Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Isolasi Alkaloid Bersifat Antimakan Pada Kayu Bulian (Eusideroxylon zwagerii T et B) Badariah IAIN STS Jambi
[email protected] Abstrak. Bulian (Eusideroxylon zwagerii T. et B) sudah lama dimanfaatkan oleh masyarakat daerah Jambi dan sekitarnya, dikarenakan ketahanannya yang sangat kuat terhadap perubahan cuaca, air, serangan serangga dan cendawan. Diduga ketahanan kayu bulian berkaitan dengan adanya komponen kimia yang terkandung dalam kayu tersebut. Hasil uji fitokimia menunjukkan adanya senyawa alkaloid, fenolik, steroid dan terpenoid sebagai komponen obat berkhasiat. Penelitian ini bertujuan menemukan dan mengidentifikasi senyawa alkaloid yang bersifat antimakan. Serbuk kayu bulian dimaserasi dengan heksan, methanol, ekstraksi dengan etil asetat kemudian dipisahkan dengan kromatografi kolom grafitasi dan dianalisis dengan KLT. Uji antimakan dilakukan terhadap Kumbang Kepik (E. sparsa) mulai dari ekstrak methanol, ekstrak etil asetat dan isolat kristal dengan konsentrasi 2%; 1%; 0,5%; 0,1% dan 0,05%,. Isolat kristal yang diperoleh dilanjutkan dengan UV dan IR. Hasil penelitian menunjukkan adanya isolat alkaloid yang diperoleh berupa kristal yang berbentuk jarum yang berwarna kemerahan dengan titik leleh 120-121C. Analisis kemurnian isolat secara KLT dan penampak noda Dragendorff diperoleh satu noda berwarna ungu. Data spektrum UV pada panjang gelombang maksimum 315 nm dan 445,63 nm menunjukkan adanya ikatan rangkap yang tidak terkonjugasi. Data IR menunjukkan adanya gugus NH (3300-3700 cm-1), C-H (300 cm-1), C=O (300 cm-1), C=C (1660 cm-1), C-N (1225 cm-1) dan C-C (1160 cm-1). Dari hasil uji aktivitas anti makan menunjukkan bahwa konsentrasi terkecil dari isolat yang memperlihatkan aktivitas anti makan yang kuat adalah 0,05%. Kata Kunci. Alkaloid, antimakan, Euzideroxylon zwagerri
PENDAHULUAN Bulian (Eusideroxylon zwagerii T.et B) merupakan salah satu komoditas hutan yang sudah lama dikenal oleh masyarakat Jambi, Sumatera Selatan dan Kalimantan. Penduduk di daerah ini menyebutnya bulian, ulin, talin atau unglen. Tumbuhan ini tumbuh di habitatnya yang berupa hutan-hutan dataran rendah hingga mencapai ketinggian 400 m di atas permukaan laut, pada tanah-tanah yang mudah meresap air. Kayu bulian dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, perumahan, perlengkapan rumah tangga maupun sebagai bahan baku bebarapa jenis souvenir di kawasan Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan juga ke daerah-daerah di Indonesia bahkan sampai
ke mancanegara. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada daerah rawa, yang menyebabkan kayu ini memiliki kualitas kelas kuat I dan kelas awet I sehingga dikenal sebagai kayu besi (iron wood) (Masano, 1984). Secara sosial dapat dikatakan, bahwa bulian adalah kebanggaan masyarakat Jambi. Hampir tidak ada masyarakat Jambi yang belum pernah mendengar kayu bulian. Kayu ini begitu penting sehingga hampir tidak bisa dipisahkan dari kehidupan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat Jambi Keunggulan bulian sebagai bahan bangunan belum dapat digantikan oleh kayu jenis lainnya. Dilihat dari sifat fisik bulian lebih tahan terhadap perubahan cuaca, air laut, serangan serangga dan cendawan.
Semirata 2013 FMIPA Unila |103
Badariah: Isolasi Alkaloid Bersifat Antimakan Pada Kayu Bulian (Eusideroxylon zwagerii T et B)
Hobbs dan King (1960) melaporkan untuk pertama kalinya bahwa adanya metabolit sekunder pada tanaman bulian, dimana ditemukannya senyawa turunan neolignin yang disebut eusiderin pada kayu bulian. Senyawa ini diduga bersifat antifeedant yang menyebabkan kayu bulian tidak dimakan rayap Menurut Scharai-Rad dan Sulistyobudi (1985), kayu bulian mempunyai dinding sel dan serat yang sangat tebal serta sel dipenuhi dengan ekstratif. . Sementara itu Martawijaya, Kartasugana, Kadir dan Prawira (1989) mengemukakan bahwa pada kayu bulian terdapat makro molekul kompleks seperti, selulosa 58,1%, lignin 28,9% dan pentosin 12,7%. Sedangkan Syafii and Yoshimoto (1991) melaporkan bahwa bulian mempunyai struktur lignin yang terdiri dari unit guaiacyl. Unit ini tidak umum ditemukan pada spesies kayu berdaun lebar (hardwood) lain. Berdasarkan uji fitokimia yang telah dilakukan, ternyata kayu ini mengandung senyawa kimia seperti alkaloid, flavonoid, steroid dan terpenoid (Syamsurizal, Harizon dan Afrida, 2001) Anwar, Purwono, Pranowo dan Wahyuningsih (1996), mengemukakan bahwa senyawa alkaloid banyak terkandung dalam rizoma, akar, biji, kayu maupun daun dari tumbuh-tumbuhan. Senyawa alkaloid ada yang menguntungkan yaitu dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan seperti alkaloid morfin yang digunakan sebagai obat bius dan ada pula yang merugikan seperti nikotin, berberin dan cafein. Bagi tumbuh-tumbuhan senyawa alkaloid adalah sebagai pelindung dari serangan hama, dan pengatur kerja hormon. Menurut Robinson (1979) dan Harbone (1988), dalam Salisburry dan Ross (1995), tumbuhan yang memiliki alkaloid tertentu akan dijauhi hewan gembalaan dan serangga pemakan daun. Hal ini diduga bahwa alkaloid tersebut berfungsi sebagai antimakan.
104|Semirata 2013 FMIPA Unila
Alkaloid pada umumnya berbentuk kristal yang tidak berwarna, ada juga yang berbentuk cair seperti koniin, nikotin dan higrin. Beberapa alkaloid mempunyai warna seperti berberine, piperine berwarna kuning dan garam sanguarin berbentuk merah bata. Hampir semua alkaloid dapat membentuk garam (Anwar dkk, 1996). Isolasi senyawa kimia dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pelarut kimia, diantaranya benzen dan dietil eter. Penelitian Syamsurizal dkk (2001) telah berhasil mengisolasi lima senyawa murni yang terkandung dalam kayu bulian (E. zwagerii), yaitu dua senyawa turunan neolignan jenis benzodioksan, satu senyawa jenis bisiklo (3,2,1) oktanoid neolignan, satu senyawa turunan alkaloid aporfin dan satu senyawa turunan alkaloid fenantren. Kandungan berbagai jenis bahan kimia, terutama alkaloid yang belum diisolasi yang terdapat pada kayu bulian sangat berpotensi untuk diungkapkan sebagai sumber bahan kimia untuk pengembangan obat-obatan modern dan insektisida. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan menidentifikasi senyawa alkaloid yang bersifat antimakan yang terkandung dalam kayu bulian. METODE PENELITIAN Bahan tumbuhan. Serbuk gergaji dari kayu bulian (E. zwageri T et B) dikumpulkan di wilayah sekitar Kelurahan Kenali Besar, Kota Jambi dan desa Mendalo Darat Kabupaten Muaro Jambi. Serbuk gergaji teresbut dikumpulkan sebanyak 20 kg. Setelah dikeringkan dan diayak diperoleh 5 kg serbuk halus kering. Media uji dan Bioindikator. Media pengujian adalah daun Leuca (Solanum ningrum) yang diperoleh dari lahan tanaman hortikultura di daerah Mendalo Darat Kabupaten Muaro Jambi. Sedangkan
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
bioindikator yang digunakan untuk uji hayati antimakan adalah larva Kumbang Kepik (Epilachna sparsa) instar ke tiga yang diambil dari daun leuca kemudian dikarantinakan dan dipuasakan selama 6 jam.
g.
h. Alat dan Bahan Kimia. Alat-alat yang digunakan adalah gelas kimia, rotary evavorator, erlenmeyer, gelas ukur, kromatografi lapis tipis (KLT), alat destilasi vakum, kromatografi kolom gravitasi, cawan petri, pipet tetes, kain kasa, kertas saring, dan corong pisah. Sedangkan bahan kimia yang digunakan n-heksana, etanol, etil asetat, asam sitrat, metilen klorida, amoniak, aquades, reagent Dragendorff, Meyer dan Wagner, silika gel 60 GF, kertas tissu,
i.
j. Penyiapan Isolat. Isolasi senyawa alkaloid yang terkandung dalam kayu bulian dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu : a. Sebanyak 1,8 kg serbuk bulian yang telah dikeringkan dengan sinar matahari kemudian dimaserasi dengan heksana sebanyak 5 liter selama 1 x 24 jam dengan satu kali pengulangan. b. Kemudian dimaserasi dengan metanol selama 1 x 24 jam dengan 3 kali pengulangan dan disaring sehingga diperoleh filtrat dan residu. c. Filtrat metanol yang diperoleh diuapkan dengan evavorator hingga diperoleh ekstrak (crude) metanol. d. Ekstrak metanol yang kental diasamkan dengan sama sitrat 3%, lalu diendapkan selama satu malam maka terbentuk padatan dan larutan. e. Padatan asam sitrat dicuci dengan aquades sebanyak 3 kali lalu diuji dengan pereaksi Meyer, Dragendorff serta Wagner. f. Larutan asam sitrat diekstraksi dengan etil asetat kemudian ditambah dengan NH4OH atau NH3 hingga pH 8-9. Kemudian dipartisi dengan etil asetat
k.
beberapa kali sehingga diperoleh alkaloid yang terdistribusi ke dalam etil asetat. Ekstrak etil asetat yang diperoleh diaupkan kembali dengan evavorator hingga diperoleh ekstrak kering. Ekstrak kering yang diperoleh ditimbang, diuji fitokimia dan dikromatografi lapis tipis (KLT) untuk mencari eluen yang akan dipergunakan dalam fraksinasi kolom gravitasi. Eluen yang didapat untuk memberikan pemisahan yang baik adalah metilen klorida : etil asetat (6:4). Fasa diam yang digunakan adalah silika gel 60 GF. Eluat ditampung dalam botol-botol kecil, didapat 78 fraksi kemudian dikelompokkan menjadi 7 fraksi utama berdasarkan pola noda hasil KLTnya. Memurnikan fraksi yang diperoleh dengan melakukan kromatografi kolom gravitasi kembali sehingga didapat isolat kristal. Isolat kristal yang dihasilkan diidentifikasi dengan plat KLT dan dilanjutkan dengan spektroskopi Ultra Violet (UV) dan Infra Red (IR).
Uji Hayati Antimakan. Untuk mengetahui bioaktivitas antimakan kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak kayu bulian, maka dilakukan uji hayati antimakan dengan bioindikator larva Epilachna sparsa dengan menggunakan metoda Schwinger et al. (1988), Daun leuca yang diuji diolesi larutan uji dengan konsentrasi 2%; 1%; 0,5%; 0,1% dan 0,05% pada setengah bagian daun sebelah kiri (b). Sedangkan sebagai kontrol (a) adalah bagian kanan daun dengan garis tengah tulang daun. Daun uji diuapkan dan ditempatkan ke dalam cawan petri yang telah dialasi kertas saring dan kain kasa yang telah dibasahi aquades. Daun tersebut ditindih dengan cakram berdiameter 4 cm sebanyak 32 sektor. Selanjutnya kedalam cawan petri dimasukkan larva E.sparsa sebanyak 3 ekor. Setelah 24 jam, daun yang
Semirata 2013 FMIPA Unila |105
Badariah: Isolasi Alkaloid Bersifat Antimakan Pada Kayu Bulian (Eusideroxylon zwagerii T et B)
dimakan dihitung aktivitas antimakan dengan rumus b/a x 100% dengan kriteria; Aktivitas makan : <20 % = Sangat Aktif Aktivitas makan : 20 – 80 % = Aktif Aktivitas makan > 80 % = Tidak Aktif
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL. Sebanyak 1,8 Kg serbuk kering kayu bulian diesktraksi dengan cara dimaserasi dengan 5 liter n-heksan, kemudian dimaserasi kembali dengan 15 liter metanol sehingga diperoleh 98 gr ekstrak kering metanol. Pengujian fitokimia dengan menggunakan reagent Dragendorff, Meyer dan Wagner terhadap ekstrak metanol sampel tersebut teridentifikasi senyawa alkaloid dan senyawa-senyawa non alkaloid. Untuk senyawa alkaloid diekstrak kembali dengan menggunakan pelarut etil asetat. Ekstrak etil asetat yang diperoleh dilakukan uji hayati antimakan dengan bioindikator E. sparsa (Tabel 1). Ekstrak etil asetat difraksinasi dengan kromatografi kolom grafitasi. Sebagai fasa diam adalah silikagel 60 GF (70-230 mesh), sedangkan fasa geraknya adalah campuran pelarut metilen klorida dan etil asetat yanh didapat dari hasil kromatografi lapis tipis (KLT). Setelah berbagai macam eluen dicobakan, maka diperoleh eluen yang baik digunakan dalam kromatografi kolom grafitasi adalah metilen klorida : etil asetat dengan perbandingan 6 : 4.
Selanjutnya ekstrak etil asetat yang telah diuji difraksinasi dengan kromatografi kolom grafitasi dengan panjang silika 20 cm. Hasil pemisahan tersebut diperoleh 78 buah dengan volume eluen 2 ml/menit. Berdasarkan pola kromatogramnya fraksinat-fraksinat tersebut dikelompokkan menjadi 7 fraksi. Pola noda yang paling bagus variasi eluennya terdapat pada fraksi ke-6 dengan eluen etil asetat : kloroform (4:1). Untuk menyederhanakan senyawa yang diperoleh maka fraksinat kembali dilakukan kromatografi kolom grafitasi sehingga diperoleh Isolat Kristal. Hasil dari kolom grafitasi ke -2 diperoleh 54 fraksinat. Pembentukan kristal terjadi pada botol ke15 sampai botol ke-34. Isolat kristal yang diperoleh kembali diuji hayati antimakan untuk melihat keaktifannya terhadap E. sparsa (Tabel 2) Uji kemurnian terhadap isolat dilakukan dengan KLT dengan berbagai variasi eluen menghasilkan noda tunggal dengan Rf = 0,60 (benzena : metanol= 4:1); 0,25 (nheksan : aseton = 4 : 1); 0,65 (n-heksan : metanol = 4 :1); 0,34 (MTC : MeOH = 4 : 1); 0,85 (CHCI3 : MeOH = 7 : 3) dan 0,52 (benzena : aseton = 4 : 1). Hasil analisis isolat dengan KLT dengan variasi eluen dalam penelitian ini berbeda dengan senyawa yang dilaporkan Syamsurizal dkk, (2001). Perbedaan ini dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 1. Hasil uji hayati uji antimakan dari ekstrak etil asetat Konsentrasi 2 1 0,5 0,1 0,05 Ket : ++ = Sangat Aktif ,
% Luas daun yang dimakan
Perbandingan
Aktivitas
Kontrol (a) 96,31 68,32 89,20 91,40 87,90
b/a x 100 % 0 1,32 2,45 13,78 40,11
antimakan ++ ++ ++ ++ +
+ = Aktif
106|Semirata 2013 FMIPA Unila
Uji (b) 0 0,90 2,20 12,60 35,26
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Tabel 2. Hasil uji hayati antimakan isolat kristal Konsentrasi 2 1 0,5 0,1 0,05 Ket : ++ = Sangat Aktif ,
% Luas daun yang dimakan Kontrol (a) Uji (b) 15,26 0 35,00 0 60,63 0 82,00 0 97,20 3,98
Perbandingan b/a x 100 % 0 0 0 0 4,09
Aktivitas antimakan ++ ++ ++ ++ ++
+ = Aktif
Tabel 3. Perbandingan Rf isolate kristal dengan Rf alkaloid aporfin dan fenantren Eluen Benzen : metanol 4:1 n-heksan : aseton 9:1 n-heksan : metanol 4:1
Rf
Eluen
Isolat 0,60
Aporfin* 0,81
0,25
0,18
0,65
0,53
Mtc : MeOH 4:1 CHCl3 : MeOH 7:3 Benzen : aseton 4:1
Isolat 0,34
Aktivitas Fenantren* 0,62
0,85
0,79
0,52
0,31
Ket. : * Senyawa alkaloid yang dilaporkan Syamsurizal dkk (2001)
Hasil analisis isolat dengan spektroskopi ultra violet (UV) menunjukkan bahwa isolat memiliki ikatan rangkap dua terkonjugasi yang ditunjukkan adanya serapan panjang gelombang maksimum 315 nm dan 445 nm. Sedangkan analisis isolat dengan menggunakan spektroskopi infra red (IR) ditaksir isolat memiliki gugus-gugus fungsi N-H, C-H, C=O, C=C, C-N dan C-C. Penentuan titik leleh isolat dilakukan di Laboratorium Dasar FKIP Universitas Jambi yang teridentifikasi pada 120 – 121 C. PEMBAHASAN
makan seiring dengan peningkatan konsentrasi. Pada konsentrasi perlakuan tertinggi yaitu 2% memperlihatkan aktivitas makan paling rendah (0%) baik pada ekstrak etil asetat maupun pada isolat kristal. Pada konsentrasi perlakuan terendah yaitu 0,05% memperlihatkan aktivitas makan paling tinggi yaitu 40,11% pada ekstrak etil asetat dan (4,09%) pada isolat kristal. Aktivitas makan tertinggi menunjukkan bahwa senyawa aktif antimakan bersifat sedang, sedangkan aktivitas makan terendah menunjukkan bahwa senyawa aktif antimakan bersifat sangat aktif.
Dari hasil pengujian antimakan terhadap E. sparsa diperoleh hasil yaitu daun yang leuca yang diolesi dengan ekstrak etil asetat dengan beberapa konsentrasi yaitu : 2%; 1%; 0,5%; 0,1%; dan 0,05%, berbeda aktivitas makannya. Demikian juga pada uji hayati anti makan pada daun yang diolesi isolat kristal (senyawa alkaloid). Pada dua macam pengujian ini menunjukkan bahwa penurunan aktivitas
Hasil uji hayati aktivitas makan bioindikator terhadap ekstrak etil asetat pada konsentrasi 0,1; 0,5%; 1% dan 2% memperlihatkan aktivitas makan yang rendah yaitu <20% dari E. sparsa. Sedangkan pada konsentrasi 0,05% terlihat aktivitas makan yang sedang (40,11%) . Namun pada isolat kristal pada semua level konsentrasi memperlihatkan aktivitas makan yang rendah. Ini mengindikasikan Semirata 2013 FMIPA Unila |107
Badariah: Isolasi Alkaloid Bersifat Antimakan Pada Kayu Bulian (Eusideroxylon zwagerii T et B)
aktivitas antimakan sangat kuat (sangat aktif) pada konsentrasi tersebut. Dengan demikian diduga senyawa yang terisolasi dari kayu bulian merupakan senyawa alkaloid yang bersifat antimakan. Dari analisis spektroskopi, data serapan IR menunjukkan isolat mempunyai gugus N-H yang berasal dari amina ditunjukkan oleh intensitas sedang dengan pita tajam pada bilangan gelombang 3300 – 3700 cm. Menurut Fessenden dan Fessenden (1989), bila serapan gelombang berupa peak (puncak) kembar pada bilangan gelombang diantara bilangan 3300 – 3700 cm-1, maka terdapat dua hidrogen pada satu atom nitrogen amina.
(usideroxylon zwagerii T et B); (2) Konsentrasi senyawa alkaloid dari ekstrak serbuk kayu bulian yang paling rendah dan memiliki sifat antimakan yang tinggi terhadap E. Sparsa adalah 0,05%; (3) Telah teridentifikasi senyawa alkaloid yang memiliki ikatan rangkap yang tidak terkonjugasi pada panjang gelombang 315 nm dan 445,63 nm serta memiliki gugus NH, C-H, C=C, C-N dan C-C. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka untuk penelitian sejenis disaran dalam memfraksi metabolit sekunder menggunakan pelarut yang proanalisis atau pelarut teknis yang didestilasi dengan sempurna sesuai dengan titik didihnya. DAFTAR PUSTAKA
Adanya gugus yang berasal dari furan ditunjukkan oleh adanya pita sedang pada bilangan 3000 cm-1. Selain itu juga mempunyai gugus karbonil (C=O) yang berasal dari keton yang ditunjukkan pada bilangan gelombang 1700 cm-1 dan C=C dari alkena yang ditunjukkan pada bilangan gelombang 1660 cm-1. Serapan C-H dari metil dan alkana ditunjukkan pada bilangan gelombang 1280 cm-1 dan 1500 cm-1. Isolat diperkirakan merupakan suatu senyawa alkaloid yang mempunyai gugus amina primer (RNH2) yang diindikasikan pada bilangan gelombang 3300 – 3700 cm-1 yang didukung oleh pita serapan pada bilangan gelombang 1620 cm-1. Selain itu juga diperkuat dengan hasil UV pada panjang gelombang maksimum 315 nm dan 445,63 nm yang menunjukkan adanya ikatan yang tidak terkonjugasi. KESIMPULAN Dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini dapat diambil simpulan sebagai berikut: (1) Telah ditemukan suatu senyawa alkaloid yang bersifat antimakan terhadap Epilachna sparsa dari batang kayu bulian
108|Semirata 2013 FMIPA Unila
Masano, 1984. Penanaman Perkayuan Jenis Ulin (Eusideroxylon zwagerii) di Komplek Hutan Senami Jambi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Bogor Hobbs J.J and King F.E., 1960. The Chemistry of Extractives from Hardwoods. Eusiderin, a possible Byproduct of Lignin Syntesis in Eusideroxylon zwagery Journal of Chemistry Society 4732-8 Scharai-Rad, M. dan A. Sulistyobudi. 1985. Anatomical, Physical and Mechanical Characteristics of Ulin (Eusideroxylon zwageri). GFG Report No. 3, pp. 3-13. German Forestry Group - Mulawarman University, Samarinda. Martawijaya A, I. Kartasugana, K. Kadir dan R.S.A Prawira, 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Puslitbang Kehutanan, Bogor Syafii, W. dan T. Yoshimoto. 1991. Effect of lignin structure on decay resistance of some tropical woods. Indonesian Journal of Tropical Agriculture 3: 32-37.
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Syamsurizal, Harizon, Afrida. 2001. Eksplorasi Potensi Kimia Pada Tanaman Bulian (Eusideroxylon zwagwry). Laporan Hasil Penelitian DCRG URGE. Anwar, C., Purwono B., Pranowo H.D., dan Wahyuningsih T.D., 1994. Pengantar Praktikum Organik. Depdikbud Dirjen Dikti Proyek Pendidikan Tenaga Guru, Yogyakarta. Sallisbury F.B and C. Ross, 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid II (diterjemahkan oleh
DR. Lukman dan Ir. Sunaryo, M.Sc) ITB, Bandung Schwinger, M., Ehminer B, and Kraus, 1988. Methodology of Epilachna varievestis Bioassay of Antifeedant Demonstrated whit some compound from Azadirachta indican and Meliza azadirachta. Proceeding 3rd Int. Neem Conf, Nairobi, 111-125 Fessenden, R.J. and J.S., 1989. Kimia Organik Jilid I (diterjemahkan oleh AH Pudjaatmaka, Ph.D) Erlangga, Jakarta
Semirata 2013 FMIPA Unila |109
110|Semirata 2013 FMIPA Unila