Jurnal Agribisnis Perternakan, Vol. 2, No. 2, Agustus 2006
Pemanfaatan Hasil Sampingan Perkebunan dalam Konsentrat terhadap Persentase Bobot Non-karkas dan Income Over Feed Cost Kambing Kacang Selama Penggemukan (The Usage of by Product Plantation to Percentage of Non-carcass Weight and Income Over Feed Cost of Kacang Goat for Fattening) Iskandar Sembiring, T. Marzuki Jacob, dan Rukia Sitinjak Departemen Perternakan, Fakultas Pertanian USU
Abstract: The experiment aimed to test the comparison of three kinds of concentrate to percentage of noncarcass weight and also Income Over Feed Cost of kacang goat for fattening. The experiment was using completely randomized design (CRD) by three treatments and six replications, where the treatment was K1 = concentrate conventional; K2 = concentrate oil palm by product and K3 = Cacao by product. The result of research is percentage of non-carcass weight such as head for the treatment of concentrate K1, K2 and K3 was % (9,18; 9,60; 9,48), husk (7,77; 6,32; 7,61), feet (4,19; 4,21; 3,91), liver (1,75; 2,09; 1,92), spleen (0,16; 0,30; 0,15), lung + trachea (1,12; 1,36; 1,06), heart (0,56; 0,59; 0,66), testis (0,56; 0,73; 0,78), fat of omental (0,42; 0,50; 0,43), tail (0,21; 0,20; 0,15), stomach + oesophagus (4,22; 5,73; 4,81), intestine (3,65; 4,68; 4,55) Income Over Feed Cost (Rp 49.178,33; Rp 44.703,33; Rp 33.338,33). The result of research indicated that third usage kinds of concentrate at kacang goat did not improve percentage of non carcass weight, percentage of intestine and Income Over Feed Cost but give a real different affect of stomach + oesophagus kacang goat for fattening. Keywords: goat, concentrate, non-carcass, IOFC Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbandingan antara tiga macam konsentrat terhadap persentase bobot non-karkas dan income over feed cost kambing kacang selama penggemukan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 6 ulangan yaitu: K1 = konsentrat konvensional, K2 = berbasis hasil sampingan industri kelapa sawit, K3 = berbasis hasil sampingan industri kakao. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu persentase bobot non-karkas antara lain kepala untuk perlakuan pakan K1, K2, K3 secara berturut– turut (9,18; 9,60; 9,48), kulit (7,77; 6,32; 7,61), kaki (4,19; 4,21; 3,91), hati (1,75; 2,09; 1,92), limfa (0,16; 0,30; 0,15), paru-paru + trachea (1,12; 1,36; 1,06), jantung (0,56; 0,59; 0,66), testis (0,56; 0,73; 0,78), lemak omental (0,42; 0,50; 0,43), ekor (0,21; 0,20; 0,15), perut dan oesofagus (4,22; 5,73; 4,81), usus (3,65; 4,68; 4,55) income over feed cost (Rp 49.178,33; Rp 44.703,33; Rp 33.338,33). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan ketiga macam konsentrat pada kambing kacang tidak meningkatkan persentase bobot non-karkas, persentase bobot usus, dan IOFC tetapi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap persentase bobot perut dan oesofagus kambing kacang selama penggemukan. Kata Kunci: kambing, konsentrat, non-karkas, IOFC
Pendahuluan Permintaan masyarakat akan kambing, baik kambing hidup maupun daging potong, terus meningkat dan turut memacu naiknya harga kambing, baik di tingkat petani maupun pedagang. Selama ini tata laksana budidaya kambing masih sangat tradisional. Peternak belum memperhatikan peluang pasar dan
56
pendapatan yang kontinu. Agar ternak yang dihasilkan lebih baik, bermutu, dan secara ekonomis memberikan keuntungan layak, cara berternak yang tradisional (ekstensif) perlu diperbaharui dengan beternak semi–intensif atau intensif. Menurut Departemen Pertanian (1985), kambing merupakan ternak yang sangat menguntungkan kalau dipelihara dengan
Iskandar Sembiring, T. Marzuki Jacob, dan Rukia Sitinjak: Pemanfaatan Hasil Sampingan Perkebunan dalam Konsentrat…
manajemen yang baik. Ada beberapa alasan yang nyata bahwa kambing cocok dipelihara yaitu: 1. Kambing dapat dijadikan sebagai komoditas usaha ternak yang bersifat tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual bila membutuhkan uang. 2. Cepat berkembang biak. Sekali beranak jumlah anaknya sering kali 2 – 3 ekor walaupun terkadang hanya 1 ekor per kelahiran dan frekuensi beranak 2 kali dalam setahun atau minimal 3 kali dalam 2 tahun. 3. Tidak membutuhkan modal besar apabila dipelihara dalam skala kecil. 4. Dagingnya bisa dimakan/dikonsumsi oleh peternak. 5. Kulitnya dapat diolah menjadi tas, sepatu, dan lain-lain yang bisa menguntungkan. 6. Kotorannya dapat dijadikan pupuk bagi tanaman pertanian dan perkebunan. Selain sebagai sumber daging, kambing diternakkan untuk diperah atau untuk diambil kulitnya. Untuk meningkatkan produksi daging bagi masyarakat maka perlu perbaikan melalui pemuliaan dan perbaikan manajemen pemeliharaan juga melalui perbaikan manajemen pakan. Untuk mengatasi kekurangan pakan, maka diupayakan pemanfaatan sumber pakan alternatif untuk menjamin kelanjutan dan efisiensi usaha berternak kambing dan merupakan tuntutan mendesak yang perlu ditangani. Dalam hal ini lahan perkebunan kelapa sawit merupakan komoditas penting di Indonesia dan sebagian besar (74%) terdapat di Sumatera Utara. Ini merupakan sumber daya alam yang sangat berharga karena dapat dikatakan hampir semua hasil sampingan kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak khususnya ternak kambing. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan hasil sampingan perkebunan seperti bungkil inti sawit, lumpur sawit, daun kelapa sawit, kulit biji coklat, kulit buah coklat, dan molases dan pengaruhnya terhadap persentase bobot nonkarkas dan income over feed cost (IOFC) kambing kacang selama penggemukan.
Bahan dan Metode Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen Perternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan mulai bulan Oktober 2005 sampai Januari 2006.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan antara lain: a. Kambing Kacang jantan lepas sapih sebanyak 18 ekor, kisaran bobot badan awal 13 ± 2 kg. b. Rumput Lapangan c. Konsentrat, terdiri dari: • pakan 1; terdiri dari pakan konvensional • pakan 2; terdiri dari pakan hasil sampingan perkebunan sawit • pakan 3; terdiri dari pakan hasil sampingan perkebunan kakao d. Obat-obatan seperti obat cacing (Kalbazen), anti-bloat untuk obat kembung, terramycin (salep mata), dan vitamin. e. Air minum Alat yang digunakan antara lain: a. Kandang individual 18 unit beserta perlengkapannya b. Tempat pakan dan minum c. Timbangan bobot hidup dan bobot karkas berkapasitas 50 kg dengan kepekaan 50 g, timbangan berkapasitas 2 kg dengan kepekaan 10 g untuk menimbang pakan. d. Ember, sapu, goni plastik, pisau, alat tulis, alat penerangan Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 6 ulangan: K1 = pakan konvensional K2 = hasil sampingan perkebunan sawit K3 = pakan hasil sampingan perkebunan kakao Untuk pengambilan data bobot nonkarkas, diambil sampel dari masing-masing perlakuan yaitu: K1 = 2 ekor yaitu K1R1 dan K1R4 K2 = 2 ekor yaitu K2R3 dan K2R5 K3 = 2 ekor yaitu K3R2 dan K3R6 Maka jumlah ternak kambing yang dipotong sebanyak 6 ekor. Model matematis yang digunakan menurut Hanafiah (2000) adalah: Yij = μ + τ + ε Parameter Parameter yang diamati meliputi persentase bobot non-karkas, persentase bobot saluran pencernaan, dan income over feed cost.
57
Jurnal Agribisnis Perternakan, Vol. 2, No. 2, Agustus 2006
Hasil dan Pembahasan Persentase Bobot Non-karkas Non-karkas ternak adalah hasil pemotongan ternak yang terdiri dari kepala, kulit, organ – organ internal, kaki bagian bawah dari sendi karpal dan kaki depan, sendi tarsal atau kaki bagian belakang (Soeparno, 1994). Persentase bobot non karkas dapat diperoleh dengan pembagian bobot non karkas (kulit, kepala, kaki, hati, limpa, paru-paru, trakhea, jantung, testis, lemak omental, ekor) dengan bobot tubuh kosong dikali 100%, dapat dilihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa rataan persentase bobot non karkas kambing yaitu persentase rataan bobot kepala kambing yang tertinggi adalah 9,60% untuk pakan K2 dan rataan persentase kepala kambing yang terendah adalah sebesar 9,18% untuk pakan K1. Persentase rataan bobot kulit kambing yang tertinggi adalah 7,77% untuk pakan K1. Sedangkan rataan persentase bobot kulit kambing terendah adalah 6,32% untuk pakan K2 yang menggunakan hasil sampingan perkebunan sawit. Persentase rataan bobot kaki kambing yang tertinggi adalah 4,21% untuk pakan K2. Sedangkan rataan persentase bobot kaki kambing terendah adalah 3,91% untuk pakan K3. Persentase rataan bobot hati kambing yang tertinggi adalah 2,09% untuk pakan K2. Sedangkan persentase rataan bobot hati kambing terendah adalah 1,75% untuk pakan K1. Persentase rataan bobot limfa kambing yang tertinggi adalah 0,30% untuk pakan K2. Sedangkan persentase rataan bobot limfa kambing terendah adalah 0,15% untuk pakan K3. Persentase rataan bobot paru-paru dan trakhea kambing yang tertinggi adalah 1,36% untuk pakan K2. Sedangkan persentase rataan bobot paru-paru dan trakhea kambing terendah adalah 1,06% untuk pakan K3. Persentase rataan bobot jantung kambing yang tertinggi adalah 0,66% untuk pakan K3. Sedangkan persentase rataan bobot limfa kambing terendah adalah 0,56% untuk pakan K1. Persentase rataan bobot testis kambing yang tertinggi adalah 0,78% untuk pakan K3. Sedangkan persentase rataan bobot testis kambing terendah adalah 0,56% untuk pakan K1. Persentase rataan bobot lemak omental kambing yang tertinggi adalah 0,50% untuk pakan K2. Sedangkan persentase rataan bobot lemak omental kambing terendah adalah 0,42% untuk pakan K1. Persentase rataan bobot ekor kambing yang tertinggi adalah 0,21% untuk pakan K1. Sedangkan persentase rataan bobot ekor kambing terendah adalah 0,15% untuk pakan Ks yang menggunakan hasil sampingan perkebunan kakao.
58
Tabel 1. Persentase bobot non-karkas kambing (%)
Peubah (Persentase)
Perlakuan
Rataan
± sd
Kepala
K1 K2 K3 K1 K2 K3 K1 K2 K3 K1 K2 K3 K1 K2 K3
9,18 9,60 9,48 7,77 6,32 7,61 4,13 4,21 3,91 1,75 2,09 1,92 0,16 0,30 0,15
± 0,03 ± 0,33 ± 0,28 ± 0,44 ± 1,15 ± 0,27 ± 0,20 ± 0,24 ± 0,08 ± 0,25 ± 0,13 ± 0,13 ± 0,01 ± 0,17 ± 0,04
K1 K2 K3 K1 K2 K3 K1 K2 K3
1,12 1,36 1,02 0,56 0,59 0,66 0,56 0,73 0,78
± 0,03 ± 0,41 ± 0,02 ± 0,07 ± 0,06 ± 0,07 ± 0,07 ± 0,11 ± 0,05
K1 K2 K3 K1 K2 K3
0,42 0,50 0,43 0, 17 0,20 0,15
± 0,03 ± 0,03 ± 0,01 ± 0,04 ± 0,01 ± 0,04
Kulit
Kaki
Hati
Limfa
Paru–paru + Trakhea
Jantung
Testis
Lemak Omental
Ekor
Kulit Dari hasil analisis keragaman perlakuan pemberian konsentrat yaitu pakan konvensional, hasil sampingan perkebunan kelapa sawit dan hasil sampingan perkebunan kakao tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap persentase bobot kulit. Tetapi dalam penelitian ini persentase bobot kulit tidak berbeda nyata karena pemberian konsentrat yang dibatasi. Hal ini didukung oleh pernyataan Soeparno (1994) bahwa perlakuan nutrisi dan spesies pastura pada ternak tidak mempengaruhi berat kulit pada berat tubuh yang sama. Kepala
Hasil analisis keragaman perlakuan pemberian konsentrat yaitu pakan konvensional, hasil sampingan perkebunan kelapa sawit, dan hasil sampingan perkebunan kakao tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05)
Iskandar Sembiring, T. Marzuki Jacob, dan Rukia Sitinjak: Pemanfaatan Hasil Sampingan Perkebunan dalam Konsentrat…
terhadap persentase bobot kepala. Tetapi dalam penelitian ini persentase bobot kepala tidak berbeda nyata karena pemberian konsentrat yang dibatasi. Hal ini didukung oleh pernyataan Soeparno (1994) bahwa perlakuan nutrisi dan spesies pastura pada ternak tidak mempengaruhi berat kepala pada berat tubuh yang sama. Kaki Perlakuan pemberian konsentrat yaitu pakan konvensional, hasil sampingan perkebunan kelapa sawit, dan hasil sampingan perkebunan kakao tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap persentase bobot kaki. Tetapi dalam penelitian ini persentase bobot kaki tidak berbeda nyata karena pemberian konsentrat yang dibatasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (1994) yang menyatakan bahwa perlakuan nutrisional mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap bobot nonkarkas eksternal terutama kaki. Hati
Perlakuan pemberian konsentrat yaitu pakan konvensional, hasil sampingan perkebunan kelapa sawit, dan hasil sampingan perkebunan kakao tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap persentase bobot hati. Hal ini disebabkan oleh pemberian konsentrat yang dibatasi. Sesuai dengan pendapat Soeparno (1994) yang menyatakan bahwa perlakuan nutrisional mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap bobot non-karkas internal seperti hati. Limpa
Hasil analisis perlakuan pemberian konsentrat yaitu pakan konvensional, hasil sampingan perkebunan kelapa sawit, dan hasil sampingan perkebunan kakao tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap persentase bobot limpa. Ini disebabkan karena kandungan nutrisi yang terkandung dari masing-masing konsentrat adalah sama. Sementara pendapat Soeparno (1994) yang menyatakan bahwa konsumsi nutrisi tinggi akan menurunkan berat limpa. Paru–paru dan Trakhea Hasil analisis perlakuan pemberian konsentrat yaitu pakan konvensional, hasil sampingan perkebunan kelapa sawit dan hasil sampingan perkebunan kakao tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap persentase bobot paru–paru dan trakhea. Ini disebabkan oleh kandungan nutrisi yang terkandung dari masing-masing konsentrat adalah sama. Pendapat Soeparno (1994) menyatakan bahwa konsumsi nutrisi tinggi akan menurunkan berat bobot paru–paru dan trakhea.
Jantung Hasil analisis perlakuan pemberian konsentrat yaitu pakan konvensional, hasil sampingan perkebunan kelapa sawit, dan hasil sampingan perkebunan kakao tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap persentase bobot jantung. Ini disebabkan oleh kandungan nutrisi yang terkandung dari masingmasing konsentrat adalah sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (1994) yang menyatakan bahwa perlakuan nutrisional mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap bobot non-karkas internal seperti jantung. Testis
Hasil analisis perlakuan pemberian konsentrat yaitu pakan konvensional, hasil sampingan perkebunan kelapa sawit, dan hasil sampingan perkebunan kakao tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap persentase bobot testis. Ini disebabkan oleh pemberian tiga konsentrat yang kandungan proteinnya hampir sama yaitu 16%. Partodiharjo (1980) menyatakan bahwa berat sebuah testis dipengaruhi oleh umur, jenis ternak, dan kondisi makanan. Lemak Omental Hasil analisis perlakuan pemberian konsentrat yaitu pakan konvensional, hasil sampingan perkebunan kelapa sawit, dan hasil sampingan perkebunan kakao tidak memberikan pengaruh yang nyata (p > 0,05) terhadap persentase bobot lemak omental. Ini disebabkan oleh kandungan nutrisi yang terkandung dari masing-masing konsentrat adalah sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (1994) yang menyatakan bahwa perlakuan nutrisional mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap bobot non-karkas. Ekor
Perlakuan pemberian konsentrat yaitu pakan konvensional, hasil sampingan perkebunan kelapa sawit, dan hasil sampingan perkebunan kakao tidak memberikan pengaruh yang nyata (p > 0,05) terhadap persentase bobot ekor. Ini disebabkan oleh kandungan nutrisi yang terkandung dari masing-masing konsentrat adalah sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (1994) yang menyatakan bahwa perlakuan nutrisional mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap bobot non-karkas. Persentase Bobot Saluran Pencernaan Persentase bobot saluran pencernaan adalah bobot saluran pencernaan (perut, oesofagus, usus) dibagi dengan bobot tubuh kosong dikali 100%. Persentase bobot saluran pencernaan terdiri dari perut, oesofagus, usus, disajikan pada Tabel 2.
59
Jurnal Agribisnis Perternakan, Vol. 2, No. 2, Agustus 2006
Hasil analisis perlakuan pemberian konsentrat yaitu pakan konvensional, hasil sampingan perkebunan kelapa sawit dan hasil sampingan perkebunan kakao memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap persentase bobot saluran pencernaan yaitu perut dan oesofagus. Untuk mengetahui perbedaan di antara perlakuan maka dilanjutkan dengan analisis beda nyata jujur (BNJ), sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil uji beda nyata jujur (BNJ) pada Tabel 3 diperoleh bahwa rataan perlakuan K2 berbeda sangat nyata dengan rataan perlakuan K1 dan rataan perlakuan K3 tetapi K1 tidak berbeda nyata dengan K3. Hal ini disebabkan oleh penyerapan nutrisi dalam perut berbeda. Hal ini didukung pendapat Basuki (1994) yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan organ dalam antara yang satu dengan yang lain berbeda dan juga dipengaruhi oleh nutrisi.
Usus
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa rataan persentase bobot saluran pencernaan antara lain persentase bobot perut dan oesofagus kambing yang tertinggi adalah 5,73% untuk pakan K2. Sedangkan rataan persentase bobot perut dan oesofagus kambing yang terendah adalah 4,22% untuk pakan K1. Persentase bobot usus kambing yang tertinggi adalah 4,68% untuk pakan K2. Sedangkan rataan persentase usus kambing yang terendah adalah 3,65% untuk pakan K1. Perlakuan K1, K2, dan K3 tidak memberikan pengaruh yang nyata (p > 0,05) terhadap persentase bobot saluran pencernaan yaitu usus. Ini disebabkan oleh kandungan nutrisi yang terkandung dari masing-masing konsentrat adalah sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Basuki (1994) yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan organ dalam antara yang satu dengan yang lain berbeda dan juga dipengaruhi oleh nutrisi.
Tabel 2. Persentase bobot saluran pencernaan (%) Peubah (Persentase )
Perlakuan
Rataan
± sd
Perut dan oesofagus
K1 K2 K3 K1 K2 K3
4,22 5,73 4,81 3,65 4,68 4,55
± 0,11 ± 0,05 ± 0,08 ± 0,00 ± 0,04 ± 0,34
Usus
Tabel 3. Analisis beda nyata jujur (BNJ) persentase bobot saluran pencernaan Perlakuan K1 K2 K3
Rataan 4,222 5,734 4,814
Notasi B A B
Tabel 4. Income over feed cost (Rp) kambing kacang selama penggemukan Ulangan I II III IV V VI Total Rataan
60
K1 33.000 37.710 39.280 47.910 76.200 60.970 295.070 49.178,33
Perlakuan K2 39.170 65.870 36.360 43.350 39.790 43.680 268.220 44.703,33
K3 40.550 36.600 27.200 30.400 37.670 27.610 200.030 33.338,33
Total
± sd
112.720 140.180 102.840 121.660 153.660 132.260 763.320 127.220
± 3.282,54 ± 13.543,96 ± 5.146,29 ± 7.416,91 ± 17.684,72 ± 13.622,20
Iskandar Sembiring, T. Marzuki Jacob, dan Rukia Sitinjak: Pemanfaatan Hasil Sampingan Perkebunan dalam Konsentrat…
Income Over Feed Cost Yaitu pendapatan usaha perternakan yang didapat dari berat badan ternak (bobot potong – bobot awal) dikali harga ternak/kg dikurangi dengan biaya pakan (total konsumsi dikali harga pakan). Dari hasil penelitian diperoleh income over feed cost, dapat dilihat pada Tabel 3. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa rataan income over feed cost yang tertinggi terdapat pada perlakuan K1 yaitu sebesar Rp 49.178,33, kemudian diikuti pada perlakuan K2 (pakan hasil sampingan perkebunan sawit) yaitu sebesar Rp 44.703,33 dan rataan terkecil terdapat pada perlakuan K3 yaitu sebesar Rp 33.338,33. Perlakuan pemberian konsentrat yaitu pakan konvensional, hasil sampingan perkebunan kelapa sawit, dan hasil sampingan perkebunan kakao tidak memberikan pengaruh yang nyata (p > 0,05) terhadap income over feed cost (IOFC) kambing kacang selama penggemukan. Hal ini disebabkan oleh harga pakan yang hampir sama antar-perlakuan sehingga biaya produksi yang dikeluarkan tidak terlalu besar dan keuntungan yang dihasilkan antarperlakuan tidak berbeda jauh.
Kesimpulan Pemberian pakan konvensional (K1), hasil sampingan perkebunan sawit (K2), dan hasil sampingan perkebunan kakao (K3) memberikan pengaruh yang sama terhadap persentase bobot non-karkas, persentase bobot usus, dan income over feed cost (IOFC). Namun memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot perut dan oesofagus kambing Kacang di mana K2 berbeda sangat nyata dengan K1 dan K3. Hasil sampingan perkebunan (pakan inkonvensional) berpotensi besar untuk dimanfaatkan sebagai pakan alternatif pada ternak kambing.
Daftar Pustaka Basuki. 1994.Serat Kasar dan Peranannya dalam Ransum Ternak. Gajah Mada Press. Yogyakarta. Departemen Pertanian. 1985. Cara Beternak Kambing. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian Gedung Johor, Medan. Hanafiah, K.A., 2000. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Palembang. Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
61