i
INDUKSI MUTASI DENGAN IRADIASI SINAR GAMMA UNTUK PENGEMBANGAN KLON UNGGUL ANGGREK Spathoglottis plicata Blume AKSESI BENGKULU
ATRA ROMEIDA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
iii
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam disertasi yang berjudul “Induksi Mutasi dengan Iradiasi Sinar Gamma untuk Pengembangan Klon Unggul Anggrek Spathoglottis plicata Blume Aksesi Bengkulu” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor,
Juli 2012
ii
iv
v
ABSTRACT ATRA ROMEIDA. Induced Mutation by Gamma-ray Irradiation for the Development of Superior Orchid Clones Spathoglottis plicata Blume. Accession Bengkulu. Supervised by Surjono Hadi Sutjahjo, Agus Purwito, Dewi Sukma, and Rustikawati. Spathoglottis plicata Blume. is one species of orchids with lower level of genetic diversity, especially in flower color compared to other orchids. S. plicata accession Bengkulu usually produce pink to purple flower with a bright purple stems and flower stalk. The aimed of the research were (1) to find the tissue culture protocols to propagate S. plicata though protocorm like bodies, (2) to induce the genetic diversity of S. plicata accession Bengkulu using gamma irradiation to plantlets, (3) to determine a lethal dose 50% (LD50) for plantlets through gamma irradiation, and (4) to identify genetic variations of orchids S. plicata and its mutants using morphological characters and ISSR markers. The growth and multiplication of protocorm like bodies can be induced by using MS medium supplemented with 50 to 100 ml L-1 coconut water. The best treatment to develope plb into plantlet was MS medium containing of vitamin B5 with addition of 75 ml L-1 coconut water and 2% activated charcoal or MS medium supplemented with 20 μM BA and 2% activated charcoal. Furthermore, MS medium containing of B5 vitamin enriched with 20 μM BA or MS medium containing of vitamin B5 with addition of 75 ml L-1 coconut water was the best treatment for plantlet multiplication. Induced mutation using gamma-ray irradiation to the plbs and plantlets could increase the genetic diversity of S. plicata. Lethal Dose 50% (LD50) of plb survival rate was 47.71 Gy, while LD50 of plantlet survival rate was 50.74 Gy. Gamma-ray irradiation to the plantlet resulted nine potential mutants (0.36%) that be selected by morphological characters of the shape and color of flowers. Morphological characters and ISSR markers can be used to identify the mutants. Clustering analysis by using Unweighted Pair Group Method and Arithmatic Average and Principal Component Analysis of 12 samples and its mutants based on ISSR markers could clearly distinguish the wild type and its mutants. It formed five groups of coefficient similarity at 0.68 with goodness of fit correlation matrix value of 0.91 (very suitable). The grouping of those samples was more accurate and more efficient by using ISSR markers compared to the morphologycal markers. This clustering successfuly separated the wild type and its mutants. Keywords : Spathoglottis plicata, in vitro, morphological characters, ISSR markers, mutant, gamma irradiation
vi
vii
RINGKASAN
ATRA ROMEIDA. Induksi Mutasi dengan Iradiasi Sinar Gamma untuk Pengembangan Klon Unggul Anggrek Spathoglottis plicata Blume Aksesi Bengkulu. Di bawah Bimbingan Surjono Hadi Sutjahjo, Agus Purwito, Dewi Sukma, dan Rustikawati. Spathoglottis plicata Blume. merupakan salah satu jenis anggrek tanah yang memiliki keragaman genetik dan warna bunga yang rendah dibandingkan dengan jenis anggrek lainnya. Warna bunga standar yang banyak tumbuh di berbagai tempat di Indonesia, khususnya di Bengkulu adalah jenis yang memiliki warna bunga pink hingga ungu cerah. Akibat keragaman genetik yang rendah maka upaya pemuliaan tanaman secara konvensional untuk mendapatkan varietas baru menjadi sangat terbatas. Anggrek S. plicata pada habitat aslinya dapat tumbuh pada lahan marjinal sehingga dapat digunakan sebagai ornamen taman dan pembatas jalan di perkotaan karena tidak memerlukan perawatan yang intensif. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mendapatkan klon mutan unggul anggrek S. plicata asal Bengkulu melalui induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma. Percobaan ini terdiri dari 3 kelompok percobaan. Percobaan pertama bertujuan untuk mendapatkan teknik perbanyakan massal secara klonal yang standar untuk produksi bahan tanam yang seragam anggrek S. plicata secara in vitro. Percobaan kedua bertujuan untuk menginduksi keragaman genetik anggrek S. plicata aksesi Bengkulu menggunakan iradiasi sinar gamma dan menentukan radiosensitivitas plb dan planlet hasil iradiasi sinar gamma dalam pembentukan mutan potensial untuk pengembangan klon mutan unggul anggrek S. plicata aksesi Bengkulu. Percobaan terakhir bertujuan untuk menganalisis efektifitas dan akurasi penggunaan marka morfologi dan marka molekuler menggunakan primer ISSR untuk mengidentifikasi keragaman genetik mutan anggrek S. plicata hasil iradiasi sinar gamma dan pembandingnya. Percobaan in vitro untuk mendapatkan teknik perbanyakan massal anggrek S. plicata terdiri dari dua percobaan terpisah. Percobaan pertama menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 3 faktor. Faktor pertama adalah jenis medium ( MS dan VW). Faktor kedua adalah jenis bahan organik komplek yang terdiri dari 4 jenis yaitu (buah air kelapa, pisang ambon, kuning telur dan kentang). Faktor ketiga adalah konsentrasi bahan organik komplek (0, 50, 100, 150 ml L-1 untuk air kelapa dan kuning telur, 0, 50, 100 dan 150 g L-1 untuk kentang dan buah pisang Ambon). Percobaan kedua menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah formulasi jenis vitamin dan konsentrasi gula yang terdiri dari empat macam formulasi yaitu J1 = vitamin MS + gula 30 g L-1 , J2 = vitamin B5 + gula 30 g L-1 , J3= vitamin MS + gula 40 g L-1 , J4 = vitamin B5 + gula 40 g L-1. Faktor kedua adalah penambahan sitokinin yang terdiri dari 7 kombinasi
viii
perlakuan yaitu S0 = tanpa sitokinin (kontrol), S1 = 20 μM BA, S2 = 40 μM BA, S3 = 20 μM kinetin, S4 = 40 μM kinetin, S5 = 75 ml-1 air kelapa dan S6 = 150 ml L-1 air kelapa. Percobaan induksi mutasi menggunakan bahan iradiasi plb dan plantlet menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan sebelas taraf dosis iradiasi sinar gamma, yaitu D0 (kontrol) tanpa diiradiasi, D1 = 10 Gy (0' 41''), D2 = 20 Gy (1' 22''), D3 = 30 Gy (2' 03''), D4 = 40 Gy (2' 45''), D5 = 50 Gy (3' 59''), D6 = 60 Gy (4' 07''), D7 = 70 Gy (4' 48''), D8 = 80 Gy (5' 29''), D9 = 90 Gy (6' 10''), D10 = 100 Gy (6' 52''). Setiap dosis perlakuan diulang sebanyak 10 kali atau sebanyak 10 botol yang setara dengan 250 plb atau planlet. Plb yang sudah diradiasi di sub kultur ke medium baru dan dilakukan pengamatan morfologi terhadap karakter vegetatif di laboratorium kultur jaringan tanaman. Planlet diiradiasi didalam botol kultur, setelah diradiasi langsung diaklimatisasi pada medium non steril berupa campuran tanah : kompos : akar pakis dengan perbandingan 1 : 1 : 1 dan dipelihara di rumah kawat dengan naungan 45%. Pengamatan karakter morfologi dilakukan pada fase pertumbuhan vegetatif dan fase generatif tanaman hasil iradiasi, selanjutnya dilakukan analisis molekuler menggunakan marka ISSR terhadap tanaman hasil seleksi morfologi. Data biner dianalisis pengelompokan (clustering) menggunakan metode SAHN (Sequential Agglomerative Hierarchical and Nested)-UPGMA (Unweighted pair-group method arithmatic average). Perbanyakan massal secara klonal yang standar dan terbaik untuk pertumbuhan dan multiplikasi plb anggrek S. plicata secara in vitro telah berhasil didapatkan. Medium untuk pertumbuhan dan perkembangan biji anggrek dan plb adalah medium MS + 50- 100 ml L-1 air kelapa dan medium VW + 50-100 ml L-1 air kelapa. Perkembangan plb menjadi plantlet dan multiplikasi plantlet anggrek S. plicata yang terbaik dapat menggunakan medium MS vitamin B5 + 75 ml L-1 air kelapa atau menggunakan medium MS + BA 20 μM + 2 % arang aktif. Induksi mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma pada plb maupun plantlet sudah mampu meningkatkan keragaman genetik anggrek S. plicata. Radiosensitivitas plb terhadap dosis iradiasi sinar gamma lebih rendah dibandingkan dengan planlet. Lethal dose 50% (LD50) untuk iradiasi plb berkisar antara 34.40 Gy – 47.71 Gy. Lethal dose 50% (LD50) untuk iradiasi planlet berkisar antara 36.58 Gy – 50.74 Gy. Iradiasi sinar gamma pada planlet S. plicata telah berhasil mendapatkan 9 mutan potensial atau sebesar 0.36% dari total 2 500 plantlet yang diiradiasi. Mutan perubahan warna bunga yang sudah stabil sampai generasi ketiga adalah mutan 3 (3SpBa50), mutan 7 (7SpBa40), dan stabil sampai generasi keenam yaitu mutan 1 (1SpBa50), mutan 2 (2SpBa70) dan mutan 4 (4SpBa60). Mutan perubahan bentuk bunga yang sudah stabil sampai generasi ketiga adalah mutan 8 (8SpBa30) dan mutan 9 (9SpBa60). Mutan perubahan bentuk pertumbuhan vegetatif sampai generasi keenam tapi belum menghasilkan bunga adalah mutan 5 (5SpBa100) dan mutan 6 (6SpBa50). Hasil analisis keragaman genetik berdasarkan marka morfologi dan marka molekuler menggunakan 10 primer ISSR terhadap 9 tanaman mutan anggrek S. plicata hasil iradiasi sebelas taraf dosis iradiasi sinar gamma dan 3 kultivar S. plicata sebagai pembandingnya, menghasilkan 70 karakter morfologi yang dapat dirinci
ix
menjadi 177 sub karakter. Polimorfisme hasil karakterisasi morfologi mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya dikatagorikan tinggi yaitu mencapai 89.27%. Hasil analisis klustering karakter morfologi menggunakan metode UPGMA pada koefisien kemiripan 0.68 dan analisis komponen utama telah mampu mengelompokkan 9 mutan anggrek S. plicata dan 3 pembandingnya menjadi 5 kelompok utama, dengan nilai goodness of fit matriks korelasi (r) sebesar 0.89 (sesuai). Total pita yang dihasilkan dari 10 primer ISSR sebanyak 360 pita, yang tersebar ke dalam 71 lokus ISSR. Polimorfisme pola pita DNA yang dihasilkan dari 10 primer ISSR menunjukkan keberagaman yang sangat tinggi hingga mencapai 91.14%. Hasil analisis klustering pola pita ISSR menggunakan metode UPGMA dan analisis komponen utama terhadap 9 mutan anggrek S. plicata dan 3 pembandingnya mampu dibedakan dengan tegas menjadi 5 kelompok utama pada koefisien kemiripan 0.68 dan nilai goodness of fit matrik korelasi (r) penanda molekuler mencapai 0.91 (sangat sesuai). Keywords : Spathoglottis plicata, in vitro, ISSR, karakter morfologi, mutan, iradiasi sinar gamma
x
xi
©HAK Cipta Milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
xii
xiii
INDUKSI MUTASI DENGAN IRADIASI SINAR GAMMA UNTUK PENGEMBANGAN KLON UNGGUL ANGGREK Spathoglottis plicata Blume AKSESI BENGKULU
ATRA ROMEIDA
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
xiv
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tertutup : Hari/tanggal Pukul Penguji luar komisi
: Selasa, 29 Mei 2012 : 14.00 – 17.00 wib : 1. Dr. Ir. Muhammad Syukur, M.Si. 2. Dr. Ir. Diny Dinarti, M.Si.
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Terbuka : Hari/tanggal Pukul Penguji luar komisi
: Kamis, 28 Juni 2012 : 09.00 – 12.00 wib : 1. Prof. Dr. Ir. Soeranto Human, M.Sc. 2. Dr. Ir. Syarifah Iis Aisyah, MSc.Agr.
xv
Judul Disertasi Nama NRP
: Induksi Mutasi dengan Iradiasi Sinar Gamma untuk Pengembangan Klon Unggul Anggrek Spathoglottis plicata Blume Aksesi Bengkulu. : Atra Romeida : A263080011/PBT
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S. Ketua
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr. Anggota
Dr. Dewi Sukma, SP. M.Si. Anggota
Dr. Ir. Rustikawati, M.Si. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.
Tanggal Ujian
:
Tanggal Lulus :
xvi
xvii
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rakhmat dan karunia-Nya yang telah membukakan hati dan fikiran penulis sehingga karya ilmiah yang berjudul “Induksi Mutasi dengan Iradiasi Sinar Gamma untuk Pengembangan Klon Unggul Anggrek Spathoglottis plicata Blume. Aksesi Bengkulu” telah dapat diselesaikan dengan baik. Disertasi ini terdiri dari sembilan bab. Penelitian ini dapat terlaksana atas bantuan dana Penelitian Hibah Bersaing DIKTI tahun anggaran 2009-2010, Penelitian Hibah Bersaing DIKTI tahun anggaran 2011-2012 dan Penelitian Hibah Pembinaan Universitas Bengkulu tahun anggaran 2010. Penelitian ini telah mampu mendapatkan 9 mutan potensial yang unik dan punya perbedaan bentuk dan warna bunga dibandingkan dengan tipe liarnya (wild type) yang dapat dijadikan sebagai tetua persilangan maupun dilepas sebagai varietas komersial. Keberhasilan penelitian ini sangat ditunjang oleh bantuan fasilitas dan peralatan Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB, Laboratorium Pusat Kajian Buah Tropika IPB Bogor dan Laboratorium Genetika LIPI Cibinong serta fasilitas Iradiasi sinar gamma PATIR BATAN Jakarta. Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS. selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr., Dr. Dewi Sukma, SP. M.Si. dan Dr. Ir. Rustikawati, M.Si. selaku anggota Komisi Pembimbing atas segala perhatian, kepercayaan, kesabaran, bimbingan, arahan, wawasan, kritik, saran dan telah sangat kooperatif serta telah memberikan banyak ilmu dan falsafah kehidupan yang sangat bermanfaat bagi penulis terutama untuk penyempurnaan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc. selaku ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Departemen gronomi dan Hortikultura IPB Bogor. Bapak Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc. dan Prof. Dr. Ir G. A. Wattimena, MSc. yang telah banyak memberikan masukan ilmu yang bermanfaat. Prof, Dr. Ir. Nurhayati Matjjik, MS. dan Dr. Ir. Yudiwanti, MSi. selaku penguji Prelim lisan. Dr. Ir. M. Syukur, M.Si dan Dr. Ir. Diny Dinarti, MSi. selaku penguji ujian tertutup. Prof. Dr. Ir. Soeranto Human, M.Sc dan Dr. Ir. Syarifah Iis Aisyah, MSc. Agr. selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka dan seluruh dosen pengasuh mata kuliah yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat. Terima kasih disampaikan kepada Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fakultas Pertanian IPB, Kepala Departemen Agronomi dan Hotikultura Faperta IPB, Ketua Program Studi/Mayor PBT yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menimba ilmu yang bermanfaat selama saya studi S3 di PBT-IPB Bogor. Pengelola jurnal Agronomi Indonesia IPB yang telah bersedia menerima dan menerbitkan artikel ilmiah yang merupakan bagian dari hasil penelitian Disertasi ini.
xviii
Terima kasih disampaikan kepada Rektor Universitas Bengkulu, Dekan Fakultas Pertanian UNIB, Lembaga Penelitian UNIB, Dr. Ir. Dwi Wahyuni Ganefianti M.Si. selaku Ketua Jurusan BDP atas segala dukungannya. Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Bando Amin dan Ibu Ice Bando amin (Bapak Bupati Kepahiang dan ibu) atas izin dan dukungannya untuk menggunakan bahan tanam anggrek Spathoglottis plicata aksesi Bengkulu (Kabupaten Kepahiang) sebagai materi dasar penelitian Disertasi ini. Terima kasih kepada Juju Juariah (Teknisi Lab. Kultur Jaringan IPB), Sulassih (Teknisi Lab. PKBT IPB), Ibu Suskandari Kartikaningrum (Balithi), Joko Marwanto (Teknisi lab. Mikro Teknik IPB), Bapak Prayitno dan bapak Armanu (Teknisi Gamma Chamber 4000A dan IRPASENA PATIR BATAN), Bapak Fajar (Teknisi Lab. Genetika LIPI Cibinong), Ibu Ika Rostika Tambunan (BB Biogen), Ibu Megayani Sri Rahayu (IPB), Eva Oktavidiati, Mbak Neng, Mbak Nur, Mang Udin, teman seperjuangan lainnya dan semua pihak yang telah membantu penelitian ini. Penghormatan dan ucapan terima kasih yang khusus disampaikan kepada Ayahanda H. Abu Thalib (Alm.) dan Ibunda Hj. Raminah, suamiku tercinta Ir. H. Sudirman Saleh, MM. serta semua anak-anakku terkasih M. Yoga Distra Sudirman, ST, Fatullah Distra Sudirman, M. Hafizo Distra Sudirman, Auliya Sutra dan Annisa Sutra atas semua pengorbanan, dukungan moril dan materil serta kasih sayang yang tulus selama menjalani kuliah di Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari sempurna, karena kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT sehingga saran dan kritik yang bersifat membangun dalam menyempurnakan disertasi ini sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap disertasi ini dapat menjadi salah satu acuan dalam mempelajari tanaman anggrek khususnya anggrek Spathoglottis plicata Blume.
Bogor,
Juli 2012
Atra Romeida
xix
RIWAYAT HIDUP
ATRA ROMEIDA dilahirkan di Kerinci provinsi Jambi tanggal 30 Mei 1964. Anak pertama dari lima bersaudara, Ayahanda H. Abu Thalib (alm.) dan Ibunda Hj. Raminah. Penulis menikah dengan Ir. H. Sudirman Saleh, MM. pada tanggal 11 Mei 1989 dan telah dikaruniai lima orang putra-putri yaitu M. Yoga Distra Sudirman, ST, Fatullah Distra Sudirman, M. Hafizo Distra Sudirman serta putri kembar Auliya Sutra dan Annisa Sutra. Tahun 1983 penulis diterima di Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, mendapatkan beasiswa Mahasiswa Berprestasi dan beasiswa Ikatan Dinas dari DIKTI, lulus pada bulan Februari 1988. Tahun 1991 dengan beasiswa TMPD penulis diterima sebagai mahasiswa Pascasarjana S2 (Magister Sains) di Program Studi Agronomi, Bidang Ilmu Fisiologi Tanaman Departemen Agronomi IPB Bogor dan berhasil lulus pada bulan Oktober 1993. Tahun 2008 dengan beasiswa BPPS penulis melanjutkan pendidikan S3 (program Doktor) di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor, Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB Bogor. Sejak bulan Maret 1989 penulis menjadi tenaga pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Mata kuliah yang diajarkan antara lain Kultur Jaringan Tanaman, Bioteknologi Tanaman, Biokimia, Fisiologi Tumbuhan, Nutrisi Tanaman dan Hidroponik. Penulis saat ini aktif sebagai anggota PERIPI, PERHORTI dan PERAGI. Artikel ilmiah yang merupakan bagian dari disertasi ini yang berjudul “Variasi genetik mutan anggrek Spathoglottis plicata Blume. berdasarkan marker ISSR” sudah diterima untuk diterbitkan pada Jurnal Agronomi Indonesia Vol.XI. No 2 Agustus 2012, Terakreditasi B, No : 83/DIKTI/Kep/2009. Makalah persentasi oral yang berjudul “Optimasi pertumbuhan dan multiplikasi lini klon plbs anggrek Spathoglottis plicata Blume. melalui modifikasi komposisi medium MS dan sitokinin” disampaikan pada Seminar Nasional PERHORTI di Lembang Bandung pada tanggal 23-24 November 2011 dan terpilih untuk dimuat pada Jurnal Hortikultura Indonesia Edisi Agustus – Desember 2011. Makalah persentasi oral yang berjudul “Induksi mutasi protocorm like bodies (plb) anggrek Spathoglottis plicata Blume. aksesi Bengkulu pada sebelas taraf dosis iradiasi sinar gamma” disampaikan pada Seminar bersama PERAGI, PERIPI, PERHORTI dan HIGI, tanggal 1-2 Mei 2012 di IICC Botani Square Bogor.
xx
xxi
DAFTAR ISI Halaman ABSTRACT.................................................................................................
i
RINGKASAN...............................................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………….................
ix
PRAKATA …………………………………………………………...........
x
DAFTAR ISI …………………………………………………………........
xix
DAFTAR TABEL ……………………………………………………........
xxiii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………….......
xxv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………...........
xxix
GLOSSARY................................................................................................
xxxi
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………….......
1
Latar Belakang …………………………………………..................
1
Perumusan Masalah..........................………………………............
3
Tujuan Penelitian ………………………………………..................
4
Hipotesis …………………………………………….………..........
5
Kerangka Pemikiran .............................................…………...........
5
Novelty...............................................................................................
7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………….......
9
Botani dan Morfologi Anggrek Spathoglottis plicata Blume............
9
Perbanyakan Mikro Tanaman Anggrek.............................................
13
Pemuliaan Mutasi .............................................................................
15
Radiosensitivitas ...............................................................................
18
Pemuliaan Mutasi pada Tanaman yang Berbiak secara Vegetatif.....
19
Pemuliaan Tanaman Hias dengan Mutasi Induksi.............................
21
Penanda Morfologi…………………………………………............
22
Penanda Molekuler Inter Simple Sequent Repeats (ISSR)................
24
xxii
BAB III. TAHAPAN PENELITIAN......................................................
27
BAB IV. OPTIMALISASI PROTOKOL PERBANYAKAN IN VITRO ANGGREK Spathoglottis plicata Blume........................
31
Abstract............................................................................................
31
Pendahuluan.....................................................................................
32
Bahan dan Metode............................................................................
35
Hasil dan Pembahasan......................................................................
37
Kesimpulan.......................................................................................
47
Daftar Pustaka..................................................................................
48
BAB V. INDUKSI MUTASI PROTOCORM LIKE BODIES (PLB) ANGGREK Spathoglottis plicata Blume. AKSESI BENGKULU MENGGUNAKAN IRADIASI SINAR GAMMA DAN KARAKTERISASI MORFOLOGI SECARA IN VITRO.........................................................................................
51
Abstract...........................................................................................
51
Pendahuluan....................................................................................
52
Bahan dan Metode..........................................................................
54
Hasil dan Pembahasan....................................................................
56
Kesimpulan.....................................................................................
64
Daftar Pustaka.................................................................................
65
BAB VI. INDUKSI MUTASI PLANTLET ANGGREK Spathoglottis plicata Blume. MENGGUNAKAN IRADIASI SINAR GAMMA DAN KARAKTERISASI BERDASARKAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF DI RUMAH KAWAT...........................................................................................
67
Abstract...........................................................................................
67
Pendahuluan....................................................................................
68
Bahan dan Metode..........................................................................
69
Hasil dan Pembahasan....................................................................
73
Kesimpulan.....................................................................................
94
Daftar Pustaka.................................................................................
95
xxiii
BAB VII. ANALISIS KERAGAMAN GENETIK ANGGREK Spathoglottis plicata Blume. AKSESI BENGKULU DAN MUTAN HASIL IRADIASI SINAR GAMMA MENGGUNAKAN PENANDA MORFOLOGI DAN MOLEKULER ...........................................................................
97
Abstract............................................................................................
97
Pendahuluan.....................................................................................
98
Bahan dan Metode............................................................................
99
Hasil dan Pembahasan......................................................................
106
Kesimpulan.......................................................................................
127
Daftar Pustaka..................................................................................
128
BAB VIII. PEMBAHASAN UMUM.......................................................
131
BAB IX. KESIMPULAN UMUM DAN SARAN....................................
141
Kesimpulan Umum .......................................................................
141
Saran...............................................................................................
142
DAFTAR PUSTAKA .........…………………………………………........
143
LAMPIRAN …………………………………………………………........
149
xxiv
xxv
DAFTAR TABEL
Halaman 1.
Pengaruh perlakuan mutagen pada level lokus........................................
20
2.
Sasaran, luaran dan indikator capaian kegiatan penelitian.......................
28
3.
Pengaruh jenis medium dan jenis bahan organik kompleks terhadap pertumbuhan plb S. plicata pada 6 minggu setelah tanam (mst)..............
38
Pengaruh konsentrasi bahan organik kompleks terhadap pertumbuhan plb S. plicata pada 6 minggu setelah tanam (mst)..................................
40
Pengaruh formulasi komposisi vitamin dan konsentrasi gula medium terhadap pertumbuhan dan perkembangan plb anggrek S. plicata pada 6 mst.........................................................................................................
41
Pengaruh jenis dan konsentrasi sitokinin terhadap pertumbuhan dan perkembangan plb S. plicata pada 6 mst.................................................
44
Pengaruh sebelas dosis iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan dan perkembangan plb pada 7 bsi............................................................
57
Pengaruh sebelas dosis iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan dan multiplikasi lini klon plantlet anggrek S. plicata pada 7 bsi.............
76
Perubahan karakter vegetatif tanaman M1V1 anggrek S. plicata pada 12 bsi....................................................................................................
83
Perbedaan karakter fase generatif secara kuantitatif tanaman mutan hasil iradiasi sinar gamma (M1V1) anggrek S. plicata dan pembandingnya pada 12 bsi....................................................................
86
Daftar mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya yang dikarakterisasi secara morfologi dan molekuler (ISSR)...........................
100
Karakter morfologi anggrek S. plicata Blume. dan tanaman hasil mutasi dengan iradiasi sinar gamma........................................................
101
13.
Nama dan susunan basa primer ISSR koleksi PKBT-IPB.......................
105
14.
Rekapitulasi karakter morfologi mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya........................................................................................
107
15.
Nilai komponen utama hasil analisis karakter morfologi.........................
113
16.
Sub Karakter morfologi terpilih sebagai pembentuk komponen utama berdasarkan analisis komponen utama.....................................................
114
Rincian lokus yang teramplifikasi menggunakan 10 primer ISSR pada 12 sampel mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya ......................
117
Rekapitulasi jumlah pita DNA hasil amplifikasi menggunakan 10 primer ISSR anggrek S. plicata dan mutannya.......................................
120
4. 5.
6. 7. 8. 9. 10.
11. 12.
17. 18.
xxvi
19. 20. 21.
Hasil analisis nilai komponen utama berdasarkan nilai akar ciri karakter molekuler mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya.........
122
Karakter pita DNA pembentuk komponen utama berdasarkan marka ISSR..........................................................................................................
123
Rekapitulasi matrik jarak euclidian mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya berdasarkan koefisien kemiripan menggunakan marka morfologi dan marka molekuler (ISSR)...................................................
137
xxvii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Perubahan warna bunga pada mutan krisan (Van Harten 1998)
6
2.
Karakterisasi morfologi anggrek Spathoglottis plicata Blume (Roberts 2009).............................................................................
11
Bagan alir penelitian induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma untuk pengembangan klon unggul anggrek S. plicata Blume. aksesi Bengkulu...............................................................
30
Anggrek S. plicata Blume. aksesi Bengkulu : (a) bunga, (b) buah, (c) plb.................................................................................
35
Pengaruh formulasi jenis vitamin dan konsentrasi gula medium MS terhadap multiplikasi plb anggrek S. plicata pada 6 mst. Kiri : modifikasi vitamin (VMS = vitamin MS, VB5 = vitamin B5), kanan : modifikasi gula (G30 = gula 30 g L-1, G40) = gula 40 g L-1. JPLB = jumlah plb, JPLT = jumlah plantlet, JD = jumlah daun, JA = jumlah akar, TT = tinggi tanaman.................
42
Pengaruh modifikasi vitamin dan konsentrasi gula terhadap penampilan plb dan plantlet anggrek S. plicata pada 6 mst, VMS = vitamin MS, VB5 = vitamin B5, G30 = gula 30 g L-1, G40 = gula 40 g L-1.....................................................................
42
Pengaruh jenis dan konsentrasi sitokinin terhadap penampilan plb dan plantlet pada 6 mst, S0 = tanpa sitokinin , Kin = kinetin, BA = BAP, AK = Air kelapa..........................................
46
Skema bagan alir penelitian induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma pada plb anggrek S. plicata.....................................
55
Kurva jumlah plb anggrek S. plicata yang hidup pada 1-7 bsi dengan 11 taraf dosis iradiasi sinar gamma..................................
58
Kurva hubungan dosis iradiasi sinar gamma dengan (a) persentase plb hidup, (b) persentase plb mati, (c) persentase plb akhir, (d) persentase populasi akhir anggrek S. plicata pada 7 bsi.............................................................................................
59
Pertumbuhan dan perkembangan plb pada 7 bsi : a. plb normal (0-10 Gy), b. multiplikasi plb tinggi (20 Gy), c. Kimera plb variegata dan plb ungu (30 Gy), d. plb membentuk kalus dan pembentukan plantlet kimera (50 Gy), e. plantlet albino (70 Gy), f. plb berkembang menjadi kalus kompak (60 Gy), g. plb ungu dan variegata (40 Gy), h. pertumbuhan plb kimera menjadi plb normal, ungu, albino (40 Gy) (Bar 1 mm)...............
61
3.
4. 5.
6.
7.
8. 9. 10.
11.
xxviii
12.
13. 14. 15.
16.
17.
18.
19.
20.
21. 22. 23. 24. 25. 26.
Penampilan plantlet hasil perkembangan plb pada 7 bsi : a-b. variegata, c. albino, d. keriting, e. kimera, f. albino, g. daun melintir, h. kimera, i. plantlet ungu..............................................
62
Ilustrasi terjadinya kimera pada tanaman hasil mutasi (Datta dan Chakrabarty, 2009)...............................................................
63
Skema bagan alir penelitian induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma pada lini klon plantlet anggrek S. plicata...............
73
Diagram pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap persentase tanaman hidup, persentase tanaman mati dan persentase tanaman dorman pada 7 bsi........................................
74
Kurva hubungan dosis iradiasi sinar gamma dengan (a) persentase tanaman hidup dan (b) persentase tanaman mati pada 7 bsi......................................................................................
75
Persentase pertumbuhan dan perkembangan plantlet anggrek S. plicata setelah diradiasi dengan sebelas dosis iradiasi sinar gamma sampai 7 bsi....................................................................
77
Kurva hubungan dosis iradiasi sinar gamma dengan : (a) persentase plantlet hidup, (b) persentase anakan baru, (c) persentase populasi akhir pada 7 bsi............................................
79
Perbedaan morfologi pada fase vegetatatif anggrek S. plicata setelah diiradiasi sinar gamma. (a) bentuk dan ukuran daun, (b) variegata hijau-ungu, (c) variegata hijau putih, (d) variegata hijau-kuning..................................................................................
84
Perbedaan morfologi pada fase vegetatatif anggrek S. plicata setelah diradiasi sinar gamma. (a) kormus dorman, (b) kormus tumbuh setelah dorman, (c-d) penampilan mutan 5 (100 Gy), (e-f), penampilan mutan 6 dengan jumlah anakan yang banyak, (g-n) perbedaan tangkai daun/pangkal batang anggrek S. plicata pada mutan 1,2,3,4,7,8,9..............................................................
84
Perbedaan jumlah bunga mekar bersamaan anggrek S. plicata dan 7 mutan hasil iradiasi sinar gamma.......................................
89
Perbedaan bentuk dan warna bunga anggrek S. plicata dan 7 mutan hasil iradiasi sinar gamma.................................................
89
Perbedaan bentuk dan warna labellum, callus dan coulomb anggrek S. plicata dan 7 mutan hasil iradiasi sinar gamma.........
90
Perbedaan bentuk dan warna apical lobe anggrek S. plicata dan 7 mutan hasil iradiasi sinar gamma.......................................
90
Model perubahan warna dan bentuk bunga mutan anggrek S. plicata akibat iradiasi sinar gamma...........................................
91
Lintasan umum biosintetik flavonoid yang berhubungan dengan warna bunga (Tsuda 2004)..........................................................
92
xxix
27.
Pengamatan mikroskopis (1) irisan melintang akar, (2) bentuk stomata pada permukaan bawah daun (3) jumlah sel kloroplas pada sel penjaga stomata..............................................................
94
28.
Wilayah amplifikasi ISSR( Zietkiewicz et al. 1994)..................
98
29.
Dendrogram analisis kluster berdasarkan karakter morfologi pada mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya....................
112
Biplot dua dimensi hasil analsis komponen utama berdasarkan karakter morfologi tanaman mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya............................................................................
114
Dendrogram analisis kluster berdasarkan karakter molekuler ISSR mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya..................
121
Karakter pola pita DNA hasil amplifikasi menggunakan primer ISSR PKBT 6 (atas) dan PKBT 4 (bawah) mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya. .......................................................
124
Hasil analisis komponen utama yang digambarkan ke dalam gambar dua dimensi, menggunakan penanda molekuler ISSR mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya............................
125
30.
31. 32.
33.
xxx
xxxi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1.
2.
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Nilai koefisien keragaman genetik mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya berdasarkan analisis klustering UPGMA marka morfologi........................................................................
149
Nilai koefisien keragaman genetik mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya berdasarkan analisis klustering UPGMA marka ISSR................................................................................
150
Deskripsi anggrek Spathoglottis plicata Blume. aksesi Bengkulu setelah didomestikasi................................................
151
Deskripsi mutan 1 (1SpBa50) anggrek Spathoglottis plicata Blume. aksesi Bengkulu setelah diiradiasi sinar gamma 50 Gy...
154
Deskripsi mutan 2 (2SpBa70) anggrek Spathoglottis plicata Blume. aksesi Bengkulu setelah diiradiasi sinar gamma 70 Gy...
157
Deskripsi mutan 3 (3SpBa50) anggrek Spathoglottis plicata Blume. aksesi Bengkulu setelah diiradiasi sinar gamma 50 Gy...
160
Deskripsi mutan 4 (4SpBa60) anggrek Spathoglottis plicata Blume. aksesi Bengkulu setelah diiradiasi sinar gamma 60 Gy...
163
Deskripsi mutan 5 (5SpBa100) anggrek Spathoglottis plicata Blume. aksesi Bengkulu setelah diiradiasi sinar gamma 100Gy..
166
Deskripsi mutan 6 (6SpBa50) anggrek Spathoglottis plicata Blume. aksesi Bengkulu setelah diiradiasi sinar gamma 50 Gy...
167
Deskripsi mutan 7 (7SpBa40) anggrek Spathoglottis plicata Blume. aksesi Bengkulu setelah diiradiasi sinar gamma 40 Gy...
168
Deskripsi mutan 8 (8SpBa30) anggrek Spathoglottis plicata Blume. aksesi Bengkulu setelah diiradiasi sinar gamma 30 Gy...
171
Deskripsi mutan 9 (9SpBa60) anggrek Spathoglottis plicata Blume. aksesi Bengkulu setelah diiradiasi sinar gamma 60 Gy...
174
xxxii
xxxiii
GLOSSARY Annealing BA
: :
Denaturasi
:
Dendrogram
:
Fenotipe
:
Genotipe
:
Induksi mutasi Iradiasi
: :
ISSR
:
Karakter
:
Keanekaragaman : (diversity) Kekerabatan : Monomorfik Multiplikasi Mutagen PCR
: : : :
Plasma nutfah (Germplasm) Plantlet
:
Plb
:
Pleiotropic Polimorfik Primer
: : :
Radiosensitivitas
:
:
Penempelan primer pada DNA templat. Benzyl Adenin, termasuk golongan sitokinin yang berfungsi dalam pembelahan sel, induksi dan multiplikasi tunas. Tahapan reaksi dalam PCR, yaitu proses pemanasan sampai 94oC yang bertujuan untuk memisahkan DNA dari ikatan ganda menjadi ikatan tunggal. Diagram bercabang-cabang menyerupai pohon yang dipakai untuk menggambarkan derajat kekerabatan atau kemiripan. Karakter yang dapat dilihat dan diukur atau sifat yang dapat diobservasi pada makhluk hidup yang dihasilkan melalui interaksi antara potensi genetik dengan lingkungan. Ciri fisik dari luar yang terkait dengan konstitusi genetik suatu individu. Memacu pembentukan mutan. Induksi radiasi, istilah baku yang digunakan untuk radiasi fisik yang terukur dan menggunakan peralatan tertentu. Inter simple suquent repeat merupakan penanda DNA yang menggunakan primer bagian microsetelit DNA atau urutan basa yang berulang dengan pola tertentu yang bersifat dominan. Setiap penciri organisme yang dapat dijasikan ukuran pembeda atau kesamaan suatu individu. Perbedaan atau variasi dalam ciri (karakter). Derajat kesamaan umum fenotip atau genetik atau kedekatan kesamaan leluhur. Pola fragmen yang sama antar individu. Pelipatgandaan materi genetik dalam kultur in vitro. Wahana yang digunakan untuk menciptakan mutasi buatan. Polimerase chain reaction merupakan proses polimerasi DNA secara berantai pada setiap siklus terjadi polimerisasi dan pembentukan DNA baru secara in vitro dengan bantuan primer, dNTP, taq DNA polimerasi. Bahan sumber hereditas yang diwariskan pada keturunan melalui gamet. Tanaman kecil yang sudah lengkap akar, batang dan daun hasil perbanyakan in vitro. Protocom like bodies yaitu perkembangan ekplan anggrek membentuk stuktur mirip kormus atau embriosomatik. Satu gen mengendalikan banyak karakter. Frgamen DNA yang berbeda antar individu. Rantai DNA pendek yang terdiri atas beberapa nukleotida yang berfungsi sebagai pemula proses sintesis rantai DNA dalam reaksi polimerasi. Tingkat sensitivitas tanaman terhadap radiasi.
xxxiv
Regerasi
:
Sinar gamma
:
Terresterial Moss
: :
Perkembangan materi kultur jaringan membentuk organ tertentu. Radiasi yang dihasilkan oleh sumber 60CO yang mempunyai daya tembus yang sangat kuat yang dapat menyebabkan terjadinya kekacauan materi genetik makhluk hidup. Jenis anggrek yang tumbuh pada medium tanah. Media tanam poros yang digunakan untuk anggrek.
BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan taman sebagai jalur hijau, taman-taman kota, tanaman hias pembatas jalan dan ornamen taman mini di daerah perumahan di perkotaan saat ini sangat penting dan sudah menjadi kebutuhan mutlak. Tanaman anggrek Spathoglottis sp. merupakan salah satu jenis tanaman hias yang sangat potensial untuk memenuhi keperluan tersebut, karena mampu tumbuh dengan baik pada kondisi marginal, minim perawatan dan berpenampilan menarik. Terutama setelah didapat varianvarian bentuk dan warna daun serta bentuk dan warna bunga yang lebih beragam, baik melalui persilangan maupun dengan induksi mutasi. Indonesia merupakan negara sumber plasma nutfah (mega biodiversitas) dari tanaman anggrek. Lebih dari 5.000 spesies anggrek atau sekitar seperlima dari total anggrek yang ada di dunia terdapat di Indonesia. Keragaman warna dan bentuk bunga anggrek merupakan faktor penting pada tanaman anggrek, semakin unik dan langka tanaman anggrek semakin tinggi nilai ekonominya (Handoyo dan Prasetya 2006). Anggrek merupakan salah satu jenis tanaman hias yang sangat potensial sebagai penghasil devisa.
Produksi dan nilai ekspor impor anggrek Indonesia
mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun,
pada tahun 2009 produksi anggrek
Indonesia sebanyak 16 205 949 batang, tahun 2010 sebanyak 14 050 445 batang, dan tahun 2011 sebanyak 14 419 819 batang (BPS 2012). Selama beberapa tahun terakhir juga terjadi fluktuasi nilai ekspor-impor anggrek Indonesia. Nilai ekspor anggrek secara keseluruhan selama lima tahun dari tahun 2006-2010 mengalami pasang surut. Tahun 2006 sebesar $ 1.232.199 turun menjadi $ 1.166.671 tahun 2007 dan turun kembali sebesar $ 740.751 tahun 2008. Tahun 2009 ekspor anggrek mengalami peningkatan sebesar $ 1.040.544, namun pada tahun 2010 mengalami penurunan hingga sebesar $ 899.397. Nilai total impor anggrek yang juga mengalami fluktuasi yaitu pada tahun 2006 nilai impor anggrek sebesar $ 548.601 turun menjadi $ 480.204 tahun 2007 dan tahun 2008 impor anggrek mengalami penurunan yaitu sebesar $ 78.265. Tahun 2009 impor anggrek
2
mengalami peningkatan yaitu sebesar $ 434.071 dan tahun 2010 nilai impor anggrek turun hingga hanya mencapai $ 40.154. Walaupun terjadi fluktuasi, dari data ekpor impor dapat diketahui bahwa terjadi surplus bagi Indonesia (Dirjen Hortikultura (2011).
Anggrek yang dominan disukai oleh konsumen baik dalam maupun luar negeri adalah jenis Dendrobium (34%), diikuti oleh Oncidium Golden Shower (26%), Cattleya (20%) dan Vanda (17%) serta anggrek lainnya (3%). Jenis anggrek Spathoglottis sp belum termasuk ke dalam anggrek yang diekspor karena belum ada permintaan dari luar negeri yang tercatat secara resmi pada BPS (2011) maupun Kominfo-Newsroom (2009). Anggrek jenis Spathoglottis sp. belum banyak diminati oleh konsumen karena masih memiliki beberapa kelemahan yang harus diperbaiki, diantaranya adalah kurang beragamnya warna bunga. Pemuliaan tanaman anggrek melalui persilangan membutuhkan waktu yang relatif lama, sebagai contoh anggrek Dendrobium hibrida membutuhkan waktu 3-5 tahun untuk mendapatkan kultivar baru, akibat lamanya masa juvenil yang mencapai 30 bulan (Kamemoto et al. 1999, Fadelah 2006). Anggrek Vanda sp. dan Onchidium sp membutuhkan waktu yang lebih lama lagi karena masa juvenil yang lebih lama dibandingkan dengan anggrek Dendrobium (Martin dan Madassery 2006). Pemuliaan anggrek Spathoglottis sp. belum banyak dilaporkan, namun BALITHI segunung sudah melakukan persilangan secara intensif dan terprogram dengan baik. Beberapa hasil silangan sudah berhasil dilepas sebagai varietas baru (Kartikaningrum dan Puspasari 2005). Hasil pemuliaan tanaman anggrek S. plicata dapat dipercepat dengan cara melakukan induksi mutasi, baik dengan bantuan bahan kimia maupun secara fisik. Salah satu cara yang paling efektif yang diduga mampu dan berpotensi untuk menghasilkan varian baru adalah melalui iradiasi sinar gamma (Human 2003). Keberhasilan upaya iradiasi untuk meningkatkan keragaman populasi sangat ditentukan oleh radiosensitivitas genotipe yang diradiasi.
Tingkat sensitivitas
tanaman sangat bervariasi antar jenis tanaman dan antar genotipe (Banerji dan Datta 1992). Radiosensitivitas dapat diukur berdasarkan nilai LD50 (Lethal dose 50) yaitu dosis yang menyebabkan kematian 50% populasi tanaman.
Beberapa studi
menunjukkan bahwa dosis optimum yang dapat menghasilkan mutan terbanyak biasanya terjadi disekitar LD30-LD70 (van Harten 2002).
3
Penanda morfologi dapat digunakan sebagai cara cepat untuk mengidetifikasi perbedaan tanaman hasil mutasi (mutan) dibandingkan dengan tipe liarnya. Semakin banyak perbedaan morfologi antara tanaman mutan dengan tipe liarnya, semakin banyak terjadi perubahan akibat iradiasi sinar gamma.
Marka morfologi sudah
banyak digunakan untuk mengidentifikasi perubahan pada beberapa jenis tanaman, diantaranya adalah tebu (Hartatik 2000).
Karakter morfologi daun dan bunga
merupakan karakter penting yang umumnya digunakan untuk membedakan antar kelompok tanaman anggrek (Bechtel et al. 1982). Karakteriasasi berdasarkan marka morfologi mempunyai beberapa kelemahan karena sangat dipengaruhi oleh lingkungan, baik mikro maupun makro. Kesulitan lain akan terjadi apabila suatu karakter yang bersifat kuantitatif yang diatur oleh banyak gen sehingga interpretasi hasilnya akan sulit dilakukan (Weising et al. 1995). Marka molekuler dapat digunakan untuk melengkapi hasil pengukuran menggunakan marka morfologi.
Salah satu penanda molekuler yang dapat
digunakan untuk mengungkap variabilitas genetik beberapa jenis tanaman adalah Inter Simple Sequence Repeats (ISSR). Identifikasi secara molekuler menggunakan marka ISSR sudah berhasil dan sangat efektif
digunakan untuk mendeteksi
keragaman genetik 31 spesies anggrek Dendrobium (Wang et al. 2009). Perumusan Masalah Pengembangan klon unggul dan unik anggrek S.
plicata
hanya dapat
dilakukan apabila sumber keragaman genetiknya tersedia dalam koleksi plasma nutfah, terutama yang mempunyai jarak genetik yang jauh (Kartikaningrum et al. 2004). Populasi yang memiliki keragaman genetik tinggi sebagai bahan baku utama program pemuliaan tanaman dapat berupa kerabat liar, landras (unggul lokal), kultivar komersial, atau mutan hasil induksi mutasi. Keterbatasan plasma nutfah anggrek S. plicata sebagai sumber gen bentuk dan warna daun serta bentuk dan warna bunga menyebabkan upaya induksi mutan secara buatan menjadi salah satu alternatif yang dapat ditempuh. Induksi mutasi secara artificial (buatan) dapat dilakukan dengan bantuan mutagen kimia, mutagen fisik, atau melalui kultur kalus berulang secara in vitro di dalam medium dengan penambahan zat pengatur tumbuh konsentrasi tinggi.
4
Penelitian Disertasi ini memanfaatkan teknik induksi mutasi buatan melalui iradiasi sinar gamma untuk meningkatkan keragaman genetik dan mendapatkan varian mutan anggrek S.
plicata
yang unik dan berbeda dengan wildtypenya.
Varian mutan tersebut selanjutnya akan diseleksi secara in vitro dan di rumah kawat untuk mendapatkan genotipe-genotipe yang unik sekaligus untuk mendapatkan karakter agronomi dan morfologi yang baik dalam rangka mendapatkan genotipe yang berpotensi menjadi kultivar unggul dan unik, serta dapat dilepas sebagai kultivar baru hasil induksi mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma. Skenario pengembangan kultivar unggul dan unik anggrek S. plicata hasil iradiasi sinar gamma, diawali dengan melakukan seleksi untuk memilih mutanmutan potensial yang dapat dilepas sebagai kultivar unggul dan unik, serta potensial dijadikan sebagai tetua persilangan untuk memperbaiki beberapa kekurangan karakter morfologi yang terdapat pada anggrek S.
plicata aksesi Bengkulu.
Selanjutnya dilakukan pengujian stabilitas mutan dan penentuan identitas morfologi dan molekuler (ISSR)
mutan potensial yang dihasilkan.
Terakhir dilakukan
perbanyakan massal mutan potensial secara in vitro untuk mengantisipasi peningkatan permintaan pasar terhadap anggrek S. plicata kultivar unggul baru dan unik. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mendapatkan klon mutan unggul anggrek S. plicata asal Bengkulu melalui induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma. Selanjutnya dari tujuan utama dijabarkan menjadi beberapa tujuan khusus sebagai berikut : 1.
Mendapatkan protokol perbanyakan massal yang standar dan seragam untuk anggrek S. plicata secara in vitro.
2.
Menginduksi keragaman genetik anggrek S. plicata aksesi Bengkulu menggunakan iradiasi sinar gamma dan menentukan radiosensitivitas plb dan planlet hasil iradiasi sinar gamma dalam pembentukan mutan potensial untuk pengembangan klon mutan unggul anggrek S. plicata aksesi Bengkulu.
5
3.
Menganalisis efektifitas dan akurasi penggunaan marka morfologi dan marka molekuler menggukan primer ISSR untuk mengidentifikasi keragaman genetik mutan anggrek S. plicata hasil iradiasi sinar gamma dan pembandingnya. Hipotesis
1.
Terdapat teknik perbanyakan massal anggrek S. plicata yang terbaik.
2.
Terdapat dosis iradiasi sinar gamma yang efektif untuk menginduksi keragaman genetik yang tinggi yang mampu menghasilkan mutan potensial untuk pengembangan klon unggul anggrek S. plicata aksesi Bengkulu.
3.
Perubahan yang terjadi pada sel mutan akan dapat diamati pada karakter morfologi dan karakter molekuler menggunakan marka ISSR baik pada fase vegetatif maupun fase generatif sehingga dapat dibedakan antara mutan dengan tipe liarnya. Kerangka Pemikiran Pemilihan anggrek S. plicata dalam percobaan ini didasarkan atas pemikiran
bahwa anggrek S. plicata belum banyak beredar dipasaran karena varian warna daun dan bunga serta bentuk daun dan bunga yang tersedia masih sangat terbatas yaitu warna pink sampai ungu cerah saja. Selain itu masih banyak permasalahan yang terdapat pada anggrek S. plicata tipe standar yang harus segera diatasi, antara lain ukuran daun yang terlalu besar sehingga tidak seimbang dengan ukuran bunga yang kecil, tanaman terlalu tinggi sehingga mudah rebah, diameter tangkai bunga yang terlalu kecil sehingga tidak mampu menyangga bunga akibatnya tangkai bunga menjuntai kebawah dan tidak bisa terlihat karena terhalangi oleh rimbunnya daun, serta lama mekar satu bunga yang terlalu singkat biasanya 2-3 hari saja. Permintaan anggrek
Spathoglottis sudah mulai meningkat terutama untuk
ditanam sebagai ornamen taman di perumahan-perumahan yang berwawasan lingkungan di daerah perkotaan, taman-taman kota dan border jalan, sehingga dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar dan varian warna yang lebih banyak. Teknik perbanyakan massal dan kontinyu sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan permintaan yang terus meningkat.
6
Banyak cara untuk meningkatkan keragaman warna dan bentuk tanaman anggrek, antara lain dengan cara hibridisasi dan induski mutasi. Hibridisasi akan berhasil apabila terdapat keragaman yang besar di dalam plasma nutfah. Sebaliknya, apabila tetua yang tersedia keragamannya rendah cara ini akan mengalami hambatan dan tingkat keberhasilannya rendah serta dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan varitas baru melalui teknik persilangan, karena anggrek memiliki masa juvenil yang panjang. Induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma dapat menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan keragaman anggrek S. plicata.
Penggunaan iradiasi sinar
gamma diyakini akan mampu menghasilkan varian baru anggrek S. plicata yang lebih beragam warna dan bentuk bunganya, sekaligus akan mampu memperbaiki beberapa kekurangan yang terdapat pada tanaman tipe standar. Penggunaan iradiasi sinar gamma umumnya akan menghasilkan tanaman yang lebih kecil, daun varigata, dan ada kemungkinan didapatkan tanaman unik yang sangat berbeda dengan tipe liarnya (van Harten 2002). Penggunaan iradiasi sinar gamma ternyata telah berhasil meningkatkan keragaman berbagai jenis tanaman, seperti yang dilaporkan oleh beberapa peneliti pada tanaman krisan (Datta dan Chakrabarty 2009, Datta dan Steiner 2005). Induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma pada tanaman krisan yang berwarna pink telah menghasilkan variasi warna bunga paling banyak, antara lain orange, coklat, bronze, merah, putih dan kuning sebagai warna akhir. Iradisi pada krisan berwarna ungu telah didapatkan warna pink, putih dan merah. Model perubahan warna bunga hasil iradiasi sinar gamma dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Perubahan warna bunga pada mutan krisan (van Harten 1998).
7
Perubahan warna yang terjadi pada krisan ternyata berlaku pula pada bunga anyelir (Aisyah et al. 2009), kecombrang (Dwiatmini et al. 2009), mawar (Soedjono 2003), Portulaca grandiflora (Wongpiyasatid dan Roongtanakiat 1992). Pendekatan yang sama secara analogi terhadap perubahan yang terjadi pada tanaman krisan berwarna pink yang telah menghasilkan banyak varian warna bunga yang berbeda dibandingkan dengan tipe liarnya, diharapkan dapat terjadi pula pada anggrek S. plicata. Anggrek S. plicata yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari provinsi Bengkulu yang mempunyai warna bunga ungu cerah, pangkal batang/tangkai daun dan tangkai bunga yang berwarna ungu cerah. Induksi mutasi diharapkan dapat memperbaiki beberapa kekurangan pada morfologi tanaman, seperti daun yang terlalu panjang dan lebar, ideotipe tanaman yang terlalu besar, lama mekar bunga yang sangat singkat dan jumlah bunga yang mekar bersamaan yang terlalu sedikit. Novelty Kebaharuan (novelty) yang telah didapatkan dari beberapa rangkaian percobaan yang telah dilakukan adalah : 1. Teknik perbanyakan massal anggrek S. plicata yang mampu menghasilkan lini klon plb dan planlet dalam jumlah besar dan seragam secara in vitro. 2. Radiosensitivitas (LD50) plb dan planlet anggrek S. plicata yang dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan iradiasi sinar gamma. 3. Sembilan mutan potensial hasil iradiasi sinar gamma yang terdiri atas 5 mutan warna bunga, 2 mutan bentuk bunga dan 2 mutan berbeda tipe pertumbuhan tanaman dibandingkan dengan tipe liarnya, yang sudah stabil secara klonal pada generasi ketiga- keenam dan berpotensi dilepas sebagai varitas baru. 4. Ideotipe tanaman baru (mutan 4) yang berukuran kecil dengan warna bunga kuning cerah yang sangat menarik dan sangat cocok dijadikan tanaman pot, sudah stabil sampai generasi keenam dan berpotensi dilepas sebagai varitas baru, karena memenuhi persyaratan BUSS (baru, unggul, seragam dan stabil). 5. Metode analisis molekuler yang lebih efektif dan lebih akurat dalam mengidentifikasi keragaman genetik tanaman anggrek S. plicata dan mutan hasil iradiasi sinar gamma menggunakan marka ISSR.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Anggrek Spathoglottis plicata Blume. Anggrek Spathoglottis plicata Blume. dapat dijumpai tumbuh di seluruh kawasan Indonesia termasuk di Provinsi Bengkulu. Tanamannya mudah tumbuh di tempat terbuka dan pada lahan-lahan marginal, padang rumput, di tepi sungai, di tebing-tebing bekas longsor, dimana kompetisi dengan tumbuhan lain tidak terlalu ketat. Klasifikasi lengkapnya seperti dirangkum oleh Jones (2006) sebagai berikut: Kingdom Subkingdom Phylum Subphylum Infraphylum Klas Subklas Superordo Ordo Famili Subfamili Genus Spesies Nama Botani
: : : : : : : : : : : : : :
Plantae Viridaeplantae Tracheophyta Euphyllophytina Radiatopses Liliopsida Liliidae Lilianae Orchidales Orchidaceae Epidendroideae Spathoglottis plicata - Blume Spathoglottis plicata Blume.
Anggrek Spathoglottis tumbuh di tanah atau termasuk anggrek terresterial. Ciri morfologinya antara lain memiliki umbi semu/kormus (cormus) berbentuk bulat telur, tertanam di bawah tanah. Setiap buku dan ujung kormusnya akan muncul tunas, setiap batang terdapat 4-7 daun.
Daunnya berbentuk lancet memanjang
dengan ujung yang meruncing, permukaan daun agak berlipatan (plicate), ukuran daunnya kurang lebih 100 cm x 6 cm. Anggrek S. plicata memiliki tangkai bunga fluorescent yang dapat mencapai 1 m atau lebih, dengan jumlah bunga sekitar 2-3 kuntum yang mekar serentak sementara yang lainnya masih kuncup. Bunga yang membuka penuh berdiameter 3 – 4 cm. Warna bunga bervariasi dari ungu terang, pink hingga putih. Kelopak bunga berbentuk lancet yang melebar di pangkalnya, berukuran 2 cm x 1.5 cm. Bibir bunga berbentuk spatula, runcing di pangkal dan
10
melebar di ujungnya. Tipe yang berbunga ungu memiliki variasi warna kuning di pangkal bibirnya yang bertitik-titik merah (Puspaningtyas et al. 2003). Kurang lebih 40 spesies Spathoglottis diketahui terdapat di Asia Tenggara dan Papua Nugini. Tujuh diantaranya bersifat indigenous terdapat di Filipina dan 21 spesies terdapat di Papua Nugini (Holtum 1972).
Nama generik Spathoglottis
berasal dari bahasa Yunani spathe berarti belati dan glotta berarti lidah, mengacu pada labellum dari genus (Davis dan Steiner 1982). Nama spesifik plicata diperoleh dari penampilan atau lekukan daun plicated . Thompson dan Wright (1995), melaporkan bahwa beberapa spesies anggrek Spathoglottis yang banyak terdapat di Indonesia antara lain S. plicata, S. aurea, S. unguiculata, dan S. angustorum. Anggrek S. plicata warna pink - ungu merupakan anggrek tipe standar yang memiliki penyebaran yang sangat luas mulai dari Sumatera sampai Filipina. Jenis anggrek ini merupakan spesies anggrek tanah yang banyak di budidayakan.
Anggrek
S. plicata warna putih masih sangat jarang dijumpai.
Spesies anggrek dengan warna putih (cv. Alba) banyak terdapat di Sulawesi. Anggrek S. unguiculata sangat mirip dengan S. plicata. Perbedaannya antara lain memiliki tangkai bunga tegak, kokoh dan pendek. Bunga tidak memiliki perpuntiran, sehingga menghadap ke dalam/ke atas pada saat mekar, warna bunga ungu tua, dan ukuran kecil. (Bechtel et al. 1982, Parker 1994). Karakter ini dapat diperbaiki dengan cara menyilangkan dengan S. plicata (Kartikaningrum et al. 2004). S. aurea memiliki daun hijau keunguan, lebar 4 cm, dan panjang tangkai daun 10-20 cm. Lebar bunga 6-7 cm, warna kuning emas, sepal dan petal berukuran sama, keping sisi dan bibir berbintik merah, pangkal bibir berbintik merah tersusun secara longitudinal, dan bibir sempit (lebar sekitar 4 mm) (Kartikaningrum et al. 2007). S. vanoverbergii juga memiliki bunga yang berwarna kuning, agak kecil, berasal dari pegunungan di Luzon (Filipina), kadang-kadang bersifat desiduous, petal lebih besar dari sepal (lebar petal 1.2-1.3 cm, sepal 0.7-0.8 cm). S. Ingham Red, bunganya kuning kecoklatan, dengan bagian permukaan belakang bercorak warna ungu, keping sisi lebar dan membulat di bagian ujung (Davis dan Steiner 1982). Ciri lain dari anggrek Spathoglottis adalah panjang tangkai bunganya. Beberapa jenis memiliki panjang tangkai bunga melebihi tinggi tanaman, sedangkan yang lain rangkaian bunganya tersembunyi di bawah kanopi tanaman karena tangkai bunganya
11
pendek. Bunga mekar tidak serempak dalam satu rangkaian bunga, setelah 2-3 hari bunga layu dan diganti dengan bunga lain secara berurutan. Jumlah bunga yang mekar pada saat yang sama bervariasi berkisar antara 2-3 kuntum per tangkai dan jumlah keseluruhan bunga antara 6-30 bunga/tangkai (Hawkes 1970). Morfologi lengkapnya oleh Lewis Roberts (Roberts 2009) disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2.
Karakterisasi morfologi anggrek S. plicata Blume. (Roberts 2009).
Persilangan menggunakan induk dari spesies yang ada, telah diperoleh beberapa hibrida yang telah dilepas oleh BALITHI Segunung sebagai kultivar baru yaitu S.
plicata cv. Kartika, cv. Ani Yudhoyono dan cv. Bintang Segunung (SK
MENTERI PERTANIAN NOMOR : 506Kpts/PD.210/10/2003). Hasil Persilangan
12
anggrek S.
plicata yang belum dilepas sebagai varietas baru dilanjutkan
penelitiannya untuk melihat keragaan karakter kualitatifnya. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh pemulia di Balithi menunjukkan adanya dominansi warna hasil persilangan dari tetua yang memiliki warna bunga yang berbeda. Urutan dominansi warna bunga Spathoglottis hasil persilangan adalah kuning, ungu tua, ungu muda, merah kecoklatan, pink, dan putih. Persilangan dengan tetua yang telah lanjut akan menghasilkan keturunan yang lebih variatif (Kartikaningrum et al. 2007) Persilangan antar hibrida maupun persilangan antar genus masih dapat dilakukan, karena ada beberapa spesies dan genus yang masih dapat dilakukan hibridisasi. Di alam penyerbukan anggrek Spathoglottis biasanya terjadi dengan bantuan serangga penghisap nektar seperti lebah, kupu-kupu dan beberapa spesies burung yang berukuran kecil (Bechtel et al. 1981, Cribb dan Tang 1982, Davis dan Stiener 1982) Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa terdapat keragaman genetik yang luas pada Spathoglottis, seperti karakter panjang daun, lebar daun, diameter tangkai bunga, panjang bibir dan lebar bibir (Handoyo dan Prasetya 2006).
Karakter
pertambahan jumlah anakan, lebar daun, diameter tangkai bunga, panjang daun, lebar bibir, panjang tangkai bunga, ratio panjang-lebar bibir, lebar bunga, panjang bunga, dan panjang bibir mempunyai nilai heritabilitas tinggi, sedangkan karakter rasio panjang-lebar bunga, rasio panjang-lebar daun, dan jumlah kuntum mempunyai nilai heritabilitas sedang.
Hal ini membawa implikasi karakter ukuran daun, ukuran
bunga dan bibir, serta pertambahan jumlah anakan memiliki keragaman genetik yang luas dan nilai duga heritabilitas yang tinggi, sehingga seleksi akan efektif bila ditujukan hanya pada karakter tersebut dan karakter tersebut akan diwariskan ke generasi selanjutnya (Kartikaningrum et al. 2005; Kheawwongjun dan Thammasiri 2003). Anggrek Spathoglottis dapat berkembang biak dengan cepat melalui pemisahan anakan. Penanaman kormus tidak boleh seluruhnya terbenam di dalam tanah, separuhnya harus berada diatas permukaan tanah (Holtum 1972).
Perkembang
biakan melalui biji juga dapat dilakukan, tetapi memerlukan waktu yang lebih lama, dan biasanya keberhasilannya akan tinggi bila melalui teknik kultur jaringan, karena biji anggrek tidak memiliki endosperm sehingga di alam hanya dapat bertahan hidup
13
sekitar 1-5% saja, kecuali bila biji jatuh ketempat-tempat yang terdapat mikoriza yang bersimbiosis dengan anggrek Spathoglottis sp. (Engle 1993, Hawkes 1970). Kartikaningrum et al. (2004) telah melakukan karakterisasi anggrek Spathoglottis sp. Koleksi Spathoglottis yang ada sekarang baru mengarah pada tetua-tetua yang memiliki keragaman karakter panjang tangkai bunga dan warna bunga. Beberapa nomor aksesi genus Spathoglottis yang sudah dikarakterisasi, terdapat keragaman karakter kualitatif pada bunga terutama bentuk sepal dan petalnya, sedangkan karakter-karakter pada daun tidak terdapat keragaman. Hasil analisis yang dilakukan pada beberapa aksesi Spathoglotis diperoleh tingkat keragaman karakter-karakter morfologi sebesar 26%. Nilai keragaman karakter tersebut tergolong kecil. Peningkatan keragaman morfologi perlu dilakukan, misalnya dilakukan persilangan dengan genus-genus lain yang cocok, seperti Calanthe sp., Phaius sp. dan Bletila/Bletia sp. Warna bunga Spathoglottis dapat dikelompokkan menjadi empat warna dasar yaitu ungu, kuning, pink dan putih. Namun masing-masing warna memiliki gradasi warna dan keragaman yang luas. Perbanyakan Mikro Tanaman Anggrek Metode propagasi cepat sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi permintaan pasar yang semakin meningkat. Metode propagasi berbagai jenis anggrek secara in vitro sudah dikembangkan oleh beberapa peneliti, diantaranya oleh Martin dan Madassery (2006), Kuo et al. (2005), Nayak et al. (2002) dan Park et al. (2002). Panduan untuk mempercepat pembungaan pada beberapa kultivar anggrek Dendrobium untuk mengatasi masa juvenil yang panjang sudah dikembangkan oleh beberapa peneliti, diantaranya Sim et al. 2007, Ferreira et al. 2006, Wang et al. 1997. Penggunaan sitokinin sangat penting untuk perbanyakan in vitro berbagai jenis anggrek termasuk anggrek S. plicata. Sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang sangat berperan dalam proses proliferasi sel (Ramirez-Parra 2005), menginduksi pembelahan sel serta pembentukan dan perkembangan tunas (Mok 1994), mengaktifkan pucuk tunas lateral yang dorman (Napoli et al. 1999) serta memperlambat senescence (Gan dan Amasino 1995). Umumnya anggrek sudah
14
dapat tumbuh baik tanpa penambahan sitokinin pada medium tanamnya, namun dengan penambahan sitokinin dapat memacu multiplikasi plb dan planlet menjadi lebih cepat. Multiplikasi plb dan planlet anggrek Dendrobium cv. Thampomas tercepat dan tertinggi didapat pada Media MS dengan penambahan 3 ppm BAP (Romeida dan Susanti 2004), sedangkan untuk anggrek Dendrobium silangan (cv. Thampomas x cv. Jaq. Hawaii) di dapat pada media MS dan Media Knudson C dengan penambahan 2% arang aktif dan 5 ppm BAP (Romeida dan Hidayanti 2005).
Jumlah planlet
terbanyak anggrek Dendrobium Chao Praya Smile dihasilkan pada medium MS dengan penambahan 4.4 µM BA (Hee et al. 2009). Seeni dan Latha (1992), melaporkan bahwa regenerasi eksplan daun anggrek Red Vanda (Rhenanthera imschootiana) pada medium Mira dengan penambahan 44.4 µM BA, 17.7 µM NAA, 2 g L-1 sukrosa dan 2 g L-1 pepton menghasilkan kalus mulai dari 10 sampai 12 minggu setelah tanam. Perkembangannya membentuk plb baru terjadi pada medium yang diperkaya dengan 10% air kelapa dan 35 g L-1 bubur buah pisang pada umur 12 minggu setelah sub kultur. Plb yang berkembang menjadi tunas juga dihasilkan setelah 12 minggu. Jumlah tunas tertinggi (multiplikasi tunas tertinggi) dihasilkan pada anggrek Blue Vanda yang mampu mencapai 40 tunas per eksplan juga dihasilkan pada medium yang sama dengan medium untuk Red Vanda hanya konsentrasi air kelapa ditingkatkan menjadi 15% (Seeni dan Latha 2000). Pertumbuhan tunas tertinggi anggrek Vanda spathula dihasilkan pada medium Mitra dengan penambahan kombinasi 44.4 – 66.6 μM BA dengan 28.5 - 40 μM IAA menggunakan explan buku tangkai bunga yaitu sebanyak 12.6 tunas/buku (Decruse et al. 2003). Penggunaan medium MS dengan modifikasi vitamin medium menggunakan B5 telah pula dilakukan untuk meningkatkan multiplikasi dan meningkatkan ketegaran tanaman sebelum diaklimatisasi. Ahmad et al. (2007) menyatakan bahwa penggunaan 30 g L-1sorbitol dapat meningkatkan proliferasi tunas, akar, dan mampu meningkatkan berat basah akar pada batang bawah peach G 677. Kenyo (2002), melaporkan bahwa medium ½MS dengan penambahan 60-90 g L-1 sukrosa mampu mempertahankan pertumbuhan optimum Lili kultivar Avignon dan Bergamo, tanpa menyebabkan pertumbuhan abnormal selama percobaan in vitro. Pembentukan
15
rimpang mikro jahe Gajah dapat pula distimulasi dengan pemberian 4.61 ppm BAP dan 30 g L-1sukrosa (Marlin 2005). Pemuliaan Mutasi Secara umum mutasi didefinisikan sebagai perubahan materi genetik, dan merupakan sumber pokok dari semua keragaman genetik.
Van Harten (1998),
menyatakan bahwa mutasi adalah perubahan sifat secara tiba-tiba dan perubahannya bersifat baka dan menurun atau perubahan genetik yang bersifat mendadak. Ilmu pemuliaan mutasi adalah ilmu pemuliaan berbasis individu sel yang berperan efektif secara genetik (Genetically Effective Cell = GEC). Pada pemuliaan mutasi, pemulia bekerja dengan beberapa GEC. Jadi berbeda dengan pemuliaan silangan (cross breeding), pemulia hanya bekerja dengan satu GEC (Albert et al. 1994) Akibat mutagen akan terjadi perubahan pada DNA baik terhadap gen tunggal, terhadap sejumlah gen atau terhadap susunan kromosom (Poespodarsono 1988). Secara molekuler, dapat dikatakan bahwa mutasi terjadi karena adanya perubahan urutan (‘sequence’) nukleotida DNA kromosom, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada protein yang dihasilkan. Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif mengadakan pembelahan sel seperti tunas dan embrio. Mutasi berperanan penting dalam proses evolusi. Akibat mutasi terjadi keragaman materi genetik sebagai ‘bahan baku’ dalam pekerjaan program pemuliaan tanaman. Tanaman yang mempunyai serbuk sari yang steril atau tanaman apomiktik obligat, mutasi merupakan sumber pencipta keragaman. Brock (1979) menyatakan, untuk meningkatkan frekuensi kejadian mutasi alami, dilakukan mutasi buatan atau mutasi induksi (induced mutation) dengan menggunakan mutagen.
Mutagen adalah wahana yang digunakan untuk
menciptakan mutasi buatan. Menurut Simmonds (1979) dan Boerjes (1972), secara umum mutagen bisa dibedakan menjadi mutagen fisik dan mutagen kimia. Mutagen fisik adalah radiasi pengion seperti radiasi sinar alpha, sinar neutron, sinar X dan sinar gamma.
16
Poespodarsono (1988) mengelompokkan mutagen dalam tiga golongan, yaitu (1) mutagen kimia, seperti EMS (ethylene methane sulfonate), dES (diethyl sulfonate), BU (bromo urea), NMU (nitrosomethyl urea), NTG (nitrosoguanidine), acridines dan hydroxylamine, (2) mutagen fisik iradiasi, seperti sinar X, sinar α, sinar β dan sinar γ, fast neutron, ion beam dan electron beam (3) mutagen fisik nonradiasi, seperti sinar UV. Sinar–X, sinar gamma dan sinar beta tidak menghasilkan materi radioaktif pada materi yang diradiasi (Ismachin 2007). Sinar gamma (energi tinggi) sangat efektif, efisien dan paling banyak digunakan (Human 2003). Mutagen fisik non-radiasi berdaya tembus rendah, sehingga umumnya digunakan untuk mutasi mikroorganisme. Mutagen kimia bekerja dengan cara mengubah kemampuan berpasangan rantai DNA sehingga dapat merubah urutan genetik pada kromosom, sedangkan mutagen fisik iradiasi menyebabkan mutasi karena sel yang teradiasi dibebani tenaga kinetik yang tinggi sehingga dapat mempengaruhi atau mengubah reaksi kimia; akibatnya, susunan kromosom pun berubah.
Perubahan sujumlah gen atau struktur kromosom akibat iradiasi sinar
gamma, umumnya disebabkan oleh karena terjadinya delesi segmen kromosom, duplikasi, inversi (parasentrik maupun perisentrik), translokasi dan insersi yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sejumlah kromosom seperti aneuploidi, haploidi dan poliploidi (van Harten 2002). Beberapa elektron yang dilepas mampu menghasilkan energi yang cukup untuk mengionisasi partikel mereka sendiri. Proses ionisasi menghasilkan radikal ion positif dan elektron bebas. Elektron akan terjebak di dalam lingkungan polar di dalam sistem biologi yang banyak mengandung air, sehingga cukup waktu bagi ion radikal yang labil dan aktif untuk bereaksi dengan molekul lain atau masuk ke dalam susunan jaringan yang lebih dalam.
Elektron bebas dapat mempolarisasikan
sejumlah molekul air menjadi elektron berair (e-aq). Radikal bebas yang terbentuk dalam larutan lambat laun akan menggabung sehingga membentuk produk yang stabil. Adanya molekul oksigen (satu biradikal) akan bereaksi dengan radikal bebas yang terbentuk karena radiasi, menjadi radikal–peroksida. Ini berarti bahwa adanya oksigen akan mengubah dan memperbanyak produk sistem iradiasi (van Harten 2002).
17
Materi biologi selalu mengandung jumlah air yang cukup banyak,
oleh
karena itu penyerapan sinar pengion, disamping berperan dalam proses fisika maka peran proses kimiapun perlu diperhitungkan sebagai penyebab kerusakan genotipe (Van Harten, 1998). Reaksi kimia berantai yang terjadi adalah : H2O H2O+ + eH2O+ H+ + OHo e-
e-eq
e-eq
Ho
+
OH-
Sedangkan kombinasi radikal bebas akan menghasilkan produk berikut : e-eq
+
Ho
+ Ho
OHo
+
e-eq
H2 + 2OH H2
OHo H2 O2 (peroksida)
Broertjes dan van Harten (1988) menyatakan bahwa sinar gamma lebih sering digunakan karena mempunyai daya tembus yang lebih tinggi sehingga peluang terjadinya mutasi akan lebih besar. Sinar gamma ditemukan pada tahun 1900 oleh P. Villard setelah ditemukannya sinar Alpha dan Beta oleh Rutherford dan Soddy (van Harten 1998). Sinar gamma merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang lebih pendek dari sinar X, yang berarti dapat menghasilkan radiasi elektromagnetik dengan tingkat energi yang lebih tinggi. Tingkat iradiasi energi sinar gamma yang dihasilkan dari reaktor nuklir mencapai lebih dari 10 MeV. Daya tembusnya ke dalam jaringan sangat dalam, bisa mencapai beberapa sentimeter dan bersifat merusak jaringan yang dilewatinya (Micke et el. 1987; van Harten 1998). Radiasi sinar gamma biasanya diperoleh dari disintegrasi radioisotop- radioisotop 137
Cs atau
60
Co. Menurut van Harten (1998)
60
Co memiliki dua puncak spektrum
energi radiasi, yaitu pada 1.33 dan 1.17 MeV, dengan waktu paruh 5.27 tahun. Sumber harus diamankan dalam lapisan logam yang tebalnya 2-5 cm, tergantung pada jenis isotop yang digunakan, karena sangat berbahaya bagi kesehatan bila terpapar langsung iradiasi sinar gamma.
18
Radiosensitivitas Radiosensitivitas adalah tingkat sensitivitas tanaman terhadap radiasi (van Harten 1998). Banyak hal yang dapat mempengaruhi radiosensitivitas. IAEA (1977) menyatakan bahwa terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi radiosensitivitas yaitu (1) faktor lingkungan, seperti oksigen, kandungan air, penyimpanan pasca iradiasi, dan suhu, serta (2) faktor biologi, yaitu volume inti dan volume kromosom saat interfase, serta faktor genetik (Micke dan Donini, 1993). Keragaman yang timbul akibat mutasi fisik iradiasi, sangat tergantung pada tingkat radiosensitivitas. Studi mengenai radiosensitivitas biasanya mengarah pada pemahaman terhadap mekanisme aksi dari ionisasi radiasi. Studi semacam ini sangat bermanfaat untuk menginduksi keragaman genetik, yang menyebabkan terjadinya aberasi kromosom, kerusakan fisik dan sterilitas, dan pada saat yang sama dapat dikontrol untuk memproduksi mutasi yang diinginkan (van Harten 1988). Secara visual tingkat sensitivitas materi genetik yang diradiasi dapat diamati dari respon yang diberikan tanaman, baik dari morfologi tanaman, sterilitas, maupun lethal dose 50% (LD50). LD50 adalah dosis yang menyebabkan kematian 50% dari populasi yang diradiasi. Umumnya mutasi yang diinginkan terletak pada kisaran LD50. Perlakuan iradiasi terhadap kalus umumnya menggunakan dosis sekitar LD30, yaitu dosis yang menyebabkan kematian 30% atau menjadi LD25 pada perlakuan chronic irradiation (Human 2003). Dosis optimum untuk menghasilkan mutan yang diinginkan, selain dipengaruhi oleh teknik iradiasi dan jenis tanaman, juga dipengaruhi oleh jenis radioisotop dan bentuk bahan tanaman yang diradiasi.
Ada 3 macam teknik iradiasi dalam
pemuliaan mutasi (Broertjes dan van Harten 1988) yaitu : 1.
Radiasi akut adalah teknik iradiasi dengan laju dosis yang tinggi, sehingga waktu iradiasi hanya dalam hitungan detik, menit atau beberapa jam saja. Teknik ini lebih sesuai untuk meradiasi biji/benih, stek, kalus atau individual sel (GEC).
2. Radiasi kronik adalah teknik meradiasi dengan laju dosis yang rendah atau sangat rendah, sehingga waktu yang dibutuhkan bisa lebih lama bahkan
19
dapat dilakukan untuk paling tidak 1 siklus tanaman. Teknik ini dilakukan bila ada gamma room atau gamma garden/gamma field. 3. Radiasi berulang adalah pelaksanaan iradiasi dilakukan berulang beberapa kali dengan dosis yang kecil sampai dosis yang diinginkan tercapai. Besarnya laju dosis (dose-rate) tergantung besarnya aktivitas jenis radioisotop
sebagai
sumber
pengion.
Cobalt-60
adalah
radioisotop
yang
memancarkan sinar gamma. Makin tinggi aktivitas jenis Cobalt-60, makin tinggi juga laju dosisnya.
Laju dosis adalah jumlah dosis terserap per satuan waktu
(krad/detik atau Gy/detik). Dosis terserap adalah jumlah energi yang diserap per berat (massa) benda yang diradiasi. Satuan dosis terserap adalah rad atau Gray (Gy), 1 krad = 1000 rad = 10 Gy (Naumann et al. 1975). Perlakuan iradiasi sinar gamma yang optimum pada kalus jagung berada pada kisaran 20-25 gray (Sutjahjo et al. 2007). Sementara hasil penelitian Herison et al. (2008) mendapatkan pola respon awal benih dan radiosensitivitas galur jagung terhadap iradiasi sinar gamma bervariasi antar galur. Nilai LD50 galur-galur jagung yang diuji berkisar antara 97 Gy hingga 424 Gy. Keragaman karakter jumlah daun, panjang daun dan lebar daun meningkat antara 30-80%, sedangkan tinggi tanaman meningkat 250-1 300% akibat iradiasi pada LD50. Pemuliaan Mutasi pada Tanaman yang Berbiak secara Vegetatif Keuntungan dari perbanyakan secara vegetatif antara lain adalah secara genetik seragam dan tetap bersifat seperti tanaman aslinya, terutama pada tanaman yang tidak dapat berbuah ataupun tidak dapat menghasilkan biji, baik karena adanya kendala genetik maupun akibat adanya kendala fisik, atau tanaman yang mampu menghasilkan biji dengan cara apomiksis. Selain itu adapula tanaman yang mampu menghasilkan biji tapi bijinya tidak mempunyai endosperma seperti yang terjadi pada anggrek, sehingga di alam, persentase biji yang mampu tumbuh dan berkembang menjadi tanaman sangat rendah, karena adanya kendala-kendala tersebut maka pembiakan dengan cara vegetatif akan sangat membantu dan lebih menguntungkan (Chahal dan Gosal 2003).
20
Broertjes dan van Harten (1988), menyatakan bahwa aspek utama yang menjanjikan dari pemuliaan mutasi dibandingkan dengan pemuliaan konvensional adalah kemampuan mengubah hanya beberapa sifat jelek dari kultivar yang terpilih sebagai bahan pemuliaan, tanpa menimbulkan perubahan nyata dari keunggulan kultivar tersebut.
Selain itu melalui induksi mutasi
menggunakan dosis tinggi
dengan iradiasi sinar gamma dapat menghasilkan mutan yang ekstrim, seperti terjadinya kemandulan yang menghasilkan tanaman Cytoplasmic Male Sterile (CMS) yang sangat penting dalam menghasilkan tanaman jagung hibrida (Donini dan Micke 1984). Pemuliaan mutasi bertujuan untuk mengubah atau menambah satu sifat yang diinginkan dengan tetap mempertahankan keunggulan varietas tersebut. Perubahan genetik diharapkan terjadi setelah perlakuan dengan mutagen pada tanaman induk (materi genetik).
Perubahan yang sering terjadi adalah kehilangan (deletion),
duplikasi dan mutasi resesif. Pemutusan linkage dengan sifat yang tidak disukai atau efek pleiotropic mungkin terjadi (van Harten 2002). Kebanyakan mutasi menghasilkan gen resesif (relatif) terhadap alel pada varietas aslinya. Hasil demikian dapat menjadi halangan bagi pencapaian tujuan pemuliaan mutasi pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif. Bahan pemuliaan yang paling tepat untuk pemuliaan mutasi adalah kultivar unggul yang hanya memerlukan perbaikan sifat tertentu saja (Lapins 1974). Tabel 1. Pengaruh perlakuan mutagen pada level lokus. Genotipe awal
Genotipe Tipe perubahan setelah perlakuan AA ADelesi AA Aa Mutasi resesif Aa ADelesi Aa aDelesi Aa aa Mutasi Resesif Aa AA Mutasi Dominan aa aDelesi aa Aa Mutasi Dominan Sumber : IAEA (1977)
Pengaruh pada fenotipe Tak ada /lemah Tak ada /lemah Tak ada /lemah Nyata/Kuat Nyata (relatif) Tak ada /lemah Tak ada /lemah Nyata (relatif)
Probabilitas kejadian Tinggi Rendah, relatif Tinggi Tinggi Rendah, relatif Amat rendah Tinggi Amat rendah
Perlakuan dosis tinggi dalam waktu yang singkat (dosis akut) lebih tepat untuk menghasilkan efek yang diinginkan. Perubahan genotipe (level lokus) yang sering
21
terjadi setelah dilakukan iradiasi secara umum dapat dilihat pada Tabel 1. Perlakuan induksi mutasi pada genotipe awal yang heterozigot mempunyai peluang yang lebih besar untuk menghasilkan mutan yang mudah terlihat (fenotipe nyata berbeda). Ternyata tanaman yang dibiakkan secara vegetatif umumnya mempunyai genotipe yang heterozigot, jadi menguntungkan bila diperbaiki dengan teknik mutasi.
Pemuliaan Tanaman Hias dengan Mutasi Induksi Mutasi induksi berperan penting dalam perakitan varietas unggul pada berbagai jenis tanaman hias. Hal ini disebabkan tidak semua tanaman hias mampu dengan mudah menghasilkan biji, sehingga sulit dilakukan hibridisasi. Penelitian mutasi induksi somatik di National Botanical Research Institute Lucknow, India terhadap beberapa komoditas tanaman hias dari tahun 1974 sampai 1998 menghasilkan 75 mutan yang telah dilepas sebagai kultivar baru dan unggul. Varietas mutan tersebut terdiri atas empat varietas bougenville, 43 varietas mutan krisan, satu varietas kembang sepatu, tiga varietas mutan lantana, enam varietas mutan portulaka, 16 varietas mutan mawar dan dua varietas mutan sedap malam (Gupta et al. 1984, Ahloowalia 1992). Penelitian
Busey (1980)
pada
stolon
tanaman
St.
Augustinegrass
(Stenotaphrum secundatum (Walt.) Kuntze) yang diradiasi sinar gamma dengan dosis 4.5 krad, telah menghasilkan tanaman mutan sebanyak 7 % dari tetua FA-243. Percobaan induksi mutasi dengan sinar gamma pada Thai Tulip (Curcuma alismatifolia) mendapatkan LD50 pada dosis sekitar 25 Gy, pada dosis tersebut terjadi perubahan perkembangan bunga, mutasi klorofil dan alterasi morfologi tanaman sehingga menghasilkan beberapa mutan (Abdullah et al. 2009) Banerji dan Datta (1992) menemukan dosis optimum sinar gamma sebesar 25 Gy pada tanaman krisan yang diradiasi dalam bentuk stek pucuk, sehingga menghasilkan mutan yang diinginkan terbanyak (30% dari populasi tanaman). Banerji dan Datta (1992), Busey dan Banerji (1993), Busey (2001), menghasilkan variasi warna pada krisan mutan, dari warna asli ungu menjadi belang putih-krem menggunakan dosis iradiasi sinar gamma 20 gray, serta menjadi putih dan berbentuk pompon pada dosis 25 gray. Galur mutan ini dirilis di India tahun 1995. Waluyo
22
(2001) mendapatkan dosis iradiasi sinar gamma yang optimum untuk menghasilkan mutan krisan yang diinginkan pada kisaran 19.5-22 gray. Lamseejan et al. (2000), mendapatkan LD50 untuk tanaman krisan klon ungu pada dosis 14 Gy. Aisyah et al. (2009) melaporkan bahwa LD50 untuk stek pucuk anyelir yang diradiasi dengan sinar gamma berkisar antara 49-72 Gy. Mutasi fisik dengan iradiasi sinar gamma telah mampu menciptakan 106 mutan dari 5 nomor anyelir. Anyelir genotipe 10.8 merupakan genotipe yang paling tidak sensitif terhadap sinar gamma sedangkan genotipe 24.15 merupakan genotipe yang paling sensitif terhadap sinar gamma. Anyelir genotipe 24.1 merupakan genotipe yang paling banyak membentuk mutan. Generasi M1V2 merupakan generasi yang paling banyak mengekspresikan karakter mutan yang paling stabil dibandingkan dengan genotipe lainnya. Perlakuan iradiasi sinar gamma telah mampu menghasilkan mutan-mutan yang secara kualitatif, warna dan bentuk petalnya stabil sampai generasi ketiga.
Sebaiknya seleksi
dilakukan pada tanaman M1V3, karena umumnya mutan yang dihasilkan sudah stabil. Penanda Morfologi Penanda
morfologi
yang
biasanya
digunakan
merupakan
penanda
berdasarkan pada hereditas Mendel yang sederhana, seperti bentuk, warna, ukuran dan berat. Karakter morfologi (fenotip) bisa digunakan sebagai indikator yang signifikan untuk gen yang spesifik dan penanda gen dalam kromosom karena sifatsifat yang mempengaruhi morfologi dapat diturunkan. Karakter kualitatif meliputi warna dan bentuk, umumnya dikendalikan oleh gen sederhana (satu atau dua gen) dan sedikit dipengaruhi oleh lingkungan (Stoskopf et al. 2009). Penanda morfologi dapat dijadikan dasar untuk mengukur besarnya keragaman yang terdapat pada tanaman berdasarkan karakter fenotipe, baik pada fase vegetatif maupun fase generatif. Karakter morfologi yang umumnya diamati secara mendetail pada fase vegetatif adalah organ akar, batang dan daun. Pengamatan fase generatif umumnya dilakukan pengamatan terhadap organ bunga, buah dan biji (Harris dan Harris 2004). Perbedaan karakter morfologi tanaman dapat diamati pada organ akar, batang dan daun. Daun lengkap mempunyai bagian upih daun atau pelepah daun (vagina),
23
tangkai daun (petioles), dan helaian daun (lamina) sedangkan daun tidak lengkap yaitu daun yang kehilangan salah satu bagian dari daun. Heterofili adalah bentuk daun yang berlainan pada satu pohon pada cabang yang berlainan, sedangkan anisofili adalah terdapat dua bentuk daun pada cabang yang sama. Bentuk daun dapat dilihat pada rasio panjang terhadap lebar daun. Bentuk daun oval/elips/jorong apabila rasio panjang : lebar menunjukkan 1.5 - 2 : 1, bentuk memanjang/oblong jika rasio menunjukkan 2.5 – 3 : 1, dan lanset dengan rasio 3 – 5 : 1 (Tjitrosoepomo 2005). Bentuk ujung daun terbagi menjadi bentuk (1) runcing yaitu ujung daun membentuk sudut lancip < 900, (2) meruncing (acuminatus) yaitu ujung runcing lebih tinggi sehingga ujung daun tampak sempit panjang dan runcing, (3) membulat (rotundus) ujung tumpul tidak membentuk sudut, (4) rompang (truncates) ujung daun rata, (5) ujung terbelah (retusus) ujung daun terdapat lekukan dan (6) ujung berduri (mucronatus) (Tjitrosoepomo 2005). Bentuk acuminate dapat didefinisikan pula sebagai ujung yang meruncing sehingga pada ujung daun membentuk cekungan sepanjang sisi pada ujungnya. Bentuk acute meruncing ke ujung dengan bentuk lurus pada kedua sisi ujung daun. Bentuk pangkal daun terbagi menjadi (1) oblique apabila bentuk pangkal daun tidak seimbang, (2) membulat (rounded), (3) aequilateral apabila kedua sisi bentuk seimbang, (4) cuneate apabila pangkal meruncing (Harris dan Harris 2004). Stomata yang terdapat pada permukaan daun merupakan peubah pada pengamatan morfologi. Stomata adalah celah dalam epidermis yang dibatasi oleh dua sel penutup berbentuk ginjal yang disebut sel penjaga yang berfungsi tempat masuknya CO2 dan air melalui daun, sedangkan sel yang berbeda bentuknya disebut sel tetangga. Bentuk sisi sel epidermis bervariasi seperti berleluk dalam, berlekuk dangkal atau rata. Sel epidermis yang mengelilingi sel penutup dapat digunakan sebagai identifikasi dari tipe stomata (Hartatik 2000). Tipe stomata dapat dibedakan menjadi 4, berdasarkan susunan sel epidermis yang berada di samping sel penutup yaitu : (1) anomositik apabila sel penutup dikelilingi oleh sel yang tidak dapat dibedakan ukuran dan bentuknya sama dengan sel epidermis, (2) anisositik apabila sel penutup dikelilingi tiga buah sel tetangga yang tidak sama besar, (3) parasitik apabila sel penutup diringi satu atau lebih oleh
24
sel tetangga yang sejajar dengan sel penutup dan (4) diasitik apabila stomata dikelilingi oleh dua sel tetangga yang letaknya tegak lurus (Tjitrosoepoemo 2005).
Penanda Molekuler Inter Simple Sequence Repeats (ISSR) Penanda molekuler digunakan untuk menunjukkan polimorfisme pada tingkat DNA. Penanda molekuler yang diharapkan adalah sebagai berikut : (1) polimorfik yang tinggi, (2) kodominan untuk dapat membedakan homozigot dan heterozigot pada tanaman diploid, (3) pemunculan diseluruh genom, (4) selektif terhadap perilaku alami, (5) pendugaan mudah, cepat dan murah untuk dideteksi, dan (7) reproducibility tinggi (Kumar et al. 2009). Penanda dengan menggunakan DNA terbagi menjadi dua tipe yaitu (1) non PCR seperti RFLP dan (2) berbasis PCR seperti RAPD, AFLP, SSR, ISSR dengan terbentuknya separasi pita hasil proses elektroforesis sebagai pencerminan alel atau lokus. Penanda molekuler berbasis sekuen DNA dapat terdeteksi dan pewarisan sifat mudah diamati, sehingga efisien untuk evaluasi dan seleksi. Penanda molekuler Inter Simple Sequence Repeats (ISSR) merupakan salah satu penanda dengan motif sekuen berulang. Ada kalanya terdapat penambahan sekuen nukleotida baik pada bagian ujung 3’ maupun ujung 5’ seperti (CA)8RG dan (CA)8RY. ISSR adalah fragmen DNA dengan ukuran 100-3000 bp berlokasi diantara wilayah mikrosatelit, wilayah amplifikasi sekuen DNA yaitu pada inter-SSR bagian flanked genom secara berlawanan pada area yang dekat dengan sekuen berulang (Zietkiewicz et al. 1994). Primer yang digunakan adalah primer utas tunggal dengan motif mikrosatelit/SSR. Keuntungan ISSR antara lain tidak diperlukannya data sekuen terlebih dahulu, membutuhkan 5-50 ng templat DNA per reaksi, ISSR tersebar diseluruh genom, dapat bersifat dominan maupun kodominan (Soltis et al. 1998) dan dapat menghasilkan pola polimorfisme lebih tinggi daripada RAPD pada beberapa tanaman (Guo et al. 2009). Penanda bersifat dominan, yaitu tidak dapat membedakan individu yang homozigot dan heterozigot, sedangkan penanda kodominan dapat membedakan individu yang homozigot dan heterozigot.
25
Tanaman umumnya memiliki dinukleotida dengan motif SSR seperti AC/TG, AT/AT, dan AG/TC. Inter Simple Sequence Repeats (ISSR) merupakan penanda yang dikembangkan dari motif SSR. Interpretasi alel terletak pada pemunculan atau tidak munculnya pita DNA (Soltis et al. 1998),
ISSR dapat digunakan untuk
menghasilkan pola separasi pita DNA polimorfik dalam pengamatan genotipe untuk (1) memperoleh hubungan asal tanaman dengan pusat penyebaran, (2) identifikasi genetik tetua, klon, galur dan (3) analisis keragaman genetik serta kekerabatan (Gao et al. 2006; Guo et al. 2009).
BAB III. TAHAPAN PENELITIAN
Penelitian Disertasi ini dilaksanakan selama 3 tahun 4 bulan, yaitu mulai dari bulan Oktober 2008 sampai Februari 2012. Bagan alir penelitian pengembangan klon mutan unggul dan unik anggrek S. plicata hasil iradiasi sinar gamma secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 2. Untuk mencapai tujuan penelitian dan menjawab hipotesis yang diajukan, dilakukan beberapa tahapan penelitian yang saling terkait dan saling mendukung. Percobaan-percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 3 kelompok percobaan yaitu : 1.
Optimalisasi protokol perbanyakan in vitro anggrek S. plicata.. a. Seleksi berbagai jenis dan konsentrasi bahan organik kompleks. b. Formulasi vitamin, gula dan sitokinin
2.
Induksi mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma. a. Induksi mutasi pada lini klon protocorm like bodies (plb). b. Induksi mutasi pada lini klon planlet.
3.
Analisis keragaman genetik tanaman mutan menggunakan penanda morfologi dan molekuler (ISSR). a. Karakterisasi morfologi. b. Karakterisasi molekuler menggunakan ISSR. Sasaran, luaran dan indikator capaian setiap tahapan penelitian perlu ditetapkan
untuk mengetahui kemajuan dan keberhasilan penelitian ini, seperti yang diuraikan secara rinci dalam Tabel 2. Metode penelitian pada setiap tahapan (percobaan) diuraikan secara rinci pada bab IV, V, VI dan VII.
28
Tabel 2. Sasaran, luaran dan indikator capaian kegiatan penelitian. No
Kegiatan
Sasaran
Luaran
Indikator capaian
I . Optimalisasi protokol perbanyakan in vitro 1.
Seleksi berbagai jenis dan konsentrasi bahan organik kompleks.
Mendapatkan jenis dan konsentrasi bahan organik kompleks terbaik untuk pertumbuhan dan multiplikasi plb dan planlet
Medium terbaik untuk pertumbuhan dan multiplikasi plb dan planlet
pertumbuhan dan multiplikasi plb dan planlet terbaik
2.
Formulasi vitamin, gula dan sitokinin
mendapatkan formula vitamin, gula dan sitokinin pertumbuhan dan multiplikasi plb dan planlet
Medium terbaik untuk pertumbuhan dan multiplikasi plb dan planlet
pertumbuhan dan multiplikasi plb dan planlet terbaik
II.
Induksi Mutasi plb dan planlet Anggrek S. plicata menggunakan Iradiasi Sinar Gamma, seleksi dan karakterisasi populasi tanaman hasil iradiasi
3.
Induksi mutasi dan penentuan LD50 untuk plb anggrek S. plicata
Diperoleh LD50 plb dan populasi plb hasil iradiasi yang beragam
LD50 untuk plb
4.
Induksi mutasi dan penentuan LD50 untuk planlet anggrek S. plicata
Diperoleh LD50 LD50 untuk planlet planlet dan populasi plb hasil iradiasi yang beragam
Diperoleh LD50 untuk planlet
5.
Seleksi dan karakterisasi populasi plb hasil iradiasi setelah 3 kali sub kultur berdasarkan karakter morfologi secara in vitro
Diperoleh populasi plb hasil iradiasi yang beragam hasil seleksi morfologi secara in vitro
Teridentifikasi mutan plb dan mutan planlet yang berbeda dengan tipe liarnya
dua kelompok plb dan planlet yaitu kelompok mutan dan kelompok tipe liarnya berdasarkan karakter vegetatif
Diperoleh LD50 untuk plb
29
No 6.
Kegiatan Seleksi dan karakterisasi populasi planlet hasil iradiasi berdasarkan karakter morfologi dan molekuler dirumah kawat
Sasaran Diperoleh populasi planlet hasil iradiasi yang beragam hasil seleksi morfologi maupun molekuler hasil seleksi di rumah kawat
Luaran
Indikator capaian
dua kelompok tanaman yaitu tanaman mutan dan tanaman tipenya berdasarkan marka morfologi dan marka molekuler
Teridentifikasi 2 kelompok tanaman yaitu tanaman mutan dan tanaman tipe liarnya berdasarkan marka morfologi dan marka molekuler
III. Analisis keragaman genetik mutan menggunakan penanda morfologi dan molekuler (ISSR). 7.
Karakterisasi Morfologi tanaman mutan dan tipe liarnya
Diperoleh penanda morfologi yang dapat membedakan mutan dengan tipe liarnya
Karakter morfologi yang membedakan mutan dengan tipe liarnya
Diperoleh Identitas morfologi mutan
8.
Studi keragaman genetik dan identifikasi mutan dan tipe liarnya berdasarkan marka molekuler (ISSR)
Diperoleh primer ISSR yang bersifat polimorfik untuk anggrek Spathoglottis sp. dang mutannya
Metode Identifikasi keragaman genetik menggunakan primer ISSR optimum untuk anggrek Spathoglottis sp.
Diperoleh identitas molekuler berdasarkan hasil analisis menggunakan marka ISSR (dendogram keragaman genetik yang dapat membedakan dengan akurat antara mutan dengan tipe liarnya)
30
Gambar 3. Bagan alir penelitian induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma untuk pengembangan klon unggul anggrek S. plicata Blume aksesi Bengkulu.
BAB IV. OPTIMALISASI PROTOKOL PERBANYAKAN IN VITRO ANGGREK Spathoglottis plicata Blume. (OPTIMALIZATION PROTOCOL FOR IN VITRO PROPAGATION OF Spathoglottis plicata Blume. ORCHID) Abstract The orchid seeds do not have endosprem so that it need to be planted in vitro to support nutrition for embrio development. This experiment were aimed (1) to obtain the best basal medium and organic compounds for multiplicating plbs and plantlets (2) to obtain the best formulation of vitamins and sugar concentration to support the growth and the development of plbs and plantlets, and (3) to obtain the best type and concentration of cytokinin to support the growth and the multiplication level of plbs and plantlets of S. plicata in large quantities by in vitro culture. This study consisted of two separate experiments. The explant used was line of plb clone S. plicata accesssion Bengkulu. The first experiment used factorial Completely Randomized Design (CRD) with 3 factors and ten replications. The first factor was kinds of medium (Murashige and Skoog medium and medium Vacint and Went medium). The second factor was the types of organic compound (coconut water, banana fruit, egg yolks and potatoes). The third factor was the concentration of organic compounds (0, 50, 100, 150 ml L-1 coconut water or egg yolk, 0, 50, 100 and 150 g L-1 potato or banana). The second experiment used factorial CRD with 2 factors and five replications. The first factor was the formulation of vitamin and sugar concentration (J1 = MS vitamin + 30 g L-1 sugar , J2 = B5 vitamin + 30 g L-1 sugar, J3 = MS vitamin + 40 g L-1 sugar, J4 = B5 vitamin + 40 g L-1 sugar). The second factor was the combination of concentration and type of cytokinin (S0 = without cytokinin (control), S1 = BA 20 μM, S2 = 40 μM BA, S3 = 20 μM kinetin, S4 = 40 μM kinetin, S5 = 75 ml L-1 coconut water, and S6 = 150 ml L-1 coconut water). The result showed that VW medium was better than MS medium for growing and multiplicating plb. The addition of 50-100 ml L-1 of coconut water into VW medium or MS medium yileded the best multiplication level and the development of plb compared to potato, banana and egg yolk organic compounds. The best development and multiplication of plb and plantlet produced by MS medium with B5 vitamin containing of 30 g L-1 sucrose as the first factor or the MS medium with addition of 75 ml L-1 coconut water or MS medium supplemented with 20 μM BA as the second factor. Beside the quantitative variables, those media also yielded the best visual appearance and performance (on six weeks after sub culture). Keywords : Orchid, Spathoglottis plicata, cytokinin, benzyl adenin, organic compounds, in vitro
32
Pendahuluan Aggrek Spathoglottis plicata Blume merupakan anggrek teresterial yang tumbuh pada medium tanah, umumnya lebih menyukai tempat-tempat yang bahan organiknya tinggi dan lembab. Di alam banyak sekali jenis bahan organik kompleks baik berupa humus maupun eksudat tanaman, yang umumnya juga banyak terdapat mikoriza sebagai media yang baik dalam menambat nutrisi yang dibutuhkan oleh anggrek selama pertumbuhannya. Biji anggrek tidak mempunyai endosperm, sehingga di alam hanya mampu berkecambah dan tumbuh menjadi tanaman kurang dari 5% (Minea et al. 2006). perkecambahan dan pertumbuhan biji anggrek dapat ditingkatkan dengan cara menaburkan biji pada medium in vitro. Knudson pada tahun 1920 merupakan orang pertama yang berhasil menanam biji anggrek pada media kultur.
Media yang
digunakan tersebut kemudian dipatentkan dengan nama Knudson C.
Tingkat
keberhasilan perkecambahan biji anggrek dapat mencapai 100% (Gamborg 2002). Penggunaan medium in vitro dengan penambahan berbagai jenis bahan organik sudah banyak dilaporkan pada kultur biji anggrek. Bahan organik kompleks yang banyak digunakan dalam medium kultur jaringan adalah yeast ekstrak, malt ekstrak, air kelapa dan pisang. Umumnya anggrek lebih menyukai bahan organik kompleks dibandingkan nutrisi anorganik. Medium yang banyak digunakan oleh penangkar anggrek untuk produksi benih secara in vitro adalah medium Vacint and Went atau medium Knudson C yang memiliki kandungan bahan kimia yang lebih sedikit dibandingkan dengan medium MS (Torres 1989, Pierik 1987). Penambahan bubur buah pisang dan air kelapa ke dalam medium in vitro dapat digunakan untuk melengkapi kekurangan nutrisi medium dan umumnya sangat cocok digunakan sebagai medium pertumbuhan dan perkembangan plb dan planlet tanaman anggrek. Telur mempunyai kandungan zat gizi yang cukup tinggi, antara lain mengandung 8 asam amino esensial yang baik untuk pertumbuhan, mineral selenium (Se), vitamin D yang dapat membantu penyerapan kalsium untuk pembentukan tulang, vitamin E, vitamin B12, vitamin B6, dan asam folat yang dibutuhkan untuk kesehatan tubuh terutama untuk melindungi sel-sel saraf (Winarno 1993). Kandungan gizi per 100 g telur ayam adalah 162 kcal kalori, 12.8 g protein, 11.5 g
33
lemak, 0.7 g karbohidrat, 900 SI Vitamin A dan 0.1 mg Thiaimin (Depkes RI 1996). Penggunaan telur dalam medium anggrek memang tidak lazim karena baunya yang amis, sehingga kurang disukai.
Kuning telur mengandung protein yang tinggi.
Protein dapat dijadikan sebagai sumber N reduksi (NH2) yang dapat digunakan untuk memacu pertumbuhan vegetatif tanaman anggrek. Widiastoety et al. (2004), melaporkan bahwa penelitiannya yang menggunakan berbagai jenis pisang dalam medium tanam anggrek Phalaenopsis dengan konsentrasi 50 g L-1. Penambahan pisang ambon dapat memacu pertumbuhan daun baik luas maupun jumlahnya menjadi 2 kali lebih baik dibandingkan dengan kontrol, dan 1.5 kali lebih baik dibandingkan dengan pisang mas dan pisang raja. Pisang ambon lumut memberikan respon yang lebih baik dibandingkan dengan pisang ambon putih, secara keseluruhan pisang ambon memberikan hasil yang terbaik. Decruse et al. (2003) menggunakan
modifikasi medium VW pada dengan
penambahan 100 g L-1 bubur pisang dan 100 g L-1 yang dikombinasikan dengan paclobutrazol pada anggrek Vanda spathulata, selanjutnya dipelihara pada ruang kultur dengan suhu ruangan 25 ± 2oC dengan intensitas cahaya 37 μmol m-2 s-1 selama 16 jam per hari, mampu meningkatkan berat basah, tinggi tanaman, jumlah daun, ukuran daun dan panjang akar, penampilan tanaman hasil kultur juga lebih segar dan lebih hijau selama 17-22 hari setelah berkecambah pada medium cair. Tumbuhnya juga lebih cepat 6 hari dibandingkan dengan medium padat. Penggunaan zat pengatur tumbuh sitokinin alami maupun sintetik untuk memacu multiplikasi dan pertumbuhan tunas mikro sudah digunakan secara luas pada berbagai jenis tanaman, namun jenis dan konsentrasinya berbeda-beda untuk berbagai jenis tanaman. Penggunaan sitokinin tersebut juga sangat penting untuk perbanyakan in vitro berbagai jenis anggrek, termasuk anggrek S. plicata. Umumnya anggrek sudah dapat tumbuh tanpa penambahan sitokinin pada medium tanamnya, namun dengan penambahan sitokinin dapat memacu multiplikasi plb dan planlet menjadi lebih cepat. Sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang sangat berperan dalam proses proliferasi sel (Ramirez-Parra 2005), menginduksi pembelahan sel serta pembentukan dan perkembangan tunas (Mok 1994), mengaktifkan pucuk tunas lateral yang dorman (Napoli et al. 1999) serta memperlambat senescence (Gan dan Amasino 1995).
34
Pertumbuhan dan multiplikasi plb sangat penting untuk perbanyakan anggrek S. plicata. Umumnya anggrek dapat tumbuh baik pada berbagai jenis medium dan bahan organik kompleks yang ditambahkan pada medium tanam. Respon anggrek terhadap jenis medium dan bahan organik kompleks yang cocok untuk memacu pertumbuhannya sangat berbeda untuk setiap jenis anggrek. Medium Mira-1976 dengan penambahan bubur buah pisang dan air kelapa digunakan untuk menginduksi kalus, plb dan planlet anggrek Red Vanda (Seeni dan Latha 1992), juga pada Blue Vanda (Seeni dan Latha 2000). Penggunaan bahan organik komplek seperti pepton, malt ekstrak, bubur buah pisang dan air kelapa, juga banyak digunakan pada berbagai jenis medium in vitro anggrek lainnya seperti yang dilaporkan Hee et al. (2009), Tee et al.
(2008) dan Sim et al. (2008) pada anggrek Dendrobium.
Kartikaningrum et al. (2007) pada medium anggrek Spathoglottis. Murthy dan Pyati (2001) pada anggrek Aerides maluculosum dan Kishor et al. (2008) pada kultur hasil persilangan resiprokal anggrek Aerides vandarum dan Vanda stangeana. Penggunaan medium MS dengan modifikasi vitamin medium menggunakan B5 telah pula dilakukan untuk meningkatkan multiplikasi dan meningkatkan ketegaran tanaman sebelum diaklimatisasi.
Ahmad et al. (2007)
menyatakan bahwa
penggunaan 30 g L-1 sorbitol dapat meningkatkan proliferasi tunas dan akar, mampu meningkatkan berat basah akar pada batang bawah peach G 677. Kenyo (2002), melaporkan bahwa medium ½ MS dengan penambahan 60-90 g L-1 sukrosa mampu mempertahankan pertumbuhan optimum Lili kultivar Avignon dan Bergamo, tanpa menyebabkan pertumbuhan abnormal selama percobaan in vitro. Percobaan ini bertujuan untuk (1)
mendapatkan jenis medium dan bahan
organik kompleks terbaik untuk multiplikasi plb, (2) mendapatkan formulasi komposisi vitamin dan konsentrasi gula medium yang paling tepat untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan plb dan planlet anggrek
S. plicata, (3)
mendapatkan kombinasi jenis dan konsentrasi sitokinin terbaik dalam memacu pertumbuhan dan multiplikasi plb dan planlet lini klon anggrek S. plicata aksesi Bengkulu secara in vitro.
35
Bahan Dan Metode Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB, dari bulan Oktober 2008 hingga Oktober 2009. Tanaman induk anggrek S. plicata (tipe liarnya) yang digunakan sebagai bahan inisiasi kultur untuk iradiasi sinar gamma diambil dari habitat aslinya di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu dengan titik koordinat E 102 33 00,7 dan S 03 39 41,2 lalu diberi kode (SpBa). Tanaman anggrek dilakukan domestikasi dan dipelihara di rumah kaca dengan naungan 45%, setelah keluar bunga dilakukan penyerbukan sendiri untuk mendapatkan buah. Buah yang sudah matang ditaburkan pada medium Murashige and Skoog (MS). Plb yang terbentuk digunakan sebagai bahan tanaman untuk percobaan 1 dan 2. Bentuk bunga, buah dan plb disajikan pada Gambar 4.
(a)
(b)
(c)
Gambar 4. Anggrek S. plicata Blume. aksesi Bengkulu : (a) bunga, (b) buah, (c) plb. Ciri khusus anggrek S. plicata aksesi Bengkulu antara lain memiliki pangkal batang (tangkai daun), tunas, tangkai bunga yang berwarna ungu, warna bunga ungu cerah, side lobe berwarna merah cerah dan callus berwarna kuning cerah (Romeida 2008). Anggrek aksesi ini belum terdapat di dalam koleksi plasma nutfah yang terdapat di Balithi Segunung (Kartikaningrum et al. 2004, Kartikaningrum dan Effendi 2005, Handoyo dan Prasetya 2006, Cribb dan Tang 1982). Seleksi Berbagai Jenis dan Konsentrasi Bahan Organik Kompleks Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 3 faktor. Faktor pertama adalah jenis medium (MS dan VW). Faktor kedua adalah jenis bahan organik komplek yang terdiri dari 4 jenis yaitu (air kelapa, buah pisang ambon,
36
kuning telur dan kentang). Faktor ketiga adalah konsentrasi bahan organik komplek (0, 50, 100, 150 ml L-1 untuk air kelapa dan kuning telur, 0, 50, 100 dan 150 g L-1 untuk kentang dan buah pisang Ambon). Setiap perlakuan diulang sepuluh kali (10 botol kultur) dan masing-masing botol ditanam 10 plb yang yang berumur 8 minggu setelah penaburan pada medium tanam in vitro. Medium yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari dua jenis yaitu medium Murashige and Skoog (MS) dan medium Vacint and Went (VW) dengan volume media 20 ml/botol. Pengamatan dilakukan secara visual setiap minggu sekali. Karakter yang diamati meliputi jumlah plb, perkembangan plb membentuk planlet, jumlah daun, tinggi planlet, jumlah akar, panjang daun, lebar daun, panjang akar dan warna daun. Data kuantitatif dianalisis dengan uji F pada taraf 5 %, bila terdapat pengaruh nyata dari perlakukan dilakukan
uji lanjut menggunakan Uji Jarak Berganda
Duncan’s (UJBD) pada taraf 5%. Data kualitatif ditampilkan secara visual (foto). Seleksi Formulasi Vitamin, Gula dan Sitokinin. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah formulasi jenis vitamin dan konsentrasi gula yang terdiri dari empat macam formulasi yaitu J1 = vitamin MS + gula 30 g L-1 , J2 = vitamin B5 + gula 30 g L-1 , J3= vitamin MS + gula 40 g L-1 , J4 = vitamin B5 + gula 40 g L-1. Faktor kedua adalah penambahan sitokinin yang terdiri dari 7 jenis yaitu S0 = tanpa sitokinin (kontrol), S1 = 20 μM BA, S2 = 40 μM BA, S3 = 20 μM kinetin, S4 = 40 μM kinetin, S5 = 75 ml-1 air kelapa dan S6 = 150 ml L-1 air kelapa. Medium dasar untuk perkembangan plb menjadi planlet adalah medium MS ditambah 2% arang aktif, sementara untuk multiplikasi planlet tanpa arang aktif tapi ditambah 0.2 mg L-1 NAA. Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak lima kali (5 botol kultur). Media dasar yang digunakan dalam percobaan ini adalah media Murashige dan Skoog (MS) yang telah dimodifikasi sesuai dengan perlakuan. Setiap botol kultur diisi medium sebanyak 20 ml/botol, selanjutnya diinkubasi selama 1 minggu untuk mengetahui apakah medium benar-benar sudah steril. Media yang steril selanjutnya ditanam dengan 10 plb yang sudah memanjang, tapi belum berkembang sempurna membentuk planlet.
37
Pengamatan karakter kualitatif seperti warna plb , warna planlet, warna daun, dilakukan secara visual setiap minggu. Karakter pertumbuhan kuantitatif diamati setiap minggu meliputi jumlah plb, jumlah planlet, tinggi planlet, jumlah daun dan jumlah akar. Pengamatan tinggi planlet dilakukan pada akhir percobaan atau pada saat sub kultur. Analisis Uji F pada taraf 5 % untuk karakter kuantitatif digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan antar perlakuan yang diberikan, bila terdapat pengaruh nyata dari perlakuan dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) pada taraf
5%.
Data kualitatif akan dibuat tabulasi dan ditampilkan secara visual
menggunakan foto. Hasil dan Pembahasan Seleksi Berbagai Jenis dan Konsentrasi Bahan Organik Kompleks. Hasil pengamatan yang dilakukan pada 6 mst menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi bahan organik kompleks yang ditambahkan pada medium tanam berpengaruh nyata terhadap semua
karakter yang diamati seperti
jumlah plb,
perkembangan plb membentuk planlet, tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun dan
panjang akar planlet
S.
plicata.
Interaksi antar faktor perlakuan tidak
berpengaruh nyata terhadap semua karakter yang diamati di dalam percobaan ini, kecuali interaksi medium dan jenis bahan organik kompleks memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap peubah jumlah plb, perkembangan plb membentuk planlet, tinggi tanaman, jumlah akar, panjang daun, lebar daun dan panjang akar planlet S. plicata pada 6 mst. Hasil uji jarak berganda Duncan’s (UJBD) pada taraf 5% , disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Penambahan air kelapa baik ke dalam medium VW maupun MS menghasilkan rataan tertinggi untuk semua peubah yang diamati, namun responnya tidak berbeda nyata dengan penambahan pisang ambon pada medium VW dan penambahan kentang pada medium MS. Penambahan telur baik pada medium VW maupun medium MS memberikan respon yang kurang baik terhadap semua peubah pertumbuhan dan perkembangan plb anggrek S. plicata.
38
Tabel 3. Pengaruh jenis medium dan jenis bahan organik kompleks terhadap pertumbuhan plb S. plicata pada 6 minggu setelah tanam (mst). Jenis Bahan Organik Komplek MSAK MSPA MSTL MSKT VWAK VWPA VWTL VWKT Rataan MS Rataan VW
Jumlah plb (plb/btl)
Jumlah planlet (plt/btl)
Jumlah daun (helai)
Jumlah akar
Tinggi planlet (mm)
Panjang daun (mm)
Lebar daun (mm)
Panjang akar (mm)
21.05 b 17.62 c 10.50 d 12.77 d 26.98 a 19.69bc 9.34 d 11.23 d
2.33 b 1.87 c 1.66 c 1.89 c 3.19 a 2.46 b 1.26 d 1.71 c
2.85 2.89 2.23 2.53 2.96 2.45 2.80 3.05
0.40 cd 0.20 de 0.10 e 0.33 cd 0.86 a 0.41 bc 0.61 b 0.48 bc
31.25 ab 25.05 b 14.60 d 24.15 bc 35.95 a 23.35 c 26.05 b 32.50 ab
21.53 b 18.05 c 9.10 d 16.70 bc 24.10 a 15.40 c 16.55 bc 22.70 ab
2.15 a 1.95 ab 1.28 c 1.73 bc 2.25 a 1.60 bc 1.63 bc 2.16 a
5.35 a 1.30 d 0.25 e 2.35 c 5.05 a 3.50 bc 0.95 de 4.05 b
15.49b
1.93b
2.63
0.26b
23.76b
16.35b
1.78
2.31b
16.81a
2.15a
2.82
0.59a
29.46a
19.69a
1.91
3.39a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada UJBD dengan α = 0.05. MS = medium MS, VW = medium VW, AK = air kelapa, PA = pisang ambon, TL = kuning telur, KT = kentang. Pertumbuhan dan perkembangan plb dan planlet secara umum menggunakan medium VW lebih baik dibandingkan dengan medium MS, namun dari penampilan visual terlihat bahwa plb dan planlet yang ditumbuhkan pada medium VW lebih cepat browning (mulai dari 2 mst), sementara plb dan planlet yang ditanam pada medium MS mampu bertahan lebih lama (6 mst).
Hasil pengamatan visual
penambahan bahan organik kompleks berupa air kelapa dan pisang ambon ke dalam medium menghasilkan plb dan planlet yang berkualitas prima berwarna hijau tua, penambahan kentang menghasilkan plb dan planlet berwarna hijau sedangkan dengan penambahan telur ke dalam medium tanam menghasilkan plb
planlet
berwarna kuning sampai coklat dan mudah sekali browning. Sim et al. (2008), berpendapat bahwa bagusnya pertumbuhan dan perkembangan plb pada medium MS maupun VW dengan penambahan air kelapa, diduga di dalam air kelapa banyak terkandung hormon tumbuh alami seperti sitokinin (zeatin, dihydrozeatin dan isopentenylpyrophosphate) setelah dilakukan pemisahan menggunakan HPLC. Air kelapa juga mengandung diphenylurea dan gula yang sangat dibutuhkan terutama untuk menyokong pertumbuhan embrio kelapa (Gunawan 2001).
39
Sitokinin sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan multiplikasi plb dan planlet.
Penggunaan air kelapa sudah sangat banyak dilaporkan oleh
beberapa peneliti. Talukdar dan Ahmed (2003) mendapatkan perkecambahan biji anggrek S. plicata terbanyak, pertumbuhan dan perkembangan protocorm like bodies (plb) tertinggi, dihasilkan dari penaburan biji pada medium Knudson C dengan penambahan air kelapa 150 ml L-1 , malt ekstrak 0.5 g L-1, kinetin 0.5 g L-1 dan IAA 0.5 mg L-1. Umbi kentang banyak mengandung karbohidrat dalam bentuk amilum yang sangat berguna sebagai energi untuk mendukung pertumbuhan plb. Medium kentang PDA (potato dextrose agar)
sudah banyak dan sangat cocok digunakan untuk
medium pertumbuhan mikroorganisme. Terbukti dalam percobaan ini, walaupun pertumbuhan plb cukup baik, namun terdapat sedikit kelemahan, yaitu medium MS maupun VW dengan penambahan kentang sangat mudah terinfeksi cendawan, selanjutnya cendawan akan berkembang sangat cepat sehingga akhirnya dapat mematikan plb yang ditanam pada medium tersebut. Penggunaan pisang ambon, walaupun sudah banyak terbukti dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan bahan tanam anggrek secara in vitro,
ternyata
cukup baik untuk mendukung petumbuhan dan perkembangan plb anggrek S. plicata, namun responnya terhadap pertumbuhan dan multiplikasi plb dan planlet masih lebih rendah bila dibandingkan dengan air kelapa (Tabel 3). Penambahan kuning telur sebagai sumber bahan organik kompleks, ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan plb anggrek S. plicata, karena plb dan planlet yang terbentuk sangat lambat dan cepat mengalami browning.
Kuning telur banyak
mengandung protein yang sangat penting sebagai sumber NH2 (N reduksi) yang sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk mendukung pertumbuhan vegetatifnya, namun kurang sesuai untuk pertumbuhan dan multiplikasi plb.
Diduga kurang
baiknya pertumbuhan plb maupun planlet dengan pemberian kuning telur adalah karena tidak sesuainya perbandingan N teroksidasi dengan N tereduksi dalam medium tanam. Terjadinya peningkatan N tereduksi akan menyebabkan terjadinya penurunan pH medium sehingga tidak cocok lagi untuk mendukung pertumbuhan optimum plb maupun planlet anggrek S.
plicata.
Kebutuhan umum untuk
40
perbandingan N teroksidasi dengan N tereduksi adalah sekitar 1 : 2 pada medium MS (Gunawan 2001, Pierik 1987). Hasil analisis varian semua karakter yang dipengaruhi secara nyata oleh perbedaan konsentrasi bahan organik kompleks yang ditambahkan pada medium tanam yang selanjutnya dilakukan uji jarak berganda Duncans (UJBD) pada taraf 5%. Hasil analisisnya UJBD pada α 0.05 disajikan pada Tabel 4. Tabel 4.
Pengaruh konsentrasi bahan organik kompleks terhadap pertumbuhan plb S. plicata pada 6 minggu setelah tanam (mst).
Konsentrasi Jumlah plb Bahan (plb/btl) Organik Kompleks
Jumlah planlet (plt/btl)
Jumlah daun (helai)
Jumlah akar
Tinggi planlet (mm)
Panjang daun (mm)
Lebar daun (mm)
Panjang akar (mm)
0
9.89 c
1.63 b
2.79
0.11
21.40 c
12.90 c
1.35 c
0.30 b
50
25.48 a
2.57 a
2.88
0.57
30.70 a
21.70 a
2.08 a
4.15 a
100
21.75 a
2.12 a
2.74
0.64
29.15 a
20.04 a
2.19 a
3.73 a
150
12.34 b
1.87 b
2.46
0.37
25.20 b
17.43 b
1.77 b
3.23 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama. tidak berbeda nyata pada UJBD dengan α = 0.05 Hasil pengamatan pertumbuhan dan perkembangan plb dan planlet S. plicata pada 6 mst yang baik dihasilkan pada konsentrasi bahan organik kompleks berkisar antara 50 – 100 ml L-1, dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan semua karakter vegetatif, kecuali untuk peubah jumlah daun dan jumlah akar tidak menunjukkan pengaruh yang nyata.
Kisaran konsentrasi tersebut, menghasilkan
multiplikasi plb dan planlet terbanyak,
tinggi tanaman tertinggi, panjang daun
terpanjang, lebar daun terbesar dan panjang akar terpanjang. Selain itu pengamatan karakter kualitatifnya seperti warna daun dan warna tunas juga terbaik pada kisaran konsentrasi 50-100 ml L-1 atau 50-100 g L-1, karena daun dan tunas tetap hijau sampai dengan 6 mst. Penambahan ekstrak ragi dengan konsentrasi 1.25 g L-1, air kelapa 150 ml L-1, sukrosa 20 g L-1 dan bubur pisang 50 g L-1 pada media Vacint dan Went menghasilkan pertumbuhan terbaik bagi planlet Dendrobium (Widiastoety dan Kartikaningrum
1995).
Pertumbuhan dan multipliasi anggrek silangan Vanda
41
tricolor x Vanda Pteroceras validum dihasilkan pada medium MS + 2% arang aktif + 150 g L-1 bubur pisang Ambon + 5 ppm kinetin + 1 ppm 2,4-D (Romeida dan Yuliasari 2004). Seleksi Formulasi Vitamin, Gula dan Sitokinin. Modifikasi komposisi medium tanam dengan mengubah formulasi komposisi vitamin dan konsentrasi gula yang diberikan ke dalam medium MS memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf uji F 5% terhadap peubah jumlah plb, jumlah planlet, jumlah akar dan tinggi planlet. Penambahan berbagai jenis dan konsentrasi sitokinin pada medium MS juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf uji F 5% terhadap jumlah plb, jumlah planlet dan tinggi planlet pada 6 mst, namun interaksi antar perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap semua peubah yang diamati. Berdasarkan hasil UJBD pada taraf 5%, modifikasi
formulasi vitamin B5
dengan konsentrasi gula 30 g L-1 merupakan formulasi terbaik dalam multiplikasi plb anggrek S.
plicata.
Kombinasi perlakuan tersebut mampu menghasilkan
multiplikasi plb tertinggi dan berbeda nyata dengan ketiga kombinasi perlakuan lainnya, dengan kriteria jumlah plb terbanyak yaitu 31 plb/botol. Jumlah plb yang berkembang menjadi planlet juga sangat tinggi yaitu 13.1 planlet/botol (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh formulasi komposisi vitamin dan konsentrasi gula medium terhadap pertumbuhan dan perkembangan plb anggrek S. plicata pada 6 mst. Komposisi vitamin dan konsentrasi gula Vitamin MS + gula 30 g L-1 Vitamin B5 + gula 30 g L-1 Vitamin MS + gula 40 g L-1 Vitamin B5 + gula 40 g L-1
Jumlah plb (plb/ botol) 19.20 b 31.00 a 10.00 c 10.80 c
Jumlah planlet (planlet/ botol) 4.30 b 13.10 a 2.00 c 2.50 c
Jumlah daun (helai)
Jumlah akar
Tinggi planlet (cm)
3.50 4.40 3.90 3.70
2.10 ab 1.70 ab 1.10 b 2.80 a
2.70 c 4.10 bc 3.00 bc 6.80 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada UJBD dengan α = 0.05
42
Gambar 5. Pengaruh formulasi jenis vitamin dan konsentrasi gula medium MS terhadap multiplikasi plb anggrek S. plicata pada 6 mst. Kiri : modifikasi vitamin (VMS = vitamin MS, VB5 = vitamin B5). Kanan : modifikasi gula (G30 = gula 30 g L-1, G40 = gula 40 gL-1). JPLB = jumlah plb, JPLT = jumlah planlet, JD = jumlah daun. JA = jumlah akar, TT = tinggi tanaman.
Gambar 6. Pengaruh modifikasi vitamin dan konsentrasi gula terhadap penampilan plb dan planlet anggrek S. plicata pada 6 mst, VMS = vitamin MS, VB5 = vitamin B5, G30 = gula 30 g L-1, G40 = gula 40 g L-1. Jumlah plb dan planlet merupakan indikator untuk taraf multiplikasi dan sangat penting dalam produksi massal bahan tanam, sementara jumlah akar terbanyak (2.8 akar/planlet) dan tinggi planlet tertinggi (6.8 cm) dihasilkan dari modifikasi vitamin B5 dengan peningkatan konsentrasi gula medium menjadi 40 g L-1 (Tabel 5 dan
43
Gambar 5). Penampilan visual hasil pengamatan kualitatif seperti bentuk dan warna plb dan planlet serta penampilan dari keseluruhan hasil modifikasi vitamin dan konsentrasi gula disajikan pada Gambar 6. Penggunaan vitamin B5 untuk menggantikan vitamin MS pada medium MS memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan vitamin MS (standar) dalam multiplikasi plb.
Jumlah plb akhir rata-rata yang dihasilkan menggunakan
vitamin B5 mencapai 41.8 plb per botol setelah 6 mst sementara pada medium MS hanya 15 plb per botol (Gambar 5). Komposisi vitamin B5 ternyata mengandung konsentrasi beberapa senyawa organik yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan komposisi vitamin MS.
Perbandingan konsentrasi vitamin B5 (Gamborg B-5
medium) dengan vitamin MS adalah konsentrasi Nicotinic acid 2 x lebih tinggi. Thiamin-HCl 100 x lebih tinggi. dan Pyridoxine-HCl 20 x lebih tinggi. Kelebihan vitamin MS dibandingkan dengan vitamin B5 adalah mengandung asam amino Glycine dengan konsentrasi 2 ml L-1 sementara vitamin B5 tidak terdapat Glycine (Gamborg 2002). Beberapa tanaman seperti wortel sangat membutuhkan asam amino sebagai sumber NH2 (nitrogen tereduksi) yang berfungsi sebagai sumber nitrogen dan buffer yang mampu menjaga kestabilan pH medium terutama dalam menginduksi pembentukan embrio somatiknya (Ramage dan Williams 2002, Dahleen dan Bregitzer 2002), namun untuk anggrek S. plicata ternyata ada atau tidaknya glycine tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan dan multiplikasi plb. Konsentrasi gula di dalam medium tanam juga berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan multiplikasi plb anggrek S. plicata. Konsentrasi gula 30 g L-1 merupakan konsentrasi terbaik untuk multiplikasi plb karena mampu menghasil jumlah plb akhir tertinggi (25.1 plb per botol) dan jumlah plb yang mampu berkembang menjadi planlet (8.7 planlet/botol). peningkatan konsentrasi gula medium menyebabkan menurunnya pembentukan plb (Gambar 5). Konsentrasi gula terlalu tinggi dapat menyebabkan medium menjadi terlalu pekat dan tekanan osmotik medium menjadi semakin tinggi. Akibatnya akan terjadi plasmolisis atau tertariknya air dari dalam sel keluar sel, selanjutnya akan terjadi pengkerutan dan pecahnya sel yang dapat menyebabkan terjadinya pencoklatan pada plb. Marlin (2005) juga melaporkan fenomena yang sama penelitian jahe dengan konsentrasi sukrosa tinggi.
44
Peningkatan konsentrasi gula menjadi 40 g L-1 dapat memacu peningkatan tinggi planlet, karena pada tahap ini gula sangat dibutuhkan sebagai sumber energi dalam metabolisme sel. Kebutuhan energi diserap oleh planlet dari medium tanam selanjutnya akan dirombak dalam proses glikolis dan siklus kreb guna mendapatkan energi yang sangat dibutuhkan untuk pembelahan dan diferensiasi sel. Gula juga akan dirubah menjadi selulosa yang digunakan sebagai komponen utama penyusun dinding sel.
Tanaman yang tumbuh di dalam botol kultur tidak melakukan
fotosintesis oleh karena itu kebutuhan gula dipenuhi dari penyerapan langsung melalui medium tanam. Hasil uji lanjut menggunakan UJBD pada taraf α 5% pada perlakuan penambahan beberapa kombinasi jenis dan konsentrasi sitokinin (7 kombinasi perlakuan) memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah plb, jumlah planlet dan tinggi tanaman pada umur 6 mst (Tabel 6). Tabel 6.
Pengaruh jenis dan konsentrasi sitokinin terhadap pertumbuhan dan perkembangan plb S. plicata pada 6 mst.
Jenis dan konsentrasi sitokinin Kontrol/tanpa sitokinin 20μM BA 40μM BA 20μM Kinetin 40μM Kinetin 75 ml L-1Air Kelapa 150 ml L-1 Air Kelapa
Jumlah plb (plb/ botol) 15.00 bc 19.60 ab 13.60 c 16.80 b 14.20 bc 21.00 a 19.60 ab
Jumlah planlet (plb/ eksplan) 2.40 bc 6.40 a 2.80 bc 1.50 c 3.70 bc 5.90 a 2.70 bc
Jumlah daun (helai/ plt) 4.00 3.90 4.50 4.40 3.70 3.00 3.60
Jumlah akar
Tinggi tanaman (cm)
1.90 2.30 2.20 1.40 2.60 1.50 2.40
3.71 ab 3.92 ab 2.90 b 4.72 a 4.68 a 5.75 a 4.11 ab
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada UJBD dengan α = 0.05 Penambahan air kelapa 75 ml L-1 ke dalam medium MS sangat baik dalam menginduksi pertumbuhan dan multiplikasi plb, dengan kriteria jumlah plb akhir yang terbentuk sangat tinggi yaitu mencapai 21 plb per botol, jumlah plb yang berkembang membentuk planlet sebanyak 5.9 planlet per botol, jumlah akar (2.6 akar/planlet) dan tinggi planlet yang terbentuk (4.72 cm/planlet). Jumlah plb akhir yang terbentuk tidak berbeda nyata dengan perlakuan peningkatan konsentrasi air kelapa menjadi 150 ml L-1 (19.6 plb per botol) sama dengan jumlah plb yang
45
terbentuk pada medium MS dengan penambahan 20 μM BA (19.6 plb per botol) setelah 6 mst (Tabel 6). Respon pertumbuhan dan multiplikasi plb yang baik didapatkan dari penambahan
air kelapa ke dalam medium MS. Diduga tanaman anggrek lebih
menyukai sitokinin alami, karena komposisi air kelapa mengandung beberapa hormon tumbuh alami yang lebih kompleks dibandingkan dengan sitokinin sintetik seperti BA dan kinetin. Air kelapa disamping mengandung zeatin. dan dihydrozeatin juga terdapat diphenyl urea, gula dan beberapa senyawa organik lainnya yang sangat dibutuhkan oleh plb untuk multiplikasi plb maupun berkembang membentuk planlet (Mederos-Molina 2004). Jumlah planlet tertinggi dihasilkan pada medium MS dengan penambahan BA 20 μM (6.4 planlet per botol) dan medium MS dengan penambahan air kelapa 75 ml L-1
(5.9
planlet per botol).
Jumlah planlet yang dihasilkan 2-3 kali lipat
dibandingkan dengan perlakuan lainnya dalam menginduksi perkembangan plb menjadi planlet (Tabel 6). Perbedaan jenis dan konsentrasi sitokinin tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dan jumlah akar, karena rata-rata jumlah daun dan jumlah akar yang terbentuk sama dengan kontrol (Tabel 6). Sitokinin berfungsi memacu pembelahan sel dan multiplikasi tunas bukan untuk perakaran.
Sitokinin alami di dalam
tumbuhan diproduksi pada meristem tip akar dan ditranslokasi secara acropetal menuju ujung pucuk, selanjutnya berfungsi dalam pembelahan sel pada meristem tip pucuk atau ujung batang (Moore 1979). Penggunaan sitokinin lebih tepat bila arah dan tujuan penelitian adalah untuk multiplikasi tunas bukan ke arah induksi dan perkembangan perakaran. Penambahan air kelapa kedalam medium tanam dapat memacu perkembangan plb menjadi planlet dan tinggi tanaman dengan pengaruh yang sama baiknya dengan pemberian BA 20 μM. Perbedaan jenis dan konsentrasi sitokinin tidak berpengaruh nyata terhadap pembentukan akar dan daun. Pertumbuhan akar planlet sebaiknya menggunakan auksin saja. Keuntungan penambahan air kelapa kedalam medium tanam dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan plb dan planlet, disamping itu air kelapa mudah didapat dan harganya murah, sehingga sangat menguntungkan untuk perbanyakan anggrek dalam skala komersial.
46
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan kinetin kurang baik untuk multiplikasi plb anggrek S. plicata karena jumlah akhir plb, planlet dan tinggi tanaman yang dihasil jauh lebih rendah dibandingkan dengan pemberian BA dan air kelapa. Penampilan visual hasil percobaan pengaruh penambahan beberapa jenis dan konsentrasi sitokinin ke dalam medium MS disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Pengaruh jenis dan konsentrasi sitokinin terhadap penampilan plb dan planlet pada 6 mst. S0 = tanpa sitokinin, Kin = kinetin, BA = BAP, AK = Air kelapa. Jumlah plb akhir, jumlah planlet dan warna daun yang hijau tua dengan beberapa akar yang kuat
dihasilkan pada medium MS dengan penambahan air
kelapa, sementara akar yang besar, kuat dengan bulu akar yang sangat banyak dihasilkan pada medium MS dengan penambahan BA. Planlet dengan kriteria yang demikian sangat dibutuhkan karena akan dapat beradaptasi dengan baik pada medium non aseptik setelah dilakukan aklimatisasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Romeida dan Hidayanti (2005),
mendapatkan multiplikasi plb dan planlet anggrek Dendrobium cv.
47
Thampomas terbanyak pada medium MS dengan penambahan 3 ppm BAP, sedangkan multiplikasi plb dan planlet anggrek Dendrobium silangan (cv. Thampomas x cv. Jaq. Hawaii) di dapat pada media MS dan media Knudson C dengan penambahan 2% arang aktif dan 5 ppm BAP. Pembengkakan pangkal batang yang selanjutnya diikuti dengan keluarnya fenol dengan jumlah yang cukup banyak (memenuhi permukaan medium dan medium berubah warna menjadi coklat kehitaman) pada medium tanam hanya dijumpai pada perlakuan planlet yang ditanam pada medium MS + vitamin B5 + gula ditingkatkan menjadi 40 g L-1 dan penambahan 150 ml L-1 air kelapa. Planlet dengan kriteria yang seperti itu diduga akan dapat diarahkan untuk menginduksi pembungaan secara in vitro, karena ciri-ciri tunas yang demikian merupakan fase awal dari pembentukan bunga secara in vitro pada anggrek Dendrobium. Hasil penelitian Hee et al. (2009) pada anggrek Dendrobium cv. Chao Praya Smile, Tee et al. (2008) pada anggrek Dendrobium cv. Sonia, Sim et al. (2008) pada anggrek Dendrobium cv. Madame Thong-In sejalan dengan hasil penelitian ini. Ketiga peneliti tersebut melaporkan bahwa induksi pembungaan pada ketiga jenis anggrek Dendrobium yang berbeda memiliki ciri-ciri dan tahapan yang sama, yaitu diawali dengan pembengkakan pangkal batang, tidak terbentuk akar, selanjutnya terjadi bolting (pemanjang ruas batang), muncul tangkai bunga (influorescent) dan terakhir akan terbentuk bunga fluorescent secara in vitro.
48
Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap karakter kualitatif dan kuantitatif pada 6 mst dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Medium untuk pertumbuhan dan perkembangan
biji dan multiplikasi plb
anggrek S. plicata adalah medium MS + 50- 100 ml L-1 air kelapa dan medium VW + 50-100 ml L-1 air kelapa. 2. Perkembangan plb menjadi plantlet dan multiplikasi plantlet anggrek S. plicata yang terbaik dapat menggunakan medium MS vitamin B5 + 75 ml L-1 air kelapa atau menggunakan medium MS + BA 20 μM + 2 % arang aktif dengan kriteria menghasilkan multiplikasi plb dan planlet tertinggi dan penampilan visual plb dan planlet yang prima pada hasil pengamatan pada 6 mst.
Daftar Pustaka Ahmad TA, Abbasi NA, Hafiz IA, Ali A. 2007. Comparison of sucrose and sorbitol as main carbon energy sources in micropropagation of peach rootstock GF677. J. Bot. 39(4) : 1269-1275. Cribb PJ, Tang CZ. 1982. Spathoglottis (Orchidaceae) in Australia and the Pacific Islands. Kew Bulletin 36(4):721-729. Dahleen LS, Bregitzer P. 2002. An improved media system for high regeneration rates from barley immature embryo-derived callus cultures of commercial cultivars. Crop Science 42: 934–938. Decruse SW, Gangaprsat A, Seeni S, Menon S. 2003. Microprogation and ecorestoration of Vanda spathulata, an exquisite orchidaceae. Plant Cell. Tissue and Organ Culture 72 : 199-202. [Direktorat Gizi Depkes RI]. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara. Jakarta. Gamborg OL. 2002. Plant tissue culture. Biotechnology. Milestones. In vitro Cellular and Developmental Biology Plant 38:84–92. Gan S, Amasino RM. 1995. Inhibition of leaf senescence by autoregulated production of cytokinin. Science 270:1986-1988. Gunawan LW. 2001. Budidaya Anggrek. Penebar Swadaya. Jakarta. Handoyo F, Prasetya R. 2006. Native Orchids of Indonesia. Indonesian Orchid Society of Jakarta. PAI Jakarta.
49
Hee KH, Loh CS, Yeoh HH. 2009. Early in vitro flowering and seed production in vitro culture in Dendrobium Chao Praya Smile (Orchidaceae). Plant Cell Rep. 26 : 2055-2062. Kartikaningrum S, Effendie K, Soedjono S, Widiastoety D, Hayati NQ, Prasetyo W. 2004. Koleksi dan Karakterisasi plasma nutrfah anggrek Spathoglottis dan pemanfaatannya. In. Suhardi, Sutater T, Sulyo Y, Sabari, Maryam (Eds.). Prosiding Seminar Nasional Florikultur 4-5 Agustus 2004. Balithi bekerjasama dengan Dirjen Tanaman Hias, Asbindo dan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Kartikaningrum S, Puspasari D. 2005. Keragaman genetik plasma nutfah anggrek Spathoglottis. J. Hort 15(4):260-269. Kartikaningrum S, Sulyo Y, Hayati NQ, Suryanah, Bety YA. 2007. Keragaan karakter kualitatif hasil persilangan anggrek Spathoglottis. J Hort. Edisi Khusus (2): 138-147. Kenyo A, Murdaningsih HK, Herawati T, Darsa JS. 2002. Tanggap dua kultivar lili terhadap kombinasi komposisi medium MS dan gula pasir untuk konservasi in vitro. Zuriat 13(2) : 87-96. Kishor R, Devi HS, Jeyaram K, Singh MRK. 2008. Molecular characterization of resiprocal of Aerides vadaum and Vanda stangeana (Orchidaceae) at the protocorm stage. Plant Biotechnology Reports 2(2):145-152. Marlin. 2005. Pembentukan rimpang mikro jahe (Zingiber officinale Rosc.) secara in vitro dengan pemberian Benzyl Amino Purine dan sukrosa. Jurnal Akta Agrosia 8(2) : 70-73 Mederos-Molina S. 2004. In vitro callus induction and plants from stem and petiole explants of Salvia canariensis L. Plant Tissue Cult. 14(2) : 167-172 Mok MC. 1994. Cytokinin : chemistry, activity, and fuction. In. Mok M (ed.) Cytokinin and plant development an overview. p.155-156. CRC. Boca raton. Moore TC. 1979. Biochemistry and Physiology of Plant Hormones. SpringerVerlag New York. Murthy HN, Pyati AN. 2001. Micropropagation of Aerides maculosum Lindl. (Orchidaceae). In Vitro Cell. Dev. Biol. Plant 37 : 223-226. A Study on Seed Minea M, Piluek C, Menakanit A, Tantiwiwat S. 2006. Germination and Seedling Development of Spathoglottis Bl. Orchids. The Orchid Review March/April 2006. p65-71. Napoli CA, Beveridge CA, Snowden KC. 1999. Reevaluating concept of apical dominance and the control of axilarry bud outgrowth. Curr. Top. Dev. Biol. 44:127-169. Pierik RLM. 1987. In Vitro Culture in Higher Plants. Martinus Nijhoff. Dodrecht Nederland. Ramage CM. Williams RR. 2002. Mineral nutrition and plant morphogenesis. In vitro Cellular and Developmental Biology-Plant 38: 116–124.
50
Ramirez-Parra E, Desvoyes B, Gutierrez C. 2005. Balance between cell division and differentiation during plant development. Int. J. Dev. Biol. 49:467-477. Romeida A. Yuliasari L. 2004. Stimulasi pertumbuhan anggrek silangan Vanda tricolor x Pteroceras palidum pada pemberian kinetin dan 2,4-D secara in vitro. Laporan penelitian (tidak dipublikasi). Romeida A. Hidayanti T. 2005. Multiplikasi planlet anggrek Dendrobium cv. Thampomas x cv. Jaq. Hawaii pada beberapa taraf konsentrasi BAP dan Arang Aktif secara in vitro. Laporan penelitian (tidak dipublikasi). Romeida A. 2008. Konservasi anggrek spesies endemik propinsi Bengkulu secara ex situ : Identifikasi anggrek spesies di Kabupaten Kepahiang Bengkulu. Laporan hasil penelitian Hibah Unggulan UNIB tahun anggaran 2007-2008. Seeni S, Latha PG. 1992. Foliar regeneration of endangered Red Vanda (Renanthera imschootiana Rolfe) Orchidaceae. Plant cell. Tissue and organ Culture 29 : 167-172. Seeni S, Latha PG. 2000. In vitro multiplication and ecorehabilitation endangered Blue Vanda. Plant cell. Tissue and organ Culture 61 : 1-8. Sim GE, Goh CJ, Loh CS. 2008. Induction of in vitro flowering in Dendrobium Madame Thong-In seedlings is associated with increase in endogenous N6(Δ2-isopentenyl)-adenine (iP) dan N6-(Δ2-isopentenyl)-adenosine (iPA). Plant Cell Rep 27:1281-1289. Talukdar BK, Ahmed MF. 2003. Spathoglottis plicata Blume: Specific cultivation. The Mc.Allen International Orchid Society Journal 10(1):4-6. Tee CS, Maziah M, Tan CS. 2008. Induction of in vitro flowering in the orchid Dendrobium cv. Sonia 17. Biologia Plantarm 52(4):723-726. Torres KC. 1989. Tissue Culture Techniques fos Horticultural Crops. An Avi Book. New York. 285p. Widiastoety D, Bahar F. 1995. Pengaruh berbagai sumber dan kadar karbohirat terhadap pertumbuhan planlet anggrek Dendrobium. Jurnal Hortikultura 5(3):76-80. Widiastoety D, Prasetyo W, Purbadi. 2004. Pengaruh bubur buah pisang terhadap pertumbuhan planlet anggrek Phalaenopsis dalam media kultur. Prosiding Seminar Nasional Florikultura. Bogor 4-5 Agustus pp.89 – 93. Winarno FG. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
BAB V. INDUKSI MUTASI PROTOCORM LIKE BODIES (PLB) ANGGREK Spathoglottis plicata Blume. AKSESI BENGKULU MENGGUNAKAN IRADIASI SINAR GAMMA DAN KARAKTERISASI MORFOLOGI SECARA IN VITRO (INDUCED MUTATION OF PROTOCORM LIKE BODIES (PLB) OF Spathoglottis plicata Blume. ORCHID ACCESSION BENGKULU THROUGH GAMMA IRADIATION AND MORPHOLOGICAL CHARACTERIZATION OF IN VITRO CULTURES) Abstract Spathoglottis plicata Blume is one type of orchids with low level of genetic diversity, especially in flower color compared to the other ochids. The experiment aimed (1) to induce the genetic diversity of S. plicata accession Bengkulu using gamma irradiation to the protocorm like bodies (plbs), (2) to determine a lethal dose 50% (LD50) of plbs through gamma irradiation, and (3) to identify the genetic variability of S. plicata mutants base on morphological characters of vegetative growth phase during in vitro culture. The experiment used Completely Randomized Design with 11 doses gamma irradiation (0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, and 100 Gy). The result revealed that the increase of genetic variability of orchid plbs after gamma-ray irradiation treatment with doses ranged 30-70 Gy. The LD50 of percentage of plb survival was 47.71 Gy, seven months after gamma irradiated. The LD50 of percentage of new plb formation was 34.40 Gy. There were some color changes of plbs produced after gamma irradiation, which were bright purple, albino and chimeric plbs. Beside, the diversity was also produced of plantlets such as variegated green leaves, curly leaves, spiral shaped leaves, variegated purple leaves and albino leaves planlets. Keywords : Spathoglottis plicata, orchid, mutant, gamma irradiation, variegation, protocorm like bodies
52
Pendahuluan Keragaman genetik anggrek Spathoglottis sp. sangat rendah dibandingkan dengan jenis anggrek lain, khususnya untuk bentuk dan warna bunga. peningkatan
keragaman
genetik
secara
konvensional
menggunakan
Upaya teknik
persilangan sudah dilakukan oleh Balithi, namun sampai saat ini baru tiga varitas baru yang sudah dilepas oleh menteri pertanian. (Kartikaningrum et al. 2007). Ketiga varietas yang sudah dilepas tersebut masih menjadi koleksi Balithi Segunung dan tanamannya belum bisa didapat pada berbagai tempat penjualan anggrek besar di Indonesia seperti di Taman Anggrek Taman Mini Indonesia Indah maupun di Taman Anggrek Ragunan. Upaya lain untuk meningkatkan keragaman genetik dapat menggunakan iradiasi sinar gamma (van Harten 2002). Metode mutagenesis merupakan metode cepat yang dapat menghasilkan mutan-mutan yang memiliki keunggulan tertentu. Penggunaan mutagen sinar gamma akan lebih efektif bila menggunakan materi yang tepat, misalnya kalus, planlet, biji, umbi, stek, dan bahan perbanyakan lainnya. Iradiasi pada kalus yang banyak digunakan untuk menciptakan keragaman genetik sudah banyak dilaporkan oleh beberapa peneliti diantaranya adalah iradiasi sinar gamma pada plb dan planlet anggrek Dendrobium cv. Sonia (Sheela et al. 2006). Senevere dan Wijessundara (2007) juga melaporkan keberhasilan induksi mutasi kalus tanaman Firts African Violet (Saintpaulia ionanth) dan telah berhasil mendapatkan mutan warna bunga stabil yang berbeda dibandingkan dengan tipe liarnya.
Mutan stabil hasil iradiasi kalus dan tunas mikro pada beberapa jenis
tanaman sudah banyak dihasilkan melalui induksi mutasi fisik menggunakan sinar gamma, seperti yang dilaporkan oleh Seneviratne et al. (2002) pada tanaman Didymocarpus humboldtianus dan pada tanaman Crysanthemum (Datta et al. 2005). Tanaman mandul jantan serta perubahan warna dan bentuk petal dihasilkan setelah dilakukan iradiasi sinar gamma pada umbi tanaman Cyclamen menggunakan dosis 8-16 Gy (Sugiyama et al. 2008).
Menurut Aly (2010), mutan Eryngium
foetidum L. didapat setelah dilakukan iradiasi dengan dosis antara 0-40 Gy. Peningkatan konsentrasi senyawa fenol dihasilkan pada dosis 40 Gy, konsentrasi flavonol menurun seiring dengan bertambahnya dosis iradiasi, konsentrasi vitamin C,
53
thiamine, riboflavin dan asam nikotinat bertambah pada dosis iradiasi
10 Gy,
demikian pula dengan konsentrasi asam folat, terjadi peningkatan pada konsentrasi 20-40 Gy. Pendeteksian
awal
terjadinya
mutasi
antara
lain
dapat
dilakukan
menggunakan penanda morfologi seperti perubahan warna, bentuk dan ukuran dari bahan yang iradiasi (Ismachin 2007). Penanda morfologi umumnya ditujukan pada karakter kualitatif seperti karakter bentuk dan warna akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji. Karakter kualitatif dikendalikan oleh gen sederhana (satu atau dua gen) dan sedikit dipengaruhi oleh lingkungan (Talhinhas et al. 2006). Perbedaan karakter morfologi
pada
organ
akar,
batang
dan
daun
dapat
diamati
dengan
membandingkannya dengan tanaman kontrol sebagai pembanding (Tjitrosoepomo 2005). Pengamatan mutan hasil iradiasi pada karakter morfologi secara in vitro juga sering dilakukan sebagai deteksi dini terjadinya mutan. Pengamatan karakter in vitro yang diamati pada kultur ray floret Chrisanthemum yang sudah diradiasi selanjutnya di tumbuhkan pada medium in vitro antara lain adalah persentase pertumbuhan ray floret membentuk kalus dan perkembangannya membentuk embrio, semua perubahan bentuk dan warna kalus maupun planlet diamati secara visual. Perbedaan pada fase kalus umumnya akan berkembang membentuk planlet yang berbeda dengan tipe liarnya. Warna dan bentuk bunga diamati setelah semua planlet hasil iradiasi di aklimatisasi baik yang berbeda karakter vegetatif in vitro maupun tidak (Datta et al. 2005) Percobaan ini bertujuan untuk menginduksi keragaman genetik anggrek S. plicata aksesi Bengkulu menggunakan iradiasi sinar gamma pada protocorm like bodies (plb), menentukan radiosensitivitas plb menggunakan kriteria lethal dosis 50% (LD50) dan mengidentifikasi keragaman genetik mutan anggrek S. plicata berdasarkan karakter morfologi fase vegetatif secara in vitro.
54
Bahan dan metode Waktu dan Tempat Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB, dari bulan Oktober 2008 hingga Februari 2012. Bulan Oktober 2008-Juni 2009 dilakukan produksi liniklon, bulan Juni dilakukan iradisi sinar gamma di PATIR Batan Jakarta menggunakan bahan iradiasi lini klon plb anggrek S. plicata.
Bulan Juni 2010 sampai Februari 2012
dilakukan pemeliharan dan pengamatan plb yang telah diradiasi. Metode Percobaan Bahan iradiasi yang digunakan adalah lini klon plb anggrek S. plicata yang berumur 6 minggu setelah sub kultur yang keempat, menggunakan medium MS padat dengan penambahan air kelapa sebanyak 75 ml L-1. Setiap botol dipilih plb yang seragam pertumbuhannya sebanyak 25 plb per botol. Botol yang berisi plb selanjutnya diradiasi akut menggunakan alat Irradiator Gamma Chamber 4000A. Laju dosis saat pelaksanaan iradiasi adalah 87.6790 krad/jam dan aktivitas cobalt-60 di dalam iradiator pada bulan Juni 2010 adalah 10029.4965 ci. Perhitungan waktu penyinaran bahan iradiasi di dalam gamma chamber menggunakan rumus : 𝑫𝒐𝒔𝒊𝒔 𝑷𝒆𝒓𝒍𝒂𝒌𝒖𝒂𝒏
Waktu penyinaran = 𝒍𝒂𝒋𝒖 𝒅𝒐𝒔𝒊𝒔 𝑪𝟎−𝟔𝟎 ........(dikonversi ke menit dan detik) Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Perlakuannya adalah 11 taraf dosis iradiasi sinar gamma yang terdiri dari : D0 (kontrol) tanpa diradiasi, D1 = 10 Gy (0' 41''), D2 = 20 Gy (1' 22''), D3 = 30 Gy (2' 03''), D4 = 40 Gy (2' 45''), D5 = 50 Gy (3' 59''), D6 = 60 Gy (4' 07''), D7 = 70 Gy (4' 48''), D8 = 80 Gy (5' 29''), D9 = 90 Gy (6' 10''), D10 = 100 Gy (6' 52''). Setiap dosis perlakuan diulang sebanyak 10 kali atau sebanyak 10 botol yang setara dengan 250 plb, sehingga total plb yang diradiasi adalah sebanyak 2 500 plb. Setelah diradiasi plb disub kultur ke medium MS padat dengan penambahan 75 ml L-1 air kelapa berselang seling dengan medium MS dengan penambahan BA 20 μM dan 2% arang aktif dan dikarakterisasi secara in vitro. Skema bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 8.
55
Lini klon plb S. plicata
Iradiasi sinar gamma (11 dosis) 0 Gy,10 Gy, 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy, 50 Gy, 60 Gy, 70 Gy, 80 Gy, 90 Gy, 100 Gy
Sub Kultur I
Sub Kultur II Uji F 5% UJBD 5% Best Curve Fit Analysis
Data kuantitatif
Data kualitatif
Ditampilkan dalam bentuk foto
Sub Kultur III
PLB dan Plantlet Mutan
Gambar 8.
Skema bagan alir penelitian induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma pada plb anggrek S. plicata
Pengamatan dilakukan setiap minggu untuk persentase plb hidup, persentase plb mati, dan jumlah plb baru. Sub kultur dilakukan setiap 8 minggu dengan tujuan supaya plb dapat tumbuh baik pada medium yang selalu segar. Pengamatan yang dilakukan pada akhir penelitian terhadap persentase plb hidup, persentase plb mati, persentase plb baru, persentase populasi akhir, dan tinggi planlet. Data kuantitatif hasil pengamatan dianalisis menggunakan Uji F pada taraf α 5%, bila terdapat pengaruh nyata dianjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan’s (UJBD) pada taraf α 5%. Data persentase plb hidup, persentase plb mati, persentase populasi akhir, dan persentase plb baru dianalisis menggunakan Best Curve Fit Analysis untuk mendapatkan model kurva dan nilai LD50 (Finney dan Philip 2005, Findlay dan Dillard 2007).
56
Hasil dan Pembahasan Hasil uji F terhadap semua data kuantitatif pada 7 bulan setelah diradiasi (bsi) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang berbeda nyata terhadap semua peubah kuantitatif yang diuji yaitu jumlah plb akhir, jumlah plb baru dan tinggi planlet. Pertumbuhan plb anggrek S. plicata tanpa diradiasi sinar gamma dijadikan kontrol pembanding pertumbuhan dan perkembangan plb yang diradiasi dengan sebelas taraf dosis iradiasi sinar gamma. Persentase plb hidup pada tanaman kontrol mencapai 99.21% pada 7 bsi dengan jumlah plb akhir mencapai tiga kali lipat. Perlakuan iradiasi sinar gamma dengan dosis 10 – 100 Gy terlihat adanya pengaruh yang sangat signifikan terhadap pertumbuhan dan multiplikasi plb.
Semakin tinggi dosis iradiasi sinar gamma,
kemampuan hidup plb, pembentukan plb baru, jumlah populasi akhir dan tinggi tanaman semakin rendah. Semakin tinggi dosis iradiasi, pemulihan kerusakan sel akibat paparan dosis sinar gamma juga semakin lama. Jumlah plb anggrek S. plicata yang hidup terus menurun sampai bulan keenam, mulai pada 7 bsi kondisi plb sudah mulai pulih, dapat tumbuh dengan stabil dan mulai terjadi multiplikasi plb. Pertumbuhan dan multiplikasi plb anggrek S. plicata terbaik dapat diketahui dari hasil uji lanjut menggunakan UJBD pada taraf α 5% terhadap semua peubah yang berbeda nyata (Tabel 7). Plb hanya mampu bertahan hidup sampai dengan dosis sinar gamma 70 Gy. Peningkatan dosis paparan yang lebih tinggi (80-100 Gy) semua plb tidak ada yang mampu bertahan hidup. Plb yang diradiasi sinar gamma 80-90 Gy hanya mampu bertahan hidup sampai umur 2 bulan saja, dengan persentase yang sangat rendah yaitu sekitar 2-3.4%. Plb yang diradiasi sinar gamma 100% hanya mampu bertahan hidup selama 1 bulan, dengan persentase plb hidup 4.8%, pada 7 bsi semua plb menghitam dan tidak yang mampu tumbuh kembali. Kematian plb dapat diamati mulai dari 2 minggu setelah diradiasi, terutama untuk plb yang diradiasi dengan dosis tinggi. Gejala kematian dimulai dengan menguningnya plb, selanjutnya plb menjadi coklat dan menghitam. Massa plb terlihat berwarna hitam sebagai tanda terjadi kematian sel akibat iradiasi sinar gamma. Bila kerusakan sel sangat besar maka plb tidak mampu melakukan pemulihan dan bertahan hidup, sementara untuk sel-sel
57
yang mampu memulihkan diri akan membelah dan berkembang menjadi plb baru. Sebagian sel-sel telah mengalami perubahan akibat iradiasi selanjutnya akan berkembang menjadi tanaman mutan. Bila hanya sebagian sel saja yang berubah maka akan terbentuk jaringan maupun organ kimera. Tabel 7. Dosis (Gy)
Pengaruh sebelas dosis iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan dan perkembangan plb pada 7 bsi. Jumlah plb awal
Jumlah Jumlah Tinggi plb hidup plb mati plb planlet Planlet (%) (%) akhir akhir (cm) 0 251 699 a 449 a 7.40 a 99.21 0.79 b b a 10 254 496 246 8.90 98.45 1.55 c d a 20 260 179 55 6.40 83.97 16.03 30 254 146 c 101 c 5.60 ab 89.60 10.40 d e ab 40 252 153 31 5.40 53.17 46.83 d e ab 50 253 73 31 4.90 42.97 57.03 d e bc 60 252 49 20 3.00 48.41 51.59 70 251 4e 4f 2.60 c 1.57 98.43 f g d 80 257 0 0 0 0 100 f g d 90 253 0 0 0 0 100 f g d 100 251 0 0 0 0 100 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada UJBD pada taraf α = 0.05. Fenomena yang berbeda untuk jumlah plb yang mampu bertahan hidup terlihat
pada dosis rendah. Plb yang diradiasi dengan dosis 10 Gy terlihat mengalami gejala klorosis bahkan nekrosis pada beberapa bagian jaringan plb. Kematian plb terus meningkat
sampai bulan ketiga setelah diradiasi, namun sebagian plb mampu
bertahan hidup dan pada bulan keempat plb mampu bermultiplikasi membentuk plb baru sehingga pada bulan ketujuh jumlah plb yang terbentuk mencapai dua kali lipat dibandingkan dengan jumlah plb awal. Sementara plb yang dipaparkan dengan dosis yang lebih tinggi (20-30 Gy), kematian plb terus terjadi sampai bulan keenam, namun persentasenya belum mencapai 50%. Plb mulai pulih pada bulan keenam dan mulai bermultiplikasi pada bulan ketujuh. Jumlah plb hidup setelah diradiasi dengan dosis 40-70 Gy juga menunjukkan fenomena yang sama, namun kematian plb sampai dengan bulan keenam setelah diradiasi lebih dari 50%. Pemulihan plb juga mulai terlihat mulai dari bulan keenam
58
setelah diradiasi. Bukti terjadinya pemulihan antara lain adalah terbentuknya plb baru dan berkembangnya plb menjadi planlet. Kurva jumlah plb hidup 1-7 bsi disajikan pada Gambar 9. 300
plb hidup (%)
250 0 Gy 10 Gy 20 Gy 30 Gy 40 Gy 50 Gy 60 Gy 70 Gy 80 Gy 90 Gy 100 Gy
200
150
100
50
0 0
1
2
3
4
5
6
7
Bulan setelah iradiasi
Gambar 9. Kurva jumlah plb anggrek S. plicata yang hidup pada 1-7 bsi dengan 11 taraf dosis iradiasi sinar gamma. Pembentukan plb baru sangat penting untuk memperbanyak plb terutama plb mutan hasil iradiasi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan plb setelah diradiasi, antara lain tingkat kerusakan sel yang terjadi tidak terlalu besar, sehingga plb dapat melakukan regenerasi sel-selnya membentuk sel-sel yang baru dan terus berkembang membentuk massa sel yang selanjutnya akan berkembang menjadi plb baru (Kim et al. 2003). Selain itu media pendukung pertumbuhan plb harus sesuai dengan kebutuhan plb, sehingga mampu memenuhi kebutuhan plb untuk terus tumbuh dan berkembang (Martin et al. 2003).
Media tumbuh harus
mengandung nutrisi dan zat pengatur tumbuh dengan komposisi yang sesuai dengan kebutuhan bahan eksplan yang ditanam (Dewir et al. 2007). Pertumbuhan terbaik tunas krisan setelah diradiasi terjadi pada medium MS dengan penambahan 10 mg L1
BA (Datta et al. 2005). Multiplikasi plb anggrek S. plicata menggunakan medium
59
MS dengan penambahan 75 ml L-1
air kelapa serta pada medium MS dengan
penambahan 20 μM BA dengan kriteria jumlah plb akhir dan jumlah planlet akhir tertinggi, jumlah akar terbanyak
dan tinggi tanaman tertinggi serta penampilan
visual yang sangat prima (Romeida 2011). Pemulihan plb terjadi pada bulan keenam dan sudah tidak ada lagi plb yang mati pada bulan ketujuh.
Oleh karena itu, maka pengambilan data untuk dianalisis
menggunakan Best Curve fit analysis untuk plb anggrek S. plicata sebaiknya dilakukan pada bulan keenam atau ketujuh.
Gambar 10. Kurva hubungan dosis iradiasi sinar gamma dengan (a) persentase plb hidup, (b) persentase plb mati, (c) persentase plb akhir, (d) persentase populasi akhir anggrek S. plicata pada 7 bsi. Hasil analisis data menggunakan Best curve fit analysis terhadap pertumbuhan vegetatif plb pada bulan ketujuh setelah diradiasi, didapatkan bahwa persentase plb hidup menghasilkan model kurva Polynomial Fit
(y = 98.32 + 0.36x - 0.043x2 +
0.0003x3.... ), LD30 = 35.69 Gy, LD50 = 47.71 Gy, dan LD70 = 59.58 Gy. Persentase plb mati menghasilkan model kurva
Gaussian Model (y=10.31*exp((-(89.88-
x)^2)/(2*33.64^2)), LD30 = 36.94 Gy, LD50 = 49.33 Gy, dan LD70 = 60.20 Gy. Persentase plb baru menghasilkan model kurva Polynomial Fit
(y = 34.826 –
60
15.758x + 0.224x2 – 0.001 x3..... ), LD30 = 29.95 Gy, LD50 = 34.40 Gy dan
LD70
= 43.20 Gy. Persentase populasi akhir pada bulan ketujuh setelah plb diradiasi menghasilkan model kurva Quadratic Fit (y=4.058 – 11.27x + 0.073x^2), LD30 = 43.20 Gy, LD50 = 47.52 Gy, dan LD70 = 52.57 Gy. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa LD50 untuk masing-masing peubah plb anggrek S. plicata berbeda-beda, berkisar antara 34.40 Gy – 49.33 Gy (Gambar 10). Beberapa hasil penelitian induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma telah menghasilkan mutan terbanyak pada dosis iradiasi sekitar LD50.
Aisyah et al.
(2009), melaporkan bahwa LD50 untuk stek pucuk anyelir yang diradiasi dengan sinar gamma berkisar antara 49-72 Gy. Mutasi fisik dengan iradiasi sinar gamma telah mampu menciptakan 106 mutan dari 5 nomor anyelir. Herison et al. 2008, mendapatkan LD50 beberapa galur jagung hasil iradiasi sinar gamma berkisar antara 97-424 Gy, tergantung dari sensitivitas galur yang diradiasi. Induksi mutasi dengan sinar gamma pada Thai Tulip (Curcuma alismatifolia) mendapatkan LD50 pada dosis sekitar 25 Gy, pada dosis tersebut terjadi perubahan perkembangan bunga, mutasi klorofil dan alterasi morfologi tanaman sehingga menghasilkan beberapa mutan (Abdullah et al. 2009). Lamseejan et al. (2000), melaporkan bahwa dosis iradiasi sinar gamma yang optimum menghasilkan mutan yang diinginkan pada krisan klon ungu berada pada kisaran 19.5-22 gray,
dengan
nilai LD50 sekitar 14 Gy. Hasil seleksi secara in vitro pada plb yang sudah diradiasi pada sebelas taraf dosis iradiasi sinar gamma menunjukkan bahwa terdapat beberapa perbedaan morfologi pada beberapa fase pertumbuhan plb dan pada beberapa bagian plb dan planlet hasil perkembangan dari plb yang telah diradiasi. Perubahan yang teramati antara lain terbentuknya plb variegata pada dosis 40-60 Gy. Plb albino banyak ditemukan pada plb yang telah diradiasi dengan dosis 60-70 Gy. Fenomena plb variegata maupun albino disebabkan oleh karena sel kehilangan kemampuan pembentukan klorofil pada sebagian maupun semua bagian sel yang terpapar sinar gamma. Selain itu, juga ditemukan plb yang berwarna ungu pada dosis 30 Gy. Pengaruh negatif akibat iradiasi terhadap plb juga terbentuknya kalus kompak yang tidak terkendali. Kalus kompak tersebut setelah dibelah dan disub kultur tetap tumbuh menjadi kalus kompak yang tidak terkendali, sampai dua kali
61
sub kultur kalus kompak tersebut belum menunjukkan perkembangannya menjadi organ tanaman (Gambar 11).
Gambar 11. Pertumbuhan dan perkembangan plb pada 7 bsi : a. plb normal (0-10 Gy), b. multiplikasi plb tinggi (20 Gy), c. Kimera plb variegata dan plb ungu (30 Gy), d. plb membentuk kalus dan pembentukan planlet kimera (50 Gy), e. planlet albino (70 Gy), f. plb berkembang menjadi kalus kompak (60 Gy), g. plb ungu dan variegata (40 Gy), h. pertumbuhan plb kimera menjadi plb normal, ungu, albino (40 Gy) (Bar 1 mm). Hasil pengamatan pertumbuhan plb yang diradiasi dengan dosis 50 Gy dan 60 Gy juga teridentifikasi adanya kimera.
Pertumbuhan dari satu plb selanjutnya
berkembang membentuk dua plb yang berbeda warnanya, yang satu berwarna ungu cerah dan yang lain membentuk plb variegata. Multiplikasi plb warna ungu akan tetap ungu, sementara pertumbuhan plb yang variegata selanjutnya dapat berkembang menjadi plb normal, plb variegata dan plb albino (Gambar 11). Perubahan yang teramati setelah plb berkembang menjadi planlet antara lain terbentuknya daun variegata, daun albino, daun melintir seperti spiral dan
62
daunkeriting. Variasi warna plantlet yang diperoleh antara lain
planlet albino,
planlet berwarna ungu termasuk batang dan daunnya serta planlet kimera (Gambar 12).
Gambar 12. Penampilan planlet hasil perkembangan plb pada 7 bsi : a-b. variegata, c. albino, d. keriting, e. kimera, f. albino, g. daun melintir, h. kimera, i. planlet ungu. Umumnya mutan planlet yang dihasilkan sudah dapat diprediksi dengan pengamatan mulai dari pembentukan plb. Namun mutan yang berdaun keriting (40 Gy) dan daun melintir (30 Gy) baru diketahui setelah plb berkembang membentuk planlet selanjutnya terjadi multiplikasi planlet. Kimera yang dihasilkan dalam percobaan ini diduga merupakan kimera meriklinal. Salah satu ciri dari kimera meriklinal adalah terbentuknya mutan yang tidak stabil baik melalui perbanyakan vegetatif berasal dari bagian sel kimera yang mengalami mutasi maupun melalui perbanyakan generatif.
Hasil penetian ini
menunjukkan adanya daun variegata yang belum stabil baik pola bentuk maupun warnanya. Boertjes dan van Harten (1988), melaporkan terjadinya mutan klorofil pada tanaman Abelia, Begonia, Ficus, Guzmania, Hoya dan Tulipa pada beberapa
63
jaringan daun setelag diradiasi dengan berbagai dosis sinar gamma.
Ilustrasi
terjadinya kimera pada jaringan apek tanaman yang terpapar iradiasi sinar gamma disajikan pada Gambar 13.
Gambar 13. Ilustrasi terjadinya kimera pada tanaman hasil mutasi (Datta dan Chakrabarty 2009). Fenomena tanaman variegata juga telah dilaporkan oleh beberapa peneliti yang menggunakan iradiasi sinar gamma untuk induksi mutasi. Datta dan Chakrabarty (2009) mendapatkan jaringan daun krisan yang variegata klorofil akibat diradiasi sinar gamma 1.5 dan 2.0 krad pada cvs. ‘Maghi’ and ‘Lilith’.
Regenerasi
menggunakan jaringan vegetatif yang variegata akan mampu mendapatkan tanaman yang stabil dan tetap variegata. Selain pada jaringan daun juga dilaporkan terdapat warna bunga yang variegata dan terjadi perubahan bentuk dan warna bunga cv. Maghi setelah diradiasi dengan dosis sinar gamma 0.5-1 Gy. Aisyah et al. (2009) juga melaporkan adanya kimera pada bagian vegetatif (tunas albino) tanaman anyelir hasil iradiasi pucuk pada genotipe 24.14 setelah diradiasi dengan dosis 30 Gy. Perubahan bentuk dan ukuran daun akibat iradiasi sinar gamma juga dilaporkan oleh Schwaiger dan Horn (1988) pada tanaman Kalanchoe, terjadi perubahan permukaan daun yang kasar menjadi licin, ukuran daun juga berkurang dan dihasilkan tanaman yang kerdil. Brachycome multifida
Berkurangnya jumlah anakan daun pada
(Walther dan Sauer 1986), terbentuk daun trifoliat pada
mutan tanaman Zinia (Venkatachalam dan Jayabalan 1992).
64
Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang dihasilkan dari percobaan ini adalah : 1. Iradiasi sinar gamma pada kisaran dosis 30-70 Gy pada lini klon plb telah mampu meningkatkan keragaman bentuk dan warna plb dan planlet anggrek S. plicata aksesi Bengkulu berdasarkan karakter morfologi kultur in vitro. 2. LD50 plb berkisar antara 34.40 – 49.33 Gy, dengan kriteria LD50 untuk persentase plb hidup adalah 47.71 Gy,
LD50 untuk persentase plb mati
adalah 49.33 Gy, LD50 untuk persentase plb baru adalah 34.40 Gy, dan LD50 untuk persentase populasi akhir sebesar 47.52 Gy. 3. Bentuk dan warna plb mutan yang diperoleh adalah plb ungu, variegata, dan albino. Planlet mutan yang telah dihasilkan adalah planlet variegata, planlet ungu, dan planlet albino. Karakter daun mutan yang diperoleh adalah daun variegata, daun keriting dan daun berbentuk spiral.
65
Daftar Pustaka Abdullah TL, Endan J, Nazir M. 2009. Changes in flower development, chlorophyll mutation and alteration in plant morphology of Curcuma alismatifolia by gamma irradiation. American Journal of Applied Sciences 6 (7): 1436-1439. Aisyah SI, Aswidinnor H, Saefuddin A. 2009. Induksi mutasi stek pucuk anyelir (Dianthus caryophyllus Linn.) melalui iradiasi sinar gamma. J. Agron. Indonesia 37(1):62-70. Aly AA. 2010. Biosynthesis of phenolic compounds and water soluble vitamins in culantro (Eryngium foetidum L.) planlets as affected by low doses of gamma irradiation. Tom 17(2):356-361. Boertjes C, van Harten AM. 1988. Applied Mutation Breeding for Vegetatively Propagated Crops. Elsevier. Amsterdam. Datta SK, Chakrabarty D. 2009. Management of chimera and in vitro mutagenesis for development of new flower color/shape and chlorophyll variegated mutants in chrysanthemum. QY. Shu (ed.) Induced plant mutations in the genomics era. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. pp 303305. Datta SK, Misra P, Mandal AKA. 2005. In vitro mutagenesis – a quick methodfor establishment of solid mutant in chrysanthemum. Current Science 88( 1): 155158. Dewir YH, Chacrabarty D, Ali MB, Singh N, Joo HE, Yoeup PK. 2007. Influence of GA3, sucrose and solid medium/bioreaktor culture on in vitro flowering of Spathiphylum and association of glutathione metabolism. Plant Cell Tissue Organ Cult. 90:225-235. Findlay JWA, Dillard RF. 2007. Appropriate Calibration Curve Fitting in Ligand Binding Assays. AAPS Journal. 9(2):260-267. Finney DJ, Phillips P. 1977. The form and estimation of a variance function, with particular reference to radioimmunoassay. Appl Stat. 26:312-320. Herison C, Rustikawati, Sutjahjo SH, Aisyah SI. 2008. Induksi mutasi melalui iradiasi sinar gamma terhadap benih untuk meningkatkan keragaman populasi dasar jagung (Zea mays L.). J. Akta Agrosia 11(1):57-61. Ismachin M. 2007. Ilmu Pemuliaan Mutasi (Materi Diklat) BATAN. Jakarta. Kartikaningrum S, Sulyo Y, Hayati NQ, Suryanah, Bety YA. 2007. Keragaan karakter kualitatif hasil persilangan anggrek Spathoglottis. J Hort. Edisi Khusus (2): 138-147. Kim SJ, Hans EJ, Paek KY, Murthy HN. 2003. Application of bioreactor culture for large scale production of Chrysanthemum transplans. Acta Hortic. 625:187191. Lamseejan S, Jompok P, Wongpiyasatid A, Deeseepan S, Kwanthammachart P. 2000. Gamma-rays induced morfological change in crysanthemum (Crysanthemum morifolium). Kasetsart J. (Nat. Sci.) 34:417-422.
66
Martin KP, Joseph D, Madassery J, Philip VJ. 2003. Direct shoot regeneration from lamina explants of two commercial cut flower cultivars Anthurium andreanum Hort. In Vitro Cell Dev. Biol. Plant 39:500-5004. Romeida A. 2011. optimasi pertumbuhan dan multiplikasi lini klon plbs anggrek Spathoglottis plicata Blume melalui modifikasi komposisi medium MS dan sitokinin. Makalah persentasi oral seminar Nasional Perhorti 23-24 November 2011 di Lembang Bandung. Schwaiger G, Horn W. 1988. Somaclonal variation in micropropagation Kalanchoe hybrids. Acta Hort. 226:695-698. Seneviratne KACN, Wijesundara MA. 2007. Firts African violet (Saintpaulia ionantha H. Wendel) with changing colour pattern induced by mutation. Am. J. Plant Physiol. 2(3):233-236. Sheela VL, Sarada S, Anita S. 2006. Development of protocorm-like bodies and shoot Dendrobium cv. Sonia following gamma radiation. J. Tropical Agric. 44(1):86-87. Sugiyama M, Saito MH, Ichida H, Hayashi Y, Ryuto H, Fukunishi N, Terakawa1 T, Abe T. 2008. Biological effects of heavy-ion beam irradiation on cyclamen. Plant Biotechnology 25:101–104. Talhinhas P, Leitao J, Martins JN. 2006. Collection of Lupinus angustifolius L. Gemrplasm and characterization of morphological and molecular diversity. Genetic Resources and Crop Evolution 53: 563-578. Tjitrosoepomo G. 2005. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Van Harten AM. 2002. Mutation breeding of vegetatively propagated ornamentals. In Vainstein A (ed). Breeding for Ornamentals : classical and Molecular Approaches. Kluwer Academic Press. Boston. Venkatachalam P, Jayabalan N. 1992. Analysis of leaf proteins in gamma rays induced mutants of Zinia. Crop Improv. 19:97-99. Walther F, Sauer A. 1986. Increase of genetic variation in Blue Daisy (Brachycome multifida) by in vitro mutagenesis and polyploidization. Mutant Breed. Newsl. 33:3-4.
BAB VI. INDUKSI MUTASI PLANLET ANGGREK Spathoglottis plicata Blume. MENGGUNAKAN IRADIASI SINAR GAMMA DAN KARAKTERISASI BERDASARKAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF DI RUMAH KAWAT INDUCED MUTATION LINE CLONE OF PLANTLET Spathoglottis plicata Blume. USING GAMMA-RAY IRRADIATION AND CHARACTERIZATION OF MUTANT BASE ON VEGETATIVE AND GENERATIF CHARACTER AT SCREEN HOUSE SCREENING Abstract Spathoglottis plicata Blume is one type of orchids with low level of genetic diversity, especially in flower color compared to the other ochids. The experiment obtained (1) to induce the genetic diversity of S. plicata accession Bengkulu using gamma irradiation to plantlets, (2) to determine a lethal dose 50% (LD50) for plantlets through gamma irradiation, and (3) to identify the genetic variability of S. plicata mutants base on morphological characters of vegetative and generative growth phase during on the screen house. The experiment used Completely Randomized Design with 11 doses gamma irradiation (0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, and 100 Gy). The result showed that the increase of genetic variability of orchid plantlets after gamma-ray irradiation treatment with doses ranged 30-100 Gy. The LD50 of percentage of plantlet survival was 50.74 Gy, seven months after gamma irradiated. The LD30 of percentage of new plantlet formation was 33.78 Gy. There were 7 plant mutants base on shape and color of flower diffrences and 2 plant mutant base on morphological vegetative characters. There were some color of flower petal and cepal color resulted gamma-ray iradiation, which were yellow-pink gradation color (mutant 1), almost white (mutant 2), light yellow with dark pink spotted (mutant 3), and brigh yellow (mutant 4). Beside, the color changes was also produced two kind shape of flower such as wavy petal (mutant 8), and lateral sepal fusion (mutant 9). Keywords : Spathoglottis plicata, orchid, mutant, gamma irradiation, variegation, planlet
68
Pendahuluan Anggrek Spathoglottis sp. memiliki keragaman genetik yang sempit bila dibandingkan dengan jenis anggrek yang lain, sehingga hibrida hasil persilangannya sangat terbatas. Anggrek Spathoglottis sp. yang umum dikenal oleh masyarakat hanya
yang
berbunga
pink-ungu
(Kartikaningrum
dan
Puspasari
2005,
Kartikaningrum et al. 2007, Handoyo dan Prasetya 2006). Persilangan menggunakan induk dari spesies yang ada, telah diperoleh beberapa hibrida yang telah dilepas oleh BALITHI Segunung sebagai kultivar baru yaitu S. plicata cv. Kartika, cv. Ani Yudhoyono dan cv. Bintang Segunung (SK MENTERI PERTANIAN NOMOR : 506Kpts/PD.210/10/2003). Hasil Persilangan anggrek S. plicata yang belum dilepas sebagai varietas baru dilanjutkan penelitiannya untuk melihat keragaan karakter kualitatifnya (Kartikaningrum et al. 2007) Keberhasilan upaya iradiasi untuk meningkatkan keragaman populasi sangat ditentukan oleh radiosensitivitas genotipe yang diradiasi.
Tingkat sensitivitas
tanaman sangat bervariasi antar jenis dan antar genotipe tanaman tanaman (Banerji dan Datta 1992). Radiosensitivitas dapat diukur berdasarkan nilai LD50 (Lethal dose 50) yaitu dosis yang menyebabkan kematian 50% populasi tanaman. Beberapa hasil studi induksi mutasi menunjukkan bahwa dosis optimum yang dapat menghasilkan mutan terbanyak biasanya terjadi disekitar LD20 - LD50 (Ibrahim 1999, van Harten 2002).
LD50 sudah berhasil didapat pada tanaman jagung (Herison et al. 2008),
Thai Tulip (Abdullah et al. 2009), stek pucuk anyelir (Aisyah et al. 2009) dan krisan klon ungu (Lamseejan et al. 2000). Pendeteksian
awal
terjadinya
mutasi
antara
lain
dapat
dilakukan
menggunakan penanda morfologi seperti perubahan warna, bentuk dan ukuran dari bahan yang iradiasi (Ismachin 2007). Penanda morfologi umumnya ditujukan pada karakter kualitatif seperti karakter bentuk dan warna akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji. Karakter kualitatif dikendalikan oleh gen sederhana (satu atau dua gen) dan sedikit dipengaruhi oleh lingkungan (Talhinhas et al. 2006). Perbedaan karakter morfologi
pada
organ
akar,
batang
dan
daun
dapat
diamati
dengan
membandingkannya dengan tanaman kontrol sebagai pembanding (Tjitrosoepomo 2005).
69
Radiosensitivitas yang umumnya diukur menggunakan LD50 sangat ditentukan oleh jenis tanaman, organ, jaringan dan sel yang digunakan sebagai bahan iradiasi. Selain menggunakan LD50, radiosensitivitas juga dapat diamati dari adanya hambatan pertumbuhan atau lethalitas, mutasi somatik, patahan kromosom, serta perubahan jumlah dan ukuran kromosom (Datta 2001). Perubahan morfologi baik untuk karakter kualitatif maupun karakter kuantitatif dapat pula dijadikan salah satu indikator telah terjadi perubahan pada tanaman yang telah diradiasi. Perubahan karakter kualitatif yang terjadi antara lain terjadinya perubahan bentuk dan warna daun dan bunga, dihasilkan tanaman mandul jantan, dihasilkan tanaman kimera dan variegata.
Terjadinya perubahan warna bunga sangat erat hubungannya dengan
terpengaruhnya senyawa pembawa warna pada tanaman (To dan Wang 2006). Ada tiga kelompok pigmen tanaman yaitu flavonoid, carotenoid dan betalain (Bartley dan Scolnik1995, Strack et al. 2003, Cai et al. 2005). Pigmen warna bunga yang paling dominan adalah dari kelompok flavonoid (Winkel-Shirley 2001).
Perubahan
karakter kuantitatif diantaranya adalah terjadinya perubahan ukuran morfologi tanaman seperti tinggi tanaman, jumlah daun, panjang dan lebar daun, besar bunga, jumlah bunga, lama mekar bunga, dan lain-lain. Percobaan ini bertujuan untuk menginduksi keragaman genetik planlet anggrek S. plicata aksesi Bengkulu menggunakan iradiasi sinar gamma, menentukan radiosensitivitas planlet anggrek S. plicata hasil iradiasi sinar gamma menggunakan indikator lethal dosis 50% (LD50) dan mengidentifikasi keragaman genetik populasi mutan anggrek S. plicata berdasarkan karakter morfologi fase vegetatif dan generatif tanaman yang ditumbuhkan di rumah kawat dengan paranet 45%. Bahan dan Metode Percobaan ini terdiri dari dua tahap penelitian.
Tahap pertama untuk
menentukan LD50 lini klon planlet. Tahap kedua adalah iradiasi lini klon planlet pada dosis sekitar LD50 untuk mendapatkan mutan terbanyak. Iradiasi lini klon planlet anggrek S. plicata menggunakan alat Iradiator Gamma Chamber 4000A di lakukan di PATIR BATAN Jakarta. Botol yang berisi lini klon planlet diradiasi akut sebanyak 1 kali dengan dosis sesuai dengan perlakukan.
70
Penentuan LD50 Lini Klon Planlet S. plicata Aksesi Bengkulu Waktu dan Tempat Iradiasi sinar gamma dilakukan pada bulan Maret 2009. Aklimatisasi dan karakteriasasi morfologi planlet setelah diradiasi dilakukan di rumah kawat dengan naungan 45% standar untuk pertumbuhan anggrek S. plicata di Cibanteng Bogor mulai dari bulan Maret 2009 – Oktober 2009. Metode Percobaan Bahan iradiasi yang digunakan adalah lini klon planlet anggrek S. plicata yang berumur 6 minggu setelah sub kultur yang keempat, menggunakan medium MS padat dengan penambahan air kelapa sebanyak 75 ml L-1 dan 2% arang aktif. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Perlakuannya adalah lima dosis iradiasi sinar gamma yang diberikan pada lini klon planlet anggrek S. plicata asli Bengkulu, yang terdiri dari : D0 (kontrol) tanpa diradiasi, D1 = 75 Gy, D2 = 150 Gy, D3 = 225 Gy, D4 = 300 Gy. Setiap dosis menggunakan planlet awal sebagai bahan iradiasi sebanyak ± 250 tanaman atau sebanyak 10 botol (± 25 planlet/botol).
Planlet diradiasi didalam botol kultur, setelah diradiasi langsung
diaklimatisasi pada medium non steril berupa campuran tanah : kompos : akar pakis dengan perbandingan 1 : 1 : 1.
Selama 2 bulan pertama planlet ditanam secara
kompot sebanyak 25 tanaman per pot ukuran 17 cm. Pengamatan dilakukan mulai dari 1 bulan setelah diradiasi sampai 7 bulan setelah iradiasi. Tanaman yang bertahan hidup dengan ciri-ciri sudah nampak hijau, akar baru mulai muncul selanjutnya dipindahkan ke pot baru dengan medium yang sama sebanyak 5 tanaman per pot.
Selanjutnya setelah umur 4 bulan baru
dipindahkan ke pot tunggal (1 tanaman per pot diameter 17 cm). Peubah yang diamati adalah persentase tanaman hidup, persentase tanaman mati, persentase tanaman dorman (tidak hidup tapi tidak pula tumbuh, sementara cormus tetap berwarna hijau), perubahan warna daun setelah diradiasi dan persentase tanaman mutan.
71
Analisis data dilakukan menggunakan metode Best Curve Fit Analysis untuk peubah persentase tanaman hidup, persentase tanaman mati, persentase populasi akhir dan persebtase anakan baru. Induksi Mutasi dan Karakterisasi Lini Klon Planlet Anggrek S.plicata Waktu dan Tempat Iradiasi sinar gamma dilakukan pada bulan Oktober 2009. Aklimatisasi dan karakteriasasi morfologi planlet setelah diradiasi dilakukan di rumah kawat dengan naungan 45% standar untuk pertumbuhan anggrek S. plicata di Cibanteng Bogor mulai dari bulan Oktober 2009 – Februari 2012. Metode Percobaan Bahan iradiasi yang digunakan adalah lini klon planlet anggrek S. plicata yang berumur 6 minggu setelah sub kultur keempat, menggunakan medium MS padat dengan penambahan air kelapa sebanyak 75 ml L-1 dan 2% arang aktif. Setiap botol dipilih planlet yang seragam pertumbuhannya sebanyak ± 25 planlet per botol. Botol yang berisi planlet selanjutnya diradiasi akut sebanyak 1 kali dengan dosis sesuai dengan perlakuan. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Perlakuannya adalah sebelas dosis iradiasi sinar gamma yang diberikan pada lini klon planlet anggrek S. plicata aksesi Bengkulu, yang terdiri dari : D0 (kontrol) tanpa diradiasi, D1 = 10 Gy (1' 09''), D2 = 20 Gy (1' 37''), D3 = 30 Gy (1' 37''), D4 = 40 Gy (2' 06''), D5 =50 Gy (3' 15''), D6 = 60 Gy (3' 43''), D7 = 70 Gy (4' 12''), D8 = 80 Gy (5' 20''), D9 = (5' 49''), D9 = 90 Gy (6' 18''), D10 = 100 Gy (7' 16''). Setiap dosis perlakuan diulang sebanyak 10 kali atau sebanyak 10 botol yang setara dengan 250 planlet. Sehingga totol planlet yang diradiasi adalah sebanyak 2 500 planlet. Setelah diradiasi planlet diaklimatisasi secara kompot menggunakan medium campuran tanah : kompos : akar pakis 1 : 1 : 1 selama 2 bulan menggunakan pot plastik dengan diameter 17 cm. Setiap pot ditanam 25 planlet anggrek S. plicata.
Setelah 2 bulan dilakukan
pemindahan anakan yang mampu bertahan hidup ke pot baru menggunakan medium yang sama satu tanaman per pot.
72
Pemupukan dilakukan setiap dua minggu sekali dengan cara menyiram larutan pupuk merata diatas permukaan medium tanam. Volume pemupukan adalah 20 ml/pot. Pemupukan dilakukan pada pagi atau sore hari. Pemupukan untuk mengoptimalkan pertumbuhan vegetatif menggunakan pupuk cair dengan komposisi NPK 32-10-15. Setelah tanaman tumbuh baik memiliki daun 4 helai (fase remaja) selanjutnya dilakukan induksi pembungaan dengan mengganti pupuk daun dengan komposisi NPK 20-20-20. Pengendalian penyakit dilakukan dengan menyemprot tanaman setiap bulan menggunakan Previcur-N dengan dosis 2 ml L-1, sementara untuk mengendalikan hama digunakan Dimicron EC. Penyemprotan dilakukan sebulan sekali dengan dosis 2 ml L-1. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan mencabut setiap gulma yang tumbuh setiap minggu. Pengamatan dilakukan pada tanaman yang diradiasi langsung (M1V1), dilakukan setiap bulan untuk persentase planlet hidup, persentase planlet mati, dan jumlah planlet baru.
Pengamatan selama fase vegetatif dilakukan setiap bulan
terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun dan lebar daun serta jumlah anakan. Pengamatan selama fase generatif dilakukan setiap bulan terhadap jumlah tangkai bunga fluorescent, posisi tumbuh tangkai bunga, bentuk bunga, warna bunga, jumlah bunga yang mekar bersamaan dan panjang tangkai bunga. Pengamatan yang dilakukan pada akhir penelitian antara lain, jumlah bunga total, bentuk stomata, penampang melintang daun dan penampang melintang akar. Pengamatan juga dilakukan pada pertumbuhan anakan tanaman yang telah diradiasi sinar gamma (M1V2) dan pada anakan berikutnya (M1V3) untuk melihat kestabilan mutan hasil perbanyakan secara klonal. Bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 14. Analisis Data. Data kuantitatif hasil pengamatan dianalisis menggunakan Uji F pada taraf 5%, bila terdapat beda nyata dianjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan’s (UJBD) pada taraf 5%. Sementara persentase planlet hidup, persentase planlet mati, persentase populasi akhir, dan persentase anakan baru dianalisis menggunakan Best
73
Curve Fit Analysis untuk mendapatkan model kurva dan nilai LD50 (Finney dan Philip 2005, Findlay dan Dillard 2007). Data kualitatif hasil pengamatan pada fase vegetatif dan fase generatif ditampilkan menggunakan foto, untuk menampilkan perbedaan antara tanaman tipe liarnya (wildtype) dengan tanaman mutan hasil iradiasi sinar gamma.
Iradiasi sinar gamma Tahap I : (5 dosis)
Lini klon plantlet S. plicata
0 Gy 75 Gy 150 Gy 225 Gy 300 Gy
Lini klon plantlet S. plicata
Iradiasi sinar gamma Tahap II : (11 dosis) 0 Gy,10 Gy, 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy, 50 Gy, 60 Gy, 70 Gy, 80 Gy, 90 Gy, 100 Gy
aklimatisasi
Pertumbuhan Vegetatif/remaja Uji F 5% UJBD 5% Best Curve Fit Analysis
Data kuantitatif
Data kualitatif
Ditampilkan dalam bentuk foto
Pertumbuhan Generatif
Tanaman Mutan
Gambar 14.
Skema bagan alir penelitian induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma pada lini klon planlet anggrek S. plicata. Hasil dan Pembahasan
Penentuan LD50 Lini Klon Planlet S. plicata Aksesi Bengkulu Hasil pengamatan pada 7 bulan setelah iradiasi (bsi) diketahui bahwa semakin tinggi dosis iradiasi maka persentase tanaman hidup semakin menurun. Persentase planlet kontrol (tanpa diradiasi) yang mampu hidup hanya 92%, artinya terjadi kematian planlet akibat dilakukan aklimatisasi sebesar 8%.
Kematian tanaman
74
disebabkan oleh karena terjadinya perubahan lingkungan tumbuh dari lingkungan yang aseptik dengan pemberian nutrisi lengkap sesuai dengan kebutuhan tanaman dan lingkungan tumbuh yang terkontrol suhu dan cahaya ke lingkungan non aseptik dan nutrisi yang kurang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Penampilan tanaman yang mampu tumbuh sampai 7 bulan sangat prima, daun hijau segar, anakan baru sudah tumbuh, tangkai bunga juga sudah mulai terbentuk. Pengamatan terhadap bentuk dan warna daun serta bentuk dan warna bunga tidak ada tanaman yang berbeda. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak terjadi variasi somaklonal akibat subkultur berulang selama produksi lini klon (Gambar 15). 250 200
208 217 212 205
0 Gy
200
75 Gy 150 Gy
150 100
225 Gy
100100 82
92
300 Gy
60 50
12
28 0 0 0
5
18
0
0 0
0 Jumlah Tanaman Awal
Persentase Tanaman Hidup
Persentase Tanaman Mati
Persentase tanaman dorman
Gambar 15. Diagram pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap persentase tanaman hidup, persentase tanaman mati dan persentase tanaman dorman pada 7 bsi. Persentase planlet yang hidup setelah diradiasi dengan dosis 75 sangat rendah yaitu hanya 12%, sementara persentase kematian planlet mencapai 60%. Daun yang terpapar sinar gamma mulai menguning dan mengering yang dimulai dari ujung daun, setelah itu daun planlet akan mati. Terbentuknya daun baru terjadi pada 3 bulan setelah iradiasi dan planlet mulai tumbuh kembali. Tinggi tanaman rata-rata dari 12% tanaman yang hidup hanya mencapai 35% saja atau hanya mencapai 26 cm, dibandingkan dengan tanaman normal yang mampu mencapai 98 cm. Peningkatan dosis menjadi 150 Gy atau lebih tinggi lagi menyebabkan planlet tidak mampu memulihkan diri setelah terpapar sinar gamma. Semua planlet yang diradiasi mati, yang ditandai dengan mengeringnya semua bagian tanaman setelah 2
75
bsi. Fenomena yang menarik dapat diamati pada planlet yang diradiasi dengan dosis 75 dan 150 Gy, karena adanya tanaman yang dorman sebanyak 28% dan 12%. Kriteria dorman adalah setelah semua daun rontok,
kormus tetap hidup yang
ditandai dengan warna kormus yang tetap hijau, namun tidak mampu berkembang menjadi tanaman ataupun menghasilkan anakan baru sampai 7 bsi (Gambar 15). Penentuan LD50 untuk planlet anggrek S. plicata sangat penting dilakukan sebagai acuan untuk pelaksanaan iradiasi selanjutnya guna mendapatkan mutan harapan yang akan memperbesar keragaman genetik anggrek S. plicata.
Hasil
analisis menggunakan Best Curve Fit Analysis terhadap persentase tanaman hidup dan persentase tanaman mati disajikan pada Gambar 16.
Gambar 16. Kurva hubungan dosis iradiasi sinar gamma dengan (a) persentase tanaman hidup dan (b) persentase tanaman mati pada 7 bsi. Hasil analisis persentase tanaman hidup pada 7 bsi menggunakan Best Curve Fit Analysis menghasilkan pola Rational Fuction (y = (91.99 - 0.36 x)/(1 – 0.022 x + 0.0005 x^2), sementara pola regresi untuk persentase tanaman mati mengikuti pola Richards Model (y = 10.03/(1 + exp (0.34 – 0.029 x)^(1/0,35). Berdasarkan kurva persentase kematian planlet setelah 7 bulan diradiasi dengan 5 taraf dosis sinar
76
gamma didapat LD30 = 34.54 Gy, LD50 = 56.93 Gy dan LD70 = 81.98 Gy. Lethal dose 30% sampai 70% merupakan taraf dosis yang dianjurkan untuk pelaksanaan iradiasi planlet anggrek S. plicata. Seleksi mutan sebaiknya dilakukan setelah 6 bulan diradiasi, karena pada saat tersebut tanaman sudah stabil dan sudah terjadi pemulihan sehingga tanaman sudah mulai menumbuhkan daun baru dari tanaman yang sudah diradiasi (M1V1), terbentuknya tunas baru (M1V2), dan mulai terbentuknya tangkai bunga pada tanaman yang diradiasi. Induksi Mutasi dan Karakterisasi Lini Klon Planlet Anggrek S.plicata Hasil uji F terhadap semua data kuantitatif pada 7 bsi menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata terhadap semua peubah kuantitatif yang diuji, kecuali untuk jumlah daun rata-rata per planlet dan tinggi tunas.
Pertumbuhan dan
perkembangan planlet anggrek S. plicata terbaik dapat diketahui dengan melakukan uji lanjut menggunakan UJBD pada taraf uji 5% (Tabel 8). Tabel 8.
Dosis iradiasi (Gy) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Pengaruh sebelas dosis iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan dan multiplikasi lini klon planlet anggrek S. plicata pada 7 bsi. Jumlah planlet awal (plt/btl)
25.20 25.80 26.20 25.00 25.20 25.60 25.20 25.40 25.60 25.60 25.00
Keterangan :
Jumlah tanaman hidup (tan/pot)
Jumlah tanaman mati (tan/pot)
Jumlah anakan baru (tan/plt)
Jumlah populasi akhir (tan/pot)
Jumlah daun total (helai/ pot)
Jumlah daun mati (helai/ pot)
25.00 a 25.40 a 22.00 a 22.40 a 13.40 b 11.00 b 12.20 b 0.40 c 0c 0c 0.01 c
0.20 d 0.40 d 4.20 c 2.60 c 11.80 b 14.60 b 13.00 b 25.00 a 25.60 a 25.60 a 24.99 a
77.50 a 83.40 a 9.40 b 14.00 b 0c 0c 0c 0c 0c 0c 0c
102.50 a 108.36 a 31.40 b 36.40 b 13.40 c 11.00 c 12.20 c 0.40 d 0d 0d 0.01 d
149.20 a 148.00 a 96.60 b 24.80 c 6.40 d 0.20 e 0.00 e 0.40 e 0e 0e 0e
0.00 d 0.00 d 16.80 c 53.20 b 44.84 b 58.40 b 50.70 b 97.25 a 100 a 100 a 100 a
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada UJBD, α = 0.05.
Aklimatisasi menyebabkan terjadinya stres pada planlet tanpa iradiasi (kontrol) yang telah diradiasi.
Perubahan lingkungan tumbuh dari kondisi anaerob
77
menggunakan medium steril di ruang kultur ke kondisi aerob menggunakan medium non steril di rumah kawat mengakibatkan kematian planlet mencapai 20% pada saat 1 bulan setelah diaklimatisasi. Tanaman mulai pulih kembali setelah bulan kedua dan pada bulan keempat sudah mulai terlihat adanya pertumbuhan anakan pada beberapa planlet yang diradiasi dosis rendah, sementara pada dosis tinggi pemulihan kondisi planlet menjadi semakin lama, bahkan planlet tidak mampu pulih pada dosis lebih dari 70 Gy. Persentase pertumbuhan dan perkembangan planlet setelah diradiasi selanjutnya diaklimatisasi di rumah kawat dengan paranet 45% disajikan pada Gambar 17.
Gambar 17. Persentase pertumbuhan dan perkembangan planlet anggrek S. plicata setelah diradiasi dengan sebelas dosis iradiasi sinar gamma sampai 7 bsi. Jumlah anakan yang terbentuk sampai dengan 7 bsi mencapai 164% dibandingkan dengan jumlah planlet awal,
artinya dari 250 planlet yang
diaklimatisasi dihasilkan 410 tanaman pada kontrol (tanpa iradiasi).
Kematian
tanaman mencapai 20% pada umur 1 bulan setelah aklimatisasi, berarti tanaman yang hidup sebanyak 200 planlet yang selanjutnya mampu menghasilkan anakan rata-rata 1 anakan per tanaman. Anakan mulai terbentuk pada umur 5 bulan setelah
78
aklimatisasi.
Selanjutnya tangkai bunga mulai terbentuk pada umur 6 bsi.
Persentase tanaman membentuk tangkai bunga fluorescent pada perlakuan tanpa diradiasi mencapai 25% pada 6 bsi dan mencapai 38% pada 7 bsi. Tanaman yang diradiasi secara umum memperlihatkan terjadinya gejala menguning (klorosis) dimulai dari ujung daun terlihat pada umur 2 minggu setelah iradiasi (msi), selanjutnya daun mulai mengering (nekrosis) pada 4 bsi dan mati pada 6 bsi. Planlet yang diberi perlakuan iradiasi sinar gamma dengan dosis 10 Gy memperlihatkan gejala kematian mulai dari 2 msi, kematian planlet mencapai 11.11%. Kematian tanaman terus meningkat sampai 6 bsi hingga mencapai 40% dan tetap stabil sampai 7 bsi. Tanaman yang hidup setelah iradiasi mulai terlihat adanya tanda-tanda pemulihan yang ditandai dengan terbentuknya daun baru dan mulai terjadi pembengkakan pangkal batang membentuk kormus dan pada 6 bsi sudah terlihat adanya pertumbuhan anakan baru. Tanaman baru (anakan dari M1V1) diberi kode M1V2 (M1 adalah tanaman yang diradiasi sinar gamma, V2 adalah anakan tanaman yang diradiasi). Gejala yang sama juga diamati pada tanaman yang diradiasi dengan dosis 20 Gy dan 30 Gy. Planlet yang diradiasi dengan 20 Gy setelah diaklimatisasi, mati sebanyak 22.22% pada 2 bsi, kematian tanaman terus meningkat sampai 6 bsi yaitu mencapai 62.22%, pada 7 bsi sudah tidak ada tanaman yang mati. Planlet yang diradiasi dengan dosis 30 Gy mulai menunjukkan gejala klorosis pada 1 minggu setelah iradiasi (msi). Tanaman mulai mati sebanyak 17.59% pada 1 bsi. Kematian tanaman terus meningkat sampai 74.26% pada 6 bsi. Jumlah tanaman yang hidup tetap stabil pertumbuhannya sampai 7 bsi. Kematian planlet yang telah diradiasi akut menggunakan dosis lebih dari 40 Gy menyebabkankan kematian planlet > 50%, planlet hanya mampu bertahan hidup selama 2 bulan. Peningkatan dosis menjadi 50 Gy, planlet yang mati > 70% pada 1 bsi. Paparan dosis yang lebih tinggi dari 50 Gy yaitu 60 - 100 Gy, tanaman mulai memperlihatkan gejala klorosis yang diikuti dengan nekrosis akut, sebagian besar tanpa bisa pulih kembali mulai dari 2 hari setelah iradiasi (hsi). Daun mengalami nekrosis akut dan mati seluruhnya mulai dari 2 msi, sementara tanaman yang mampu bertahan hidup < 95% setelah 1 bsi.
Dosis iradiasi 80 Gy dan 90 Gy
menyebabkan seluruh tanaman mati pada 1 bsi, terdapat fenomena yang menarik
79
pada planlet yang diradiasi pada dosis 100 Gy, karena terdapat 1 tanaman yang mampu pulih, tumbuh dan berkembang menjadi tanaman setelah mengalami dormansinya selama 12 bsi (Gambar 18).
Gambar 18. Kurva hubungan dosis iradiasi sinar gamma dengan : (a) persentase planlet hidup, (b) persentase anakan baru, (c) persentase populasi akhir pada 7 bsi.
80
Hasil analisis menggunakan program Best Curve Fit Analysis untuk persentase tanaman hidup menghasilkan bentuk kurva 3rd degree Polynomial Fit :
y =
55.91+35.01x-0.01x2+0.0006x3. Berdasarkan persamaan tersebut diperoleh nilai LD30 = 40.58 Gy, LD50 = 50.74 Gy dan LD70 = 60.18 Gy. Persentase jumlah anakan baru menghasilkan bentuk kurva Linear Fit : y = 56.65 – 0.67x. Berdasarkan persamaan tersebut diperoleh nilai LD30 = 33.78 Gy. Persentase populasi akhir yang diamati pada 7 bsi didapatkan bentuk kurva 3rd degree Polynomial Fit : 61.85+10.85x-0.057x2+0.0004x3
,
y =
diperoleh nilai LD50 untuk persentase populasi
akhir sebesar 36.58 Gy. Radiosensitivitas planlet, melalui pengukuran nilai LD50 dihasilkan pada kisaran dosis iradiasi sinar gamma 36.58 Gy – 50.74 Gy. Diperkirakan pada dosis sekitar LD50 akan mampu menghasilkan mutan potensial yang sangat beragam (Gambar 18). Dosis LD50
pada beberapa jenis tanaman merupakan dosis terbaik untuk
mendapatkan mutan terbanyak (Herison et al. 2008).
Biasanya untuk keperluan
perbaikan kecil sifat morfologi digunakan dosis rendah yaitu sekitar LD30 . Untuk mendapatkan perubahan yang cukup besar seperti perubahan warna daun dan bunga beberapa spesies tanaman menggunakan dosis sekitar LD50, sementara perubahan besar seperti terjadinya mandul jantan, tanaman kerdil dilakukan iradiasi dengan dosis mencapai LD70 (Human 2003). Kematian tanaman disebabkan terjadinya kerusakan materi genetik di dalam sel. Saat terjadi paparan sinar gamma elektron yang dilepas sinar gamma mampu menghasilkan energi yang cukup untuk mengionisasi partikel di dalam sel. Proses ionisasi menghasilkan radikal ion positif dan elektron bebas. Elektron akan terjebak di dalam lingkungan polar di dalam sistem biologi, sehingga cukup waktu bagi ion radikal yang labil dan aktif untuk bereaksi dengan molekul lain atau masuk ke dalam susunan jaringan yang lebih dalam. Materi biologi umumnya banyak mengandung air. Elektron bebas dapat mempolarisasikan sejumlah molekul air menjadi elektron berair (e-aq).
Radikal bebas yang terbentuk dalam larutan lambat laun akan
bergabung membentuk produk yang stabil, bila ada molekul oksigen (satu biradikal), ia akan bereaksi dengan radikal bebas yang terbentuk karena iradiasi, menjadi radikal–peroksida yang sangat beracun bagi sel. Adanya oksigen akan mengubah dan memperbanyak produk sistem iradiasi (Ismachin 2007). Materi biologi selalu
81
mengandung jumlah air yang cukup banyak. Oleh karena itu, penyerapan sinar pengion, disamping berperan dalam proses fisika maka peran proses kimiapun perlu diperhitungkan sebagai penyebab kerusakan genotipe (van Harten 2002). Karakterisasi Pertumbuhan Vegetatif Hasil analisis data kuantitatif menggunakan Uji F pada taraf 5% dihasilkan pengaruh yang berbeda nyata pada peubah tinggi tanaman, panjang daun dan lebar daun. Hasil analisis uji lanjut menggunakan UJBD 5% (Tabel 9). Akibat iradiasi sinar gamma pada planlet terjadi perubahan morfologi fase vegetatif anggrek S. plicata.
Perubahan positif antara lain
terjadi peningkatan
jumlah anakan pada mutan 6 (50 Gy) sebanyak 9 anakan per tanaman, lebih banyak dibandingkan dengan tanaman tipe liarnya yang biasanya hanya mempunyai 1-2 anakan saja.
Tinggi tanaman berkurang hampir terjadi pada semua mutan.
Penurunan tinggi tanaman berkisar antara 20.45% – 71.98%. Tanaman terendah diamati pada mutan 4 (60 Gy) dengan tinggi hanya sekitar 34.8 cm atau terjadi penurunan sebesar 71.98% dibandingkan dengan tipe liarnya yang mampu mencapai tinggi 124.2 cm setelah dilakukan domestikasi, sementara di habitat aslinya tanaman mampu mencapai tinggi 196 cm (Tabel 9). Panjang dan lebar daun juga terjadi penurunan ukuran dibandingkan dengan tipe aslinya. Penurunan panjang daun berkisar antara 4.24% - 66.37%, sementara penurunan lebar daun berkisar antara
0.65% - 71.98%.
Ukuran daun terkecil
(panjang dan lebar daun) terjadi pada mutan 4 (60 Gy). Berdasarkan hasil analisis terhadap tinggi tanaman, panjang dan lebar daun telah didapat idieotipe baru yaitu tanaman kecil hasil iradiasi planlet dengan dosis 60 Gy (mutan 4) yang lebih cocok di jadikan tanaman pot (Tabel 9). Besarnya perubahan yang terjadi pada mutan 4, hasil iradiasi 60 Gy, lebih tinggi dari LD50, menyebabkan terjadinya perubahan genotipe dari heterozigot menjadi homozigot resesif. Diduga akibat iradiasi yang lebih tinggi dari LD50 menyebabkan terjadinya delesi pada segmen DNA, yang dapat memberikan pengaruh yang sangat nyata dan kuat terhadap ekspresi fenotipe tanaman, diantaranya tanaman menjadi kecil. IAEA (1977) menyatakan bahwa hasil iradiasi dari tanaman yang memeiliki genotipe heterozigot dapat berubah menjadi
82
homozigot resesif atau terjadi delesi memberikan pengaruh yang nyata dan kuat terhadap genotipe dan probabilitas kejadiannya tinggi. Selain itu, pada mutan 4 juga terjadi inaktifasi enzim flavanone 3-hydroxylase (F3H) yang berperan dalam biosintesis anthocyanin berbasis delphinidin yang menghasilkan warna ungu cerah pada anggrek S. plicata tipe standar, sehingga adanya substrat pembentukan anthocyanin hanya mampu membentuk senyawa naringenin chachone atau senyawa chalchone yang berwarna kuning cerah (Tsuda 2004).
Besarnya perubahan fenotipe
yang terjadi pada mutan 4 dibandingkan dengan tipe liarnya diduga dapat pula terjadi sampai pada level kromosom atau terjadi perubahan besar. Perubahan yang terjadi akibat iradiasi dapat terjadi pada gen tunggal, terhadap sejumlah gen atau terhadap susunan kromosom (Poepodarsono 1988). Mutasi terjadi karena adanya perubahan urutan (sequent) nukleotida DNA kromosom yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada protein yang dihasilkan oleh tanaman (van Harten 2002). Selain terjadi penurunan ukuran daun dan tinggi tanaman, terdapat pula fenomena yang menarik, yaitu terjadinya peningkatan tinggi tanaman menjadi 124.8 cm, panjang daun 90.98 cm dan lebar daun 4.65 cm pada
mutan 3 (50 Gy).
Pertambahan panjang daun sangat signifikan dan berbeda nyata dibandingkan dengan tipe liarnya yang memiliki panjang daun 76.22 cm. Penambahan ukuran daun dan tinggi tanaman akibat iradiasi sinar gamma pada 50 Gy diduga terjadi perubahan gen resesif menjadi gen dominan. IAEA (1977) mengemukakan bahwa akibat iradiasi sinar gamma dapat merubah genotipe tanaman dari Aa menjadi AA atau A- dengan frekwensi lemah. Penelitian ini telah membuktikan bahwa perubahan tersebut dapat terjadi walaupun dengan kemungkinan yang sangat kecil yaitu 1 tanaman dari 2 500 tanaman yang diradiasi atau sebesar 0.04% (Tabel 9). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pemuliaan mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma memberikan hasil yang positif dan memberikan peluang untuk menghasilkan beberapa mutan yang sangat bermanfaat dalam meningkatkan keragaman anggrek S. plicata. Frekuensi keberhasilan mendapatkan mutan yang diinginkan melalui induksi mutasi sangat rendah, tapi dengan meningkatkan jumlah populasi dan melakukan iradiasi pada dosis sekitar LD50 dapat memperbesar frekuensi keberhasilan menghasilkan mutan harapan.
83
Tabel 9. Perubahan karakter vegetatif tanaman M1V1 anggrek S. plicata pada 12 bsi. Tanaman
Panjang daun (cm)
Tinggi tanaman (cm)
Lebar daun (cm)
panjang daun (%)
Tinggi tanaman (%)
Lebar daun (%)
Bentuk daun
Warna daun
SpBa (Wildtype) MUTAN 1(50 Gy) MUTAN 2(70 Gy) MUTAN 3(50 Gy) MUTAN 4(60 Gy) MUTAN 5(100Gy) MUTAN 6(50 Gy) MUTAN 7(40 Gy) MUTAN 8(30 Gy) MUTAN 9(60 Gy) SpBH
76.22b
124.20a
4.44b
100
100
100
Jorong
HK
58.28c
79.40c
4.25b
76.47
63.93
95.65
Jorong
HT
52.22c
79.40c
3.56bc
68.51
63.93
80.12
Jorong
HT-V
90.98a
124.80a
4.65b
119.36
100.48
104.64
Jorong
HT
25.63e
34.80d
1.71d
33.63
28.02
38.52
lancelot
HT
44.40cd
75.00c
4.35b
58.26
60.39
98.05
membulat
HT
54.24c
77.50c
4.41b
71.16
62.40
99.35
Jorong
HK
36.22d
72.80c
2.42c
47.52
58.62
54.41
Jorong
HT
65.84bc
92.20b
4.02a
86.38
74.24
113.06
Jorong
HT-V
49.75cd
80.00bc
3.75bc
65.27
64.41
84.37
Jorong
HT-V
72.96a 76.39a
149.60a 112.80a
5.28a 5.29a
95.73 100.23
120.45 90.82
118.80 119.08
Jorong Jorong
HT HK
S04
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada UJBD, α = 0.05. Warna daun (HK = hijau kekuningan, HT = hijau tua, HT-V= hijau tua terdapat varietaga) Perubahan negatif akibat iradiasi sinar gamma antara lain terjadi kematian tanaman pada iradiasi dosis tinggi. Sebagian besar tanaman mengalami gugur daun yang ditandai dengan terjadinya klorosis mulai dari ujung daun selanjutnya menjadi nekrosis sampai akhirnya daun akan gugur. Sebagian tanaman sudah tidak mampu membentuk daun baru maupun tunas baru sampai dengan 12 bsi, sementara bonggolnya (kormus) masih tetap hidup. Kejadian hasil mutasi yang seperti ini tidak dapat dikriteriakan hidup namun tidak dapat pula dikatakan mati, maka untuk fenomena ini dikatagorikan sebagai tanman dorman.
84
Gambar 19. Perbedaan morfologi pada fase vegetatif anggrek S. plicata setelah diradiasi sinar gamma. (a) bentuk dan ukuran daun, (b) variegata hijau-ungu, (c) variegata hijau putih, (d) variegata hijau-kuning.
Gambar 20. Perbedaan morfologi pada fase vegetatatif anggrek S. plicata setelah diradiasi sinar gamma. (a) kormus dorman, (b) kormus tumbuh setelah dorman, (c-d) penampilan mutan 5 (100 Gy), (e-f), penampilan mutan 6 dengan jumlah anakan yang banyak, (g-n) perbedaan tangkai daun/pangkal batang anggrek S. plicata pada mutan 1,2,3,4,7,8,9.
85
Terdapat fenomena yang menarik untuk iradiasi planlet dengan dosis 100 Gy, hampir semua planlet mati setelah 2 bsi sinar gamma, tetapi ada satu planlet yang mengalami dormansi sampai 11 bulan setelah diradiasi, pada bulan ke dua belas terdapat satu tunas yang mampu tumbuh menjadi tanaman utuh namun sampai dengan 28 bulan belum mampu membentuk bunga, walaupun demikian tanaman tersebut sudah mampu bermultiplikasi membentuk anakan baru yang mencapai 8 tanaman (Gambar 20). Karakter kualitatif seperti bentuk dan warna daun juga terjadi perubahan. Perubahan bentuk daun dari lonjong menjadi lonjong membulat pada mutan 5 (100 Gy), dan lonjong menyempit pada mutan 4 (60 Gy). Hasil percobaan ini juga dapat diamati terjadinya daun variegata (hijau-putih) pada mutan 2 (70 Gy), variegata hijau-kuning pada mutan 8 (30 Gy) dan mutan 9 (60 Gy), variegata hijau- pink pada mutan 1 dan 3 (50 Gy). Hasil penelitian ini telah mampu mendapatkan varian daun variegata, namun belum didapat daun variegata yang stabil baik warna, bentuk maupun polanya. Daun variegata umumnya terjadi pada saat daun masih muda, setelah dewasa hanya sebagian kecil daun saja yang variegata (Gambar 19). Perubahan warna tangkai daun (pangkal batang) dan tunas/anakan terjadi pada mutan 2, mutan 4, mutan 5, dan mutan 6 menjadi hijau, untuk mutan 1, mutan 7 dan mutan 9 tangkai daun dan tunas muda berubah menjadi ungu pucat. Warna tangkai daun dan tunas tetap ungu cerah dijumpai hanya pada mutan 3 (Gambar 20).
Karakterisasi Pertumbuhan Generatif Hasil uji F pada taraf α 5% terhadap 20 karakter kuantitatif fase generatif, didapatkan pengaruh dosis iradiasi sinar gamma yang berbeda nyata terhadap sepuluh karakter generatif, yaitu lebar bunga, panjang bunga, panjang petal, lebar petal, panjang sepal dorsal, jumlah bunga mekar bersamaan, panjang tangkai bunga fluorescent sampai bunga pertama, panjang tangkai bunga fluorescent total, jumlah bunga total dan lama mekar bunga. Hasil analisis menggunakan UJBD 5% dapat diketahui bahwa mutan 3 (50 Gy) menghasilkan bunga yang paling besar
dan
tangkai bunga fluorescent yang terpanjang dibandingkan dengan mutan lainnya dan tipe liarnya. Jumlah bunga mekar bersamaan paling banyak dan lama mekar bunga
86
terlama diperoleh pada mutan 1 (50 Gy). Hasil pengamatan kuantitatif karakter generatif diperoleh mutan terbaik pada 50 Gy atau sekitar LD50, karena pada dosis sekitar LD50 dihasilkan mutan positif yang sangat penting untuk memperbaiki kekurangan yang terdapat pada tipe liarnya, seperti, ukuran bunga, panjang tangkai bunga, lama mekar bunga dan jumlah bunga yang mekar bersamaan (Tabel 10). Tabel 10.
Perbedaan karakter fase generatif secara kuantitatif tanaman mutan hasil iradiasi sinar gamma (M1V1) anggrek S. plicata dan pembandingnya pada 12 bsi.
Tanaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
SpBA Mutan 1 Mutan 2 Mutan 3 Mutan 4 Mutan 7 Mutan 8 Mutan 9 SpBH S04
3.84b 5.48 a 6.26a 6.62a 3.97b 4.54ab 5.48a 5.06a 3.87b 4.01b
3.40b 5.15a 5.34 a 6.28a 3.54b 4.36ab 5.24a 5.04 a 3.44b 3.79b
2.02b 2.74b 2.84ab 3.28a 2.10b 2.26b 2.86ab 2.66b 2.06b 2.01b
1.14b 1.81ab 1.26 ab 2.18a 1.00 b 1.34ab 1.76ab 1.32ab 1.22b 1.20b
2.02ab 2.80 ab 2.96ab 3.32a 1.74 b 2.50ab 2.82ab 2.80ab 2.80ab 2.16 ab
0.94 1.61 1.16 1.65 0.90 1.10 1.26 1.18 1.18 1.12
1.98 2.53 1.64 2.90 1.80 2.04 2.62 2.60 2.60 2.08
0.86 1.18 1.08 1.52 0.76 1.00 1.12 0.98 0.98 0.90
1.36 1.58 1.32 2.08 1.20 1.36 1.72 1.16 1.16 1.21
1.45 1.76 2.00 2.38 1.48 1.74 2.34 1.78 1.78 1.44
Tanaman
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
SpBA Mutan 1 Mutan 2 Mutan 3 Mutan 4 Mutan 7 Mutan 8 Mutan 9 SpBH S04
2.50d 6.75a 4.87b 3.23cd 2.34d 4.80b 4.25b 2.05d 1.80d 1.80d
55.40 b 53.38b 50.34b 97.58a 19.44d 39.30c 49.30b 42.10d 51.30b 58.40 b
69.90 c 94.50b 89.65b 138.8a 34.50 d 77.60bc 78.90 bc 67.80c 80.32b 63.70 c
18.70c 38.82b 48.45a 49.70a 22.25c 38.40b 34.85b 34.20 b 22.50c 22.10c
3.00 d 11.67a 5.67 b 5.76 b 4.30 c 6.20 b 4.50 c 4.52 c 2.40 d 2.10 d
0.88 1.15 1.18 1.52 0.74 1.04 1.74 1.06 1.06 0.65
0.76 1.08 0.90 1.60 1.00 0.88 0.90 1.00 1.00 0.82
0.48 0.60 0.40 1.14 0.46 0.40 0.40 0.30 0.30 0.30
3.62 4.05 4.46 4.06 2.58 3.18 4.24 4.24 4.24 3.73
1.40 2.17 1.38 2.30 1.24 1.62 1.82 1.70 1.70 1.70
Keterangan : 1 = lebar bunga, 2 = panjang bunga, 3 = panjang petal, 4 = lebar petal, 5 = panjang sepal dorsal, 6 = lebar sepal dorsal, 7 = panjang sepal lateral, 8 = lebar sepal lateral, 9 = panjang coulom, 10 = panjang labellum, 11 = jumlah bunga mekar bersamaan, 12 = panjang tangkai fluorescent sampai bunga pertama, 13 = panjang tangkai bunga fluorescent total, 14 = jumlah bunga total, 15 = lama mekar bunga, 16 = lebar labellum/apical lobe, 17 = panjang lateral lobe, 18 = lebar lateral lobe, 19 = panjang tangkai bunga, 20 = panjang bakal buah. Ukuran peubah (cm). Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada UJBD, α = 0,05
87
Frekuensi terbentuknya tanaman mutan berdasarkan hasil seleksi bentuk dan warna bunga, sangat rendah yaitu 0.36% atau hanya didapat 9 mutan dari total sekitar 2 500 planlet yang diradiasi dengan sebelas dosis iradiasi sinar gamma. Tanaman mutan dihasilkan pada kisaran dosis iradiasi sinar gamma 30-100 Gy. terbanyak dan beragam didapatkan pada dosis sekitar LD50.
Mutan
Penamaan mutan
dilakukan berdasarkan urutan kejadian dihasilkan tanaman mutan sebagai berikut : 1.
Dosis iradiasi sinar gamma 30 Gy menghasilkan 1 mutan dari 250 planlet yang diradiasi atau 0.4%. Tanaman mutannya diberi kode 8SpBa30 (Mutan 8), terjadi perubahan bentuk petal dari rata menjadi bergelombang dan ukuran bunga menjadi lebih besar. Terdapat 3-4 bunga mekar bersamaan dan lama mekar bunga 3-5 hari.
2.
Dosis iradiasi sinar gamma 40 Gy menghasilkan 1 mutan dari 250 planlet yang diradiasi atau 0.4%.
Tanaman mutannya diberi kode 7SpBa40 (Mutan 7).
Perubahan yang terjadi adalah warna sepal menjadi pink muda, terdapat 4 bunga mekar bersamaan, lama mekar satu bunga menjadi 4-6 hari. 3.
Dosis iradiasi sinar gamma 50 Gy menghasilkan 3 mutan dari 250 planlet yang diradiasi atau 1.2%.
Tanaman mutannya diberi kode 1SpBa50 (mutan 1),
3SpBa50 (mutan 3) dan 6SpBa50 (mutan 6). Perubahan yang terjadi pada mutan 1 adalah warna sepal dan petal menjadi gradasi warna kuning muda dengan pink cerah kemerahan, warna apical lobe menjadi pink kemerahan dan side lobe menjadi pink cerah, warna callus menjadi kuning muda bintik-bintik pink fanta, terdapat 6 - 7 bunga mekar bersamaan, lama mekar satu bunga menjadi 11-14 hari, jumlah tangkai bunga mencapai 4 tangkai bunga per tanaman. Perubahan yang terjadi pada mutan 3 adalah warna sepal dan petal menjadi warna kuning muda dengan bintik-bintik pink fanta, warna apical lobe pink fanta, side lobe dan kalus warna kuning cerah bintik-bintik merah cerah, terdapat 3-5 bunga mekar bersamaan, lama mekar satu bunga menjadi 5-6 hari, ukuran bunga menjadi lebih besar 1.5 kali, ukuran tangkai bunga menjadi lebih panjang.
Perubahan yang terjadi pada mutan 6, antara lain jumlah anakan
meningkat menjadi 8-11 anakan per tanaman, sampai umur 28 bsi tanaman mutan belum berbunga, pertumbuhan tanaman tidak tegak, tapi menyamping agak membentuk sudut sekitar 65o (semi tegak).
88
4.
Dosis iradiasi sinar gamma 60 Gy menghasilkan 3 mutan dari 250 planlet yang diradiasi atau 1.2%.
Tanaman mutannya diberi kode 4SpBa60 (mutan 4),
9SpBa60 (mutan 9a) dan 9SpBa60 (mutan 9b). Perubahan yang terjadi pada mutan 4 sangat besar antara lain tinggi tanaman berkurang, daun mengecil, panjang tangkai bunga menjadi lebih pendek yaitu sekitar 19-23 cm,
warna
sepal, petal dan apical lobe menjadi kuning cerah, warna side lobe kuning cerah pada bagian ujung sementara pada bagian pangkal pink kemerahan, ukuran bunga menjadi lebih kecil, terdapat 2-4 bunga mekar bersamaan, lama mekar satu bunga menjadi 3-5 hari, jumlah tangkai bunga mencapai 2-3 tangkai bunga per tanaman, terjadi perubahan posisi tangkai bunga selain pada sisi bulb juga tumbuh pada bagian terminal tanaman/ujung kormus. Diantara semua mutan yang dihasilkan, mutan 4 merupakan mutan terkecil dan merupakan idiotipe baru dari anggrek S. plicata. Perubahan yang terjadi pada mutan 9a adalah warna sepal dan petal menjadi warna pink muda, warna side lobe dan apical lobe pink, bentuk apical lobe menggulung keatas. terdapat 4-5 bunga mekar bersamaan, lama mekar satu bunga menjadi 4-5 hari, sepal lateral bersatu saat bunga mekar 1-3 hari, dan baru membuka pada hari keempat. Perubahan yang terjadi pada mutan 9b, antara lain terjadi kehilangan resupinasi/perpuntiran bunga, sehingga penampilannya mirip dengan S. ungiculata, namun mutan yang dihasilkan tidak stabil, karena pada anakan kedua (M1V2) resupinasi kembali terjadi. 5.
Dosis iradiasi sinar gamma 70 Gy menghasilkan 1 mutan dari 250 planlet yang diradiasi atau 0.4%.
Tanaman mutannya diberi kode 2SpBa70 (Mutan 2).
Perubahan yang terjadi pada mutan 2 antara lain warna sepal, petal, apical lobe dan side lobe menjadi pink sangat muda mendekati putih, jumlah bunga mekar bersamaan meningkat menjadi 4-5 bunga, lama mekar bunga menjadi 6 - 8 hari. Hasil pengamatan visual terhadap perubahan morfologi karakter kualitatif fase generatif mati pada 9 tanaman mutan dan tipe liarnya disajikan pada Gambar 21, 22, 23 dan 24. Jumlah mekar bunga secara bersamaan disajikan pada Gambar 21, bentuk dan warna bunga disajikan pada Gambar 22, bentuk dan warna labellum, callus dan coulom disajikan pada Gamar 23, sedangkan bentuk dan warna apical lobe disajikan pada Gambar 24.
89
Gambar 21.
Perbedaan jumlah bunga mekar bersamaan anggrek S. plicata dan 7 mutan hasil iradiasi sinar gamma.
Gambar 22. Perbedaan bentuk dan warna bunga anggrek S. plicata dan 7 mutan hasil iradiasi sinar gamma.
90
Gambar 23. Perbedaan bentuk dan warna labellum, callus dan coulom anggrek S. plicata dan 7 mutan hasil iradiasi sinar gamma.
Gambar 24. Perbedaan bentuk dan warna apical lobe anggrek S. plicata dan 7 mutan hasil iradiasi sinar gamma.
91
Perubahan fase generatif secara umum yang terjadi pada tanaman mutan bila dibandingkan dengan tipe liarnya, antara lain terdapat perubahan pada bentuk dan warna petal, sepal, apical lobe, side lobe, callus, lama mekar bunga, kelopak tangkai bunga dan panjang tangkai bunga.
Deskripsi lengkap tanaman anggrek S. plicata
dan mutannya dapat dilihat pada Lampiran 3-12. Hasil pengamatan terhadap bentuk dan warna bunga juga terlihat bahwa semakin tinggi dosis iradiasi sinar gamma, maka warna bunga akan semakin berkurang, sampai dengan dosis 70 Gy warna yang dihasilkan mendekati putih (Gambar 25).
Gambar 25. Model perubahan warna dan bentuk bunga mutan anggrek S. plicata akibat iradiasi sinar gamma. Perubahan warna bunga yang terdapat pada anggrek S. plicata akibat dipengaruhi oleh enzim yang aktif dan substrat yang tersedia. Tanaman anggrek memiliki substrat berupa dihydromyricetin dengan adanya enzim DFR dan ANS akan mengubahnya menjadi delphinidin. Aktifnya antosianin berbasis delphinidin akan menghasilkan warna pink sampai ungu pada tanaman anggrek. Semakin sedikit enzim yang tersedia warna bunga semakin memudarnya warna bunga atau terdpat korelasi yang positif antara warna bunga dengan aktivitas enzim seperti yang terdapat pada mutan 2, mutan 7 dan mutan 9. Memudarnya warna bunga secra tidak
92
merata sehingga menghasil warna dasar pink muda dengan bintik-bintik ungu cerah pada mutan 3 serta dihasikan gradasi warna kuning muda dengan ungu cerah pada mutan 1. Perubahan warna bunga dari ungu cerah menjadi kuning pada mutan 4, diduga diakibatkan tidak aktifnya enzim flavanone 3-hydroxylase (F3H) yang akan merubah substrat dihydro kaemferol (substrat penghasil warna kuning sampai orange pada bunga) menjadi dihydroquercetin yang akan menghasilkan warna merah pada bunga, selain itu enzim flavonoid 3’5'-hydroxylase( F35H) juga tidak aktif atau rusak akibat iradiasi sinar gamma, sehingga menyebabkan substrat dihydroquercetin, tidak mampu berubah menjadi dihydromyricein dan terjadi akumulasi senyawa naringenin, sehingga warna ungu cerah yang terdapat pada tanaman tipe liarnya tidak terbentuk pada mutan 4 yang berwarna kuning, seperti dijelaskan pada Gambar 26.
naringenin
Gambar 26. Lintasan umum biosintetik flavonoid yang berhubungan dengan warna bunga (Tsuda 2004).
93
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Tsuda (2004), pada tanaman Petunia hybrida , perubahan warna bunga ungu cerah menjadi berbagai warna yang lebih muda bahkan mendekati putih dengan pola warna yang sangat banyak variasinya.
Fenomena perubahan warna yang terjadi diakibatkan
terjadinya ekspresi gen endogen akibat mengalami penurunan regulasi dari gen flavonoid 3-hydroxylase (Gambar 26). Penelitian rekayasa genetik terhadap enzim pembungaan Nierembergia sp. kultivar Fairy Bells Patio warna biru cerah
pada tanaman (NPLB, Suntory
Flowers, Ltd.) dan kultivar Fairy Bells warna biru pucat (NPB, Suntory Flowers, Ltd.) menghasilkan warna biru sangat muda mendekati putih (Ueyama 2006). Akibat iradiasi sinar gamma terjadi perubahan fase generatif, terutama bentuk dan warna bunga. Fenomena Perubahan bentuk dan warna bunga akibat iradiasi sinar gamma hasil penelitian ini juga terjadi pada tanaman krisan (Datta dan Chakrabarty 2009, Datta et al. 2005), kecombang (Dwiatmini et al. 2009), mawar (Soedjono 2003), Portulaca grandiflora (Wongpiyasatid dan Roongtanakiat 1992). Hasil Pengamatan Mikroskopis Akar dan Daun. Hasil pengamatan mikroskopis terhadap penampang melintang akar menujukkan bahwa terdapat korelasi antara akumulasi warna akar dengan warna bunga. Sel akar yang mempunyai pigmen warna ungu antara lain ditemukan pada mutan 1, mutan 3, mutan 6, mutan 7, mutan 8 dan mutan 9, sementara untuk mutan 2, mutan 4, mutan 5 tidak terdapat warna ungu, sel akar berwarna agak kekuningan. Hasil pengamatan pada pada stomata antara lain didapatkan ukuran stomata lebih kecil pada mutan 5, bentuk stomata yang oval ditemukan pada mutan 1 dan 5. Jumlah kloroplas pada sel penjaga juga terdapat perbedaan, jumlah sel kloroplas pada sel penjaga lebih sedikit dibandingkan dengan tipe liarnya dapat diamati pada mutan 2, mutan 4, mutan 5 dan mutan 9, sementara pada mutan 1, mutan 3 dan mutan 8 dihasilkan jumlah kloroplas yang banyak dan padat (Gambar 27). Perubahan pada bentuk stomata dan jumlah sel kloroplas pada sel penjaga di duga akibat terjadinya perubahan genotipe (level lokus) yang sering terjadi setelah dilakukan iradiasi. Perubahan yang terjadi pada level genotipe telah dapat diamati
94
dengan jelas perubahannya pada mutan-mutan yang telah dihasilkan dan secara nyata telah menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan tipe liarnya. Perlakuan induksi mutasi pada genotipe awal yang heterozigot mempunyai peluang yang lebih besar untuk menghasilkan mutan yang mudah terlihat (fenotipe nyata berbeda) (IAEA, 1977).
Gambar 27. Pengamatan mikroskopis (1) irisan melintang akar, (2) bentuk stomata pada permukaan bawah daun (3) jumlah sel kloroplas pada sel penjaga stomata.
Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang dihasilkan dari percobaan ini adalah : 1. Iradiasi sinar gamma 30-100 Gy pada planlet anggrek S. plicata telah menghasilkan 9 tanaman mutan. 2. Lethal Dose 50% (LD50) dapat dijadikan acuan untuk iradiasi planlet S. plicata guna mendapatkan populasi mutan terbanyak.
LD50 persentase
tanaman hidup adalah 50.74 Gy, LD50 persentase anakan baru adalah 33.78 Gy dan LD50 persentase populasi akhir adalah 36.58 Gy. 3. Perubahan warna bunga akibat iradiasi sinar gamma adalah gradasi warna pink-kuning (mutan 1), pink sangat muda (muatan 2), kuning muda bintikbintik pink fanta (mutan 3), kuning cerah (mutan 4). Perubahan warna petal menjadi lebih muda (mutan 7).
Perubahan bentuk mahkota menjadi
bergelombang (mutan 8), serta terjadi penyatuan sepal lateral (mutan 9).
95
Daftar Pustaka Aisyah SI, Aswidinnor H, Saefuddin A. 2009. Induksi mutasi stek pucuk Anyelir (Dianthus caryophyllus Linn.) melalui iradiasi sinar gamma. J. Agron. Indonesia 37(1):62-70. Banerji BK, Datta SK. 1992. Gamma ray induced flower shape mutation in crisanthemum cv ‘Java’. J. Nuclear Agric. Biol. 21(2):73-79. Bartley GE, Scolnik PA. 1995. Plant carotenoids: pigmen for protection, visual attraction, and human health. Plant Science 153:33-42. Cai YZ, Sun M, Corke H. 2005. Characterization and application of betalain pigments from plant of Amaranthaceae. Trends in Food Science and Technology. 16:370-376. Datta SK, Chakrabarty D. 2009. Management of chimera and in vitro mutagenesis for development of new flower color/shape and chlorophyll variegated mutants in chrysanthemum. Shu QY (ed.), Induced Plant Mutations in the Genomics Era. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome 303-305 Datta SK, Misra P, Mandal AKA. 2005. In vitro mutagenesis – a quick methodfor establishment of solid mutant in chrysanthemum. Current Science. 88(1): 155158. Dwiatmini K, Kartikaningrum S, Sulyo Y. 2009. Induksi mutasi kecombrang (Etlingera elatior) menggunakan iradiasi sinar gamma. J. Hort. 19(1):1-5. Findlay JWA, Dillard RF. 2007. Appropriate Calibration Curve Fitting in Ligand Binding Assays. AAPS Journal. 9(2):260-267. Finney DJ, Phillips P. 1977. The form and estimation of a variance function, with particular reference to radioimmunoassay. Appl. Stat. 26:312-320. Handoyo F, Prasetya R. 2006. Native Orchids of Indonesia. Indonesian Orchid Sosiety of Jakarta. PAI Jakarta. Herison C, Rustikawati, Sutjahjo SH, Aisyah SI. 2008. Induksi mutasi melalui iradiasi sinar gamma terhadap benih untuk meningkatkan keragaman populasi dasar jagung (Zea mays L.). J. Akta Agrosia 11(1):57-61. Human, S. 2003. Peran iptek nuklir dalam pemuliaan tanaman untuk mendukung industri pertanian. Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Jakarta. Ibrahim R. 1999. In vitro Mutagenesis in roses. [Phd. Thesis]. Applied Biological Sci.Cell and Gene Biotechnology Fac. Univ. Gent, Belgium. 162 p. [unpublished]. Ismachin M. 2007. Ilmu Pemuliaan Mutasi [Materi Diklat] BATAN. Jakarta Kartikaningrum S, Puspasari D. 2005. Keragaman Genetik Plasma Nutfah Anggrek Spathoglottis. J. Hort. 15(4):260-269.
96
Kartikaningrum S, Sulyo Y, Hayati NQ, Suryanah, Bety YA. 2007. Keragaan karakter kualitatif hasil persilangan anggrek Spathoglottis. J Hort. Edisi Khusus 2:138-147. Lamseejan S, Jompok P, Wongpiyasatid A, Deeseepan S, Kwanthammachart P. 2000. Gamma-rays induced morfological change in Crysanthemum (Crysanthemum morifolium). Kasetsart J. (Nat. Sci.) 34:417-422. Sastrosumarjo S, Yudiwanti, Aisyah SI, Sujiprihati S, Syukur M, Yunianti R. 2006. Sitogenetika. Satrosumarjo S (ed). Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman Departemen AGH Faperta IPB, Bogor. Soedjono S. 2003. Aplikasi mutasi induksi dan variasi somaklonal dalam pemuliaan tanaman. Jurnal Litbang Pertanian 22(2):70-78. Strack D, Vogt T, Schliemann W. 2003. Recent advances in betalain research. Phytochemistry 62:247-269. Talhinhas P, Leitao J, Neves-Martins J. 2006. Collection of Lupinus angustifolius L. Gemrplasm and characterization of morphological and molecular diversity. Genetic Resources and Crop Evolution 53: 563-578 Tjitrosoepomo G. 2005. Morfologi Tumbuhan. Cetakan ke-15. Gadjah Mada University Press. To KY, Wang CK. 2006. Ornamental and Plant Biotechnology Volume I : FloricultureMolecular breeding of flower color. Global Science Books. United Kingdom. Tsuda S, Fukui Y, Nakamura N, Katsumoto Y, Yonekura-Sakakibara K, Mizutani MF, Ohira K, Ueyama Y, Ohkawa H, Holton TA, Kusumi T, Tanaka Y. 2004. Flower color modification of Petunia hybrida commercial varieties by metabolic engineering. Plant Biotechnology 21(5), 377–386. Ueyama Y, Katsumoto Y, Fukui Y, Mizutani MF, Ohkawa H, Kusumi T, Iwashita T, Tanaka Y. 2006. Molecular characterization of the flavonoid biosynthetic pathway and flower color modification of Nierembergia sp. Plant Biotechnology 23:19–24. Van Harten AM. 2002. Mutation breeding of vegetatively propagated ornamentals. In Vainstein A (ed). Breeding for Ornamentals: classical and Molecular Approaches. Kluwer Academic Press. Boston. Venkatachalam P, Jayabalan N. 1992. Analysis of leaf proteins in gamma rays induced mutants of Zinia. Crop Improv. 19:97-99. Winkel-Shirley B. 2001. Flavonoid biosinthesis : a colorful model for genetics, biochemistry, cell biology, and biotechnology. Plant Science 166:1087-1096. Wongpiyasatid A, Roongtanakiat N. 1992. Effects of gamma radiation on flower colors and types of perennial Portulaca grandiflora Hook. pp. 695–704. In. Tthe 30th Kasetsart University Conference Proceedings, Bangkok Thailand.
BAB VII. ANALISIS KERAGAMAN GENETIK ANGGREK Spathoglottis plicata Blume. AKSESI BENGKULU DAN MUTAN HASIL IRADIASI SINAR GAMMA MENGGUNAKAN PENANDA MORFOLOGI DAN MOLEKULER GENETIC DIVERSITY ANALYSIS OF Spathoglottis plicata Blume. ORCHID ACCESSION BENGKULU USING MORPHOLOGICAL AND MOLECULAR MARKERS Abstract Gamma-ray irradiation of 30 to 100 Gy using Spathoglottis plicata Blume. orchid clones have produced 9 mutants based on the shape and color of flowers. The objectives of experiments were to identify genetic variations of orchids S. plicata and its mutants using morphological characters and ISSR markers. Morphological characterization was conducted by applying the Desriptor and Characterization list from BALITHI-Deptan. Molecular identification was done by using ten ISSR primers of PKBT IPB collection. Morphological characters and ISSR markers could be used to identify the mutants. The result of clustering analysis and principal component analysis using morphological characters with 177 sub characters produced five main groups of 12 accessions and mutants at 0.68 coefficient similarity with the goodness of fit correlation matrix value reached to 0.89 (suitable). The amplified product of 10 ISSR primers produced 360 bands, where 71 ISSR of loci (91.11%) was polymorphic. The coefficient similarity and principal component analysis produced five major groups at 0.68 coefficient similarity and the goodness of fit correlation matrix value reached 0.91 (very suitable). Keywords : Spathoglottis plicata, orchid, ISSR, mutant, gamma irradiation, morphological marker
98
Pendahuluan
Karakterisasi tanaman dapat dilakukan menggunakan penanda morfologi maupun penanda molekuler. Karakterisasi berdasarkan penanda morfologi biasanya dipengaruhi oleh lingkungan makro dan mikro.
Kesulitan dapat terjadi apabila
dilakukan untuk karakter yang bersifat kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen.
Sebaiknya disamping melakukan karakterisasi morfologi untuk karakter
kualitatif, juga dilakukan karakterisasi menggunakan penanda molekuler. Penanda molekuler dapat memberikan gambaran hubungan kekerabatan yang lebih akurat antara suatu spesies dengan kerabat dekat maupun kerabat jauhnya serta antara suatu spesies dengan mutannya, karena analisis DNA sebagai materi genetik tidak dipengaruhi oleh lingkungan (Liu et al. 2006). Pengambilan sampel DNA dapat dilakukan pada semua bagian tanaman (Trojanowska dan Bolibok 2004). Penanda molekuler Inter Simple Sequence Repeats (ISSR) merupakan salah satu penanda dengan motif sekuen berulang. Ada kalanya terdapat penambahan sekuen nukleotida baik bagian ujung 3’ maupun ujung 5’. ISSR adalah fragmen DNA dengan ukuran 100-3 000 bp berlokasi diantara wilayah mikrosatelit, wilayah amplifikasi sekuen DNA yaitu ISSR bagian flanked genom secara berlawanan area yang dekat dengan sekuen berulang (Zietkiewicz et al. 1994). Area amplifikasi dapat dilihat Gambar 28.
Gambar 28. Wilayah amplifikasi ISSR( Zietkiewicz et al. 1994).
99
Keuntungan penggunaan marker molekuler, khususnya ISSR antara lain (1) tidak dipengaruhi musim dan lingkungan (Azrai 2005), (2) tidak diperlukannya data sekuen terlebih dahulu, (3) membutuhkan 5-50 ng templat DNA per reaksi, (4) ISSR tersebar diseluruh genom (5) dapat menghasilkan pola polimorfisme lebih tinggi dari RAPD pada beberapa tanaman (Liu et al. 2008), (6) menghasilkan polimorfisme tingkat inter species (Zietkiewicz et al. 1994), (7) bersifat dominan (Soltis et al. 1998, Kumar et al. 2009), (8) dapat digunakan untuk analisis keragaman genetik dan analisis kekerabatan (Trojanowska dan Bolibok 2004). Percobaan ini bertujuan untuk : (1) mengidentifikasi dan mengkarakterisasi keragaman genetik anggrek S. plicata (SpBA) dan mutan hasil iradiasi sinar gamma menggunakan penanda morfologi, (2) menidentifikasi dan mengkarakterisasi keragaman genetik anggrek S. plicata (SpBA) dan mutan hasil iradiasi sinar gamma menggunakan molekuler ISSR, (3) menganalisis kemiripan antara mutan dengan tipe liarnya dan (4) mempelajari hubungan filogenetik antara tipe liar (wild tipe) anggrek S. plicata dengan 9 mutannya.
Bahan dan metode
Waktu dan Tempat Karakterisasi morfologi tanaman anggrek S. plicata dilakukan di rumah kawat dengan naungan 45% standar pemeliharaan anggrek tanah di Cibanteng Bogor mulai dari bulan Juli 2009 – Februari 2012. Karakterisasi molekuler menggunakan marka ISSR dilakukan di Pusat Kajian Buah-buahan Tropika LPPM IPB, mulai dari bulan November 2011 –Februari 2012. Metode Percobaan Sampel tanaman yang digunakan dalam percobaan ini sebanyak 12 genotipe yang terdiri dari 9 mutan hasil iradiasi sinar gamma dan 3 cv. anggrek S. plicata sebagai pembanding.
Dua spesies berasal dari Kabupaten Kepahiang Provinsi
Bengkulu diberi kode SpBA dan SpBH dan 1 spesies berasal dari Balithi Segunung
100
diberi kode S04. Tanaman anggrek S. plicata dan mutan harapan yang digunakan sebagai sampel untuk analisis marka morfologi dan marka ISSR disajikan Tabel 11. Tabel 11.
Daftar mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya yang dikarakterisasi secara morfologi dan molekuler (ISSR).
Kode Sampel
SpBA Mutan1 (1SpBA50) Mutan 2 (2SpBA70) Mutan 3 (3SpBA50) Mutan 4 (4SpBA60) Mutan 5 (5SpBA100) Mutan 6 (6SpBA50) Mutan 7 (7SpBA40) Mutan 8 (8SpBA30) Mutan 9 (9SpBA60) SO4 SpBH
Asal Tanaman
Stabil sampai tanaman
Kepahiang Bengkulu SpBA SpBA SpBA SpBA SpBA SpBA SpBA SpBA SpBA Balithi Segunung Kepahiang Bengkulu
M1V6 M1V6 M1V3 M1V3 M1V6 M1V2 M1V2 M1V2 M1V2 M1V2 M1V6 M1V6
Keterangan
S. plicata batang ungu, bunga ungu (wild tipe). Dosis Iradiasi 50 Gy Dosis Iradiasi 70 Gy Dosis Iradiasi 50 Gy Dosis Iradiasi 60 Gy Dosis Iradiasi 100 Gy Dosis Iradiasi 50 Gy Dosis Iradiasi 40 Gy Dosis Iradiasi 30 Gy Dosis Iradiasi 60 Gy S. plicata cv.Alba batang hijau bunga putih S. plicata batang hijau bunga ungu
Analisis Penanda Morfologi Pengamatan karakter morfologi dilakukan pada fase pertumbuhan vegetatif dan fase generatif terhadap 12 genotipe tanaman anggrek S. plicata dan mutannya. Tanaman yang menghasilkan warna dan bentuk bunga yang berbeda dari tipe liarnya dipisahkan dan diberi kode khusus. Apabila warna bunga ataupun bentuk bunganya berbeda dibandingkan dengan tipe liarnya dan stabil mulai dari M1V1 sampai dengan M1V3 maka dapat dimasukkan kedalam kelompok tanaman mutan harapan. Karakter morfologi sebanyak 70 karakter yang diamati meliputi data akar, kormus, daun, bunga dan buah, menggunakan panduan karakterisasi anggrek ( Balithi 2007), seperti disajikan Tabel 12.
101
Tabel 12. Karakter morfologi anggrek S. plicata dan mutan hasil iradiasi sinar gamma. Organ
No
Karakter
Pengamatan
Tanaman
1.
Tipe pertumbuhan (simpodial)
2.
Ukuran tanaman (kecil <50 cm, sedang 50-100 cm, besar >100 cm) Bentuk penampang bujur kormus (eliptic, sircular) Bentuk penampang melintang kormus (circular) Ukuran kormus (kecil < 2 cm, sedang 2-3 cm, besar > 2 cm) Tipe pertumbuhan anakan pada kormus (2 arah) Tipe pertumbuhan daun pada kormus (2 arah) Tipe pertumbuhan tangkai bunga pada kormus (pada pangkal/sisi pseudobulb, ujung terminal) Ketegakan kormus (tegak, semi tegak)
pola pertumbuhan anakan pada kormus tanaman sudah tumbuh sempurna kormus segar setelah dibuang daunnya kormus segar setelah dibuang daunnya kormus segar setelah dibuang daunnya kormus segar setelah dibuang daunnya kormus segar setelah dibuang daunnya kormus segar setelah dibuang daunnya
Kormus
3. 4. 5. 6. 7. 8.
9. 10. 11. Akar
12. 13. 14.
Daun
15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Warna kormus (hijau, hijau kecoklatan, hijau keunguan) Jumlah anakan per kormus (1=sedikit, 2 = sedang, > 2 bangak) Warna ujung akar < 1cm dari ujung akar (putih, kuning) Warna pangkal akar (ungu tua, ungu cerah, putih) Irisan melintang akar (ungu, kuning, putih) Bulu akar (ada) Penampang melintang daun (plicate) Daun muda variegata (putih kekuningan, normal) Warna daun tua (hijau tua, hijau tua variegata, hijau kekuningan) Warna batang semu/tangkai daun (ungu, hijau) Bentuk daun (lonjong lebar, lonjong membulat , lonjong sempit) Bentuk ujung daun (apiculate) Ujung daun (simetris) Bentuk tepi daun (sinulate/berliuk, rata) Daun (menjuntai, tegak) Ukuran daun (panjang, sedang, pendek) Tulang daun sejajar sampai pangkal batang (sejajar)
kormus segar setelah dibuang daunnya kormus segar setelah dibuang daunnya kormus segar setelah dibuang daunnya akar segar akar segar akar segar akar segar daun mekar sempurna daun mekar sempurna daun mekar sempurna daun mekar sempurna daun mekar sempurna daun mekar sempurna daun mekar sempurna daun mekar sempurna daun mekar sempurna daun mekar sempurna daun mekar sempurna
102
Organ
No
Karakter
Pengamatan
27.
Warna tunas (hijau, hijau keunguan, ungu cerah) Tekstur permukaan daun (gundul/glabraus) Warna tangkai bunga (hijau keunguan, ungu cerah, hijau) Tipe pembungaan (racemose/raceme/tandan) Resupinasi putik (ada) Resupinasi bunga setelah mekar (ada) Perhiasan bunga terdiri dari (3 sepal 2 petal) Sepal lateral (normal, bersatu sampai bunga mekar dua hari) Bentuk bunga (semi bulat, bintang) Bentuk sepal dorsal dan lateral (spatulate, oblong) Bentuk petal elliptic (datar, bergelombang) Bentuk ujung sepal dan petal (acute/menajam keujung) Penampang melintang sepal dan petal (datar, convex/recunving/cekung) Bentuk kelopak tangkai bunga (hati, ellips) Ukuran kelopak tangkai bunga (kecil, sedang, besar) Jumlah tangkai bunga tumbuh bersamaan per kormus (1, 2, >2) Jumlah bunga mekar bersamaan (<3bunga, =3bunga, >3bunga) Tipe tonjolan callus pada bibir (complex) Spur/taji (ada) Jumlah polinia (8) Warna mahkota bunga (ungu cerah, pink cerah, pink muda, pink sangat muda medekati putih, kuning cerah, kuning muda, putih) Warna sepal dorsal dan lateral (ungu cerah, pink cerah, pink muda, pink sangat muda mendekati putih, kuning cerah, kuning muda, putih) Warna bunga (polos, gradasi pink cerah kuning muda, bintik pink cerah pink sangat muda, pink muda sepal ungu cerah petal) Warna bunga(1warna, 2 warna)
daun mekar sempurna
28. Bunga dan buah
29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47.
48.
49.
50.
daun mekar sempurna tangkai bunga 2 cm Bunga pertama sudah mekar Bunga pertama sudah mekar Bunga pertama sudah mekar Bunga pertama sudah mekar bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna
bunga mekar sempurna
bunga mekar sempurna
bunga mekar sempurna
103
Organ
No
Karakter
Pengamatan
51.
Warna keping sisi/side lobe/lateral lobe (ungu cerah, merah, kuning, putih, pink muda, pink sangat muda) Warna side lobe (1warna, 2 warna) Warna keping tengah/mid lobe/apical lobe (ungu cerah, pink kemerahan, pink muda keunguan, pink fanta, kuning cerah, pink, pink keunguan, putih) Warna kalus/tonjolan pada bibir (kuning cerah, kuning muda, pink sangat muda bintik ungu, kuning cerah bintik merah, kuning cerah bintik ungu cerah) Warna kalus (1 warna, 2 war,na) Warna coulomb (merah, pink muda, ungu cerah, pink tua, kuning cerah, putih) Warna taji (kuning cerah, kuning muda, putih) Mahkota dan sepal saat bunga mekar (tidak terbuka lebar, terbuka lebar) Warna bakal buah (ungu tua, ungu kehijauan, hijau keunguan, hijau) Warna tangkai bunga (ungu cerah, ungu kehijauan, pink keunguan, ungu kecoklatan, hijau, hijau kekuningan) Warna buah tua (hijau tua, hijau kekuningan, hijau kecoklatan, hijau keunguan) Bentuk bunga (bintang, bintang membulat) Bentuk petal (cekung pinggir rata, cekung pinggir bergelombang) Bentuk petal (eliptic) Bentuk sepal dorsal (eliptic, ovate) Bentuk apical lobe (obovate, deltoid, obovate transverse) Ukuran apical lobe (medium, shallow) Bentuk apical lobe (datar, melengkung keatas, melengkung kebawah Ukuran bunga (kecil diameter <4 cm, sedang diameter 4 cm, besar diameter >4 cm) Lama mekar bunga bersamaan (< 3hari, 34 hari, >4hari)
bunga mekar sempurna
52. 53.
54.
55. 56. 57. 58. 59. 60.
61.
62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69.
70.
bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna
bunga mekar sempurna
bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna
buah berkembang sempuna
bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna bunga mekar sempurna
bunga mekar sempurna
104
Analisis Penanda Molekuler menggunakan ISSR Isolasi DNA DNA genom total diisolasi dari daun muda menggunakan metode cetyl trimethyl ammonium bromide (CTAB) yang telah dilakukan optimasi oleh Sá et al. (2011), dengan penambahan antioksidan
polyvinyl pyrrolidone (PVP), 1,4-
dithiothreitol (DTT) dan 2-mercaptoethanol. Sampel daun muda segar ditimbang sebanyak 0.3 g dari masing-masing bahan tanaman, dihancurkan menggunakan mortar yang di dalamnya ditambahkan buffer ekstrak yang terdiri dari 3% CTAB, 100 mM Tris-HCl pH 8.0, 25 mM EDTA, 1.5 NaCl, 1% β-mercaptoethanol dan 1% Polyvinylpyrolidone (PVP), kemudian diinkubasi dalam waterbath suhu 65 0C selama 30 menit.
Setelah diinkubasi, ditambahkan larutan Chloroform-isoamyl
alkohol/CIA (24:1) sebanyak 1 kali volume kemudian divortex selama 1 menit hingga larutan tercampur. Sampel disentrifusi dengan kecepatan 10 000 rpm selama 10 menit dengan tujuan untuk memisahkan bagian DNA dan bahan-bahan lainnya. Supernatan dimasukan ke dalam tabung baru dan ditambahkan CIA kembali sebanyak 1x volume dan disentrifuse kembali.
Supernatan ditambahkan isopropanol sebanyak 1x
volume. Larutan DNA tersebut disentrifusi kembali dan larutan di buang hingga pellet DNA tertinggal diujung tube, kemudian ditambahkan akohol 70% sebanyak 100 µl dan disentrifusi kembali. Alkohol dibuang dan pellet DNA dikeringkan dengan cara tube dibalik disimpan dalam desikator sampai pellet DNA mengering. Pellet DNA yang kering ditambahkan air bebas ion sebanyak 10 µl dan dijadikan sebagai stok DNA. Uji kualitas DNA total dilakukan dengan menggunakan larutan agarose 0.8% dan dielektroforesis dalam larutan buffer TAE 1x yang dialirkan arus listrik dari muatan negatif menuju muatan positif selama selama 50 menit dengan voltase 50 volt. Konsentrasi DNA total dapat diperkirakan berdasarkan hasil elektroforesis yaitu dengan cara membandingkan DNA total dengan lamda DNA. Lamda DNA yang digunakan produk merk promega. Lamda yang digunakan untuk mengecek konsentrasi DNA total dibutuhkan sebanyak 1µl dan diisikan lubang sumur pertama agarose. Konsentrasi Lamda DNA dalam 1 µl adalah 457 µg ml-1. Volume DNA
105
total untuk tes kualitas DNA digunakan sebanyak 5 µl, sehingga untuk setiap 1 µl DNA setara dengan 91.4 ng µl-1. Kebutuhan DNA untuk tahapan PCR sebanyak 10 ng, maka DNA total diencerkan konsentrasinya menjadi 5x. Pewarnaan dengan cara perendaman gel agarose di dalam larutan Et-Br 1% selama 10 menit, kemudian didokumentasikan dengan menggunakan kamera digital canon power shoot A480 penyinaran uv transilluminator. Elektroforesis ditujukan untuk pengecekan kualitas DNA total dan produk PCR. Analisis ISSR Primer yang digunakan adalah primer ISSR koleksi Laboratorium Pusat Kajian Buah Tropika LPPM IPB sebanyak 10 primer dengan kode PKBT dan ISSRED. Primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA genom anggrek S. plicata dan mutannya adalah primer ISSR yang sudah diuji melalui tahap optimasi suhu annealing di Laboratorium Pusat Kajian Buah Tropika Institut Pertanian Bogor (Tabel 13). Tabel 13. Nama dan susunan basa primer ISSR koleksi PKBT-IPB. No 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Primer PKBT 2 PKBT 3 PKBT 4 PKBT 6 PKBT 7
Susunan Basa (AC)8TT (AG)8T (AG)8AA (AG)8TT (GA)9A
Suhu Annealing 53 0C 53 0C 53 0C 53 0C 54 0C
No 6. 7. 8. 9. 10.
Nama Primer PKBT8 PKBT9 ISSRED12 ISSRED14 ISSRED20
Susunan Basa (GA)9C (GA)9T (AGAC)4 (GAC)5 (TCC)5A
Suhu Annealing 54 0C 54 0C 36 0C 48 0C 48 0C
Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan alat PCR merk Applied Biosystem 2 720 thermal cycler.
Komposisi PCR meliputi : DNA 10 ng µl-1
sebanyak 5 μl, primer 10 pmol µl-1 sebanyak 5 μl dan PCR mix 12.5 μl, kemudian ditambahkan air bebas ion hingga mencapai volume 25 μl. Tahapan siklus PCR dilakukan selama 35 siklus, meliputi pre heat (940 C, 4 menit), denaturation (940 C, 30 detik), annealing (360 C-530C, 30 detik), extention (720 C, 1 menit), penurunan (720 C, 5 menit) dan pendinginan (40 C, sampai tak terhingga).
106
Analisis Data Data morfologi dan molekular dianalisis menggunakan program NTSYS-pc (Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis) versi 2.02i (Rohlf 1998). Pengamatan pola pita DNA yang dihasilkan menggunakan marka ISSR setelah dilakukan elektroforesis untuk memisahkan lokus yang memiliki ukuran yang berbeda diberi nilai skor 1 apabila muncul pita dan dan nilai skor 0 apabila tidak muncul pita (Liu et al. 2006).
Pengamatan pita DNA berdasarkan konsistensi
ketebalan pita DNA yang diamati. Angka biner dianalisis menggunakan program NTSYS-pc versi 2.02i. Metode pengelompokan menggunakan koefisien dice dari Similarity for Qualitative Data (SIMQUAL) dan Sequential Agglomerative Hierarchical and Nested (SAHN) - Unweighted pair-group method arithmatic average (UPGMA) (Soltis et al. 1998).
Hasil analisis berupa plot dua dimensi dan
karakter pendukung pengelompokan.
Hasil pengelompokan berupa dendrogram
yang memvisualisasikan hubungan genetik antar mutan dan tanaman pembanding yang digunakan. Tingkat keselarasan pengelompokan ditentukan oleh nilai goodness of fit yaitu kesesuaian antara nilai koefisien kemiripan (SM) dengan kriteria sangat sesuai (r > 0.9), sesuai (0.8 < r < 0.9), tidak sesuai (0.7 < r < 0.8) dan sangat tidak sesuai (r < 0.7) (Wang et al. 2009). Analisis komponen utama menggunakan metode multivariate program MINITAB.
Hasil dan Pembahasan Analisis Penanda Morfologi Keragaman morfologi yang dapat diamati pada mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya diperoleh sebanyak 70 karakter yang setara dengan lokus pada penanda molekuler. Selanjutnya dari setiap karakter diperoleh keragaman morfologi masing-masing karakter sebanyak 177 sub karakter yang setara dengan pita yang muncul pada analisis molekuler. Karakterisasi morfologi hasil pengamatan pada 12 genotipe mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya berdasarkan panduan karakterisasi Balithi (2007), disajikan pada Tabel 14.
107
Tabel 14. Rekapitulasi karakter pembandingnya. No
morfologi mutan anggrek S. plicata dan
Karakter morfologi (sub karakter morfologi)
1. 2.
Jumlah sub karakter
Jumlah Jumlah karakter karakter polimorfik monomorfik
Tipe pertumbuhan (simpodial) Ukuran tanaman (kecil <50 cm,
1
0
1
sedang 50-100 cm, besar >100 cm)
3
3
0
2
2
0
1
0
1
3
3
0
1
0
1
1
0
1
2
2
0
2
2
0
3
3
0
3
3
0
2
2
0
3
3
0
3
3
0
15.
Irisan melintang akar (ungu, kuning, putih) Bulu akar (ada)
1
0
1
16.
Penampang melintang daun (plicate)
1
0
1
17.
Daun muda variegata (putih kekuningan, normal) Warna daun tua (hijau tua, hijau tua variegata, hijau kekuningan) Warna batang semu/tangkai daun (ungu, hijau) Bentuk daun (lonjong lebar, lonjong membulat , lonjong sempit) Bentuk ujung daun (apiculate)
2
2
0
3
3
0
2
2
0
3 1
3 0
0 1
3. 4. 5. 6. 7. 8.
9. 10. 11. 12. 13. 14.
18. 19. 20. 21.
Bentuk penampang bujur kormus (eliptic, sircular) Bentuk penampang melintang kormus (circular) Ukuran kormus (kecil < 2 cm, sedang 2-3 cm, besar > 2 cm) Tipe pertumbuhan anakan pada kormus (2 arah) Tipe pertumbuhan daun pada kormus (2 arah) Tipe pertumbuhan tangkai bunga pada kormus (pada pangkal/sisi pseudobulb, ujung terminal) Ketegakan kormus (tegak, semi tegak) Warna kormus (hijau, hijau kecoklatan, hijau keunguan) Jumlah anakan per kormus (1=sedikit, 2 =sedang, > 2 bangak) Warna ujung akar < 1cm dari ujung akar (putih, kuning) Warna pangkal akar (ungu tua, ungu cerah, putih)
108
No
Karakter morfologi (sub karakter morfologi)
Jumlah sub karakter
22. 23.
Ujung daun (simetris) Bentuk tepi daun (sinulate/berliuk, rata) Ujung daun (menjuntai, tegak) Ukuran daun (panjang, sedang, pendek) Tulang daun sejajar sampai pangkal batang (sejajar) Warna tunas (hijau, hijau keunguan, ungu cerah) Warna tangkai bunga (hijau keunguan, ungucerah, hijau) Tekstur permukaan daun (gundul/glabraus) Tipe pembungaan (racemose/raceme/tandan) Resupinasi putik (ada) Resupinasi bunga setelah mekar (ada) Perhiasan bunga terdiri dari (3 sepal 2 petal) Sepal lateral (normal, bersatu sampai bunga mekar dua hari) Bentuk bunga (semi bulat, bintang) Bentuk sepal dorsal dan lateral (spatulate, oblong) Bentuk petal elliptic (datar, bergelombang) Bentuk ujung sepal dan petal (acute/menajam keujung) Penampang melintang sepal dan petal (datar, convex/recunving /cekung) Bentuk kelopak tangkai bunga (hati, ellips) Ukuran kelopak tangkai bunga (kecil, sedang, besar) Jumlah tangkai bunga tumbuh bersamaan per kormus (1, 2, >2) Jumlah bunga mekar bersamaan (<3bunga, =3bunga, >3bunga)
1
0
1
2 2
2 2
0 0
3
3
0
1
0
1
3
3
0
3
3
0
1
0
1
1 1
0 0
1 1
1
0
1
1
0
1
2 2
2 2
0 0
2
2
0
2
2
0
1
0
1
2
2
0
2
2
0
3
3
0
3
3
0
3
3
0
24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39.
40. 41. 42. 43.
Jumlah Jumlah karakter karakter polimorfik monomorfik
109
No
Karakter morfologi (sub karakter morfologi)
44.
Tipe tonjolan callus pada bibir (complex) Spur/taji (ada) Jumlah polinia (8) Warna mahkota bunga (ungu cerah, pink cerah, pink muda, pink sangat muda medekati putih, kuning cerah, kuning muda, putih) Warna sepal dorsal dan lateral (ungu cerah, pink cerah, pink muda, pink sangat muda mendekati putih, kuning cerah, kuning muda, putih) Warna bunga (polos, gradasi pink cerah kuning muda, bintik pink cerah pink sangat muda, pink muda sepal ungu cerah petal) Warna bunga (1 warna, 2 warna) Warna keping sisi/side lobe/lateral lobe (ungu cerah, merah, kuning, putih, pink muda, pink sangat muda) Warna side lobe (1warna, 2 warna) Warna keping tengah/mid lobe /apical lobe (ungu cerah, pink kemerahan, pink muda keunguan, pink fanta, kuning cerah, pink, pink keunguan, putih) Warna kalus/tonjolan pada bibir (kuning cerah, kuning muda, pink sangat muda bintik ungu, kuning cerah bintik merah, kuning cerah bintik ungu cerah) Warna kalus (1 warna, 2 warna) Warna coulomb (merah, pink muda, ungu cerah, pink tua, kuning cerah, putih) Warna taji (kuning cerah, kuning muda, putih) Mahkota dan sepal saat bunga mekar (tidak terbuka lebar, terbuka lebar) Warna bakal buah (ungu tua, ungu kehijauan, hijau keunguan, hijau)
45. 46. 47.
48.
49.
50. 51.
52. 53.
54.
55. 56.
57. 58. 59.
Jumlah sub karakter
Jumlah Jumlah karakter karakter polimorfik monomorfik
1 1 1
0 0 0
1 1 1
7
7
0
7
7
0
4 2
4 2
0 0
6 2
6 2
0 0
8
8
0
5 2
5 2
0 0
6
6
0
3
3
0
2
2
0
4
4
0
110
No
Karakter morfologi (sub karakter morfologi)
60.
Warna tangkai bunga (ungu cerah, ungu kehijauan, pink keunguan, ungu kecoklatan, hijau, hijau kekuningan) Warna buah tua (hijau tua, hijau kekuningan, hijau kecoklatan, hijau keunguan) Bentuk bunga (bintang, bintang membulat) Bentuk petal (cekung pinggir rata, cekung pinggir bergelombang) Bentuk petal (eliptic) Bentuk sepal dorsal (eliptic, ovate) Bentuk apical lobe (obovate, deltoid, obovate transverse) Ukuran apical lobe (medium, shallow) Bentuk apical lobe (datar, melengkung keatas, melengkung kebawah Ukuran bunga (kecil diameter <4 cm, sedang diameter 4 cm, besar diameter >4 cm) Lama mekar bunga bersamaan (<3hari, 3-4 hari, >4hari)
61.
62. 63. 64. 65. 66. 67. 68.
69.
70.
Jumlah Sub karakter Persentase sub karakter
Jumlah sub karakter
Jumlah Jumlah karakter karakter polimorfik monomorfik
6
6
0
4
4
0
2
2
0
2 1 2
2 0 2
0 1 0
3
3
0
2
2
0
3
3
0
3
3
0
3
3
0
177
158
19
100%
89.27%
12.03%
Total hasil pengamatan jumlah sub karakter yang dapat diamati adalah 177 sub karakter, yang terdiri dari 158 sub karakter bersifat polimorfik dan 19 sub karakter bersifat monomorfik. Polimorfisme pola pita yang dihasilkan
dari 70 karakter
morfologi menunjukkan keberagaman sub karakter yang sangat tinggi hingga mencapai 89.27%, sementara pola pita monomorfik hanya mencapai 12.03%. Karakter morfologi yang bersifat monomorfik sebanyak 19 karakter merupakan penciri utama dari anggrek S. plicata dan tidak mengalami perubahan walaupun
111
sudah diradiasi dengan sinar gamma sampai dengan dosis 100 Gy adalah tipe pertumbuhan tanaman simpodial, bentuk penampang melintang kormus circular, tipe pertumbuhan anakan pada kormus 2 arah, tipe pertumbuhan daun pada kormus berselang seling 2 arah, bentuk ujung daun apiculate, ujung daun simetris, bulu akar ada, penampang melintang daun plicate, tulang daun sejajar sampai pangkal batang sejajar, tekstur permukaan daun gundul/glabraus, tipe pembungaan racemoce/ raceme/tandan, resupinasi putik ada, resupinasi bunga setelah mekar ada, perhiasan bunga terdiri dari 2 petal dan 3 sepal, bentuk ujung sepal dan petal acute/menajam keujung, tipe tonjolan callus pada bibir kompleks, spur/taji ada, jumlah polinia 8 buah, bentuk petal elliptic. Mutasi induksi menggunakan iradiasi sinar gamma 30-100 Gy, telah mampu merubah sebagian besar (89.27%) karakter morfologi tanaman tipe liarnya atau terjadi perubahan 51 karakter vegetatif dan karakter generatif tanaman mutan. Analisis Kluster Berdasarkan Karakter Morfolologi Analisis kluster diperlukan untuk mengevaluasi keragaman karakter/sub karalter morfologi sehingga dapat diketahui kedekatan hubungan antar tanaman mutan,
antar
pembandingnya.
tanaman
pembanding
dan
antara
tanaman
mutan
dengan
Marka morfologi walaupun dipengaruhi oleh lingkungan, namun
keberagaman morfologi sangat penting karena langsung dapat diamati perbedaan fenotifik yang terjadi pada tanaman setelah diiradiasi. Karakter morfologi yang umum diamati pada tanaman untuk karakter kualitatif, adalah bentuk dan warna organ tanaman, karena biasanya dikendalikan oleh gen tunggal. Mutasi yang terjadi pada gen tunggal yang membawa sifat bentuk dan warna, baik pada daun maupun pada bunga akan langsung terekspresi sampai pada karakter fenotipenya, dan langsung terlihat terjadinya perubahan bentuk dan warna daun maupun bunga yang mengalami mutasi. Berdasarkan hasil analisis data biner skor sub karakter morfologi tanaman menggunakan program NTSYS, diperoleh 5 kelompok tanaman
pada koefisien
kemiripan 0.68. Kelompok 1 terdiri atas tanaman anggrek spesies S. plicata SpBA (wildtype), SpBH dan S04. Kelompok 2 terdiri atas mutan 7, mutan 8 dan mutan 9.
112
Kelompok 3 terdiri atas mutan 3. Kelompok 4 terdiri atas mutan 1, mutan 4, mutan 2. Kelompok 5 terdiri atas mutan 5 dan mutan 6, kedua mutan ini belum mampu diinduksi pembungaannya sampai dengan 28 bulan setelah diradiasi dengan sinar gamma. Koefisien kemiripan morfologi berkisar antara 0.41 – 0.83 (Gambar 29 dan Lampiran 1).
Gambar 29. Dendrogram analisis kluster berdasarkan karakter morfologi pada mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya. Berdasarkan dendrogram analisis terhadap 70 karakter morfologi didapatkan bahwa koefisien kemiripan antara kelompok 1 dengan kelompok 2 adalah sebesar 0.61. Koefisien kemiripan antara kelompok 1 dan 2 dengan kelompok 3 sebesar 0.58. Koefisien kemiripan antara kelompok 1, 2 dan 3 dengan kelompok 4 sebesar 0.56. Koefisien kemiripan kelompok 1, 2, 3 dan 4 dengan kelompok 5 sebesar 0.41. Matrik jarak Euclidian antara anggrek S. plicata dengan mutannya berdasarkan hasil analisis 70 karakter morfologi menghasilkan koefisien kemiripan yang berkisar antara 0.41- 0.83. Koefisien kemiripan yang rendah dihasilkan oleh kelompok 5 yaitu mutan 5 (100 Gy) dan mutan 6 (50 Gy), diduga karena tanaman ini belum berbunga sehingga belum dapat dibandingkan dengan tanaman anggrek S. plicata tipe liarnya dan tanaman mutan lain yang sudah berbunga (Gambar 29). Nilai goodness of fit matrik korelasi (r) penanda morfologi mencapai 0.89 dapat dikatagorikan menjadi kriteria sesuai, sejalan dengan hasil penelitian yang
113
dilaporkan oleh Wang et al. (2009), yang menyatakan bahwa tingkat keselarasan pengelompokan ditentukan oleh nilai goodness of fit yaitu kesesuaian antara nilai koefisien kemiripan (SM) dengan kriteria sangat sesuai (r > 0.9), sesuai (0.8 < r < 0.9), tidak sesuai (0.7 < r < 0.8) dan sangat tidak sesuai (r < 0.7). Analisis komponen utama Karakter morfologi yang menentukan terbentuknya pengelompokan dapat dianalisis
menggunakan
nilai
Analisis
Komponen
Utama
(AKU/PCA).
Pengelompokan aksesi yang memiliki kemiripan berdasarkan karakter morfologi disajikan menggunakan gambar dua dimensi melalui pengukuran analisis komponen utama. Data karakter yang dapat digambarkan melalui 5 komponen utama hanya sebesar 70% dari keseluruhan data, sedangkan pengelompokan berdasarkan 100% data dapat dilihat
pada hasil analisis pengelompokan menggunakan program
NTSYS. Adapun nilai masing-masing komponen utama disajikan pada Tabel 15 dan gambar dua dimensi hasil analisis berdasarkan komponen utama dapat dilihat pada Gambar 30. Tabel 15. Nilai komponen utama hasil analisis karakter morfologi. PC1
PC2
PC3
PC4
PC5
Eigenvalue/akar ciri
6.197
4.487
4.10
3.389
2.295
Proportion
0.215
0.155
0.142
0.117
0.080
Cumulative
0.215
0.370
0.512
0.630
0.709
6
5
4
3
2
Jumlah sub karakter
Keterangan : PC = principal component (komponen utama). Jumlah karakter terpilih sebagai penentu utama perbedaan karakter morfologi yang mempengaruhi pembentukan pengelompokan berdasarkan nilai akar ciri ada sejumlah 20 sub karakter morfologi. Sub karakter morfologi yang terpilih pada komponen utama ke-1 (PC1) sebanyak 6 sub karakter, komponen utama ke-2 (PC2) sebanyak 5 sub karakter, komponen utama ke-3 (PC3) sebanyak 4 sub karakter, komponen utama ke-4 (PC4) sebanyak 3 sub karakter dan komponen utama ke-5
114
(PC5) sebanyak 2 sub karakter. Sub karakter yang terpilih pada masing-masing komponen utama (PC1- PC5) disajikan pada Tabel 16. Nilai akar ciri komponen yang tinggi (> 0.2) terdapat pada sub karakter ukuran bunga besar (ø > 4 cm) yang terdapat pada tanaman mutan 1, mutan 2, mutan 3, mutan 7, mutan 8 dan warna tangkai bunga hijau kekuningan yang terdapat pada tanaman mutan 2, mutan 3 dan S04. Berdasarkan penampilan fenotipe tanaman di lapang terlihat semua mutan yang memiliki akar ciri yang tinggi berpenampilan menarik dan sudah terjadi perubahan secara morfologi dibandingkan dengan tanaman tipe liarnya. Penampilan sub karakter morfologi tersebut tetap stabil sampai pada anakan keenam (M1V6) untuk tanaman mutan 1, mutan 2 dan mutan 4. Stabil sampai anakan keempat (M1V4) pada mutan 3, serta tetap stabil sampai anakan ketiga (M1V3) pada tanaman mutan 7, mutan 8 dan mutan 9. Pengelompokan biplot dua dimensi berdasarkan analisis komponen utama menjadi 5 kelompok besar disajikan pada Gambar 30.
II
IV VI
V
I III
Gambar 30. Biplot dua dimensi hasil analisis komponen utama berdasarkan karakter morfologi tanaman mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya.
115
Tabel 16. Sub Karakter morfologi terpilih sebagai pembentuk komponen utama berdasarkan analisis komponen utama. Komponen Utama
Jumlah Karak ter
PC1
6
PC2
Jenis Karak ter MF29
Nilai Akar ciri -0.144
MF47
0.180
Irisan melintang akar berwarna kuning Daun menjuntai
MF48
-0.180
Daun berdiri tegak
MF75
0.157
MF76
0.147
Penampang melintang sepal dan petal convex/ recunving/cekung Bentu kelopak tangkai bunga hati
MF90
-0.154
MF09
0.179
MF19
0.168
MF38
0.164
MF39
-0.164
MF53
-0.161
MF71
0.175
Bentuk petal elliptic datar
MF117
0.171
MF168
0.176
MF160
0.164
Warna side lobe 2 warna Ukuran apical lobe medium Bentuk petal cekung rata
MF174
-0.210
MF111
0.191
MF93
-0.188
MF153
-0.209
MF100
-0.180
5
PC3
4
3 PC4 PC5
2
Sub Karakter morfologi penciri utama
Warna mahkota bunga ungu cerah Ukuran kormus sedang
Warna kormus hijau keunguan Warna batang semu/ tangkai daun ungu Warna batang semu/ tangkai daun hijau Warna tunas hijau
Ukuran bunga besar diameter > 4 cm Warna keping sisi /side lobe/ lateral lobe merah Warna mahkota bunga pink sangat muda medekat putih Warna tangkai bunga buah hijau kekuningan Warna sepal dorsal dan lateral pink sangat muda mendekati putih
Terdapat pada Tanaman
Mutan 2, Mutan 4. Mutan 5, Mutan 6 SpBA, Mutan 3 Mutan 8, Mutan 9, S04, SpBH Mutan 1, Mutan 2, Mutan 4, Mutan 5, Mutan 6, Mutan 7 SpBA, Mutan 2, Mutan 3, Mutan 7, Mutan 9, S04, SpBH SpBA, Mutan 2, Mutan 7, Mutan 8, Mutan 9, S04, SpBH SpBA, Mutan 7, Mutan 8, Mutan 9, SpBH Mutan 1, Mutan 2, Mutan 3, Mutan 5, Mutan 6, Mutan 7, Mutan 8, Mutan 9 SpBA, Mutan 3, Mutan 7, Mutan 8, Mutan 9 SpBA, Mutan 3, Mutan 5, Mutan 7, Mutan 8, Mutan 9 Mutan 1, Mutan 2, Mutan 4, Mutan 6, S04, SpBH Mutan 2, Mutan 4, Mutan 6, Mutan 8, S04, SpBH SpBA, Mutan 1, Mutan 2, Mutan 3, Mutan 4, Mutan 6, Mutan 7, S04, SpBH Mutan 1, Mutan 2, Mutan 3, Mutan 4 Mutan 1, Mutan 2, Mutan 3, Mutan 4, Mutan 8, SpBA, Mutan 1, Mutan 2, Mutan 4, Mutan 7, S04, SpBH Mutan 1, Mutan 2, Mutan 3, Mutan7, Mutan 8 SpBA, Mutan 1, Mutan 3, Mutan 4 Mutan 2, Mutan 3
Mutan 2, Mutan 3 , S04 Mutan 2, Mutan 3
116
Pengelompokan berdasarkan akar ciri komponen utama dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok hasil analisis komponen utama yaitu PC1, PC2, PC3, PC4 dan PC5.
Kelompok 1 terdiri atas anggrek spesies yaitu SpBA, SO4 dan SpBH.
Kelompok 2 terdiri atas tanaman mutan 3, mutan 7, mutan 8, mutan 9. Kelompok 3 terdiri atas mutan 1 dan mutan 2. Kelompok 4 terdiri atas mutan 4. Kelompok 5 terdiri atas mutan 5 dan mutan 6 yang belum mampu menghasilkan bunga sampai dengan 28 bulan setelah diradiasi sinar gamma. Hasil analisis berdasarkan marka morfologi telah mampu mengelompokkan 9 mutan anggrek S. plicata dan 3 pembandingnya menjadi 5 kelompok utama, namun terdapat perbedaan anggota kelompok 2, kelompok 3 dan kelompok 4, sementara kelompok 1 dan 5 memiliki anggota kelompok yang sama klustering menggunakan metode
dari hasil analisis
UPGMA dan analisis komponen utama yang
ditampilkan dalam bentuk plot dua dimensi.
Berdasarkan analisis klustering
UPGMA menghasilkan kelompok 2 terdiri atas mutan 7, mutan 8 dan mutan 9, kelompok 3 terdiri atas mutan 3 dan kelompok 4 terdiri atas mutan 1 mutan 4 dan mutan 2. Berdasarkan analisis komponen utama dari plot dua dimensi menghasilkan kelompok 2 yang terdiri atas mutan 3, mutan 7, mutan 8 dan mutan 9, kelompok 3 terdiri atas mutan 4 dan kelompok 4 terdiri atas mutan 1 dan mutan 2 Hasil penelitian ini membuktikan bahwa penggunaan data fenotifik dalam bentuk data kualitatif biner dapat memberikan gambaran kekerabatan antara tanaman anggrek S. plicata dengan mutannya.
Penggunaan data dalam bentuk biner
mempunyai kisaran jarak antara 0 sampai 1, sehingga penentuan kisaran jauh dekatnya kekerabatan dapat ditentukan.
Tingkat kepercayaan percobaan ini
termasuk kedalam kriteria tinggi (88.76%).
Menurut Lu (2011) dan Yam (1994),
semakin dekat koefisien kemiripan antara satu jenis anggrek akan semakin besar kemiripan dan jarak genetiknya, sehingga kemungkinan untuk dilakukan persilangan akan semakin besar dan tingkat keberhasilannya semakin tinggi. Hubungan kekerabatan atau jarak genetik membawa implikasi di bidang pemuliaan. Semakin tinggi nilai koefisien kemiripan maka kemiripan penampilan tanaman akan semakin tinggi. Hasil penelitian ini memberikan implikasi terhadap pemilihan kombinasi tetua untuk persilangan. Hasil persilangan yang beragam dapat
117
disarankan menggunakan tanaman-tanaman yang memiliki koefisien kemiripan yang rendah (Hartatik 2000).
Namun tingkat keberhasilan persilangan akan semakin
rendah, karena kesesuainnya semakin rendah, bila berhasil maka kemungkinan mendapatkan kombinasi baru yang sangat berbeda, keragamannya tinggi dalam jumlah yang besar menjadi sangat memungkinkan. Analisis Penanda Molekuler ISSR Primer yang mampu menunjukkan kedekatan hubungan antara mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya ditunjukkan dengan munculnya pola pita yang polimorfik pada jarak yang sama menggunakan 10 primer ISSR (PKBT 2, PKBT 3, PKBT 4, PKBT 6, PKBT 7, PKBT 8, PKBT 9, ISSRED 12, ISSRED 14 dan ISSRED 20). Amplifikasi primer ISSR terhadap 12 genotipe tanaman mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya (3 kultivar anggrek S. plicata dan 9 mutan hasil iradiasi sinar gamma), telah mampu menghasilkan pola pita polimorfik yang secara rinci ditampilkan pada Tabel 17. Tabel 17.
Rincian lokus yang teramplifikasi menggunakan 10 primer ISSR pada 12 genotipe mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya .
Lokus ISSR PKBT2a 2000 bp
Kriteria polimorfik
PKBT2b
1300 bp
polimorfik
PKBT2c PKBT2d PKBT2e PKBT2f PKBT2g PKBT3a PKBT3b
1200 bp 1000 bp 650 bp 400 bp 250 bp 2000 bp 1100 bp
PKBT3c PKBT3d PKBT3e PKBT3f PKBT3g
900 bp 800 bp 500 bp 400 bp 250 bp
PKBT4a PKBT4b
1200 bp 1000 bp
Terdapat pada tanaman M3
M1, M2, M3, M4, M5, M6, M7, M8, M9, S04 polimorfik M3, M4, S04 polimorfik M4 polimorfik M3 monomorfik Semua polimorfik SPBA, M2, M5, M7, M8 polimorfik M1, M2, M7, M8 polimorfik SpBA, M1, M2, M3, M5, M6, M7, M8, S04, SpBH polimorfik M2, M7, M8 polimorfik M3 polimorfik M2,M6,M7,M8,M10 polimorfik M3 monomorfik Semua polimorfik polimorfik
M4 SPBA, M1, M6, S04, SpBH
118
Lokus ISSR PKBT4c PKBT4d PKBT4e PKBT4f
750 bp 600 bp 500 bp 250 bp
PKBT6a PKBT6b PKBT6c PKBT6d PKBT6e
2000 bp 1500 bp 1000 bp 950 bp 750 bp
PKBT6f PKBT6g PKBT6h PKBT6i PKBT7a PKBT7b PKBT7c PKBT7d PKBT7e PKBT7f PKBT8a PKBT8b PKBT8d PKBT8e PKBT8f PKBT8g PKBT9a PKBT9b PKBT9c PKBT9d PKBT9e PKBT9f ISSRED 12a ISSRED 12b ISSRED 12c ISSRED 12d ISSRED 12e ISSRED 12f ISSRED14a ISSRED14b ISSRED14c
650 bp 450 bp 350 bp 250 bp 1600 bp 1100 bp 1000 bp 600 bp 500 bp 250 bp 750 bp 700 bp 500 bp 400 bp 350 bp 250 bp 1000 bp 800 bp 750 bp 450 bp 300 bp 250 bp 1500 bp 1200 bp 900 bp 700 bp 600 bp 500 bp 1600 bp 1400 bp 1000 bp
Kriteria polimorfik polimorfik polimorfik polimorfik
Terdapat pada tanaman
M4, M6 M4,M6,M7 SpBA, M3, M6, SPBH, S04 SpBA,M1,M2,M3,M5,M6,M7,M8, M9,SpBH, S04 polimorfik M1,M6,M7,M9 polimorfik M4,M10 polimorfik SpBA,M3,M8,SpBH polimorfik SpBA, M1,M2,,M7,M9,SpBH, S04 polimorfik SpBA,M1,M2,M3,M5,M6,M7,M8,SpBH, S04 polimorfik M3,M4 polimorfik SpBA,M1,M2,M3,M5,M6,M7,M8,SpBH polimorfik SpBA,M1,M2,M3,M4,M6,M7,M8 monomorfik Semua polimorfik M3,M4,SpBH,S04 polimorfik M3 polimorfik SpBA,M1,M3, M6,M9,SpBH, S04 polimorfik M1,M2,M3,M5,M6,M7 polimorfik SpBA,M6,M9 monomorfik Semua polimorfik M1,M2,M6,M9 polimorfik M3,SpBH polimorfik M3,M4 polimorfik M1,M2,M4,M5,M6,M7,M8,M9,SpBH polimorfik M3, S04 polimorfik M4 polimorfik SpBA monomorfik Semua polimorfik SpBA,M1,M3,M5,M6,M7,M9,SpBH, S04 polimorfik SpBA,M1,M2,M4,M5,M7,M9, S04 polimorfik SpBA,M1,M2,M4,M5,M7,M9, S05 polimorfik SpBA,M1,M2,M3,M6,M7,M8 polimorfik M3,M4,M6,M7,M8,M9 polimorfik SpBH,M6,M7,M8,M9 polimorfik M5 polimorfik SpBA,M3,M5 polimorfik M1,M2,M4,M6,M7,M8,M9,SpBH,S04 polimorfik SpBA,M4,M5,M7M8,M9 polimorfik SpBA,M3,SpBH,S04 polimorfik SpBA polimorfik SpBA,SpBH
119
Lokus ISSR ISSRED14d ISSRED14e ISSRED14f
700 bp 600 bp 500 bp
ISSRED14g ISSRED14h ISSRED14i ISSRED20a ISSRED20b
400 bp 300 bp 250 bp 2000 bp 1500 bp
ISSRED20c ISSRED20d ISSRED20e ISSRED20f ISSRED20g ISSRED20h ISSRED20i
1200 bp 1000 bp 850 bp 750 bp 650 400 250
Kriteria
Terdapat pada tanaman
monomorfik Semua polimorfik M4,M5,SPBH,S04 polimorfik M3,M4,M6,M7 polimorfik polimorfik polimorfik polimorfik polimorfik
M3,M4,M8,M9,M10,SpBH SpBA,M1,M6,M7,M8,M9,SpBH SpBH M4 SpBA,M1,M2,M3,M5,M6,M7,M8,M9, SpBH, S04 polimorfik M4 polimorfik M4 monomorfik Semua polimorfik M9 polimorfik SpBA,M2,M3,M4,M6,M7SpBH polimorfik M6 polimorfik M1,M5,M7,M8
Keterangan : M1-M9 = mutan 1-mutan 9, SpBA = anggrek S.plicata tipe liar bunga ungu, batang hijau, SpBH = anggrek S.plicata bunga ungu batang hijau, S04 = anggrek S.plicata cv. Alba bunga putih batang hijau. Polimorfisme pola pita yang dihasilkan dari 10 primer ISSR menunjukkan keberagaman yang sangat tinggi hingga mencapai 90.14%. Pola pita monomorfik hanya 9.86% yang dihasilkan dari primer PKBT2f ukuran 400 bp, primer PKBT3g ukuran 250 bp, primer PKBT6i ukuran 250 bp, primer PKBT7f ukuran 250 bp, primer PKBT9b ukuran 800 bp, primer ISSRED14d ukuran 700 bp dan primer ISSRED20e
ukuran 850 bp.
Jumlah lokus yang mampu dihasilkan dengan
menggunakan 10 primer ISSR berkisar antara 6-9 lokus per primer. Total hasil amplifikasi mampu menampilkan 71 lokus, yang terdiri atas 64 lokus (90.14%) yang tersusun dari pola pita polimormik dan 7 lokus (9.86%) tersusun dari pola pita monomorfik (Tabel 18, 19). Jumlah lokus yang teramplifikasi tidak berkaitan langsung dengan jumlah pita yang muncul pada gel agarose masing-masing tanaman anggrek S. plicata yang dianalisis menggunakan primer ISSR yang berbeda. Jumlah lokus yang dihasilkan bisa saja sedikit sementara jumlah pita yang muncul cukup banyak, demikian pula sebaliknya, jumlah lokus yang teramplifikasi banyak sedangkan jumlah pita yang
120
dihasilkan masing-masing sampel DNA sedikit, tapi muncul jarak migrasi fragmen DNA yang berbeda. Tabel 18.
Rekapitulasi jumlah pita DNA hasil amplifikasi menggunakan 10 primer ISSR anggrek S. plicata dan mutannya.
No
Primer
Jumlah pita
Jumlah lokus
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
PKBT2 PKBT3 PKBT4 PKBT6 PKBT7 PKBT8 PKBT9 ISSRED12 ISSRED14 ISSRED20 Total
33 35 28 61 33 19 45 27 40 39 360
7 7 6 9 6 6 6 6 9 9 71
Jumlah lokus polimorfik 6 6 6 8 5 6 5 6 8 8 64 (90.14%)
Jumlah lokus monomorfik 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 7 (9.86%)
Jumlah lokus dihitung berdasarkan jumlah pita yang muncul pada jarak migrasi fragmen DNA tertentu, sesuai dengan besar atau kecilnya fragmen DNA. Fragmen DNA yang besar akan bergerak lebih lambat, sementara fragmen DNA yang kecil akan bergerak lebih cepat. Pita-pita DNA yang muncul pada sampel DNA yang dianalisis sangat erat hubungannya dengan cocok atau tidaknya primer ISSR yang digunakan untuk mengamplifikasi DNA genom mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya. Pita hanya akan muncul bila urutan sequent primer cocok dengan urutan basa
mikrosatelit yang terdapat
tanaman sampel, apabila motif
primer yang digunakan tidak cocok dengan motif urutan basa DNA yang terdapat DNA genom maka pita tidak akan muncul gel agarose.
Pengelompokan Mutan Anggrek S. plicata dan pembandingnya berdasarkan Profil ISSR Analisis
penanda
molekuler
DNA
diperlukan
untuk
mengevaluasi/
menganalisis keragaman genetik dan hubungan kekerabatan diantara tanaman mutan, tanaman mutan dengan tipe liarnya dan diantara kultivar anggrek S. plicata yang
121
digunakan sebagai pembanding.
Marka molekuler mampu menunjukkan pola
perubahan sampai pada level genetik (DNA) jika dibandingkan dengan karakter morfologi yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Berdasarkan hasil analisis data biner skor pita DNA menggunakan program NTSYS, diperoleh 5 kelompok tanaman pada koefisien kemiripan
0.68 yaitu
kelompok 1, merupakan kelompok tanaman anggrek spesies yang digunakan sebagai sumber bahan iradiasi sinar gamma yaitu anggrek S. plicata batang ungu berbunga ungu cerah (SpBA), anggrek S. plicata yang digunakan sebagai pembanding yaitu S. plicata batang hijau berbunga ungu (SpBH) dan S. plicata cv. Alba batang hijau berbunga putih (S04) dengan koefisien kemiripan berkisar antara 0.69–1.00. Kelompok 2 terdiri atas mutan 3 dengan koefisien kemiripan 0.95. Kelompok 3, merupakan kelompok tanaman mutan hasil iradiasi berbagai dosis iradiasi sinar gamma yang meliputi mutan1, mutan 2, mutan 5, mutan 6, mutan 7 dan mutan 8 dengan koefisien kemiripan sebesar 0.61. Kelompok 4 terdiri atas mutan 9 dengan koefisien kemiripannya sebesar 0.61. Kelompok 5 terdiri atas mutan 4 dengan koefisien kemiripannya hanya 0.48 (Gambar 31).
Gambar 31.
Dendrogram analisis kluster berdasarkan karakter molekuler ISSR 9 mutan anggrek S. plicata dan 3 pembandingnya.
122
Berdasarkan dendrogram analisis karakter molekuler menggunakan 10 primer ISSR didapatkan koefisien kemiripan antara kelompok 1 dan kelompok 2 sebesar 0.64. Koefisien kemiripan antara kelompok 3 dengan kelompok 4 sebesar 0.65. Koefisien kemiripan antara kelompok 1, 2 dengan kelompok 3,4 sebesar 0.60. Koefisien kemiripan kelompok 1, 2, 3, 4 dengan kelompok 5 sebesar 0.48 (Gambar 31). Pengelompokan tersebut sangat sesuai menggambarkan kedekatan hubungan diantara kultivar tanaman anggrek S. plicata, antara tanaman tipe liar anggrek S. plicata dengan tanaman mutan hasil berbagai dosis iradiasi sinar gamma dan diantara tanaman mutan anggrek S. plicata hasil iradiasi sinar gamma. Nilai goodness of fit matrik korelasi (r) penanda molekuler mencapai 0.91 dengan kriteria sangat sesuai. Hasil percobaan ini sejalan dengan hasil penelitian Wang et al. 2009, yang menyatakan bahwa tingkat keselarasan pengelompokan ditentukan oleh nilai goodness of fit
yaitu kesesuaian antara nilai koefisien kemiripan (SM) dengan
kriteria sangat sesuai (r > 0.9), sesuai (0.8 < r < 0.9), tidak sesuai (0.7 < r < 0.8) dan sangat tidak sesuai (r < 0.7). Pengelompokan Mutan Anggrek S. plicata dan pembandingnya Berdasarkan Nilai Analisis Komponen Utama Marka Molekuler (ISSR) Karakter yang menentukan terbentuknya pengelompokan dapat dianalisis menggunakan nilai Analisis Komponen Utama (AKU/PCA). Tabel 19. Hasil analisis nilai komponen utama berdasarkan nilai akar ciri karakter molekuler mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya. Uraian
PC1
PC2
PC3
PC4
PC5
Eigenvalue/akar ciri
2.51
2.08
1.34
1.22
0.95
Proportion
0.23
0.19
0.12
0.11
0.01
Cumulative
0.23
0.41
0.53
0.64
0.73
Jumlah karakter
3
2
1
1
1
Keterangan : PC = principal component (komponen utama)
123
Pengelompokan aksesi yang memiliki kemiripan berdasarkan karakter molekuler disajikan menggunakan gambar dua dimensi (biplot) melalui pengukuran analisis komponen utama. Data karakter yang dapat digambarkan melalui hasil analisis komponen utama menggunakan 10 primer ISSR hanya sebesar 70% dari keseluruhan data (Tabel 19). Karakter-karakter
yang
mempengaruhi
pembentukan
pengelompokan
berdasarkan nilai akar ciri (Eigenvalue) komponen utama ada sejumlah 8 karakter, terdiri dari 3 karakter komponen utama ke-1 (PC1), 2 karakter komponen utama ke-2 (PC2), 1 karakter komponen utama ke-3 (PC3), 1 karakter komponen utama ke-4 (PC4) dan 1 karakter komponen utama ke-5 (PC5) (Tabel 19, 20). Tabel 20. Karakter pita DNA pembentuk komponen utama berdasarkan marka ISSR. Komponen Utama PC1
PC2
Jumlah Karakter 3
2
PC3
1
PC4
1
PC5
1
Jenis Karakter ISSRED14a (1600 bp) PKBT7a (1600 bp) PKBT4e (500 bp) PKBT4b (1.000 bp) PKBT7c (1.000 bp) ISSRED14f (500 bp) PKBT6h (350 bp) ISSERD12b (1 200 bp)
Nilai
Terdapat pada Tanaman
0.244
SpBA, Mutan 3, S04, SpBH
0.271
Mutan 3, Mutan 4, S04, SpBH
0.234
SpBA, Mutan 3, Mutan 6, S04, SpBH SpBA, Mutan1, Mutan 3, Mutan 6,S04, SpBH SpBA, Mutan 1, Mutan 3, Mutan 6, Mutan 9, S04, SpBA Mutan 3, Mutan 4, Mutan 6, Mutan 7 SpBA, Mutan 1, Mutan 2, Mutan 3, Mutan 4, Mutan 6, Mutan 7, Mutan 8 SpBA, Mutan 6, Mutan 7, Mutan 8, Mutan 9
-0.225 -0.211 0.312 0.340
0,280
Berdasarkan analisis komponen utama (Tabel 20) penanda molekuler anggrek S. plicata dan mutannya ternyata membentuk pengelompokan yang sama dengan hasil pengelompokan menggunakan program analisis pengelompokan (clustering) data dengan SAHN (Sequential Agglomerative Hierarchical and Nested)-UPGMA (Unweighted pair-group method arithmatic average) (Soltis et al. 1998).
124
Primer ISSR PKBT6h dengan posisi pita 350 bp, memiliki nilai komponen utama yang tertinggi 0.340. Tanaman yang memiliki pita primer PKBT6h pada posisi 350 bp adalah SpBA, mutan 1, mutan 2, mutan 3, mutan 4, mutan 6, mutan 7 dan mutan 8. Primer ISSR yang mampu menyusun nilai komponen utama terbanyak adalah Primer ISSR PKBT 4 dengan posisi pita 500 bp terdapat pada tanaman SpBA, mutan 3, mutan 6, S04 dan SpBH dan posisi pita 1000 bp yang terdapat pada tanaman SpBA, mutan 1, mutan 3, mutan 6, S04 dan SpBH, seperti yang disajikan Gambar 32.
Gambar 32. Karakter pola pita DNA hasil amplifikasi menggunakan primer ISSR PKBT 6 (atas) dan PKBT 4 (bawah) pada mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya. Hasil analisis komponen utama yang dapat digambarkan ke dalam gambar dua dimensi (biplot), menggunakan penanda molekuler anggrek S. plicata beserta mutannya membentuk 5 kelompok yaitu kelompok 1 terdiri atas SpBA, S04, SpBH. Kelompok 2 teridri atas mutan 3. Kelompok 3 terdiri atas mutan 1, mutan 2, mutan 5, mutan 6, mutan 7 dan mutan 8. Kelompok 4 terdiri atas mutan 9. Kelompok 5
125
terdiri atas mutan 4. Pengelompokan berdasarkan komponen utama hanya mampu mencerminkan 70% dari keseluruhan data. (Gambar 33).
Gambar 33.
Hasil analisis komponen utama yang digambarkan ke dalam gambar dua dimensi, menggunakan penanda molekuler ISSR mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya.
Penggunaan marka molekuler ISSR sangat efektif digunakan untuk menentukan kekerabatan berdasarkan koefisien kemiripan dan analisis komponen utama diantara tanaman mutan hasil iradiasi sinar gamma, diantara anggrek S. plicata yang digunakan sebagai pembanding dan antara mutan dengan tipe liarnya. Koefisien kemiripan ≥ 0.68 antara tanaman anggrek spesies dengan mutannya menandakan bahwa terjadi perubahan atau perbedaan sebesar 40%, sehingga secara morfologi dapat dibedakan dengan jelas perbedaan antara mutan dengan tipe liarnya. Perbedaan utama yang terjadi pada tanaman mutannya adalah perubahan warna bunga, yang dihasilkan pada mutan 1, mutan 2, mutan 3, mutan 7 dan mutan 9. Warna bunga yang didapatkan pada mutan-mutan anggrek S. plicata berkisar mulai dari warna pink sangat muda (mutan 2), gradasi warna pink cerah dengan kuning (mutan 1), warna bunga pink muda dengan bintik-bintik pink tua (mutan 3), pink muda (mutan 9), serta warna sepal pink muda yang dikombinasikan dengan warna ungu cerah pada petalnya (mutan 7). Perubahan bentuk petal bunga dari petal yang berbentuk rata menjadi bergelombang (mutan 8), serta terjadi penyatuan sepal lateral (mutan 9).
126
Perubahan yang sangat besar terjadi pada mutan 4 dengan koefisien kemiripan hanya 0.48 karena terjadi perubahan warna bunga (petal dan sepalnya) menjadi kuning cerah, tinggi tanaman berkurang sampai 60%, dan ukuran daun berkurang sampai 74.6%, sehingga dalam analisis clustering dengan SAHN-UPGMA maupun analisis komponen utama terlihat terjadi pemisahan dengan kelompok mutan lainnya. Pengelompokan berdasarkan marka molekuler ISSR ternyata sangat sensitif dan dapat digunakan untuk tanaman-tanaman dengan level variasi genetik yang rendah, dan sangat berguna sebagai alat pendeteksi keragaman genetik suatu spesies tanaman yang mempunyai variasi genetik yang sangat luas. Teknik ISSR juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies, kultivar ataupun populasi suatu spesies yang mirip (Wang et al. 2009). Identifikasi secara molekuler menggunakan marka ISSR sudah berhasil dan sangat efektif digunakan pada berbagai jenis tanama, diantaranya sudah dilakukan untuk mendeteksi keragaman genetik 31 spesies anggrek Dendrobium (Wang et al. 2009).
Identifikasi keragaman genetik 10 aksesi landraces Vigna umbellata
(Muthusamy 2008). Identifikasi Keragaman genetik Scutellaria baicalensis (Guo et al. 2009). Analisis genetik tanaman casuarinas (Yasodha et al. 2004). Penaksiran variasi genetik diantara populasi Rynchostylis retusa anggrek efifit dari Goa (Parab dan Khrisnan 2008). Identifikasi senescent daun bendera di bawah kondisi stres air gandum (Triticum aestivum L.) (Milad et al. 2011). Penaksiran keragaman genetik 14 kultivar tanaman obat penting Catharanthus roseus (Shaw et al.
2009).
Hubungan cladistic diantara genus-genus Cinnamomum (Lauraceae) berdasarkan morfologi daunnya (Ho dan Hung 2011). Penaksiran Keragaman Genetik enam kultivar Catharanthus roseus dari Gujarat Tengah (India) (Sanjay et at. 2011). Sidik jari molekuler penanda populasi anggrek Dendrobium officinale KIMURA et MIGO (Shen et al. 2006). Penaksiran keragaman genetik 151 kultivar anggrek Cymbidium sinense (Lu et al. 2011).
127
Kesimpulan Hasil analisis keragaman genetik berdasarkan marka morfologi dan marka molekuler menggunakan ISSR terhadap 9 tanaman mutan anggrek S. plicata hasil iradiasi sebelas taraf dosis sinar gamma dan 3 kultivar S. plicata sebagai pembandingnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Polimorfisme keragaman morfologi yang berasal dari 70 karakter yang dapat dirinci menjadi 177 sub karakter mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya dikatagorikan tinggi yaitu mencapai 89.27%. 2. Hasil analisis klustering karakter morfologi menggunakan metode UPGMA pada koefisien kemiripan 0.68 dan analisis komponen utama telah mampu mengelompokkan 9 mutan anggrek S. plicata dan 3 pembandingnya menjadi 5 kelompok utama, dengan nilai goodness of fit matriks korelasi (r) sebesar 0.89 (sesuai). 3. Total pita yang dihasilkan dari 10 primer ISSR sebanyak 360 pita, yang tersebar ke dalam 71 lokus ISSR. Polimorfisme pola pita DNA yang dihasilkan dari 10 primer ISSR menunjukkan keberagaman yang sangat tinggi hingga mencapai 91.14%. 4. Hasil analisis klustering pola pita ISSR menggunakan metode UPGMA pada koefisien kemiripan 0.68 dan analisis komponen utama terhadap 9 mutan anggrek S. plicata dan 3 pembandingnya mampu dibedakan dengan tegas menjadi 5 kelompok utama dengan nilai goodness of fit matrik korelasi (r) molekuler mencapai 0.91 (sangat sesuai).
penanda
128
Daftar Pustaka Azrai M. 2005. Pemanfaatan marka molekuler dalam proses seleksi pemuliaan tanaman. Jurnal Agro Biogen 1(1):26-37. [Balithi]. 2007. Cipanas.
Panduan Karakterisasi Tanaman Anggrek, Balithi-Segunung.
Guo HB, Huang KY, Zhou TS, Wu QH, Zhang YJ, Liang ZS. 2009. DNA isolation, optimization of ISSR-PCR system and primers screening of Scutellaria baicalensis. Journal of Medicinal Plants Research 3(11): 898-901. Hartatik. 2000. Studi Genetik Plasma Nutfah Tebu (Saccharum spp.) Berdasarkan penanda Morfologi, Agronomi dan Isozim. [Tesis] Program Pascasarjana IPB Bogor. 138pp. Ho Y, Hung TY. 2011. Cladistic relationships within the genus Cinnamomum (Lauraceae) in Taiwan based on analysis of leaf morphology and inter-simple sequence repeat (ISSR) and internal transcribed spacer (ITS) molecular markers. African Journal of Biotechnology 10(24):4802-4815. Kumar, P. 2009. Potential of molecular markers in plant biotechnology. Review Article. Plant Omics J. 2(4):141-162. Liu JJ, Ekramoddoullah AKM, Hunt R, Zainal A. 2006. Iditification and characterization of RAPD markers linked to a major gene (Cr2) for resistant to Cronartium ribicola (Fish.) in Pinus monticola (D.Don.). Phytopathology 96:395-399. Liu LW, Zhao LP, Gong YQ, Wang MX, Chen LM, Yang JL, Wang Y, Yu FM, Wang LZ. 2008. DNA fingerprinting and genetic diversity analysis of latebolting radish cultivars with RAPD, ISSR and SRAP markers. Scientia Horticulturae. 116(3): 240–247. Lu J, Hu X, Liu J, Wang H. 2011. Genetic diversity and population structure of 151 Cymbidium sinense cultivars. Journal of Horticulture and Forestry 3(4): 104-114. Milad SI, Wahba LE, Barakat MN. 2011. Identification of RAPD and ISSR markers associated with flag leaf senescence under water stressed conditions in wheat (Triticum aestivum L.). AJCS 5(3):337-343. Muthusamy S, Kanagarajan S, Ponnusamy S. 2008. Efficiency of RAPD and ISSR markers system in accessing genetic variation of rice bean (Vigna umbellata) landraces. Electronic Journal of Biotechnology 11(3):1-10. Parab GV, Khrisnan S. 2008. Assessment of genetic variation among populations Rynchostylis retusa, an epiphitic orchid from Goa, India using ISSR and RAPD markers. Indian Journal of Biotechnology 7:313-319. Rohlf
FJ. 1998. NTSYS-PC. Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System, Version 2.00. Exeter Software, Setauket. New York.
129
Sá OJ, Pereira A, Baptista P. 2011. Optimization of DNA extraction for RAPD and ISSR analysis of Arbutus unedo L. Leaves. Int. J. Mol. Sci. 12: 4156-4164. Sanjay LS, Mistry KN, Shah SD, Thaker R, Vaidya PB. 2011. Genetic diversity assessment in nine cultivars of Catharanthus roseus from Central Gujarat (India) through RAPD, ISSR and SSR markers. Journal of research in Biology 8: 667-675. Shaw RK, Acharya L, Mukherjee AK. 2009. Assessment of genetic diversity in a highly valuable medicinal plant Catharanthus roseus using molecular markers. Crop Breeding and Applied Biotechnology 9: 52-59. Shen J, Ding X, Liu D, Ding G, He J, Li X, Tang F, Chu B. 2006. Inter-simple sequence repeats (ISSR) molecular fingerprinting markers for authenticating populations of Dendrobium officinale KIMURA et MIGO. Biol. Pharm. Bull. 29(3):420-422 . Soltis ED, Soltis SP, Doyle JF. 1998. Contributions of PCR-Based Methods to Plant Systematics and Evolution Biology. Molecular Systematics of Plants II DNA Sequencing. Massachussets. Kluwer Academic Publishers. Trojanowska MR, Bolibok H. 2004. Characteristics and comparison of three classes of microsatellite-based markers and their application in plants. Cellular and Mol. Biol. Letters 9 : 221-238. Wang HZ, Feng SG, Lu JJ, Shi NN, Liu JJ. 2009. Phylogenetic studi and molecular identification of 31 Dendrobium species using inter-simpel sequent repeat (ISSR) markers. Scientia Horticultura 122:440-447. Yam TW. 1994. Breeding with Paraphlaenopsis. Bulletin. 63(12):1359-1365.
American Orchid Society
Yasodha R, Kathirvel M, Sumathi R, Gurumurthi K, Archak S, Nagaraju J. 2004. Genetic analyses of Casuarinas using ISSR and FISSR markers. Genetica 122: 161–172. Zietkiewicz E, Rafalski A, Labuda D. 1994. Genome fingerprinting by simple sequence repeat (SSR) anchored polymerase chain reaction amplification. Genomics (20):176-183.
BAB. VIII. PEMBAHASAN UMUM
Panduan perbanyakan anggrek tanah termasuk anggrek S. plicata yang standar sampai saat ini belum tersedia, sehingga sangat penting untuk dilakukan penelitian secara menyeluruh mulai dari teknik perbanyakan secara in vitro untuk penyediaan benih berkualitas maupun teknik budidaya tanaman di lapang untuk mendapatkan pertumbuhan terbaik. Tersedianya teknik perbanyakan massal secara in vitro untuk perbanyakan klonal anggrek S. plicata dan teknik budidayanya sangat penting dan merupakan syarat mutlak untuk tujuan komersialisasi. Anggrek S. plicata saat ini sudah mulai diminati pasar untuk keperluan ornamen taman di perkantoran, rumah sakit dan perumahan yang berwawasan lingkungan di daerah perkotaan. Penggunaan anggrek sebagai ornamen taman akan menambah eksotisme taman-taman tersebut. Seiiring dengan permintaan pasar yang semakin meningkat terhadap produk anggrek, maka ketersediaan bahan tanam dalam jumlah yang cukup, mudah didapat dengan harga yang terjangkau menjadi persyaratan utama. Selain itu tersedianya varian anggrek S. plicata yang beragam bentuk dan warna bunganya sangat penting, supaya konsumen mempunyai banyak pilihan sesuai dengan kebutuhan dan peruntukan yang berbeda beda. Penelitian ini telah dapat memecahkan beberapa masalah penting anggrek S. plicata, terutama dalam penyediaan protokol perbanyakan klonal secara in vitro untuk mendapatkan pertumbuhan dan multiplikasi plb dan planlet terbaik. Hasil penelitian ini telah mampu pula mendapatkan teknik perbanyakan klonal dalam penyediaan benih massal secara in vitro. Anggrek S. plicata termasuk tanaman yang berbiak vegetatif fakultatif yang umumnya diperbanyak secara vegetatif melalui pemisahan anakan, selain itu dapat pula diperbanyak menggunakan biji.
Di alam, biji dihasilkan dari penyerbukan
dengan bantuan serangga. Biji anggrek tidak mempunyai endosperm. Biji dapat tumbuh pada permukaan akar yang melekat pada permukaan medium tumbuh, namun persentase perkecambahan biji sangat rendah yaitu sekitar 2% saja dari total biji yang dihasilkan dari setiap buah. Pertumbuhan optimum biji anggrek yang tidak
132
mempunyai endosperma dapat ditabur pada medium in vitro. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perkecambahan biji membentuk plb mencapai 90% pada medium Vacint dan Went (VW) maupun medium Murashige dan Skoog (MS) yang telah dilakukan modifikasi dengan penambahan bahan organik kompleks, formulasi vitamin dan gula serta penambahan beberapa jenis dan konsentrasi sitokinin. Hasil optimasi medium kultur menggunakan berbagai jenis dan konsentrasi bahan organik kompleks untuk pertumbuhan dan perkembangan biji membentuk plb, selanjutnya perkembangan plb membentuk planlet, telah didapat medium terbaik.
Penambahan air kelapa dengan konsentrasi 50-100 ml L-1 baik kedalam
medium MS maupun medium VW sangat baik untuk menabur biji anggrek S. plicata. Biji anggrek berkembang menjadi plb setelah 6 minggu. Pertumbuhan plb sekaligus multiplikasi plb yang tinggi dapat dipertahankan dengan menggunakan medium MS + 50 - 100 ml L-1 air kelapa selama 6 minggu, selanjutnya dilakukan sub kultur ke medium MS + 2% arang aktif selama 6 minggu.
Pertumbuhan
optimum plb dan planlet dapat dilakukan dengan cara melakukan sub kultur berulang ke medium dengan penambahan arang aktif bersalang seling dengan medium tanpa arang aktif setiap enam minggu. Penambahan bubur pisang ambon sebanyak 50 100 g L-1
ke dalam medium MS atau VW juga baik untuk multiplikasi dan
pembesaran plb menjadi planlet, namun penggunaan medium pisang ambon mudah terkontaminasi terutama oleh jamur. Multiplikasi plb dan planlet serta perkembangan plb menjadi planlet anggrek S. plicata yang terbaik dapat menggunakan
medium
MS yang dimodifikasi
vitaminnya menggunakan vitamin B5 + 75 ml L-1 air kelapa atau menggunakan medium MS dengan vitamin + BA 20 μM + 2 % arang aktif dengan penambahan gula sebanyak 30 g L-1. Medium yang dapat digunakan untuk penguatan planlet adalah medium MS atau ½ MS dengan penambahan 2% arang aktif dan peningkatan konsentrasi gula menjadi 40 g L-1.
Medium MS atau ½ MS dengan
penambahan arang aktif sangat baik untuk pertumbuhan akar dan untuk menstabilkan pertumbuhan planlet anggrek S. plicata yang di sub kultur terus menerus di dalam medium yang menggunakan zat pengatur tumbuh. Penggunaan zat pengatur tumbuh terus menerus dapat menyebabkan plb dan planlet mengalami stagnasi pertumbuhan akibat terakumulasinya zat pengatur
133
tumbuh dalam konsentrasi tinggi didalam sel (Torres 1989).
Konsentrasi zat
pengatur tumbuh yang melebihi kebutuhan akan menjadi faktor penghambat pertumbuhan itu sendiri,
karena zat pengatur tumbuh yang dibutuhkan hanya
konsentrasi kecil saja, bila diberikan melebihi kebutuhan dan diberikan secara kontinyu dapat menyebabkan terjadinya toksisitas (Moore 1979). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa plb maupun planlet
yang ditanam pada medium dengan
penambahan sitokinin sintetik secara terus menerus dapat menyebabkan plb dan planlet menjadi browning dan cepat mengalami kematian. Baiknya pertumbuhan dan multiplikasi plb menggunakan air kelapa diduga karena
anggrek lebih menyukai sitokinin alami.
Komposisi air kelapa lebih
kompleks dibandingkan dengan sitokinin sintetik seperti BA dan kinetin. Air kelapa disamping mengandung zeatin, dan dihydrozeatin juga terdapat diphenyl urea, gula dan beberapa senyawa organik lainnya (Mederos-Molina 2004). Senyawa organik yang terkandung di dalam air kelapa sangat dibutuhkan dan sangat sesuai dengan kebutuhan plb dan planlet untuk mendukung pertumbuhan terbaik. Kriteria planlet yang sudah dapat diaklimatisasi antara lain sudah memiliki daun minimum 4 lembar dan sudah terbentuk akar, sebaiknya akar jangan terlalu panjang karena akan rusak pada saat dikeluarkan dari botol kultur.
Medium
aklimatisasi terbaik untuk anggrek S. plicata adalah menggunakan moss pada bagian pangkal batang selanjutnya ditanam pada medium campuran tanah : kompos : akar pakis dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Pemindahan ke pot satuan sebaik dilakukan setelah umur 2 bsi. Ciri-ciri seedling yang sudah bisa dipindah antara lain sudah terbentuk akar dan daun baru pada medium aklimatisasi. Medium untuk pembesaran tanaman dapat menggunakan campuran tanah : kompos : akar pakis dengan perbandingan 2 : 1 : 1. Pemupukan untuk mengoptimalkan pertumbuhan vegetatif menggunakan pupuk cair dengan komposisi NPK 32-10-15.
Setelah tanaman tumbuh baik
memiliki daun 4 buah (fase remaja) selanjutnya dilakukan induksi pembungaan dengan pemberian pupuk daun dengan komposisi NPK 20-20-20.
Pemupukan
dilakukan setiap dua minggu sekali dengan cara menyiram larutan pupuk merata diatas permukaan medium atau menyemprotkannya ke semua permukaan tanaman. Volume pemupukan adalah 20 ml/pot. Pemupukan dilakukan pada pagi atau sore
134
hari. Pengendalian penyakit dilakukan dengan menyemprot tanaman setiap bulan menggunakan Previcur-N dengan konsentrasi 2 ml L-1. Penyemprotan dilakukan sebulan sekali dengan konsentrasi 2 ml L-1. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan mencabut setiap gulma yang tumbuh setiap minggu. Hasil penelitian ini juga telah mampu meningkatkan keragaman bentuk dan warna plb, plantlet, daun, bunga, serta idiotipe anggrek S. plicata, dari yang berwarna standar ungu cerah menjadi lebih beragam bentuk maupun warna bunganya menggunakan teknik iradiasi sinar gamma pada lini klon plb dan planlet . Induksi mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma (60CO) pada plb maupun planlet dapat meningkatkan keragaman genetik anggrek S. plicata. Radiosensitivitas plb terhadap dosis iradiasi sinar gamma lebih rendah dibandingkan dengan planlet. Mutan hasil iradiasi plb dihasilkan pada kisaran dosis 30-70 Gy, sementara mutan hasil iradiasi planlet didapatkan pada kisaran dosis 30-100 Gy. Radiosensitivitas plb berdasarkan pengukuran lethal dosis 50% (LD50) untuk persentase jumlah plb hidup adalah 47.71 Gy dan persentase pembentukan plb baru adalah
34.40 Gy. Radiosensitivitas planlet berdasarkan pengukuran LD50 untuk
persentase planlet hidup adalah 50.74 Gy dan LD50 persentase jumlah anakan baru adalah 33.78 Gy. Radiosensitivitas plb dan planlet sangat penting untuk diketahui dengan tepat dan kapan saatnya menentukan LD50 supaya dapat dijadikan patokan untuk iradiasi plb dan planlet S. plicata guna mendapatkan mutan terbanyak. Hasil penelitian ini mendapatkan saat terbaik untuk penentuan LD50 dari plb dan planlet yang diiradiasi dengan dosis 0-100 Gy adalah pada 7 bsi, karena sebelum 7 bsi pengaruh iradiasi belum stabil, karena plb dan planlet anggrek termasuk tanaman yang responnya lambat. Fenomena yang ditunjukkan dari hasil penelitian ini adalah kematian plb dan planlet anggrek S. plicata terjadi secara perlahan sampai dengan 4 bsi. Plb planlet baru stabil pada 5 bsi (tidak ada yang mati, namun belum terlihat adanya pertumbuhan baru), diduga saat ini sudah mulai terjadi pemulihan akibat iradiasi dan pada 6 bsi baru terlihat adanya pertumbuhan kembali plb yang ditandai dengan terjadinya plb baru atau berkembang membentuk planlet. Pengamatan pada 7 bsi sudah dapat diidentifikasi plb dan planlet yang berbeda dengan tipe liarnya. Hasil karakterisasi secara in vitro terhadap plb hasil iradiasi pada 7 bsi telah dihasilkan plb yang berbeda yaitu plb ungu, plb kimera dan plb
135
albino. Planlet yang berbeda juga ditemukan dari perkembangan plb mutan antara lain didapatkan planlet variegata ungu-hijau, planlet albino, planlet yang memiliki daun keriting, daun melintir, daun variegata klorofil dan daun albino. Penggunaaan teknik iradiasi sinar gamma pada planlet yang dilakukan karakterisasi
dan seleksi di rumah kawat, telah mampu mendapatkan 9 mutan
harapan atau sebesar 0.36% dari total planlet yang diradiasi berdasarkan kriteria bentuk dan warna bunganya.
Kejadian mutan berdasarkan bentuk dan warna bunga
yang telah berhasil didapatkan sangat kecil namun sangat penting dalam sumbangan pengetahuan pemuliaan mutasi, terutama sebagai pembuktian bahwa penggunaan teknik induksi mutasi telah mampu meningkatkan keragaman genetik anggrek S. plicata. Hasil pengamatan karakter bentuk dan warna bunga terhadap anakan yang dihasilkan dari pembiakan vegetatif menunjukkan adanya kestabilan mutan sampai pada generasi ketiga (M1V3) untuk mutan 3, mutan 7, mutan 8 dan mutan 9. Mutan stabil sampai generasi keenam (M1V6) sudah didapat pada mutan 1, mutan 2 dan mutan 4. Mutan yang berbeda warna bunganya (petal dan sepal) dibandingkan dengan tipe liarnya adalah mutan 1, mutan 2, mutan 3 dan mutan 4. Perubahan warna bunga akibat iradiasi sinar gamma adalah gradasi warna pink-kuning (mutan 1), pink sangat muda (muatan 2), kuning muda bintik-bintik pink fanta (mutan 3), kuning cerah (mutan 4). Perubahan warna sepal menjadi lebih muda (mutan 7). Mutan dengan perubahan bentuk bunga dihasilkan pula dalam penelitian ini, yaitu perubahan bentuk petal dari datar menjadi bergelombang (mutan 8) serta terjadi penyatuan sepal lateral (mutan 9). Diantara 9 mutan potensial yang sudah didapatkan, yang berpotensi untuk dilepas sebagai varietas baru maupun dijadikan tetua persilangan, diantaranya mutan 1, mutan 2, mutan 3 dan mutan 4. Keempat mutan tersebut mempunyai keunggulan bila dibandingkan dengan tipe liarnya, antara lain warna bunganya berbeda dan merupakan varian baru yang lebih indah, lama mekar bunga berkisar antara 5-14 hari, jumlah tangkai bunga lebih banyak dan bunga mekar bersamaan lebih banyak, sehingga sangat potensial untuk dijadikan tanaman hias untuk ornamen karena sangat indah bila ditanam dalam bentuk hamparan atau berkelompok.
taman,
136
Khusus untuk mutan 4, merupakan idiotipe baru anggrek S. plicata dengan kriteria tanamannya kecil, mempunyai anakan yang banyak dan rajin berbunga, bunganya berwarna kuning cerah, sehingga sangat potensial dijadikan tanaman pot. Mutan 8 berpotensi untuk dijadikan tetua persilangan, karena mempunyai petal yang bergelombang, untuk menghasilkan varian baru bentuk bunga yang bergelombang. Identifikasi tanaman mutan sangat penting untuk menentukan apakah perbedaan morfologi bentuk dan warna bunga yang dihasilkan melalui induksi mutasi sudah sampai pada level genetik
sehingga bisa dikagorikan sebagai tanaman mutan atau
hanya fenomena epigenetik yaitu perubahan sesaat yang terjadi akibat perlakuan iradiasi sinar gamma, setelah beberapa saat tanaman akan mampu memulihkan diri dan kembali ke bentuk tipe liarnya. Umumnya fenomena epigenetik akan tetap stabil perubahannya bila diperbanyak secara vegetatif. Penelitian ini telah berhasil mengidentifikasi variasi genetik tanaman mutan anggrek S. plicata akibat iradiasi sinar gamma menggunakan karakter morfologi maupun marka molekuler. Karakterisasi berdasarkan penanda morfologi biasanya dipengaruhi
oleh
lingkungan
makro
dan
mikro,
sementara
karakterisasi
menggunakan marka molekuler tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan marka ISSR ternyata lebih akurat menidentifikasi keragaman genetik dibandingkan dengan menggunakan karakter morfologi. Pengamatan morfologi harus dilakukan pada semua bagian tanaman, mulai dari akar, batang, daun, bunga, buah dan biji. Pengamatan anatomi seperti stomata, analisis jaringan akar, batang dan daun sebaiknya juga dilakukan, karena semakin banyak karakter morfologi yang diamati maka hasilnya akan semakin akurat. Pendeteksian keragaman morfologi anggrek S. plicata dan mutannya sudah dapat diamati sebanyak 70 karakter yang setara dengan 71 lokus pada penanda molekuler ISSR. Setiap karakter diperoleh keragaman morfologi sebanyak 177 sub karakter yang setara dengan
360 pita yang muncul pada gel agarose
hasil
elektroforesis menggunakan marka molekuler ISSR. Kendala utama dalam karakterisasi adalah terdapat 2 tanaman mutan yaitu mutan 5 dan mutan 6 yang belum berbunga, sehingga karaktersasi untuk fase generatif tanaman belum dapat dilakukan.
Akibatnya terjadi perbedaan
137
pengelompokan berdasarkan analisis kluster antara marka morfologi dengan marka molekuler menggunakan ISSR karena adanya perbedaan koefisien kemiripan hasil rekapitulasi jarak euclidian seperti yang disajikan pada Tabel 21.
Koefisien
kemiripan antara mutan dengan pembandingnya dapat dilihat pada Lampiran 1 untuk marka morfologi dan Lampiran 2 untuk marka ISSR. Tabel 21.
Rekapitulasi matrik jarak euclidian mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya berdasarkan koefisien kemiripan menggunakan marka morfologi dan marka molekuler (ISSR).
Perbandingan tanaman
SpBA Mutan 1 Mutan 2 Mutan 3 Mutan 4 Mutan 5 Mutan 6 Mutan 7 Mutan 8 Mutan 9 S04 SpBH
vs vs vs vs vs vs vs vs vs vs vs vs
Koefisien kemiripan morfologi
SpBA SpBA SpBA SpBA SpBA SpBA SpBA SpBA SpBA SpBA SpBA SpBA
1.00 0.49 0.54 0.66 0.52 0.36 0.32 0.64 0.62 0.73 0.66 0.83
Koefisien kemiripan molekuler 1.00 0.61 0.61 0.65 0.48 0.61 0.61 0.61 0.61 0.61 0.70 0.70
Penggunakan marka morfologi terbentuk 5 kelompok, tanaman yang belum berbunga yaitu mutan 5 dan mutan 6 membentuk kelompok sendiri dengan koefisien kemiripan sangat rendah (0.32 – 0.36) dibandingkan dengan tanaman tipe liarnya. Berdasarkan marka ISSR kedua tanaman tersebut masuk ke dalam kelompok tanaman mutan, dengan koefisien kemiripan yang sama dengan kelompok mutan hasil iradiasi lainnya yaitu 0.61 . Marka morfologi mengelompokkan mutan 4 yang memiliki bunga kuning cerah dengan mutan 1 dan mutan 2 menjadi satu kelompok dengan koefisien kemiripan antara 0.48-0.54. Menggunakan marka ISSR mutan 4 mengelompok sendiri berbeda dengan kelompok tanaman mutan lainnya dan kelompok tanaman anggrek S. plicata spesies dengan koefisien kemiripan hanya 0.48.
138
Keunggulan lainnya menggunakan marka molekuler adalah jumlah sampel. Sampel tanaman yang digunakan untuk marka morfologi adalah semua organ tanaman
(akar, batang/kormus, daun, bunga, buah dan biji), semua fase
pertumbuhan tanaman dan biasanya hanya dapat diamati karakter kualitatifnya saja. Penggunaan marka ISSR untuk mengidentifikasi keragaman genetik cukup menggunakan 0.3 gram sampel daun muda sudah dapat memberikan gambaran yang akurat dan menyeluruh tentang perbedaan genetik antara tanaman anggrek S plicata dengan mutannya. Jadi dengan menggunakan marka ISSR tidak perlu menunggu sampai tanaman berbunga terlebih dahulu, karena sudah dapat diidentifikasi keragaman genetiknya mulai dari fase planlet di dalam botol kultur. Keuntungan lain menggunakan marka molekuler antara lain sudah dapat melakukan seleksi sedini mungkin, mulai dari fase bibit dalam kultur in vitro dan tidak perlu menunggu sampai tanaman menyelesaikan satu suklus hidup yang lengkap. Hasil analisis menggunakan marka ISSR mutan 1, mutan 2, mutan 3, mutan 5, mutan 6, mutan 7, mutan 8 dan mutan 9 yang memiliki koefisien kemiripan berkisar antara 0.61- 0.65 diduga mengalami mutasi kecil atau mutasi titik (point mutation) pada beberapa basa DNA dibandingkan dengan tipe liarnya.
Dugaan tersebut
diperkuat dengan perubahan morfologi yang terjadi hanya terdapat pada bentuk daun pada 2 mutan (mutan 5 dan mutan 6) , perubahan warna bunga pada 5 mutan (mutan 1, mutan 2, mutan 3, mutan 4 dan mutan 7) dan terjadi perubahan bentuk bunga pada 2 mutan (mutan 8 dan mutan 9), sementara karakter morfologi lainnya tidak mengalami perubahan. Mutasi besar sampai pada level kromosom diduga terjadi pada mutan 4, karena selain terjadi perubahan warna bunga juga terjadi perubahan idiotipe pertumbuhan tanaman. Penurunan tinggi tanaman mencapai 60% sementara pengurangan ukuran daun mencapai 72%. Keunggulan penggunaan teknik iradiasi sinar gamma dibandingkan dengan penggunaan teknik hibridisasi melalui persilangan antara lain (1) dapat menciptakan keragaman baru yang sangat berbeda dibandingkan dengan tipe liarnya, (2) dapat digunakan untuk memperbaiki hanya sifat-sifat tertentu yang belum terdapat pada tanaman budidaya yang sudah unggul, (3) seleksi dapat dilakukan untuk berbagai
139
jenis sifat yang diinginkan pada tanaman hasil iradiasi, (4) merupakan cara yang sangat efektif untuk menciptakan keragaman baru terutama untuk tanaman yang berbiak secara vegetatif obligat, (5) bahan iradiasi dapat menggunakan berbagai jenis organ dan berbagai jenis tahapan pertumbuhan tanaman tergantung pada tujuan yang diingin, dan (6) dapat menghasilkan tanaman variegata yang sangat diinginkan untuk menciptakan keragaman baru terutama untuk tanaman hias. Hubungan kekerabatan atau jarak genetik membawa implikasi di bidang pemuliaan. Semakin tinggi nilai koefisien kemiripan maka kemiripan penampilan tanaman akan semakin tinggi. Hasil penelitian ini memberikan implikasi terhadap pemilihan kombinasi tetua untuk persilangan, untuk mendapatkan hasil yang beragam dapat disarankan menggunakan tanaman yang memiliki koefisien kemiripan yang rendah (Hartatik 2000). Pengelompokan berdasarkan marka molekuler ISSR ternyata sangat sensitif dan dapat digunakan untuk tanaman-tanaman dengan level variasi genetik yang rendah, dan sangat berguna sebagai alat pendeteksi keragaman genetik suatu spesies tanaman yang mempunyai variasi genetik yang sangat luas. Teknik ISSR juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies, kultivar ataupun populasi suatu spesies yang mirip (Wang et al. 2009).
BAB IX. KESIMPULAN UMUM DAN SARAN
Kesimpulan Umum Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal penting sebagai berikut. 1.
Perbanyakan massal secara klonal yang standar dan terbaik untuk pertumbuhan dan multiplikasi plb anggrek S. plicata secara in vitro telah berhasil didapatkan. Medium untuk pertumbuhan dan perkembangan biji anggrek danmultiplikasi plb adalah medium MS + 50- 100 ml L-1 air kelapa dan medium VW + 50-100 ml L-1 air kelapa. Perkembangan plb menjadi plantlet dan multiplikasi plantlet anggrek S. plicata yang terbaik dapat menggunakan medium MS vitamin B5 + 75 ml L-1 air kelapa atau menggunakan medium MS + BA 20 μM + 2 % arang aktif.
2.
Induksi mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma pada plb maupun plantlet sudah
mampu
meningkatkan
keragaman
genetik
anggrek
S.
plicata.
Radiosensitivitas plb terhadap dosis iradiasi sinar gamma lebih rendah dibandingkan dengan plantlet.
Lethal dose 50% (LD50) untuk iradiasi plb
berkisar antara 34.40 – 47.71 Gy.
Lethal dose 50% (LD50) untuk iradiasi
plantlet berkisar antara 36.58 Gy – 50.74 Gy. 3.
Iradiasi sinar gamma pada plantlet S. plicata telah berhasil mendapatkan 9 mutan potensial (0.36%) berdasarkan perbedaan bentuk dan warna daun serta bentuk dan warna bunga. Pengelompokan 9 tanaman mutan dan 3 kultivar anggrek S. plicata sebagai pembandingnya lebih akurat dan lebih efisien menggunakan marka ISSR dibandingkan dengan marka morfologi.
142
Saran
1. Untuk mempertahankan bahan tanam dalam bentuk plb maupun plantlet sebaiknya dilakukan sub kultur secara rutin 6 minggu sekali berselang seling antara medium yang menggunakan arang aktif dan tanpa arang aktif. 2. Penelitian lebih lanjut untuk mengetahui genotipe tanaman mutan perlu diuji menggunakan marka co-dominant. 3. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk perbanyakan klonal mutanmutan yang sudah stabil menggunakan teknik perbanyakan lini klon plb, tapi menggunakan bahan tanam meristem tunas tanaman mutan. 4. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan uji selfing tanaman mutan (M1) untuk mengetahui apakah tanaman mutan sudah seragam atau masih terjadi segregasi.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah TL, Endan J, Nazir M. 2009. Changes in Flower Development, Chlorophyl Mutation and Alteration in Plant Morphology of Curcuma alismatifolia by Gamma Irradiation. American Journal of Applied Sciences 6 (7): 1436-1439. Ahloowalia BS. 1992. In vitro variation induced mutants in chrysanthemum. Mutation Breeding Newletter 39:6. Ahmad TA, Abbasi NA, Hafiz IA, Ali A. 2007. Comparison of sucrose and sorbitol as main carbon energy sources in micropropagation of Peach rootstock GF-677. Pak. J. Bot. 39(4) : 1269-1275. Aisyah SI, Aswidinnor H, Saefuddin A. 2009. Induksi mutasi stek pucuk Anyelir (Dianthus caryophyllus Linn.) melalui iradiasi sinar gamma. J. Agron. Indonesia 37(1):62-70. Albert B, D Bray, J Lewis, M Raff, K Robert, and JD Watson. 1994. Molecular Biology of Cell. Third Eddition. pp 341. Banerji BK, Datta SK. 1992. Gamma ray induced flower shape mutation in crisanthemum cv ‘Java’. J. Nuclear Agric. Biol. 21(2):73-79. Bechtel H, Cribb P, Launert E. 1982. The manual of Cultivated Orchid Species. Blanford Press. Poole Dorset U. K. 444 pp. Broertjes, C. 1972. Mutation breeding of Achimenes. Euphytica 21: 48-63. Boertjes C, van Harten AM. 1988. Applied Mutation Breeding for Vegetatively Propagated Crops. Elsevier. Amsterdam. 345 p. [BPS]. 2011. Produksi Tanaman Hias di Indonesia. http:// www.bps.go.id/. Nopember 2011.
11
[BPS]. 2012. Produksi Tanaman Hias di Indonesia. http:// www.bps.go.id/ 20 Februari 2012. Brock RD. 1979. Mutation of Plant Breeding for Seed Protein Improvement. p. 43-45. In. Seed Protein Improvement in Cereals and Grain Legumes. Proc. Symp. IAEA/FAO/GSF, Neuherberg, BRD. IAEA, Vienna. Busey P, Banerji BK. 1993. Gamma ray induced somatic mutation in chrysanthemum cv. Kalyani Mauve. J. Nuclear Agric. Biol. 22(1):19-27. Busey P. 1980. Gamma ray dosage and mutation breeding in St. Augustinegrass. Crop Sci. 20 : 181-184. Busey P. 2001. Mutation studies on garden chrysanthemum : A review. Scientific Horticulture 7:159-199. Chahal GS, Gosal SS. 2003. Principles and Procedures of Plant Breeding. Biotechnological and Conventional Approaches. Narosa Publishing House.
144
Cribb PJ, Tang CZ. 1982, Spathoglottis (Orchidaceae) in Australia and the Pacific Islands. Kew Bulletin. 36(4): 721-729. Datta SK, Chakrabarty D. 2009. Management of Chimera and In Vitro Mutagenesis for Development of New Flower Color/Shape and Chlorophyll Variegated Mutants in Chrysanthemum. Q.Y. Shu (ed.), Induced Plant Mutations in the Genomics Era. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. 303-305. Datta SK, Steiner ML. 2005. In vitro mutagenesis a quick method for establishment of solid mutant in crhysanthemum. Curr. Sci., 88:155-158. Datta SK. 2001. Mutation studies on garden chrysanthemum : A review. Scientific Horticulture 7:159-199. Davis RS, Steiner ML. 1982. Philippine Orchids. Entrient Press. Attlagmalolos. Bulacan. 270 hlm. Decruse SW, Gangaprsat A, Seeni S, Menon S. 2003. Microprogation and ecorestoration of Vanda spathulata, an exquisite orchidase. Plant Cell, Tisuue and Organ Culture. 72 : 199-202. [Dirjen Hortikultura Deptan]. 2011. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis: Anggrek. http://agri-research.or.id/special/komoditas/b3anggrek, 12 januari 2012 Dwiatmini K, Kartikaningrum S, Sulyo Y. 2009. Induksi mutasi Kecombrang (Etlingera elatior) menggunakan iradiasi sinar gamma. J. Hort 19(1):1-5 Donini B, Micke A. 1984. Use of Induced mutations in improvement of vegetatively propagated crop. IAEA-TECDOK-305:79-96. Engle LM. 1993. Germplasm collection strategies. In: Germplasm collection, evaluation, documentation, and conservation. AVRDC, Shanhua, Taiwan, ROC. Pp:2336. Fadelah AA. 2006. Breeding for tropical miniature pot Dendrobium orchids. Acta Hortic (ISHS) 714:51-58. Ferreira WM, Kerbauy GB, Kraus JE, Pescador R, Suzuki RM. 2006. Thiadiazuron influences the endogenous levels of cytokinins and IAA during the flowering of isolated shoots of Dendrobium. J Plant Physiol 163:1126–1134 Gan S, Amasino RM. 1995. Inhibition of leaf senescence by autoregulated production of cytokinin. Science. 270:1986-1988. Gao S, Zang LQ, Zhang Y, Wang C, Song W, Han S. 2006. Application of ISSR markers to fingerprinting of elite cultivars (varieties/clones) from different sections of the Populus L. Sil Gen 55(1):788-795. Guo HB, Huang KY, Zhou TS, Wu QH, Zhang YJ, Liang ZS. 2009. DNA isolation, optimization of ISSR-PCR system and primers screening of Scutellaria baicalensis. Journal of Medicinal Plants Research Vol. 3(11): 898-901
145
Gupta PP, Schieder O, Gupta M. 1984. Intergeneric nuclear gene transfer between somatically and sexually incompatible plants through asymmetric protoplas fusion. Molecular and General Genetic 197:30-35 Handoyo F, Prasetya R. 2006. Native Orchids of Indonesia. Indonesian Orchid Society of Jakarta (PAI Jakarta). Harris JG, Harris MW. 2004. Publishing. Utah
Plant Identification Terminologi. Spring Lake
Hartatik. 2000. Studi Genetik Plasma Nutfah Tebu (Saccharum spp.) Berdasarkan penanda Morfologi, Agronomi dan Isozim. Tesis Program Pascasarjana IPB Bogor. 138pp Hawkes AD. 1970. Eucyclopedia of Cultivated Orchids. Faber and Faber Limited, London. Hee KH, Loh CS, Yeoh HH. 2009. Early in vitro flowering and seed production in culture in Dendrobium Chao Praya Smile (Orchidase). Plant Cell Rep. 26 : 2055-2062 Herison C, Rustikawati, Sutjahjo SH, Aisyah SI. 2008. Induksi mutasi melalui iradiasi sinar gamma terhadap benih untuk meningkatkan keragaman populasi dasar jagung (Zea mays L.). J. Akta Agrosia 11(1):57-61 Hidayat EB. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbunga. Bandung. Institut Teknologi Bandung Holtum RE. 1972. Flora of Malaya. Vol. I Orchid. Gov. Printing Office. Singapore. 759 pp Human S. 2003. Peran iptek nuklir dalam pemuliaan tanaman untuk mendukung industri pertanian. Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Jakarta. [IAEA]. 1977. Manual on Mutation Breeding, 2nd edition. Tech. Report Series No.119. Joint FAO/IAEA. Vienna: Div. of Atomic Energy in Food and Agriculture. 286 p. Ismachin M. 2007. Ilmu Pemuliaan Mutasi (Materi Diklat) BATAN. Jakarta. Jones DL. 2006. A Complete Guide to Native Orchids of Australia Including the Island Territories. Reed New Holland, Sydney. Kamemoto H, Amore TD, Kuehnle AR. 1999. Breeding Dendrobium orchids in Hawaii. University of Hawaii Press. Honolulu. Kartikaningrum S, Effendie K, Soedjono S, Widiastoety D, Hayati NQ, Prasetyo W. 2004. Koleksi dan Karakterisasi plasma nutfah anggrek Spathoglottis dan pemanfaatannya. In. Suhardi, T Sutater, Y Sulyo, Sabari dan Maryam (Eds.). Prosiding Seminar Nasional Florikultur 4-5 Agustus 2004. Balithi bekerjasama dengan Dirjen Tanaman Hias, Asbindo dan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Kartikaningrum S, Puspasari D. 2005. Keragaman Genetik Plasma Nutfah Anggrek Spathoglottis. J. Hort 15(4):260-269.
146
Kartikaningrum S, Sulyo Y, Hayati NQ, Suryanah, Bety YA. 2007. Keragaan karakter kualitatif hasil persilangan anggrek Spathoglottis. J Hort. Edisi Khusus (2): 138-147. Kenyo A, Murdaningsih HK, Herawati T, Darsa JS. 2002. Tanggap dua kultivar Lili terhadap kombinasi komposisi medium MS dan gula pasir untuk konservasi in vitro. Zuriat 13(2) : 87-96. Kheawwongjun J, Thammasiri K. 2003. Breeding Spathoglottis spp. For commercial potted orchids http://www.publish.csiro.au/paper/BT9930553.htm. Latest taxonomic scrutiny: Govaerts R., 11-Nov-2003 [Kominfo-Newsroom]. 2009. Anggrek Impor. http://www.depkominfo.go.id /berita/bipnewsroom/pasar-indonesia-didominasi-anggrek-impor/ Berita Pemerintahan 9 Juli 2009 Kumar P. 2009. Potential of molecular markers in plant biotechnology. Review Article. Plant Omics J, 2(4):141-162. Kuo HL, Chen JT, Chang WC. 2005. Efficient plant regeneration through direct somatic embryogenesis from leaf explants of Phalaenopsis ‘Little Steve’. In Vitro Cell Dev Biol Plant. 41:453–456 Lamseejan S, Jompok P, Wongpiyasatid A, Deeseepan S, Kwanthammachart P. 2000. Gamma-rays induced morfological change in Crysanthemum (Crysanthemum morifolium). Kasetsart J. (Nat. Sci.) 34:417-422. Lapins KO. 1974. Compact Stella sweet cherry introduced. Mutation Breeding News Letter. IAEA, 4:8-13. Marlin. 2005. Pembentukan rimpang mikro jahe (Zingiber officinale Rosc.) secara in vitro dengan pemberian Benzyl Amino Purine dan sukrosa. Jurnal Akta Agrosia. 8(2) : 70-73 Martin KP, Madassery J. 2006. Rapid in vitro propagation of Dendrobium hybrids through direct shoot formation from foliar explants, and protocorm-like bodies. Sci Hortic. 108:95–99 Micke A, Donini B. 1993. Induced mutation. In : Hayward MD, Bosemark NO, Romagosa I, ed. Plant Breeding Principles and prospects. Chapman & Hall. Pp 52-77. Micke A, Donini B, Maluszynski M. 1987. Induced mutations for crop improvement - a review. Trop. Agric. 64 (4) : 259-278 Mok MC. 1994. Cytokinin : chemistry, activity and fuction. In Cytokinin and plant development an overview. M. Mok DWS, MC (ed.). p.155-156. CRC. Boca raton, FL. Napoli CA, Beveridge CA, Snowden KC. 1999. Reevaluating concept of apical dominance and the control of axilarry bud outgrowth. Curr. Top. Dev. Biol. 44:127-169 Naumann CH, Underbrink AG, Sparrow AH. 1975. Influence if radiation dose on somatic mutation industion in Tradescantia. Rad. Res. 62:79-96
147
Nayak NR, Sahoo S, Patnaik S, Rath SP. 2002. Establishment of thin cross section (TCS) culture method for rapid micropropagation of Cymbidium aloifolium (L.) Sw and Dendrobium nobile Lindl (Orchidaceae). Sci Hortic. 94:107–116 Park SY, Murthy HN, Paek KY. 2002. Rapid propagation of Phalaenopsis from floral stalk-derived leaves. In Vitro Cell Dev Biol Plant 38:168–172 Parker J. 1994. Tropical Orchidscapes. American Orchid Society Bulletin. p. 258264. Poespodarsono S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Universitas dan Lembaga Sumberdaya Informasi. Bogor: IPB.
Pusat Antar
Puspaningtyas DM, Mursidawati S, Sutrisno, Asikin J. 2003. Anggrek Alam di Kawasan Konservasi Pulau Jawa. LIPI Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Bogor. Ramirez-Parra E, Desvoyes B, Gutierrez C. 2005. Balance between cell division and differentiation during plant development. Int.J.Dev.Biol. 49:467-477. Robert L. 2009. Orchids of far north-eastern Queensland (1995-2003). http://commons.wikimedia.org/wiki/Lewis_Roberts_Orchids_of_far_northeastern_Queensland. Diunduh pada tanggal 4 Sepetember 2009. Romeida, A. dan I. A. Susanti. 2004. Aklimatisasi anggrek silangan Dendrobium cv. Thampomas x cv. Taq. Hawaii pada beberapa taraf konsentrasi pupuk daun bioplasma dan jenis media tanam. Laporan penelitian (tidak dipublikasi). Romeida A, Hidayanti T. 2005. Multiplikasi plantlet anggrek Dendrobium cv. Thampomas x cv. Taq. Hawaii pada beberapa taraf konsentrasi BAP dan Arang Aktif secara in vitro. Laporan penelitian (tidak dipublikasi). Seeni S, Latha PG. 1992. Foliar regeneration of endangered Red Vanda (Renanthera imschootiana Rolfe) Orchidase.. Plant cell, Tissue and organ Culture 29 : 167-172. Seeni S, Latha PG. 2000. In vitro multiplication and ecorehabilitation endangered Blue Vanda. Plant cell. Tissue and organ Culture. 61 : 1-8. Sim GE, Loh CS, Goh CJ. 2007. High frequency early in vitro flowering of Dendrobium Madame Thong-In (Orchidaceae). Plant Cell Rep. 26:383–393 Simmonds W. 1979. Principles of Crop Improvement. Longman, London. 408 p. Soedjono S. 2003. Aplikasi mutasi induksi dan variasi somaklonal dalam pemuliaan tanaman. Jurnal Litbang Pertanian. 22(2):70-78 Soltis ED, Soltis SP, Doyle JF. 1998. Contributions of PCR-Based Methods to Plant Systematics and Evolution Biology. Molecular Systematics of Plants II DNA Sequencing. Massachussets. Kluwer Academic Publishers. Stoskopf NC, Tomes DT, Christie BR. 2009. Plant Breeding Theory and Practice. Colorado. Westview Press, Inc.
148
Sutjahjo SH, Rustikawati, Aisyah SI. 2007. Perakitan kultivar unggul jagung toleran kemasaman: seleksi in vitro mutan iradiasi sinar gamma dan varian somaklon. Laporan penelitian. LPPM-IPB Thompson SA, Wright FW. 1995. Spathoglottis plicata (Orchidaceae): new to dominica, another record from the lesser antiles. Caribbean J. Sci. 31 (1-2):148-149. Tjitrosoepomo G. 2005. Morfologi Tumbuhan. Cetakan ke-15. Gadjah Mada University Press. Torres KC. 1989. Tissue Culture Techniques fos Horticultural Crops. An Avi Book. New York. 285p. Van Harten AM. 1998. Mutation Breeding, Theory and Practical Application. Press. Syndicate of the Univ. of Cambridge. UK. 353 p. Van Harten AM. 2002. Mutation breeding of vegetatively propagated ornamentals. In A vainstein (ed). Breeding for Ornamentals: classical and Molecular Approaches. Kluwer Academic Press., Boston Waluyo R. 2001. Induksi mutasi krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) melalui iradiasi planlet. Skripsi Jurusan Budidaya Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 38 hal. (tidak dipublikasikan). Wang GY, Xu ZH, Chia TF, Chua NH. 1997. In vitro flowering of Dendrobium candidum. Sci China (Ser C) 40:35–42 Wang HZ, Feng SG, Lu JJ, Shi NN, Liu JJ. 2009. Phylogenetic study and molecular identification of 31 Dendrobium species using inter-simpel sequent repeat (ISSR) markers. Scientia Horticultura. 122:440-447. Weising K, Nybom H, Wolft K, Meyer W. 1995. DNA Finger Printing in Plants and Fungi. CRC Press. Inc. Boca Raton. 322 p Wongpiyasatid A, Roongtanakiat N. 1992. Effects of gamma iradiation on flower colors and types of perennial Portulaca grandiflora Hook., pp. 695–704. In the 30th Kasetsart University Conference Proceedings, Bangkok, Thailand. Zietkiewicz E, Rafalski A, Labuda D. 1994. Genome fingerprinting by simple sequence repeat (SSR) anchored polymerase chain reaction amplification. Genomics (20):176-183.
149
LAMPIRAN
Lampiran 1. Nilai koefisien keragaman genetik mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya berdasarkan analisis klustering UPGMA marka morfologi
149
150
Lampiran 2. Nilai koefisien keragaman genetik mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya berdasarkan analisis klustering SHAN – UPGMA menggunakan 10 marka ISSR.