Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
2016
INTEGRASI NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN KREATIF ILMU PENGETAHUAN SOSIAL DI SEKOLAH DASAR MOHAMMAD ISKAK SDN 1 Surodikraman Kecamatan Ponorogo
[email protected] ABSTRAK Setiap rumusan Standart Kompetensi lulusan dalam permendiknas RI No. 23 Tahun 2006, secara implicit dan eksplisit termuat substansi nilai-nilai karakter. Pelaksanaan Pendidikan Karakter di sekolah dengan di integrasikan pada Pembelajaran kreatif semua mata pelajaran termasuk IPS, serta melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan yang lain yang diikuti oleh seluruh atau sebagian peserta didik. Penerapan pembelajaran kreatif IPS dengan aneka/multi metode, media, model, dan strategi yang inovatifkreatif secara optimal sangat mendukung keberhasilan pendidikan karakter Kata kunci : Integrasi, Nilai Karakter, Pembelajaran IPS A. PENDAHULUAN Inpres No. 1/2010 tentang percepatan pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional tahun 2010 merumuskan Pendidikan Karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil. Sedangkan tujuan dari Pendidikan Karakter adalah meningkatkan mutu penyelenggara dan hasil pendidikan secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai Standart Kompetensi Lulusan (SKL). Rumusan Standart Kompetensi Lulusan dalam Permendiknas No. 23/2006 secara formal sudah ditetapkan untuk masing-masing jenis atau satuan pendidikan sejumlah rumusan. Bila dicermati secara mendalam sesungguhnya pada setiap rumusan SKL tersebut secara implicit maupun eksplisit termuat substansi nilai karakter yakni: No. Rumusan SKL Nilai/Karakter 1 Menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai Religiusitas dengan tahap perkembangan anak 2 Mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri Kejujuran 3 Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam Disiplin lingkungannya 4 Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, Toleransi golongan sosial, ekonomi di lingkungan sekitar 5 Menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar Kerjasama secara logis, kritis, dan kreatif 6 Menunjukkan kemampuan berfikir logis, kritis, dan Kreatifitas kreatif 7 Menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi dan Kemandirian menyadari potensinya 8 Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah Demokratis sederhana dalam kehidupan sehari-hari 9 Menunjukkan kemampuan mengenali gejala alam Rasa ingin tahun dan sosial di lingkungan sekitar 10 Menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan Peduli
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” 11 12 13 14 15
16
17 18
Menunjukkan kecintaan dan kebanggaan terhadap Bangsa, Negara, dan Tanah Air Indonesia Menunjukkan kemampuan untuk melakukan kegiatan seni/budaya local Menunjukkan kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa, Negara, tanah air Indonesia Menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang. Berkomunikasi secara jelas dan santun
Semangat Kebangsaan Kreatif dan tanggung jawab Cinta tanah air
Menghargai prestasi Bersahabat, komunikatif, dan santun Bekerjasama dalam kelompok, tolong menolong dan Peduli menjaga diri sendiri dalam lingkungan keluarga dan teman sebaya Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis Senang membaca Menunjukka ketrampilan menyimak, berbicara, Tanggung jawab membaca, menulis, dan berhitung
Pelaksanaan Pendidikan Karakter harus didukung empat pilar yakni : 1. Olah Pikir meliputi : Cerdas Inofatif Produktif Kreatif Ingin tahu Berorientasi IPTEK Kritis Berfikir terbuka Reflektif 2. Olah Raga meliputi : Bersih Sehat Disiplin Sportif 3. Olah Hati meliputi : Imtaq Jujur Amanah Adil 4. Olah Rasa / Karsa : Ramah Saling menghargai Toleran
Peduli Kerja keras dan cerdas
Tangguh Anal Berdayatahan Bersahabat
Kooperatif Determinatif Kompetitif Ceria dan Gigih
Bertanggung jawab Berempati Berani ambil Resiko
Pantang menyerah Rela berkorban Berjiwa patriotic
Suka menolong Gotong royong Nasionalis
Mengutamakan Kepentingan umum Bangga memakai bahasa dan produk Indonesia Beretos kerja
Kosmopolit Dinamis
Nilai karakter yang perlu diinternalsasi di SD dan SMP berdasarkan nilai-nilai pada SKl, SK/SD dan kewirausahaan sebanyak 25 butir terbagi dalam lima kelompok yaitu: 1. Nilai karakter dalam hubungan manusia dengan Tuhan adalah religiusitas 2. Nilai karakter dalam hubungan dengan diri sendiri yaitu :
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Kjujuran Kecerdasan Rasa tanggung jawab Kebersihan kesehatan Kedisiplinan Keberanian resiko
Berpikir logis Kritis, kreatif, dan enovatif Ketangguhan
Kemandirian Kecerdasan Jiwa kepemimpinan
dan Keingintahuan Cinta ilmu ambil Rasa percaya diri
3. Nilai karakter dalam hubungan antar manusia Tolong menolong Kepatuhan pada aturan-aturan dan sosial Kesantunan Sosial Kesadaran akan hak dan Menghargai karya dan prestasi orang kewajiban lain
4. Nilai karakter dalam hubungan manusia dengan lingkungan - Kepedulian terhadap lingkungan 5. Nilai kebangsaan - Nasionalis - Menghargai keberagaman 6. Nilai-nilai basis Pengembangan Karakter : - Religiusitas Kebersihan dan kesehatan - Kejujuran Kedisiplinan - Kecerdasan Tolong menolong - Tanggung jawab Berpikir logis kritis, kreatif, dan inovatif Prinsip dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yakni : a. Berkelanjutan b. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan dan budaya sekolah c. Nilai tidak diajarkan tetapi dikembangkan d. Proses Pendidikan dilakukan peserta di kelas, sekolah, dan masyarakat didik secara aktif dan menyenangkan Pembelajaran Pendidikan budaya dan karakter bangsa menggunakan pendekatan proses belajar. Peserta didik belajar aktif dan berpusat pada anak, dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, sekolah, masyarakat yakni : a. Di kelas melalui proses bejarar setiap mata pelajaran/ kegiatan yang dirancang khusus. b. Di luar kelas melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lain yang diikuti oleh seluruh/sebagian peserta didik dirancang sekolah sejak awal tahun pelajaran dan dimasukkan dalam kalender kademik. c. Di sekolah melalui berbagai kegiatan sekolah yang diikuti seluruh warga sekolah dan dilaksanakan setiap hari sebagai bagian budaya sekolah . B.
TANTANGAN PENDIDIKAN KARAKTER Banyak Negara saat menghadapi krisis menempatkan pembangunan karakter sebagai fokus untuk menemukan solusi (Suyata, 2011 : 4). Lebih lanjut Suyata mencontohkan, revitalisasi Jerman usai kekalahan perang atas Perancis dilakukan dengan pendidikan karakter dan spiritualitas. Bangsa Jepang pasca Perang Dunia II menata ulang negerinya menghadapi urbanisasi dengan mengintroduksi pendidikan
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” moral. Bangsa Amerika yang banyak menghadapi masalah pada akhir abad keduapuluh mengintroduksi kembali pendidikan karakter. Dari contoh beberapa Negara besar tampak jelas bahwa pendidikan karakter menjadi solusi atas berbagai masalah yang membelit bangsa. Jika pendidikan karakter menjadi rujukan bagi diselesaikannya berbagai masalah yang timbul, pertanyaan yang muncul adalah karakter seperti apa yang harus dikembangkan. Melalui berbagai forum (diskusi, penataran, siaran media masa) sudah lama dikenalkan dan ditanamkan suatu kesadaran bahwa masyarakat Indonesia adalah masyakrakat yang majemuk. Kemajemukan ini telah, sedang, dan akan terus berlangsung selamanya. Sudah lama pula ditanamkan pada anak bangsa ini bahwa ketika seorang anak Indonesia ditanya jati dirinya sebagai maka dengan cepat akan menjawab “manusia Indonesia yang Pancasila”. Namun pada kenyataannya, pribadi utuh yag disadari nilai-nilai Pancasila masih belum mudah ditemukan. Bahkan harapan yang sudah lama ditanamkan seperti, Indonesia yang adil, Indonesia yang berkemakmuran, Indonesia yang utuh, Indonesia yang teguh bersatu, Indonesia yang berdasarkan ketaqwaan pada Tuhan Yang Maha Esa, kini mulai mendapat tantangan. Kenyataan yang terjadi seringkali jauh dan teramat jauh dari nilai-niai luhur itu. Salahkah jiwa-jiwa mereka?. Salahkah mereka jika mereka dengan “suka cita” mengambil dan memakai nilai-nilai yang jauh dari nilai-nilai luhur kita?. Kenyataan itu kini sudah di depan mata. Sebagian siswa lebih menikmati cara hidup hedonis ketimbang prihatin dan kerja keras, lebih memilih berlaku culas dan curang ketika mendapatkan situasi yang dianggap tidak nyaman. Celakanya, mereka berlaku demikian diilhami oleh perilaku tokoh-tokoh hebat mereka ketika mendapat “pertolongan” saat mengerjakan UAN. Mereka pada akhirnya menyimpulkan bahwa hidup itu memang mudah, mengapa mesti repot-repot kerja keras. Mereka juga menyimpulkan bahwa hanya orang-orang bodoh sajalah yang teguh memegang kejujuran karena kenyataan yang sering mereka jumpai adalah, kecurangan membawa kemujuran, dan kejujuran membawa kehancuran, astaghfirullah. Lebih celakanya lagi jika para guru mereka memiliki karakter buruk (bad character) sebagai hasil belajar dari pembelajaran di perguruan tinggi tempat mereka disiapkan menjadi guru. Oleh karena itutidak mengherankan jika pada masa lalu penataran P4 pernah bertahun-tahun dilakukan, namun karakter Pancasiais masih jauh dari harapan. Tidak mengherankan pula jika sudah ada jam tambahan pendidikan budi pekerti, tetapi ternyata pekertinya belum berbudi. Demikian pula jika ada tambahan jam pendidikan anti korupsi, belum tentu anak bangsa menjauh dari perilaku korup. Kata kunci yang sudah cukup lama menghilang dan perlu ditemui kembali adalah tauladan dan pembiasaan untuk berperilaku terpuji. Tauladan dan pembiasaan berperilaku terpuji merupakan salah satu kunci pembentukan karakter yang baik (good character). Terkait dengan karakter sebagai hasil pembiasaan, Lickona (2004 : 3-4) mengingatkan pentingnya pikiran, perkaaan, perbuatan, kebiasaan, dalam pembentukan karakter dan nasib atau keberuntungan seseorang: Be cerful of your thoughts, for your thoughts become your words. Be careful of your words, for your words become your deeds. Be careful of your deeds, for your deeds become your habits. Be careful of your habits, fo your habits become your character. Be careful of your character, for your character become your destiny. Mencermati pendapat Lickona, untuk membentuk karakter yang baik, pendidik harus memulai dari pikiran-pikiran yang baik dan positif, dan mencermati perkataanperkataan yang muncul atau dimunculkan oleh peserta didik dan pendidik. Perkataanperkataan yang positif perlu terus dikondisikan agar muncul muncul menjadi tindakan
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” yang nyata yang positif. Tindakan-tindakan yang baik jika dilakukan secra konsisten akan menjadi kebiasaan positif, dan kebiasaan positif yang dilakukan terus-menerus akan menjadi bagian dari pribadi yang bernama karakter baik. Karakter baik jika terus dipelihara akan menjadi keberuntungan bagi si pemiliknya. Karakter menurut Lickona (1991 : 51) memiliki tiga bagian yang saling terkait yaitu pengetahuan moral (moral knowing), perasaan moral (moral feeling), dan tindakan atau perilaku moral (moral behavior/moral action). Karakter yang baik berisi pikiran-pikiran dan kebiasaan-kebiasaan untuk mengetahui hal-hal baik, menginginkan kebaikan, dan melakukan kebaikan. Ketiga aspek tersebut menurut Lickona diperlukan untuk mengarahkan pada suatu kehidupan yang bermoral, dan ketiganya akan meningkatkan kematangan moral. Dengan menggunakan gambar, ketiga komponen karakter yang baik digambarkan Lickona (1991 : 53) sebagai berikut :
MORAL KNOWING 1. Moral awareness 2. Knowing moral values 3. Perspective-taking 4. Moral reasoning 5. Decision-making 6. Self-knowledge
MORAL FEELING 1. Conscience 2. Self-esteem 3. Empathy 4. Loving the good 5. Self-control 6. humility
MORAL ACTION 1. Competence 2. Will 3. Habit
Pengetahuan moral (moral knowing) akan meningkatkan perasaan moral (moral feeling) dan perasaan moral akan mempengaruhi tindakan atau perilaku moral (moral behavior/moral action). Ketiga aspek moral tersebut tidak akan berfungsi secara terpisah-pisah tetapi saling mempengaruhi satu sama lain. C. PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR Siswa sekolah dasar rata-rata berada pada rentang usia 6 atau 7 tahun sampai dengan 11 atau 12 tahun. Dari aspek perkembangan kognitifnya, anak-anak usia SD berada pada tahap operasional konkrit. Menurut Piaget (Santrock, 2009 : 292) pada usia ini anak sudah mampu melakukan pemikiran secara logis sepanjang pemikiran logis tersebut dapat diaplikasikan dalam contoh-contoh konkrit yang spesifik dan benda-benda atau objek yang konkrit. Kemampuan berpikir konkrit ini berpengaruh pada perkembangan moralitas anak. Menurut Kohlberg (Santrock, 2009 : 324), perkembangan moral individu dipengaruhi kemampuan kognitif individu. Pada usia SD perkembangan moral individu dimungkinkan berada pada level konvensional. Kohlberg mengkonsepkan perkembanga moralitas dalam enam tahap yang terbagi dalam tiga level yaitu :
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” 1.
Level preconventional reasoning, yang merupakan level terendah dari moralitas individu. Pada level ini, individu memandang baik buruk berdasarkan pada hukuman atau hadiah yang diperoleh yang mungkin diperoleh dari pihak eksternal. Level ini dibagi dalam dua tahap yaitu: a. Tahap 1. Heterenomous morality, dimana moralitas dikaitkan dengan upaya untuk menghindari hukuman. Sebagai contoh, anak-anak berfikir harus patuh dengan orang tua atau guru karena takut dihukum jika tidak patuh. b. Tahap 2. Individualism, instrumental purpose, and exchange, dimana moralitas individu didasarkan pada pertukaran kepentingan antara dirinya dengan orang lain. Individu melakukan kebaikan dengan harapan orang lain juga akan melakukan kebaikan kepadanya. 2. Level conventional reasoning. Pada level ini, individu sudah mampu menerapkan standar moral tertentu oleh orang tua, atau pemerintah. Level ini dibagi dalam dua tahap yaitu: a. Tahap 3. Mutual interpersonal expectation, relationship, and interpersonal conformity. Pada tahap ini individu menjadikan nilai kepercayaan, peduli, dan loyalitas pada orang lain sebagai dasar pertimbangan moral. b. Tahap 4. Social system morality. Pada tahap ini, pertimbangan moral individu didasarkan pada aturan sosial, hukum, keadilan, dan tugas. 3. Level postconventional reasoning. Level ini merupakan tingkatan tertinggi dari moralitas individu. Pada level ini individu mengakui alternatif jalan moral, mengeskplor alternatif-alternatif tersebut dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral personal. Level ini terdiri dari dua tahap yaitu: a. Tahap 5. Social contract or utility and individual rights. Pada tahap ini, individu berfikir bahwa nilai-nilai, kebenaran, dan prinsip-prinsip melebihi hukum. b. Tahap 6. Universal ethical principles. Pada tahap ini, individu telah mengembangkan standar moral berdasarkan pada hak-hak manusia yang universal. Menurut Kohlberg, moralitas individu berkembang karena interaksi individu dalam sosialnya. Terkait dengan hal itu, mestinya pendidikan memiliki andil yang sangat strategis dalam pengambangan moralitas individu yang merupakan dasar dari suatu karakter. Pendidikan karakter perlu dilakukan secara komprehensif dan melibatkan seluruh pihak terkait. Di dalam kelas, seorang guru dapat melakukan hal-hal sebagai berikut (Lickona, 1991 : 68): 1. Bertindak sebagai pengasuh, model, dan mentor, memperlakukan siswa dengan cinta dan respek, menyiapkan contoh-contoh yang baik, mendukung perilaku prososial, dan mengoreksi perilaku-perilaku yang menyakiti. 2. Membangun komunitas moral di kelas, membantu siswa memahami satu sama lain, respek dan peduli satu sama lain, dan membangun rasa berharga sebagai anggota suatu kelompok. 3. Mempraktikkan disiplin, menggunakan kreasi dan penguatan aturan-aturan sebagai peluang untuk memperjelas penalaran moral, self-kontrol, dan menerapkan respek pada semua orang. 4. Menciptakan lingkungan kelas yang demokratis, melibatkan siswa dalam pembuatan keputusan, dan berbagai tanggunga jawab untuk menjadikan ruangan kelas sebagai tempat belajar dan tempat diri berkembang. 5. Mengajarkan nilai melalui kurikulum, menggunakan mata pelajaran sebagai alat untuk menguji isu-isu etik. 6. Menggunakan kooperatif learning untuk mengajarkan siswa keterampilan menolong dan bekerja sama satu sama lain.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” 7. Mengembangkan kesadaran tanggung jawab akademik dan hal-hal yang terkait dengan nilai-nilai belajar dan nilai bekerja. 8. Mendorong refleksi moral melalui membaca, menulis, diskusi, latihan membuat keputusan, dan debat. 9. Mengajarkan resolusi konflik sehingga siswa memiliki kemampuan dan komitmen untuk memecahkan konflik secara adil dengan tanpa kekerasan. D. PEMBELAJARAN KREATIF DAN METODE PEMBELAJARAN KREATIF Secara etimologi kata pembelajaran diderivasi dari kata ajar yang mempunyai arti petunjuk yang diberikan kepada orang lain supaya diketahui atau dituruti. Sedang pembelajaran sendiri mempunyai arti proses, cara, perbuatan mengajar. Sedangkan dalam arti terminology pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono, sebagaimana dikutip oleh Syaiful Sagala adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain konstruksional, untuk membuat siswa belajar aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003 dikatakan bahwa Pembelajaran adlah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sedangkan arti kreatif secara harfiah berarti memiliki daya cipta, memiliki kemampuan untuk menciptakan, bersifat (mengandung) daya cipta. Kreatif (creative) dalam istilah berarti menggunakan hasil ciptaan/kreasi baru atau yang berbeda dengan sebelumnya. Dari berbagai definisi tersebut, Indrawati dan Wawan Setiawan mendefinisikan pembelajaran kreatif sebagai pembelajaran yang menstimulasi siswa untuk mengembangkan gagasannya dengan memanfaatkan belajar yang ada. Pembelajaran yang kreatif mengandung makna tidak sekedar melaksanakan dan menerapkan kurikulum. Kurikulum memang merupakan dokumen dan rencana baku, namun tetap perlu dikritisi dan dikembangkan secara kreatif. Dengan demikian, ada kreativitas pengembangan kompetensi dan kreativitas dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas termasuk pemanfaatan lingkungan sebagai sumber bahan dan sarana untuk belajar. Pembelajaran kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa dan tipe serta gaya belajar siswa. Pembelajaran kreatif merupakan proses pembelajaran yang mengharuskan guru untuk dapat memotivasi dan memunculkan kreatifitas peserta didik selama pembelajaran berlangsung, dengan menggunakan beberapa metode dan strategi bervariasi, misalnya kerja kelompok, bermain peran, dan pemecahan masalah. Untuk itu guru dituntut mampu merangsang kreatifitas peserta didik dalam hal kecakapan berpikir maupun dalam melakukan suatu tindakan. Kreatif yang dimaksud adalah kemampuan peserta didik dalam menghasilkan sebuah kegiatan atau aktivitas yang baru yang diperoleh dari hasil berpikir kreatif dengan mewujudkannya dalam bentuk sebuah hasil karya yang baru Untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif dibutuhkan beberapa metode atau cara yang harus dilakukan para pendidik, yaitu : 1. Memberi kebebasan siswa untuk mengembangkan gagasan dan pengetahuan baru. 2. Bersikap respek terhadap ide-ide siswa. 3. Penghargaan pada inisiatif dan kesadaran diri siswa. 4. Penekanan pada proses bukan pada penilaian hasil akhir karya siswa. 5. Memberikan waktu yang cukup bagi siswa untuk berpikir dan menghasilkan karya. 6. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menggugah kreativitas siswa, seperti : “mengapa”, “bagaimana”, dan “apa yang terjadi jika……….” Dan bukan pertanyaan “apa”, dan “kapan”.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
E.
PERAN PEMBELAJARAN IPS DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER Ilmu pengetahuan sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar (SD), yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD, mata pelajaran IPSmemuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab serta warga dunia yang cinta damai. Di masa yang akan datang siswa akan menghadapi tantangan berat karenakehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu, mata pelajaran IPS dirancang untuk mengambangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Perkembangan ilmu pengetahuan, tuntutan masyarakat, dan globalisasi tidak semata-mata menurut kemampuan akademik, tetapi memerlukan pendidikan karakter. Pendidikan karakter sering dimaknai sebagai pendidikan nilai budi pekerti, pendidikan moral, pemdidikan watak, bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa agar dapat memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter, Kemdiknas 2010-2014). Nilai merupakan daya dorong yang melandasi sikap, perilaku, dan nilai-nilai yang terpatri dalam diri kita melalui pengalaman, pedidikan, dan pengorbanan, menjadi nilai intrinsic yangmelandasi sikap dan perilaku kita. Oleh karena itu, pendidikan karakter pada prinsipnya tidak dapat dipisahkan dari teori belajar, karena pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik melalui aktivitas fisik dan nonfisik secara terusmenerus. Belajar dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor dalam, keduanya saling berinteraksi. Belajar juga dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman. Jadi, jelaslah bahwa belajar adalah “perubahan yang relative permanen dalam kapasitas pribadi seseorang sebagai akibat pengolahan atas pangalaman yang diperolehnya dan praktik yang dilakukannya” (Standar Nasional Pendidikan). Mata pelajaran IPS diajarkan melalui pendekatan yang sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut, diharapkan siswa akan memperoleh pemahaman yang lebh luas dan mendalam tentang nilai-nilai karakter yang tercantum dalam standar kompetensi dasar. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat menjadi Negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Dengan demikian, nilai-nilai yang dikembangkan dalam mata pelajaran IPS mempunyai keterkaitan yang erat dengan nilai-nilai yang ada dalam revitalisasi pendidikan karakter. Dalam pembelajaran IPS, hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). IPS mengkaji peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Hal ini dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mengembangkan karakter positifnya sehingga dapat menjadi warga Negara yang demokratis, bertanggung jawab, serta cinta damai. Pada dasarnya ada tiga hal dalam pembelajaran, yaitu (i) penyampaian pengetahuan, (ii) pengombinasian berbagai teknik mengajar dengan mempertimbangkan berbagai macam tipe dan kondisi siswa, serta minat dan bakat
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” mereka, dan (iii) pemberian fasilitas siswa untuk mencari dan menemukan makna dan pemahaman sendiri (Biggs, 1991). Dari pemahaman di atas dapat disimpulkan peran integrasi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS di sekolah adalah sebagai berikut. 1. Majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan masyarakat, serta globalisasi memerlukan karakter bangsa yang kuat sehingga dapat menjadi filter dalam memilih teknologi, budaya yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Untuk itu, pandidikan karakter diperlukan agar dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia dan tidak disalah gunakan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. 2. Mata pelajaran IPS mengandung nilai-nilai karakter positif seperti berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan maalah, dan ketrampilan dalam kahidupan sosial. 3. Melalui mata pelajaran IPS karakter positif siswa diasah sehingga menjadi warga Negara yang demokratis, bertanggung jawab, dan cinta damai sebagai bekal dalam menghadapi kehidupan. F.
PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN IPS Pendidikan karakter bukan merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri. Pendidikan karakter terintegrasi ke dalam pembelajaran setiap mata pelajaran. Dalam rangka mengintegrasikan pendidikan karakter tersebut, diperlukan kompetensi guruuntuk mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan karakter ke dalam kegiatan pembelajaran termasuk memahami prinsip-prinsip pengembangan pendidikan karakter. Berikut adalah prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter: 1. Berkelanjutan berarti proses implementasi dan pengembangan nilai-nilai karakter merupakan sebuah proses panjang dan berkelanjutan, mulai dari peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan, dari keluarga, sekolah berlanjut ke lingkungan masyarakat. 2. Menyeluruh berarti proses implementasi dan pengembangan pendidikan karakter tidak hanya melalui pembelajaran di kelas, tetapi juga melalui kegiatan ekstrakurikuler, pengembangan budaya sekolah, dan peningkatan peran serta masyarakat (PSM). Pengembangan nilai-nilai karakter diintegrasikan melalui mata pelajaran dalam setiap kegiatan kurikuler, program ekstrakurikuler, pengembangan budaya sekolah, dan peningkatan peran serta masyarakat. Gambar 1 berikut memperlihatkan pengembangan nilai-nilai karakter melalui empat pilar pengembangan :
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
PEMBELAJARAN (KURIKULER)
EKSTRA KURIKULER
BUDAYA SEKOLAH
PERAN SERTA MASYARAKAT
Gambar 1. Pengembangan Nilai-Nilai Karakter Pengintegrasian pendidikan karakter melalui kegiatan pembelajaran, ekstrakurikuler dan peran serta masyarakat harus menjadi budaya sekolah. Dengan demikian, nilai-nilai karakter yang ditanamkan menjadi kuat dan terpatri serta terwujud dalam perilaku warga sekolah dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Pengembangan nilai karakter melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Isi (SI), digambarkan sebagai berikut : MATA PELAJARAN
MATA PELAJARAN MATA PELAJARAN INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER
MATA PELAJARAN MATA PELAJARAN MATA PELAJARAN
Gambar 2. Pengembangan Pendidikan Karakter melalui Integrasi Mata Pelajaran 3. Nilai tidak hanya diajarkan tapi dipraktikkan melalui peneladanan dan pembiasaan. Artinya, materi pendidikan karakter bukanlah bahan ajar biasa. Nilai-nilai itu tidak dijadikan pokok bahasan seperti dalam pembelajaran konsep, teori, prosedur, ataupun fakta dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani dan kesehatan, seni, budaya, dan ketrampilan, tetapi dipraktikkan melalui keteladanan dan pembiasaan sehari-hari di sekolah.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
4.
5.
6.
7.
Misalnya, nilai kejujuran dikembangkan dan ditanamkan melalui keteladanan dan pembiasaan bersikap dan berlaku jujur. Sebagai contoh, “Kotak penemuan barang/uang” adalah kotak yang disediakan sekolah, untuk menampung barang temuan. Siswa, guru, dan warga sekolah lain yang menemukan barang di sekolah,misalnya penggaris, pensil, buku, dan lain-lain serta uang dimasukkan dalam kotak tersebut. Kotak penemuan barang tersebut dibuka setiap hari senin, setelah upacara sekolah. Jika barang yang dimasukkan ke dalam kotak tidak ada yang merasa memilikinya, barang tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan sosial. Jika uang yang ditemukan, tidak ada yang merasa memilikinya, uang tersebut dimasukkan ke kotak amal mushola sekolah. Materi pelajaran digunakan sebagai bahan atau media untuk menanamkan nilai positif. Oleh karena itu, guru tidak perlu mengubah materi ajar yang sudah ada. Justru guru dapat menggunakan materi tersebut untuk mengembangkan nilai-niai positif yang dipraktikkan melalui peneladanan dan pembiaaan. Perlu diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Konsekuensi adalah bahwa hasil pendidika karakter tidak diujikan baik tertulis maupun lisan. Walaupun demikian, peserta didik perlu mengetahui nilai positif yang sedang ditumbuhkembangkan pada diri mereka. Partisiasi, aktif, dan menyenangkan berarti bahwa proses penanaman nilai melalui pembelajaran dilakukan secara partisipatif, aktif, dan menyenangkan. Prinsip ini mengandung arti bahwa siswa memahami dan menerapkan nilai-nilai tersebut secara sadar dan senang. Pembelajaran ini perlu mendapatkan dukungan warga sekolah dan masyarakat. Siswa melakukan pembelajaran secara aktif, baik fisik maupun psikis dalam suasana yang memotivasi semangat belajar. Pembelajaran juga harus efektif, bermakna, dan mendorong kreativitas siswa. Latihan dan pembiasaan berarti bahwa pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SD harus disertai dengan kegiatan melatih dan membiasakan sikap dan perilaku positif siswa agar terbentuk karakter positif yang kuat pada diri siswa sesuai dengan kondisi, kemampuan dan sumber daya di sekolah. Keteladanan berarti bahwa keteladanan dari guru dan kepala sekolah berperan penting dalam pembentukan karakter siswa. Keteladanan tersebut berpengaruh kuat pada penanaman nilai positif siswa, sebab sekolah dasar memerlukan tokoh panutan yang dapat dipercaya dan ditiru. Siswa sekolah dasar berada dalam tahap perkembangan. Oleh karena itu, keteladanan guru dan kepala sekolah sangat diperlukan dalam memperkuat penanaman nilai-nilai positif agar nilai-nilai itu terpatri kuat pada diri siswa dan siswa berperilaku sesuai dengan teladan yang diperolehnya di sekolah. Upaya ini diharapkan membuat siswa memiliki karakter positif yang kuat serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan sekolah, rumah maupun masyarakat. Keterkaitan berarti dalam penanaman nilai positif itu tidak terpisah dari nilai-nilai lainnya. Hal ini dimaksudkan agar nilai-nilai positif tersebut tertanan utuh dan mantap pada diri siswa. Sebagai contoh, dalam menanamkan nilai berani menyampaikan pendapat dan menjawab pertanyaan, guru perlu mengaitkan dengan nilai tanggung jawab, tertib, dan kesantunan. Dengan upaya ini diharapkan siswa memiliki keberanian disertai rasa tanggung jawab, tidak melanggar aturan dan menggunakan cara yang santun. Dalam menanamkan nilai hidup bersih, misalnya, guru perlu mengaitkan dengan nilai hidup sehat, rasa tanggung jawab, ketertiban, dan kedisiplinan.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” G. SASARAN INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Sasaran pengntegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah dasar adalah tertanamnya nilai positif pada diri siswa melalui mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Hal ini dapat disiapkan mulai dari perumusan tujuan pembelajaran dalam perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran (materi yang dibahas, metode yang digunakan, dan media yang mendukung), dan evaluasi pelaksanaan pembelajaran. Semua kegiatan diatas dilakukan melalui peneladanaan dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. Dengan demikian, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dapat menjadi wahana penanaman nilai karakter sesuai dengan tingkat perkembangan anak di sekolah dasar. H. RAMBU-RAMBU PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Mengimplementasikan secara proporsional antara substansi Ilmu Pengetahuan Sosial dengan nilai-nilai karakter yang dikembangkan, 2. Menghindari pemaksaan integrasi suatu niali karakter pada kompetensi dasar tertentu, 3. Mempertimbangkan tahap perkembangan siswa dari segala aspek tumbuh kembangnya, 4. Menanamkan nilai-nilai positif yang dituntut dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, serta nilai positif lainnya, 5. Menerapkan prinsip-prinsip Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, 6. Mempertimbangkan perbedaan individu baik bakat, minat, dan kemampuan belajar, 7. Penanaman karakter dilaksanakan melalui peneladanan dan pembiasaan, 8. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi tumbuh kembangnya karakter, 9. Penggunaan aneka multi, metode, dan media pembelajaran. I.
LANGKAH-LANGKAH PENGINTEGRASIAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Langkah-langkah pengintegrasian pendidikan karakter ke dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial adalah sebagai berikut : 1. Analisis karakteristik standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD), 2. Analisis KD yang tepat untuk dimuati nilai-nilai pendidikan karakter, 3. Mendeskripsikan indicator masing-masing SK dan KD yang dipilih untuk dimuati pendidikan karakter 4. Menyusun pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang mengintegrasikan pendidikan karakter.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” KESIMPULAN Pendidikan karakter merupakan kebutuhan mendasar dalam proses berbangsa, sebab hanya bangsa yang memiliki karakter dan jati diri yang kuat yang akan maju dan berkembang. Setiap rumusan Standart Kompetensi Lulusan (SKL) dalam permendiknas RI No. 23 tahun 2006 secara implicit eksplisit termuat substansi nilai-nilai karakter. Dalam revitalisasi pendidikan karakter selain guru melaksanakan pengintegrasian pendidikan karakter pada berbagai mata pelajaran perlu dilakukan kegiatan pembiasaan nilai positif lewat kegiatan ekstrakurikuler dan yang lainnya. Pembelajaran kreatif IPS dengan menerapkan aneka/multi, metode, model, media, dan strategi inovatif kreatif secara optimal sangat diperlukan untuk mendukung keberhasilan integrasi pendidikan karakter. DAFTAR PUSTAKA Davis, S and Meyer, C. 2000. Future Wealth. Boston : Harvard Busines School Press. Dikti, Depdiknas. 2010. Bahan Sosialosasi Program Pendidikan Profesi Guru (PPG). Gede, Raka.,dkk. 2011. Pendidikan Karakter di Sekolah. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Instruksi Presiden RI No. 01 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Masional. Jakarta. Kemdikbud RI. 2011. Panduan Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS di SD. Jakarta. Kemdiknas RI No. 23 Tahun 2006. Standart Kompetensi Lulusan. Kemdiknas RI. 2011. Materi Pendidikan Karakter Bangsa. Jakarta. Lickona, T. 1991. Educating for Character. New York : Bantam Books. _______. 2004. Character Matters. New York : Simon and Schuster. Ohmae, K. 2000. The Bolderless Wordl Power and Strategy in Interlinked Economy. New York : Harper Collins Publishers. Permendiknas Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Program Pendidikan Profesi Guru. Santrock, J.W. 2009. Life-Spant Development. Boston : Mc Graw Hill. Suyata. 2011. Pendidikan Karakter (Dimensi Filosofis dalam Darmiyati Zudhi ed) Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik. Yogyakarta : UNY Press. UNESCO. 1996. Treasure Within (Report to UNESCO of the International Commission on Education for the Twenty-first Century). Paris : UNESCO Publishing.