PENGHANTARAN OBAT KE SASARAN MERUPAKAN SUATU PRINSIP MELALUI DISTRIBUSI OBAT PADA ORGANISME YANG DIARAHKAN PADA SUATU CARA DIMANA FRAKSI MAYOR BERINTERAKSI HANYA SEMATA-MATA DENGAN JARINGAN TARGET ATAU SASARAN DI TINGKAT SELULER ATAU SUBSELULER.
SECARA TEORITIS, SISTEM PENGHANTRAN OBAT YANG SELEKTIF ATAU PADA SASARAN DAPAT MEMPERBAIKI HASIL KEMOTERAPI MELALUI SATU ATAU LEBIH PROSES BERIKUT : 1. MELALUI FRAKSI MAKSIMUM DARI MOLEKUL OBAT YANG DIHANTARKAN UNTUK HANYA BEREAKSI DENGAN SEL (MISALNYA KANKER) TANPA MEMBERIKAN EFEK SAMPING PADA SEL NORMAL 2. MELALUI DISTRIBUSI MENDAHULUI, DARI OBAT KE SEL SASARAN
I. a. PENGHANTARAN ORDER PERTAMA b. PENGHANTARAN ORDER KEDUA c. PENGHANTARAN ORDER KETIGA
IV. a. PENGHANTARAN LANGSUNG KE TEMPAT b. PENGHANTARAN MENJAUHI TEMPAT
II. a. PENGHANTARAN ORGAN b. PENGHANTARAN SELULAR c. PENGHANTARAN SUBSELULAR
V. a. PENGHANTARAN BIOKIMIA b. PENGHANTARAN BIOMEKANIK c. PENGHANTARAN BIOFISIK d. PENGHANTARAN BIOADESIF
III. a. PENGHANTARAN PASIF b. PENGHANTARAN AKTIF c. PENGHANTARAN FISIKOKIMIA
VI. a. TERGANTUNG PEMBAWA b. TIDAK TERGANTUNG PEMBAWA
DARI TABEL MENGHADIRKAN BERBAGAI KALSIFIKASI PENGHANTARAN OBAT KE SASARAN TINGKAT PERTAMA MANGACU KEPADA LOKALISASI OBAT PADA DASAR KAPILER DARI TEMPAT TARGET-ORGAN ATAU JARINGAN. BAGIAN YANG SELEKTIF DARI OBAT MENUJU SASARAN (MISALNYA TUMOR) MELAWAN SEL NORMAL DENGAN TARGET UTAMA MEMENUHI SYARAT KEJADIAN ATAU GEJALA UNTUK PENGHANTARAN TINGKAT KEDUA DAN TRANSPORT INTRASELULAR DARI OBAT-OBAT MELALUI CARA PENGGABUNGAN SEL, ENDOSITOSIS, ATAU PINOSITOSIS, MENCAPAI PENGHANTARAN OBAT TINGKAT KETIGA. HAL INI MENYEBABKAN PENGHANTARAN OBAT KE SASARAN TINGKAT KETIGA PALING SULIT UNTUK MENYELESAIKAN DAN JUGA MEMBUTUHKAN SUATU CARA YANG MENANTANG PADA PENGHANTARAN OBAT KE SASARAN TINGKAT PERTAMA DAN KEDUA. PENGHANTARAN TINGKAT PERTAMA DITENTUKAN SECARA UMUM MELALUI BENTUK DAN UKURAN DENGAN SIFAT BAHAN YANG SAMA BAIK DARI PEMBAWA DAN MELALUI RUTE PEMBERIAN-NYA, SEDANGKAN PENGHANTARAN TINGKAT KEDUA DAN KETIGA TERGANTUNG KEPADA INTER-AKSI PALING KHUSUS ANTARA PEMBAWA, OBAT DAN SEL TARGET. KLASIFIKASI KEDUA, DENGAN KATEGORI PENGHANTARAN OBAT KE SASARAN SEBAGAI PROSES ORGAN, SELULAR DAN SUBSELULAR, YANG ANALOG DENGAN PROSES TINGKAT PERTAMA, KEDUA DAN KETIGA. BERDASARKAN KLASIFIKASI KETIGA, PENGHANTARAN OBAT PASIF MENGACU PADA SIFAT DEPOSISI IN VIVO DARI PEMBAWA OBAT DI DALAM TUBUH. INI DAPAT DISELESAIKAN MELALUI PENGAWASAN UKURAN OBAT, PEMBAWA DAN RUTE PEMBERIANNYA.
PENGHANTARAN OBAT AKTIF MEMBUTUHKAN PANDUAN OBAT ATAU PEMBAWA OBAT KE SEL SPESIFIK DALAM SUATU CARA YANG BERBEDA DARI DISPOSISI NORMALNYA PADA ORGANISME. PEMBAWA ATAU TEKNIK YANG DITANDAI UNTUK PENGHANTARAN AKTIF MESTI MEMPUNYAI SIFAT YANG MEMINIMAL PENGHILANGAN OBAT DARI SEL NORMAL TUBUH, TERUTAMA FAGOSIT DARI SISTEM RETIKULOENDOPLASMIK.
SUATU CONTOH YANG BAIK DARI PENGHANTARAN OBAT AKTIF ADALAH KONJUGASI OBAT-OBAT DENGAN ANTIBODI KHUSUS KE ANTIGEN SEL TARGET ATAU MEMBAWANYA MELALUI PEMBAWA OBAT YANG RESPONSIF SECARA MAGNETIK. PADA KLASIFIKASI KE EMPAT, PENDEKATAN YANG MELIBATKAN PENGHANTARAN OBAT PASIF, AKTIF ATAU DASAR FISIKA-KIMIA, DAPAT DIKELOMPOKKAN KE DALAM TEMPAT PENGHANTAR-AN OBAT LANGSUNG KE SASARAN. BAGAIMANAPUN, PADA WAKTU PENGGUNAAN DARI HAL YANG KHUSUS MUNGKIN TIDAK MEMERLUKAN PENGHANTARAN OBAT YANG DIPILIH KE SEL TARGET, AKAN TETAPI HAL INI MUNGKIN MENGURANGI PENGHANTARAN OBAT KE SEL NORMAL YANG PALING MUDAH DISERANG. TEKNIK PENGHANTARAN OBAT YANG MENGHINDARI TEMPAT INI DIPERTIMBANGKAN. APLIKASI LIPOSOM UNTUK MENGURANGI KARDIOTOKSISITAS DARI DOKSORUBISIN MERUPAKAN CONTOH YANG BAIK DARI JENIS PENGHANTARAN INI. BEBERAPA CARA LAIN MENGKLASIFIKASIKAN PENGHANTARAN OBAT KE SASARAN BERDASARKAN TRANSPORT PEMBAWA MELEWATI JARINGAN TARGET PEMBULUH DARAH KECIL. OLEH KARENA ITU, BERDASARKAN KLASIFIKASI KELIMA, PENGHANTARAN BIOKIMIA MENGACU KEPADA TRANSPORT EKSTRAVASKULER MELALUI INTERAKSI SPESIFIK ANTARA LIGAN SEL TARGET DAN PEMBAWA OBAT. PENGHANTARAN KE SASARAN SECARA BIOKIMIA MENGACU KEPADA PENGHANTARAN OBAT EKSTRAVASKULAR MELALUI PEMBUKAAN DAERAH SEMENTARA DARI PERSIMPANGAN ENDOTHE LIAL SEBAGAI HASIL DARI KETIDAKSEIMBANGAN OSMOTIK ATAU EMBOLISASI AKIBAT ANOKSIA. PENGHANTARAN BIOFISIK MENGACU KEPADA TARIKAN MAGNETIK DARI PEMBAWA OBAT YANG RESPONSIF MELALUI ENDOTHELIUM ATAU MENGGUNAKAN PEMBAWA YANG SENSITIF TERHADAP SUHU DENGAN HIPERTEMIA DAERAH YANG COCOK.
PENGHANTARAN BIOADHESIF KOMBINASI DENGAN BIOKIMIA DAN BIOFISIK MEMPENGARUHI SUATU PROSES, MISALNYA DALAM PENGIKATAN SPESIFIK DARI PEMBAWA OBAT PADA ENDOTHELIUM YANG DIAKIBATKAN OLEH KERUSAKAN SEMENTARA PADA BARRIER PEMBULUH DARAH KECIL, YANG PADA AKHIRNYA TERCAPAI PERPINDAHAN EKSTRAVASKULAR DARI PEMBAWA OBAT.
PADA TEMPAT PENGHANTARAN OBAT DALAM JARINGAN TARGET PROSESNYA DAPAT DITETAP-KAN SEBAGAI PEMBAWA DEPENDENT ATAU PEMBAWA NON DEPENDENT. AWALNYA, PEMBAWA OBAT DIBAWA KE SEL TARGET DAN TERJADI PELEPASAN OBAT SECARA INTRASELULAR, AKHIRNYA OBAT LEPAS DARI PEMBAWA, YANG TERJADI SECARA EKSTRAVASKULAR. KARENA ITU AKSI OBAT DI DALAM SEL TARGET TIDAK DIPENGARUHI OLEH PEMBAWA. BENTUK LAIN DARI PENGHANTARAN OBAT KE SASARAN MENGACU PADA SIFAT DEPOSISI IN VIVO DARI PEMBAWA OBAT DI DALAM TUBUH ATAU PENGGOLONGAN PENGHANTARAN OBAT PADA PROSES ORGAN, SELULAR DAN SUBSELULAR. JADI PENDEKATAN YANG MELIBATKAN PENGHANTARAN OBAT PASIF, AKTIF ATAU DASAR FISIKAKIMIA DAPAT DIKELOMPOKKAN KE DALAM PENGHANTARAN OBAT LANGSUNG KE TEMPATNYA.
PENYAKIT KANKER SERING DIJUMPAI SEBAGAI PENYAKIT TERLOKALISASI. PEMBEDAHAN ATAU PENGOBATAN RADIASI TIDAK SELALU MEMUNGKINKAN ATAU MEMBERIKAN ARTI. PENGHANTARAN OBAT LANGSUNG KE SASARAN MERUPAKAN SALAH SATU CARA PENGOBATAN ANTITU-MOR SETEMPAT ATAU LOKAL.
PENGHANTARAN OBAT TERKONTROL SECARA MAGNET MERUPAKAN SATU DARI BERBAGAI KEMUNGKINAN PENGHANTARAN OBAT KE SASARAN. TEKNOLOGI INI DIDASARKAN ATAS PENGIKATAN OBAT ANTIKANKER YANG TELAH TERBUKTI (ESTABLISH) DENGAN FERROFLUIDS, DIMANA OBAT TERKONSENTRASI PADA DAERAH YANG DIOBATI (TEMPAT TUMOR) MELALUI MEDAN MAGNIT. KEMUDIAN, OBAT DIKELUARKAN DARI FERROFLUIDS DAN MEMBERIKAN AKSI YANG DIINGINKAN. APLIKASI MUTAKHIR DARI FERROFLUIDS (CAIRAN MAGNET) YANG MENGALAMI KONJUNGSI DENGAN MEDAN MAGNIT, DAN INI MERUPAKAN KEMAJUAN TERAKHIR DALAM APLIKASI MEDIK, TERUTAMA PADA PENGOBATAN ANTIKANKER.
SISTEM PENGHANTARAN
OBAT YANG DIUJI
RUTE PEMBERIAN
MEDIA CAIR
BLEOMISIN FAKTOR NEKROSIS TUMOR VINBLASTIN SULFAT
INTRATUMORAL INTRATUMORAL INTRATUMORAL
EMULSI W/O/W EMULSI O/W EMULSI S/O
BLEOMISIN MITOMISIN BLEOMISIN
INTRATUMORAL INTRATUMORAL INTRATUMORAL
LIPOSOM
BLEOMISIN ANALOG CISPLATIN DAUNORUBISIN DOKSORUBISIN CARMUSTIN FLUROURASIL MITOMISIN DOKSORUBISIN
INTRATUMORAL INTRAVENA INTRAARTERI INTRAVENA INTRAARTERI INTRAARTERI INTRAARTERI INTRAARTERI
MIKROSFER STARCH
MIKROKAPSUL ETILSE LULOSA MIKROSFER ALBUMIN
CISPLATIN MITOMISIN CISPLATIN DOKSORUBISIN MITOMISIN POLI(la) MIKROSFER AKLARUBISIN POLI(MTKL) NANOPARTIKEL DOKSORUBISIN ANTIBODI VINDESIN
INTRAARTERI INTRAARTERI INTRAARTERI INTRAARTERI INTRAARTERI INTRAARTERI INTRAVENA INTRAVENA
Kemampuan Biologis Bagi Penghantaran Obat Tempat Spesifik Kemajuan dalam biologi sel dan molekuler membantu dalam pengertian lebih jauh tentang fisiologi normal maupun patologis. Telah diyakini bahwa suatu pengetahuan baru akan menghasilkan definisi yang lebih jelas tentang tingkatan penyakit dan manajemennya melalui intervensi biokimia. Pengontrolan ekspresi gen yang lebih baik dalam eukariota dan prokariota mengarah kepada produksi mediator peptidergik homolog dan heterolog sangat spesifik dan kompleks. Jelas bahwa obat yang digunakan saat ini tergantung pada dua proses untuk menjamin efisiensi dan keamanan, yaitu pertama, bahwa setelah pencapaian tempat aksi secara pasif, obat mampu untuk berinteraksi secara spesifik dengan reseptor farmakologisnya dan kedua, bahwa kapasitas tubuh untuk mendetoksifikasi dan mengeliminasi obat yang tidak diinginkan, sehingga efek yang tidak diinginkan tidak akan timbul.
Sebagai contoh adalah masalah zat sitotoksik atau kortikosteroid untuk antiinflamasi. Juga penggunaan mediator peptidergis yang menyerupai parakrin dan endokrin, bila diberikan sebagai obat dengan pembagian dosis tradisional, dapat dikatakan tidak efisien, sering disebabkan disposisi dan penempatannya yang meluas, inaktifasi yang cepat (katabolis dan ektraksi hati), ekstravasasi yang bervariasi dan tidak efisien, dan memiliki toksisitas yang sangat tinggi karena level sirkulasi yang tinggi dibutuhkan untuk mencapai tempat kerjanya. Agar penghantaran obat tempat spesifik terjadi, sistim terapi mesti dirancang sedemikian rupa sehingga sediaan yang memiliki fungsi pencapaian tempat dan penahanan, bahwa masalah waktu pelepasan bisa menjadi penting untuk penggunaan obat yang mendatangkan hasil. Pendekatan kepada penghantaran tempat spesifik termasuk sintesa de novo bangun (menggunakan pendekatan sintesis dan bioengineering) dan/atau penggunaan sistim pembawa.
Pensasaran obat adalah istilah kerjanya, meskipun ini hanya dalam tahun terakhir bahwa kesempatan biologis yang ada untuk penghantaran tempat spesifik telah dielusidasi.
Hal ini telah diikuti dari pengertian kesempatan dan hambatan anatomis dan patofisiologis dan dari pertimbangan sifat alami interaksi obat dengan penyakit termasuk, sebagai contoh, dengan mediator peptidik, respon sel sasaran, hubungan dosis-respon yang unik, dan pengaruh efek waktu pada ini, lokalisasi intravaskuler ke ekstravaskuler yang dibutuhkan, efek samping yang berpotensi dan penggunaan klinis sistem terapi yang dikembangkan. Dua tipe sistim dapat dikatakan sebagai pembawa obat yaitu partikulat dan (bio)(makro) molekul yang mudah larut. Kegunaan partikel koloidal dan non koloidal sebagai penghantaran obat tempat spesifik (POTS) akan dijelaskan berkenaan dengan kemampuan biologis yang terjadi.
Pembawa partikulat berukuran 20 nm – 200 μm telah disarankan karena, (a) dugaan obat ini dapat dilepas secara terkontrol dan perlahan, dan (b) jalur biologis yang unik yang mana dapat dimiliki oleh material. Referensi akan berpusat sekitar gambaran dari penggunaan, penahanan dan waktu. Partikel dapat berupa monolitik atau kapsular dan termasuk suatu bangun sebagai nanopartikel lipid dan protein liposom dan sebagainya Bagaimanapun masih dipertentangkan bahwa pengetahuan saat ini menyatakan bahwa ketidakmampuannya meninggalkan sirkulasi umum pembawa partikulat hanya memiliki kegunaan yang terbatas kepada sasaran biokimia atau selular diantara vaskulatura, untuk memisahkan bahagian anatomi atau kepada sasaran ekstravaskular pada daerah yang sangat spesifik, atau dimana kondisi patologis mengizinkannya. Tabel 1 memberikan sifat-sifat yang kelihatan dibutuhkan untuk pembawa tempat spesifik.
Tabel 1. Karakteristik ideal sistem POTS Faktor-faktor biologis : -Pembawa vaskular kepada tempat aksi -Penempatan pada tempat (secara aktif dan pasif) -Saluran epi-dan/endotelial -Distribusi obat terbatas kepada tempat sasaran -Perlindungan obat dan host satu sama lainnya -Pelepasan terkontrol oleh proses-proses biologis -Pelepasan yang berhubungan dengan kepekaan target
Faktor-faktor yang berhubungan dengan obat : -Modalitas terkontrol dan frekwensi lepas -Tidak ada pelepasan yang prematur selama transit -Kadar yang cukup dari obat yang dibawa Faktor-faktor yang berhubungan dengan pembawa -Kompetibel secara biologis -Dapat didegradasi/ekskresi -Tidak ada modulasi pembawa dari penyakit -Menyenangkan dan murah untuk dibuat dan diformulasi -Sistem stabil secara kimia dan fisika dalam bentuk sediaannya
Pertimbangan Anatomis Dan Fisiologis Dua bentuk kontak partikel ditentukan terutama oleh lokalisasi biologisnya yaitu ukuran dan karakter permukaan. POTS dengan partikel tergantung kepada kombinasi peristiwa/halangan/kemampuan anatomis dan pato-fisiologis, termasuk bahagian yang dapat dicapai secara anatomis, dan proses selular normal dan disfungsi dari kedua tipe aktif dan pasif. Kesempatan biologis ini akan dievaluasi selanjutnya, dengan memberikan contoh beberapa kemungkinan potensi terapeutik yang dapat timbul.
Ciri Bagian Anatomi Beberapa bagian anatomi berada, dimana pengenalan langsung partikulat menyebabkan penahanan yang disebabkan oleh fisika ruang. Kesempatan ini terjadi untuk pengobatan penyakit yang membutuhkan dosis yang tepat dan lepas diperlambat pada tempatnya.
Bahagian tersebut seperti mata, persendian, vagina, anus dan alat pernafasan. Penting sekali, meskipun partikel kecil kurang dari 5 µm dapat diambil oleh jaringan histiosit fagositis, yang dapat menyebabkan penahanan pada tempat pemberian ini. Dengan injeksi intra artikular pada pengobatan kanker dan inflamasi kronis partikel liposome dan monolitik telah dipelajari memiliki agregat koloid sederhana dan atau radio koloid. Kesinambungan zat seperti itu pada tempat ini sangat penting dan Noble dan kawan-kawan telah menunjukkan hal ini berhubungan dengan ukuran partikel, partikel yang lebih besar (7 – 15 µm) diameter akan tetap tertinggal untuk periode yang lebih lama. Tidak jelas bagaimana partikel tertinggal diantara persendian meskipun beberapa golongan telah menyarankan bahwa ini disebabkan oleh pengambilan oleh sel makrofagus tetap yang berada diantara sinofium.
Penggunaan partikel untuk obat lepas terkontrol pada paru-paru telah disarankan. Paten yang baru telah menunjukkan bahwa system penghantran aerosol liposomal lepas diperlambat secara teknis adalah memungkinkan.
Ukuran adalah sangat penting untuk retensi. Iritasi mata yang terjadi dengan hampir semua butir-butiran dapat disingkirkan dengan membuatnya hidrofilik, terikat dengan pengeluarannya setelah pelepasan obat. Penelitian terakhir telah menunjukkan bahwa sistim pembentukan gel in situ dari nanopartikel dapat digunakan untuk memberikan efek terapi yang diperpanjang pada mata dikombinasi dengan mudahnya pemakaian dan toleransi yang baik. Mata yang mengandung sel fagositosis tinggi mampu mengambil material partikulat. Sebagai contoh telah dibuktikan bahwa partikel lateks polisteirin diambil (diduga melalui fagositosis) oleh endothelium kornea kelinci.
Salah satu penelitian yang paling ambisius adalah penelitian Klipstein dan kawan-kawan yang menunjukkan bahwa imunisasi oral biasa dicapai dengan membungkus enterotoksin yang tidak tahan panas dan mikrosfer yang tergantung pH (albumin). Mikrosfer disini berperan sebagai pelindung dari asam dan dari ajuvan, memberikan peningkatan dari respon serum yang kuat dan antitoksin mukosa. Penyakit gastrointestinal yang dapat disarankan untuk pencapaian melalui rute ini termasuk karsinoma kolon dan penyakit Crohn.
Saluran Epitelial
Membran epitelial gastrointestinal terdiri dari sawar yang bersambung secara anatomi dari sel yang mana dapat dilewati oleh material dengan BM kecil melalui difusi sederhana dan berbagai proses pembawa. Sebagai tambahan material BM rendah yang polar mampu untuk berdifusi melalui sambungan sel epitelial yang sempit (rute paraselular), dan makromolekul dapat diadsorbsi dari lumen oleh proses vesikuler selular oleh pinositosis fasa cair atau endositosis (reseptor yang diberi zat antara) yang dikhususkan.
NANOPARTIKEL Nano partikel adalah partikel padat koloidal dengan rentang ukuran dari 10 nm sampai 1000nm (1 μm). Terdiri dari bahan makromolekul pada mana bahan aktif (obat atau bahan aktif secara biologi) terlarut, dijerat, atau di enkapsulasi, dan/atau dimana BA di absorbsi (attached) Dalam pengertian ini termasuk pula apa yang dikenal sebagai “nano pellet”, “nano kapsul” dengan membentuk dinding cangkang seperti “mikrosfer”, jika ukurannya kurang dari 1 μm. Termasuk pula kisi polimer seperti “obat yang dijerat dalam skala molekuler”
Definisi nanopartikel sering sangat sukar disepakati, apakah partikel ini berupa matrik kontinu atau dinding seperti cangkang, atau diadsorbsi pada partikel
Nanopartikel. (a) tipe monolitik (b) tipe kapsul
METODE PREPARASI
A. Polimerisasi emulsi B. Polimerisasi pada/dalam fasa kontinu air C. Polimerisasi emulsi pada/dalam fasa kontinu organic D. Polimerisasi antarmuka E. Deposisi pelarut F. Evaporasi pelarut G. Preparasi nano partikel poliakrilat dengan desolvasi dari larutan organic polimer H. Produksi nanopartikel albumin dalam emulsi minyak I. Produksi nanopartikel gelatin dalam emulsi minyak J. Nano partikel dihasilkan melalui desolvasi makro molekul K. Nano partikel karbohidrat
A. Polimerisasi Emulsi. Cara polimerisasi emulsi ini merupakan cara paling banyak digunakan untuk menghasilkan nano partikel Terminologi “polimerisasi emulsi” ini tidak selalu tepat/benar, karena kadang-kadang proses berlangsung tanpa zat pengemulsi
Terminologi ini digunakan karena monomer di emulsifikasikan dalam suatu non solven dengan bantuan pengemulsifikasi. Sesudah polimerisasi akan diperoleh suspensi polimer halus Awalnya diduga bahwa partikel polimer ini dihasilkan melalui polimerisasi dari tetesan emulsi monomer. Belakangan diketahui bahwa partikel polimer yang dihasilkan lebih halus dari tetesan emulsi awal
Karena alasan tersebut, teori polimerisasi emulsi direvisi dari polimerisasi lokasi menjadi pengemulsi misel Misel ada bersama molekul pengemulsi tunggal, yang berada dalam larutan dan dengan molekul pengemulsi yang diadsorbsi pada antar muka emulsi/tetesan, hal ini menstabilkan tetesan emulsi. Selanjutnya molekul monomer akan berdifusi dari tetesan emulsi kedalam misel pengemulsi dan selanjutnya mensolubilisasi molekul monomer dalam misel, dimana kemudian terjadi polimerisasi membentuk latek polimer
Fitch dkk mengamati bahwa konsentrasi pengemulsi tidak mempengaruhi kecepatan polimerisasi, dan pembentukan partikel (diamati melalui alat pemencar Tyndall) adalah independen dari kecepatan polimerisasi Pembentukan partikel dalam pelarut spesifik, dalam kasus ini air, selalu terjadi pada konsentrasi spesifik, yang merupakan hal karakteristik untuk polimer. Sebagai tambahan, jumlah misel pengemulsi yang ada tidak mempengaruhi jumlah partikel terbentuk. Bahkan pada konsentrasi monomer rendah, polimerisasi emulsi dapat berlangsung tanpa keberadaan molekul pengemulsi
Fitch berkesimpulan bahwa : lokasi dari inisiasi polimerisasi berada dalam fasa pelarut. Inisiasi berlangsung dalam fasa ini apabila molekul monomer terlarut di tumbuk (hit) oleh molekul pemula (stater) atau karena radiasi energi tinggi. Polimerisasi dan pertumbuhan rantai tetap dijaga oleh molekul monomer selanjutnya, yang berdifusi pada polimer yang sedang tumbuh. Difusi molekul monomer pada partikel polimer yang sedang tumbuh lebih cepat dari pada proses polimerisasi, hal ini menyediakan monomer yang cukup pada lokasi sekitar (vicinity) dari lokasi polimer. Tetesan monomer dan misel pengemulsi terutama berperilaku sebagai reservoir untuk monomer, selanjutnya dan pada tahap selanjutnya sebagai reservoir untuk molekul pengemulsi yang menstabilkan partikel polimer sesudah pemisahan fasa dan mencegah terjadinya koagulasi
Jadi beberapa system dapat berpolimerisasi tanpa keberadaan zat pengemulsi
Catatan :
1. Pada awalnya, selama polimerisasi emulsi, pertumbuhan molekul polimer masih berada dalam keadaan terlarut pada fasa kontinu sekitar
2. Sesudah mencapai (sampai) bobot molekul tertentu molekul terbentuk menjadi tidak larut, sehingga pemisahan fasa dan pembentukan partikel (dapat dilihat melalui alat pencar Tyndall)
3. Sesudah pemisahan fasa, penambahan monomer dan molekul polimer, termasuk mikro dan makromolekul, berdifusi kedalam partikel poloimer yang sedang tumbuh, menjaga pertumbuhan partikel selanjutnya
1. Terminasi polimerisasi melalui reaksi dua radikal, dapat berlangsung sebelum atau sesudah pembentukan partikel
2. Jadi, suatu partikel tunggal polimer terdiri dari sejumlah besar makromolekul. BM nanopartikel berada diantara : 103 Da pada nanopartikel poli (alkil siano akrilat) dan 4 x 105 Da pada nano partikel poli (metil metakrilat) Sebagai contoh : untuk ukuran partikel 100nm dan BJ sekitar 1,0 g/cm2 (BJ nyata nanopartikel antara 1,00 – 1,15 g/cm2), suatu partikel akan terdiri dari sekitar 103 dan 5 x 105 makromolekul tunggal, tergantung pada BM dan polimer akhir
PEMBERIAN PARENTERAL
a. Pertimbangan Umum Bila diberikan kedalam vaskulatura, partikel dapat mencapai target selama sirkulasi atau saat meninggalkan vaskulatura dapat mencapai target lain. Bagaimanapun diskusi berikut akan menunjukkan kesempatan untuk yang terakhir adalah sangat terbatas. Ekstravasasi pada endotelia normal adalah mungkin melalui gap endothelial khusus atau proses vesikuler fasa cair dan bahan alam yang reseptornya dimediasi secara konstitutif atau non konstitutif. Tabel 2 memberikan gambaran anatomi kapiler endotelia. Terlihat bahwa kapiler dengan enditolia berlanjut dan membran dasar yang tak terganggu adalah sangat tersebar dan meskipun zat terlarut dengan BM yang rendah dan jumlah makromolekul yang banyak mampu untuk melalui sawar (barrier) ini, umumnya prtikel yang besar dari 40 nm tidak bisa.
Sebagai contoh , penyelidikan dengan electron mikroskop menunjukan pori berukuran hingga 150 nm dalam sinusoid hati. Tabel 2. : Gambaran anatomi sawar (barrier) endotelia. Tipe/Karakter Bersambung Sambungan kuat Vesikular trafficking Membran dasar bersambung Tak Bersambung Berjendela Jarak 20 – 80 nm Membran tipis 4 – 6 nm Membran dasar bersambung Sinusoidal Jarak sekitar 150 nm Membran dasar tidak ada pada hati, terputus pada empedu dan sum-sum tulang
Jaringan Otot rangka, polos dan jantung; jaringan ikat, CNS, pankreas; gonad, paru-paru
Kelenjar eksokrin dan endokrin, saluran pencernaan, glomerulusginjal, kapiler peritubular, plexus choroid
Hati, empedu, sum-sum tulang
b. Target Intaravaskuler
1. Penyaringan kapiler Partikel yang berukuran besar dari kapiler yang paling sempit akan tersaring. Fenomena ini telah diteliti untuk berbagai kondisi penyakit termasuk kanker, emfisema dan pembentukan thrombus. Alasanya bahwa diantara organ yang sakit pada titik filtrasi konsentrasi obat akan tinggi untuk waktu tertentu menyebabkan meningkatnya ketersediaan obat untuk aksi langsung atau absorpsi melalui endotelia. Semua partikel seperti itu diinjeksikan secara intra vena (jauh dari vena portal) akan terperangkap dalam kapiler paru-paru. Sesungguhnya ini dasar penggunaan partikel berlebel serum albumin manusia untuk pengujian skintigrafis berbagai massa dalam paru-paru. Menariknya, meskipun pengiriman ke paru-paru adalah secara arteri awalnya, massa tumor ditunjukkan sebagai titik dingin yaitu partikel menyebar di paruparu kecuali massa tumor. Penelitian oleh Martodam dkk., jelas menunjukan bahwa partikel berukuran 15 µm dihalangi dalam paru-paru (filtrasi) dari tikus yang emfisema setelah pemberian intra vena . pelengketan pada inhibitor leukosit elastase manusia menyebabkan peningkatan simptoma emfisema.
2. Sistem Mononuklear Fagosit (MPS) Partikel yang mampu untuk bergerak bebas melalui sistem kardiovaskuler umumnya dieliminasi dalam beberapa menit dari sirkulasi oleh MPS. Eliminasi partikel menunjkkan hubungan dengan berbagai factor termasuk ukuran, dosis, muatan permukaan, sifat matriks partikel, kestabilan partikel dan kondisi fisiologis spesies. MPS dapat digolongkan sebagai pemaksaan penghantaran tempat spesifik atau sebagai kesempatan untuk pensasaran dan sebagai sasaran penyakit. MPS adalah sistem jaringan ikat sel yang terdistribusi diseluruh tubuh. Selsel sistem retikuloendotelial (RES) termasuk MPS; bagaimanapun RES lain tidak memfagositosis, termasuk sel endotelial hati yang berperan dalam penghilangan partikel asing oleh proses endositik (non fagositik). Sebagai tambahan, sel-sel Langerhans dan sel-sel yang berhubungan dapat merupakan sel tambahan yang berguna tetapi sering non fagositik dan dapat tanpa reseptor Fe dan C3. Fungsi utama MPS termasuk penghilangan berbagai substansi yang merusak dari plasma, katabolisme makromolekul yang dicerna, partisipasi dalam respon immun dan sistesis dan sekresi berbagai molekul efektor. Efek ini kadang-kadang tergantung pada umur. Material yang dihilangkan termasuk sel darah merah yang tak berguna lagi, sel tumor yang bersirkulasi, koloid inert, pecahan jaringan autologous, kompleks immun, protein yang denaturasi, glikoprotein spesifik, endotoksin bakteri, steroid dan lipoprotein.
Makrofagus dan sel fagositik lain mensintesa dan mengeluarkan monokin termasuk enzim seperti kalaginase dan beberapa efektor seperti pirogen, prostgalandin, prokoagulan, faktor stimulasi koloni, interferon dan tumorisidal faktor. Sel-sel MPS adalah messenkimal pada aslinya dan termasuk sel-sel retikulum fagositikal aktif dari jaringan ikat retikulat, sel Kupffer stellat yang membatasi dinding sinosoid hepar, sel Hortega (mikroglia) dari CNS, histiosit (yaitu makrofag jaringan) dan makrofag darah atau mastosit. Fagositosis ini merupakan rute yang potensi untuk mengambil sistem penghantaran obat koloid dan sangat menarik untuk dicatat bahwa sel-sel termasuk platelet yang mengambil partikel lateks (diameter 87 nm) dalam sistem saluran terbukanya, diikuti oleh lokasinya di dalam vakuola platelet, dengan fagositosis secara kronologis serupa seperti yang diberikan leukosit polimorfonukleat. Apabila partikel asing masuk secara intra vena lebih kurang 90% diekstraksi oleh sel Kupffer, 5% oleh empedu dan beberapa % memasuki sum-sum tulang. Ada pertimbangan variasi spesies yang terobservasi, dengan kelinci terutama menunjukkan pengambilan yang lebih besar oleh sum-sum tulang dari pada spesies lain.
Dominasi hati tidak menunjukkan konsentrasi makrofag dalam tubuh. Setelah 100% transit melalui paru-paru lebih kurang 28% darah dari jantung melalui hati dan memasuki empedu dan usus dengan <10% melalui rangka. Beberapa faktor dapat berpengaruh terhadap interaksi partikel dengan makrofag jauh dari adanya ligan permukaan spesifik seperti mannosa dan galaktosa. Dengan adanya sterilamin yang terikat pada permukaan kolesterol liposompospatidil telur sejumlah vesikal yang lebih besar (diameter 100 – 160 nm) bergabung dengan makrofag peritoneal tikus secara in vitro adalah 100 kali lebih kecil dari pada yang didapat pada vesikel yang lebih kecil dari 25 nm.
3. Sistem sirkulasi/target lain intravaskuler Untuk tetap tinggal didalam darah adalah menarik sebagai partikel yang dapat berperan sebagai gudang depo jangka panjang untuk pelepasan sebagai contoh anti infektif, sitostatik dan fibronolitik. Berbagai sistim selain dari partikel sintesis yang distabilkan secara sterik telah disarankan. Sebagai contoh eritrosit telah dipelajari sebagai gudang untuk asparaginase dalam mengobati kanker. Sel-sel darah saat ini didefenisikan berkaitan dengan bagian yang memiliki tanda perbedaan, dan klasifikasi detail menjadi memungkinkan. Bagian ini mewakili sasaran instravaskular yang ditentukan yang dapat dikenal oleh berbagai ligan, termasuk antibodi, hormon, dan gula sederhana.
Mikropartikel berikatan dengan satu ligan telah berhasil ditargetkan terhadap sel darah secara in vitro dan in vivo. Pelengktan kovalen eritrosit anti tikus F(ab’)2 antibodi terhadap liposom diperkuat ikatannya terhadap eritrosit secara in vivo dan menurunkan pengambilan vesikel oleh hati. Kandungan liposom juga disebarkan ke sel-sel dimana mereka terikat. Demikian juga untuk memperkuat eliminasi sel-sel telah tergambar dalam penemuan ini. Meskipun pendekatan tersebut kelihatan menarik internalisasi partikel kelompok darah berbeda dan ini membutuhkan pertimbangan selanjutnya. Penelitian yang saat ini dilakukan menunjukkan bahwa dengan membangun liposom berisikan transferin dapat digunakan secara in vivo untuk transportasi DNA eksogen ke eritroblas sum-sum pada kelinci anemia. Sel-sel tersebut memiliki reseptor transferin pada permukaannya.
4. Endotelial normal/abnormal dan sasaran yang berhubungan dengan endotelial. Antigen yang spesifik terhadap organ berada dalam sel kapiler endotelial, berperan sebagai pemberi tanda penyakit yang berkaitan. Sebagai contoh telah ditunjukkan adanya pemberi tanda endotelial yang unik pada endotelial yang diturunkan dari kaposisarkoma yang berkaitan dengan AIDS.
Pensasaran dengan ligan mampu untuk menentukan dan bersatu dengan pemberi tanda tersebut telah sering dijadikan pokok pembicaraan tetapi hanya sedikit penelitian yang dilakukan. Tidak diragukan lagi pemberi tanda endotelial tertentu ini dapat digambarkan oleh skintigrafi tetapi apakah ini signifikan untuk kemoterapi masih belum jelas. Meskipun banyak penelitian penggambaran telah dilakukan dengan konjugat yang mudah larut, pembawa partikulat telah diarahkan dengan baik ke sasaran endotelial dimana kondisi patologis berada. Sebagai contoh berbagai kondisi penyakit sistem kardiovaskular dimana struktur subendotelial yang secara trombogenik normal masuk ke dalam berkontak dengan darah. Ini adalah kasus di dalam angioplastik transluminal dari saluran stenotik yang menyebabkan pendadaran yang dekat dan sering struktur dinding vaskular media. Dengan mengikat antibodi antikolagen tipe I, atau fibronektin manusia terhadap kolesterol liposom yang mengandung oleat di dalam perfusi arteri secara in situ dengan parsial tertutup dari pendadaran struktur membran dasar, bangun tersebut secara selektif terikat dengan zoba bebas endotelial dari segmen arteri.
c. Target ekstra vaskuler Seperti didiskusikan diatas membran endotelial dapat memberikan sawar bersambung atau tak bersambung terhadap saluran partikulat. Perameabilitas membran berubah oleh beberapa penyakit. 1. Ekstravasasi partikel yang berhubungan dengan penyakit 1.a Inflamasi
Hipermiabilitas endotelial pada berbagai tempat inflamasi telah diketahui dengan baik. Ini merupakan penggunaan yang penting untuk pencapaian obat-obat antiinflamasi untuk daerah ekstra vaskuler yang terinflamasi. Sebagai contoh pada area inflamasi yang diinduksi oleh karagenin akumulasi lipid mikrosfer berukuran diameter ± 200 nm disekitar sel endotelial saluran darah dan penetrasinya ke lapisan lebih luar dari saluran darah telah dilaporkan. 1.b Iskemia/levivaskuler hipertensif Peningkatan permiabelitas didalam endotelial kelihatan sebagai factor yang penting didalam patogenesis lesi hipertensif yang menyebabkan infiltrasi dan akumulasi material plasma. Sebagai contoh pada percobaan hipertensi malignan, koloid bese dan partikel karbon antara 5 – 50 μm mampu untuk lewat. Sebagai tambahan, kapiler terlihat permeable pada tempat iskimia jaringan pada arteri mesenteric dan miokardium, meskipun apakah ini kesempatan untuk penggunaan obat masih belum jelas.
1.c Tumor endotelial Meskipun adalah benar peramebilitas mikrosirkulasi pada tumor sering lebih tinggi dari pada yang ditemukan pada jaringan normal ini adalah sangat bervariasi dan merupakan komponen yang tak dapt diduga dari fisiologi tumour. Untuk koloid anorganik hanya pencapaian terbatas telah ditunjukkan dan kemudian apabila partikel diameternya <30 nm. Pengetahuan tentang vaskulatura tumor adalah jarang. Dalam beberapa model kanker, sel-sel endotelial dapat terlihat seperti bocor (contohnya karsinoma paru-paru Lewis) tetapi karena bangun jaringan nekrotik, daerah yang rusak terperfusi secara buruk dengan hanya mungkin pencapaian terbatas. 2. Saluran melalui endotelial normal Saluran makromolekul yang mudah larut dan partikulat melalui kapiler endotelial normal adalah mungkin pada kondisi tertentu.
2a. Endotelaial bersambung Permeabelitas dinding kapiler untuk makromolekul yang mudah larut telah diketahui dengan baik. Material yang larut dengan <60 nm mampu untuk melewati endotelial bersambung yang mana ini berlawanan dengan partikel liposom diameter 30 – 80 nm yang tidak mampu melewati endotelial alveolar.
SISTEM PENGHANTARAN OBAT SECARA ORAL
Penghantaran obat secara oral telah dikenal semenjak lama sebagai rute pemberian yang paling banyak digunakan dibandingkan dengan semua rute yang telah dikembangkan untuk menghantarkan obat dengan berbagai bentuk sediaan yang berbeda. Alasan mengapa rute oral paling banyak digunakan adalah disamping alasan tradisional yaitu obat akan diserap sebaik makanan yang dikonsumsi setiap hari. Kenyataannya pengembangan produk farmasi untuk penghantaran oral, disamping bentuk fisik (bentuk sediaan padat, setengah padat dan cair), juga melibatkan karakteristik bentuk sediaan yang harus sesuai dengan fisiologi saluran cerna. Semua produk farmasi yang diformula untuk penghantaran sistemik melalui rute oral, disamping model penghantaran (lepas cepat, lepas lambat atau lepas terkendali) dan disain bentuk sediaan (padat, semi padat dan cair), harus dikembangkan juga sesuai dengan karakteristik intrinsik dari fisiologi saluran cerna.
Oleh karena itu, pengertian dasar dari berbagai disiplin ilmu seperti fisiologi saluran cerna, farmakokinetik, farmakodinamik dan disain formulasi adalah penting untuk pendekatan pengembangan sistem penghantaran obat (SPO) secara oral dengan baik. Sistem penghantaran adalah ilmu yang lebih kompleks terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang diperlukan dalam mendisain dan optimisasi dari sistem. Dalam kasus ini, kerangka keilmuan diperlukan untuk keberhasilan pengembangan sistem penghantaran obat secara oral yang meliputi 3 aspek dasar yaitu : (1) karakteristik fisikokimia, farmakokinetik dan farmakodinamik obat, (2) karakteristik anatomi dan fisiologi saluran cerna, (3) karakteristik fisikomekanik dan model penghantaran obat dari bentuk sediaan yang didisain. Bentuk sediaan oral lepas terkendali bukanlah istilah baru bagi orang-orang yang bekerja dibidang penelitan dan pengembangan farmasi.
Pemberian obat lepas terkendali berarti tidak hanya memperlama durasi penghantaran obat, yang sama halnya dengan obat lepas tunda dan lepas diperlama, tetapi juga memberikan kinetika pelepasan obat yang dapat diramalkan dan dapat berulang.
Penghantaran obat lepas terkendali oral adalah suatu sistem penghantaran obat yang dapat menghantarkan obat secara terus menerus dengan kinetika yang dapat diramalkan dan berulang dalam periode waktu yang telah ditentukan selama melalui saluran cerna. Juga mencakup sistem yang dapat menghantarkan obat langsung ke tempat bekerjanya dalam saluran cerna baik untuk efek lokal maupun sistemik. Pada pengembangan pemberian obat lepas terkendali oral, ada 3 faktor yang mempengaruhinya yaitu :
Pengembangan suatu sistem penghantaran obat : untuk mengembangkan suatu sistem penghantaran obat lepas terkendali yang dapat menghantarkan obat dengan kecepatan yang efektif secara terapetik menuju tempat yang diinginkan selama waktu yang diperlukan untuk pengobatan yang optimal. 2. Modulasi waktu transit dalam saluran cerna : untuk mengatur waktu transit dalam salurancerna agar pengembangan sistem penghantaran obat dapat menghantarkan obat ketempat bekerjanya atau ke sekitar tempat absorpsinya dan menetap disana selama periode waktu tertentu untuk memaksimalkan penghantaran dosis obat. 3. Meminimalkan eliminasi pertama dihati : obat yang digunakan dapat mengalami eliminasi pertama dihati, perlu dilakukan usaha untuk meminimalkan pengaruh eliminasi pertama dihati ini. 1.
Semuanya dibicarakan dalam bagian ini, usaha dan pendekatan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan diatas.
PENGEMBANGAN SISTEM BARU PENGHANTARAN OBAT UNTUK PEMAKAIAN OBAT LEPAS TERKENDALI ORAL
1. Sistem Penghantaran Saluran Cerna yang Dikendalikan oleh Tekanan Osmotik Sistem ini dibuat dengan menyalut suatu inti yang mengandung obat yang aktif secara osmotik (atau kombinasi dari obat yang tidak aktif secara osmotik dengan suatu garam yang aktif secara osmotik seperti NaCl) dengan suatu membran semipermiabel berupa membran polimer “biocompatible” seperti selulosa asetat (Gambar 33). Celah penghantaran dibuat dengan diameter tertentu menggunakan sinar laser, melalui membran penyalut untuk mengatur pelepasan obat yang terlarut. Membran polimer ini tidak hanya semipermeabel tetapi juga kaku dan dapat mempertahankan keutuhan struktur dari sistem penghantran saluran cerna selama terjadi proses pelepasan obat. Karena sifatnya semipermeabel, maka air dapat masuk ke dalam sistem melalui membran sedangkan obat terlarut tidak dapat dilewatkan.
Gambar 33 Sistem penghantaran obat lepas terkendali melalui tekanan osmotik (Yie, W. Chin., 1989)
Ketika air masuk secara kontinu ke dalam sistem melalui membran semipermeabel untuk melarutkan obat atau garam yang aktif secara osmotik, terjadilah perbedaan tekanan osmotik sehingga obat yang sudah terlarut akan dilepaskan ke luar sistem melalui celah yang terbentuk. Prinsipnya sistem penghantaran obat ini melepaskan obat yang sudah terlarut secara terus menerus menurut kinetika orde nol sampai konsentrasi obat yang aktif secara osmotik dalam sistem berkurang sampai ketingkat dibawah kelarutan jenuh. Kemudian pola pelepasan menjadi tidak mengikuti orde nol tapi mengikuti persamaan berikut : dQ (Q/t) ---- = -------------------------------dt {[1 + (Q/t)/SDVt](tr – tz)}2 dimana : (Q/t) = pelepasan obat dengan kecepatan orde nol, Vt = volume total obat dalam depo, tz = total waktu sistem melepaskan obat dengan kecepatan orde nol, tr = lamanya waktu tinggal sistem.
Gambar 34. : Pengaruh ketebalan membran penyalut terhadap kecepatan dan lama pelepasan indometasin secara orde nol dari sistem penghantaran saluran cerna yang dikendalikan oleh tekanan osmotik (Yie, W. Chin., 1992)
Persamaan (1) menunjukkan bahwa kecepatan pelepasan orde nol obat dari sistem penghantaran obat yang dikendalikan oleh tekanan osmotik dapat diatur dengan memvariasikan ketebalan membran penyalut (hm) sehingga dapat mengatur lama penghantaran obat (Gambar 34). Persamaan ini juga menyarankan bahwa kecepatan pelepasan obat tergantung pada perbedaan tekanan osmotik πs – πe. Makin besar perbedaan tekanan osmotik, makin tinggi kecepatan pelepasan obat (Gambar 35). Sistem penghantaran saluran cerna yang dikendalikan oleh tekanan osmotik ini telah digunakan untuk menghantarkan indometasin. Profil pelepasan indometasin dalam saluran cerna dari sistem penghantaran saluran cerna dengan dua kecepatan pelepasan telah dievaluasi secara klinis dibandingkan dengan kapsul indometasin.
Gambar 35. : Pengaruh tekanan osmotik πs pada sistem penghan-taran saluran cerna yang dikendalikan oleh tekanan osmotik terhadap kecepatan pelepasan fenilpropanol-amin (Yie, W. Chin., 1992)
Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 36, terlihat bahwa indometasin dilepaskan lebih lama oleh sistem penghantaran saluran cerna dengan profil pelepasan obat yang setara dengan kapsul indometasin pada jam ke 12 setelah 3 kali digunakan sehari yaitu pada jam ke 0, 4 dan 8. Data pada Gambar 36 juga memperlihatkan bahwa sistem penghantaran saluran cerna juga menghindari variasi konsentrasi sistemik dari indometasin yang diamati setelah 12 jam pemakaiannya dengan meminimalkan efek yang merugikan dari indometasin. Pengamatan onset penghantaran obat yang lebih lambat dari sistem penghantaran saluran cerna ini yang dihasilkan dari kebutuhaan untuk aktivasi sistem dapat diatasi dengan memasukkan dosis obat yang segera dilepaskan ke dalam sistem penghantaran saluran cerna. Caranya dengan membagi dosis terapi menjadi dua bagian. Sepertiga dosis terapi dijadikan dosis yang segera dilepaskan dan sisanya dua pertiga bagian dirancang sebagai fraksi lepas terkendali. Fraksi lepas terkendali disalut dengan membran semipermeabel, fraksi lepas segera digunakan untuk menyalut permukaan luar dari membran semipermeabel (Gambar 37) untuk menghasilkan dosis awal pada pemakaian oral.
Gambar 36. Perbandingan
waktu untuk sejumlah indometasin yang dihantarkan pada manusia menggunakan berbagai bentuk sediaan. Indometasin kapsul : (O) 3 unit yang diambil pada waktu ke nol dan (Δ) 1 unit yang digunakan pada jam ke nol, 4 dan 8. sistem terapi saluran cerna indometasin : ( )ٱ1 unit sistem A (7mg/jam) pada jam ke nol, ( )ٱ1 unit sistem B (9mg/jam) pada jam ke nol (Yie, W. Chien., 1992)
Pendekatan ini telah berhasil digunakan untuk mengembangkan tablet Acutrim yang dapat melepaskan fenilpropanolamin dengan kecepatan terkendali selama 16 jam secara oral untuk menekan nafsu makan harian. Profil plasma fenilpropanolamin dari penghantaran lepas terkendali yang digunakan sekali sehari dibandingkan dengan penghantaran lepas lambat fenilpropanolamin dari kapsul Dexatrim dan lepas segera dari formula larutan fenilpropanolamin pada Gambar 37. Data tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa level “steady state” plasma fenilpropanolamin adalah dicapai oleh tablet Acutrim lepas terkendali, tetapi tidak dicapai oleh kapsul Dexatrim lepas lambat dan larutan. Perbedaan penampilan klinik dari profil farmakokinetik fenilpropanolamin antara tablet Acutrim berupa sistem penghantaran obat lepas terkendali berdasarkan tekanan osmotik dan kapsul Dexatrim yang berupa sistem penghantaran obat lepas lambat berdasarkan teknologi “spansule” dapat dihubungkan dengan perbedaan profil pelepasan obat.
Uji disolusi menunjukkan bahwa sama halnya dengan lepas cepat dari sedian lepas segera, dosis fenilpropanolamin dari inti tablet Acutrim lepas terkendali dihantarkan secara kontinu dan teratur selama waktu yang lebih lama, sedangkan fenilpropanolamin dari kapsul Dexatrim hanya dilepaskan dengan profil pelepasan yang diperlama (Gambar 38). Sebaliknya, permukaan luar dari membran semipermeabel dapat juga disalut dengan suatu lapisan polimer bioerodible seperti salut enterik untuk mengatur penetrasi cairan saluran cerna melalui membran semipermeabel dan target penghantaran obat menuju bagian yang lebih bawah dari saluran cerna. Disamping itu membran penyalut dari sistem pemnghantaran dapat juga dibuat dari dua atau lebih membran semipermeabel dengan permeabilitas yang berbeda atau lapisan membran semipermeabel dan membran mikroporous untuk mengatur kecepatan masuknya air sehingga dapat mengatur kecepatan pelepasan obat.
Gambar 37. : Perbandingan profil plasma fenilpropanolamin pada manusia yang dihantarkan dari beberapa bentuk sediaan : (Δ) fenilpropanolamin dari larutan, (O) dari kapsul Dexatrim dan ( )ٱdari tablet Acutrim (Yie, W. Chin., 1992)
Gambar 38. : Perbandingan profil pelepasan fenilpropanolamin dari ( )ٱkapsul Dexatrim dan (Δ) tablet Acutrim dalam medium disolusi (cairan lambung buatan selama 2 jam dan cairan usus buatan selama 22 jam) (Yie, W. Chin., 1992)
Sistem penghantaran saluran cerna yang diatur dengan tekanan osmotik dapat dimodifikasi dengan membuat dua kompartemen terpisah dengan partisi/pembatas yang dapat bergerak (Gambar 39). Kompartemen yang aktif osmotik menyerap air dari cairan saluran cerna untuk menghasilkan tekanan osmotik yang beraksi pada pembatas dan mendorong ke atas, mengurangi volume kompartemen depo obat dan melepaskan obat melalui celah. Harus digarisbawahi bahwa ada range spesifik dari diameter dimana kecepatan pelepasan orde nol tidak tergantung pada diameter celah penghantaran. Sistem ini sudah digunakan untuk pengembangan sistem penghantaran saluran cerna lepas terkendali oral nifedipin.
Profil pelepasan orde nol dari nifedipin dapat dicapai dan kadar nifedipin dalam plasma secara agak konstan dapat dipertahankan selama 24 jam (Gambar 40). Hubungan antara in vitro – in vivo yang sangat baik telah didapatkan dari sistem penghantaran saluran cerna nifedipin.
Gambar 39. (Atas) Generasi kedua dari sistem penghantaran obat yang diatur dengan tekanan osmotik memiliki kompartemen depo obat dan kompartemen yang aktif secara osmotik dipisahkan oleh sebuah pembatas yang dapat bergerak. (Bawah) Range diameter celah penghantaran yang dapat mempertahankan kecepatan konstan pelepasan nifedipin secara orde nol. Kecepatan pelepasan (mg/jam)/dosis awal (mg/sistem) : (O) 1,7/30, (Δ) 3,4/60, ( )ٱ5,1/90. I adalah setengah dari nilai standar deviasi (Yie, W. Chin., 1992)
2. Sistem Penghantaran Saluran Cerna yang Diken dalikan oleh Tekanan Hidrodinamik Sama halnya dengan tekanan osmotik, tekanan hidrodinamik juga merupakan sumber energi potensial untuk mengatur pelepasan senyawa obat. Sistem penghantaran obat saluran cerna yang dikendalikan oleh tekanan hidrodinamik dapat dibuat dengan memasukkan kompartemen obat yang dapat dilipat ke dalam cangkang yang kokoh (Gambar 43). Ruangan antara kompartemen obat dan bagian luar cangkang mengandung lapisan yang dapat mengembang yang terbuat dari polimer hidrofilik dengan ikatan silang, contohnya polihidroksi alkil metakrilat, yang dapat menyerap cairan saluran cerna melalui “annular” yang terbuka pada bagian bawah dari cangkang.
Gambar 43. Sistem penghantaran obat saluran cerna yang dikendalikan oleh tekanan hidrodinamik (M. Chung, et al., 1987)
3. Sistem Penghantaran Saluran Cerna yang Dikendalikan oleh Penyerapan Membran Proses penyerapan membran telah berhasil digunakan untuk pengembangan sistem penghantaran obat lepas terkendali dari nitrogliserin yang digunakan secara transdermal (Transderm-Nitro sistem), estradiol (Estraderm sistem), scopolamin (Transderm-Scop sistem) dan klonidin (Catapres-TTS) melalui kulit utuh untuk pengobatan secara sistemik selama 1 – 7 hari. Juga telah digunakan untuk penghantaran lepas terkendali dari obat langsung ketempat bekerjanya, seperti pengantaran pilokarpin ke mata untuk pengobatan glaukoma selama 7 hari dan pemakaian intrauterin dari progesteron sebagai kontrasepsi selama 1 tahun. Polimer yang digunakan dalam sistem penghantaran obat lepas terkendali oleh penyerapan membran ini terbuat dari membran mikroporous atau nonporous yang dapat mengukur pelepasan obat. Proses penyerapan membran juga telah digunakan untuk pengembangan sistem penghantaran obat lepas terkendali oral dimana membran mikroporous dihasilkan selama transit di dalam saluran cerna, secara langsung dari penyalutan polimer nonporous. Beberapa pengembangan potensial telah terbukti seperti yang dijelaskan dibawah ini.