INDUKSI MASYARAKAT PENDIDIK STRATEGI PENINGKATAN MUTU PEMBELAJARAN DAERAH 3 T
Karya tulis ilmiah disusun untuk mengikuti symposium Guru 2016 Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
OLEH IR. RUTH MA WIDIANTI, M.Pd. NIP. 19620603 199003 2006
PENGAWAS SEKOLAH
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN NABIRE PAPUA 2016
ABSTRAK
IR. RUTH MA WIDIANTI, M.Pd. 2006. INDUKSI MASYARAKAT PENDIDIK STRATEGI PENINGKATAN MUTU PEMBELAJARAN DAERAH 3 T. Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Demikian halnya dengan anak-anak usia sekolah yang berada di Daerah 3 T (Tertinggal, Terluar, Terpencil) berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. Mutu pendidikan daerah pinggiran terutama di daerah 3 T merupakan permasalahan yang selalu terjadi tanpa solusi. Sehingga bukan rahasia lagi jika output (lulusan) pendidikan dari Daerah 3 T memiliki kompetensi yang sangat rendah dibandingkan output pendidikan di Kota baik kemampuan Iptek maupun kemampuan berkomunikasi. Rendahnya mutu lulusan adalah indicator rendahnya mutu pembelajaran. Penyebab rendahnya mutu pembelajaran daerah 3 T adalah karena ketidak hadiran guru dalam kelas serta rendahnya kompetensi guru. Disisi lain daerah memiliki masyarakat local sebagai sumber daya yang dapat difungsikan sebagai guru. Induksi masyarakat pendidik adalah solusi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pembelajaran yang pada akhirnya meningkatkan mutu pendidikan di daerah 3 T. Induksi masyarakat pendidik adalah program peningkatan kemampuan masyarakat local secara terbimbing sehingga memiliki kompetensi minimal sebagai guru sehingga peserta didik dapat melaksanakan proses belajar secara optimal melalui bimbingan serta motivasi dari masyarakat pendidik sebagai guru. Kata kunci : Induksi Masyarakat Pendidik, Mutu Pembelajaran, Lulusan, Mutu pendidikan, Masyarakat pendidik, Daerah 3 T
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat dan lindunganNya maka karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini adalah catatan pengalaman dalam melakukan supervise sekolah di daerah 3 T melalui peningkatan kemampuan guru dan peran masyarakat bagi pendidikan di Negara tercinta ini. Masih banyak kekurangan yang perlu ditambah tetapi dengan penuh keyakinan , karya ini nantinya dapat menjadi masukan untuk menjawab tantangan dari berbagai pendapat tentang rendahnya mutu pendidikan di daerah 3 T. Kepada para Kepala Sekolah, Guru, Pemerintahan Pendidik di Distrik Napan dan Distrik Kepulauan Mora
Distrik, Masyarakat terima kasih untuk
kerjasamanya, Suami dan anak –anak juga terima kasih atas doa-doanya serta rekan-rekan pengawas sebagai team seperjuangan yang selalu ingin menjadikan pendidikan di Kabupaten Nabire menjadi tolok ukur Pendidikan di Tanah Papua. Amin.
Nabire, November 2016
Penulis
PENGANTAR
UUD RI tahun 1945 pasal 31 menegaskan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran bahkan dalam UU RI No 20 Tahun 2003 tertulis bahwa setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Demikian halnya dengan anak-anak usia sekolah yang berada di Daerah 3 T (Tertinggal, Terluar, Terpencil) berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. Pendidikan dalam
bermutu
menurut
Jerome
S.
Arcaro
http://harrychanz.blogspot.co.id/2012/03/kualitas-pembelajaran-
mutu.html adalah pendidikan yang mampu melakukan proses pematangan kualitas peserta didik yang dikembangkan dengan cara membebaskan peserta didik dari ketidaktahuan, ketidakmampuan, ketidakberdayaan, ketidakbenaran, ketidakjujuran, dan dari buruknya akhlak dan keimanan. Mutu pendidikan daerah pinggiran terutama
di daerah 3 T
merupakan permasalahan yang selalu terjadi tanpa solusi. bukan rahasia lagi jika output
Sehingga
pendidikan dari Daerah 3 T memiliki
kompetensi yang sangat rendah dibandingkan output pendidikan di Kota baik kemampuan Iptek maupun kemampuan berkomunikasi. Contoh terbaru adalah ditemukannya dua siswa baru lulusan SMP daerah 3 T pada
Tahun Ajaran 2016-2017 di SMK Petra Nabire belum lancar
membaca. Kondisi ini bukan hal baru bagi guru di kota pada awal tahun ajaran. Kesulitan berkomunikasi juga menjadi kendala bagi guru termasuk rendahnya pengetahuan Matematika, IPS, IPA dan Bahasa Inggris. Sebuah pengalaman ketika menjadi guru SMK, “saat mewajibkan setiap peserta didik sebagai pewawancara untuk menggali informasi dari
seorang pengusaha Peternakan yang diperankan oleh guru mata pelajaran”. Setelah menunggu giliran, seorang peserta didik
dari
pedalaman (3 T) dengan polosnya bertanya kepada guru “Ibu, sejak kapan ibu dipelihara babi?”. Ironis, tapi itulah kondisi yang terjadi di lapangan dan masih banyak kejadian lain yang mengindikasikan
bahwa mutu
pendidikan di daerah tertinggal, terluar dan terpencil perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak. Rendahnya mutu lulusan dan mutu pendidikan adalah indicator rendahnya mutu pembelajaran. Rendahnya mutu lulusan bukan karena ketidak mampuan peserta didik tapi karena Kegiatan Belajar Mengajar yang jarang dilakukan bahkan tidak pernah dinikmati oleh peserta didik. Bagaimana mungkin mutu lulusan akan baik jika guru tidak pernah hadir dalam kelas atau guru yang mengajar tidak memahami dan memiliki kompetensi seorang guru. Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan diatas
adalah
Induksi Masyarakat Pendidik yaitu program peningkatan kemampuan masyarakat local secara terbimbing sehingga memiliki
kompetensi
minimal sebagai guru. Tujuan Induksi Masyarakat Pendidik adalah memberi pengetahuan sekaligus pembekalan dan pendampingan kepada masyarakat local tentang 4 kompetensi yang harus dimiliki oleh guru (Kepribadian, Pedagogik, Profesional dan Sosial) sekaligus mengatasi ketidak hadiran guru di sekolah.
Dengan demikian diharapkan masyarakat dapat
melaksanakan tanggung jawabnya
secara
sukarela sebagai guru
professional di sekolah untuk mengatasi ketidak hadiran pada Daerah 3 T. Manfaat yang diperoleh dari kegiatan ini adalah : 1. Bagi Peserta Didik . Peserta didik dapat melaksanakan proses belajar secara optimal melalui bimbingan serta motivasi dari masyarakat pendidik sebagai guru.
2. Bagi
Masyarakat
Pendidik.
Masyarakat
Pendidik
memiliki
pengetahuan dan ketrampilan mendidik dan mengajar setara dengan jabatan guru yang diharapkan oleh peserta didik dan pemerintah. 3. Bagi Sekolah. Sekolah dapat berjalan secara optimal terutama Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tanpa kekurangan guru. Kelaskelas kosong dapat teratasi. 4. Bagi Pemerintah. Pemerintah memiliki masyarakat pendidik yang dapat membantu pemerataan proses layanan pendidikan di daerahdaerah Tertinggal, Terpencil dan Terjauh agar setara dengan daerah kota.
MASALAH
Rendahnya pembelajaran
mutu
lulusan
sebagai
indicator
rendahnya
mutu
adalah masalah yang selalu dihadapi oleh masyarakat
terutama peserta didik daerah 3 T. Disisi lain daerah 3 T memiliki masyarakat local atau aparat pemerintah sebagai sumber daya manusia bahkan kekuatan daerah yang dapat difungsikan sebagai tenaga pendidik. Hasil supervise pengawas sekolah setiap tahun sejak Tahun 2007 hingga
September Tahun 2016 pada sekolah-sekolah di daerah 3 T
Kabupaten Nabire Papua yang terdiri dari Distrik Siriwo, Wapoga, Napan, Moora, Teluk Umar, Uwapa, Yaro dan Yaur ditemukan 90% kelas kosong tanpa kehadiran guru. Bahkan tahun 2013 di beberapa Sekolah tidak terlihat adanya Kegiatan Belajar Mengajar yaitu sekolah dalam kondisi kosong tanpa kepala sekolah, guru bahkan peserta didik. Disamping ketidak hadiran guru pada beberapa sekolah , pemahaman terhadap 4 (empat) kompetensi guru juga sangat rendah yang ditunjukan dengan “prinsip asal mengajar” tanpa persiapan dan dasar sebagai pendidik. Pemanfaatan masyarakat local dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah selayaknya dibekali tentang
dengan pemahaman dan pengetahuan
kompetensi guru agar kegiatan belajar mengajar mampu
menciptakan pembelajaran yang bermutu.
PEMBAHASAN DAN SOLUSI
Pembelajaran adalah proses aktif peserta didik yang mengembangkan potensi dirinya (Dananjaya, 2013). Sedangkan dalam UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses interaksi antara pendidik dan peserta didik menjadi sangat penting dalam pembelajaran karena tanpa adanya interaksi edukatif proses pembelajaran tidak akan efektif.. A. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Mutu Pembelajaran Daerah 3 T. Secara sederhana kemampuan yang harus dimiliki oleh guru yaitu kemampuan merencanakan pembelajaran, proses pembelajaran serta evaluasi pembelajaran. Bahkan menurut Susilo (2007 : 97) bahwa untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas tentunya dibutuhkan komponenkomponen yang berkualitas dan memadai. Salah satunya adalah guru yang professional. Menurut Suyanto dan Jihad. (2013 : 21)
seorang guru yang
memiliki profesionalisme tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmennya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas professional berbagai cara dan strategi. Ia akan selalu mengembangkan dirinya sesuai dengan
tuntutan
perkembangan
zaman
sehingga
keberadaannya
senantiasa memberikan makna professional. Sosok guru professional inilah yang tidak ditemukan di daerah 3 T bahkan di pinggiran maupun di kota khususnya Kabupaten Nabire. Guru mengajar tanpa perangkat adalah hal biasa yang sering ditemukan. Penilaian perangkat ajar guru rata-rata tahun 2013 adalah 33, artinya jauh
dari nilai standar minimal 75. Bahkan untuk daerah 3 T sama sekali guru tidak membuat perangkat ajar. Selain tanpa perangkat, kondisi lain yang sering ditemukan adalah waktu belajar yang pendek yaitu masuk jam 8 dan jam 10 sekolah sudah kosong, metode ajar konvensional, serta penampilan guru yang urakan yaitu berambut gimbal, menggunakan sandal, baju tidak dikancing penuh bahkan mengajar sambil merokok. , Hal ini seperti yang diungkapkan Shoimin (2013 : 92) bahwa ditemukan beberapa penyakit yang bersarang pada diri guru sehingga guru tersebut tidak
professional
dalam
melaksanakan
tugas
dan
kewajibannya.
Beberapa penyakit menurut Shoimin tersebut antara lain Asma (asal masuk), Kudis (kurang disiplin), Hipertensi (Hilang perhatian terhadap nasib siswa), Kurap (kurang rapi) dan Kusta (Kurang Strategi). B. Masyarakat Pendidik Masyarakat dalam UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, adalah kelompok Warga Negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan. Perhatian dan peranan masyarakat dalam bidang pendidikan bukan hanya secara materi tetapi juga tanggung jawab moral terutama pada proses pembelajaran. Sedangkan masyarakat pendidik adalah masyarakat dalam artian diatas yang
mau
secara sukarela untuk menjadi guru pada
sekolah-sekolah di Distrik-distrik 3 T bahkan pinggiran. Masyarakat pendidik berasal dari
masyarakat yang bertempat
tinggal di sekitar sekolah dari kalangan pegawai negeri, swasta, petani maupun masyarakat biasa dengan tingkat pendidikan yang beragam. Kehadiran masyarakat pendidik di beberapa sekolah sangat membantu proses pembelajaran untuk mengatasi ketidak hadiran guru dalam kelas. C. Induksi Masyarakat Pendidik dan Peningkatan Mutu Pembelajaran.
Program Induksi Masyarakat Pendidik (PIMP) adalah adopsi dari Program Induksi Guru Pemula (PIGP) yaitu program nasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui Permendiknas no 27 tahun 2010. PIGP meliputi
kegiatan orientasi, pelatihan ditempat kerja,
pengembangan , dan praktik pemecahan berbagai permasalahan dalam proses pembelajaran/bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan
oleh
pemerintah,
pemerintah
daerah
atau
masyarakat (Kemdikbud, 2012). Berdasarkan uraian diatas maka PIMP
merupakan kegiatan
pembimbingan bagi masyarakat yang mau menjadi guru secara sukarela agar dapat melaksanakan tugasnya sebagai guru dengan baik. Melalui PIMP masyarakat akan memahami kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru karena guru bukan saja sosok yang bisa dicontoh serta diteladani oleh peserta didik tetapi juga masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Usman (1995 : 7) bahwa tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua.
Bahkan
ditambahkan
bahwa
bila
seorang
guru
dalam
penampilannya sudah tidak menarik, maka kegagalan pertama adalah ia tidak dapat menanam benih pengajarannya itu kepada para siswanya, Para siswa akan enggan menghadapi guru yang tidak menarik. . Oleh karena itu diharapkan melalui PIMP terbentuk masyarakat pendidik dengan kepribadian yang kuat serta kompetensi social yang diakui oleh masyarakat, dapat mentransfer ilmu dan menjadi pendidik yang disegani. Seperti pendapat Suyanto dan Jihad (2013 : 21) bahwa seorang guru yang memiliki profesionalisme tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmennya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas professional melalui berbagai cara dan strategi.
.
SOLUSI
Upaya peningkatan
mutu pembelajaran di daerah 3 T
untuk
mengatasi ketidak hadiran guru melalui peningkatan kompetensi masyarakat pendidik menjadi gruu professional adalah melalui Program Induksi Masyarakat Pendidik yaitu dengan langkah-langkah : A. Persiapan Persiapan yang dilakukan sehubungan dengan kegiatan Program Induksi Masyarakat Pendidik adalah: 1. Inventarisasi kebutuhan guru di Distrik/Kecamatan daerah 3 T. 2. Pengumuman dan pendaftaran bagi masyarakat untuk menjadi guru sukarela dan mau mengikuti Program Induksi Masyarakat Pendidik 3. Persiapan adminitrasi kegiatan pembimbingan termasuk biodata peserta, format-format perangkat ajar dan panduan serta materi pembinaan. 4. Penunjukan nara sumber dan pengawas pendamping. 5. Penyusunan time schedule kegiatan. B. Penguatan. Penguatan bagi masyarakat pendidik diberikan melalui
workshop
dengan materi Kompetensi Guru, Guru di abad Milenium, Metode belajar aktif dan kreatif serta perangkat mengajar guru. Kegiatan dilaksanakan selama 3 hari seperti yang sering dilakukan pengawas Kabupaten Nabire dalam tugas ke daerah 3 T. Masyarakat pendidik yang umumnya tidak berlatar belakang sarjana pendidikan bahkan hanya lulusan SMA/SMK sangat antusias mengikuti seluruh rangkaian kegiatan. Pada akhir
kegiatan, masyarakat pendidik wajib mengumpul perangkat ajar yang akan digunakan pada pertemuan berikutnya. Umumnya kegiatan dikuti oleh anggota Polri, Petugas Kesehatan, Tokoh Agama, tokoh masyarakat, Pegawai Distrik bahkan LSM peduli lingkunngan maupun ibu rumah tangga dan pemuda pemudi yang ingin mengabdi bagi peningkatan mutu pendidikan di daerahnya. C. Pelaksanaan Pembimbingan Bimbingan diberikan secara individu kepada masyarakat pendidik meliputi
perencanaan,
pelaksanaan
dan
penilaian
hasil
proses
pembelajaran. Bimbingan dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dengan cara memberi motivasi tentang pentingnya tugas guru; serta perencanaan
pembelajaran/pembimbingan,
pelaksanaan
pembelajaran/pembimbingan dan penilaian hasil belajar/bimbingan siswa. Selanjutnya pembimbingan dilakukan dengan observasi pembelajaran oleh pembimbing sekurang-kurangnya satu kali setiap bulan pada masa pelaksanaan program induksi dari bulan kedua sampai dengan bulan kesembilan. D. Penilaian 1) Metode Penilaian Penilaian
masyarakat
pendidik
merupakan
penilaian
kinerja
berdasarkan elemen kompetensi guru: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Keempat kompetensi dinilai melalui observasi pembelajaran/pembimbingan serta observasi terhadap penampilan serta etika yang bersangkuta. Deskripsi hasil penilaian menjadi masukan atau umpan balik untuk perbaikan pada.pelaksanaan pembelajaran dan pembimbingan berikunya. Penilaian dan Lembar Hasil Penilaian: Penilaian kinerja dilakukan dengan menggunakan Lembar Hasil Penilaian Kinerja Guru Pemula (Format LHPK).
Hasil skor akhir selanjutnya dimasukkan dalam kriteria sebagai berikut: 91 - 100 = Amat Baik 76 – 90 = Baik 61 – 75 = Cukup 51 – 60 = Sedang 50 = Kurang 2) Proses Penilaian Tahap Pertama Penilaian tahap ini dilakukan oleh pembimbing melalui observasi pembelajaran/pembimbingan dan observasi kegiatan yang menjadi beban kerja masyarakat pendidik, dilaksanakan sekurangkurangnya satu kali dalam setiap bulan selama masa penilaian tahap pertama. Tujuan penilaian tahap pertama ini adalah untuk mengidentifikasi bagian-bagian yang perlu dikembangkan, memberikan umpan balik secara regular dan memberikan saran perbaikan dengan melakukan diskusi secara terbuka. 3) Proses Penilaian Tahap Kedua Penilaian tahap kedua dilaksanakan pada bulan kesepuluh sampai dengan bulan kesebelas berupa observai pembelajaran/pembimbingan dilanjutkan dengan ulasan dan masukan oleh pengawas yang mengarah pada peningkatan kompetensi dalam pembelajaran/pembimbingan. 4) Rekomendasi Hasil Penilaian Mayarakat pendidik yang telah menyelesaikan program induksi dengan nilai kinerja paling kurang kategori Baik akan diberi sertifikat sebagai bukti layak untuk menjadi guru sehingga dapat dimanfaatkan oleh sekolah atau pemerintah dalam mengatasi ketidak hadiran guru tetapi tidak mutlak untuk diangkat menjadi seorang guru.
KESIMPULAN DAN HARAPAN
A. Kesimpulan
1. Anak usia sekolah di daerah 3 T berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sedangkan kondisi riil menunjukan bahwa Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tidak optimal bahkan tidak ada sama sekali karena ketidak hadiran guru. Akibat KBM yang tidak maksimal, mutu lulusan pendidikan daerah 3 T rendah sebagai contoh dua peserta didik baru SMK Petra tahun 2016/2017 tidak lancar membaca.. 2. Untuk meningkatkan mutu pendidikan di daerah 3 T terutama mutu lulusan dibutuhkan guru professional yang dapat melaksanakan pembelajaran yang bermutu. 3. Kehadiran masyarakat pendidik dalam kelas untuk mengatasi ketidak hadiran guru perlu dibekali dengan pengetahuan kompetensi guru agar tidak asal masuk kelas dan benar-benar bisa menjadi sosok yang berkepribadian kuat dan menjadi pendidik yang disegani. 4. Melalui Program Induksi Masyarakat Pendidik (PIMP) akan diperoleh guru professional dibarengi dengan peningkatan mutu pembelajaran di daerah 3 T. B. Harapan Melalui Program PIMP diharapkan tidak ada ketimpangan mutu pembelajaran dan mutu lulusan di seluruh wilayah Nusantara.
DAFTAR PUSTAKA
http://harrychanz.blogspot.co.id/2012/03/kualitas-pembelajaran-mutu.html Kemdikbud, (2012). Strategi Pendampingan Program Induksi Guru Pemula. ). Bahan Ajar Diklat Supervisi Pengawas Sekolah. P2TK. BPSDMPKPMP. Jakarta. Shoimin Aris, 2013. Excellent Teacher. Meningkatkan Profesionalisme Guru Pasca Sertifikasi. Penerbit Dahara Semarang. Susilo Joko, 2007. Pembodohan Siswa tersistematis. Penerbit Pinus Jogjakarta. Suyanto dan Jihad Asep, 2013. Menjadi Guru Profesional. Strategi meningkatkan kualifikasi Guru di Era Global. Penerbit Erlangga. Jakarta. Undang-Undang Republik IndonesiaI NO 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta Usman User Moh, 1995. Menjadi Guru Profesional. Penerbit PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Lampiran
Perjalanan laut ke Distrik Napan dan Darat ke Distrik Yaro di daerah 3 T
Sekolah tanpa KBM dan sekolah tanpa Kepala Sekolah, Guru dan Peserta didik
Penguatan bagi Guru dan Masyarakat pendidik di Distrik Napan dan Distrik Mora