Tinjaaan Pustaka
Inkontinensia Urin pada Perempuan
Budi Iman Santoso Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedoheran Universitas Indonesia/ RS Dx Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Abstrak: Inkontinensia Urirc (IU) merupakan gangguan yang dapat terjadi pada perempuan semua usia dengan derajat dan perjalanan penyakit yang bervariasi. Walaupun jarang mengancam iiwa, IU dapat memberikan dampak serius pada kesehatan fisik, psikologi, dan sosial. IUiuga menurunkan kaalitas hidup karena pasien mengalami isolasi sosial, mungkin depresi dan malu sehingga mempengaruhi qktivitqs sehari-hari, mengalami stigmatisasi, gangguan hubungan seksaal, dan gangguan tidur Prevqlensi IU pada perempuan berkisar antara 3-55% bergantung pada batasan dan kelompok usie dalam studi populasi. Prevalensi IU meningkat dengan pertambahan usiq. Prevs[ensi ILI pada perempuan di atas usia 80 tahun mencapai 1696. Secarq sederhana menjadi IU stres atau It) urgensi, sedangkan secara praktis dibedqkan 4 kategori yaitu IU urgensi, IU stres, overflow incontinence (OI), dan IU totat. Banyak faktor risiko yang memicu IU antara lqin kehamilan, persalinan, obesitas, proses penuaan, dan histerektomi. Langkah awal dalam tata laksanq I(l adalah identifikasi dampak IU pada pasien dan menjajagi harapan pasien dalam penatalaksanaan. Langkah beriLatnya adalah identifikasi jercis IU dan gejala terkait. Tata laksana IU dapat konservatifatau bedah. Tata laksana bedah dianjurkan bila tata laksana konservatif IU tidak berhasil. Mengingat Iu sangat erat kaitannya dengan morbiditas fisik, fungsional, dan psikologi maka identifikasi dini etiologi IU meniadi sangat penting sebagai dasar tata laksona pasien atau perujukan pasien ke pusat kesehatan spesialistik. Dengan demikiarc biaya pengobatan dapat drtekan dan kualitas hidup pasien dapat lebih ditingkatkan. Ksta kunci: inkorctinensia urin, pelatihsn otat da.sar panggul, antimuskarinik
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: ?, Juli 2008
Inkantinensia Urin pada Perempuan
Urinary Incontinence in Female Patients Budi Iman Santoso Department of Obstetrics and Gynecology Faculty of Medicine University Dr Cipto Mangunkasumo Hospitdl, Jolcarta
of
Indonesia/
Abstru.t: Urinaryincontinence (JI) is acommon condition thatruayaffectwomenof allages, with a wide rarzge of severity and nature- Although rarely lifelhreatening, UI may end up with serious physical, psychobgical and social problem. UI may also develop impact on the quality of the patientb life. The patientmay experience social isolation and psychiatric disorder sueh as depression and steep disorder, and bear social stigma-The prevalence ofUI rangesfrom 3 to 55o/o depending on the definition used and the age ofpopulation studied. The prevalence ofUI increases with advancing age. The prevalence in women above 80 years of age mq' reach 4604. UI is defined by the International Continence Sociely as any involuntary leakage of urine. Many elinicians have simp$t categorized UI in women as stres UI and urge UI. Practically UI is classified into 4 categoies, i.e. urge UI, stress UI, wertlow izconlinence (OI), and totnl UL Riskfactors includes pregnancy, childhirth, obesig, ,*erropttuse, eging, ltysterectamy and ehronie diseases. Initial assessment in UI rnanagemmt is identifying the impact of UI on pdients and exploring the patientb expectalionfor treatment- This shoild befollowed by determination of the type ofUI and associated symptoms. Management af UI consists of consemative and surgical treafunent. The consetative beabnent includes education on intervetzing W styk, pehic floor muscle tuaining and pharmacological treatment. Surgical treahnent is recommended when patienk are not responded to consewative treatment. Considering the strong associations between UI and physiccl, functional and psychological morbidily, early identification oJ UI etiologt has become a very important step for_detetmination wether to refer the patimt to the higfter level eare unit. By doing so, one can reducE the health eost and increase the patientb quatity af tife. Keywotds: urinaty incontinence, pelvicfloar muscle training, antimascarinic
Pendahuluan
tinensia urin adalah keluhan berkemih tanpa disadari
Inkontinensia urin dapat mengenai perempuan pada semua usia dengan derajat dan perjalanan penyakit yang bervariasi. Walaupun jarung mengaRcam jiwa IU dapat memberikan dampak s€dus pada kesehatan fisik, psikologi, dan sosial pasien. Selain itu IU juga dapat berdampak bagi keluarga dan karier pasien.l Prevalensinya pada wadla berkisar antara 3-55ya bergantung pada batasan dan kelompok usia. Prevalensi ru meningkat seiring dengan pertambahax usia.z Prevalensi pada percmpuan usia di atas
(involunter) akibat gangguan fungsi saluran kemih bagian bawah yang dipicu oleh sejumlah penyakit sehingga
80 tahun menc apal 46Yo.3
menyebabkan pasien berkemih pada situasi yang berbeda.tSelain IU, dikenatjuga istilahoveractive bladder syndrome (OAB) yang menrpakan desakan untuk segera berkemih
3
(urgensi) dengan/tanpa IU dan biasanya disertai sering berkemih (frekuensi) dan nokturia sehingga IU urgensi
*OAB disebut juga sebagai basah '. OAI} yang terjadi tanpa
IU disebut sebagai OAB kering. Kombinasi gejala tersebut menyokong gambaran urodinamik aktivitas detrusor yang
IU berhubungan dengan penurunan kualitas hidup pasien seperti isolasi sosial, kesendirian, dan kesedihan; gangguan psikiatri seperti depresi; rasa malu yang mem-
berlebih atau sebagai dampak disfungsi uretrovesika.l
pengaruhi aktivitas sehari-hari; stigmatisasi; ganagguan pada hubungan seksual; dan gangguan tidur.3 Mengingat
Banyak klinisi mengelompokkan ru pada pcrempuan secara sederhana menjadi IU stres dan IU urgensi, tetapi lebih praktis membagi IU menjadi 4 kategori di bawah ini.a IUurgensi yaitu IUyangberhubungan dengan aktivitas detrusor, disebut juga instabilitas detrusor. Bila penyebabnya neurologik maka disebut sebagai hiperefleksia
IU
sangat erat kaitannya dengan morbiditas fi silq fungsional,
dan psikologi maka upaya identifikasi dini penyebabnya menjadi sangat penting sebagai dasar tata laksana atau rujukan ke pusat kesehatan spesialistik.4s
Klasifikasi
1.
Definisi Menurut Intern ati on al
C ont in en
ce
So ci
Maj Kedokt Indon, Yolum: 58, Nomor: 7, Juli
ety, inkon-
2008
2.
detrusor.a Kasus IU urgensi tersebut paling sering dijumpai pada perempuan usia la4jut.5 IUstlesialah keluarnyaurinsecaratidakdisadari selama
259
Inkantinensia Urin pada Perempuan proses batuk, bersin, tertawa, atau aktivitas fisik lainnya yang meningkatkan tekanan intraabdominal. Keadaan ini dapal terjadi sekunder akibat hipermobilitas uretra,
kelemahan otot sfingter intrinsik uretra maupun keduanya.o IU stres paling sering dijumpai pada perempuan dewasaterutarna perempuan lanjut usia.5
3.
4.
Overflow Incontinence (OI) merupakan hilangnya kendali miksi involunter yang berhubungan dengan distensi kandung kemih yang berlebihan. Hal ini dapat terjadi secara sekunder dari kemsakan otot detrusor yang memicu kelemahan detrusor. Selain itu obstruksi uretra juga dapat memicu distensi kandung kemih dan overflow incontinence.a
IU tatal merupakan bilangnya kendali miksi secara menetapa dengan pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap akibat gangguan kontraktilitas detrusor atau obstmksi kandung kemih. Kebocoran urinbiasanya
sedikit dan volume residual pascakemih Qtostvai[1 biasanya meningkat.5
Inkontinesia urin stres dapat dibedakan dalam 4 jenis yaitu: 1. Tipe 0: pasien mengeluh kebocoran urin tetapi tidak dapatdibuktikan melalui pemeriksaan. Z. Tipe l: IU terjadi pada pemeriksaan dengan memuver stres dan adanya sedikit penurunan uretra pada leher vesika urinaria. Tip 2: IU terjadi pada pemeriksaan deng;an penurunan uretra pada leher vesika urinaria 2 crn atau lebih Tipe 3 : uretra te$uka (lead pipe) danarea leher kandung kemih tanpa kontraksi kandung kemih. Leher uretra dapat menjadi fibrotik (riwayat trauma atau bedah
2. 3.
seiring dengan proses penuaan dan
dengan prevalensi IU tetapi sangat sulit untuk membedakan
apakah IU timbul akibat efek independen dari pertambahan usia itu sendiri atau akibat menopause. Selain faktor yang telah disebu&a& ada faktor lain yang perlu dipertimbangkan dan seringkali terlewatkan. Seorang klinisi perlu mempertimbangkankausa multipel yang dapat memicu IU. Penyebab lain IIJ dikenal dengan akronim DIAPER.S.4
D
adalah kependekan dari delirium
I
kegagalan kendali kandung kemitl adalah infeksi dan inflamasi yang dapat memicu disuria dan aktivitas kandung kemih yangberlebihan.
P
disebut juga defisiensi sfingter
Di bawah ini adalah faktor risiko yang berpranan
E R
memicu IU pada perempuan.3
1.
Faktorkehamilandanpersalinan Efek kehamilan pada IU tampaknya bukan sekedar proses mekanik, IUpada perempuan hamil dapat teqadi dari awalkehamilan hingga masa nifas, jadi tidak berhubungan dengan penekanan kandung kemih oleh besarnya uterus. Prevalensi IU meningkat selama kehamilan dan beberapa minggu setelah persalinan Pemakaianforsepsselamapermlinandapatmemicu
-
-
-
-
IU BilaIUtimhil lebihdaritigabulan pascasahn(postpartum\ lr,tiakaini dapat dipandang s$agai indikator prognostik untuk masalah kontinensia di masa
-
depan.
Tingginya usia, paritas, dan berat badan bayi tampaknya berhubungan dengan IU.
yalg menunjukkan
adalah kependekan dari atrophic vaginitis yang dapat menyebabkan status anatomi yang memicu IU.
adalah kependekan dari farmakologi dan psikologi. Beberapa obat seperti hipnotik, diuretik, antikolinergik dan penyekat alfa(alpha blocker) dapat menyebabkan perubahanyang memicu IU. Depresi juga merupakan kondisi yang perlu dipertimbangkan sebagai pemicu
sebelumnya) dengan gangguar. neurologik atau
FaktorRisiko
menjadi faktor
penyakit kronis yang menyertai. Usia pada perempuan merupakan faktor independen penting yang berhubungan
4.
intrinsik.4
ini
predisposisi IU .Yxker et al,6 melaporkanbahwa faktor risiko IU mencakup pnambahan usia, obesitas, histerektomi, dan
A
ini
Menopause cenderung bertindak sebagai kontributor (turut menambah risiko) daripada faktor kausatif.3
Ada mitos menetap yang menganggap bahwa IU pada perempuan merupakan konsekuensi proses penuaan (arzglna) narmal. Walaupun proses penuaan bukanlah penyebab inkontinensi4 penibahan fungsi saluran kemih bawah terjadi
3.
keduanya. Tipe
Perempuan dengan indefts massa tr$uh lebih tinggi akan cenderung lebih banyak mengalami IU.3
S
inkontinensia. mengandung arti produksiurinyangberlebihan(excessive urin production). . adalah restrilcsi mobilitas lang memicu akses toilet yang terbatas, sedangkan adalah staol impaction atau impaksi tinja yang dapat memicu urgensi atau overflow incontinence.a
Patofisiologi Kemajuan dan keberhasilan tata laksana ru tentu saja tidak akan lepas dari pemahaman akan patofisiologi IU yang makin mendalam. Dalam makalah ini dibahas patofisiologi IU stres mengingat IU stres merupakan jenis IU yang paLing banyak dijumpai pada perempuan. Sejumlah penelitian, diawali oleh penelitian Marshall et al, Nchndson dan McGuire, melaporkan bahwa IU stres ternyata tidak hanya disebabkan oleh kegagalan penyokong uretra tetapi juga karena penutupan leher vesika yang tidak adekuat dan gangguan pada sistem kendali kontinensia urin (neuromuskular). Pemalaman itu memicu kesimpulan bahwa tata laksana yang diberikan pada perempuan dengan IU harus
Maj Kedold Indon, Volum: 5t, Nomor: ?, JuIi
2008
Inkantinensis Urin pada Perempuan disesuaikan dengan jenis IU dan penyebab kerusakan; sebaikrya tata laksana ini tidak disamaratakan untuk semua kasus IU.?Untuk lebih memahami patofisiologiny4 IU akan dibahas dengan pendekatan anatomi dan fi siologi.
mendasarinya. Jika lapisan di bawah uretra tidak stabil dan
tidak memberikan tahanan yang kokoh terhadap tekanan abdominal yang menekan rretra, maka tekanan yang berlawanan akan menyebabkan hilangnya penutupan dan kerja oklusi akan krkurang. Kondisi yang terjadi selanjutnya dapat diibaratkan seperti saat seseorang mencoba meng-hentikan aliran air melalui selang taman dengim menginjak selang yang berada di atas tanah liat.? Analog tersebut juga dapat menjelaskan mengapa pada IU dapat terbentuk sistoureterokelyang besar, dan pada
pasien dengan uretra yang terletakjauh di bawah posisi
normalnya sering kali tidak dapat menjalankan fungsi kontinensia dengan baik. Jika lapisan suburetral dapat mempertahankan stabilitasnya maka mekanisme itu
-*.rer,gA!.ttr
,a&**-.-,"-'." A*'nxWd;,
dipertahaill€n efektif (Gambar 2),?
U*.M.r, Eii{i,flelefis1
LE|#M*11 - -blrdtfia
+hineisr'---**
Gambar
1. Tampak Lateral Mekanisme Kontinensia
yang
Mem-perlihatkan Pendesakan Fasia Endopelvis Menuju Fasia Arkus Tendinosus Pelvis dan Otot Levator Ani.
Irisan lateral organ panggul pada Gambar 1 menunjukkan anatomi yang berkaitan dengan sistem kendali kontinensia. Beberapa komponen penting yang berperanan ialah otot levator ani yang berjalan dari tulang pubis menuju ke sfingter ani
di balik rektum untuk menyokong organ pelvis. Otot itu be{alan di sebelah lateral fasia arkus tendinosus pelvis yang merupakan fasia endopelvis yang menghubungkan tulang pubis dengan spina isiadika. Fasia tersebut cenderung berperanan pasif dalam mekanisme kontinensia tetapi
Gambar
2. A. Tekanan abdominal mendesak uretra terhadap penyokong uretra. B. Pada gambar ini jaringan penyokong tidak stabil sehingga tidak membenttk laplsan kokoh saat uretra ditekan. C. Sistouretrokel terbentuk saat uretra terletak Iebih rendah dari normal letapi memiliki lapisan penyokong kuat yang memungkinkan kompresi
uretra.
hubungan fasia inr dengim otot levator ani menrpakan elemen
penting dalam sistem kendali ini. Hubungan tersebut memungkinkan kontraksi aktif otot pelvis unfirk memicu elevasi leher vesika, dan relaksasinya menyebabkan penurunan leher vesika. Aktivitas konstan normal otot levator ani menyokong leher vesika dalam proses miksi normal.7 Salah satr pertanyaanpenting ialah bagaimana aparahrs ihr dapat menjaga uetra tertutup rapat walaupun tekanan dalam vesika meningkat pada waktubatuk keras tanpa dapat
mendesak urin keluar melalui uretra (bagaimana mempertahankan gradien tekanan positif saat tekanan penutupan uretra lebih besar daripada tekanan kandung keniih).? Pada model konseptual dijelaskan bahwa stabilitas lapisan penyokong cendenrng lebih mempengaruhi terjadinya kontinensia dibandingkan dengan tinggi uretra. Individu dengan lapisan penyokongyang kuat, uretra akan
Gnnggaan Koordinasi
Tidak ada struktur ftrnggal yang menyokong ruefia. Fungsi itu dijalankan melalui kerja yang terkoordinasi antara fasia dan otot di bawah kendali saraf dalam satu unit integrasi. Ototpelvis berkontraksi ketikatekanan abdominal meningkat.
Hal itu menunjukkan perarurn serta potensinya dalam mencegah keluarnya urin. Perubahan frrngsi saraf pelvis berhubungan erat dengan patofi siologi inkontinensia karena akan terjadi kelemahan otot atau kegagalan koordinasi otot. Selain itu, walaupun otot dan fimgsi saraf utuh, adanya defek pada hubungat fasia y ang meny okong uretra dan adany a
kerusakan setiap elemen sistem kontrol kontinensia akan melemahkankenxlmprumperempuan dalammempertahankan keadaan kontinensia saat tekanan abdominal meningkat.?
ditekan antara tekanan abdominal dan fasia pelvis pada arah yang sama. Kondisi tersebut diibaratkan saat seseorang dapat
Masalah SJingter
menghentikan aliran air yang melalui selang taman dengan mengrnjak selang dan menekan ke arah lantai keras yang
dalam kontinensia. Leher vesika (veslca I neck) merupakan satu kesatuan regional dan fungsional yang tidak mengacu
Maj Kerlokt Indon, Volum: 58, Nomor: 7, Juli
2008
Leher vesika dan struktur uretra berperanan penting
261
Inkontinensia Urin pada Perempuan pada satu fokus anatomi tunggal. Lehervesika merupakan area di dasar kandung kemih tempat lumen uretra menembus lapisan otot kandung kemihyang tebal. Hilangnya stimulasi adrenergik atau kerusakanpada area ini menyebabkan leher vesika gagal menutup rapat sehingga memicu inkontinensia stres; dan bila faktor ini merupakan penyebab inkontinensia stres, maka suspensi uretra sederhana seringkali tidak efektif untuk menangani kasus ini.7
Pengarah Gangguan puda Uretra Dalam praktik klinis, seringkali pemnan metra dalam memprtahankan kontinensia ini diabaikan karena suspensi uretra dapat memperbaiki IU tanpa mengubah tekalan penufirpar uretm. Mekanismekontinensia artifisial tidak serta
klinisi menyimpulkan
merta memungkinkan
bahwa
kontinensia normal. Beberapa observasi di bawah ini mendukung konsep bahwa uretra memangberperanan penting dalamkontinensia. 1. Perempuan dengan IU stres memiliki tekananpenutupan uretral yang lebih rendah (3a cmilo) dibandingkan dengan kelompok usianya yang normal (68 cmHro). Eksisi uretra distal dapat memicu inkontinensia stres pada perempuan tanpa riwayat IU.
2.
3.
Sekitar 507o perempuan kontinensia normal, urin mencapai tingkat lehervesika sebagai respons terhadap batuk kemudian dikembalikan masuk dalam kandung kemih oleh lapisan otot uretra.T
Tabel 1, Topografi Stnrl
Approximate Region of
location 0-24
the
Paraurethral structures
urethra ln,'ramttal
Uretlrral lumen traverses the bladder wall
20-60
Midurethra
60-80
Perineal
80- 1 00
Distal
ab. c.
Sphincler urethrae muscle
membrane
urethra
Pubovesical muscle Compressor urethrae muscle Bulbocavernosus muscle
Smooth muscle of the ureljra was not considered total urethral length Reprinted with permission from the American College of Obstericiars and Gynecologists Expressed as percentage of the
Uretra merupakan tabung dengan strukttlr kompleks Sang berjalan di bawah kandung kemih. Pada uretra, terdapat
sejumlah elemen yang berperanan penting dalam disfungsi saluran kemih bawah. Baik otot sfingter urogenital striata
dan otot polos bekerja memicu konstriksi lumen uretra. Stnrktur itu tidak hanya mengalami penurunan fungsi seiring
dengan pertambahan usia tetapi juga memrnjukkan bukti peranan trauma denervasi.
7
Pengar uh G angguan Pers ar {an
Otot detrusor kandung kemih berkontraksi dengan stimulasi parasimpatis melalui percnan asetilkolin, dan 262
relaksasi dengan stimulasi simpatis pada reseptor pStimulasi reseptor adrenergik u oleh norepinefrin akan menyebabkan kontraksi sfingler uretra involunter in'
ternal sedangkan stimulasi parasimpatis akan memicu relaksasi sfingter tersebut. Sflngter uretra eksternal disarafi oleh sistem saraf somatik yang memungkinkan kendali miksi volunter.5
Sejumlah studi melaporkan perubahan fungsi saraf pudendus pada perempuan dengan IU stres. Kekuatan hubungan antata IU stres dan neuropati merupakan faktor
peilting yang harus dipertimbangkan secata serius. Kerusakan saraf akan memicu sejumlah gangguan dalam mekanisme kontinensia. Hilangnya atau lemahnya kontraksi otot levator ani selama pros€s batuk dapat memicu destabilisasi lapisan penyokong dan mencegah tekanan abdominal dari kompresi uretra terhadap fasia endopelvis. Dengan
kata lain, pgnurunan tekanan penutupan uretra akan menghilangkan perbedaan tekanan sehingga memicu IU. Hipotesis tersebut masih perlu dikaji ulang untuk menenfirkan
relevansinya dan seberapa jauh peranannya dalam memicu ru.7 Kerusakan yang menyebabkan mekanisme kontinensia &gal da@tetladi di beberapa tingkat, Fasia endopelvis dapat
robek dari pelekatan lateralnya (defek paravaginal) dan
robekan
ini dapat melibatkan otot levator ani. Kontrol
persarafan otot akan hilang misalnya kontraksi tidak akan te4adi atau tidak dapat diaktifkanpada waktu yang tepat. khervesika gagal menutup dan konstriksi uretra tidak cukup sehingga tidak dapat menahan urinyang akan keluar. Pada
sebagian besar perempuan, kombinasi defek
ini
dapat
dijurpai.? Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis. pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, perlu ditanyakan durasi dan gejala inkontinensia. Sejumlah gejala terkait seperti disuria, he sitanql, dribb ling, pnarunan aliran, nyeri suprapubik atau hematuria harus digali lebih
lanjut. Demikian pula riwayat pemakaian obat atau tata laksanayang pernah diperoleh harus dikaji lebih lanjut.
Voiding diary mertpakan salah satu cara untuk menenfirkan beratnya inkontinensia dan biasanya dinilai dalamperiode 24 jam. Riwayat gangguan neurologi juga harus ditanyakan misalrya riwayat trauma medula spinalis, sklerosis multipel, prolaps diskus lumbalis, bedah, radiasi, atau keganasan pada medula spinalis.
a
Pemeriksaan fisik harus meliputi pemeriksaan aMominal dan ginekologi. Anamnesis akan sangat membantuunfirk menilai hasil pemeriksaan di area yang spesifik. Pemeriksaan sarafjuga menjadi bagian penting pada pemeriksaan IU, ini meliputi cara berjalan (gait) dan keseimbangan dan pemeriksaan refleks untuk menilai sarafyang keluar dari S2-S4.4 Pemeriksan rektal juga dilakukanuntuk menilai status cabang saraf sakral . Adanya ana l wink metwjukkan 52 dan
Maj Keilokt Indon, Volum: 58, Nomor: 7, Juli 2008
Inkontinensia Urin pada Perempuan Tabel 2. Perbedaan Manifestasi Klinis
IU
Stress dan
IU Urgensi Urge Incontinenee
Stress Incontinence Sylnptom (patient history) Sigr (observation on exam)
Condition (proven by urodynamics)
When urge to void occures, she leaks Lenk with activities which increase before she can get to the toilet abdominal pressure (e,g., coughing) Spontaneous leak (without cough or Leak of urine through urethra which leak which persists a.fter cough is finished) exacity coincides with cough or strain Involuntary detrusor contractions associaLeak of urine when abdominal pressure ted wfth urine leak. is elevalr,d, and detrusor is not con-
tracting.
54 yang utuh. Sfingter anal yang lemas memberikan kecurigaan fungsi otot detrusor yang lemah. Fungsi otot pelvisjuga harus dinilai. Terakhir, pemeriks:an status mental pasien perlu dilakukan untuk menyingkirkan demensia sebagai salah satu pemicu ixkontinensia.4 Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik saat pemeriksaan awal, IU pada perempuan sebaiknya ditentukan kategorinya apakah termasuk IU stres, IU urgensi/OAB atau IU kombinasi. Dalam pemeriksaan klinis harus segera diidentifikasi faktor predisposisi yang memicu gejala paling
2.
dapat mencapai 8 kali kontraksiyang dilakrftan 3 kali setiap hari. Jikabermanfaag pelatihan tersSut sebaiknya dilaksanakan beninambung. t Pada perempuan dengan IU stres atau kombinasi, pelatihan otot dasar panggul di bawah panduan sedikitnya selama 3 bulan merupakantata laksanalini pertamayang
dominan.t
Bila pada pemeriksaan fisik, dijumpai kandung kemih yang dapat dipalpasi pada pemeriksaan bimanual atau
aman dan efektif. Pada
pemeriksaan aMominal pascakemih, maka pasien sebaiknSa dirujuk ke pelayanan spesialistik.t Pada pemeriksaan fisik, selainpemeriksaan abdomen, rekhrm, saraf, dan status mental, pemeriksaan vagira juga merupakan pemeriksaan yang
6bulan.t Stimulasi elektrik danJatau biafeedback dapat diper-
tertentu.4 Pada pemeriksaan laboratorium, pemeriksmn tes celup
gejala infeksi saluran kemih seharusrya dilakukan pemeriksaankultur dan sensitivitas antibiotikpada spesimen urin pancar tengah (mi dstre am) wfiikmenjamin tata lal$am antibiotik yang akurat. I Perhatian khusus perlu ditujukan pada pasien yang menderita polidipsia atau kelainan konsentrasi ginjal. Hematuria mikroskopik dan/atau piuria memberikan kecurigaan inflamasi, infeksi, atau neoplasia. Bila dicurigai neoplasia sebaikrrya diperfimbangkan sitologi urin. a
3.
timbangkan pada perempuanyang tidak dapat melalaftan kontraksi aktif otot dasar panggul. Stimulasi itu ditujukan sebagai bantuan motivasi dan tidak boleh diberikan secam rutin dalam pelatihan otot.t Terapimedikametosa Setidaknya ada empat antimuskarinik yaitu oksibutinin, tolterodin, frospium dan proviperinyang cukup efektif
dalam menekan aktivitas detmsor berlebihan yang memicu urgensi dan inkontinensiaurgensi. Obattersebut
menekan kontraksi detrusor volunter dan involunter dengan memblok reseptor muskarinik pada otot polos kandung kemifu cukup efektif untuk pasien lanjut usia pasca transurethral rese ction pto*at.3
Edukasi intervensi gaya hidup berupa mengurangi
Oksibutinin rrc mediate release pada perempuan dengan OAB atau IU kombinasi dapat diberikan sebagai tata laksana medikamentosa lini pertama bila pelatihan kandung kemih ternyatatidak efektif. Jika oksibutinin lepas segera (immediate re le ase) tidak dapat ditoleransi maka sebagai alternatif dapat dipertimbangkan darifenasin, solifenasi& tolterodin, troryium dan forrnulasi transdermal olsibutinin. Efek samping antimuskarinik sebaiknya dikomunikasikan dengan pasien. I Efek samping obat antimuskarinik meliputi mulut kering, pandangan kabuq dan nausea. Dapat terjadi retensi urin yang berpotensi serius, tetapijarang. Insiden efek samping paling banyak drlaporkan dai penggnnaan oksibutinin lepas
asupan kafei& modtfikasi asrpan cairan yang tinggi atau
segera.3
Penatalaksana*n Iangkah aral tata laksana IU adalah identifikasi darnpak IU pada pasien dan eksplorasi keinginan pasien akan tata laksana yang diberikan. Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi jenis IU dan gejalaterkail.
7
Tala Laksan a Kon sew atif
1.
IU urgensi atau kombinasi,
pelatihan kandung kemih ini dilalarkan sedikitnya selama
tidak boleh dilewatkan dan dilakukan dengan indikasi
(dipstick) urin harus dilakukan pada semua perempual dengan IU untuk mendeteksi darah, glukosa, protein, leukosit, dan nitrit dalam urin. Pada perempuan dengan leukositatau nitriturin positifatau negatif, dengankecurigaan
rendah dapat dianjurkan pada perempuan dengan IU atau OAB. Perempuan dengan indeks massa tubuh lebih dari 30 disarankan meqialani progam penurunanberat badan.' Terapi fisik dengan pelatihan otot dasar panggul. Setiap program pelatihan otot dasar pangul sebaiknya
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 7, Juli
2008
263
Inkantinensia Urin pada Perempuan Solifenasin dan dariferiasin adalah antimuskarinik
3.
seleLtif reseptorM3. Bukti penelitian klinis fase II menunjukkan bahwa solifenasin sama efektif dengan tolteridon dengan insiden efek samping lebih kecil.3
Infeksi saluran kemih rekuren atau persisten dengan hematuria pada pasien berusia 40 tahun atau lebih
4.
Massa keganasanyangterdapatpada salurankemih
Sejumlah antidepresi dilaporkan berkhasiat untuk inkontinensia tetapi hanya imipramin yang biasanya
untuk segera dirujuk untuk mendapatkan pelayanan kese-
diberikan. Estrogenjangka pendek
(l4bulan)
secara statistik
lebihbaik daripada plasebo dalam memperbaiki inkontinensi4 tetapi tidak banyak data mengenai tipe estrogen, cara pemberian, dan durasi serta manfaatnya dalantatalaksana IU. Oleh lcarena ltu estrogen tidak direkomendasikan urtuk tata laksanaIU.3 Propiverin harus dipertimbangkan sebagai pilihan dalam laksana frekuensi miksi pada perempuan dengan OAB tata tetapi tidak diart'urkanuntuklU. Flavoksat, FopantetrL dan imipramin tidak direkomendasikan untuk tata laksana IU atau
Perempuan dengan IU berikut ini perlu dipertimbangkan
hatan spesialistik.l Nyeri uretra alaukandungkemihyang menetap
1.
2. Massajinakpanggul secaraklinis 3. Disertaiinkontinersiraalvi 4. Diarigaiadaryaperryakitsaraf 5. Gejalakesrititanberkemih 6. Dicurigaifistulaurogenital 7. Riwayatbedahkontinensia 8. Riwayat bedah keganasan pelvis 9. Riwayat tata laksana radioterapi pelvis
OABpadaperemprnn.r Penutup Tabel 3. Tatalaksana IU yang Efektif pada Petempuan
Nonpharmaco- Stresslncontinesce Urgelncontinence logical Pharmacological
Pelvic floor muscle
Pelvic floor muscle
trainilg
training
Bladder training Prcmpted volding
Bladder training Prompted voiding
Anticholinergic drugs (anlimuscarinic) Tolterodine Oxybutynin
Pharmacological
Surgical
Open retropubic colposuspensron Suburethral sling procedure
Seperti halnya kondisi medis lainnya, keberhasilan tata laksana IU pada perempuan sangat bergantung pada diagnosis, tata laksana yang akurat, identifikasi penyebab sejak dini, identifikasi indikasi rujuk ke pelayanan kesehatan spesialistik. Denagn demikian mortiditas pasien dapat lebih ditekan dan kualitas hidup pasien dapat lebih ditingkatkan.
DaftarPustaka
1.
2.
Tda Laksana Bedah Pada perempuan yang ru-nya tidak dapat ditata laksana seara konservatif akibat aktivitas detrusor yang berlebihan, stimulasi saraf sakralis perlu dipetimbangftan dengan dasar respons terhadap evaluasi sarafpff kutaneus. Pada kasus itu perlu dilakukan tindak lanjutjangka pa4iang. Prosedur retrapubic mid-urethral tape dengan pendekatan bottom-
4.
up dengan mesh ma€roporoas polypropylene luga dianjurkan bila tata laksana konservatif IU stres mengalami
7.
kegagalan.l
Rujukan Perempuan dengan IU berikrt ini harus segera dirujuk.t 1. Hematuria mikroskopik pada usiapasien 50 tahun atau
lebih
2.
264
HematuriayangkAsatmata
8.
National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE). Urinary Incontinence: the managernent of urinary incontinence in woman. Diunduh dari URL: http://www.nice.ors.uk. pada tanggal 10 Fetrrumi 2008. Holroyd-Leduc JM, Straus SE. Maaagement of urinary incontinence in wornen: Scieatific Review. JAMA 2004;291(8):986-5. Scottisg Intercollegiate Guidelines Network. Management of urinary incontinence in primary care: a national clinical guideline. Edisi pertama. Edinburgb: SIGN 2004. Diunduh dari LIRL: http:/ /www.sisr.ac.ulL pada tanggal 10 Februari 2008 Petrou SP, Baract F. Evaluation of urinary incontilence in women. Braz J Urol, 2O0L27:165-0. Siddiqi S, Kausar S. Urinary incontinence in women. Medicine
Today 2005;3(4):164-9. Vinker S, Kaplan B, Nakar S, Samuels Q Shapira G, Kitai E. Urinary incontinence in women: prevalenoe, characteristics and effect on quality cf life. A primary care clinic study IMAJ 2001;3:663-6. Delancey JO. The pathophysiology of stres urinary incontineoce in women and its implications for surgical treatrnent. World J Urol 199?;15:268-74. Holroyd-Leduc JM, Straus SE. Management of urhary incontinence in women: clinical application. JAMA 2004l'291(8):9969.
@rt
Maj Kedokt Indon, Vohmr: 58, Nomor: 7' JuIi
2008