pernah dilaporkan oleh Asfaruddin (1997), Farid (1997) dan Syakhril (1997) bahwa rata-rata jumlah anakan produktif pada Hawara Bunar dan Grogol yang ditanam pada tanah masam berkelarutan Al tinggi tidak berbeda nyata dengan jika ditanam pada Al rendah, sedangkan pada IR64 dan Krowal terjadi penurunan yang signifikan. Analisis RRG pada Populasi Padi F2 Hasil analisis RRG II dan uji toleransi cekaman Al pada tanah masam berkelarutan Al tinggi menunjukkan adanya hubungan yang erat antara nilai RRG dengan toleransi cekaman Al dari keempat genotipe yang diuji.
Grogol dan
Hawara Bunar mempunyai nilai RRG yang tinggi dan keduanya tergolong genotipe padi yang toleran Al, sebaliknya IR64 dan Krowal memiliki nilai RRG yang rendah dan keduanya termasuk genotipe padi yang sensitif Al.
Untuk
menentukan efektifitas dari karakter RRG sebagai parameter toleransi cekaman Al pada tanaman padi, maka telah dilakukan phenotyping menggunakan karakter RRG pada populasi padi F2 hasil persilangan IR64 (tetua betina) dengan Hawara Bunar (tetua jantan).
32 Hasil analisis RRG pada populasi padi F2 menunjukkan bahwa nilai RRG bervariasi dan menyebar secara kontinu di antara nilai RRG kedua tetuanya (Gambar 6). Batas nilai toleransi cekaman Al pada tanaman padi berdasarkan karakter RRG selanjutnya ditentukan dengan mengamati rata-rata nilai RRG dari kedua tetua. Rata-rata nilai RRG pada tetua padi yang toleran Al (Hawara Bunar) sebesar 2.9±0.5 cm dan yang sensitif Al (IR64) sebesar 1.3±0.4 cm. Kisaran nilai RRG pada tetua padi yang toleran Al sebesar 2.2-3.7 cm dan yang sensitif Al sebesar 0.0-2.1 cm. Berdasarkan batas bawah nilai RRG dari tetua padi yang toleran Al dan batas atas dari tetua padi yang sensitif Al telah ditentukan bahwa setelah pemberian perlakuan cekaman Al sebesar 15 ppm selama 72 jam dan diikuti masa pemulihan selama 48 jam maka batas toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al berdasarkan nilai RRG adalah 2.10 cm. Individu yang memiliki nilai RRG≤2.10 cm digolongkan ke dalam tanaman yang sensitif Al, sedangkan individu yang mempunyai nilai RRG>2.10 cm termasuk tanaman yang toleran Al.
Gambar 6. Kurva sebaran nilai Root Re-Growth (RRG) pada populasi padi F2 hasil persilangan tetua padi yang sensitif Al (P1: IR64) dan toleran Al (P2: Hawara Bunar), setelah perlakuan cekaman Al sebesar 15 ppm, pH 4.00±0.02 selama 72 jam diikuti pemulihan selama 48 jam. Nilai RRG pada 153 tanaman padi F2 yang diteliti menunjukkan bahwa 124 tanaman menampilkan nilai RRG seperti IR64 dan 29 tanaman lainnya seperti Hawara Bunar. Uji Khi-Kuadrat terhadap data RRG pada populasi padi F2 ini menunjukkan bahwa segregasi sifat toleransi terhadap cekaman Al berdasarkan
33 karakter RRG ini tidak mengikuti pola pewarisan gen tunggal (χ23:1 hitung = 420.25; χ23:1 tabel = 3.841; db = 1; α = 0.05). Pengujian segregasi karakter RRG dengan mengikuti pola pewarisan epistasis dihibrid, menunjukkan bahwa karakter RRG juga tidak mengikuti pola pewarisan dua gen secara Mendelian {9:7 (χ29:7 = 160.40; χ29:7
tabel
= 3.841; db = 1; α = 0.05), 13:3 (χ213:3 = 28.10; χ213:3
tabel
=
3.841; db = 1; α = 0.05) dan 15:1 (χ215:1 = 2263.13; χ215:1 tabel = 3.841; db = 1; α = 0.05)}. Nilai RRG pada populasi padi F2 menyebar secara kontinu dengan ratarata 1.50 cm dan standar deviasi 0.65. Data sebaran nilai RRG pada populasi padi F2 bersifat kontinu tetapi condong ke arah tetua yang sensitif Al (Gambar 6). Hasil tersebut menunjukkan bahwa karakter RRG pada tanaman padi merupakan karakter yang poligenik. Karakter RRG sebagai parameter toleransi cekaman Al dan dikendalikan oleh banyak gen atau poligenik juga dijumpai pada tanaman triticale (Zhang et al. 1999). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakter RRG dapat digunakan sebagai parameter toleransi cekaman Al pada tanaman padi dan secara efektif dapat diterapkan untuk menyeleksi tanaman yang toleran Al pada populasi segregasi padi F2. Simpulan Karakter Root Re-Growth (RRG) dapat dijadikan parameter toleransi cekaman Al pada tanaman padi menggunakan larutan hara minimal dengan perlakuan cekaman Al sebesar 15 ppm pada pH 4.0±0.02 selama 72 jam dan pemulihan selama 48 jam. Percobaan pot menggunakan media tanah masam berkelarutan Al tinggi memberikan hasil yang sejalan dengan percobaan kultur hara.
Grogol dan Hawara Bunar termasuk genotipe padi yang toleran Al,
sedangkan IR64 dan Krowal termasuk genotipe padi yang sensitif Al. Karakter RRG efektif digunakan untuk menyeleksi tanaman padi yang toleran Al pada populasi padi segregasi.
ISOLASI, KLONING, DAN KARAKTERISASI GEN TOLERAN ALUMINIUM DARI TANAMAN PADI (Isolation, Cloning, and Characterization of Rice Aluminum Tolerance Gene) Abstrak Toleransi cekaman Aluminium (Al) pada tanaman padi merupakan sifat kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen. Penelitian ini bertujuan mengisolasi, mengklon, dan mengkarakterisasi gen toleran Al dari genotipe padi Hawara Bunar yang toleran Al. Bahan tanaman yang digunakan adalah padi Hawara Bunar (genotipe padi toleran Al) dan IR64 (varietas padi sensitif Al). Isolasi gen dilakukan berdasarkan kombinasi pendekatan hubungan sintenik antara padi dan rye, dan reverse transcription-polymerase chain reaction menggunakan cetakan berupa mRNA dari Hawara Bunar yang telah mendapat cekaman 15 ppm Al pada pH 4.0 selama 24 jam. Karakterisasi dilakukan dengan pendekatan sekuensing, analisis bioinformatika, dan tembakau transgenik yang diintroduksi gen toleran Al. Hasil penelitian mendapatkan gen toleran Al yang ekspresinya diinduksi oleh Al, yang disebut gen B11. Ekspresi gen B11 pada Hawara Bunar lebih tinggi daripada IR64. DNA genomik dari gen B11 berukuran 2021 pb, terdiri dari 3 ekson dan 2 intron, dengan transkrip mRNA berukuran 573 pb, daerah sekuen penyandi asam amino sebesar 573 pb, dan menyandikan 113 asam amino deduksi. Gen B11 dapat meningkatkan toleransi tanaman tembakau transgenik terhadap cekaman Al. Protein B11 yang disandikannya mirip dengan protein L32 ribosomal bakteri dan diprediksi berperan sebagai faktor transkripsi dengan domain bZIP dan motif seperti C2H2-zinc finger. Kata kunci: Aluminium, gen toleran Al, Nicotiana tabacum, tembakau transgenik. Abstract Aluminum tolerance trait in rice is a quantitative trait controlled by many genes. The objective of this study was to isolate, cloning, and characterize aluminum tolerance gene of local rice genotype Hawara Bunar (Al tolerant). The plant material were rice genotype Hawara Bunar (Al tolerant) and rice variety IR64 (Al sensitive). The gene was isolated based on combination of syntenic relationship between rice and rye, and reverse transcription-polymerase chain reaction approaches using mRNA of Hawara Bunar after 15 ppm Al treatment at pH 4.0 for 24 hours. Characterization of the gene was conducted with sequencing, bioinformatic analysis, and trangenic tobacco (Nicotiana tabacum L.) introducing Al tolerance gene. This research successfully isolated Al tolerance gene, called B11 gene, that its expression was induced by Al. The B11 gene expression in Hawara Bunar (Al tolerant genotype) was higher than that of IR64 (Al sensitive variety). Genomic DNA of the B11 gene had 2021 bp composed of 3 exons and 2 introns with 573 bp of mRNA transcript, 342 bp of open reading frame, and 113 deduced amino acid sequence. Transgenic tobacco plants of T0 and T1 generation were constantly more tolerance than non-transgenic tobacco plants. The B11 protein was similar to bacterial like L32 protein and was
36 predicted as a transcription factor with bZIP domain and C2H2-zinc finger like motif. Key words: Aluminum, Al tolerance gene, Nicotiana tabacum, transgenic. Pendahuluan Padi menjadi tumpuan untuk mengisolasi dan mengklon gen toleran Al karena padi merupakan spesies tanaman pertanian serealia yang paling toleran terhadap cekaman Al (Kim et al. 2001), yang memiliki ukuran genom paling kecil, yaitu 389 Mb nukleotida dibandingkan anggota tanaman serealia lainnya, dan memiliki informasi urutan nukleotida genom paling lengkap (IRSGP 2005). Namun spesies tanaman pertanian yang sering diteliti secara intensif sampai saat ini adalah tanaman gandum (Triticum aestivum L.) (Delhaize et al. 2004; Sasaki et al. 2004). Beberapa studi fisiologi mengidentifikasikan bahwa toleransi tanaman gandum terhadap cekaman Al melibatkan pelepasan asam organik ke rizosfer. Asam organik tersebut mengkelat dan mendetoksifikasi Al di rizosfer sehingga mencegahnya masuk ke akar tanaman gandum. Asam organik di sitoplasma juga berfungsi mengkelat Al membentuk kompleks Al-asam organik yang selanjutnya kompleks tersebut dikeluarkan dari sel-sel akar sehingga sel-sel akar terhindar dari kerusakan akibat Al dan tanaman gandum menjadi toleran Al (Delhaize et al. 1993a, 1993b; Sasaki et al. 2004). Toleransi tanaman gandum terhadap cekaman Al yang meliputi mekanisme ekslusi Al dengan bantuan asam malat tersebut rupanya terkait dengan suatu protein transporter yang ada di membran plasma dari sel akar tanaman gandum (Yamaguchi et al. 2005).
Gen penyandi protein tersebut, yaitu gen ALMT1
(Aluminum-activated Malate Transporter) sudah berhasil diisolasi dari tanaman gandum (Sasaki et al. 2004) dan juga sudah diintroduksikan ke tanaman padi sub spesies japonica genotipe Nipponbare.
Analisis padi transgenik tersebut
menunjukkan bahwa meskipun ekspresi gen ALMT1 di padi berasosiasi dengan sekresi asam malat dari akar tanaman padi transgenik setelah diberi cekaman Al, namun toleransi padi transgenik terhadap cekaman Al tidak meningkat. Kemungkinan jumlah asam malat yang disekresikan tidak cukup untuk meningkatkan toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al melebihi level
37 toleransi cekaman Al endogenus yang dimiliki oleh Nipponbare transgenik. Selain itu, kemungkinan gen ortholog ALMT1 di tanaman padi memiliki fungsi lain. Oleh karena itu isolasi gen toleran Al dari tanaman padi merupakan sesuatu yang penting dilakukan untuk dapat mempelajari mekanisme fisiologi dan molekuler yang mendasari toleransi cekaman Al pada tanaman padi. Untuk mengisolasi gen toleran Al diperlukan genotipe padi yang toleran Al. Identifikasi menggunakan larutan hara minimal dan verifikasi pada tanah asam berkelarutan Al tinggi pada penelitian ini telah berhasil mengidentifikasikan bahwa salah satu padi gogo lokal Indonesia bersifat toleran Al, yaitu Hawara Bunar. Oleh karena itu Hawara Bunar berpotensi sebagai sumber gen toleran Al. Toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al dikendalikan oleh banyak gen atau berasosiasi dengan QTL (Quantitative Trait Loci). Salah satu QTL toleransi cekaman Al pada tanaman padi yang utama terletak pada kromosom 3 (Nguyen et al. 2001). Analisis pemetaan komparatif mengindikasikan bahwa daerah QTL toleransi cekaman Al padi tersebut ortholog dengan lokus gen toleran Al pada kromosom homoeologous grup 4 dari anggota Triticeae, yaitu lokus gen Alp pada barley (Hordeum vulgare L.), AltBH pada gandum (Triticum aestivum L.), dan Alt3 pada rye (Secale cereale L.) (Miftahudin et al. 2002; Nguyen et al. 2003). Informasi urutan nukleotida dari DNA genom padi dan data hubungan sintenik dapat menjadi dasar untuk mengembangkan penanda molekuler terkait gen toleran Al.
Miftahudin et al. (2004, 2005) telah mengembangkan beberapa
penanda molekuler berdasarkan informasi urutan nukleotida dari DNA genom padi untuk membuat pemetaan resolusi tinggi dan mengisolasi gen Alt3. Salah satu penanda molekuler yang telah dibuat adalah B11 (Miftahudin et al. 2005) yang diturunkan dari sekuen mRNA unknown gene pada klon BAC kromosom 3 padi. Analisis keterpautan pada populasi rye F2 menunjukkan bahwa produk PCR dari penanda molekuler B11 (disebut gen B11) ko-segregasi dengan lokus gen Alt3. Oleh karena itu mungkin saja Alt3 berlokasi sangat dekat dengan gen B11 atau bisa jadi gen B11 adalah gen Alt3. Namun upaya saat itu untuk mengisolasi dan mengklon gen Alt3 dari tanaman rye belum berhasil (Miftahudin et al. 2005). Pada kromosom 3 dari tanaman padi, wilayah yang menunjukkan hubungan sintenik dengan daerah lokus Alt3 merupakan daerah yang kaya gen dengan
38 kerapatan 4.3 kb per gen. Apabila berhasil diketahui bahwa gen Alt3 tersebut atau heterolognya juga ada di segmen kromosom 3 padi dan dapat diidentifikasi peran dari protein yang disandikannya, maka langkah menuju isolasi gen toleran Al dari tanaman padi semakin dekat. Penelitian ini bertujuan mengisolasi, mengklon, dan mengkarakterisasi gen toleran Al dari genotipe padi yang toleran Al, kemudian mengintroduksi dan menguji ekspresinya pada tanaman model tembakau (Nicotiana tabacum L.). Bahan dan Metode Bahan Tanaman. Bahan tanaman yang digunakan adalah varietas padi IR64 (sensitif Al) dan genotipe padi Hawara Bunar (toleran Al). Benih padi diperoleh dari Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Bogor, Jawa Barat. Tanaman model yang dipakai adalah tembakau (Nicotiana tabacum L.). Strain Bakteri dan Plasmid. Bakteri yang digunakan adalah Escherichia coli DH5α dan Agrobacterium tumefaciens AGL-O. Vektor klon berupa pGEMT-Easy. Vektor entri adalah pENTR/D-TOPO® (Invitrogen) yang berukuran 2580 pb dan mengandung gen penanda resistensi kanamisin (NPTIII). Vektor ekspresi berupa pGWB5 (Nakagawa et al. 2007) dengan ukuran 17960 pb dan mengandung gen penanda seleksi higromisin (HPT), NPTII, dan NPTIII di bawah kendali promotor 35S dari CaMV (Cauliflowers Mozaic Virus) (Gambar 7).
Gambar 7. Diagram skematik vektor ekspresi pGWB5 yang telah disisipi gen toleran Al (gen B11). Isolasi DNA Genom Padi. Daun muda dan segar seberat 1.5 gram dari tanaman padi IR64 dan Hawara Bunar yang telah berumur 4 minggu digerus dalam N2-cair dan DNA diisolasi menggunakan metode CTAB (Saghai-Maroof et al. 1984). Kualitas dan kuantitas DNA diukur menggunakan spektrofotometer dan elektroforesis pada 1% gel agarose dalam 1x buffer TBE (Tris-Borate-EDTA pH 8.0), tegangan 65 volt selama 30 menit. Larutan DNA total disimpan pada
39 suhu -20°C sedangkan larutan DNA kerja dengan konsentrasi 100 ng/μl disimpan di suhu 4°C. Polymerase Chain Reaction (PCR). Sembilan belas penanda molekuler STS (Sequence Tag Site) yang terkait toleransi tanaman rye terhadap cekaman Al diseleksi pada tanaman padi menggunakan teknik PCR pada mesin PCR SwiftTM Maxi Thermal Cycler (Esco). Sebagai cetakan digunakan DNA total dari IR64 dan Hawara Bunar. Komposisi reaksi PCR sebagai berikut: 100 ng DNA padi, 1X buffer PCR (+Mg2+), 0.2 mM dNTPs, 0.4 μM masing-masing primer STS, dan 1 Unit Taq DNA Polymerase dalam 20 μl total reaksi PCR. Kondisi PCR sebagai berikut: pre-PCR selama 5 menit pada suhu 94°C, dan dilanjutkan 35 siklus. Setiap siklus PCR terdiri dari tahapan: denaturasi DNA cetakan selama 45 detik pada suhu 94°C; penempelan primer selama 45 detik pada suhu annealing (tergantung primernya); dan pemanjangan primer selama 1 menit 30 detik pada suhu 72°C. Pasca PCR selama 10 menit pada suhu 72°C. Hasil amplifikasi lalu dimigrasikan pada 1% gel agarose dalam 1x buffer TBE, pada 65 volt selama 1 jam. Gel hasil elektroforesis diwarnai dengan 5 µg/ml etidium bromida, visualisasi di atas lampu UV (WiseUv WUV-M20, Daihan Scientific) dan direkam/foto menggunakan foto gel WiseDoc©Gel Documentation System. Amplifikasi dari pasangan primer yang menampilkan satu pita pada salah satu tetua atau satu pita pada kedua tetua akan diseleksi selanjutnya dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction) untuk analisis ekspresi. Tahapannya meliputi isolasi RNA total dan RT-PCR. Isolasi RNA Total. Sebanyak 100 kecambah dari masing-masing IR64 dan Hawara Bunar diberi perlakuan cekaman Al sebesar 0 dan 15 ppm pada pH 4.00±0.02 selama 24 jam. Sepanjang 0.5-1.0 cm ujung akar dari setiap kecambah kemudian dipotong, dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 2 ml bebas RNase (tabung baru yang sudah disterilisasi) dan digerus menggunakan stik kaca bebas RNase sambil sesekali dicelupkan ke dalam nitrogen cair.
Isolasi RNA
selanjutnya dilakukan menggunakan reagen Trizol mengikuti instruksi pabrik (Invitrogen®, Molecular Research Center, Inc., USA).
40 Total RNA diberi perlakuan enzim DNaseI untuk menghilangkan DNA yang mungkin mengkontaminasi. Komposisi reaksi sebagai berikut: 1x buffer DNaseI, 10000 ng RNA total, dan 0.01% air DEPC (diethyl pyrocarbonate) hingga total volume 10 μl, lalu ditambahkan 0.4 unit enzim DNaseI. Campuran tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 10 menit. Untuk menginaktifasi enzim DNaseI, ditambahkan 5 mM EDTA pH 8.0 ke dalam campuran lalu diinkubasi pada suhu 75°C selama 10 menit. Tabung segera ditempatkan di atas es selama 30 menit lalu diambil 1 ul untuk elektroforesis pada 1% gel agarose, pada 65 volt selama 1 jam. Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Tahap ini meliputi proses transkripsi balik (RT) untuk sintesis cDNA dan amplifikasi (PCR).
Sintesis cDNA menggunakan kit Superscript First-Strand Synthesis
System (Invitrogen®, USA) dan primer oligo d(T)21. Komposisi reaksi sebagai berikut: 5000 ng RNA, 1x first strand buffer, 1 μM primer Oligo d(T)21, 0.5 mM dNTPs, 10 mM DTT, 40 unit enzim RTase, 0.01% air DEPC hingga total reaksi 20 μl. Campuran tersebut diinkubasi pada mesin PCR dengan program sebagai berikut: 30°C selama 10 menit, 42°C selama 50 menit, 95°C selama 5 menit, dan 20°C selama 5 menit. Skrining penanda molekuler STS rye dengan pendekatan PCR memperoleh 5 penanda molekuler. Kelima penanda molekuler tersebut selanjutnya diskrining dengan pendekatan RT-PCR yaitu PCR menggunakan cetakan berupa cDNA IR64 dan Hawara Bunar yang telah mendapat cekaman Al sebesar 0 dan 15 ppm pada pH 4.00±0.02 selama 24 jam. Sebagai kontrol positif, cDNA IR64 dan Hawara Bunar tersebut juga diamplifikasi menggunakan primer ubiquitin padi (forward: 5’-CCAGGACAAGATGATCTGCC-3’ dan reverse: 5’-AAGAAG CTGAAGCATCCAGC-3’). Produk PCR dari primer ubiquitin berukuran 245 pb (Lampiran 4). Penanda molekuler yang menghasilkan produk amplifikasi dengan intensitas ekspresi yang berbeda antara IR64 dan Hawara Bunar akan dipilih untuk mengisolasi gen toleran Al. Isolasi Gen Toleran Aluminium dari Tanaman Padi. Pendekatan RTPCR memperoleh penanda molekuler B11 yang berpotensi digunakan sebagai
41 primer untuk mengisolasi gen toleran Al dari tanaman padi. Pita hasil amplifikasi menggunakan primer B11 dengan cetakan berupa cDNA Hawara Bunar (selanjutnya disebut gen B11 sebagai gen toleran Al) dipurifikasi dan diligasikan ke dalam vektor pGEM-T-Easy dengan prosedur sesuai instruksi pabrik (Promega, Madison, WI, USA). Hasil ligasi ditransformasikan ke dalam Escherichia coli DH5α untuk diperbanyak dan juga diisolasi plasmidnya untuk dilakukan pengurutan DNA. Transformasi ke dalam sel E. coli DH5α mengikuti metode heat shock (Hanahan et al. 1995) dengan sedikit modifikasi. Seleksi transforman dilakukan dengan seleksi koloni biru putih menggunakan 20 μl dari 50 mg/ml X-gal, 100 μl dari 100 mM IPTG, dan 100 μg/ml ampisilin. Polymerase Chain Reaction (PCR) Koloni. Beberapa koloni putih yang tumbuh diambil untuk PCR koloni mengikuti prosedur yang dilakukan Suharsono et al. (2008) menggunakan primer B11 forward: 5’-GTTCCCTTTTTCTCCG CTACAG-3’ dan reverse: 5’-TCACAGAGGCCCAATCGTTC-3’. Berdasarkan PCR koloni maka koloni yang positif membawa gen B11 diisolasi plasmidnya dengan cara mengiinokulasikan pada 10 ml media LB+10μg/ml ampisilin dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 18 jam.
Isolasi plasmid dilakukan
menggunakan kit Wizard Plus SV (plasmid) minipreps dengan prosedur sesuai instruksi pabrik (Promega, Madison, WI, USA). Analisis urutan nukleotida dari gen B11 dilakukan menggunakan program BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ BLAST) (Altschul et al. 1997). Berdasarkan hasil analisis BLAST lalu dirancang sepasang primer untuk memperoleh fragmen gen B11 yang lebih panjang meliputi open reading frame (ORF). Sepasang primer yang telah dirancang yaitu B11_FL forward: 5’-TTCCCCGTAACCCCACGG-3’ dan reverse: 5’-GTCACGAGTG GCATTTGAG-3’. Plasmid Rekombinan. Primer B11_FL digunakan untuk mengamplifikasi cDNA total Hawara Bunar yang telah diberi perlakuan 15 ppm Al pada pH 4.0 selama 24 jam. Produk amplifikasi kemudian diklon ke vektor pGEM-T-Easy. Plasmid rekombinan pGEM-T-Easy-B11 yang terbentuk lalu diamplifikasi
42 menggunakan primer B11_ORF (forward: 5’- CACCATGGCGGCGGCGGC GGGTTGGCT-3’
dan
reverse:
5’-TTATGAGCTTGAGTCGCCGGGGTTC
CCT-3’) untuk analisis over ekspresi. Produk PCR kemudian disisipkan ke dalam vektor klon pENTR/D-TOPO® menggunakan kit kloning pENTR/D-TOPO® (Invitrogen®, USA) untuk menghasilkan vektor entri.
Reaksi ligasi sebagai
berikut: 2 μl (8 ng) produk PCR dari B11_ORF, 1 μl salt solution, 2 μl air steril, dan 1 μl vektor pENTR/D-TOPO®. Campuran diinkubasi pada suhu 22.5°C selama 5-30 menit, lalu segera tempatkan di atas es. Sebanyak 3 μl vektor entri dimasukkan ke dalam sel E. coli DH5α kompeten, sisanya disimpan pada suhu -20°C. Media seleksi yang digunakan adalah 50 μg/ml kanamisin. Untuk mengkonfirmasi keberadaan dan orientasi dari gen B11 di dalam vektor entri, dilakukan PCR koloni, isolasi plasmid dari koloni terseleksi, dan pengurutan DNA.
Proses PCR dilakukan menggunakan primer B11_ORF
forward/T7, dan reverse/T7. Amplifikasi hanya terjadi pada PCR menggunakan pasangan primer B11_ORF forward/T7. Vektor
entri
direaksikan
dengan
vektor
biner
ekspresi
pGWB5
menggunakan kit The Gateway® LR Clonase™ enzyme mix (Invitrogen®, USA) untuk menghasilkan plasmid ekspresi rekombinan.
Komposisi reaksi sebagai
berikut: 1 μl vektor entri pENTR/D-TOPO-B11, 1 μl vektor ekspresi pGWB5, 2 μl TE pH 8, dan 1 μl LR reaction. Campuran diinkubasi pada suhu 25°C selama 1-18 jam, lalu reaksi diinaktivasi dengan menambahkan 0.5 μl proteinase-K, inkubasi pada suhu 37°C selama 10 menit, lalu segera ditaruh di atas es untuk transformasi ke dalam sel E.coli DH5α kompeten. Seleksi koloni E.coli DH5α yang membawa plasmid ekspresi rekombinan dilakukan pada media LA+50 μg/ml kanamisin+30 μg/ml higromisin. Transformasi ke dalam Sel Agrobacterium tumefaciens. Plasmid ekspresi rekombinan ditransformasikan ke dalam sel Agrobacterium tumefaciens AGL-O dengan metode freeze-thaw mengikuti prosedur yang dilakukan Xu & Li (2008) dan diseleksi pada media LA+50 μg/ml kanamisin+30 μg/ml higromisin. Introduksi ke Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum L.). Satu koloni A. tumefaciens yang positif membawa plasmid ekspresi rekombinan ditumbuhkan
43 pada media LB+25 μg/ml rifampisin+50 μg/ml kanamisin+30 μg/ml higromisin, suhu 28°C selama 48 jam. Kultur bakteri disentrifus pada 4000 rpm selama 10 menit. Pelet diresuspensikan dengan 10 ml larutan MS+vitamin B5 (Lampiran 5) mengandung 200 μM asetosiringone lalu diinkubasi goyang dengan kecepatan 150 rpm selama 2-3 jam atau sampai OD600 = 0.3. Sumber eksplan tembakau yang digunakan adalah daun tembakau hasil perbanyakan kultur in-vitro. Daun yang dipakai untuk infeksi adalah daun ke-2 dan 3 dari pucuk.
Lembaran daun dipotong dengan ukuran 1cmx1cm,
dimasukkan ke dalam suspensi A. tumefaciens, lalu diinkubasikan pada kondisi tanpa cahaya (gelap), suhu 28°C, penggoyangan dengan kecepatan 75 rpm selama 15 menit. Potongan daun dikeringkan menggunakan tissue steril lalu ditanam pada media ko-kultivasi (Lampiran 6) yang di atasnya telah diberi kertas saring steril.
Inkubasi dilakukan di ruangan gelap pada suhu 28°C selama 1 hari.
Potongan daun dicuci dengan larutan MS sebanyak 2 kali dan larutan MS+250 μg/ml cefotaksim sebanyak 2 kali. Potongan daun yang sudah bersih ditanam di media eliminasi (Lampiran 6) dan diinkubasi selama 5 hari di ruang kultur jaringan. Potongan daun dipindah ke media seleksi transforman (Lampiran 6) dan diinkubasi selama 6 minggu. Eksplan yang tumbuh dipindah ke media regenerasi (Lampiran 6) dan ditumbuhkan selama 3 bulan atau sampai cukup besar untuk diaklimatisasi selama 4 minggu di dalam pot gelas, lalu ditanam di rumah kaca pada media tanah:arang sekam:pupuk kasting (3.5:0.5:1). Karakterisasi Tanaman Tembakau Transgenik. Karakterisasi tanaman tembakau transgenik dilakukan untuk mengetahui fungsi gen B11 dalam mengendalikan toleransi cekaman Al. Karakterisasi dilakukan pada tembakau transgenik generasi T0 dan T1. Karakterisasi tembakau transgenik generasi T0.
Karakterisasi tembakau
transgenik generasi T0 dilakukan dengan analisis PCR dan uji toleransi cekaman Al. Analisis PCR dilakukan menggunakan cetakan berupa DNA total tembakau transgenik generasi T0 yang diisolasi dengan prosedur mengikuti Miftahudin et al. (2004) serta primer B11_ORF dan HPT (forward: 5’-CTTGATAAACTA AAGGAAAGCCTC-3’ dan reverse: 5’-TCACGACGTCATCTATTACC-3’).
44 Lima nomor tembakau transgenik yang positif membawa gen B11 dan HPT diambil secara acak lalu daunnya disterilisasi dan sub kultur pada media sub kultur (Lampiran 6) mengandung 100 μg/ml kanamisin pada pH 5.7. Tunas-tunas yang muncul dan telah memiliki lembaran daun yang sempurna (sekitar 3 minggu setelah tanam) dipisahkan dan ditanam pada media regenerasi (Lampiran 6) pH 5.7. Setelah itu dipilih eksplan yang memiliki minimal 3-4 helai daun sempurna untuk analisis toleransi cekaman Al. Uji toleransi cekaman Al dilakukan pada media regenerasi tembakau (Lampiran 6) mengandung 8.1 ppm Al (300 μM Al) (Fuente et al. 1997) pada pH 4.0. Percobaan terdiri dari 3 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 3 botol dan setiap botol ditanami 2 eksplan. Sebagai kontrol, eksplan tembakau transgenik dan nontransgenik ditanam pada media regenerasi, pH 5.7 dengan satu ulangan (karena keterbatasan eksplan).
Pengamatan uji toleransi cekaman Al dilakukan pada
minggu ke-5 setelah tanam. Variasi morfologi dan habitus tanaman transgenik dan non-transgenik yang ditanam di rumah kaca diamati saat tanaman berbunga (sekitar 3 bulan setelah ditanam di rumah kaca). Karakterisasi tembakau transgenik generasi T1.
Karakterisasi tembakau
transgenik generasi T1 dilakukan dengan terlebih dahulu menyeleksi biji generasi T1, lalu uji toleransi cekaman Al dan PCR. Seleksi biji dengan teknik kultur jaringan menggunakan 100 μg/ml antibiotik kanamisin (Lampiran 6) pada pH 5.7 selama 20-30 hari (Delhaize et al. 2001). Uji toleransi cekaman Al dilakukan dengan teknik kultur hara menggunakan 1/6 larutan MS dan konsentrasi Al sebesar 8.1 ppm pada pH 4.2 selama 3 dan 8 hari. Uji toleransi cekaman Al diwakili oleh 37 tanaman untuk setiap nomor tembakau transgenik dan nontransgenik. Sebagai kontrol, tembakau non-transgenik ditanam di larutan 1/6 MS, pH 4.2. Respon toleransi cekaman Al pada tembakau transgenik generasi T1 diukur dengan menghitung pertambahan panjang akar selama tercekam Al. Biji yang akan diseleksi terlebih dahulu disterilisasi. Proses sterilisasi biji mengikuti prosedur yang dilakukan Bovet et al. (2006) dengan sedikit modifikasi. Biji tembakau yang sudah steril dikeringudarakan di atas kertas serap steril selama sekitar 15 menit kemudian satu persatu biji ditanam pada media seleksi biji
45 (Lampiran 6) dan diinkubasi pada ruang gelap, suhu 25°C-28°C selama 3 hari. Setelah 3 hari, dipindah ke rak kultur dengan pencahayaan 16 jam terang/8 jam gelap. Analisis Data. Segregasi sifat resistensi kanamisin pada tembakau transgenik generasi T1 dihitung menggunakan rumus Khi-Kuadrat.
Data
pertambahan panjang akar tembakau dianalisis secara statistik menggunakan uji-T student. program
Urutan asam amino deduksi dari gen B11 ditentukan menggunakan ExPASy-Translate
(Gasteiger et al. 2003). menggunakan
program
tools
(http://www.expasy.ch/tools/dna.html)
Urutan asam amino deduksi selanjutnya dianalisis BLASTp
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST)
(Altschul et al. 1997), PredictProtein (http://www.predictprotein.org) (Rost et al. 2004) dengan bank data Prosite, Scansite (http://scansite. mit.edu/cgibin/motifscan_seq.phtml) (Obenauer et al. 2003) dengan bank data Swiss-Prot, dan MotifScan (http://myhits.isb-sib.ch/cgi-bin/motif_scan) dengan bank data pfam_ls dan hamap. Hasil dan Pembahasan Penggunaan Penanda Molekuler Sequence Tag Site (STS) Rye terkait Toleransi Cekaman Aluminium pada Padi Padi memiliki ukuran genom paling kecil di antara spesies tanaman serealia lainnya dan sudah tersedia bank data dari urutan nukleotida pustaka DNA maupun cDNA berukuran besar seperti klon BAC (Bacterial Artificial Chromosome) beserta anotasinya. Kelebihan tersebut menjadikan padi mulai digunakan untuk mengisolasi dan mengklon gen termasuk gen penyandi toleransi cekaman Al melalui pendekatan analisis pemetaan komparatif. Miftahudin et al. (2005) telah melakukan analisis pemetaan komparatif antara rye dan padi dan telah mengembangkan penanda molekuler yang terpaut lokus gen toleran Al rye, Alt3, berdasarkan urutan nukleotida dari klon BAC padi di kromosom 3 yang memiliki hubungan sintenik dengan dengan lokus gen Alt3 tersebut.
Empat penanda
molekuler telah diaplikasikan pada populasi rye F2 (Miftahudin et al. 2005), dan dua diantaranya yaitu B11 dan B26 bersegregasi bersama-sama dengan lokus gen Alt3, yang berarti keduanya berada pada jarak yang sangat dekat dengan lokus gen
46 Alt3 berdasarkan peta genetik. Diharapkan bahwa salah satu dari kedua penanda molekuler tersebut sangat dekat baik secara genetik maupun fisik dengan gen Alt3 atau bisa jadi gen Alt3 adalah B11 atau B26. Namun hingga saat ini gen Alt3 dari rye belum dapat diisolasi. Oleh karena penanda molekuler yang dikembangkan oleh Miftahudin et al. (2005) dibuat berdasarkan sekuen klon BAC padi di kromosom 3 yang terpaut dengan lokus gen Alt3, maka kini penanda molekuler tersebut beserta turunannya yang berjumlah 19 diseleksi pada genotipe padi yang toleran Al (Hawara Bunar) dan sensitif Al (IR64).
Hasil seleksi ke-19 penanda molekuler STS rye
menggunakan teknik PCR dengan cetakan berupa DNA genom Hawara Bunar dan IR64 memperoleh 5 penanda molekuler yang menghasilkan 1 pita pada ke-2 genotipe, yakni B11, B31, 22B6, 24B7, dan 26B8.
Seleksi selanjutnya
menggunakan teknik RT-PCR dilakukan pada ke-5 penanda molekuler tersebut menggunakan cDNA total dari Hawara Bunar dan IR64 yang telah diberi perlakuan cekaman Al sebesar 0 dan 15 ppm selama 24 jam. Analisis RT-PCR menunjukkan bahwa 2 penanda molekuler tidak menghasilkan pita (22B6 dan 26B8) dan 3 penanda molekuler menghasilkan 1 pita (24B7, B31, dan B11). Penanda molekuler 24B7 dan B31 menghasilkan 1 pita namun ekspresinya pada tanaman yang toleran Al maupun sensitif Al sama, baik pada kontrol maupun perlakuan Al. Penanda molekuler B11 menghasilkan 1 pita dan ekspresinya lebih tinggi pada tanaman yang toleran Al ketika tercekam 15 ppm Al dibandingkan ekspresinya pada kontrol (0 ppm Al) dan pada tanaman yang sensitif Al, baik pada kontrol (0 ppm Al) maupun perlakuan (15 ppm Al) (Gambar 8). Berdasarkan hasil analisis ekspresi tersebut, penanda molekuler B11 berpotensi digunakan sebagai primer untuk mengisolasi gen toleran Al dari tanaman padi dan selanjutnya disebut gen B11.
47
(A)
(B)
Gambar 8. (A) Ekspresi gen B11 pada genotipe padi yang sensitif Al (IR64) dan toleran Al (Hawara Bunar) setelah diberi perlakuan 0 dan 15 ppm Al pada pH 4.0±0.02 selama 24 jam. (B) Ekspresi relatif gen B11 terhadap gen Ubiquitin. Analisis Fragmen cDNA dari Gen B11 Fragmen cDNA dari Gen B11 yang berhasil diisolasi dari Hawara Bunar berukuran 573 pb (Gambar 9). Fragmen cDNA tersebut ditranskripsikan dari 3 buah ekson yang terkandung di dalam fragmen DNA dari gen B11 yang berukuran 2021 pb (Gambar 10).
Gambar 9. Fragmen cDNA dari gen B11 (573 pb). 1: 100 bp DNA Ladder (Fermentas); 2: fragmen cDNA dari gen B11; pb: pasang basa.
Gambar 10. Struktur DNA dari gen B11 yang terdiri dari 3 ekson dan 2 intron. Hasil pengurutan dan analisis fragmen cDNA dari gen B11 menunjukkan bahwa fragmen cDNA dari gen B11 yang diklon merupakan bagian dari wilayah
48 klon BAC padi pada kromosom 3 dan menyandikan 113 asam amino deduksi (Gambar 11).
Analisis BLASTn menggunakan bank data EST (Expressed
Sequence Tags) menunjukkan bahwa urutan nukleotida cDNA dari gen B11 Hawara Bunar memiliki kesamaan dengan beberapa klon cDNA padi yang telah diberi perlakuan 6 ppm CdCl2 (Tabel 3).
Gambar 11. Urutan nukleotida cDNA dan asam amino deduksi dari gen B11. Tabel 3. Analisis BLASTn pada urutan nukleotida fragmen cDNA dari gen B11. Query: urutan nukleotida cDNA Hawara Bunar setelah perlakuan 15 ppm Al selama 24 jam; Bank data: EST (Expressed Sequence Tags). Asesi
Deskripsi
Skor
CI775949 Oryza sativa (japonica cultivar-group) root of seedling 6ppm CdCl2 for 3 days CI551250 Oryza sativa (japonica cultivar-group) CI551250.1 root of seedling 6ppm CdCl2 for 3 days CI767626 Oryza sativa (japonica cultivar-group) CI767626.1 root of seedling 6ppm CdCl2 for 3 days CI560272 Oryza sativa (japonica cultivar-group) CI560272.1 root of seedling 6ppm CdCl2 for 3 days CI775949.1
Query Identitas Nilai E coverage maks.
652
64%
0.0
98%
612
60%
8e-172
99%
592
58%
7e-166
99%
544
54%
3e-151
99%
Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang mencemari tanah sebagai akibat dari kegiatan pertanian dan industri. Kadmium berpotensi sebagai racun bagi tumbuhan dan juga manusia.
Kadmium mudah larut di air dan mudah
diserap oleh tanaman. Efek kerusakan yang ditimbulkan oleh cekaman Cd mirip
49 dengan cekaman Al dan logam berat lainnya seperti Cu, Ni, dan Pb, yaitu menjadikan akar tanaman sebagai target utama kerusakan. Cekaman Cd pada tanaman dapat menyebabkan klorosis, ketidakseimbangan penyerapan air, penutupan stomata, kerusakan pada aparatus fotosintesis, menurunkan jumlah kloroplas, menghambat kerja enzim fiksasi karbondioksida, sampai dengan mutasi (DalCorso et al. 2010). Oleh karena itu kemungkinan cekaman Al memiliki mekanisme yang mirip dengan cekaman Cd dalam hal penyerapan, transpor, keracunan, dan detoksifikasinya. Analisis BLASTp dengan bank data non-redundant protein sequence (nr) menunjukkan bahwa urutan asam amino deduksi yang disandikan oleh gen B11 (selanjutnya disebut protein B11) memiliki kesamaan 100% dengan protein Os03g0168900 (EMBL BAF11009.1) (Tabel 4). merupakan
protein
yang
mengandung
protein
Protein Os03g0168900 L32
ribosomal
(EMBL
ABF94186.1) dari gen OSJNBa0091P11.11 (EMBL AAL84312.1) yang diklon dari Oryza sativa subspesies japonica genotipe Nipponbare (klon cDNA: J033106A15). Bank data embl memberi nama sinonim gen OSJNBa0091P11.11 yaitu Q8S7V4_ORYSJ dengan nama lokus LOC_Os03g07290.1. Sampai saat ini, semua bank data yang tersedia belum dapat mengungkapkan fungsi protein yang disandikan oleh gen B11.
Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan
transformasi gen B11 ke tanaman tembakau untuk analisis fungsinya terkait toleransi cekaman Al. Tabel 4. Analisis BLASTp pada urutan asam amino deduksi dari protein B11. Query: urutan asam amino deduksi dari protein B11; Bank data: nonredundant protein sequence (nr). Asesi
Deskripsi
Os03g0168900 [Oryza sativa Japonica NP_001049095.1 Group] |ABF94187.1| ribosomal protein L32 containing protein hypothetical protein OsI_10179 [Oryza EAY88704.1 sativa Indica Group] >gb|ACG32159.1| ribosomal protein L32 NP_001148592.1 containing protein [Zea mays] hypothetical protein XP_002468437.1 SORBIDRAFT_01g045930 [Sorghum bicolor]
Skor
Query Identitas Nilai E coverage maks.
223
100%
8e-75
100%
221
100%
5e-74
99%
141
98%
2e-42
75%
134
98%
2e-39
84%
50 Konstruksi Vektor Ekspresi Rekombinan pGWB5-B11 Ketika suatu gen telah berhasil diisolasi, tantangan berikutnya yang harus dihadapi adalah menetukan fungsinya.
Analisis fungsi gen dapat dilakukan
menggunakan tanaman transgenik yang membawa gen target. Studi fenotipe pada analisis fungsi gen dapat dengan cara mengekspresikan atau menghentikan/ menurunkan ekspresi gen target pada tanaman transgenik. Kedua cara tersebut saling melengkapi dan idealnya dilakukan secara paralel. Analisis pada tanaman transgenik untuk mengekspresikan gen target dibedakan atas promotor yang digunakan.
Gen yang ditempatkan pada vektor ekspresi di bawah kendali
promotor kuat yang konstitutif seperti promotor 35S CaMV (Cauliflower Mozaic Virus) ditujukan agar gen diekspresikan pada semua jaringan secara terusmenerus, sehingga dapat dipelajari fungsi gen tersebut terkait fenotipe yang diinginkan. Metode pengekspresian gen target lainnya adalah mengendalikan ekspresi gen target secara temporal yang dapat diatasi menggunakan promotor khusus yang spesifik jaringan, spefisik stadia pertumbuhan, dan indusibel, misalnya promotor kejut panas. Sebaliknya, analisis tanaman transgenik untuk menghentikan atau menurunkan ekspresi gen target ditujukan untuk melihat dampak yang ditimbulkan jika gen target tidak diekspresikan terkait fenotipe yang diinginkan. Analisis fungsi gen lebih jauh dilakukan untuk menentukan lokalisasi subseluler dari protein yang disandikannya dan fungsi spesifik gen regulator, yaitu dengan cara mengkonstruksi vektor fusi gen target dengan gen reporter (Curtis & Grossniklaus 2003; Yamaji et al. 2009). Pada penelitian ini, gen B11 disisipkan ke dalam vektor ekspresi di bawah kendali promotor 35S CaMV lalu ditransformasi ke tanaman model tembakau (Nicotiana tabacum L.), dengan harapan bahwa tembakau transgenik yang diperoleh lebih toleran terhadap cekaman Al dibandingkan tembakau nontransgenik. Pertama-tama fragmen ORF dari gen B11 yang berukuran 342 pb disisipkan ke dalam vektor entri pENTR/D-TOPO® dengan teknologi TOPO (Curtis & Grossniklaus 2003; Xu & Li 2008). Vektor entri pENTR/D-TOPO® memiliki kelebihan yaitu fragmen DNA atau gen dapat disisipkan secara langsung dan hampir 100% dengan orientasi yang benar ke dalam vektor hanya dengan
51 menambahkan 4 nukleotida (5’-CACC-3’) pada unjung 5’ dari primer gen target (Invitrogen). Penyisipan gen B11 ke dalam vektor entri dengan orientasi yang benar telah diverifikasi dengan PCR koloni dan pengurutan nukleotida plasmid pENTR/DTOPO yang membawa gen B11.
Orientasi yang benar secara PCR ditandai
dengan adanya pita berukuran 499 pb (346 pb insert B11+153 daerah attL2 sampai T7) jika plasmid rekombinan diamplifikasi dengan pasangan primer B11_ORF forward dan T7, dan tidak ada pita jika diamplifikasi menggunakan pasangan primer B11_ORF reverse dan T7 (invitrogen, USA). Hasil verifikasi dengan PCR koloni pada 4 koloni yang diambil secara acak mendapatkan 3 koloni yang positif membawa gen B11 dan memiliki orientasi yang benar. Satu koloni yang positif membawa gen B11 dengan orientasi yang benar lalu di sub kultur untuk isolasi plasmid dan pengurutan nukleotida. Hasil pengurutan nukleotida membuktikan bahwa daerah ORF dari gen B11 sudah tersisipi di dalam vektor entri dengan orientasi yang benar (Gambar 12).
(A)
(B)
Gambar 12. (A) Peta vektor entri rekombinan pENTR/D-TOPO-B11 (sumber: Invitrogen). (B) Orientasi dan urutan nukleotida ORF (huruf berwarna merah) dari gen B11 di dalam vektor entri rekombinan pENTR/D-TOPO-B11. Konstruksi vektor ekspresi rekombinan yang membawa gen B11 (pGWB5B11) dilakukan dengan teknik Gateway, yaitu merekombinasikan vektor entri rekombinan pENTR/D-TOPO-B11 dengan vektor ekspresi pGWB5 menggunakan enzim klonase (Curtis & Grossniklaus 2003). Rekombinasi dapat terjadi karena enzim klonase mengandung protein integrase (Int) dan protein Ekscisionase (Xis)
52 dari bakteriofage λ, dan E. coli-encoded protein Integration Host Factor (IHF) (Invitrogen). Plasmid ekspresi rekombinan pGWB5-B11 (Gambar 13) selanjutnya ditransformasikan ke dalam sel kompeten E. coli DH5α dan juga Agrobacterium tumefaciens. Dua koloni A. tumefaciens positif mengandung plasmid rekombinan pGWB5-B11 setelah diverifikasi dengan PCR koloni, isolasi plasmid, dan PCR plasmid. Plasmid dari salah satu koloni yang akan digunakan untuk menginfeksi potongan daun tembakau diverifikasi lebih lanjut dengan mengurutkan nukelotidanya.
Hasil pengurutan nukleotida menunjukkan bahwa plasmid
mengandung urutan nukleotida dari fragmen ORF gen B11.
pGWB5-B11
Gambar 13. Vektor ekspresi rekombinan pGWB5-B11. Tembakau Transgenik Pembawa Gen B11 Gen B11 sebagai gen toleran Al dari tanaman padi telah berhasil disisipkan ke dalam vektor ekspresi pGWB5 dengan promotor kuat 35SCaMV dan telah diintroduksikan ke dalam A. tumefaciens. Koloni A. tumefaciens yang positif mengandung gen B11 selanjutnya diinfeksikan ke potongan daun tembakau. Dari 50 potongan daun tembakau yang diinfeksi, 23 potongan daun menghasilkan tunas. Tunas yang berhasil tumbuh menjadi eksplan berjumlah 65. Pada potongan daun tembakau yang tidak diinfeksi dan ditumbuhkan di media seleksi transforman (kontrol negatif) juga muncul tunas, tetapi tunas tersebut akhirnya mati sekitar sebulan kemudian karena tidak resisten terhadap antibiotik seleksi. Hasil ini menunjukkan bahwa konsentrasi antibiotik seleksi transforman sebesar 50 μg/ml kanamisin+10 μg/ml higromisin sudah cukup untuk dapat menyeleksi tunas yang muncul.
53 Keberhasilan introduksi gen atau fragmen DNA asing ke dalam tanaman dapat dideteksi baik secara morfologi maupun molekuler dengan PCR dan RTPCR (Chaidamsari et al. 2006). Oleh karena itu, satu bulan setelah aklimatisasi, 34 tanaman tembakau yang berhasil tumbuh lalu diisolasi DNA-nya dan digunakan sebagai cetakan pada proses PCR. Hasil PCR menunjukkan bahwa 15 tanaman positif membawa pita B11_ORF (346 pb) dan HPT (570 pb). Vektor ekspresi pGWB5 menghasilkan pita HPT tetapi tidak menghasilkan pita B11_ORF. Tembakau non-transgenik tidak menghasilkan pita B11_ORF maupun HPT. Vektor ekspresi rekombinan pGWB5-B11 diamplifikasi sebagai kontrol positif dan menghasilkan pita B11_ORF dan HPT (gambar pita HPT tidak ditampilkan) (Gambar 14).
Hasil ini menunjukkan bahwa gen B11 telah
terintegrasi ke dalam genom pada ke-15 tanaman tembakau transgenik. Selain itu gen B11 tidak ada di tembakau dan ini menandakan bahwa tanaman tembakau layak dijadikan tanaman model untuk analisis fungsi gen B11 terkait toleransinya terhadap cekaman Al. Semua tanaman tembakau hasil transformasi selanjutnya ditanam di rumah kaca sampai dewasa untuk menghasilkan biji generasi T1.
Gambar 14. Hasil PCR menggunakan primer B11_ORF (346 pb). M: 100 bp DNA Ladder, 1: pGWB5, 2: plasmid pGWB5-B11, 3: tembakau nontransgenik, 4 s/d 18: 15 nomor tembakau transgenik (T0-1, T0-2, T03, T0-4, T0-5, T0-6, T0-7, T0-8, T0-9, T0-11, T0-13, T0-15, T0-20, T0-22, T0-23). Hasil PCR DNA genom tembakau transgenik (Gambar 14) menunjukkan bahwa gen B11 telah terintegrasi ke dalam genom tembakau transgenik. Pemeriksaan selanjutnya pada penelitian ini adalah mengamati morfologi tembakau transgenik. Secara morfologi, daun yang terletak di sekitar bunga pada tembakau transgenik memiliki variasi tepian daun (Gambar 15).
Selain itu,
tanaman tembakau transgenik memiliki variasi dalam hal ukuran dan jumlah bunga di dalam satu karangan bunga. Tanaman tembakau transgenik cenderung lebih tinggi, yaitu berkisar 150-205 cm, dibandingkan non-transgenik yang
54 memiliki tinggi kurang dari 150 cm. Adanya variasi tersebut menunjukkan bahwa proses introduksi gen B11 ke dalam genom tembakau berlangsung dengan baik. Masuknya gen B11 menyebabkan perubahan morfologi yang sebelumnya tidak dijumpai pada tembakau non-transgenik atau tembakau tipe liar.
(A)
(B)
Gambar 15. Variasi bentuk dan tepian daun yang terletak di sekitar bunga. (A): tembakau non-transgenik; (B): tembakau transgenik. Pada perbanyakan secara kultur jaringan seringkali dijumpai variasi morfologi atau disebut juga variasi somaklonal (Taji et al. 2002; Jayasangkar 2005).
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan variasi somaklonal adalah
faktor fisiologi berupa penambahan zat pengatur tumbuh, kondisi kultur seperti suhu, durasi kultur yang panjang, dan lamanya fase pertumbuhan kalus; faktor genetik berupa tipe kultur yang digunakan dan keragaman sitologi di antara sel-sel dalam satu jaringan; dan faktor biokimia berupa penambahan dan komposisi bahan kimia yang digunakan dalam media kultur jaringan (Taji et al. 2002; Jayasangkar 2005). Analisis Toleransi Cekaman Aluminium pada Tembakau Transgenik Generasi T0 Lima nomor tanaman tembakau transgenik generasi T0 lalu diambil secara acak untuk analisis toleransi cekaman Al. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada media tanpa Al (-Al), pertumbuhan tajuk dari tembakau non-transgenik dan transgenik berkembang dengan baik.
Pertumbuhan akar pada tembakau
55 transgenik lebih pendek dibandingkan non-transgenik, tetapi akar cabang pada tembakau transgenik lebih banyak daripada non-transgenik (Gambar 16). -Al
+Al
Nt
T0-1
T0-2
T0-6
T0-13
T0-15
Gambar 16. Respon tembakau non-transgenik (Nt) dan 5 nomor tembakau transgenik generasi T0 (T0-1, T0-2, T0-6, T0-13, dan T0-15) terhadap cekaman Al sebesar 0 (-Al) dan 8.1 ppm (+Al) pada pH 4.0 selama 5 minggu. Bar: 10 cm.
56 Pertumbuhan akar dari tembakau non-transgenik pada media dengan perlakuan Al (+Al) hampir sama dengan pertumbuhannya di media -Al , tetapi pada media +Al pertumbuhan tajuknya sangat tertekan, menguning, dan mati. Sebaliknya, pertumbuhan akar dari tembakau transgenik pada media +Al lebih panjang dibandingkan pertumbuhannya pada media -Al, dan pertumbuhan tajuknya sedikit tertekan tetapi tetap berwarna hijau (Gambar 16). Cekaman Al dapat menyebabkan laju fotosintesis menurun dan tidak berlangsung normal karena kloroplas, klorofil, dan perangkat fotosistem II di tajuk rusak oleh Al (Panda et al. 2009). Penurunan laju fotosintesis menyebabkan karbohidrat sebagai fotosintat berkurang. Karbohidrat sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk sintesis energi ATP, protein, dan lipid yang diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhan tanaman. Pada penelitian ini, cekaman Al yang berlangsung selama 5 minggu telah menyebabkan rusaknya klorofil dan perangkat fotosintesis lainnya, yang ditunjukkan oleh tajuk yang menguning, layu, dan mati pada tembakau non-transgenik.
Keadaan tersebut menyebabkan proses
fotosintesis terhambat dan kerusakan akar akibat cekaman Al tidak dapat ditekan. Kerusakan klorofil, kloroplas, dan perangkat fotosistem II pada tembakau transgenik tidak sebesar seperti kerusakan yang terjadi pada tembakau nontransgenik.
Hal itu ditunjukkan oleh tajuk yang berwarna hijau dan dengan
demikian fotosintesis tetap dapat berlangsung baik, kerusakan akar berkurang, dan tanaman tembakau transgenik dapat hidup sampai akhir perlakuan cekaman Al. Fenomena ini mungkin merupakan hasil dari ekspresi gen B11 yang tidak dijumpai pada tembakau non-transgenik. Klorosis atau kerusakan kloroplas dan penurunan jumlah klorofil akibat cekaman Al juga ditemukan pada tanaman jagung. Cekaman Al sebesar 15.03 ppm (556 μM) selama 2 hari dapat menimbulkan klorosis dan defisiensi mangan, sedangkan cekaman selama 6 hari dapat menurunkan bobot kering akar dan tajuk berturut-turut sebesar 61.1% dan 34.8% (Prasetyo 2007). Cekaman Al dapat menyebabkan peningkatan produksi spesies oksigen reaktif (ROS) dan peroksidasi lipid, lalu sel kehilangan fungsinya, dan nekrosis. Cekaman Al pada tanaman tomat telah menginduksi protein antioksidan dan pendetoksifikasi Al yang berguna untuk melindungi sel dari kerusakan akibat peningkatan produksi
57 ROS. Cekaman Al juga dapat menghambat kerja mesin fotosintesis dan fiksasi karbon (Zhou et al. 2009). Seleksi Biji Tembakau Transgenik Generasi T1 Analisis toleransi cekaman Al juga telah dilakukan pada biji tembakau transgenik generasi T1 untuk melihat stabilitas ekspresi gen B11 terkait toleransinya terhadap cekaman Al.
Sebelum analisis toleransi cekaman Al
dilakukan, biji generasi T1 terlebih dahulu diseleksi untuk memilih tanaman T1 yang konsisten membawa gen B11.
Seleksi dapat dilakukan menggunakan
antibiotik higromisin dan kanamisin.
Pada penelitian ini seleksi dilakukan
menggunakan antibiotik kanamisin karena harganya lebih murah daripada higromisin. Pemakaian antibiotik kanamisin mengikuti Delhaize et al. (2001) yaitu sebesar 100 μg/ml selama 20-30 hari. Pada penelitian ini pertama-tama diuji dosis kanamisin tersebut pada tembakau non-transgenik untuk menentukan ciriciri kecambah yang sensitif kanamisin. Biji tembakau non-transgenik ditumbuhkan pada media seleksi mengandung 100 μg/ml kanamisin dan non-seleksi (MS, kontrol positif). Hasil aplikasi 100 μg/ml kanamisin selama 20-30 hari menunjukkan bahwa 100% tembakau nontransgenik sensitif kanamisin dan pertumbuhannya ditekan pada media seleksi tersebut.
Sensitifitas tembakau non-transgenik terhadap kanamisin terdeteksi
mulai umur 21 hari setelah tanam, yaitu biji yang berkecambah hanya memiliki dua helai daun yang berwarna hijau, sedangkan primordia daun ke-3 dan 4 (jika ada) berwarna putih dan mempunyai akar yang tetap pendek (tidak lebih dari 1 cm). Pada minggu selanjutnya daun menguning lalu seluruh bagian tanaman memutih dan akhirnya kecambah mati pada umur 8 minggu. Sebaliknya biji nontransgenik yang ditumbuhkan pada media non-seleksi dapat berkecambah, jumlah daun bertambah banyak (lebih dari 4 helai) dan berwarna hijau serta akar bertambah panjang (lebih dari 1 cm).
Disimpulkan bahwa seleksi tembakau
transgenik dapat dilakukan menggunakan antibiotik kanamisin dengan konsentrasi sebesar 100 μg/ml selama 20-30 hari.
Kecambah yang sensitif kanamisin
diindikasikan oleh jumlah daun tetap dua helai, bakal daun ketiga berwarna putih dan tidak berkembang menjadi helaian daun sempurna (Gambar 17).
58
Gambar 17. Respon tembakau non-transgenik pada media seleksi biji (MS+100 μg/ml kanamisin) dan non-seleksi (MS). Bar: 1 cm. Berdasarkan hasil tersebut maka biji tembakau transgenik generasi T1 diseleksi menggunakan dosis kanamisin sebesar 100 μg/ml selama 20-30 hari. Beberapa biji generasi T1 memperlihatkan resistensinya terhadap kanamisin dan berkecambah dengan baik. Kecambah yang resisten kanamisin memiliki daun lebih dari 4 helai dan berwarna hijau serta akar bertambah panjang, yakni lebih dari 1 cm. Kecambah T1 yang sensitif kanamisin memiliki daun yang berwarna hijau hanya 2 helai. Primordia daun ke-3 dan 4 (jika ada) berwarna putih dan tidak ada pembentukkan daun baru. Panjang akar tidak lebih dari 1 cm (Gambar 18). Jika dibiarkan di media seleksi sampai umur 8 minggu, maka seluruh bagian tanaman dari kecambah transgenik T1 yang sensitif kanamisin ini akan memutih dan akhirnya kecambah mati seperti halnya kecambah non-transgenik yang ditumbuhkan di media seleksi. Beberapa biji tembakau transgenik generasi T1 terbukti menunjukkan resistensinya terhadap kanamisin. Uji Khi-Kuadrat mengindikasikan bahwa sifat resistensi kanamisin diwariskan dari generasi T0 ke T1, dan rasio pewarisannya pada ke-5 nomor tembakau transgenik yang diuji adalah 3:1 (resisten:sensitif). Hasil ini menunjukkan bahwa gen resistensi kanamisin telah terintegrasi ke dalam genom tembakau transgenik dan pewarisannya diasumsikan mengikuti pola pewarisan gen tunggal (Tabel 5). Hal ini mengindikasikan bahwa kelima nomor
59 tembakau transgenik yang diuji mengandung satu kopi gen B11. Dua hal yang menjadi pertimbangan adalah bahwa (1) rasio segregasi sifat resistensi:sensitif kanamisin mengikuti pewarisan gen tunggal yaitu 3:1; dan (2) gen B11 berada pada jarak yang sangat dekat dengan gen penyandi resistensi kanamisin yang tidak memungkinkan terjadinya pindah silang di antara keduanya, sehingga diasumsikan keduanya selalu bersegregasi bersama-sama.
Gambar 18. Respon kecambah tembakau transgenik generasi T1 (T1-1, T1-2, T16, T1-13 dan T1-15) pada media seleksi biji mengandung 100 μg/ml kanamisin selama 21 hari. Tanda panah lurus menunjukkan kecambah sensitif kanamisin dan panah berbelok resisten kanamisin. Bar: 1 cm. Tabel 5. Rasio pewarisan sifat resistensi kanamisin pada generasi T1 dari 5 nomor tembakau transgenik. Nomor tanaman T1-1 T1-2 T1-6 T1-13 T1-15 Nt
Total biji yang dianalisis 71 292 219 120 66 54
Jumlah biji yang resisten kanamisin 54 223 165 97 51 0
Jumlah biji yang sensitif kanamisin 17 69 54 23 15 54
χ2(3:1) (db=1; α=0.05) hitung
χ2(3:1) (db=1; α=0.05) tabel
0.04 0.14 1.12 1.08 0.19
3.811 3.811 3.811 3.811 3.811
Hasil serupa dijumpai ketika Ezaki et al. (2000) menyeleksi biji Arabidopsis generasi T1 menggunakan antibiotik seleksi kanamisin, dan mendapatkan bahwa rasio pewarisan sifat resisten:sensitif kanamisin mengikuti rasio segregasi kopi gen tunggal 3:1. Hasil tersebut mengindikasikan insersi lokus tunggal gen target di dalam genom Arabidopsis transgenik generasi T1. Dian-jun et al. (2008) berhasil membuktikan bahwa rasio segregasi sifat resistensi antibiotik seleksi higromisin sejalan dengan hasil analisis Southern blot yang biasa digunakan untuk menentukan jumlah kopi gen target di dalam tanaman transgenik.
Biji padi
60 transgenik generasi T1 diseleksi menggunakan antibiotik higromisin dan menghasilkan rasio pewarisan sifat resistensi higromisin mengikuti rasio segregasi kopi gen tunggal 3:1. Analisis Southern blot memberikan hasil yang sejalan dengan rasio segregasi sifat resistensi higromisin, yaitu jika padi transgenik membawa lebih dari 1 kopi gen target maka rasio segregasi dari sifat resistensinya terhadap higromisin tidak mengikuti rasio kopi gen tunggal 3:1. Sebaliknya, jika hanya terdeteksi 1 kopi gen target maka segregasi dari sifat resistensinya terhadap antibiotik higromisin mengikuti rasio segregasi kopi gen tunggal 3:1. Analisis Toleransi Cekaman Aluminium pada Tembakau Transgenik Generasi T1 Kecambah tembakau transgenik generasi T1 yang resisten kanamisin selanjutnya ditumbuhkan pada larutan 1/6 MS+8.1 ppm Al pada pH 4.2 selama 3 dan 8 hari untuk analisis toleransi cekaman Al. Hasil analisis menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata pada pertambahan panjang akar antara tembakau transgenik T1-2, T1-6, dan T1-13 yang diberi perlakuan Al selama 3 hari dengan tembakau Nt (non-transgenik) yang tidak diberi perlakuan Al.
Sebaliknya,
tembakau transgenik T1-1 dan T1-15 serta Nt yang diberi perlakuan Al selama 3 hari memiliki pertambahan panjang akar yang secara nyata (P<0.002) lebih pendek dibandingkan tembakau Nt yang tidak diberi perlakuan Al. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada cekaman Al selama 3 hari menyebabkan pertumbuhan akar dari tanaman T1-2, T1-6, dan T1-13 tidak terlalu terhambat, sebaliknya tanaman T1-1, T1-15, dan Nt sangat terhambat. Walaupun demikian, terdapat perbedaan nyata pertambahan panjang akar antara tembakau Nt dibandingkan dengan T1-1, T1-2, T1-6, dan T1-13 (P<0.000) serta T1-15 (P<0.028) ketika tercekam Al selama 3 hari. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kelima nomor tembakau transgenik menghasilkan pertambahan panjang akar yang lebih panjang dibandingkan Nt ketika diberi cekaman Al selama 3 hari (Gambar 19). Pertambahan panjang akar pada Nt dan kelima nomor transgenik pada perlakuan Al selama 8 hari secara nyata lebih pendek (P<0.000) dibandingkan Nt yang tidak diberi perlakuan Al, yang mengindikasikan terdapat penghambatan pertumbuhan akar baik pada Nt maupun kelima nomor transgenik. Akan tetapi,
61 Nt memiliki pertambahan panjang akar paling pendek dibandingkan dengan T1-2, T1-6, dan T1-13 (P<0.000), T1-1 (P<0.001), serta T1-15 (P<0.024) ketika diberi cekaman Al selama 8 hari (Gambar 19).
Gambar 19. Respon tembakau non-transgenik (Nt) dan lima nomor tembakau transgenik generasi T1 (T1-1, T1-2, T1-6, T1-13, dan T1-15) terhadap cekaman Al sebesar 8.1 ppm pada pH 4.2 selama 3 dan 8 hari, dengan nilai rata-rata standar eror (SEmean). (-Al): tanpa perlakuan Al, (+Al): dengan perlakuan Al. Hasil analisis toleransi cekaman Al selama 3 dan 8 hari tersebut mengindikasikan bahwa kelima nomor tembakau transgenik lebih toleran terhadap cekaman Al daripada Nt. Toleransi cekaman Al yang lebih tinggi pada tembakau transgenik disebabkan adanya ekspresi dari gen B11 yang tidak dijumpai pada Nt atau tembakau tipe liar. Toleransi cekaman Al tertinggi dijumpai pada tembakau transgenik T1-13 dan T1-2. Cekaman Al dilaporkan dapat menyebabkan pemanjangan akar terhambat dengan cara Al menghambat mekanisme pembelahan sel (Ma et al. 2004; Panda et al. 2009). Daerah ujung akar yang mudah rusak oleh cekaman Al adalah tudung akar, meristem, dan zona pemanjangan akar. Di tingkat seluler, Al sangat mudah merusak dinding sel-sel epidermis dan korteks, permukaan membran plasma, sitoskeleton, dan inti sel. Ion Al3+ yang berinteraksi dengan gugus lipid
62 dari membran plasma sel memicu terjadinya peroksidasi lipid. mekanisme
yang
terjadi
selanjutnya
menyebabkan
Serangkaian
penurunan
aktifitas
mitokondria dan penurunan respirasi sel sehingga sel kehabisan ATP, lalu menginduksi terbentuknya ROS. Kerusakan struktur dan fungsi membran plasma akibat peroksidasi lipid dan depolarisasi membran plasma yang diinduksi oleh Al sangat mempengaruhi kapasitas tukar kation, salah satunya penyerapan ion Ca2+ (Panda et al. 2009). Gangguan keseimbangan konsentrasi ion Ca2+ sitoplasmik di sel-sel akar merupakan pemicu utama keracunan Al (Kochian 1995) karena Ca2+ sitoplasmik berperan mengatur berbagai proses pertumbuhan sel dan metabolisme di dalam sel (Panda et al. 2009). Cekaman Al sebesar 1.35 ppm (50 μM) selama 5 jam atau 2.70 ppm (100 μM) selama 2 jam dapat mengganggu proses metabolik yang bergantung Ca2+ sitoplasmik, salah satunya adalah proses pembelahan dan pemanjangan sel. Cekaman Al meningkatkan konsentrasi Ca2+ sitoplasmik di sel-sel ujung akar dan menginduksi
sintesis
kalosa
(1,3-β-glukan)
yang
lalu
menumpuk
di
plasmodesmata sehingga menghambat pemanjangan akar (Ma et al. 2002). Cekaman Al menyebabkan perubahan dinding sel karena Al terikat ke dinding sel, kemudian terjadi lignifikasi dan pembentukkan kalosa sehingga permeabilitas dinding dan membran sel menurun. Kondisi tersebut menginduksi cekaman kekeringan dan penurunan tekanan turgor.
Tekanan turgor sangat
dibutuhkan pada proses pemanjangan sel. Pada sel-sel yang sedang mengalami pemanjangan, dinding selnya menipis yang memungkinkan terjadinya penyisipan massa pada dinding sel agar sel mencapai ukuran yang siap untuk membelah. Namun saat cekaman Al, yang menyisip bukan massa sel tetapi Al, sehingga mengakibatkan dinding sel menjadi kaku, pemanjangan dan pembelahan sel terhambat (Milla et al. 2002). Pada penelitian ini, ekspresi gen B11 dapat meningkatkan toleransi tembakau transgenik generasi T0 dan T1 terhadap cekaman Al.
Gen B11
kemungkinan berperan dengan cara mencegah kerusakan perangkat fotosintesis seperti klorofil sehingga fotosintesis dapat terus berlangsung dengan baik walaupun tanaman sedang mengalami cekaman Al. Fenomena tersebut dapat
63 dilihat pada tajuk tembakau transgenik yang tetap hijau ketika tercekam Al, sedangkan tajuk tembakau non-transgenik menguning dan mati. Akar, dengan demikian, menerima fotosintat dan energi dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pemanjangan dan pembelahan sel-sel akar. Selain itu, ekspresi gen B11 kemungkinan dapat menekan efek penghambatan mekanisme pemanjangan dan pembelahan sel yang ditimbulkan oleh Al, sehingga akar dapat terus tumbuh dan memanjang. Pada penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa analisis toleransi cekaman Al pada tanaman tembakau dapat dilakukan pada konsentrasi Al sebesar 8.1 ppm (Fuente et al. 1997) dengan larutan hara 1/6 MS pada pH 4.2 selama 3 atau 8 hari. Karakter yang diukur adalah pertambahan panjang akar selama tercekam Al. Stabilitas Transgen pada Generasi T1 Stabilitas transgen yang dideteksi dengan teknik PCR menunjukkan bahwa semua tanaman tembakau transgenik generasi T1 yang diuji menghasilkan pita B11_ORF (346 pb) dan HPT (570 pb). Tanaman tembakau non-transgenik tidak menghasilkan pita B11_ORF maupun HPT (kontrol negatif). Vektor ekspresi pGWB5 menghasilkan pita HPT (kontrol positif) tetapi tidak menghasilkan pita B11_ORF (kontrol negatif). Vektor ekspresi rekombinan pGWB5-B11 sebagai kontrol positif menghasilkan pita B11_ORF dan HPT (Gambar 20). Hasil PCR tersebut menunjukkan stabilitas introgresi gen B11 pada generasi T1.
Gambar 20. Elektroforegram pita HPT (A) dan B11_ORF (B). M: 100 bp DNA Ladder, 1: kontrol PCR, 2: pGWB5, 3: pGWB5-B11, 4: tembakau non-transgenik, 5: tembakau transgenik generasi T1 (T1-1-5, T1-1-12, T1-1-19; T1-2-7, T1-2-26, T1-2-32; T1-6-7, T1-6-12, T1-6-27; T1-132, T1-13-15, T1-13-20; T1-15-4, T1-15-24, T1-15-32).
64 Analisis Bioinformatika Protein B11 Analisis ekspresi gen B11 pada tingkat RNA menunjukkan bahwa ekspresi dari gen B11 pada tanaman padi diinduksi oleh Al (Gambar 8). Pada tanaman tembakau transgenik, ekspresi gen B11 dapat meningkatkan toleransi tembakau transgenik terhadap cekaman Al (Gambar 16 dan 19). Akan tetapi masih perlu dilakukan karakterisasi terhadap protein yang disandikan oleh gen B11 untuk memprediksi fungsinya terkait toleransi cekaman Al. Karakterisasi protein B11 dilakukan menggunakan program prediksi protein yang tersedia di beberapa situs web. Analisis urutan asam amino dari protein B11 menggunakan bank data pfam_ls, hamap, Prosite, dan Swiss-Prot menunjukkan bahwa protein B11 mengandung berturut-turut domain famili protein L32p (rpl32) ribosomal (asam amino 58-108); domain famili protein L32 (rpmF) 50S ribosomal (asam amino 57-113); situs fosforilasi protein kinase yang bergantung cAMP (3’-5’-cyclic adenosine monophosphate) dan cGMP (3’-5’-cyclic guanosine monophosphate) (asam amino 62-65, KKVS), dan miristoilasi (asam amino 45-50, GIGTAV); serta grup situs fosforilasi proline-dependent serine/threonine kinase (asam amino 29) dan grup situs pengikatan protein kinase (asam amino 26) (Gambar 21). Analisis pengelompokkan berdasarkan daerah domain terkonservasi dari protein L32 ribosomal menunjukkan bahwa protein B11 lebih dekat kepada protein L32 ribosomal bakteri.
Analisis kesejajaran urutan asam amino dari
domain terkonservasi protein L32 ribosomal bakteri dengan protein B11 menunjukkan bahwa protein B11 memiliki motif seperti C2H2-zinc finger dengan domain CCHC.
Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa protein B11
mengandung motif faktor transkripsi bZIP serta situs interaksi protein-protein dan protein-DNA (Gambar 21). Situs fosforilasi protein kinase yang bergantung kepada cAMP, cGMP, dan prolin merupakan situs yang umum dimiliki oleh grup protein kinase yang terlibat dalam transduksi sinyal. Transduksi sinyal adalah serangkaian respon yang dibuat oleh sel untuk merespon sinyal/rangsangan atau serangkaian reaksi kimia berantai atau metabolisme berantai yang dibuat di dalam sel untuk merespon sinyal.
65 Sinyal dapat datang dari luar atau dari dalam sel. Sinyal tersebut diantaranya dapat berupa cahaya, hara mineral, status air, angin, suhu tinggi, suhu rendah, pH, pelukaan, dan penyakit. Dua elemen penting dalam jalur transduksi sinyal adalah jalur Ca2+ intraseluler [(Ca2+)i], dan jalur enzim protein kinase yang memfosforilasi protein dengan target mengubah aktifitas protein tertentu (Trewavas 2000).
Gambar 21. Domain bZIP, motif seperti C2H2-zinc finger, dan beberapa situs asam amino yang terkandung di dalam protein B11. Δ: situs interaksi protein-protein, : situs interaksi protein-DNA, k: situs pengikatan protein kinase, p: situs fosforilasi bergantung cGMP dan cAMP, m: situs miristoilasi, B: daerah dasar dari domain bZIP, L: daerah leusin dari domain bZIP, Z: daerah seperti C2H2-zinc finger dengan domain CCHC. Miristoilasi merupakan proses asilasi yang umumnya terjadi pada residu glisin dari suatu protein. Proses miristoilasi terjadi pada protein yang ada di hewan, tumbuhan, fungi, dan virus. Proses miristoilasi berupa penambahan grup miristoil (asam miristik) pada residu glisin pada saat pascatranslasi.
Proses
miristoilasi berperan penting dalam targeting membran dan transduksi sinyal saat tanaman mengalami cekaman abiotik (Zha et al. 2000; Podell & Gribskov 2004). Calcineurin B (Aitken et al. 1982) dan subunit katalitik dari protein kinase yang bergantung cAMP (Carr et al. 1982) merupakan protein yang pertama kali teridentifikasi mengalami miristoilasi. Calcineurin merupakan protein fosfatase yang aktifasinya diregulasi oleh Ca2+/calmodulin (Aitken et al. 1982).
66 Faktor transkripsi merupakan protein yang berperan penting dalam keseluruhan proses biologi pada makhluk hidup.
Faktor transkripsi berperan
dalam proses inisiasi transkripsi dengan cara mengenali dan berinteraksi dengan elemen cis-acting pada daerah promotor, mengenali enzim RNA polimerase, dan mengenali faktor yang lain. Faktor transkripsi dibedakan satu dari lainnya berdasarkan motif domain pengikatan DNA yang dimilikinya (Guasconi et al. 2003). Faktor transkripsi bZIP memiliki domain pengikatan DNA berupa daerah dasar (Basic region, B) dan daerah leusin (Leucine zipper, L) seperti halnya yang dimiliki protein B11. Domain terkonservasi dari bZIP adalah N-X7-R/K-X9-L-X6L-X6-L. Residu leusin (L) pada daerah leusin dapat diganti dengan isoleusin (I), valin (V), fenilalanin (F), dan metionin (M) (Jakoby et al. 2002). Daerah dasar kemungkinan berperan sebagai sinyal lokalisasi inti dan atau pengikatan DNA (Jakoby et al. 2002; Jain et al. 2009). Faktor transkripsi dapat pula memiliki motif zinc finger (Guasconi et al. 2003). Zinc finger merupakan salah satu domain dari protein kecil. Satu atau lebih ion Zn dibutuhkan oleh protein kecil untuk menstabilkan strukturnya, tetapi ion Zn tidak secara langsung terlibat dalam berfungsinya protein. Fungsi protein zinc finger secara khusus adalah mengikat berbagai senyawa seperti asam nukleat, protein, dan molekul-molekul kecil (Krishna et al. 2003). Untuk menjalankan fungsinya tersebut, protein zinc finger memiliki situs interaksi protein-protein, protein-DNA, dan atau protein-RNA.
Oleh karena itu, protein B11 yang
diprediksi mengandung situs tersebut diduga merupakan suatu protein zinc finger. Salah satu contoh faktor transkripsi yang memiliki motif zinc finger dan juga bZIP adalah CaZF. Faktor transkripsi CaZF diisolasi dari Cicer arietinum dan mengendalikan sifat toleransi kekeringan pada tanaman tersebut. Tanaman C. arietinum yang toleran kekeringan memiliki ekspresi gen CaZF lebih tinggi daripada yang sensitif kekeringan. Motif C2H2-zinc finger pada faktor transkripsi CaZF kemungkinan berperan dalam proses fosforilasi protein target.
Pada
khamir, faktor transkripsi CaZF dapat meningkatkan secara cepat toleransi terhadap cekaman garam tinggi. Cekaman hiperosmotik tersebut diregulasi oleh dua jalur yang saling berhubungan yang melibatkan MAPK (Mitogen Activated Protein Kinase) dan calcineurin (Jain et al. 2009).
67 Berdasarkan uraian dan hasil analisis di atas, situs fosforilasi, pengikatan protein kinase, dan miristoilasi merupakan situs yang umum dijumpai pada protein-protein yang terlibat dalam transduksi sinyal, seperti protein kinase dan faktor transkripsi.
Namun adanya motif seperti C2H2-zinc finger dan bZIP
mengarahkan pada kesimpulan bahwa protein B11 kemungkinan berperan sebagai faktor transkripsi.
Kesimpulan ini didukung oleh hasil yang diperoleh pada
penelitian ini, yaitu bahwa ekspresi gen B11 pada tanaman padi diinduksi oleh Al, ekspresinya pada genotipe padi yang toleran Al lebih tinggi daripada yang sensitif Al ketika tercekam Al, dan terbukti dapat meningkatkan toleransi tembakau transgenik terhadap cekaman Al. Oleh karena itu disimpulkan bahwa protein B11 yang mirip dengan protein L32 ribosomal bakteri diprediksi berperan sebagai faktor transkripsi yang memiliki domain bZIP dan motif seperti C2H2-zinc finger. Walaupun demikian masih memerlukan verifikasi secara eksperimental (Yamaji et al. 2009). Hipotesis yang dapat dibuat terhadap fungsi protein B11 sebagai faktor transkripsi terkait toleransi cekaman Al adalah sebagai berikut: cekaman Al memberikan sinyal kepada sel-sel akar lalu sel-sel akar menerima, meneruskan, dan merespon sinyal Al dengan mengaktifasi aliran jalur transduksi sinyal yang diperantarai oleh protein MAPK kinase.
Jalur tranduksi sinyal MAPK
meneruskan sinyal dengan memfosforilasi faktor transkripsi B11.
Faktor
transkripsi B11 yang sudah terfosforilasi selanjutnya menginduksi ekspresi gengen yang responsif terhadap cekaman Al. Beberapa gen yang responsif terhadap cekaman Al menyandikan protein transporter Al dan enzim-enzim yang terlibat dalam sintesis fitokelatin dan metallothionein (DalCorso et al. 2010). Protein transporter Al selanjutnya mengeluarkan Al dari sel, sedangkan fitokelatin dan metallothionein mendetoksifikasi Al dengan cara mengkelat Al agar Al tidak merusak komponen-komponen di dalam sel. Ekslusi dan detoksifikasi Al tersebut dapat menekan kerusakan klorofil dan perangkat fotosintesis lainnya yang disebabkan oleh Al, sehingga pada penelitian ini tajuk tembakau transgenik tetap hijau, fotosintesis dapat berjalan dengan baik, dan fotosintat yang dihasilkan cukup untuk mendukung pertumbuhan akar. Ekslusi dan detoksifikasi Al tersebut juga dapat menurunkan efek penghambatan oleh Al terhadap mekanisme
68 pemanjangan dan pembelahan sel-sel akar, sehingga akar tanaman tembakau transgenik dapat tumbuh lebih panjang dibandingkan non-transgenik ketika tercekam Al. Simpulan Gen B11 sebagai gen toleran Al dari tanaman padi telah berhasil diisolasi. Secara genomik, gen B11 berukuran 2021 pb dan terdiri dari 3 ekson dan 2 intron. Transkrip mRNA yang berhasil diisolasi berukuran 573 pb dengan daerah ORF berukuran 342 pb dan menyandikan 113 asam amino deduksi. Ekspresi gen B11 pada tanaman padi diinduksi oleh Al dan dapat meningkatkan toleransi tanaman tembakau transgenik generasi T0 dan T1 terhadap cekaman Al.
Tanaman
tembakau transgenik membawa satu kopi gen B11, tetapi tanaman tembakau nontransgenik tidak memiliki gen serupa dengan gen B11 padi. Protein B11 mirip dengan protein L32 ribosomal bakteri dan diprediksi berperan sebagai faktor transkripsi yang memiliki domain bZIP dan motif seperti C2H2-zinc finger.
PENANDA KODOMINAN B11 BERDASARKAN CAPS SEBAGAI ALAT SELEKSI TOLERANSI TANAMAN PADI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM (CAPS Based Codominant Marker Of B11 as Selective Tool for Rice Aluminum Tolerance Trait) Abstrak Gen B11 adalah salah satu gen toleran Al pada padi dan telah terbukti dapat meningkatkan toleransi tembakau transgenik terhadap cekaman Al. Fragmen B11 genomik pada tetua padi toleran Al (Hawara Bunar) dan sensitif Al (IR64) hasil amplifikasi menggunakan primer turunan B11 tidak menunjukkan polimorfisme. Penelitian ini bertujuan mengembangkan penanda molekuler B11 yang dapat digunakan sebagai alat seleksi pada seleksi yang dibantu penanda (MAS) dan mempelajari pola pewarisannya pada populasi padi F2 hasil persilangan IR64 (varietas padi sensitif Al) dan Hawara Bunar (genotipe padi toleran Al). Pengembangan penanda molekuler B11-CAPS (Cleaved Amplified Polymorphic Sequence) dilakukan melalui analisis urutan nukleotida pada fragmen DNA B11 dari IR64 dan Hawara Bunar, analisis situs enzim restriksi, dan desain primer B11 berdasarkan situs enzim restriksi yang memberikan polimorfisme pada kedua tetua padi. Fragmen B11 pada kedua tetua padi mengandung 8 polimorfisme nukleotida tunggal (SNPs). Salah satu SNPs menyebabkan polimorfisme berdasarkan situs enzim restriksi AluI dan ini menjadi dasar untuk mengembangkan penanda molekuler kodominan B11-CAPS. Penanda molekuler B11-CAPS bersegregasi untuk homozigot toleran:heterozigot:homozigot sensitif dengan rasio diasumsikan 1:2:1 pada populasi padi F2. Genotipe padi Grogol memiliki pola pita seperti Hawara Bunar yang sama-sama toleran Al dan genotipe padi Krowal memiliki pola pita seperti IR64 yang sama-sama sensitif Al. Penanda molekuler B11-CAPS berpotensi sebagai alat seleksi pada program pemuliaan tanaman padi untuk mendapatkan galur atau varietas yang toleran Al. Kata kunci: Aluminium, AluI, cleaved amplified polymorphic sequence, padi, pewarisan gen. Abstract The B11 gene is one of the aluminum tolerance gene of rice (Oryza sativa L.) and could enhance aluminum tolerance of transgenic tobacco. Polymerase chain reaction of rice genomic DNA using B11 derived primers showed no polymorphisms between the Al-tolerant (Hawara Bunar) and Al-sensitive (IR64) rice parents. The objectives of this study were to develop B11 marker that can be used to screen a segregating population or as a selection tool in marker assisted selection (MAS) of rice breeding program and to study its inheritance pattern in F2 rice segregating population derived from a cross between rice variety IR64 and rice genotype Hawara Bunar. The B11 marker was developed using sequence analysis of both PCR products, restriction enzyme site analysis, and primer designing based on a restriction enzyme site that showed polymorphism between
70 the two parents. Sequence analysis identified 8 single nucleotide polymorphisms (SNPs). One of the SNPs located at nucleotide 668 causing AluI restriction enzyme in Hawara Bunar, and this was a ploymorphic source to obtain B11 codominant marker, called the B11-CAPS marker. Marker of the B11-CAPS segregated for tolerant homozygous:heterozygous:sensitive homoygous with ratio assumed of 1:2:1 in F2 rice population. Grogol as an Al-tolerant rice genotype had same band pattern of the B11-CAPS with Hawara Bunar and Krowal as an Al-sensitive rice genotype had same band pattern with IR64. This marker might be used for MAS in rice breeding programs to obtain Al-tolerant lines or varities, although further confirmation is required in the future. Key words: Aluminum, AluI, cleaved amplified polymorphic sequence, gene inheritace, rice. Pendahuluan Gen B11 merupakan gen toleran aluminium (Al) yang telah diisolasi dari tanaman padi karena ekspresinya di tanaman padi diinduksi oleh Al serta terbukti dapat meningkatkan toleransi cekaman Al pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) transgenik. Gen B11 diturunkan dari penanda molekuler B11 yang terletak pada daerah kromosom 3 padi yang memiliki hubungan sintenik dengan lokus gen toleran Al pada rye, yaitu lokus Alt3. Penanda molekuler yang sangat terpaut dengan gen atau QTL tertentu akan sangat berguna sebagai alat seleksi pada MAS (Marker Assisted Selection) (Collard & Mackill 2008). Marker Assisted Selection adalah seleksi menggunakan penanda molekuler yang sangat terkait dengan lokus gen tertentu untuk membantu menyeleksi fenotipe sesuai gen tersebut.
Suatu penanda molekuler berpeluang dijadikan
MAS apabila penanda tersebut dapat membedakan genotipe homozigot dan heterozigot, diekspresikan pada tahap awal perkembangan tanaman, tidak mempengaruhi morfologi, dan interaksi antar penanda rendah atau tidak ada (Arus & Moreno-Gonzalez 1993).
Seleksi tanaman dapat dipercepat jika penanda
molekuler untuk MAS sudah ditemukan dan sekali penanda molekuler untuk MAS telah teridentifikasi maka akan sangat membantu untuk program pemuliaan tanaman (Collard & Mackill 2008). Penanda molekuler untuk MAS dapat diperoleh dengan cara mengeksplorasi polimorfisme nukleotida tunggal (SNP, Single Nucleotide Polymorphism) berdasarkan situs enzim restriksi lalu mengaplikasikannya pada bulk tetua dan
71 komponennya dari populasi F6 RIL dan juga populasi segregasi seperti F2. Penanda molekuler yang demikian itu disebut penanda kodominan berdasarkan situs enzim restriksi atau CAPS (Cleaved Amplified Polymorphic Sequence) (Semagn et al. 2006). Miftahudin et al. (2004) dengan cara tersebut berhasil mendapatkan penanda kodominan B4-CAPS yang terkait karakter Root ReGrowth (RRG) sebagai parameter toleransi cekaman Al pada tanaman rye (Secale cereale L.). Penanda molekuler B4-CAPS tersebut dapat digunakan sebagai alat seleksi pada MAS pada tanaman rye dan gandum untuk mendapatkan genotipe yang toleran Al. Penanda molekuler terkait toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al yang dapat dijadikan sebagai alat seleksi pada MAS sampai saat ini belum ditemukan. Berbagai usaha ke arah itu sudah dimulai sejak beberapa peneliti berhasil mengidentifkasi QTL toleransi cekaman Al yang terpaut, ko-segregasi, atau diapit oleh penanda molekuler tertentu (Wu et al. 2000; Nguyen et al. 2001, 2002, 2003; Famoso et al. 2011). Sifat toleransi cekaman Al pada tanaman padi yang diamati menggunakan karakter panjang akar relatif, panjang akar saat tercekam Al (Ma et al. 2002; Wu et al. 2000; Nguyen et al. 2001, 2002, 2003), dan total panjang akar relatif (Famoso et al. 2010) bersifat multigenik, yakni dikendalikan oleh beberapa gen atau berasosiasi dengan QTL (Quantitative Trait Loci). Agak sulit untuk menemukan penanda molekuler terkait QTL yang dapat dijadikan alat seleksi karena setiap gen menyumbangkan pengaruh yang kecil (Nguyen et al. 2003; Collard & Mackill 2008). Penelitian ini bertujuan mengembangkan penanda molekuler B11 yang dapat digunakan sebagai alat seleksi pada MAS dan mengidentifikasi pola pewarisannya pada populasi padi F2 hasil persilangan IR64 dan Hawara Bunar. Bahan dan Metode Bahan Tanaman. Bahan tanaman yang digunakan adalah varietas padi IR64 (sensitif Al) dan genotipe padi Hawara Bunar (toleran Al) serta populasi padi F2 hasil persilangan IR64 x Hawara Bunar. Benih padi diperoleh dari Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Bogor, Jawa Barat.
72 Pembuatan Populasi Padi F2. Varietas padi IR64 yang sensitif Al sebagai tetua betina disilangkan dengan genotipe padi Hawara Bunar yang toleran Al untuk menghasilkan biji padi generasi F1. Teknik persilangan dilakukan mengikuti prosedur Supartopo (2006). Biji hasil persilangan ditanam di tanah sawah dan dibiarkan menyerbuk sendiri untuk mendapatkan biji padi F2. Analisis RRG pada Populasi Padi F2. Analisis RRG pada populasi padi F2 bertujuan untuk mengidentifikasi pola pewarisan sifat toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al. Tanaman padi F2 yang dianalisis berjumlah 110 tanaman. Perlakuan Al diberikan pada konsentrasi 15 ppm, pH 4.00±0.02 selama 72 jam dan pemulihan selama 48 jam. Panjang akar diukur setelah akhir perlakuan Al dan pemulihan, lalu dihitung nilai RRG dari setiap tanaman padi F2. Tanaman padi yang toleran Al memiliki nilai RRG lebih besar dari 2.1 cm. Verifikasi Populasi Padi F1 dan F2. Verifikasi dilakukan pada biji padi hasil persilangan untuk menentukan mana yang benar-benar F1 serta pada biji padi F2 yang dihasilkan. Verifikasi dilakukan dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) menggunakan primer SSR RM526, yakni: forward 5’-CCC AAGCAATACGTCCCTAG-3’ dan reverse 5’-ACCTGGTCATGACAAGG AGG-3’, yang sudah diketahui polimorfik di antara kedua tetua padi. Tanaman padi F1 menampilkan pita heterozigot, sebaliknya tanaman padi yang bukan F1 akan menunjukkan pita yang mengikuti salah satu tetua padi. Verifikasi pada 50 biji padi F2 akan menampilkan 3 macam pola pita, yaitu ada yang seperti IR64, Hawara Bunar, dan F1 atau heterozigot. Isolasi DNA Genom. Daun muda dari tanaman padi diisolasi menggunakan teknik isolasi DNA secara cepat (Miftahudin et al. 2004). DNA yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk PCR. Polymerase Chain Reaction (PCR). Untuk tujuan verifikasi populasi padi, DNA genom dari tanaman padi tetua, F1, dan F2 diamplifikasi menggunakan primer RM526, dengan suhu annealing 55°C.
Untuk tujuan analisis pola
pewarisan penanda B11-CAPS, DNA genom dari tanaman padi F2 dan tetua padi diamplifikasi menggunakan primer B11-CAPS, yakni forward 5’-TGGTCTTAG GGGTATGCTTG-3’ dan reverse 5’-CTGCTGAGGCAATGAGATGAAG-3’
73 dengan suhu annealing 65°C. Komposisi PCR adalah sebagai berikut: 100 ng DNA padi digunakan dalam 20 μl reaksi PCR yang mengandung 1x buffer PCR (+Mg2+), 0.2 mM dNTPs, 0.4 μM setiap primer, dan 1 Unit Taq DNA Polymerase. Kondisi PCR sebagai berikut: 94°C selama 5 menit, dilanjutkan 35 siklus, dan diakhiri dengan 72°C selama 10 menit. Setiap siklus PCR terdiri dari 3 tahapan, yakni 94°C selama 45 detik, penempelan primer (bergantung primernya) selama 45 detik, dan 72°C selama 1 menit 30 detik. Amplifikasi dilakukan pada mesin PCR SwiftTM Maxi Thermal Cycler (Esco). Analisis Situs Enzim Restriksi. Produk PCR dari DNA genom tetua padi yang toleran Al, sensitif Al, dan F1 yang diamplifikasi dengan penanda B11 menghasilkan pita monomorfik. Produk PCR dari kedua tetua padi diurutkan nukleotidanya lalu dibandingkan dan diidentifikasi situs enzim restriksinya menggunakan perangkat lunak NEB cutter (New England Biolabs, USA; http://www/neb.com/NEBcutter/ index.php3) (Vincze et al. 2003) dan BioEdit v. 7.0 (Hall 1999). Satu situs enzim restriksi yang polimorfik di antara kedua tetua padi berhasil diidentifikasi, yakni AluI. Produk PCR dari kedua tetua padi lalu direstriksi menggunakan enzim restriksi Alu1 dengan komposisi reaksi sebagai berikut: 17 μl produk PCR, 1X buffer Tango, 1 unit enzim restriksi AluI dan dH2O steril hingga volume reaksi 20 μl. Campuran reaksi diinkubasi pada suhu 37°C selama 16-18 jam. Hasil restriksi dimigrasikan pada 1.5% gel agarose dengan buffer 1x TBE (Tris Borate EDTA, pH 8.0) pada 65 volt selama 1.5 jam. Analisis Pola Pewarisan Penanda Molekuler B11-CAPS. Analisis pola pewarisan penanda molekuler B11-CAPS dilakukan dengan mengamplifikasi DNA genom dari 110 tanaman padi F2 menggunakan penanda molekuler B11CAPS.
Produk amplifikasi didigesti menggunakan enzim restriksi AluI dan
dielektroforesis. Analisis Data. Data pola pita hasil digesti menggunakan enzim restriksi AluI pada populasi padi F2 diberi skor sebagai berikut: 1 = jika pola pita sama dengan pola pita tetua padi yang senstif Al; 2 = jika pola pita sama dengan pola pita tetua padi yang toleran Al; dan 3 = jika pola pita mengandung pola pita kedua
74 tetua padi. Berdasarkan hasil skor tersebut lalu dilakukan Uji Khi-Kuadrat pada α = 0.05 untuk mengidentifikasi pola pewarisan penanda B11-CAPS. Hasil dan Pembahasan Situs Enzim Restriksi dari Fragmen DNA B11 Penanda molekuler B11 merupakan primer yang digunakan untuk mengisolasi gen toleran Al dari tanaman padi, yakni gen B11. Analisis urutan nukleotida fragmen DNA B11 dari IR64 dan Hawara Bunar yang berukuran 2021 pb menunjukkan adanya 8 polimorfisme nukleotida tunggal (SNPs) yang terletak di antara basa ke-1 sampai 1380. Salah satu SNPs pada posisi nukleotida ke-668 di daerah intron 1 merupakan situs enzim restriksi AluI (5’-AG’CT-3’) yang ada pada Hawara Bunar tetapi tidak ada pada IR64 (Gambar 22).
Gambar 22. Polimorfisme nukleotida tunggal (SNP) pada intron 1 fragmen DNA B11 di antara genotipe padi Hawara Bunar dan IR64. Nukleotida di dalam kotak merupakan polimorfisme yang terdeteksi berdasarkan situs enzim restriksi AluI. •: lokasi SNP. Polimorfisme karena situs enzim restriksi AluI tersebut kemudian menjadi dasar untuk membuat penanda molekuler B11-CAPS (Cleaved Amplified Polymorphic Sequence). Enzim restriksi AluI digunakan untuk analisis segregasi karena memberikan polimorfisme pada kedua tetua padi dan harganya relatif murah.
Harga enzim restriksi yang murah sangat penting karena dapat
menurunkan biaya ketika menggunakan penanda molekuler CAPS sebagai alat seleksi pada MAS atau menyeleksi populasi segregasi berukuran besar (Miftahudin et al. 2004).
75 Pembuatan dan Verifikasi Populasi Padi F2 Analisis pola pewarisan gen B11 membutuhkan populasi padi F2. Populasi padi F2 diperoleh dengan menyilangkan tanaman padi yang sensitif Al (IR64) sebagai tetua betina dengan tanaman padi yang toleran Al (Hawara Bunar) sebagai tetua jantan. Persilangan kedua tetua padi menghasilkan 113 biji. Untuk menentukan mana tanaman padi yang benar-benar hasil persilangan (tanaman padi F1) maka dilakukan verifikasi dengan teknik PCR menggunakan primer SSR RM526 yang sudah diketahui polimorfik pada kedua tetua padi. Tanaman padi F1 adalah tanaman yang membawa pita dari kedua tetua padi. Hasil verifikasi pada 10 tanaman padi F1 memperoleh 2 tanaman padi, yaitu tanaman nomor 1 dan 2 yang benar-benar merupakan tanaman padi F1. Tanaman padi F1 nomor 2 (F1IRH-2) lalu dipilih untuk menghasilkan biji padi F2. Biji padi F2 yang dihasilkan berjumlah 756 biji. Verifikasi juga dilakukan pada biji dari populasi padi F2, yaitu dengan mengambil secara acak 50 biji padi F2, mengisolasi, dan mengamplifikasi DNAnya menggunakan primer RM526. Hasil verifikasi menampilkan bahwa dari 50 tanaman padi F2 yang diuji ada yang memiliki pola pita seperti tetua padi yang toleran Al, sensitif Al, dan F1 (heterozigot). Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa populasi padi F2-IRH-2 benar merupakan populasi segregasi F2 dan layak digunakan untuk analisis selanjutnya dalam penelitian ini. Penanda Kodominan B11-CAPS (Cleaved Amplified Polymorphic Sequence) Penanda molekuler B11-CAPS yang kodominan berdasarkan polimorfisme situs enzim restriksi AluI telah dikembangkan dari urutan nukleotida gen B11 pada posisi nukleotida 544-563 untuk forward dan 1042-1063 untuk reverse. Posisi forward dan reverse mengapit SNP pada nukleotida ke-668 dan satu situs enzim restriksi AluI lain yang terdapat di intron 1 dari fragmen B11 IR64 maupun Hawara Bunar.
Amplifikasi menggunakan penanda molekuler B11-CAPS
tersebut dengan cetakan berupa DNA genom Hawara Bunar, IR64, dan F1-IRH2 menghasilkan fragmen B11 yang monomorfik dan berukuran 520 pb. Fragmen DNA B11 kemudian didigesti menggunakan enzim restriksi AluI.
Digesti
fragmen DNA B11 dari Hawara Bunar menghasilkan 3 fragmen yang masing-
76 masing berukuran 26, 99, dan 395 pb, sedangkan pada IR64 menghasilkan 2 fragmen berukuran 26 dan 494 pb.
Digesti fragmen B11 dari F1-IRH2
menghasilkan 4 fragmen yang berukuran 26, 99, 395, dan 494 pb. Pada waktu elektroforesis, fragmen berukuran 26 pb tidak dapat terlihat karena ukurannya terlalu kecil. Hasil digesti fragmen DNA B11 menunjukkan bahwa penanda molekuler B11-CAPS yang dikembangkan dapat memberikan polimorfisme pada kedua tetua padi dan merupakan penanda kodominan. Penanda molekuler B11CAPS memang sudah memenuhi syarat polimorfisme tetapi harus diaplikasikan pada bulk tetua padi dan komponennya untuk menentukan apakah penanda tersebut terkait sifat toleransi cekaman Al dan dapat digunakan sebagai alat seleksi pada MAS.
Akan tetapi karena ketiadaan bahan baku, maka untuk
sementara analisis dilakukan pada genotipe padi Grogol dan Krowal yang telah digunakan sebelumnya pada Bab Karakter Root Re-Growth sebagai Parameter Toleransi Cekaman Aluminium pada Tanaman Padi.
Grogol dan Krowal
merupakan genotipe padi yang sudah teruji secara lapang sebagai genotipe padi yang toleran Al dan sensitif Al secara berturut-turut (Asfarudin 1997; Farid 1997; Syakhril 1997). DNA total dari tanaman padi Grogol dan Krowal diamplifikasi menggunakan penanda molekuler B11-CAPS kemudian produk PCR-nya didigesti menggunakan enzim restriksi AluI. Hasil digesti menunjukkan bahwa pola pita pada Grogol mengikuti pola pita Hawara Bunar yang sama-sama merupakan genotipe padi toleran Al dan pola pita pada Krowal mengikuti pola pita IR64 yang sama-sama sebagai genotipe padi sensitif Al (Gambar 23). Hasil ini menimbulkan dugaan bahwa kemungkinan penanda molekuler B11-CAPS berpeluang sebagai alat seleksi pada MAS, walaupun konfirmasi lebih lanjut masih diperlukan.
77
Gambar 23. Pola pita fragmen DNA B11-CAPS pada empat genotipe padi. Produk PCR sebelum (A) dan sesudah (B) didigesti dengan enzim restriksi AluI. M: 100 pb DNA Ladder, G: Grogol, HB: Hawara Bunar, IR: IR64, K: Krowal. Segregasi Penanda Molekuler B11-CAPS pada Populasi Padi F2 Sebanyak 110 tanaman padi dari populasi padi F2 diambil secara acak untuk analisis segregasi sifat toleransinya terhadap cekaman Al dan segregasi penanda molekuler B11-CAPS. Analisis toleransi cekaman Al berdasarkan karakter RRG telah dilakukan pada cekaman 15 ppm Al selama 72 jam diikuti pemulihan selama 48 jam. Hasil analisis menunjukkan bahwa 98 kecambah padi menampilkan nilai RRG seperti IR64 dan 12 kecambah lainnya seperti Hawara Bunar. Hasil uji KhiKuadrat menunjukkan bahwa segregasi sifat toleransi cekaman Al yang diukur menggunakan karakter RRG pada populasi padi F2 tidak mengikuti pola segregasi satu atau dua gen {3:1 (χ23:1 = 11.648; χ23:1 tabel = 3.841; db = 1; α = 0.05), 9:7 (χ29:7 = 48.208; χ29:7 tabel = 3.841; db = 1; α = 0.05), 13:3 (χ213:3 = 4.439; χ213:3 tabel = 3.841; db = 1; α = 0.05) dan 15:1 (χ215:1 = 4.075; χ215:1 tabel = 3.841; db = 1; α = 0.05)}.
Berbeda dengan tanaman rye, karakter RRG pada tanaman padi
dikendalikan oleh beberapa gen atau poligenik (Nguyen et al. 2003). Hasil serupa dengan padi dijumpai pada tanaman triticale. Sifat toleransi cekaman Al yang juga diukur menggunakan karakter RRG merupakan sistem poligenik karena data tidak menunjukkan pola segregasi satu atau dua gen. Efek setiap gen pada karakter RRG bersifat aditif.
Oleh karena itu seleksi hasil
persilangan menggunakan tanaman yang memiliki kemampuan akar tumbuh lebih
78 panjang setelah cekaman Al sebagai tetua diharapkan dapat meningkatkan toleransi cekaman Al (Zhang et al. 1999). Analisis segregasi penanda molekuler B11-CAPS selanjutnya dilakukan dengan mengamplifikasi DNA total dari ke-110 tanaman padi F2, lalu mendigesti produk PCR-nya menggunakan enzim restriksi AluI.
Hasil digesti kemudian
dimigrasikan pada 1.5% gel agarose untuk mengidentifikasi pola pita pada setiap tanaman padi F2 (Gambar 24).
Gambar 24. Pola pita fragmen DNA B11-CAPS pada populasi padi F2. Produk PCR sebelum (A) dan sesudah (B) didigesti dengan enzim restriksi AluI. PS: tetua padi yang sensitif Al, PT: tetua padi yang toleran Al, PH: F1 heterozigot, F2-S: tanaman padi F2 (IR64 x Hawara Bunar) yang sensitif Al, F2-H: tanaman padi F2 seperti F1, F2-T: tanaman padi F2 yang toleran Al. Berdasarkan pola pita dari tetua padi lalu dibuat skor terhadap pola pita pada setiap tanaman padi F2. Tigapuluh enam tanaman padi F2 memiliki pola pita seperti IR64, 20 tanaman seperti Hawara Bunar, dan 54 tanaman seperti F1 atau heterozigot.
Hasil perhitungan Khi-Kuadrat menunjukkan bahwa nilai Khi-
Kuadrat hitung(1:2:1) sebesar 4.691, lebih kecil dari nilai Khi-Kuadrat tabel(1:2:1) yakni 5.99 (db = 2, α = 0.05), sehingga diasumsikan bahwa segregasi penanda molekuler B11-CAPS mengikuti pola pewarisan 1 gen, yaitu 1:2:1. Hasil analisis segregasi fenotipik dan penanda molekuler menimbulkan spekulasi bahwa toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al dikendalikan oleh lebih dari satu gen dan merupakan karakter kuantitatif (QTL). Gen B11 merupakan salah satu gen
79 yang turut berperan memberikan pengaruh dalam menentukan toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al. Simpulan Fragmen B11 pada kedua tetua padi mengandung 8 polimorfisme nukleotida tunggal (SNPs).
Penanda molekuler B11-CAPS yang kodominan telah
dikembangkan berdasarkan polimorfisme berdasarkan situs enzim restriksi AluI pada salah satu SNP. Segregasi penanda molekuler B11-CAPS pada populasi padi F2 mengikuti pewarisan gen tunggal.
Penanda molekuler B11-CAPS
berpotensi sebagai alat seleksi pada program pemuliaan tanaman padi untuk mendapatkan genotipe padi yang toleran Al.
PEMBAHASAN UMUM Kebutuhan pangan berupa beras di Indonesia terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Akan tetapi di masa datang kemampuan pertanian di Indonesia untuk menyediakan beras akan menurun seiring dengan penurunan luas lahan pertanian padi akibat adanya konversi lahan untuk pemukiman dan industri. Oleh karena itu penggunaan tanah marginal seperti tanah masam untuk pertanian padi menjadi suatu pilihan yang tidak dapat dihindari. Tanah masam tersebar luas di Indonesia, yang meliputi tanah masam kering dan basah dengan persentase luasan berturut-turut sekitar 54% dan 18% dari total luas daratan di Indonesia (Mulyani et al. 2004). Oleh karena tanah masam kering lebih luas daripada tanah masam basah, maka tanah masam kering menjadi alternatif pilihan untuk kegiatan pertanian di masa datang.
Umumnya tanah
masam kering didominasi oleh tanah masam Podsolik Merah Kuning (PMK) (Mulyani et al. 2004; Prasetyo & Suriadikarta 2006). Implementasi penanaman padi secara gogo di tanah masam kering PMK akan menghadapi berbagai hambatan, terutama karena kelarutan Al yang tinggi dapat menjadi racun bagi akar tanaman, sehingga penanaman padi di tanah masam akan membutuhkan input tinggi seperti pengapuran. Akan tetapi di beberapa lokasi, teknik pengapuran tidak efisien, tidak efektif, dan membutuhkan biaya tinggi. Tidak efisien karena makin besar tingkat kejenuhan Al di dalam tanah PMK maka makin banyak kapur yang diperlukan untuk mencapai pH tanah mendekati netral. Tidak efektif karena tanah harus diberi kapur lagi setiap mulai menanam. Membutuhkan biaya tinggi karena ketersediaan kapur terbatas di beberapa daerah seperti di Kalimantan dan Sumatra, dan harganya tidak terjangkau petani (Prasetyo & Suriadikarta 2006). Pendekatan lain adalah mengeksplorasi dan memanfaatkan genotipe padi yang toleran terhadap cekaman Al.
Genotipe padi unggul dan toleran terhadap
cekaman Al salah satunya dapat dikembangkan melalui teknik rekayasa genetika dengan mengintroduksikan gen toleran Al baik yang berasal dari genotipe padi yang toleran Al maupun dari spesies tanaman lainnya. Indonesia memiliki plasma nutfah padi gogo dengan derajat toleransi cekaman Al yang beranekaragam. Keanekaragaman derajat toleransi cekaman Al ini sangat berguna bagi program pemuliaan tanaman padi.
Potensi yang
82 terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh baik di tanah masam berkelarutan Al tinggi, baik secara konvensional maupun dengan rekayasa genetika. Salah satu plasma nutfah padi gogo lokal yang toleran terhadap cekaman Al adalah Hawara Bunar. Toleransi Hawara Bunar terhadap cekaman Al terdeteksi pada penelitian ini melalui analisis RRG (Root Re-Growth), selain juga telah dibuktikan secara lapang (Asfaruddin 1997; Farid 1997; Syakhril 1997; Sutaryo et al. 2005) dan laboratorium dengan mengukur PAR (Panjang Akar Relatif) (Suparto 1999). Analisis RRG dilakukan dalam waktu yang singkat, yaitu 6 hari, dan parameter yang diukur adalah pertambahan panjang akar utama setelah pemulihan dari kondisi cekaman Al. Analisis RRG yang dilakukan menggunakan larutan hara minimal (Miftahudin et al. 2002) dengan konsentrasi Al sebesar 15 ppm pada pH 4.0 selama 72 jam diikuti masa pemulihan pada larutan hara tanpa Al selama 48 jam, merupakan pilihan yang baik dan efektif untuk menyeleksi tanaman yang toleran Al dari populasi segregasi padi generasi F2. Beberapa pertimbangan mengapa karakter RRG dapat digunakan sebagai alat seleksi toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al adalah: (1) Akar kecambah tanaman padi memiliki karakteristik khusus yaitu pertumbuhan akar utama umumnya akan menurun setelah mencapai 12 cm dan akan berhenti setelah mencapai panjang 15 cm (Hoshikawa 1989). Kondisi tersebut terjadi dalam kurun waktu sekitar 2 minggu sejak dikecambahkan; (2) Karakter RRG tidak membutuhkan kontrol yang tidak mungkin dipenuhi jika menganalisis toleransi cekaman Al pada setiap tanaman dari suatu populasi segregasi awal seperti F2; (3) Keefektifan RRG didukung oleh kemudahan mengukur pertumbuhan akar utama; (4) Larutan hara minimal Miftahudin et al. (2002) memiliki kekuatan ionik dan konsentrasi ion-ion mineral yang rendah. Ion SO42- dan H2PO4- merupakan ion yang berinteraksi sangat kuat dengan Al3+ (Famoso et al. 2010), oleh karena itu konsentrasinya harus diturunkan seminimal mungkin untuk analisis toleransi cekaman Al. Kandungan ion SO42- yang sangat rendah pada larutan hara minimal menyebabkan sedikit atau hampir tidak ada Al yang terendapkan sehingga banyak Al3+ aktif yang tersedia.
Selain itu, kompetitor bagi Al3+ untuk berikatan pada situs
83 bermuatan negatif di dinding sel dan membran plasma akar akan berkurang, sehingga kerusakan akar sebagian besar merupakan cerminan dari aktifitas Al3+ (Famoso et al. 2010). Analisis toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al dengan parameter RRG menggunakan larutan hara minimal hanya membutuhkan konsentrasi Al sebesar 15 ppm (555 μM) untuk dapat membedakan antara genotipe padi yang toleran Al dan sensitif Al. Namun belum ada laporan mengenai analisis toleransi cekaman Al pada tanaman padi (Wu et al. 2000; Nguyen et al. 2001, 2002, 2003; Kochian et al. 2004; Famoso et al. 2011) yang menggunakan karakter RRG sebagai parameter toleransi cekaman Al. Oleh karena itu karakter RRG sebagai salah satu parameter toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al merupakan suatu kebaruan (novelty) dari penelitian ini. Keanekaragaman derajat sifat toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al sangat berguna bagi program pemuliaan tanaman padi, karena potensi yang terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit varietas padi baru yang memiliki sifat unggul dan dapat beradaptasi serta tumbuh baik di tanah masam berkelarutan Al tinggi. Gen yang menyandikan toleransi cekaman Al yang terkandung di dalam genotipe padi Hawara Bunar yang toleran Al telah diisolasi, yakni gen B11. Gen B11 berpotensi menjadi gen toleran Al karena ekspresinya diinduksi oleh Al. Ekspresi gen B11 pada Hawara Bunar yang diberi perlakukan cekaman 15 ppm Al pada pH 4.0 selama 24 jam lebih tinggi dibandingkan dengan ekspresinya pada perlakuan tanpa Al (kontrol) dan dibandingkan pada varietas padi yang sensitif Al (IR64) baik pada perlakukan 15 ppm Al maupun kontrol. Pola ekspresi yang lebih tinggi pada genotipe padi yang toleran Al, yaitu dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan kontrolnya dan dengan yang sensitif Al baik pada kontrol maupun perlakuan Al, menunjukkan bahwa gen B11 terlibat dalam toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al atau merupakan gen toleran Al dari padi. Gen-gen yang ekspresinya diinduksi oleh Al dan ekspresinya meningkat tinggi pada tanaman yang toleran Al dibandingkan yang sensitif Al menunjukkan bahwa gen tersebut terlibat dalam toleransi
84 cekaman Al pada tanaman tersebut (Ezaki et al. 2000; Kochian et al. 2004; Sasaki et al. 2004; Huang et al. 2009). Mengisolasi, mengklon, dan mengkarakterisasi gen toleran Al dari tanaman padi akan berguna untuk (1) mengembangkan varietas padi unggul yang tidak toleran terhadap cekaman Al menjadi toleran terhadap cekaman Al dengan cara mengintroduksikan satu gen saja, yaitu gen B11 yang diekspresikan secara berlebih. Hal ini dapat mengatasi masalah linkage drag yang biasa terjadi ketika melakukan persilangan; (2) memahami mekanisme toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al; (3) piramiding beberapa gen atau mengumpulkan sifat-sifat yang baik ke dalam satu tanaman melalui rekayasa genetika; dan (4) mengembangkan tanaman selain padi yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan toleran terhadap cekaman Al. Introduksi dan over ekspresi gen B11 pada tembakau untuk menganalisis fungsinya terkait toleransi cekaman Al menunjukkan bahwa gen B11 dapat meningkatkan toleransi tanaman tembakau transgenik terhadap cekaman Al. Hasil tersebut membuktikan bahwa gen B11 merupakan gen toleran Al yang berhasil diisolasi dari padi lokal Hawara Bunar yang toleran Al dan merupakan kebaruan dari penelitian ini Hasil
analisis
over
ekspresi
akan
menjadi
lebih
kuat
jika
dikomplementasikan dengan analisis pembisuan gen B11. Analisis over ekspresi dan pembisuan gen (analisis RNAi) merupakan dua pendekatan untuk mempelajari fungsi suatu gen (Curtis & Grossniklaus 2003; Thakur 2003; Ryan et al. 2011). Analisis over ekspresi gen B11 di bawah kendali promotor kuat 35S CaMV pada tanaman tembakau telah dilakukan untuk mempelajari ekspresinya, dengan fenotipe yang diamati berupa pertambahan panjang akar tanaman tembakau transgenik saat tercekam Al. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pertambahan panjang akar tanaman tembakau transgenik pada cekaman 8.1 ppm Al (300 uM Al) selama 3 dan 8 hari lebih panjang dibandingkan pertambahan panjang akar tanaman tembakau non-transgenik. Analisis pembisuan gen B11 dengan teknik RNAi belum dilakukan. Teknik RNAi didasarkan pada proses menghentikan ekspresi gen B11 dan melihat fenotipe yang ditimbulkannya saat tercekam Al. Analisis RNAi dilakukan dengan mengkonstruksi vektor RNAi
85 pembawa gen B11, memasukkannya ke tanaman padi lain yang toleran Al atau Hawara Bunar, kemudian mengukur pertambahan panjang akar utamanya saat tercekam Al dan analisis RRG sebagai parameter toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al. Analisis fungsi gen B11 pada tembakau transgenik membuktikan bahwa gen B11 dapat meningkatkan toleransi tanaman tembakau transgenik terhadap cekaman Al, namun apa protein yang disandikannya belum dapat ditentukan. Ananlisis bioinformatika selanjutnya dilakukan untuk menunjang data analisis fungsi gen tersebut dengan cara memprediksi peran protein B11 dalam toleransi cekaman Al. Analisis bioinformatika memprediksi bahwa gen B11 kemungkinan berperan sebagai faktor transkripsi yang terlibat dalam aliran transduksi sinyal saat tanaman tercekam Al.
Pendugaan fungsinya sebagai faktor transkripsi
tersebut dikarenakan protein B11 mengandung situs fosforilasi, miristoilasi, pengikatan protein kinase, interaksi protein-protein, dan protein-DNA, serta domain faktor transkripsi bZIP dan motif seperti C2H2-zinc finger. Situs dan domain tersebut umumnya dijumpai pada protein dan atau regulator yang terlibat dalam transduksi sinyal (Trewavas 2000; Jakoby et al. 2002; Krishna et al. 2003). Kombinasi RT-PCR kuantitatif, modified yeast one-hybrid, dan mutan ganda (Yamaji et al. 2009) dapat menjadi pilihan untuk membuktikan peran gen B11 sebagai faktor transkripsi dalam meregulasi ekspresi gen tertentu terkait toleransi cekaman Al.
Sampai saat ini belum ada laporan mengenai isolasi faktor
transkripsi dari tanaman padi yang ekspresinya berkorelasi dengan toleransi cekaman Al. Oleh karena itu gen B11 yang diisolasi dari Hawara Bunar yang toleran Al dan diduga berperan sebagai faktor transkripsi yang terkait toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al merupakan kebaruan dari penelitian ini. Gen B11 merupakan gen yang terlibat dalam toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al, akan tetapi parameter fisiologi yang terkait dengan gen B11 belum diketahui. Penanda molekuler yang digunakan untuk mengisolasi gen B11 tersebut telah dikembangkan menjadi penanda molekuler kodominan berdasarkan CAPS dengan memanfaatkan polimorfisme situs enzim restriksi AluI dan selanjutnya disebut penanda molekuler B11-CAPS. Segregasi penanda molekuler B11-CAPS mengikuti rasio pewarisan gen tunggal. Penanda molekuler B11-
86 CAPS dapat membedakan tanaman homozigot dominan, homozigot resesif, dan heterozigot. Potensi penanda molekuler B11-CAPS sebagai alat seleksi dapat dilakukan pada kondisi populasi padi hasil persilangan antara padi yang mengandung alel gen B11 dari tetua padi yang toleran Al dan padi yang sensitif Al dengan tujuan untuk memonitor keberhasilan introgresi gen B11 sejak generasi awal. Posisi gen B11 secara fisik pada kromosom 3 padi berada jauh (sekitar 7.808.383 pb) dari penanda molekuler CDO1395 atau dari salah satu QTL untuk karakter toleransi cekaman Al pada kromosom 3 padi yang telah ditemukan sebelumnya oleh Nguyen et al. (2003). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa gen B11 kemungkinan bukan merupakan salah satu gen dari QTL tersebut yang ditentukan menggunakan fenotipe panjang akar relatif dan panjang akar saat tercekam Al (Nguyen et al. 2003). Kemungkinan gen B11 merupakan salah satu gen dari QTL untuk karakter toleransi cekaman Al dengan fenotipe yang lain. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis lebih lanjut yang bertujuan mengetahui keterpautan antara penanda molekuler B11-CAPS dengan parameter toleransi cekaman Al menggunakan fenotipe toleransi cekaman Al yang lain pada populasi padi hasil persilangan antara varietas padi IR64 yang sensitif cekaman Al dan genotipe padi Hawara Bunar yang toleran cekaman Al.
SIMPULAN UMUM Karakter root re-growth (RRG) dapat digunakan untuk menyeleksi tanaman padi pada tahap awal pertumbuhan dan pada populasi padi F2 terkait sifat toleransi cekaman Al. Seleksi dilakukan secara hidroponik menggunakan larutan hara minimal dengan perlakuan cekaman Al sebesar 15 ppm pada pH 4.0±0.02 selama 72 jam dan pemulihan selama 48 jam. Pada penelitian ini telah berhasil diisolasi gen toleran Al dari genotipe padi Hawara Bunar yang toleran Al, yaitu gen B11 yang terletak di kromosom 3 padi. Ekspresi gen B11 pada tanaman padi diinduksi oleh Al dan terbukti dapat meningkatkan toleransi tembakau transgenik terhadap cekaman Al. Protein B11 yang disandikannya mirip dengan protein L32 ribosomal bakteri dan kemungkinan berfungsi sebagai faktor transkripsi dengan domain bZIP dan motif seperti C2H2-zinc finger. Toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al dikendalikan oleh lebih dari satu gen atau bersifat kuantitatif, dan gen B11 mungkin merupakan salah satu gen yang turut berperan meningkatkan toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al. Segregasi penanda molekuler B11-CAPS pada populasi padi F2 menunjukkan pewarisan gen tunggal dan penanda molekuler ini berpeluang sebagai alat seleksi pada MAS (Marker Assisted Selection). Penelitian ini dapat dilengkapi dengan membuat analisis RNAi serta identifikasi parameter toleransi cekaman Al selain RRG yang terpaut dengan penanda molekuler B11-CAPS menggunakan populasi segregasi hasil persilangan antara IR64 dan Hawara Bunar.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad. 2009. Analisis marka molekuler terpaut karakter fisiologi dari sifat toleransi aluminium pada padi. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Aitken A, Cohen P, Santikarn S, Williams DH, Graham A, Calder, Smith A, Kleet CB. 1982. Identification of the NHZ-terminal blocking group of calcineurin B as myristic acid. Febs Lett 150(2):314-318. Altschul SF, Madden TL, Schäffer AA, Zhang J, Zhang Z, Miller W, Lipman DJ. 1997. Gapped BLAST and PSI-BLAST: a new generation of protein database search programs. Nucleic Acids Res 25:3389-3402. Anas, Yoshida T. 2000. Screening of Al-tolerant sorghum by hematoxylin staining and growth response. Plant Prod Sci 3:246-253. Aniol A, Gustafson JP. 1984. Chromosome location of genes controlling aluminum tolerance in wheat, rye and triticale. Can J Genet Cytol 26:701705. Arus P, Moreno-Gonzalez. 1993. Marker assisted selection. Di dalam: Plant Breeding. London:Chapman & Hall Asfaruddin. 1997. Evaluasi ketenggangan varietas-varietas padi gogo terhadap keracunan aluminium dan efisiensinya dalam penggunaan kalium. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bovet L, Rossi L, Lugon-Moulin N. 2006. Cadmium partitioning and gene expression studies in Nicotiana tabacum and Nicotiana rustica. Physiol Plantarum 128:466-475. Budzianowski G, Wos H. 2004. The effect of single D-genome chromosomes on aluminum tolerance of triticale. Euphytica 137:165-172. Carr SA, Biemann K, Shoji S, Parmelee DC, Titani K. 1982. n-tetradecanoyl is the NH2-terminal blocking group of the catalytic subunit of cyclic AMPdependent protein kinase from bovine cardiac muscle. Proc Natl Acad Sci USA 79:6128-6131. Chaidamsari T, Samanhudi, Budiani A, Poerwanto R, Santoso D. 2006. Ekspresi fenotipe gen APETALA1 kakao (TcAP1) pada eksplan tembakau. Menara Perkebunan 74(1):1-9. Collard BCY, Mackill DJ. 2008. Marker-assisted selection: an approach for precision plant breeding in the twenty-first century. Phil Trans R Soc B 363:557–572. doi:10.1098/rstb.2007.2170.
90 Curtis MD, Grossniklaus U. 2003. A gateway cloning vector set for highthroughoutput functional analysis of genes in planta. Plant Physiol 133:462469. DalCorso G, Farinati S, Furini A. 2010. Regulatory network of cadmium stress in plants. Plant Signaling Behavior 5(6):663-667. Delhaize E, Craig S, Beaton CD, Bennet RJ, Jagadish VC, Randall PJ. 1993a. Aluminum tolerance in wheat (Triticum aestivum L.): I. Uptake and distribution of aluminum in root apices. Plant Physiol 103:685-693. Delhaize E, Ryan PR, Randall PJ. 1993b. Aluminum tolerance in wheat (Triticum aestivum L.): II. Aluminum stimulated excretion of malic acid from root apices. Plant Physiol 103:695-702. Delhaize E, Ryan PR. 1995. Aluminum toxicity and tolerance in plants. Plant Physiol 107:315-321. Delhaize E, Hebb DM, Ryan PR. 2001. Expression of a Pseudomonas aeruginosa citrate synthase gene in tobacco is not associated with either enhanced citrate accumulation or efflux. Plant Physiol 125:2059-2067. Delhaize E, Ryan PR, Hebb DM, Yamamoto Y, Sasaki T, Matsumoto H. 2004. Engineering high level aluminum tolerance in barley with the ALMT1 gene. Proc Natl Acad Sci USA 101(42): 15249-15254. Dian-jun X, Xiang-yang H, Yu Z, Kui-de Y. 2008. Over-expression of ICE1 gene in transgenic rice improves cold tolerance. Rice Sci 15(3):173–178. Doncheva S, Amenos M, Poschenrieder C, Barcelo J. 2005. Root cell patterning: a primary target for alumunium toxicity in maize. J Exp Bot 56(414):12131220. Ezaki B, Gardner RC, Ezaki Y, Matsumoto H. 2000. Expression of aluminuminduced genes in transgenic arabidopsis plants can ameliorate aluminum stress and/or oxidative stress. Plant Physiol 122:657–665. Famoso AN, Clark RT, Shaff JE, Craft E, McCouch SR, Kochian LV. 2010. Development of a novel aluminum tolerance phenotyping platform used for comparisons of cereal aluminum tolerance and investigations into rice aluminum tolerance mechanisms. Plant Physiol 153:1678–1691. Famoso AN, Zhao K, Clark RT, Tung C, Wright MH, Bustamante C, Kochian LV, McCouch SR. 2011. Genetic architecture of aluminum tolerance in rice (Oryza sativa) determined through Genome-Wide association analysis and QTL mapping. PLos Genet 7(8):e1002221.
91 Farid N. 1997. Pengujian plasma nutfah padi gogo untuk ketenggangan terhadap tanah masam dan ketahanan terhadap penyakit blas. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Fuente JM de la, Ramı´rez-Rodrı´guez V, Cabrera-Ponce JL, Herrera-Estrella L. 1997. Aluminum tolerance in transgenic plants by alteration of citrate synthesis. Science 276:1566-1568. Gasteiger E, Gattiker A, Hoogland C, Ivanyi I, Appel RD, Bairoch A. 2003. ExPASy: the proteomics server for in-depth protein knowledge and analysis. Nucleic Acids Res 31:3784-3788. Guasconi V, Yahi H, Ait-Si-Ali S. 2003. Transcription factors. Atlas Genet Cytogenet Oncol Haematol. URL: http://www.infobiogen.fr/services/chrom cancer/Educ/TFactorsEng. Hall TA. 1999. BioEdit: a user-friendly biological sequence alignment editor and analysis program for Windows 95/98/NT. Nucl Acids Symp Ser 41:95-98. Hanahan D, Jessee J, Bloom FR. 1995. Techniques for transformation of E.coli. Di dalam: Glover DM, Hames BD, editor. DNA Cloning 1: A Practical Approach, Core Techniques. Ed ke-2. New York: Oxford University Press. hlm 1-18. Hoshikawa K. 1989. The Growing Rice Plant. Tokyo: Nobunkyo. Huang CF, Yamaji N, Mitani N, Yano M, Nagamura Y, Ma JF. 2009. A bacterial-type ABC transporter is involved in aluminum tolerance in rice. Plant Cell 21:655-667. International Rice Genome Sequencing Project (IRSGP). 2005. The map-based sequence of the rice genome. Nature 436:793-800. Jagau Y. 2000. Fisiologi dan pewarisan efisiensi nitrogen dalam keadaan cekaman alumunium pada padi gogo (Oryza sativa L.). [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jain D, Roy N, Chattopadhyay D. 2009. CaZF, a Plant Transcription Factor Functions through and Parallel to HOG and Calcineurin Pathways in Saccharomyces cerevisiae to Provide Osmotolerance. PLos ONE 4(4): e5154. doi:10.1371/journal.pone.0005154. Jakoby M, Weisshaar B, Droge-Laser W, Vicente-Carbajosa J, Tiedermann J, Kroj T, Parcy F. 2002. bZIP transcription factors in Arabidopsis. TRENDS Plant Sci 7(3):106-111.
92 Jayasangkar S. 2005. Variation in tissue culture. Di dalam : Plant Development & Biotechnology. (Ed.) Robert NT, Dennis JG. CRC Press, London. hlm 358. Khatiwada SP, Senadhira D, Carpena AL, Zeigler RS, Fernandez PG. 1996. Variability and genetics of tolerance for aluminum toxicity in rice (Oryza sativa L.). Theor Appl Genet 93:738-744. Kim BY, Baier AC, Somers DJ, Gustafson JP. 2001. Aluminum tolerance in triticale, wheat and rice. Euphytica 120:329-337. Kochian LV. 1995. Cellular mechanisms of aluminum toxicity and resistance in plants. Annu Rev Plant Physiol Mol Biol 46:237-260. Kochian LV. 2000. Molecular physiology of mineral nutrient acquisition, transport and utilization. Di dalam: B. Buchanan, W. Gruissem & R. Jones, Eds. Biochemistry & Molecular Biology of Plants. Maryland: American Society of Plant Physiologists. Kochian LV, Hoekenga OA, Pi˜neros MA. 2004. How do crop plants tolerate acid soils? Mechanisms of aluminum tolerance and phosphorous efficiency. Annu Rev Plant Biol 55:459–93. Krishna SS, Majumdar I, Grishin NV. 2003. Structural classification of zinc fingers. Nucleic Acid Res 32(2):532-550. Kurata N, Yamazaki Y. 2006. Oryzabase. An integrated biological and genome information database for rice. Plant Physiol 140:12-17. Li XF, Ma JF, Matsumoto H. 2000. Pattern of aluminum-induced secretion of organic acids differs between rye and wheat. Plant Physiol 123:1537-1543. Liao H, Wan H, Shaff J, Wang X, Yan X, Kochian VL. 2006. Phosphorus and aluminum interactions in soybean in relation to aluminum tolerance. Exudation of specific organic acids from different regions of the intact root system. Plant Physiol 141:674-684. Londo JP, Chiang YC, Hung KH, Chiang TY, Schaal BA. 2006. Phylogeography of Asian wild rice, Oryza rufipogon, reveals multiple independent domestications of cultivated rice, Oryza sativa. Proc Natl Acad Sci USA 103: 9578–9583. Ma JF, Hiradate S. 2000. Form of aluminium for uptake and translocation in buckwheat (Fagopyrum esculentum Moench). Planta 211:355–60. Ma JF, Taketa S, Yang ZM. 2000. Aluminum tolerance genes on the short arm of chromosome 3R are linked to organic acid release in triticale1. Plant Physiol 122:687–694.
93 Ma Q, Rengel Z, Kuo J. 2002. Short Communication: Aluminium toxicity in rye (Secale cereale): root growth and dynamics of cytoplasmic Ca2+ in intact root tips. Annals Bot 89:241-244. Ma JF, Shen R, Nagao S, Tanimoto E. 2004. Aluminum targets elongation cells by reducing cell wall extensibility in wheat roots. Plant Cell Physiol 45(5):583-589. Ma JF, Nagao S, Huang CF, Nishimura M. 2005. Isolation and characterization of a rice mutant hypersensitive to Al. Plant Cell Physiol. 46(7):1054-1061. Magalhaes JV, Garvin DF, Wang Y, Sorrells ME, Klein PE, SchaVert RE, Li L, Kochian LV. 2004. Comparative mapping of a major aluminum tolerance gene in sorghum and other species in the Poaceae. Genetics 167:1905–1914. Magalhaes JV, Liu J, Guimara CT, Lana UGP, Alves VMC, Wang Y, Schaffert RE, Hoekenga OA, Pin˜eros MA, Shaff JE, Klein PE, Carneiro NP, Coelho CM, Trick HN, Kochian LV. 2007. A gene in the multidrug and toxic compound extrusion (MATE) family confers aluminum tolerance in sorghum. Nature Genet 39:1156–1161. Mao C, Yi K, Yang L, Zheng B, Wu Y, Liu F, Wu P. 2004. Identification of aluminum-regulated genes by cDNA-AFLP in rice (Oryza sativa L.): aluminum-regulated genes for the metabolism of cell wall components. J Exp Bot 55(394):137-143. Maron LG, Pineros MA, Guimaraes CT, Magalhaes JV, Pleiman JK, Mao CZ, Shaff J, Belicuas SNJ, Kochian LV. 2010. Two functionally distinct members of the MATE (multi-drug and toxic compound extrusion) family of transporters potentially underlie two major aluminum tolerance QTLs in maize. Plant J 61, 728–740. Matsuo T, Hoshikawa K. 1993. Science of the Rice Plant. Volume ke-1, Morphology. Tokyo: Food and Agriculture Policy Research Center. Matsumoto H. 2000. Cell biology of aluminum toxicity and tolerance in higher plants. Int Rev Cytol 200:1-46. Miftahudin, Scoles GJ, Gustafson JP. 2002. AFLP markers tightly linked to the aluminum-tolerance gene Alt3 in rye (Secale cereale L.). Theor Appl Genet 104:626-631. Miftahudin, Scoles GJ, Gustafson JP. 2004. Development of PCR-based codominant markers falnking the Alt3 gene in rye. Genome 47:231-238.
94 Miftahudin, Chikmawati T, Ross K, Scoles GJ, Gustafson JP. 2005. Targeting the aluminum tolerance gene Alt3 region in rye, using rice/rye microcolinearity. Theor Appl Genet 110:906-913. Miftahudin, Nurlaela, Juliarni. 2007. Uptake and distribution of aluminum in root apices of two rice varieties under aluminum stress. Hayati 14(3):110-114. Milla MAR, Butler E, Huete AR, Wilson CF, Anderson O, Gustafson JP. 2002. Expressed sequence tag-based gene expression analysis under aluminum stress in rye. Plant Physiol 130:1706-1716. Miyasaka SC, Buta JG, Howell RK, Foy CD. 1991. Mechanisms of aluminum tolerance in snapbean. Root exudation of citric acid. Plant Physiol 96:737743. Mossor-Pietraszewska TM. 2001. Effect of aluminium on plant growth and metabolism. Acta Biochim Pol 48(3):673-686. Mulyani A, Hikmatullah, Subagyo H. 2004. Karakteristik dan potensi tanah masam lahan kering di Indonesia. Di dalam : Prosiding Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor. hlm. 1-32 Nakagawa T, Kurose T, Hino T, Tanaka K, Kawamukai M, Niwa Y, Toyooka K, Matsuoka K, Jinbo T, Kimura T. 2007. Development of series gateway binary vectors, pGWBs, for realizing efficient construction of fusion genes for plant transformation. J Biosci Bioeng 104(1):34-41. Nguyen VT, Burow MD, Nguyen HT, Le BT, Le TD, Paterson AH. 2001. Molecular mapping of genes conferring aluminum tolerance in rice (Oryza sativa L.). Theor Appl Genet 102:1002-1010. Nguyen VT, Nguyen BD, Sarkarung S, Martinez C, Paterson AH, Nguyen HT. 2002. Mapping of genes controlling aluminum tolerance in rice: comparison of different genetic backgrounds. Mol Genet Genomics 267:772-780. Nguyen BD, Brar DS, Bui BC, Nguyen TV, Pham LN, Nguyen HT. 2003. Identification and mapping of the QTL for aluminum tolerance introgressed from the new source, Oryza rufipogon Griff., into indica rice (Oryza sativa L.). Theor Appl Genet 106:583-593. Obenauer JC, Cantley1 LC, Yaffe MB. 2003. Scansite 2.0: proteome-wide prediction of cell signaling interactions using short sequence motifs. Nucleic Acids Res 31(13):3635–3641.
95 Ownby JD, Popham HR. 1989. Citrate reverses the inhibition of wheat growth caused by aluminium. Plant Physiol 35:588-591. Panda SK, Baluska F, Matsumoto H. 2009. Aluminum stress signaling in plants. Plant Signaling Behavior 4(7):592-597. Pecsvaradi A, Vashegyi A, Hadar E, Varga B, Bona L, Zsoldos F. 2005. Response of rice seedlings to aluminium stress with varying phosphate supplies. Acta Biol Szegediensis 49(1-2):107-109. Podell S, Gribskov M. 2004. Predicting N-terminal myristoylation sites in plant proteins. BMC Genomics 5:37. Prasetyo T. 2007. Effects of aluminium toxicity on root morphology and physiology of two maize hybrids. [Tesis]. Malaysia: Universiti Putra Malaysia. Prasetyo BH, Suriadikarta. 2006. Karakteristik, potensi, dan teknologi pengelolaan tanah ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. J Litbang Pert 25(2):39-46. Prasetiyono J, Tasliah, Aswidinnor H, Moeljopawiro S. 2003. Identifikasi marka mikrosatelit yang terpaut dengan sifat toleransi terhadap keracunan aluminium pada padi persilangan Dupa x ITA131. J Bioteknol Pertan 8:3545. Raman H, Zhang K, Cakir M, Appels R, Garvin DF, Maron LG, Kochian LV, Moroni JS, Raman R, Imtiaz M, Drake-Brockman F, Waters I, Martin P, Sasaki T, Yamamoto Y, Matsumoto H, Hebb DM, Delhaize E, Ryan PR. 2005. Molecular characterization and mapping of ALMT1, the aluminiumtolerance gene of bread wheat (Triticum aestivum L.). Genome 48:781-791. Rost B, Yachdav G, Liu J. 2004. The PredictProtein Server. Nucleic Acids Res 32(Web Server issue):W321-W326. Ryan PR, DiTomaso JM, Kochian LV. 1993. Aluminium toxicity in roots: an investigation of spatial sensitivity and the role of the root cap. J Exp Bot 44:437-446. Ryan PR, Delhaize E, Randall PJ. 1995. Characterization of Al-stimulated efflux of malate from the pices of Al-tolerant wheat roots. Planta 196:103–110. Ryan PR, Tyerman SD, Sasaki T, Furuichi T, Yamamoto Y, Zhang WH, Delhaize E. 2010. The identification of aluminium-resistance genes provides opportunities for enhancing crop production on acid soils. J Exp Bot 62(1):9–20.
96 Ryan PR, Tyerman SD, Sasaki T, Furuichi T, Yamamoto Y, Zhang WH, Delhaize E. 2011. The identification of aluminium-resistance genes provides opportunities for enhancing crop production on acid soils. J Exp Bot 62(1):9-20. Saghai-Maroof MA, Solimah KM, Jorgensen RA, Allard RW. 1984. Ribosomal DNA spacer length polymorphisme in barley: Mendelian inheritance, chromosomal location and population dynamics. Proc Natl Acad Sci 81:8014-8018. Samac DA, Tesfaye M. 2003. Plant improvement for tolerance to aluminum in acid soils – a review. Plant Cell Tiss Org 75:189-207. Sasaki T, Ezaki B, Matsumoto H. 2002. A gene encoding multidrug resistance (MDR)-like protein is induced by aluminum and inhibitors of calcium flux in wheat. Plant Cell Physiol 43(2):177-185. Sasaki T, Yamamoto Y, Ezaki B, Katsuhara M, Ahn SJ, Ryan PR, Delhaize E, Matsumoto H. 2004. A wheat gene encoding an aluminum-activated malate transporter. Plant J 37: 645-653. Semagn K, Bjornstad A, Ndjiondjop MN. 2006. An overview of molecular marker methods for plants. Afr J Biotechnol 5(25):2540-2568. Shen R, Iwashita T, Ma JF. 2004. Form of Al changes with Al concentration in leaves of buckwheat. J Exp Bot 55(394):131-136. Singh KB, Foley RC, Oñate-Sánchez L. 2002. Transcription factors in plant defense and stress responses. Curr Opin Plant Biol 5:430–436. Sivaguru M, Pike S, GassmannW, Baskin TI. 2003. Aluminum rapidly depolymerizes cortical microtubules and depolarizes the plasma membrane: evidence that these responses are mediated by a glutamate receptor. Plant Cell Physiol 44:667–75. Snowden KC, Richards KD, Cardner RC. 1995. Aluminum-induced genes: induction by toxic metals, low calcium, and wounding and pattern of expression in root tips. Plant Physiol 107: 341-348. Suharsono, Firdaus S, Suharsono UW. 2008. Isolasi dan pengklonan fragmen cDNA dari gen penyandi multidrug resistance associated protein dari Melastoma affine. Makara Sains 12(2):102-107. Suparto H. 1999. Evaluasi ketenggangan padi gogo terhadap cekaman aluminium dan efisinesi penggunaan nitrogen. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
97 Supartopo. 2006. Teknik persilangan padi (Oryza sativa L.) untuk perakitan varietas unggul baru. Bul Tek Pertan 11(2):76-80. Suprihatno B, Daradjat A, Satoto, Baehaki, Widiarta IN, Setyono A, Indrasari SD, Lesmana OS, Sembiring H. 2009. Deskripsi Varietas Padi. Subang:Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 105 hlm. Sutaryo B, Purwantoro A, Nasrullah. 2005. Seleksi beberapa kombinasi persilangan padi untuk ketahanan terhadap keracunan aluminium1. Ilmu Pert 12(1):20-31. Swasti E. 2004. Fisiologi dan pewarisan sifat efisiensi fosfor pada padi gogo dalam keadaan tercekam aluminium. [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Syakhril. 1997. Evaluasi reaksi varietas-varietas padi gogo terhadap cekaman aluminium dan kekurangan nitrogen. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Taji A, Kumar P, Lakshmanan P. 2002. In Vitro Plant Breeding. New York: The Haworth Press. Tang Y, Sorrells ME, Kochian LV, Garvin DF. 2000. Identification of RFLP markers linked to the barley aluminum tolerance gene Alp. Crop Sci 40:778-782. Thakur A. 2003. RNA interference revolution. Electron J Biotechno 6(1):39-47. Trewavas A. 2000. Signal perception and transduction. Di dalam: Buchanan B, Gruissem W, Jones R, editor. Biochemistry and Molecular Biology of Plants. Maryland: American Society of Plant Physiologists. hlm 930-986. Trikoesoemaningtyas. 2002. Fisiologi dan pewarisan sifat efisiensi kalium dalam keadaan tercekam alumunium pada padi gogo (Oryza sativa L.). [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Vincze T, Posfai J, Roberts RJ. 2003. NEBcutter: a program to cleave DNA with restriction enzymes. Nucleic Acids Res 31: 3688-3691. Vitorello VA, Capaldi FR, Stefanuto VA. 2005. Recent advances in aluminum toxicity and resistance in higher plants. Braz J Plant Physiol 17(1):129-143. Wahyuningsih E. 2009. Peroksidasi Lipid, Aktivitas SOD, dan Sekresi Asam Sitrat pada Padi Lokal Indonesia selama Mendapat Cekaman Al. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
98 Wang JW, Kao CH. 2004. Reduction of Aluminum-inhibited Root Growth of Rice Seedlings with Supplemental Calcium, Magnesium and Organic Acids. Crop Env Bioinf 1:191-198. Watanabe T, Osaki M. 2001. Influence of aluminum and phosphorus on growth and xylem sap composition in Melastoma malabathricum L. Plant Soil 237:63-70. Wu P, Liao CY, Hu B, Yi KK, Jin WZ, Ni JJ, He C. 2000. QTLs and epistasis for aluminum tolerance in rice (Oryza sativa L.) at different seedling stages. Theor Appl Genet 100:1295-1303. Xu R, Li QQ. 2008. Protocol: Streamline cloning of genes into binary vectors in Agrobacterium via the Gateway® TOPO vector system. Plant Methods 4(4). doi:10.1186/1746-4811-4-4. Xue Y, Wan J, Jiang L, Wang Chunming, Liu L, Zang Y, Zhai H. 2006. Identification of quantitative trait loci assosiated with aluminum tolerance in rice (Oryza sativa L.). Euphytica 150:37-45. Yamaguchi M, Sasaki T, Sivaguru M, Yamamoto Y, Osawa H, Ahn SJ, Matsumoto H. 2005. Evidence for the plasma membrane localization of Alactivated malate transporter (ALMT1). Plant Cell Physiol 46(5):812-816. Yamaji N, Huang CF, Nagao S, Yano M, Sato Y, Nagamura Y, Ma F. 2009. A zinc finger transcription factor ART1 regulates multiple genes implicated in aluminum tolerance in rice. Plant Cell 21:3339-3349. Yamamoto Y, Kobayashi Y, Devi SR, Rikiishi S, Matsumoto H. 2002. Aluminum toxicity is associated with mitocondrial dysfunction and the production of reactive oxygen species in plant cells. Plant Physiol 128:6372. Yang JL, Zheng SJ, Feng He, Matsumoto H. 2005. Aluminum resistance requires resistance to acid stress: a case study with a spinach that exudes oxalate rapidly when exposed to Al stress. J Exp Bot 56(414):1197-1203. Zha J, Weiler S, Oh KJ, Wei MC, Korsmeyer SJ. 2000. Posttranslational Nmyristoylation of BID as a molecular switch for targeting mitochondria and apoptosis. Science 290:1761-1765. Zhang X, Jessop RS, Ellison F. 1999. Inheritance of root regrowth as indicator of apparent aluminium tolerance in triticale. Euphytica 108:97-103. Zhang X, Garnet T, Davies K, Peck D, Humphries A, Auricht G. 2004. Genetic evaluation and improvement of acid stress tolerance in lucerne breeding. http://regional.org.au/au/asa/2004/poster/3/6/4/631_zhangxg.htm. Zhou S, Sauve1 R, Thannhauser TW. 2009. Aluminum induced proteome changes in tomato cotyledons. Plant Signaling Behavior 4(8):769-772.
LAMPIRAN
100 Lampiran 1.
Komposisi larutan hara minimal (Miftahudin et al. 2002) yang dimodifikasi Reagen (PA) CaCl2·2H2O K2SO4 MgSO4·7H2O NH4Cl NH4NO3
Konsentrasi (mM) 0.4 0.65 0.25 0.01 0.04
Lampiran 2. Nilai Kuadrat Tengah pada perlakuan cekaman 45 dan 60 ppm Al untuk karakter RRG (Root Re-Growth), PPA (Penghambatan Pertumbuhan Akar) relatif dan PAR (Panjang Akar Relatif) Sumber Keragaman
db
KT RRG PPA PAR 7.258 104.698* 508.313 492.655** 331.094** 876.841* 55.510 158.333* 45.941 2.214 20.108 80.696 13.558 16.960 207.728
Kelompok 2 Varietas 3 Konsentrasi Al 1 Varietas*konsentrasi Al 3 Galat 14 Total Terkoreksi 23 Keterangan: (*) berbeda nyata pada 0.000
Lampiran 3. Nilai Kuadrat Tengah pada perlakuan cekaman 9, 12, dan 15 ppm Al untuk karakter RRG (Root Re-Growth), PPA (Penghambatan Pertumbuhan Akar) relatif dan PAR (Panjang Akar Relatif) Sumber Keragaman
db
KT RRG PPA PAR 2.479 730.412** 1539.843** 997.558** 589.021** 428.469* 21.800 206.368* 100.363 12.693 25.849 11.899 16.374 27.306 59.438
Kelompok 1 Varietas 3 Konsentrasi Al 2 Varietas*konsentrasi Al 6 Galat 11 Total Terkoreksi 23 Keterangan: (*) berbeda nyata pada 0.000
101 Lampiran 4.
Ukuran produk PCR menggunakan primer ubiquitin padi dengan cetakan berupa cDNA dan DNA genom padi
Primer Urutan nukleotida (5’------3’) Panjang (pb) Tm (°) %GC Ubiquitin_F CCAGGACAAGATGATCTGCC 20 52.25 55.00 Ubiquitin_R AAGAAGCTGAAGCATCCAGC 20 52.75 50.00 Ket: F: forward, R: reverse, pb: panjang basa, Tm: time melting. Cetakan cDNA DNA
Ukuran produk PCR (pb) 245 2028
>NM_001056014.1 Oryza sativa Japonica Group Os03g0234200 (Os03g0234200) mRNA, complete cds product length = 245 bp Forward primer Template
1 297
CCAGGACAAGATGATCTGCC ....................
20 316
Reverse primer Template
1 541
AAGAAGCTGAAGCATCCAGC ....................
20 522
>NC_008396.2 Oryza sativa Japonica Group DNA, chromosome 3, complete sequence, cultivar: Nipponbare product length = 2028 bp Features associated with this product: hypothetical protein Forward primer Template
1 7153583
CCAGGACAAGATGATCTGCC ....................
20 7153564
Reverse primer Template
1 7151556
AAGAAGCTGAAGCATCCAGC ....................
20 7151575
102 Lampiran 5. Komposisi larutan MS (Murashige & Skoog) dan vitamin B5 5.1 Komposisi larutan MS Kode A B C D
E
F
Senyawa NH4NO3 KNO3 CaCl2.2H2O H3BO3 KH2PO4 CoCl2.6H2O Na2MoO4.2H2O KI MgSO4.7H2O MnSO4.4H2O ZnSO4.7H2O CuSO4.5H2O Na-EDTA FeSO4.7H2O
Konsentrasi stok (mg/L) 82500 95000 88000 1240 34000 5.2 50 166 74000 3010.8 1720 5.2 74.4 5.56
Final konsentrasi (mg/L) 1650 1900 440 6.2 170 0.026 0.25 0.83 370 22.3 8.6 0.025 37.2 27.8
5.2 Komposisi vitamin B5 Komponen Myo-inositol Thiamine-HCl Nicotinic acid
Konsentrasi stok (mg/L) 10000 1000 100
Final konsentrasi (mg/L) 100 10 1
Pyridoxine-HCl
100
1
Lampiran 6. Media transformasi dan pertumbuhan tembakau transgenik Nama media Ko-kultivasi Eliminasi Seleksi transforman Seleksi biji Sub kultur Regenerasi Tanam
Komponen MS+vitamin B5+30 g/L sukrosa+ 3 g/L gellan gum+200 μM acetosyringone +0.5 μg/ml BAP MS+vitamin B5+30 g/L sukrosa+ 3 g/L gellan gum+250 μg/ml cefotaxime +0.5 μg/ml BAP MS+vitamin B5+30 g/L sukrosa+ 3 g/L gellan gum+0.5 μg/ml BAP+50 μg/ml kanamycin+10 μg/ml hygromycin+250 μg/ml cefotaxime MS+vitamin B5+30 g/L sukrosa+ 3 g/L gellan gum+0.5 μg/ml BAP+100 μg/ml kanamycin MS+vitamin B5+30 g/L gula+3 g/L gellan gum+0.5 μg/ml BAP MS+vitamin B5+30 g/L gula+3 g/L gellan gum tanah:arang sekam:pupuk kasting (3.5:0.5:1)