INTERPRETASI LAFAL FONEM PENDERITA BIBIR SUMBING
SKRIPSI
OLEH: FERSIMAYENI 040701030
DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Fersima Yeni : Interpretasi Lafal Fonem Penderita Bibir Sumbing, 2008 USU Repository © 2008
INTERPRETASI LAFAL FONEM PENDERITA BIBIR SUMBING Oleh FERSIMAYENI NIM 040701030 Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana sastra dan telah disetujui oleh
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dra. Mascahaya, M.Hum.
Drs. Amhar Kudadiri
NIP 131570491
NIP 131571758
Departemen Sastra Indonesia Ketua,
Dra. Nurhayati Harahap NIP 131676481
Fersima Yeni : Interpretasi Lafal Fonem Penderita Bibir Sumbing, 2008 USU Repository © 2008
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.
Medan, November 2008 Fersimayeni
i
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kendala apa saja yang terjadi dalam menginterpretasikan lafal fonem penderita bibir sumbing berat (PBSB). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan, metode cakap, dan metode simak. Landasan teori yang digunakan adalah teori yang dikemukakan oleh Abdul Chaer dan Verhaar. Abdul Chaer mengemukakan pengertian fonem sebagai satuan bunyi terkecil pembeda makna. Chaer juga membedakan konsonan berdasarkan tempat artikulasi dan cara artikulasinya. Berdasarkan tempat artikulasi, konsonan dibedakan atas bilabial, labiodental, laminoalveolar, dan dorsovelar. Berdasarkan cara artikulasinya, konsonan dibedakan menjadi konsonan hambat, geseran, paduan, sengauan, getaran, sampingan, dan hampiran. Verhaar mengemukakan teori fonetik artikulatoris yang digunakan peneliti sebagai ukuran dalam melihat kerusakan artikulator yang diderita oleh PBSB (kendala artikulatoris). Kendala artikulatoris yang terjadi pada PBSB adalah bibir atas, rongga hidung, langit-langit, dan gigi. Fonem segmental yang terkendala pada PBSB yaitu semua vokal a, i, u, e, é o, dan konsonan b, c, d, f, g, j, k, p, r, s, t, z, Š, dan x.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa yang disajikan dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak yang sifatnya membangun. Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1.
Bapak Drs. Syaifuddin, M.A.,Ph.D, sebagai Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
2.
Bapak Drs. Aminullah, M.A.,Ph.D, sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
3.
Bapak Drs. Samsul Tarigan, sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
4.
Bapak Drs. Parlaungan Ritonga, M.Hum., sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
5.
Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum., sebagai Ketua Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dan pengarahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.
6.
Ibu Dra. Mascahaya, M.Hum., sebagai Sekretaris Departemen Sastra Indonesia sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan memberikan bimbingan serta petunjuk yang sangat berguna untuk menyelesaikan skripsi.
7.
Bapak Drs. Amhar Kudadiri, sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk yang sangat berguna untuk menyelesaikan skripsi.
iii
8.
Ibu Dra. Gustianingsih, M.Hum., sebagai Dosen Wali penulis dan seluruh staf pengajar yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama mengikuti perkuliahan di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Unversitas Sumatera Utara.
9.
Kak Fitri yang telah membantu penulis dalam hal administrasi dan memberikan informasi yang bermanfaat lainnya di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
10. Ayahanda Hasbi Tuginik dan Ibunda Harmianis, A. MA. PD tercinta, yang telah memberikan kasih sayang dan kepercayaannya selama ini. Kak Ija, Kak Is, dan Adik Ovri yang telah mendukung penulis. 11. Boy Sandi atas dukungan, bantuan, do’a, dan kebersamaannya sejak Agustus 2007. 12. Dian dan teman-teman stambuk 2004 lainnya atas persahabatan yang seru dan mengesankan, serta dukungannya selama ini. Semoga kita semua sukses! 13. Penghuni kost Jln. Gedung Arca, Gang Sehat No.99, khususnya Bella, untuk dukungan dan masukan yang sangat bermanfaat, baik moril maupun materil. Semoga persahabatan kita abadi. 14. Keluarga di Jl. Utama Ismailiyah dan Gg. Keluarga Medan Area, terimakasih atas kasih sayang dan dukungan yang telah diberikan selama peneliti menyusun skripsi. 15. Bang Ari, abang angkat yang baik dan banyak memberi dukungan selama penulis menyelesaikan skripsi. 16. Seluruh alumni dan senior, bang Okta, bang Fahri, bang Yudi, bang Tian dan bang David. Alumni-alumni yang baik, tidak akan pernah terlupakan. 17. Seluruh junior stambuk 2005, 2006, 2007, dan 2008 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
iv
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya keluarga besar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
Medan, November 2008
Penulis
v
DAFTAR TANDA DAN SINGKATAN
/
/
: digunakan untuk menunjukkan tanda fonemis.
[
]
: digunakan untuk menunjukkan tanda fonetis.
PBSB
: Penderita Bibir Sumbing Berat.
ŋ
: digunakan untuk lambang bunyi ujaran huruf /ng/.
ɳ
: digunakan untuk lambang bunyi ujaran huruf /ny/.
ʔ
: lambang bunyi ujaran glotal stop.
˜
: digunakan untuk lambang vokal nasal, ditulis di atas vokal.
vi
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Alat ucap pada manusia .......................................................17 Gambar 2. Kerusakan bibir atas pada PBSB .........................................18 Gambar 3. Kerusakan langit-langit pada PBSB.....................................19 Gambar 4. Gigi pada PBSB ...................................................................20
vii
DAFTAR ISI PERNYATAAN ................................................................................................................ ABSTRAK......................................................................................................................... KATA PENGANTAR ....................................................................................................... DAFTAR TANDA DAN SINGKATAN........................................................................... DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... DAFTAR ISI...................................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................
1.1
Latar Belakang dan Masalah.......................................................................... 1.1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1.1.2 Masalah .............................................................................................. 1.2 Batasan Masalah ............................................................................................ 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................................... 1.3.1 Tujuan Penelitian ............................................................................... 1.3.2 Manfaat Penelitian ............................................................................. 1.4 Metode dan Teknik Penelitian .......................................................................... 1.4.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data............................................. 1.4.2 Metode dan Teknik Pengkajian Data................................................. 1.5 Landasan Teori.................................................................................................. 1.5.1 Fonologi ............................................................................................ 1.5.2 Fonem ................................................................................................ 1.5.3 Fonetik Artikulatoris..........................................................................
i ii iii vi vii viii
1 1 1 8 8 9 9 9 9 9 11 13 13 13 16
BAB II INTERPRETASI LAFAL FONEM PENDERITA BIBIR SUMBING................
17
2.1 Kendala Artikulatoris pada PBSB ................................................................... 2.1.1 Bibir Atas (Upper Lip) ...................................................................... 2.1.2 Rongga Hidung (Nasal Cavity) ......................................................... 2.1.3 Langit-langit (Palate) ........................................................................ 2..1.4 Gigi (Teeth)........................................................................................ 2.2 Bunyi-bunyi Bahasa pada PBSB ...................................................................... 2.2.1 Vokal ................................................................................................. 2.2.2 Konsonan ........................................................................................... 2.3 Pemisahan Suku Kata PBSB............................................................................. 2.4 Interpretasi Lafal Fonem pada PBSB terhadap Bunyi yang Homorgan ........... 2.4.1 Bilabial............................................................................................... 2.4.2 Laminopalatal .................................................................................... 2.4.3 Laminoalveolar .................................................................................. 2.4.4 Dorsovelar .........................................................................................
17 17 18 18 19 19 19 23 34 38 38 41 43 48
BAB III SIMPULAN DAN SARAN.................................................................................
50
3.1 Simpulan ........................................................................................................... 3.2 Saran .................................................................................................................
50 54
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Bahasa pada dasarnya adalah suatu sistem lambang yang dipakai oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa merupakan salah satu ciri khas manusia yang membedakannya dengan binatang. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem yang bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis artinya bahasa itu tersusun menurut suatu pola, tidak tersusun secara acak dan sembarangan. Sistemis adalah bahwa bahasa itu bukan suatu sistem tunggal, melainkan terdiri dari beberapa subsistem, yaitu subsistem morfologi, subsistem sintaksis, subsistem semantik, dan subsistem fonologi. Morfologi membicarakan seluk-beluk morfem, bagaimana cara menentukan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan, dan bagaimana morfem-morfem itu berproses menjadi kata. Sintaksis membicarakan kata dalam hubungannya dengan kata lain, atau unsur-unsur lain sebagai suatu satuan ujaran. Semantik membicarakan makna atau arti. Fonologi mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtunan bunyi-bunyi bahasa (Chaer, 1994: 4). Pengetahuan tentang bunyi merupakan suatu prasyarat untuk dapat mempelajari dan memahami seluk-beluk bahasa dengan baik. Ilmu yang mempelajari seluk-beluk bunyi-bunyi bahasa itu disebut fonologi (Lapoliwa, 1988:3). Penelitian fonologi merupakan suatu penelitian yang mendasar untuk mengetahui struktur suatu bahasa. Penelitian fonologi membicarakan aspek fonem dan aspek bunyi suatu bahasa. Untuk menentukan status bunyi bahasa sebagai sebuah fonem atau bukan diperlukan suatu penelitian yang melibatkan berbagai teori fonologi.
1
Bila berbicara mengenai fonologi maka ada dua bagian besar yang akan dibahas yaitu masalah fonemik dan fonetik. Fonemik dan fonetik tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Fonetik adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Fonetik ada tiga jenis: (a) artikulatoris, (b) akustik, (c) auditoris. Fonetik artikulatoris, disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi itu diklasifikasikan. Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam, bunyi-bunyi itu diselidiki frekuensi getarannya, amplitudonya, intensitasnya, dan timbrenya. Fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita (Chaer, 1994: 4). Dari ketiga jenis fonetik di atas, yang paling berkaitan dengan penelitian ini adalah fonetik artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah bagaimana bunyibunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan oleh manusia. Di sini, fonetik dianggap berbeda dengan fonemik. Fonetik menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut perbedaan di antaranya tanpa memperhatikan segi ”fungsional” dari perbedaan tersebut, sedangkan fonemik menyelidiki bunyi bahasa hanya menurut segi fungsionalnya. Sebagai contoh perbedaan fungsional antara bunyi-bunyi ambillah /r/ dan /l/ dalam bahasa Indonesia. Kedua bunyi itu disebut fonem. Fonem adalah satuan bunyi terkecil pembeda makna (Chaer, 2006:9). Seperti dengan mudah dapat kita
buktikan dengan
pasangan rupa dan lupa. Dalam setiap bahasa fonem ini dibedakan atas dua, yakni fonem segmental dan fonem suprasegmental. Fonem segmental adalah segmen bunyi yang dipersepsi oleh penutur asli suatu bahasa sebagai segmen yang berbeda dan membedakan makna. Fonem segmental dibedakan lagi atas dua bagian yaitu vokal dan konsonan. Perbedaan antara vokal dan
2
konsonan hanya terletak pada ada tidaknya halangan ketika bunyi-bunyi itu diucapkan. Bunyi bahasa yang dihasilkan dengan getaran pita suara tanpa adanya penyempitan dalam saluran suara di atas glotis disebut dengan vokal. Contohnya: a, i, u, e, o. Konsonan adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan menghambat aliran udara pada salah satu tempat di saluran udara. Contohnya: b, c, d, f, dst. (Yusuf, 1998 : 18 – 179). Fonem yang berupa unsur suprasegmental disebut fonem suprasegmental atau fonem nonsegmental. Pada tingkat fonemik, ciri-ciri prosodi seperti tekanan, durasi, dan nada bersifat fungsional atau dapat membedakan makna (Chaer, 1994: 129). Manusia yang normal alat ucapnya tentu dapat menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dengan baik, sedangkan orang yang tidak normal alat ucapnya tidak dapat berfungsi layaknya orang normal, dalam hal ini melafalkan fonem-fonem yang dapat membedakan makna. Gejala ini salah satunya terlihat pada penderita bibir sumbing. Bibir sumbing (labioschizis) biasanya timbul sebagai cacat bawaan sejak lahir. Kelainan ini terjadi akibat gangguan dalam proses penyatuan bibir atas pada masa embrio awal. Bibir sumbing yang ringan hanya tampak sebagai celah kecil di atas bibir atas dan tidak terlihat jelas. Sumbing yang berat dapat terjadi di kedua sisi bibir atas dan membentuk celah sampai ke lubang hidung dan langit-langit.
(www.Republika.co.id). Seorang anak yang
menderita bibir sumbing akan mengalami gangguan dalam mengunyah, menggigit, merobek makanan, dan juga berbicara akibat cacat di kedua sisi bibir atas dan membentuk celah sampai ke lubang hidung dan langit-langit (labiopalatoschizis). (www.info-sehat.com, diakses pada tanggal 12 Juni 2008). Bibir sumbing ringan dan berat mengalami gangguan dalam berbicara. Keadaan tersebut berubah ketika penderita bibir sumbing ringan dan berat dioperasi. Penderita bibir sumbing ringan tidak mengalami gangguan dalam berbicara setelah operasi karena kerusakan hanya berupa celah kecil di atas bibir atas dan tidak terlihat jelas. Cara bicara penderita bibir
3
sumbing ringan berubah seperti orang normal. Namun, keadaan tersebut berbeda dengan penderita bibir sumbing berat. Penderita bibir sumbing berat masih mengalami gangguan bicara walaupun operasi telah dilakukan. Kerusakan yang diderita terlalu parah sehingga tidak dapat diperbaiki secara keseluruhan. Celah di langit-langit sampai ke lubang hidung masih terlihat rusak, hanya celah menganga di bibir atas yang terlihat rapat. Peneliti tertarik meneliti penderita bibir sumbing berat yang telah dioperasi, yang selanjutnya disingkat dengan PBSB. Sewaktu-waktu kita berkomunikasi dengan PBSB. Lafal PBSB tidak jelas dan sengau akibat cacat alat ucap yang dideritanya. Lafal adalah cara seseorang atau sekelompok orang di suatu masyarakat bahasa mengucapkan bunyi bahasa (KBBI, 2005: 623). Kesulitan atau kendala dalam menginterpretasikan lafal dari penderita bibir sumbing tentu akan muncul. Lafal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lafal fonem-fonem segmental pada PBSB. Kita tidak bisa langsung menginterpretasikan fonem apa yang dimaksudkan oleh PBSB akibat kerusakan artikulator pada alat ucapnya. Interpretasi adalah pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoritis terhadap sesuatu; tafsiran (KBBI, 2005: 439). Interpretasi yang dimaksud pada penelitian ini adalah interpretasi orang normal terhadap lafal-lafal fonem PBSB. Peneliti melihat bahwa PBSB tidak dapat melafalkan fonem-fonem segmental dengan jelas. Banyak fonem-fonem yang dilafalkan secara samar oleh PBSB, tanpa ada perbedaan yang nyata, terlebih pada fonem-fonem yang homorgan. Fonem homorgan adalah bunyi yang sama daerah titik artikulasinya (KBBI, 2005: 407). Akibatnya, muncul kendala dalam menginterpretasikan fonem apa yang dimaksudkan oleh PBSB. Hal ini dapat dibuktikan dengan cara mentranskripsikan bunyi-bunyi bahasa. Transkripsi adalah suatu cara pengalihan bentuk bunyi di dalam abjad fonetis. Dalam fonologi ada dua macam transkripsi, yaitu transkripsi fonetis dan transkripsi fonemis.
4
Transkripsi fonetis adalah mentranskripsikan semua bunyi baik yang membedakan arti maupun tidak. Simbol fonetiknya dituliskan di antara dua kurung siku tegak. Transkripsi fonemis hanya mentranskripsikan khusus bunyi yang mendukung arti saja. Simbol fonetik yang dipakai sama dengan transkripsi fonetis, akan tetapi dituliskan di antara dua garis miring (Soeparno, 2003 : 68). Contoh: Transkripsi fonetis
:
para → [para] bara → [bara]
Transkripsi fonemis :
para → /para/ bara → /bara/
Transkripsi pada PBSB dapat dilihat dalam contoh berikut: Transkripsi fonetis
:
Transkripsi fonemis :
Normal
PBSB
[para] →
[mãʔlã]
[bara] →
[mãʔlã]
/para/ →
/mãʔlã/
/bara/ →
/mãʔlã/
Kata para dan bara pada contoh di atas dilafalkan dengan baik oleh orang normal, sedangkan PBSB tidak dapat melakukannya. Pada PBSB, para dan bara dilafalkan dengan [mãʔlã], di mana terlihat bunyi /p/ dan /b/ berubah menjadi /m/ sebagai akibat kerusakan artikulator yang dideritanya. Bunyi /p/, /b/ adalah bunyi homorgan bilabial, sedangkan /m/ adalah bunyi nasal. Vokal /a/ berubah menjadi vokal nasal /ã/ dan bunyi /r/ menjadi bunyi /l/. Bunyi /r/ adalah getar (triil) yang berubah menjadi bunyi lateral /l/. Banyak perubahan bunyi-bunyi bahasa yang terjadi pada PBSB.
5
Mungkin saja pendengar mengambil salah satu kemungkinan di atas untuk menginterpretasikan lafal [mãʔlã]. Bisa saja yang dimaksudkannya adalah para, dan juga bara, tergantung pada konteks kalimatnya. Kita menafsirkan kata [mãʔlã] menjadi bara, apabila ketika PBSB berbicara sedang meniup bara api. Kemungkinan yang kedua adalah para, apabila PBSB menyebut ibu-ibu dalam jumlah banyak dengan kata para ibu. Ada berbagai kemungkinan fonem-fonem itu untuk diinterpretasikan. Kita mengalami kendala dalam menginterpetasikan fonem /p/ dan /b/ karena dilafalkan sama oleh PBSB menjadi bunyi [m]. Penelitian tentang fonologi sudah pernah dilakukan sebelumnya. Pada tahun 1994, Mulianih meneliti tentang fonologi, morfologi, dan morfofonemik yang terdapat dalam dialek Betawi Ora dengan judul penelitian Fonologi, Morfologi, dan Morfofonemik Dialek Betawi Ora di Kecamatan Ciledug (skripsi). Salah satu pembahasan penelitiannya adalah fonologi. Pada fonologi dijelaskan mengenai jenis-jenis fonem, pembuktian fonem, peta fonem, dan distribusi fonem. Dari analisisnya diperoleh bahwa dalam dialek Betawi Ora kecamatan Ciledug terdapat enam buah fonem vokal, yakni /i/, /e/, /ə/, /a/, /o/, /u/; dan 18 buah fonem konsonan, dua di antaranya berupa semi vokal, yakni /b/, /p/, /m/, /d/, /t/, /n/, /j/, /c/, /ɳ/, /g/, /k/, /ŋ/, /h/, /s/, /l/, /r/, dan semi vokal /w/ dan /y/.
Selanjutnya Deskripsi Fonem Bahasa
Simalungun (skripsi) oleh Sumi Efrina.S. pada tahun 1999 yang membahas mengenai fonemfonem yang terdapat dalam bahasa Simalungun dan bagaimana distribusinya. Hasil penelitiannya diperoleh dalam bahasa Simalungun ditemukan fonem segmental yakni fonem konsonan sebanyak 16 buah yaitu: /b/, /d/, /g/, /h/, /j/, /k/, /l/, /m/, /n/, /p/, /r/, /s/, /t/, /w/, /y/, /ŋ/; dan lima fonem vokal, yaitu: /a/, /i/, /u/, /e/, dan /o/. Peneliti menggunakan cara yang sama dengan Mulianih dan Efrina untuk menemukan fonem-fonem segmental pada PBSB, yaitu dengan cara mendeskripsikan fonem-fonem 6
segmental yang dihasilkan oleh alat ucap PBSB. Apabila Mulianih dan Efrina meneliti fonem-fonem segmental pada bahasa daerah, maka peneliti mencoba menemukan fonemfonem segmental yang terkendala pada orang yang tidak normal, yaitu PBSB. Pembicaraan mengenai fonologi bahasa Indonesia juga sudah dibicarakan dalam buku, di antaranya Verhaar dengan judul Pengantar Linguistik pada tahun 1990 dan Abdul Chaer dengan judul Linguistik Umum pada tahun 1994. Kedua pakar linguistik tersebut membahas fonologi bahasa Indonesia. Sejauh ini peneliti tidak menemukan adanya penelitian fonologi pada PBSB sebelumnya. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk meneliti bunyi-bunyi bahasa pada PBSB untuk dapat membedakan ucapannya dengan judul penelitian “Interpretasi Lafal Fonem Penderita Bibir Sumbing”. 1.1.2 Masalah Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah apa saja kendala dalam menginterpretasikan bunyi-bunyi bahasa pada PBSB.
1.2 Batasan Masalah Suatu penelitian harus mempunyai batasan masalah. Batasan ini sangat penting dalam suatu penelitian. Hal ini dimaksudkan agar penelitian tersebut terarah dan tidak terjadi kesimpangsiuran masalah yang hendak diteliti, serta tujuan dari penelitian dapat tercapai. Penelitian dibatasi sebagai berikut: 1. Apa saja kendala artikulatoris yang terjadi pada PBSB? 2. Apa saja fonem-fonem segmental yang terkendala pada PBSB? 3. Apa saja interpretasi lafal fonem PBSB terhadap bunyi yang homorgan?
7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menunjukkan kendala artikulatoris yang terjadi pada PBSB. 2. Mendeskripsikan fonem-fonem segmental pada PBSB. 3. Menunjukkan interpretasi lafal fonem PBSB terhadap bunyi yang homorgan. 1.3.2 Manfaat Penelitian Setiap penelitian yang dilaksanakan akan memberi manfaat. Adapun manfaat dari hasil penelitian ini adalah: 1. Pembaca dapat mengetahui kendala artikulatoris yang terjadi pada PBSB. 2. Menambah wawasan pembaca agar lebih berhati-hati dalam menafsirkan lafal fonem PBSB. 3. Menambah pengetahuan pembaca mengenai interpretasi lafal fonem PBSB terhadap bunyi yang homorgan.
1.4 Metode Penelitian 1.4.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode penelitian adalah cara kerja yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Penelitian ilmiah harus berdasarkan fakta-fakta untuk mendukung kebenaran, sedangkan metode adalah cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Penelitian ini menggunakan data lisan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode cakap, metode simak, dan metode padan. Metode cakap adalah metode yang berupa percakapan dan terjadi kontak antara peneliti selaku peneliti dengan penutur selaku narasumber. Metode simak berupa penyimakan: dilakukan dengan menyimak, yaitu dengan
8
menyimak penggunaan bahasa. Metode padan alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan. Metode padan menggunakan alat penentu referen, organ wicara, tulisan, langue lain (bahasa lain), dan mitra wicara (Sudaryanto, 1993: 13, 143). Sesuai dengan jenis data yang berupa lisan, teknik yang dipakai dalam pengumpulan data adalah teknik pancing, teknik cakap semuka, teknik rekam, dan teknik catat (Sudaryanto,1993 : 135-137). Peneliti melakukan teknik pancing sebagai teknik dasar, yaitu peneliti pertama-tama harus dengan segenap kecerdikan dan kemauannya memancing seseorang atau beberapa orang agar berbicara. Sebagai teknik lanjutan, peneliti menggunakan teknik cakap semuka yang mana percakapan itu dikenali oleh peneliti dan diarahkan sesuai dengan kepentingannya, yaitu memperoleh data selengkap-lengkapnya sebanyak tipe data yang dikehendaki atau diharapkan ada. Pada saat perbincangan berlangsung, peneliti merekam ujaran yang diperlukan sebagai data menggunakan alat audio visual recorder. Di samping merekam dengan alat audio visual recorder, peneliti juga mencatat data tersebut. Tujuannya untuk menghindari kemungkinan hilangnya data apabila terjadi kesalahan teknis dalam alat audio visual recorder. Peneliti menggunakan sampel sebanyak dua PBSB yang memiliki kesamaan kerusakan artikulasi berupa bibir atas, rongga hidung, dan langit-langit sebagai responden. PBSB tersebut telah dioperasi masing-masing pada umur empat dan delapan tahun. Penelitian dilakukan di lingkungan III dan IV Kelurahan Pasar Merah Timur Kecamatan Medan Area. Responden terdiri atas anak laki-laki PBSB berumur 11 tahun dan 13 tahun yang menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.
9
1.4.2 Metode dan Teknik Pengkajian Data Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode padan dengan teknik pilah unsur penentu dengan daya pilah sebagai pembeda organ wicara. Alat teknik pilah unsur penentu dengan daya pilah sebagai pembeda organ wicara ialah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya (Sudaryanto, 1993 : 21-24). Dari teknik ini akan kelihatan bahwa organ wicara dapat menunjukkan perbedaan mekanisme penghasilan bunyi. Daya pilah yang dimiliki oleh peneliti berguna untuk memastikan perbedaan dan persamaan bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat artikulasi PBSB. Peneliti harus cermat dalam memperhatikan gerak organ wicara dan mendengarkan setiap bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap PBSB. Hal demikian perlu dilakukan karena bunyi-bunyi bahasa pada PBSB terdengar samar, tanpa ada perbedaan secara nyata. Contoh: Transkripsi fonetis
:
Transkripsi fonemis :
Normal
PBSB
[para] →
[mãʔlã]
[bara] →
[mãʔlã]
/para/ →
/mãʔlã/
/bara/ →
/mãʔlã/
Kata para dan bara pada contoh di atas dilafalkan dengan baik oleh orang normal, sedangkan PBSB tidak dapat melakukannya. Pada PBSB, para dan bara dilafalkan dengan [mãʔlã], di mana terlihat bunyi /p/ dan /b/ berubah menjadi /m/ sebagai akibat kerusakan artikulator yang dideritanya. Bunyi /p/ dan /b/ adalah bunyi homorgan bilabial, sedangkan /m/ adalah bunyi nasal. Vokal /a/ berubah menjadi vokal nasal /ã/ dan bunyi /r/ menjadi bunyi /l/. Bunyi /r/ adalah getar (triil) yang berubah menjadi bunyi lateral /l/. Banyak perubahan
10
bunyi-bunyi bahasa yang terjadi pada PBSB. Fonem /p/ dan /b/ pada contoh di atas adalah bunyi homorgan bilabial. Mungkin saja pendengar mengambil salah satu kemungkinan di atas untuk menginterpretasikan lafal [mãʔlã]. Bisa saja yang dimaksudkannya adalah para, dan juga bara, tergantung pada konteks kalimat. Kita menafsirkan kata [mãʔlã] menjadi bara, apabila ketika PBSB berbicara sedang meniup bara api. Kemungkinan yang kedua adalah para, apabila PBSB menyebut ibu-ibu dalam jumlah banyak dengan kata para ibu. Ada berbagai kemungkinan fonem-fonem itu untuk diinterpretasikan. Kita mengalami kendala dalam menginterpetasikan fonem /p/ dan /b/ karena dilafalkan sama oleh PBSB, yaitu menjadi bunyi [m]. Daya pilah memungkinkan peneliti untuk memilah bunyi-bunyi homorgan apa saja yang terganggu sehingga menimbulkan kendala dalam interpretasi bunyi-bunyi bahasa pada PBSB.
1.5 Landasan Teori 1.5.1 Fonologi Secara garis besar, fonologi adalah suatu sub-disiplin dalam ilmu bahasa atau linguistik yang membicarakan tentang bunyi bahasa. Lebih sempit lagi, fonologi murni membicarakan tentang fungsi, perilaku serta organisasi bunyi sebagai unsur-unsur linguistik (Lass, 1968 : 1). Penataan bunyi yang relevan ke dalam sistem suatu bahasa merupakan tugas fonologi. Telaah ini pada dasarnya tidak luput dari upaya penataan bunyi (fonem). Fonologi (Phonology: Inggr. Amerika dulu sering phonemics dan dewasa ini lebih sering kali phonology) sebagai bidang khusus dalam linguistik itu mengamati bunyi-bunyi suatu bahasa tertentu menurut fungsinya untuk membedakan makna leksikal dalam bahasa tersebut (Verhaar, 1990 : 36). 11
Fonologi bertanggung jawab dalam soal penataan bunyi-bunyi bahasa ke dalam sistem bahasa serta bagaimana pula bunyi-bunyi itu digunakan. Pengetahuan tentang bunyi merupakan suatu prasyarat untuk dapat mempelajari dan memahami seluk-beluk bahasa dengan baik. Ilmu yang mempelajari seluk-beluk bunyi-bunyi bahasa itu disebut fonologi (Lapoliwa, 1988 : 3). 1.5.2 Fonem Fonem adalah satuan bunyi terkecil pembeda makna (Chaer, 2006 : 9). Bahasa Indonesia memiliki 28 buah fonem, yang terdiri dari enam buah fonem vokal, yaitu a, i, u, e, ě, dan o, dan 22 buah fonem konsonan, yaitu b, p, d, t, g, k, f, z, s, Š, x, h, j, c, m, n, ɳ, ŋ, r, l, w, dan y. Konsonan dibedakan berdasarkan tempat artikulasi dan cara artikulasi. Berdasarkan tempat artikulasinya, ada empat konsonan, yaitu: 1. Bilabial, yaitu konsonan yang terjadi pada kedua belah bibir, bibir bawah merapat pada bibir atas. Yang termasuk konsonan bilabial adalah b, p, m. 2. Labiodental, yakni konsonan yang terjadi pada gigi bawah dan bibir atas; gigi bawah merapat pada bibir atas. Yang termasuk konsonan labiodental adalah f, v. 3. Laminoalveolar, yaitu konsonan yang terjadi pada daun lidah dan gusi; dalam hal ini, daun lidah menempel pada gusi. Yang termasuk konsonan laminoalveolar adalah t, d. 4. Dorsovelar, yaitu konsonan yang terjadi pada pangkal lidah dan velum atau langit-langit lunak. Yang termasuk konsonan dorsovelar adalah k, g. Berdasarkan cara artikulasinya, artinya bagaimana gangguan atau hambatan yang dilakukan terhadap arus udara itu, maka konsonan dibedakan atas: 1. Hambat (letupan, plosif, stop). Di sini artikulator menutup sepenuhnya aliran udara, sehingga udara terhalang di belakang tempat penutupan itu. Kemudian penutupan itu
12
dibuka secara tiba-tiba, sehingga menyebabkan terjadinya letupan. Yang termasuk konsonan letupan ini antara lain p, b, t, d, k, g. 2. Geseran atau frikatif. Di sini artikulator aktif mendekati artikulator pasif, membentuk celah sempit, sehingga udara yang lewat mendapat gangguan di celah itu. Contoh yang termasuk konsonan geseran adalah f, s, z. 3. Paduan atau frikatif. Di sini artikulator aktif menghambat sepenuhnya aliran udara, lalu membentuk celah sempit dengan artikulator pasif. Cara ini merupakan gabungan antara hambatan dan frikatif. Yang termasuk konsonan paduan antara lain c, j. 4. Sengauan atau nasal. Di sini artikulator menghambat sepenuhnya aliran udara melalui mulut, tetapi membiarkannya keluar melalui rongga hidung dengan bebas. Contoh konsonan nasal adalah m, n, ŋ, ɳ. 5. Getaran atau trill. Di sini artikulator aktif melakukan kontak beruntun dengan artikulator pasif, sehingga getaran bunyi itu terjadi berulang-ulang. Contohnya adalah konsonan r. 6. Sampingan atau lateral. Di sini artikulator aktif menghambat aliran udara pada bagian tengah mulut; lalu membiarkan udara keluar melalui samping lidah. Contoh konsonan l. 7. Hampiran atau aproksiman. Di sini artikulator aktif dan pasif membentuk ruang yang mendekati posisi terbuka seperti dalam pembentukan vokal, tetapi tidak cukup sempit untuk menghasilkan konsonan geseran. Oleh karena itu, bunyi yang dihasilkan sering juga disebut dengan semi vokal. Di sini hanya ada dua buah bunyi, yaitu w dan y.
13
PETA KONSONAN
Hambat
p b
Geseran
t d f v
Θ ð
m
X
n
ɳ
Ŋ
r
Sampingan
l w
Glotal
Faringal
Dorsovelar
ʃ Ʒ c j
Getaran Hampiran
k g
s z
Paduan Nasal
Laminopalatal
Laminoalveolar
Apikodental
Labiodental
Cara Artikulasi
Bilabial
Tempat artikulasi
ʔ h
y
1.5.3 Fonetik Artikulatoris Fonetik artikulatoris (organis) menyelidiki bagaimana bunyi-bunyi bahasa dihasilkan dengan alat-alat tertentu (Verhaar, 1990 : 13). Hal pertama yang perlu diuraikan dalam fonetik artikulatoris ialah alat-alat bicara. Gambar berikut dengan daftar nama alat-alat bicara kiranya cukup memadai:
14
Gambar 1. Alat Ucap Manusia. Ket: 1.
paru-paru (lungs)
13. langit-langit keras (hard palate)
2.
batang tenggorokan (trachea, wind pipe)
14. lengkung kaki gigi, gusi (alveolae, gums)
3.
pangkal tenggorok (larynx)
15. gigi atas (upper teeth)
4.
pita-pita suara (vocal chords)
16. gigi bawah (lower teeth)
5.
rongga kerongkongan (pharynx)
17. bibir atas (upper lip)
6.
akar lidah (root of the tongue)
18. bibir bawah (lower lip)
7.
pangkal lidah (back of the tongue, medium)
19. mulut (mouth)
8.
tengah lidah (middle of the tongue, dorsum)
20. rongga mulut (mouth cavity, oral cavity)
9.
daun lidah (blade of the tongue)
21. hidung (nose)
10. ujung lidah (tip of the tongue)
22. rongga hidung (nose cavity, nasal cavity)
11. anak tekak (uvula) 12. langit langit lunak, langit tekak (soft palate, velum)
15
BAB II INTERPRETASI LAFAL FONEM PENDERITA BIBIR SUMBING
2.1 Kendala Artikulatoris pada PBSB Kendala artikulatoris adalah kendala berupa kerusakan artikulator pada PBSB sehingga tidak dapat menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dengan baik. Kerusakan artikulator yang diderita oleh PBSB pada skripsi ini dibatasi pada kerusakan bibir atas (upper lip), rongga hidung (nasal cavity), langit-langit (palate), dan gigi (teeth), yaitu sesuai dengan responden yang telah ditetapkan. Kerusakan artikulator yang terjadi antara lain adalah: 2.1.1 Bibir Atas (Upper Lip) Pada PBSB upper lip mengalami kerusakan (cacat) yang menyebabkan lafal fonem PBSB terganggu. Berikut diperlihatkan letak kerusakan artikulator bibir atas yang diderita oleh PBSB sehingga tidak mampu melafalkan bunyi-bunyi bahasa dengan baik.
Upper Lip
Gambar 2. Kerusakan upper lip pada PBSB. 2.1.2 Rongga Hidung (Nasal Cavity) Rongga hidung adalah rongga saluran suara yang mencakup hidung dan faring hidung. Salah satu kerusakan yang diderita oleh PBSB adalah kerusakan pada rongga hidung. Akibat robeknya langit-langit, celah menuju rongga hidung menjadi lebih besar sehingga 16
volume udara dari paru-paru cenderung melalui rongga hidung. Oleh karena itu lafal PBSB cenderung terdengar sengau (nasal). 2.1.3 Langit-langit (Palate) Langit-langit adalah bagian rongga mulut sebelah atas (ada langit-langit keras dan langit-langit lunak). Langit-langit lunak (velum) adalah jaringan lunak yang menutup langitlangit. Langit-langit keras (palate) adalah jaringan keras yang menutup langit-langit. Langitlangit pada PBSB robek, berbentuk celah yang menganga hingga ke rongga hidung. Berikut diperlihatkan letak kerusakan artikulator langit-langit pada PBSB:
Palate
Gambar 3. Kerusakan palate pada PBSB. 3.1.4 Gigi (Teeth) Gigi pada PBSB tidak sempurna. PBSB tidak memiliki gigi depan, hanya ada gigi geraham samping kiri dan kanan yang masing-masing berjumlah empat. Berikut gambar kerusakan gigi pada PBSB:
17
Gigi (teeth)
Gambar 4. Gigi (teeth) pada PBSB. 2.2 Bunyi-bunyi Bahasa PBSB Setelah penelitian dilakukan, maka ditemukan fonem-fonem segmental yang diucapkan oleh PBSB sebagai berikut: 2.2.1 Vokal Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan getaran pita suara tanpa adanya penyempitan dalam saluran suara di atas glotis (Yusuf, 1998 : 179). Contohnya a, i, u, e, o. Ketika vokal-vokal tersebut dilafalkan oleh PBSB, maka bunyi-bunyi vokal tersebut dideskripsikan sebagai berikut: 1. Bunyi /a/ Normal Awal
Tengah
Akhir
PBSB
anak
→
[anaʔ]
→
[ãʔnãʔ]
aku
→
[aku]
→
[aʔŋũ]
baja
→
[baja]
→
[mãʔɳã]
baca
→
[baca]
→
[mãʔɳã]
gula
→
[gula]
→
[ŋũʔlã]
gua
→
[guwa]
→
[ŋũʔwã]
18
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa vokal /a/ mengalami gangguan pada PBSB, yaitu berubah menjadi vokal nasal [ã]. Perubahan tersebut terjadi pada awal, tengah, dan akhir kata. 2. Bunyi /i/ Normal Awal
Tengah
Akhir
PBSB
ikan
→
[ikan]
→
[ĩʔŋãn]
itik
→
[itiʔ]
→
[ĩʔnĩʔ]
bisa
→
[bisa]
→
[mĩʔhã]
lidah
→
[lidah]
→
[lĩʔnãh]
kami
→
[kami]
→
[ŋãʔmĩ]
fraksi
→
[fraʔsi]
→
[hãʔhĩ]
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa vokal /i/ mengalami gangguan pada PBSB, yaitu berubah menjadi vokal nasal [ĩ]. Perubahan tersebut terjadi pada awal, tengah, dan akhir kata. 3. Bunyi /u/ Normal Awal
Tengah
Akhir
PBSB
ulang
→
[ulaŋ]
→
[ũʔlãŋ]
uang
→
[uwaŋ]
→
[ũʔwãŋ]
buka
→
[buka]
→
[mũʔŋã]
suka
→
[suka]
→
[hũʔŋã]
sapu
→
[sapu]
→
[hãʔmũ]
abu
→
[abu]
→
[ãʔmũ]
19
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa vokal /u/ mengalami gangguan pada PBSB, yaitu berubah menjadi vokal nasal [ũ]. Perubahan tersebut terjadi pada awal, tengah, dan akhir kata. 4. Bunyi /é/ PBSB
Normal Awal
Tengah
Akhir
ekstra
→
[ékstra]
→
[ẽʔlã]
ekor
→
[ékor]
→
[ẽʔŋõl]
desa
→
[désa]
→
[nẽʔhã]
tempo
→
[témpo]
→
[nẽʔmõ]
sore
→
[soré]
→
[hõʔlẽ]
sate
→
[saté]
→
[hãʔnẽ]
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa vokal /é/ mengalami gangguan pada PBSB, yaitu berubah menjadi vokal nasal [ẽ]. Perubahan tersebut terjadi pada awal, tengah, dan akhir kata. 5. Bunyi /e/ PBSB
Normal Awal
Tengah
Akhir
eja
→
[eja]
→
[ẽʔɳã]
esa
→
[esa]
→
[ẽʔhã]
oleh
→
[oleh]
→
[õʔlẽh]
goreng
→
[goreŋ]
→
[ŋõʔlẽŋ]
sore
→
[sore]
→
[hoʔlẽ]
jahe
→
[jahe]
→
[ɳãʔhẽ]
20
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa vokal /e/ mengalami gangguan pada PBSB, yaitu berubah menjadi vokal nasal [ẽ]. Perubahan tersebut terjadi pada awal, tengah, dan akhir kata. 6. Bunyi /o/ Normal Awal
Tengah
Akhir
PBSB
otak
→
[otaʔ]
→
[õʔnãʔ]
ojek
→
[ojeʔ]
→
[õʔɳẽʔ]
koma
→
[koma]
→
[ŋõʔmã]
kompleks
→
[kompléks]
→
[ŋõmlẽʔ]
kado
→
[kado]
→
[ŋãʔnõ]
jago
→
[jago]
→
[ɳãʔŋõ]
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa vokal /o/ mengalami gangguan pada PBSB, yaitu berubah menjadi vokal nasal [õ]. Perubahan tersebut terjadi pada awal, tengah, dan akhir kata. 2.2.2 Konsonan Konsonan adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan menghambat aliran udara pada salah satu tempat di saluran udara. Contohnya: b, c, d, f, dst. (Yusuf, 1998 : 159). Ketika konsonan-konsonan tersebut dilafalkan oleh PBSB, maka bunyi-bunyi konsonan tersebut dideskripsikan sebagai berikut: 1. Bunyi /b/ Normal Awal
PBSB
bara
→
[bara]
→
[mãʔlã]
baru
→
[baru]
→
[mãʔlũ]
21
Tengah
Akhir
abu
→
[abu]
→
[ãʔmũ]
tebu
→
[tebu]
→
[nẽʔmũ]
adab
→
[adab]
→
[ãʔnãb]
sebab
→
[sebab]
→
[hẽʔmãb]
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa fonem /b/ pada PBSB berubah menjadi bunyi nasal [m] di awal dan tengah kata, sedangkan di akhir kata fonem /b/ tidak berubah. Jadi, PBSB mampu melafalkan fonem /b/ di akhir kata. 2. Bunyi /c/ Normal Awal
Tengah
Akhir
PBSB
cara
→
[cara]
→
[ɳãʔlã]
cuma
→
[cuma]
→
[ɳũʔmã]
acak
→
[acaʔ]
→
[ãʔɳãʔ]
baca
→
[baca]
→
[mãʔɳã]
--------
--------
---------
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa fonem /c/ pada PBSB berubah menjadi bunyi nasal [ɳ] di awal dan tengah kata. 3. Bunyi /d/ Normal Awal
Tengah
PBSB
dalam
→
[dalam]
→
[nãʔlãm]
duka
→
[duka]
→
[nũʔŋã]
tradisi
→
[tradisi]
→
[nãʔnĩʔhĩ]
hidup
→
[hidup]
→
[hĩʔnũp]
22
Akhir
abad
→
[abad]
→
[ãʔmãd]
jasad
→
[jasad]
→
[ɳãʔhãd]
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa fonem /d/ pada PBSB berubah menjadi bunyi nasal [n] di awal dan tengah kata, sedangkan di akhir kata fonem /d/ tidak berubah. Jadi, PBSB mampu melafalkan fonem /d/ di akhir kata. 4. Bunyi /f/ Normal Awal
Tengah
Akhir
PBSB
fakta
→
[faʔta]
→
[hãʔnã]
fakir
→
[fakir]
→
[hãʔŋĩl]
sifat
→
[sifat]
→
[hĩʔhãt]
lafal
→
[lafal]
→
[lãʔhãl]
tarif
→
[tarif]
→
[nãʔlĩh]
aktif
→
[aktif]
→
[ãʔnĩh]
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa fonem /f/ pada PBSB berubah menjadi bunyi [h] di awal, tengah, dan akhir kata. 5. Bunyi /g/ Normal Awal
Tengah
PBSB
gali
→
[gali]
→
[ŋãʔlĩ]
garam
→
[garam]
→
[ŋãʔlãm]
bagus
→
[bagus]
→
[mãʔŋũh]
bagi
→
[bagi]
→
[mãʔŋĩ]
23
Akhir
------
-----
--------
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa fonem /g/ pada PBSB berubah menjadi bunyi nasal [ŋ] di awal dan tengah kata. 6. Bunyi /h/ Normal Awal
Tengah
Akhir
PBSB
hilang
→
[hilaŋ]
→
[hĩʔlãŋ]
hati
→
[hati]
→
[hãʔnĩ]
tahu
→
[tahu]
→
[nãʔhũ]
dahi
→
[dahi]
→
[nãʔhĩ]
jatuh
→
[jatuh]
→
[ɳãʔnũh]
labuh
→
[labuh]
→
[lãʔmũh]
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa fonem /h/ tidak mengalami gangguan pada PBSB. PBSB mampu melafalkan fonem /h/ baik di awal, tengah, dan akhir kata. 7. Bunyi /j/ Normal Awal
Tengah
Akhir
PBSB
jala
→
[jala]
→
[ɳãʔlã]
jurang
→
[juraŋ]
→
[ɳũʔlãŋ]
baja
→
[baja]
→
[mãʔɳã]
gajah
→
[gajah]
→
[ŋãʔɳãh]
-------
-----
-----
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa fonem /j/ pada PBSB berubah menjadi bunyi nasal [ɳ] di awal dan tengah kata. 24
8. Bunyi /k/ Normal Awal
Tengah
Akhir
PBSB
kaku
→
[kaku]
→
[ŋãʔŋũ]
kaya
→
[kaya]
→
[ŋãʔyã]
bakar
→
[bakar]
→
[mãʔŋãl]
akal
→
[akal]
→
[ãʔŋãl]
tolak
→
[tolaʔ]
→
[nõʔlãʔ]
jarak
→
[jaraʔ]
→
[ɳãʔlãʔ]
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa fonem /k/ pada PBSB berubah menjadi bunyi nasal [ŋ] di awal dan tengah kata, sedangkan di akhir kata fonem /k/ tidak berubah. Jadi, PBSB hanya mampu melafalkan fonem /k/ di akhir kata. 9. Bunyi /l/ Normal Awal
Tengah
Akhir
PBSB
lama
→
[lama]
→
[lãʔmã]
luka
→
[luka]
→
[lũʔŋã]
bali
→
[bali]
→
[mãʔlĩ]
jalan
→
[jalan]
→
[ɳãʔlãn]
sambal
→
[sambal]
→
[hãʔmãl]
kapal
→
[kapal]
→
[ŋãʔmãl]
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa fonem /l/ tidak mengalami gangguan pada PBSB. PBSB mampu melafalkan fonem /l/ di awal, tengah, dan akhir kata.
25
10. Bunyi /m/ Normal Awal
Tengah
Akhir
PBSB
malam
→
[malam]
→
[mãʔlãm]
muka
→
[muka]
→
[mũʔŋã]
aman
→
[aman]
→
[ãʔmãn]
taman
→
[taman]
→
[nãʔmãn]
salam
→
[salam]
→
[hãʔlãm]
asam
→
[asam]
→
[ãʔhãm]
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa fonem /m/ tidak mengalami gangguan pada PBSB. PBSB mampu melafalkan fonem /m/ di awal, tengah, dan akhir kata. 11. Bunyi /n/ Normal Awal
Tengah
Akhir
PBSB
nama
→
[nama]
→
[nãʔmã]
nabi
→
[nabi]
→
[nãʔmĩ]
manis
→
[manis]
→
[mãʔnĩh]
dana
→
[dana]
→
[nãʔnã]
jalan
→
[jalan]
→
[ɳãʔlãn]
hujan
→
[hujan]
→
[hũʔɳãn]
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa fonem /n/ tidak mengalami gangguan pada PBSB. PBSB mampu melafalkan fonem /n/ baik di awal, tengah, dan akhir kata.
26
12. Bunyi /p/ Normal Awal
Tengah
Akhir
PBSB
pirang
→
[piraŋ]
→
[mĩʔlãŋ]
pukul
→
[pukul]
→
[mũʔŋũl]
upah
→
[upah]
→
[ũʔmãh]
lapar
→
[lapar]
→
[lãʔmãl]
atap
→
[atap]
→
[ãʔnãp]
tutup
→
[tutup]
→
[nũʔnũp]
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa fonem /p/ pada PBSB berubah menjadi bunyi nasal [m] di awal dan tengah kata, sedangkan di akhir kata fonem /p/ tidak berubah. Jadi, PBSB hanya mampu melafalkan fonem /p/ di akhir kata. 13. Bunyi /r/ Normal Awal
Tengah
Akhir
PBSB
rasa
→
[rasa]
→
[lãʔhã]
raja
→
[raja]
→
[lãʔɳã]
baru
→
[baru]
→
[mãʔlũ]
juri
→
[juri]
→
[ɳũʔlĩ]
kabar
→
[kabar]
→
[ŋãʔmãl]
struktur
→
[struʔtur]
→
[hũʔnũl]
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa fonem /r/ pada PBSB berubah menjadi bunyi [l] di awal, tengah, dan akhir kata. 27
14. Bunyi /s/ Normal Awal
Tengah
Akhir
PBSB
sarang
→
[saraŋ]
→
[hãʔlãŋ]
suka
→
[suka]
→
[hũʔŋã]
asal
→
[asal]
→
[ãʔhãl]
bisa
→
[bisa]
→
[mĩʔhã]
malas
→
[malas]
→
[mãʔlãh]
kapas
→
[kapas]
→
[ŋãʔmãh]
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa fonem /s/ pada PBSB berubah menjadi bunyi [h] di awal, tengah, dan akhir kata. 15. Bunyi /t/ Normal Awal
Tengah
Akhir
PBSB
taman
→
[taman]
→
[nãʔmãn]
tulang
→
[tulaŋ]
→
[nũʔlãŋ]
batu
→
[batu]
→
[mãʔnũ]
hitam
→
[hitam]
→
[hĩʔnãm]
sunat
→
[sunat]
→
[hũʔnãt]
cepat
→
[cepat]
→
[ɳẽʔmãt]
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa fonem /t/ pada PBSB berubah menjadi bunyi nasal [n] di awal dan tengah kata, sedangkan di akhir kata fonem /p/ tidak berubah. Jadi, PBSB hanya mampu melafalkan fonem /t/ di akhir kata.
28
16. Bunyi /w/ Normal Awal
Tengah
Akhir
PBSB
wasit
→
[wasit]
→
[wãʔhĩt]
waktu
→
[waʔtu]
→
[wãʔnũ]
tawa
→
[tawa]
→
[nãʔwã]
jawa
→
[jawa]
→
[ɳãʔwã]
--------
-----
-----
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa fonem /w/ tidak mengalami gangguan pada PBSB. PBSB mampu melafalkan fonem /w/ di awal dan tengah kata. 17. Bunyi /y/ PBSB
Normal Awal
Tengah
Akhir
yatim
→
[yatim]
→
[yãʔnĩm]
yakin
→
[yakin]
→
[yãʔŋĩn]
bayar
→
[bayar]
→
[mãʔyãl]
saya
→
[saya]
→
[hãʔyã]
-------
-----
-----
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa fonem /y/ tidak mengalami gangguan pada PBSB. PBSB mampu melafalkan fonem /y/ di awal dan tengah kata. 18. Bunyi /z/ PBSB
Normal Awal
zaman
→
[zaman]
→
[hãʔmãn]
zakat
→
[zakat]
→
[hãʔŋãt]
29
Tengah
Akhir
azab
→
[azab]
→
[ãʔhãb]
bazar
→
[bazar]
→
[mãʔhãl]
-------
-----
-----
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa fonem /z/ pada PBSB berubah menjadi bunyi [h] di awal dan tengah kata. 19. Bunyi /Š/ Normal Awal
Tengah
Akhir
PBSB
syukur
→
[Šukur]
→
[hũʔŋũl]
syarat
→
[Šarat]
→
[hãʔlãt]
masyarakat
→
[maŠarakat]
→
[mãʔhãʔlãʔŋãt]
asyik
→
[aŠik]
→
[ãʔhĩʔ]
arasy
→
[araŠ]
→
[ãʔlãh]
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa fonem /sy/ pada PBSB berubah menjadi bunyi [h] di awal, tengah, dan akhir kata. 20. Bunyi /x/ PBSB
Normal Awal
Tengah
Akhir
khusus
→
[xusus]
→
[ŋũʔhũh]
khilaf
→
[xilaf]
→
[ŋĩʔlãh]
makhluk
→
[maxluʔ]
→
[mãhlũʔ]
bakhil
→
[baxil]
→
[mãʔhĩl]
tarikh
→
[tarix]
→
[nãʔlĩh]
syekh
→
[syex]
→
[hẽh]
30
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa fonem /kh/ pada PBSB berubah menjadi bunyi nasal [ŋ] di awal kata. Pada tengah dan akhir kata fonem /kh/ berubah menjadi bunyi [h]. 21. Bunyi /ɳ/ Normal Awal
Tengah
Akhir
PBSB
nyamuk
→
[ɳamuʔ]
→
[ɳãʔmũʔ]
nyaring
→
[ɳariŋ]
→
[ɳãʔlĩŋ]
tanya
→
[taɳa]
→
[nãʔɳã]
bunyi
→
[buɳi]
→
[mũʔɳĩ]
-------
-----
-----
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa fonem /ɳ/ tidak mengalami gangguan pada PBSB. PBSB mampu melafalkan fonem /ɳ/ di awal dan tengah kata. 22. Bunyi /ŋ/ PBSB
Normal Awal
nganga
→
[ŋaŋa]
→
[ŋãʔŋã]
Tengah
bangun
→
[baŋun]
→
[mãʔŋũn]
sangat
→
[saŋat]
→
[hãʔŋãt]
hilang
→
[hilaŋ]
→
[hĩʔlãŋ]
sayang
→
[sayaŋ]
→
[hãʔyãŋ]
Akhir
Dari analisis di atas, diperoleh bahwa fonem /ŋ/ tidak mengalami gangguan pada PBSB. PBSB mampu melafalkan fonem /ŋ/ di awal, tengah, dan akhir kata.
31
2.3 Pemisahan Suku Kata PBSB Dari deskripsi fonem-fonem
segmental yang telah dianalisis di atas, penulis
menemukan adanya penambahan bunyi berupa glotal stop [ʔ] untuk memisahkan suku kata yang diucapkannya. Pola suku kata dalam bahasa Indonesia ada 11. Berikut analisis masingmasing pola suku kata tersebut pada PBSB: 1. V
: a-nak
→
PBSB
Normal →
[a-naʔ]
[ãʔ-nãʔ]
Pada analisis di atas, diperoleh bahwa pada pola suku kata V terdapat penambahan bunyi glotal stop [ʔ]. 2. VK
: am-bil
→
Normal
PBSB →
[am-bil]
[ãʔ-mĩl]
Pada analisis di atas, diperoleh bahwa pada pola suku kata VK terdapat penambahan bunyi glotal stop [ʔ]. Oleh karena PBSB melafalkan /b/ dan /m/ dengan bunyi [m], maka fonem /m/ pada kata ambil menjadi luluh. 3. KV
: su-ka
→
Normal
PBSB →
[su-ka]
[hũʔ-ŋã]
Pada analisis di atas, diperoleh bahwa pada pola suku kata KV terdapat penambahan bunyi glotal stop [ʔ]. 4. KVK
: sam-bal
→
Normal
PBSB
[sam-bal]
32
→
[hãʔ-mãl]
Pada analisis di atas, diperoleh bahwa pada pola suku kata KVK terdapat penambahan bunyi glotal stop [ʔ]. Pola KVK dilafalkan PBSB menjadi pola KV, fonem /m/ luluh karena fonem /m/ dan /b/ dilafalkan sama oleh PBSB dengan bunyi [m]. 5. KKV
: tra-di-si
→
PBSB
Normal [tra-di-si]
→
[nãʔ-nĩʔ-hĩ]
Pada analisis di atas, diperoleh bahwa pada pola suku kata KVK terdapat penambahan bunyi glotal stop [ʔ]. Pola KKV dilafalkan PBSB menjadi pola KV karena PBSB tidak mampu melafalkan /t/ dan /r/ secara bersamaan, yang mana fonem /r/ menjadi luluh. 6. KKVK
: frak-si
→
Normal
PBSB
[fraʔ-si]
→
[hãʔ-hĩ]
Pada analisis di atas, diperoleh bahwa pada pola suku kata KKVK tidak terdapat penambahan bunyi glotal stop [ʔ]. Pola KKVK dilafalkan PBSB menjadi pola KVK karena PBSB tidak mampu melafalkan /f/ dan /r/ secara bersamaan, yang mana fonem /r/ menjadi luluh. Glotal stop [ʔ] pada contoh merujuk pada fonem /k/. 7. VKK
: eks-tra
→
PBSB
Normal [eks-tra]
→
[ẽʔ-lã]
Pada analisis di atas, diperoleh bahwa pada pola suku kata VKK tidak terdapat penambahan bunyi glotal stop [ʔ]. Pola VKK dilafalkan PBSB menjadi pola VK karena PBSB tidak mampu melafalkan /k/ dan /s/ secara bersamaan, yang mana fonem /s/ menjadi luluh. Glotal stop [ʔ] pada contoh merujuk pada fonem /k/.
33
8. KVKK
: teks-til
→
Normal
PBSB
[teks-til]
→
[nẽʔ-nĩl]
Pada analisis di atas, diperoleh bahwa pada pola suku kata KVKK tidak terdapat penambahan bunyi glotal stop [ʔ]. Pola KVKK dilafalkan PBSB menjadi pola KVK karena PBSB tidak mampu melafalkan /k/ dan /s/ secara bersamaan, yang mana fonem /s/ menjadi luluh. Glotal stop [ʔ] pada contoh merujuk pada fonem /k/. 9. KKVKK : kom-pleks
→
Normal
PBSB
[kom-pléks]
→
[ŋõm-lẽʔ]
Pada analisis di atas, diperoleh bahwa pada pola suku kata KKVKK tidak terdapat penambahan bunyi glotal stop [ʔ]. PBSB tidak mampu melafalkan /k/ dan /s/ secara bersamaan, yang mana fonem /s/ menjadi luluh. Glotal stop [ʔ] pada contoh merujuk pada fonem /k/. Fonem /p/ pada contoh juga luluh karena lafal /p/ dan /m/ sama pada PBSB, yaitu dengan bunyi [m]. 10. KKKV
: in-stru-men →
Normal
PBSB
[in-stru-men] →
[ĩn-hũʔ-mẽn]
Pada analisis di atas, diperoleh bahwa pada pola suku kata KKKV terdapat penambahan bunyi glotal stop [ʔ]. Pola KKKV dilafalkan PBSB menjadi pola KV karena PBSB tidak mampu melafalkan /s/, /t/, /r/ secara bersamaan, yang mana fonem /t/ dan /r/ menjadi luluh. 11. KKKVK : struk-tur
→
Normal
PBSB
[struʔ-tur] 34
→
[hũʔ-nũl]
Pada analisis di atas, diperoleh bahwa pada pola suku kata KKKVK tidak terdapat penambahan bunyi glotal stop [ʔ]. Pola KKKVK dilafalkan PBSB menjadi pola KVK karena PBSB tidak mampu melafalkan /s/, /t/ dan /r/ secara bersamaan, yang mana fonem /t/ dan /r/ menjadi luluh. Glotal stop [ʔ] pada contoh merujuk pada fonem /k/. 2.4 Interpretasi Lafal Fonem PBSB terhadap Bunyi yang Homorgan Setelah memperhatikan data-data pada 2.2 di atas, maka ditemukan interpretasi lafal fonem PBSB terhadap bunyi yang homorgan, antara lain: 2.4.1 Bilabial 1. /b/ dan /p/ Bunyi /b/ dan /p/ adalah bunyi homorgan bilabial yang dilafalkan PBSB menjadi bunyi [m]. Bunyi /b/ dan /p/ adalah bunyi hambat yang berubah menjadi bunyi nasal [m]. Contoh:
Normal
PBSB
bara
→
[bara]
→
[mãʔlã]
para
→
[para]
→
[mãʔlã]
Kata para dan bara pada contoh di atas dilafalkan dengan baik oleh orang normal, sedangkan PBSB tidak dapat melakukannya. Pada PBSB, para dan bara dilafalkan dengan [mãʔlã], yang mana bunyi hambat /b/ dan /p/ berubah menjadi bunyi nasal [m]. Ada berbagai kemungkinan fonem-fonem itu untuk diinterpretasikan. Mungkin saja pendengar mengambil salah satu kemungkinan di atas untuk menginterpretasikan lafal [mãʔlã]. Bisa saja yang dimaksudkannya adalah para, dan juga bara, tergantung pada konteks kalimat. Kita menafsirkan kata [mãʔlã] menjadi bara, apabila ketika PBSB berbicara sedang meniup bara api. Kemungkinan yang kedua adalah para, apabila PBSB menyebut ibu-ibu dalam jumlah banyak dengan kata para ibu. Kita mengalami 35
kendala dalam
menginterpretasikan fonem /p/ dan /b/ karena dilafalkan sama oleh PBSB menjadi bunyi nasal [m]. 2. /b/ dan /m/ Bunyi /b/ dan /m/ adalah bunyi homorgan bilabial yang dilafalkan PBSB dengan bunyi [m]. Bunyi /b/ adalah bunyi hambat yang berubah menjadi bunyi nasal [m], sedangkan bunyi /m/ tidak berubah, tetap dilafalkan dengan bunyi [m] nasal. Normal
Contoh:
PBSB
baju
→
[baju]
→
[mãʔɳũ]
maju
→
[maju]
→
[mãʔɳũ]
Kata baju dan maju pada contoh dilafalkan dengan baik oleh orang normal, sedangkan PBSB tidak dapat melakukannya. Pada PBSB, baju dan maju dilafalkan dengan [mãʔɳũ], yang mana bunyi hambat /b/ berubah menjadi bunyi nasal [m], sedangkan bunyi /m/ tetap. Ada berbagai kemungkinan fonem-fonem itu untuk diinterpretasikan. Mungkin saja pendengar mengambil salah satu kemungkinan di atas untuk menginterpretasikan lafal [mãʔɳũ]. Bisa saja yang dimaksudkannya adalah baju, dan juga maju, tergantung pada konteks kalimat. Kita menafsirkan kata [mãʔɳũ] menjadi baju, apabila ketika PBSB berbicara sedang memakai baju baru. Kemungkinan yang kedua adalah maju, apabila ketika PBSB berbicara sedang melangkah maju. Kita mengalami kendala dalam menginterpretasikan fonem /b/ dan /m/ karena dilafalkan sama oleh PBSB dengan bunyi nasal [m]. 3. /p/ dan /m/ Bunyi /p/ dan /m/ adalah bunyi homorgan bilabial yang dilafalkan PBSB dengan bunyi [m]. Bunyi /p/ adalah bunyi hambat yang berubah menjadi bunyi nasal [m], sedangkan bunyi /m/ tidak berubah, tetap dilafalkan dengan bunyi nasal [m].
36
Contoh:
Normal
PBSB
palu
→
[palu]
→
[mãʔlũ]
malu
→
[malu]
→
[mãʔlũ]
Kata palu dan malu pada contoh di atas dilafalkan dengan baik oleh orang normal, sedangkan PBSB tidak dapat melakukannya. Pada PBSB, palu dan malu dilafalkan dengan [mãʔlũ], yang mana bunyi hambat /p/ berubah menjadi bunyi nasal [m], sedangkan bunyi /m/ tetap. Ada berbagai kemungkinan fonem-fonem itu untuk diinterpretasikan. Mungkin saja pendengar mengambil salah satu kemungkinan di atas untuk menginterpretasikan lafal [mãʔlũ]. Bisa saja yang dimaksudkannya adalah palu, dan juga malu, tergantung pada konteks kalimat. Kita menafsirkan kata [mãʔlũ] menjadi palu, apabila ketika PBSB berbicara sedang memegang palu. Kemungkinan yang kedua adalah malu, apabila ketika PBSB mengungkapkan
malu
terhadap
kekurangannya.
Kita
mengalami
kendala
dalam
menginterpretasikan fonem /p/ dan /m/ karena dilafalkan sama oleh PBSB dengan bunyi nasal [m]. 2.4.2 Laminopalatal 1. /c/ dan /j/ Bunyi /c/ dan /j/ adalah bunyi homorgan laminopalatal yang dilafalkan PBSB menjadi bunyi [ɳ]. Bunyi /c/ dan /j/ adalah bunyi frikatif yang berubah menjadi bunyi nasal [ɳ]. Contoh:
Normal
PBSB
curi
→
[curi]
→
[ɳũʔlĩ]
juri
→
[juri]
→
[ɳũʔlĩ]
37
Kata curi dan juri pada contoh di atas dilafalkan dengan baik oleh orang normal, sedangkan PBSB tidak dapat melakukannya. Pada PBSB, curi dan juri dilafalkan dengan [ɳũʔlĩ], yang mana bunyi frikatif /c/ dan /j/ berubah menjadi bunyi nasal [ɳ]. Ada berbagai kemungkinan fonem-fonem itu untuk diinterpretasikan. Mungkin saja pendengar mengambil salah satu kemungkinan di atas untuk menginterpretasikan lafal [ɳũʔlĩ]. Bisa saja yang dimaksudkannya adalah para, dan juga bara, tergantung pada konteks kalimat. Kita menafsirkan kata [ɳũʔlĩ] menjadi curi, apabila PBSB mengambil barang orang lain tanpa izin. Kemungkinan yang kedua adalah juri, apabila PBSB berbicara tentang juri yang curang. Kita mengalami kendala dalam menginterpretasikan fonem /c/ dan /j/ karena dilafalkan sama oleh PBSB menjadi bunyi nasal [ɳ]. 2. /c/ dan /ɳ/ Bunyi /c/ dan /ɳ/ adalah bunyi homorgan laminopalatal yang dilafalkan PBSB dengan bunyi [ɳ]. Bunyi /c/ adalah bunyi frikatif yang berubah menjadi bunyi nasal [ɳ], sedangkan bunyi /ɳ/ tidak berubah, tetap dilafalkan dengan bunyi nasal [ɳ]. Contoh:
Normal
PBSB
camuk →
[camuʔ]
→
[ɳãʔmũʔ]
nyamuk→
[ɳamuʔ]
→
[ɳãʔmũʔ]
Kata camuk dan nyamuk pada contoh di atas dilafalkan dengan baik oleh orang normal, sedangkan PBSB tidak dapat melakukannya. Pada PBSB, camuk dan nyamuk dilafalkan dengan [ɳãʔmũʔ], yang mana bunyi frikatif /c/ berubah menjadi bunyi nasal [ɳ], sedangkan bunyi /ɳ/ tetap.
38
Ada berbagai kemungkinan fonem-fonem itu untuk diinterpretasikan. Mungkin saja pendengar mengambil salah satu kemungkinan di atas untuk menginterpretasikan lafal [ɳãʔmũʔ]. Bisa saja yang dimaksudkannya adalah camuk, dan juga nyamuk, tergantung pada konteks kalimat. Kita menafsirkan kata [ɳãʔmũʔ] menjadi camuk, apabila ketika PBSB berbicara sedang melihat keadaan kamar yang camuk. Kemungkinan yang kedua adalah nyamuk, apabila ketika PBSB berbicara sedang menepuk nyamuk yang sedang menggigit tangannya. Kita mengalami kendala dalam menginterpretasikan fonem /c/ dan /ɳ/ karena dilafalkan sama oleh PBSB dengan bunyi nasal [ɳ]. 4. /j/ dan /ɳ/ Bunyi /j/ dan /ɳ/ adalah bunyi homorgan laminopalatal yang dilafalkan PBSB dengan bunyi [ɳ]. Bunyi /j/ adalah bunyi frikatif yang berubah menjadi bunyi nasal [ɳ], sedangkan bunyi /ɳ/ tidak berubah, tetap dilafalkan dengan bunyi nasal [ɳ]. Contoh:
Normal jala
→
nyala →
PBSB
[jala]
→
[ɳãʔlã]
[ɳala]
→
[ɳãʔlã]
Kata jala dan nyala pada contoh di atas dilafalkan dengan baik oleh orang normal, sedangkan PBSB tidak dapat melakukannya. Pada PBSB, jala dan nyala dilafalkan dengan [ɳãʔlã], yang mana bunyi frikatif /j/ berubah menjadi bunyi nasal [ɳ], sedangkan bunyi /ɳ/ tetap. Ada berbagai kemungkinan fonem-fonem itu untuk diinterpretasikan. Mungkin saja pendengar mengambil salah satu kemungkinan di atas untuk menginterpretasikan lafal
39
[ɳãʔlã]. Bisa saja yang dimaksudkannya adalah jala, dan juga nyala, tergantung pada konteks kalimat. Kita menafsirkan kata [ɳãʔlã] menjadi jala, apabila ketika PBSB berbicara sedang memegang jala untuk memancing ikan. Kemungkinan yang kedua adalah nyala, apabila ketika PBSB berbicara sedang menyalakan lampu. Kita mengalami kendala dalam menginterpretasikan fonem /j/ dan /ɳ/ karena dilafalkan sama oleh PBSB dengan bunyi nasal [ɳ]. 2.4.3 Laminoalveolar 1. /d/ dan /t/ Bunyi /d/ dan /t/ adalah bunyi homorgan laminoalveolar yang dilafalkan PBSB menjadi bunyi [n]. Bunyi /d/ dan /t/ adalah bunyi hambat yang berubah menjadi bunyi nasal [n]. Contoh:
Normal
PBSB
dari
→
[dari]
→
[nãʔlĩ]
tari
→
[tari]
→
[nãʔlĩ]
Kata dari dan tari pada contoh di atas dilafalkan dengan baik oleh orang normal, sedangkan PBSB tidak dapat melakukannya. Pada PBSB, dari dan tari dilafalkan dengan [nãʔlĩ], yang mana bunyi hambat /d/ dan /t/ berubah menjadi bunyi nasal [n]. Ada berbagai kemungkinan fonem-fonem itu untuk diinterpretasikan. Mungkin saja pendengar mengambil salah satu kemungkinan di atas untuk menginterpretasikan lafal [nãʔlĩ]. Bisa saja yang dimaksudkannya adalah dari, dan juga tari, tergantung pada konteks kalimat. Kita menafsirkan kata [nãʔlĩ] menjadi dari, apabila PBSB mengatakan dari mana dia berasal. Kemungkinan yang kedua adalah tari, apabila PBSB berbicara tentang tari di sekolah
40
yang bagus. Kita mengalami kendala dalam menginterpretasikan fonem /d/ dan /t/ karena dilafalkan sama oleh PBSB menjadi bunyi nasal [n]. 2. /d/ dan /n/ Bunyi /d/ dan /n/ adalah bunyi homorgan laminoalveolar yang dilafalkan PBSB dengan bunyi [n]. Bunyi /d/ adalah bunyi hambat yang berubah menjadi bunyi nasal [n], sedangkan bunyi /n/ tidak berubah, tetap dilafalkan dengan bunyi nasal [n]. Normal
Contoh:
PBSB
dada
→
[dada]
→
[nãʔnã]
nada
→
[nada]
→
[nãʔnã]
Kata dada dan nada pada contoh di atas dilafalkan dengan baik oleh orang normal, sedangkan PBSB tidak dapat melakukannya. Pada PBSB, dada dan nada dilafalkan dengan [nãʔnã], yang mana bunyi hambat /d/ berubah menjadi bunyi nasal [n], sedangkan bunyi /n/ tetap. Ada berbagai kemungkinan fonem-fonem itu untuk diinterpretasikan. Mungkin saja pendengar mengambil salah satu kemungkinan di atas untuk menginterpretasikan lafal [nãʔnã]. Bisa saja yang dimaksudkannya adalah dada, dan juga nada. Kita menafsirkan kata [nãʔnã] menjadi dada, apabila ketika PBSB berbicara sedang memegang dadanya yang sesak. Kemungkinan yang kedua adalah nada, apabila ketika PBSB sedang belajar nada lagu. Kita mengalami kendala dalam menginterpretasikan fonem /d/ dan /n/ karena dilafalkan sama oleh PBSB dengan bunyi nasal [n]. 3. /t/ dan /n/ Bunyi /t/ dan /n/ adalah bunyi homorgan laminoalveolar yang dilafalkan PBSB dengan bunyi [n]. Bunyi /t/ adalah bunyi hambat yang berubah menjadi bunyi nasal [n], sedangkan bunyi /n/ tidak berubah, tetap dilafalkan dengan bunyi nasal [n].
41
Contoh:
Normal
PBSB
tadi
→
[tadi]
→
[nãʔnĩ]
nadi
→
[nadi]
→
[nãʔnĩ]
Kata tadi dan nadi pada contoh di atas dilafalkan dengan baik oleh orang normal, sedangkan PBSB tidak dapat melakukannya. Pada PBSB, tadi dan nadi dilafalkan dengan [nãʔnĩ], di mana terlihat bunyi hambat /t/ berubah menjadi bunyi nasal [n], sedangkan bunyi /n/ tetap. Ada berbagai kemungkinan fonem-fonem itu untuk diinterpretasikan. Mungkin saja pendengar mengambil salah satu kemungkinan di atas untuk menginterpretasikan lafal [nãʔnĩ]. Bisa saja yang dimaksudkannya adalah tadi, dan juga nadi, tergantung pada konteks kalimat. Kita menafsirkan kata [nãʔnĩ] menjadi tadi, apabila ketika PBSB bercerita tentang kejadian tadi. Kemungkinan yang kedua adalah nadi, apabila ketika PBSB berbicara tentang denyut nadinya yang tidak stabil. Kita mengalami kendala dalam menginterpretasikan fonem /t/ dan /n/ karena dilafalkan sama oleh PBSB dengan bunyi nasal [n]. 4. /s/ dan /z/ Bunyi /s/ dan /z/ adalah bunyi homorgan laminoalveolar yang dilafalkan PBSB menjadi bunyi [h]. Bunyi /s/ dan /z/ adalah bunyi geseran yang berubah menjadi bunyi faringal [h]. Normal
Contoh:
PBSB
saman →
[saman]
→
[hãʔmãn]
zaman →
[zaman]
→
[hãʔmãn]
Kata saman dan zaman pada contoh di atas dilafalkan dengan baik oleh orang normal, sedangkan PBSB tidak dapat melakukannya. Pada PBSB, saman dan zaman dilafalkan dengan [hãʔmãn], yang mana bunyi geseran /s/ dan /z/ berubah menjadi bunyi faringal [h]. 42
Ada berbagai kemungkinan fonem-fonem itu untuk diinterpretasikan. Mungkin saja pendengar mengambil salah satu kemungkinan di atas untuk menginterpretasikan lafal [hãʔmãn]. Bisa saja yang dimaksudkannya adalah saman, dan juga zaman, tergantung pada konteks kalimat. Kita menafsirkan lafal [hãʔmãn] menjadi zaman apabila apabila ketika dia sedang berbicara masalah zaman penjajahan. Kemungkinan yang kedua adalah saman, apabila ketika dia sedang
berbicara sambil menyaksikan pertunjukan tari saman. Kita
mengalami kendala dalam menginterpretasikan fonem /s/ dan /z/ karena dilafalkan sama oleh PBSB menjadi bunyi faringal [h]. 5. /r/ dan /l/ Bunyi /r/ dan /l/ adalah bunyi homorgan laminoalveolar yang dilafalkan PBSB dengan bunyi [l]. Bunyi /r/ adalah bunyi getaran yang berubah menjadi bunyi lateral [l], sedangkan bunyi /l/ tidak berubah, tetap dilafalkan dengan bunyi lateral [l]. Contoh:
Normal
PBSB
rupa
→
[rupa]
→
[lũʔmã]
lupa
→
[lupa]
→
[lũʔmã]
Kata rupa dan lupa pada contoh di atas dilafalkan dengan baik oleh orang normal, sedangkan PBSB tidak dapat melakukannya. Pada PBSB, rupa dan lupa dilafalkan dengan [lũʔmã], yang mana hanya bunyi getar /r/ berubah menjadi bunyi lateral [l], sedangkan bunyi /l/ tetap. Ada berbagai kemungkinan fonem-fonem itu untuk diinterpretasikan. Mungkin saja pendengar mengambil salah satu kemungkinan di atas untuk menginterpretasikan lafal [lũʔmã]. Bisa saja yang dimaksudkannya adalah rupa, dan juga lupa, tergantung pada konteks kalimat. Kita menafsirkan kata [lũʔmã] menjadi rupa, apabila ketika PBSB berbicara tentang rupa seseorang yang cantik. Kemungkinan yang kedua adalah lupa, apabila ketika PBSB lupa 43
membawa sesuatu. Kita mengalami kendala dalam menginterpretasikan fonem /r/ dan /l/ karena dilafalkan sama oleh PBSB dengan bunyi lateral [l]. 2.4.4 Dorsovelar 1. /k/ dan /g/ Bunyi /k/ dan /g/ adalah bunyi homorgan dorsovelar yang dilafalkan PBSB menjadi bunyi [ŋ]. Bunyi /k/ dan /g/ adalah bunyi hambat yang berubah menjadi bunyi nasal [ŋ]. Normal
Contoh:
PBSB
kiat
→
[kiat]
→
[ŋĩʔyãt]
giat
→
[giat]
→
[ŋĩʔyãt]
Kata kiat dan giat pada contoh di atas dilafalkan dengan baik oleh orang normal, sedangkan PBSB tidak dapat melakukannya. Pada PBSB, kiat dan giat dilafalkan dengan [ŋĩʔyãt], yang mana bunyi hambat /k/ dan /g/ berubah menjadi bunyi nasal [ŋ]. Ada berbagai kemungkinan fonem-fonem itu untuk diinterpretasikan. Mungkin saja pendengar mengambil salah satu kemungkinan di atas untuk menginterpretasikan lafal [ŋĩʔyãt]. Bisa saja yang dimaksudkannya adalah kiat, dan juga giat, tergantung pada konteks kalimat. Kita menafsirkan lafal [ŋĩʔyãt] menjadi kiat apabila apabila ia memiliki kiat untuk sukses seperti orang normal lainnya. Kemungkinan yang kedua adalah giat apabila ketika ia berbicara sedang melihat orang yang bekerja rajin dan giat. Kita mengalami kendala dalam menginterpretasikan fonem /k/ dan /g/ karena dilafalkan sama oleh PBSB dengan bunyi nasal [ŋ]. 2. /k/ dan /ŋ/ Bunyi /k/ dan /ŋ/ adalah bunyi homorgan dorsovelar yang dilafalkan PBSB dengan bunyi [ŋ]. Bunyi /k/ adalah bunyi hambat yang berubah menjadi bunyi nasal [ŋ], sedangkan bunyi /ŋ/ tidak berubah, tetap dilafalkan dengan bunyi nasal [ŋ]. 44
Contoh:
Normal kaya
PBSB
→
[kaya]
→
[ŋãʔyã]
nganga →
[ŋaŋa]
→
[ŋãʔŋã]
Kata kaya dan nganga pada contoh di atas dilafalkan dengan baik oleh orang normal, sedangkan PBSB tidak dapat melakukannya. Pada PBSB, kaya dilafalkan dengan [ŋãʔyã], sedangkan nganga dilafalkan dengan [ŋãʔŋã]. Bunyi hambat /k/ berubah menjadi bunyi nasal [ŋ], dan bunyi /ŋ/ tidak berubah, tetap dilafalkan dengan bunyi nasal [ŋ]. 3. /g/ dan /ŋ/ Bunyi /g/ dan /ŋ/ adalah bunyi homorgan dorsovelar yang dilafalkan PBSB dengan bunyi [ŋ]. Bunyi /g/ adalah bunyi hambat yang berubah menjadi bunyi nasal [ŋ], sedangkan bunyi /ŋ/ tidak berubah, tetap dilafalkan dengan bunyi nasal [ŋ]. Contoh:
Normal gali
→
nganga →
PBSB
[gali]
→
[ŋãʔlĩ]
[ŋaŋa]
→
[ŋãʔŋã]
Kata gali dan nganga pada contoh di atas dilafalkan dengan baik oleh orang normal, sedangkan PBSB tidak dapat melakukannya. Pada PBSB, gali dilafalkan dengan [ŋãʔlĩ], sedangkan nganga dilafalkan dengan [ŋãʔŋã]. Bunyi hambat /g/ berubah menjadi bunyi nasal [ŋ], dan bunyi /ŋ/ tidak berubah, tetap dilafalkan dengan bunyi nasal [ŋ].
45
BAB III SIMPULAN DAN SARAN
3.1 Simpulan Bibir sumbing (labioschizis) biasanya timbul sebagai cacat bawaan sejak lahir akibat gangguan dalam proses penyatuan bibir atas pada masa embrio awal. Bibir sumbing yang ringan hanya tampak sebagai celah kecil di atas bibir atas dan tidak terlihat jelas. Sumbing yang berat dapat terjadi di kedua sisi bibir atas dan membentuk celah sampai ke lubang hidung dan langit-langit. Seorang anak yang menderita bibir sumbing akan mengalami gangguan dalam mengunyah, menggigit, merobek makanan, dan juga berbicara akibat cacat di kedua sisi bibir atas dan membentuk celah sampai ke lubang hidung dan langit-langit (labiopalatoschizis). Kendala artikulatoris adalah kendala berupa kerusakan artikulator pada PBSB sehingga tidak dapat menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dengan baik. Kerusakan artikulator yang diderita oleh PBSB adalah bibir atas (upper lip), rongga hidung (nasal cavity), langitlangit (palate), dan gigi (teeth). Bunyi vokal pada PBSB mengalami gangguan karena terdapat celah pada langit-langit hingga rongga hidung yang menyebabkan lafal vokal a, i, u, e, é, o menjadi vokal nasal [ã õ ĩ ũ ẽ]. Semi vokal /w/ dan /y/ pada PBSB tidak banyak mengalami gangguan karena kerusakan alat ucap PBSB tidak mempengaruhi bunyi tersebut. Fonem konsonan yang terkendala dalam interpretasi lafal fonem PBSB antara lain: 1. Fonem /b/ menjadi bunyi [m] di awal dan tengah kata. 2. Fonem /c/ menjadi bunyi [ɳ] di awal dan tengah kata. 3. Fonem /d/ menjadi bunyi [n] di awal dan tengah kata. 4. Fonem /f/ menjadi bunyi [h] di awal, tengah, dan akhir kata. 46
5. Fonem /g/ menjadi bunyi [ŋ], di awal dan tengah kata. 6. Fonem /j/ menjadi bunyi [ɳ], di awal dan tengah kata. 7. Fonem /k/ menjadi bunyi [ŋ], di awal dan tengah kata. 8. Fonem /p/ menjadi bunyi [m], di awal dan tengah kata. 9. Fonem /r/ menjadi bunyi [l] di awal, tengah, dan akhir kata. 10. Fonem /s/ menjadi bunyi [h] di awal, tengah, dan akhir kata. 11. Fonem /t/ menjadi bunyi [n] di awal dan tengah kata. 12. Fonem /z/ menjadi bunyi [h] di awal dan tengah kata. 13. Fonem /Š/ menjadi bunyi [h] di awal, tengah, dan akhir kata. 14. Fonem /x/ menjadi bunyi [ŋ] di awal dan tengah kata. Fonem konsonan yang tidak terkendala yang diucapkan oleh PBSB antara lain: 1. Fonem /b/ di akhir kata. 2. Fonem /d/ di akhir kata. 3. Fonem /k/ di akhir kata. 4. Fonem /p/ di akhir kata. 5. Fonem /t/ di akhir kata. 6. Fonem /h/ di awal, tengah, dan akhir kata. 7. Fonem /l/ di awal, tengah, dan akhir kata. 8. Fonem /m/ di awal, tengah, dan akhir kata. 9. Fonem /n/ di awal, tengah, dan akhir kata. 10. Fonem /ɳ/ di awal dan tengah kata. 11. Fonem /ŋ/ di awal, tengah, dan akhir kata.
47
Bunyi glotal stop [ʔ] pada PBSB digunakan untuk memisahkan suku kata yang dilafalkannya. Namun, bunyi glotal stop [ʔ] tersebut hanya terdapat pada suku kata dengan pola V, VK, KV, KVK, KKV, KKKV. Interpretasi lafal fonem PBSB terhadap bunyi yang homorgan, antara lain: 1. Bilabial:
Normal /b p m/
PBSB →
[m]
Bunyi /b p m/ adalah bunyi homorgan bilabial yang dilafalkan PBSB dengan bunyi [m]. Bunyi /b/ dan /p/ adalah bunyi hambat yang berubah menjadi bunyi nasal [m], sedangkan bunyi /m/ tetap dilafalkan dengan bunyi nasal [m]. 2. Laminopalatal:
Normal /c j ɳ/
PBSB →
[ɳ]
Bunyi /c j ɳ/ adalah bunyi homorgan laminopalatal yang dilafalkan PBSB dengan bunyi [ɳ]. Bunyi /c/ dan /j/ adalah bunyi frikatif yang berubah menjadi bunyi nasal [ɳ], sedangkan bunyi /ɳ/ tidak berubah, tetap dilafalkan dengan bunyi nasal [ɳ]. 3. Laminoalveolar:
Normal /d t n/
PBSB →
[n]
Bunyi /d t n/ adalah bunyi homorgan laminoalveolar yang dilafalkan PBSB menjadi bunyi [n]. Bunyi /d/ dan /t/ adalah bunyi hambat yang berubah menjadi bunyi nasal [n], sedangkan bunyi /n/ tidak berubah, tetap dilafalkan dengan bunyi nasal [n]. Normal /s/ dan /z/
PBSB →
48
[h]
Bunyi /s/ dan /z/ adalah bunyi homorgan laminoalveolar yang dilafalkan PBSB menjadi bunyi [h]. Bunyi /s/ dan /z/ adalah bunyi geseran yang berubah menjadi bunyi faringal [h]. Normal
PBSB
/r/ dan /l/
→
[l]
Bunyi /r/ dan /l/ adalah bunyi homorgan laminoalveolar yang dilafalkan PBSB dengan bunyi [l]. Bunyi /r/ adalah bunyi getaran (triil) yang berubah menjadi bunyi lateral [l], sedangkan bunyi /l/ tidak berubah, tetap dilafalkan dengan bunyi lateral [l]. 4. Dorsovelar:
Normal /k g ŋ/
PBSB →
[ŋ]
Bunyi /k/ dan /g/ adalah bunyi homorgan dorsovelar yang dilafalkan PBSB menjadi bunyi [ŋ]. Bunyi /k/ dan /g/ adalah bunyi hambat yang berubah menjadi bunyi nasal [ŋ], sedangkan bunyi /ŋ/ tidak berubah, tetap dilafalkan dengan bunyi nasal [ŋ]. Dari analisis-analisis di atas, maka ditemukan enam kendala yang dihadapi pendengar dalam menginterpretasikan lafal fonem segmental pada PBSB, yaitu: 1. Sulit menafsirkan perbedaan antara fonem /c/, /j/ dan /ɳ/ karena ketiga fonem tersebut dilafalkan sama oleh PBSB menjadi bunyi [ɳ]. 2. Sulit menafsirkan perbedaan antara fonem /p/, /b/, dan /m/ karena ketiga fonem tersebut dilafalkan sama oleh PBSB menjadi bunyi [m]. 3. Sulit menafsirkan perbedaan antara fonem /t/, /d/, dan /n/ karena ketiga fonem tersebut dilafalkan sama oleh PBSB menjadi bunyi [n]. 4. Sulit menafsirkan perbedaan antara fonem /g/, /k/, /x/, dan /ŋ/ karena ketiga fonem tersebut dilafalkan sama oleh PBSB menjadi bunyi [ŋ].
49
5.
Sulit menafsirkan perbedaan antara fonem /f/, /s/, /z/, /h/, dan /Š/ karena ketiga fonem tersebut dilafalkan sama oleh PBSB menjadi bunyi [h].
6. Sulit menafsirkan perbedaan antara fonem /r/ dan /l/ karena kedua fonem tersebut dilafalkan sama oleh PBSB menjadi bunyi [l].
3.2 Saran Kajian yang telah dilakukan penulis mengenai interpretasi lafal fonem pada PBSB ini merupakan langkah awal, yang karena keterbatasan yang penulis miliki. Kajian ini belum dapat mencakup dan menguraikan dengan terinci dan mendalam. Untuk itu penulis menyarankan agar dilakukan pengkajian yang lebih mendalam lagi sehingga segala data yang belum tercakup dan terurai di sini dapat dibicarakan dengan terinci. Begitu juga pembicaraan mengenai interpretasi lafal fonem pada PBSB ini, masih memerlukan pembuktian yang lebih akurat lagi. Hendaklah dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai PBSB, misalnya dari segi fonetik akustik atau fonetik auditoris.
50
DAFTAR PUSTAKA Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. ---------------. 2006. Tatabahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Efrina S, Sumi. 1999. Deskripsi Fonem Bahasa Simalungun (skripsi). Fakultas Sastra: Universitas Sumatera Utara. Lapoliwa, Hans. 1988. Pengantar Fonologi I: Fonetik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Lass, Roger. 1984. Fonologi sebuah Pengantar untuk Konsep-konsep Dasar. Cambridge: Cambridge University Press. Mulianih. 1994. Fonologi, Morfologi, dan Morfofonemik Dialek Betawi Ora di Kecamatan Ciledug. Fakultas Sastra: Universitas Sumatera Utara. Mulyadi. 2004. Bahasa Indonesia. Fakultas Sastra: Universitas Sumatera Utara. -----------. 2005. Dasar-dasar Penulisan Ilmiah. Fakultas Sastra: Universitas Sumatera Utara. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Soeparno. 2003. Dasar-dasar Linguistik. Yogyakarta: Mitra Gama Widya. Verhaar, JWM. 1981. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Yusuf, Suhendar. Fonetik dan Fonologi. Jakarta: Gramedia Utama. www.Republika.co.id/suplemen/cetak_detail. Diakses pada tanggal 12 Juni 2008. www.info-sehat.com, diakses pada tanggal 12 Juni 2008.
Kamus Ali, Lukman, dkk. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Fersima Yeni : Interpretasi Lafal Fonem Penderita Bibir Sumbing, 2008 USU Repository © 2008
LAMPIRAN I DAFTAR RESPONDEN
1. M. Alfarizi Umur
: 11 tahun
Alamat
: Jl. Gedung Arca Gg. Sehat no. 123B Medan
Status
: Pelajar kelas V SD
Nama Ayah
: Syahdani
Nama Ibu
: Yusmita
2. Ikhsan Umur
: 13 tahun
Alamat
: Jl. Jati II No.15 Teladan-Medan
Status
: Pelajar kelas I SMP
Nama Ayah
: Rizal
Nama Ibu
: Suriani
Fersima Yeni : Interpretasi Lafal Fonem Penderita Bibir Sumbing, 2008 USU Repository © 2008
LAMPIRAN II DAFTAR KATA INFORMAN
A 1.
/abu/
→
[ãʔmũ]
2.
/abad/
→
[ãʔmãd]
3.
/acak/
→
[ãʔɳãʔ]
4.
/ada/
→
[ãʔnã]
5. 6.
/adab/ /afdhal/
→ →
[ãʔnãb] [ãhnãl]
7.
/ajal/
→
[ãʔɳãl]
8.
/akal/
→
[ãʔŋãl]
9.
/aku/
→
[ãʔŋũ]
10. /aktif/
→
[ãʔnĩh]
11. /aman/
→
[ãʔmãn]
12. /arasy/
→
[ãʔlãh]
13. /asyik/
→
[ãʔhĩʔ]
14. /asal/
→
[ãʔhãl]
15. /asam/
→
[ãʔhãm]
16. /atap/
→
[ãʔnãp]
17. /azab/
→
[ãʔhãb]
B 1.
/baca/
→
[mãʔɳã]
2.
/bagi/
→
[mãʔŋĩ]
3.
/bagus/
→
[mãʔŋũh]
4.
/baja/
→
[mãʔɳã]
5.
/bakar/
→
[mãʔŋãl]
6.
/bakhil/
→
[mãʔhĩl]
7.
/bali/
→
[mãʔlĩ]
8.
/balon/
→
[mãʔlõn]
9.
/bara/
→
[mãʔlã]
10. /baru/
→
[mãʔlũ]
11. /besar/
→
[mẽʔhãl]
12. /bisa/
→
[mĩʔhã]
13. /batu/
→
[mãʔnũ]
14. /buka/
→
[mũʔŋã]
Fersima Yeni : Interpretasi Lafal Fonem Penderita Bibir Sumbing, 2008 USU Repository © 2008
15. /bunyi/
→
[mũʔɳĩ]
16. /bangun/ →
[mãʔŋũn]
17. /bayar/
→
[mãʔyãl]
18. /bazar/
→
[mãʔhãl]
C 1.
/cara/
→
[ɳãʔlã]
2.
/cuma/
→
[ɳũʔmã]
1.
/desa/
→
[nẽʔhã]
2.
/dalam/
→
[nãʔlãm]
3.
/duka/
→
[nũʔŋã]
4.
/dahi/
→
[nãʔhĩ]
5.
/dana/
→
[nãʔnã]
1.
/enak/
→
[ẽʔnãʔ]
2.
/elang/
→
[ẽʔlãŋ]
1.
/fakta/
→
[hãʔnã]
2.
/fakir/
→
[hãʔŋĩl]
1.
/gajah/
→
[ŋãʔɳãh]
2.
/gali/
→
[ŋãʔlĩ]
3.
/garam/
→
[ŋãʔlãm]
4.
/gula/
→
[ŋũʔlã]
5.
/gua/
→
[ŋũʔwã]
1.
/hati/
→
[hãʔnĩ]
2.
/hidup/
→
[hĩʔnũp]
3.
/hilang/
→
[hĩʔlãŋ]
4.
/hitam/
→
[hĩʔnãm]
5. I
/hujan/
→
[hũʔɳãn]
1.
/ikan/
→
[ĩʔŋãn]
2.
/itik/
→
[ĩʔnĩʔ]
D
E
F
G
H
2
J 1. /jago/
→
[ɳãʔŋõ]
2. /jala/
→
[ɳãʔlã]
3. /jalan/
→
[ɳãʔlãn]
4. /jarak/
→
[ɳãʔlãʔ]
5. /jasad/
→
[ɳãʔhãd]
6. /jatuh/
→
[ɳãʔnũh]
7. /Jawa/
→
[ɳãʔwã]
8. /jurang/
→
[ɳũʔlãŋ]
9. /juri/
→
[ɳũʔlĩ]
1. /kabar/
→
[ŋãʔmãl]
2. /kado/
→
[ŋãʔnõ]
3. /kaku/
→
[ŋãʔŋũ]
4. /kami/
→
[ŋãʔmĩ]
5. /kapal/
→
[ŋãʔmãl]
6. /kapas/
→
[ŋãʔmãh]
7. /kaya/
→
[ŋãʔyã]
8. /kode/
→
[ŋõʔnẽ]
9. /koma/
→
[ŋõʔmã]
1. /lafal/
→
[lãʔhãl]
2. /lama/
→
[lãʔmã]
3. /lambat/
→
[lãʔmãt]
4. /lapar/
→
[lãʔmãl]
5. /lidah/
→
[lĩʔnãh]
6. /luka/
→
[lũʔŋã]
1. /malam/
→
[mãʔlãm]
2. /malas/
→
[mãʔlãh]
3. /manis/
→
[mãʔnĩh]
4. /muka/
→
[mũʔŋã]
K
L
M
5. /masyarakat/
→
[mãʔhãʔlãʔŋãt]
6. /makhluk/ →
[mãhlũʔ]
3
N 1. /nama/
→
[nãʔmã]
2. /nabi/
→
[nãʔmĩ]
O 1.
/ojek/
→
[õʔɳẽʔ]
2.
/otak/
→
[õʔnãʔ]
1.
/pirang/
→
[mĩʔlãŋ]
2.
/pukul/
→
[mũʔŋũl]
1. /raja/
→
[lãʔɳã]
2. /rasa/
→
[lãʔhã]
P
R
S 1.
/salam/
→
[hãʔlãm]
2.
/salib/
→
[hãʔlĩb]
3.
/sambal/ →
[hãʔmãl]
4.
/sangat/
→
[hãʔŋãt]
5.
/sapu/
→
[hãʔmũ]
6.
/saya/
→
[hãʔyã]
7.
/sayang/ →
[hãʔyãŋ]
8.
/sarang/
→
[hãʔlãŋ]
9.
/suka/
→
[hũʔŋã]
10. /sunat/
→
[hũʔnãt]
11. /sore/
→
[hõʔlẽ]
T 1.
/tahu/
→
[nãʔhũ]
2.
/tali/
→
[nãʔlĩ]
3.
/taman/
→
[nãʔmãn]
4.
/tanya/
→
[nãʔɳã]
5.
/tarif/
→
[nãʔlĩh]
6.
/tarikh/
→
[nãʔlĩh]
7.
/tawa/
→
[nãʔwã]
8.
/tebu/
→
[nẽʔmũ]
9.
/tolak/
→
[nõʔlãʔ]
10. /tukar/
→
[nũʔŋãl] 4
11. /tutup/
→
[nũʔnũp]
12. /tulang/
→
[nũʔlãŋ]
U 1.
/uang/
→
[ũʔwãŋ]
2.
/ulang/
→
[ũʔlãŋ]
3.
/upah/
→
[ũʔmãh]
1.
/waktu/
→
[wãʔnũ]
2.
/wasit/
→
[wãʔhĩt]
1.
/yakin/
→
[yãʔŋĩn]
2.
/yatim/
→
[yãʔnĩm]
1.
/zakat/
→
[hãʔŋãt]
2.
/zaman/
→
[hãʔmãn]
1.
/syarat/
→
[hãʔlãt]
2. 3.
/syukur/ → /syekh/ →
[hũʔŋũl] [hêh]
1.
/khilaf/
[hĩʔlãh]
2.
/khusus/ →
[ŋũʔhũh]
1.
/nyamuk/ →
[ɳãʔmũʔ]
2.
/nyaring/ →
[ɳãʔlĩŋ]
/nganga/ →
[ŋãʔŋã]
W
Y
Z
SY
KH →
NY
NG 1.
5