APLIKASI MARKA MOLEKULER DALAM SELEKSI POPULASI SILANG BALIK IR64/HAWARA BUNAR UNTUK MENDAPATKAN GALUR PADI TOLERAN ALUMINIUM
ANDIK WIJAYANTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aplikasi Marka Molekuler dalam Seleksi Populasi Silang Balik IR64/Hawara Bunar untuk Mendapatkan Galur Padi Toleran Aluminium adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2013 Andik Wijayanto G353090261
RINGKASAN ANDIK WIJAYANTO. Aplikasi Marka Molekuler dalam Seleksi Populasi Silang Balik IR64/Hawara Bunar untuk Mendapatkan Galur Padi Toleran Aluminium. Dibimbing oleh MIFTAHUDIN dan DWINITA WIKAN UTAMI. Pada periode antara tahun 1971 sampai 2012, peningkatan kebutuhan pangan terutama padi (181.6%) jauh lebih besar daripada peningkatan jumlah penduduk Indonesia (108%), sehingga diperlukan usaha peningkatan produksi padi yang berkelanjutan. Peningkatan kebutuhan terhadap padi ini tidak seiring dengan kemampuan penyediaan lahan pertanian yang cenderung menurun dari tahun ke tahun karena terjadi alih fungsi lahan produktif menjadi kawasan industri dan pemukiman sehingga memaksa penggunaan lahan-lahan marginal seperti lahan kering masam untuk usaha pertanian termasuk budidaya padi. Namun perluasan lahan pertanian ke lahan kering masam tersebut mengalami hambatan utama yaitu tingkat kelarutan aluminium (Al) yang tinggi yang merupakan faktor pembatas utama produksi padi di tanah masam, sehingga diperlukan penggunaan varietas padi yang toleran terhadap cekaman Al dan mempunyai produktivitas yang tinggi. Di Indonesia, terdapat genotipe padi lokal yang toleran terhadap cekaman Al seperti varietas Hawara Bunar tetapi produktivitasnya tidak seunggul varietas IR64. Oleh sebab itu, perlu dilakukan silang balik antara padi var. IR64/Hawara Bunar dengan IR64 sebagai tetua pemulih (recurrent parent) untuk mendapatkan sifat-sifat unggul seperti IR64 tetapi toleran terhadap cekaman Al. Penelitian sebelumnya, Miftahudin et al. (2008) dan Akhmad (2009), telah memperoleh populasi BC2F1 hasil silang balik padi var. IR64/Hawara Bunar dan peta genetik tentatif QTL toleran Al pada posisi antara marka RM489 dan RM517 pada kromosom 3. Penelitian ini bertujuan untuk (1) meningkatkan kerapatan marka molekuler pada daerah Quantitative Trait Loci (QTL) untuk sifat toleransi terhadap cekaman Al pada kromosom 3 padi yang diapit oleh dua marka SSR RM489 dan RM517, (2) mengidentifikasi kembali keberadaan QTL untuk sifat toleransi Al pada daerah tersebut, (3) dan menggunakan marka molekular untuk seleksi populasi silang balik IR64/Hawara Bunar untuk mendapatkan galur padi yang toleran Al dan memiliki sifat agronomis yang unggul. Penelitian dilakukan mulai September 2009-Mei 2012 di Laboratorium Fisiologi dan Biologi Molekuler Tumbuhan, Departemen Biologi, IPB dan di Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (Biogen) Bogor. Populasi BC2F1 yang telah dihasilkan pada penelitian sebelumnya, diseleksi berdasarkan karakter fisiologi dan agronomi serta konstitusi alel dari marka foreground maupun background, ditanam, dan dianalisis hingga mendapatkan individu BC2F3 yang toleran terhadap cekaman Al dan mempunyai sifat agronomis yang unggul. Sebelum melakukan seleksi foreground dan background menggunakan marka molekuler SSR, terlebih dahulu melakukan survei polimorfisme dari tiap marka (104 marka) yang digunakan terhadap kedua tetua, meningkatkan kerapatan marka molekuler pada daerah yang diapit marka RM489 dan RM517 dengan menggunakan 5 marka yang polimorfisme yaitu RM2790, RM545,
RM14535, RM14543, dan RM14552; serta mengidentifikasi kembali keberadaan QTL untuk sifat toleransi Al pada daerah tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdeteksi QTL untuk sifat toleransi tanaman terhadap cekaman Al berdasarkan karakter Pertambahan Panjang Akar (PPA) di daerah antara marka RM2790 dan RM14552 pada lengan pendek kromosom 3 padi (LOD 3.4) dengan puncak ada pada posisi di antara marka RM2790 dan RM545. Dengan menggunakan pendekatan Marker Assisted Backcross Selection (MABS), seleksi foreground dan background dari populasi silang balik telah berhasil mendapatkan dua individu padi BC2 F3 yang toleran Al dan memiliki sifat agronomis yang unggul yaitu galur 175-63-34 dan -119. Kata kunci: Cekaman aluminium, marker assisted backcross selection (MABS), padi, simple sequence repeats (SSR)
SUMMARY ANDIK WIJAYANTO. Molecular Marker Application on Selection of A Rice Backcross Population derived from a Cross between IR64/Hawara Bunar to Obtain Aluminum-Tolerant Rice Lines. Supervised by MIFTAHUDIN and DWINITA WIKAN UTAMI. Since 1971 the increase of food demand in Indonesia, especially rice is much greater (181.6%) than the increase of population (108%), therefore an effort to increase rice production is unavoidable. Currently, the ability of agricultural land to provide area for rice cultivation tends to decline from year to year due to massive conversion of productive lands into industrial and residential uses. The situation leads to expand rice cultivation into the utilization of marginal lands, such as acid soils for rice cultivation. However, rice cultivation in acid soils will face many constraints, which mainly due to the aluminum (Al) toxicity. The use of Al-tolerant rice varieties with high productivity will be an alternative solution to overcome the Al toxicity problem in acid soils. There is an Indonesian local rice genotype named Hawara Bunar that tolerant to Al stress and can be used as a Al-tolerant donor parent in rice breeding program. However, the potential productivity of the genotype is not as high as rice cv IR64. The use of a backcross population derived from a cross between both genotypes with cv IR64 as a recurrent parent is an approach to develop Altolerant rice cultivar with high productivity. It has been identified that a Quantitative Trait Loci (QTL) for Al-tolerance trait is located on the short arm of rice chromosome 3 flanked by markers RM489 and RM517 (Miftahudin et al. 2008; Akhmad 2009). The objectives of the study were to (1) increase molecular markers density in the area of QTL for Al-tolerance trait on rice chromosome 3 flanked by two SSR markers RM489 and RM517, (2) re-identify QTLs for Al tolerance trait in the previous Al-tolerance QTL area on rice chromosome 3, (3) and carry out marker assisted backcross selection (MABS) ob a rice backcross population derived from a cross between IR64/Hawara Bunar to obtain Al-tolerant rice lines with superior agronomic traits. The research was conducted from September 2009 to May 2012 at the Laboratory of Plant Physiology and Molecular Biology, Department of Biology, Bogor Agricultural University and at the Research Institute for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources (Biogen) Bogor. An F2 population derived from a cross between rice cv IR64 and Hawara Bunar were used to increase marker density and re-identify Al-tolerance QTL, while BC2 F1 plants and BC2 F2 populations that have been developed from the previous and this studies, respectively, were selected through MABS combined with physiological and agronomic characters based selection. An amount of 17 SSR markers were screened for polymorphism between the two parents to obtain markers that being used to increase marker density. Five markers, which were RM2790, RM545, RM14535, RM14543, and RM14552, were polymorphic and could be mapped in between markers RM489 and RM517 with the average distance of 3 cM between adjacent markers. Al-tolerance QTL
were identified in the previous QTL location between markers RM2790 and RM14552 (LOD 3.4) based on the Main Root Elongation characters. Foreground and background selections were successfully carried out on BC2F1, BC2F2 and BC2F3 populations using five foreground and 50 background SSR markers. The MABS obtained two BC2F3 rice lines (number 175-63-34 and 175-63-119) carrying 90% background alleles from the recurrent parent. Both lines were tolerant to Al stress and showed good agronomic characters. However, those lines need to be further evaluated in acid soils to verify that those lines are true Al-tolerant lines that can be used to develop Al-tolerant rice variety. Keywords: Aluminum tolerance, marker assisted backcross selection, QTL, rice, simple sequence repeats (SSR)
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
APLIKASI MARKA MOLEKULER DALAM SELEKSI POPULASI SILANG BALIK IR64/HAWARA BUNAR UNTUK MENDAPATKAN GALUR PADI TOLERAN ALUMINIUM
ANDIK WIJAYANTO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Ida Hanarida Somantri, MS
Judul Tesis : Aplikasi Marka Molekuler dalam Seleksi Populasi Silang Balik IR64/Hawara Bunar untuk Mendapatkan Galur Padi Toleran Aluminium Nama : Andik Wijayanto NIM : G353090261
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Miftahudin, MSi Ketua
Dr Dwinita W Utami, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Miftahudin, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 6 Februari 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Tiada sekutu bagi-Nya. Dia-lah yang maha berkehendak atas segala sesuatu. Sholawat dan salam kepada hamba dan utusan-Nya, Muhammad SAW, penutup para nabi dan rasul. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2009 sampai Mei 2012 dengan judul Aplikasi Marka Molekuler dalam Seleksi Populasi Silang Balik IR64/Hawara Bunar untuk Mendapatkan Galur Padi Toleran Aluminium. Penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Keluarga tercinta yang telah memberikan doa, semangat, dan pengorbanannya selama ini: Ayahanda Drs Soetjipto dan Dwi Irianto SPd, Ibunda Harni Suprihatin dan Sudarmini SPd, istri dr. Megawati Dharma Iriani, kakak Nita Purwanishiwi SH beserta suami Fary Setiawan SH, dan adik Putri Dwi Novitasari. 2. Dr Ir Miftahudin, MSi dan Dr Dwinita Wikan Utami, MSi. yang telah membimbing dan memberikan kesempatan ikut serta dalam Proyek Penelitian Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) Departemen Kementrian Pertanian tahun anggaran 2009 - 2010. 3. Dr Ir Ida Hanarida Somantri, MS selaku penguji yang telah memberikan saran dan kritik serta bantuan penanaman padi di rumah kaca Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Bogor. 4. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Bogor yang telah memberikan fasilitas untuk menunjang pelaksanaan penelitian beserta Ibu Yuri, SSi dan Bapak Iman yang telah membantu penelitian ini. 5. Rekan-rekan di laboratorium Fisiologi dan Biologi Molekuler Tumbuhan IPB: Dr Dewi Indriyani Roslim MSi, Akhmad MSi, Hariyanto MSi, Arief Pambudi MSi, Dedy Suryadi MSi, Turati MSi, Syasti Hastriani, dan rekanrekan lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. 6. Dan teman-teman di mayor Biologi Tumbuhan Pascasarjana IPB tahun angkatan 2009 yang terus memberikan semangat. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Mohon maaf atas segala kekurangan.
Bogor, Mei 2013 Andik Wijayanto
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 2 2 2
TINJAUAN PUSTAKA Tanah Masam dan Toksisitas Aluminium Mekanisme Toleransi Tanaman terhadap Cekaman Aluminium Botani Padi Silang Balik dan Marker Assisted Backcross Selection (MABS) Pemanfaatan Marka Molekuler Simple Sequence Repeats (SSR) dalam Proses Seleksi Pemuliaan Tanaman
3 3 5 6 9 10
METODE Bagan Alir Penelitian Bahan Pembentukan Populasi BC2F2 dan BC2F3 Perlakuan Cekaman Al Analisis Pertambahan Panjang Akar (PPA) dan Root Re-Growth (RRG) Analisis Marka Molekuler Pengamatan Karakter Morfologi dan Agronomi Prosedur Analisis Data
12 12 12 13 13 13 14 15 15
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan
15 15 23
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
34 34 34
DAFTAR PUSTAKA
34
LAMPIRAN
45
RIWAYAT HIDUP
90
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Karakteristik O. sativa ssp. indica, ssp. japonica, dan ssp. javanica Pola genotipe individu rekombinan BC2 F1 dengan seleksi empat marka Pola genotipe individu rekombinan BC2 F1 dengan seleksi enam marka Nilai statistik sifat toleransi cekaman Al berdasarkan karakter PPA dan RRG pada populasi BC2F2 5 Nomor individu terpilih BC2F2 beserta nilai RRG dan konfigurasinya 6 Perbandingan karateristik individu padi BC2F3 175-63-34 dan -119 dengan tetua IR64 dan Hawara Bunar
8 18 18 19 22 30
DAFTAR GAMBAR 1 Tahapan seleksi menggunakan MABS, target lokus ada di kromosom 4. Seleksi foreground, seleksi rekombinan, seleksi background 2 Bagian alur kerja dalam penelitian aplikasi marka molekuler pada populasi silang balik IR64/Hawara Bunar 3 Contoh hasil survei polimorfisme marka SSR berdasarkan analisis PCR pada tanaman tetua (HB: Hawara Bunar, IR: IR64) dan tanaman F1 turunannya menggunakan marka SSR: RM19, RM252, RM278, dan RM556 4 Contoh elektroforesis hasil PCR marka SSR RM14543 dan RM14552 pada gel agarose SFR 3% dalam buffer TBE 1x pada populasi F2 5 Posisi QTL untuk karakater PPA sebagai parameter toleransi Al pada populasi F2 hasil persilangan tetua padi var. IR64 x var. Hawara Bunar 6 Contoh elektroforesis hasil PCR marka SSR RM14535, RM14543, dan RM14552 pada gel agarose SFR 3% dalam buffer TBE 1x pada populasi BC2F1. 7 Distribusi nilai PPA dan RRG pada populasi BC2F2 175 dan 180 8 Contoh elektroforesis hasil PCR marka SSR : RM14535, RM14543 dan RM14552 pada gel agarose SFR 3% dalam buffer TBE 1x pada populasi BC2F2 175 9 Contoh elektroforesis hasil amplifikasi DNA populasi BC2F3 175-63 dengan primer RM14543 pada suhu annealing 550C 10 Contoh elektroforesis hasil amplifikasi DNA tanaman BC2F2 175-63 dengan beberapa primer background 11 Konstitusi background galur BC2 F2 175-63 12 Contoh elektroforesis hasil amplifikasi DNA populasi BC2 F3 175-63 dengan primer RM168 pada suhu annealing 550C (seleksi background)
10 12
16 17 17
18 20
21 24 25 26 29
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
12 13
Diskripsi padi varietas IR64 Beberapa karakter padi varietas lokal Hawara Bunar Komposisi larutan hara minimum Primer-primer SSR yang digunakan untuk seleksi foreground dan background Karakter fisiologi, agronomi, dan introgresi marka foreground dan background BC2F3 175-63 Marka-marka atau gen- gen pada kromosom 1, 3, 5, dan 6 pada padi Genotipe individu rekombinan BC2F1 dengan seleksi empat marka Seleksi foreground BC2 F2175 Seleksi foreground BC2 F2180 Distribusi nilai PPA, RRG dan Akar Samping pada populasi BC2F3 175-63 Distribusi nilai karakter agronomi tinggi tanaman vegetatif, jumlah anakan vegetatif, rata-rata panjang malai, jumlah malai, total biji isi, dan total bobot biji isi pada populasi BC2F3 175-63 Hasil elektroforesis 50 marka background dengan DNA tanaman BC2F2 175-63 Hasil elektroforesis marka background RM130 dan RM168 dengan DNA populasi tanaman BC2 F3 175-63
45 46 47 48 65 75 76 78 79 80
81 83 86
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada bulan Juli 2012 jumlah penduduk Indonesia sebesar 248.216.193 orang, meningkat 129.007.964 orang atau sekitar 108 % dari jumlah penduduk tahun 1971 (CIA 2012). Peningkatan jumlah penduduk ini diiringi dengan peningkatan kebutuhan pangan terutama padi yang jauh lebih besar dari kebutuhan pangan pada periode yang sama, yaitu sebesar 181.6% (USDA 2012a), sehingga diperlukan usaha peningkatan produksi padi yang berkelanjutan. Kemampuan lahan pertanian di Indonesia dalam menyediakan beras cenderung menurun dari tahun ke tahun, selain karena area persawahan yang sempit yaitu 7.469.796 ha (USDA 2012b) atau sekitar 6.4% dari total luas Indonesia, juga dikarenakan terjadi alih fungsi lahan produktif menjadi kawasan industri dan pemukiman sehingga memaksa penggunaan lahan-lahan marginal untuk usaha pertanian termasuk budidaya padi, termasuk lahan kering masam dengan luas lahan 102.8 ha (Mulyani et al. 2009) atau sekitar 54.6% dari total luas lahan di Indonesia. Namun perluasan lahan pertanian ke lahan kering masam ini mengalami kendala utama yaitu tingkat kelarutan Al yang tinggi, kadar hara makro dan mikro yang tidak mencukupi kebutuhan tanaman, dan kandungan bahan organik yang rendah (Roesmarkam et al. 1992; Sanchez 1992). Pada tanahtanah masam seperti tanah Podsolik Merah Kuning, bentuk Al3+ merupakan bentuk yang paling dominan dan sangat beracun bagi akar tanaman sehingga pertumbuhan akar dan tajuk terhambat, akar pendek, tebal dan menggulung, tudung akar rusak dan berwarna merah kecokelatan, yang pada akhirnya sistem perakaran rusak dan penyerapan hara oleh tanaman terganggu (Delhaize dan Ryan 1995; Ma et al. 2005). Salah satu cara untuk menanggulangi masalah tersebut adalah2 menggunakan varietas padi yang toleran Al dengan produktivitas yang tinggi. Di Indonesia, terdapat genotipe padi lokal yang toleran terhadap cekaman Al seperti Hawara Bunar. Namun produktivitasnya tidak seunggul varietas yang telah banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia, seperti padi varietas IR64 dan Ciherang. Oleh sebab itu, perlu dilakukan silang balik antara padi var. IR64/Hawara Bunar dengan IR64 sebagai tetua pemulih (recurrent parent) untuk mendapatkan sifat-sifat unggul seperti IR64 tetapi toleran terhadap cekaman Al. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sifat toleransi padi terhadap cekaman Al dikendalikan oleh lebih dari satu gen (Ma et al. 2002; Nguyen et al. 2001a, 2001b, 2002, 2003; Wu et al. 2000) dan pengaruh sifat aditif lebih besar daripada pengaruh sifat dominan (Khatiwada et al. 1996; Wu et al. 1997). Oleh sebab itu, diperlukan suatu prosedur seleksi melalui aplikasi marka molekuler untuk lebih mengefisienkan proses seleksi melalui pendekatan Marker Assisted Backcros Selection (MABS). Salah satu marka molekular yang dapat digunakan dalam MABS adalah Simple Sequence Repeats (SSR). SSR cukup baik untuk digunakan dalam membantu proses seleksi karena mempunyai tingkat polimorfisme yang tinggi dan bersifat kodominan (Rongwen et al. 1995).
2 Pada penelitian sebelumnya, Miftahudin et al. (2008) dan Akhmad (2009) telah menyilangkan padi var. IR64/Hawara Bunar hingga menghasilkan populasi F2 dan BC2F1 serta mendapatkan lokasi QTL untuk sifat toleransi Al yaitu pada kromosom 3 yang diapit oleh marka RM489 dan RM517. Penelitian ini telah melakukan peningkatan kerapatan marka molekular pada daerah kromosom di antara kedua marka tersebut, serta menggunakan marka-marka tersebut untuk melakukan seleksi populasi silang balik hasil persilangan antara padi var. IR64/Hawara Bunar.
Perumusan Masalah Bagaimana cara mendapatkan varietas padi yang toleran cekaman Al dengan produktivitas yang tinggi dalam waktu yang singkat? Di manakah letak gen-gen yang mengendalikan sifat toleransi terhadap aluminium pada padi? . Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk (1) meningkatkan kerapatan marka molekuler pada daerah antara marka RM489 dan RM517 pada kromosom 3 padi, (2) mengidentifikasi kembali keberadaan QTL untuk sifat toleransi Al pada daerah tersebut, (3) dan menyeleksi populasi silang balik BC2F2 dan BC2F3 hasil persilangan IR64/Hawara Bunar berdasarkan marka SSR dan karakter fisiologi Root Regrowth (RRG) dan Pertambahan Panjang Akar (PPA) untuk mendapatkan galur padi yang toleran Al dan memiliki sifat agronomis yang unggul seperti var. IR64.
Manfaat Penelitian Beberapa manfaat dari penelitian ini antara lain (1) diperoleh populasi BC2F2 dan tanaman BC2F3 yang toleran Al dan memiliki karakter agronomi yang unggul seperti tetua penerima (IR64) serta mempunyai karakter toleran Al (membawa alel homozigot atau heterozigot) dari tetua donor (Hawara Bunar) sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi Varietas Unggul Spesifik Lokasi (VUSL) tanah masam berkelarutan Al tinggi, (2) memperkaya materi pemuliaan tanaman padi, (3) dapat mendukung penelitian pemetaan genetik tanaman padi terkait sifat toleransinya terhadap cekaman Al, dan (4) dalam jangka panjang, galur baru toleran terhadap cekaman Al yang dihasilkan, diharapkan mampu meningkatkan produksi beras nasional.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini meliputi peningkatkan kerapatan marka molekuler pada daerah antara marka RM489 dan RM517 pada kromosom 3 padi, mengidentifikasi kembali keberadaan QTL untuk sifat toleransi Al pada daerah tersebut, dan menyeleksi populasi silang balik BC2 F2 dan BC2F3 hasil persilangan IR64/Hawara
3 Bunar berdasarkan marka SSR dan karakter fisiologi Root Regrowth (RRG) dan Pertambahan Panjang Akar (PPA) untuk mendapatkan galur padi yang toleran Al dan memiliki sifat agronomis yang unggul seperti var. IR64.
TINJAUAN PUSTAKA Tanah Masam dan Toksisitas Aluminium Tanah masam adalah tanah yang mempunyai pH ≤ 5.5 yang merupakan faktor pembatas penting dalam produksi pertanian di dunia terutama di Indonesia (Muchtar 2011). Menurut von Uexkull dan Mutert (1995), luas tanah masam di dunia sebesar 3.950 juta Ha atau sekitar 30% dari total luas lahan di dunia. Di Indonesia, terdapat sekitar 102.8 juta Ha atau sekitar 54.6% dari total luas lahan berupa tanah masam (Mulyani et al. 2009). Tanah masam di Indonesia tersebar luas di pulau Kalimantan, Sumatera, dan beberapa wilayah di Sulawesi, Jawa, dan Papua (Lynch dan St. Clair 2004). Pada kelompok tanah andosol, acrisol, podsol, ferralsol, fluvisol, dan planasol; toksisitas Al sangat dominan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman (Baligar et al. 2001). Pada pH netral, Al membentuk kompleks dengan ion hidroksida yang tidak larut, tetapi pada pH asam akibat terjadi penumpukan ion H + yang tinggi di dalam tanah atau media tumbuh, Al berada dalam bentuk Al3+ yang toksik karena sifatnya yang larut dan mempunyai kemampuan mengkelat yang tinggi seperti pada reaksi berikut (Harter 2002): Al(OH)3 + 3H+ ↔ Al3+ + 3H2O Pada larutan dengan pH < 5.0 ion Al berbentuk oktahedral Al(H 2O)63+ yang sering disingkat Al3+. Dengan semakin berkurangnya tingkat kemasaman, Al(H2O)63+ 6 mengalami deprotonisasi menjadi Al(OH)2+ dan Al(OH)2+ yang tidak beracun bagi tanaman (Mossor-Pietraszewska 2001). Terdapat tiga faktor penghambat pertumbuhan tanaman di lahan masam, yaitu (1) konsentrasi H+, Al, dan Mn yang tinggi menyebabkan cekaman pada tanaman, (2) rendahnya konsentrasi Ca, Mg, K, P, M, dan Mo sehingga terjadi defisiensi hara mineral pada tanaman, (3) terjadi penghambatan pertumbuhan akar dan penyerapan air sehingga menyebabkan defisiensi hara mineral pada tanaman dan terjadi cekaman kekeringan. Dari semua faktor tersebut, cekaman Al merupakan faktor penghambat utama pertumbuhan tanaman di tanah masam (Marschner 1995), termasuk tanaman padi. Cekaman Al dapat menurunkan 25 sampai 80% produksi tanaman pangan (Herrera-Estrella 2003), termasuk padi, yang ditanam di tanah masam yang mencakup 40% dari tanah yang bisa ditanami di dunia (Kochian 1995; Ma et al. 1997a). Rendahnya produktivitas menyebabkan tanah masam yang masih cukup luas belum dimanfaatkan secara optimal sebagai lahan pertanian. Terdapat beberapa hipotesis mengenai mekanisme cekaman Al pada berbagai tanaman, antara lain Al berinteraksi dengan dinding sel pada mentimun (Cucumis sativus) (Pereira et al. 2006), perubahan cytoskeleton sel akar jagung (Zea mays) (Sivaguru et al 1999), pemblokiran kanal Ca2+ dan depolarisasi potensial elektrik transmembran sehingga terjadi defisiensi mineral pada gandum
4 (Triticum aestivum L.) dan tembakau (Nicotina tabacum L.) (Papernik dan Kochian 1997; Sivaguru et al 2005; Takabatake dan Shimmen 1997), serta produksi spesien oksigen reaktif (ROS) yang dapat berupa peningkatan kandungan Fe2+ atau Fe3+ sebagai perantara peroksidasi lipid yang menyebabkan cekaman oksidatif pada jagung dan tembakau (Jones et al. 2006; Ono et al. 1995; Yamamoto et al. 1997). Menurut Sharma dan Dubey (2007) dan Ma et al. (2007), cekaman Al berhubungan dengan induksi cekaman oksidatif di akar maupun di tajuk seperti anion superoksida (O2-), hidrogen peroksida (H2O2), peroksidasi lipid membran yang diiringi pelepasan gugus thiol, glutation, dan askorbat. Pemberian 160 µM Al dapat meningkatkan anion superoksida (O2-), hidrogen peroksida (H2O2), malondialdehyde (MDA), dan glutation oksida yang diikuti peningkatan enzim oksidatif seperti superoksida dismutase (SOD), guaiacol peroksidase, askorbat peroksidase, monodehidroaskorbat resduktase, dan glutation reduktase serta diikuti dengan penurunan konsentrasi thiol, asam askorbat, chloroplastic dan aktivitas katalase. Namun menurut Yamamoto et al. (2001), peroksidasi lipid memang gejala awal yang diinduksi cekaman Al tetapi bukan penyebab utama penghambatan pertumbuhan akar pada tanaman kacang tanah (Pisum sativum). Pada tanaman padi, keracunan Al mengakibatkan penurunan beberapa karakter fisiologi seperti akumulasi bahan-bahan kering, konsentrasi dan penyerapan unsur Ca, P, K dan Mg di ujung tajuk (Macedo dan Jan 2008), nilai panjang akar relatif (Nasution dan Suhartini 1992; Sivaguru dan Paliwal 1993), dan penurunan konsentrasi tiol (-SH) dan asam askorbat (Sharma dan Dubey 2007). Selain itu terjadi peningkatan pada beberapa karakter fisiologi lain seperti konsentrasi anion superoksida (O2 -), hydrogen peroksida (H2O2), jumlah malondialdehid, dan glutation teroksidasi (Sharma dan Dubey 2007). Aluminium dapat membentuk ikatan elektrostatik dengan ligan donor oksigen seperti kelompok karboksil atau fosfat, sehingga pektin dinding sel dan lapisan luar membran plasma menjadi target utama Al. Al dapat mengikat kuat komponen lipid pada membran plasma (Akeson et al. 1989) dengan kekuatan ikatan bergantung pada muatan fosfolipid yang diikatnya (Jones dan Kochian 1997). Pengikatan Al pada lipid membran mengakibatkan membran plasma menjadi kaku (Deleers et al. 1986). Berdasarkan beberapa hasil penelitian, target utama cekaman Al adalah jaringan akar tanaman terutama pada ujung akar (Sasaki et al. 1992; Ryan et al. 1993; Delhaize dan Ryan 1995). Pada umumnya konsentrasi Al pada akar lebih besar daripada konsentrasi Al pada tajuk (Kinraide et al. 1992; Meriga et al. 2003). Hal ini disebabkan inaktivasi Al pada akar yang menyebabkan Al tidak dapat atau sedikit ditranspor ke tajuk. Pada kedelai (Glycine max L. Merr), translokasi Al dari akar ke tajuk lebih sedikit pada varietas yang toleran Al daripada varietas sensitif Al (Nursyamsi et al. 2002). Sebagian besar Al yang diabsorbsi oleh tanaman berada pada daerah apoplas (Taylor et al. 2000; Rengel 1996) meskipun juga ditemukan terdapat pada daerah simplas (Vazquez et al. 1999; Yamamoto et al. 2001). Gejala pertama yang tampak dari cekaman Al adalah sistem perakaran yang tidak berkembang (pendek dan tebal) sebagai akibat adanya penghambatan perpanjangan sel akar, kerusakan membran akar, dan terjadinya penggulungan akar (Delhaize dan Ryan 1995; Akhmad 2009; Cakmak dan Horst 1991; Kochian 1995, Ma et al. 2004b).
7
8
5 Mekanisme Toleransi Tanaman terhadap Cekaman Aluminium
Mekanisme toleransi, kontrol genetik, dan lokasi gen pengendali toleransi tanaman terhadap cekaman Al berbeda-beda antar spesies dan varietas (Yahya dan Setiyati 1988; Hede et al. 2001). Kriteria tanaman yang toleran terhadap cekaman Al antara lain ujung akar tidak rusak dan akar terus tumbuh ketika mendapat cekaman Al, terdapat mekanisme dalam penetralan pengaruh toksik Al setelah diserap tanaman maupun mekanisme pengkondisian kurang asam di daerah perakaran seperti sekresi asam malat dan asam sitrat; serta memiliki mekanisme tertentu yang mengakibatkan ion Al tidak menghambat serapan Ca, Mg, dan K (Delhaize dan Ryan 1995; Taylor 1991). Menurut Taylor (1991) dan Marschner (1995), mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman Al meliputi mekanisme detoksifikasi internal dan mekanisme eksklusi atau penghindaran. Mekanisme detoksifikasi internal dilakukan oleh tanaman dengan membiarkan Al memasuki jaringan dan tanaman akan mengurangi atau menghilangkan pengaruh cekaman tersebut dengan detoksifikasi atau inaktivasi Al yang berada dalam sel dan menimbunnya, sedangkan mekanisme eksklusi atau penghindaran dilakukan oleh tanaman dengan mencegah atau mengurangi penetrasi Al ke dalam jaringan dengan cara mengeluarkan Al atau senyawa organik dari ujung akar sehingga ion Al tidak mencapai daerah metabolik atau protoplasma. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dalam kondisi tercekam Al, tanaman mensekresikan asam organik seperti asam sitrat, asam malat, dan oksalat dari akar sebagai bentuk mekanisme toleransi (Delhaize et al. 1993; Ryan et al. 2008). Namun beberapa publikasi menyebutkan bahwa sekresi asam organik bukanlah mekanisme utama toleransi terhadap cekaman Al seperti pada rumput (Brachiaria decumbens) (Wenzl et al. 2001) dan bayam (Amaranthus sp) (Yang et al. 2005) atau hal ini bukanlah satu-satunya mekanisme toleransi Al seperti pada jagung (Pineros et al. 2005) dan soba (Zheng et al. 2005). Terdapat dua pola sekresi asam organik terkait waktu pelepasannya. Pertama, tanpa penundaan sekresi, yaitu asam organik akan disekresikan sesaat setelah perlakuan cekaman seperti pada tanaman tembakau (Delhaize et al. 2001), gandum (Ryan et al. 1995), dan buckwheat (Fygopyrum esculentum Moench) (Zheng et al. 2005). Kedua, asam organik disekresikan beberapa jam setelah perlakuan cekaman. Hal ini terjadi pada tanaman rye (Secale cerealea L.) (Li et al. 2000) dan triticale (Ma et al. 2000). Menurut Li et al. (2000), asam organik yang disekresikan sebagai respon toleransi terhadap cekaman Al, berbeda antar tanaman. Aktivitas sitrat sintase meningkat pada tanaman rye saat tercekam Al tetapi tidak terjadi pada gandum. Sekresi asam malat pada gandum tidak dihambat oleh suhu rendah tetapi hal ini mengakibatkan terjadinya penghambatan sekresi asam sitrat pada rye. Rye merupakan spesies anggota Triticeae paling toleran cekaman Al, memiliki beberapa lokus yang mengendalikan sifat toleransi Al, salah satunya adalah lokus yang mempunyai efek cukup besar terhadap toleransi terhadap Al yaitu lokus pada lengan panjang kromosom 4 yang disebut Alt3. Lokus ini memiliki keterkaitan erat dengan gen AltBH yang ditemukan pada gandum. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat lokus yang orthologous (Miftahudin et al. 2002; Miftahudin et al. 2004). Barley (Hordeum vulgare L.) juga mengandung gen yang mempunyai efek cukup besar terhadap toleransi cekaman Al yaitu gen Alp di lengan panjang kromosom 4
9
6 dan terkait dengan penanda yang sama dengan gen AltBH pada gandum (Ma et al. 1997a). Pada gandum telah diketahui gen pengendali toleransi aluminium yaitu TaALMT1 (Alt1) pada kromosom 4DL yang mengontrol sekresi asam malat (Delhaize et al. 1993) dan TaMATE1 (kelompok gen MATE) pada kromosom 4BL yang mengontrol sekresi asam sitrat.dari akar (Ryan et al. 2008). Mekanisme toleransi terhadap cekaman Al pada padi terjadi secara internal dan eksternal, secara internal terjadi transport Al ke dalam vakuola sel melalui mekanisme simplas (Huang et al. 2009, 2012) dan secara eksternal melalui eksudasi asam sitrat (Yakhoso et al. 2011). Huang et al. 2009 melaporkan bahwa terdapat dua gen, yaitu STAR1 dan STAR2 yang berfungsi sebagai ABC transporter. Selain itu menurut Huang et al. 2012, tranport Al ke dalam vakuola sel ini dikendalikan oleh ekspresi gen OsALS1 (Os03g0755100) yang diinduksi spesifik oleh Al di dalam akar. Gen ini mengkode setengah dari ABC transporter yang merupakan kelompok TAP (Transporter Associated with Antigen Processing). Secara eksternal, terdapat gen OsFRDL4 (Os01g0919100) yang termasuk kelompok MATE efflux protein yang berperan dalam sekresi asam sitrat (Yakhoso et al. 2011). Selain pada padi, toleransi terhadap Al juga telah dipelajari pada tanaman lainnya, seperti barley (Ma et al. 1997b, 2004a; Matsumoto et al. 1992), gandum (Huang et al. 1992; Jones dan Kochian 1997; Ma et al. 2004b), rye (Miftahudin et al. 2002), jagung (Ma et al. 1997a; Pineros et al. 2005; Wang et al. 2004), kedelai (Cakmak dan Horst 1991; Kataoka dan Nakanishi 2001; Lazof et al. 1996), tembakau (Ono et al. 1995; Yamamoto et al. 2001), sorghum (Sorghum bicolor L.) (Galvez et al. 1987; Keltjens dan Ulden 1987; Tan et al. 1993), kacang tanah (Yamamoto et al. 2001), Arabidopsis thaliana (Ezaki et al. 2000; Richards et al. 1998; Toda et al. 1999), Melastoma malabatricum (Wanatabe et al. 1998), kopi (Coffea sp) (Arroyo-Serralta et al. 2005), labu kuning (Cucurbita moschata Durch) (Dipierro et al. 2005), Alfalfa (Medicago sativa) (Tasfaye et al. 2001), rumput (Wenzl et al. 2001), buckwheat (Zheng et al. 2005), dan bayam (Yang et al. 2005).
Botani Padi Padi (Oryza sativa, L) merupakan tanaman yang termasuk dalam Famili rumput-rumputan, Gramineae (Poaceae) yang merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting sebagai sumber karbohidrat utama dari sekitar setengah jumlah penduduk dunia. Lebih dari 40.000 varietas padi telah dipubikasikan (Tripathi et al. 2011). Genus Oryza mempunyai 25 spesies yang telah diketahui, 23 diantaranya adalah spesies liar dan dua spesies, O. sativa L dan O. glaberrima Steud, telah dibudidayakan (Morishima 1984; Vaughan 1994; Brar dan Kush 2003; Matsuo dan Hoshikawa 1993). Spesies liar Oryza yang penyebarannya di Asia Tenggara antara lain O. nivara Sharma et Shastry, O. rufipogon Griff, O. rhizomatis Vaughan, O. minuta J.S.Pesl. ex C.B.Presl, O. officinalis Wall. ex Watt, O. eichingeri A. Peter, O. granulata Nees et Arn. ex Watt, O. meyeriana (Zoll.et Mor. ex Steud.) Baill., O. longiglumis Jansen, O. ridleyi Hook.f., dan O. schlechteri Pilger (Brar dan Kush 2003). Dua diantaranya, O. longiglumis dan O. schlechteri penyebarannya di Indonesia. Oryza sativa adalah spesies yang paling
7 banyak dibudidayakan terutama di daerah tropis, subtropis, dan daerah beriklim sedang antara lain di benua Asia, Afrika, Eropa, Timur Tengah, Amerika Utara dan Selatan, sedangkan O. glaberrima hanya dibudidayakan di Afrika Barat (Tripathi et al. 2011). Pusat asal dan pusat keanekaragaman dua spesies ini juga telah diidentifikasi berdasarkan studi keanekaragaman genetik, bukti sejarah dan arkeologi, dan distribusi geografis disepakati bahwa lembah sungai Yangtze dan sungai Mekong merupakan daerah pusat asal O. sativa dan delta sungai Niger di Afrika merupakan daerah pusat asal O. glaberrima (Porteres 1956; OECD 1999). Kaki bukit Himalaya, Chhattisgarh, Jeypore Tract di Orissa, timur laut India, bagian utara Myanmar dan Thailand, dan provinsi Yunnan di China merupakan beberapa daerah pusat keanekaragaman O. sativa dan delta sungai Niger dan beberapa daerah sekitar pantai Guinea Afrika dianggap sebagai pusat keanekaragaman O. glaberrima (Chang 1976; Oka 1988). Oryza sativa mempunyai beraneka ragam habitus tetapi biasanya berdaun sempit, anter biasanya lebih pendek dari 2,1 mm, panjang gabah biasanya 4-8,5 mm dan lebarnya 2-4 mm, embrio biasanya lebih pendek dari 2,1 mm. Berbeda dengan O. sativa, O. glaberrima mempunyai daun glabrous, malai utama umumnya tanpa cabang sekunder atau tersier, lemna dan palea hampir sempurna glabrous, lebar gabah 2,9 - 3,6 mm, ujung lemma tajam (Vaughan 1989). Oryza sativa terdiri dari tiga subspesies, yang merupakan hasil seleksi manusia dan alam untuk meningkatkan kualitas dan daya adaptasi pada lingkungan sekitar, yaitu O. sativa ssp. indica, ssp. japonica, dan ssp. javanica (Herrera et al. 2008; Tripathi et al. 2011). Karakter masing-masing subspesies O.sativa disajikan pada Tabel 1. Padi sering dijadikan tanaman model dalam kajian genetika tumbuhan karena padi mempunyai ukuran genom yang lebih kecil daripada tanaman serealia lainnya, yaitu 389 Mb (IRGSP 2005). Ukuran genom ini 5 kali lebih kecil daripada genom jagung dan 40 kali lebih kecil daripada genom gandum (Genoscope 2012; Moore et al. 1995). Genom padi juga telah disekuen (Kurata dan Yamazaki 2006), sehingga dapat menjadi bahan baku utama dalam usaha pemuliaan padi menggunakan rekayasa genetika. Selain itu, dalam kaitannya dengan analisis toleransi cekaman aluminium, padi juga merupakan tanaman serealia yang mempunyai kemampuan 6-10 kali lebih toleran cekaman Al daripada tanaman serealia lainnya (Famoso et al. 2011). Varietas padi unggul yang paling populer di Indonesia adalah IR64. Varietas ini dilepas oleh pemerintah sebagai galur padi unggul di Indonesia pada tahun 1986 yang merupakan hasil introduksi oleh IRRI (International Rice Research Institute). Menurut Direktorat Bina Perbenihan (2000), IR64 merupakan varietas padi yang paling luas ditanam di Indonesia (2.118.000 ha), disusul Memberamo (271.557 ha), Way apo buru (285 .985 ha), dan Cisadane (195.768 ha). Varietas IR64 sangat digemari oleh petani dan konsumen, terutama karena rasa nasi yang enak, umur genjah, daya adaptasi luas, dan produktivitasnya tinggi. Karakteristik dari varietas IR64 menurut Daradjat et al. (2001) antara lain adalah umur sedang (100-125 HST), postur tanaman pendek – sedang (95-115 cm), bentuk tanaman tegak, posisi daun tegak, jumlah anakan sedang (20-25 anakan/rumpun, dengan anakan produktif 15-16 anakan/rumpun, panjang malai sedang, responsif terhadap pemupukan, tahan rebah, daya hasil agak tinggi (5-6
8 t/ha), tahan hama dan penyakit utama, mutu giling baik, dan rasa nasi enak. Karakter agronomi padi varietas IR64 lebih detail disajikan pada Lampiran 1. Tabel 1 Karakteristik O. sativa ssp. indica, ssp. japonica, dan ssp. javanica (Matsuo dan Hoshikawa 1993; Tripathi et al. 2011) Karakater Daun Biji Anakan Tinggi tanaman Penanaman Pelepasan kulit biji Suhu rendah Penyebaran
banyak tinggi
O. sativa spp japonica sempit dan berwarna hijau tua membulat, lebar, dan tebal sedikit sedang
mudah mudah
tidak mudah tidak mudah
tidak mudah tidak mudah
sensitif
toleran
toleran
daerah beriklim panas seperti India, Sri Lanka, Taiwan, Pakistan, Thailand, Cina bagian selatan, Brazil, dan Amerika Selatan
daerah beriklim temperate seperti Jepang, Korea, Cina bagian utara, dan California
di Indonesia khususnya pulau Jawa
indica sempit dan berwarna hijau terang ramping, tipis
javanica sempit dan berwarna hijau membulat tebal sedikit tinggi
Beberapa genotipe padi subspesies indica yang dapat dipilih sebagai sumber toleransi terhadap cekaman Al antara lain Hawara Bunar, Sigundil, Grogol, Seratus Malam, Krowal, Ketombol, Jambu, Sigiliti, Ketan Gudel, Mendali, Banih Kuning, Bakka Turuy, Cempo, TB154-TB1, ITA 24764, IRAT144, dan CT 6510-24-1-3 (Asfarudin 1997; Farid 1997; Syakhril 1997; Suparto 1999; Jagau 2000; Purwoko et al. 2005). Roslim (2011) telah meneliti daya toleransi terhadap cekaman Al pada padi varietas Hawara Bunar, Grogol, Krowal, dan IR64 pada konsentrasi Al sebesar 9, 12, 15, 45 dan 60 ppm dan dicekam selama 24 jam, pH 4.00 ± 0.02, dan masa pemulihan (recovery) selama 48 jam. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa padi Hawara Bunar mempunyai nilai RRG tertinggi dengan nilai berbeda nyata dengan varietas lain yang diuji, sehingga padi varietas Hawara Bunar dijadikan sebagai tetua donor pada penelitian ini. Padi Hawara Bunar berasal dari Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Hawara Bunar mempunyai lamina daun berwarna hijau tua dengan ciri khusus yaitu pangkal batang atau pelepah serta ujung kulit biji berwarna ungu. Tinggi tanaman dapat mencapai lebih dari dua meter. Biji berbentuk oval dengan rambut yang pendek. Waktu berbunga rata-rata 59 HST (Hari Setelah Tanam) dan jumlah anakan rata-rata 4 batang (Ahmad 2009). Karakter agronomi padi Hawara Bunar lebih detail disajikan pada Lampiran 2.
9 Silang Balik dan Marker Assisted Backcross Selection (MABS) Keanekaragaman dan ketersediaan sumber daya genetik padi merupakan faktor penting dalam perakitan varietas padi unggul dengan sifat-sifat yang diinginkan. Sumber genetik padi dapat digolongkan menjadi: (1) sumber gen utama (primary gene pool), yang terdiri atas varietas unggul, lokal, dan keturunannya. Persilangan antara O. sativa (indica dan japonica) dan O. glaberrima relatif mudah menghasilkan keturunan pertama (F1) yang fertil. Kromosom dari kedua tetua berpasangan dengan normal dan mewariskan sifat mengikuti hukum Mendel (2) sumber gen kedua (secondary gene pool), terdiri atas spesies liar dari genom yang sama. Misal padi liar yang mempunyai genom dan jumlah kromosom yang sama, yaitu AA dan 2n = 24 (diploid) yang merupakan kerabat dekat padi budi daya (O. sativa) seperti O. perennis, O. nivara, O. rufipogon, O. longistaminata, dan O. barthii. Persilangan antar kelompok tanaman ini relatif sulit, karena keturunan F1 yang dihasilkan cenderung steril atau bahkan dapat mati sebelum mencapai fase generatif. Kromosom kedua tetuanya tidak berpasangan dengan baik. Transfer gen dilakukan dengan tingkat kesulitan dan keseriusan yang tinggi. (3) Sumber gen ketiga (tertiary gene pool) terdiri dari spesies liar dengan genom yang berbeda. Spesies kerabat jauh yang mempunyai genom berbeda, baik yang diploid maupun tetraploid, seperti O. officinalis (CC), O. australiensis (EE), O. minuta (BBCC), O. alta (CCDD), O. brachyantha (FF), O. granulata (GG), O. longiglumis (HHJJ), dan O. schlechteri (HHKK) (Vaughan 1989). Persilangan dapat dilakukan dengan perlakuan khusus. Biji F1 memiliki bentuk yang abnormal dan tanaman F1 cenderung lethal (mati). Transfer gen tidak dapat dilakukan tanpa menggunakan teknik tertentu, seperti penyelamatan embrio, silang balik, penggandaan kromosom dan/atau persilangan perantara dengan spesies lain (bridging species hybridization) (Abdullah 2006). Kompleksitas masalah yang dihadapi dalam peningkatan produksi padi menuntut perlunya perakitan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi, tahan dan toleran terhadap cekaman biotik dan abiotik, serta memiliki beras dengan kualitas yang baik. Dibandingkan dengan cara-cara lainnya, penggunaan varietas unggul merupakan cara yang paling efisien dan ramah lingkungan dalam sistem produksi (Abdullah dan Sularjo 1988). Silang balik (backcross) cukup populer dan telah lama digunakan oleh para pemulia tanaman. Persilangan ini bertujuan mentransfer satu atau beberapa alel dari tetua donor (donor parent) kepada tetua pemulih (recurrent parent) yang mempunyai sifat-sifat yang unggul. Persilangan ini dapat digunakan untuk membuktikan bahwa individu-individu dengan fenotipe yang sama belum tentu memiliki genotype yang sama. Dengan metode persilangan ini, proporsi genom recurrent parent akan kembali 50% tiap generasi atau (1/2) t+1 setiap t generasi backcross (Babu et al. 2004). Hal ini berarti setelah generasi keenam backcross, maka pemulihan genom hasil persilangan yang mewarisi genom recurrent parent sebesar 99.2% atau disebut near-isogenic. Terdapat pembatas persilangan backcross, yaitu adanya gen-gen lain yang ikut tertransfer selama proses persilangan (linkage drag). Untuk mengatasi fenomena linkage drag ini, para pemulia mengembangkan Marker Assisted Backcross Selection (MABS) dengan memanfaatkan marka molekular sebagai alat seleksi.
10 Marka molekuler merupakan alat yang dapat digunakan sebagai landmark kromosom untuk memfasilitasi analisis introgresi segmen-segmen kromosom (gen) terkait dengan sifat-sifat yang menguntungkan. Saat ini, selain pada padi, telah banyak penelitian yang menggunakan MABS pada beberapa spesies tanaman, seperti jagung (Babu et al. 2005), gandum (Salina et al. 2003), barley (Jefferies et al. 2003), tomat (Young dan Tanksley 1989), dan kacang (Oliveira et al. 2008). Marka molekuler tidak dipengaruhi oleh lingkungan (tidak terpengaruh oleh kondisi di mana tanaman tumbuh) dan terdeteksi pada setiap tahap pertumbuhan tanaman. Dengan tersedianya database marka molekuler yang melimpah dan peta genetik tiap kromosom, MABS dapat digunakan dengan baik untuk menyeleksi suatu populasi yang terkait sifat kuantitatif (QTL) (Francia et al. 2005). Ada tiga langkah untuk melakukan prosedur MABS (Gambar 1), yaitu (1) seleksi foreground, yaitu menyeleksi individu-individu dalam populasi yang membawa alel dari tetua donor pada daerah target (daerah QTL). (2) Menyeleksi individu-individu dalam populasi yang membawa alel homozigot dari recurrent parent1 yang mengapit marka-marka di daerah QTL (daerah target) dan pada 6 semua daerah pada kromosom yang sama dengan kromosom target. (3) Memilih satu atau beberapa individu terpilih yang memiliki genotipe homozigot terbanyak untuk alel recurrent parent pada semua marka di seluruh genom (Collard dan Mackill 2008).
lokus target
Gambar 1 Tahapan seleksi menggunakan MABS, target lokus ada di kromosom 4. (a) Seleksi foreground, (b) seleksi rekombinan, (c) seleksi background (Collard dan Mackill 2008).
Pemanfaatan Marka Molekuler Simple Sequence Repeats (SSR) dalam Proses Seleksi Pemuliaan Tanaman Marka molekular penting untuk mengetahui gen-gen yang mengendalikan sifat ketahanan terhadap penyakit, hama, dan cekaman abiotik (Brar dan Kush 2003). Pemanfaatan marka DNA sebagai alat bantu seleksi lebih menguntungkan daripada seleksi secara fenotipik (Azrai 2005). Seleksi berdasarkan fenotipik tanaman di lapang mempunyai beberapa kelemahan antara lain perlu waktu cukup lama, kesulitan memilih dengan tepat gen-gen yang menjadi target seleksi untuk diekspresikan pada sifat-sifat morfologi atau agronomi, frekuensi individu yang diinginkan rendah, dan fenomena pautan gen dengan sifat yang tidak diinginkan sulit dipisahkan saat melakukan persilangan (Lamadji et al. 1999). Marka SSR, pertama kali diperkenalkan oleh Litt dan Luty (1989), merupakan sekuen DNA bermotif pendek dan berulang secara tandem dengan 2-5
11 unit nukleotida yang tersebar dan meliputi seluruh genom terutama pada organisme eukariotik (Powell et al. 1996). SSR banyak digunakan untuk karakterisasi dan pemetaan genetik tanaman termasuk padi (Mc Couch et al. 2002; Powell et al. 1996; Wang et al. 2006). Polimorfisme marka SSR dapat dideteksi dengan PCR (Kumar et al. 2009). Beberapa kelebihan penggunaan marka SSR antara lain distribusi marka melimpah dan merata dalam genom, variabilitas tinggi (banyak alel dalam lokus) dan tingkat polimorfismenya tinggi, dan bersifat kodominan (Mc Couch et al. 1997; Rongwen et al. 1995). Tingkat polimorfisme marka SSR yang tinggi, baik digunakan untuk analisis populasi genetik, pemetaan genetik, keanekaragaman dan hubungan kekerabatan antar individu (Hearne et al. 1992; Morgante et al. 2002; Jarne dan Lagoda 1996). Selain itu, marka SSR juga dapat digunakan untuk estimasi hubungan genetik dengan fenotipik dan fungsi biologis sebagai respon dari berbagai variasi kemampuan adaptif (Ayers et al.1997; Eujayl et al. 2001; Russell et al. 2004), sehingga marka SSR dapat digunakan untuk estimasi lokasi QTL suatu sifat pada tanaman termasuk QTL untuk toleransi Al pada tanaman padi. Quantitative Trait Loci (QTL) dapat didefinisakan sebagai daerah pada genom yang berhubungan atau bertanggungjawab terhadap sifat kuantitatif, diukur dengan membandingkan variasi genotipe dengan variasi fenotipe. QTL dapat berupa gen tunggal atau sekelompok gen (poligenik) tetapi pada umumnya poligenik yang mempunyai pengaruh berbeda-beda terhadap variasi fenotipe (Joehanes 2009). Pemetaan QTL dapat dilakukan dengan tahapan (1) memilih dan menyilangkan dua tetua yang memiliki fenotipe yang berbeda untuk menghasilkan populasi segregasi, (2) membuat peta genetik dari populasi hasil persilangan tersebut, (3) melakukan analisis fenotip dari tetua dan populasi untuk karakter yang dipelajari, (4) membuat hubungan/asosiasi antara karakter fenotip dan marka genetik/molekular (Joehanes 2009). Analisis QTL dapat dilakukan pada populasi segregasi, seperti populasi silang balik (backcross), populasi F2, Recombinant Inbred Lines (RILs), Near Isogenic Lines (NILs), dan double haploid lines. Pada populasi backcross, analisis QTL dapat digunakan untuk mengevaluasi introgresi alel-alel ke dalam genom tetua pemulih (recurrent parent) (Joehanes 2009). Toleransi cekaman Al pada padi merupakan sifat kuantitatif dengan kontribusi banyak gen/QTL (Kochian et al. 2004, Nguyen et al. 2001a, 2001b, 2002, 2003; Wu et al. 2000) sehingga mekanisme toleransi terhadap cekaman Al pada padi merupakan kombinasi beberapa mekanisme. Konsekuensi dari hal ini adalah cukup sulitnya identifikasi mekanisme toleransi terhadap cekaman Al pada padi dan daya toleransi terhadap cekaman Al pada padi lebih tinggi daripada tanaman sereal lainnya (Famoso et al. 2011). Setidaknya telah terdeteksi sebanyak 23 QTL untuk karakter toleransi terhadap cekaman Al yang tersebar pada 12 kromosom padi (Famoso et al. 2011; Mao et al. 2004; Nguyen et al. 2001a, 2001b, 2003; Wu et al. 2000; Xue et al. 2006), yaitu lokus pada kromosom 1 yang diapit marka RM319 dan RM315, RM5448 dan RM8231 (Famoso et al. 2011); RG406 dan RZ252 (Nguyen et al. 2001a, 2003), RG381 dan RZ801 (Mao et al. 2004), RZ801 dan RG323 (Wu et al. 2000), R1485 dan XNpb302 (Xue et al. 2006); kromosom 2 yang diapit marka RM526 dan RM318 (Famoso et al. 2011), RG139 dan RG324 (Nguyen et al. 2001a, 2003), kromosom 3 yang diapit marka CDO1395 dan RG391 (Nguyen et al. 2001a, 2003), CDO1395 dan AGC-CAC4
12 (Wu et al. 2000), kromosom 6 yang diapit marka R1954 dan G200 (Famoso et al. 2011); kromosom 7 yang diapit marka RZ626 dan RG650 (Nguyen et al. 2001a, 2003), kromosom 8 yang diapit marka RG28 dan RM223 (Nguyen et al. 2001a, 2003), kromosom 9 yang diapit marka RM257 dan RM160 (Famoso et al. 2011), RM201 dan WAL17 (Nguyen et al. 2001a, 2003), RZ698 dan ACA-CTA1 (Mao et al. 2004), RG141 dan RG667 (Wu et al. 2000), C609 dan C1260 (Xue et al. 2006); kromosom 11 yang diapit marka C496 dan C410 (Xue et al. 2006), dan kromosom 12 yang diapit marka RM453 dan RM512, R1709 dan G2140 (Famoso et al. 2011), ACA-CTT1 dan RM117 (Mao et al. 2004), RG9 dan RG457 (Wu et al. 2000).
METODE Bagan Alir Penelitian
1. Survei parental polimorf setiap marka molekuler SSR yang akan digunakan untuk alat seleksi. 2. Meningkatkan kerapatan marka molekuler pada daerah yang diapit marka RM489 - RM517 serta mengidentifikasi kembali keberadaan QTL untuk sifat toleransi Al pada daerah tersebut
Telah diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya : 1. Populasi BC2F1 2. Peta genetik tentatif QTL toleran Al pada posisi antara marka RM489 dan RM517 pada kromosom 3
Seleksi foreground populasi BC2F1 Pembentukan populasi BC2 F2 dari individu tanaman terpilih populasi BC2 F1 Seleksi foreground dan background populasi BC2F3
Seleksi foreground populasi BC2F2
Pembentukan populasi BC2 F3 dari individu tanaman terpilih populasi BC2 F2
Individu BC2F3 terseleksi toleran cekaman Al
Gambar 2 Bagian alur kerja dalam penelitian aplikasi marka molekuler pada populasi silang balik IR64/Hawara Bunar
Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji dan DNA dari tetua (IR64 dan Hawara Bunar), F1, 295 nomor F2, 180 nomor BC2F1, 480 nomor BC2F2, dan 130 nomor BC2F3 (hasil silang balik antara var. IR64 dengan Hawara Bunar).
13 DNA dan biji populasi tersebut merupakan koleksi Laboratorium Fisiologi dan Biologi Molekuler, Departemen Biologi, FMIPA, IPB.
Pembentukan Populasi BC2F2 dan BC2F3 Tanaman BC2F1 dan BC2F2 terseleksi ditanam di rumah kaca dan dibiarkan menyerbuk sendiri untuk mendapatkan tanaman turunannya. Penanaman dilakukan pada media tanah yang dicampur dengan pupuk kandang (kotoran kambing) dengan perbandingan tanah:pupuk kandang 3:1 di dalam wadah ember. Satu ember satu benih padi. Pemeliharaan tanaman padi meliputi penyiraman, pengendalian hama dan penyakit,sertapemupukan NPK 1:1:1 dengan dosis 0.8 g/tanaman diberikan pada saat 30 dan 60 hari setelah tanam.
Perlakuan Cekaman Al Benih padi yang akan dianalisis, disterilisasi dalam larutan NaOCl 0.5% (v/v) selama 15 menit. Kemudian dicuci tiga kali dengan air destilata. Benih selanjutnya direndam dalam air destilata selama 24 jam pada suhu ruang, kemudian dikecambahkan pada kertas koran yang lembab selama 3-4 hari pada suhu ruang dan disimpan di tempat yang gelap. Setelah berkecambah, ditanam di atas net plastik yang diapungkan di atas media kultur hara minimum tanpa Al dengan pH 4.0 yang diberi aerasi (Miftahudin et al. 2002) untuk adaptasi selama 24 jam. Perlakuan cekaman Al dilakukan dengan pemberian Al3+ dalam bentuk AlCl3.6H2O sebanyak 15 ppm selama 72 jam. Setelah 72 jam perlakuan cekaman Al dilanjutkan dengan tahap recovery, yaitu pemberian larutan hara minimum tanpa Al selama 48 jam (Miftahudin et al. 2002). Perlakuan adaptasi, cekaman Al, dan recovery dilakukan di ruang tumbuh (growth chamber) pada suhu ruang dan pencahayaan 300 PPFD (Photo Proton Fluk Density) selama 12 jam setiap hari. Larutan hara minimum dipertahankan pada pH 4.0 dengan cara mengganti larutan hara minimum setiap hari. Komposisi larutan hara minimum mengikuti Miftahudin et al. (2002) (Lampiran 3).
Analisis Pertambahan Panjang Akar (PPA) dan Root Re-Growth (RRG) Pertambahan panjang akar (PPA) diukur berdasarkan selisih panjang akar utama setelah cekaman Al dengan panjang akar utama sebelum cekaman Al. Pengukuran RRG dilakukan dengan mengukur selisih antara panjang akar utama pada saat akhir recovery dengan panjang akar utama setelah perlakuan cekaman Al (Miftahudin et al. 2002). Kedua karakter tersebut digunakan sebagai parameter toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al.
14 Analisis Marka Molekuler Isolasi DNA Tanaman Padi Isolasi DNA dilakukan dengan mengikuti prosedur teknik isolasi cepat (Miftahudin et al. 2004). DNA diisolasi dari daun muda tanaman padi yang berumur sekitar 3-4 minggu dan minimal telah mempunyai 3 helai daun. Daun diambil 1-2 helai kemudian digerus di dalam N2-cair. Kemudian ditambah buffer lisis (SDS 2%, glisin 0.1M, NaCl 0.05M, EDTA pH 8 0.01M) dan disentrifugasi dengan kecepatan 13000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipipet, ditambah PCIAA (Phenol, Chloroform dan Iso Amyl Alchohol) dan disentrifugasi dengan kecepatan 13000 rpm selama 10 menit. Selanjutnya supernatan dipipet, ditambah CIAA (Chloroform dan Iso Amyl Alchohol), dan disentrifugasi dengan kecepatan 13000 rpm selama 10 menit. Lalu supernatan dipipet kembali dan ditambah isopropanol, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 15000 rpm selama 5 menit. Pelet DNA dibilas dengan Etanol 70% dan sentrifugasi kemudian dikeringanginkan. Kuantitas DNA diukur menggunakan spektrofotometer UV, sedangkan kualitas DNA diamati dengan menggunakan teknik elektroforesis pada 1% gel agarose dalam 1x buffer TBE (Tris-Borate-EDTA pH 8.0), dengan tegangan 85 volt selama 30 menit. Larutan DNA yang telah diperoleh dilarutkan pada larutan TAE steril dan disimpan pada suhu -200C. Seleksi Marka Molekuler Marka molekuler yang digunakan diambil dari marka molekuler tanaman padi dari situs http://www.gramene.org. Marka molekuler tersebut merupakan marka SSR (Simple Sequence Repeats). Jumlah keseluruhan marka yang digunakan adalah 5 marka dari 13 marka untuk seleksi foreground dan 50 marka dari 100 marka untuk seleksi background (Lampiran 4). Sebelum digunakan untuk seleksi populasi, setiap marka dilakukan optimasi suhu annealing dan seleksi polimorfisme. Optimasi suhu annealing dilakukan pada rentang suhu antara 50-600C dan seleksi polimorfisme dilakukan dengan cara membandingkan pita hasil amplifikasi PCR pada kedua tetua (IR64 dan Hawara Bunar) dan F1 serta mencocokkan ukuran pita dengan perkiraan ukuran pita yang ada di database. Teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) Mesin PCR yang digunakan adalah Thermocycle ESCO Swift Maxi. Kondisi PCR yang digunakan adalah suhu 94oC selama 5 menit untuk denaturasi permulaan (pra PCR). Dilanjutkan pada suhu 94oC selama 45 detik untuk denaturasi, suhu 55oC selama 45 detik untuk proses penempelan primer (annealing), suhu 72oC selama 1.5 menit untuk proses pemanjangan (extension). Proses denaturasi, annealing, dan extension dilakukan sebanyak 35 siklus. Pasca 35 siklus PCR dilakukan pemanjangan akhir pada suhu 72oC selama 10 menit (Akhmad 2009). Komposisi reaksi PCR yang digunakan terdiri dari 1 U Taq DNA Polimerase, 1x larutan penyangga (+ 2mM MgCl2) (Fermentas, USA), masingmasing 0.2 mM dNTP (Fermentas, USA), masing-masing 3 µM primer SSR (Forward dan Reverse) (1st Base, USA), dan 100 ng DNA tanaman padi serta ddH2O steril sampai volume total reaksi PCR 10 µL.
15 Produk hasil amplifikasi dengan PCR diamati dengan elektroforesis pada 80 volt 200 mA dengan waktu berbeda-beda menyesuaikan ukuran dan jarak antar pita polimorfisme yang teramplifikasi, menggunakan 2.5-3.0% gel SFR (Super Fine Resolution) (Amrecso, USA) dalam 1 xlarutan penyangga TBE (0.89 M Tris, 0.89 M asam borat, dan 2 mM EDTA). Visualisasi pita DNA menggunakan larutan EtBr (Etidium Bromida) 0.5 µg/ml dan diamati dengan menggunakan UV transiluminator dan didokumentasikan menggunakan foto gel WiseDoc©Gel Documentation System.
Pengamatan Karakter Morfologi dan Agronomi Karakter Morfologi dan Agronomi yang diamati adalah tinggi tanaman vegetatif, jumlah anakan, umur berbunga, umur panen, jumlah malai, rata-rata panjang malai, total biji isi, rata-rata biji isi/malai, total biji hampa, rata-rata biji hampa/malai, total bobot biji isi, dan rata-rata bobot biji isi/malai.
Prosedur Analisis Data Primer yang menghasilkan pita yang berbeda posisi pada kedua tetua (IR64 dan Hawara Bunar) dan menunjukkan dua pita kodominan pada F1 pada tahap optimasi dan seleksi marka SSR, dipilih sebagai primer untuk analisis segregasi pada F2 dan seleksi BC2F2. Skoring pita yang terbentuk disimbolkan dengan A (pola pita sama dengan tetua IR64), B (pola pita sama dengan tetua Hawara Bunar), dan H (pola pita mempunyai kedua tetua). Analisis QTL menggunakan software MAPMAKER/QTL ver. 3.0 (Lander dan Botstein 1989) dan MapChart 2.2 (Voorrips 2002) untuk visualisasi konstitusi alel pada seleksi background individu BC2F2 175-63.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Survei Polimorfisme dari Marka Molekuler SSR Survei polimorfisme dari marka SSR dilakukan pada tanaman F1 dan tetuanya yaitu padi varietas IR64 dan Hawara Bunar menggunakan beberapa marka SSR yang terpetakan pada posisi antara marka RM489 - RM517 pada kromosom 3 padi dan di luar daerah QTL tersebut pada semua kromosom padi yaitu sejumlah 12 kromosom. Seleksi ini dilakukan untuk mendapatkan markamarka yang polimorfisme sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan kerapatan marka molekuler pada posisi target, yaitu antara marka RM489 dan RM517 dan sebagai alat seleksi background pada populasi (Gambar 3).
16 RM19 IR HB
RM252 F1
IR HB
M F1
RM278 IR HB
RM556 F1
IR HB
F1
100 bp
Gambar 3 Contoh hasil survei polimorfisme marka SSR berdasarkan analisis PCR pada tanaman tetua (HB: Hawara Bunar, IR: IR64) dan tanaman F 1 turunannya menggunakan marka SSR: RM19, RM252, RM278, dan RM556. Sebagai standar digunakan DNA standard 100bp (M). Berdasarkan hasil survei parental marka polimorfisme, maka telah dilakukan survey dan penapisan terhadap 17 marka SSR yang terpetakan pada posisi di antara 2 marka RM489 dan RM517. Hasil penapisan menggunakan teknik PCR dengan template DNA dari kedua tetua dan tanaman F1 hasil persilangan kedua tetua tersebut diperoleh empat marka SSR yang polimorfisme, yaitu RM2790, RM14535, RM14543, dan RM14552. Untuk dapat melakukan seleksi foreground dan background pada populasi BC2F3 175-63, terlebih dahulu dilakukan seleksi 110 marka SSR yang akan digunakan untuk memperoleh marka-marka yang polimorfisme. Tingkat polimorfisme marka SSR pada padi IR64 dan Hawara Bunar tiap kromosom berbeda-beda dengan total tingkat polimorfisme yang cukup tinggi yaitu sebesar 50% (Lampiran 4). Peningkatan Kerapatan Marka Molekuler dan Identifikasi QTL Keempat marka SSR yang yang terpetakan pada posisi diantara 2 marka RM489 dan RM517 pada kromosom 3 padi yaitu marka RM2790, RM14535, RM14543, dan RM14552, digunakan untuk mengamplifikasi DNA dari populasi F2 (Gambar 4). Data skoring pita DNA dari keempat marka SSR tersebut bersama-sama dengan marka RM489, RM545, dan RM517, serta data karakter RRG dan PPA dari populasi F2 yang berjumlah 364 tanaman digunakan untuk analisis pemetaan daerah QTL menggunakan software MAPMAKER/QTL ver. 3.0 (Lander dan Botstein 1989). Hasil dari analisis QTL untuk karakter PPA disajikan pada Gambar 5.
17 59 61 63 66 68 72 75 77 96 101 103 105 109 111 114 117 M F1 HB IR 121 122 125 131A 134 140B 146 147A 150168 173174A 181 182 183 202
a
374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 385 386 387A 388 389 M F HB IR 390 392 393 395 396 398 399 400 98 106 107 113 130 177 190 191
b
Gambar 4 Contoh elektroforesis hasil PCR marka SSR RM14543 (a) dan RM14552 (b) pada gel agarose SFR 3% dalam buffer TBE 1x pada populasi F2. LOD 4.0 3.0 2.0 1.0
RM2790 RM489
RM14552
RM14535 RM545
RM14543
RM517
Gambar 5 Posisi QTL untuk karakater PPA sebagai parameter toleransi Al pada populasi F2 hasil persilangan tetua padi var. IR64 x var. Hawara Bunar. Seleksi foreground Populasi BC2F1 Seleksi foreground populasi BC2F1 dilakukan dengan analisis PCR untuk amplifikasi DNA dari masing-masing individu BC2F1 menggunakan primerprimer polimorfisme yang telah didapatkan sebelumnya dari analisis QTL pada populasi F2, yaitu RM2790, RM14535, RM14543, dan RM14552. Di antara hasil analisis di atas ditampilkan pada Gambar 6. Hasil skoring pita DNA pada analisis tersebut disajikan pada Tabel 2. Untuk meningkatkan efisiensi seleksi, maka seleksi foreground diperluas dengan menganalisis kedua marka pengapit lokasi QTL, yaitu RM489 dan RM517. Hasil dari analisis tersebut disajikan pada Tabel 3. Dari 5 tipe konstitusi alel BC2 F1 tersebut di atas (Tabel 3), diambil masingmasing satu nomor, yaitu 159, 175, dan 180 untuk ditanam dan digunakan untuk membentuk populasi BC2F2. Pemilihan nomor 159, 175 dan 180 didasarkan pada pola genotipe HH dan AH untuk marka RM2790 dan RM14535. Diharapkan dari individu tersebut akan dihasilkan individu BC2F2 yang diinginkan.
18 39 43 44 46 48 57 66 68 72 81 85 87 89 102 103 110 114 M F1 HB IR 117 118 120 124 125 132133134135 141A142A144146148149153 155
a 142 143 145 148 149 151 153 155 156 157 159 160 161 164 166 169
M F1 HB IR 171 174 175 178 180
b
142 143 145 148 149 151 153 155 156 157 159 160 161 164 166 169
M
F1
HB IR 171 174
175 178 180
c
Gambar 6 Contoh elektroforesis hasil PCR marka SSR RM14535 (a), RM14543 (b), dan RM14552 (c) pada gel agarose SFR 3% dalam buffer TBE 1x pada populasi BC2F1. Nomor-nomor pada tiap lajur menunjukkan nomor-nomor individu tanaman. Tabel 2 Pola genotipe individu rekombinan BC2F1 dengan seleksi empat marka No 1 2
3 4 5
RM2790 RM14535 RM14543 RM14552 No. BC2F1 ∑tanaman H H H H 75, 76, 79, 6 101, 153, 156 A H A A 100, 103, 105, 7 136, 143, 178, 180 H H A A 151, 155, 159 3 A A H H 149, 157, 160, 4 169 A H H H 174, 175 2 Total 22 Keterangan: A= IR64, B= HB, H: Heterozigot
Tabel 3 Pola genotipe individu rekombinan BC2F1 dengan seleksi enam marka No
RM489
RM2790
RM14535
RM14543
RM14552
RM517
1 2 3
A A A
H A H
H H H
H A A
H A A
A A A
4 5
A A
A A
A H
H H
H H
A A
Total
Keterangan: A= IR64, B= HB, H: Heterozigot
No. BC2F1 180 151, 159 174, 175
∑ tanaman 0 1 2 0 2 5
19 Seleksi foreground Populasi BC2F2 Pengujian daya berkecambah biji dari 3 nomor BC2F1 yang terpilih, yaitu BC2F1 159, 175, dan 180 menunjukkan daya berkecambah biji yang berbeda-beda. Daya berkecambah BC2F1 159, 175, dan 180 berturut-turut sebesar 5%, 64.2%, dan 97.5%. Kecilnya daya kecambah BC2F1 159, menjadi alasan diikutsertakan juga BC2F1 151 dalam pengujian daya perkecambahan. Daya berkecambah BC2F1 151 sama dengan BC2F1 159 yaitu 5%, sehingga hanya biji BC2F1 175 dan 180 yang dipilih untuk seleksi lebih lanjut karena mempunyai daya berkecambah yang baik. Populasi BC2F2 175 dan 180 digunakan untuk analisis nilai PPA dan RRG (Tabel 4; Gambar 7a dan 7b) bersamaan dengan mempersiapkan penanaman di rumah kaca. Masing-masing tanaman BC2F2 kemudian diseleksi dengan marka foreground (Gambar 8). Tabel 4 Nilai statistik sifat toleransi cekaman Al berdasarkan karakter PPA dan RRG pada populasi BC2F2 Karakter Minimum Maksimum Rata-rata Deviasi
BC2F2 151 PPA RRG 0.35 0.40 2.00 2.40 0.98 1.76 0.57 0.78
BC2F2 159 PPA RRG 0.7 0.6 2.15 2.45 1.57 1.41 0.77 0.68
BC2F2 175 PPA RRG 0.00 0.00 1.95 3.15 1.11 1.83 0.53 0.97
BC2F2 180 PPA RRG 0.55 0.00 2.45 4.00 1.59 2.09 0.55 0.90
Berdasarkan nilai RRG dan konfigurasi alel pada marka RM14535, RM14543, dan RM14552, pada populasi 175 terpilih nomor 63 dan 68, sedangkan pada populasi 180 terpilih nomor 14, 18, 26, 50, 51, 53, 59, 60, 62, 63, 64, 85, dan 97. Untuk menyeleksi individu dari galur BC2F2 175, dan 180 maka dilakukan analisis gabungan antara profil introgresi masing-masing individu tanaman dengan karakter RRG, seperti pada Tabel 5. Kecilnya konsistensi antara karakter fenotipik RRG dengan karakter genotipik (hasil amplifikasi DNA dengan menggunakan marka SSR) pada populasi BC2F2 180 (Tabel 5) memungkinkan adanya pergeseran QTL pada posisi di antara marka yang diapit RM489 dan RM517 sehingga untuk analisis lebih lanjut, dipilih individu BC2F2 175-63 untuk dikembangkan menjadi populasi BC2F3 karena mempunyai nilai RRG yang cukup tinggi dan mempunyai pola heterozigot pada marka RM14535, RM14543, dan RM14552, sehingga masih memungkinkan untuk mendapatkan individu yang membawa alel dari Hawara Bunar pada marka-marka tersebut. Selain itu, kecilnya konsistensi antara karakter fenotipik dengan karakter genotipik juga disebabkan toleransi cekaman Al pada padi merupakan sifat kuantitatif dengan kontribusi banyak gen/QTL (Kochian et al. 2004; Nguyen et al. 2001a, 2002, 2003; Wu et al. 2000) sehingga mekanisme toleransi terhadap cekaman Al pada padi merupakan kombinasi beberapa mekanisme.
20
Gambar 7 Distribusi nilai PPA dan RRG pada populasi BC2 F2 175 (a) dan 180 (b). Posisi nilai PPA dan RRG dari IR64 dan Hawara Bunar (HB) pada populasi ditunjukkan oleh garis tegak.
21
-----------------------------RM14535------------------------------M F1 HB IR 43 45 50 51 53 59 60 62 63 64 85 97
--------------------------------RM14543------------------------55 57 60 61 63 65 66 67 68 70 71 72 73 75 76
------------------------------RM14552--------------------------55 57 60 61 63 65 66 67 68 70 71 72 73 75 76
Gambar 8 Contoh elektroforesis hasil PCR marka SSR : RM14535, RM14543 dan RM14552 pada gel agarose SFR 3% dalam buffer TBE 1x pada populasi BC2F2 175.
22
Tabel 5 Nomor individu terpilih BC2F2 beserta nilai RRG dan konfigurasinya No. Individu BC2F2 RM14535 RM14543 1 175-63 H H 2 175-68 H A 3 180-14 H A 4 180-18 H A 5 180-26 A A 6 180-50 A A 7 180-51 H A 8 180-53 A A 9 180-59 A A 10 180-60 H A 11 180-62 A A 12 180-63 A A 13 180-64 A A 14 180-85 A A 15 180-97 H A Keterangan: A= IR, B= HB, H: Heterozigot
RM14552 H A A A A A A A A A A A A A A
RRG 3.15 3.10 3.30 3.00 3.10 3.65 3.00 3.50 3.50 3.20 3.00 4.00 3.30 3.50 3.00
Seleksi Foreground dan Background Populasi BC2F3 Total 130 individu tanaman pada populasi BC2F3 yang merupakan turunan dari tanaman BC2F2 nomor 175-63 digunakan untuk analisis karakter RRG, PPA, dan daya tumbuh akar samping serta tinggi tanaman vegetatif, jumlah anakan vegetatif, umur berbunga, rata-rata panjang malai, jumlah malai, umur panen, total biji isi, rata-rata biji isi per malai, total biji hampa, rata-rata biji hampa per malai, total bobot biji isi, dan rata-rata bobot biji isi per malai (Lampiran 5). Selain itu juga dilakukan isolasi DNA untuk digunakan sebagai template pada analisis foreground dan background. Analisis foreground menggunakan marka RM2790, RM545, RM14535, RM14543, dan RM14552 yang terpetakan pada posisi target. Contoh hasil PCR dari marka RM14543 pada populasi BC2F3 yang diturunkan dari BC2F2 175-63 disajikan seperti pada Gambar 9. Disamping seleksi foreground, galur-galur BC2F3 terpilih juga dilakukan seleksi background. Seleksi ini dilakukan menggunakan 50 marka SSR polimorfisme yang terdapat di luar daerah QTL pada kromosom 1 sampai 12. Untuk efisiensi, sebelum melakukan seleksi background pada populasi BC2F3 175-63, terlebih dahulu dilakukan amplifikasi marka-marka background dengan DNA generasi sebelumnya yaitu individu BC2F2 175-63 seperti diperlihatkan pada Gambar 10 dan 11. Hasil amplifikasi tersebut menunjukkan 44 marka mengikuti alel homozigot tetua IR64, 4 marka yaitu RM5, RM218, RM421, dan RM7434 mengikuti alel homozigot tetua Hawara Bunar, dan 2 marka yaitu RM168 dan RM130 mengikuti alel kedua tetua (heterozigot). Kedua marka yang bersifat heterozigot, RM168 dan RM130, selanjutnya dilakukan seleksi background pada populasi BC2 F3 175-63 (Gambar 12). Analisis foreground dan background ini digunakan untuk menentukan individu BC2 F3 terpilih sebagai kandidat galur toleran terhadap cekaman Al dengan potensi produktivitas yang tinggi. Terpilih 2 nomor kandidat galur toleran terhadap cekaman Al dengan produktivitas yang tinggi yaitu BC2F3 175-63-34 dan -119.
23 Masing-masing mempunyai karakter yang berbeda. Kandidat individu toleran cekaman Al yang terpilih ini didasarkan pada nilai karakter RRG, PPA, dan karakter agronomi yang lain (Tabel 6).
Pembahasan Survei polimorfisme marka molekuler SSR Hasil survei parental diperoleh 55 marka SSR yang bersifat polimorfisme dari total 113 marka yang digunakan yang berarti 48.7% marka bersifat polimorfisme. Diantara hasil PCR untuk tujuan survei parental ini seperti ditampilkan pada Gambar 3. Hasil pada Gambar 3 menunjukkan beberapa marka SSR yang bersifat monomorf dan polimorfisme. Marka yang bersifat polimorfisme seperti marka RM278 dan RM556 yang memiliki dua pita dengan ukuran pita yang sama antara kedua tetua Hawara Bunar (HB) dan IR64 (IR). Marka yang bersifat polimorfisme adalah marka RM19 dan RM252, terlihat adanya perbedaan ukuran pita DNA hasil amplifikasi PCR antara tetua Hawara Bunar (HB) dan IR64 (IR) dengan ukuran 200 bp. Polimorfisme ini terlihat juga pada sampel tanaman F1-nya, yaitu diperolehnya 2 pita DNA hasil amplifikasi. Dengan diperolehnya profil polimorfisme beberapa marka SSR pada tanaman tetua maka marka-marka tersebut dapat digunakan untuk membantu seleksi foreground dan background pada populasi silang balik selanjutnya yang diperoleh. Peningkatan Kerapatan Marka Molekuler dan Identifikasi QTL Menurut Akhmad (2009), Hariyanto (2009), dan Miftahudin et al. (2008), QTL untuk karakter toleransi Al pada populasi F2 hasil persilangan padi var. IR64 dengan Hawara Bunar berada pada kromosom 3 yang diapit oleh marka RM231, RM514, dan RM517. Marka RM231 dan RM517 terpaut dengan karakter RRG dan marka RM514 terpaut dengan karakter PPA. Dengan tim peneliti yang sama, Miftahudin et al. 2009, menyebutkan bahwa posisi QTL untuk toleransi Al terletak pada kromosom 3 di daerah yang diapit oleh marka RM489 dan RM517 yang berjarak 13.7 cM pada lengan pendek kromosom 3 padi. Hal ini sejalan dengan Nguyen (2001a) yang menyebutkan bahwa terdapat QTL toleransi cekaman Al pada kromosom 3 padi yang diapit oleh marka CDO1395 dan RG391. Kedua marka ini terpaut dengan karakter panjang akar selama cekaman Al dan panjang akar relatif sebagai parameter toleransi Al pada tanaman. Jarak antara marka RM517 dengan RG391 cukup dekat yaitu 1.082.580 bp (Lampiran 6). Hasil analisis menunjukkan bahwa lima marka SSR yaitu RM2790, RM545, RM14535, RM14543, dan RM14552 dapat dipetakan di antara marka RM489 dan RM517 dengan rata-rata jarak antar marka menjadi 3 cM. QTL untuk karakter toleransi terhadap cekaman Al dapat dipetakan di daerah antara marka RM2790 dan RM14552. Analisis QTL menunjukkan bahwa pada daerah tersebut tidak dijumpai QTL untuk karakter RRG (LOD=1.2), tetapi telah ditemukan daerah QTL untuk karakter PPA (LOD=3.4) dengan puncak QTL berada pada daerah antara marka RM2790 dan RM545. QTL tersebut menjelaskan sekitar 21% dari variasi fenotip populasi F2 yang dipelajari (Gambar 5).
24
M -- IR--
M 38
-- HB--
1
2
3
39 40 41 42 43 44
4
45
5
6
7
8
46 47 48 49
9
50
10 11 12 13 14 15
51 52 53
54 55
16
56
17
18
19
57 5 8 59
20
60
21 22 23
61
62
24
63 64
25 26
65
66
27
67
28
68
29
30 31
69 70
71
32
33
72 73
34 35 36
37
74 75 76 77 78
M 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 10410510610 7108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121122 123124125 126127
Gambar 9 Contoh elektroforesis hasil amplifikasi DNA populasi BC2F3 175-63 dengan primer RM14543 pada suhu annealing 550C.
25
M
RM505
RM234
RM531
RM547
RM201
RM222
RM332
F1 HB IR
63 F1 HB IR
RM16
RM457 (IR RM106)
400 bp 63 F1 HB IR
63 F1 HB IR
63
63 F1 HB IR
63 F1 HB IR
300 bp 63 F1 HB IR
63 F1 HB IR
63 F1 HB IR
200 bp
100 bp
M
RM130
RM168
RM427
RM555 63 HB
200 bp
63 HB
63
F1
IR
IR
RM209
IR
63 HB IR
63 HB
IR
63 HB IR
100 bp
Gambar 10 Contoh elektroforesis hasil amplifikasi DNA tanaman BC2F2 175-63 dengan beberapa primer background.
26
Analisis Background BC2F3
1
2
31.4
RM283------IR64
52.6
RM575------IR64
117.8
3
34.7
RM555------IR64
82.7
RM341------IR64
95.5
RM475------IR64
4
29.2 30.0 33.3 34.0 34.5 35.5 42.9 67.8
RM489------IR64 RM2790 QTL RM545 RM14535 RM14543 RM14552 RM517------IR64 RM218-------HB
78.4
RM157A----IR64
RM5---------HB
143.7 150.8
186.4
RM573------IR64 RM450------IR64 171.2
RM168-------H
208.2
RM130-------H
13.2
RM6770-----IR64
31.1
RM6659-----IR64
99.0
RM252------IR64
116.9
RM303------IR64
142.8
RM317------IR64
RM208------IR64
Gambar 11 Konstitusi background galur BC2F2 175-63 (jarak genetik didapatkan dari Mc Couch 2001 dan CIAT 2006).
27
Analisis Background BC2F3
5
6
10.4
RM413------IR64
28.6 36.2
RM548------IR64 RM289------IR64
93.7
RM459------IR64
111.2
RM421-------HB
25.1
114.4
7
10.9 11.4
RM5752----IR64 RM427------IR64
61.0
RM336------IR64
78.6
RM505------IR64
RM204------IR64
RM7434------HB 124.7
Gambar 11 Lanjutan
8
RM234------IR64
15.2 27.3 28.0
RM1376-----IR64 RM547------IR64 RM38--------IR64
90.3
RM531------IR64
28
Analisis Background BC2F3
9
10
11.3
11
RM222------IR64 27.9 37.5
45.6
RM332------IR64 RM167------IR64
RM409------IR64
73.0 81.2
12
RM201------IR64
Gambar 11 Lanjutan
RM304------IR64 83.0
RM457------IR64
102.9
RM206------IR64
20.9
RM19--------IR64
32.3 40.1
RM247------IR64 RM1036-----IR64
74.5 75.5
RM309------IR64 RM463------IR64
29
-------------------------------------------------------------------Populasi BC2 F3 175-63-------------------------------------------------------M
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
100 bp
----------------------------------------Populasi BC2 F3 175-63----------------------------------------------------M
IR
HB
97
98
99
100 101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
100 bp
----------------------------------------------------------Populasi BC2F3 175-63---------------------------------------------------M
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
100 bp
Gambar 12 Contoh elektroforesis hasil amplifikasi DNA populasi BC2 F3 175-63 dengan primer RM168 pada suhu annealing 550C (seleksi background).
30
Tabel 6 Perbandingan karateristik individu padi BC2F3 175-63-34 dan -119 dengan tetua IR64 dan Hawara Bunar Karakter RRG (cm) PPA (cm) rata-rata panjang akarsamping (cm) tinggi tanaman vegetatif (cm) jumlah anakan vegetatif umur berbunga (HST) umur panen (HST) jumlah malai rata-rata panjang malai (cm) total biji isi rata-rata biji isi/malai total biji hampa rata-rata biji hampa/malai total bobot biji isi (g) rata-ratabobot biji isi/malai (g/malai) konfigurasi marka foreground RM2790-RM545-RM14535RM14543-RM14552 %marka background mengikuti IR64
BC2F3 175-63-34 2.3 4.2
BC2F3 175-63-119 4.5 2.9
3.0
IR64
HB
1.1 2.2
3.1 3.3
6.8
3.3
3.2
106.2 9 82 121 14 24.3 1044 75 540 39 34.3
104.8 12 76 121 12 22.5 695 58 307 26 16.4
96.6 9 76 111 11 22.6 939 85 239 23 21.6
185.2 3 81 114 5 49.5 410 86 114 23 17.1
2.45
1.4
1.9
3.5
IR-HB-HH-H
IR-HBHB-HBHB
IR-IRIR-IRIR
HB-HBHB-HBHB
90.0
90.0
100.0
0.0
Analisis secara in silico menunjukkan bahwa daerah yang diapit RM2790 dengan RM14535 terdapat gen-gen yang berpotensi dalam toleransi Al seperti gen MATE efflux protein (Miftahudin 2010) diantaranya gen OJ1203D03.1 yang menyandikan protein Os03g08910 yang berperan dalam drug transmembrane transport yang memungkinkan transpor aktif zat terlarut (makromolekul, mikromolekul, dan ion) melintasi membran dengan mekanisme antiport. Selain itu juga terdapat gen Os03g11734.1-.2 dan -.3 yang juga berperan dalam MATE efflux protein (EMBLEBI 2012; PlantPAN 2012; TJL 2012). Dengan menggunakan marka AFLP (Miftahudin et al. 2002) dan analisis sinteni pada rye, gandum, barley, dan padi (Miftahuin et al. 2005), didapatkan marka yang mengapit gen yang mengendalikan toleransi Al pada tanaman sereal yaitu marka BCD1230. Marka ini terletak pada daerah genomik konservatif untuk sifat toleransi Al pada lengan panjang kromosom homolog 4 pada gandum (Alt BH), rye (Alt3), dan barley (Alp). Dengan menggunakan klon BAC padi berukuran160 kb dan analisis BLAST, daerah gen Alt3 pada rye sisnteni dengan daerah yang diapit oleh marka BCD1230 dan B6 pada klon tersebut yang didalamnya terdapat marka B11, B25, B27, dan B26. Analisis keterpautan populasi F2 pada rye menunjukkan bahwa produk PCR dari marka B11 berko-segregasi dengan lokus gen Alt3. Hal ini berarti gen Alt3 berlokasi sangat dekat dengan marka B11 atau
31 marka B11 adalah gen Alt3. Roslim (2011) telah membuktikan bahwa marka B11 merupakan salah satu gen pengendali toleransi cekaman Al pada padi. Lokasi QTL yang sedang diteliti (antara marka RM489 dan RM517) pada kromosom 3 ini terletak tidak jauh dari lokasi marka B11 dan OsGSTL2 (gen penyandi glutathione S-transferase) (Hu et al. 2011). Seleksi Foreground Populasi BC2F1 Analisis foreground menggunakan empat marka SSR dari populasi BC2F1 yang berjumlah 180 individu (Lampiran 7), menghasilkan 5 kombinasi genotipe seperti pada Tabel 2. Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa terdapat 5 kelompok introgresi antara kedua tetua IR64 dan Hawara Bunar dengan pola introgresi marka-marka RM2790-RM14535-RM14543-RM14552 masing-masing adalah HH-H-H, A-H-A-A, H-H-A-A, A-A-H-H, dan A-H-H-H dengan H adalah lambang genotipe heterozigot dan A adalah lambang genotipe IR64. Kelompok introgresi pertama adalah populasi tanaman yang memiliki introgresi heterozigot pada posisi marka RM2790 sampai dengan RM14552. Jumlah tanaman yang memiliki tipe introgresi ini terdapat 6 tanaman. Kelompok introgresi kedua memiliki introgresi heterozigot hanya pada posisi marka RM14535 dengan jumlah tanaman 7 tanaman. Kelompok ketiga memiliki introgresi heterozigot pada posisi marka RM2790 dan RM14535 dengan jumlah tanaman 3 tanaman. Kelompok introgresi keempat dan kelima memiliki introgresi heterozigot pada posisi marka RM14543 dan RM14552 dengan penambahan introgresi heterozigot pada posisi marka RM14535 pada kelompok introgresi kelima. Jumlah tanaman pada kelompok introgresi ini berturut-turut adalah 4 dan 2 tanaman. Secara keseluruhan hasil seleksi foreground menggunakan 4 marka di atas diperoleh 22 individu rekombinan BC2F1 dengan 5 kombinasi tipe introgresi genotipe seperti pada Tabel 2. Untuk mempersempit ragam populasi yang akan dipilih pada seleksi selanjutnya dan sekaligus mendesain daerah diluar RM489 dan RM517 pada kromosom 3 cenderung mengikuti IR64, maka dilakukan seleksi lagi dengan marka RM489 dan RM517 mengikuti IR64 seperti pada Tabel 3. Dengan penambahan marka seleksi RM489 dan RM517 tersebut, didapatkan 3 kelompok, yaitu kelompok kedua, ketiga, dan kelima. Kelompok kedua terdapat 1 tanaman yaitu BC2F1 180 dan pada kelompok ketiga dan kelima diperoleh masing-masing 2 tanaman berturut-turut yaitu BC2 F1 151, 159, 174, dan 175. Seleksi Foreground Populasi BC2F2 Analisis toleransi Al terhadap 120 tanaman dari masing-masing populasi BC2F2 terpilih yaitu populasi nomor 151, 159, 175, dan 180 menunjukkan bahwa sifat toleransi terdistribusi secara normal pada tiap populasi tersebut dengan ratarata nilai PPA berturut-turut sebesar 0.98, 1.57, 1.11, dan 1.59 serta nilai RRG berturut-turut sebesar 1.76, 1.41, 1.83, dan 2.09 untuk populasi 151, 159, 175 dan 180 (Tabel 4). Untuk analisis pada populasi BC2 F2, dipilih tanaman BC2 F2 175 dan 180. Hal ini berdasarkan pada pola genotipe HH dan AH untuk marka RM2790 dan RM14535 serta masih tingginya daya berkecambah biji pada populasi tersebut. Berdasarkan data fenotipik RRG pada populasi BC2 F2 175, 65% dari populasi mengikuti karakter tetua IR64, 5.2% dari populasi mengikuti karakter
32 tetua Hawara Bunar, dan sisanya mengikuti perpaduan karakter kedua tetuanya. Pada populasi BC2F2 180, 10% dari populasi mengikuti IR64, 18% dari populasi mengikuti Hawara Bunar dan sisanya yaitu 72% dari populasi mengikuti perpaduan karakter kedua tetuanya. Nilai PPA pada populasi BC2 F2 175 menunjukkan bahwa 46.2% dari populasi mengikuti karakter Hawara Bunar dan sisanya mengikuti perpaduan karakter kedua tetuanya. Berbeda dengan populasi BC2F2 175, nilai PPA pada populasi BC2 F2 180 ada yang mengikuti karakter tetua IR64 yaitu sebesar 11.4%, yang mrngikuti karakter tetua Hawara Bunar sebesar 20% dan sisanya mengikuti perpaduan karakter kedua tetuanya. Distribusi frekuensi data fenotipik RRG dan PPA pada populasi BC2F2 175 dan 180 disajikan pada Gambar 7. Hasil analisis foreground pada populasi BC2F2 175, sebesar 13.3% pada marka RM14535 mengikuti pola introgresi homozigot Hawara Bunar dan dengan nilai yang sama mengikuti pola introgresi homozigot IR64 serta sisanya mengikuti pola introgresi heterozigot. Pada marka RM14543, sebesar 6.7% mengikuti pola introgresi homozigot Hawara Bunar, 60% mengikuti pola introgresi homozigot IR64, dan sisanya mengikuti pola introgresi heterozigot. Pada marka RM14552, yang mengikuti mengikuti pola introgresi homozigot Hawara Bunar, IR64, dan heterozigot berturut-turut sebesar 13.3%, 53.3%, dan 33.4% (Lampiran 8). Populasi BC2 F2 180 yang mengikuti mengikuti pola introgresi homozigot Hawara Bunar, IR64, dan heterozigot pada marka RM14535 berturut-turut sebesar 1%, 54.4%, dan 44.6% (Lampiran 9). Individu terpilih BC2F2 untuk dikembangkan menjadi populasi BC2F3 dan diseleksi lebih lanjut adalah BC2F2 175-63 karena mempunyai nilai RRG yang cukup tinggi, mempunyai pola introgresi heterozigot pada marka RM14535, RM14543, dan RM14552, sehingga masih memungkinkan untuk mendapatkan individu yang membawa alel dari Hawara Bunar pada marka-marka tersebut. Seleksi Foreground dan Background Populasi BC2F3 Karakter-karakter fisiologi seperti RRG, PPA, dan daya tumbuh akar samping mempunyai pola pewarisan yang berbeda-beda. Frekuensi individu BC2F3 175-63 yang mengikuti karakter tetua IR64 pada analisis RRG, PPA, dan daya tumbuh akar samping berturut-turut sebesar 10.2%, 0.8%, dan 21.9%; sedangkan yang mengikuti karakter tetua Hawara Bunar berturut-turut sebesar 9.4%, 82.8%, dan 64.8%. Sisanya mengikuti perpaduan karakter kedua tetuanya (Lampiran 10). Demikian halnya pada pengamatan karakter-karakter agronomi. Karakter tinggi tanaman vegetatif, jumlah anakan vegetatif, jumlah malai, rata-rata panjang malai, total biji isi, dan total bobot biji isi berturut-turut yang mengikuti karakter tetua IR64 sebesar 67.6%, 42.9%, 30.4%, 32.0%, 7.8%, dan 8.7% dari total populasi BC2 F3 175-63. Sedangkan yang mengikuti karakter tetua Haawarabunar berturut-turut sebesar 0%, 8.9%, 7.8%, 0%, 28.4%, dan 79.6%. Sisanya mengikuti perpaduan karakter kedua tetuanya (Lampiran 11). Hal ini menunjukkan bahwa distribusi pewarisan sifat masing-masing karakter dalam populasi menunjukkan nilai yang berbeda-beda. Hasil seleksi foreground (Gambar 9 dan Lampiran 5) menunjukkan bahwa ada 32 individu atau 24.6% dari total populasi BC2F3 175-63 dengan genotipe pada marka RM545 mengikuti genotipe homozigot Hawara Bunar yang
33 merupakan titik puncak daerah QTL di kromosom 3. Dua diantaranya adalah individu BC2F3 terpilih yaitu BC2 F3 175-63-34 dan -119. Kedua individu terpilih ini memiliki nilai PPA dan RRG yang lebih tinggi dari nilai PPA dan RRG pada tetua IR64 serta individu BC2F3 175-63-34 memiliki nilai PPA yang jauh lebih besar yaitu 4.2 daripada nilai PPA pada tetua Hawara Bunar yang sebesar 3.3 dan individu BC2F3 175-63-119 memiliki nilai RRG yang jauh lebih besar yaitu 4.5 daripada nilai RRG pada tetua Hawara Bunar yang sebesar 3.1. Selain itu, individu terpilih BC2F3 175-63-119 memiliki nilai rata-rata akar samping dua kali lipat dari nilai rata-rata akar samping pada kedua tetua. Hal ini berarti, individu terpilih BC2F3 175-63-119 mempunyai daya tumbuh akar yang sangat baik. Hasil analisis background menunjukkan bahwa marka-marka yang digunakan di luar kromosom 3 cenderung telah homozigot mengikuti tetua IR64 (Gambar 10, 12, dan 13) yaitu berkisar 87.76% – 91.84% (Lampiran 5). Pada kedua individu terpilih sebesar 90.0% (Lampiran 12 dan 13) dari 50 marka background yang dianalisis mengikuti pola introgresi tetua IR64 sehingga dapat dikatakan bahwa individu BC2 F3 sebagian besar telah memiliki background tetua IR64. Hal ini membuktikan bahwa teknik silang balik (backcross) cukup efisien digunakan untuk mendapatkan individu hasil persilangan yang mempunyai karakter background seperti tetua pemulih (recurrent parent) dengan waktu yang singkat. Hasil amplifikasi marka-marka background memperlihatkan ada empat marka yang mengikuti pola tetua Hawara Bunar dan dua marka yang mengikuti pola heterozigot (Gambar 11). Dari keenam marka ini, ada satu marka pada kromosom 1 yaitu RM5 yang amplifikasinya mengikuti pola tetua Hawara Bunar dan letaknya cukup dekat dengan marka yang telah diketahui terkait dengan sifat toleransi terhadap cekaman Al yaitu marka XNpb302 (Xue et al. 2006) (Lampiran 6), sehingga bisa jadi lokus pada marka RM5, meskipun sedikit, ikut menyumbangkan sifat toleransi Al pada masing-masing individu BC2F2 dan BC2F3. Kedua individu BC2F3 terpilih, yaitu BC2 F3 175-63-34 dan -119, memiliki karakter agronomi yang lebih baik daripada kedua tetuamya. Tinggi tanaman vegetatif, jumlah anakan, jumlah malai, rata-rata panjang malai, total biji isi, dan rata-rata bobot biji isi/malai pada kedua individu BC2F3 terpilih, yaitu BC2F3 17563-34 dan -119, telah cenderung mengikuti karakter IR64. Individu BC2F3 17563-119 memiliki jumlah anakan dan jumlah malai yang lebih banyak daripada kedua tetua dan memiliki introgresi homozigot Hawara Bunar pada posisi marka RM545, RM14535, RM14543, dan RM14552. Individu BC2F3 terpilih yang kedua, yaitu BC2F3 175-63-34, memiliki jumlah malai dan total bobot biji isi yang lebih baik daripada kedua tetua. Namun kedua individu BC2F3 terpilih ini, memiliki total biji hampa dan rata-rata biji hampa/malai yang lebih tinggi daripada kedua tetua seperti pada Tabel 6. Telah ada varietas padi unggul toleran cekaman Al, yaitu padi varietas Inpara 3. Untuk membandingkan sifat fisiologi dan agronomi varietas ini dengan BC2 F3 terpilih, diperlukan penanaman secara bersama pada waktu dan kondisi yang sama. Proses seleksi individu maupun populasi pada penelitian ini, selain menggunakan karakter PPA sebagai alat seleksi yang telah mampu mendeteksi lokasi QTL untuk toleransi Al pada daerah antara RM489 – RM517, juga
34 digunakan karakter RRG karena karakter ini terbukti mampu menjadi alat seleksi terhadap toleransi Al pada tanaman padi (Roslim 2011; Roslim et al. 2010).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kerapatan marka molekular pada daerah QTL untuk karakter toleransi Al telah dapat ditingkatkan dengan menggunakan 5 marka SSR. Rata-rata jarak antar marka berkurang dari 13.7 cM menjadi 3 cM. Pada daerah tersebut tidak terdeteksi QTL untuk karakter RRG, tetapi terdeteksi QTL untuk karakter PPA di antara marka RM2790 dan RM14552 dengan LOD 3.4 dengan puncak QTL ada pada posisi di antara marka RM2790 dan RM545. QTL tersebut menerangkan 21% dari total variasi fenotipe yang ada. Hasil seleksi foreground dan background dari populasi silang balik BC2F2 dan BC2F3 diperoleh tanaman BC2F3 dengan nomor 175-63-34 sebagai galur yang mempunyai ketahanan cekaman Al dengan karakter agronomi yang lebih baik daripada varietas IR64 dan galur 175-63-119 yang mempunyai ketahanan cekaman Al yang lebih baik daripada varietas Hawara Bunar dengan karakter agronomi mendekati varietas IR64. Saran Perlu dilakukan uji lanjut untuk mengetahui daya toleransi cekaman Al pada berbagai tekstur dan komposisi tanah di lapang serta lokasi untuk mengetahui potensi hasil panen tanaman BC2F3 175-63-34 tersebut dan membandingkannya dengan varietas unggul toleran aluminium yang telah ada selama ini seperti Inpara 3.
terhadap uji multi dan -119 cekaman
DAFTAR PUSTAKA Abdullah B. 2006. Potensi padi liar sebagai sumber genetik dalam pemuliaan padi. Iptek Tan Pangan. 2:143-152. Abdullah B, Sularjo. 1988. Evaluasi program persilangan dalam usaha perbaikan varietas padi di Indonesia. [Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan]. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Pangan Pr. Akeson MA, Munns DN, Burau RG. 1989. Adsorbtion of Al3+ to phosphatidylcholine vesicles. Biochem Biophys Acta. 986:33-40.doi:10. 1016/0005-2736(89)90269-1. Akhmad. 2009. Analisis marka molekuler terpaut karakter fisiologi dari sifat toleransi aluminium pada padi [tesis]. Bogor (ID): IPB Pr. Arroyo-Serralta GA, Ku-Gonzales A, Hernandez-Sotomayor SMT, Aguilar JJZ. 2005. Exposure to toxic concentrations of aluminum activities a MAPKlike protein in cell suspension culture of Coffea arabica. Plant Physiol Biochem. 43:27-35.doi: 10.1016/j.plaphy.2004.12.003.
35 Asfarudin. 1997. Evaluasi ketenggangan galur-galur padi gogo terhadap cekaman aluminium dan efisiensinya dalam penggunaan kalium [tesis]. Bogor (ID): IPB Pr. Ayers NM, Mc Clung AM, Larkin PD, Bligh HFJ, Jones CA, Park WD .1997. Microsatellites and a single-nucleotide polymorphism differentiate apparent amylose classes in an extended pedigree of US rice germ plasm. Theor Appl Genet. 94: 773-781.doi: 10.1007/s001220050477. Azrai M. 2005. Pemanfaatan marka molekuler dalam proses seleksi pemuliaan tanaman. Agro Biogen. 1(1):26-37. Babu R, Nair SK, Kumar A, Venkatesh S, Sekhar JC, Singh NN, Srinivasan G, Gupta HS. 2005. Two-generation marker-aided backcrossing for rapid conversion of normal maize lines to quality protein maize (QPM). Theor Appl Genet. 111: 888-897.doi: 10.1007/s00122-005-0011-6. Babu R, Nair SK, Prasanna BM, Gupta HS. 2004. Integrating marker-assisted selection in crop breeding – prospects and challanges. Curr Science. 87(5):607-619. Suprihatno B, Daradjat AA, Satoto, Suwarno, Lubis E, Baehaki SE, Sudir, Indrasari SW, Wardana IP, Mejaya MJ. 2011. Deskripsi varietas padi. Subang (ID): BBPTP Pr. Baligar VC, Fageria NK, He ZL. 2001. Nutrient use efficiency in plants. Comm in Soil Science and Plant Anal. 32:921-950.doi: 10.1081/CSS-100104098. Brar DS, Khush GS. 2003. Utilization of wild species of genus Oryza in rice improvement. Di dalam: Nanda JS, Sharma SD, editor. Monograph on Genus Oryza. hlm 283-309. Cakmak KB, Horst WJ. 1991. Effect of aluminum on lipid peroxidation, superoxide dismutase, catalase and peroxidase activities in root tips of soybean (Glycine max). Plant Physiol. 83:463-468.doi: 10.1111/j.13993054.1991.tb00121.x Chang TT. 1976. The origin, evolution, cultivation, dissemination and diversification of Asian and African rices. Euphytica. 25(1):425-441. [CIA] Central Intelligence Agency. 2012. The world factbook of Indonesia. [Internet]. [diunduh 2010 Apr 07]. Tersedia pada: https://www.cia.gov/ library/publications/the-world-factbook /geos/id.html. Collard BCY, Mackill DJ. 2008. Marker-assisted selection: an approach for precision plant breeding in the twenty-first century. Phil. Trans. R. Soc. B. 363:557-572.doi: 10.1098/rstb.2007.2170. Daradjat AA. 2001. Job training on the breeding high yielding new plant type for enhanching productivity and sustainability in Indonesia. [Seminar Ilmiah Rutin]. Sukamandi (ID): Balai Penelitian Tanaman Padi Pr. Deelers M, Servais JP, Wulfert E. 1986. Neurotoxic cations induce membrane ridification and membrane fusion at micromolar concentration. Biochem Biophys Acta. 855:271-276. Delhaize E, Ryan PR. 1995. Aluminum toxicity and tolerance in plants. Plant Physiol. 107:315-321. Delhaize E, Hebb DM, Ryan PR. 2001. ExPrion of a Pseudomonas aeruginosa citrate synthase gene in tobacco is not associated with either enhanced citrate accumulationor efflux. Plant Physiol. 125:2059-2067.
36 Delhaize E, Ryan PR, Randal PJ. 1993. Aluminum tolerance in wheat (Triticum aestivum L.) aluminum stimulated excretion of malic acid from root apices. Plant Physiol. 103:695-702. Dipierro N, Mondelli D, Paciolla C, Brunetti G, Dipierro S. 2005. Changes in the ascorbate system in the response of pumpkin (Cucurbita pepo L.) roots to aluminum stress. Plant Physiol. 162:529-536.doi:10.1016/j.jplph.2004. 06.008. [DBP] Direktorat Bina Perbenihan. 2000. Inventarisasi Penyebaran Varietas Padi (ha) MT 2000 seluruh Indonesia. Jakarta (ID): Ditjen Tanaman Pangan dan Hortikultura Pr. [EMBLEBI] European Molecular Biology Laboratory European Bioinformatics Institute. 2012. OJ1203D03.1 Oryza sativa subsp. japonica Q8LSP4. [Internet]. [diunduh 2012 Nov 08]. Tersedia pada: http://www.ebi.ac.uk/ QuickGO/GProtein?ac=Q8LSP4. Eujay I, Sorrells M, Baum M, Woltersand P, Powell W. 2001. Assessment of genotypic variation among cultivated durum wheat based on EST-SSRs and genomic SSRs. Euphytica. 119: 39-43. Ezaki B, Gardner RC, Ezaki Y, Matsumoto H. 2000. ExPrion of aluminum induced genes in transgenic Arabidopsis plants can ameliorate aluminum stress and/or oxidative stress. Plant Physiol. 122:657-665.doi:10.1104/pp. 122.3.657. Famoso AN, Zhao K. Clark RT, Tung C, Wright MH, Bustamante C, Kochian LV, McCouch SR. 2011. Genetic architecture of aluminum tolerance in rice (Oryza sativa) determined throgh Genome-Wide association analysis and QTL mapping. PloS Genet. 7(8):e1002221.doi:10.1371/journal.pgen. 1002221. Farid N. 1997. Pengujian plasma nutfah padi gogo untuk ketenggangan terhadap tanah masam dan ketahanan terhadap penyakit blas [tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana IPB Pr. Francia E, Tacconi G, Crosatti C, Barabaschi D, Bulgarelli D, Dall’Aglio E, Valè G. 2005. Marker assisted selection in crop plant. Plant Cell, Tissue, and Organ Culture. 82(3)317-342. Galvez L, Clark RB, Gourley LM, Maranville JW. 1987. Silicon interactions with manganese and aluminum toxicity in shorgum. Plant Nutr. 10:1139-1147. Genoscope. 2012. The rice genome, a rosetta stone for other cereal. [Internet]. [diunduh 2012 Okt 10]. Tersedia pada: http://www.genoscope.cns.fr/spip/ Oryza-sativa-Rosetta-stone-for.html. Hariyanto. 2009. Marka Molekuler Terpaut Sifat Toleransi Aluminium dan Karakter Agronomi pada Populasi F2 Tanaman Padi (Oryza sativa L) [tesis]. Bogor (ID): IPB Pr. Harter RD. 2002. Acid soil of the tropic. An Echo Tech Note. [Internet]. [diunduh 2012 Jan 09]. Tersedia pada: http://echonet.org/tropicalag/technotes/ Acidsoil.pdf. Hearne CM, Ghosh S, Todd JA .1992. Microsatellites for linkage analysis of genetic traits. Tren Genet. 8:288–294. Hede AR, Skovmand B, Lopez-Cesati J. 2001. Acid soil and aluminum toxicity. Di dalam: Reynold MP, Ortiz-Monasterio JI, Mc Nab A, editor. 2001. Application of Physiology in Wheat Breeding. Mexico (MX): CIMMYT Pr.
37 Herrera TG, Duque DP, Almeida IP, Nunez GT, Pieters AJ, Martinez CP, dan Tohme JM. 2008. Assasment of genetic diversity in Venezuelan rice cultivars using simple sequence repeat markers. Biotech. 11(5):1-14.doi:10. 2225/vol11-issue5-fulltext-6. Herrera-Estrella L. 2003. Use of biotechnology to increase food production on acid soil. [Internet]. [diunduh 2012 Okt 09]. Tersedia pada: http://ec.europa.eu/research/conferences/ 2003/sadc/pro_estrella_en.html. Hu TZ, He S, Huang XY, Deng L, Wang GX. 2011. Cloning, molecular characterization and heterologous exPrion of a glutathione S-transferase gene in rice. Russ Bioorg Chem. 37(3):344-350.doi:10.1134/ S106816211030174. Huang CF, Yamaji N, Chen Z and Ma JF. 2012. A tonoplast-localized half-size ABC transporter is required for internal detoxification of aluminum in rice. Plant. 69: 857-867.doi: 10.1111/j.1365-313X.2011.04837. Huang CF, Yamaji N, Mitani N, Yano M. 2009. A bacterial-type ABC transporter is involved in aluminum tolerance in rice. Plant Cell. 21: 655-667.doi:10. 1105/tpc.108.064543.x. Huang JW, Shaff JE, Grunes DI, Kochian LV. 1992. Aluminum effect on calcium fluxes at the root apex of tolerant and aluminum sensitive wheat cultivars. Plant Physiol. 98:230-237. [IRGSP] International Rice Genome Sequencing Project. 2005. The map-based sequence of the rice genom. Nature 436:793-800.doi:10.1038/nature03895. Jagau Y. 2000. Fisiologi dan pewarisan efisiensi nitrogen dalam cekaman aluminium pada padi gogo [disertasi]. Bogor (ID): IPB Pr. Jarne P, Lagoda PJL. 1996. Microsatellites, from molecules to populations and back. Trends Ecol Evol. 11:424–429. Jefferies SP, King BJ, Barr AR, Warner P, Logue SJ, Langridge P. 2003. Marker assisted backcross introgression of the Yd2 gene conferring resistance to barley yellow dwarf virus in barley. Plant Breed. 122:52–56.doi:10.1046/ j.1439-0523.2003.00752.x. Joehanes R. 2009. Generalized and multiple-trait extensions to quantitative-trait locus mapping [disertasi]. Kansas (USA): Kansas State University Pr. Jones DL, Blancaflor EB, Kochian LV, Gilroy S. 2006. Spatial coordination of aluminum uptake, production of reacive oxygen species callose production and wall rigidification in maize root. Plant Cell Environ. 29:13091318.doi:10.1111/j.1365-3040.2006.01509.x. Jones DL, Kochian LV. 1997. Aluminum inhibition of the inositol 1,4,5triphosphate signal transduction pathway in wheat roots: a role in aluminum toxicity?. Plant Cell. 7:1913-1922. Kataoka T, Nakanishi TM. 2001. Aluminum distribution in soybean root tip for a short time Al treatment. Plant Physiol. 58:731-736.doi:10.1078/01761617-00163. Keltjens WG, Ulden PSR .1987. Effect of Al on nitrogen (NH4 dan NO3) uptake, nitrate reductase, activity and proton releaser in two sorghum cultivars different in Al tolerance. Plant Soil. 104:227-234. Khatiwada SP, Senadhira D, Carpena AL, Zeigler RS, Fernandez PG. 1996. Variability and genetics of tolerance for aluminum toxicity in rice (Oryza sativa L.). Theor Appl Genet. 93:738-744.
38 Kinraide TR, Ryan PR, Kochian LV. 1992. Interactive effect of Al3+, H+, and other cations on root elongation considered in terms of cell surfaceelectrical potential. Plant Physiol. 99:1461-1468. Kochian LV. 1995. Cellular mechanism of aluminum toxicity and resistance in plants. Annual Rev Plant Physiol Plant Mol Biol. 46(1): 237-260. Kochian LV, Hoekenga OA, Pineros MA. 2004. How do crop plants tolerate acid soils? Mechanism of aluminum tolerance and phosphorous efficiency. Ann Rev Plant Biol. 55:459-493.doi:10.1146/annurev.arplant.55.031903. 141655. Kumar P, Gupta VK, Misra AK, Modi DR, Pandey BK. 2009. Potential of molecular markers in plant biotechnology. Plant Omic. 2(4):141-162. Kurata N, Yamazaki Y. 2006. Oryzabase An Integrated biological and genome information database for rice. Plant Physiol. 140:12-17.doi:10.1104/pp. 105.063008. Lamadji S, Hakim L, Rustidja. 1999. Akselerasi pertanian tangguh melalui pemuliaan non-konvensional. Di dalam: Ashari S, Soegianto A, Nugroho A, Poespodarsono S, Lamadji S, Kasno A, Soetopo L, Basuki N, editor. Prosiding Simposium V Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (Peripi) Komisariat Daerah Jawa Timur. Malang (ID): Unibraw Pr. Lander E, Botstein D. 1989. Mapping Mendelian Factors Underlying Quantitative Traits Using RFLP Linkage Maps. Genetics. 121:185-199. Lazof DB, Goldsmith JG, Rufty TW, Lintin RW. 1996. The early entry of Al into cells of intact soybean roots. Plant Physiol. 112:1289-1300.doi: 10.1104/ pp.112.3.1289. Litt M, Luty JA. 1989. A hypervariable microsatellite revealed by in vitro amplification of a dinucleotide repeat within the cardiac muscle actin gene. Amr Hum Genet. 44: 397–401. Li XF, Ma JF, Matsumoto H. 2000. Pattern of aluminum-induced secretion of organic acids differs between rye and wheat. Plant Physiol. 123:1537– 1543.doi: 10.1104/pp.123.4.1537. Lynch JP, St. Clair SB. 2004. Mineral stress: the missing link in understanding how global climate change will affect plants in real world soils. Filed Crops Research. 90:101-115.doi:10.1016/j.fcr.2004.07.008. Ma BH, Wan JM, Shen ZG. 2007. H2O2 production and antioxidant responses in seeds and early seedling of two different rice varieties exposed to aluminum. Plant Growth Regul. 52:91-100.doi:10.1007/s10725-0079183-1 Ma JF, Nagao S, Huang CF, Nishimura M. 2005. Isolation and characterization of a rice mutant hypersensitive to Al. Plant and Cell Physiol. 46(7):10541061.doi:10.1093/pcp/pci116. Ma JF, Nagao S, Sato K, Ito H, Furukawa J, Tekeda K. 2004a. Molecular mapping of a gene responsible for Al activated secretion of citrate in barley. Exp Bot. 55:1335-1341.doi:10.1093/jxb/erh152. Ma JF, Sasaki M, Matsumoto H. 1997a. Al-induced inhibition of root elongation in corn, Zea mays L. is overcome by Si addition. Plant Soil. 188:171-176. doi:10.1023/A:1004274223516.
39 Ma JF, Shen R, Nagao S, Tanimoto E. 2004b. Aluminum targets elongating cells by reducing cell wall extensibility in wheat roots. Plant Cell Physiol. 45:583-589.doi:10.1093/pcp/pch060. Ma JF, Taketa S, Yang ZM. 2000. Aluminum tolerance genes on the short arm of chromosome 3R are linked to organic acid release in triticale. Plant Physiol. 122:687–694. doi:10.1104/pp.122.3.687. Ma JF, Zheng SJ, Li XF, Takada K, Matsumoto H. 1997b. A rapid hydrophobic screening for aluminum tolerance in barley. Plant Soil. 191:133-137. Macedo CEC, Jan VVS. 2008. Effect of aluminum stress on mineral nutrition in rice cultivars differing in aluminum sensitivity. R Bras Eng Agríc Ambiental. 12(4): 363–369.doi:10.1590/S1415-43662008000400005. Mao C, Yang L, Zheng B, Wu Y, Liu F, Yi K, Wu P. 2004. Comparative mapping of QTLs for Al tolerance in rice and identification of positional Alinduced gen. Zhejiang Univ Sci. 5(6):634-643.doi:10.1007/BF02840973. Maschner H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. New York (USA): Academic Pr. Matsumoto H, Yamamoto Y, Kasai M. 1992. Changes of some properties of plasma membrane-enriched fraction of barley roots related to aluminum stress: Membrane associated ATPase, aluminum and calcium. Soil Sci Plant Nutr. 38: 411-419.doi:10.1080/00380768.1992.10415073. Matsuo T, Hoshikawa K. 1993. Science of the Rice Plant. Tokyo (JP): Food and Agricultural Policy Research Center Pr. McCouch SR, Chen X, Panaud O, Temnykh S, Xu Y, Cho YG, Huang N, Ishii T, Blair M. 1997. Microsatellite marker development, mapping and application in rice genetics and breeding. Plant Mol Biol. 35:89-99. McCouch SR, Teytelman L, Xu Y, Lobos KB, Clare K, Walton M, Fu B, Maghirang R, Li Z, Xing Y, Zhang Q, Kono I, Yano M, Fjellstrom R, DeClerck G, Schneider D, Cartinhour S, Ware D, Stein L. 2002. Development and Mapping of 2240 New SSR Markers for Rice (Oryza sativa L.). DNA Research. 9:199–207.doi:10.1093/dnares/9.6.199. Meriga B, Reddy BK, Rao KR, Kishor PBK. 2003. Alunimum induced production of oxygen radicals, lipid peroxidation, and DNA damage in seedling of rice (Oryza sativa). Plant Physiol. 161:63-68.doi:10.1078/0176-161701156. Miftahudin, Chikmawati T, Utami DW, Hanarida I. 2008. Analisis QTL dari karakter toleransi Al pada padi. [Laporan Hasil Penelitian KKP3T]. Bogor (ID): IPB Pr. Miftahudin, Chikmawati T, Utami DW, Hanarida I. 2009. Analisis QTL dari karakter toleransi Al pada padi. [Laporan Hasil Penelitian KKP3T]. Bogor (ID): IPB Pr. Miftahudin, Chikmawati T, Utami DW, Hanarida I. 2010. Pengembangan galur padi toleran aluminium melalui aplikasi marka molekuler pada populasi silang balik. [Laporan Hasil Penelitian KKP3T]. Bogor (ID): IPB Pr. Miftahudin, Chikmawati T, Ross K, Scoles GJ, Gustafson JP. 2005. Targeting the aluminum tolerance gene Alt3 region in rye, using rice/rye microcolinearity. Theor Appl Genet. 110:906-913.doi:10.1007/s00122004-1909-0.
40 Miftahudin, Scholes GJ, Gustafson JP. 2002. AFLP markers tightly linked to the aluminum-tolerance gene Alt3 in rye (Secale cereal L.). Theor Appl Genet. 104:626-631.doi:10.1007/s00122-001-0782-3. Miftahudin, Scoles GJ, Gustafson JP. 2004. Development of PCR-based codominant markers flanking the Alt3 gene in rye. Genome. 47:231–238.doi: 10.1534/genetics.104.034827. Moore G, Devos KM, Wang Z, Gale MD. 1995. Grasses, line up and form a circle. Curr Bio. 5:7.doi:10.1016/S0960-9822(95)00148-5. Morgante M, Hanafey H, Powell W. 2002. Microsatellites are preferentially associated with nonrepetitive DNA in plant genome. Nat Genet. 30:194– 200.doi:10.1038/ng822. Morishima H. 1984. Wild Plant and Domestication. Di dalam: Tsunoda S, Takahashi N, editor. Biology of Rice vol 7th. Amsterdam (AN): Elsevier Pr. Mossor-Pietraszewska T. 2001. Effect of aluminium on plant growth and metabolism. Acta Biochim Pol. 48(3):673-683. Muchtar. 2011. Pengembangan Inovasi Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Masam untuk Meningkatkan Produktivitas > 20 % dan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. [laporan akhir penelitian]. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah Pr. Mulyani A, Rachman A, Dairah A. 2009. Penyebaran lahan masam, potensi, dan ketersediannya untuk pengembangan pertanian. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah Pr. Nasution I, Suhartini. 1992. Evaluasi metode uji ketahanan kultivar padi gogo terhadap tanah masam. Di dalam: Machmud M, Kosim M, Gunarto. Prosiding lokakarya Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pr. Nguyen BD. 2001a. Molecular mapping of aluminum tolerance in rice [disertasi]. Texas (USA): Texas Tech University Pr. Nguyen BD, Brar DS, Bui BC, Nguyen TV, Pham LN, Nguyen HT. 2003. Identification and mapping of the QTL for aluminum tolerance introgressed from the new source, Oryza rufipogon Griff. into indica rice (Oryza sativa L.). Theor Appl Genet. 106:583-593.doi:10.1007/s00122002-1072-4. Nguyen VT, Burow MD, Nguyen HT, Le BT, Le TD, Paterson AH. 2001b. Molecular mapping of genes conferring aluminum tolerance in rice (Oryza sativa L.). Theor Appl Genet. 102:1002-1010. Nguyen VT, Nguyen BD, Sarkarung S, Martinez C, Paterson AH, Nguyen HT. 2002. Mapping of genes controlling aluminum tolerance in rice: comparison of different genetics background. Mol Genet Genomics. 267:772-780. doi:10.1007/s00438-002-0686-1. Nursyamsi D, Osaki M, Tadano T. 2002 Mechanism of aluminum toxicity avoidance in tropical rice (Oryza sativa), maize (Zea mays), and soybean (Glycine max). Indones Agricul Sci. 3(1):12-24. [OECD] Organisation de Cooperation et de Developpement Eqonomiques. 1999. Consensus Document on The Biology of Oryza sativa (Rice). Paris (FR): OECD Environmental Health and Safety Pr. Oka HI. 1988. Origin of cultivated rice. Amsterdam (AN): Elsevier Pr.
41 Oliveira LK, Melo LC, Brondani C, Peloso MJD, Brondani RPV. 2008. Backcross assisted by microsatellite markers in common bean. Genet and Mol Research. 7(4):1000-1010. Ono K, Yamamoto Y, Hachiya A, Matsumoto H. 1995. Synergistic inhibitionof growth by aluminum and iron of tobacco (Nicotina tabacum L.) cells in suspension culture. Plant Cell Physiol. 36:115-125. Papernik LA, Kochian LV. 1997. Possible involvement of aluminum induced electrical signals in aluminum tolerance in wheat. Plant Physiol. 115:657667. Pereira LM, Tabaldi LA, Goncalves JF, Jucoski GO, Pauletto MM, Weis SN, Nicoloso FT, Borher D, Rocha JBT, Schetinger MRC. 2006. Effect of aluminum on δ-aminolevulinic acid dehydratase (ALA-D) and the development of cucumber (Cucumis sativus). Environ Exp Bot. 57:106115.doi:10.1016/j.envexpbot.2005.05.004. Pineros MA, Shaff JE, Manslank HS, Carvalho VM, Kochian LV. 2005. Aluminum resistance in maize cannot be solely explained by root organic acid exudation. A comparative physiology study. Plant Physiol. 137:231– 241.doi:10.1104/pp.104.047357. [PlantPAN] Plant Promoter Analysis Navigator. 2012. Rice database: Os03g12790. [Internet]. [diunduh 2012 Nov 08]. Tersedia pada: http://plantpan.mbc.nctu.edu.tw/rice_id_search.php?ID=Os03g12790.1. Porteres R. 1956. Taxonomie agrobotanique des riz cultivés O. sativa L. et O. glaberrima S. Agric Trop Bot Appl. 3, 341–384. Powell W, Macharay GC, Provan J. 1996. Polymorphism revealed by simple sequence repeats. Trends Plant Sci. 1:215-222.doi:10.1016/1360-1385(96) 86898-1. Purwoko BS, Dewi LS, Utami DW, Suwarno. 2005. Perakitan padi gogo toleran aluminium asal tanaman haploid ganda hasil kultur antera [Laporan Hibah Bersaing XI]. Bogor (ID): LPPM IPB Pr. Rengel Z. 1996. Uptake of aluminum by plant cells. New Phytol. 134:389-406. doi:10.1111/j.1469-8137.1996.tb04356.x. Richards KD, Schott EJ, Sharma YK, Devis KR, Gardner RC. 1998. Aluminum induced oxidative stress genes in Arabidopsis thaliana. Plant Physiol. 116: 409-418.doi:10.1104/pp.116.1.409. Roesmarkam S, Subandi, Muchlis E. 1992. Penyaringan material koleksi Shorgum di tanah masam PMK. Penel Pertanian. 11:366-370. Rongwen J, Akkaya MS, Bhagwat AA. 1995. The use of microsatellite DNA markers for soybean genotype identification. Theor Appl Genet. 90:43-48. Roslim DI. 2011. Isolasi dan karakterisasi kandidat gen toleran aluminium dari tanaman padi [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB Pr. Roslim DI, Miftahudin, Suharsono U, Aswidinnoor H, Hartana A. 2010. Karakter root re-growth sebagai parameter toleransi aluminium pada tanaman padi. Natur Indones. 13(1):82-88. Russell J, Booth A, Fuller J, Harrower B, Hedley P, Machray G, Powell W. 2004. A comparison of sequence-based polymorphism and haplotype content in transcribed and anonymous regions of the barley. Genome. 47:389–398. doi:10.1139/g03-125.
42 Ryan PR, Ditomaso JM, Kochian LV. 1993. Aluminum toxicity in roots: a investigation of spatial sensitivity and the role of the root cap. Exp Bot. 44:437-446.doi:10.1093/jxb/44.2.437. Ryan PR, Delhaize E, Randall PJ. 1995. Characterization of Al-stimulated efflux of malate from the pices of Al-tolerant wheat roots. Planta. 196:103-110. Ryan PR, Raman H, Gupta S, Horst WJ, Delhaize E. 2008. A second mechanism for aluminum resistance in wheat relies on the constitutive efflux of citrate from roots. Plant Physiol. 149:340-351.doi:10.1104/pp.108.129155. Salina E, Dobrovolskaya O, Efremova T, Leonova I, Roder MS. 2003. Microsatellite monitoring of recombination around the Vrn-B1 locus of wheat during early backcross breeding. Plant Breed. 122:116–119. doi:10.1046/j.1439-0523.2003.00817.x. Sanchez PA. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Bandung (ID): ITB Pr. Sasaki M, Kasai M, Yamamoto Y, Mastumoto H. 1992. Root elongation and ion flux of wheat varieties differing in aluminum tolerance. Plant Cell Physiol. 401-403. Sharma P, Dubey RS. 2007. Involvement of oxidative stress and role of antioxidative defense system in growing rice seedlings exposed to toxic concentrations of aluminum. Plant Cell Reports. 26: 2027-2038.doi:10. 1007/s00299-007-0416-6. Sivaguru M, Baluska F, Volkmann D, Felle HH, Horst WJ. 1999. Impact of aluminum on the cytoskeleton of the maize root apex short-term effect on the distal part of the transition zone. Plant Physiol. 119:1073-1082.doi:10. 1104/pp.119.3.1073. Sivaguru M, Paliwal K. 1993. Differential aluminum tolerance in some tropical rice cultivars, mechanism of aluminum tolerance. Plant Nutr. 16(9):17171732.doi:10.1080/01904169309364645. Sivaguru M, Yamamoto Y, Rengel Z, Ahn SJ, Mastumoto H. 2005. Early events responsible for aluminum toxicity symptoms in suspension-cultured tobacco cells. New Phytol. 165:99-109. Suparto H. 1999. Evaluasi ketenggangan padi gogo terhadap cekaman aluminum dan efisiensi penggunaan nitrogen [tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana IPB Pr. Syakhril. 1997. Evaluasi reaksi galur-galur padi gogo terhadap Al dan kekurangan nitrogen [Tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana IPB Pr. Takabatake R, Shimmen T. 1997. Inhibition of electrogenesis by aluminum in Characean cells. Plant Cell Physiol. 38:1264–1271. Tan K, Keltjens WG, Findenegg GR. 1993. Aluminum toxicity with sorghum genotypes in nutrient solution and its amelioration by magnesium. Plant Nutr. 155:81-86.doi:10.1002/jpln.19921550203. Tasfaye M, Temple SJ, Allan DL, Vance CP, Samac DA. 2001. Over exPrion of malate dehydrogenase in transgenic alfalfa enhanced organic acid synthesis and confers tolerance to aluminum. Plant Physiol. 127:18361844.doi:10.1104/pp.010376. Taylor GJ. 1991. Current views of the aluminum stress response: the physiological basis of tolerance. Di dalam: Randall DD, Blevins DG, editor. Current Topics in Plant Biochemistry and Physiology. Columbia (USA): University of Missouri Pr.
43 Taylor GJ, Stephens JL, Hunter DB, Bertsch PM, Elmore D, Rengel Z, Reid R. 2000. Direct measurement of aluminum uptake and distribution in single cells of Chara corallina. Plant Physiol. 123:987-996.doi:10.1104/pp.123.3. 987. [TJL] The Jackson Laboratory. 2012. Gene Ontology Browser. [Internet]. [diunduh 2012 Nov 08]. Tersedia pada: http://www.informatics.jax.org/ searches/GO.cgi?id=GO:0006810. Toda T, Koyana H, Hori T, Hara T. 1999. Aluminum tolerance of Arabidopsis thaliana under hydroponic and soil culture conditions. Soil Sci Plant Nutr. 45:419-425.doi:10.1080/00380768.1999.10409356. Tripathi KK, Govila OP, Warrier R, Ahuja V. 2011. Biology of Oryza sativa L. (Rice). India (IN): Ministry of Science and Technology and Ministry of Environment Goverment of India Pr. [USDA] The United States Department of Agriculture. 2012a. World rice production, consumption, and stocks. [Internet]. [diunduh 2012 Okt 09]. Tersedia pada: http://www.fas.usda.gov/psdonline/psdreport.aspx? hidReportRetrievalName=BVSdanhidReportRetrievalID=681danhidRepor tRetrievalTemplateID=7. [USDA] The United States Department of Agriculture. 2012b. Indonesia Grain and Feed Annual Report 2012. USA: USDA Pr. Vaughan DA. 1989. IRRI Research Paper Series: The Genus Oryza L. Current Status of Taxonomy. Filipina (PH): IRRI Pr. Vaughan DA. 1994. The Wild Relatives of Rice A Genetic Handbook. Manila (PH): IRRI Pr. Vazquez MD, Poschenrieder C, Corrales I, Barcelo J. 1999. Change in apoplastic aluminum during the initial growth response to aluminum by roots of a toleran maize variety. Plant Physiol. 119:435-444.doi:10.1104/pp.119. 2.435. von Uexkull HR, Mutert E. 1995. Global extent, development and economic impact of acid soils. [International symposium on plant-soil interactions at low pH NO3]. Australia (AU): Springer Pr. Voorrips RE. 2002. MapChart: Software for the graphical presentation of linkage maps and QTLs. Heredity. 93(1): 77-78.doi:10.1093/jhered/93.1.77. Wanatabe T, Osaki M, Yoshihara T, Todano T. 1998. Distribution and chemical speciation of aluminum in the Al accumulator plant Melastoma malabatricum. Plant Soil. 201:165-173. Wang JP, Raman H, Zhang GP, Mendham N, Zhou MX. 2006. Aluminum tolerance in barley (Hordeum vulgare L.): physiological mechanism, genetics, and screening methods. Zhejiang Univ Science. 7(10):769-787. doi:10.1631/jzus.2006.B0769. Wang Y, Stass A, Horst WJ. 2004. Apoplastic binding of aluminum is involved in silicon-induced amelioration of aluminum toxicity in maize. Plant Physiol. 136:3762–3770.doi:10.1104/pp.104.045005. Wenzl P, Patino GM, Chaves AL, Mayer JE, Rao IM. 2001. The high level of aluminum resistance in signalgrass is not associated with known mechanisms of external aluminum detoxification in root apices. Plant Physiol. 125:1473–1484.doi:10.1104/pp.125.3.1473.
44 Wu P, Liao CY, Hu B, Yi KK, Jin WZ, Ni JJ, He C. 2000. QTLs and epistasis for aluminum tolerance in rice (Oryza sativa L.) at different seedling stages. Theor Appl Genet. 100:1295-1303.doi:10.1007/s001220051438. Wu P, Zhao B, Yan J. Luo A, Wu Y, Senadhira D. 1997. Genetics control of seedling tolerance to aluminum toxicity in rice. Eupyhtica. 97:289-293. Xue Y, Wan J, Jiang L, Wang C, Liu L, Zang Y, Zhai H. 2006. Identification of quantitative trait loci assosiated with aluminum tolerance in rice (Oryza sativa L.). Euphytica. 150:37-45.doi:10.1007/s11104-006-9086-3. Yahya S, Setiyati S. 1988. Fisiologi Stres Lingkungan. Bogor (ID): PAU IPB Pr. Yokosho K, Yamaji N, Ma JF. 2011. An Al-inducible MATE gene is involved in external detoxification of Al in rice. Plant. 68:1061-1069.doi:10.1111/ j.1365-313X.2011.04757.x. Yamamoto Y, Kobayashi Y, Matsumoto H. 1997. Oxidative damage to membrane by a combination of aluminum and iron in suspension cultured tobacco cells. Plant Cell Physiol. 38:1333-1339. Yamamoto Y, Kobayashi Y, Matsumoto H. 2001. Lipid peroxidation is an early symptom triggered by aluminum but not the primary cause of elongation inhibition in Pea root. Plant Physiol. 125:199-208.doi:10.1104/pp.125.1. 199. Yang JL, Zheng SJ, He YF, Matsumoto H. 2005. Aluminium resistance requires resistance to acid stress: a case study with spinach that exudes oxalate rapidly when exposed to Al stress. Exp Bot. 56:1197–1203.doi:10.1093/ jxb/eri113. Young ND, Tanksley SD. 1989. RFLP analysis of the size of chromosomal segments retained around the tm-2 locus of tomato during backcross breeding. Theor Appl Genet. 77: 353-359. Zheng SJ, Yang JL, He YF, Yu XH, Zhang L, You JF, Shen RF, Matsumoto H. 2005. Immobilization of aluminum with phosphorusin roots is associated with high Al resistance in buckwheat. Plant Physiol. 138:297–303.doi:10. 1104/pp.105.059667.
45 Lampiran 1 Diskripsi padi varietas IR64 (Suprihatno et al. 2011) No Karakter Padi IR64 1 Nomor seleksi IR18348-36-3-3 2 Asal persilangan IR5657/IR2061 3 Golongan Cere 4 Umur tanaman 110 – 120 hari 5 Bentuk tanaman Tegak 6 Tinggi tanaman 115 – 126 cm 7 Anakan produktif 20 – 35 batang 8 Warna kaki Hijau 9 Warna batang Hijau 10 Warna telinga daun Tidak berwarna 11 Warna lidah daun Tidak berwarna 12 Warna daun Hijau 13 Muka daun Kasar 14 Posisi daun Tegak 15 Daun bendera Tegak 16 Bentuk gabah Ramping,panjang 17 Warna gabah Kuning bersih 18 Kerontokan Tahan 19 Kerebahan Tahan 20 Tekstur nasi Pulen 21 Kadar amilosa 23% 22 Indeks glikemik 70 23 Bobot 1000 butir 24,1 g 24 Rata-rata hasil 5,0 t/ha 25 Potensi hasil 6,0 t/ha 26 Ketahanan terhadap *tahan wereng coklat biotipe 1,2 dan penyakit dan hama agak tahan wereng coklat biotipe 3 penyakit *Agak tahan hawar daun bakteri strain IV *Tahan virus kerdil rumput 27 Anjuran tanam Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai sedang 28 Pemulia Introduksi dari IRRI 29 Dilepas tahun 1986
46 Lampiran 2 Beberapa karakter padi varietas lokal Hawara Bunar (Jagau 2000) No. 1 2 3 4 5 6
7
Karakter Warna lamina daun Postur tanaman Jumlah anakan produktif Tinggi tanaman Umur berbunga Berat kering gabah/rumpun dengan kadar air 14% Ketahanan terhadap Aluminium
Hawara Bunar Hijau tua Tegak 7 158.3 cm 120 hari 44.3 g
Toleran
47 Lampiran 3 Komposisi larutan hara minimum (Miftahudin et al. 2002) Senyawa
Konsentrasi (mM)
CaCl2.2H2O
0.40
KNO3
0.65
MgCl2.6H2O
0.25
(NH4)2SO4
0.01
NH4NO3
0.04
0
Lampiran 4 Primer-primer SSR yang digunakan untuk seleksi foreground dan background
Chr
No
Primer
1. 2.
RM5
3. 4.
RM2318
5. 6.
RM212
7. 1
8.
RM102
9. 10.
RM3285
11. 12.
RM1095
13. 14.
RM283
Forward/ Reverse
Sekuen
Forward
5’TGCAACTTCTAGCTGCTCGA’3
Reverse
5’GCATCCGATCTTGATGGG’3
Forward
5’CTTTTGCTCATCCATTCG’3
Reverse
5’CCTCTTCATGCGATAAACAT’3
Forward
5’CCACTTTCAGCTACTACCAG’3
Reverse
5’CACCCATTTGTCTCTCATTATG’3
Forward
5’AACTTTCCCACCACCACCGCGG’3
Reverse
5’AGCAGCAGCAAGCCAGCAAGCG’3
Forward
5’AGAGATGACAGCCGCGTC’3
Reverse
5’GCTCCACACCTCTCGTTTTC’3
Forward
5’CCCATTCAGTTGATCCTGTC’3
Reverse
5’GCAAAAGCAAGGATGGAGAC’3
Forward
5’GTCTACATGTACCCTTGTTGGG’3
Reverse
5’CGGCATGAGAGTCTGTGATG’3
Motif Pengulangan
Suhu Annealing (0C)
Ukuran Hasil Amplifikasi (basa)
(GA)14
54
113
(AT)25
55
133
(CT)24
55
136
(GGC)7 (CG)6
55
311
(CT)13
55
96
(AG)12
55
202
(GA)18
55
151
1
Lampiran 4 Lanjutan Chr
No
Primer
15. 1
16.
RM575
17. 18.
RM4355
19. 20.
RM233A
21. 22. 2
RM208
23. 24.
RM213
25. 26.
RM6616
27. 28.
RM12478
Forward/ Reverse
Sekuen
Forward
5’CAATTTCCATAGGCTGCATG’3
Reverse
5’GCTTGGGTTAGCGACGAC’3
Forward
5’GGGATGAGAGTAGAAGGCA’3
Reverse
5’TATATGGCAAGCCTAGCG’3
Forward
5’CCAAATGAACCTACATGTTG’3
Reverse
5’GCATTGCAGACAGCTATTGA’3
Forward
5’TCTGCAAGCCTTGTCTGATG’3
Reverse
5’TAAGTCGATCATTGTGTGGACC’3
Forward
5’ATCTGTTTGCAGGGGACAAG’3
Reverse
5’AGGTCTAGACGATGTCGTGA’3
Forward
5’AATCCGATCGTACGAGCAAC’3
Reverse
5’GACAAGGGAAGGAAACCCTC’3
Forward
5’CTAGGGTTTGCGGGCGATGG’3
Reverse
5’CCGCGGTTGACGTAGATGATGG’3
Motif Pengulangan
Suhu Annealing (0C)
Ukuran Hasil Amplifikasi (basa)
(AG)24
55
201
(TA)18
55
142
(CT)20
55
162
(CT)17
55
173
(CT)17
55
139
(GGC)9
55
95
(GAG)11
55
236
2
Lampiran 4 Lanjutan Chr
No
Primer
29. 30.
RM555
31. 32.
RM341
33. 2
34.
RM475
35. 36.
RM573
37. 38.
RM450
39. 40. 3
RM218
41. 42.
RM157A
Forward/ Reverse
Sekuen
Forward
5’TTGGATCAGCCAAAGGAGAC’3
Reverse
5’CAGCATTGTGGCATGGATAC’3
Forward
5’CAAGAAACCTCAATCCGAGC’3
Reverse
5’CTCCTCCCGATCCCAATC’3
Forward
5’CCTCACGATTTTCCTCCAAC’3
Reverse
5’ACGGTGGGATTAGACTGTGC’3
Forward
5’CCAGCCTTTGCTCCAAGTAC’3
Reverse
5’TCTTCTTCCCTGGACCACAC’3
Forward
5’AAACCACAGTAGTACGCCGG’3
Reverse
5’TCCATCCACATCTCCCTCTC’3
Forward
5’TGGTCAAACCAAGGTCCTTC’3
Reverse
5’GACATACATTCTACCCCCGG’3
Forward
5’CCTCCTCCTCACGAATCCCGCC’3
Reverse
5’GGGCTTCTTCTCCGCCGGCTTC’3
Motif Pengulangan
Suhu Annealing (0C)
Ukuran Hasil Amplifikasi (basa)
(AG)11
58
223
(CTT)20
55
172
(TATC)8
55
235
(GA)11
55
201
(AG)17
55
143
(TC)24ACT5 (GT)11
58
148
(CT)11 (TC)10
55
106
3
Lampiran 4 Lanjutan Chr
No
Primer
43. 44.
RM168
45. 46.
RM489
47. 48.
RM545
49. 3
50.
RM2790
51. 52.
RM6291
53. 54.
RM7565
55. 56.
RM14495
Forward/ Reverse
Sekuen
Forward
5’TGCTGCTTGCCTGCTTCCTTT’3
Reverse
5’GAAACGAATCAATCCACGGC’3
Forward
5’GAACAGGGACACAATGATGAGG’3
Reverse
5’GACGATCGGACACCTAATTACACG’3
Forward
5’CCTTCCCTGAAAGTATTCGTTCTCC’3
Reverse
5’GAGAACGTCTTCATTGGATGTTCC’3
Forward
5’AGTTGCCTAGCTATGTTTGACC’3
Reverse
5’GGACTTCCAAGTATCTTCTCTGC’3
Forward
5’CGCTGGAACGAGACGAAC’3
Reverse
5’TGGGTTGGGCTCTACAAAAC’3
Forward
5’TGATTCCTGCGACCGATC’3
Reverse
5’CATGCATGCTCTCCTTAGGC’3
Forward
5’ACCTCTTCCCGGAGTGGATCG’3
Reverse
5’GAGGTTGCATGAGCCGACAGG’3
Motif Pengulangan
Suhu Annealing (0C)
Ukuran Hasil Amplifikasi (basa)
T15(GT)14
55
116
(ATA)8
64
271
(GA)30
67
226
(AT)35
61
153
(CTG)10
55
173
(TCGA)6
55
203
(CGG)7
-
397
4
Lampiran 4 Lanjutan Chr
No
Primer
57. 58.
RM14512
59. 60.
RM14535
61. 62.
RM14543
63. 3
64.
RM14552
65. 66.
RM14567
67. 68.
RM14576
69. 70.
RM14582
Forward/ Reverse
Sekuen
Forward
5’CAGTGCATTCATGGTCACATCTGC’3
Reverse
5’CTCGCTTGGAAACAACGAGACG’3
Forward
5’CAATGTTTCTTCGTCCTCTCTGG’3
Reverse
5’CCTATCTTGCATAGGTGGATCTAGGG’3
Forward
5’TGCCATGTGAGAGAATGGATTAGG’3
Reverse
5’AAAGAGTAGCCGTCCTAGTGATTGG’3
Forward
5’GGGTGGACTGATTCAGGACTGG’3
Reverse
5’CATCACACGAGACGAGCTTTACC’3
Forward
5’TTTGTTGGGAGCTTCTTCATGC’3
Reverse
5’TGCATACCATACAGCATGCTTCG’3
Forward
5’CCACAATCTCCAATTCTCCATCG’3
Reverse
5’CTCTTCTTCGCCACGAGGAACC’3
Forward
5’ATAACCAAGATCTCGGCCCATCC’3
Reverse
5’CCCATGTCACCGACAACTATCTAGC’3
Motif Pengulangan
Suhu Annealing (0C)
Ukuran Hasil Amplifikasi (basa)
(AT)37
-
590
(AT)10
68
393
(GA)10
67
299
(AG)16
65
251
(TA)11
-
460
(CGG)10
-
492
(AC)132
-
678
5
Lampiran 4 Lanjutan Chr
No
Primer
71. 72.
RM14609
73. 3
74.
RM14622
75. 76.
RM517
77. 78.
RM6770
79. 80. 4
RM261
81. 82.
RM6659
83. 84.
RM303
(AAG)7
Suhu Annealing (0C) -
Ukuran Hasil Amplifikasi (basa) 655
(GA)14
-
433
(CT)15
65
266
(TCC)8
55
158
C9(CT)8
55
125
(GTT)14
55
101
[AC(AT)210]9(GT)7 (ATGT)6
55
200
Forward/ Reverse
Sekuen
Motif Pengulangan
Forward
5’GGTTTGCAGTGAGAAACTATGG’3
Reverse
5’ACGACACTCAGAGCTACAATGC’3
Forward
5’CTTGGAGACTAGCACGTAGAGTGG’3
Reverse
5’ATCCCGAATCCAGATCCTTCC’3
Forward
5’CAGCTCCTTCCTATCCGTCTCC’3
Reverse
5’TCAGATCTAGCCGAGAAATCAAGG’3
Forward
5’ACCAATTCCACCTTCACTCG’3
Reverse
5’GGAGGAAGAGTTGTTGCTGC’3
Forward
5’CTACTTCTCCCCTTGTGTCG’3
Reverse
5’TGTACCATCGCCAAATCTCC’3
Forward
5’GTTGTTGTTGTTGTGGACGG’3
Reverse
5’CTGCCCTGAGTCCTATGAGG’3
Forward
5’GCATGGCCAAATATTAAAGG’3
Reverse
5’GGTTGGAAATAGAAGTTCGGT’3
6
Lampiran 4 Lanjutan Chr
No
Primer
85. 86. 4
RM317
87. 88.
RM252
89. 90.
RM437
91. 92.
RM289
93. 5
94.
RM413
95. 96.
RM548
97. 98.
RM459
Forward/ Reverse
Sekuen
Forward
5’CATACTTACCAGTTCACCGCC’3
Reverse
5’CTGGAGAGTGTCAGCTAGTTGA’3
Forward
5’TTCGCTGACGTGATAGGTTG’3
Reverse
5’ATGACTTGATCCCGAGAACG’3
Forward
5’ACACCAACCAGATCAGGGAG’3
Reverse
5’TGCTCGTCAATGGTGAGTTC’3
Forward
5’TTCCATGGCACACAAGCC’3
Reverse
5’CTGTGCACGAACTTCCAAAG’3
Forward
5’GGCGATTCTTGGATGAAGAG’3
Reverse
5’TCCCCACCAATCTTGTCTTC’3
Forward
5’TCGGTGAGAAACTGAGAGTACG’3
Reverse
5’AAGGAGGCCATCTCAATGTG’3
Forward
5’CTGCAATGCTGCATGACC’3
Reverse
5’CACTTTCTCTGCAGCACCAG’3
Motif Pengulangan
Suhu Annealing (0C)
Ukuran Hasil Amplifikasi (basa)
(GC)4 (GT)18
58
155
(CT)19
55
216
(AG)13
55
275
G11(GA)16
58
108
(AG)11
55
79
(CT)12
55
259
(CATC)6
55
63
7
Lampiran 4 Lanjutan Chr
No
Primer
99. 100.
RM161
101. 5
102.
RM421
103. 104.
RM178
105. 106.
RM7434
107. 108. 6
RM343
109. 110.
RM30
111. 112.
RM461
Forward/ Reverse
Sekuen
Forward
5’TGCAGATGAGAAGCGGCGCCTC’3
Reverse
5’TGTGTCATCAGACGGCGCTCCG’3
Forward
5’AGCTCAGGTGAAACATCCAC’3
Reverse
5’ATCCAGAATCCATTGACCCC’3
Forward
5’TCGCGTGAAAGATAAGCGGCGC’3
Reverse
5’GATCACCGTTCCCTCCGCCTGC’3
Forward
5’GGAGGAAAGGTTGGAGAAGG’3
Reverse
5’TTTCCCGTATTCCATGAGCC’3
Forward
5’CCACGAACCCTTTGCATC’3
Reverse
5’GTGATGATGCGTCGGTTG’3
Forward
5’GGTTAGGCATCGTCACGG’3
Reverse
5’TCACCTCACCACACGACACG’3
Forward
5’GAGACCGGAGAGACAACTGC’3
Reverse
5’TGATGCGGTTTGACTGCTAC’3
Motif Pengulangan
Suhu Annealing (0C)
Ukuran Hasil Amplifikasi (basa)
(AG)20
55
187
(AGAT)6
55
234
(GA)5(AG)8
55
117
(GTAT)10
55
143
(CAT)5 (CAC)5 CAT(CAC)4
55
233
(AG)9A (GA)12
55
105
(AAAC)6
55
195
8
Lampiran 4 Lanjutan Chr
No
Primer
113. 114.
RM585
115. 116.
RM204
117. 118.
RM557
119. 6
120.
RM276
121. 122.
RM20354
123. 124.
RM1370
125. 126.
RM314
Forward/ Reverse
Sekuen
Forward
5’CAGTCTTGCTCCGTTTGTTG’3
Reverse
5’CTGTGACTGACTTGGTCATAGG’3
Forward
5’GTGACTGACTTGGTCATAGGG’3
Reverse
5’GCTAGCCATGCTCTCGTACC’3
Forward
5’GTGGCGAGATCTATGTGGTG’3
Reverse
5’GCTTTGTGTGTGTGTGTGTG’3
Forward
5’CTCAACGTTGACACCTCGTG’3
Reverse
5’TCCTCCATCGAGCAGTATCA’3
Forward
5’GTCCAGCACACTGCATCACTGC’3
Reverse
5’CACACTGGATTTGCTGGATTTGC’3
Forward
5’AAACGAGAACCAACCGACAC’3
Reverse
5’GGAGGGAGGAATGGGTACAC’3
Forward
5’CTAGCAGGAACTCCTTTCAGG’3
Reverse
5’AACATTCCACACACACACGC’3
Motif Pengulangan
Suhu Annealing (0C)
Ukuran Hasil Amplifikasi (basa)
(TC)45
55
233
(CT)44
55
169
(AC)13
55
211
(AG)8A3 (GA)33
55
149
(GA)10
55
121
(AG)28
55
173
(GT)8(CG)3 (GT)5
55
118
9
Lampiran 4 Lanjutan Chr
No
Primer
127. 6
128.
RM111
129. 130.
RM5752
131. 132.
RM427
133. 134. 7
RM3224
135. 136.
RM560
137. 138.
RM336
139. 140.
RM505
Forward/ Reverse
Sekuen
Forward
5’CACAACCTTTGAGCACCGGGTC’3
Reverse
5’ACGCCTGCAGCTTGATCACCGG’3
Forward
5’TTGCAATTAATTCGATCTCC’3
Reverse
5’GCAGATCGATTCGTTAGTTC’3
Forward
5’TCACTAGCTCTGCCCTGACC’3
Reverse
5’TGATGAGAGTTGGTTGCGAG’3
Forward
5’AGACGTACACCCCGAACTTG’3
Reverse
5’GAGGTGTTCGGAGTGAGGAG’3
Forward
5’GCAGGAGGAACAGAATCAGC’3
Reverse
5’AGCCCGTGATACGGTGATAG’3
Forward
5’CTTACAGAGAAACGGCATCG’3
Reverse
5’GCTGGTTTGTTTCAGGTTCG’3
Forward
5’AGAGTTATGAGCCGGGTGTG’3
Reverse
5’GATTTGGCGATCTTAGCAGC’3
Motif Pengulangan
Suhu Annealing (0C)
Ukuran Hasil Amplifikasi (basa)
(GA)9
55
124
(ACT)13
55
138
(TG)11
55
185
(CT)12
55
142
(CT)12
55
239
(CTT)18
55
154
(CT)12
55
199
10
Lampiran 4 Lanjutan Chr
No
Primer
141. 7
142.
RM234
143. 144.
RM5068
145. 146.
RM1376
147. 148. 8
RM547
149. 150.
RM38
151. 152.
RM531
153. 154.
RM284
Forward/ Reverse
Sekuen
Forward
5’ACAGTATCCAAGGCCCTGG’3
Reverse
5’CACGTGAGACAAAGACGGAG’3
Forward
5’GAGGTGTTTATAGAAGTAGG’3
Reverse
5’AATTAGCTTATCTTGTGTTC’3
Forward
5’CATGTGTGATGACTGACAGG’3
Reverse
5’GGTGCTGTGATGATTCTTTC’3
Forward
5’TAGGTTGGCAGACCTTTTCG’3
Reverse
5’GTCAAGATCATCCTCGTAGCG’3
Forward
5’ACGAGCTCTCGATCAGCCTA’3
Reverse
5’TCGGTCTCCATGTCCCAC’3
Forward
5’GAAACATCCCATGTTCCCAC’3
Reverse
5’TCGGTTTTTCAGACTCGGTC’3
Forward
5’ATCTCTGATACTCCATCCATCC’3
Reverse
5’CCTGTACGTTGATCCGAAGC’3
Motif Pengulangan
Suhu Annealing (0C)
Ukuran Hasil Amplifikasi (basa)
(CT)25
55
156
(TA)34
55
169
(AG)31
58
199
(ATT)19
55
235
(GA)16
58
250
(AT)15
55
128
(GA)8
55
141
11
Lampiran 4 Lanjutan Chr
No
Primer
155. 156.
RM230
157. 158. 8
RM80
159. 160.
RM256
161. 162.
RM308
163. 164.
RM215
165. 9
166.
RM3249
167. 168.
RM409
Forward/ Reverse
Sekuen
Forward
5’GCCAGACCGTGGATGTTC’3
Reverse
5’CACCGCAGTCACTTTTCAAG’3
Forward
5’TTGAAGGCGCTGAAGGAG’3
Reverse
5’CATCAACCTCGTCTTCACCG’3
Forward
5’GACAGGGAGTGATTGAAGGC’3
Reverse
5’GTTGATTTCGCCAAGGGC’3
Forward
5’GGCTGCACACGCACACTATA’3
Reverse
5’TTACGCATATGGTGAGTAGGC’3
Forward
5’CAAAATGGAGCAGCAAGAGC’3
Reverse
5’TGAGCACCTCCTTCTCTGTAG’3
Forward
5’GCCCTTTTCTTCTCCACTCC’3
Reverse
5’AGACACTGTCACAGCTTCAG’3C
Forward
5’CCGTCTCTTGCTAGGGATTC’3
Reverse
5’GGGGTGTTTTGCTTTCTCTG’3
Motif Pengulangan
Suhu Annealing (0C)
Ukuran Hasil Amplifikasi (basa)
(AGG)4(GA) 9A(AG)13
55
257
(TCT)25
55
142
(CT)21
55
127
(AT)4-6(GT)2 T2(GT)7
55
132
(CT)16
55
148
(CT)13
55
151
(AGC)8
55
96
12
Lampiran 4 Lanjutan Chr
No
Primer
169. 9
170.
RM201
171. 172.
RM6404
173. 174.
RM222
175. 176. 10
RM244
177. 178.
RM184
179. 180.
RM596
181. 182.
RM304
Forward/ Reverse
Sekuen
Forward
5’CTCGTTTATTACCTACAGTACC’3
Reverse
5’CTACCTCCTTTCTAGACCGATA’3
Forward
5’GGGATGATGGATCGGGAG’3
Reverse
5’CTACCAGCCTTGTTTCCTCG’3
Forward
5’CTTAAATGGGCCACATGCG’3
Reverse
5’CAAAGCTTCCGGCCAAAAG’3
Forward
5’CCGACTGTTCGTCCTTATCA’3
Reverse
5’CTGCTCTCGGGTGAACGT’3
Forward
5’ATCCCATTCGCCAAAACCGGCC’3
Reverse
5’TGACACTTGGAGAGCGGTGTGG’3
Forward
5’ATCTACACGGACGAATTGCC’3
Reverse
5’AGAAGCTTCAGCCTCTGCAG’3
Forward
5’TCAAACCGGCACATATAAGAC’3
Reverse
5’GATAGGGAGCTGAAGGAGATG’3
Motif Pengulangan
Suhu Annealing (0C)
Ukuran Hasil Amplifikasi (basa)
(CT)17
55
158
(GAG)8
55
150
(CT)18
55
213
(CT)4(CG)3 C(CT)6
55
163
(CA)7
55
219
(GAC)10
55
188
(GT)2 (AT)10 (GT)33
55
160
13
Lampiran 4 Lanjutan Chr
No
Primer
183. 184.
RM294A
185. 10
186.
RM271
187. 188.
RM5689
189. 190.
RM473E
191. 192. 11
RM457
193. 194.
RM206
195. 196.
RM254
Forward/ Reverse
Sekuen
Forward
5’TTGGCCTAGTGCCTCCAATC’3
Reverse
5’GAGGGTACAACTTAGGACGCA’3
Forward
5’TCAGATCTACAATTCCATCC’3
Reverse
5’TCGGTGAGACCTAGAGAGCC’3
Forward
5’GCACATGGTGAGACGTCCTC’3
Reverse
5’AAGTCCTGTAGTAGGTCACACCG’3
Forward
5’TATCCTCGTCTCCATCGCTC’3
Reverse
5’AAGGATGTGGCGGTAGAATG’3
Forward
5’CTCCAGCATGGCCTTTCTAC’3
Reverse
5’ACCTGATGGTCAAAGATGGG’3
Forward
5’CCCATGCGTTTAACTATTCT’3
Reverse
5’CGTTCCATCGATCCGTATGG’3
Forward
5’AGCCCCGAATAAATCCACCT’3
Reverse
5’CTGGAGGAGCATTTGGTAGC’3
Motif Pengulangan
Suhu Annealing (0C)
Ukuran Hasil Amplifikasi (basa)
{(GT)3T2A GGGACA}2
55
173
(GA)15
55
101
(AAT)17
55
103
(TCTA)14
55
97
(TTAA)5
55
228
(CT)21
55
147
(TC)6ATT (CT)11
55
165
14
Lampiran 4 Lanjutan Chr
No
Primer
197. 198.
RM479
199. 200.
RM441
201. 202. 11
RM332
203. 204.
RM167
205. 206.
RM116
207. 208.
RM6894
Forward/ Reverse
Sekuen
Forward
5’CCCCTTGCTAGCTTTTGGTC’3
Reverse
5’CCATACCTCTTCTCCTCCCC’3
Forward
5’ACACCAGAGAGAGAGAGAGAGAG’3
Reverse
5’TCTGCAACGGCTGATAGATG’3
Forward
5’GCGAAGGCGAAGGTGAAG’3
Reverse
5’CATGAGTGATCTCACTCACCC’3
Forward
5’GATCCAGCGTGAGGAACACGT’3
Reverse
5’AGTCCGACCACAAGGTGCGTTGTC’3
Forward
5’TCACGCACAGCGTGCCGTTCTC’3
Reverse
5’CAAGATCAAGCCATGAAAGGAGGG’3
Forward
5’AATCTCCACTGCAGCGATTC’3
Reverse
5’CGAATGGTCAAACGTAGGTG’3
Motif Pengulangan
Suhu Annealing (0C)
Ukuran Hasil Amplifikasi (basa)
(TC)9
55
253
(AG)13
55
189
(CTT)5-12(CTT)14
55
183
(GA)16
55
128
(CT)9
55
258
(TTA)11
55
121
15
Lampiran 4 Lanjutan Chr
No
Primer
209. 210.
RM19
211. 212.
RM247
213. 214.
RM1036
215. 12
216.
RM309
217. 218.
RM463
219. 220.
RM6022
221. 222.
RM270
Forward/ Reverse
Sekuen
Forward
5’CAAAAACAGAGCAGATGAC’3
Reverse
5’CTCAAGATGGACGCCAAGA’3
Forward
5’TAGTGCCGATCGATGTAACG’3
Reverse
5’CATATGGTTTTGACAAAGCG’3
Forward
5’CTCATTTGTCGATTGCCGTC’3
Reverse
5’ATGGGAGGAGTGATCAAACG’3
Forward
5’GTAGATCACGCACCTTTCTGG’3
Reverse
5’AGAAGGCCTCCGGTGAAG’3
Forward
5’TTCCCCTCCTTTTATGGTGC’3
Reverse
5’TGTTCTCCTCAGTCACTGCG’3
Forward
5’ACCTGGACTCCATTACTCGC’3
Reverse
5’AGAAGCTCACCTCGATGTGG’3
Forward
5’GGCCGTTGGTTCTAAAATC’3
Reverse
5’TGCGCAGTATCATCGGCGAG’3
Motif Pengulangan
Suhu Annealing (0C)
Ukuran Hasil Amplifikasi (basa)
(ATC)10
55
226
(CT)16
55
131
(AC)14
55
146
(GT)13
55
169
(TTAT)5
55
192
(CCG)8
55
175
(GA)13
55
108
16
Lampiran 4 Lanjutan Chr
No
Primer
223. 224. 12
RM3448
225. 226.
Keterangan:
RM235
Forward/ Reverse
Sekuen
Forward
5’CTTCCTCCTTCCTCCTCCTC’3
Reverse
5’CACGTGACACGTACACCCTC’3
Forward
5’AGAAGCTAGGGCTAACGAAC’3
Reverse
5’TCACCTGGTCAGCCTCTTTC’3
marka yang dicetak tebal menunjukkan marka background yang polimorfisme marka yang bergaris bawah adalah marka foreground yang polimorfisme
Motif Pengulangan
Suhu Annealing (0C)
Ukuran Hasil Amplifikasi (basa)
(CT)19
55
163
(CT)24
55
124
17
Lampiran 5 Karakter fisiologi, agronomi, dan introgresi marka foreground dan background BC2 F3 175-63 Individu BC2F3 175-63- / Karakater
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
total biji hampa
total bobot biji isi (g)
PPA (cm)
2.95
4.35
5.90
92.7
8
72
127
8
25.05
557
69.63
340
42.50
12.69
1.59
2.75
3.95
4.00
82.8
6
82
127
7
20.36
274
39.14
180
25.71
6.86
0.98
3.00
4.20
3.80
102.6
9
76
127
9
24.29
531
59.00
180
20.00
13.20
1.47
1.95
3.70
7.30
88
9
75
127
9
21.71
545
60.56
167
18.56
13.14
1.46
2.67
4.45
4.64
90.8
8
77
126
10
24.14
675
67.50
224
22.40
17.20
1.72
2.50
3.75
4.43
99.5
8
75
111
1.11
2.65
3.77
1.39
4.30
3.57
101.7
7
74
121
7
26.53
611
87.29
197
28.14
14.52
2.07
2.75
3.70
4.02
103.8
10
83
121
10
24.67
788
78.80
227
22.70
19.57
1.96
2.79
4.50
4.80
88.6
4
75
121
5
24.26
348
69.60
51
10.20
8.67
1.73
2.38
3.95
6.36
87.9
7
72
121
7
23.56
521
74.43
74
10.57
12.88
1.84
2.38
4.10
0.62
MATI
0.33
3.65
1.31
MATI
2.50
3.45
3.94
jumlah anakan
umur berbunga (HST)
umur panen (HST)
jumlah malai
rata-rata panjang malai (cm)
total biji isi
ratarata bobot biji isi/ malai (g/ malai)
RRG (cm)
tinggi tanaman vegetatif (cm)
ratarata biji isi/ malai
ratarata biji hampa/ malai
rata-rata panjang akar samping (cm)
MATI MATI
105.2
12
76
121
13
25.32
831
63.92
508
39.08
20.30
1.56
konfigurasi marka foreground RM2790RM545RM14535RM14543RM14552 IR-H-H-HH IR-HB-HBHB-HB IR-HB- HBHB-HB IR- HB-HBHB-HB IR- H-H-HH IR-H- H-HH IR-IR-IRIR-IR IR- IR-IRIR-IR IR- HB-HH-H IR- HB-HH-H IR-HB-IRHB-HB IR- IR-IRIR-IR IR- H-H-HH IR- IR-IRIR-IR
% marka background mengikuti IR64
87.76 87.76 87.76 87.76 90.00 87.76 90.00 87.76 87.76 90.00 87.76 91.84 90.00 87.76
18
Lampiran 5 Lanjutan Individu BC2F3 175-63- / Karakater
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
total biji hampa
total bobot biji isi (g)
PPA (cm)
2.63
4.00
6.24
97.2
7
72
121
8
24.44
732
91.50
202
25.25
16.61
2.08
2.46
3.90
2.99
90.5
5
82
126
7
22.53
296
42.29
173
24.71
7.84
1.12
2.22
3.60
7.84
92.6
8
74
126
8
24.60
569
71.13
314
39.25
13.50
1.69
2.22
3.90
4.47
2.38
3.90
3.08
88.6
5
75
126
7
23.54
416
59.43
137
19.57
11.40
1.63
2.54
4.45
3.45
93.6
10
76
126
11
22.79
623
56.64
273
24.82
14.82
1.35
2.63
4.45
2.22
MATI
2.38
3.65
4.80
MATI
2.38
3.45
4.51
1.19
4.00
2.83
2.46
3.90
6.01
2.02
3.85
6.70
2.50
4.60
4.72
89.6
7
81
126
8
22.75
412
51.50
207
25.88
9.02
1.13
2.06
3.85
4.32
104.7
12
83
126
12
21.59
538
44.83
565
47.08
13.51
1.13
jumlah anakan
umur berbunga (HST)
umur panen (HST)
jumlah malai
rata-rata panjang malai (cm)
total biji isi
ratarata bobot biji isi/ malai (g/ malai)
RRG (cm)
tinggi tanaman vegetatif (cm)
ratarata biji isi/ malai
ratarata biji hampa/ malai
rata-rata panjang akar samping (cm)
MATI
111.4
13
83
121
11
25.00
1021
92.82
250
22.73
26.48
2.41
MATI 96.5
8
81
121
8
MATI MATI
konfigurasi marka foreground RM2790RM545RM14535RM14543RM14552 IR- H-H-HH IR- HB-HBHB-HB IR-IR-H-HH IR-HB-IRIR-IR IR-H-H-HH IR- H-HBHB-HB IR- IR-HBHB-HB IR- H-H-HH IR- H-H-HH IR- HB-HBHB-HB IR- H-H-HH IR- H-H-HH IR- HB-HH-H IR- HB-HBHB-HB
% marka background mengikuti IR64
87.76 90.00 87.76 87.76 87.76 87.76 87.76 90.00 87.76 87.76 87.76 87.76 87.76 87.76
19
Lampiran 5 Lanjutan Individu BC2F3 175-63- / Karakater
29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
RRG (cm)
PPA (cm)
2.26
4.70
3.87
2.34
4.05
6.66
105.2
12
76
126
12
24.35
478
39.83
604
50.33
12.27
1.02
2.10
4.15
3.15
119.4
16
79
126
16
27.23
1016
63.50
910
56.88
24.94
1.56
2.18
4.35
6.05
1.25
4.35
5.81
119.4
12
81
126
12
26.42
848
70.67
553
46.08
22.25
1.85
2.34
4.15
3.03
106.2
9
82
121
14
24.31
1044
74.57
540
38.57
34.25
2.45
1.90
4.10
5.20
96.9
9
74
132
10
22.40
478
47.80
295
29.50
11.35
1.13
1.98
4.25
4.24
92.5
5
86
132
6
24.60
260
43.33
311
51.83
5.76
0.96
2.42
4.50
3.43
110.3
10
75
126
11
23.70
495
45.00
756
68.73
12.03
1.09
2.18
3.90
3.67
97.7
11
73
126
14
23.15
841
60.07
480
34.29
19.36
1.38
1.77
2.40
4.40
102.2
9
86
126
9
24.94
448
49.78
393
43.67
11.14
1.24
2.19
5.00
6.39
93.9
9
89
126
9
22.31
509
56.56
335
37.22
11.37
1.26
1.97
3.55
2.74
90.7
5
76
132
5
23.40
188
37.60
203
40.60
4.44
0.89
1.71
4.60
5.74
88.5
9
73
126
10
23.52
557
55.70
384
38.40
12.95
1.30
tinggi tanaman vegetatif (cm)
jumlah anakan
umur berbunga (HST)
umur panen (HST)
jumlah malai
rata-rata panjang malai (cm)
total biji isi
ratarata biji isi/ malai
total biji hampa
ratarata biji hampa/ malai
ratarata bobot biji isi/ malai (g/ malai)
rata-rata panjang akar samping (cm)
total bobot biji isi (g)
MATI
MATI
konfigurasi marka foreground RM2790RM545RM14535RM14543RM14552 IR- HB-HH-H IR- IR-IRIR-IR IR- H-H-HH IR-HB-HHB-HB IR- H-HBHB-HB IR- H-H-HH IR- IR-IRIR-IR IR- IR-IRIR-IR IR- HB-HBHB-HB IR- IR-IRIR-IR IR- HB-HBHB-HB IR- HB-HBHB-HB IR- H-H-HH IR- H-H-HH
% marka background mengikuti IR64
90.00 90.00 87.76 87.76 87.76 90.00 87.76 87.76 87.76 87.76 90.00 91.84 87.76 87.76
20
Lampiran 5 Lanjutan Individu BC2F3 175-63- / Karakater
43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
RRG (cm)
PPA (cm)
rata-rata panjang akar samping (cm)
3.00
4.10
3.09
0.94
2.60
1.71
total biji isi
ratarata biji isi/ malai
total biji hampa
ratarata biji hampa/ malai
total bobot biji isi (g)
ratarata bobot biji isi/ malai (g/ malai)
tinggi tanaman vegetatif (cm)
jumlah anakan
umur berbunga (HST)
umur panen (HST)
jumlah malai
rata-rata panjang malai (cm)
1.24
100.4
7
82
126
7
23.41
294
42.00
386
55.14
7.27
1.04
3.80
2.27
98.2
7
75
126
9
22.47
189
21.00
559
62.11
4.51
0.50
2.40
4.20
4.80
91.1
8
81
126
8
23.39
339
42.38
366
45.75
7.86
0.98
2.40
3.80
6.51
105.9
12
79
126
11
24.39
602
54.73
729
66.27
14.02
1.27
2.23
3.90
5.01
1.46
4.15
4.24
106.2
9
86
126
11
23.02
504
45.82
646
58.73
11.34
1.03
2.66
4.15
3.21
106.6
9
72
126
10
22.77
552
55.20
411
41.10
13.59
1.36
1.97
4.15
4.37
85.5
9
70
126
9
23.56
402
44.67
399
44.33
10.59
1.18
2.14
3.95
5.87
75.9
3
88
164
20.00
108
27.00
86
21.50
2.65
0.66
1.89
4.60
0.81
90.9
10
68
123
11
23.16
549
49.91
422
38.36
12.30
1.12
2.40
3.95
2.70
100.6
10
77
121
12
25.00
539
44.92
618
51.50
13.07
1.09
2.57
4.30
5.74
95.7
7
73
126
10
23.34
599
59.90
238
23.80
13.84
1.38
1.50
3.35
2.87
95.8
11
73
126
12
25.03
843
70.25
396
33.00
18.95
1.58
MATI
MATI
konfigurasi marka foreground RM2790RM545RM14535RM14543RM14552 MATI IR- HB-HBHB-HB IR- HB-HBHB-HB IR- IR-IRIR-IR IR- IR-IRIR-IR IR- H-H-HH IR- IR-IRIR-IR IR- H-H-HH IR- H-H-HH IR-HB- HBHB-HB IR- IR-IRIR-IR IR- HB-HH-H IR- IR-IRIR-IR IR- H-HBHB-HB
% marka background mengikuti IR64
87.76 87.76 87.76 90.00 87.76 87.76 91.84 87.76 87.76 91.84 87.76 87.76 87.76 87.76
21
Lampiran 5 Lanjutan
total biji hampa
total bobot biji isi (g)
RRG (cm)
PPA (cm)
57
2.23
5.20
3.60
91.4
11
74
126
12
22.39
621
51.75
362
30.17
15.07
1.26
2.27
4.90
1.59
116
11
79
126
9
24.90
830
92.22
349
38.78
20.49
2.28
1.76
3.25
1.84
99.3
6
72
126
10
23.95
549
54.90
466
46.60
12.46
1.25
1.24
4.35
5.40
96
14
73
123
13
23.15
586
45.08
548
42.15
14.79
1.14
1.97
4.15
5.14
91.3
7
73
126
8
24.43
557
69.63
183
22.88
13.10
1.64
2.27
4.85
2.53
91.9
9
75
126
9
22.93
391
43.44
373
41.44
9.27
1.03
1.03
5.00
2.66
88.8
5
89
101
7
23.17
324
46.29
264
37.71
9.08
1.30
1.50
4.45
1.97
76.1
6
72
132
7
23.07
341
48.71
244
34.86
7.75
1.11
2.61
3.45
5.36
96.6
9
81
126
9
24.87
469
52.11
372
41.33
11.67
1.30
1.89
4.20
4.46
94.1
8
74
126
10
22.77
250
25.00
713
71.30
5.74
0.57
1.93
4.00
4.03
89.1
7
69
126
9
22.40
449
49.89
190
21.11
11.95
1.33
2.14
5.40
2.79
93.5
9
72
126
9
23.47
313
34.78
549
61.00
7.06
0.78
0.13
4.90
2.96
112.4
10
77
121
11
23.08
391
35.55
754
68.55
8.72
0.79
1.84
2.65
3.21
84.8
5
73
126
5
24.02
215
43.00
210
42.00
5.13
1.03
58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
jumlah anakan
umur berbunga (HST)
umur panen (HST)
jumlah malai
rata-rata panjang malai (cm)
total biji isi
ratarata bobot biji isi/ malai (g/ malai)
Individu BC2F3 175-63- / Karakater
tinggi tanaman vegetatif (cm)
ratarata biji isi/ malai
ratarata biji hampa/ malai
rata-rata panjang akar samping (cm)
konfigurasi marka foreground RM2790RM545RM14535RM14543RM14552 IR- H-H-HH IR- H-H-HH H-H-H IR- IR-IRIR-IR IR- H-H-HH IR- IR-IRIR-IR IR- HB-HH-H IR- IR-IRIR-IR IR- IR-IRIR-IR IR-H-HBHB-HB IR- H-H-HH IR- H-H-HH IR- IR-IRIR-IR IR- H-H-HH IR- IR-IRIR-IR
% marka background mengikuti IR64
87.76 91.84 87.76 87.76 90.00 87.76 87.76 87.76 87.76 87.76 87.76 87.76 87.76 91.84
22
Lampiran 5 Lanjutan Individu BC2F3 175-63- / Karakater
71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84
RRG (cm)
PPA (cm)
1.97
4.60
3.26
1.63
5.10
2.96
73.7
9
74
126
9
21.61
375
41.67
481
53.44
8.33
0.93
1.11
3.40
3.64
77
5
81
132
5
19.27
154
15.40
319
31.90
3.25
0.33
1.37
3.70
6.30
98.5
8
75
126
7
24.97
505
72.14
215
30.71
12.27
1.75
2.23
4.50
1.54
95.4
7
74
126
7
24.34
602
86.00
131
18.71
14.86
2.12
1.71
4.15
4.89
2.40
4.35
4.16
99.6
11
76
121
13
23.02
779
59.92
506
38.92
18.07
1.39
1.84
4.65
4.71
100.4
8
72
121
8
23.00
409
51.13
330
41.25
11.31
1.41
1.71
3.90
5.06
84.3
6
73
132
6
23.13
239
39.83
193
32.17
5.71
0.95
2.10
3.85
2.57
86.8
7
75
126
7
24.20
388
55.43
244
34.86
9.65
1.38
1.97
4.00
7.37
97.7
13
70
121
16
23.36
852
53.25
565
35.31
20.70
1.29
1.84
4.40
1.80
2.60
4.15
0.70
81.2
4
72
2.80
4.25
4.90
91.2
9
74
tinggi tanaman vegetatif (cm)
jumlah anakan
umur berbunga (HST)
umur panen (HST)
jumlah malai
rata-rata panjang malai (cm)
total biji isi
ratarata biji isi/ malai
total biji hampa
ratarata biji hampa/ malai
ratarata bobot biji isi/ malai (g/ malai)
rata-rata panjang akar samping (cm)
total bobot biji isi (g)
MATI
MATI
MATI 101
5
22.96
303
60.60
55
11.00
7.34
1.47
9
26.41
657
73.00
208
23.11
15.77
1.75
konfigurasi marka foreground RM2790RM545RM14535RM14543RM14552 IR- H-H-HH IR- HB-IRIR-IR IR- IR-IRIR-IR IR- H-H-HH IR-HB-HBHB-HB IR- IR-IRIR-IR IR- H-H-HH IR- IR-IRIR-IR IR- IR-IRIR-IR IR- H-IRIR-IR IR- H-H-HH IR- HB-HH-H IR- IR-IRIR-IR IR- IR-IRIR-IR
% marka background mengikuti IR64
87.76 90.00 90.00 90.00 87.76 87.76 91.84 87.76 87.76 87.76 87.76 87.76 90.00 90.00
23
Lampiran 5 Lanjutan Individu BC2F3 175-63- / Karakater
RRG (cm)
PPA (cm)
85
2.45
3.60
6.35
2.50
4.05
5.30
86.1
4
76
101
6
24.28
352
58.67
93
15.50
9.12
1.52
2.55
3.30
4.00
89.7
6
75
132
11
21.08
412
37.45
252
22.91
9.24
0.84
2.90
4.25
1.55
70.3
3
65
132
8
20.51
237
29.63
101
12.63
5.55
0.69
2.55
4.90
6.10
86.2
7
73
101
9
22.59
516
57.33
182
20.22
11.93
1.33
1.45
4.55
5.95
MATI
0.45
5.40
4.10
MATI
putus
putu s
5.55
87.7
7
73
101
8
24.73
506
63.25
274
34.25
11.30
1.41
3.00
4.20
3.15
85.6
4
75
132
7
20.80
289
41.29
176
25.14
6.79
0.97
3.00
4.75
2.30
76.5
4
77
134
5
22.40
255
51.00
99
19.80
6.14
1.23
2.60
4.70
2.95
90.3
8
81
132
13
23.33
650
50.00
328
25.23
13.64
1.05
putus
putu s
6.80
96.2
9
75
121
12
23.23
747
62.25
284
23.67
16.54
1.38
2.10
3.70
1.90
78.5
2
81
121
2
20.10
77
38.50
16
8.00
1.57
0.79
86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97
tinggi tanaman vegetatif (cm)
jumlah anakan
umur berbunga (HST)
umur panen (HST)
jumlah malai
rata-rata panjang malai (cm)
total biji isi
ratarata biji isi/ malai
total biji hampa
ratarata biji hampa/ malai
ratarata bobot biji isi/ malai (g/ malai)
rata-rata panjang akar samping (cm)
total bobot biji isi (g)
MATI
konfigurasi marka foreground RM2790RM545RM14535RM14543RM14552 IR- IR-IRIR-IR IR-HB-HBHB-HB IR-H- H-HH IR- H-H-HH IR- H-H-HH IR- H-H-HH IR- IR-IRIR-IR IR-IR- IRIR-IR IR-HB-HHB-HB IR- H-H-HH IR- IR-IRIR-IR IR- H-H-HH IR- IR-IRIR-IR
% marka background mengikuti IR64
87.76 87.76 87.76 87.76 90.00 90.00 91.84 87.76 87.76 90.00 90.00 87.76 87.76
24
Lampiran 5 Lanjutan Individu BC2F3 175-63- / Karakater
98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111
total biji hampa
total bobot biji isi (g)
PPA (cm)
2.70
4.10
1.75
96.9
7
75
121
11
22.62
498
45.27
442
40.18
12.68
1.15
2.25
4.65
3.15
101.2
9
80
121
10
25.96
978
97.80
210
21.00
22.87
2.29
2.60
4.90
4.10
90.2
7
77
121
8
24.85
627
78.38
171
21.38
15.04
1.88
1.60
3.85
3.80
95.5
6
67
121
8
23.30
536
67.00
203
25.38
12.91
1.61
2.20
4.40
2.05
86
6
70
121
9
23.00
564
62.67
331
36.78
13.55
1.51
1.90
4.15
5.05
88.1
8
73
121
8
25.06
560
70.00
252
31.50
12.77
1.60
1.25
3.90
5.45
89.9
7
72
121
9
23.80
573
63.67
160
17.78
14.07
1.56
3.15
4.15
3.25
96.8
8
72
121
8
24.40
618
77.25
226
28.25
15.80
1.97
3.60
5.05
3.15
88.9
6
68
121
8
23.99
534
66.75
119
14.88
12.56
1.57
3.00
5.00
1.10
91.2
4
63
121
4
23.34
561
62.33
153
17.00
12.86
1.43
2.55
5.05
7.40
99
9
74
121
9
24.79
699
77.67
199
22.11
17.49
1.94
2.20
2.85
3.45
45.7
2
102
2.75
4.65
3.60
90
9
75
121
8
21.61
318
39.75
170
21.25
7.22
0.90
2.40
5.35
1.65
88.8
7
70
121
8
24.78
439
54.88
192
24.00
10.00
1.25
jumlah anakan
umur berbunga (HST)
umur panen (HST)
jumlah malai
rata-rata panjang malai (cm)
total biji isi
ratarata bobot biji isi/ malai (g/ malai)
RRG (cm)
tinggi tanaman vegetatif (cm)
ratarata biji isi/ malai
ratarata biji hampa/ malai
rata-rata panjang akar samping (cm)
MATI
konfigurasi marka foreground RM2790RM545RM14535RM14543RM14552 IR- H-H-HH IR- H-H-HH IR- IR-IRIR-IR IR- H-H-HH IR- IR-IRIR-IR IR-IR- IRIR-IR IR- H-H-HH IR-H- H-HH IR-H-HBHB-HB IR- IR-IRIR-IR IR- H-H-HH IR- H-H-HH IR- IR-IRIR-IR IR- HB-HH-H
% marka background mengikuti IR64
90.00 90.00 87.76 87.76 87.76 90.00 87.76 87.76 87.76 90.00 90.00 87.76 90.00 90.00
25
Lampiran 5 Lanjutan Individu BC2F3 175-63- / Karakater
112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125
total biji hampa
total bobot biji isi (g)
PPA (cm)
3.10
4.90
7.95
102.9
13
75
121
13
23.08
675
51.92
427
32.85
16.05
1.23
3.00
4.70
5.10
95.2
12
72
121
12
24.54
928
77.33
259
21.58
20.93
1.74
3.30
3.60
4.35
104.2
11
76
114
9
24.29
667
74.11
277
30.78
16.68
1.85
2.50
6.05
1.15
96.3
12
72
114
15
23.43
961
64.07
433
28.87
22.97
1.53
3.00
4.15
5.75
92
8
70
114
10
24.25
956
95.60
172
17.20
21.98
2.20
1.95
4.55
5.45
100.3
17
376
114
17
24.75
1261
74.18
691
40.65
28.25
1.66
2.55
4.30
5.70
95.4
9
70
121
9
24.42
695
77.22
291
32.33
16.30
1.81
4.50
2.90
6.80
104.8
12
76
121
12
22.53
695
57.92
307
25.58
16.42
1.37
0.00
4.85
4.15
101.3
12
71
120
12
25.90
861
71.75
500
41.67
22.12
1.84
0.20
4.80
6.50
98.8
10
74
113
14
24.29
985
70.36
377
26.93
24.39
1.74
0.25
4.30
11.35
94
7
76
113
10
22.92
673
67.30
176
17.60
14.34
1.43
0.10
2.95
2.85
65.9
3
73
1.10
2.90
3.05
0.40
2.55
2.35
jumlah anakan
umur berbunga (HST)
umur panen (HST)
jumlah malai
rata-rata panjang malai (cm)
total biji isi
ratarata bobot biji isi/ malai (g/ malai)
RRG (cm)
tinggi tanaman vegetatif (cm)
ratarata biji isi/ malai
ratarata biji hampa/ malai
rata-rata panjang akar samping (cm)
MATI MATI
63.5
3
67
MATI
konfigurasi marka foreground RM2790RM545RM14535RM14543RM14552 IR- HB-HH-H IR- H-H-HH IR- HB-HBHB-HB IR-IR- IRIR-IR IR- H-H-HH IR- IR-IRIR-IR IR- IR-IRIR-IR IR- HB-HBHB-HB IR-H-H-HH IR-HB- HBHB-HB IR- IR-IRIR-IR IR- HB-HBHB-HB IR-H- H-HH IR- H-H-HH
% marka background mengikuti IR64
90.00 90.00 87.76 90.00 87.76 87.76 87.76 90.00 87.76 87.76 87.76 87.76 87.76 87.76
26
Lampiran 5 Lanjutan Individu BC2F3 175-63- / Karakater
126 127 128 129 130
RRG (cm)
PPA (cm)
rata-rata panjang akar samping (cm)
0.05
2.75
4.50
59.2
2
76
MATI
0.00
3.10
3.80
64
2
80
MATI
0.65
3.10
1.60
64
2
71
0.10
2.70
3.40
57.6
3
69
0.00
0.00
13.65
90.2
8
74
tinggi tanaman vegetatif (cm)
jumlah anakan
umur berbunga (HST)
umur panen (HST)
170
jumlah malai
MATI
rata-rata panjang malai (cm)
16.73
total biji isi
5
ratarata biji isi/ malai
0.83
total biji hampa
285
ratarata biji hampa/ malai
47.50
total bobot biji isi (g)
0.07
ratarata bobot biji isi/ malai (g/ malai)
konfigurasi marka foreground RM2790RM545RM14535RM14543RM14552
0.01
IR- H-H-HH IR- H-H-HH IR- IR-IRIR-IR IR- H-H-HH IR- H-H-HH
MATI 120
10
24.09
821
82.10
106
10.60
19.86
1.99
% marka background mengikuti IR64
87.76 87.76 87.76 91.84 91.84
75
75
Lampiran 6 Marka-marka atau gen- gen pada kromosom 1, 3, 5, dan 6 pada padi. Marka/Gen RM5 XNpb302 R1485 RG406 RM319 RM315 RM5448 RG323 RZ801 RM22 RZ891 RM5474 RM489 RM2790 Os03g08910 RM545 RG100 RM14535 RM14543 RM14552 Os03g11734 RM517 Os03g12790 OSR13 RG391 RM218 RM157 OsGSTL2 (Os03g0283100) CDO1395 RM282 RM168 RM130 Os03g62270 RM421 R1954 G200 RM7434
Chr 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Posisi 23.971.321-23.971.514 bp 24.907.939-24.908.246 bp 25.028.796-25.029.233 bp 31.848.712-31.849.256 bp 33.677.760-33.677.892 bp 36.734.135-36.734.272 bp 37.397.268-37.397.395 bp 40.343. 585-40.362.883 bp 40.565.651-40.566.030 bp 1.519.587-1.519.757 bp 3.714.010-3.714.800 bp 3.803.115-3.803.272 bp 4.333.680-4.333.950 bp 4.522.462-4.523.054 bp 4.593.352-4.595.351 bp 4.947.911-4.948.136 bp 5.181.383-5.181.678 bp 5.189.240-5.189.633 bp 5.281.141-5.281.440 bp 5.443.170-5.443.421 bp 6.121.896-6.110.961 bp 6.165.992-6.166.181 bp 6.835.499-6.833.233 bp 7.125.911-7.126.131 bp 7.248.572-7.249.131 bp 8.405.368-8.405.516 bp 9.491.732-9.491.867 bp
3
9.714.749 - 9714920 bp
3 3 3 3 3 5 6 6 6
11.521.955-11.522.393 bp 12.407.382-12.407.510 bp 28.091.534-28.091.727 bp 33.386.334-33.386.423 bp 35.205.144-35.208.679 bp 23.976.333-23.976.580 bp 4.932.964-4.933.890 bp 6.485.558-6.485.887 bp 23.934.663-23.934.954 bp
Keterangan SSR
SSR SSR SSR
SSR SSR SSR SSR SSR SSR SSR SSR MATE SSR MATE
SSR SSR glutathione Stransferase SSR SSR SSR MATE efflux SSR
SSR
Keterangan: marka-marka yang dicetak tebal adalah marka-marka yang digunakan pada penelitian ini
76 Lampiran 7 Genotipe individu rekombinan BC2 F1 dengan seleksi empat marka. No NO SAMPEL RM2790 RM14535 RM14543 RM14552 1. 73 H A A H 2. 75 H H H H 3. 76 H H H H 4. 77 A A A A 5. 79 H H H H 6. 83 A A A A 7. 84 A A A A 8. 87 A A A A 9. 89 A A A A 10. 91 A A A A 11. 92 A A A A 12. 94 A A A A 13. 96 A A A A 14. 100 A H A A 15. 101 H H H H 16. 103 A H A A 17. 104 H A H H 18. 105 A H A A 19. 110 A A A A 20. 111 A A A A 21. 113 A A A A 22. 121 A A A A 23. 122 A A A A 24. 123 A A A A 25. 125 A A A A 26. 126 A A A A 27. 127 A A A A 28. 129 A A A A 29. 130 A A A A 30. 131 A A A A 31. 132 A A A A 32. 133 A A A A 33. 136 A H A A 34. 140 H A A H 35. 142 A A A A 36. 143 A H A A 37. 145 A A A A 38. 148 A A A A 39. 149 A A H H 40. 151 H H A A 41. 152 A A A A
77 Lampiran 7 Lanjutan 42. 153 43. 154 44. 155 45. 156 46. 157 47. 158 48. 159 49. 160 50. 161 51. 163 52. 164 53. 166 54. 167 55. 169 56. 174 57. 175 58. 176 59. 178 60. 180
H A H H A A H A A A A A A A A A A A A
Keterangan: A: IR, B: HB, dan H:Heterozigot
H A H H A A H A A A A A A A H H A H H
H A A H H A A H A A A A A H H H A A A
H A A H H A A H A A A A A H H H A A A
78 Lampiran 8 Seleksi foreground BC2 F2175 Individu RM14535 RM14543 55 B H 57 H H 60 A A 61 B B 63 H H 65 H H 66 H H 67 H A 68 H A 70 H A 71 H A 72 H A 73 A A 75 H A 76 H A Keterangan: A: IR, B: HB, dan H:Heterozigot
RM14552 B H A B H H H A A H A A A A A
79 Lampiran 9 Seleksi foreground BC2 F2180 Individu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
RM14535 H A H A H H H A H H H H H A H H H H H H H H H A A A
Individu 28 29 30 31 33 34 35 36 37 38 39 40 41 43 45 48 49 50 51 53 54 55 56 57 59 60 61
RM14535 A A A A A A A H H A A A A A H A H A A A A A A H A
Individu 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88
Keterangan: A: IR, B: HB, dan H:Heterozigot
RM14535 A A A A A A A A A A A H A A A A A A A A A A A A H H A
Individu 90 91 92 93 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 109 110 111 112 113 114 116 117
RM14535 A H A A H H H A H H H H H A H B H H H H H H H H H
80 Lampiran 10 Distribusi nilai PPA, RRG dan Akar Samping pada populasi BC2F3 175-63.
81 Lampiran 11 Distribusi nilai karakter agronomi tinggi tanaman vegetatif, jumlah anakan vegetatif, rata-rata panjang malai, jumlah malai, total biji isi, dan total bobot biji isi pada populasi BC2F3 175-63.
82 Lampiran 11
83 83
Lampiran 12 Hasil elektroforesis 50 marka background dengan DNA tanaman BC2F2 175-63
84
Lampiran 12 Lanjutan
85
Lampiran 12 Lanjutan M
RM6659
RM409
RM7434
86
Lampiran 13 Hasil elektroforesis marka background RM130 dan RM168 dengan DNA populasi tanaman BC2 F3 175-63
87
Lampiran 13 Lanjutan
Keterangan: RM130 terletak pada 100bp dengan pita kontrol IR64 terletak di bawah dan pita kontrol Hawara Bunar di atas pita IR64.
88
Lampiran 13 Lanjutan
89
Lampiran 13 Lanjutan
Keterangan: RM168 terletak pada 100bp dengan pita kontrol IR64 terletak di atas dan pita kontrol Hawara Bunar di bawah pita IR64.
90
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan tanggal 28 September 1985 di Ngawi, Jawa Timur. Anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Drs. Soetjipto dan Ibu Harni Suprihatin. Penulis telah menikah dengan dr. Megawati Dharma Iriani dan telah dikaruniai seorang anak, Khalifatullah Ammar Nurfaza. Tahun 2004 penulis lulus dari SMUN 2 Ngawi dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Tahun 2009, penulis menyelesaikan studi pada Program Sarjana Biologi, Departemen Biologi FMIPA Institut Pertanian Bogor dengan judul skripsi ”Biodiversitas, Etnobotani, dan Kemampuan Antioksidan Selaginella spp. asal Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS)”. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan studi pada Program Studi Biologi Tumbuhan, Sekolah Pascasarjana Intitut Pertanian Bogor. Selama masa SMU dan perkuliahan, penulis aktif berorganisasi di dalam maupun di luar kampus. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti berbagai kegiatan yang bersifat kerohanian, konservasi lingkungan, jurnalistik, seni sastra dan beladiri, latihan kepemimpinan, dan pendalaman ilmu hayati. Penulis aktif menjadi asisten praktikum, yaitu mata kuliah Fisiologi Tumbuhan, Ilmu Lingkungan, dan Biologi Dasar. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun 2007 di PT. DaFa TEKNOAGRO MANDIRI, sebuah perusahaan yang bergerak dibidang perbanyakan bibit beragam jenis tanaman dengan kultur jaringan maupun teknik konvensional, dengan judul Perbanyakan Jati (Tectona grandis Linn. f) di PT DaFa TEKNOAGRO MANDIRI. Penulis pernah menjadi pemakalah pada Lokakarya Nasional Herbarium, Seminar dan Kongres PTTI ke VIII di Herbarium Bogoriense Bidang Botani, Puslit Biologi CSC-LIPI pada tahun 2008 dan pada Seminar Nasional Sains III “Sains sebagai Landasan Inovasi Teknologi dalam Pertanian dan Industri” pada tahun 2010. Pada tahun yang sama, penulis juga pernah menjadi moderator pada Seminar Kesehatan Nasional dan Talk Show “Healty Life without Cancer”. Selama menempuh pendidikan magister, penulis bergabung dalam tim pelaksana Proyek Penelitian Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) Departemen Kementrian Pertanian tahun anggaran 2009 – 2010. Selain pernah menjadi dosen pengajar di Jurusan Bioteknologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Al-Azhar Indonesia pada tahun 20102011, penulis juga aktif di Dewan Mahasiswa Pascasarjana IPB sebagai Ketua Bidang Humaniora (2010-2011) dan di Himpunan Mahasiswa Muslim Pascasarjana (HIMMPAS) IPB.