Internasionalisasi dan Harmonisasi Pendidikan Tinggi (Catatan dari Sebuah Pertemuan Alumni) http://analisadaily.com/opini/news/internasionalisasi-dan-harmonisasi-pendidikan-tinggicatatan-dari-sebuah-pertemuan-alumni/134672/2015/05/20 Rabu, 20 Mei 2015 | Dibaca 5460 kali
Url Berita
Persentase co-authorship antar Perguruan Tinggi (Likitan et. al,2012). Oleh: Ferisman Tindaon Terminologi Go International, Globalization, dan Harmonization yang sedang marak di dunia pendidikan tinggi di Indonesia sebenarnya memiliki makna sama yaitu mengarah kepada internasionalisasi perguruan tinggi. Internasionalisasi lazim di gunakan di dunia pendidikan untuk menjelaskan adanya pendidikan tanpa batas negara, trans-nasional, bisnis pendidikan antar negara (borderless-, transnational, cross border and trade in education services). Disamping itu internasionalisasi pendidikan juga mencakup harmonisasi, dan standarisasi yang mencakup akreditasi, penjaminan mutu dan kualifikasi lembaga pendidikan yang cukup pelik untuk dibahas. Globalisasi dalam dunia pendidikan tinggi ini ditandai dengan meningkatnya pergerakan manusia, adanya berbagai program dan lembaga lintas batas suatu negara. Hal ini juga menarik adanya peningkatan peran sektor swasta dalam dunia pendidikan. Internasionalisasi perguruan tinggi diartikan sebagai sebuah proses di perguruan tinggi yang mengintegrasikan komponen internasional ke dalam tujuan, fungsi atau penyampaian pendidikan. Hal ini mencakup pengembangan kurikulum dan inovasinya; pertukaran dosen dan mahasiswa, pengembangan dan perluasan program studi; pemanfaatan bantuan teknologi
untuk pembelajaran, pelatihan budaya, pendidikan untuk mahasiswa internasional; dan penelitian/publikasi bersama. Internasionalisasi juga dimaknai sebagai upaya untuk menyiapkan mahasiswa lokal go global, menjadi global citizen yang kompetitif dan membanggakan bangsanya. Mendorong perguruan tinggi Indonesia untuk go international dalam arti mampu menghadirkan mutu yang terpandang secara internasional. Perguruan Tinggi di Indonesia diharapkan dapat melakukan internasionalisasi pendidikan dengan menjalin banyak kerjasama internasional bentuk dalam hal kurikulum, dosen, kolaborasi riset, pertukaran mahasiswa, mengadakan program double degree (ijazah ganda) dengan membuka program internasional. Upaya ini merupakan salah satu strategi yang banyak digunakan perguruan tinggi nasional dalam meningkatkan kualitas akademik dan reputasi internasionalnya. Dasar Hukum UU Pendidikan Tinggi telah mengatur tentang penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh lembaga dari negara lain (perguruan tinggi asing=PTA) yang melibatkan perguruan tinggi negeri (PTN) maupun swasta (PTA) dalam negeri. Pasal 50 UU No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi (Dikti) menyatakan bahwa kerja sama internasional pendidikan tinggi adalah proses interaksi dalam pengintegrasian dimensi internasional dalam kegiatan akademik untuk berperan dalam pergaulan internasional tanpa kehilangan nilai-nilai keIndonesiaan. Kerja sama internasional harus didasarkan pada prinsip kesetaraan dan saling menghormati dengan mempromosikan ilmu pengetahuan, teknologi, dan nilai kemanusiaan yang memberi manfaat bagi kehidupan manusia. Lebih lanjut pemerintah telah memberikan rambu-rambu kerjasama luar negeri melalui Permendikbud No. 14 Tahun 2014. Kerja sama harus seimbang antara kedua belah pihak. Dan ditujukan untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, produktivitas, kreativitas, mutu dan relevansi tri dharma perguruan tinggi yang bermuara pada peningkatan daya saing bangsa. Kondisi Saat Ini Mungkin rendahnya daya saing sumber daya manusia Indonesia dikancah internasional merupakan salah satu permasalahan besar yang kita hadapi saat ini. Hal ini tentu berkaitan erat dengan dunia pendidikan tinggi. Setidaknya data The Global Competitivenes Index 2014-2015 dapat digunakan sebagai acuan. Seperti yang direalease dalam data World Economic Forum, posisi daya saing Indonesia tahun 2014-2015 berada pada urutan ke 34 dari 144 negara yang disurvei (lihat Tabel 1). Namun terlihat menunjukkan ke arah yang lebih baik. Di posisi ini, Indonesia berada jauh di bawah Singapura yang menempati urutan ke-2, Malaysia (20), dan Thailand (31). Tabel 1. Perkembangan Peringkat Daya Saing Indonesia diantara 4 Negara Asean Negara 2011-2012 Indonesia 46 Malaysia 21 Singapura 2 Thailand 39
2012-2013 50 25 2 38
2013-2014 38 24 2 37
2014-2015 34 20 2 31
Sumber : The Global Competitivenes Index 2014-2015 World Economic Forum pp:14-15 Kerja sama bidang akademik antar perguruan tinggi menurut pasal 7 Permendikbud tersebut diatas, dapat dilakukan dengan cara: a) pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat; b) penjaminan mutu internal; c) program kembaran; d) gelar bersama; e) gelar ganda; f) pengalihan dan/atau pemerolehan angka kredit dan/atau satuan lain yang sejenis; g) penugasan dosen senior sebagai pembina pada perguruan tinggi yang membutuhkan pembinaan; h) pertukaran dosen dan/atau mahasiswa; i) pemanfaatan bersama berbagai sumber daya; j) pengembangan pusat kajian Indonesia dan budaya lokal; k) penerbitan berkala ilmiah; l) pemagangan; dan m) penyelenggaraan seminar bersama. Semua perguruan tinggi dari negara asing (PTA) berkesempatan menyelenggarakan pendidikan tinggi di Indonesia tetapi harus terlebih dahulu memenuhi ketentuan yang berlaku. Internasionalisasi pendidikan bertujuan untuk. meningkatkan kualitas pendidikan sehingga setara dengan kualitas pendidikan internasional. Peningkatan mutu penelitian sehingga hasilhasil penelitian dapat diakui dunia internasional. Peningkatan kompetensi dan kapasitas staf akademik dan peneliti, kompetensi dan kapasitas lulusan. Perbaikan reputasi universitas di mata dunia internasional. Tak kalah pentingnya untuk mendapatkan keuntungan finansial dengan datangnya mahasiswa asing. Dan merespon tuntutan pasar tenaga kerja yang berkualitas di dunia internasional tidak hanya berkiprah di dalam negeri namun diharapkan dapat berkarya dan bersaing di luar negeri. Harmonisasi Pendidikan Tinggi di Asia Tenggara Kata harmonisasi bermakna pengharmonisan; upaya mencari keselarasan, sikronisasi, kesepadanan. Besarnya disparitas mutu maupun sarana yang dimiliki antar perguruan tinggi dalam konteks internasionalisasi membutuhkan harmonisasi. Harmonisasi pendidikan tinggi pada dasarnya adalah sebuah proses yang mengakui pentingnya kerjasama pendidikan regional, antar negara dan pentingnya membentuk 'area of knowledge' di mana kegiatan dan interaksi dalam pendidikan tinggi, mobilitas, dan kesempatan kerja dapat dengan mudah difasilitasi dan terjadi peningkatan kerja sama. Ini adalah proses yang mengakui keragaman sistem pendidikan tinggi dan budaya di kawasan ini, sekaligus berusaha untuk membuat suatu “common educational space” (Enders, 2004). Hal ini bukan berarti menyeragamkan sistem pendidikan tinggi. Akan tetapi berkaitan dengan panduan umum dalam kerangka kualifikasi, jaminan mutu, sistem transfer kredit dan lainnya. Kata harmonisasi dalam istilah musik untuk menggambarkan keselarasan struktur musik berkaitan dengan komposisi dan akordnya. Juga berarti mengacu, membawa atau mengarah kepada kesepakatan. Harmonisasi misalnya digunakan untuk merujuk pada 'proses dan/atau hasil menyesuaikan perbedaan atau inkonsistensi. Atau harmonisasi telah disebut sebagai meliputi berbagai yang dilakukan untuk meningkatkan penggunaan instrumen kebijakan internasional. Oleh karenanya mitra yang terlibat diminta untuk menentukan apa yang mereka anggap bermanfaat untuk harmonisasi ini. Pengalaman berbagai Negara dan Peran Mitra Kerja Sama
Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan telah menyiapkan berbagai kebijakan-kebijakan pendidikan tinggi sejak tahun 1990-an. Tiongkok misalnya dengan “Proyek 211 dan 985”. Korea Selatan menyiapkan program “Brain Korea 21 (BK21). Dan Jepang mempunyai program “21st Century Center of Excellence (COE21).” Langkah-langkah kebijakan pemerintah negara Jepang, Tiongkok, Singapura dan Korea Selatan ini tersebut telah berhasil menempatkan universitas-universitasnya pada deretan universitas tingkat dunia (P3DI,2009). Adanya Free Trade Area (zona perdagangan bebas) seperti ASEAN Community 2015, CAFTA, AFTA, dan lain-lain menuntut kita untuk mampu berkompetisi dengan negara lain. Indonesia telah menjadi bagian dari masyarakat global sehingga tuntutan untuk berhubungan dengan masyarakat duniapun pasti akan meningkat. Uni Eropa (UE) dalam websitenya baru-baru ini memberitakan peluncuran program baru harmonisassi perguruan tinggi Asean(6/5/2015). Uni Eropa (UE) dan ASEAN meluncurkan bantuan teknis pertama ini yang akan mendukung perguruan tinggi di negara ASEAN. Program baru ini disebut “Dukungan Uni Eropa untuk Perguruan Tinggi di Wilayah ASEAN (The European Union Support to Higher Education in the ASEAN Region (SHARE)". Program ini akan berlangsung selama empat tahun sampai dengan Januari 2019. Tujuan utama program ini adalah untuk berbagi pengalaman dari pihak Eropa kepada ASEAN untuk meningkatkan standar dan kualitas Institusi Perguruan Tinggi di wilayah ASEAN berdasarkan pengalaman dari Proses Bologna dan pembentukkan Kawasan Perguruan Tinggi di Eropa/ European Higher Education Area (EHEA). Perjanjian dana hibah kerja sama ini telah ditandatangani antara UE dan sebuah konsorsium yang dipimpin oleh British Council Inggris dan beranggotakan lima mitranya yaitu German Academic Exchange Service (DAAD) Jerman, EP-Nuffic Belanda, Campus France Perancis, The European Association for Quality Assurance in Higher Education (ENQA) dan The European University Association (EUA). Program ini akan memberikan kontribusi pada harmonisasi standar perguruan tinggi di ASEAN, mendukung pengakuan satuankredit bersama dan untuk mendorong pertukaran pelajar. Program ini akan mendukung pengembangan Kerangka Kualifikasi dan Penjaminan Mutu ASEAN/ ASEAN Qualification Framework and Quality Assurance, menguatkan Sistem Transfer Kredit ASEAN/ ASEAN Credit Transfer System (ACTS) dan Sistem Transfer Kredit antara ASEAN dan EU/ ASEAN-EU Credit Transfer System (AECTS). Dengan menggunakan Sistem Transfer Kredit ini, SHARE akan menyediakan 500 beasiswa bagi pelajar-pelajar di ASEAN untuk menempuh pendidikan di luar negeri yang dapat memperkaya pengalaman hidup mereka. Meski demikian, pendidikan tinggi di Asia Tenggara tidak harus berkiblat pada pendidikan di Eropa dan Amerika namun tetap memiliki konsep dan kesatuan standar pendidikan yang berkualitas. Fakta dan Kendala Ternyata produktivitas ilmiah universitas, lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat di Indonesia masih tergolong rendah meskipun terlihat ada peningkatan sejak tahun 2008. Peningkatan ini mungkin terjadi karena adanya peningkatan anggaran APBN untuk mengalokasikan sebesar 20 persen untuk pendidikan.
Rendahnya kerja sama antar lembaga, litbang tergambar dari naskah bersama (coauthorship) antar lembaga dalam riset. Kelihatannya kerja sama lebih disukai dengan untuk bekerja sama dengan lembaga asing. Apakah hal ini menunjukkan tingginya ketergantungan lembaga, universitas di Indonesia dengan mitra asing, masih tanda tanya seperti pada Gambar 1 (Likitan dan kawan-kawan, 2012) Gambar 1. Terbatasnya Kerjasama Riset dan Pengembangan diantara Tiga Perguruan Tinggi Terkemuka di Indonesia , 2001 -2011. Angka dalam kurung menunjukkan Persentase coauthorship antar Perguruan Tinggi (Likitan et. al,2012). Rendahnya produktivitas akademik ini mencakup kegiatan alumni, publikasi ilmiah, hak paten maupun royalti. Ketidak sikronan antara kebutuhan nyata dengan masalah yang ada. Disamping itu masih lemahnya jaringan kerja (antar universitas, antar uni, litbang dan lembaga bisnis, industri) dalam bentuk kemitraan. Memang internasionalisasi pendidikan tinggi tidak semudah yang dibayangkan karena membutuhan beberapa hal yang mendasar yaitu: Standarisasi dan harmonisasi kurikulum, harmonisasi riset dan industri dan peningkatan publikasi internasional. Sehingga internasionalisasi pendidikan tinggi tidak hanya sebatas dalam bentuk Memory of Understanding (MOU) Sebagian orang ada pula yang mengkuatirkan dengan berpendapat bahwa internasionalisasi erat kaitannya dengan pengglobalan kapital. Sehingga ada anggapan menjamurnya Perguruan Tinggi Asing (PTA) yang bertujuan hanya “cari untung”. Sebab Indonesia merupakan lahan subur untuk mengeruk keuntungan dimaksud. Bayangkan berdasarkan laporan forlap Dikti pada tahun 2014 semester pertama setidaknya terdaftar sekitar 4.264.700 orang mahasiswa PTN dan PTS di Indonesia. Karena image perguruan tinggi asing akan menjadi sebuah daya tarik baru bagi calon mahasiswa dan orangtua. Australia misalnya, menjadikan pendidikan tinggi sebagai salah satu sumber devisa dengan nilai mencapai US$19,1 miliar pada 2010 lalu. Demikian pula Inggris dan Amerika Serikat yang merupakan negara dengan ekspor jasa pendidikan terbesar di dunia. Bahkan pada 2010 pemasukan Amerika Serikat dari sektor pendidikan mencapai US$31 miliar (Nizam, 2013) PTA jadi-jadian ini juga dianggap akan menyebabkan menguapnya sumber ekonomi nasional ke luar negeri. Kemudian karakteristik pendidikan internasional yang biasanya bersifat sekuleristik yang jauh dari aspek spritual dan budaya Indonesia. Setidaknya pada tahun 2012, dilaporkan asimetri mobilitas mahasiswa ke luar negeri. Dimana terjadi saat itu terdapat sekitar 6.000 mahasiswa asing di Indonesia dan lebih dari 50.000 mahasiswa Indonesia di luar negeri. Meskipun jumlah mahasiswa terus bertambah diperkirakan meningkat sekitar 20 persen setiap tahunnya. Beberapa kendala internasionalisasi pendidikan tinggi yang kita temukan di lapangan misalnya fakta bahwa kemahiran mahasiswa maupun dosen dalam berbahasa asing utamanya bahasa Inggeris masih tergolong rendah. Terdapat pula kepuasan laten mahasiswa yang tidak mendorongnya ke luar negeri atau mempelajari bahasa asing. Hal ini tergambar dari sedikitnya mahasiswa yang memiliki paspor atau yang pernah bepergian ke luar negeri.
Besarnya disparitas mutu maupun sarana yang dimiliki antar perguruan tinggi di Jawa dan luar pulau Jawa, antar PTN dan PTS menjadi acuan kemampuan lembaga dalam mengembangkan kerja sama internasional pendidikan tinggi. Terlebih lagi jika kondisi ini dibandingkan dengan calon mitra asing. Rendahnya GNP Indonesia dibandingkan dengan negara lain (mitra asing) berimbas kepada kemampuan mobilitas mahasiswa dan tenaga pengajar di universitasnya dalam keterlibatannya program internasionalisasi ini. Saat ini, 10 negara tujuan favorit untuk kuliah di luar negeri jika diurutkan meliputi Australia, Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Malaysia, Singapura, Inggris, Belanda dan Mesir. Terakhir, mungkin dapat digunakan untuk menjadi acuan dalam kontek internasionalisasi perguruan tinggi yaitu dengan memahami dengan baik profil calon mitra asing kerja sama . Misalnya dengan menggali informasi sebanyak mungkin dan mengetahui peringkat perguruan tinggi tersebut di tingkat dunia maupun Asia yang dapat ditelusuri di http://www. topuniversities.com/qs-world-university-rankings. Pemeringkatan ini didasarkan pada berbagai skor mencakup reputasi akademi, dosen, mahasiswa, citasi makalah ilmiah, fakultas internasional, mahasiswa internasional dan lainnya. *** Penulis adalah Alumni DAAD dan Staf Pengajar di Universitas HKBP Nommensen Medan