Anis Bahtiar, Islamisme, Westernisme dan Nasionalisme
ISLAMISME, WESTERNISME DAN NASIONALISME: Tinjauan sosiologis Tiga Aliran Pembaharuan di Turki Anis Bahtiar* Abstraksi Islamisme adalah gerakan modernisasi yang masih berpegang teguh pada prinsip-prinsip agana Islam. Westernisme adalah gerakan modernisasi yang telah banyak mengadopsi pola pikir dan sikap hidup barat. Nasionalisme adalah gerakan modernisasi yang lebih menitikberatkan pada pola hisup nasional Turki, tidak mengadopsi dari unsur Islam atau Barat. Terdapat lima tahapan dalam proses pembaruan dan latar belakang munculnya tiga aliran di Turki: 1) Tahap ketidak tentraman, sebab pertama yang terjadi pada tubuh pemerintahan Usmani dan republik Turki di akhir masa jabatan pemimpinya. Adanya ketidakpastian tujuan dan ketidakpuasan semakin meningkat, 2) Tahap perangsangan. Yakni ketika perasaan tidak puas sudah sampai ada titik kulminasi, dari sinilah muncul tiga aliran yang berbeda; Islamisme, Westernisme, Nasionalisme, 3) Tahap Formalisasi, yakni ketika para pemimpin telah muncul, rencana telah tersusun secara matang, 4) Tahap Institusional. Yakni ketika organisasi diambil oleh pemimpin terdahulu birokrasi diperkuat, idiologi dan program telah diwujudkan. Dari sini negara Turki Usmani dan Turki Republik berada pada puncaknya dan mengalami masa kejayaan, dan 5) Tahap disolusi. Yakni ketika gerakan tersebut berubah menjadi organisasi tetap/statis atau mengalami kemunduran. Pada tahap inilah kekuasaan mengalami kemerosotan dan di ambang kehancuran. Kata kunci : Islamisme, Westernisme dan Nasionalisme. Pendahuluan Turki usmani adalah salah satu imperium terbesar Islam yang berbentuk khilafah sebelum abad 19, pendiri khilafah tersebut adalah keturunan Ghuzz (Oghuz), dia keturunanan dari kepala suku Ertoghul yang hidup pada abad ke-13 M. Dia mendirikan kekuasaan di Asia Kecil, lalu menguasai Anatolia Barat, menaklukkan Bulgaria, Serbia dan Masedonia dari kekuasan Bizantine Romawi. Usmani menjadi imperium besar setelah menaklukkan Constantinopel, kemudian Mesir (1527) dari khilafah *
Dosen Tetap Fakultas Dakwah dan Pembantu Dekan I Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Tribakti (IAIT) Kediri
Tribakti, Volume 14 No.1 Januari 2005
1
Anis Bahtiar, Islamisme, Westernisme dan Nasionalisme Abasiyah, sekaligus menendai berakhirnya kekuasaan Abbasiyah di Mesir yang dikendalikan oleh Mamluk. Klaim khalifah di pemerintahan Turki Usmani adalah diilhami oleh perjanjian Kuchuk Kaynarja (1774) ketika Tsar di Rusia menuntut haknya untuk melindungi sejumlah gereja ortodok yang berada dalam imperium Turki, dan mengakui otoritas penguasa Turki terhadap warga muslim yang tinggal di Rusia. Perjanjian tersebut adalah meniru kebijakan “ Proteksi” banghsa Eropa yang berkembang sebelum masa kolonialisasi. Kesultanan Turki Usmani dihapuskan pada tahun 1922 bersamaan dengan terbentuknya negara Republik Turki. Sedangkan bentuk kekhalifahan Turki dihapus pada tahun 1924. 1Penghapusan tersebut telah diawali dengan adanya beberapa gerakan pembaharuan Turki, diantranya adalah Tanzimat.2 Gerakan tersebut mendorong berkobarnya semangat nasionalisme, yang pada akhirnya melepaskan identitas sebagai muslim. Puncak terbentuknya negara Turki sekuler adalah pada masa kepemimpinan Mustafa kamal Attatruk.3 Sebagaian besar warga Turki berasal dari keturunan Kurdi, beragama Islam. Sedangkan lainnya terdapat etnis Arab (yang tinggal di selatan, dan minoritas Kristen (khususnya keturunan Armenia). Sedangkan aliran yang berkembang di sana adalah aliran heterortodok, yang di sebut Alawia, berasal dari sekte Alawia Syiria, dan aliran Yazidiyah yang berkembang di kalangan Kurdi. Gerakan Islamisme, Westernisme dan Nasionalisme Gerakan modernis di Turki sebenarnya sudah sejak kebangkitan Ustmani Muda.4 (yang dimotori oleh Ziyah Pasha, Namik Kemal dan 1
John L. Esposito, Islam and Politics ( New York : Syracuse University Press, 1984), 95 ; Jeffery A. Ross, Ataturk and the modernization of Turkey, ed. Jacob M. Landau (Leiden : Westview Press, 1984), 329. 2 Tanzimat adalah sebuah gerakan penbaruan di Turki yang dimulai pada tahun 1839, dibawah kekuasaan Abdul majid I. Pembaruanpertama kali dimulai ketika dikeluarkannya Dekrit Hetti Syarif Gulhane oleh para pejabat tingi Sublime Porte, sejumlah duta besar asing, perwakilan dari Turki Usmani dan masyarakat. Isi dekrit tersebut adalah : (a) menjanjikan adanya hak bagi seluruh warga kerajaan Usmani tanpa diskriminasi agama dan suku, (b) kewajiban dinas militer bagi warga muslim, (c) memberi wewenang pada pengadilan untuk memberti keputusan akhir. 3 Esposito, Islam, 95. 4 Awal munculnya Usmani Muda adalah pada tahun 1965. Tujuan gerakan tersebut adalah menentang kekuasaan absolut sultan dan memunculkan pemerintahan yang konstitusional.
Tribakti, Volume 14 No.1 Januari 2005
2
Anis Bahtiar, Islamisme, Westernisme dan Nasionalisme Midhat Pasha) dan Turki Muda 5(yang dimotori oleh Ahmed Reza, Mehmed Murad dan pangeran sabahuddin). Pada periode selanjutnya, yakni setelah Turki menjadi negara republik, gerakan modernisasi tersebut beerkembang menjadi tiga aliran, yakni ; Islamisme, Westernisme dan Nasionalisme. Islamisme adalah gerakan modernisasi yang masih berpegang teguh pada prinsip-prinsip agana Islam. Westernisme adalah gerakan modernisasi yang telah banyak mengadopsi pola pikir dan sikap hidup barat. Nasionalisme adalah gerakan modernisasi yang lebih menitik beratkan pada pola hisup nasional Turki, tidak mengadopsi dari unsur Islam atau Barat.6 Variabel-Variabel Struktural 1. Kelompok Islamis Diantara tokoh-tokoh Islamis Turki adalah Mehmed Akif (18701916 dan beberapa tokoh Usmani Muda dan Turki Muda. Dia berpendapat bahwa agama Islam tidak pernah menghambat perkembangan kemajuan. Jepang misalnya, mereka mengadopsi kemajuan Barat hanya pada sisi ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan agama dan prilaku moral mereka tetap terjaga, tidak terkontaminasi peradaban Barat. Letak kemunduran Islam di turki adalah adanya sikap yang salah dalam mengadopsi kemajuan Barat, bukan agamanya yang salah. Mereka lebih tertarik untuk mengadopsi peradabannya daripada ilmu mpengetahuan dan teknologinya sehingga konsep agama menjadi kabur. Konsep-konsep pemikiran kelompok Islamis Kelemahan Islam bukanlah terletak pada shari‟at, melainkan pada orang yang menjalankannya, menurut mereka khilafah Islami bukan pemerintahan Islam karena prilaku petingginya tidak menjalankan normanorma Islam sesuai dengan shari‟atnya. Pengadaan konstitusi tahun 1876 merupakan tindakan salah, isinya tidak sesuai dengan moral Islam dan kondisi sosial-politik masyarakat Turki pada masa itu. 5
Latar belakang munculnya Turki muda adalah sikap Sultan Abdul hamid yang otoriter dan absolut, demokrasi hanya menjadi slogan belaka, rakyat tidak memiliki kebebasan pebdapat, tindakan para penguasa sudah jauh dari perundangan, dan orang yang berbeda pendapat dengan Sultan akan tersingkirkan. Oleh karena itula mereka membentuk sebuah barisan oposisi untuk menentang sikap pemerintah. Salah satu sayap utama gerakan ini adalah organisasi „Ittihad ve Terekki‟ (persatuan dan kemajuan). 6 Esposito, Islam, 95.
Tribakti, Volume 14 No.1 Januari 2005
3
Anis Bahtiar, Islamisme, Westernisme dan Nasionalisme Tata cara berpakaian, hak dan kewajiban wanita tidak sama dengan laki-laki, karena tinggi rendahnya martabat wanita tidak terletak pada pakaian dan kebebasannya berkehendak. Tokoh Islamis yang mendukung statemen tersebut adalah Musa Kazim dan Said Halim. Di antara pendapat mereka adalah : (1) Wanita tidak dapat diberikan status dan hak yang tinggi karena memiliki emosional tinggi, (2) peradaban runtuh karena adanya kebebasan yang diberikan kepada wanita, (3) negara-negara Barat yang maju saat ini bukanlah karena meninggikan martabat wanita, dalam artian memberi kebebasan penuh. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang datang dari Barat dapat dimasukkan dalam kurikulum sekolah madrasah. Akan tetapi sekulerisasi yang ditetapkan melalui pendidikan tetap tidak diperkarakan karena adanya agama yang dapat menyelamatkan manusia dari dekadensi moral. Konsep-konsep ekonomi modern boleh dilaksanakan, akan tetapi yang bersifat kapitalisme, individual dan sosialisme tidak dapat diterima karena meracuni kehidupan masyarakat. Jadi, kelompok Islamis tidak menolak pembaharuan, mereka menerapkan konsep pembaruan pada tataran fisik material, sedangkan yang berkaitan dengan moral-spiritual harus tetap terjaga, karena kamajuan fisik material yang diiringi dengan runtuhnya moral-spiritual adalah satu bentuk kemunduran. 2. Kelompok Westenis Gerakan ini bertujuan untuk memasukkan ide-ide sekuler dalam basis kekuatan dan mengadopsi pemikliran Barat secara intensif sehingga aspek social kemasyarakatan selalu diteropong dengan pandanganpandangan sekuler. Tokoh-tokoh kelompok ini adalah Tawfik Fikret (1867-19510 dan Abdullah Jewdat (1869-1932). Konsep-konsep pemikiran kelompok Westernis Ulama tradisional telah membawah umat Islam pada kondisi fatalis, yakni sangat tergantung pada paham keagamaan tradisional. Paham tradisional dalam banyak hal telah mengantar Turki pada kemunduran, misalnya menyerah total pada nasib. Kelemahan umat Islam pada masa itu bukan tetrletak pada ajaran Islam, tetapi pada sistem sosial dan kekhalifahan. Yang harus diubah adalah kerajaan Usmani, bukan Sultan. Begitu pula Islam, yang harus diubah adalah umatnya. Mereka dijangkiti sikap bodoh,malah, dan patuh yang membabi buta pada ulama, walaupun ulama tersebut bodoh.
Tribakti, Volume 14 No.1 Januari 2005
4
Anis Bahtiar, Islamisme, Westernisme dan Nasionalisme Barat saat ini maju karena menerapkan rasionalitas dalam hidup. Rasionalitas adalah dasar dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam beragama seharusnya menganut agama rasional. Tindakan melembahkan madrasah menjadikan kantor Shayk alIslam sebagai pemberi legitimasi setiap kegiatan adalah suatu hal yang keliru karena termasuk mengakui kekuasaan absolut sultan Penggabungan antara agama dan negara justru akan memperumit keadaan. Oleh karena itu perlu adanya sekulerisasi terhadap negara dan masyarakatnya. Jadi, pada poin-poin tertentu pendapat mereka sama dengan golongan islamis, akan tetapi karena letak gegografis dan histories yang berbeda, Westernisasi lebih dekat dengan Barat, sangat mungkin dalam mengeluarkan ide pembaruan kaum resternis banyak menyerap ide-ide Barat secara langsung dan sempurna. 3. Kelompok Nasionalis Munculnya golongan ini didorong oleh adanya perpecahan antar golongan yang di sebabkan oleh benturan-benturan kepentingan masyarakat Turki yang berbeda. Mereka menolak kekusaaan Barat dan tidak ingin memperkokoh kekuasaan khalifah Usmani, akan tetapi membentuk negara modern yang sekuler. 7Tokoh gerakan ini adalah Yusuf Akcura ( 1876-1933, Ziya Gokalp ( 1875-1924), Mustafa Kemal (18811938).8 Konsep-konsep pemikiran kelompok nasionalis Kansep Nasional yang dipahami selama ini adalah konsep yang salah. Konsep nasional yang seharusnya didasarkan pada kebudayaan dalam arti luas, yakni unik, nasional, dan subyektif, bukan hanya didasarkan atas bangsa dan letak geografis saja. Kebudayaan nasional dapat dikembangkan dengan cara mengkikis tradisi-tradisi dan konstitusi-konstitusi yang didasarkan atas Islam, karena kebudayaan yang didasarkan atas Islam tersebut banyak melahirkan kemunduran. 7 8
Esposito, Islam, 95. Yusuf Akcura adalah tokoh pembaru yang mengedepankan pemikiran penghimpunan masyarakat Turki, menyatukan visi masyarakat yang berada di wilayah Turki dengan di luar Turki (Rusia (Kazam), Krimea, dan Azerbaijan) sebagai satu bangsa. Konsep tersebut di latar belakangi adanya tiga kekuatan yang berseteru dalam kerajaan Usmani, yakni Islam, rakyat Turki dan non Islam. Ross, Ataturk, 328.
Tribakti, Volume 14 No.1 Januari 2005
5
Anis Bahtiar, Islamisme, Westernisme dan Nasionalisme Shari‟at Islam tidak perlu dijadikan sebagai dasar negara karena negara dapar berjalan berdasarkan perundangan negara, bukan agama. Agama harus dipisahkan dari negara. Misalnya : Shaykh al- Islam harus dihapuskan dan dikembalikan pasda parlemen, pemindahan mahkamah shari‟at dari Shyaikh al-Islam pada kementrian kehakiman, pemindahan madrasyah dari kekuasaan Shyaikh al - Islam pada kementrian pendidikan.9 Negara Turki harus berdasarkan atas hokum modern dan rasional. 1. Tinjauan Sosiologis Untuk mengetahui bentuk pemerintahan Usmani dan gerakan yang dilancarkan oleh tiga aliran di Turki setelah runtuhnya khalifah Usmani dalam sudut pandang sosial penulis , mengambil teori yang diungkapkan oleh Le Bon tentang teori prilaku kolektif 10dan teori gerakan social (social movement).11 Dalam teori prilaku kolektif dikenal tiga tipologi, yakni : Anonim, Contagion, dan Suggestibility.12 Sedangkan yang sesuai dengan komdisi pada masa Usmani adalah pada tipologi ketiga, yakni Suggestibility. Dalam kasus kantor Shayikh al _Islam misalnya, para ulama lembaga tersebut berani menjalankan system Over sentralisasi legitimasi kegiatan karena adanya dorongan dari sistem pemerintahan Usmani yang kapitalis. Upaya pencetakan al – Qur-an dengan percetakan modern yang dilakukan 9
Standford J. Shaw dan Ezel Kural Shaw, History of Ottoman Empire dan Modern Turkey (New york: Cambridge University Press, 1997), 385. 10 Prilaku kolektif adalah jenis0jenis prilaku yang tidak berpedoman pada institusi-institusi yang terdapat dalam masyarakat. James Wood dan Maurice Jackson, Social Movement (California: Wadsworth, 1982), 3. 11 Gearakan social adalah suatu aksi yang dilakukan secara kolektif yang di dasari atas tujuan / kepentingan bersma dengan tujuan mengubah tatanan yang sudah ada. Ibid ; Lome tapperman, A Brief Introduction to Sociology (Ontario: Prentice-l Canada, 1991), 309. 12 Tiga tipologi tersebut menurut Gustave Le Bon adalah; Anonim artinya naluri yang semula terkendali ketika sendirian dapat berubah menjadi anonim (tidak kenal dirinya) ketika berada dalam satu kerumunan sehingga rasa tanggung jawab mengendalikan individu menjadi hilang. Contagion adalah adanya daya “hipnotis” dari perasaan dan tindakan orang lain yang mampu mengubah prilaku kepentingan pribadi menjadi lebih mendahulukan kepentingan bersama. Suggestibility adalah adanya daya “hipnotis” dari prilaku kolektif yang mampu mengubah jati diri prilaku. Komanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Jakarta: FEVI, 1993), 199-200. Sebagai perbandingan, Wood dan Jackson , Social Movement, 56.
Tribakti, Volume 14 No.1 Januari 2005
6
Anis Bahtiar, Islamisme, Westernisme dan Nasionalisme oleh para pembaru tidak dapat dilakukan tanpa ada izin dari kantor tersebut.Lembaga inilah yang nanti menjadi salah satu legenda likuidasi Kemal disamping pembubaran sekolah-sekolah agama, hukum sipil berdasar shari‟at, poligami, huruf dan bahasa arab, serta institusi penelitian Islam. Contoh lain, para pembaru memiliki keberanian untuk mengadakan pembaharuan melawan para penguasa Usmani adalah karena keadaan lingkunagan yang mendukung untuk terciptanya gerakan tersebut. Kaum Islamis terlena dengan fanatisme keberagamaannyasehingga dalam melancarkan konsep pembaharuan selalu berdasarkan ajaran agama, konsep mereka tidak akan lepas dari agam karena adanya factor suggestibility tersebut, baik dari kalangan masyarakat , geografis, pendidikan maupun historisnya. Kelompok Westernir, memiliki pandangan yang lebih bertumpu pada peradaban dan pemikiran Barat setelah terjadi beberapa peperangan budaya dan agresi, serta dalam perebutan kekuasaan. Sedangkan kaum Nasionalis, memiliki rasa nasionalisme tinggi karena adnyan pengalaman yang mempengaruhinya. Kemal misalnya, dia dibesarkan sdalam pendidikan militer yang lebih mengutamakan kepentingan negara, mulai dari Secondary School di salonika, Military Academy di Manasti, sampai War College di Istambul. Dia pernah menjabat mayor di Macedonia, tempat asal, dan membentuk organisasi watan (cinta tanah air). Sedangkan dalam teori Gerakan Sosial 13dikenal empat tipologi, yakni Rivolutionery Movement, Reformist Movement, Conservative movement, dan Reactionery Movement.14 Revolutionary Movement adalah gerakan social yang bertujuan mengubah institusi dan stratifikasi 13
Gerakan ini ditandai dengan adanya tujuan jangka panjang, yakni untuk mengubah atau mempertahankan institusi yang telah ada. Misalnya: adanya gerakan pembaruan sistem pemerintahan dengan merombak institusi yang telah ada dan menggantinya dengan bentuk instituisi lain yang dianggap lebih relevan. Ataturk dengan Kemalisme dan Nasionalismenya, Mehmed aktif dengan islamismenya, dan fiokret dengan Westernisasinya. Bahkan sebelun Turki menjadi rebuplik, gerakan pembaruan yang termasuk dalam konsep gerakan sosial suda ada. Misal: Ziya Pasha, Namik kemal, dan Midhat Pasha dalam Gerakan Usmani Muda. Mehmed Murad, Ahmed Rifa dan sabahuddin dalam Gerakan Turki Muda. Sunarto, Pengantar, 203. Wood menambahkan dua tipe dalam teori ini, yakni: Relegius Movement dan Regresif Movement. Religius Movement memiliki tujuan agama, baik dengan menggunakan kharisma maupun dengan kekuatan kapitalisme. Sedangkan Regresif Movement, bertujuan mengubah kembali seperti pada masa lampau, gerakan ini hampir sama dengan Reactionary Movement. Wood dan Jackson, Sociology, 9-10. 14 Sunarto, Pengantar, 203.
Tribakti, Volume 14 No.1 Januari 2005
7
Anis Bahtiar, Islamisme, Westernisme dan Nasionalisme masyarakat. Revolusi Kemal dapat dikategorikan dalam tipologi ini karena sistem budaya, sosial, politik dan ekonomi lama yang bersifat monopoli Islam dirombak menjadin system constitusional secular. Menurut Giddens, suatu revolusi harus memenuhi tiga kriteria, yakni : (1) melibatkan gerakan sosial secara massal, (2) melibatkan ancaman atau menggunakan kekerasan, (3)menghasilkan proses reformasi dsan perubahan. Dari sini dapatv dibedakan antara kudeta dengan revolusi, kudeta hanya melibatkan pergantian pimpinan sedangkan sistem institusi politik dan lainnya tidak berubah walaupun tindakan tersebut menggunakan ancaman dan kekerasan. Kalau mempehatikan gerakan-gerakan kemal dalam proses pembaharuan, kita akan melihat bahwa gerakan tersebut telah didukung oleh masyarakat Turki, walaupun yang terbanyak itu adalah masyarakat yang berpolah piker tradisional. Gerakab tersebut mengalami tindakan kekerasan , misalnya: Dalam sidang parlemen tanggal 20 januari 1920, karena para anggota parlemen banyak yang memperkuat posisi Kemal di Istambul, maka mereka dibuang ke Malta. Pembentukan Majelis Nasional Agung (MNA) yang digagas oleh Kemal digagalkan oleh pemerintah, karena majelis tersebut dikhawatirkan merongrong kekuasaan Usmani dan banyak mendapat simpati masyarakat nasionalis. MNA dianggap illegal dan pendukunya dicekal. Reformist Movement, adalah gerakan yang bersifat mengubah sebagian institusi dan nilai. Gerakan Islamisme Aktif 15dan lainnya dapat dikategorikan dalam tipologi ini, karena gerakan mereka hanya merubah cara berfikir kaum Turki agar dapat mengimbangi pola pikir kaum Barat, bukan pada cara hidup dan budaya mereka.16 Tipe gerakan ini sebenarnya tidak begitu berbeda dengan Revolotiorary Movement dari sisi usahanya untuk mengubah suatu lembaga dan ketertiban social yang sudah ada. Adapun letak perbedaan tersebut, menurut Kreimers ada enam macam, yakni : Scope of objective, 15
Dia adalah pencipta lagu kebangsaan Turki sekaligus tokoh utama kelompok modernis Islamisme. 16 Gerakan Usmani Muda dan Turki Muda adalah termasuk dalam kategori inik, karena ada usaha pembaruan sistem berfikir. Sedangkan gerakan Bey dan Said tidak dapat dikategorikan dalam tipologi ini karena adanya perbedaan cara berfikir dan rentang masa. Bey lebih bersikap Tradisionalis, sedangkan gerakan Said muncul akibat adanya tekanan sekulerisasi Kemal.
Tribakti, Volume 14 No.1 Januari 2005
8
Anis Bahtiar, Islamisme, Westernisme dan Nasionalisme point of attack, point wich have been made, general procedure dan tactics, agitation and seeking their adherent, and functions.17 Di antar tiga aliran pembaruan Turki, yang termasuk dalam tipologi Reformist Movement ini adalah kelompok Islamis saja. Karena (a) jika dilihat dari jangkauan tujuannya, dalam melancarkan pembaruan mereka mencoba melalui tahapan-tahapan yang khas yang sesuai dengan ketertiban sosial yang ada. Misalnya : Usaha-usaha menolok penghilangan madrasah yang mempelajari ilmu-ilmu agama Islam, seperti yang diajukan oleh kaum Nasionalis dan Westernis, mereke lebih setuju untuk tetap mempertahankan madrasah dan lembaga-lembaga agama lain. Akan tetapi dalam hal keilmuan, mereka hanya menambahkan ilmu pengetahuan yang diadopsi dari Barat dalam kurikulumnya, agar masyarakat Turki mengikuti arus perkembangan keilmuan Barat. (b) Dari sisi usaha perombakan, kelompok Islamis lebih tolelir dengan keadaan masyarakat umumTurki dari pada kelompok Westernis dan Nasionalis. Dua kelompok tersebut justru menenrtang keberadaan adat-istiadat dan budaya yang ada dan menganjurkan untuk memunculkan institusional dan nilai-nilai yang baru dari Barat. Kelompok Islamis tetap menjaga keutuhan masyarakat dalam berpakaian, memandang batasan aktifitas wanita, dan berbahasa. Berwawasan modernis bukan berarti berbudaya Barat, khalifah atau pemerintah tidak akan dapat bertindak kapitalis dan otoroter jika masyarakatnya sudah memiliki kemampuan berfikir kritis dan modernis. Konsep kharisma dan tunduk secara total tidak akan diberlakukan pada masyarakat uyang sudah berfikiran modern. Dari sisi prosedur dan siasat, kelompokIslamis cenderung lebih mendapat dukungan dari kelompok tertekan. Hal ini terlihat ketika hukum-hukum dan lembaga-lembaga Islam muncul kembali setelah empat belas tahun dalam himpitan kebijaksanaan rasionalitas dan nasionalis Kemal. Conservative Movement, adalah bertujuan mempertahankan nilai dan institusi masyarakat yang sudah ada. Usha menolak pembaruan Kemal yang dilakukan oleh mantan kawan ketika melawan sekutu, seperti : Rauf Bey, Ali Fuad dan Jendral Kazim, adalah salah satu bentuk dari tipologi ini. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah kelompok Islam tradisionalis, mereka masih terpengaruh dengan kepemimpinan Raja, baik karena kharismanya maupun karena kebodohan rakyat tersebut sehingga menjadi patuh total pada penguasanya. Reactionary Movement, adalah gerakan yang bertujuan mengubah kembali dari nilai dan institusi masa kini menjadi nilai dan institusi masa 17
G. Kartasapoetra dan L. J. B. Kreimers, Sosiologi Umum (Jakarta: Bina Aksara, 1990), 196-197.
Tribakti, Volume 14 No.1 Januari 2005
9
Anis Bahtiar, Islamisme, Westernisme dan Nasionalisme lampau. Misalnya: pemberontakan Shaykh Said dalam bentuk organisasi Seyh Site Rebellion pada bulan Pebruari 1925, selaku pemimpin tarekat Naqsabandiyah, dan beberapa kaum tradisionalis Tijaniyah yang bertujuan mengubah kembali sisten republik menjadi khilah dan menetang Jrn sekuler Attatruk. Gerakan ini tidak membuahkan hasil gemilang, bahkan Said beserta pengikutnya, termasuk penyair ternama (Halide Edib Hanum), meninggal; di tangan Kemal. Sistem Islam kembali berkobar setelah meninggalnya Kemal tahun 1938. Hal ini didorang dengan adanya kesadaran masyarakat Turki dalam menolak paham yang berhubungan dengan ajaran Islam.18 Giddens dan Kornblum menyatakan bahwa factor penyebab munculnya gerakan sosial yang akhirnya memunculkan beberapa tipologi gerakan tersebut adalah deprivasi ekonomi dan sosial, yakni: kehilangan, kekurangan dan penderitaan. Misalnya: dari sisi sosial, hilangnya peluang untuk dapat memenuhi partisipasinya dalam bernegara karena kekuatan kapitalisme dan kekuatan absolut Sultan / khalifah. Dari sisi ekonomi, tidak terpenuhinya kebutuhan pokok dan bahan-bahan primer lainnya. James David menambahkan, gerakan sosial muncul karena adanya Deprivasi relatife, yakni adanya kesenjangan yang terlalu lebar antara kebutuhan yang diinginkan dengan kenyataan yang diperoleh sehingga melebihi batas toleransi masyarakat.19 Dalam kasus Turki Usmani, salah satu pemicu lahirnya gerakan revolusi dan pembaruan adalah terjadinya kemunduran politik Turki akibat serangan Barat, baik yang bersifat agresi maupun budaya. Hal ini membuat keadaan sosial, ekonomi dan politik Turki menjadi kacau. Dalam kausu Turki Modern, gejala-gejala pemicu gerakan Islamisme bangkit adalah sistem konstitusional yang kian terpuruk semenjak meninggalnya Kemal dan sangat menekan kaum tradisionalis Islam. Partai Republik bentukan Kemal runtuh setelah terkena dakwaan dari rival politiknya dengan tuduhan pengebirian hak untuk beribadah bagi kaum muslim. Dari sini muncul beberapa partai baru yang notabene adalah berasaskan Islam, misalnya: Party National of Development, Party of Social Justice, The Cultivator Peasant Party, Party or Purification, Turkish Conservative Party.
18 19
Esposito, Islam, 96. Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, Sosiologi (Jakarta: Erlangga, 1992), 196.
Tribakti, Volume 14 No.1 Januari 2005
10
Anis Bahtiar, Islamisme, Westernisme dan Nasionalisme Penutup Dari beberapa uraian tersebut, penulis menangkap beberapa bentuk tahapan dalam proses pembaruan dan latar belakang munculnya tiga aliran di Turki: Pertama, Tahap ketidak tentraman, sebab pertama yang terjadi pada tubuh pemerintahan Usmani dan republik Turki di akhir masa jabatan pemimpinya. Adanya ketidakpastian tujuan dan ketidakpuasan semakin meningkat. Kedua, Tahap perangsangan. Yakni ketika perasaan tidak puas sudah sampai ada titik kulminasi, dari sinilah muncul tiga aliran yang berbeda; Islaamisme, Westernisme, Nasionalisme. Ketiga, Tahap Formalisasi, yakni ketika para pemimpin telah muncul, rencana telah tersusun secara matang. Keempat, Tahap Institusional. Yakni ketika organisasi diambil oleh pemimpin terdahulu birokrasi diperkuat, idiologi dan program telah diwujudkan. Dari sini negara Turki Usmani dan Turki Republik berada pada puncaknya dan mengalami masa kejayaan. Kelima: Tahap disolusi. Yakni ketika gerakan tersebut berubah menjadi organisasi tetap/statis atau mengalami kemunduran. Pada tahap inilah kekuasaan mengalami kemerosotan dan di ambang kehancuran.
DAFTAR KEPUSTAKAAN Esposito John L., Islam and Politics, New York : Syracuse University Press, 1984. Horton Paul B. dan Chester L. Hunt, Sosiologi, Jakarta: Erlangga, 1992. Kartasapoetra G. dan L. J. B. Kreimers, Sosiologi Umum,Jakarta: Bina Aksara, 1990. Ross Jeffery A., Ataturk and the modernization of Turkey, ed. Jacob M. Landau, Leiden : Westview Press, 1984. Shaw Standford J. dan Ezel Kural Shaw, History of Ottoman Empire dan Modern Turkey, New york: Cambridge University Press, 1997. Sunarto Komanto, Pengantar Sosiologi, Jakarta: FEVI, 1993. Tapperman Lome, A Brief Introduction to Sociology, Ontario: PrenticeHall Canada, 1991. Wood James dan Maurice Jackson, Social Movement, California: Wadsworth, 1982.
Tribakti, Volume 14 No.1 Januari 2005
11
Anis Bahtiar, Islamisme, Westernisme dan Nasionalisme
Tribakti, Volume 14 No.1 Januari 2005
12