PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411 - 4216
INSTRUMENTASI DAN AKUISISI DATA PADA UJI PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA PELAT BERLUBANG Yusuf Suryo Utomo Pusat Penelitian Fisika - LIPI Jl. Sangkuriang, Bandung 40135. Telp. 62 022-250 3052 – Fax 62 022-250 3050 e-mail :
[email protected]
Irwin Bizzy Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya Jl. Raya Prabumulih - Inderalaya, Palembang ABSTRAK Pada Uji Performansi kolektor surya pelat berlubang diperlukan sistem akuisisi data yang dapat merekam data yang diperlukan untuk mengamati unjuk kerja kolektor surya. Untuk keperluan tersebut dilakukan perancangan sistem akuisisi data untuk mengamati unjuk kerja 3 buah kolektor surya dengan dimensi yang sama tetapi mempunyai diameter, jumlah dan susunan lubang yang berbeda. Uji performansi tersebut dilakukan untuk mengetahui pengaruh parameter geometris terhadap performansi kolektor. Sistem terdiri dari 3 buah kolektor surya pelat berlubang masing-masing seluas 9800 cm2, 3 buah saluran udara, dan 3 buah fan untuk mengalirkan udara dari kolektor. Untuk mengamati unjuk kerja ketiga kolektor surya tersebut, maka dilakukan pengukuran beberapa parameter terkait, yaitu intensitas radiasi surya, temperatur udara ambien, temperatur outlet kolektor, kecepatan aliran udara dan kecepatan angin. Pengamatan unjuk kerja tersebut menggunakan datalogger Campbell 21X, Cassete Recorder RC35 dan piranti antarmuka (interface) SC92. Dengan sistem akuisisi data tersebut, dapat dicatat dan direkam data hasil pembacaan sensor secara real time. Rekaman data disimpan dalam memori datalogger kemudian dipindahkan ke kaset, selanjutnya dibaca oleh komputer dengan bantuan interface. Selanjutnya data diimport dan diolah dengan menggunakan program spreadsheet (Lotus 123 atau Microsoft Excel) dan disajikan dalam bentuk numerik/angka. Berdasarkan pengumpulan data menggunakan rancangan sistem akuisisi data tersebut, dapat diketahui misalnya temperatur udara yang keluar dari kolektor surya berkisar antara 35 – 39°C, laju alir udara dalam saluran udara berkisar antara 4–17 m³/s, dan efisiensi kolektor surya berkisar antara 6 – 34%. Kata kunci : akuisisi data, kolektor surya plat berlubang, instrumentasi, sensor.
PENDAHULUAN Kolektor surya pelat berlubang telah diaplikasikan pada solar tea wilting system yang digunakan untuk proses pelayuan daun teh di Perkebunan Teh Malabar, Jawa Barat (Tarigan, 1996; Utomo, 2003)(2,3,8). Luas kolektor surya tanpa tersebut 560 m2 dengan diameter lubang 1,5 mm. Kolektor surya pelat berlubang tersebut dipilih mengingat proses pelayuan daun teh tidak memerlukan panas terlalu tinggi, hanya sekitar 510°C di atas temperatur ambien. Kolektor jenis ini juga tidak dilengkapi dengan penutup transparan yang biasanya terbuat dari kaca atau plastik. Untuk aplikasi temperatur rendah, kolektor jenis ini cocok digunakan. Sedangkan untuk aplikasi temperatur tinggi (pengeringan kakao, kopi, dan lain-lain) diperlukan kolektor yang dilengkapi dengan penutup transparan, misalnya single glaze collector atau double glaze collector. Kolektor surya pelat berlubang tanpa penutup transparan memiliki karakteristik yang sedikit berbeda dengan kolektor jenis lain. Beberapa parameter yang mempengaruhi karakteristik kolektor tersebut diantaranya adalah intensitas radiasi surya yang jatuh pada permukaan kolektor, kecepatan aliran udara di bagian suction, temperatur udara di bagian outlet, temperatur permukaan absorber, emisivitas absorber dan temperatur ambien. Untuk mendapatkan informasi mengenai karakteristik kolektor surya pelat berlubang tanpa penutup transparan yang terpasang di Perkebunan Teh Malabar tersebut, maka perlu dilakukan uji performansi. Uji performansi tersebut dilakukan dengan membuat 3 buah model kolektor berlubang dengan bahan absorber yang sama dengan kolektor yang digunakan di Perkebunan Teh Malabar. Ketiga model kolektor berlubang tersebut memiliki ukuran dan bentuk yang sama, namun pada bagian pelat absorbernya memiliki diameter, jumlah dan susunan lubang yang berlainan. Hal tersebut dilakukan selain untuk mencari
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
A-10-1
susunan/konfigurasi optimum lubang pada pelat absorber juga untuk mengetahui pengaruh parameter geometris terhadap performansinya. Untuk mengamati unjuk kerja sistem ketiga model kolektor surya tersebut, maka perlu disusun strategi pengukuran dan penempatan sensor atau biasa disebut sensor commissioning. Beberapa parameter yang berkaitan dengan unjuk kerja suatu kolektor surya adalah radiasi surya, temperatur udara inlet dan outlet pada kolektor, temperatur dan kelembaban udara ambien, serta beberapa parameter pengeringan seperti, laju alir udara pengering, temperatur dan kelembaban udara pengering. Mengingat banyaknya parameter yang harus diukur, maka perlu dilakukan perencanaan pemilihan dan penempatan sensor secara cermat dan tepat agar tujuan pengukuran dapat dipenuhi. Untuk keperluan tersebut, dibuat terlebih dahulu sebuah sensor commissioning checklist, yang memuat perencanaan penempatan sensor dan pengelolaan akuisisi data sehingga akan mempermudah pengendalian sensor dan cepat dalam pengambilan keputusan apabila perlu dilakukan perubahan strategi pengukuran. Tulisan ini membahas mengenai strategi sensor commissioning dan perancangan sistem akuisisi data meliputi, perencanaan pengukuran, pemilihan sensor dan penempatan sensor dalam rangka mengamati unjuk kerja ketiga model kolektor surya pelat berlubang tersebut. MODEL KOLEKTOR BERLUBANG Model kolektor berlubang yang diuji dalam penelitian ini terdiri dari 3 model dengan ukuran dan bentuk yang sama kecuali pada bagian pelat absorbernya. Pelat absorber memiliki ukuran luar yang sama, tetapi diameter, jumlah dan susunan lubangnya berlainan. Permukaan absorber bagian atas berwarna hitam, bergelombang dan sudut kemiringan kolektor 15o terhadap garis horisontal(6). Spesifikasi ketiga model kolektor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Model A : diameter lubang 1.5 mm; jumlah lubang 1128 buah, susunan segaris; ukuran 140 cm x 70 cm. 2. Model B : diameter lubang 1.5 mm; jumlah lubang 2265 buah, susunan “staggered”; ukuran 140cm x 70cm. 3. Model C : diameter lubang 2.5 mm; jumlah lubang 2256 buah, susunan “staggered”; ukuran 140 cm x 70 cm. Udara ambien dihisap oleh fan melalui lubang-lubang pada absorber yang selanjutnya dialirkan ke dalam saluran udara panas. Dengan cara ini udara panas sekitar absorber akan seluruhnya masuk ke dalam saluran, sehingga tidak ada panas yang terbuang keluar kolektor. PROSEDUR PENGUJIAN Uji performansi dilakukan mengikuti prosedur standar pengujian kolektor yang telah ada, yaitu ASHRAE-93-77 yang harus memenuhi beberapa persyaratan berikut(4,5): a. Perhitungan efisiensi rata-rata dilakukan dalam selang waktu 15 menit. b. Intensitas radiasi matahari selama selang waktu pengujian harus dalam keadaan quasi statis/tidak berfluktuasi. c. Besarnya intensitas radiasi matahari > 600 W/m² dan sudut datang sinar matahari terhadap kolektor < 30 °. d. Temperatur udara ambient (Tamb) selama pengujian ≤ 30 °C. INSTRUMENTASI DAN RANCANGAN SISTEM SENSOR Dalam merancang sistem akuisisi data, perencanaan pemilihan dan penempatan instrumen/sensor secara cermat dan tepat dilakukan agar tujuan pengukuran dapat dipenuhi. Untuk keperluan tersebut, biasanya dibuat sebuah sensor commissioning checklist, yang memuat perencanaan pemilihan sensor, penempatan sensor dan pengelolaan akuisisi data sehingga akan mempermudah pengendalian sensor serta akan mempermudah dan mempercepat dalam pengambilan keputusan apabila perlu dilakukan perubahan strategi pengukuran.
Tabel 1 merupakan ringkasan strategi pemilihan dan penempatan sensor yang diaplikasikan untuk akuisisi data pada uji performansi kolektor surya pelat berlubang.
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
A-10-2
Tabel 1. Strategi pemilihan dan penempatan sensor pada uji performansi kolektor surya pelat berlubang. No.
Parameter
Channel
1 2 3
Tamb TiltRad WindVel
1 2 manually
4 5 6 7 8 9 10
TP-1 TP-2 TP-3 TOut-1 TOut-2 TOut-3 FlowAir
3 4 5 6 7 8 manually
Tipe Sensor Deskripsi/Lokasi Sensor Outside/Ambient Conditions “T” thermocouple Outside/Ambient Temperatur (°C) Pyranometer Tilt Radiation on Collector Array (W/m²) Cup Anemometer Wind Velocity (m/s) Solar Collector Conditions “T” thermocouple Plate Temperature on Model A (°C) “T” thermocouple Plate Temperature on Model B (°C) “T” thermocouple Plate Temperature on Model C (°C) “T” thermocouple Outlet Temperature on Model A (°C) “T” thermocouple Outlet Temperature on Model B (°C) “T” thermocouple Outlet Temperature on Model C (°C) Flowmeter Air Flow Rate on Ducting/Outlet Coll (m/s)
Untuk pengukuran temperatur (ambien, pelat absorber, dan bagian outlet kolektor) dipilih termokopel tipe “T” (copper-constantan) yang biasa digunakan untuk mengukur pada daerah dengan linearitas temperatur yang cukup lebar. Termokopel tipe “T” biasanya digunakan untuk pengukuran temperatur rendah dengan range pengukuran antara -120 s/d 350 °C dengan akurasi ± 0.5 oC. Selain tipe “T”, ada beberapa tipe termokopel yang lain misalnya, tipe B, C, D, E, G, J, K, R dan S yang biasa digunakan untuk temperatur menengah dan tinggi[1]. Pemilihan tipe termokopel yang tepat dan sesuai kebutuhan akan sangat menentukan hasil pengukuran. Tiga buah sensor termokopel tipe “T” ditempatkan pada pelat absorber ketiga model kolektor surya, yaitu TP-1, TP-2, dan TP-3.Kemudian 3 sensor lain ditempatkan pada bagian outlet kolektor (ducting), yaitu TOut-1, TOut02, dan TOut-3 serta 1 buah sensor untuk mengukur temperatur ambien Tamb. Untuk mengetahui besarnya intensitas radiasi surya yang jatuh pada permukaan kolektor, maka perlu dilakukan pengukuran radiasi surya pada bidang miring (Tiltrad). Pengukuran tersebut dilakukan dengan menggunakan pyranometer. Pengukuran kecepatan angin di sekitar lokasi pengujian dilakukan dengan menggunakan instrumen Cup Anemometer. Instrumen tersebut dipasang pada ketinggian 12 cm diatas permukaan absorber. Untuk mengukur laju alir udara yang keluar dari kolektor (FlowAir), digunakan instrumen Flowmeter. Kecepatan alir udara divariasi mulai dari 1.5 m/s, 3 m/s, 4 m/s, 5 m/s sampai 6 m/s dengan batuan regulator tegangan yang berfungsi mengatur besar-kecilnya tegangan yang disuplai untuk menggerakkan fan. Untuk mencatat dan merekam data hasil pengukuran sensor/instrumen tersebut, digunakan sebuah datalogger. Semua pengukuran temperatur dan radiasi surya direkam oleh data logger. Sedangkan pengukuran kecepatan angin (WinVel) dan laju alir udara yang keluar dari kolektor (FlowAir), dilakukan secara manual mengingat kemampuan alat yang dipakai sangat terbatas. SISTEM AKUISISI DATA Berdasarkan sensor commissioning checklist diatas, maka sensor-sensor terkait dipasang pada channelnya masing-masing. Dengan demikian akan tersusun sebuah sistem akuisisi data yang siap untuk dioperasikan. Sistem akuisisi data menggunakan sebuah datalogger Campbell 21X, Cassete Recorder RC35 dan piranti antarmuka (interface) SC92. Datalogger tersebut terdiri dari 8 channel diferensial (analog input), 2 channel Continuous Analog Output (CAO), 6 digital control port dan 4 pulse count input. Datalogger ini dijalankan dengan menggunakan batere 1,5V (UM-1) sebanyak 8 buah atau sumber lain dengan tegangan input 12VDC(7). Output sinyal dari sensor termokopel dan pyranometer akan dicatat dan direkam dalam memory datalogger. Data yang tersimpan tersebut dapat dipindahkan ke dalam pita kaset menggunakan Cassete Recorder RC35. Selanjutnya data lama pita kaset dipindahkan ke komputer dengan bantuan piranti antarmuka (interface) SC92. Setelah tersimpan di harddisk komputer, data-data tersebut dibaca, diolah dan dianalisa menggunakan worksheet perangkat lunak komputer, seperti MS Excel atau Lotus 1-2-3. PEMROSESAN DATA DAN ANALISA
Data hasil pengukuran sensor disimpan dalam sebuah file dalam format teks dengan nama ujikol.dat. Data yang dikumpulkan tersebut disimpan dalam interval waktu tertentu (misalnya per menit). File berisi data dalam format teks tersebut dapat diimport menggunakan program spreadsheet Lotus 123 atau MS Excel untuk diolah lebih lanjut. Berikut disajikan contoh data dalam file ujikol.dat (seperti terlihat dalam Tabel 2) yang merupakan hasil rekaman pembacaan masing-masing sensor pada uji performansi kolektor surya pelat berlubang menggunakan sistem akuisisi data yang telah disusun tersebut.. JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
A-10-3
Tabel 2. Contoh hasil pengukuran sensor Time 1025 1026 1027 1028 1029 1030 1031 1032 1033 1034 1035 1036 1037 1038 1039 Rata-rata
Temp Amb. (°C) 28.1 28.2 28.4 28.3 28.2 28.4 28.2 28.3 27.6 27.8 28.4 28.9 29.0 28.9 29.1 28.4
Tilt Rad. (W/m²) 680.9 683.2 684.3 682.9 682.3 683.8 685.2 688.4 691.4 691.5 693.7 696.4 695.6 696.2 695.9 688.8
yang simpan dalam file ujikol.dat 1 (°C) 49.3 49.6 50.3 50.9 50.9 50.5 49.7 50.3 49.5 49.4 50.1 51.6 52.8 52.8 53.7 50.8
Tpelat 2 (°C) 52.7 53.1 53.8 54.2 54.3 53.6 52.4 53.5 52.5 52.7 53.9 55.3 56.5 56.5 57.5 54.2
3 (°C) 47.1 46.5 47.0 46.8 47.3 47.2 46.1 46.6 45.6 46.1 46.9 48.1 48.8 48.5 49.3 47.2
1 (°C) 39.8 39.2 38.8 38.6 39.9 39.4 37.9 37.7 35.9 37.5 38.3 39.4 35.9 35.8 39.7 38.2
Tout 2 (°C) 37.5 37.0 36.6 36.2 37.6 37.4 36.6 35.2 33.8 35.9 36.6 37.9 35.9 35.1 38.3 36.5
3 (°C) 36.7 36.4 36.4 36.0 36.6 37.0 36.3 35.4 34.0 35.5 36.4 37.7 36.3 35.8 38.2 36.3
Data-data disimpan setiap menit, sedangkan scanning data dilakukan tiap detik. Jadi data yang disimpan di dalam memory datalogger merupakan data rata-rata hasil scanning selama 1 menit. Merujuk Tabel 2 diatas, dapat diketahui temperatur ambien, intensitas radiasi surya (Tiltrad), temperatur pelat absorber (TP-1, TP-2, dan TP-3) dan temperatur udara yang keluar dari kolektor, yaitu pada masing-masing saluran udara/ducting (TOut-1, TOut02, dan TOut-3). Berdasarkan data-data tersebut, dapat dilakukan beberapa perhitungan dan analisa data, seperti misalnya temperatur ambien, pelat absorber, out dan intensitas radiasi surya rata-rata selama selang waktu 15 menit. Selanjutnya dapat pula dihitung efisiensi masing-masing model kolektor surya. Efisiensi kolektor sesaat dihitung menggunakan persamaan 1: t
∫ Q dt u
η=
0
(1)
t
∫ I A dt c
c
0
Hasil perhitungan efisiensi sesaat rata-rata masing-masing model kolektor disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Hasil perhitungan efisiensi sesaat rata-rata kolektor A, B dan C v
Laju alir volumetrik (V)
m/s 1.5 3.0 4.0 5.0 6.0
L/s/m² 4 7 12 14 17
Efisiensi sesaat rata-rata (%) Kol-A 5.55 11.63 21.66 25.64 31.56
Kol-B 3.34 9.17 20.14 24.97 32.69
Kol-C 4.88 9.50 19.98 25.14 33.91
Perbedaan harga efisiensi sesaat rata-rata kolektor model A, B dan C cukup kecil pada kecepatan 1.5 m/s, 3 m/s, 4 m/s, 5 m/s dan 6 m/s, yaitu kecepatan udara di saluran keluar kolektor (ducting) yang divariasi dengan mengatur tegangan fan. Bila kecepatan udara tersebut ditambah (> 6m/s), maka efisiensi kolektor akan meningkat dan akan mencapai harga yang konstan untuk kondisi laju aliran udara volumetrik tertentu. Pada kecepatan udara tersebut (1.5 m/s, 3 m/s, 4 m/s, 5 m/s dan 6 m/s) ternyata efisiensi sesaat kolektor B < kolektor A < kolektor C. Kolektor C menunjukkan performansi terbaik dibanding model lainnya. Berdasarkan hasil tersebut, maka kolektor surya pelat berlubang yang telah diaplikasikan di Perkebunan Teh Malabar, dapat ditingkatkan performansinya dengan mengubah konfigurasi lubang seperti kolektor C, yaitu memperbesar diameter lubang menjadi 2.5 mm; memperbanyak jumlah lubang dengan susunan “staggered”; Berdasarkan pengumpulan data menggunakan rancangan sistem akuisisi data tersebut (Tabel 2 dan 3), dapat diketahui misalnya temperatur udara yang keluar dari kolektor surya berkisar antara 35 – 39°C, laju alir udara dalam saluran udara berkisar antara 4–17 m³/s, dan efisiensi kolektor surya berkisar antara 6 – 34%. Efisiensi kolektor dalam hal ini adalah efisiensi sesaat/periodik yang dihitung setiap 15 menit. Efisiensi kolektor tersebut menggambarkan kemampuan kolektor surya dalam mentransfer energi surya (dalam bentuk JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
A-10-4
radiasi) menjadi energi termal yang dibawa udara yang mengalir diatas pelat penyerap (absorber). Semakin tinggi temperatur udara setelah melewati kolektor surya tersebut, semakin banyak pula energi yang ‘ditransfer/dibawa’ oleh udara untuk kemudian digunakan sebagai udara pengering. KESIMPULAN Dalam merancang sebuah sistem akuisisi data, perlu dibuat terlebih dahulu sebuah sensor commissioning checklist, dimana memuat perencanaan penempatan sensor dan pengelolaan akuisisi data. Dengan rancangan tersebut akan mempermudah pengendalian sensor dan cepat dalam pengambilan keputusan apabila perlu dilakukan perubahan strategi pengukuran. Dengan sistem akuisisi data tersebut, terbukti dapat mencatat dan merekam data hasil pembacaan sensor secara real time dan terus menerus. Data rekaman dapat disajikan berupa angka numerik dan disimpan dalam format teks dengan nama file *.DAT. File-file dengan format teks tersebut dapat diimport menggunakan program spreadsheet (Lotus 123 atau Microsoft Excel) untuk keperluan analisa data lebih lanjut. Berdasarkan pengumpulan data menggunakan rancangan sistem akuisisi data tersebut, dapat diketahui misalnya temperatur udara yang keluar dari kolektor surya berkisar antara 35 – 39°C, laju alir udara dalam saluran udara berkisar antara 4–17 m³/s, dan efisiensi kolektor surya berkisar antara 6 – 34%.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pusat Penelitian Fisika – LIPI yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian, kepada Drs. I.Iman Tarigan, APU (alm) atas ide dan saran konstruktif selama berlangsungnya penelitian ini, serta kepada seluruh karyawan PPF – LIPI yang terlibat dalam penelitian ini. Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada Administratur Perkebunan Teh Malabar atas bantuan yang diberikan selama penelitian. DAFTAR NOTASI η : efisiensi sesaat rata-rata kolektor, % Qu : laju energi yang diserap udara, watt Ic : intensitas radiasi matahari yang jatuh di permukaan kolektor, W/m² Ac : luas permukaan pelat absorber kolektor, m² t : selang waktu pengukuran, detik DAFTAR PUSTAKA [1]. Adi Susanto, 1989, Data Akuisisi untuk Proses Perpindahan Panas, PAU – Ilmu Teknik, UGM. [2]. I.I. Tarigan et al (1996) Monitoring and Performance Evaluation of Malabar Tea Wilting Unit, Proceedings of Workshop on monitoring, evaluation and adoption strategy, ASEAN Canada Project, Phillipines. [3]. Yusuf Suryo Utomo, I. Iman Tarigan and Suwarto Martosudirjo, 2003, Solar Energy for Drying of Agricultural Commodity in Indonesia : Solar Cocoa Drying and Solar Tea Wilting, Prosiding Seminar Nasional SFA ’03, Jur. Fisika FMIPA-ITS, Surabaya, hal 246-251. ISBN : 979-97932-0-3. [4]. Yusuf Suryo Utomo, Mamat, Sugiyatno, I.I. Tarigan, 1994, Pengujian Kolektor Tipe Matriks, Teknologi Indonesia, Jilid XVII No.2. [5]. Ginting, Sibuk, 1990, KajiEksperimental Berbagai Kolektor Udara Surya dengan Bantuan Data Akuisisi, Tesis S2, Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Bandung. [6]. Reddy, T.A., Bouix, Ph. (Editor), 1986, Solar Thermal Component and System Testing: Proceeding of The Fourth Asian School on SolarEnergy Harnessing, RERIC, AIT Bangkok. [7]. _____________, 1992, 21X MICROLOGGER OPERATOR’S MANUAL, Revision: 7/2/93 Campbell Scientific, Inc., USA. [8]. PTP Nusantara VIII Perkebunan Teh Malabar, Komunikasi Pribadi.
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
A-10-5