Analisis performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk silinder Ketut Astawa, I Ketut Gede Wirawan, I Made Budiana Putra Jurusan Teknik Mesin, Universitas Udayana, Bali-Indonesia
[email protected]
Abstrak Penggunaan energi di Indonesia meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai potensi energi surya yang cukup besar. Untuk memanfaatkan potensi energi surya tersebut digunakan alat kolektor surya. Pada proses pemanasan air digunakan alat kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk silinder dengan media penyimpan panas minyak goreng. Pengujian untuk mengetahui efisiensi sesaat dari kolektor surya terkonsentrasi dilaksanakan dari pukul 10.00 sampai 18.00 WITA, dengan memvariasikan temperatur air masuk 35 ˚C, 40 ˚C, 45 ˚C dan laju aliran volume tetap 0,0021 l/s . Data hasil pengujian kemudian diolah dan dianalisa untuk mendapatkan efisiensi sesaat dan efesiensi ratarata harian. Dari hasil pengujian kolektor surya terkonsentrasi didapatkan bahwa efisiensi sesaat tertinggi 80.54 % pada temperatur air masuk 45 ˚C, Kata kunci: Terkonsentrasi, Minyak goreng, Efisiensi.
1. Latar belakang Radiasi matahari dapat digunakan untuk menghasilkan energi termal untuk air, bisa juga digunakan sebagai sumber pemanas pada siklus pemanas mesin sebagai tenaga gerak. Kegunaan yang lain dari energi matahari adalah menghasilkan listrik dari melalui penggunaan sel photovoltaic. Terdapat banyak jenis alat konversi energi surya yang telah dikembangkan, baik yang bersifat termal maupun listrik. Kolektor termal surya merupakan suatu peralatan yang digunakan untuk menyerap energi surya, yang kemudian mengubah energi surya menjadi energi termal, dan mentrasfer energi tersebut ke fluida kerja untuk kemudian digunakan secara langsung atau disimpan terlebih dahulu pada suatu unit penyimpanan panas. Dalam penelitian ini penulis mencoba membuat alat kolektor surya terkonsentrasi dengan media penyimpan panas minyak goreng yang dimasukkan ke dalam receiver dengan memvariasikan temperatur air masuk. Receiver yang digunakan adalah berbentuk silinder karena daerah permukaan silinder memungkinkan menangkap sinar matahari langsung maupun dari pantulan konsentrator itu sendiri. Penggunaan minyak goreng sendiri bertujuan agar pada saat intensitas matahari berkurang, minyak goreng diharapkan dapat memanaskan air yang mengalir didalam absorber. Temperatur air masuk divariasikan bertujuan untuk mendapatkan efisiensi mana yang terbaik dari temperatur air masuk yang divariasikan tersebut. 2. Landasan Teori 2.1. Energi Matahari Alat pemanas air tenaga surya terkonsentrasi adalah suatu alat yang dipergunakan untuk memanaskan air dengan memanfaatkan energi panas dari sinar matahari dengan cara mengkonsentrasikannya, sehingga didapatkan panas dengan temperatur tinggi. Prinsip kerja dari alat pemanas air tenaga surya terkonsentrasi adalah sinar matahari yang menimpa permukaan cermin (konsentrator) nantinya akan dipantulkan (dikonsentrasikan) menuju pipa berbentuk silinder (receiver) sehingga panas tersebut akan diserap oleh minyak goreng. Panas yang telah diserap oleh minyak goreng akan diteruskan menuju pipa tembaga yang didalamnya telah dialiri air. Panas yang diterima oleh pipa kemudian diteruskan menuju air yang mengalir didalam pipa, sehingga temperatur air menjadi meningkat. 2.2. Jenis-Jenis Perpindahan Panas Perpindahan panas atau heat transfer adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan energi sebagai akibat adanya perbedaan temperatur diantara benda atau benda dengan fluida, dimana energi yang berpindah tersebut dinamakan kalor atau panas. Panas akan berpindah dari medium yang bersuhu lebih tinggi ke medium yang suhu lebih rendah sampai terjadi kesetimbangan suhu antara kedua medium tersebut. Kepustakaan perpindahan panas pada umumnya mengenal tiga cara perpindahan panas yang berbeda: radiasi (radiation), konduksi (conduction ; juga dikenal dengan istilah hantaran), dan konveksi (convection; juga dikenal dengan istilah ilian). 2.2.1 Radiasi Jika suatu benda ditempatkan di dalam sebuah ruangan, dan suhu dinding – dinding ruangan lebih rendah dari pada suhu benda maka suhu benda tersebut akan turun sekalipun ruangan tersebut ruang hampa. Proses dengan perpindahan panas dari suatu benda terjadi berdasarkan suhunya tanpa bantuan dari suatu zat antara (medium) disebut radiasi termal. Defenisi lain dari radiasi termal ialah radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu benda karena suhunya.
Prosiding Konferensi Nasional Engineering Hotel IV, Universitas Udayana, Bali, 27-28 Juni 2013
137
2.2.1.1 Sifat – Sifat Radiasi Bila energi radiasi menimpa permukaan suatu bahan, maka sebagian radiasi itu dipantulkan (refleksi), sebagian diserap (absorpsi), dan sebagian lagi diteruskan (transmisi).
Gambar 2.1. Bagan Menunjukan Pengaruh Radiasi Datang (Sumber : Duffie) Jika ρ disebut refleksifitas, disebut absorptivitas (α), disebut transmitivitas (τ), maka (α) hubungan ketiganya adalah : ρ + α + τ = 1 Karena benda padat tidak meneruskan radiasi termal, maka transmisivitas dianggap nol. Sehingga : ρ + ρ = 1. Ada dua fenomena refleksi yang dapat diamati bila radiasi menimpa suatu permukaan. Jika sudut jatuhnya sama dengan sudut refleksi, maka dapat dikatakan refleksi itu spekular (specular). Di lain pihak, apabila berkas yang jatuh itu tersebar merata ke segala arah sesudah refleksi maka refleksi itu disebut baur (diffuse).
(a)
(b)
Gambar 2.2. Refleksi cahaya (a) Spekular, (b) Baur (Sumber : Duffie,1980) Releksi spekular memberikan bayangan cermin dari sumber itu kepada pengamat. Tetapi tidak ada permukaan yang sebenarnya yang hanya spekular atau baur. Sebuah cermin biasa tentu bersifat spekular untuk cahaya tampak tetapi belum tentu bersifat spekular untuk keseluruhan rentang panjang gelombang radisi termal. Biasanya, permukaan kasar lebih menunjukkan sifat baur dari pada permukaan yang mengkilap. 2.2.1.2 Daya Emisi dan Emisivitas Benda Daya emisi (emissive power) E suatu benda ialah energi yang dipancarkan benda itu persatuan luas per satuan waktu. Dalam suatu ruangan tertutup terbuat dari benda hitam sempurna yaitu yang menyerap seluruh radisi yang menimpanya,ruang itu juga akan memancarkan radiasi. Benda hitam (black body) memancarkan energi dengan laju yang sebanding dengan pangkat empat suhu absolut benda itu dan berbanding lurus dengan luas permukaan : (Sumber : Holman, J. P) 4 qpancaran = σ A T (2.1) Pertukaran radiasi dalam ruang kurung antara dua permukaan dengan luas A dan emisivitas benda є berbanding lurus dengan perbedaan suhu absolut pangkat empat : 4 4 qpertukaran netto = σ A є (T1 – T2 ) (2.2) 2.2.1.3 Radiasi surya Radiasi surya (solar radiation) merupakan suatu bentuk radiasi thermal yang mempunyai distribusi panjang gelombang khusus. Intensitasnya sangat bergantung dari kondisi atmosfer, saat dalam tahun, dan sudut timpa (angle of incidence) sinar matahari dipermukaan bumi. Pada batas luar atmosfer, iradiasi surya total ialah 1395 2 W/m bilamana bumi berada pada jarak rata-ratanya dari matahari. Angka ini disebut konstanta surya (solar constant). Tidak seluruh energi yang disebutkan dalam konstanta surya mencapai permukaan bumi, karena terdapat absorpsi yang kuat dari karbondioksida dan uap air di atmosfer. Radiasi surya yang menimpa permukaan bumi juga bergantung dari kadar debu dan zat pencemar lainnya dalam atmosfer. Energi surya yang maksimum akan mencapai permukaan bumi bilamana berkas sinar itu langsung menimpa permukaan bumi, karena terdapat bidang pandang yang lebih luas terhadap fluks surya yang datang dan berkas sinar surya menempuh jarak yang lebih pendek di atmosfer, sehingga mengalami absorpsi lebih sedikit daripada jika sudut timpanya miring terhadap normal.
Prosiding KNEP IV 2013
•
ISSN 2338 - 414X
138
2.2.2 Konduksi Konduksi adalah proses dengan panas mengalir dari daerah yang bersuhu lebih tinggi kedaerah yang bersuhu lebih rendah didakam suatu medium (padat, cair atau gas) atau antara medium – medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung. Energi berpindah secara konduksi (conduction ) atau hantaran dan bahwa laju perpindahan kalor itu berbanding dengan gradien suhu normal: qkonduksi = - k A φT/φx
(2.3)
dimana : q k A dT/dx
= Laju perpindahan panas ( Watt ) 0 = Konduktifitas Termal yang searah dengan perpindahan kalor ( W / m. C) 2 = Luas Penampang yang terletak pada aliran panas (m ) 0 = Gradien temperatur dalam arah aliran panas ( C/m )
2.2.3 Konveksi Pengaruh konduksi secara menyeluruh pada fluida disebut dengan perpindahan kalor secara konveksi. Rumus empiris perpindahan kalor konveksi digunakan hukum Newton tentang pendinginan: qkonveksi = h A (Tw - T∞) dimana: h A Tw T∞ q
(2.4) 0
= Koefisien perpindahan kalor konveksi ( W / m C) 2 = Luas permukaan (m ) 0 = Temperatur dinding ( C ) 0 = Temperatur fluida ( C) = Laju perpindahan panas konveksi ( Watt )
2.3 Penyimpan Panas Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar. Biasanya digunakan untuk menggoreng makanan. Minyak goreng dari tanaman seperti kelapa, biji-bijian, kacang-kacangan, jagung, kedelai dan kanola. Adapun spesifikasi dari minyak goreng adalah seperti pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Spesifikasi Minyak Goreng NO SIFAT MINYAK GORENG SATUAN 1
Flash point
2
Densitas
0,910 – 0,925 g/cm
3
Viskositas
30 – 31,6 mm /s
4
Titik didih
0
315 - 371 C 3
2
0
175 - 200 C
Sumber : (www.che.itb.ac.id) 2.4 Perpindahan Panas yang Terjadi pada Kolektor Surya Terkonsentrasi dengan Receiver Berbentuk Silinder Perpindahan panas yang terjadi pada kolektor surya terkonsentrasi dengan receiver berbentuk silinder adalah perpindahan panas dari sinar matahari yang menimpa konsentrator terjadi secara radiasi dan konveksi. Perpindahan panas yang terjadi pada konsentrator bagian atas menuju bagian bawah terjadi secara konduksi, sedangkan dari konsentrator bagian bawah menuju udara lingkungan terjadi secara konveksi dan radiasi. Pada receiver bagian luar menuju bagian dalam terjadi perpindahan panas secara konduksi, sedangkan dari receiver bagian dalam menuju minyak goreng terjadi secara konveksi. Pada minyak goreng terjadi perpindahan panas konduksi dan dari minyak goreng menuju pipa absorber bagian luar terjadi perpindahan panas secara konveksi. Dari pipa absorber bagian luar menuju bagian dalam terjadi perpindahan panas secara konduksi. Kemudian panas dari pipa absorber bagian dalam tersebut akan diteruskan ke air yang mengalir di dalam pipa absorber. Proses perpindahan panas tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1 dibawah. 2.5 Efesiensi Kolektor Efesiensi kolektor merupakan perbandingan panas yang diserap oleh fluida dan intensitas matahari yang mengenai kolektor. Performansi dari kolektor dapat dinyatakan dengan efesiensinya. Ada dua cara atau prosedur yang dipakai untuk mengidentifikasi efesiensi kolektor yaitu : 1. Instantaneous procedure : pengukuran laju aliran massa, perbedaan temperatur fluida masuk dan keluar. Efesiensi sesaatnya dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Duffie, 1980) sebagai berikut :
Prosiding Konferensi Nasional Engineering Hotel IV, Universitas Udayana, Bali, 27-28 Juni 2013
139
m .c p (Tout Tin ) Qu I T . Ac I T . Ac
dimana : η Qu A L I m cp Tout Tin 2.
(2.5)
= efesiensi kolektor = panas berguna (W) 2 = luas permukaan kolektor (m ) = π Do L = panjang kolektor palung (m) = radiasi surya yang jatuh pada bidang kolektor (W/m ) = laju aliran massa (kg/s) = kapasitas panas jenis fluida (J/kg. ) 0 = temperatur fluida yang meninggalkan kolektor ( C ) 0 = temperatur fluida yang masuk kolektor ( C )
Calorimetric procedure : pengukuran efesiensi pada sistem tertutup dimana perubahan temperatur merupakan fungsi waktu dan berhubungan dengan sudut datang sinar matahari. Perhitungan efesiensinya adalah dengan rumus (Duffie, 1980) sebagai berikut :
QU m.c P' dT / dt I T . Ac I T . Ac
dimana : m cp T t
(2.6)
2
= massa media di dalam kalorimeter per satuan luas permukaan kolektor (kg/m ) = panas spesifik media di dalam kalorimeter (J/kg. ) 0 = temperatur rata-rata media di dalam kalorimeter ( C ) = waktu (s)
Gambar 3.1 Perpindahan panas pada kolektor surya terkonsentrasi dengan receiver berbentuk silinder.
3. Metode Penelitian 3.1 Bahan-bahan dan Alat Pengukuran 3.1.1 Bahan-bahan a. Kaki penyangga alat : - Pipa kotak digunakan sebagai kerangka kaki penyangga alat. b. Konsentrator : - Besi beton dengan diameter 10 mm sebagai rangka konsentrator. - Jaring kawat alumunium digunakan sebagai tempat menempel cermin pada rangka konsentrator. - Cermin dengan tebal 5 mm berfungsi sebagai media untuk memantulkan sinar matahari ke receiver. c. Receiver : - Pelat baja tebal 0,6 mm digunakan sebagai receiver yang bertujuan untuk menyerap panas dari sinar matahari langsung maupun panas pantulan sinar matahari dari konsentrator. Receiver yang dipakai adalah berbentuk silinder dengan diameter 101,6 mm dan panjang 1000 mm. - Pipa tembaga dengan diameter 9 mm dan tebal 0,5 mm digunakan sebagai absorber yang berfungsi sebagai tempat mengalirnya air yang akan dipanaskan. - Minyak goreng digunakan sebagai media penyimpan panas yang akan memanaskan air yang mengalir didalam absorber dengan volume minyak goreng 8 liter.
Prosiding KNEP IV 2013
•
ISSN 2338 - 414X
140
3.1.2 a. b. c. d. e. f. g.
Alat Pengukuran Solar Power meter : untuk mengukur intensitas total radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi. Termokopel : untuk mengukur temperatur pelat penyerap, temperatur fluida yang keluar masuk kolektor, dan temperatur absorber. Multimeter : untuk membaca besarnya temperatur yang ditunjukkan termokopel. Anemometer : untuk mengukur kecepatan angin yang melalui kolektor. Stopwatch dan jam : untuk alat pencatat waktu selama pengujian. Heater : berfungsi memanaskan air yang akan masuk ke kolektor. Termostat : untuk mengatur temperatur air masuk ke kolektor surya.
3.2 Titik Pengukuran
Berikut titik pengukuran dan penempatan alat-alat ukur diperlihatkan pada Gambar 3.2
Keterangan : Tin = temperatur air masuk TRb Tout = temperatur air keluar Tra TK = temperatur konsentrator TMg1 TMg2 = temperatur minyak goreng titik 2
= temperatur receiver bagian bawa = temperatur receiver bagian atas = temperatur minyak goreng titik 1
Gambar 3.2 Titik-titik pengukuran dan penempatan alat-alat ukur.
4. Hasil Dan Pembahasan 4.1 Data dan Pengolahan Hasil Pengujian Tabel 4.1 Hasil Pengujian Dengan Variasi Temperatur Air Masuk.
v
T i = 35 ˚C
= 0,0021 (l/s)
No
V = 2,42 (m/s)
Waktu
Tout
Ta
T.Rec Ats
T.Rec Bwh
T.Mnyk 1
T.Mnyk 2
T.Reflk
Tin
IT
(wita)
(˚C)
(˚C)
(˚C)
(˚C)
(˚C)
(˚C)
(˚C)
(˚C)
(mV)
Cuaca
1
10.00
39
30
53
78
53
49
40
35
10.1
cerah
2
10.10
39
29
47
45
47
50
37
35
3.4
berawan
3
10.20
39
30
47
96
54
50
44
36
11.7
cerah
4
10.30
40
29
53
76
51
51
42
36
12.5
Cerah
5
10.40
41
30
60
95
57
54
44
35
12.4
Cerah
6
10.50
42
30
60
87
58
56
43
36
13.4
Cerah
7
11.00
42
30
64
97
60
59
48
36
11.9
Cerah
Prosiding Konferensi Nasional Engineering Hotel IV, Universitas Udayana, Bali, 27-28 Juni 2013
141
8
11.10
43
29
60
67
61
51
44
36
4.4
Berawan
9
11.20
43
30
64
93
62
58
46
36
13.7
Cerah
10
11.30
43
29
62
89
60
58
46
35
11.9
Cerah
11
11.40
43
32
62
80
60
60
43
35
13.2
Cerah
12
11.50
43
31
63
90
60
60
45
35
13.1
Cerah
13
12.00
45
30
63
92
61
62
47
35
13.0
Cerah
14
12.10
45
30
62
89
61
61
42
35
13.1
Cerah
15
12.20
46
30
64
89
63
63
46
36
11.8
Cerah
16
12.30
47
32
61
78
63
64
43
36
11.9
Cerah
17
12.40
46
30
62
78
61
62
43
35
11.8
Cerah
18
12.50
46
31
64
91
62
62
43
35
11.8
Cerah
19
13.00
45
30
58
77
60
61
41
35
11.8
Cerah
20
13.10
45
30
59
77
59
61
43
35
11.7
Cerah
21
13.20
46
30
59
80
58
60
41
35
12.5
Cerah
22
13.30
45
30
59
79
58
59
44
35
12.3
Cerah
23
13.40
45
31
59
78
58
60
44
35
12.1
Cerah
24
13.50
44
29
57
82
58
59
43
35
11.9
Cerah
25
14.00
44
30
56
82
57
58
45
35
11.7
Cerah
26
14.10
44
30
55
74
54
56
41
35
11.5
Cerah
27
14.20
43
30
53
72
55
55
39
35
11.1
Cerah
28
14.30
42
31
51
67
53
53
39
35
10.9
Cerah
29
14.40
42
31
52
66
52
53
40
35
10.4
Cerah
30
14.50
41
29
52
64
50
51
41
34
10.0
Cerah
31
15.00
40
30
50
58
48
49
34
34
9.8
Cerah
32
15.10
40
31
47
52
47
49
34
34
9.2
Cerah
33
15.20
40
30
49
54
49
50
40
36
8.5
Cerah
34
15.30
40
30
48
49
47
48
38
36
8.0
Cerah
35
15.40
40
30
48
48
47
47
36
36
7.7
Cerah
36
15.50
39
30
46
43
47
48
38
35
7.0
Cerah
37
16.00
40
29
47
41
47
47
43
35
6.7
Cerah
38
16.10
40
29
47
43
47
47
40
35
5.9
Cerah
39
16.20
39
30
47
41
46
47
41
35
5.3
Cerah
40
16.30
39
31
46
38
46
46
40
35
5.0
Cerah
41
16.40
38
31
44
38
43
45
41
35
4.5
Cerah
42
16.50
38
30
42
36
43
43
39
36
4.2
Cerah
43
17.00
38
31
39
34
41
41
36
36
3.6
Cerah
44
17.10
37
30
38
35
39
39
37
35
2.9
Cerah
45
17.20
36
30
37
34
39
39
37
35
2.4
Cerah
46
17.30
36
31
37
34
38
38
33
35
1.8
Cerah
47
17.40
34
29
34
32
36
36
32
34
1.2
Cerah
48
17.50
35
30
32
31
35
35
28
34
0.8
Cerah
49
18.00
36
30
31
31
34
34
28
36
0.5
Cerah
Prosiding KNEP IV 2013
•
ISSN 2338 - 414X
142
Dari data-data yang ada di Tabel 4.1 dan setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan persamaanpersamaan yang ada di landasan teori maka dibuat grafik untuk masing-masing variasi temperatur fluida masuk dan selanjutnya dilakukan analisa dari grafik yang diperoleh.
Temperatur air masuk 35˚C 100
1200
90
Efisiensi (%)
70
Intensitas (W/m2)
1000
80
800
60 50
600
40 400
30 20
200
10
18.00
17.40
17.20
17.00
16.40
16.20
16.00
15.40
15.20
15.00
14.40
14.20
14.00
13.40
13.20
13.00
12.40
12.20
12.00
11.40
11.20
11.00
10.40
10.20
0
10.00
0
Waktu (WITA) efisiensi
intensitas
Gambar 4.1 Grafik efisiensi sesaat dan intensitas dengan temperatur air masuk 35 °C. Temperatur air masuk 40˚C 100
1200
90
Efisiensi (%)
70
800
60 50
600
40 400
30 20
Intensitas (W/m²)
1000
80
200
10
18.00
17.40
17.20
17.00
16.40
16.20
16.00
15.40
15.20
15.00
14.40
14.20
14.00
13.40
13.20
13.00
12.40
12.20
12.00
11.40
11.20
11.00
10.40
10.20
0
10.00
0
Waktu (WITA) efisiensi
intensitas
Gambar 4.2 Grafik efisiensi sesaat dan intensitas dengan temperatur air masuk 40 °C.
1200
50
1000
18.00
17.40
17.20
17.00
16.40
16.20
16.00
15.40
15.20
15.00
14.40
14.20
14.00
13.40
13.20
13.00
12.40
12.20
12.00
11.40
11.20
11.00
10.40
10.20
-50
10.00
Efisiensi (%)
0 800 600 -100 400
Intensitas (W/m²)
Temperatur air masuk 45˚C 100
-150 -200
200
-250
0 Waktu (WITA) efisiensi
intensitas
Gambar 4.3 Grafik efisiensi sesaat dan intensitas dengan temperatur air masuk 45 °C.
Prosiding Konferensi Nasional Engineering Hotel IV, Universitas Udayana, Bali, 27-28 Juni 2013
143
4.2 Pembahasan Dari ketiga grafik diatas dapat lihat bahwa secara umum efisiensi sesaat yang tertinggi didapat dengan temperatur air masuk 45 °C pada pukul 13.30 WITA. Kenaikan efisiensi sesaat ini dipengaruhi meningkatnya temperatur air keluar dari kolektor surya dan penurunan intensitas radiasi matahari yang diterima kolektor surya. Ini dikarenakan panas dari minyak goreng diserap oleh air masuk yang mengalir didalam absorber. Sedangkan efisiensi sesaat yang terendah didapatkan pada temperatur air masuk 45°C pada pukul 18.00 WITA. Penurunan efisiensi sesaat ini dipengaruhi karena temperatur air masuk ke kolektor surya lebih besar dari pada temperatur air keluar dari kolektor surya dan intensitas radiasi matahari. Ini dikarenakan oleh temperatur air masuk kolektor lebih besar dari pada temperatur minyak goreng, sehingga panas dari air masuk kolektor diserap oleh minyak goreng.
5. Kesimpulan Dari hasil pengujian, perhitungan dan analisis data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Efisiensi sesaat yang tertinggi didapat 80,54 % pada temperatur air masuk 45°C, sedangkan efisiensi yang terendah didapatkan -187,93 % pada temperatur air masuk 45°C. Efisiensi sesaat dipengaruhi oleh temperatur air masuk, temperatur air keluar serta intensitas radiasi matahari. Pada intensitas radiasi matahari menurun efisiensi sesaat tidak menurun, ini disebabkan masih adanya perpindahan panas yang terjadi dari minyak goreng ke air masuk kolektor
6. Daftar Pustaka [1] Duffie and all, Solar Engineering of Thermal Processes, John Wiley & Sons, Inc, United State of America , 1980,. [2] Green, M. A. Solar Cells. Operating Principles, Technology, and System Applications, Prentice-Hall, Englewood Cliffs,1982. [3] Holman, J. P. alih bahasa oleh Ir. E. Jasjfi M. Sc, Perpindahan Kalor, Erlangga, Jakarta,1997. [4] Jansen, T. J. alih bahasa oleh Prof. Wiranto Arismunandar, Teknologi Rekayasa Surya, PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1995. [5] Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. http://www.che.itb.ac.id
Prosiding KNEP IV 2013
•
ISSN 2338 - 414X
144