INTERNALISASI BIAYA EKSTERNAL PENGOLAHAN LIMBAH TAHU (Studi Kasus : Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto)
LIDYA RAHMA SHAFFITRI H44070038
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
RINGKASAN LIDYA RAHMA SHAFFITRI. Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu ( Studi Kasus : Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto ). Dibimbing Oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI. Industri tahu di Indonesia merupakan industri yang cukup berperan penting bagi penyedia pangan bergizi dan juga bagi pertumbuhan ekonomi dalam hal penyerapan tenaga kerja. Akan tetapi di sisi lain industri tahu juga memiliki kendala pada produksi dalam hal penguasaan teknologi. Penguasaan teknologi yang masih rendah pada proses produksi dan penanganan limbah dapat menyebabkan pencemaran lingkungan terutama pencemaran air. Hal ini dapat menyebabkan eksternalitas bagi masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pembuangan limbah yang dapat menyebabkan masyarakat mengeluarkan biaya eksternal akibat dampak yang mereka rasakan. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan profil industri tahu yang dikaji dari aspek proses produksi tahu, identifikasi jenis limbah yang dihasilkan industri, pengolahan limbah tahu dan mengidentifikasi dampak negatif dari limbah tahu, mengestimasi biaya produksi tahu sebelum dan sesudah internalisasi biaya eksternal, mengestimasi biaya eksternal yang timbul akibat pembuangan limbah tahu, mengestimasi nilai ekonomi manfaat internalisasi biaya eksternal, dan mengestimasi nilai kesediaan membayar (willingness to pay) pengrajin tahu untuk membayar iuran pengolahan limbah tahu. Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data primer dan data sekuder yang bersumber dari kuesioner, hasil wawancara, dan RPJM desa. Metode analisis data yang digunakan yaitu metode biaya produksi, biaya pengganti, biaya kesehatan, perubahan produktivitas, pendekatan harga pasar, dan Contingent Valuation Method (CVM). Tahapan-tahapan dari proses produksi tahu yaitu tahap pencucian dan perendaman kedelai, penggilingan, pemasakan, ekstraksi susu kedelai, penggumpalan, pengendapan, pencetakan, serta pengepresan. Limbah padat tahu dari proses produksi tahu diolah kembali menjadi pakan ternak dan sebagai bahan baku pembuatan keripik ampas tahu, sedangkan limbah cair tahu diolah kembali menjadi biogas yaitu sekitar 12 % dan selebihnya masih dibuang ke sungai tanpa melalui pengolahan Biaya total sebelum internalisasi biaya eksternal per bulan yang diestimasi adalah sebesar Rp 17 204 708, setelah internalisasi biaya eksternal adalah sebesar Rp 17 333 345, dan persentase kenaikan biaya produksi setelah internalisasi biaya eksternal adalah sebesar 1,02%. Estimasi biaya eksternal total adalah sebesar Rp 167 999 000/tahun dan nilai manfaat ekonomi total dari internalisasi biaya eksternal adalah sebesar Rp 720 815 772/tahun. Nilai ekonomi total dari internalisasi biaya eksternal adalah sebesar Rp 888 814 772/tahun. Estimasi rata-rata WTP adalah sebesar Rp 250 000/tahun dan total WTP adalah sebesar Rp 78 000 000/tahun. Berdasarkan pengamatan dan penelitian di lapangan, jumlah limbah cair tahu yang belum diolah dan langsung dibuang ke sungai masih cukup banyak dan masih memiliki dampak buruk bagi masyarakat sekitarnya, sehingga diperlukan peningkatan kapasitas IPAL untuk mengolah limbah cair yang masih terbuang agar eksternalitas menurun sehingga kerugian bagi masyarakat dapat ditekan.
INTERNALISASI BIAYA EKSTERNAL PENGOLAHAN LIMBAH TAHU (Studi Kasus : Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto)
LIDYA RAHMA SHAFFITRI H44070038
Skripsi sebagai salaha satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu (Studi Kasus : Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor,
Juni 2011
Lidya Rahma Shaffitri H44070038
Judul Skripsi : Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu ( Studi Kasus : Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto) Nama : Lidya Rahma Shaffitri NIM : H44070038
Disetujui
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.S. Pembimbing
Diketahui
Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T. Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 2 Juni 1989 dari pasangan Edy Mulyono dan Elidar Roesin sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Polisi 1 Bogor pada tahun 2001, dan melanjutkan ke SMPN 1 Bogor. Penulis menyelesaikan masa pedidikan SMP pada tahun 2004 dan melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Bogor pada tahun 2004 dan menamatkan pendidikan SMA pada tahun 2007. Penilis diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur USMI. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM) pada tahun 2009 sebagai Sekertaris Departemen Sosial, Lingkungan, dan Pengabdian Masyarakat, dan pada tahun 2010 sebagai Kepala Bidang Sosial, Lingkungan, dan Pengabdian Masyarakat.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izinNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu ( Studi Kasus : Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto ). Penelitian dan penulisan skripsi ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Orangtua tercinta atas segala perhatian, kasih sayang, dan motivasi 2. Dr. Ir. Eka Intan K. Putri, MS, selaku dosen pembimbing skripsi atas segala saran, masukan dan motivasi 3. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr, selaku dosen penguji utama atas saran dan masukan 4. Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si, selaku dosen penguji perwakilan departemen atas saran dan masukan 5. Kepala Desa Kalisari, Bapak Wibowo, atas segala informasi dan motivasi selama penulis melakukan penelitian 6. Ibu Yani sekeluarga, atas tumpangan, perhatian, dan informasi yang diberikan 7. Bapak Yadi BPPT, atas segala informasi yang diberikan 8. Teman-teman sebimbingan, Hani, Vidy, Trifty, Heni, Ario, dan Bahroin, atas kebersamaan, semangat, dan motivasi selama ini 9. Teman-teman seperjuangan ESL 44, atas segala semangat dan motivasi
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu (Studi Kasus: Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto)” ini dengan baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan profil industri tahu ditinjau dari aspek proses produksi tahu, jenis dan karakteristik limbah yang dihasilkan, serta pengolahan limbah yang diterapkan, mengestimasi biaya total produksi tahu, mengestimasi biaya eksternal yang ditanggung pengusaha tahu, mengestimasi total nilai ekonomi dari adanya internalisasi biaya eksternal, mengestimasi tingkat kesediaan pengrajin tahu untuk membayar biaya pengolahan limbah tahu. Penulis menyadari masih banyak kesalahan di dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu masukan, baik saran kritikan sangat penulis harapkan sekali untuk perbaikan di dalam penulisan skripsi nantinya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak membacanya. Amin.
Bogor, Juni 2011
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
x
I. PENDAHULUAN ........................................................................................
1
1.1 1.2 1.3 1.4
Latar Belakang .................................................................................... Rumusan Masalah............................................................................... Tujuan ................................................................................................. Keterbatasan Penelitian ......................................................................
1 3 5 6
II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................
7
2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8
Industri Tahu....................................................................................... Limbah Tahu....................................................................................... COD (Chemical Oxygen Demand) ..................................................... BOD (Biological Oxygen Demand) .................................................... Pengelolaan Limbah ........................................................................... Biaya Eksternal ................................................................................... Internalisasi Biaya Eksternal .............................................................. Studi Terdahulu ..................................................................................
8 8 10 10 11 12 14 18
III. KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................................... 21 3.1
3.2
Kerangka Pemikiran Teoritis .............................................................. 3.1.1 Ekonomi Pencemaran .......................................................... 3.1.2 Contingent Valuation Method ............................................. 3.1.3 Eksternalitas......................................................................... 3.1.4 Biaya Produksi ..................................................................... 3.1.5 Konsep Valuasi Ekonomi .................................................... 3.1.5.1 Pendekatan Produktivitas .................................................... 3.1.5.2 Pendekatan Modal Manusia................................................. 3.1.5.3 Pendekatan Biaya Kesempatan ............................................ 3.1.5.4 Pendekatan Nilai Hedonis ................................................... 3.1.5.5 Pendekatan Biaya Perjalanan............................................... 3.1.5.6 Pendekatan Contingent Valuation Method .......................... Kerangka Pemikiran Operasional .......................................................
21 21 22 25 26 27 28 28 29 29 30 30 31
IV. METODE PENELITIAN .............................................................................. 35 4.1 4.2 4.3 4.4
Tempat dan Waktu Penelitian............................................................. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... Metode dan Pengambilan Data ........................................................... Metode dan Prosedur Analisis ............................................................ 4.4.1 Deskripsi Profil Industri Tahu .................................................. 4.4.2 Estimasi Biaya Produksi Tahu Sebelum dan Sesudah Internalisasi Biaya Eksternal .................................................... 4.4.3 Estimasi Biaya Eksternal sebagai Dampak Pembuangan
35 35 35 36 38 38
vii
Limbah Industri Tahu ............................................................... 39 4.4.4 Estimasi Total Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal ........................................................................ 40 4.4.5 Estimasi Nilai WTP Pengrajin Tahu untuk Membayar Iuran Pengolahan Limbah ........................................................ 40 V. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1
5.2
5.3
Kondisi Umum Desa Kalisari ............................................................. 5.1.1 Kondisi Fisik Daerah ............................................................... 5.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi Desa Kalisari .................................... Karakteristik Responden..................................................................... 5.2.1 Usia .......................................................................................... 5.2.2 Tingkat Pendidikan .................................................................. 5.2.3 Status Pernikahan ..................................................................... 5.2.4 Lama Menjalankan Usaha ........................................................ 5.2.5 Jumlah Tanggungan ................................................................. 5.2.6 Jarak Tempat Usaha ke Sungai ................................................ Persepsi Responden ............................................................................ 5.3.1 Dampak Negatif Limbah Cair Tahu ......................................... 5.3.2 Manfaat Pengolahan Limbah Padat Tahu ................................
44 44 45 48 48 49 50 50 51 52 52 53 54
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1
6.2
6.3
Deskripsi Profil Industri Tahu ............................................................ 56 6.1.1 Deskripsi Proses Produksi Tahu............................................... 56 6.1.2 Identifikasi Jenis Limbah Tahu ................................................ 58 6.1.3 Pengolahan Limbah Cair Tahu................................................. 59 6.1.4 Pengolahan Limbah Padat Tahu............................................... 62 6.1.5 Dampak Limbah Padat Tahu .................................................... 62 Estimasi Biaya Produksi Sebelum dan Setelah Internalisasi Biaya Eksternal ............................................................................................ 64 6.2.1 Estimasi Biaya Produksi Sebelum Internalisasi Biaya Eksternal................................................................................... 67 6.2.2 Estimasi Biaya Produksi Setelah Internalisasi Biaya Eksternal................................................................................... 67 6.2.3 Analisis Perbandingan Biaya Produksi Sebelum dan Setelah Internalisasi Biaya Eksternal .................................................... 69 Estimasi Biaya Eksternal Pencemaran Limbah Tahu dan Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal ................................ 71 6.3.1 Estimasi Biaya Eksternal ......................................................... 71 6.3.1.1 Biaya Kesehatan ......................................................... 71 6.3.1.2 Kehilangan Pendapatan .............................................. 72 6.3.1.3 Biaya Perbaikan Kualitas Lahan................................. 73 6.3.1.4 Estimasi Total Biaya Eksternal................................... 75 6.3.2 Estimasi Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal 75 6.3.2.1 Nilai Penghematan Bahan Bakar ................................ 76 6.3.2.2 Nilai Penerimaan Penjualan Ampas Tahu untuk Pakan Ternak ......................................................................... 76 6.3.2.3 Nilai Penjualan Keripik Ampas Tahu ......................... 77
viii
6.4
6.3.2.4 Nilai Penerimaan Penjualan Cacing Rambut.............. 6.3.2.5 Estimasi Total Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal ........................................................... 6.3.3 Total Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal ... Estimasi Nilai WTP Responden terhadap Pengolahan Limbah Cair Tahu menjadi Biogas ..........................................................................
78 79 80 81
VII.PENUTUP 7.1 7.2
Kesimpulan ......................................................................................... 85 Saran .................................................................................................. 86
VIII.DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1
Nilai Gizi Tahu dan Kedelai Berdasarkan Berat Kering ......................
1
2
Matriks Metode Penelitian ................................................................... 37
3
Komposisi Limbah yang Dihasilkan dari Proses Produksi Tahu ......... 59
4
Komponen Biaya Tetap IKM Tahu/Bulan ........................................... 64
5
Lanjutan Komponen Biaya Tetap IKM Tahu/Bulan ............................ 64
6
Komponen Biaya Variabel IKM Tahu/Bulan ...................................... 65
7
Lanjutan Komponen Biaya Variabel IKM Tahu/Bulan ....................... 66
8
Biaya Produksi Total IKM Tahu/Bulan ............................................... 66
9
Biaya Produksi Sebelum Internalisasi Biaya Eksternal/Bulan............. 67
10
Rincian Biaya Pembangunan IPAL .................................................... 68
11
Komponen Biaya Tetap Setelah Internalisasi Biaya Eksternal ............ 68
12
Biaya Produksi Setelah Internalisasi Biaya Eksternal/Bulan ............... 69
13
Perbandingan Biaya Produksi Sebelum dan Setelah Internalisasi Biaya Eksternal............................................................................................... 70
14
Perubahan Pendapatan Petani Akibat Penurunan Produktivitas .......... 73
15
Biaya Perbaikan Kesuburan Lahan ...................................................... 74
16
Total Biaya Eksternal .......................................................................... 75
17
Nilai Penjualan Keripik Ampas Tahu .................................................. 77
18
Total Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal ............... 79
19
Distribusi Rataan WTP Responden Desa Kalisari ............................... 83
20
Distribusi Total WTP Responden Desa Kalisari.................................. 84
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1
Pasar Bebas Sebelum Internalisasi Biaya Eksternal ............................ 16
2
Pasar Bebas Setelah Internalisasi Biaya Eksternal............................... 17
3
Alur Kerangka Pemikiran Operasional ................................................ 34
4
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia ..................... 45
5
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ............................ 46
6
Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian .............................. 46
7
Komposisi Pola Penggunaan Lahan ..................................................... 47
8
Komposisi Kepemilikan Ternak .......................................................... 48
9
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Usia ........................... 49
10
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ................. 49
11
Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan ................... 50
12
Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Menjalankan Usaha ...... 51
13
Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan ............... 51
14
Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Tempat Usaha dengan Sungai................................................................................................... 52
15
Persepsi Responden Mengenai Dampak Negatif Limbah Cair Tahu... 53
16
Persepsi Responden Mengenai Manfaat Limbah Tahu ........................ 54
17
Diagram Alir Proses Pembuatan Tahu ................................................. 58
18
Proses Pengolahan Limbah Secara Anaerob ........................................ 61
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1
Penghematan Bahan Bakar/Bulan ........................................................ 90
2
Penerimaan dari Penjualan Ampas Tahu untuk Pakan Ternak ............ 91
3
Dokumentasi ........................................................................................ 92
xii
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Industri tahu di Indonesia telah berkontribusi secara nyata dalam
penyediaan pangan bergizi karena kandungan proteinnya setara dengan protein hewan (Sarwono dan Saragih, 2003). Perbandingan kandungan protein maupun zat gizi lainnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai Gizi Tahu dan Kedelai (Berdasarkan Berat Kering) Kandungan Gizi Komponen Gizi Tahu Kedelai Protein (gram) 0,49 0,39 Lemak (gram) 0,27 0,20 Karbohidrat (gram) 0,14 0,36 Serat (gram) 0,00 0,05 Abu (gram) 0,04 0,06 Kalsium (mg) 9,13 2,53 Natrium (mg) 0,38 0,00 Fosfor (mg) 6,56 6,51 Besi (mg) 0,11 0,09 Vitamin B1 (mg) 0,001 0,01* Vitamin B2 (mg) 0,001 Vitamin B3 (mg) 0,03 Sumber: Sarwono dan Saragih (2003) (*) : sebagai B kompleks
Selain berkontribusi bagi penyedia pangan bergizi industri tahu juga berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja dan pengembangan ekonomi daerah1. Jumlah industri tahu di Indonesia mencapai 84 000 unit usaha, dengan kapasitas produksi lebih dari 2,56 juta ton per tahun2. Perkembangan industri tahu yang pesat ini memiliki kendala dalam proses produksinya. Kendala dalam industri tahu terletak pada penguasaan teknologi, keterampilan, penanganan kualitas, pemodalan, dan pemasaran (Sarwono dan Saragih, 2003). Penguasaan 1
http:/iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40422/1/Beban%20Pencemaran%20Limbah%20Ca ir.pdf. Diakses tanggal 15 Desember 2010. 2 http:/hendrik-perdana.web.id/index.php/artikel/umum/242-biogas-dari-limbah-tahu.Diakses tanggal 26 Desember 2010.
teknologi yang masih rendah dan tidak ramah lingkungan dalam proses produksi tahu dapat menyebabkan pencemaran dari limbah yang dihasilkan oleh industri ini. Proses pembuatan tahu secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu pembuatan susu kedelai dan penambahan koagulan sehingga didapatkan gumpalan protein yang kemudian dicetak menjadi tahu. Melalui proses ini dihasilkan limbah yang berupa limbah padat maupun cair (Sugiyono, Hariyadi, dan Andarwulan, 2005). Limbah padat yang dihasilkan ini biasanya dijadikan pakan ternak yang kemudian dijual kembali oleh para pengrajin tahu atau dijadikan sebagai bahan baku bagi industri lain, sedangkan limbah cair ini dibuang langsung oleh para pengrajin ke sungai, saluran pembuangan, ataupun badan air penerima lainnya tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Salah satu penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi bahan-bahan organik yang terkandung dalam air buangan tersebut seperti COD (Chemical Oxygen Demand) di dalam limbah cair industri tahu cukup tinggi yakni berkisar antara 4 000-12 000 ppm dan BOD antara 2 000 – 10 000 ppm, serta mempunyai keasaman yang rendah yakni pH 4-53. Dengan kondisi seperti itu, limbah cair industri tahu merupakan salah satu sumber pencemar lingkungan yang sangat potensial untuk merusak lingkungan. Pemerintah telah menerapkan beberapa kebijakan tentang pengolahan limbah untuk mengurangi bahaya dari dampak limbah cair tahu yang langsung dibuang tanpa melalui pengolahan diantaranya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan 3
http://www.scribd.com/mobile/documents/search?query=9Limbah+Tahu+Untuk+Biogas&commit=Search. Diakses tanggal 3 Desember 2010
2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1982 tentang KetentuanKetentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 5 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa “Setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dan setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemaran”. Berdasarkan undang-undang di atas, industri kecil pun seperti industri tahu mempunyai kewajiban untuk berupaya agar masalah pencemaran ini dapat ditanggulangi atau sekurang-kurangnya ditekan serendah mungkin (Dhahiyat dan Partoatmodjo, 1991). Kurangnya pengetahuan, kesadaran akan pentingnya menjaga kualitas lingkungan, dan keterbatasan biaya dalam pembuatan pengolahan limbah menjadi faktor yang mendorong para pengrajin tahu untuk membuang limbah produksinya secara langsung. Apabila hal ini terus menerus dibiarkan, maka akan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan terutama kualitas air yang dapat membahayakan masyarakat pengguna air yang tercemar. 1.2.
Rumusan Masalah Industri tahu menghasilkan produk berupa tahu dan limbah tahu berupa
ampas tahu dan limbah cair tahu. Apabila dibandingkan dengan produksi tempe yang sama-sama menggunakan kedelai sebagai bahan baku utamanya, industri tahu menghasilkan limbah yang lebih banyak dan lebih berbahaya daripada limbah yang dihasilkan dari produksi tempe berdasarkan kandungan bahan kimia yang ada. Limbah yang dihasilkan dari produksi tahu dibuang langsung oleh para pengrajin tahu ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Hal ini dapat menyebabkan
3
penurunan kualitas lingkungan terutama penurunan kualitas air sungai maupun badan-badan air lainnya. Penurunan kualitas ini dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat pengguna air sungai yang telah tercemar tersebut. Dampak negatif yang dirasakan masyarakat tersebut diantaranya penurunan kualitas kesehatan masyarakat pengguna air yang tercemar, peningkatan biaya kesehatan akibat masyarakat mengonsumsi air yang tidak bersih, bau yang tidak sedap, biaya pengolahan air, dan biaya lainnya. Dampak negatif lainnya dari limbah tahu adalah pencemaran terhadap daerah hilir yang berdampak pada penurunan produktivitas lahan pertanian akibat kandungan asam yang tinggi dari limbah cair tahu yang dapat mengurangi tingkat kesuburan lahan pertanian. Masih sedikit pengrajin tahu yang melakukan pengolahan limbah misalnya saja dengan menggunakan pengolahan limbah menjadi biogas. Hal ini dikarenakan masyarakat masih belum mengetahui manfaat yang didapat dari mengolah limbah menggunakan pengolahan limbah menjadi biogas, tata cara pembangunan pengolahan limbah cair tahu menjadi biogas, biaya pembangunan yang tidak sedikit, dan masalah minimnya tingkat kesadaran mereka akan pentingnya menjaga kualitas lingkungan. Akibat alasan tersebut pengrajin merasa sulit untuk melakukan pengolahan limbah, namun di sisi lain masyarakat yang merasakan dampak dari pembuangan limbah produksi tahu tersebut harus menanggung biaya-biaya yang seharusnya tidak mereka keluarkan. Biaya-biaya yang timbul akibat dampak negatif dari pembuangan limbah yang dilakukan oleh pelaku produksi tetapi ditanggung oleh masyarakat yang terkena dampak dari proses produksi tersebut disebut dengan biaya eksternal. Untuk menekan biayabiaya eksternal yang ditanggung oleh masyarakat maka biaya eksternal akan
4
diinternalisasikan ke dalam struktur biaya produksi industri tahu yang akan meningkatkan biaya produksi karena telah memasukkan biaya-biaya sosial atau biaya lingkungan yang sebelumnya ditanggung oleh masyarakat yang menerima dampak negatif dari pembuangan limbah tersebut. Berdasarkan penjabaran rumusan masalah di atas maka dapat diuraikan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1.
Bagaimana profil industri tahu jika ditinjau dari aspek proses pembuatan tahu, jenis, dan karakteristik limbah yang dihasilkan, dampak dari limbah yang dihasilkan bagi lingkungan, dan teknologi pengolahan limbah yang diterapkan
2.
Berapa besar estimasi biaya total dari proses produksi tahu sebelum dan sesudah adanya internalisasi biaya eksternal
3.
Berapa besar estimasi total biaya eksternal yang muncul akibat dampak dari pencemaran limbah tahu dan nilai ekonomi manfaat internalisasi biaya eksternal pengolahan limbah tahu
4.
Berapa besar estimasi nilai kesediaan (Willingness to Pay) pengrajin tahu untuk membayar iuran pengolahan limbah tahu menjadi biogas
1.3.
Tujuan Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya maka
dapat ditentukan tujuan penelitian, yaitu: 1.
Mendeskripsikan profil industri tahu ditinjau dari aspek proses pembuatan tahu, jenis dan karekteristik limbah yang dihasilkan, dampak dari limbah yang dihasilkan bagi lingkungan, dan teknologi pengolahan limbah yang diterapkan
5
2.
Mengestimasi biaya produksi tahu sebelum dan sesudah internalisasi biaya eksternal
3.
Mengestimasi total biaya eksternal yang muncul akibat dampak dari pencemaran limbah tahu dan nilai ekonomi manfaat internalisasi biaya eksternal pengolahan limbah tahu
4.
Mengestimasi nilai kesediaan (Willingness to Pay) pengrajin tahu untuk membayar iuran pengolahan limbah tahu menjadi biogas
1.4.
Keterbatasan Penelitian Penelitian yang dilakukan memiliki ruang lingkup dan batasan-batasan
yaitu: 1.
Responden penelitian adalah pengrajin tahu yang sudah melakukan pengolahan limbah baik limbah cair maupun padat, yang sudah melakukan internalisasi biaya eksternal, dan yang belum melakukan pengolahan limbah cair tahu
2.
Profil industri tahu yang dikaji merupakan profil industri tahu di Desa Kalisari meliputi proses pembuatan tahu, jenis dan karakteristik limbah yang dihasilkan, dampak dari limbah yang dihasilkan bagi lingkungan, dan teknologi pengolahan limbah yang diterapkan
3.
Biaya produksi yang diestimasi fokus pada perubahan biaya total produksi tahu sebelum dan sesudah internalisasi biaya eksternal
4.
Biaya eksternal yang diestimasi berdasarkan hasil pengamatan di lapangan yaitu biaya kesehatan, biaya kehilangan pendapatan, dan biaya perbaikan kualitas lahan
6
5.
Nilai manfaat ekonomi dari internalisasi biaya eksternal yang diestimasi berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan pihak yang terkait fokus pada nilai manfaat penghematan bahan bakar, penerimaan dari penjualan ampas tahu, penerimaan dari penjualan keripik ampas tahu, dan penerimaan dari penjualan cacing rambut untuk pakan lele dumbo
6.
Estimasi Willingness to Pay yang diestimasi fokus pada responden yang masih membuang limbah cair ke sungai tanpa melakukan pengolahan terlebih dahulu
7.
Eksternalitas yang dikaji dalam penelitian ini merupakan eksternalitas negatif akibat dampak dari pencemaran limbah tahu
7
ll. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Industri Tahu Industri tahu di Indonesia merupakan salah satu industri yang berkembang
cepat. Hal ini dikarenakan tahu merupakan makanan tradisional yang dikonsumsi setiap hari dan digemari oleh seluruh masyarakat Indonesia1, selain itu manfaat tahu sebagai sumber pangan yang memiliki nilai gizi tinggi dan harganya yang terjangkau oleh setiap lapisan masyarakat. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa jumlah industri tahu di Indonesia kurang lebih sekitar 84 000 unit usaha dengan kapasitas produksi lebih dari 2,56 juta ton per hari. Melihat jumlah industri yang tidak sedikit itu maka industri tahu sangat berperan dalam pembangunan perekonomian di Indonesia terutama dalam hal penyerapan tenaga kerja. Di sisi lain industri tahu dalam proses produksinya juga memiliki dampak yang negatif bagi lingkungan yaitu kontribusinya dalam menyumbang gas rumah kaca. Limbah cair yang dihasilkan dari industri tahu dari proses produksinya sekitar 20 juta meter kubik per tahun menghasilkan dan emisi sekitar 1 juta ton CO2 ekuivalen pertahun2. Oleh karena itu keberadaan industri tahu yang sangat berkontribusi bagi pertumbuhan perekonomian negara juga menyumbang emisi yang cukup tinggi bagi lingkungan yang dapat berdampak secara global. 2.2.
Limbah Tahu Industri tahu dalam proses produksinya menghasilkan produk sampingan
berupa limbah. Limbah yang dihasilkan dari proses produksi tahu berupa limbah padat berupa ampas tahu dan limbah cair tahu. Limbah padat berupa ampas tahu 1
http://barangdaurulang.blogspot.com/2009/08/limbah-tahu-cair-menjadi-biogas.html http:/hendrik-perdana.web.id/index.php/artikel/umum/242-biogas-dari-limbah-tahu. Diakses tanggal 26 Desember 2010. 2
biasanya dimanfaatkan kembali menjadi pakan ternak, dijadikan keripik ampas tahu, atau dijadikan sebagai bahan baku bagi industri lain. Namun tidak demikian halnya dengan limbah cair tahu. Pengrajin biasanya langsung membuang limbah cair tahu ke badan-badan air lainnya tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Limbah cair tahu ini memiliki dampak yang sangat berbahaya apabila mencemari perairan karena kandungan beban pencemar yang terdapat pada limbah cair tahu tidak sesuai dengan baku mutu air yang sudah ditetapkan (Kaswinarni, 2007). Karakteristik limbah cair dari proses produksi tahu yang berwarna kuning yaitu keruh, dan berbau rebusan kedelai apabila masih segar, sedangkan limbah dari proses produksi tahu putih berwarna putih keruh dengan bau kedelai jika masih segar. Kapasitas produksi, teknik pengolahan kedelai, dan penggunaan air akan mempengaruhi karakteristik limbah yang dihasilkan. Pengrajin dengan kapasitas produksi kecil akan menghasilkan limbah cair dengan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan pengrajin dengan kapasitas produksi yang besar. Pengrajin tahu putih dengan kapasitas produksi di bawah 100 kg/hari menghasilkan limbah cair sebanyak 150-430 liter dengan nilai BOD sebesar 2 800 -4 300 mg/l, TSS sebanyak 615-629 mg/l, pH sebesar 3,4-3,8 dan DO sebanyak 1,5-2,2 mg/l. Jumlah limbah cair tahu yang dihasilkan dari kapasitas produksi diatas 100 kg melebihi 1 000 liter dengan nilai BOD sebesar 4 100 mg/l, TSS di atas 640 mg/l, pH 3,56 dan DO sebesar 1,93 mg/l. Limbah cair pada pengolahan tahu kuning dengan kapasitas produksi di bawah 100 kg/hari menghasilkan
9
limbah cair sebanyak 460-780 liter dengan nilai BOD sebesar 3 500-4 600 mg/l, TSS sebanyak 716-760 mg/l, pH sebesar 3,8-3,9 dan DO sebesar 1,2 mg/l3. 2.3.
COD (Chemical Oxygen Demand) Chemical Oxygen Demand atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah
oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Dalam hal ini bahan buangan organik akan dioksidasi oleh Kalium bichromat menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion Chrom. Kalium bichromat digunakan sebagai sumber oksigen. Semakin banyak Kalium bichromat yang diperlukan dalam reaksi oksidasi, maka semakin banyak pula oksigen yang diperlukan. Hal ini menandakan bahwa air lingkungan makin banyak tercemar oleh bahan buangan organik (Wardhana, 2001) 2.4.
BOD (Biological Oxygen Demand) Biological Oxygen Demand atau kebutuhan biologis adalah jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan untuk memecah atau mendegradasi bahan buangan organik yang ada di dalam air lingkungan tersebut. Sebenarnya peristiwa penguraian bahan buangan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam lingkungan adalah proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup. Pada umumnya air lingkungan atau air alam mengandung mikroorganisme yang dapat “memakan”, memecah, menguraikan bahan buangan organik. Jumlah mikroorganisme di dalam air lingkungan tergantung pada tingkat kebersihan air. Air yang bersih biasanya mengandung mikroorganisme yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan air yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat 3
http://agribisnis.deptan.go.id/download/layanan_informasi/pengolahan_hasil_pertanian/draft_ped oman_desain_teknik_ipal_agroindustri.pdf Diakses tanggal 25 Desember 2010
10
antiseptik atau bersifat racun seperti phenol, kreolin, deterjen, asam sianida, insektisida, dan sebagainya, jumlah mikroorganismenya pun relatif sedikit. Mikroorganisme yang memerlukan oksigen untuk memecah bahan buangan organik sering disebut bakteri aerobik, sedangkan yang tidak memerlukan oksigen disebut bakteri anaerobik. Apabila kandungan oksigen dalam lingkungan air menurun maka kemampuan bakteri aerobik untuk memecah bahan organik akan menurun pula. Bahkan apabila oksigen dalam air yang terlarut sudah habis maka bakteri aerobik akan mati semua. Dalam keadaan seperti ini bakteri anaerobik akan mengambil alih tugas untuk memecah bahan buangan yang ada di dalam air (Wardhana, 2001). 2.5.
Pengelolaan Limbah Pengelolaan limbah adalah kegiatan terpadu yang meliputi kegiatan
pengurangan, segregasi, penanganan, pemanfaatan, dan pengolahan limbah. Kegiatan-kegiatan yang melingkupi pengelolaan limbah ini perlu dilakukan untuk mencapai hasil yang optimal dan bukan hanya mengedepankan pengolahan limbah saja. Kegiatan ini dilakukan untuk mengurangi beban pengolahan limbah di IPAL seperti teknologi dan biaya yang tinggi. Ada beberapa teknik terintegrasi untuk melakukan pengelolaan limbah seperti produksi dan minimisasi limbah. Produksi bersih menekankan pada tata cara produksi yang minim bahan pencemar, limbah, air, dan energi. Bahan pencemar diminimisasikan dengan pemilihan bahan baku yang baik, tingkat kemurnian yang tinggi atau bersih. Selain itu diupayakan menggunakan peralatan yang hemat air dan energi. Sedangkan minimisasi limbah merupakan implementasi untuk mengurangi jumlah dan tingkat pencemaran yang dihasilkan dari suatu proses produksi dengan cara
11
pengurangan, pemanfaatan, dan pengolahan limbah. Pengurangan limbah dilakukan melalui peningkatan atau optimasi efisiensi alat pengolahan, optimasi sarana dan prasarana pengolahan seperti sistem perpipaan, meniadakan kebocoran, dan terbuangnya limbah. Pemanfaatan ditujukan pada bahan baku air yang telah digunakan dalam proses yang sama. Pemanfaatan perlu dilakukan dengan pertimbangan yang cermat agar tidak menimbulkan gangguan pada proses produksi atau pencemaran lingkungan. Pengolahan limbah adalah upaya terakhir dalam sistem pengelolaan limbah setelah sebelumnya dilakukan optimasi proses produksi dan pengurangan serta pemanfaatan limbah. Pengolahan limbah dimaksudkan untuk menurunkan tingkat cemaran yang terdapat dalam limbah sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan. Limbah yang dikeluarkan dari setiap kegiatan akan memiliki karakteristik yang berlainan. Hal ini karena bahan baku, teknologi proses, dan peralatan yang digunakan juga berbeda. Namun akan tetap ada kemiripan karakteristik diantara limbah yang dihasilkan dari proses untuk menghasilkan produk yang sama. Karakteristik utama limbah didasarkan pada jumlah atau volume limbah dan kandungan bahan pencemarnya yang terdiri dari unsur fisik, biologi, kimia, dan radioaktif. Karakteristik ini akan menjadi dasar untuk menentukan proses dan alat yang digunakan untuk mengolah air limbah4. 2.6.
Biaya Eksternal Biaya eksternal meningkat ketika seseorang atau suatu grup tidak
menanggung seluruh biaya akibat segala tindakannya, dengan demikian sebagian biaya tersebut ditanggung oleh pihak lain atau masyarakat luas (Zohrabian dan Philipson, 2010). Jenis biaya ini disebut biaya eksternal karena meskipun 4
http://agribisnis.deptan.go.id/download/layanan_informasi/pengolahan_hasil_pertanian/draft_ped oman_desain_teknik_ipal_agroindustri.pdf Diakses tanggal 25 Desember 2010
12
produsen atau konsumen tidak bertanggung jawab atas tindakannya secara finansial, namun biaya tersebut nyata bagi anggota masyarakat lainnya (Sabour, 2006). Di dalam pasar bebas, apabila tidak melibatkan eksternalitas, hanya ada satu istilah yaitu biaya produksi dan hanya ada satu istilah keuntungan yaitu keuntungan yang diperoleh oleh konsumen. Eksternalitas melibatkan pihak ketiga yang bukan produsen atau konsumen yaitu masyarakat yang terkena dampak. Masyarakat yang terkena dampak berupa biaya yang diakibatkan oleh kegiatan yang dilakukan baik oleh produsen maupun konsumen. Biaya yang ditanggung oleh pihak ketiga inilah yang disebut dengan biaya eksternal5. Biaya-biaya ini dapat berupa biaya kesehatan, biaya pengolahan air, biaya dari penurunan produktivitas pertanian bahkan biaya penurunan produktivitas kerja. Misalnya saja apabila masyarakat yang tinggal di sekitar sungai tempat produsen membuang limbah cair hasil proses produksi mereka maka masyarakat yang biasa mengonsumsi air sungai untuk kebutuhan sehari-hari mereka akan terkena dampak negatif yaitu penurunan kualitas air sungai. Dengan demikian air sungai yang ada menjadi tidak layak pakai karena kualitas air sungai tersebut sudah tidak sesuai dengan baku mutu air untuk kegiatan konsumsi sehari-hari sehingga masyarakat yang biasa mengonsumsi air tersebut terkena penyakit karena air yang mereka konsumsi mengandung zat pencemar dan bakteri yang membahayakan 5
http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=1&ved=0CBIQFjAA&url=http%3A%2F%2 Frepository.gunadarma.ac.id%3A8000%2FKommit2004_ekonomi_010_1481.pdf&rct=j&q=intern alisasi+biaya+eksternaljuarna+dan+harmoni+&ei=2twUTKuPB823rAeX07GyCA&usg=AFQjCNE5r3ztmzDj4dCftY-w4SiaNIASKA. Diakses tanggal 1 Mei 2010
13
kesehatan. Menurut Abelson (1979), terdapat kesulitan di dalam mengestimasi nilai dari biaya eksternal karena tidak adanya pasar yang nyata untuk dampak yang buruk dari suatu rumah tangga. 2.7.
Internalisasi Biaya Eksternal Eksternalitas erat kaitannya dengan efisiensi alokasi sumberdaya.
Sumberdaya bisa saja dialokasikan melalui berbagai pengaturan kelembagaan seperti kediktaktoran (dictatorship), perencanaan terpusat (central planning), atau melalui mekanisme pasar bebas (free market). Teori ekonomi standar mengatakan bahwa meskipun pengaturan kelembagaan selain free market bisa saja mengalokasikan sumberdaya secara efisien, namun hanya mekanisme pasar yang menghasilkan alokasi yang efisien dan optimal (pareto optimal). Dengan kata lain, apabila pasar tidak eksis maka alokasi sumberdaya tidak akan terjadi secara efisien dan optimal (Fauzi, 2004). Sumberdaya alam dalam beberapa hal tidak ditransaksikan dalam mekanisme pasar atau mekanisme pasar tidak berjalan sempurna. Dalam hal ini contohnya barang lingkungan seperti kualitas air sungai yang merupakan barang yang tidak memiliki harga pasar sehingga sulit untuk melakukan penilaian. Oleh karena tidak adanya nilai dari kualitas sungai maka masyarakat merasa bebas untuk memanfaatkan tanpa terikat kewajiban untuk melestarikan sungai (Fauzi, 2004). Pemanfaatan air sungai yang dilakukan secara berlebihan dapat menyebabkan dampak negatif bagi pengguna lainnya, sehingga pengguna lain harus mengeluarkan biaya eksternal karena telah memanfaatkan air sungai yang tercemar.
14
Menurut Fauzi (2004), di dalam pasar bebas tidak mengenal adanya eksternalitas. Segala bentuk transaksi dalam hal ini permintaan dan penawaran berjalan sempurna. Artinya pasar dapat memenuhi permintaan yang ada. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan barang lingkungan seperti kualitas air, permintaan akan air yang bersih sesuai baku mutu tidak dapat disediakan oleh pasar karena ketiadaan pasar bagi kualitas air sungai yang bersih, dalam hal ini pasar tidak berjalan atau dapat dikatakan telah terjadi kegagalan pasar (market failure). Market failure yang disebabkan oleh kegagalan pasar dapat dikurangi dengan beberapa kebijakan diantaranya: 1.
Pengaturan property right dengan cara pemerintah memberikan hak tersebut kepada suatu pihak yang menggunakan barang publik
2.
Internalisasi biaya eksternal
3.
Distribusi right
4.
Optimalisasi produksi dan konsumsi
5.
Aturan insentif dan kompensasi
6.
Penilaian lingkungan
7.
Penyusunan neraca sumberdaya alam
8.
Penetapan otoritas sumberdaya alam Dari kebijakan yang telah diuraikan di atas salah satu yang dapat
dilakukan untuk mengatasi eksternalitas yang menyebabkan penurunan kualitas air sungai yaitu dengan melakukan internalisasi biaya eksternal. Internalisasi biaya eksternal merupakan upaya untuk menginternalkan dampak yang ditimbulkan dengan cara menyatukan proses pengambilan keputusan dalam satu unit usaha (Fauzi, 2004).
15
Ketika terjadi eksternalitas negatif, biaya privat, yaitu biaya yang dihitung oleh pabrik untuk membayar semua faktor produksi yang digunakan menjadi terlalu kecil karena tidak memperhitungkan kerugian masyarakat, akibatnya barang yang dihasilkan oleh pabrik tersebut cenderung menjadi terlalu banyak, mereka tidak memperhitungkan bagaimana dampak pembuangan limbah produksi ke sungai yang dirasakan masyarakat lainnya yang menggunakan air sungai tersebut (Mangkoesoebroto, 1993). Dalam hal ini perusahaan masih belum menanggung biaya eksternal seperti biaya kesehatan yang ditanggung oleh masyarakat akibat mengonsumsi air sungai yang tercemar tersebut.
a
c
d
q*
b p
q
-k e
f
Sumber: Folmer (2000)
Gambar 1. Pasar Bebas Sebelum Internalisasi Biaya Eksternal Berdasarkan gambar di atas pada saat pasar bebas ketika belum dimasukkan biaya eksternal ke dalam struktur biaya produksi dalam hal ini MC (q), maka biaya eksternal yang ditanggung oleh masyarakat adalah daerah d-e-q*f, sedangkan surplus konsumen adalah daerah a-b-c dimana surplus yang terjadi belum menggambarkan surplus sosial.
16
Apabila suatu perusahaan sudah menginternalisasikan biaya eksternal ke dalam struktur maka kurva biaya produksi dapat dilihat seperti pada Gambar 2. k a b e
c
d
p
-k
f g
qs q* h
q
i
Sumber: Folmer (2000)
Gambar 2. Pasar Bebas Setelah Internalisasi Biaya Eksternal Apabila perusahaan sudah menginternalisasikan biaya eksternal, maka kurva MC (q) akan bergeser ke atas menjadi MC (q) + k sebesar k, dimana k adalah biaya eksternal yang kemudian ditanggung oleh perusahaan. Internalisasi ini menyebabkan produksi tereduksi dari q* menjadi qs, dan mengurangi surplus dari a-d-e menjadi a-b-c, daerah a-b-c ini yang kemudian disebut dengan surplus sosial karena telah memasukkan komponen biaya sosial ke dalam struktur biaya produksi. Pada kasus limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi tahu, internalisasi biaya eksternal dapat dilakukan melalui pengolahan limbah cair menjadi biogas sehingga biaya eksternal yang semula ditanggung oleh masyarakat menjadi tanggungan para pengrajin tahu.
17
2.9.
Studi Terdahulu Penelitian Natalia (2008) mengenai limbah cair tempe yang meneliti
tentang kandungan beban pencemar yang terdapat dalam limbah cair tempe dan pengolahan limbah cair tempe menggunakan IPAL. Tujuan dari penelitian ini adalah dapat membantu para pengusaha atau pengrajin tempe untuk mengurangi pembuangan limbah cair tempe ke sungai sehingga dapat meningkatkan kualitas air sungai dan dapat mengurangi eksternalitas negatif yang timbul akibat limbah cair yang dibuang secara langsung ke sungai bagi masyarakat pengguna air sungai. Musksgaard
dan
Ramskov
(2002),
melakukan
penelitian
untuk
menganalisis efek dari peraturan dalam sebuah pasar energi yang terintegrasi dengan cara menggunakan pajak bagi para produsen berdasarkan biaya eksternal yang dihasilkan. Analisis ini dilakukan berdasarkan model keseimbangan empirik yang diterapkan di pasar energi di Eropa Utara. Hasilnya menunjukkan bahwa internalisasi biaya eksternal akan meningkatkan harga listrik sebesar 40-50% pada periode dari tahun 1995 sampai tahun 2020, sehingga permintaan listrik menurun sebesar 10%. Kosugi et al., (2009) melakukan penelitian untuk mensimulasikan internalisasi biaya eksternal pada isu-isu lingkungan yang utama secara global menggunakan
model
pertumbuhan
ekonomi
optimal.
Penelitian
ini
menggabungkan dua model yang sudah ada yaitu model penilaian yang terintegrasi dan model dampak penilaian dari siklus hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengahasilkan tiga keluaran yaitu untuk menggabungkan isu-isu lingkungan termasuk pemanasan global pada model penilaian yang terintegrasi,
18
untuk menilai dampak lingkungan dengan pendekatan bottom-up menggunakan model dampak dari siklus hidup, dan untuk menginternalisasikan biaya eksternal yang dihasilkan dari studi dampak lingkungan. Hasil simulasi dari penelitian ini mengindikasikan bahwa biaya eksternal dari global warming terhitung sekitar 10 40%, dan sisanya berasal dari penggunaan lahan dan perubahannya. Internalisasi biaya eksternal akan mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi sampai sekitar 5% dimana usaha perlindungan hutan akan meningkat sampai sekitar 40% dan konsumsi energi fosil akan menurun sampai 15%. Rafaj dan Kypreos (2006), melakukan penelitian untuk menunjukkan dampak dari internalisasi biaya eksternal dari produksi listrik. Pendekatan pada model dalam penelitian ini digunakan untuk menentukan tambahan biaya pada pembangkit tenaga listrik yang merefleksikan biaya lingkungan dan gangguan kesehatan yang ditimbulkan dari polutan lokal (SO2 dan NOX), perubahan iklim, resiko kecelakaan kerja, dan lain-lain. Teknologi yang digunakan menghasilkan emisi yang disalurkan ke sistem seperti NOX dan CO2. Hasilnya terlihat bahwa terdapat perubahan dari produksi energi akibat melakukan internalisasi biaya eksternal. Keempat penelitian yang telah dilakukan sebelumnya melakukan perhitungan biaya eksternal yang timbul akibat pencemaran lingkungan, hanya saja penelitian yang dilakukan hanya sebatas pengukuran terhadap biaya eksternal kemudian menginternalisasikannya ke dalam struktur biaya produksi yang berimplikasi pada penurunan kuantitas jumlah barang yang diproduksi. Kelebihan di dalam penelitian ini adalah selain melakukan estimasi biaya eksternal kemudian menginternalisasikannya ke dalam struktur produksi juga melakukan estimasi
19
terhadap manfaat ekonomi yang diperoleh dari internalisasi biaya eksternal, seperti penghematan bahan bakar, penerimaan tambahan dari cacing rambut yang hidup di sungai untuk pakan lele dumbo karena setelah dilakukannya pengolahan limbah cacing rambut dapat tumbuh dengan baik, penerimaan tambahan dari penjualan ampas tahu yang sudah diolah menjadi pakan ternak, dan keripik ampas tahu.
20
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran,
Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode valuasi ekonomi. Metode valuasi ekonomi meliputi pendekatan produktivitas, modal manusia, biaya kesempatan, nilai hedonis, biaya perjalanan, dan kesediaan membayar atau menerima ganti rugi kerusakan. 3.1.1. Ekonomi Pencemaran Proses produksi maupun konsumsi selain menghasilkan keuntungan dan kepuasan juga menghasilkan produk sampingan berupa limbah. Limbah merupakan bagian intrinsik atau bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas ekonomi dan akan meningkat sejalan dengan peningkatan aktivitas tersebut. Dalam pendekatan ekonomi konvensional, dampak dari limbah tersebut tidak secara eksplisit diakomodasikan ke dalam model produksi dan konsumsi. Padahal dengan mengabaikan dampak eksternalitas tersebut bukan saja syarat bagi optimalisasi produksi dan konsumsi tidak terpenuhi, melainkan juga mengabaikan biaya sosial yang sebenarnya harus ditanggung oleh si penerima dampak (Fauzi, 2004). Menurut Fauzi (2004), pencemaran dalam perspektif biofisik diartikan sebagai masuknya aliran residual (residual flow) yang diakibatkan oleh perilaku manusia ke sistem lingkungan. Apakah kemudian limbah ini mengakibatkan kerusakan atau tidak, tergantung pada kemampuan penyerapan (absorptive capacity) media lingkungan seperti air, tanah, dan udara.
Pada kasus pencemaran air oleh para pengrajin tahu, pencemaran ini menimbulkan eksternalitas negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat. Oleh karena itu untuk mengatasi dampak yang terus berlangsung dan dapat membahayakan kesehatan masyarakat, pengrajin harus melakukan pengolahan terhadap limbah yang dihasilkan melalui pembangunan pengolahan limbah. Para pengrajin yang akan melakukan pengolahan limbah cair akan menghasilkan sejumlah biaya dan juga sejumlah manfaat yang akan berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi lingkungan yang dirasakan oleh pihak lain yang tidak ikut dalam upaya pengolahan limbah. Dari perspektif ekonomi pencemaran bukan saja dilihat dari hilangnya nilai ekonomi sumberdaya akibat berkurangnya kemampuan sumberdaya secara kualitas dan kuantitas untuk menyuplai barang dan jasa, namun juga dari dampak pencemaran tersebut terhadap kesejahteraan masyarakat (Fauzi, 2004). 3.1.2. Contingent Valuation Method (CVM) Contingent Valuation Method (CVM) digunakan untuk mengestimasi nilai ekonomi untuk barang-barang yang tidak diperdagangkan. CVM pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1963. Nilai ekonomi yang didapat merupakan hasil pengukuran pada hubungan fungsi kepuasan dengan konsep Willingness to Pay (WTP) dan Willingness to Accept (WTA). Contingent Valuation Method dipergunakan untuk mengestimasi nilai amenity atau estetika lingkungan yang merupakan public goods. Tujuan dari CVM yaitu untuk mengukur variasi nilai kompensasi dan nilai persamaan suatu barang yang ditanyakan (Hanley, 1993).
22
Manusia memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap nilai dari suatu sumberdaya. Mereka melakukan penilaian sesuai manfaat yang dapat mereka peroleh dari mengonsumsi sumberdaya tersebut. Pengertian nilai khususnya yang menyangkut barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan dapat dipandang berbeda dari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu diperlukan persepsi yang sama untuk penilaian sumberdaya tersebut. Salah satu tolak ukur yang relatif mudah dan dapat dijadikan persepsi bersama sebagai disiplin ilmu tersebut adalah dengan melakukan pemberian price tag pada barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan kata lain kita dapat memperoleh apa yang disebut dengan nilai ekonomi sumberdaya alam . Secara umum nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Dengan kata lain konsep nilai ekonomi dapat dikatakan sebagai keinginan seseorang untuk membayar atau dikenal dengan istilah willingness to pay seseorang untuk membayar suatu sumberdaya alam dan lingkungan dengan mengorbankan barang dan jasa yang ia miliki (Fauzi, 2004). Aplikasi penggunaan CVM dapat diuraikan menjadi enam tahapan (Hanley, 2003) yaitu : 1.
Membangun pasar hipotetik Pasar hipotetik dibangun dengan tujuan untuk mengetahui pemahaman masyarakat tentang isu yang terkait dengan barang lingkungan.
2.
Mengukur besaran WTP Setelah pasar hipotetik dibangun maka pertanyaan mengenai barang lingkungan dapat ditentukan dan WTP dari tiap individu akan didapat.
23
Terdapat beberapa metode di dalam memperoleh besaran WTP diantaranya: Permainan penawaran (Bidding Game) Close-ended question Payment card Open ended question Delphi methods 3.
Mengestimasi rataan WTP Setelah nilai WTP tiap individu diperoleh maka dibuat rata-rata WTP dari keseluruhan nilai WTP yang ada.
4.
Mengestimasi kurva penawaran Kurva penawaran dapat diestimasi dari nilai WTP yang diperoleh. Dalam hal ini nilai WTP dijadikan sebagai variabel dependen yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Contohnya, nilai WTP yang ada dipengaruhi oleh pendapatan (Y), pendidikan (E), umur (A), dan jumlah kualitas lingkungan yang ada (Q),maka model persamaannya adalah: WTPi = f(Yi, Ei, Ai, Qi)
5.
Agrerasi data Agrerasi menunjukkan proses dimana rataan penawaran dikonversikan ke dalam nilai angka total populasi
6.
Mengevaluasi penggunaan CVM Tahap ini dilakukan untuk melihat keberhasilan dari penerapan CVM menggunakan beberapa indikator yang digunakan oleh peneliti
24
3.1.3. Eksternalitas Masalah yang dapat menyebabkan kegagalan pasar dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi secara efisien adalah eksternalitas. Eksternalitas timbul karena tindakan konsumsi atau produksi dari satu pihak mempunyai pengaruh kepada pihak yang lain dan tidak ada kompensasi yang dibayar oleh pihak yang menyebabkan atau kompensasi yang diterima oleh pihak yang terkena dampak tersebut. Adanya eksternalitas dari suatu kegiatan menyebabkan sistem perekonomian yang menggunakan sistem pasar persaingan sempurna tidak dapat mengalokasikan sumber-sumber ekonomi secara efisien karena harga tidak mencerminkan dengan tepat akan kelangkaan faktor produksi. Dalam hal eksternalitas negatif, biaya produksi yang dihitung oleh pengusaha lebih kecil dibandingkan biaya yang diderita oleh masyarakat (Mangkoesoebroto, 2000) Eksternalitas juga dapat didefinisikan sebagai dampak (baik positif maupun negatif) dari suatu kegiatan (baik konsumsi maupun produksi) terhadap suatu pihak yang tidak melakukan kegiatan tersebut. Lebih spesifik lagi eksternalitas terjadi jika kegiatan produksi atau konsumsi suatu pihak mempengaruhi utilitas (kegunaan) dari pihak lain secara tidak diinginkan dan pihak pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak yang terkena dampak (Fauzi, 2004) Eksternalitas juga merupakan efek dari aktivitas ekonomi dari satu pihak ke pihak lain yang tidak diperhitungkan ke dalam sistem harga. Definisi ini menekankan pada dampak non pasar yang secara langsung berpengaruh pada satu pelaku dari pelaku lainnya. Eksternalitas timbul karena tindakan konsumsi atau produksi dari satu pihak yang mempunyai pengaruh terhadap pihak lain dan tidak
25
ada kompensasi yang dibayarkan oleh pihak yang menyebabkan atau kompensasi yang diterima oleh pihak yang terkena dampak tersebut1. 3.1.4. Biaya Produksi Menurut Suhartati dan Fathorrozi (2003), biaya produksi merupakan biaya yang digunakan suatu faktor produksi untuk memproduksi suatu komoditi merupakan nilai dari kesempatan (opportunity) dari penggunaan faktor ini untuk kegiatan lain. Biaya dapat dibagi menjadi dua berdasarkan sifatnya, artinya mengaitkan antara pengeluaran yang harus dibayar dengan produk atau output yang dihasilkan. Berdasarkan pembagian ini, biaya dikelompokkan menjadi: 1.
Biaya tetap Merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh suatu perusahaan per satuan waktu tertentu, untuk keperluan pembayaran semua input tetap, dan besarnya tidak tergantung dari jumlah produksi yang dihasilkan
2.
Biaya variabel Merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh suatu perusahaan pada waktu tertentu, untuk pembayaran input variabel yang digunakan dalam proses produksi
3.
Biaya total Merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan variabel dalam proses produksi
1
http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=1&ved=0CBIQFjAA&url=http%3A%2F%2 Frepository.gunadarma.ac.id%3A8000%2FKommit2004_ekonomi_010_1481.pdf&rct=j&q=intern alisasi+biaya+eksternaljuarna+dan+harmoni+&ei=2twUTKuPB823rAeX07GyCA&usg=AFQjCNE5r3ztmzDj4dCftY-w4SiaNIASKA. Diakses tanggal 1 Mei 2010
26
Terdapat dua fungsi biaya yang dapat diturunkan dari fungsi biaya total yaitu: 1.
Biaya tetap total Didefinisikan sebagai total semua biaya yang tidak berubah mengikuti perubahan output, bahkan apabila output sama dengan nol
2.
Biaya variabel total Total semua biaya yang berubah seiring perubahan output dalam jangka pendek Selain biaya-biaya di atas juga terdapat biaya variabel rata-rata, biaya total
rata-rata, dan biaya marginal. Biaya variabel rata-rata merupakan biaya variabel total dibagi dengan jumlah unit keluaran, biaya total rata-rata merupakan biaya total dibagi dengan jumlah output, sedangkan biaya marginal merupakan kenaikan biaya total karena memproduksi satu unit tambahan output (Case dan Fair, 2003). 3.1.5. Konsep Metode Valuasi Ekonomi Penetapan nilai ekonomi total maupun nilai kerusakan lingkungan digunakan pendekatan harga pasar maupun non pasar. Pendekatan harga pasar dapat dilakukan melalui pendekatan produktivitas, pendekatan modal manusia (Human Capital) atau pendekatan nilai yang hilang dan pendekatan biaya kesempatan (Opportunity Cost). Pendekatan non pasar dapat dilakukan melalui metode nilai hedonis (Hedonic Pricing), metode biaya perjalanan (Travel Cost), metode kesediaan membayar atau kesediaan menerima (Contingent Valuation), dan metode Benefit Transfer (Dhewanthi, et al., 2007)
27
3.1.5.1. Pendekatan Produktivitas Pada pendekatan ini valuasi yang dilakukan digunakan untuk memberikan harga SDA dan lingkungan sedapat mungkin menggunakan harga pasar yang sesungguhnya. Terdapat beberapa teknik yang biasa digunakan dalam pendekatan produktivitas ini, yaitu (a) Perubahan Produktivitas, yaitu teknik yang menggunakan nilai pasar yang ada dari suatu SDA, maka dapat diketahui nilai total dari sumberdaya tersebut. Kuantitas SDA dipandang sebagai faktor produksi. Perubahan dalam kualitas lingkungan mengubah produktivitas dan biaya produksi yang kemudian mengubah harga dan hasil yang dapat diamati dan diukur, (b) Biaya Pengganti atau Replacement Cost, yaitu teknik yang mengidentifikasi biaya pengeluaran untuk perbaikan lingkungan hingga mencapai atau mendekati keadaan semula. Biaya yang diperhitungkan untuk mengganti SDA yang rusak dan kualitas lingkungan yang menurun atau karena praktek pengelolaan SDA yang kurang sesuai dapat menjadi dasar penaksiran manfaat yang diperkirakan dari suatu perubahan, (c) Biaya Pencegahan atau Prevention Cost, yaitu apabila nilai jasa lingkungan tidak dapat diduga nilainya, maka pendekatan ini baik pengeluaran aktual maupun potensi pengeluaran, dapat dipakai. Melalui teknik ini, nilai lingkungan dihitung berdasarkan hal-hal yang disiapkan masyarakat untuk melakukan upaya pencegahan kerusakan lingkungan, seperti pembuatan terrassering untuk mencegah terjadinya erosi di dataran tinggi ((Dhewanthi, et al., 2007) . 3.1.5.2. Pendekatan Modal Manusia (Human Capital) Pendekatan ini sedapat mungkin dapat menggunakan harga pasar sesungguhnya ataupun dengan harga bayangan. Hal ini terutama dapat dilakukan
28
untuk memperhitungkan efek kesehatan dan bahkan kematian dapat dikuantifikasi harganya di pasar. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan beberapa teknik yaitu : (a) Pendekatan Pendapatan yang Hilang, yaitu pendekatan yang digunakan untuk menghitung kerugian akibat pendapatan yang hilang karena perubahan fungsi lingkungan berdampak pada kesehatan manusia, (b) Biaya Pengobatan, yaitu dampak perubahan kualitas lingkungan dapat berakibat negatif pada kesehatan, yaitu
menyebabkan
sakit
bahkan
kematian,
(c)
Keefektifan
Biaya
Penanggulangan, yaitu pendekatan yang digunakan apabila perubahan kualitas lingkungan tidak dapat diduga nilainya namun dipastikan bahwa tujuan penanggulangannya penting (Dhewanthi, et al., 2007). 3.1.5.3. Pendekatan Biaya Kesempatan (Opportunity Cost) Apabila data mengenai harga atau upah tidak cukup tersedia, biaya kesempatan atau pendapatan yang hilang dari penggunaan SDA dapat digunakan sebagai pendekatan. Pendekatan ini dugunakan untuk menghitung biaya yang harus dikeluarkan untuk melestarikan suatu manfaat dan bukan untuk memberikan nilai besaran manfaat ekonomi yang harus dikorbankan jika terjadi perubahan sehingga kualitas lingkungan tidak dapat dikembalikan seperti keadaan semula (Dhewanthi, et al., 2007). 3.1.5.4. Pendekatan Nilai Hedonis (Hedonic Pricing) Pendekatan ini merupakan pendekatan kedua setelah pendekatan dengan harga pasar untuk menilai kualitas lingkungan, karena seringkali ditemui keadaan yang sangat sulit untuk mendapatkan harga pasar atau harga alternatif. Pendekatan ini dikenal dengan pendekatan nilai properti (Property Value Method). Pendekatan ini merupakan suatu teknik penilaian lingkungan berdasarkan atas
29
perbedaan harga sewa lahan atau harga sewa rumah. Dengan asumsi bahwa perbedaan
ini
disebabkan
oleh
perbedaan
kualitas
lingkungan.
Untuk
mendapatkan harga didasarkan atas kesanggupan orang untuk membayar lahan atau komoditas lingkungan sebagai cara untuk menduga secara tidak lagsung bentuk kurva permintaan sehingga nilai perubahan kualitas lingkungan dapat ditentukan (Dhewanthi, et al., 2007). 3.1.5.5. Pendekatan Biaya Perjalanan (Travel Cost) Pendekatan ini menggunakan biaya transportasi atau biaya perjalanan terutama untuk menilai lingkungan pada objek-objek wisata. Pendekatan ini menganggap bahwa biaya perjalanan dan waktu yang dikorbankan para wisatawan menuju objek itu dianggap sebagai nilai lingkungan yang dibayar oleh wisatawan (Dhewanthi, et al., 2007). 3.1.5.6. Pendekatan Kesediaan Membayar atau Menerima Ganti Rugi (Contingent Valuation Method) Metode valuasi kontingensi digunakan untuk mengestimasi nilai ekonomi untuk berbagai macam ekosistem dan jasa lingkungan yang tidak memiliki pasar, misal jasa keindahan. Metode ini menggunakan pendekatan kesediaan untuk membayar atau menerima ganti rugi agar sumberdaya alam tersebut tidak rusak. Metode ini juga dapat digunakan untuk menentukan nilai guna dan nilai non guna. Metode ini merupakan teknik untuk menyatakan preferensi karena menanyakan orang untuk menyatakan penilaian mereka. Pendekatan ini juga memperlihatkan seberapa besar kepedulian mereka terhadap suatu barang dan jasa lingkungan yang dilihat manfaatnya yang besar bagi semua pihak sehingga upaya pelestarian diperlukan agar tidak kehilangan manfaat itu (Dhewanthi, et al., 2007).
30
3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional Tahu dalam proses produksinya akan menghasilkan produk berupa tahu itu
sendiri, produk sampingan atau limbah yang berupa limbah padat dan limbah cair tahu. Tahu yang dihasilkan kemudian dijual kepada konsumen, produk sampingan berupa limbah cair tahu secara langsung akan dibuang ke sungai atau ke badanbadan air lainnya, dan ampas tahu yang merupakan limbah padat akan diolah kembali menjadi keripik ampas tahu, pakan ternak, atau bahan baku bagi industri lainnya. Sebagian besar dari para pengrajin tahu membuang produk sampingan mereka ke sungai atau badan air lainnya tanpa melakukan pengolahan terlebih dahulu terhadap limbah yang dihasilkan. Limbah cair yang dibuang langsung ke sungai memiliki dampak yang buruk bagi para pengguna air tempat limbah cair itu dibuang. Kandungan yang terdapat di dalam limbah cair dapat menimbulkan penyakit bagi para pengguna air serta bau yang dihasilkan sangat mengganggu masyarakat yang tinggal di sekitar sungai. Limbah industri tahu dapat menimbulkan pencemaran yang cukup berat karena mengandung polutan organik yang cukup tinggi. Dari beberapa hasil penelitian, bahan-bahan organik yang terkandung dalam air buangan tersebut memiliki konsentrasi COD berkisar antara 4 000-12 000 ppm dan BOD antara 2 000 – 10 000 ppm, serta mempunyai keasaman yang rendah yakni pH 4-52. Beberapa faktor yang mendasari para pengrajin tahu membuang limbah ke sungai tanpa pengolahan telebih dahulu diantaranya adalah karena kurangnya 2
http://www.scribd.com/mobile/documents/search?query=9Limbah+Tahu+Untuk+Biogas&commi t=Search. Diakses tanggal 3 Desember 2010
31
kesadaran mengenai pentingnya melestarikan kualitas air serta pengetahuan mengenai dampak yang ditimbulkan apabila mereka membuang limbah ke sungai, serta mahalnya biaya pembangunan pengolahan limbah yang membuat mereka sangat berat untuk membangun pengolahan limbah karena akan berimplikasi pada kenaikan biaya produksi yang akan menurunkan tingkat penerimaan dan keuntungan mereka. Aktivitas dari proses produksi tahu memberikan eksternalitas bagi masyarakat yang kemudian dapat menimbulkan biaya eksternal bagi masyarakat yang terkena dampaknya seperti biaya kesehatan dan biaya penurunan produktivitas pertanian. Salah satu upaya untuk mengurangi eksternalitas adalah dengan melakukan internalisasi biaya eksternal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara membangun pengolahan limbah cair menjadi biogas. Proses pembangunan pengolahan limbah menjadi biogas tentunya membutuhkan biaya yang cukup besar. Biaya pembangunan ini yang ditanggung oleh para pengrajin tahu. Sebelumnya biaya eksternal tidak dimasukkan ke dalam struktur biaya produksi dan ditanggung oleh masyarakat yang menerima dampak dari pembuangan limbah ke sungai tanpa melalui pengolahan, namun setelah dilakukannya internalisasi, biaya eksternal yang semula ditanggung oleh masyarakat kini ditanggung oleh pengrajin tahu. Pemerintah dalam menanggapi dampak yang berbahaya dari limbah yang dibuang langsung ke sungai menetapkan beberapa kebijakan mengenai pembangunan sistem pengolahan limbah. Salah satu pengolahan limbah yang dapat diadopsi oleh para pengrajin tahu yaitu pengolahan limbah cair menjadi biogas. Pembangunan pengolahan limbah menjadi biogas atau IPAL yang
32
menggunakan limbah cair tahu sebagai bahan baku dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan, selain itu pembuatan IPAL juga dapat menciptakan energi alternatif yaitu pengganti bahan bakar seperti kayu bakar dan minyak tanah. Analisis data dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan profil industri tahu di Desa Kalisari, sedangkan analisis kuantitatif untuk mengestimasi biaya eksternal dengan menggunakan metode change in productivity approach, replacement cost, dan biaya kesehatan, metode biaya produksi untuk mengestimasi biaya produksi setiap pengrajin tahu berdasarkan skala produksi tertentu, metode biaya produksi dan harga pasar untuk mengestimasi nilai manfaat ekonomi internalisasi biaya eksternal, metode willingness to pay untuk mengestimasi tingkat kesediaan petani untuk membayar biaya pengolahan limbah.
33
IV. METODE PENELITIAN 4.1.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di sentra produksi tahu yang terletak di Desa
Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto1. Penentuan lokasi ini dilakukan secara sengaja karena lokasi tersebut merupakan industri tahu yang berada di sekitar wilayah perairan. Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2011. 4.2.
Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder dan data primer. Data
primer yang diperoleh melalui kuesioner yang mengambil responden yaitu para pengrajin tahu di Desa Kalisari dan wawancara langsung dengan pihak aparat desa sebanyak lima orang, pengrajin keripik ampas tahu sebanyak tiga orang, ketua gapoktan Desa Kalisari, kepala Desa Kalisari dan staf Kementrian Riset dan Teknologi sebanyak satu orang. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data mengenai lokasi sentra produksi tahu, jumlah limbah yang dihasilkan, kandungan beban pencemar yang terdapat dalam limbah cair tahu dan biaya pengolahan limbah menjadi biogas. 4.3.
Metode dan Pengambilan Data Metode pengambilan contoh atau metode penentuan responden tidak
dilakukan secara acak, malainkan dilakukan dengan cara non probability sampling yaitu jenis purposive sampling, dimana pengambilan sampel ini dilakukan tidak 1 http:/hendrik-perdana.web.id/index.php/artikel/umum/242-biogas-dari-limbah-tahu. Diakses tanggal 26 Desember 2010.
secara acak melainkan dengan pertimbangan tertentu dan secara sengaja yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Pengrajin yang menjadi responden yaitu pengrajin yang sudah melakukan internalisasi biaya eksternal sebanyak 26 responden, pengrajin yang belum melakukan pengolahan limbah cair tahu sebanyak 30 responden, dan pengrajin yang melakukan penjualan ampas tahu sebanyak 60 responden 4.4.
Metode dan Prosedur Analisis Analisis data dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis
kualitatif digunakan untuk menganalisis karakteristik sosial ekonomi para pengrajin tahu,dan deskripsi profil industri tahu di Desa Kalisari. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengestimasi biaya produksi sebelum dan sesudah internalisasi biaya eksternal, mengestimasi biaya eksternal, dan mengestimasi nilai ekonomi manfaat biaya eksternal. Metode change in productivity, biaya kesehatan, dan replacement cost untuk mengestimasi biaya eksternal. Metode harga pasar untuk mengestimasi manfaat ekonomi yang diperoleh dari adanya internalisasi, metode biaya produksi untuk mengestimasi besaran biaya produksi sebelum dan sesudah adanya internalisasi biaya eksternal, dan metode CVM untuk mengestimasi nilai yang bersedia dibayarkan untuk berpartisipasi dalam pengolahan limbah cair. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dibuat matriks metode penelitian sebagai berikut.
36
Tabel 2. Matriks Metode Penelitian Tujuan penelitian
Jenis dan Sumber Data
Data primer, didapat dari pengrajin tahu, aparat desa, dan staf kemenristek Data sekunder, didapat dari buku, artikel, jurnal dan sumber-sumber yang relevan Mengestimasi biaya Data primer, produksi pada didapat dari industri tahu pengrajin tahu sebelum dan yang sudah sesudah melakukan internalisasi internalisasi biaya eksternal pada struktur biaya produksinya Mengestimasi biaya Data primer, eksternal didapat dari aparat desa, puskesmas, dan ketua gapoktan, Mendeskripsikan profil industri tahu
Mengestimasi total nilai ekonomi manfaat internalisasi biaya eksternal
Data primer, didapat dari kepala desa, pengrajin tahu, pengrajin keripik ampas tahu
Mengestimasi nilai WTP pengrajin tahu untuk membayar iuran pengolahan limbah cair tahu
Data primer, didapat dari pengrajin tahu
Metode Pengumpulan Data Wawancara dengan pengrajin tahu, aparat desa, dan staf kemenristek
Metode Analisis Data Analisis deskriptif
Kuesioner dengan 26 responden
Metode biaya produksi
Wawancara dengan dokter di polides Desa Kalisari, ketua gapoktan Desa Kalisari, dan aparat Desa Kalisari Wawancara dengan kepala Desa Kalisari Wawancara dengan tiga orang pengrajin keripik ampas tahu Kuesioner dengan 60 responden Kuesioner dengan 30 responden
Metode change in productivity approach Metode Biaya Pengganti Metode biaya pengobatan Metode pendekatan harga pasar Metode biaya produksi
Metode Contingent Valuation Method
37
4.4.1. Deskripsi Profil industri Tahu Deskripsi profil industri tahu dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Analisis ini dugunakan untuk mendeskripsikan profil industri tahu ditinjau dari aspek proses pembuatan tahu, produk lain dari tahu, jenis limbah tahu, dampak limbah tahu, serta teknologi yang digunakan untuk mengolah limbah tahu. 4.4.2. Estimasi Biaya Produksi Tahu Sebelum dan Sesudah Internalisasi Biaya Eksternal Estimasi biaya produksi tahu sebelum dan sesudah internalisasi biaya eksternal dilakukan dengan menggunakan metode biaya produksi, yaitu mencari nilai dari biaya tetap, biaya variabel, dan biaya produksi total untuk melihat persentase perubahan biaya produksi apabila pengrajin tahu menginternalisasikan biaya
eksternal
ke
dalam
struktur
biaya
produksi.
Biaya
eksternal
diinternalisasikan ke dalam struktur biaya produksi dengan cara memasukkan komponen iuran untuk perawatan IPAL ke dalam biaya tetap setiap bulan. Menurut Case and Fair (2003), biaya total dapat dihitung dengan menggunakan rumus : TCsebelum internalisasi = FC + VC TCsetelah internalisasi = FC + VC + k Dimana: TC
= Total Cost (biaya total)
FC
= Fixed Cost (biaya tetap)
VC
= Variable Cost (biaya variabel)
k
= biaya eksternal
38
Biaya produksi yang dihitung merupakan biaya produksi rata-rata yang didapat dari beberapa pengrajin berdasarkan skala usaha tertentu. Skala usaha dilihat berdasarkan jumlah kedelai yang digunakan untuk memproduksi tahu. 4.4.3. Estimasi Biaya Eksternal sebagai Dampak Pembuangan Limbah Industri Tahu Biaya eksternal yang diestimasi dalam penelitian ini yaitu biaya eksternal yang muncul akibat pembuangan limbah cair tahu diantaranya biaya kesehatan, biaya kerugian akibat penurunan produktivitas pertanian, dan biaya untuk perbaikan kesuburan lahan dengan cara penambahan jenis pupuk tertentu yaitu pupuk dolomit. Biaya kesehatan dihitung dengan pendekatan: Total Biaya Kesehatan = C x n Dimana: C
= biaya pengobatan ke puskesmas per polides (Rp/orang)
n
= masyarakat yang tinggal di sekitar sungai yang tercemar (orang) Metode perhitungan biaya eksternal seperti kerugian petani akibat
penurunan produktivitas pertanian dalam hal ini padi dan biaya perbaikan kualitas lahan adalah metode change in productivity approach atau perubahan produktivitas dan replacement cost untuk melihat perubahan pendapatan akibat dampak dari pencemaran limbah tahu. Rumus yang digunakan yaitu: ΔI = I1 – I2 Dimana: ΔI = selisih pendapatan sebelum dan sesudah pencemaran (Rp) I1
= pendapatan sebelum pencemaran (Rp)
I2
= pendapatan setelah pencemaran (Rp)
39
Biaya perbaikan kualitas lahan dapat diestimasi dengan menggunakan rumus: Biaya perbaikan kualitas lahan = L x Pp x Qp Dimana: L
= Luas lahan yang terkena limbah (ha)
Pp
= Harga pupuk (Rp)
Qp
= Jumlah pupuk (kg)
4.4.4. Estimasi Total Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal Nilai ekonomi yang didapat dari adanya internalisasi biaya eksternal berupa nilai penghematan bahan bakar seperti elpiji dan kayu bakar akibat adanya energi alternatif yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair tahu yaitu biogas, penerimaan tambahan dari penjualan keripik ampas tahu dari hasil pengolahan limbah padat tahu, penerimaan tambahan dari penjualan ampas tahu untuk digunakan sebagai pakan ternak, dan penerimaan tambahan dari penjualan cacing yang hidup di selokan tempat pembuangan limbah cair untuk pakan lele dumbo. Metode yang digunakan untuk menghitung nilai penghematan bahan bakar adalah metode perubahan pendapatan, dengan pendekatan : ΔI = I1 – I2 Dimana: ΔI = jumlah elpiji yang dihemat (Rp) I1
= jumlah elpiji yang digunakan sebelum menggunakan biogas (Rp)
I2
= jumlah elpiji yang digunakan setelah menggunakan biogas (Rp) Penerimaan tambahan dari penjualan ampas tahu untuk pakan ternak dan
untuk bahan baku keripik ampas tahu dilakukan dengan metode biaya produksi dengan mencari keuntungan tambahan dari penjualan produk tersebut. Nilai
40
tambah cacing rambut dihitung dengan menggunakan metode harga pasar dengan melihat harga pasar dari cacing rambut tersebut apabila dijual untuk pakan lele dumbo dengan dengan rumus: R=nxpxq Dimana: R
= penerimaan cacing rambut
n
= jumlah cacing rambut yang diambil
p
= harga cacing rambut di pasar
q
= jumlah cacing yang diambil
4.4.5. Estimasi Nilai WTP Pengrajin Tahu untuk Membayar Iuran Pengolahan Limbah Tahu Nilai WTP pengrajin tahu diestimasi dengan menggunakan metode Contingent Valuation Method. Estimasi nilai WTP ini dilakukan pada pengrajin tahu yang masih belum mengolah limbah cair yang mereka hasilkan. Prosedur metode CVM yang dilakukan meliputi 1.
Membuat pasar hipotetik Pasar hipotetik yang dibentuk berdasarkan atas dampak negatif yang dirasakan akibat pembuangan limbah cair secara langsung oleh pengrajin tahu ke sungai dan selokan. Dalam upaya untuk mengurangi dampak negatif limbah cair tahu pemerintah berencana untuk membangun pengolahan limbah cair menjadi biogas. Selain itu biogas yang diproduksi dari pengolahan limbah ini juga dapat memberikan manfaat berupa energi alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangga seperti minyak tanah atau kayu bakar. Oleh karena itu diperlukan partisipasi dari para pengrajin tahu dalam upaya pengurangan
41
dampak negatif dari limbah cair tersebut dengan cara membayar iuran perawatan pengolahan limbah menjadi biogas. Responden yang menjadi objek dalam mengukur WTP ini yaitu para pengrajin tahu yang belum melakukan pengolahan limbah cair. Selanjutnya, pasar hipotetik yang dibentuk adalah sebagai berikut : Pasar Hipotetik Pemerintah berencana untuk membangun suatu pengolahan limbah yaitu pengolahan limbah menjadi biogas. Bahan baku biogas ini adalah limbah cair tahu yang dihasilkan dari proses produksi tahu. Pembangunan instalasi pengolahan limbah menjadi biogas sangat bermanfaat untuk lingkungan karena dapat mengurangi jumlah limbah cair yang dibuang ke sungai serta dapat menghasilkan bahan bakar alternatif berupa gas yang dihasilkan dari pengolahan limbah tersebut. Gas tersebut dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti elpiji dan dapat menghemat penggunaan kayu bakar dalam proses produksi. Oleh karena itu pemerintah sangat membutuhkan partisipasi dari masyarakat sekitar untuk pembangunan pengolahan limbah cair menjadi biogas
2.
Mendapatkan penawaran besaran WTP Dalam memperkirakan nilai awalan WTP terlebih dahulu dilakukan survey terhadap besarnya iuran biogas pada pengrajin yang sudah melakukan pembayaran iuran perawatan pengolahan limbah menjadi biogas yang sudah dilakukan di beberapa tempat. Kemudian setelah nilai WTP pertama didapat, ditawarkan nilai yang lebih besar dari nilai yang diberikan sebelumnya. Nilai WTP didapat setelah proses tawar menawar selesai.
3.
Memperkirakan nilai rata-rata WTP Dugaan rataan WTP dihitung dengan rumus : EWTP = ∑
.
42
Dimana: EWTP = dugaan nilai rataan WTP (Rp)
4.
Wi
= batas bawah WTP pada kelas ke-i
Pfi
= frekuensi relatif kelas ke-i
n
= jumlah responden
i
= sampel (1, 2, 3, …, n)
Menjumlahkan data TWTP = ∑
( )P
Dimana: TWTP = total WTP WTPi = WTP individu sampel ke-i ni
= jumlah sampel ke-i yang bersedia membayar sebesar WTP
N
= jumlah sampel
P
= jumlah populasi
43
V. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1.
Kondisi Umum Desa Kalisari Kondisi umum Desa Kalisari meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi
sosial ekonomi masyarakat. Kondisi sosial ekonomi masyarakat meliputi jumlah penduduk, tingkat pendidikan, mata pencaharian, pola penggunaan lahan, dan kepemilikan ternak. 5.1.1. Kondisi Fisik Daerah Desa Kalisari yang terkenal dengan sentra industri tahu di Kabupaten Banyumas pada mulanya merupakan penggabungan dari dua desa yaitu Desa Karangsari dan Desa Kalikidang yang dilakukan pada tahun 1912. Secara administratif Desa Kalisari termasuk dalam wilayah Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, terletak di Banyumas bagian barat dari ibukota Kecamatan Cilongok. Jarak dari pusat Kabupaten Banyumas dengan Desa Kalisari sekitar 17 km, dengan waktu tempuh sekitar 35 menit. Desa Kalisari terdiri atas dua dusun yaitu Dusun I yang terletak di sebelah timur yang terbagi atas dua RW dan Dusun II yang terletak di sebelah barat yang terbagi atas dua RW. Luas wilayah Desa Kalisari yaitu 204,355 ha dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: a.
Sebelah Utara
: Desa Karang Tengah
b.
Sebelah Barat
: Desa Cikembulan
c.
Sebelah Selatan : Desa Lesmana
d.
Sebelah Timur
: Desa Karanglo
Desa Kalisari memiliki topografi berupa dataran rendah dengan ketinggian sekitar 220 m diatas permukaaan laut (mdpl) sehingga tergolong dataran rendah.
S Sebagian tan nah di Desa Kalisari meerupakan areeal pertaniann. Curah hujan di Desa K Kalisari rataa-rata 2 000 – 3 000 mm//tahun. 5 5.1.2. Kondisi Sosial Ekonomi E Deesa Kalisarii onografi yanng diperoleh h dari Kantorr Desa Kalissari (2007), Menuurut data mo j jumlah pend duduk yang tercatat t yaituu sebesar 12669 KK, yangg terdiri atass 2471 lakil laki dan 24 422 perempuuan, rata-ratta setiap kelluarga terdirri dari emppat anggota k keluarga. Ko omposisi pen nduduk mennurut usia daan jenis kelaamin dapat dilihat d pada g gambar berik kut : 450 400 350 300 250 L Laki‐laki
200
P Perempuan
150 100 50 0 50‐59 >>60 0‐4 4 5‐9 10‐14 4 15‐19 20‐24 25‐29 30‐39 40‐49 4 tahu un tahun tahun n tahun tahun tahun tahun tahun t tahun taahun
S Sumber : Datta Sekunder diolah d (2011)
G Gambar 4. Jumlah Pen nduduk Berrdasarkan Jenis J Kelam min dan Usiaa gkat pendidikkan di Desaa Kalisari teergolong seddang, hal inii didukung Ting d dengan adannya fasilitass pendidikann yaitu terseedianya tigaa Taman Kaanak-kanak ( (TK), satu Sekolah S Dassar (SD), daan satu Mad drasah Ibtidaaiyah (MI). Komposisi p penduduk beerdasarkan tiingkat pendiidikan dapatt dilihat padaa gambar berrikut.
45
% 0.13%
0.43% 7.19% %
0.13%
8.60%
1.3 37% 0 0.05%
Tidak Taamat SD Belum TTamat SD
8.38 8% 9.22%
Tamat SSD Tamat SSLTP Tamat SSLTA D3 D2
64.54%
D1 S1 S2
: S Sumber : Datta Sekunder, diolah d (2011)
G Gambar 5. Jumlah Pen nduduk Berrdasarkan Tingkat T Pen ndidikan dasarkan gam mbar di atass terlihat bahhwa mayoriitas tingkat pendidikan p Berd p penduduk D Desa Kalisaari adalah ttamatan SD D yaitu sekkitar 64,54% %. Sisanya m merupakan belum tamaat SD, tamaatan SLTP, SLTA, D1, D2, D3, S1, dan S2. J Jumlah yangg paling sediikit yaitu tam matan S2 yaiitu sebesar 0,13%. Berd dasarkan datta monograffi yang didap pat tercatat bahwa sebaagian besar b bermata pen ncaharian seebagai petanni dan buruuh industri. Komposisi penduduk b berdasarkan mata pencahharian dapatt dilihat padaa gambar berrikut : 0.37% 2.95%
5.26%
% 2.12% 1.11%
0.92% Petan ni sendiri
12%
Petan ni buruh
11.45% 2 24.01%
Nelayyan Pengu usaha Buruh h industri
34.53%
Buruh h bangunan 0% 1.20%
Pedaggang Pengaangkutan
S Sumber : Datta Sekunder, diolah d (2011)
G Gambar 6. Jumlah Pen nduduk Berrdasarkan Mata M Pencah harian
46
Berd dasarkan gam mbar di atass terlihat baahwa mayorritas mata pencaharian p p penduduk Desa D Kalisarii adalah petaani yaitu sebbesar 34,53% %. Sisanya merupakan m p petani buruuh, buruh industri, buuruh banguunan, pedaggang, penguusaha, dan p pengangkuta an. Luass Desa Kalisari seluruhnnya mencapaai 204,355 haa. Penggunaan lahan di D Desa Kalisarri diperuntuk kkan bagi peertanian, pem mukiman, peekarangan, dan d sisanya a adalah tanahh untuk pend didikan, lapaangan, jalan,, dan pemakkaman. Kom mposisi pola p penggunaan lahan di Deesa Kalisari ddapat dilihatt pada gambaar berikut ini. 11.51% 10..28% Tanah ssawah 14.70%
63.61% %
Tanah p pemukiman Tanah p pekarangan Lain‐lain n
S Sumber : Datta Sekunder, diolah d (2011)
G Gambar 7. Komposisi Pola Penggunaan Lahaan m laahan di Dessa Kalisari Dari gambar dii atas terlihhat bahwa mayoritas d diperuntukk an bagi keg giatan pertaanian yaitu sebesar 63,61%. Sisan nya adalah u untuk pemukkiman, pemaakaman, dann lain-lain. Selaiin sebagai petani, p buruuh tani dann pengrajin tahu, pada umumnya p penduduk Desa D Kalisarri juga mem melihara binaatang ternakk. Pemeliharraan ternak d dipilih pendduduk desa sebagai taabungan hid dup yang juga digunaakan untuk m memanfaatk kan lahan dan d memannfaatkan haasil-hasil tannaman perttanian dan p perkebunan, , sehingga pakan p ternakk cukup muddah untuk diidapatkan. Jeenis ternak
47
y yang dipelihara antaraa lain sapi, kambing, kelinci, ayam, babi dan d bebek. K Komposisi k kepemilikan da gambar beerikut. ternak dapaat dilihat pad 7 7.78%
% % 0.36% 0.39% 2.93%
1.3 35% Sapi Kerbau Kelinci
87.25%
Ayam Bebek Babi
S Sumber : Datta Sekunder, diolah d (2011)
G Gambar 8. Komposisi Kepemilikaan Ternak dasarkan gam mbar di atass mayoritas ternak yangg ada di Desa Kalisari Berd a adalah ayam m yaitu sebbesar 87,25% %. Selanjuttnya diikuti dengan beebek, babi, k kelinci, sapi, dan kerbauu. 5 5.2.
Kara akteristik Responden R Respponden padaa penelitian ini merupakkan masyarakkat Desa Kaalisari yang
b bermata penncaharian seebagai pengrrajin tahu dan melakukkan pengolahhan limbah c dengan biogas sertaa masyarakaat yang berm cair mata pencahaarian sebagaai pengrajin t tahu dan tiddak melakukkan pengelollaan limbah cair dengann biogas. Kaarakteristik s sosial ekono omi respondeen dapat dilihat pada beb berapa kriterria berikut inni. 5 5.2.1. Usiaa Ting gkat usia padda respondenn cukup bervvariasi yaitu berkisar anttara usia 20 t tahun sampaai diatas usia 62 tahunn. Sebanyak 38,33% ataau sebanyakk 23 orang b berada padaa kisaran usia 40-50 tahuun. Sebanyaak 26,67% attau sebanyak k 16 orang b berada padaa kisaran usia 29-39 tahuun. Pada kissaran usia 51-61 tahun terdapat t 25 % atau sebaanyak 15 oraang. Sebanyyak 6,67% atau a sebanyaak empat orang berada
48
p pada kisarann usia 18-288 tahun. Seddangkan padda kisaran usia 62-72 taahun hanya s sebanyak 3,33 % atau sebanyak s duua orang. Perbandingan persentasi tiingkat usia r responden dapat d dilihat pada p Gambaar 9. 3.33%
6.67%
18‐28 tahun 1 26.67%
25%
29‐39 tahun 2 40‐50 tahun 4
38.33%
51‐61 tahun 5 62‐72 tahun 6
S Sumber : Datta Primer, dioolah (2011)
G Gambar 9. Karakteristtik Respond den Berdasaarkan Tingk kat Usia 5 5.2.2. Tinggkat Pendid dikan Ting gkat pendidik kan respondden di Desa Kalisari berrvariasi antaara tamatan S SD, SMP, dan SMA. Sebanyak 771,67% atauu sebanyak 43 orang menempuh m formal sam p pendidikan mpai jenjanng SD, 16 6,67% atau sebanyak 10 orang m menempuh p pendidikan formal samppai jenjang SMA, dan ssebanyak 111,67% atau s sebanyak tujjuh orang menempuh peendidikan forrmal sampaii jenjang SM MP. 16.67% 11.67%
SD 71.67%
SMP SMA
S Sumber : Datta Primer, dioolah (2011)
G Gambar 10. Karakteriistik Respon nden Berdassarkan Tinggkat Usia dasarkan gam mbar di atas terlihat bah hwa mayoritaas responden n memiliki Berd t tingkat penddidikan form mal sampai ddengan tingkkat SD. Hal ini disebabkkan karena m mayoritas reesponden yaang diwawanncara beradaa pada usia ddiatas 40 tah hun dimana p pada masa tersebut tingkat kesadaaran masyarrakat akan pentingnya p pendidikan p
49
f formal masih rendahh serta koondisi perek konomian yang masiih kurang m memungkink kan untuk melanjutkan m kke jenjang yaang lebih tinnggi. 5 5.2.3. Statu us Pernikah han Statu us pernikahaan respondenn yang ada di Desa Kaalisari mayorritas sudah m menikah yaiitu sebesar 98,33 9 % atauu sebanyak 59 orang daan sebesar 1,67 % atau s sebanyak saatu orang berrstatus belum m menikah. Komposisi rresponden berdasarkan b s status pernikkahan dapat dilihat pada Gambar 11.. 1.67% Menikah 98.33% %
Tidaak Menikah
S Sumber : Datta Primer, dioolah (2011)
G Gambar 11. Karakteriistik Respon nden Berdassarkan Stattus Pernikah han dasarkan gam mbar di atas mayoritas responden r yaang berstatuus menikah. Berd H ini disebabkan kareena para penngrajin tahu yang diwaw Hal wancara suddah berusia d diatas 25 taahun yang merupakan m i untuk menikah dan d banyak usia yang ideal r responden yang memangg sudah mennjalankan usaaha sejak lebbih dari 20 taahun. 5 5.2.4. Lam ma Menjalan nkan Usahaa Distrribusi responnden yang m menjalankan usaha tahu berada di kiisaran 0-20 t tahun yaitu sebanyak 60% atau sebanyak 36 3 orang, seebanyak 366,67% atau s sebanyak 222 orang beraada pada kiisaran 21-41 1 tahun, dann terakhir beerada pada k kisaran 42-662 tahun seebanyak 3,333% atau seebanyak duaa orang. Kaarakteristik r responden berdasarkan lama l usaha dapat d dilihat pada Gambbar 12.
50
3.33% 0‐20 tahun
3 36.67% 60%
21‐41 tahun 42‐62 tahun
Sumber : Daata Primer, diolah S d (2011)) G Gambar 122. Karakteeristik Resp ponden Berrdasarkan Lama Maanjalankan Usaha Berd dasarkan gam mbar di atas terlihat jelaas bahwa palling banyak responden m menjalankan n usaha beraada pada kiisaran 0-20 tahun. Hal ini disebabkkan karena m mereka suddah menjalaankan usahaa secara tuurun-temurunn dan merreka sudah m menjalankan n usaha tahu semenjak m mereka tamatt SD. 5 5.2.5. Jum mlah Tanggu ungan Distrribusi jumlah h tanggungaan responden n berada padda kisaran satu sampai d orang sebanyak dua s 5% % atau sebbanyak tiga orang, tigaa sampai em mpat orang s sebanyak 66 6,67% atau sebanyak 40 orang, lima sampai enam m orang sebaanyak 25% a atau sebanyak 15 orang g, dan tujuhh sampai dellapan orang sebanyak 3,33% 3 atau s sebanyak duua orang. Karakteristik K k responden n berdasarkaan jumlah tanggungan t d dapat dilihatt pada Gambbar 13. 3.33%
5% 1‐2 orang
25%
3‐4 orang 66.67%
5‐6 orang 7‐8 orang
Sumber : Daata Primer, diolah S d (2011)) G Gambar 13. Karakteriistik Respon nden Berdassarkan Jum mlah Tanggu ungan
51
Berd dasarkan gam mbar di ataas terlihat bahwa b mayooritas respon nden yang m memiliki tannggungan berkisar antaara tiga samp pai empat orang o yang terdiri dari a ayah, ibu, dan d dua samp pai tiga oranng anak. Haal ini disebabbkan karenaa penduduk D Desa Kalisaari sudah menerapkan m Keluarga Berencana B ssemenjak daahulu, dan k kesadaran m mereka akaan mengikuuti KB saangat tinggii, disampin ng kondisi p perekonomia an yang kuraang memunggkinkan jikaa mereka mem miliki anak banyak. b 5 5.2.6. Jara ak Tempat Usaha U ke Su ungai Distrribusi jarak tempat ussaha respond den dengann sungai beerada pada k kisaran 0-20 0 m sebanyaak 91,67% attau sebanyakk 55 orang, 21-41 m seb banyak 5% a atau sebanyaak tiga orangg, dan 42-522 m sebanyaak 3,33% ataau sebanyak dua orang. K Komposisi r responden beerdasarkan jarak tempat usaha ke suungai dapat dilihat d pada g gambar 14. 5% 3.33% 0‐20 meter 9 91.67%
21‐41 meter 42‐52 meter
S Sumber : Datta Primer, dioolah (2011)
G Gambar 14. Karakteriistik Respon nden Berdassarkan Jaraak Tempat Usaha U dengan Su ungai dasarkan gam mbar terlihaat bahwa maayoritas respponden mem miliki jarak Berd t tempat usahha dengan suungai berkissar antara 0-20 0 m. Oleeh sebab ituu mayoritas p pengrajin tahhu di Desa Kalisari K mem mbuang limbbah ke sungaai. 5 5.3.
Perssepsi Respon nden Perseepsi respond den yang dikkaji meliputii dampak negative dari limbah l cair
t tahu serta manfaat m pengoolahan limbaah padat tahu. Penilaian persepsi ressponden ini
52
b bertujuan untuk u mengetahui sejauuh mana pengetahuan p para penggrajin tahu m mengenai daampak limbaah tahu yangg mereka hassilkan dari prroses produkksi tahu. 5 5.3.1. Dam mpak Negatiif dari Limb bah Cair Taahu Perseepsi responnden mengeenai dampakk negatif ddari limbah cair tahu d diketahui m melalui apak kah respondden merasakkan adanya dampak negatif dari l limbah cair tahu bagi kesehatan k maaupun lingku ungan mereka. Distribuusi persepsi r responden mengenai m daampak negaatif dari lim mbah cair taahu dapat dilihat d dari G Gambar 15.
28.33% Ada 71.67%
Tidak ada
S Sumber : Datta Primer, dioolah (2011)
G Gambar 15 5. Persepsii Responden n Mengena ai Dampak Negatif darri Limbah Cair Tah hu Berd dasarkan Gam mbar 15 terrlihat bahwaa sebanyak 771,67% atauu sebanyak 4 orang beerpendapat bahwa 43 b mereeka merasakkan dampak dari limbah h cair tahu b baik bagi kesehatan k m maupun bagii lingkungaan perairan dalam hal ini sungai m maupun selo okan. Seban nyak 28,33% % atau seban nyak 17 oranng berpendaapat bahwa t tidak ada daampak negattif yang mereka rasakann dari limbaah cair tahu, baik bagi k kesehatan maupun m bagi lingkungan mereka. Hall ini disebabkan karena limbah l cair y yang merekka buang ke k sungai selalu terbaw wa aliran ssungai sehinngga tidak m menumpuk dan d menyebbabkan bau. Mayoritas M reesponden yaang berpendaapat bahwa t tidak adanyya dampak negatif darri limbah cair c tahu addalah responnden yang m memiliki tinngkat pendiidikan formal terakhir SD yaitu ssebanyak 94 4,12% atau
53
s sebanyak 166 orang, sissanya sebanyyak 5,88% atau sebanyyak satu oraang adalah t tamatan SM MA. Pengetah huan yang m masih terbattas ternyata cukup mem mpengaruhi p persepsi resp ponden mengenai dampaak negatif daari limbah. 5 5.3.2. Man nfaat Pengollahan Limb bah Padat Tahu T Manfaat yang didapat dari pengolahan liimbah padatt tahu yaitu ampas a tahu y yang digunaakan sebagaii pakan ternnak dan bahaan baku pem mbuatan keriipik ampas t tahu. Distrib busi persepssi respondenn mengenai manfaat penngolahan lim mbah padat t tahu dapat dilihat d pada Gambar G 16. 3.33% Pakan Ternak 96.67%
Pakan Ternak dan Keripik Ampas Tahu
S Sumber : Datta Primer, dioolah (2011)
G Gambar 16 6. Persepsii Responden n Mengena ai Dampak Negatif darri Limbah Cair Tah hu Berd dasarkan gaambar di aatas terlihat bahwa seebanyak 96,,67% atau s sebanyak 588 orang meengatakan bahwa manfa faat dari lim mbah padat tahu yaitu s sebagai pakaan ternak yaang mereka jual. Sebanyaak 3,33% atau sebanyakk dua orang m mengatakan bahwa mannfaat yang diperoleh d daari pengolahhan limbah padat tahu y yaitu sebagaai pakan terrnak dan seebagai bahann baku pem mbuatan keriipik ampas t tahu. Dari 60 6 respondenn yang diwaawancara baaru dua oranng yang mem manfaatkan l limbah padaat tahu sebaagai bahan bbaku pembuuatan keripiik ampas tah hu, hal ini d disebabkan karena di daalam melakuukan pengollahan ampass tahu menjadi keripik a ampas tahu membutuhhkan jumlahh elpiji yangg tidak sediikit. Untuk perebusan d diperlukan 15 tabung elpiji/bulann yang berrukuran 3 kg, sedangkan untuk
54
kebutuhan rumah tangga membutuhkan tiga sampai empat tabung elpiji/bulan. Kebutuhan elpiji yang tidak sedikit ini membuat pengusaha tahu menjadi enggan untuk mengolah ampas tahu menjadi keripik tahu.
55
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1.
Deskripsi Profil Industri Tahu Profil industri yang dikaji dalam penelitian ini adalah industri tahu yang
berada di Desa Kalisari. Deskripsi profil industri tahu dalam penelitian ini meliputi aspek proses industri tahu, jenis limbah yang dihasilkan dari produksi tahu, pengolahan limbah padat dan cair tahu, teknologi pengolahan yang diterapkan, serta dampak dari limbah tahu. 6.1.1 Deskripsi Proses Produksi Tahu Industri tahu yang dikelola pada umumnya merupakan industri skala rumah tangga. Cara pembuatan tahu pada masing-masing rumah tangga sedikit memiliki perbedaan, namun secara garis besar sama yaitu terdiri dari tahapan pembuatan susu kedelai dan proses koagulasi sampai terbentuknya tahu (Sarwono dan Saragih, 2003). Secara umum proses produksi tahu pada prinsipnya adalah mengekstrak protein kedelai dengan air dan menggumpalkannya dengan asam atau garamgaram tertentu. Penggumpal yang biasanya digunakan oleh para produsen tahu adalah whey dari proses sebelumnya yang sudah asam. Penggumpal ini digunakan karena selain mudah dan murah juga menghasilkan tekstur tahu yang sesuai dengan keinginan konsumen (Indrasti dan Fauzi, 2009). Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan tahapan-tahapan dari proses produksi tahu yaitu tahap pencucian dan perendaman kedelai, penggilingan, pemasakan, ekstraksi susu kedelai, penggumpalan, pengendapan, pencetakan, serta pengepresan. Tahap pencucian dan perendaman kedelai dimaksudkan agar kotorankotoran yang ada pada kedelai hilang, seperti batu, kerikil, maupun pasir. Tahap
penggilingan kedelai menjadi bubur kedelai dimaksudkan untuk memperkecil ukuran partikel, sehingga dapat mengurangi waktu pemasakan dan mempermudah ekstraksi susu kedelai. Tahap pemasakan bubur kedelai yang dilakukan dimaksudkan untuk memperoleh ekstrak protein yang optimum. Ekstraksi sendiri dilakukan melalui tahapan penyaringan bubur kedelai sehingga diperoleh susu kedelai dan dari penyaringan akan tersisa ampas tahu. Susu kedelai yang telah diperoleh selanjutnya diendapkan dengan menambahkan koagulan untuk mendapatkan protein susu. Selanjutnya gumpalan yang terbentuk kemudian dimasukkan ke dalam cetakan yang dilapisi oleh kain blancu berwarna putih kemudian dipress hingga terbentuk tahu cetak (Indrasti dan Fauzi, 2009). Secara ringkas, proses pembuatan tahu dapat dilihat pada diagram alir berkut ini.
57
Kedelai 40 kg
Perendaman (3-6 jam, 120 liter ) Penirisan
Air Panas (50700C,40 liter)
Penggilingan Bubur Kedelai
Air (80 liter) Pemasakan (100OC, 30 menit) Penyaringan Air 440 liter
Ampas tahu
Ekstrak susu kedelai Penggumpalan Pemisahan bagian cairan
Koagulan 0,8 kg Curd Whey Pencetakan dan pengepresan
Pengirisan
Tahu (2340 potong)*
(*) : Tahu potong ukuran 5 x 5 cm Sumber : Data Sekunder, diolah (2011)
Gambar 17. Diagram Alir Proses Pembuatan Tahu 6.1.2. Identifikasi Jenis Limbah Tahu Jenis limbah tahu yang berhasil diamati dari para pengrajin tahu di Desa Kalisari terdiri dari dua jenis, yaitu limbah padat dan limbah cair1. Limbah padat 1
Hasil wawancara dengan pengrajin tahu, Bapak Rislam, di Desa Kalisari tanggal 10 Februari 2011
58
berupa ampas tahu yang diperoleh dari proses penyaringan bubur kedelai, sedangkan limbah cair tahu diperoleh dari proses pencucian, perendaman, pemasakan, dan penyaringan. Limbah cair yang berasal dari proses pencucian dan perendaman ini mengandung komponen organik yang apabila dibiarkan akan menyebabkan air menjadi hitam dan berbau busuk. Limbah cair yang dihasilkan dari proses pemasakan berupa air yang tercecer saat pengadukan, sedangkan limbah cair yang berasal dari proses penyaringan biasa disebut dengan whey. Whey merupakan cairan basi yang apabila dibiarkan akan menimbulkan pencemaran lingkungan apabila whey tersebut dibuang ke sungai (Indrasti dan Fauzi, 2009). Secara ringkas, komposisi limbah yang dihasilkan dari proses produksi tahu per 40 kg kedelai dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3. Komposisi Limbah yang Dihasilkan dari Proses Produksi Tahu Tahapan
Limbah Cair
Limbah Padat
Pencucian
400 liter
-
Perendaman
40 liter
-
Sanitasi
800 liter
56 kg
Total
1240 liter
56 kg
Sumber: Data Sekunder, diolah (2011)
6.1.3. Pengolahan Limbah Cair Tahu Pengolahan limbah cair tahu di Desa Kalisari dilakukan melalui pengolahan limbah cair menjadi biogas. Terdapat empat unit biogas yang ada di Desa Kalisari, dengan kapasitas daya tampung limbah cair masing sebanyak 20 m3, 5 m3, dan dua unit dengan masing-masing kapasitas daya tampung limbah sebesar 3500 liter. Untuk biogas dengan kapasitas 20 m3 mampu menampung limbah cair yang berasal dari lima belas pengrajin tahu, biogas dengan kapasitas 5 m3 mampu menampung limbah cair yang berasal dari tujuh pengrajin tahu, dan
59
dua unit lainnya masing-masing mampu menampung limbah cair yang berasal dari dua pengrajin tahu2. Teknologi dalam pengolahan limbah cair dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu sistem pengolahan aerobik untuk limbah cair yang memiliki kadar COD kurang dari 8000 ppm dan sistem pengolahan anaerobik untuk limbah cair yang memiliki kadar COD lebih dari 8000 ppm, oleh karena limbah cair tahu memilki kadar COD lebih dari 8000 ppm maka pengolahannya menggunakan sistem anaerobik (Kemenristek, 2009). Pengolahan anaerobik adalah proses biologis dimana mikroorganisme mengonversi bahan organik dalam kondisi anaerobik (tanpa oksigen) menjadi metana, karbon dioksida, sel mikroba, dan senyawa organik lainnya Awalnya proses anaerobik digunakan untuk mengolah limbah peternakan, tetapi saat ini juga banyak diterapkan untuk mengolah limbah cair dengan konsentrasi bahan organik tinggi. Berikut tahapan proses yang terjadi dalam pengolahan limbah cair secara anaerobik.
2
Hasil wawancara dengan Kepala Desa Kalisari, Bapak H. Wibowo, di Desa Kalisari tanggal 7 Februari 2011
60
. Sumber: Kemenristek (2009)
Gambar 18. Proses Pengolahan Limbah Anaerob Terdapat dua jenis reaktor dalam pengolahan limbah cair, yaitu Totallymix Reaktor (untuk limbah slury), total solid antara 8 – 12% digunakan untuk limbah yang berbentuk solid seperti kotoran ternak dan Fixed Bed Reaktor atau Reaktor Unggun Tetap (untuk limbah cair), total solid kurang dari 8% yang dapat digunakan untuk limbah yang berbentuk cair. Biogas yang digunakan di Desa Kalisari merupakan jenis Fixed Bed Reaktor karena limbah yang diolah merupakan limbah cair. Terdapat beberapa keunggulan dari pengolahan limbah cair yang menggunakan teknologi Fixed Bed Reaktor diantaranya dalam prosesnya menghasilkan energi yang berbentuk biogas, menghasilkan sedikit lumpur, proses lebih stabil, tidak memerlukan lahan yang besar, serta biaya perawatan dan operasional yang murah. (Kemenristek, 2009).
61
6.1.4. Pengolahan Limbah Padat Tahu Limbah padat yang dihasilkan dari proses produksi tahu di Desa Kalisari berupa ampas tahu. Ampas tahu yang dihasilkan dari proses produksi tahu ini secara umum sebanding dengan jumlah kedelai yang digunakan, misalkan apabila proses produksi tahu menggunakan 10 kg kedelai maka ampas tahu yang dihasilkan juga sebanyak 10 kg. Hal ini disebabkan karena ampas tahu yang ada mengandung air. Dalam prakteknya berat ampas tahu bergantung pada jumlah air yang dikandungnya, semakin banyak air yang dikeluarkan, maka semakin ringan pula ampas tahu yang dihasilkan3. Limbah tahu yang dihasilkan apabila dibiarkan saja akan menimbulkan bau yang tidak sedap dan jelas dapat mencemari lingkungan. Pengolahan ampas tahu yang sudah dilakukan oleh pengrajin tahu di Desa Kalisari yaitu dengan mengolahnya menjadi pakan ternak dan keripik ampas tahu. Pakan ternak yang dihasilkan diperoleh dari proses pengeringan, sedangkan keripik ampas tahu yang dihasilan diperoleh dari proses perebusan, pemberian bumbu, dan pengeringan. Pengolahan limbah padat menjadi ampas tahu sudah dilakukan oleh seluruh responden karena relatif mudah dilakukan serta dapat menghasilkan tambahan penerimaan4. 6.1.5. Dampak Limbah Tahu Industri tahu menghasilkan produk sampingan berupa limbah cair dan limbah padat.
Limbah yang dihasilkan oleh industri tahu dapat memberikan
dampak yang buruk bagi lingkungan lingkungan dan kesehatan. Limbah padat 3
Hasil wawancara dengan pengrajin tahu, Bapak Rislam, di Desa Kalisari tanggal 10 Februari 2011 4 Hasil wawancara denagn pengrajin tahu, Bapak Junedi, di Desa Kalisari tanggal 10 Februari 2011
62
yang dihasilkan dari industri tahu adalah ampas tahu yang sebagian besar sudah dimanfaatkan oleh pengrajin tahu sebagai pakan ternak maupun sebagai bahan baku bagi industri lain. Apabila ampas tahu ini tidak dimanfaatkan oleh pengrajin tahu dan langsung dibuang ke lingkungan tanpa melakukan pengolahan dapat memberikan dampak buruk bagi lingkungan seperti bau busuk yang dihasilkan oleh kandungan bahan organik yang terdapat dalam ampas tahu (Fauzi dan Indrasti, 2009). Sebagian besar pengrajin tahu masih belum melakukan pengolahan terhadap limbah cair yang mereka hasilkan. Alasan biaya yang mahal, dan teknologi yang sulit diterapkan menjadi hambatan utama para pengrajin tahu untuk melakukan pengolahan terhadap limbah cair yang mereka hasilkan. Akibatnya sebagian besar para pengrajin tahu membuang limbah cair hasil proses produksi tahu ke sungai atau ke badan air lainnya secara langsung tanpa proses pengolahan. Limbah cair yang dihasilkan mengandung banyak zat organik yang dapat dijadikan sebagai tempat berkembangnya mikroba yang akan mencemari lingkungan sekitar. Senyawa organik apabila berada pada konsenterasi tinggi akan menimbulkan pencemaran pada lingkungan perairan. Kandungan fosfor, nitrogen, dan sulfur serta unsur hara lainnya akan mempercepat pertumbuhan tumbuhan air. Kondisi demikian lambat laun akan menyebabkan kematian biota perairan (Sandriati, 2010; Alaert dan Santika, 1984). Limbah cair mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut serta akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati
yang
akan
menimbulkan
gangguan
terhadap
kesehatan
karena
menghasilkan zat beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman penyakit atau kuman lainnya yang akan merugikan baik pada produk tahu maupun
63
pada tubuh manusia. Apabila dibiarkan, air limbah akan berubah warna menjadi cokelat kehitaman dan akan menimbulkan bau busuk yang akan mengakibatkan sakit pada pernafasan. Apabila air limbah ini dialirkan ke sungai dan kemudian air sungai itu dikonsumsi oleh masyarakat makan akan menimbulkan gangguan kesehatan seperti gatal, diare, kolera, radang usus, dan penyakit lainnya (Kaswinarni, 2007). 6.2.
Estimasi Biaya Produksi Sebelum dan Setelah Internalisasi Biaya Eksternal Komponen biaya produksi pada industri pembuatan tahu di Desa Kalisari
terdiri dari biaya input tetap dan biaya input variabel. Biaya input tetap meliputi biaya faktor produksi dan peralatan yang medukung proses produksi pembuatan tahu seperti widig, raga, saringan, penggilingan, kain blancu, dan cetakan. Rincian komponen biaya tetap dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komponen Biaya Tetap IKM Tahu/bulan Komponen Biaya Tetap
Biaya tetap per skala produksi (Rp) 20 kg
25 kg
30 kg
35 kg
40 kg
Widig
3 125
4 062
4 166
5 546
6 230
Raga
13 888
18 055
18 518
24 652
27 690
Ember
3 750
4 875
5 000
6 656
7 476
138
180
185
246
276
Penggilingan
20 000
26 000
26 667
35 500
39 875
Cetakan
2 000
2 600
2 667
3 550
3 987
total biaya tetap
47 902
55 773
57 203
76 152
85 537
Saringan
Sumber: Data Primer, diolah (2011)
Tabel 5. Lanjutan Komponen Biaya Tetap IKM Tahu/bulan Komponen Biaya Tetap
Biaya tetap per skala produksi Rp) 50 kg
60 kg
70 kg
80 kg
150 kg
Widig
7 812
9 375
10 937
12 500
23 437
Raga
34 722
41 667
48 610
55 555
104 166
Ember
9 375
11 250
13 125
15 000
28 125
347
416
485
555
1 041
Saringan
64
Penggilingan
50 000
60 000
70 000
80 000
150 000
Cetakan
5 000
6 000
7 000
8 000
15 000
107 256
128 707
150 159
171 610
321 769
total biaya tetap
Sumber: Data Primer, diolah (2011)
Berdasarkan data di atas, biaya tetap dihitung berdasarkan skala produksi yaitu jumlah bahan baku berupa kedelai yang digunakan. Jumlah pengrajin tahu untuk skala produksi 20, 25, 30, 35, 40, 50, 60, 70, 80, dan 150 kg berturut-turut adalah sebanyak 4, 2, 3, 2, 8, 3, 1, 1, 1, dan 1 orang. Komponen biaya variabel industri tahu meliputi biaya penggunaan kedelai, solar/jasa penggilingan, air, listrik, kunyit, garam, plastik, transportasi, karyawan, kayu bakar, elpiji, dan minyak goreng. Berikut rincian komponen biaya variabel berdasarkan skala produksi tahu. Tabel 6. Komponen Biaya Variabel IKM Tahu/bulan Komponen Biaya Variabel
Biaya variabel per skala produksi (Rp) 20 kg
25 kg
30 kg
35 kg
40 kg
3 990 000
5 226 000
5 925 000
6 868 500
7 831 500
Solar/Jasa Penggilingan
270 000
312 000
340 000
396 000
295 312
Air
13 750
8 000
16 667
30 000
23 000
Listrik
42 500
22 500
40 000
47 500
53 143
Kunyit
78 750
67 500
75 000
90 000
84 375
Garam
75 000
60 000
75 000
120 000
133 125
Plastik
187 500
217 500
260 000
390 000
375 000
Transportasi
453 750
525 000
420 000
375 000
543 750
Karyawan
562 500
0
320 000
675 000
885 000
Kayu Bakar
678 750
875 000
885 714
780 000
957 375
Elpiji
0
105 000
0
0
221 250
Minyak Goreng
0
315 000
425 000
0
1 275 937
6 352 500
7 733 500
8 782 380
9 772 000
22 540 033
Kedelai
total variabel
biaya
Sumber: Data Primer, diolah (2011)
65
Tabel 7. Lanjutan Komponen Biaya Variabel IKM Tahu/bulan Komponen Biaya Variabel
Biaya variabel per skala produksi (Rp) 50 kg
60 kg
70 kg
80 kg
150 kg
9 825 000
11 880 000
13 650 000
15 600 000
29 250 000
Solar/Jasa Penggilingan
212 500
10 000
450 000
150 000
300 000
Air
40 000
15 000
25.000
40 000
60 000
Listrik
71 667
30 000
75 000
60 000
24 000
Kunyit
75 000
90 000
180 000
180 000
180 000
Garam
155 000
240 000
180 000
120 000
240 000
Plastik
420 000
1 500 000
330 000
600 000
900 000
Transportasi
700 000
600 000
540 000
1 200 000
1 050 000
Karyawan
850 000
900 000
1 020 000
2 250 000
3 600 000
1 571 428
1 000 000
900 000
1 800 000
1 200 000
80 000
0
0
0
1 080 000
Minyak Goreng
1 270 000
1 620 000
0
1 650 000
3 630 000
total biaya variabel
15 270 595
17 885 000
17 350 000
23 650 000
41 514 000
Kedelai
Kayu Bakar Elpiji
Sumber: Data Primer, diolah (2011)
Total biaya produksi pada industri tahu dihitung denga menjumlahkan biaya tetap dengan biaya variabel. Rincian total biaya produksi IKM tahu berdasarkan skala produksi tertentu dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8. Biaya Produksi Total IKM Tahu Berdasarkan Skala Produksi/bulan Skala Produksi (kg)
Biaya tetap (Rp)
Biaya variabel (Rp)
Biaya total (Rp)
20
42 902
6 352 500
6 395 402
25
55 773
7 733 500
7 789 273
30
57 203
8 782 380
8 839 583
35
76 152
9 772 000
9 848 152
40
85 537
22 540 033
22 625 570
50
107 256
15 270 595
15 377 851
60
128 707
17 885 000
18 013 707
70
150 159
17 350 000
17 500 159
80
171 610
23 650 000
23 821 610
150
321 769
41 514 000
41 835 769
Sumber: Data Primer, diolah (2011)
66
6.2.1. Estimasi Biaya Produksi Sebelum Internalisasi Biaya Eksternal Biaya produksi sebelum internalisasi terdiri dari biaya tetap, biaya variabel, dan biaya total. Penerimaan didapat dari hasil penjualan tahu apabila tahu terjual habis dalam satu hari selama satu bulan, sedangakan keuntungan diperoleh dari pengurangan antara biaya total dengan penerimaan. Tabel 9. Biaya Produksi Sebelum Internalisasi Biaya Eksternal/bulan Skala Produksi (kg)
Jumlah Pengrajin (orang)
Biaya Tetap (Rp)
Biaya variabel (Rp)
Biaya Total (Rp)
Penerimaan (Rp)
Keuntungan (Rp)
20
4
42 902
6 352 500
6 395 402
8 662 600
2 267 097
25
2
55 773
7 733 500
7 789 273
9 918 750
2 129 477
30
3
57 203
8 782 380
8 839 583
10 955 000
2 115 416
35
2
76 152
9 772 000
9 848 152
12 975 000
3 126 848
40
8
85 537
22 540 033
22 625 570
28 564 444
3 303 194
50
3
107 256
15 270 595
15 377 851
19 200 000
3 822 148
60
1
128 707
17 885 000
18 013 707
23 250 000
5 236 292
70
1
150 159
17 350 000
17 500 159
20 025 000
2 524 841
80
1
171 610
23 650 000
23 821 610
30 600 000
6 778 390
150
1
321 769
41 514 000
41 835 769
57 450 000
15 614 231
Sumber: Data Primer diolah (2011) 6.2.2. Estimasi Biaya Produksi Setelah Internalisasi Biaya Eksternal Perbedaan komponen biaya produksi pembuatan tahu setelah internalisasi biaya eksternal terletak pada komponen biaya tetap, yaitu penambahan biaya internal (perawatan biogas) sebesar Rp 15 000/bulan dan Rp 20 000/bulan serta biaya penbangunan biogas yang sudah merupakan biaya penyusutan selama 20 tahun. Biaya perawatan biogas ini didapat dari hasil musyawarah para partisipan dan pemanfaat biogas di dua RT yaitu RT 05/02 dan RT 06/02. Berikut rincian biaya pembangunan biogas dapat dilihat pada Tabel 10.
67
Tabel 10. Rincian Biaya Pembangunan Biogas No
Komponen Biaya
Harga (Rp)
1.
Survey lokasi dan perjalanan
90 000 000
2.
Sosialisasi, modifikasi lantai, kompor gas 30 unit, pelatihan dan penerapan, study social
75 000 000
3.
Pengolahan limbah kapasitas 20 m3 dan 5 m3
350 000 000
4.
Start up dan pemeliharaan
30 000 000
5.
Tenaga Ahli
100 000 000 Total
700 000 000
Sumber: Kemenristek (2011)
Biaya pembangunan biogas sebenarnya sudah ditanggung seluruhnya oleh pemerintah, namun di dalam penelitian ini diasumsikan bahwa pengrajin tahu turut menanggung biaya pembangunan biogas. Berikut tabel komponen biaya tetap setelah internalisasi biaya eksternal. Tabel 11. Komponen Biaya Tetap Setelah Internalisasi Biaya Eksternal/Bulan Skala Produksi (Kg)
Jumlah Pengrajin (orang)
Biaya Tetap Sebelum Internalisasi (Rp)
Biaya Perawatan IPAL (Rp)
Biaya Pembangunan IPAL (Rp)
Biaya Tetap Setelah Internalisasi (Rp)
20
4
42 902
15 000
112 179
170 081
25
2
55 773
17 500
112 179
185 452
30
3
57 203
16 667
112 179
186 049
35
2
76 152
17 500
112 179
205 831
40
8
85 537
15 000
112 179
212 716
50
3
107 256
16 667
112 179
236 102
60
1
128 707
15 000
112 179
255 886
70
1
150 159
15 000
112 179
277 338
80
1
171 610
15 000
112 179
298 789
150 1 321 769 Sumber: Data Primer, diolah (2011)
20 000
112 179
453 948
Komponen biaya tetap setelah internalisasi biaya eksternal terdiri dari biaya perawatan IPAL dan biaya pembangunan IPAL. Kedua jenis biaya ini dibayarkan rutin oleh para pengrajin tahu setiap bulannya kepada pengelola IPAL
68
di Desa Kalisari. Berikut tabel komponen biaya produksi setelah internalisasi biaya eksternal. Tabel 12. Biaya Produksi Setelah Internalisasi Biaya Eksternal Skala Produksi (kg) 20
Jumlah Pengrajin (orang) 4
Biaya Tetap (Rp)
Biaya variabel (Rp)
170 081
6 352 500
6 522 581
8 662 600
2 140 019
25
2
185 452
7 733 500
7 918 952
9 918 750
1 999 798
30
3
186 049
8 782 380
8 968 429
10 955 000
1 986 571
35
2
205 831
9 772 000
9 977 831
12 975 000
2 997 169
40
8
212 716
22 540 033
22 752 749
28 564 444
5 811 695
50
3
236 102
15 270 595
15 506 697
19 200 000
3 693 303
60
1
255 886
17 885 000
18 140 886
23 250 000
5 109 114
70
1
277 338
17 350 000
17 627 338
20 025 000
2 397 662
80
1
298 789
23 650 000
23 948 789
30 600 000
6 651 211
150
1
453 948
41 514 000
41 96 7948
57 450 000
15 482 052
Biaya Total (Rp)
Penerimaan (Rp)
Keuntungan (Rp)
Sumber: Data Primer, diolah (2011)
6.2.3. Analisis Perbandingan Biaya Produksi Sebelum dan Sesudah Internalisasi Biaya Eksternal Jumlah pengrajin tahu yang sudah melakukan internalisasi biaya eksternal hanya 26 UKM dari total pengrajin yang berjumlah 312 UKM, hal ini disebabkan karena jumlah IPAL yang masih dua unit sehingga kapasitas limbah yang diolah masih sangat minim. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi minimnya jumlah biogas yang ada di Desa Kalisari diantaranya kerena keterbatasan lahan, gaya gravitasi bumi yang mempengaruhi penyaluran limbah cair dan biogas, serta lokasi yang strategis dimana letak biogas dikelilingi oleh banyak pengrajin tahu sehingga penyaluran limbah cair untuk diolah serta biogas yang dihasilkan untuk dimanfaatkan dapat menggunakan biaya perpipaan seminimal mungkin. Perbandingan biaya produksi sebelum dan sesudah internalisasi biaya eksternal dapat dilihat pada perubahan komponen biaya tetap. Perbandingan biaya
69
produksi sebelum dan sesudah internalisasi biaya eksternal dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Perbandingan Biaya Produksi Sebelum dan Sesudah Internalisasi Biaya Eksternal. Skala Usaha (Kg)
Jumlah Pengrajin (orang)
Biaya Total Setelah Internalisasi (Rp)
Penerimaan (Rp)
Selisih Biaya (Rp)
Persentasi Kenaikan Biaya (%)
4
Biaya Total Sebelum Internalisasi (Rp) 6 395 402
20
6 522 581
8 662 600
227 179
1,99
25
2
7 789 273
7 918 952
9 918 750
129 679
1,66
30
3
8 839 583
8 968 429
10 955 000
128 846
1,46
35
2
9 848 152
9 977 831
12 975 000
129 679
1,32
40
8
22 625 570
22 752 749
28 564 444
127 179
0,56
50
3
15 377 851
15 506 697
19 200 000
128 846
0,84
60
1
18 013 707
18 140 886
23 250 000
127 179
0,71
70
1
17 500 159
17 627 338
20 025 000
127 179
0,73
80
1
23 821 610
23 948 789
30 600 000
127 179
0,53
150
1
41 835 769
41 96 7948
57 450 000
132 179
0,32
128 512
1,01
Rata-Rata
Sumber: Data Primer, diolah (2011)
Berdasarkan Tabel 7, biaya total sebelum internalisasi biaya eksternal didapat dari penjumlahan antara biaya tetap rata-rata sebelum internalisasi dengan biaya variabel rata-rata. Biaya variabel rata-rata sebelum dan sesudah internalisasi memiliki besaran yang sama, karena biaya perawatan biogas diinternalisasikan ke dalam struktur biaya tetap. Rata-rata penerimaan untuk setiap skala usaha sebelum dan sesudah internalisasi memiliki nilai yang sama, hal ini disebabkan karena kenaikan biaya produksi sebelum dan sesudah internalisasi relatif kecil, rata-rata sebesar 1,01%, sehingga tidak mempengaruhi harga penjualan tahu yang mempengaruhi penerimaan. Berdasarkan
teori
internalisasi
biaya
eksternal,
pihak
yang
menginternalisasikan biaya eksternal ke dalam struktur biaya produksi akan mengalami penurunan jumlah outpun dan peningkatan harga jual dari output,
70
namun pada kasus pengrajin tahu di Desa Kalisari, internalisasi biaya yang dilakukan tidak mempengaruhi jumlah dan harga output yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena biaya internal yang ditanggung pengusaha tahu hanya merupakan iuran untuk operasional biogas saja dan perawatan biogas di Desa Kalisari masih tergolong murah, sedangkan biaya investasi biogas keseluruhan ditanggung oleh pemerintah. 6.3.
Estimasi Biaya Eksternal Pencemaran Limbah Tahu dan Nilai Ekonomi manfaat Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu
6.3.1. Estimasi Biaya Eksternal Biaya eksternal meningkat ketika seseorang atau suatu grup tidak menanggung seluruh biaya akibat segala tindakannya, dengan demikian sebagian biaya tersebut ditanggung oleh pihak lain atau masyarakat luas (Zohrabian dan Philipson, 2010). Jenis biaya ini disebut biaya eksternal karena meskipun produsen atau konsumen tidak bertanggung jawab atas tindakannya secara finansial, namun biaya tersebut nyata bagi anggota masyarakat lainnya (Sabour, 2006). Berdasarkan hasil pengamatan di Desa Kalisari, biaya eksternal akibat pembuangan limbah cair tahu diantaranya biaya kesehatan, biaya kerugian akibat penurunan produktivitas pertanian, dan biaya untuk perbaikan kesuburan lahan dengan cara penambahan jenis pupuk tertentu yaitu pupuk dolomit. 6.3.1.1. Biaya Kesehatan Data mengenai biaya kesehatan didapat dari hasil wawancara dengan bidan desa dan data sekunder yang ada di Polides. Menurut hasil wawancara dengan dokter di desa setempat, jumlah kunjungan penduduk desa ke polides sekitar empat kali dalam setahun per orang dengan biaya pengobatan sebesar Rp
71
7 000 (tujuh ribu rupiah) per orang. Rata-rata jumlah penduduk yang bertempat tinggal di sekitar sungai tempat pembuangan limbah cair tahu adalah 94 KK, dengan asumsi masing-masing KK memiliki anggota keluarga sebanyak empat orang5. Berdasarkan data di atas dapat diestimasi total biaya kesehatan yang ditanggung oleh masyarakat yaitu sebesar Rp 10 528 000 (sepuluh juta lima ratus dua puluh delapan ribu rupiah) per tahun. Total biaya ini merupakan biaya yang ditanggung oleh masyarakat yang tinggal di sekitar sungai akibat dampak buruk yang diterima akibat pembuangan limbah cair ke sungai secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu. 6.3.1.2. Kehilangan Pendapatan Dampak lain yang ditimbulkan dari pembuangan limbah cair tahu ke sungai secara langsung adalah penurunan produktivitas pertanian. Biaya eksternal yang ditanggung yaitu biaya kehilangan pendapatan akibat penurunan produktivitas yang ditanggung oleh petani. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua gapoktan Desa Kalisari, luas lahan pertanian yang dialiri sungai yang tercemar oleh limbah cair tahu sebesar 37,052 ha dengan penjualan gabah kering sawah sebesar Rp 250 000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) per kwintal. Jumlah panen dalam setahun sebanyak dua kali yaitu di musim kemarau sekitar bulan April sampai September dan di musim hujan sekitar bulan Oktober sampai Maret. Akan tetapi terjadi penurunan produktivitas pada musim kemarau karena tingkat keasaman tanah yang dialiri air sungai yang mengandung limbah cair tahu meningkat, penurunan produktivitas akibat hal ini rata-rata mencapai 20%. 5
Hasil wawancara dengan aparat desa, Bapak Warno, di Kantor Desa Kalisari tanggal 15 Februari 2011
72
Berdasarkan data di atas maka dapat diestimasi penerimaan total sebelum lahan pertanian tercemar oleh limbah cair tahu yang terkandung dalam air sungai yang mengaliri lahan mereka yaitu sebesar Rp 1 157 875 000 (satu milyar seratus lima puluh tujuh juta delapan ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) per tahun, sedangkan penerimaan total setelah terjadi penurunan produktivitas sebesar 20% yaitu sebesar Rp 1 055 982 000 (satu milyar lima puluh lima juta sembilan ratus delapan puluh dua ribu rupiah) per tahun. Selisih penerimaan sebelum dan sesudah lahan pertanian tercemar limbah cair adalah Rp 101 893 000 (seratus satu juta delapan ratus sembilan puluh tiga rupiah) per tahun. Berikut tabel perhitungan perubahan penerimaan petani akibat penurunan produktivitas. Tabel 14. Perubahan penerimaan petani akibat penurunan produktivitas Penerimaan (Rp)
Luas lahan (ha)
Sebelum pencemaran
Setelah pencemaran
Selisih penerimaan (Rp)
11,395
356 093 750
324 757 500
31 336 250
4,501
140 656 250
128 278 500
12 377 750
9,231
288 468 750
263 083 500
25 385 250
6,297
196 781 250
179 464 500
17 316 750
5,628
175 875 000
160 398 000
15 477 000
Total
1 157 875 000
1 055 982 000
101 893 000
Sumber: Data Sekunder, 2011 (diolah)
Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa kehilangan pendapatan petani (loss of earnings) akibat penurunan produktivitas adalah sebesar Rp 129 766 000 (seratus dua puluh sembilan juta tujuh ratus enam puluh enam ribu rupiah) per tahun. Biaya ini yang kemudian menjadi biaya eksternal bagi para pengrajin tahu yang ditanggung oleh petani. 6.3.1.3. Biaya Perbaikan Kualitas Lahan Pencemaran air sungai oleh limbah cair tahu juga berdampak pada kualitas kesuburan lahan. Lahan yang tercemar oleh limbah cair tahu akan 73
mengalami penurunan pH atau keasaman karena limbah cair tahu memiliki pH yang rendah. Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas pertanian pada lahan persawahan. Lahan persawahan di desa Kalisari yang mengalami penurunan kualitas kesuburan akibat pencemaran limbah seluas 37,052 ha. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki tingkat kesuburan lahan adalah dengan pemupukan menggunakan jenis pupuk dolomit. Pupuk ini banyak digunakan di tanah yang memiliki pH masam karena kandungan nitrogen yang berlebihan. Dosis pemakaian pupuk ini adalah 2 ton/ha dan harga pupuk/kg adalah Rp 750 (tujuh ratus lima puluh rupiah). Perhitungan biaya perbaikan lahan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 15. Biaya Perbaikan Kesuburan Lahan Luas lahan (ha)
Kebutuhan dolomit (kg)
Biaya perbaikan (Rp)
11,395
22 790
17 092 500
4,501
9 002
6 751 500
9,231
18 462
13 846 500
6,297
12 594
9 445 500
5,628
11 256
8 442 000
Total
74 104
55 578 000
Sumber: Data Sekunder, 2011 (diolah)
Berdasarkan perhitungan di atas maka biaya perbaikan kualitas kesuburan lahan yang ditanggung petani akibat pencemaran limbah cair tahu adalah sebesar Rp 55 578 000 (lima puluh lima juta lima ratus tujuh puluh delapan ribu rupiah). Biaya ini merupakan biaya eksternal akibat pencemaran sungai oleh limbah cair tahu yang ditanggung oleh petani.
74
6.3.1.4. Estimasi Total Biaya Eksternal Akibat Dampak Pencemaran Limbah Tahu Berdasarkan estimasi setiap komponen dari biaya eksternal yang timbul akibat pencemaran limbah tahu, maka dapat diestimasi total biaya eksternal yang dapat diuraikan pada tabel berikut. Tabel 16. Total Biaya Eksternal Akibat Dampak Pencemaran Limbah Tahu No
Komponen Biaya Eksternal
Jumlah Biaya Eksternal ( Rp)
1
Biaya kesehatan
10 528 000
2
Kehilangan pendapatan
101 893 000
3
Biaya perbaikan kualitas lahan
55 578 000
Total
167 999 000
Sumber: Data Primer, 2011 (diolah)
Biaya eksternal total yang diperoleh dari biaya kesehatan, kehilangan pendapatan, dan biaya perbaikan kualitas lahan adalah sebesar Rp 195 872 000 (seratus sembilan puluh lima juta delapan ratus tujuh puluh dua ribu rupiah) per tahun. Biaya ini adalah biaya total yang ditanggung oleh pihak ketiga akibat dampak pencemaran limbah tahu. 6.3.2. Estimasi Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu Nilai ekonomi manfaat ekonomi manfaat internalisasi biaya eksternal yang dapat diamati meliputi nilai penghematan bahan bakar seperti elpiji dan kayu bakar akibat adanya energi alternatif yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair tahu yaitu biogas, penerimaan tambahan dari penjualan keripik ampas tahu dari hasil pengolahan limbah padat tahu, penerimaan tambahan dari penjualan ampas tahu untuk digunakan sebagai pakan ternak, dan penerimaan tambahan dari penjualan cacing yang hidup di selokan tempat pembuangan limbah cair untuk pakan lele dumbo.
75
6.3.2.1. Nilai Penghematan Bahan Bakar Pengolahan limbah cair tahu yang dilakukan di Desa Kalisari menggunakan teknologi pengolahan limbah anaerob yang menghasilakan biogas. Biogas yang dihasilkan ini digunakan oleh masyarakat sebagai enegi alternatif pengganti elpiji dan kayu bakar. Berdasarkan data yang diperoleh, setelah masyarakat menggunakan biogas untuk keperluan rumah tangga, penghematan bahan bakar dapat mencapai 100 persen dan rata-rata penggunaan elpiji 3 kg sebelum menggunakan biogas adalah tiga sampai empat tabung per bulan untuk setiap rumah tangga. Biogas yang sebanyak empat unit ini dapat mengaliri 30 rumah tangga pengrajin tahu. Estimasi total penghematan elpiji setelah menggunakan biogas sebesar Rp 2 678 000 (dua juta enam ratus tujuh puluh delapan ribu rupiah) per bulan atau sebesar Rp 32 136 000 (tiga puluh dua juta seratus tiga puluh enam ribu rupiah) per tahun. Rata-rata penghematan biogas per rumah tangga sebesar Rp 89 266 (delapan puluh sembilan ribu dua ratus enam puluh enam ribu rupiah) per bulan atau Rp 1 071 200 (satu juta tujuh puluh satu ribu dua ratus rupiah) per tahun. 6.3.2.2. Nilai Penerimaan Penjualan Ampas Tahu untuk Pakan Ternak Ampas tahu yang dihasilkan oleh limbah padat tahu dapat digunakan sebagai pakan ternak. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden pengrajin tahu, mereka semua menjual ampas tahu ke pasar atau ke peternak secara langsung untuk dijadikan pakan ternak sapi atau babi seharga Rp 250 (dua ratus lima puluh rupiah) per kg. Ampas tahu yang dihasilkan jumlahnya bervariasi tergantung dari jumlah kedelai yang digunakan dan kadar air yang dikandung oleh tahu. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengrajin tahu di Kalisari,
76
perbandingan ampas tahu yang dihasilkan dengan jumlah kedelai yang digunakan adala 1:1, artinya apabila jumlah kedelai yang digunakan sebanyak 10 kg maka jumlah ampas tahu yang dihasilkan adalah sebesar 10 kg pula. Skala usaha industri tahu di Desa Kalisari cukup variatif sehingga ampas tahu yang dihasilkan juga bervariatif. Hal ini menyebabkan penerimaan dari ampas tahu di setiap skala usaha juga berbeda. Hasil estimasi perhitungan penerimaan dari penjualan ampas tahu untuk pakan ternak dari 60 responden yaitu sebesar Rp 26 900 000 (dua puluh enam juta sembilan ratus ribu rupiah) per bulan atau Rp 322 800 000 (tiga ratus dua puluh dua juta delapan ratus ribu rupiah) per tahun. 6.3.2.3. Nilai Penjualan Keripik Ampas Tahu Ampas tahu yang dihasilkan selain sebagai pakan ternak juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan keripik ampas tahu. Terdapat tiga orang pengrajin keripik ampas tahu di Desa Kalisari, dua di antaranya merupakan pengrajin tahu dan satu orang hanya berprofesi sebagai pengrajin keripik ampas tahu saja. Jumlah ampas tahu yang digunakan oleh masing-masing pengrajin adalah sama yaitu 25 kg. Berikut tabel perhitungan penerimaan dari penjualan keripik ampas tahu oleh tiga orang pengrajin di Desa Kalisari Tabel 17. Nilai Penjualan Keripik Ampas Tahu Pengusaha
Biaya total (Rp)
Jumlah output (kg/bungkus)
Harga jual/jumlah output (Rp)
Penerimaan (Rp)
Keuntungan (Rp)
1
287 166
30
15 000
450 000
162 833
2
340 500
30
15 000
450 000
109 499
3
286 000
200
2 000
400 000
114 000
Total
913 667
32 000
1 300 000
386 332
Sumber: Data Primer diolah (2011)
77
Berdasarkan tabel di atas, total keuntungan yang diestimasi dari tiga orang pengrajin keripik tahu adalah sebesar Rp 386 332 (tiga ratus delapan puluh enam ribu tiga ratus tiga puluh dua rupiah) per hari atau Rp 11 589 981 (sebelas juta lima ratus delapan puluh sembilah ribu sembilan ratus delapan puluh satu rupiah) per bulan atau Rp 139 079 772 (seratus tiga puluh sembilan juta tujuh puluh sembilan ribu tujuh ratus tujuh puluh dua rupiah) per tahun. Nilai ini merupakan nilai tambahan penerimaan bagi para pengrajin keripik ampas tahu. 6.3.2.4. Nilai Penerimaan Tambahan dari Penjualan Cacing Pengolahan limbah cair tahu dapat mengurangi aktivitas pembuangan limbah cair tahu ke sungai atau selokan secara langsung. Berdasarkan pengamatan di lapangan, setelah melakukan pengolahan limbah cair tahu, tingkat kekeruhan air sungai dan selokan menjadi berkurang, sehingga organisme di sungai dan badan air lainnya dapat tumbuh dengan baik. Salah satu organisme yang dapat tumbuh baik di selokan dan sungai tempat pembuangan limbah cair setelah pengolahan adalah jenis cacing rambut atau Tubifex sp., cacing tubifex banyak hidup diperairan tawar yang yang airnya jernih dan sedikit mengalir. Dasar perairan yang disukai adalah berlumpur dan mengandung bahan organik. Makanan utamanya adalah bahan-bahan organik yang telah terurai dan mengendap di dasar perairan. Cacing ini akan membenamkan kepalanya masuk kedalam lumpur untuk mencari makan. Sementara ujung ekornya akan disemburkan diatas permukaan dasar untuk bernafas. Perairan yang banyak dihuni cacing ini sepintas tampak seperti koloni rumput merah yang melambai-lambai6.
6
Agriefishery. 2009. Biologi Cacing Rambut (Tubifex sp.). http:// BIOLOGI CACING RAMBUT (Tubifex sp.) « Zona_ik@n. Diakses tanggal 14 Maret 2011
78
Manfaat dari cacing rambut ini adalah dapat digunakan sebagai pakan lele dumbo. Menurut kepala Desa Kalisari dalam satu hari terdapat 30 orang yang mengambil cacing rambut untuk dijual sebagai pakan lele dumbo. Dalam satu hari setiap orang rata-rata mengumpulkan tiga gelas cacing rambut dengan harga per gelas Rp 7 000 (tujuh ribu rupiah). Berdasarkan data di atas dapat diestimasi penerimaan dari penjualan cacing rambut untuk pakan lele dumbo yaitu sebesar Rp 630 000 (enam ratu tiga puluh ribu rupiah) per hari atau Rp 18 900 000 (delapan belas juta sembilan ratus ribu rupiah) per bulan atau Rp 226 800 000 (dua ratus dua puluh enam juta delapan ratus ribu rupiah) per tahun. 6.3.2.5. Estimasi Total Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu Berdasarkan estimasi setiap komponen dari nilai ekonomi manfaat internalisasi biaya eksternal, maka dapat diestimasi total nilai manfaat ekonomi yang diuraikan pada tabel berikut. Tabel 18. Total Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu No
Komponen Manfaat
Jumlah Nilai Ekonomi (Rp)
1
Penghematan bahan bakar
32 136 000
2
Penerimaan penjualan ampas tahu untuk pakan ternak
322 800 000
3
Penerimaan penjualan keripik ampas tahu
139 079 772
4
Penerimaan penjualan cacing rambut untuk pakan lele dumbo
226 800 000
Total
720 815 772
Sumber: Data Primer, 2011 (diolah)
Total manfaat ekonomi yang didapat dari setiap manfaat seperti penghematan bahan bakar, penerimaan penjualan ampas tahu untuk pakan ternak sapi dan babi, penerimaan penjualan keripik ampas tahu, dan penerimaan
79
penjualan cacing rambut untuk pakan lele dumbo adalah sebesar Rp 720 815 772 (tujuh ratus dua puluh juta delapan ratus lima belas ribu tujuh ratus tujuh puluh dua rupiah) per tahun 6.3.3. Total Nilai Ekonomi Internalisasi Biaya Eksternal IKM Tahu Komponen total nilai ekonomi pada IKM tahu berdasarkan pengamatan meliputi komponen biaya, yaitu biaya eksternal dan komponen manfaat, yaitu manfaat ekonomi dari internalisasi biaya eksternal. Komponen biaya eksternal meliputi biaya kesehatan, biaya perubahan pendapatan akibat perubahan produktivitas pertanian, dan biaya perbaikan lahan. Komponen manfaat berupa nilai penghematan bahan bakar seperti elpiji dan kayu bakar akibat adanya energi alternatif yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair tahu yaitu biogas, penerimaan tambahan dari penjualan keripik ampas tahu dari hasil pengolahan limbah padat tahu, penerimaan tambahan dari penjualan ampas tahu untuk digunakan sebagai pakan ternak, dan penerimaan tambahan dari penjualan cacing yang hidup di selokan tempat pembuangan limbah cair untuk pakan lele dumbo. Total biaya eksternal yang diestimasi sebesar Rp 167 999 000 (seratus enam puluh tujuh juta sembilan ratus sembilan ribu rupiah). Total manfaat ekonomi internalisasi biaya eksternal yang diestimasi sebesar Rp 720 815 772 (tujuh ratus dua puluh juta delapan ratus lima belas ribu tujuh ratus tujuh puluh dua rupiah). Total nilai ekonomi adalah penjumlahan dari total biaya eksternal dan total manfaat ekonomi yaitu sebesar Rp 888 814 772 (delapan ratus delapan puluh delapan juta delapan ratus empat belas ribu tujuh ratus tujuh puluh dua rupiah) per tahun.
80
6.4.
Estimasi Nilai Kebersediaan Responden Untuk Membayar (Willingness to Pay) Terhadap Pengolahan Limbah Cair Tahu menjadi Biogas
6.4.1. Willingness to Pay (WTP) Responden Terhadap Pengolahan Limbah Cair Tahu Menjadi Biogas Pendekatan CVM dalam penelitian ini disunakan untuk mengestimasi nilai WTP responden terhadap pengolahan limbah cair tahu menjadi biogas. Hasil pelaksanaan metode CVM adalah sebagai berikut: 1.
Membuat Pasar Hipotetik Pembuangan limbah cair tahu ke sungai secara langsung tanpa melalui
pengolahan menyebabkan pencemaran air sungai diantaranya air menjadi bau, keruh, dan menyebabkan gangguan kesehatan seperti gatal-gatal dan diare bagi masyarakat yang mengonsumsinya. Pengrajin tahu yang menjadi responden yaitu pengrajin yang tinggal di RT 03/02 dan RT 04/02 karena mereka sampai saat ini masih belum melakukan pengolahan limbah cair tahu dan karena di sekitar RT tersebut direncanakan akan dibangun sistem pengolahan limbah cair menjadi biogas. Berdasarkan hasil wawancara dengan 30 orang responden, mereka semua bersedia untuk melakukan pembayaran terhadap iuran perawatan biogas dan menginginkan adanya pembangunan sistem pengolahan limbah cair menjadi biogas seperti yang sudah dilakukan di dua RT lain yaitu RT 05/02 dan RT 06/02 karena alasan dapat mengurangi pencemaran lingkungan dan dapat menghasilkan manfaat yaitu penghematan bahan bakar yang cukup signifikan seperti elpiji, kayu bakar, dan minyak tanah. Walaupun program pembangunan biogas yang direncanakan keseluruhan biaya investasi ditanggung oleh pemerintah namuni diperlukan partisipasi dari masyarakat dalam perawatan biogas. Hal ini
81
dimaksudkan agar IPAL yang sudah ada dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, untuk itu maka pasar hipotetik yang dibangun adalah sebagai berikut: Pasar Hipotetik Pemerintah berencana untuk membangun suatu sistem pengelolaan limbah yaitu sistem pengelolaan limbah menjadi biogas. Bahan baku biogas ini adalah limbah cair tahu yang dihasilkan dari proses produksi tahu. Pembangunan sistem biogas sangat bermanfaat untuk lingkungan karena dapat mengurangi jumlah limbah cair yang dibuang ke sungai serta dapat menghasilkan bahan bakar aternatif berupa gas yang dihasilkan dari pengolahan limbah tersebut. Gas tersebut dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti elpiji dan dapat menghemat penggunaan kayu bakar dalam proses produksi. Oleh karena itu pemerintah sangat membutuhkan partisipasi dari masyarakat sekitar untuk pembangunan sistem pengolahan limbah menggunakan sistem biogas ini
Skenario Pertanyaan Apabila pemerintah akan melakukan pembangunan sistem pengelolaan limbah cair menjadi biogas, apakah Bapak/Ibu bersedia untuk berpartisipasi dalam pembangunannya? Selanjutnya dari pertanyaan tersebut didapat bahwa keseluruhan responden yang diwawancara yaitu sebesar 30 orang, bersedia untuk melakukan pengolahan limbah cair tahu menjadi biogas. Langkah selanjutnya adalah mendapatkan besaran nilai awal WTP untuk melakukan penawaran terhadap responden. 2.
Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTP Dalam memperkirakan nilai awalan WTP terlebih dahulu dilakukan survey
terhadap besarnya iuran biogas pada pengrajin yang sudah melakukan pembayaran iuran perawatan IPAL di RT 05/02 dan RT 06/02 yaitu sebesar Rp 15 000 (lima belas ribu rupiah) per bulan. Kemudian setelah nilai WTP pertama
82
didapat, ditawarkan nilai yang lebih besar dari nilai yang diberikan sebelumnya. Nilai WTP didapat setelah proses tawar menawar selesai. 3.
Memperkirakan Nilai Rata-Rata WTP Nilai rataan WTP didapat sebesar Rp 20 833,33 atau Rp 20 833 (dua puluh
ribu delapan ratus tiga puluh tiga rupiah) per pengrajin per bulan. Jika dihitung per tahun maka rataan WTP sebesar Rp 250 000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) per pengrajin per tahun. Besaran rataan WTP tersebut menggambarkan kebersediaan responden dalam membayar iuran untuk perawatan sistem pengolahan limbah cair tahu menjadi biogas. Rata-rata pendapatan pengrajin yang belum melakukan pengolahan limbah cair tahu menjadi biogas di RT 03/02 dan RT 04/02 adalah sebesar Rp 1 438 929 (satu juta empat ratus tiga puluh delapan ribu sembilan ratus dua puluh sembilan rupiah) per bulan. Sehingga iuran WTP per bulan adalah sekitar 1,4 % dari pendapatan pengrajin per bulan. Dengan kata lain nilai rataan WTP masih dikatakan rasional. Dugaan nilai rataan responden dihitung berdasarkan data distribusi WTP responden yang dapat dilihat pada tabel 19 dibawah ini: Tabel 19. Distribusi Rataan WTP Responden Desa Kalisari WTP (Rp)
Frekuensi
Frekuensi Relatif
Jumlah (Rp)
15 000
9
0,30
4 500
20 000
8
0,27
5 333,33
25 000
12
0,40
10 000
30 000
1
0,03
1 000
Total
30
1
20 833,33
Sumber: Data primer, diolah (2011)
4.
Menjumlahkan Data Nilai total WTP (TWTP) dihitung berdasarkan data distribusi WTP
responden. Perhitungan nilai TWTP dapat dilihat pada Tabel 20 berikut ini.
83
Tabel 20. Distribusi Total WTP Responden Desa Kalisari WTP (Rp)
Frekuensi
Frekuensi Relatif
Populasi
Jumlah Total (Rp)
15 000
9
0,30
93,6
1 404 000
20 000
8
0,27
83,2
1 664 000
25 000
12
0,40
124,8
3 120 000
30 000
1
0,03
10,4
312 000
Total
30
1
312
6 500 000
Sumber: Data Primer, diolah (2011)
Total WTP menggambarkan total dari populasi pengrajin tahu yang belum mengolah limbah cair di Desa Kalisari yaitu sebesar Rp 6 500 000 (enam juta lima ratus ribu rupiah) per bulan atau Rp 78 000 000 (tujuh puluh delapan juta rupiah) per tahun. Total WTP ini jika dibandingkan dengan biaya investasi pembangunan sistem pengolahan limbah menjadi biogas tidak akan mencukupi, namun jika untuk menutupi biaya operasional dan perawatan biogas masih cukup untuk setahun, karena biaya perawatan biogas selama ini hanya biaya untuk pembayaran listrik per bulan sebesar Rp 23 000 (dua puluh tiga ribu rupiah) per bulan dan upah pengelola sebesar Rp 75 000 (tujuh puluh lima ribu rupiah) per bulan, sehingga biaya perawatan biogas yang rutin dikeluarkan setiap bulan adalah Rp 98 000 (sembilan puluh delapan ribu rupiah) per bulan. Sehingga total WTP untuk menutupi biaya perawatan biogas dengan asumsi biaya investasi pembangunan biogas seluruhnya ditanggung oleh pemerintah masih mencukupi.
84
VII. PENUTUP 7.1.
Kesimpulan
1.
Identifikasi industri tahu meliputi:
Tahapan-tahapan dari proses produksi tahu yaitu tahap pencucian dan perendaman kedelai, penggilingan, pemasakan, ekstraksi susu kedelai, penggumpalan, pengendapan, pencetakan, serta pengepresan.
Limbah padat berupa ampas tahu yang diperoleh dari proses penyaringan bubur kedelai, sedangkan limbah cair tahu diperoleh dari proses pencucian, perendaman, pemasakan, dan penyaringan.
Limbah padat tahu dari proses produksi tahu diolah kembali menjadi pakan ternak dan sebagai bahan baku pembuatan keripik ampas tahu, sedangkan limbah cair tahu diolah kembali menjadi biogas.
Dampak dari limbah tahu yang dibuang ke sungai dapat menyebabkan masalah seperti gangguang kesehatan, kerusakan lahan pertanian, dan penurunan produktivitas pertanian
2.
Biaya total sebelum internalisasi biaya eksternal per bulan yang diestimasi adalah sebesar Rp 17 204 708, setelah internalisasi biaya eksternal adalah sebesar Rp 17 333 345, dan persentase kenaikan biaya produksi setelah internalisasi biaya eksternal adalah sebesar 1,02%
3.
Estimasi biaya eksternal total adalah sebesar Rp 167 999 000 (seratus enam puluh tujuh juta sembilan ratus sembilan ribu rupiah) dan nilai manfaat ekonomi total dari internalisasi biaya eksternal adalah sebesar Rp 720 815 772 (tujuh ratus dua puluh juta delapan ratus lima belas ribu tujuh ratus tujuh puluh dua rupiah). Nilai ekonomi total dari internalisasi biaya
eksternal adalah sebesar Rp 888 814 772 (delapan ratus delapan puluh delapan juta delapan ratus empat belas ribu tujuh ratus tujuh puluh dua rupiah)/tahun 4.
Estimasi rata-rata WTP adalah sebesar Rp 250 000/tahun dan total WTP adalah sebesar Rp 78 000 000/tahun.
7.2.
Saran
1.
Diperlukan peningkatan kapasitas IPAL agar limbah cair yang masih terbuang dapat diolah dengan cara menambah jumlah pipa agar dapat menampung limbah cair sebagai bahan baku untuk biogas dari rumah pengrajin tahu lain yang limbahnya masih belum tersalurkan
2.
Secara teknis perlu ada tambahan alat yang dapat mengontrol limbah cair yang dibuang dari proses produksi tahu, sehingga kontrol limbah itu menjadi acuan terhadap besarnya iuran yang harus dibayarkan oleh pengrajin tahu terhadap jumlah limbah cair yang dihasilkan.
85
DAFTAR PUSTAKA Abelson, Peter. 1979. Cost Benefit Analysis and Environmental Problems. England: Saxon House Anonim.
Biogas
dari
Limbah
Tahu.
Artikel.
Dalam
http:/hendrikperdana.web.id/index.php/artikel/umum/242-biogas-dari-limbah-tahu. Diakses tanggal 26 Desember 2010.
Anonim. 2009. Limbah Tahu Cair menjadi Biogas. Artikel. http://barangdaurulang.blogspot.com/2009/08/limbah-tahu-cair-menjadibiogas.html
Case KE dan Fair RC. 2005. Prinsip-Prinsip Ekonomi Mikro. Jakarta: Gramedia Dhewanthi et al. 2007. Panduan Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Kementrian Lingkungan Hidup Dhahiyat Y dan Partoatmodjo S. 1991. Karakteristik Limbah Cair Pabrik Tahu dan Pengolahan dengan Eceng Gondok. Dalam: Laporan Akhir Tahun LPPM. Fauzi, Akhmad. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Folmer, Henk. 2000. Principles of Environment and Resource Economics. USA: Edward Elgar Publishing Limited Hanley, Nick. 1993. Cost-Benefit Analysis and the Environment. USA: Edward Elgar Publishing Limited Indrasti NS dan Fauzi AM. 2009. Produksi Bersih. Bogor: IPB Press Juanda, Bambang. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor. IPB Press. Juarna dan Harmoni A. 2005. “Internalisasi Biaya Eksternal”. Prosiding. Seminar Nasional Pesat 2005. http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=1&ved=0CBIQFjAA&ur l=http%3A%2F%2Frepository.gunadarma.ac.id%3A8000%2FKommit2004_ ekonomi_010_1481.pdf&rct=j&q=internalisasi+biaya+eksternaljuarna+dan+harmoni+&ei=2twUTKuPB823rAeX07GyCA&usg=AFQjCNE5 r3ztmzDj4dCftY-w-4SiaNIASKA. Diakses tanggal 1 Mei 2010 Kaswinarni, Fibria. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat dan Cair Industri Tahu. Tesis. Semerang: Universitas Diponegoro
Kosugi Takanobu et al. 2009. Internalization of the External Costs of Global Environmental Damage in an Integrated Assessment Model. Jurnal Energy Policy. No. 37: 2664 – 2678 Mangkoesoebroto Yogyakarta
Guritno.
2000.
Ekonomi
Publik.
Yogyakarta:
BPFE
Munksgaard Jesper and Jacob Ramskov. 2002. Effects of Internalising External Costs in a North European Power Market. Jurnal Energy Policy. No. 30: 501 – 510 Rafaj Peter and Socrates Kypreos. 2006. Internalisation of External Cost in the Power Generation Sector: Analysis with Global Multi – regional Markal model. Jurnal Energy Policy. No. 35: 828 - 843 Raliby, Rusdjijat, Rosyidi. Pengolahan Limbah Cair Tahu menjadi Biogas sebagai Bahan Bakar Alternatif pada Industri Pengolahan Tahu. http://www.scribd.com/mobile/documents/search?query=9Limbah+Tahu+Untuk+Biogas&commit=Search. Diakses tanggal 3 Desember 2010
Ratih. 2009. Biogas dari Limbah Tahu. Artikel. http:/hendrikperdana.web.id/index.php/artikel/umum/242-biogas-dari-limbah-tahu. Diakses tanggal 26 Desember 2010. Romli M dan Suprihatin. 2009. Beban Pencemaran Limbah Cair Industri Tahu dan Analisis Alternatif Strategi Pengolahannya. Jurnal Purifikasi. Vol. 10. No. 2: 141-154. Dalam:http:/iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40422/1/Beban%20Pen cemaran%20Limbah%20Cair.pdf. Diakses tanggal 15 Desember 2010. Sabour SAA. 2005. Quantifying the External Cost of Oil Consumption within the Context of Sustainable Development. Jurnal Energy Policy. No. 33: 809-813 Sandriati, Devina. 2010. Kajian Pemanfaatan Tanaman Air Eceng Gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solms) dan Kimbang (Salvinia molesta) untuk Menurunkan Kadar Nutrien pada Limbah Cair Tahu. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor Sarwono B dan YP Saragih. 2003. Membuat Aneka Tahu. Jakarta: Penebar Swadaya Sugiyono, Heriyadi P, dan Andarwulan N. 2005. Rekayasa Proses Pembuatan Tahu Kering dan Formulasi Premix Instan Fungsional. Dalam: Laporan Akhir Penelitian LPPM. Suhartati Tati dan M Fathorrozi. 2003. Teori Ekonomi Mikro. Jakarta: Salemba Empat 88
Suparmoko M. 2000. Ekonomika Lingkungan. Yogyakarta: BPFE Natalia. 2008. Analisis Internalisasi Biaya Pengolahan Limbah (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) (Skripsi). Bogor: Institut Pertanian Bogor Tim Produksi Bersih dan Efisiensi Teknologi Pusat Teknologi Lingkungan. 2011. Penerapan Teknologi Pengolahan Limbah Tahu. Bahan Presentasi. Kementrian Riset dan Teknologi Wardhana WA. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi Yogyakarta Zhang Qingy et al. 2007. External Cost from Electricity Generation of China up to 2030 in Energy and Abatement Scenarios. Jurnal Energy Policy. No. 35: 4295-4304
89
LAMPIRAN
Lampiran 1. Penghematan Bahan Bakar/Bulan Rumah tangga
Penggunaan elpiji/minyak tanah Sebelum Setelah pengolahan pengolahan limbah limbah (Rp) (Rp) 51 000 0 68 000 0 480 000 0 68 000 0 34 000 0 51 000 0 68 000 0 34 000 0 51 000 0 51 000 34.000,00 255 000 0 51 000 0 51 000 0 51 000 0 51 000 0 51 000 0 51 000 0 51 000 0 51 000 0 68 000 0 120 000 0 68 000 51.000,00 51000 0 480 000 0 68 000 0 68 000 0 34 000 17.000,00 102 000 0 68 000 0 34 000 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Total Rata-rata Sumber: Data primer, 2011 (diolah)
Penghematan bahan bakar (Rp) 51 000 68 000 480 000 68 000 34 000 51 000 68 000 34 000 51 000 17 000 255 000 51 000 51 000 51 000 51 000 51 000 51 000 51 000 51 000 68 000 120 000 17 000 51 000 480 000 68 000 68 000 17 000 102 000 68 000 34 000 2 678 000 89 266
91
Lampiran Rumah tangga 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
2.
Penerimaan Penjualan Ampas Tahu untuk Pakan Ternak/Bulan Jumlah kedelai yang Penerimaan penjualan ampas tahu digunakan (kg) (Rp) 35 750 000 20 600 000 20 300 000 20 450 000 40 630 000 40 150 000 40 300 000 40 300 000 40 112 500 50 300 000 35 300 000 24 300 000 40 450 000 62 360 000 30 225 000 25 300 000 36 270 000 25 150 000 30 300 000 30 200 000 30 100 000 30 225 000 50 1 200 000 16 300 000 50 300 000 25 750 000 24 300 000 18 150 000 30 210 000 50 300 000 39 200 000 40 900 000 180 3 000 000 25 187 500 70 525 000 20 540 000 36 150 000 40 180 000 50 750 000 60 750 000 80 600 000 30 240 000 20 150 000 30 600 000 92
45 50 46 20 47 27 48 35 49 30 50 40 51 20 52 50 53 40 54 40 55 40 56 40 57 20 58 100 59 150 60 50 Total Sumber: Data Primer, 2011 (diolah)
900 000 450 000 300 000 300 000 225 000 300 000 150 000 450 000 300 000 450 000 300 000 210 000 210 000 1 200 000 1 200 000 600 000 26 900 000
Lampiran 3. Dokumentasi
Gambar 1. Ampas tahu
93
Gambar 2. Bubur Kedelai
Gambar 3. Limbah Cair Tahu
94
Gambar 3. Instalasi Pengolahan Limbah Cair
95
Kedelai
Proses produksi tahu
Tahu
Limbah padat tahu
Konsumen
Ampas tahu
Limbah cair tahu
Dibuang ke sungai/wilayah perairan lain
Belum adanya sistem pengolahan limbah
Biaya pengolahan limbah yang mahal
Pencemaran wilayah perairan
eksternalitas
Pengolahan limbah sistem biogas
Biaya eksternal
Mendeskripsikan profil industri tahu dikaji dari aspoek proses pembuatan tahu, jenis dan karakteristik limbah tahu, dan teknologi pengolahan limbah tahu.
Perhitungan total biaya produksi sebelum dan sesudah internalisasi (metode biaya produksi)
Perhitungan total biaya eksternal dan manfaat ekonomi internalisasi biaya eksternal
Aanalisis internalisasi biaya eksternal
Gambar 3. Alur Kerangka Pemikiran Operasional
Analisis willingness to pay
Kurangnya pengetahuan tentang pengolahan limbah