Pemilu 2014, Partai Islam Bakal 'Keok' TEMPO.CO – 15 Oktober 2012 Lihat Foto TEMPO.CO , Jakarta - Lingkaran Survei Indonesia memprediksi nasib partai Islam pada Pemilu 2014 bakal melemah. »Partai dan tokoh Islam hanya menjadi komplementer alias pelengkap saja,” ujar peneliti LSI Adjie Alfaraby, Ahad 14 Oktober 2012. Prediksi LSI ini didasarkan pada hasil survei yang digelar selama sepekan, 1-8 Oktober 2012 pada 1.200 responden. Metode yang dipakai, kuantitatif acak bertingkat dan kualitatif. Dalam survei itu, menurut Adjie, perolehan suara partai Islam merosot di bawah 5 persen. »Semuanya antara 2 sampai 3 persen,” kata Adjie. Partai Islam yang dimaksud adalah partai yang berasaskan Islam atau berbasis massa Islam. Antara lain PKS, PPP, PAN, dan PKB. Survei ini, Adjie melanjutkan, juga sudah memperhitungkan partai kader seperti PKS. "Simpatisan PKS banyak yang mendukung Partai Nasionalis Kebangsaan,” ujar dia. Loyalitas simpatisan ini beda dengan kader. Kemudian munculnya Partai Nasional Demokrat dan Gerakan Indonesia Raya, serta naiknya perolehan suara Partai Golkar, juga dinilai LSI andil dalam menggerus perolehan suara partai ini. »Perolehan suara Partai Nasional mencapai 70 persen. Sisanya jatah Partai Islam,” ujar Adjie. Tapi jatah ini ternyata mulai susut, setelah Nasdem dan Gerinda rajin bergerilya mencari massa. Demikian juga dengan Partai Golkar yang semakin kuat, yakni dari 16 persen pada survei sebelumnya, sekarang ini Golkar sudah mencapai 21 persen. Dengan temuan itu, LSI memprediksi hanya 2 atau 3 partai Islam yang nanti lolos ke parlemen. LSI menyimpulkan, jika Pemilu 2014 diselenggarakan hari ini, maka partai Islam akan tersingkir oleh kompetitornya, partai nasionalis kebangsaan. FEBRIANA FIRDAUS
1
http://www.gatra.com/fokus-berita/19258-masa-suram-partai-islam.html
Masa Suram Partai Islam Senin, 15 Oktober 2012 04:07 Peneliti LSI, Adjie Alfarabi (kanan): partai politik Islam dan calon presiden Islam di pemilu 2014 makin suram (Antarafoto/Ujang Zaelani) Jakarta, GATRAnews - Sejarah telah mencatat, berdirinya Republik ini tak luput dari peran partai-partai Islam. Maklum, Indonesia adalah negeri dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Dalam perkembangan selanjutnya, partai-partai Islam terus mendominasi kehidupan politik di negeri ini. Namun setelah 15 tahun era reformasi, dominasi partai politik Islam mulai memudar. Hal itu ditandai dengan semakin sedikitnya tokoh-tokoh Islam yang tampil menjadi memimpin bangsa. Sementara peran tokoh-tokoh nasionalis semakin kuat. Memudarnya partai-partai Islam itu dibuktikan oleh Lingkaran Survei Indonesia Network. Dalam survei yang diselenggarakan pada 1-8 Oktober 2012 lalu, terungkap bahwa partai-partai Islam terancam tidak lagi masuk dalam lima besar dalam pemilu 2014 mendatang. "Suara partai Islam mengalami kecenderungan yang terus menurun dari waktu ke waktu," kata kata peneliti LSI Network Adjie Alfaraby dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (14/10/2012). Survei tersebut mengungkapkan, jika pemilu diselenggarakan hari ini, maka semua partai politik Islam memperoleh dukungan di bawah 5 persen. Sedangkan partai-partai berbasis nasionalis memperoleh dukungan antara 5-21 persen. Peringkat pertama diduduki oleh Golkar sebesar 21 persen, PDI-P 17,2 persen, Partai Demokrat 14 persen, Partai Gerindra 5,2 persen dan Partai Nasdem 5 persen. "Sedangkan partai Islam, yaitu PKS, PPP, PAN, dan PKB semuanya di bawah lima persen. Ini merupakan pertama kalinya partai Islam tidak masuk lima besar," kata Adjie. Menurut Adjie, tren suara partai Islam terus turun dari waktu ke waktu. Pada pemilu 1955 2
perolehan suara Partai Islam sebanyak 43,7 persen, pada tahun 1999 jumlah suara partai Islam merosot menjadi 36,8 persen, lalu sempat menguat pada pemilu 2004 sebesar 38,1 persen. Tetapi pada pemilu 2009, perolehan partai Islam kembali anjlok menjadi 23,1 persen. Prediksi LSI Network, jika pemilu diadakan pada 2012, maka perolehan suara partai Islam turun menjadi 21,1 persen. Kondisi itu seirama dengan turunnya dukungan tokoh partai Islam. Popularitas ketua partai Islam yang juga menjadi menteri dalam kabinet SBY, seperti Hatta Rajasa, Muhaimin Iskandar dan Suryadharma Ali, masih di bawah 60 persen. Sedangkan popularitas tokoh nasional seperti Aburizal Bakrie, Megawati Soekarno Putri dan Prabowo Subianto berkibar di atas 60 persen. Adjie menjelaskan, dukungan capres tokoh partai islam juga rendah, yaitu Hatta Rajasa sebesar 3,2 persen, Suryadharma Ali 2,1 persen, Luthfi Hasan Ishaaq 0,8 persen dan Muhaimin Iskandar sebesar 0,3 persen. "Jika ditotal tidak sampai 10 persen," katanya. Sedangkan dukungan calon presiden dari partai nasionalis rata-rata di atas 15 persen. Peringkat pertama terdapat Megawati sebesar 20,1 persen, diikuti oleh Prabowo Subianto 19,3 persen dan Aburizal Bakrie 18,2 persen. LSI mencatat empat penyebab kemerosotan Partai Islam dan tokoh-tokohnya saat ini. Faktor pertama adalah makin kentalnya fenomena 'Islam Yes partai Islam No'. Fenomena ini pertama kali diperkenalkan oleh Nurcholis Majid pada dekade 1960-1970 sebagai gerakan moral. "Namun saat ini telah menjadi fakta politik. Sebesar 67,8 persen pemilih muslim memilih partai nasionalis," kata Adjie. Menurutnya, Islam di Indonesia bersifat kultural dan kesolehan individu namun tidak terwujud dalam aspirasi politik. Mayoritas Islam di Indonesia tidak ingin partai dengan aroma Islam menjadi mayoritas. Konteksnya, ungkap Adjie, saat ini masyarakat Indonesia telah berubah. Banyak masyarakat secara individu taat beragama, namun tidak merefleksikan sudut pandang kepartaian. Penyebab kedua adalah faktor pendanaan. Partai politik nasionalis seperti Golkar, PDI-P, Demokrat, Gerindra dan Nasdem lebih siap secara pendanaan dibandingkan partai Islam seperti PKS, PPP, PAN dan PKB. Pendanaan yang lebih siap ini memungkinkan partai nasionalis lebih siap dalam mendanai aktifitas dan image building partai. Survei menunjukkan 85,2 persen publik menilai bahwa partai Islam kurang modal 3
dibandingkan partai nasionalis. Ia mencontohkan bagaimana Gerindra dan Nasdem dapat menjelma menjadi lima partai besar versi LSI Network berkat iklan-iklan di media televisi nasional. Faktor ketiga adalah munculnya berbagai tindakan anarkisme yang mengatasnamakan Islam oleh kelompok-kelompok Islam tertentu yang membawa dampak pada munculnya "kecemasan kolektif" masyarakat Indonesia pada umumnya. Selain itu, kecemasan pemberlakuan syariat Islam di beberapa daerah menjadi referensi bagi masyarakat Indonesia pada umumnya bahwa ada agenda syariat Islam jika yang berkuasa adalah partai Islam. "46,1 persen publik percaya merosotnya partai Islam disebabkan anarkisme yang mengatasnamakan Islam di Indonesia," katanya. Penyebab terakhir, partai nasionalis yang saat ini semakin mengakomodasi kepentingan dan agenda kelompok Islam, terlepas dari motif bersifat substantif ataupun simbolik. Beberapa partai nasionalis seperti PDI-P yang membentuk Baitul Muslimin dan Majelis Dzikir SBY digunakan untuk merangkul kelompok Islam. Survei menunjukkan 57,8 persen publik percaya bawah partai nasionalis juga mengakomodir kepentingan masyarakat muslim. Selain itu publik melihat banyak tokoh-tokoh Islam yang diakomodasi oleh partai nasionalis baik ke dalam struktur partai maupun dalam rekrutmen anggota parlemen. Menanggapi hasil survei LSI Network itu, Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP), M Romahurmuziy, mengatakan bahwa nasib partai-partai berbasis Islam tidak akan suram seperti hasil survei. Dia yakin parpol Islam akan tetap mendapat tempat di panggung politik Indonesia. "Survei itu temporer, mengukur saat survei dilakukan. Jadi tidak valid kalau menyimpulkan apa yang akan terjadi pada dua tahun yang akan datang (pemilu 2014)," kata anggota DPR yang akrab disapa Romy itu di Jakarta, Minggu (14/10/2012). Romy mengakui, saat ini pemimpin parpol Islam memang kalah tenar dari para pemimpin partai nasionalis. Sebab, para pemimpin partai nasionalis itu telah lebih dahulu berkiprah di pentas politik nasional. "Jam terbang pemimpin nasionalis jauh lebih tinggi dari figur yang dimiliki parpol Islam," katanya. Juga soal pendanaan, menurut Romy, partai-partai nasionalis memang memiliki sumber yang banyak. Romy juga menyebut partai yang baru muncul, NasDem, juga punya sumber dana yang besar. "Mengapa partai NasDem dalam survei berada di atas parpol Islam? 4
karena banyak duitnya. Sudah banyak duit, mereka punya stasiun televisi yang setiap saat bisa memasang iklan dengan gratis," katanya. Romy pun mengkritisi survei LSI itu. Menurutnya, ada yang luput dari bidikan survei, yakni faktor struktur dan manuver tokoh parpol Islam yang tak disinggung sama sekali dalam survei. "Padahal kedua faktor ini sangat dominan dalam parpol Islam. Faktor itu belum direkam," ujarnya. Dia mengatakan, kedua faktor ini sesungguhnya sangat efektif bagi parpol Islam. Kedua faktor itu biasanya digerakkan menjelang hari pemilihan. "Jadi struktur ini yang belum bekerja dan tidak dikerjakan hari ini. Karena biaya mengggerakkan struktur lebih tinggi," kata dia. Selain itu, Romy menyebut survei LSI ini telah mengulangi kesalahan yang sama dari tahun ke tahun. Pada pemilu sebelumnya, kata dia, LSI juga pernah memprediksi partai Islam akan memperoleh suara yang minim. "Sejak tahun 1999 selalu diprediksi selalu di bawah 2,5 persen, bahkan 1,49 persen. Tapi toh nyatanya tidak, karena struktur dan manuver tokoh tidak terekam," tegasnya.(HP)
5