INVENTARISASI HUTAN MENYELURUH BERKALA DALAM PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DI INDONESIA (Studi Kasus di Provinsi Papua)
FINANCIO DOREBAYO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala dalam Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia (Studi Kasus di Provinsi Papua) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2015 Financio Dorebayo NIM E151120111
RINGKASAN FINANCIO DOREBAYO. Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala dalam Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia (Studi Kasus di Provinsi Papua). Dibimbing oleh ENDANG SUHENDANG dan MUHDIN. Ketersediaan data dan informasi sumber daya hutan sangat berperan dalam menentukan target dan ukuran-ukuran yang jelas dalam pengelolaan hutan pada tingkat unit pengelolaan hutan (UPH). Dalam rangka pengelolaan hutan lestari pada tingkat UPH, penyusunan rencana pengelolaan hutan harus mempertimbangkan seluruh ekosistem bentang alam dengan tetap mempertahankan keanekaragaman hayati dan produktivitasnya serta kemampuan regenerasi dalam mempertahankan hidup dan potensinya untuk memenuhi fungsifungsi ekologi, ekonomi dan sosial saat ini dan masa yang akan datang. Inventarisasi hutan menyeluruh berkala (IHMB) merupakan kegiatan pengumpulan data dan informasi sediaan tegakan hutan berbasis petak pada areal hutan efektif UPH. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai kesesuaian dan ketepatan hasil pelaksanaan IHMB untuk menyusun rencana kerja usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam (RKUPHHKHA) dalam rangka pengelolaan hutan lestari dengan tujuan menghasilkan kayu secara berkelanjutan. Pengumpulan data menggunakan teknik purposive sampling dengan pertimbangan lokasi adalah UPH yang telah melaksanakan IHMB yang hasilnya telah dievaluasi dan diverifikasi oleh Kementerian Kehutanan (Kemenhut) dan Dinas Provinsi. Pengambilan contoh plot IHMB dilaksanakan dengan pertimbangan; stratifikasi tutupan hutan, aksesibilitas, waktu dan biaya. Hasil pelaksanaan IHMB oleh UPH yakni ketersediaan data potensi sediaan tegakan dan informasi umum lainnya belum dapat dijadikan dasar dalam penyusunan suatu rencana pengelolaan hutan dengan tujuan menghasilkan kayu secara berkelanjutan dengan prinsip kelestarian hutan. Pada tingkat UPH, rencana pengelolaan hutan jangka panjang (RKUPHHK-HA) yang berisi tujuan dan sasaran kegiatan disusun berdasarkan data dan informasi yang menyeluruh meliputi aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Pengertian kata “menyeluruh” dalam IHMB hanya bermakna menyeluruh terhadap keseluruhan areal hutan efektif saja, tidak meliputi keseluruhan komponen data dan informasi tentang ekosistem hutan. Data hasil pelaksanaan IHMB digunakan sebagai dasar dalam penyusunan RKUPHHK-HA, sementara dalam rencana kerja tahunan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam (RKTUPHHK-HA) dilaksanakan berdasarkan tahapan sistem silvikultur TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia). Kata kunci: IHMB, pengelolaan hutan lestari, rencana pengelolaan hutan, unit pengelolaan hutan
SUMMARY
FINANCIO DOREBAYO. Periodic Comprehensive Forest Inventory on Production Forest Management in Indonesia (Case Study in Papua Province). Supervised by ENDANG SUHENDANG and MUHDIN. The availability of data and information of forest resources plays an important role to determine the direction and clear targets in forest management at forest management unit (FMU) level. In order to preserve sustainable forest management at the sites level, management plans should be set with consideration of the entire ecosystem landscape while maintaining biological diversity and productivity as well as regeneration ability in sustaining life and potential to fulfill functions of the ecological, economic and social for current time and the future. The periodic comprehensive forest inventory (Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala called IHMB) is Indonesian forest stands inventory were based on compartment at forest effective area of forest management unit (FMU). The purpose of this study is to get information about the suitability and accuracy of the IHMB implementation results to arranging long-term forest management plans (rencana kerja usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam called RKUPHHK-HA) in order to forest management that aims to produce sustainable timber. Data gathered with purposive sampling technique with location consideration is the FMU that have been implemented of IHMB and the results has been evaluated and verified by the Ministry of Forestry and Forestry Provincial Office. Sampling plot of IHMB is carried out with consideration: forest cover stratification, accessibility, time and cost. The results of IHMB implementation that contain the availability potentially standing stock and other general information can not be uses as a basis to preparing a forest management plan with the aims of generating sustainable timber with the sustainability forest principles. At the FMU level, the long-term forest management (RKUPHHK-HA) which contains goals and objective of the activity that based on comprehensive data and information covering the aspect of ecological, economic and social. The sense of word “comprehensive” on IHMB is meaningfully only covered the forest area, without including all components of the data and information on forest ecosystem. The data result of IHMB implementation is uses as a basis to arranging RKUPHHK-HA, meanwhile in the short-term forest management (rencana kerja tahunan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam called RKTUPHHK-HA) is implemented by the stage of silvicultural system (tebang pilih tanam Indonesia called TPTI).
Keywords: IHMB, sustainable forest management, forest management plan, forest management unit
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
IVENTARISASI HUTAN MENYELURUH BERKALA DALAM PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DI INDONESIA (Studi Kasus di Provinsi Papua)
FINANCIO DOREBAYO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian Tesis: Dr.Ir. Bahruni, MS
Judul Tesis : Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala dalam Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia (Studi Kasus di Provinsi Papua) Nama : Financio Dorebayo NIM : E151120111
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Endang Suhendang, MS Ketua
Dr Ir Muhdin, MSc F Trop Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Tatang Tiryana, S Hut MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal ujian: 9 Juli 2015
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Mulia atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei 2014 ini adalah inventarisasi hutan, dengan judul Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala dalam Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia (Studi Kasus di Provinsi Papua). Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian dalam rangka penulisan Tesis untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Terima kasih kepada Bapak Prof.Dr.Ir. Endang Suhendang, MS dan Bapak Dr.Ir. Muhdin, MSc.F.Trop selaku komisi pembimbing atas bimbingan dan arahannya dalam penulisan karya ilmiah ini. Selanjutnya penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Kementerian Kehutanan cq. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan selaku sponsor dalam proses belajar di kampus IPB. Selain itu, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada manajemen PT. X dan PT. Y yang telah bersedia sebagai objek dalam penelitian, Kepala Balai dan semua staf kantor BPPHP Wilayah XVII Jayapura, semua dosen Pascasarjana Ilmu Pengelolaan Hutan IPB serta teman-teman mahasiswa Pascasarjana IPH angkatan tahun 2012. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu (Alm), istri dan kedua anakku serta seluruh keluarga yang tak henti-hentinya memberikan doa dan semangat. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2015 Financio Dorebayo
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 3 3 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Unit Pengelolaan Hutan Inventarisasi Hutan Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia
4 4 5 8
3 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemecahan Masalah Asumsi Dasar Penelitian Teori yang Mendasari Penelitian Metode Penelitian
14 14 15 15 15
4 HASIL Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kesesuaian dan Ketepatan Data Hasil Pelaksanaan IHMB dengan Pedoman IHMB Kesesuaian Data dalam Pedoman IHMB dengan Kriteria dan Indikator Kelestarian Validitas dan Reliabilitas Pelaksanaan IHMB Pemanfaatan Data IHMB dalam Realisasi Pengelolaan Hutan di Tingkat Unit Pengelolaan Hutan
16 16 19 24 27 29
5 PEMBAHASAN 31 Peranan Data IHMB dalam Pengelolaan Hutan Lestari di Tingkat Unit Pengelolaan Hutan 31 Kesesuaian dan Ketepatan Realisasi Pelaksanaan IHMB dengan Pedoman 33 Peranan Data IHMB dalam Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan di Tingkat Unit Pengelolaan Hutan 34 Peranan Data IHMB dalam Realisasi Pengelolaan Hutan 35 6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
36 36 37
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
38 41 51
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kriteria dan indikator kelestarian menurut ITTO Kriteria dan indikator menurut Kementerian Kehutanan (PHPL) Luas areal hutan PT. X berdasarkan fungsi Luas areal hutan PT. Y berdasarkan fungsi Data yang harus diperoleh berdasarkan pedoman IHMB Sediaan tegakan PT. X Sediaan tegakan PT. Y Tekstur tanah PT. X dan PT. Y Kondisi tapak PT. X dan PT. Y Kondisi tutupan lahan PT. X dan PT. Y Kondisi fisiografis PT. X dan PT. Y Data yang diperlukan untuk menilai kriteria dan indikator Validitas dan reliabilitas pelaksanaan IHMB Rencana dan realisasi produksi kayu Kebutuhan data dan relevansi antara kriteria dan indikator
10 11 17 19 19 20 20 21 22 22 22 25 27 31 32
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka Pemikiran Penelitian 2 Sketsa areal konsesi PT. X 3 Sketsa areal konsesi PT. Y 4 Tim pelaksana IHMB PT. X 5 Tim pelaksana IHMB PT. Y 6 Tahapan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan sistem TPTI
14 17 18 23 23 30
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Peta areal konsesi IUPHHK-HA PT. X Peta tutupan lahan PT. X Peta realisasi plot contoh IHMB PT. X Rekapitulasi sediaan tegakan per kelas diameter PT. X Peta areal konsesi PT. Y Peta tutupan lahan PT. Y Peta realisasi plot contoh IHMB PT. Y Rekapitulasi sediaan tegakan per kelas diameter PT. Y Hasil verifikasi plot dan sediaan tegakan PT. X Hasil verifikasi plot dan sediaan tegakan PT. Y
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU No. 41 Th. 1999 tentang Kehutanan). Kata kunci utama dalam definisi ini adalah dominasi pepohonan. Dominasi pohon dalam luasan yang memadai tersebut diharapkan mampu membuat hutan memerankan beberapa fungsi, antara lain menjaga keseimbangan iklim baik mikro maupun makro, menjaga keseimbangan tata air, memproduksi udara bersih, dan sebagainya yang secara langsung memiliki manfaat penting bagi kehidupan manusia, serta merupakan sandaran utama bagi kelangsungan hidup masyarakat sekitarnya. Dalam pengurusan hutan di Indonesia, hutan dapat berupa hutan tetap dan hutan tidak tetap. Pengurusan hutan tetap ditujukan untuk memperoleh manfaat hutan sesuai fungsi pokok produksi, lindung dan konservasi. Keseluruhan fungsi hutan tetap ini diharapkan akan memiliki peranan dalam menunjang pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Pengelolaan hutan yang baik merupakan suatu keharusan yang wajib dilaksanakan. Pemerintah telah menetapkan kebijakan pengelolaan hutan sebagai acuan bagi para pihak, akan tetapi sampai dengan saat ini praktek pengelolaan hutan di lapangan masih jauh dari yang diharapkan. Penerapan prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan mendapat dukungan dari berbagai pihak. Hal ini, antara lain tercermin dalam kriteria pengelolaan hutan lestari yang telah memasukan aspek ekologi, aspek ekonomi dan aspek sosial. Pengurusan hutan (forest stewardship) merupakan keseluruhan tindakan manajemen terhadap sumber daya hutan yang dilakukan dalam rangka memperoleh totalitas barang, manfaat, jasa dan nilai-nilai yang tersedia dengan tetap mempertahankan kelestariannya untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang (Helms 1998). Tantangan terhadap pengelolaan hutan dengan tujuan untuk menghasilkan kayu kini telah memasuki babak baru, yakni pengelolaan hutan berkelanjutan yang berlandaskan pada kelestarian ekosistem. Kelestarian tersebut dapat direalisasikan dalam kegiatan pengelolaan hutan yang dilakukan dengan memperhatikan dan memperhitungkan faktor fisik, biologis, sediaan tegakan, karakteristik hutan serta fungsi-fungsi ekologis dari hutan, sehingga dalam pelaksanaannya tidak akan mengganggu fungsi utama hutan. Kelestarian hasil dipakai sebagai prinsip dasar dalam pemanenan dan sangat bergantung pada sistem pengaturan hasil yang digunakan (Seydack 1995). Ketersediaan rencana pengelolaan hutan dalam jangka panjang merupakan salah satu syarat utama tercapainya pengelolaan hutan lestari pada unit pengelolaan hutan dengan pengaturan hasil sebagai komponen utamanya (Krisnawati 2001). Untuk hal ini perlu adanya dukungan data yang lengkap dan teliti agar dapat ditentukan rencana dengan tujuan serta target yang tepat. Dengan demikian maka hasil yang diperoleh akan mampu meningkatkan penerimaan daerah dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa mengabaikan aspek-aspek pengelolaan yang lestari.
2 Untuk memperoleh rencana pengaturan hasil hutan yang baik, diperlukan ketersediaan data sumber daya hutan yang lengkap dan akurat. Ketersediaan data tersebut dapat diperoleh dengan pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan. Inventarisasi hutan merupakan rangkaian kegiatan dengan suatu metode tertentu untuk memperoleh data dan informasi tentang sumberdaya hutan, potensi kekayaan alam hutan serta lingkungannya secara lengkap. Melalui kegiatan inventarisasi dapat diperoleh gambaran tentang keadaan hutan yang meliputi keragaman jenis, kondisi tapak, aksesibilitas dan sosial ekonomi masyarakat, sehingga informasi ini diperlukan untuk menentukan alternatif tindakan pengelolaan hutan. Pemerintah telah mewajibkan seluruh unit pengelolaan hutan (UPH) atau pemegang ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam (IUPHHKHA) untuk menyusun rencana kerja usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam (RKUPHHK-HA) sepuluh tahunan yang disusun berdasarkan inventarisasi hutan menyeluruh berkala (IHMB). RKUPHHK-HA disusun berdasarkan pertimbangan aspek-aspek kelestarian hutan, kelestarian usaha serta keseimbangan lingkungan dan pembangunan sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. IHMB adalah kegiatan pengumpulan data dan informasi tentang kondisi sediaan tegakan hutan (timber standing stock), yang dilaksanakan secara berkala 1 kali dalam 10 tahun pada seluruh petak di dalam kawasan hutan produksi setiap wilayah unit pengelolaan/unit manajemen. Dalam pedomannya dijelaskan bahwa IHMB bertujuan untuk mengetahui kondisi sediaan tegakan (timber standing stock), sebagai bahan dasar dalam penyusunan RKUPHHK dan sebagai bahan pemantauan kecenderungan kelestarian sediaan tegakan di areal IUPHHK pada hutan alam maupun hutan tanaman dan atau kesatuan pengelolaan hutan produksi (Kemenhut 2009). Progres pelaksanaan IHMB sampai dengan bulan Desember 2009 tercatat sebanyak 124 unit (40,78%) yang telah melaksanakan dari total 304 unit IUPHHK-HA di Indonesia (Direktorat Bina Usaha Hutan Alam, Kemenhut 2010). Sehubungan dengan hal tersebut, Kemenhut mengeluarkan surat edaran nomor SE.09/VI-BPHA/2010 tentang percepatan pelaksanaan IHMB dan SE.14/VI/BPHA/2010 yang menetapkan batas waktu pelaksanaan IHMB paling lambat tanggal 31 Agustus 2011. Besarnya biaya operasional dalam pelaksanaan IHMB dan keterbatasan jumlah tenaga teknis yang tersedia pada UPH merupakan alasan yang sering dikeluhkan. Selain itu pada saat kewajiban tersebut ditetapkan (bulan Mei 2009) sebagian besar IUPHHK-HA telah beroperasi sesuai RKTUPHHK-HA yang telah ditetapkan pada tahun sebelumnya, sehingga IHMB dilaksanakan pada saat yang sama dengan dengan kegiatan operasional IUPHHKHA yang sedang berjalan. Sampai dengan tahun 2014, IHMB telah dilaksanakan oleh seluruh IUPHHK-HA di Indonesia, serta telah dievaluasi dan diverifikasi oleh tim gabungan dari Kemenhut dan Dinas Kehutanan Provinsi. Namun dalam pedomannya tidak tidak ditetapkan kewajiban pemeliharaan plot contoh IHMB sehingga keberadaan identitas plot contoh berupa patok permanen, batas plot contoh, batas subplot dalam kondisi yang tidak terurus bahkan tidak ditemukan pada saat verifikasi di lapangan. Faktor lain yang juga mempengaruhi pelaksanaan IHMB pada unit pengelolaan hutan menjadi tidak maksimal adalah banyaknya
3 jumlah plot contoh yang harus dibuat berdasarkan luas areal efektif berhutan yang menyita waktu operasionalnya. Perumusan Masalah Realisasi pengelolaan hutan oleh UPH dilaksanakan berdasarkan RKTUPHHK-HA yang merupakan penjabaran dari RKUPHHK-HA yang telah berbasis IHMB. Kenyataan di lapangan bahwa sering terjadi ketidaksesuaian antara rencana yang telah ditetapkan dengan realisasi pelaksanaannya merupakan salah satu faktor penghambat dalam pengelolaan hutan di tingkat UPH. Di samping itu, keengganan UPH mengikutsertakan karyawannya dalam pelatihan teknis kehutanan untuk memenuhi kecukupan tenaga teknis yang berkualifikasi juga merupakan suatu kelemahan. Hal-hal seperti yang tersebut di atas merupakan penghambat dalam proses pencapaian pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL). Berdasarkan latar belakang seperti yang tersebut di atas, terdapat beberapa pertanyaan yang hendak dijawab dalam penelitian ini, yakni: 1. Apakah data yang harus dikumpulkan menurut pedoman IHMB sudah mencakup seluruh data yang diperlukan untuk menyusun rencana pengelolaan hutan berdasarkan prinsip kelestarian hutan sesuai dengan kriteria dan indikator kelestarian yang ditetapkan oleh ITTO dan Kemenhut (PHPL)? 2. Apakah data hasil pelaksanaan IHMB sudah merupakan keseluruhan data yang seharusnya diperoleh sesuai dengan pedoman IHMB? 3. Apakah data hasil pelaksanaan IHMB sudah sesuai dengan data yang diperlukan untuk menyusun RKUPHHK-HA? 4. Apakah data hasil pelaksanaan IHMB dipergunakan dalam kegiatan pengelolaan hutan pada tingkat unit pengelolaan hutan di lapangan? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai kesesuaian dan ketepatan hasil pelaksanaan IHMB untuk menyusun RKUPHHKHA dalam rangka pengelolaan hutan dengan tujuan menghasilkan kayu secara berkelanjutan. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran tentang ketepatan dan kesesuaian data yang seharusnya diperoleh melalui pelaksanaan IHMB berdasarkan pedoman yang ada bilamana dibandingkan dengan data yang diperlukan dalam penyusunan RKUPHHK-HA dalam rangka pengelolaan hutan dengan tujuan menghasilkan kayu secara berkelanjutan. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah menilai kesesuaian dan ketepatan data hasil pelaksanaan IHMB berdasarkan pedoman untuk penyusunan RKUPHHKHA dalam rangka pengelolaan hutan untuk memperoleh hasil kayu secara berkelanjutan.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA Unit Pengelolaan Hutan Pembentukan wilayah pengelolaan hutan merupakan serangkaian proses perencanaan dan atau penyusunan disain kawasan hutan yang didasarkan atas fungsi pokok dan peruntukannya yang bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang efisien dan lestari. Sesuai dengan Undang Undang tentang Kehutanan (1999), pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilaksanakan untuk tingkat provinsi, kabupaten/kota dan unit pengelolaan. Pembentukan wilayah unit pengelolaan hutan tingkat unit pengelolaan dilaksanakan dengan mempertimbangkan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi daerah aliran sungai (DAS), sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat termasuk masyarakat hukum adat dan batas administrasi pemerintahan. Lebih lanjut pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap DAS atau pulau guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi masyarakat setempat sebesar 30% dari luas DAS atau pulau dengan sebaran yang optimal. Dalam perkembangannya pemerintah membentuk wilayah pengelolaan hutan dalam bentuk organisasi kesatuan pengelolaan hutan (KPH). Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007, KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. Seluruh kawasan hutan dibagi sesuai dengan fungsi pokok hutan yakni hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Organisasi KPH tersebut memiliki tugas dan fungsi antara lain: 1) menyelenggarakan pengelolaan hutan yang meliputi: a) tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, b) pemanfaatan hutan, c) penggunaan kawasan hutan, d) rehabilitasi hutan dan reklamasi serta e) perlindungan hutan dan konservasi alam, 2) menjabarkan kebijakan kehutanan nasional, provinsi dan kabupaten/kota untuk diimplementasikan, 3) melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya mulai dari perencanaan pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan serta pengendalian, 4) melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya dan 5) membuka peluang investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan. Kartodihardjo et al. (2011) menyatakan bahwa kegagalan dalam pengelolaan hutan di Indonesia pada umumnya disebabkan oleh ketiadaan atau kelemahan “rumah dan penghuninya” yaitu pengelolaan hutan di tingkat tapak. Ketiadaan atau kelemahan “siapa” yang dari waktu ke waktu mengetahui dan memperhatikan perkembangan sumber daya hutan di lapangan, memelihara dan menjaga hasil-hasil penanaman di lahan kritis, mengetahui batas-batas kawasan yang berubah, mengetahui siapa kelompok masyarakat yang terkait dan memerlukan manfaat sumber daya hutan. Ketiadaan tersebut menjadi penyebab utama kegagalan dalam melaksanakan pengelolaan hutan dan terputusnya informasi antara apa yang sesungguhnya terjadi di lapangan dengan keputusankeputusan yang dibuat baik di tingkat pemerintah kabupaten/kota, provinsi maupun pusat.
5 Menurut Supriadi (1997), implikasi dari konsep kelembagaan pada pengelolaan sumber daya hutan adalah pengendalian terhadap interaksi berbagai kepentingan yang mengatur hak dan kewajiban “apa dan siapa” dalam pemanfaatan sumber daya hutan pada perekonomian suatu wilayah. Pengaturan hak dan kewajiban tersebut akan melibatkan semua pelaku ekonomi yaitu pemerintah, masyarakat dan pihak swasta/pengusaha. Dalam ruang lingkup property right, maka sesuai dengan Undang Undang Kehutanan bahwa hutan adalah milik negara yang dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Penanggungjawab pengelolaan hutan adalah pemerintah yang dapat dilakukan oleh lembaga atau badan hukum (BUMN, swasta, koperasi) dan kelompok masyarakat ataupun perorangan. Demikian pula sesuai dengan ciri batas yuridiksi kelembagaan maka batas bagi masyarakat adat untuk memanfaatkan areal hutan dan hasil hutan dapat dijadikan sebagai cara untuk melestarikan sumber daya hutan (Santosa 2006). Inventarisasi Hutan Ketersediaan data dan informasi yang lengkap tentang sumber daya hutan sangatlah penting. Hal tersebut terbukti dengan keterlibatan organisasi pangan dan pertanian dunia (FAO) sejak awal dalam penentuan dan pelaksanaan program penilaian sumber daya hutan pada semua tingkat, mulai dari penaksiran hutan dunia, regional sampai pada tingkat inventarisasi untuk pengelolaan tingkat tapak. Adanya keinginan dalam rangka sinkronisasi dan penyamaan persepsi terhadap rencana garis besar dan isi pokok dalam kegiatan inventarisasi hutan direalisasikan dalam pertemuan para ahli di bidang kehutanan dari berbagai negara pada tahun 1972 (Simon 1987). Inventarisasi hutan merupakan suatu kegiatan mengumpulkan data dan informasi tentang sumber daya hutan, potensi kekayaan hutan serta lingkungannya secara menyeluruh yang mencakup survei mengenai status dan keadaan fisik hutan, flora dan fauna, sumber daya manusia dan kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan. Menurut Shiver dan Borders (1996), inventarisasi hutan adalah suatu deskripsi tentang kuantitas dan kualitas dari pepohonan dan organisme lainnya yang hidup di dalam hutan serta tentang lahan yang merupakan tapak dari hutan itu sendiri. Sesuai dengan definisi tersebut maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa tujuan dari inventarisasi hutan dapat mencakup estimasi terhadap volume atau nilai dari kayu yang ada di dalam suatu kawasan hutan, jumlah flora dan fauna tertentu termasuk kondisi tapak atau obyek-obyek lain yang menjadi tujuan dari kegiatan survei. Lebih lanjut Husch et al. (2003), mengemukakan bahwa pengukuran atau penaksiran terhadap suatu kawasan hutan sangat berhubungan erat dengan tujuan untuk memperoleh informasi sebanyak mungkin tentang sumber daya yang ada di dalamnya, yang akan dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan, pemanfaatan serta rencana pengelolaannya. Suatu inventarisasi hutan lengkap dipandang dari segi penaksiran kayu, harus berisi deskripsi areal berhutan serta pemiliknya, penaksiran volume pohon-pohon yang masih berdiri dan penaksiran tambah tumbuh dan pengeluaran hasil. Dengan meningkatnya aktivitas pemanfaatan hutan selain untuk penyediaan kayu, misalnya untuk keperluan rekreasi, pengelolaan
6 DAS, pengelolaan satwa liar dan kemungkinan konversi ke tata guna lainnya, maka ruang lingkup inventarisasi hutan haruslah diperluas (Atmosoemarto 1993). Menurut Simon (1987), terdapat beberapa spesifikasi penting untuk tujuan inventarisasi hutan di antaranya: a) batas dan ukuran yang pasti dari areal yang akan diinventarisasi, b) pembagian-pembagian yang dibuat dalam areal yang akan diinventarisasi, c) sifat informasi yang diperlukan, d) penyajian informasi yang diperlukan dan e) ketepatan informasi yang diperlukan. Di Indonesia, inventarisasi hutan merupakan salah satu kegiatan utama dalam perencanaan hutan. Hasil inventarisasi hutan sangat dibutuhkan dalam kegiatan pengukuhan hutan, penatagunaan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan serta dalam rangka perencanaan kehutanan. Sesuai dengan Undang Undang Kehutanan, inventarisasi hutan dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang sumber daya, potensi kekayaan alam hutan, serta lingkungannya secara lengkap yang terdiri atas: 1) inventarisasi hutan tingkat nasional 2) inventarisasi hutan tingkat wilayah 3) inventarisasi hutan tingkat daerah aliran sungai dan 4) inventarisasi hutan tingkat unit pengelolaan. Secara umum inventarisasi hutan bersifat statis dan dinamis. Inventarisasi hutan statis ditujukan untuk memperoleh data yang bersifat sesaat atau potret sumber daya hutan pada saat dilaksanakan inventarisasi tersebut. Sedangkan inventarisasi hutan dinamis dilaksanakan untuk memperoleh informasi tentang sumber daya hutan yang mencakup laju pertumbuhan tegakan secara berkala. ITTO (1992a) menyatakan bahwa tujuan utama dari inventarisasi statis dan dinamis adalah untuk menilai kemungkinan penebangan kayu dan produksi kayu jangka panjang. Informasi yang diperoleh harus menggambarkan secara kuantitatif mengenai jenis-jenis komersil dan jenis-jenis yang tidak komersil, termasuk di dalamnya informasi tentang kelas diameter yang lebih rendah serta anakan yang tersedia pada areal tersebut. Perencanaan kehutanan sebagaimana tersebut di atas merupakan proses penetapan tujuan, penentuan kegiatan dan perangkat yang diperlukan dalam pengurusan hutan lestari untuk memberikan pedoman dan arah guna menjamin tercapainya penyelenggaraan kehutanan yang diharapkan. Ketersediaan data tegakan hutan (standing stock) sebagai hasil dari pelaksanaan inventarisasi hutan merupakan kondisi tegakan hutan yang ada pada saat tertentu dan dinyatakan dalam komposisi jenis, penyebaran ukuran diameter dan ukuran tinggi pohon penyusun tegakan, luas areal, volume tegakan hutan, keadaan permudaan alam atau tumbuhan bawah serta bentang lahannya. Salah satu langkah nyata dalam meningkatkan kualitas hutan adalah tersedianya data tentang pertumbuhan dan hasil dengan pemodelan dinamika struktur tegakan yang disusun dari rangkaian data pertumbuhan dalam petak ukur permanen (Bone 2010). Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 20014, inventarisasi hutan di tingkat unit pengelolaan dilaksanakan oleh pemegang ijin dan dimaksudkan sebagai dasar dalam penyusunan rencana pengelolaan hutan pada unit pengelolaan yang bersangkutan. Rencana pengelolaan hutan sebagaimana tersebut di atas merupakan RKUPHHK-HA yang disusun berdasarkan IHMB yang dilaksanakan secara berkala dalam jangka waktu 10 tahun. Sesuai dengan pedoman IHMB (Kemenhut 2009) plot contoh (sample unit) merupakan suatu petak dengan ukuran tertentu yang dibuat di lapangan yang mana dalam petak tersebut dilakukan pengukuran-pengukuran terhadap dimensi
7 tegakan dan pencatatan informasi yang diperlukan dan penempatannya bersifat semi permanen. Penentuan plot contoh IHMB berbasis petak didasarkan pada kondisi areal efektif berhutan pada areal kerja UPH. Tujuan pembuatan plot contoh IHMB adalah untuk menghitung volume tegakan semua jenis yang terdiri dari tegakan dengan diameter setinggi dada (dbh) sama dengan atau lebih besar dari 10 sentimeter. Plot contoh untuk pengamatan pohon pada hutan alam berbentuk empat persegi panjang (rectangular plot) dengan ukuran minimal 0,25 ha dengan lebar 20 meter dan panjang 125 meter. Di dalam plot contoh tersebut dibuat 4 buah sub-plot yakni, 1) sub-plot pancang berbentuk lingkaran dengan dengan jari-jari 2,82 meter dengan pengamatan terhadap anakan semua jenis dengan tinggi minimal 1.5 meter hingga diameter kurang dari 10 cm, 2) sub-plot tiang berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10 meter x 10 meter dengan pengamatan terhadap semua jenis tegakan dengan diameter 10 cm sampai dengan kurang dari 20 cm, 3) sub-plot pohon kecil berbentuk bujur sangkar yang berukuran 20 meter x 20 meter dengan pengamatan terhadap semua jenis tegakan yang berdiameter 20 cm sampai dengan kurang dari 35 cm dan 4) sub-plot pohon besar berbentuk empat persegi panjang yang berukuran 20 meter x 125 meter dengan pengamatan terhadap semua jenis tegakan dengan diameter 35 cm ke atas. Dalam rangka pengelolaan hutan dan pemanfaatan hasil hutan kayu di hutan produksi, ketersediaan RKUPHHK-HA menjadi mutlak karena dijadikan dasar dalam penyusunan RKTUPHHK-HA. Dalam konteks memperoleh data dan informasi tentang tegakan hutan, inventarisasi tegakan hutan merupakan suatu kegiatan pengumpulan data dan informasi kondisi tegakan yang dilaksanakan dengan metode dan teknik tertentu yang disesuaikan dengan tujuan penggunaan data serta ketersediaan sumber daya pendukung untuk penyelenggaraannya (Jaya et al. 2010). Tujuan penggunaan data dimaksud adalah untuk menentukan jatah produksi tahunan (JPT) atau yang lebih dikenal dengan istilah AAC (Annual Allowable Cut) serta teknik pemanenan tegakan yang dapat diaplikasikan untuk penyusunan rencana pengelolaan hutan mulai dari kegiatan perencanaan sampai dengan pemasaran hasil. Pelaksanaan inventarisasi hutan menghasilkan ketersediaan data dan informasi potensi sumber daya hutan. Ketersediaan data tersebut dijadikan dasar dalam penyusunan rencana pengelolaan oleh unit pengelolaan hutan. Rencana pengelolaan yang telah tersusun merupakan tindakan pengelolaan dan pemanfaatan yang sistematis dengan tujuan, target serta tata waktu pelaksanaannya. Smith (2002) dalam penelitiannya, menggabungkan pelaksanaan inventarisasi hutan dengan monitoring kesehatan hutan untuk menentukan kriteria dan indikator dalam pengelolaan hutan lestari di Amerika Serikat. Manfaat dari data hasil inventarisasi juga digunakan oleh Makela (2011) yang menggunakan data plot contoh inventarisasi hutan nasional dan data citra landsat untuk menganalisis potensi produksi hasil hutan dan tindakan-taindakan pemanfaatan yang mungkin dilakukan pada tingkat hutan milik dalam rangka penetapan kebijakan pengelolaan hutan pada skala regional dan nasional di Findlandia. Untuk mewujudkan hasil pelaksanaan inventarisasi hutan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka ketersediaan sumber daya manusia atau tenaga teknis yang memiliki kompetensi dan kemampuan teknis dalam melaksanakan kegiatan tersebut merupakan salah satu faktor penentu keberhasilannya. Kemenhut telah menetapkan standar dan kualifikasi teknis tenaga teknis di bidang
8 kehutanan. Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 58 Tahun 2008, tenaga teknis pengelolaan hutan produksi lestari (GANISPHPL) adalah petugas perusahaan pemegang izin di bidang pengelolaan dan pemanfaatan hutan produksi lestari yang memiliki kompetensi di bidang pengelolaan hutan produksi sesuai dengan kualifikasinya yang diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Balai atas nama Direktur Jenderal. Berdasarkan pedoman IHMB, tim pelaksana kegiatan IHMB dipersyaratkan telah memiliki kompetensi sebagai tenaga teknis pengelolaan hutan produksi lestari timber cruising (GANISPHPL-TC) atau tenaga teknis pengelolaan hutan produksi lestari perencanaan hutan (GANISPHPL-CANHUT). GANISPHPL-TC merupakan tenaga teknis yang memiliki kompetensi dalam kegiatan IHMB, timber cruising, penyusunan laporan hasil cruising (LHC) petak kerja tebangan tahunan, LHC blok kerja tebangan tahunan serta pengukuran berkala pada petak ukur permanen (PUP). Selanjutnya GANISPHPL-CANHUT adalah tenaga teknis yang memiliki kompetensi dalam kegiatan cruising, penyusunan RKUPHHK-HA atau RKUPHHK-HTI, serta penyusunan usulan RKTUPHHK-HA dan pembuatan peta areal kerja dalam rangka penyiapan pemanfaatan hutan produksi pada hutan alam atau hutan tanaman. Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia Merujuk pada Undang Undang Kehutanan, hutan produksi merupakan kawasan hutan yang memiliki fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Dalam hal ini, hasil hutan yang dimaksud berupa; benda-benda hayati, nonhayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan. Menurut data statistik Kemenhut tahun 2012, Indonesia memiliki hutan produksi seluas 30.180.485,69 juta hektar. Dengan luasan tersebut, sudah sepatutnya pengelolaan dan pemanfaatannya merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan serius dan penuh tanggung jawab. Pengelolaan hutan merupakan suatu kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan dan konservasi alam. Dalam praktiknya, pengelolaan hutan disesuaikan dengan fungsi dari unit pengelolaan hutan itu sendiri. Pengelolaan hutan merupakan praktik penerapan prinsip-prinsip dalam bidang biologi, fisika, kimia, analisis kuantitatif, manajemen ekonomi, sosial dan analisis kebijakan dalam rangkaian kegiatan membangun atau mengeneralisasikan, membina, memanfaatkan, mengkonservasikan hutan untuk memperoleh tujuan atau tujuan-tujuan dan sasaran atau sasaran-sasaran yang telah ditetapkan, dengan tetap mempertahankan produktivitas dan kualitas hutan (Suhendang 2013). Perlu dipahami bahwa hutan merupakan suatu ekosistem secara menyeluruh, sehingga dalam pengelolaannya harus berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan ekosistem yang menuntut pendekatan yang bersifat adaptif, yakni adanya proses penyesuaian ke arah yang lebih cocok dengan lingkungan lokalnya, berdasarkan hasil monitoring dan penelitian yang berlandaskan kepada pemahaman yang mendalam terhadap interaksi ekologis serta proses yang diperlukan untuk mempertahankan keberlanjutan komposisi, struktur dan fungsi ekosistem untuk jangka panjang (Helms 1998). Karakteristik hutan alam pada setiap unit pengelolaan memiliki keragaman yang sangat tinggi, sehingga dalam kegiatan
9 pengelolaannya, unit pengelolaan tersebut berfungsi pula sebagai suatu kesatuan kelestarian hutan yang menuntut adanya penyesuaian terhadap karakteristik sesuai dengan pengelolaan yang bersifat adaptif (Labetubun 2004). Osmaston (1968) menyatakan bahwa terdapat 4 persyaratan hutan normal tidak seumur, yakni: 1) komposisi (jenis) dan struktur hutan harus sesuai dengan keadaan lingkungan atau faktor-faktor yang bersifat lokal, 2) tegakan persediaan harus diatur secara ideal, 3) perlu dibentuk organisasi hutan pada setiap kesatuan pengelolaannya dan 4) perlu dibentuk organisasi pengelolaan hutan dan penyelenggaraan administrasi pengelolaan hutan yang terbaik. Selanjutnya Suhendang (1999), menambahkan 1 persyaratan lagi yakni 5) perlu adanya kejelasan mengenai penyebaran hak dan kewajiban di antara pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan hutan. Unit pengelolaan hutan produksi merupakan kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPHP) atau satuan IUPHHK. Dalam pengelolaan hutan terdapat kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Pengaturan hasil adalah penentuan hasil kayu dan produk lainnya dalam preskripsi rencana pengelolaan, termasuk di mana, kapan dan bagaimana hasil seharusnya dapat diekstraksi (FAO 1998). Seydack (1995) mengemukakan bahwa pengaturan hasil secara lestari dalam arti luas meliputi komponen-komponen ilmiah/teknik dalam pengaturan quota panen, ukuran-ukuran silvikultur dan metode pemanenan, serta masalah penting dalam pengaturan hasil yang perlu dievaluasi adalah nilai ekonomis pembalakan, peningkatan regenerasi serta produktivitas. Selanjutnya sebuah sistem pengaturan hasil yang bertujuan untuk suatu kelestarian harus menetapkan intensitas pemanenan (volume atau jumlah pohon yang dipanen per hektar), interval pemanenan dan besarnya pemanenan (luas maksimum yang dapat dipanen setiap tahunnya). Pengelolaan hutan berada pada keadaan kelestarian hasil apabila besarnya hasil sama dengan pertumbuhannya dan berlangsung secara terus menerus. Dalam hal ini, secara umum dapat dikatakan bahwa jumlah maksimum hasil yang dapat diperoleh dari hutan pada suatu waktu tertentu adalah jumlah kumulatif pertumbuhan sampai dengan waktu tersebut, sedangkan jumlah maksimum hasil yang dikeluarkan secara terus menerus setiap periode sama dengan pertumbuhan dalam periode waktu tersebut (Davis dan Johnson 1987). Pengelolaan dan pemanfaatan hutan saat ini dituntut untuk memperhatikan keseimbangan ekosistem sekitarnya. Hal ini terwujud dengan bergersernya paradigma dalam pengelolaan hutan, yakni dari pengelolaan hutan untuk mencapai kelestarian hasil menjadi pengelolaan hutan untuk kelestarian hasil dengan tetap mempertimbangkan kelestarian ekosistem sekitarnya. Pengelolaan hutan untuk mencapai kelestarian hasil lebih difokuskan kepada tujuan utamanya yakni kelestarian produksi kayu. Sedangkan pengelolaan hutan yang berbasis ekosistem memiliki fokus yang lebih luas dengan pendekatan secara menyeluruh terhadap komposisi tegakan, sturuktur tegakan, fungsi hutan, kondisi tapak serta faktor-faktor ekologisnya yang bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan kemampuan ekosistem dalam penyediaan jasa-jasanya dengan tetap memperhatikan keseimbangannya dengan faktor sosial dan ekonomis (Pheng 2000).
10 Konsep pengelolaan hutan lestari (PHL) merupakan proses pengelolaan lahan hutan permanen untuk mencapai satu atau lebih tujuan-tujuan pengelolaan yang meliputi produksi yang berkesinambungan dari hasil hutan dan atau jasa hutan tanpa banyak menyebabkan penurunan nilai dan produktivitas, serta tidak menimbulkan dampak yang merugikan terhadap lingkungan fisik dan sosialnya (ITTO 1992a). Dalam kerangka PHL, ITTO menetapkan kriteria dan contoh indikator kelestarian dalam pengelolaan hutan untuk tingkat unit pengelolaan hutan (Tabel 1). Sehubungan dengan hal tersebut, Kemenhut juga telah menetapkan standar dan pedoman pengelolaan hutan lestari yang merupakan persyaratan untuk memenuhi pengelolaan hutan lestari yang memuat standar, kriteria, indikator alat penilaian, metode penilaian dan panduan penilaian dalam pelaksanaan penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL) dan verifikasi legalitas kayu (VLK). Selanjutnya untuk pelaksanaan di lapangan ditetapkan standar, pedoman, kriteria dan indikator tersebut dalam peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan (2012). Dalam pedoman tersebut terdapat empat aspek utama dengan masing-masing indikator penilaiannya (Tabel 2) yakni: 1) aspek prasyarat, 2) aspek produksi, 3) aspek ekologi dan 4) aspek sosial. Tabel 1 Kriteria dan indikator kelestarian menurut ITTO Kriteria 1. Keamanan sumber
Contoh Indikator a. Ketersediaan legal dokumen/akta/perjanjian tentang areal hutan atau unit management b. Tersedianya rencana pengelolaan hutan c. Kepastian tentang tata batas areal hutan d. Kejelasan tentang ada atau tidaknya gangguan dan eksploitasi yang dilakukan secara illegal e. Perjanjian/persetujuan masa berlaku konsesi hutan 2. Keberlanjutan produksi a. Tersedianya aturan yang jelas tentang pemanenan kayu b. Terjaminnya produktivitas tanah jangka panjang c. Pelaksanaan inventarisasi sediaan tegakan sebelum penebangan d. Tersedianya data tentang nomor pohon dan atau volume pohon per hektar yang boleh ditebang e. Pemantauan sediaan tegakan setelah penebangan f. Tersedianya laporan areal hutan yang telah ditebang secara berkala 3. Konservasi flora dan a. Terjaganya keseimbangan ekosistem areal konsesi atau fauna unit manajemen b. Tingat kerusakan tegakan yang rendah setelah penebangan 4. Dampak lingkungan a. Tingkat kerusakan tanah yang dapat diterima b. Dampak terhadap luas dan sebaran tepi sungai serta daerah aliran sungai c. Dampak terhadap tingkat kerusakan erosi tanah d. Penanggulangan terhadap badan sungai 5. Manfaat sosial ekonomi a. Tersedianya lapangan pekerjaan b. Manfaat lain yang diterima akibat aktivitas pengelolaan hutan 6. Perencanaan dan a. Sosialisasi dan perundingan dengan masyarakat kesesuaian dalam setempat pelaksanaan b. Penyusunan rencana pengelolaan hutan dalam rangka memperoleh manfaat hutan yang alami Sumber: ITTO 1992b Criteria For The Measurement Of Sustainable Tropical Forest Management.
11 Tabel 2 Kriteria dan indikator menurut Kementerian Kehutanan (PHPL) Kriteria dan indikator 1. Prasyarat 1.1. Kepastian kawasan pemegang izin dan pemegang hak pengelolaan 1.2. Komitmen pemegang izin
1.3. Jumlah dan kecukupan tenaga profesional bidang kehutanan pada seluruh tingkatan untuk mendukung pemanfaatan implementasi penelitian, pendidikan dan latihan 1.4. Kapasitas dan mekanisme untuk perencanaan pelaksanaan pemantauan periodik, evaluasi dan penyajian umpan balik mengenai kemajuan pencapaian (kegiatan) iuphhk–ha/ re/ht/pemegang hak pengelolaan 1.5. Persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan (padiatapa) 2. Produksi 2.1. Penataan areal kerja jangka panjang dalam pengelolaan hutan lestari 2.2. Tingkat pemanenan lestari untuk setiap jenis hasil hutan kayu utama dan nir kayu pada setiap tipe ekosistem 2.3. Pelaksanaan penerapan tahapan sistem silvikultur untuk menjamin regenerasi hutan
2.4. Ketersediaan dan penerapan teknologi ramah lingkungan untuk pemanfaatan 2.5. Realisasi penebangan sesuai dengan rencana kerja penebangan/ pemanenan/ pemanfaatan pada areal kerjanya
2.6. Tingkat tingkat investasi dan reinvestasi yang memadai dan memenuhi kebutuhan dalam pengelolaan hutan, administrasi, penelitian dan pengembangan, serta peningkatan kemampuan SDM
Alat penilaian Ketersediaan dokumen legal & administrasi tata batas, realisasi tata batas, pengakuan para pihak, perubahan fungsi kawasan dan penggunaan kawasan di luar sector kehutanan (jika ada) Keberadaan dokumen visi, misi dan tujuan perusahaan yang sesuai dengan PHL, sosialisasi visi, misi, tujuan dan kesesuaian visi, misi dengan implementasi PHPL Keberadaan tenaga teknis kehutanan pada setiap bidang pengelolaan hutan sesuai ketentuan, peningkatan kompetensi SDM dan ketersediaan dokumen tenaga kerja Kelengkapan unit kerja perusahaan dalam kerangka PHPL, keberadaan sistem informasi manajemen & tenaga pelaksana, internal auditor & efektivitasnya serta tindak koreksi manajemen berbasis hasil monitoring dan evaluasi Persetujuan rencana penebangan, AMDAL, tata batas, CSR dan penetapan kawasan lindung Keberadaan rencana jangka panjang yang telah disetujui, kesesuaian implementasi PAK dengan rencana jangka panjang dan pemeliharaan batas blok dan petak kerja Terdapat data tegakan per tipe ekosistem berbasis hasil inventarisasi, terdapat informasi riap tegakan serta terdapat perhitungan internal berbasis data potensi dan kemampuan pertumbuhan tegakan Ketersediaan SOP semua tahapan kegiatan sistem silvikultur, implementasi SOP, kecukupan potensi tegakan sebelum masak tebang serta kecukupan potensi permudaan Ketersediaan prosedur pemanfaatan hutan ramah Lingkungan, tingkat kerusakan tegakan tinggal, keterbukaan wilayah dan limbah pemanfaatan hutan minimal Keberadaan dokumen RKTUPHHK-HA, RKUPHHK-HA sesuai peraturan, kesesuaian peta kerja dengan RKTUPHHK-HA & RKUPHHK-HA, implementasi peta kerja serta kesesuaian lokasi, luas, jenis dan volume tebang dengan RKTUPHHK-HA Realisasi alokasi dana yang cukup, proporsional, lancar dan modal yang ditanamkan (kembali) ke hutan serta realisasi kegiatan fisik penanaman/ pembinaan hutan
12 Lanjutan Tabel 2 Kriteria dan indikator 3. Ekologi 3.1. Keberadaan, kemantapan dan kondisi kawasan dilindungi pada setiap tipe hutan 3.2. Perlindungan dan pengamanan hutan
3.3. Pengelolaan dan pemantauan dampak terhadap tanah dan air akibat pemanfaatan hutan
3.4. Identifikasi spesies flora dan fauna yang dilindungi dan/ atau langka (endangered), jarang (rare), terancam punah (threatened) dan endemik 3.5. Pengelolaan flora untuk : a. Luasan tertentu dari hutan produksi yang tidak terganggu, dan bagian yang tidak rusak b. Perlindungan terhadap species flora dilindungi dan/ atau jarang, langka dan terancam punah dan endemic. 3.6 Pengelolaan fauna untuk : a. Luasan tertentu dari hutan produksi yang tidak terganggu, dan bagian yang tidak rusak b. Perlindungan terhadap species fauna dilidungi dan/ atau jarang, langka, terancam punah dan endemic 4. Sosial 4.1. Kejelasan deliniasi kawasan operasional perusahaan/ pemegang izin dengan kawasan masyarakat hukum adat dan/atau masyarakat setempat
4.2. Implementasi tanggungjawab sosial perusahaan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
Alat penilaian Luas kawasan lindung (KL), penataan KL, kondisi tutupan KL, pengakuan para pihak terhadap KL dan laporan pengelolaan KL Ketersediaan prosedur perlindungan yang sesuai dengan jenis gangguan, sarana & prasarana perlindungan hutan (PH), SDM PH, serta implementasi perlindungan gangguan hutan Ketersediaan prosedur pengelolaan dan pemantauan dampak terhadap tanah & air, ketersediaan sarana pengelolaan & pemantauan, SDM pengelolaan & pemantauan, rencana & implementasi pengelolaan dampak, rencana & implementasi pemantauan dampak serta dampak terhadap tanah dan air Ketersediaan prosedur identifikasi flora & fauna yang dilindungi serta implementasi kegiatan identifikasi
Ketersediaan prosedur flora yang dilindungi yang mengacu pada peraturan, implementasi kegiatan pengelolaan flora sesuai dengan rencana serta kondisi spesies flora yang dilindungi
Ketersediaan prosedur fauna yang dilindungi yang mengacu pada peraturan, implementasi kegiatan pengelolaan fauna sesuai dengan rencana serta kondisi spesies fauna yang dilindungi - Ketersediaan dokumen pola penguasaan & pemanfaatan SDA/SDH, identifikasi hak-hak dasar masyarakat hukum adat (MHA) - Ketersediaan mekanisme pembuatan batas kaawasan secara partisipatif & penyelesaian konflik batas kawasan - Ketersediaan mekanisme pengakuan hak-hak dasar MHA dalam perencanaan pemanfaatan SDH - Terdapat batas yang memisahkan secara tegas antara areal unit manajemen dengan kawasan masyarakat - Terdapat persetujuan para pihak atas luas batas areal kerja IUPHHK Ketersediaan dokumen tanggung jawab sosial pemegang izin sesuai dengan peraturan
13 Lanjutan Tabel 2 Kriteria dan indikator
Alat penilaian - Ketersediaan mekanisme pemenuhan kewajiban pemegang izin terhadap masyarakat - Sosialisasi mengenai hak & kewajiban pemegang izin terhadap masyarakat dalam rangka pengelolaan SDH - Realisasi pemenuhan tanggung jawab sosial terhadap hak-hak dasar masyarakat/MHA dalam pengelolaan SDH - Ketersediaan dokumen/laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial pemegang izin 4.3. Ketersediaan mekanisme dan - Ketersediaan data & informasi MHA yang implementasi distribusi manfaat yang terllibat/tergantung oleh aktivitas pengelolaan adil antar para pihak SDH - Ketersediaan mekanisme peningkatan peran serta dan aktivitas ekonomi MHA - Implementasi kegiatan peningkatan peran serta & aktivitas ekonomi MHAoleh pemegang izin yang tepat sasaran - Keberadaan dikumen/laporan distribusi manfaat kepada paara pihak 4.4. Keberadaan mekanisme resolusi Tersedianya mekanisme resolusi konflik, peta konflik yang handal konflik, kelembagaan resolusi konflik yang didukung oleh para pihak serta dokumen proses penyelesaian konflik yang pernah terjadi 4.5. Perlindungan, pengembangan dan Adanya hubungan industrial, adanya rencana & peningkatan kesejahteraan tenaga realiasi pengembangan kometensi, dokumen kerja standar jenjang karir serta dokumen tunjangan kesejahteraan karyawan Sumber: Peraturan Dirjen BUK No.8/VI/-BPPHH/2012
Wiebeck dan Peters (1968) yang diacu dalam Simon (1994) menyatakan bahwa perkembangan konsep kelestarian hutan mencakup 3 fase berikut: 1) kelestarian hasil hutan yang lebih menitikberatkan pada produksi hasil hutan kayu, 2) kelestarian potensi hasil hutan dengan memaksimalkan produktivitas kawasan hutan, dan 3) kelestarian sumber daya hutan yang menuntut keseimbangan ekosistem secara alami. Secara teoritis terdapat 3 syarat yang harus dipenuhi dalam mewujudkan pengelolaan hutan lestari yakni: 1) terdapat jaminan kepastian batas kawasan hutan yang tetap dan diakui oleh semua pihak, baik rakyat, lembaga swasta maupan instansi pemerintah, 2) telah dirumuskan sistem perhitungan etat sehingga tidak terjadi kelebihan produksi kayu yang kemudian dapat disusun rencana tebangan tahunan yang konsekuen dan berlandaskan kelestarian, dan 3) telah dirumuskan sistem permudaan yang menjamin permudaan kembali areal bekas tebangan dengan hasil yang baik (Simon 1994). Menurut Kuncahyo (2006), pengelolaan hutan lestari memiliki 3 ciri yakni: 1) adanya kesinambungan produksi dan jasa hutan, 2) kelestarian lingkungan biofisik hutan (tanah, flora, fauna, hidrologi dan iklim) dan 3) kelestarian lingkungan sosial masyarakat (sosial ekonomi dan budaya).
14
3 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemecahan Masalah Pengelolaan hutan alam produksi di Indonesia oleh UPH telah berlangsung dalam kurun waktu ± 30 tahun. Dalam perkembangannya, penerapan sistem silvikultur mulai dari tebang pilih indonesia (TPI) hingga diterapkannya tebang pilih tanam indonesia (TPTI) yang merupakan salah satu cara dalam pengaturan hasil hutan dengan tujuan untuk menghasilkan kayu secara berkelanjutan. Ketersediaan data potensi sumber daya hutan (SDH) sangat besar peranannya dalam penyusunan rencana pengelolaan hutan dengan tujuan menghasilkan kayu secara berkelanjutan. Namun dalam kenyataannya, ketidaksesuaian antara rencana dan realisasi pengelolaan hutan oleh UPH merupakan salah satu faktor penghambat dalam pencapaian pengelolaan hutan produksi lestari yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai landasan dalam pengusahaan hutan produksi. Ketersediaan data potensi SDH yang merupakan hasil dari kegiatan inventarisasi hutan oleh unit pengelolaan hutan belum dimanfaatkan secara maksimal untuk menyusun suatu rencana pengelolaan hutan dengan tujuan seperti yang telah disebut di atas? Berdasarkan hal tersebut berikut disampaikan kerangka pikir dalam penelitian ini (Gambar 1). Hutan Produksi TPTI IUPHHK-HA
RKTUPHHK-HA
ITTO (1992) IHMB
P.8/VI-BPPHH/2012 Realisasi IHMB
Ketersediaan Data
Ketepatan
Pemanfaatan data
Kesesuaian
RKUPHHK-HA
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian
15 Asumsi Dasar Penelitian 1. Wilayah kerja pada setiap unit pengelolaan hutan (IUPHHK-HA) merupakan satu kesatuan pengelolaan hutan yang berfungsi sebagai suatu unit pengelolaan hutan. 2. Kriteria dan indikator kelestarian yang ditetapkan oleh ITTO dan Kemenhut (PHPL) adalah standar baku yang dapat dipergunakan untuk menjadi patokan dalam mengukur pengelolaan hutan dengan prinsip kelestarian hutan. 3. Kriteria dan indikator kelestarian sebagaimana dimaksud pada Butir 2, sudah mampu menjawab persyaratan minimal untuk digunakan sebagai standar dalam mengukur keberhasilan pengelolaan hutan dengan prinsip kelestarian hutan. Teori yang Mendasari Penelitian 1. Keseluruhan kegiatan pengelolaan hutan akan mencapai kelestarian hutan bilamana kriteria dan indikator kelestarian yang ditetapkan ITTO dan Kemenhut (PHPL) bisa tercapai. 2. Untuk mencapai tingkat pengelolaan lestari, maka dalam rencana pengelolaan hutan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek harus ditujukan untuk mencapai kriteria dan indikator kelestarian (ITTO dan PHPL). 3. Untuk memperoleh rencana sebagaimana dimaksud pada Butir 2, diperlukan data yang dapat digunakan untuk menyusun target dan ukuran-ukuran keberhasilan yang ditetapkan melalui kriteria dan indikator kelestarian. Metode Penelitian Lokasi dan waktu penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada 2 unit pengelolaan hutan di Provinsi Papua, masing-masing IUPHHK-HA PT. X di Kabupaten Keerom dan IUPHHKHA PT. Y di Kabupaten Sarmi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2014. Bahan dan alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data-data IUPHHK-HA yang diperoleh selama proses penelitian. Sedangkan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa laptop, kalkulator, printer, global positioning system (GPS), pita diameter, clinometer, hand counter serta kamera digital. Pengumpulan data Penelitian ini dilaksanakan dengan survai dan pengamatan langsung terhadap data-data hasil IHMB, wawancara tidak terstruktur dengan tim pelaksana kegiatan IHMB dan pengumpulan dokumen hasil pelaksanaan IHMB. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari laporan hasil pelaksanaan IHMB, laporan hasil verifikasi IHMB, buku RKUPHHK-HA berbasis IHMB, buku RKTUPHHK-HA berbasis RKUPHHK-HA tahun berjalan, laporan realisasi RKTUPHHK-HA setelah pelaksanaan IHMB, laporan realisasi pelaksanan kegiatan tebang pilih tanam indonesia (TPTI) setelah pelaksanaan IHMB, risalah petak ukur permanen (PUP), standar operasional prosedur (SOP) kegiatan TPTI
16 berbasis RKUPHHK-HA, laporan kondisi sosial ekonomi masyarakat serta datadata hasil observasi lapangan. Teknik pengambilan contoh Pengambilan contoh dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan gambaran tentang ketepatan hasil pelaksanaan kegiatan IHMB serta kesesuaian data yang diperoleh dengan pedoman IHMB. Pengambilan contoh di lapangan menggunakan teknik purposive sampling atau penarikan contoh dengan pertimbangan atau tujuan tertentu. Pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar dalam pengambilan contoh dalam penelitian ini adalah; untuk lokasi penelitian dipilih IUPHHK-HA di Provinsi Papua yang telah melaksanakan IHMB dan hasilnya telah dievaluasi oleh Dinas Kehutanan Provinsi dan Kementerian Kehutanan. Selanjutnya plot contoh IHMB dilaksanakan dengan pertimbangan; stratifikasi tutupan hutan, aksesibilitas, waktu dan biaya. Prosedur analisis data Penelitian ini menggunakan metode pendekatan survei deskriptif yang bertujuan mendeskripsikan keadaan dan kondisi subjek yang akan diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode statistik deskriptif. Menurut Sugiyono (2009), statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum. Langkah-langkah analisis data untuk menilai kesesuaian dan ketepatan data hasil pelaksanaan kegiatan IHMB adalah; a. Menilai kesesuaian dan ketepatan data hasil pelaksanaan IHMB dengan pedoman IHMB. b. Validitas dan reliabilitas pelaksanaan IHMB. c. Menilai kesesuaian data dalam pedoman IHMB dengan kriteria dan indikator kelestarian (PHPL dan ITTO). d. Pemanfaatan data IHMB dalam realisasi pengelolaan hutan di tingkat unit pengelolaan hutan.
4
HASIL
Keadaan Umum Lokasi Penelitian IUPHHK PT. X PT. X memperoleh izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu sesuai dengan keputusan Menteri Kehutanan pada tahun 1997 untuk areal hutan produksi seluas 106.643 ha (Gambar 2). Areal hutan produksi PT. X terletak di kelompok hutan Sungai Arso dan Sungai Keerom dengan koordinat geografis 2°55’-3°26’ lintang selatan dan 140°37’-140°57’ bujur timur pada wilayah administrasi Distrik Waris, Arso dan Senggi Kabupaten Keerom. Kondisi topografi pada areal hutan PT. X bervariasi antara datar sampai dengan sangat curam, dengan batas areal kerja sebagai berikut:
17 Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Timur
: areal PIR PTP II dan areal transmigrasi : Sungai Keerom : PT. Fajar Cenderawasih Raya, kawasan hutan lindung dan hutan negara Sebelah Barat : PT. Risana Indah Forest Industri, PT. Hanurata, kawasan hutan lindung dan hutan negara Berdasarkan penunjukkan kawasan hutan, areal hutan PT. X berdasarkan fungsinya terdiri dari hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), hutan lindung (HL) dan areal penggunaan lain (Tabel 3). Wilayah Kabupaten Keerom memiliki temperatur rata-rata 27,3°C dengan suhu minimum 23,1°C dan maksimum 32,1°C, serta perbedaan musim hujan dan musim kemarau tidak berdampak nyata karena pengaruh tiupan angin. Curah hujan berkisar antara 1.000 – 4.200 mm/tahun, dengan jumlah hari hujan dalam 1 tahun rata-rata berkisar antara 105 – 288 hari dan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Pebruari dan September. Areal PT. X termasuk dalam daerah aliran sungai (DAS) Sunggrum dan DAS Waruta, yang secara umum tidak pernah mengalami periode kekeringan.
Gambar 2 Sketsa areal konsesi PT. X (diperkecil dari peta dengan skala 1:100.000) Sumber: Laporan IHMB PT. X
Tabel 3 Luas areal hutan PT. X berdasarkan fungsi Fungsi hutan Hutan produksi terbatas Hutan pruduksi konversi Hutan lindung Areal penggunaan lain Total Sumber: RKUPHHK-HA PT. X
Luas (ha) 37.555 58.669 3.012 7.047 106.643
18 Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan pada areal kerja PT. X sangat bergantung pada hutan. Terutama karena hampir seluruh wilayah dari ketiga distrik tersebut merupakan kawasan hutan, sehingga aktivitas keseharian masyarakat secara umum akan bersentuhan secara langsung dengan hutan dan kegiatan usaha PT. X. IUPHHK-HA PT. Y PT. Y memperoleh perpanjangan IUPHHK-HA sesuai dengan keputusan Menteri Kehutanan tahun 2006 untuk areal hutan produksi seluas 79.130 ha (Gambar 3). Areal hutan produksi PT. Y terletak pada kelompok hutan Sungai Tor sampai Sungai Bin dengan koordinat geografis 02°00’-02°40’ lintang selatan dan 138°50’-139°50’ bujur timur pada wilayah administrasi Distrik Pantai Timur, Distrik Tor Atas dan Distrik Bonggo Kabupaten Sarmi. Kondisi topografi pada areal hutan PT. Y bervariasi antara datar sampai dengan sangat curam, dengan batas areal kerja sebagai berikut: Sebelah Utara : PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II Sebelah Selatan : HL Pegunungan Karamor, HL Bodem Siduarsi dan PT. Kebun Sari Putra Sebelah Timur : PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II Sebelah Barat : PT. Bina Balantak Utama
Gambar 3 Sketsa areal konsesi PT. Y (diperkecil dari peta dengan skala 1:100.000) Sumber: Laporan IHMB PT. Y
Areal hutan PT. Y berdasarkan fungsinya merupakan hutan produksi (Tabel 4). Sedangkan berdasarkan keadaan hidrologis, areal kerja PT. Y termasuk di dalam DAS Tor, DAS Bier, DAS Kwaritor, DAS Biri, DAS Wiru dan DAS Toarim yang secara umum tidak pernah mengalami periode kekeringan. Selanjutnya keadaan iklim PT. Y tergolong dalam tipe sangat basah, dengan jumlah hari hujan rata-rata 200 hari. Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan pada areal kerja PT. Y dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari sangat bergantung pada hutan dalam aktivitas berkebun dan berburu.
19 Tabel 4 Luas areal hutan PT. Y berdasarkan fungsi Fungsi hutan Hutan produksi Hutan produksi terbatas Total
Luas (ha) 51.064 28.066 79.130
Sumber: RKUPHHK-HA PT. Y
Kesesuaian dan Ketepatan Data Hasil Pelaksanaan IHMB dengan Pedoman IHMB Dalam proses pengelolaan hutan secara utuh dan terintegrasi, kegiatan monitoring terhadap sumber daya hutan harus mencakup keseluruhan aspek. IHMB merupakan bentuk nyata dari kegiatan proses monitoring tersebut, yang wajib dilaksanakan oleh semua IUPHHK baik pada hutan alam (HA) maupun hutan tanaman (HT). Dalam rangka pelaksanaannya, telah diterbitkan pedoman IHMB sebagai acuan bagi semua IUPHHK. Tujuan utama dari penerbitan pedoman tersebut adalah agar menjadi acuan bagi setiap IUPHHK baik pada HA maupun pada HT dalam pelaksanaan IHMB, sehingga dapat menghasilkan data sediaan tegakan sesuai dengan yang diharapkan. Data hasil pelaksanaan IHMB berdasarkan pedoman merupakan data yang seharusnya dihasilkan oleh IUPHHK dalam realisasi pelaksanaan IHMB di lapangan. Data tersebut terdiri dari: pembuatan plot contoh, pendataan sediaan tegakan dan informasi umum (Tabel 5). Berdasarkan ketersediaan data-data tersebut, Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan Provinsi melakukan evaluasi dan verifikasi terhadap laporan hasil pelaksanaan IHMB. Tabel 5 Data yang harus diperoleh berdasarkan pedoman IHMB No 1 1 2 3
Data yang harus diperoleh 2 Luas areal efektif berhutan Pembuatan plot contoh Pendataan sediaan tegakan (tingkat pancang, tiang, pohon kecil dan pohon besar)
4
Informasi umum
Keterangan 3 Sesuai dengan SK IUPHHK-HA Jumlah plot contoh Jenis, diameter, tinggi bebas cabang dan tinggi total, kualitas pohon (kualitas tajuk dan cacat pada batang), kualitas log (kelurusan batang ) No. petak, No. plot contoh, No. regu pelaksana, tanggal pelaksanaan, ketinggian, kemiringan lereng (slope), fisiografi, kondisi tapak, bekas tebangan (≤5 tahun atau >5 tahun), tahun pelaksanaan tebang dan informasi tentang kejadian kebakaran atau kekeringan
Berdasarkan laporan pelaksanaan IHMB PT. X dan PT. Y, data hasil pelaksanaan berupa realisasi pembuatan plot contoh, relasisasi pendataan sediaan tegakan, informasi umum dan alat bantu IHMB (Tabel 6 sampai Tabel 11). Realisasi pelaksanaan PT. X dilakukan oleh 10 regu dengan 10 titik ikat sepanjang 38 jalur selama 50 hari (bulan April s.d. Mei tahun 2011). Sesuai dengan SK IUPHHK-HA, PT. X memiliki areal kerja seluas ±106.643 ha, dengan luas areal
20 efektif berhutan seluas 88.978 ha. Sehingga PT. X wajib membuat plot contoh IHMB sebanyak 1.067 plot. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, dari kewajiban pembuatan 1.067 plot tersebut, hanya terealisasi sebanyak 4 plot (0,37%). Hal tersebut tidak sesuai dengan rencana dan kewajiban pembuatan plot berdasarkan luas areal efektifnya. Dari hasil pelaksanaan tersebut dilakukan verifikasi terhadap 1 titik ikat IHMB yang terletak pada koordinat geografis 140°50’821”BT dan 3°14’005”LS. Selanjutnya dilakukan verifikasi terhadap 2 plot contoh IHMB yakni plot nomor 1026024 yang terletak pada petak JJ26 dengan koordinat geografis 140°50’821”BT dan 3°14’005”LS serta plot nomor 1029027 yang terletak pada petak GG29 dengan koordinat geografis 140°52’433”BT dan 3°12’540”LS. Realisasi pelaksanaan IHMB PT. Y dilaksanakan oleh 5 regu pada 5 blok kerja dan 5 titik ikat yang mencakup 90 jalur dengan jarak antar jalur sepanjang 1 km yang dilaksanakan selama 200 hari (bulan Januari s.d. Juli tahun 2011). Berdasarkan SK IUPHHK-HA PT. Y memiliki areal kerja seluas 79.130 ha dengan areal efektif berhutan seluas 67.137 ha, sehingga kewajiban pembuatan plot contoh IHMB sebanyak 834 plot. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, realisasi pembuatan plot contoh IHMB PT. Y sebanyak 735 plot (88,12%). Sesuai dengan laporan tersebut dilakukan verifikasi terhadap 1 titik ikat IHMB yang terletak pada koordinat geografis 139°18’20,6”BT dan 2°17’45,5”LS. Selanjutnya dilakukan verifikasi terhadap 4 plot contoh IHMB yakni; plot 1031047 yang terletak pada petak 36AN dengan koordinat geografis 139°16’406”BT dan 2°17’994LS, plot 1031048 yang terletak pada jalur 35AN dengan koordinat geografis 139°16’405” dan 2°17’505”LS, plot 1032040 yang terletak pada petak 35AO dengan koordinat geografis 139°16,5’6,1”BT dan 2°17’31,1”LS serta plot 1035049 yang terletak pada petak 34AR dengan koordinat geografis 139°18’572”BT dan 2°17’039”LS. Tabel 6 Sediaan tegakan PT. X Diameter (cm) 10 - < 20 20 - < 30 30 - < 40 40 - < 50 40 up 50 up
Semua kondisi N V (m3) 2.526.239 101.049.52 2.108.191 548.129.27 1.667.849 1.090.601,78 1.393.761 2.215.876,48 2.077.109 5.444.928,86 683.348 3.229.052,38
Dapat diperdagangkan N V (m3) 2.526.239 101.049,52 2.092.617 523.154,16 1.644.850 1.026.879,74 1.390.131 2.114.735,35 2.038.067 5.176.454,11 647.936 3.061.718,76
Sumber: Laporan Pelaksanaan IHMB PT. X
Tabel 7 Sediaan tegakan PT. Y Diameter (cm) 10 - < 20 20 - < 30 30 - < 40 40 up 50 up
Semua kondisi N V (m3) 24.521.014 3.904.429,71 5.278.981 2.438.898,60 3.634.541 3.160.206,45 3.414.170 7.854.309,31 1.584.851 5.091.050,38
Dapat diperdagangkan N V (m3) 23.110.957 3.681.758,59 5.071.620 2.344.439,87 3.465.814 3.007.304,54 2.838.448 6.539.734,96 1.314.016 4.235.135,01
21 Lanjutan Tabel 7 Diameter (cm) 60 up
Semua kondisi N V (m3) 835.207 3.434.061,45
Dapat diperdagangkan N V (m3) 685.209 2.838.083,26
Sumber: Laporan Pelaksanaan IHMB PT. Y
Berdasarkan data potensi sediaan tegakan tersebut, dilakukan verifikasi (pengecekan dan pengambilan sampling tegakan) pada plot contoh IHMB di lapangan, masing-masing 2 plot untuk PT. X dan 4 plot untuk PT. Y (lampiran 9 dan lampiran 10). Sesuai dengan hasil verifikasi lapangan pada PT. X, keberadaan tegakan tingkat pancang tersebar sepanjang jalur IHMB. Komposisi jenis tegakan didominasi oleh kelompok jenis meranti (merbau, mersawa, nyatoh). Pemberian label pada tegakan dilakukan pada tingkat tiang, pohon kecil dan pohon besar. Potensi tegakan per plot berkisar antara 7 m3 sampai dengan 50 m3. Selanjutnya hasil verifikasi pada PT. Y, keberadaan tegakan tingkat pancang tersebar sepanjang jalur IHMB. Komposisi tegakan lebih beragam yakni kelompok rimba campuran (jabon, binuang, ketapang, kelat, kenanga), kelompok meranti (merbau, matoa, mersawa, medang, pulai, resak,) dan terdapat juga kelompok jenis kayu indah (eboni dan linggua). Pelabelan pada tegakan dilakukan pada tingkat tiang, pohon kecil dan pohon besar. Rata-rata potensi tegakan per plot berkisar antara 25 m3 sampai 40 m3. Informasi umum yang juga diwajibkan terdata sesuai pedoman IHMB adalah tekstur tanah (Tabel 8), kondisi tapak (Tabel 9), kondisi tutupan lahan (Tabel 10) serta kondisi fisiografis (Tabel 11). Sesuai laporan hasil pelaksanaan IHMB, PT. X dan PT. Y telah memenuhi kewajiban tersebut dengan menyajikan informasi umum sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam pedoman IHMB. Selain itu informasi tentang nomor petak, nomor plot contoh, regu inventarisasi dan tanggal pelaksanaan tersaji pada label tegakan. Kondisi plot contoh IHMB di lapangan tidak terawat. Hal ini terlihat pada saat verifikasi lapangan pada PT. X dan PT. Y yakni tidak ditemukan keberadaan patok setiap plot contoh. Tabel 8 Tekstur tanah PT. X dan PT. Y No
Tekstur tanah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Pasir Pasir berlempung Lempung berpasir Lempung liat berpasir Liat berpasir Lempung Lempung berliat Liat Lempung berdebu Liat berdebu Debu
PT. X % 87 10 1 2 -
Sumber: Laporan IHMB PT. X dan PT. Y
PT. Y % 1,65 0,7 0,3 3,6 49,1 11 23,3 9,73 -
22 Tabel 9 Kondisi tapak PT. X dan PT. Y No 1. 2. 3. 4.
Tapak Tidak ada Berbatu Rawa Labil Total
PT. X % 100 100
PT. Y % 66.1 22.2 1.4 10.3 100
Sumber: Laporan Pelaksanaan IHMB PT. X dan PT. Y
Tabel 10 Kondisi tutupan lahan PT. X dan PT. Y No
Tutupan Vegetasi
1 2 3 3
Hutan primer Hutan sekunder Hutan rawa Areal non hutan Total
PT. X % 40 57 3 100
PT. Y % 74 24 2 100
Sumber: Laporan Pelaksanaan IHMB PT. X dan PT. Y
Tabel 11 Kondisi fisiografis PT. X dan PT. Y No 1 2 3 4 5 6 7 8
Fisiografis Datar Bergelombang Puncak pegunungan Lereng atas Lereng tengah Lereng bawah Lembah Curam Total
PT. X % 32 64 1 2 1 100
PT. Y % 77.2 20.2 0.5 0.4 1.1 0.5 0.1 100
Sumber: Laporan Pelaksanaan IHMB PT. X dan PT. Y
Komponen lain yang juga terdapat dalam pedoman IHMB yakni penyusunan rencana pelaksanaan IHMB oleh IUPHHK. Sesuai dengan laporan, PT. X dan PT. Y telah menyusun rencana tersebut dan telah dilaporkan hasilnya kepada Dirjen BUK. Namun disadari bahwa proses perencanaan pelaksanaan kegiatan IHMB lebih bersifat administratif sehingga terhadap hasil tersebut tidak dapat dinilai atau diukur melainkan hanya dapat diperiksa bukti kelengkapan sesuai yang dipersyaratkan saja. Selanjutnya dalam realisasi pelaksanaan di lapangan, PT. X dan PT. Y membentuk tim palaksana kegiatan IHMB dengan menunjuk 1 orang ketua tim pelaksana yang telah berkompetensi sebagai GANISPHPL-CANHUT, serta regu pelaksana kegiatan, masing-masing regu beranggota 5 orang (Gambar 4 dan Gambar 5). Sesuai dengan data di lapangan, keterbatasan jumlah tenaga teknis yang ada pada PT. X dan PT. Y sehingga dalam rangka pelaksanaan IHMB tim
23 pelaksana kegiatan terlebih dahulu diberikan pelatihan menyangkut penggunaan peralatan dan teknis pelaksanaan kegiatan IHMB. Dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan IHMB, PT. X dan PT. Y juga membentuk tim yang bertugas untuk mobilisasi dan penyusunan alat bantu IHMB, pengolahan dan analisis data serta melakukan konsultasi dengan tenaga pakar (Kemenhut, Lembaga Pendidikan Tinggi dan APHI).
Direktur Utama
SUPERVISI 1 Tim Pakar IHMB 2 BPH DEPHUT 3 PUSLITBANG Hutan dan Konservasi Alam (Kelompok Peneliti Nilai Hutan) 4 APHI Pusat
Manager Perencanaan
Ketua Tim Tim Pendukung - Mobilisasi - Penyusun alat bantu
R1
R2
-
R3
R4
R5
R6
R7
Tim Pengolah dan Analisis Data GIS
R8
R9
R10
Gambar 4 Tim pelaksana IHMB PT. X Sumber: Laporan IHMB PT. X Direktur Tim Ahli IHMB Ketua Tim Pelaksana
Suplay Logistik
Pengolah Data
Regu 1
Regu 2
Koor. Lapangan
Regu 3
Perpetaan
Regu 4
Gambar 5 Tim pelaksana IHMB PT. Y Sumber: Laporan IHMB PT. Y
Regu 5
24 Kesesuaian Data dalam Pedoman IHMB dengan Kriteria dan Indikator Kelestarian Pengelolaan hutan produksi di Indonesia saat ini disadari belum sesuai dengan cita-cita pembangunan nasional. Hal tersebut dicirikan dengan tidak berimbangnya antara pendapatan di sektor kehutanan dengan laju kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan pengusahaan dan pemanfaatan hutan dan hasil hutan. Dalam merespon situasi tersebut, pemerintah telah menetapkan beberapa kebijakan dalam pengelolaan hutan produksi yang bertujuan untuk mengembalikan pola pengelolaan hutan ke jalur semula yakni pengelolaan yang berlandaskan azas kelestarian. Salah satu kebijakan pemerintah tersebut adalah mewajibkan seluruh pemegang izin usaha pengelolaan dan pemanfaatan hutan untuk melaksanakan kegiatan IHMB yang bertujuan untuk mengetahui potensi sumber daya hutan alam yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan rencana pengelolaan hutan dan pemantauan keberlanjutan sediaan tegakan. Harapan utama dengan diwajibkannya pelaksanaan kegiatan IHMB bagi seluruh pemegang izin baik pada HA maupun HT adalah tersusunnya suatu rencana pengelolaan hutan yang menjamin keseimbangan ekologi yang mampu menopang daya dukung kehidupan manusia serta sumber daya alam serta lingkungannya dalam suatu tatanan ekosistem yang utuh dan berkesinambungan. Pengelolaan hutan haruslah memiliki rencana dan target yang terukur yang didukung oleh kebijakan serta petunjuk teknis pelaksanaan yang jelas sehingga mampu mendukung kelestarian ekologi, ekonomi dan sosial yang berkelanjutan. Pengelolaan hutan saat ini diharapkan dapat dilaksanakan tepat sasaran dengan pendekatan yang sesuai dengan kondisi ekosistem sekitarnya. Pencapaian pengelolaan hutan produksi lestari diperlukan beberapa komponen kegiatan dan komitmen pemerintah yang harus saling mendukung, yang kesemuanya berperan secara penuh pada waktu yang bersamaan. Komitmen pemerintah dalam menetapkan kebijakan terkait pendataan informasi potensi sumber daya hutan harus mampu dilaksanakan dengan tujuan-tujuan yang jelas dan terukur serta hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Di samping itu kejelasan mengenai status kawasan hutan, rencana pengelolaan hutan, penentuan metode dan teknik silvikultur yang akan digunakan, pemanenan, perlindungan hutan, dampak lingkungan, faktor ekonomi, penelitian dan pengembangan termasuk di dalamnya hubungan dengan masyarakat di sekitar hutan merupakan suatu informasi yang tersedia sebelum pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan. Ketersediaan seluruh informasi tersebut diharapkan mampu menjadi pedoman dalam pelaksanaan pengelolaan hutan dengan tujuan utama pencapaian kelestarian hutan (ITTO, 1992a). Pemerintah telah menetapkan standar dan pedoman penilaian kinerja PHPL dan verifikasi legalitas kayu (VLK) sebagai acuan dalam penilaian terhadap hasil pelaksanaan kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan hutan oleh IUPHHK-HA. Penilaian PHPL dilaksankan oleh Lembaga Penilai dan Verifikasi Independen (LP&VI) yang telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Hasil penilaian oleh LP&VI tersebut merupakan wujud nyata dari keseriusan IUPHHKHA dalam rangka pelaksanaan kegiatannya. Dalam standar dan pedoman penilaian kinerja PHPL terdapat 4 kriteria dan 22 indikator yang dijadikan dasar
25 dalam menilai IUPHHK-HA tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan pengelolaan hutan lestari. Berdasarkan kriteria dan indikator kelestarian yang ditetapkan oleh ITTO dan Kemenhut, kebutuhan data dalam rangka penilaian PHPL pada tingkat unit pengelolaan hutan bersumber pada data hasil realisasi pelaksanaan pengelolaan hutan di lapangan (Tabel 12). Ketersediaan data-data tersebut sangat penting peranannya dalam menilai hasil pelaksanaan pengelolaan hutan oleh unit pengelolalaan hutan di lapangan. Selanjutnya hasil penilaian tersebut dapat dijadikan standar untuk mengukur kinerja pengelolaan hutan unit pengelolaan hutan. Tabel 12 Data yang diperlukan untuk menilai kriteria dan indikator kelestarian menurut ITTO dan Kemenhut (PHPL) No 1 1
Kriteria dan Indikator ITTO (1992b) PHPL (Kemenhut, 2009) 2 3 Keamanan sumber: dokumen Prasyarat: kepastian kawasan, areal konsesi, rencana komitmen pemegang izin, pengelolaan hutan, kepastian kecukupan tenaga kerja, kawasan da nada atau tidaknya kapasitas dan mekanisme kegiatan illegal logging perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi serta persetujuan semua pihak
-
2
Keberlanjutan produksi kayu: aturan tentang pemanenan, produktivitas tanah jangka panjang, pelaksanaan ITSP, pemantauan sediaan tegakan setelah penebangan dan laporan areal hutan yang telah ditebang secara berkala
Produksi: PAK, pemanenan lestari kayu dan non kayu, penerapan sistem silvikultur, penerapan teknologi ramah lingkungan, kesesuaian rencana dan realisasi penebangan serta tingkat investasi dan reinvestasi IUPHHK-HA
-
-
-
3
Konservasi flora dan fauna: keseimbangan ekosistem areal konsesi dan tingkat kerusakan tegakan tinggal yang rendah
Ekologi: keberadaan kawasan yang dilindungi, perlindungan dan pengamanan hutan, identifikasi flora dan fauna yang dilindungi (langka, terancam punah dan endemik) serta pengelolaan flora dan fauna
-
-
Data yang diperlukan 4 SK IUPHHK-HA RKUPHHK-HA RKTUPHHK-HA Dokumen tenaga kerja Berita acara tata batas Visi dan misi perusahaan Laporan realisasi RKTUPHHK-HA Sarana dan prasarana pendukung PHPL Dokumen AMDAL Laporan realisasi RKTUPHHK-HA Laporan inventarisasi tegakan tinggal Ketersediaan SOP sistem TPTI per tahapan kegiatan Implementari RIL Laporan manajemen pengelolaan keuangan perusahaan Laporan ITT Laporan identifikasi flora dan fauna Laporan pengelolaan flora dan fauna
26 Lanjutan Tabel 12 No 1 4
Kriteria dan Indikator ITTO (1992b) PHPL (Kemenhut, 2009) 2 3 Dampak lingkungan yang dapat Sosial: deliniasi areal konsesi diterima: tingkat kerusakan IUPHHK-HA, implementasi tanah, dampak terhadap luas tanggung jawab sosial tepi sungai dan DAS, tingkat perusahaan, mekanisme dan kerusakan erosi tanah serta implementasi distribusi manfaat penanggulangan terhadap badan yang adil, mekanisme resolusi sungai konflik serta perlindungan, pengembangan dan peningkatan kesejahteraan tenaga kerja
-
-
-
5
6
Manfaat sosial ekonomi: perekrutan tenaga kerja lokal, manfaat lain yang diterima masyarakat akibat kegiatan pengelolaan hutan oleh perusahaan Perencanaan dan kesesuaian dalam pelaksanaan: Sosialisasi dan perundingan dengan masyarakat serta penyusunan rencana pengelolaan hutan jangka panjang
-
-
Data yang diperlukan 4 Tata batas hutan adat (apabila sudah) Laporan identifikasi keberadaan masyarakat sekitar hutan (masyarakat hukum adat) Laporan CSR SOP resolusi konflik Laporan diklat tenaga teknis Laporan kondisi tapak hutan Laporan debit air sungai, dan kondisi DAS secara berkala Data tenaga kerja lokal (masyarakat sekitar hutan) Laporan CSR
- Laporan sosialisasi pelaksanaan kegiatan kepada masyarakat - RKUPHHK-HA
Berdasarkan hasil penilaian PHPL oleh Lembaga Penilai dan Verifikasi Independen pada tahun 2014, PT. X memperoleh hasil penilaian dengan ketegori “buruk” karena tidak memenuhi beberapa kriteria penilaian dalam aspek prasyarat, produksi. ekologi dan sosial, sedangkan PT. Y memperoleh hasil penilaian dengan kategori “baik”. Beberapa kriteria yang menyebabkan PT. X memperoleh hasil penilaian tersebut di antaranya: kurangnya realiasasi peningkatan kompetensi SDM, tidak tersedia organisasi SPI atau internal auditor, pengukuran riap tegakan pada PUP hanya dilakukan pada sebagian tipe ekosistem yang ada dan belum dianalisis serta tidak ada upaya untuk melakukan analisis terhadap data potensi dan riap tegakan, realisasi kegiatan pembinaan hutan dan penanaman tanah kosong kurang dari 80%, tidak ada dokumen perencanaan pengelolaan dampak terhadap tanah dan air. Hasil tersebut merupakan refleksi bentuk keseriusan pengelolaan dan pemanfaatan hutan oleh UPH dalam kurun waktu 5 tahun. Terhadap hasil penilaian dengan kategori “buruk” PT. X diberikan kesempatan untuk memperbaiki kinerja PHPL yang selanjutnya setelah siap akan
27 dilakukan penilaian kembali. Dalam rangka pencapaian pengelolaan hutan yang lestari dan berkesinambungan, pengelolaan hutan saat ini diharapkan dapat dilakukan secara adaptif, selain itu pengelolaan hutan juga sebisa mungkin dapat dilakukan secara partisipasif, yang mana pengelolaan hutan dilakukan bersamasama dengan masyarakat terutama masyarakat pemilik hak ulayat sehingga tidak terjadi konflik-konflik sosial yang dapat mempengaruhi kinerja unit pengelolaan hutan.
Validitas dan Reliabilitas Pelaksanaan IHMB Data hasil kegiatan IHMB yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan RKUPHHK-HA merupakan data potensi sediaan tegakan hutan mulai dari tingkat tiang, pohon kecil dan pohon besar. Proses pengambilan data tersebut menggunakan alat ukur yang sesuai dengan peruntukan penggunaannya serta tenaga teknis sebagai pelaksana di lapangan. Sesuai dengan pedoman IHMB, untuk mempermudah kegiatan pengukuran tegakan berdiri (standing stock) dapat digunakan alat bantu IHMB yakni kurva tinggi pohon dan tabel volume pohon. Penyusunan alat bantu tersebut diperoleh melalui pemilihan tegakan-tegakan yang digunakan sebagai model serta untuk validasi terhadap model. Data tegakan yang digunakan sebagai contoh dalam penyusunan alat bantu IHMB adalah tinggi bebas cabang (tbc), tinggi total (Ttot), diameter serta jenis yang mewakili kelompok jenis tegakan dan selanjutnya dihitung dengan analisis regresi linier untuk memperoleh persamaan penduga tinggi dan volume pohon. Dalam penelitian ini, validitas dan reliabilitas pelaksanaan IHMB dilakukan dengan cara menilai kesesuaian realiasi pelaksanaan dengan pedoman IHMB dengan indikator alat ukur, tenaga pengukur, realisasi pembuatan plot contoh, pendataan sediaan tegakan dan alat bantu IHMB (Tabel 13). Menurut Azwar (1986) validitas memiliki pengertian sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Reliabilitas atau keterandalan merupakan tingkat konsistensi dari serangkaian kegiatan pengukuran yang dilakukan dalam menghasilkan sebuah data atau tingkat konsistensi suatu alat ukur dalam melakukan fungsinya. Menurut Singarimbun (1982) reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Suatu alat ukur yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya tidak berarti bahwa hasil penelitiannya (data) serta merta menjadi valid dan reliabel. Hal ini masih dipengaruhi oleh kondisi obyek yang diteliti serta kemampuan orang yang menggunakan alat ukur tersebut. Tabel 13 Validitas dan reliabilitas pelaksanaan IHMB No
Indikator
1 1
2 Alat ukur
2
Ketersediaan tenaga teknis
Validitas PT. X PT. Y 3 4 Clino meter, haga meter, meteran Clino meter, haga meter, meteran dan phiband dan phiband Kurang, tercatat pada saat Kurang, tercatat pada saat pelaksanaan IHMB tenaga teknis pelaksanaan IHMB tenaga teknis yang berkualifikasi GANISPHPL yang berkualifikasi GANISPHPL-CANHUT sebanyak 1 orang CANHUT sebanyak 3 orang
28 Lanjutan Tabel 13 No
Indikator
1 3
2 Realisasi pembuatan plot
4
Pendataan sediaan tegakan
5
Alat bantu IHMB Indikator
1 Konsistensi hasil ukur
Keterwakilan areal hutan Sumber data
Validitas PT. X PT. Y 3 4 Tidak sesuai dengan kewajiban Tidak sesuai dengan kewajiban pembuatan plot berdasarkan luas pembuatan plot berdasarkan luas areal efektif berhutan yakni areal efektif berhutan yakni sebanyak 1067 plot dengan sebanyak 834 plot dengan realisasi realisasi sebanyak 4 plot (0,37%) sebanyak 735 plot (88,12%) Pendataan tegakan tingkat Pendataan tegakan tingkat pancang, pancang, tiang pohon kecil dan tiang pohon kecil dan pohon besar pohon besar Kurva tinggi pohon dan Tabel volume lokal
Kurva tinggi pohon dan Tabel volume local Reliabilitas PT. X PT. Y 2 3 Perbedaan diameter pohon hasil Perbedaan diameter pohon hasil verifikasi sebesar ± 1,5-2 cm, riap verifikasi sebesar ± 1,5-2 cm, riap diameter tahunan sebesar ± 0,50- diameter tahunan sebesar ± 0,500,60 cm 0,60 cm Tidak terwakili Terwakili Laporan hasil pelaksanaan IHMB yang telah dievaluasi oleh Dinas Kehutanan Provinsi Papua
Laporan hasil pelaksanaan IHMB yang telah dievaluasi oleh Dinas Kehutanan Provinsi Papua
Sesuai dengan Tabel 13, realisasi pelaksanaan IHMB oleh PT. X dan PT. Y telah menggunakan alat ukur sesuai dengan pedoman, akan tetapi ketersediaan tenaga teknis yang berkualifikasi sangat kurang. Tercatat saat pelaksanaan IHMB (tahun 2011), pada PT. X hanya terdapat 1 orang tenaga teknis yang berkualifikasi GANISPHPL-CANHUT sementara pada PT. Y tersedia 3 orang. Realisasi pembuatan plot contoh IHMB PT. X dan PT. Y tidak sesuai dengan pedoman. Berdasarkan luas areal efektif berhutan PT. X yakni seluas 88.978 ha kewajiban pembuatan plot sebanyak 1.067 namun realisasi di lapangan hanya 4 plot (0,37%). Sedangkan PT. Y dengan luas areal efektif berhutan seluas 67.137 ha, kewajiban plot yang harus dibuat sebanyak 834 realisasi sebanyak 735 plot (88,12%). Pendataan sediaan tegakan dalam pelaksanan IHMB oleh PT. X dan PT. Y telah sesuai dengan pedoman. Pendataan dilaksanakan terhadap tegakan tingkat pancang, tiang, pohon kecil dan pohon besar. Hasil pendataan tersebut dimasukan dalam tabulasi sesuai dengan kelas diameter yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam rangka operasionalnya (Tabel 7 dan Tabel 8). Penyusunan alat bantu dalam pelaksanaan IHMB yakni kurva tinggi dan tabel volume pohon oleh PT. X dan PT. Y telah sesuai dengan pedoman. Penyusunan kurva tinggi pohon (tinggi total dan tinggi bebas cabang) dan tabel volume lokal PT. X untuk kelompok jenis meranti (dipterocarpaceae) dan kelompok jenis rimba campuran (mixwood), masing-masing menggunakan 145 pohon dengan rincian sebanyak 99 pohon sebagai model dan sebanyak 46 pohon untuk validasi model. PT. Y dalam penyusunan kurva tinggi pohon (tinggi total dan tinggi bebas cabang) untuk kelompok jenis meranti (dipterocarpaceae) dan kelompok jenis rimba campuran (mixwood) masing-masing menggunakan 150
29 pohon dengan rincian sebanyak 100 pohon untuk penyusunan model dan sebanyak 50 pohon untuk validasi model. Sementara penyusunan tabel volume lokal untuk kelompok jenis meranti (dipterocarpaceae) dan kelompok jenis rimba campuran (mixwood) masing-masing menggunakan 200 pohon dengan rincian sebanyak 150 pohon untuk penyusunan model dan sebanyak 50 pohon untuk validasi model. Selanjutnya data tegakan tersebut diolah dengan analisis regresi untuk memperoleh persamaan kurva tinggi dan tabel volume. Data hasil pengukuran sediaan tegakan pada PT. X dan PT. Y dengan verifikasi lapangan pada masing-masing 2 plot dan 4 plot contoh relatif konsisten dengan rata-rata pertambahan riap diameter pohon sebesar 1,5-2 cm/pohon untuk kelompok jenis meranti (dipterocarpaceae) dan kelompok jenis rimba campuran (mixwood) sejak tahun pelaksanaan IHMB (2011). Menurut Kuswandi (2014), rata-rata riap tahun berjalan untuk hutan lahan kering di Provinsi Papua sebesar 0,50-0,61 cm/tahun. Keterwakilan areal efektif berhutan dalam pelaksanaan IHMB dinilai berdasarkan realisasi pembuatan plot contoh. Realisasi pembuatan plot contoh PT. X sebanyak 4 plot dari total kewajiban sebanyak 1.067 plot yang menggambarkan tidak terwakilkannya seluruh luas areal efektif berhutan dalam pelaksanaan IHMB. Sedangkan PT. Y dengan realisasi pembuatan plot sebanyak 735 plot dari total kewajiban pembuatan plot sebanyak 834 dapat dikatakan areal efektif hutannya relatif terwakili dalam pelaksanaan IHMB.
Pemanfaatan Data IHMB dalam Realisasi Pengelolaan Hutan di Tingkat Unit Pengelolaan Hutan Pengelolaan hutan produksi oleh UPH di Indonesia dilaksanakan dengan sistem silvikultur yang didasarkan pada sistem pemanenan hutan yang terdiri dari sistem tebang pilih dan tebang habis. Sistem tebang pilih tanam indonesia (TPTI) merupakan rangkaian kegiatan yang telah direncanakan dalam RKTUPHHK-HA sebagai realisasi kegiatan tahunan UPH. Tahapan-tahapan kegiatan sistem silvikultur TPTI dalam RKTUPHHK-HA yang dilaksanakan oleh UPH meliputi: penataan areal kerja (PAK), inventarisasi kegiatan sebelum penebangan (ITSP), penebangan, penanaman, pemeliharaan, pembebasan pohon serta perlindungan dan pengamanan hutan (Gambar 6). Ketersediaan data IHMB merupakan gambaran potensi sediaan tegakan yang berbasis keragaman pada areal efektif hutan UPH. Dalam realisasi pengelolaan hutan oleh unit pengelolalan hutan, kegiatan penebangan dilaksanakan berdasarkan hasil inventariasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dengan intensitas sampling 100% yang telah dilaksanakan 2 tahun sebelumnya (ET-2).
30
Gambar 6 Tahapan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan sistem TPTI Selanjutnya dalam rangka pemantauan trend kelestarian tegakan pada kegiatan IHMB, data yang dihasilkan berupa keberadaan sediaan tingkat pancang, tingkat tiang dan pohon kecil belum dapat digunakan untuk menduga riap volume tegakan. Hal ini disebabkan karena; waktu pelaksanaan IHMB yakni 10 tahun merupakan periode waktu yang sangat panjang, sebagaimana kita ketahui bahwa pada hutan alam perubahan terhadap dimensi tegakan (diameter dan tinggi) dapat terjadi sangat cepat. Faktor-faktor lain seperti dampak penebangan, aktivitas logging serta PWH ikut berpengaruh terhadap pertumbuhan tegakan di hutan. Suhendang dalam penelitiannya pada hutan alam tanah kering untuk jenis Shorea spp (1997) mengemukakan bahwa, lamanya periode pengukuran optimal pada petak ukur permanen (PUP) yang sama dalam rentang waktu yang berbeda untuk penentuan riap pertumbuhan tegakan adalah 2-3 tahun. Sehingga untuk menduga bersarnya riap volume pohon dan pertumbuhan tegakan hutan diperlukan data dimensi tegakan yang akurat dengan periode waktu pengukuran yang sesuai dengan tujuan yang dapat digunakan sebagai sumber data dalam pemantauan kelestarian tegakan hutan. Berdasarkan hasil pelaksanaan IHMB, PT. X memiliki luas tebangan maksimum seluas 28.945 ha/10 tahun atau 2.894 ha/tahun dan besaran volume kayu yang dapat diproduksi sebesar 1.226.446 m3/10 tahun atau 126.544,6 m3/tahun. Sementara PT. Y memiliki luas tebangan maksimum seluas 30.042 ha/10 tahun atau 3.042 ha/tahun dan besaran volume kayu yang dapat diproduksi sebesar 1.456.809 m3/10 tahun atau 145.680,9 m3 /tahun. Pada kenyataannya baik PT. X maupun PT. Y dalam realisasi pelaksanaan RKTUPHHK-HA pada tahun 2012 dan 2013, besaran produksi kayunya tidak mencapai target sesuai dengan data hasil pelaksanaan kegiatan IHMB (Tabel 14).
31 Tabel 14 Rencana dan realisasi produksi kayu Data hasil pelaksanaan IHMB RKUPHHK-HA PT. X PT. Y Produksi per tahun (m3) Produksi per tahun (m3) 126.544,6 145.680,9 Data hasil pelaksanaan ITSP RKTUPHHK-HA Rencana produksi (m3) Rencana produksi (m3) Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2012 Tahun 2013 122.243,91 123.245,67 73.343,76 75.265,86 Realisasi produksi (m3) Realisasi produksi (m3) Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2012 Tahun 2013 13.434,39 12.669,38 23.131,06 40.764,35 Sumber: RKUPHHK-HA, RKTUPHHK-HA dan LHP Tahun 2012 & 2013 PT. X dan PT. Y
5
PEMBAHASAN
Peranan Data IHMB dalam Pengelolaan Hutan Lestari di Tingkat Unit Pengelolaan Hutan Hutan dan sumber daya yang ada di dalamnya adalah bagian dari ekosistem bentang alam yang merupakan suatu kesatuan yang terikat dan saling mempengaruhi. Sehubungan dengan hal tersebut, pengelolaan hutan diharapkan dapat dilaksanakan dengan memperhatikan kesatuan ekosistem dengan prinsip pengelolaan ekosistem secara menyeluruh dan berkelanjutan. Pengelolaan hutan lestari (PHL) merupakan tujuan utama dari pemanfaatan sumber daya hutan di Indonesia yang telah mengakomodir semua prinsip-prinsip pengelolaan hutan yang berbasis ekosistem. PHL dapat tercapai ketika pemanfaatan sumber daya hutan seimbang dengan kemampuan daya dukung, kemampuan regenerasi serta kemampuan bertahan hidup dan potensinya. PHL adalah suatu kegiatan pengurusan dan pemanfaatan hutan dan lahan melalui cara tertentu dan pada tingkat yang dapat mempertahankan keanekaragamannya, produktivitas, kemampuan regenerasi serta kemampuan dalam mempertahankan hidup dan potensinya untuk memenuhi fungsi-fungsi ekologi yang sesuai, ekonomi dan sosial pada masa sekarang dan masa yang akan datang, serta tidak menimbulkan kerusakan bagi ekosistem lainnya (Nieuwehuis 2010). Permasalahan degradasi dan deforestasi hutan telah menjadikan kegiatan pengelolaan hutan alam mendapat perhatian serius dari dunia internasional dan pemerintah Indonesia. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, telah ditetapkan kriteria dan indikator (ITTO dan PHPL) sebagai acuan dalam penilaian pengelolaan hutan pada tingkat unit pengelolaan hutan. Pengelolaan hutan dapat terlaksana apabila data dan informasi tentang sumber daya hutan tersedia secara akurat sebagai dasar dalam penyusunan rencana pengelolaan. Dalam konteks pengelolaan hutan pada tingkat UPH, IHMB berperan dalam penyediaan data potensi sediaan tegakan berdasarkan luas areal efektif berhutan. Pelaksanaan IHMB diharapkan dapat menuntun UPH untuk melaksanakan pengelolaan hutan
32 secara berkelanjutan. Dengan kenyataan tersebut, tingkat kebutuhan data serta relevansi antara kriteria dan indikator (ITTO dan PHPL) dengan komponen kegiatan dalam IHMB (Tabel 15) dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh UPH. Tabel 15 Kebutuhan data dan relevansi antara kriteria dan indikator Kelestarian (ITTO dan PHPL) dengan pelaksanaan IHMB No 1 1
2
3
Relevansi kriteria dan indikator dengan komponen kegiatan IHMB ITTO PHPL IHMB 2 3 4 Kriteria: Aspek: produksi, - Realisasi keamanan sumber, indikator (a) pelaksanaan IHMB indikator (b) penataan areal - realisasi pembuatan tersedianya jangka panjang plot contoh IHMB rencana dalam PHL berbasis petak pengelolaan hutan Kriteria: Aspek: produksi, - Stratifikasi tutupan keberlajutan indikator (b) tingkat hutan produksi kayu, pemanenan lestari - Pembuatan plot indikator (a) untuk setiap jenis contoh tersedianya aturan hasil hutan kayu, - Pendataan sediaan yang jelas tentang (c) pelaksanaan tegakan tingkat pemanenan, (c) penerapan sistem pancang, tiang pelaksanaan ITSP, silvikultur untuk pohon kecil dan (d) tersedianya menjamin pohon besar data nomor pohon regenerasi hutan, - Pemasangan label dan volume pohon (e) realisasi pohon per hektar yang penebangan sesuai boleh ditebang , dengan rencana (e) pemantauan sediaan tegakan setelah penebangan dan (f) tersedianya laporan areal hutan yang telah ditebang secara berkala Kriteria: konservasi flora dan fauna, indikator (b) tingkat kerusakan tegakan yang rendah setelah penebangan
Aspek: ekologi, indikator (c) pengelolaan dan pemantauan dampak terhadap tanah dan air akibat pemanfaatan hutan
Pencatatan informasi umum (ketinggian, kemiringan lereng, kondisi fisiografis dan kondisi tapak)
Kebutuhan data 5 - Ketersediaan data potensi sediaan tegakan - RKUPHHK-HA - RKTUPHHK-HA - Data potensi sediaan tegakan per kelas diameter - Data sediaan tegakan setelah penebangan - Data areal hutan yang telah ditebang
- Kondisi tapak sebelum dan sesudah penebangan - Data sediaan tegakan setelah penebangan - Kondisi DAS sebelum dan sesudah penebangan - Dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan penebangan
33 Lanjutan Tabel 15 Relevansi kriteria dan indikator dengan komponen kegiatan IHMB ITTO PHPL IHMB 2 3 4 Kriteria: Aspek: prasyarat, - Penyusunan rencana perencanaan dan indikator (c) jumlah pelaksanaan IHMB kesesuaian dalam dan kecukupan - Tim pelaksana pelaksanaan, tenaga profesional IHMB indikator (b) bidang kehutanan penyusunan rencana pengelolaan hutan dalam rangka memperoleh manfaat hutan yang alami
Kebutuhan data 5 - RKUPHHK-HA - RKTUPHHK-HA - Ketersediaan tenaga teknis berkualifikasi GANISPHPLCANHUT
Berdasarkan kriteria dan indikator menurut ITTO dan PHPL, tidak semua kriteria dan indikator sesuai dengan komponen-komponen kegiatan IHMB. Selanjutnya ketersediaan data hasil pelaksanan IHMB tidak dapat memenuhi semua kebutuhan data sesuai dengan kriteria dan indikator. Ketersediaan data hasil IHMB pada UPH belum menggambarkan informasi yang menyeluruh tentang ekosistem hutan yang dikelolanya. Dalam realisasi pengelolaan hutan oleh UPH, data dan informasi sediaan tegakan tinggal, kondisi tapak dan kondisi DAS setelah aktivitas penebangan tidak tersedia. Sehingga kebutuhan data dan informasi ekosistem hutan dalam rangka PHL oleh UPH yang akan dijadikan dasar dalam monitoring dan evaluasi tidak tersedia secara lengkap. Pengelolaan hutan seyogyanya dilaksanakan dengan prinsip kelestarian ekosistem secara menyeluruh. Pemanfaatan sumber daya hutan oleh unit pengelolaan hutan masih fokus terhadap kepentingan secara ekonomis tanpa mempertimbangkan kemampuan daya dukung hutan dan keberlanjutannya di masa yang akan datang. Dalam konteks PHL pendugaan potensi sumber daya hutan pada suatu areal hutan harus mampu menyediakan informasi secara berkala dengan fokus terhadap aspek-aspek: sumber daya hutan termasuk lahan hutan dan pertumbuhan tegakan, keseimbangan karbon, kesehatan dan kemampuan bertahan hidup ekosistem hutan, fungsi produktivitas termasuk riap dan tegakan yang siap ditebang, keanekaragaman hayati, fungsi perlindungan serta kondisi dan fungsi sosial ekonomi (Kohl 2004). Kesesuaian dan Ketepatan Realisasi Pelaksanaan IHMB dengan Pedoman Kesesuaian hasil pelaksanaan IHMB dengan pedoman oleh UPH merupakan gambaran realisasi di lapangan yang ditunjukan dengan kesesuaian antara rencana pelaksanaan IHMB dengan realisasi pelaksanaannya, serta realisasi pelaksanaan dengan pedoman. Kesesuaian hasil tersebut harus memenuhi kewajibankewajiban yang harus dilaksanakan oleh UPH berdasarkan pedoman. Kewajibankewajiban tersebut antara lain; pembuatan plot contoh IHMB, pendataan sediaan tegakan serta informasi umum. Realisasi pelaksanaan IHMB oleh UPH (PT. X dan PT. Y) belum sesuai dengan pedoman. Hal tersebut disebabkan oleh faktorfaktor sebagai berikut: 1) besarnya biaya operasional dalam pelaksanaan IHMB,
34 2) kewajiban pembuatan plot IHMB dalam rangka pemantauan sediaan tegakan yang dilaksankan berdasarkan luas areal efektif hutan setiap unit pengelolaan hutan, dalam pelaksanaannya membutuhkan waktu yang lama, 3) terbatasnya jumlah tenaga teknis yang berkualifikasi pada unit pengelolaan hutan. Selain itu, hasil IHMB oleh UPH tidak berpengaruh langsung dalam kegiatan pengelolaan hutan tahunan (RKTUPHHK-HA). Hasil IHMB digunakan sebagai dasar dalam penyusunan RKUPHHK-HA, sementara realisasi kegiatan tahunan UPH merupakan pelaksanaan tahapan sistem silvikultur (ITSP) dengan intensitas sampling 100%. Ketepatan dalam pelaksanaan IHMB akan menghasilkan data dan informasi yang sesuai dengan pedoman. Ketepatan tersebut berhubungan dengan cara dan metode yang digunakan dalam memperoleh data sediaan tegakan. Kemampuan tenaga pengukur dalam pelaksanaan IHMB sangat berpengaruh terhadap data sediaan tegakan yang dihasilkan. Berdasarkan hasil verifikasi lapangan terhadap data sediaan tegakan pada plot contoh IHMB, pengukuran diameter dan tinggi bebas cabang pada lokasi penelitian telah sesuai dengan kondisi riil tegakan di lapangan (jenis, diameter dan tinggi bebas cabang). Hasil verifikasi menunjukan besaran perbedaan diameter sebesar rata-rata 2 cm. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Kuswandi (2014) yang menyatakan bahwa rata-rata riap tahun berjalan pada hutan alam lahan kering di Provinsi Papua sebesar 0,50 cm–0,61 cm per tahun. Pelaksanaan IHMB pada tingkat UPH merupakan suatu kegiatan yang sangat penting. Idealnya IHMB dapat dilaksanakan dalam jangka waktu 5 tahun berdasarkan areal hutan yang akan dikelola selama 5 tahun ke depan dengan intensitas sampling 100%. Sesuai dengan hal tersebut maka tahapan kegiatan PAK dan ITSP dalam sistem silvikultur TPTI tidak perlu dilaksanakan lagi dalam kegiatan pengelolaan hutan tahunan (RKTUPHHK-HA), karena dapat dilaksanakan pada waktu yang bersamaan dengan dengan pelaksanaan IHMB. Selanjutnya, sebagai pengganti kegiatan PAK dan ITSP, realisasi pelaksanaan RKTUPHHK-HA dapat mengakomodir kegiatan inventarisasi tegakan setelah penebangan yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan daya dukung lahan serta dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan pengelolaan hutan. Dengan demikian maka rencana pengelolaan hutan jangka panjang (RKUPHHK-HA) dan jangka pendek (RKTUPHHK-HA) dapat disusun berdasarkan proyeksi riil hasil IHMB dengan pertimbangan kelestarian ekosistem dalam rangka pencapaian tujuan mengashilkan kayu secara berkelanjutan. Peranan Data IHMB dalam Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan di Tingkat Unit Pengelolaan Hutan Rencana pengelolaan hutan merupakan acuan dasar dalam kegiatan pengelolaan hutan yang berisi tujuan, sasaran dan target yang jelas dan terukur, yang didukung dengan strategi dalam pelaksanaannya serta monitoring dan evaluasi terhadap rencana tersebut. Rencana pengelolaan hutan membutuhkan informasi yang detail tentang potensi sumber daya hutan termasuk kondisi ekologi, geografis, sosial serta risiko dan hambatan-hambatan yang akan ditimbulkan. Realisasi pelaksanaan IHMB oleh UPH menghasilkan data potensi sediaan tegakan yang akan dijadikan dasar dalam penyusunan RKUPHHK-HA.
35 Kenyataan di lapangan bahwasannya realiasi kegiatan operasional pada UPH tidak sesuai dengan rencana merupakan sesuatu yang lazim terjadi. Faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah tidak dilaksanakannya monitoring dan evaluasi pada saat pelaksanaan kegiatan operasional berjalan. Bettinger et al. (2009) menyatakan bahwa secara umum rencana operasional dalam suatu kegiatan pengelolaan sumber daya alam terdiri dari beberapa tahapan yakni: 1) identifikasi potensi sumber daya alam, 2) menetapkan tujuan dan objektivitas dalam rangka pengelolaan, 3) evaluasi dampak terhadap alternatif strategi pengelolaan, 4) memilih dan mengaplikasikan alternatif rencana pengelolaan dalam rangka pencapaian objektivitas serta mengurangi dampak terhadap lingkungan dan 5) monitoring terhadap efektivitas dari rencana tersebut. Dalam rangka penglolaan hutan lestari pada tingkat UPH, penyusunan rencana pengelolaan hutan harus mempertimbangkan seluruh ekosistem bentang alam dengan tetap mempertahankan keanekaragaman hayati dan produktivitasnya serta kemampuan regenerasi dalam mempertahankan hidup dan potensinya untuk memenuhi fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial saat ini dan masa yang akan datang. Sehubungan dengan hal tersebut, besarnya biaya operasional pelaksanaannya tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh dalam pelaksanaan IHMB. Hal tersebut dikarenakan tujuan IHMB hanya terbatas pada pemantauan sediaan tegakan hutan dan pemantauan terhadap kecenderungan kelestarian tegakan saja tanpa pemantauan terhadap seluruh komponen pendukung ekosistem dalam suatu areal hutan. Sehingga data dan informasi hasil pelaksanaan IHMB belum cukup untuk dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan rencana pengelolaan hutan dengan tujuan menghasilkan kayu secara berkelanjutan. Ketersediaan data potensi sumber daya hutan merupakan suatu informasi yang penting dan sangat besar manfaatnya terutama dalam pengelolaan hutan. Tidak hanya berperan dalam penyusunan rencana pengelolaan saja, data tersebut dapat dijadikan dasar dalam estimasi pendapatan negara (PSDH dan DR). Selain itu, dengan data tersebut dapat dipetakan keanekaragaman jenis (flora dan fauna), ekologi, sosial serta potensi konflik yang mungkin terjadi. Manfaat lain dari ketersediaan data potensi digunakan oleh Didion et al. (2009) dalam penelitiannya pada hutan dataran tinggi di Switzerland untuk mengkoreksi basal area dan penomoran pohon dalam kelas diameter yang berbeda.
Peranan Data IHMB dalam Realisasi Pengelolaan Hutan di Tingkat Unit Pengelolaan Hutan Potensi sumber daya hutan akan bernilai ketika dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhannya. Dalam kegiatan pemanfaatan tersebut dibutuhkan ketersediaan data dan informasi yang akurat yang dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan rencana pengelolaan. Manfaat dari pelaksanaan IHMB dalam pengelolaan hutan di tingkat UPH adalah ketersediaan data dan informasi sediaan tegakan yang dipergunakan sebagai dasar dalam penyusunan RKUPHHK-HA serta penentuan besaran jatah tebangan tahunan (annual allowable cut). Berdasarkan hasil tersebut, UPH menyusun RKTUPHHK-HA yang merupakan rencana operasional kegiatan tahunan sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan.
36 Realisasi pengelolaan hutan oleh UPH merupakan pelaksanaan dari tahapan kegiatan yang telah disusun dalam RKTUPHHK-HA. Tahapan-tahapan kegiatan dalam RKTUPHHK-HA merupakan penjabaran dari sistem silvikultur TPTI sebagaiamana telah ditetapkan oleh Kemenhut. Menurut Nieuwenhuis (2010), sistem silvikultur merupakan suatu rencana yang mencakup semua bentuk perlakuan terhadap tegakan hutan dalam rangka pencapaian objektivitas struktur tegakan berdasarkan keseluruhan tujuan dalam pengelolaan hutan. Salah satu tahapan kegiatan dalam sistem TPTI yang direalisasikan oleh UPH dalam tahun berjalan adalah penebangan. Dalam kegiatan penebangan data yang digunakan adalah hasil ITSP yang telah dilaksanakan oleh unit pengelolaan hutan 2 tahun sebelumnya pada blok RKTUPHHK-HA. Dengan demikian hasil IHMB menentukan besaran atau batasan jumlah vulome tegakan hutan yang dapat ditebang. Selanjutnya realisasi penebangan dilaksanakan berdasarkan hasil ITSP dengan memperhatikan batasan atau besaran volume tegakan hutan yang telah ditetapkan berdasarkan hasil IHMB. Pelaksanaan IHMB diharapkan dapat menghasilkan data dan informasi potensi sediaan tegakan hutan yang akurat. Data hasil IHMB tersebut dipergunakan untuk memperbaiki dan merubah RKUPHHK-HA pada UPH yang telah disusun sebelumnya. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, realisasi penempatan blok tebang RKTUPHHK-HA diharapkan dapat menggunakan proyeksi riil sediaan tegakan hasil IHMB. Keterbatasan dalam realisasi pelaksanaan IHMB oleh unit pengelolaan hutan diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi Kemenhut dalam rangka penentuan kebijakan pengelolaan hutan ke arah yang lebih baik.
6
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Data dan informasi yang dikumpulkan sesuai dengan pedoman IHMB belum mencakup seluruh data yang diperlukan untuk menyusun rencana pengelolaan hutan berdasarkan prinsip kelestarian hutan sesuai dengan kriteria dan indikator kelestarian yang ditetapkan oleh ITTO dan Kemenhut (PHPL). Penyusunan rencana pengelolaan hutan pada UPH seyogyanya ditujukan untuk pencapaian kelestarian hutan sesuai dengan kriteria dan indikator yang telah ditetapkan oleh ITTO dan PHPL. Pengertian kata “menyeluruh” dalam IHMB hanya bermakna menyeluruh terhadap areal hutan saja, tidak mencakup keseluruhan komponen data dan informasi tentang ekosistem hutan. Dalam rangka penglolaan hutan lestari pada tingkat UPH, penyusunan rencana pengelolaan hutan harus mempertimbangkan seluruh ekosistem bentang alam dengan tetap mempertahankan keanekaragaman hayati dan produktivitasnya serta kemampuan regenerasi dalam mempertahankan hidup dan potensinya untuk memenuhi fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial saat ini dan masa yang akan datang.
37 Realisasi pelaksanaan IHMB oleh UPH belum sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan. Hal tersebut ditunjukan dengan realisasi pembuatan plot contoh IHMB oleh PT. X dan PT. Y yang tidak sesuai dengan kewajiban berdasarkan luas areal efektif berhutan. Faktor utama yang menyebabkan hal tersebut adalah: terbatasnya jumlah tenaga teknis yang berkualifikasi GANISPHPL-CANHUT, dan GANISPHPL-TC pada UPH. Data hasil pelaksanaan IHMB digunakan sebagai dasar dalam penyusunan rencana pengelolaan hutan jangka panjang (RKUPHHK-HA) pada tingkat UPH, sementara realisasi pengelolaan hutan tahunan (RKTUPHHK-HA) dilaksanakan berdasarkan tahapan sistem silvikultur TPTI.
Saran Pelaksanaan IHMB pada tingkat UPH merupakan suatu kegiatan yang sangat penting. Idealnya IHMB dapat dilaksanakan dalam jangka waktu 5 tahun berdasarkan areal hutan yang akan dikelola selama 5 tahun ke depan dengan dengan perolehan data dan informasi yang menyeluruh tentang ekosistem hutan, yang dapat diarahkan untuk pencapaian kriteria dan indikator kelestarian yang ditetapkan oleh ITTO dan Kemenhut (PHPL). Selanjutnya dalam realisasi pelaksanaannya monitoring dan identifikasi dilaksanakan terhadap seluruh komponen yang mendukung ekosistem hutan areal yang akan dikelola tersebut. Rencana pengelolaan hutan jangka panjang (RKUPHHK-HA) dan jangka pendek (RKTUPHHK-HA) dapat disusun berdasarkan proyeksi riil hasil IHMB dengan pertimbangan kelestarian ekosistem dalam rangka pencapaian tujuan menghasilkan kayu secara berkelanjutan. Pelaksanaan IHMB dapat dikombinasikan dengan kegiatan PAK dan ITSP, sehingga dalam penerapan sistem silvikultur TPTI dapat mengakomodir pelaksanaan kegiatan inventarisasi tegakan tinggal (ITT) sebagai bahan evaluasi terhadap dampak kegiatan penebangan serta informasi tentang ketersediaan tegakan tinggal. Penelitian ini hanya mengkaji kesesuaian dan ketepatan pelaksanaan IHMB dengan pedoman IHMB berdasarkan laporan hasil pelaksanaan IHMB oleh UPH. Penelitian ini belum mengkaji lebih dalam mengenai aspek validitas dan reliabilitas data hasil pelaksananaan IHMB serta analisis penyusunan alat bantu IHMB (kurva tinggi dan tabel volume). Oleh karena itu, diperlukan penelitian terhadap terhadap hal-hal tersebut untuk memperoleh hasil yang menyeluruh dalam rangka mengevaluasi hasil pelaksanaan IHMB oleh UPH.
38
DAFTAR PUSTAKA Atmosoemarto M. 1993. Hubungan Antara Volume Tegakan Dengan Peubah Potret Udara Sebagai Alat Inventarisasi Hutan Hujan Tropis [Disertasi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Azwar S. 1986. Reliabilitas dan Validitas: Interpretasi dan Komputasi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta (ID). Bell S. 1998. Forest Design Planning: A Guide to Good Practice. Edinburgh (GB). Forestry Commission. Bettinger P, Boston K, Siry JP, Grebner DL. 2009. Forest Management and Planning.Oxford (GB). Elsevier Inc. Bone I. 2010. Model Dinamika Struktur Tegakan Untuk Pengaturan Hasil Hutan Alam Bekas Tebangan: Kasus HPH PT. Gema Hutan Lestari Pulau Buru Provinsi Maluku [Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Davis LS, Johnson KN. 1987. Forest Management. 3rd Ed. McGraw-Hill Book Company. Inc. New York (US). Didion M. Kupferschmid AD. Lexer MJ. Rammer W. Seidl R. Bugmann H. 2009. Potentials and limitations of using large-scale forest inventory data for evaluating forest succession models. Ecological Modelling. 220:133-147. doi.org/10.1016/j.ecolmodel.2008.09.021 FAO. 1998. Guidelines For The Management Of Tropical Forest. I. The Production Of Wood. Roma (IT). FAO Forestry Paper 135-293p. Helms JA. 1998. The Dictionary Of Forestry. Editor Wallingford: The Society Of American Foresters. Bethesda (US). CABI. Husch B, Beers TW, Kershaw JA. 2003. Forest Mensuration 4th ed. John Wiley & Sons. Inc. New Jersey (US). [ITTO] International Timber Trade Organization. 1992a. Guidline For The Sustainable Forest Management Of Natural Tropical Forest. Yokohama (JP). ITTO Policy Development Series 1. [ITTO] International Timber Trade Organization. 1992b. Criteria For The Measurement Of Sustainable Tropical Forest Management. Yokohama (JP). ITTO Policy Development Series 3. Jaya INS, Samsuri, Lastini T, Purnama ES. 2010. Teknik Inventarisasi Sediaan Ramin Di Hutan Rawa Gambut. Editor. Sutarahardja S. ITTO Cites Project bekerjasama dengan PUSLITBANGHUT dan Konservasi Alam BALITBANGHUT. Bogor (ID). Hlm 1. Kartodihardjo H, Nugroho B, Putro HR. (2011). Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan. Konsep, Peraturan Perundangan dan Implementasi. Jakarta (ID). Debut Wahana Sinergi. Hlm 9. Kementerian Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.33/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) Pada Usaha Pemanfaataan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi. Jakarta (ID). Kohl M. 2004. INVENTORY | Forest Inventory and Monitoring. In: Burley, J (Ed.), Encyclopedia of Forest Sciences. Elsevier, Oxford, pp. 403-409. Krisnawati H. 2001. Pengaturan Hasil Hutan Tidak Seumur Dengan Pendekatan Dinamika Struktur Tegakan [Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
39 Kuncahyo B. 2006. Model Simulasi Pengatuan Hasil Lestari Yang Berbasis Kebutuhan Masyarakat Desa Hutan [Disertasi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Labetubun MS. 2004. Metode Pengaturan Hasil Hutan Tidak Seumur Melalui Pendekatan Model Dinamika Sistem (Kasus Hutan Alam Bekas Tebangan) [Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Makela H. Hirvela H. Nuutinen. T. Karkkainen L. 2011. Estimating forest data for analyses of forest production and utilization possibilities at local level by means of multi-source National Forest Inventory. Forest Ecology and Management. 262:1345-1359.doi:10.1016/j.foreco.2011.06.027 Nieuwenhuis M. 2010. Terminology of Forest Management 2nd Ed. IUFRO Headquarters. Vienna (AT). Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor: P.8/VI-BPPHH/2012 tentang Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu. Jakarta (ID). Pheng C. 2000. Understanding the role of forest simulation models in sustainable forest management. Environmental Impact Assessment Review. 20:481-501. doi: 10.1016/S0195-9255(99)00044-X. Santosa B. 2006. Peran Ekonomi Kehutanan di Provinsi Jawa Tengah. Analisis Pemanfaatan Hutan dan Penanggulangan Kebocoran Pendapatan [Disertasi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Seydack. AHW. 1995. An unconventional approach to timber yield regulation for multi-aged, multispecies forest. I: Fundamental Considerations. For. Ecol.Manag. 77:139-153. Shiver BD, Borders BE. 1996. Sampling Techniques For Forest Resources Inventory. John Wiley & Sons. Inc. New York (US). P 356. Simon H. 1987. Manual Inventore Hutan. Jakarta (ID). UI Pr. Hlm 10-12. Simon H. 1994. Pengaturan Hasil Hutan. Yogyakarta (ID). Bagian Penerbitan Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Singarimbun M. 1982. Metede Penelitian Survai. Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3S). Jakarta (ID). Smith, WB. 2002. Forest inventory and analysis: a national inventory and monitoring program. Environmental Pollution. 116, Supplement 1:S233S242.doi:10.1016/S0269-7491(01)00255-X Stainback SB, Stainback, WC. 1988. Understanding & Conducting Qualitative Research. Council for Exceptional Children. Iowa (US). Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuatitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung (ID). Alfabeta. Suhendang E. 1993. Ukuran Kelestarian Hasil Dalam Pengusahaan Hutan Alam Produksi. Bogor (ID). Suhendang E. (1997). Penentuan Periode Pengukuran Optimal Untuk Petak Ukur Permanen di Hutan Alam Tanah Kering. J Man Hut Trop. III(1): 1-13. Suhendang E. 1999. Pembentukan Hutan Normal Tidak Seumur Sebagai Strategi Pembenahan Hutan Alam Produksi Menuju Pengelolaan Hutan Lestari di Indonesia. Disampaikan dalam Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap dalam ilmu Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor (ID). 29 Mei 1999. Suhendang E. 2013. Pengantar Ilmu Kehutanan Ed ke-2. Bogor (ID). IPB Pr. hlm 140-141.
40 Supriadi D. 1997. Peran Hidrologi Hutan Lindung Dalam Perekonomian Wilayah. Kasus DAS Citarum Hulu Jawa Barat [Disertasi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
41 Lampiran 1 Peta areal konsesi IUPHHK-HA PT. X
Sumber: SK IUPHHK-HA PT. X (diperkecil dari peta dengan skala 1:250.000)
42 Lampiran 2 Peta tutupan lahan PT. X
Sumber: Laporan IHMB PT. X (diperkecil dari peta dengan skala 1:100.000)
43 Lampiran 3 Peta realisasi plot contoh IHMB PT. X
Sumber: Laporan IHMB PT. X (diperkecil dari peta dengan skala 1:100.000)
Sumber: Laporan IHMB PT. X
Lampiran 4 Rekapitulasi sediaan tegakan per kelas diameter PT. X
44
Sumber: SK IUPHHK-HA PT. Y (diperkecil dari peta dengan skala 1:250.000)
Lampiran 5 Peta areal konsesi PT. Y
45
Sumber: Laporan IHMB PT. Y (diperkecil dari peta dengan skala 1:100.000)
Lampiran 6 Peta tutupan lahan PT. Y
46
Sumber: Laporan IHMB PT. Y (diperkecil dari peta dengan skala 1:100.000)
Lampiran 7 Peta realisasi plot contoh IHMB PT. Y
47
No
23,110,957
916,755
14,362,495
7,831,707
N
V
3,681,758.59
151,162.61
2,279,041.78
1,251,554.20
10 20
5,071,620
249,925
2,812,473
V
2,344,439.87
111,303.16
1,310,212.44
922,924.28
20 30
2,009,221
N
Sumber: Laporan IHMB PT. Y
Total
Kel. K. Indah
Kel. R.Campuran
Kel. Meranti
Kelompok Jenis
3,465,814
125,770
1,938,631
1,401,413
N
V
3,007,304.54
112,649.09
1,680,863.55
1,213,791.91
30 40
2,838,448
121,710
1,207,323
1,509,415
N
V
6,539,734.96
247,227.24
2,463,435.40
3,829,072.32
40 cm up
1,314,016
45,401
450,869
V
N
17,986 4,235,135.01 685,209
131,356.87
1,323,110.14 187,891
V
2,838,083.26
72,402.27
743,652.39
2,022,028.59
60 cm up
2,780,668.01 479,332
50 cm up
817,745
N
Jumlah Batang dan Volume Rata-rata per Petak (m3) untuk Setiap Kelas Diameter
Lampiran 8 Rekapitulasi sediaan tegakan per kelas diameter PT. Y
48
49 Lampiran 9 Hasil verifikasi plot dan sediaan tegakan PT. X
tbc
Kualitas
Cacat
Kelurusan
(cm)
(m)
tajuk
batang
batang
No. Petak
95
19.55
sehat
bebas cacat
lurus
JJ26
Nyatoh
89
18.98
sehat
bebas cacat
lurus
JJ26
Merbau
78
17.93
sehat
bebas cacat
lurus
JJ26
bebas cacat
lurus
JJ26
No. Plot
Jenis
1026024
Mersawa
1029027
dbh
Merbau
106
20.57
sehat
Merbau
48
14.93
sehat
bebas cacat
lurus
JJ26
Merbau
47
14.83
sehat
bebas cacat
lurus
JJ26
Kayu Cina
44
14.30
sehat
bebas cacat
lurus
JJ26
bebas cacat
lurus
JJ26
Merbau
47
14.83
sehat
Merbau
45
14.62
sehat
bebas cacat
lurus
JJ26
Merbau
50
15.14
sehat
bebas cacat
lurus
JJ26
Nyatoh
42
14.21
sehat
bebas cacat
lurus
JJ26
bebas cacat
lurus
JJ26
Nyatoh
31
13.05
sehat
Merbau
16
11.53
sehat
bebas cacat
lurus
JJ26
Merbau
18
11.75
sehat
bebas cacat
lurus
JJ26
Nyatoh
20
11.97
sehat
bebas cacat
lurus
JJ26
bebas cacat
lurus
GG29
Merbau
45
14.62
sehat
Merbau
52
15.24
sehat
bebas cacat
bengkok
GG29
Merbau
34
13.47
sehat
bebas cacat
lurus
GG29
Merbau
41
14.21
sehat
bebas cacat
lurus
GG29
bebas cacat
lurus
GG29
Nyatoh
24
12.40
sehat
Merbau
31
13.15
sehat
bebas cacat
lurus
GG29
Merbau
24
12.40
sehat
cacat kecil
lurus
GG29
50 Lampiran 10 Hasil verifikasi plot dan sediaan tegakan PT. Y
No. plot 1031048
1032048
1031047
1035049
jenis
dbh (cm)
tbc (m)
kualitas Tajuk
cacat Batang
kelurusan Batang
No. petak 35 AN
Jabon
19
10.2
sehat
cacat kecil
lurus
Benuang
`14
8.9
sehat
bebas cacat
lurus
Ketapang
20
10.4
sehat
bebas cacat
lurus
Semang
27
11.9
sehat
bebas cacat
lurus
Semang
25
11.3
sehat
bebas cacat
lurus
Kelat
59
15.9
sehat
cacat kecil
lurus
Mersawa
43
14.1
sehat
cacat kecil
lurus
Matoa
55
15.5
sehat
bebas cacat
lurus
Matoa
43
14.1
sehat
bebas cacat
lurus
Mersawa
53
15.3
sehat
bebas cacat
lurus
Mersawa
65
16.7
sehat
cacat kecil
lurus
Matoa
42
14.0
sehat
bebas cacat
lurus
Mersawa
73
17.3
sehat
bebas cacat
lurus
Medang
53
15.3
sehat
bebas cacat
lurus
Ketapang
44
14.2
sehat
bebas cacat
lurus
Mersawa
57
15.9
sehat
bebas cacat
lurus
Kayu Malas
24
11.2
sehat
bebas cacat
melengkung
Eboni
336
13.1
sehat
bebas cacat
lurus
Semang
25
11.1
sehat
bebas cacat
lurus
Jabon
50
14.9
sehat
bebas cacat
lurus
Jabon
37
13.3
sehat
bebas cacat
lurus
Ketapang
44
14.2
sehat
bebas cacat
lurus
Jabon
42
14.0
sehat
cacat kecil
lurus
Ketapang
78
17.8
sehat
bebas cacat
lurus
Matoa
47
14.6
sehat
bebas cacat
lurus
Kayu Malas
56
15.6
sehat
cacat kecil
lurus
Pulai
77
17.6
sehat
cacat kecil
lurus
Linggua
61
16.2
sehat
cacat kecil
lurus
Matoa
47
14.6
sehat
bebas cacat
lurus
Merbau
47
13.3
sehat
bebas cacat
lurus
Pala Hutan
24
11.2
sehat
bebas cacat
melengkung
Matoa
36
13.2
sehat
bebas cacat
melengkung
Mersawa
43
14.1
sehat
bebas cacat
lurus
Bipa
47
14.6
sehat
bebas cacat
lurus
Matoa
55
15.6
sehat
bebas cacat
lurus
Mersawa
58
15.8
sehat
bebas cacat
lurus
Nyatoh
61
16.1
sehat
bebas cacat
lurus
Kenanga
50
14.9
sehat
bebas cacat
lurus
Surian
46
14.5
sehat
bebas cacat
lurus
Ketapang
68
17.0
sehat
bebas cacat
lurus
Labu
83
18.2
sehat
bebas cacat
lurus
Ketapang
47
14.7
sehat
bebas cacat
lurus
Kelat
44
14.2
sehat
bebas cacat
lurus
Nyatoh
43
14.1
sehat
bebas cacat
lurus
Resak
14
8.8
sehat
bebas cacat
lurus
Bipa
27
11.7
sehat
bebas cacat
lurus
Jambu Hutan
28
12.0
sehat
bebas cacat
lurus
Jambu Hutan
36
13.0
sehat
bebas cacat
lurus
Matoa
39
13.5
sehat
bebas cacat
lurus
Terentang
83
18.2
sehat
bebas cacat
lurus
Matoa
58
15.8
sehat
bebas cacat
lurus
Kundur
54
15.4
sehat
bebas cacat
lurus
Labu
83
18.2
sehat
bebas cacat
lurus
Benuas
68
16.8
sehat
bebas cacat
melengkung
35 AO
36 AN
34 AR
51
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Adonara Timur pada tanggal 19 Maret 1980 sebagai putra kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Johanes Umurera dan Ibu Petronela Peni Beda (Alm). Pendidikan dasar ditempuh di SDN XI Kota Baru, Kabupaten Baucau, Timor-Timur selesai pada tahun 1992, dilanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Katolik Paulis VI Dili, Timor-Timur selesai pada tahun 1995 dan pendidikan menengah atas di Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA) Unjung Pandang selesai pada tahun 1998. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan Strata 1 pada Stiper St. Thomas Aquinas Jayapura Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian selesai tahun 2007. Selanjutnya pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan Strata 2 Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai Karyasiswa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Penulis bekerja pada pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan rincian tugas: Kantor Wilayah Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Timor-Timur (tahun 1999), Kantor Wilayah Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua (tahun 2000-2001), Loka Eksploitasi Hutan dan Pengujian Hasil Hutan (LEHPHH) Wilayah IV di Kabupaten Manokwari (tahun 2001-2003) dan Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi (BPPHP) Wilayah XVII di Jayapura sejak tahun 2003 hingga saat ini. Untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan tesis dengan judul Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala dalam Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia (Studi Kasus di Provinsi Papua) di bawah bimbingan Prof. Dr.Ir. Endang Suhendang, MS dan Dr.Ir. Muhdin, MSc.F.Trop.