Technology
Inhalasi Serbuk Kering sebagai Sistem Penghantaran Obat Pulmonar Alasen Sembiring Milala
Nephrology & Hypertension Division, Department of Internal Medicine, FacLaboratorium Farmasetika Fakultas Farmasi Universitas Surabaya
Abstrak
Abstract
Pulmonary drug delivery system memiliki keunggulan yaitu bekerja cepat pada saluran pernapasan. Ada tiga jenis sistem penghantaran obat secara inhalasi yaitu Nebulizer, MDI (metered dose inhaler) dan DPI (dry powder inhaler). Dari ketiganya DPI yang paling disukai dengan keunggulan dalam penggunaannya tidak dibutuhkan koordinasi antara penekanan alat DPI dengan pernapasan, formulasinya lebih stabil yang kemasannya kecil sehingga mudah dibawa, penggunaannya cepat dan ramah lingkungan. Untuk meningkatkan kinerja DPI dilakukan dengan memformulasi serbuk yang lebih baik dan mengembangkan alat DPI yang lebih baik. Tujuan formulasi DPI adalah untuk mencapai distribusi partikel serbuk yang seragam, variasi dosis yang kecil, sifat alir yang bagus dan stabilitas fisika serbuk dalam alat DPI yang memadai. Saat ini sedang dikembangkan alat DPI baru. Alat ini menggunakan energi tersimpan untuk aerosolisasi serbuk yang memudahkan penggunaannya.
Pulmonary drug delivery system has several advantages that working quickly in the respiratory tract. There are three types of pulmonary delivery systems including Nebulizer, MDI (metered dose inhaler) and DPI (dry powder inhaler). DPI is most preferred because of its superiority that is not required coordination of actuation with breathing, the formulations is more stable with small packaging that is easy to carry, fast and environmentally-friendly used. To improve the performance of DPI the better powder formulation and better DPI device development is needed. The aim of DPI formulations is to achieve a uniform distribution of the powder particles, a small dose variation, good flow properties and physical stability of the powder in the appropriate device. Currently the new DPI device is being developed. This device uses the stored energy to aerosolization of powder to improve its ease for use.
Kata Kunci : inhalasi, nebulizer, metered dose inhaler, dry powder inhaler, alat DPI, formulasi
PENDAHULUAN Penghantaran obat melalui paru-paru merupakan rute yang potensial untuk menghantarkan obat secara lokal ke paru-paru dan juga secara sistemik. Obat-obat yang dihantarkan mencakup rentang terapi yang sangat luas meliputi antibiotik, antibodi, peptida, protein, dan oligonukleida.1 Inhalasi adalah proses pengobatan dengan cara menghirup obat agar dapat langsung masuk menuju paru-paru sebagai organ
Vol. 26 No.2 August 2013
Key words: inhalation, nebulizer, metered dose inhaler, dry powder inhaler, DPI device, formulation
sasaran. Sementara itu, nebulisasi adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengubah larutan atau suspensi obat menjadi uap agar dapat dihirup melalui hidung dengan cara bernapas sebagaimana lazimnya. Pengubahan bentuk ini dilakukan dengan menggunakan alat nebulizer. Awalnya, terapi inhalasi diterapkan di India pada 4000 tahun yang lalu, dimana penderita batuk menghirup daun Atropa belladona. Pada awal abad 19 ditemukan metode nebulisasi cairan,
MEDICINUS
39
TEchnology
suatu pengembangan metode baru dalam farmakoterapi. Pada tahun 1920-an adrenalin diperkenalkan sebagai larutan nebulisasi. Tahun 1925 nebulisasi insulin diteliti untuk penanganan penyakit diabetes, dilanjutkan tahun 1945 penggunaan penisilin untuk infeksi paru-paru.2 Kemudian pada tahun 1950-an diperkenalkan penggunaan steroid untuk pengobatan asma sehingga digunakan secara luas.3 Pulmonary drug delivery system atau sistem penghantaran obat pulmonar (melalui paruparu) memiliki keunggulan yaitu bekerja cepat dan langsung pada saluran pernapasan. Metode ini biasanya digunakan dalam proses perawatan penyakit saluran pernafasan yang akut maupun kronis, misalnya pada penyakit asma. Pada dasarnya permukaan paru-paru dapat dicapai dengan mudah dalam satu kali pernapasan. Dalam penghantaran obat secara inhalasi, deposisi (proses turunnya partikel obat ke paru-paru bagian bawah) partikel obat bergantung pada sifat partikel dan cara pasien bernapas. Aplikasi terkini pulmonary drug delivery system adalah sebagai berikut: 1) Penerapan sistem penghantaran obat ke dalam paru-paru untuk penyakit asma dan PPOK 2) Penghantaran obat pada paru-paru untuk penyakit sistik fibrosis 3) Penghantaran melalui paru-paru obat antidiabetes 4) Migrain 5) Angina pektoris 6) Penghantaran vaksin ke paru-paru 7) Emfisema 8) Penghantaran ke paru-paru untuk pasien transplantasi 9) Penghantaran melalui paru-paru untuk hipertensi 10) Luka paru-paru akut. 11) Penerapan penghantaran obat ke paru-paru sebagai aerosol surfaktan 12) Terapi gen lewat rute paru-paru 13) Penggunaan sistem penghantaran obat ke paru-paru dalam terapi kanker 14) Penghantaran pentamidin lewat paru-paru 15) Penghantaran amfoterisin lewat rute paru-paru 16) Penghantaran gentamisin lewat rute paru-paru 17) Diagnosis lewat paru-paru 18) Aerosol nikotin untuk terapi berhenti merokok 19) Inhalasi obat dalam terapi tuberkolosis 20) Penghantaran paru-paru untuk heparin berat molekul yang rendah 21) Penghantaran paru-paru untuk gangguan tulang 22) Penghantaran paru-paru obat opioid untuk terapi nyeri. Ada tiga jenis sistem penghantaran obat secara
40 MEDICINUS
inhalasi yaitu Nebulizer, MDI (metered dose inhaler) dan DPI (dry powder inhaler). Nebulizer berupa obat yang dilarutkan atau disuspensikan ke dalam pelarut yang polar, umumnya air dan diubah menjadi bentuk gas atau aerosol. Aerosol adalah dispersi suatu obat berupa cairan atau zat padat dalam suatu gas. Nebulizer mengaerosolisasi larutan obat dalam air atau suspensi obat dalam air. Alat yang digunakan dapat berupa jet nebulizer atau ultrasonic nebulizer. Nebulizer bukanlah produk yang portable, tidak dapat dijinjing dan pemberian obatnya membutuhkan waktu yang lama, minimal 15 menit. Nebulisasi terutama ditujukan untuk anak-anak dan lansia penderita asma yang kesulitan menggunakan MDI atau DPI. Biasanya digunakan di rumah sakit dan saat ini penggunaannya semakin berkurang.4 MDI adalah alat terapi inhalasi dengan dosis yang terukur yang disemprotkan dalam bentuk gas ke dalam mulut dan dihirup. Dalam menyemprotkannya didorong menggunakan propelan. MDI mulai diperkenalkan pada tahun 1956. Obat dalam MDI dapat berupa larutan atau suspensi dalam propelan. Dapat ditambahkan eksipien khusus untuk meningkatkan stabilitas fisika atau untuk meningkatkan kelarutan obat. Penggunaan MDI memerlukan teknik tersendiri, dimana diperlukan koordinasi yang tepat antara tangan menekan alat MDI (aktuasi) dan mulut menghirup obat.5 Cara penggunaan yang keliru dapat menyebabkan hasil klinis yang tidak optimal.6 Teknik ini masih sering digunakan secara tidak tepat oleh penderita asma sehingga perlu dilatih. Namun hal ini dapat dikoreksi dengan penggunan spacer. Spacer merupakan sebuah tube berukuran panjang antara 10 sampai 20 cm yang disambungkan ke inhaler MDI. Spacer ini bertindak sebagai wadah pemegang yang menjaga agar obat tidak terbang ke udara. Pada spacer, di bagian ujung yang berdekatan dengan mulut terdapat katup yang menjaga agar obat tidak keluar dari spacer kecuali bila dihisap. Katup tersebut akan terbuka bila pasien menghisap spacer. Melepaskan obat ke wadah tersebut memungkinkan penderita asma untuk menghirupnya lebih perlahan. Spacer juga akan memperbaiki penghantaran partikel halus obat ke paru-paru hingga 22%,
Vol. 26 No.2 August 2013
TEchnology
serta mengurangi jumlah obat yang tertinggal di bagian belakang tenggorokan dan lidah.5 Sementara DPI atau inhalasi serbuk kering yang diperkenalkan pada awal tahun 1970-an adalah alat dengan obat dalam bentuk serbuk dihantarkan secara lokal atau sistemik melalui rute paru-paru. Perkembangan DPI dimotivasi dengan adanya keinginan besar mencari alternatif pengganti MDI yang terkenal tidak ramah lingkungan karena mengandung propelan CFC. Berbeda dengan MDI, DPI dirancang dalam berbagai macam tipe. Semuanya bervariasi bergantung pada tipe formulasi dan bentuk sediaan. DPI mengatasi kesulitan dalam penggunaan MDI yang seringkali sukar menyelaraskan antara aktuasi alat inhalasi dan pernapasan. Namun pada DPI diperlukan energi untuk menggerakkan serbuk mengikuti aliran udara pernapasan dan memecah formula serbuk menjadi partikel kecil. Pada penggunaan DPI diperlukan hirupan yang cukup kuat agar obat masuk ke saluran pernapasan. Kinerja DPI tergantung dari teknik dan kemampuan pasien dalam menghirup udara dan kecepatannnya.4
Multiple unit-dose adalah DPI yang mengandung 4 atau 8 delapan dosis serbuk dalam satu disk. Dosis dijaga secara terpisah dalam blister aluminium sampai sebelum dihirup.7 Salah satu contoh multiple unit-dose DPI adalah Diskhaler. Digunakan untuk menghantarkan zanamivir untuk terapi infeksi yang disebabkan oleh virus, yaitu wadah berbentuk melingkar yang mengandung empat atau delapan obat. Masingmasing blister mempunyai mekanisme sendiri, memungkinkan obat dapat dihisap melalui mulut. Ketika menggunakan Diskhaler, alur pernapasan puncak pasien harus lebih besar dari 30 liter/menit agar obat dapat mencapai paru-paru.
DPI digolongkan berdasarkan disain dosis dan disain alat. Berdasarkan disain dosis dibagi menjadi tiga kategori. Yang pertama single-dose DPI, secara individual berisi kapsul yang mengandung satu dosis pengobatan. Kedua, multiple unit-dose DPI mendispersikan dosis tunggal yang telah diukur dosisnya dalam blister obat yang sudah diatur dari pabriknya. Yang ketiga, multiple-dose DPI, dengan pengukuran dosis dari blister atau strip dari pabrik obat untuk menghantarkan dosis ulangan.
Berdasarkan desain alat maka DPI dapat diklasifikasikan menjadi tiga generasi.9 Yang termasuk dalam generasi pertama adalah single dose DPI yang diaktivasi oleh pernapasan pasien seperti Spinhaler10 yang menghantarkan sodium kromoglikat sebagai pengontrol asma (Gambar 1) dan Rotahaler. Penghantaran obatnya terkait dengan ukuran partikel dan deaglomerasi obat dengan pembawa (carrier) atau campuran obatcarrier yang dihantarkan oleh aliran inspirasi. Kekurangan generasi pertama ini termasuk dosis tunggal, sehingga penggunaannya membutuhkan waktu yang lama.
Single-dose DPI dioperasikan dengan menggerakkan serbuk obat dari suatu kapsul. Contohnya adalah Aerolizer dan Handihaler, keduanya untuk terapi asma. Aerolizer digunakan untuk menghantarkan formoterol dan Handihaler untuk menghantarkan tiotropium bromid Walaupun keduanya berbeda konfigurasi, prinsip kerjanya sama. Dalam penggunaan single-dose DPI, setiap kali digunakan pasien memasukkan kapsul dalam drug holder. Kemudian pasien menghirup obat dari alat ini. Kekurangan single-dose DPI adalah pemakaiannya membutuhkan waktu yang lama.
Vol. 26 No.2 August 2013
Multiple-dose DPI, mengukur dosis obat dari reservoir. Contoh yang paling umum adalah Twisthaler, Flexhaler dan Diskus. Twisthaler mengandung bahan aktif mometason furoat, sedangkan Flexhaler mengandung bahan aktif budesonid, keduanya anti inflamasi, digunakan sebagai preventer pada penderita asma. Diskus menghantarkan salmeterol, flutikason atau kombinasi keduanya. Diskus mengandung 60 dosis dalam pengemas berupa strip.8
Gambar 1. Spinhaler, DPI generasi pertama (sumber: http://www.mikesouth.org.au/Asthma_devices/ MDIs/)
MEDICINUS
41
TEchnology
DPI generasi kedua menggunakan teknologi yang lebih baik, mencakup multi-unit dose (pendispersian dosis individu yang sudah terukur di dalam blister, disk, dimple, tube, dan strip dari pabriknya) dan multi-dose DPI (pengukuran dosis dari reservoir serbuk). Semuanya mempunyai komponen esensial yang terdapat pada alat tersebut seperti drug holder, air inlet, kompartemen deaglomerasi, dan mouthpiece. DPI didesain sedemikian rupa agar dapat menginduksi turbulensi dan tabrakan antar partikel yang mampu untuk menghasilkan pelepasan partikel obat dari permukaan carrier atau deaglomerasi partikel bahan aktif dari partikel pembawa besar yang teraglomerasi. Contoh generasi kedua ini adalah Diskhaler (Gambar 2).
Gambar 2. Diskhaler, DPI generasi kedua dan bagian-bagiannya (sumber kiri: http://www.asthma.ca/adults/treatment/diskhaler.php kanan: http://medguides.medicines.org.uk/ai/ai1008/diskhaler.htm)
DPI generasi ketiga dikenal juga sebagai alat DPI aktif, yang menggunakan gas bertekanan atau impeller yang digerakkan oleh motor untuk mendispersikan obat. Alat ini lebih rumit dalam perancangannya namun user-friendly. Karena adanya sumber energi, presisi dosis dan produksi aerosol pada alat DPI aktif tidak bergantung pada kekuatan pernapasan pasien.9 Contohnya Diskus (Gambar 3) dan Accuhaler. Diskus mengandung 60 dosis dan penggunaan serta pengaturan dosisnya lebih mudah daripada Rotahaler dan Diskhaler.
Gambar 3. Diskus, DPI generasi ketiga dan cara menggunakannya (sumber: http://www.asthmameds.ca/diskus.php)
42
MEDICINUS
Vol. 26 No.2 August 2013
TEchnology
Inhalasi pasif lazim digunakan pada terapi lokal (penghantaran obat ke dalam saluran pernafasan), sedangkan mekanisme dispersi aktif digunakan untuk obat yang ditujukan memberikan efek sistemik yang harus berpenetrasi lebih jauh ke dalam paruparu. Efisiensi dari alat DPI yang diaktivasi oleh nafas bergantung pada kekuatan pernapasan pasien, sedangkan dispersi serbuk pada DPI aktif terbatas pada mekanisme fisik atau elektrik (getaran, gas bertekanan, kekuatan tabrakan, dan impeller yang ada pada alat). DPI aktif sangat berguna terhadap lansia.9 Contohnya Exubera dengan udara terkompresi untuk mengaerosolisasi serbuk yang mengandung insulin.1 PEMBAHASAN DPI dikenal sebagai alat yang user-friendly. Dari ketiga tipe pulmonary drug delivery system, DPI yang paling disukai. DPI telah menjadi pilihan utama di negara-negara Eropa.7 DPI memiliki beberapa keunggulan dibandingkan MDI dan Nebulizer. Keunggulan DPI antara lain penggunaannya layaknya bernapas biasa sehingga tidak dibutuhkan koordinasi antara penekanan alat dengan pernapasan, formulanya lebih stabil11 daripada MDI dan Nebulizer, kemasannya kecil12 sehingga mudah dibawa, penggunaannya cepat dan ramah lingkungan.13 Namun memiliki kekurangan yaitu stabilitasnya dipengaruhi kelembaban, rentang dosisnya terbatas dan efisiensinya bergantung pada aliran pernapasan pasien. Karakteristik DPI yang ideal sangat penting untuk reliabilitas alat, efektivitas klinis, dan penerimaan pasien. Karakter yang diharapkan meliputi 9 poin berikut. 1) Alat yang mudah digunakan, mudah untuk dibawa, memiliki dosis ganda, melindungi obat dari kelembaban dan mempunyai indikator dosis yang tersisa secara audiovisual. 2) Penghantaran dosis yang akurat dan seragam meskipun dengan laju pernapasan yang berbeda. 3) Penghantaran dosis yang konsisten selama masa pakai inhaler. 4) Mempunyai ukuran partikel yang optimal untuk penghantaran obat ke paru-paru. 5) Cocok untuk berbagai macam bahan aktif dan berbagai macam dosis. 6) Adesi yang minimum antara formulasi obat dan alat DPI. 7) Kestabilan produk di dalam alat DPI. 8) Hemat (Cost effectiveness). 9) Memiliki mekanisme feedback untuk menyampaikan informasi kepada pasien mengenai pemberian dosis.9 Sayangnya,
Vol. 26 No.2 August 2013
hingga saat ini belum satu pun DPI memenuhi karakteristik ideal tersebut. Untuk semua sediaan inhalasi dosis yang diterima oleh pasien bergantung pada empat faktor yang saling berkaitan, yaitu profil dari formulasi obat, terutama sifat alir serbuk, ukuran partikel, dan interaksi obat-carrier; kinerja alat inhaler, termasuk pembentukan aerosol dan penghantarannya; teknik inhalasi yang benar untuk deposisi obat di paru-paru; dan laju pernapasan.9 Ada dua pendekatan untuk meningkatkan kinerja DPI yaitu membuat serbuk yang lebih baik dan mengembangkan alat DPI yang lebih baik.9,14,15 Serbuk DPIk yang baik memiliki ukuran partikel serbuk yang seragam, variasi dosis yang kecil, sifat alir yang bagus dan stabilitas fisika serbuk dalam alat DPI yang memadai. Dengan rekayasa partikel diharapkan terjadi penurunan diameter aerodinamik, penurunan densitas partikel, perubahan bentuk yang semakin bulat dan terbentuknya permukaan yang kasar.14 Dispersi dari serbuk aerosol juga dipengaruhi oleh diameter geometris partikel yang pada umumnya berkaitan dengan efisiensi deposisi di paru. Sejumlah teknik alternatif dapat digunakan meliputi spray drying yang terspesialisasi, kristalisasi dengan ultrasound, dan teknologi fluid superkritis. Kini tersedia teknik partikel terbaru yang dapat meningkatkan dispersi serbuk, yaitu dengan membuat partikel yang sangat porous dengan diameter geometris yang besar namun dengan diameter aerodinamik yang kecil.9 Suatu produk DPI yang baik memiliki FPF (fine particle fraction) dan ED yang tinggi, konsistensi dosis dan keseragaman dosis yang tinggi.10 FPF merupakan fraksi partikel halus dan dosis yang dihasilkan dari DPI. Distribusi ukuran partikel sebaiknya yang relatif sempit dan siap untuk diaerosolisasi oleh gaya dispersi aerodinamik yang relatif rendah.14 Serbuk kering untuk inhalasi diformulasi dalam bentuk aglomerat longgar dari partikel obat yang sudah termikronisasi dengan ukuran partikel aerodinamik kurang dari 5 µm, atau dalam bentuk campuran interaktif dengan partikel obat termikronisasi yang menempel pada permukaan pembawa yang ukurannya lebih besar.16 Penghantaran obat untuk saluran pernafasan dengan partikel yang berukuran 2-5
MEDICINUS
43
TEchnology
µm menghasilkan manfaat yang optimal, sedangkan untuk menghasilkan efek sistemik, dibutuhkan partikel yang berukuran kurang dari 2 µm.9 Menghirup sejumlah besar serbuk dapat menyebabkan batuk, sehingga dosis diatur kurang dari 10-20 mg. Untuk memastikan bahan aktif mencapai area paruparu yang lebih dalam ada dua hal yang dapat dilakukan. Pertama dengan menggabungkan antara partikel obat yang kecil dengan suatu pembawa yang lebih besar, sehingga efisiensi inhalasi meningkat.6 Bahan pembawa yang digunakan adalah laktosa,17,18 glukosa dan manitol. Ukuran partikel pembawa dengan diameter antara 50 dan 200 μm memastikan serbuk dapat memiliki sifat alir yang baik. Untuk mencapai bagian paru-paru yang lebih dalam, partikel obat yang kecil harus mampu melepaskan diri dari pembawa. Agar dapat melepaskan diri dari pembawa dengan optimal dibutuhkan keseimbangan gaya adesi dan kohesi yang seimbang dalam formula DPI.19,20 Kemungkinan kedua membentuk agglomerat partikel obat yang lebih besar yang sering disebut dengan soft pellet, yang bertujuan untuk mengatasi masalah sifat alir. Soft pellet ini akan terdispersi ketika dikeluarkan dari inhaler untuk memastikan obat mencapai paru-paru yang lebih dalam.21 Semua DPI dipengaruhi kelembaban yang dapat menyebabkan serbuk menggumpal dan mengurangi deagregasi partikel. Oleh karena itu serbuk harus dijaga tetap kering. Kapsul dan blister melindungi serbuk kering DPI lebih baik daripada wadah yang mengandung DPI multiple dose. Kelembaban memiliki pengaruh yang kuat terhadap konduktivitas muatan listrik pada permukaan partikel.22 Kelembaban pada udara meningkatkan konduktivitas sehingga memaksa terjadinya pelepasan gas. Muatan elektrostatik dan kelembaban berpengaruh pada FPF. Peningkatan kelembaban pada awalnya menyebabkan penurunan gaya adesi, tetapi kemudian meningkat dengan naiknya kelembaban. Pada kelembaban rendah, penurunan gaya adesi kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya gaya elektrostatik.21 Menurut Zhou et al., faktor yang sangat penting dalam kinerja DPI adalah sifat alir dan deaglomerasi serbuk yang baik.19 Morton et al. meneliti faktor terkait pengubahan formulasi serbuk. Gaya
44
MEDICINUS
yang terlibat dalam proses produksi menyebabkan interaksi antar partikel dalam aglomerat dan juga mendorong bermainnya suatu aturan dalam proses deaglomerasi.23 Teknologi superkritikal diterapkan untuk meningkatkan sifat permukaan bahan aktif. Partikel dengan pori-pori yang besar mengurangi gaya interpartikulat karena densitas mereka yang rendah, struktur permukaan yang tidak teratur dan atau energi bebas permukaan yang diperkecil. Dalam pendekatan yang berbeda, partikel porous yang lebih kecil telah digunakan untuk meningkatkan deaglomerasi dan deposisi paru-paru.23 Untuk optimasi ukuran partikel diperlukan teknik analisis permukaan partikel yang juga sangat penting dalam formulasi DPI. Ada beberapa metode analisis yang dapat digunakan, yaitu atomic force microscopy (AFM), micro and nanothermal analysis (MTA), IGC (inverse gas chromatography) dan XPS (Xray photoelectron spectroscopy). AFM diaplikasikan dalam teknik analisis mikroskopik, karakteristik struktur permukaan, morfologi, kekuatan adesi, interaksi antar partikel obat serta interaksi obat dan pembawa.24-26 MTA digunakan untuk memastikan komposisi, morfologi, dan analisis termal. Selain itu untuk membedakan antara substansi obat dan eksipien dalam dispersi padat. Alat ini dapat juga untuk mengevaluasi multikomponen sistem dan informasi yang disajikan dalam tiga dimensi. IGC merupakan salah satu teknik analisis kromatografi. Elusidasi atau penentuan pada rentang fisikokimia yang besar termasuk energi permukaan, parameter kelarutan, profil energetik heterogenitas, koefisien difusi dan fungsi partikel pada permukaan padat materi dapat dilakukan dengan IGC. Sedangkan XPS berupa teknik spektroskopik kuantitas, memastikan komposisi dari aerosol serbuk kering untuk inhalasi, formula empirik, bentuk kimia dan elektronik.27 Optimasi formula obat seringkali bergantung pada jenis alat yang digunakan. Oleh karena itu, kombinasi obat-inhaler pada umumnya dianggap sebagai sesuatu yang unik yang perlu didemonstrasikan kinerja dan efektivitasnya secara invitro dan invivo. Efektivitas klinis DPI juga dipengaruhi oleh faktor obat seperti potensi, farmakokinetik, keamanan dan efektivitas, faktor pasien (seperti keparahan penyakit dan usia), teknik inhalasi, dan kepatuhan. Tiap kali aktualisasi, alat DPI menghasilkan dosis
Vol. 26 No.2 August 2013
TEchnology
tunggal.14 Dalam DPI yang pasif energi untuk memecah pengemas dosis dan energi untuk masuk ke aliran pernapasan hanya dengan mengandalkan aliran udara pernapasan. DPI yang aktif menggunakan tenaga baterai atau energi mekanis yang tersimpan untuk mendukung pecahnya pengemas agar melepaskan satu dosis obat. Hancurnya pengemas obat dan penyerapan secara kolektif disebut fluidisasi serbuk dari DPI. Sekali serbuk difluidisasi, aliran pernapasan membawa keluar dari alat dan masuk ke paru-paru.14 Saat ini sedang dikembangkan DPI baru. DPI aktif mengatasi ketergantungannya terhadap aliran inspirasi dengan menerapkan beberapa teknik seperti mengaktivasi alat dengan gas yang bertekanan, menggunakan vibrator frekuensi tinggi, dan motor bertenaga baterai. Alat ini menggunakan energi tersimpan untuk aerosolisasi serbuk dengan harapan dapat mengeliminasi ketergantungan pemencaran dosis obat dan distribusi ukuran partikel.4 Kondisi yang ideal untuk suatu device inhaler adalah sebagai berikut. Penggunaannya sederhana terutama bagi pasien anak-anak dan lansia. Suatu unit inhalasi sebaiknya memiliki mekanisme kontrol. Baik mekanisme pelepasan bahan aktif maupun deposisinya dalam saluran pernapasan cukup tinggi dan reprodusibel. Ada kebutuhan penghitungan baik untuk dosis maupun pernapasan yang tepat. Untuk alasan kompatibilitas dengan lingkungan, harus bebas propelan dan dapat diisi ulang (refillable). Selain itu harus sesuai pedoman GINA yang merepresentasikan persyaratan perawatan minimal. C. KESIMPULAN Dari tiga jenis pulmonary drug delivery system, DPI paling banyak dikembangkan karena memiliki banyak keunggulan dibandingkan MDI dan Nebulizer. Pengembangan DPI mengarah ke dua fokus yaitu memformulasi serbuk yang lebih baik dan mengembangkan alat DPI yang lebih baik. Perkembangan terbaru DPI adalah DPI aktif yang user friendly yang menggunakan energi tersimpan untuk aerosolisasi serbuk kering.
daftar pustaka 1. Islam, N, Rahman, S, Pulmonary Drug Delivery: Implication for new strategy for pharmacotherapy for neurogenerative disorders, Drug Discov. Ther, 2008, 2, 264-276 2. Newhouse, MT, Encyclopedia of pharmaceutical technology, Dekker, New York, 2000,1279-1285 3. Ashish, K, Hiralal, C, Prajkata, U, Dheeraj, B, Dinesh, K, Pulmonary Drug Delivery System, Int J Pharm Tech Research, 2012, Vol. 4, No. 1, 293-305 4. Agoes, G., Penghantaran obat pulmonari secara inhalasi, dalam Sistem penghantaran obat pelepasan terkendali, 2008, 354-359, Penerbit ITB Bandung 5. Sunitha, R., Prabha, KS., Prasanna, PM, Drug delivery and its developments for pulmonary system, Intern J Pharm Chem and Bio Sci, 2011, 1, 66-82 6. Melani, SJ, Bonavia, M, Cilenti, V, et al, Inhaler mishandling remains common in real life and is associated with reduced disease control, Repository Medicine, 2011, 105, 930-938 7. Rahimpour, Y., Hamishehkar, H., Lactose engineering for better performance in dry powder inhalers, Advanced Pharmaceutical Bulletin, 2012, 2(2), 183-187 8. Takazawa, H., Recent development of drug delivery systems for the treatment of asthma and related disorders, Recent patents on inflammation & allergy drug discovery, 2009, 3, 232-239 9. Islam, N., Gladki, E., Dry powder inhalers (DPIs)-A review of device reliability and innovation, Int J Pharmaceutics, 2008, 360, 1-11
Vol. 26 No.2 August 2013
MEDICINUS
45
TEchnology
10. Virchow, JC, Crompton, GK, Dal Nego R, Importance of inhaler devices in the management of airway disease, Respir Med, 2008,102 (1): 10-19 11. Ashurst, I.I., Malton, A., Prime, D, Sumby, B., Latest advances in the development of dry powder inhalers, Pharm Sci Technolo Today, 2000, 3, 246-256 12. Kumaresan, C., Subramanian, N., Antoniraj, MG., Ruckmani, K., Dry powder inhaler-Formulation aspects, Pharma Times, 2012,Vol 44, No. 10, 14-18 13. Chow, AHL, Tong, HHY, Chattopadhyay, P, Shekunov, BY, Particle engineering for pulmonary drug delivery, Pharmaceutical Research, 2007, Vol. 24, No. 3, 411-437 14. Sunil, J., Venkatesh, G., Brahmaiah, B. Baburao, CH., Recent applications and potentially administer future pharmacotherapy of pulmonary drug delivery system, IJRPC, 2012, 2, 641-646 15. Zhou, QT., Armstrong, B., Larson, I., Stewart, PJ., Morton, DAV., Understanding the influence of powder flowability, fluidization and de-agglomaeration charactheristics on the aerosolization of pharmaceutical model powders, European J Pharm Sci, 2010, 40, 412-421 16. Chougule, MB., Padhi, BK., Jinturkar, KA., Misra, A., Development of dry powder inhalers, Recent patent on drug delivery & Formulation, 2007, 1, 11-21 17. Telko, MJ., Hickey, AJ., Dry powder inhaler formulation, Repiratory Care, 2005, Vol. 50 No. 9, 1209-1227 18. Le, VNP., Thi, THH., Robins, E., Flament MP., Dry powder inhelers: Study of the parameters influencing adhesion and dispersion of fluticasone propionate, AAPS Pharm Sci Tech, 2012, 13, 477-484 19. Begat, P., Morton, DAV., Staniforth, JN., Price, R., The cohesive-adhesive balances in dry powder inhalers formulation I: Direct quantification by atomic force microscopy, Pharm Res, 2004, Vol. 21, No. 9, 1591-1597 20. Zhou, QT, Morton, DA, Drug lactose binding aspects in adhesive mixtures: Controlling performance in dry powder inhaler formulations by altering lactose carrier surfaces, Adv Drug Deliv Rev, 2012, 64, 275-284 21. Begat, P., Price, R., The influenc of force control agents on the cohesive-adhesive balance in dry powders inhaler formulations, KONA, 2005, No. 23, 109-121 22. Karner, S & Urbanetz, NA., The impact of electrostatic charge in pharmaceutical powders with specific focus on inhalation-powders, J Aerosol Sci, 2011, Vol. 42, 428-445 23. Young, PM., Sung, A., Traini, D., Kwok, H., Chan, HK., Influence of humidity on the electrostatic charge and aerosol performance of dry powder inhaler carrier based systems, Pharm Res, 2007, Vol. 24, No. 5, 963-970 24. Morton, DAV., Sou, T., Kaminskas, LM., McIntosh, MP, Orlando, L., The role and interaction effects of amino acids on the particle engineering of a mannitol-based powder formulation, The electronic conference on pharmaceutical sciences ECPS, 2011, 1-6 25. Bunker, MJ, Davies, MC, Chen, X, Robert, CJ, Single particle friction on blister packaging materials used in dry powder inhalers, Eur J Pharm Sci, 2006, 29, 405-413 26. Eve, JK, Patel, N, Luk, SY, Ebbens, SJ, A study of single particle adhesion interactions usinf atomic force microscopy, Int J Pharm, 2002, 238, 17-27 27. Berard, V, Lesniewska, E, Andres, C, Pertuy, D, Laroche, C, Pourcelot, Y, Affinity scale between carrier and a drug in DPI studied by atomic force microscopy, Int J Pharm, 2002, 247, 127-137 28. Wu, X., Li, X., Mansour, H.M., Surface Analytical Techniques in Solid-State Particle Characterization for Predicting Performance in Dry Powder Inhalers, KONA Powder and Particle Journal, 2010, No. 28, 3-18
46
MEDICINUS
Vol. 26 No.2 August 2013