http://www.suarapembaruan.com/politikdanhukum/ini-alasan-partai-islam-terseok-seok/49944
Jumat, 21 Februari 2014 | 10:24 Politik Aliran Pemilu 2014
Ini Alasan Partai Islam Terseok-Seok Yasin Mohammad.
Partai politik Islam selalu terseok setiap kali pemilu. Tingkat elektabilitas partai berideologi Islam tidak pernah melebihi partai nasionalis. Mengacu pada sejarah, basis politik aliran Islam di Indonesia sejak era 1950-an terbelah menjadi Islam reformis/modernis. Kemudian itu menjelma pada Partai Masyumi dan Islam tradisionalis terpusat pada Nahdlatul Ulama (NU). Menurut Direktur Lembaga Survei Independen Nusantara (LSIN), Yasin Mohammad, potret sejarah partai politik Islam terus berkembang dan berinovasi sesuai konteks zamannya. “Setelah terpusat pada PPP, pada masa reformasi muncul parpol Islam yang merupakan bagian dari investasi politik sebuah paham aliran,” katanya dalam rilis yang diterima SP di Jakarta, Jumat (21/2). Lahirnya PAN, kata dia, adalah investasi politik dari organisasi Muhammadiyah. Begitu pula munculnya PKB sebagai investasi di bidang politik organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Sementara PPP sendiri mencoba menyatukan para ulama dengan kembali ke rumah Ka’bah. Pada masa awal reformasi, parpol Islam terutama PKB dan PAN merengkuh suara yang sangat menjanjikan, karena dukungan penuh dari organisasi keagamaan di belakangnya. PAN dengan Muhammadiyah menjadi partai yang mampu mewarnai perpolitikan Indonesia di masa reformasi. Sosok Amien Rais turut serta menyumbang besar kebesaran PAN. Kemudian PKB juga meraih sukses besar atas dukungan basis Nahdlotul Ulama (NU) dengan sosok Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai tokohnya. PPP juga masih kokoh dengan basis dukungan loyalis yang terpusat pada tokoh-tokoh dan kyai-kyai di daerah. 1
“Namun, perlahan dan pasti ketiga parpol Islam yaitu PAN, PKB, dan PPP yang nota bene memiliki basis dukungan yang besar dalam beberapa hajatan pesta demokrasi, cenderung mengalami penurunan dukungannya,” katanya. Dukungan terhadap ketiga parpol Islam tersebut tergerus oleh peran partai nasionalis seperti Partai Golkar, Partai Demokrat, PDI-P, NasDem, Partai Hanura, dan Partai Gerindra disamping juga perpecahan internal di dalam PAN, PKB, dan PPP yang tidak bisa dibendung. Kenapa parpol berbasis Islam layu dan tidak bisa berkembang? Situasi yang terjadi pada PAN, PKB, dan PPP saat ini, kata Yasin, ibarat anak ayam yang kehilangan induknya, terpecah belah dan mengalami kebingungan. “PAN, PKB, dan PPP dalam posisi kehilangan arah akibat perpecahan internal yang diciptakannya sendiri,” katanya. Hasil survei LSIN yang dirilis pada 1 Desember 2013 menunjukkan elektabilitas partai politik Islam berselisih sangat jauh dengan partai politik nasionalis. Elektabilitas PAN sebesar 5,0%, kemudian PKB 4,5%, dan PPP 4,1%. Berbanding jauh dengan parpol berbasis nasionalis. Mari kita lihat prospek partai-partai Islam pada Pemilu 2014 ini. 1.
Partai Amanat Nasional (PAN)
PAN adalah partai Islam yang muncul di masa reformasi dibidani oleh kader-kader Muhammadiyah, dan Muhammadiyah kemudian mewakafkan tokohnya yaitu Amien Rais untuk mengelola dan membesarkan PAN. Di bawah komando Amien Rais dan dukungn Muhammadiyah PAN menjadi partai besar di awal masa reformasi. Namun tahun demi tahun elektabilitas PAN layu, dimulai sejak Amien Rais tidak lagi menduduki jabatan ketua Umum. Perpecahan internal PAN sumber awal dari penyebab PAN saat ini yang berjalan tertatih-tatih dalam panggung politik.
2
“Telah terjadi perbedaan paham kebangsaan di internal PAN dan tidak bisa dikondisikan oleh pengurus hingga sekarang, tidak adanya titik temu antara petinggi Muhammadiyah dengan pengurus PAN,” kata Yasin. Dampaknya, kader-kader PAN berpindah haluan ke parpol lain, baik kader nasionalis yang progresif maupun reformis modernis. Maka untuk memperbaiki elektabilitas PAN, kata Yasin, sebaiknya PAN kembali kepada awal berdirinya parpol dengan mengedepankan upaya menyatukan kembali kader-kader Muhammadiyah dan bersatu, sehingga menjadi alat perjuangan untuk sampai pada perjuangan reformasi sehingga menjadi partai yang progresif, modernis, dan dicintai rakyat sebagaimana era 1998. PAN juga harus memberikan posisi strategis terhadap kader-kader potensial Muhammadiyah untuk bersatu mengelola dan membesarkan PAN. “Terakhir PAN juga harus kembali membuka diri terhadap kader-kader nasionalis yang progresif untuk mendongkrak elektabilitasnya,” katanya. 2.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
Tren meneurunnya elektabiltas PKB juga dimulai dari perpecahan internal, sejak tidak di bawah kendali Gus Dur PKB terombang-ambing kadernya tercerai berai. Gus Dur dengan paham pluralisme mampu mendongkrak suara PKB pada awal berdirinya PKB. Selian itu, Gus Dur bersama PKB juga mendapatkan restu dari NU dan dukungan penuh dari kaum nahdliyin dengan jargonnya partai reformis, pro pada perubahan dan memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Berbeda dengan PKB sekarang yang cenderung eksklusif dengan hanya mengandalkan kader-kader NU dengan menutup diri dari kalangan semacam nasionalis dan Muhammadiyah atau lainnya. Ditambah lagi sistem keorganisasiannya yang keropos serta perseteruan dengan loyalis Gus Dur yang tidak kunjung membaik.
3
PKB juga tidak mampu memelihara dan membina para kyai-kyai NU yang selama ini membesarkan PKB bahkan cenderung tidak peduli karena dinilai loyalis Gus Dur. Dampaknya PKB menjadi parpol yang kehilangan arah dan berada dalam kebingungannya, langkah-langkah instan menjadi pilihan dengan merekrut tokoh nasional, artis, dan pebisnis untuk dijadikan alat dagangan politiknya. Ringkasnya, kata Yasin, elektabilitas PKB tidak mampu berkembang akibat sistem keorganisasin yang buruk dan perseteruan dengan loyalis Gus Dur. Maka, PKB sebaiknya sesegera mungkin meredam perpecahan internalnya dan kembali pada awal perjuangan PKB sebagaimana yang digariskan Gus Dur yaitu sebagai partai reformis, pluralis, yang pro pada perubahan dan kesejahteraan rakyat. “Menyatukan kembali kyai-kyai NU membina dan memperhatikannya sehingga menyatukan kembali Nahdliyin hingga masyarakat bawah dan meneruskan perjuangan dan ajaran-ajaran Gus Dur dan NU. Menjaga trah Gus Dur adalah kunci dari mendongkrak elektabilitas PKB,” kata dia. 3.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Yasin mengatakan, PPP sebagai partai religius mengalami tren elektabilitas yang terus menurun karena buruknya sistem kaderisasi dan keorganisasin yang dibangunnya. PPP dahulu menjadi besar karena bersatunya kaum religius dari lintas organisasi keagamaan. Basis dukungan PPP terpecah sejak masa reformasi dengan lahirnya PKB, dan PAN, PPP kehilangan para tokoh-tokohnya sehingga elektabilitasnya hanya mengandalkan pada loyalis PPP pada masyarakat tingkat bawah. PPP didukung oleh para loyalisnya yang sangat fanatis, selain itu juga beberapa kyai juga memberikan andil besar menjaga suara PPP. “Sayangnya, sistem kaderisasi dan keorganisasin PPP tidak berjalan dnegan baik, sehingga banyak kader-kader PPP menyeberang ke parpol lain,”
4
katanya. PPP juga tidak mampu mengurus dan mengelola dengan baik terhadap tokoh-tokoh tua yang selama ini membesarkan PPP. Pengurus PPP tidak memiliki isu yang membumi, yang mampu menyatukan para kyai-kyai di tingkat bawah dan hanya mengandalkan para kader loyalis yang fanatis. Maka seiring dengan waktu kader-kader loyalis tergerus habis secara perlahan akibat usia udzur. PPP tidak mampu membangun sistem kaderisasi dan keorganisasin yang baik yang mampu menyatukan kembali para kyai-kyai dan loyalis untuk bersama-sama bersatu membesarkan PPP. Bahkan PPP hari ini malah mengikuti praktik politik instan dengan mengandalkan kader-kader comotan. Menyatukan kembali para kayai-kyai tradionalis dan kaum religius adalah langkah mendesak yang sangat dibutuhkan PPP untuk mendongkrak elektabilitasnya. PPP juga harus merombak total terhadap sistem kaderisasi dan keorganisasiannya dengan berupaya keras membangun kembali rumah yang sudah usang dan dianggap tidak menarik oleh publik. PPP sudah sepantasnya menjadi rumah kaum religius yang menyatukan berbagai paham aliran yang ada di Indonesia. Sebagaimana PPP di masa Orde Baru yang menjadi rumahnya para kaum religius muslim lintas organisasi keagamaan. [L-8]
5