INDUKSI HORMONAL, PENAMBAHAN SPIRULINA DAN KUNYIT DALAM PAKAN UNTUK MENINGKATKAN KINERJA REPRODUKSI IKAN TENGADAK Barbonymus schwanenfeldii
TUTI PUJI LESTARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Induksi Hormonal, Penambahan Spirulina dan Kunyit dalam Pakan untuk Meningkatkan Kinerja Reproduksi Ikan Tengadak Barbonymus schwanenfeldii adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2016 Tuti puji lestari NIM C151130171
RINGKASAN TUTI PUJI LESTARI. Induksi Hormonal, Penambahan Spirulina dan Kunyit dalam Pakan untuk Meningkatkan Kinerja Reproduksi Ikan Tengadak Barbonymus schwanenfeldii. Dibimbing oleh AGUS OMAN SUDRAJAT dan TATAG BUDIARDI. Ikan tengadak Barbonymus schwanenfeldii merupakan jenis ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis. Budidaya ikan tengadak mulai dikembangkan pada tahun 2010 tetapi masih kesulitan dalam pengadaan benih apalagi diluar musim pemijahan. Hal ini disebabkan pematangan gonad (maturasi) ikan tengadak masih sangat dipengaruhi oleh musim yaitu pada akhir bulan Oktober sampai awal bulan Maret, dan membutuhkan waktu yang lama dalam proses rematurasi yaitu sekitar dua bulan. Agar ketersediaan benih dapat mencukupi kebutuhan kegiatan budidaya sepanjang tahun maka diperlukan upaya manipulasi secara hormonal terhadap pematangan gonad dan ovulasi pemijahan ikan tengadak. Penelitian ini bertujuan untuk menginduksi kematangan gonad ikan tengadak menggunakan hormon, penambahan spirulina dan kunyit dalam pakan untuk meningkatkan kinerja reproduksi. Penelitian terdiri dari dua tahap pertama, tahap induksi maturasi untuk mengetahui peran kombinasi Spirulina platensis dan tepung kunyit yang ditambahkan dalam pakan dan penyuntikan Oodev yang merupakan premix hormon Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) + anti dopamin (AD) terhadap proses maturasi dan rematurasi ikan tengadak. Kedua mengetahui peran kombinasi Ovaprim (Leutinizing Hormone Releasing Hormoneanalogue (LHRHa) + AD), Spawnprim (aromatase inhibitor (AI) + oksitosin + LHRHa + prostaglandin F2α (PGF2α) + AD) terhadap proses ovulasi dan pemijahan ikan tengadak. Penelitian tahap pertama induksi maturasi dan rematurasi ikan tengadak, menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dua faktor (pakan dan hormon) dengan 12 kombinasi perlakuan dan lima ulangan, berupa ulangan individu. Faktor pakan terdiri dari empat jenis pakan yaitu: pakan kontrol (KT), pakan ditambah tepung kunyit 3 %.kg-1 (KN), pakan ditambah tepung spirulina 3 %.kg-1 (SP) dan kombinasi kunyit 3 %.kg-1 dengan tepung spirulina 3 %.kg-1 (SK). Faktor hormon terdiri dari tiga dosis Oodev (mL.kg-1induk) yaitu: 0,0 (1), 0,25 (2) dan 0,50 (3). Ikan yang digunakan sebanyak 60 ekor ikan betina dengan bobot 150400 g yang berasal dari ikan koleksi Balai Budidaya Ikan Sentral Anjongan (BBIS) Kalimantan Barat. Selama pemeliharaan ikan diberi pakan dua kali sehari (pukul 07.00 dan 17.00) secara at satiation selama 14 minggu. Sedangkan penyuntikan Oodev dilakukan secara intra muscular setiap dua minggu sekali. Penelitian tahap kedua induksi ovulasi dan pemijahan ikan tengadak menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan kombinasi hormon yaitu LHRHa + AD (LA/Ovaprim), AI + oksitosin + LHRHa + PGF 2α + AD (AOP/Spawnprim), (NaCl 0.9%) (KT/larutan fisiologi). Ikan yang digunakan merupakan induk matang gonad yang berasal dari penelitian tahap pertama dan ikan jantan dengan bobot berkisar 150-200 g.ekor-1 sebanyak lima ekor per perlakuan. Penyuntikan dilakukan secara intra muscular dan diberikan satu kali penyuntikan.
Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa penambahan kombinasi suplemen dalam pakan dan penyuntikan Oodev dapat mempercepat waktu pematangan gonad, meningkatkan tingkat kematangan gonad serta meningkatkan jumlah induk matang gonad, nilai indeks gonadosomatik (IGS), indeks hepatosomatik (IHS), diameter telur, konsentrasi plasma 17β-estradiol, progesteron, dan spawned eggs. Induk mencapai matang gonad 40-100% terjadi pada dua minggu pertama. Jumlah induk matang gonad sempurna 100% tercapai dalam periode waktu 4-9 minggu. Pada tahap maturasi nilai konsentrasi 17βestradiol tertinggi pada SK.3 (493,91 pg.mL-1) dan SP.3 (484,51 pg.mL-1), tahap rematurasi SP.3 (445,60 pg.mL-1), SP.2 (439,06 pg.mL-1) dan SK.3 (411,85 pg.mL-1). Konsentrasi progesteron tertinggi pada perlakuan SP.3 (214 pg.mL-1), nilai IGS tertinggi SK.3 (12,39%), nilai IHS berkisar antara 1,67-2,34%, nilai spawned eggs berdasarkan tahap maturasi berkisar 9141-20630 butir.g-1 dan rematurasi 6086-12913 butir.g-1. Berdasarkan jenis suplemen yang diberikan, spawned eggs tertinggi pada perlakuan SK sebanyak 57344±21971 butir.g-1 dan dosis penyuntikan hormon tertinggi pada 0,50 mL.kg-1 sebanyak 64474±12529 butir.g-1. Hasil pada tahap kedua induksi ovulasi dan pemijahan menunjukkan bahwa induksi hormon pada ikan tengadak dapat meningkatkan nilai spawned eggs, fertilisasi, hatching rate, abnormalitas dan survival rate serta menghasilkan induk tengadak yang dapat memijah secara semi alami. Nilai fertilisasi, hatching rate, abnormalitas tertinggi pada perlakuan Spawnprim. Nilai fertilisasi 77,30±8,38, hatcing rate 79,58±0,64b, abnormalitas 7,46±0,99b, survival rate 76,56±2,40b dan pemijahan dilakukan secara semi alami. Pada parameter spawned eggs nilai tertinggi pada perlakuan ovaprim 7597±1073 butir.g-1, sedangkan pada perlakuan kontrol tidak terdapat induk yang ovulasi. Pemberian suplemen spirulina 3%.kg-1 dan tepung kunyit 3%.kg-1 dalam pakan yang dikombinasi penyuntikan hormon Oodev dengan dosis 0,50 mL.kg-1 induk pada tahap maturasi dan rematurasi dapat menginduksi 2,2 kali lebih cepat dibandingkan penyuntikan dengan dosis 0-0,25 mL.kg-1 serta dapat meningkatkan kinerja reproduksi ikan tengadak diluar musim pemijahan dalam masa pemeliharaan 4-14 minggu. Kemudian pada tahap ovulasi dan pemijahan induksi Spawnprim dapat menginduksi pemijahan semi alami dan menghasilkan kinerja lebih baik pada parameter hatching rate, abnormalitas dan survival rate. Kata kunci: Barbonymus schwanenfeldii, Curcuma longa, maturasi, Oodev, Ovaprim, ovulasi, pemijahan, rematurasi, Spawnprim, Spirulina platensis
SUMMARY TUTI PUJI LESTARI. Hormonally induce, spirulina and turmeric dietary additions to improved reproduction performance of tinfoil barb Barbonymus schwanenfeldii. Supervised by AGUS OMAN SUDRAJAT and TATAG BUDIARDI. Tinfoil barb (Barbonymus schwanenfeldii) is the one of freshwater aquaculture species which is high of economical value. It’s developed since 2010 but till now are difficult to fulfill juvenile supplies out of spawning season. This is due to tinfoil barb gonadal maturation strongly influenced by the season which is from late October to early March, but it usually takes a long time for maturation process at least for two months. In order to provide the availability of juveniles for aquaculture activities through the years, it’s need an effort by hormonal manipulation of tinfoil barb gonadal maturation and spawning ovulation. This research aimed to induced a gonadal maturations of tinfoil barb hormonally, spirulina and turmeric dietary additions to increased reproduction performance. The study consisted of two stage: first, the induction stage of maturation was aimed to determined the role of nutrients in Spirulina platensis and turmeric powder combination in diet and Oodev, injection hormone premix (containing PMSG and anti dopamine) which Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) + anti dopamine (AD) hormone premix at maturation process for tinfoil barb rematuration. Second, was to determined the role of combination of Ovaprim (Leutinizing Hormone Releasing Hormone-analogue (LHRHa) + AD), Spawnprim (aromatase inhibitor (AI) + oxytocin + LHRHa + prostaglandin F2 α (PGF2α) + AD) in tinfoil barb ovulation process and spawning induction. The first stage of the study, use two factors Randomized Block Design (RBD) consists of 12 treatment with five individual as replication. Treatment diets were four types: control diet, diet with 3%.kg-1 of turmeric meal supplementation, diet with 3%.kg-1 spirulina supplementation and combination supplementation of 3%.kg-1 turmeric and 3%.kg-1 spirulina meal. The hormonal factors consist of three Oodev doses were. 0.0 mL.kg-1 broodstock fish (1), 0.25 mL.kg-1 broodstock fish (2) and 0.50 mL.kg-1 broodstock fish (3). The fishes used were 60 female fish with weight 150-400 g from Fish Farming Center for Central Anjongan (FFCC) West Borneo collection. Fish were fed twice a day with at satiation (07.00 am and 17.00 pm) during 14 weeks. While the hormone injection did onced every two weeks by intra muscular. The experiment stage two, ovulation and spawning induction, was designed using Randomized Design (CRD) with three treatment of hormones combination such as LHRHa + AD (LA/Ovaprim), AI + oxytocin + LHRHa + PGF2α + AD (AOP/Spawnprim), NaCl 0.9% (KT/ physiologicalsolution). The fishes that used in this experiment from experiment one, with completed gonadal maturation and the male fish was 150-200 g.fish-1 were used for each treatment. While the hormone injection did onced by intra muscular. The first experiment result showed that treatment with combination of supplement adding in fish diet and Oodev injections could speed up gonadal maturations timing, maturity stage of gonadal and increased the number of matured broodfish, gonadosomatic index value (GSI), hepatosomatic index (HSI),
eggs diameter, plasma concentration of 17β-estradiol, progesterone, and spawned eggs. Broodfish mature gonads reaches 40-100% occurred in the first two weeks. Total mature gonads broodfish 100% reached of 4-9 weeks. The value of the highest 17β-estradiol concentrations at maturation phase was SK.3 493.91 pg.mL1 and SP.3 484.51 pg.mL-1 stage rematuration SP.3 (445.60 pg.mL-1), SP.2 (439.06 pg.mL-1) and SK.3 (411.85 pg.mL-1). The highest concentration of progesterone in the treatment of SP.3 214 pg.mL-1, the highest GSI value SK.3 12.39%, HSI values ranges between 1.67-2.34%, the of spawned eggs value by maturation stage ranging from 9141-20630 eggs.g-1 and rematuration ranging from 6086-12913 eggs.g-1. While based on the type of supplement given, the highest spawned eggs in the treatment of SK 57344 ± 21971 eggs.g-1 and at the highest dose of hormone injections is 0.50 mL.kg-1 as much as 64474±12529 eggs.g-1. The second experiment result showed that hormonally induction should be increase the of spawned eggs, fertilization, hatching rate, abnormality and the survival rate, and also induced the fish spawn as semi-natural spawning. The highest fertilization, hatching rate and abnormalities get from Spawnprime treatmen fertilization value is 77.30±8.38, hatching rate is 79.58±0.64, abnormalities is 7.46±0.99, the survival rate is 76.56±2.40 with semi-natural spawning. Mean while at the other parameter swith Ovaprime treatment showed the highest results for eggs spawned 7597±1073 eggs.g-1. While in control treatment there are no ovulation. In conclution, 3%.kg-1 spirulina and 3%.kg-1 turmeric powder supplementation in dietary with injection hormone combined as dose of 0.50 mL.kg-1 Oodev for maturation and rematuration stage of broodfish may induced 2.2 times faster than injection at dose of 0-0.25 mL.kg-1. That combinations was also could improve the reproductive performance of tinfoil barb outside of spawning season in 4-14 week of rearing period. The result of the seconds experiment showed that Spawnprime could be induce semi-natural spawning for better performance to others parameters of hatching rate, abnormality and the survival rate. Keywords:
Barbonymus schwanenfeldii, Curcuma longa, maturation, Oodev, Ovaprim, ovulation, rematuration, spawning, Spawnprim, Spirulina platensis
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
INDUKSI HORMONAL, PENAMBAHAN SPIRULINA DAN KUNYIT DALAM PAKAN UNTUK MENINGKATKAN KINERJA REPRODUKSI IKAN TENGADAK Barbonymus schwanenfeldii
TUTI PUJI LESTARI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Daniel Djokosetiyanto, DEA
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini berjudul Induksi Hormonal, Penambahan Spirulina dan Kunyit dalam Pakan untuk Meningkatkan Kinerja Reproduksi Ikan Tengadak Barbonymus schwanenfeldii dan karya ilmiah dengan judul yang sama telah submit pada Jurnal Iktiologi Indonesia. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Agus Oman Sudrajat, MSc dan Bapak Dr Ir Tatag Budiardi, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran, arahan dan bimbingannya. Terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Daniel Djokosetiyanto, DEA sebagai dosen penguji tamu dan dan Ibu Dr Ir Widanarni, MSi sebagai komisi program studi yang telah memberikan saran dalam ujian sidang tesis. Penghargaan penulis sampaikan atas bantuan dana pendidikan magister yang diperoleh dari Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN), Direktorat Jendral PendidikanTinggi, serta kepada Bapak Donatus, SPi dan staf Balai Budidaya Ikan Sentral (BBIS) Anjongan Kalimantan Barat, yang telah mengijinkan dan menyediakan tempat penelitian bagi penulis. Selanjutnya kepada seluruh dosen dan segenap pegawai Departemen Budidaya Perairan atas bimbingan, dukungan dan bantuannya. Ungkapan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua yang saya cintai Bapak Alm. Suparyo dan Alm. Ibu Nur Umi Kulsum. Terimakasih untuk mas Sugi, kang Agus, kang Dodo, mba Ning, Asih, Ay, dan mba Kus tersayang yang telah menjadi pelindung dan selalu memberikan do’a, kasih sayang perhatian, dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan studi S2 ini, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terimakasih juga untuk teman seperjuangan, senasib dan sepenanggungan yang sudah menjadi keluarga kedua Yacha, Ibonk, Rina, Wiwik, Tira, Tiara, Aisyah, Sophi, Ika, Windu, Radhi, Herja, Cwui, Erni, Rudi, Sopian, Andre, Fahrul dan Kak Mutha ibu hebat yang menginspirasi serta teman-teman Pascasarjana Ilmu Akuakultur 2013 atas kebersamaan, bantuan tenaga, fikiran dalam studi maupun penyelesaian penulisan tesis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2016 Tuti Puji Lestari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis
1 1 3 3 3 4
2 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Prosedur Penelitian Tahap Satu: Maturasi dan Rematurasi Parameter Penelitian Analisis Data Tahap Dua: Induksi Ovulasi dan Pemijahan Parameter Penelitian Analisis Data
4 4 4 5 6 8 8 9 10
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tahap Satu: Induksi Maturasi dan Rematurasi Tahap Dua: Induksi Ovulasi dan Pemijahan Pembahasan
10 10 10 23 26
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
30 30 30
DAFTAR PUSTAKA
30
LAMPIRAN
34
RIWAYAT HIDUP
40
DAFTAR TABEL 1. Perlakuan induksi maturasi dan rematurasi ikan tengadak 2. Proksimat (% bobot kering) pakan yang diberi suplemen (tepung spirulina dan tepung kunyit) 3. Presentase tingkat dan waktu maturasi ikan tengadak yang diberi perlakuan kombinasi penambahan suplemen dan induksi hormon Oodev selama masa pemeliharaan 4. Prensentase tingkat dan waktu rematurasi ikan tengadak yang diberi perlakuan kombinasi penambahan suplemen dan induksi Oodev selama masa pemeliharaan 5. Pertambahan bobot induk tengadak selama masa pemeliharaan 6. Rata-rata SE ikan tengadak selama masa pemeliharaan 7. Spawned eggs ikan tengadak berdasarkan jenis pakan dan dosis Oodev tahap maturasi selama masa pemeliharaan 8. Performa reproduksi berdasarkan nilai rata-rata SE, FR, HR, Abn, SR larva ikan tengadak selama masa pemeliharaan 9. Nilai rata-rata SE, FR, HR, Abn, SR larva ikan tengadak pada pemijahan pertama 10. Nilai rata-rata SE, FR, HR, Abn, SR larva ikan tengadak pada pemijahan kedua 11. Nilai rata-rata SE, FR, HR, Abn, SR larva ikan tengadak pada pemijahan ketiga 12. Rata-rata diameter telur ikan tengadak selama masa pemeliharaan 13. Nilai rata-rata SE, FR, HR, Abn, SR larva ikan tengadak selama delapan hari dan keberhasilan pemijahan 14. Kisaran nilai kualitas air pada saat maturasi, rematurasi, ovulasi, pemijahan, penetasan dan perawatan larva ikan tengadak
4 6
11
12 15 18 18 19 20 20 21 23 24 26
DAFTAR GAMBAR 1. A. Gambar ikan betina dan B. Gambar ikan jantan 2. Konsentrasi plasma 17 β-estradiol ikan tengadak 3. Konsentrasi plasma progesteron ikan tengadak 4. Nilai indeks gonadosomatik ikan tengadak 5. Nilai indeks hepatosomatik ikan tengadak 6. Histologi perkembangan gonad ikan tengadak 7. Histologi hati ikan tengadak 8. Rata-rata diameter telur ikan tengadak selama masa pemeliharaan 9. Tahapan embriogenesis ikan tengadak
5 13 13 14 15 16 17 22 25
DAFTAR LAMPIRAN 1. Pembuatan pakan uji tahap maturasi dan rematurasi 2. Prosedur kerja tahap ovulasi dan pemijahan ikan tengadak 3. Ciri-ciri abnormalitas larva ikan tengadak 4. Sebaran diameter telur ikan tengadak selama masa pemeliharaan
34 35 35 36
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan tengadak merupakan jenis ikan air tawar yang termasuk dalam famili Cyprinidae, genus Barbonymus, spesies Barbonymus schwanenfeldii Bleeker, 1853 dan merupakan salah satu spesies endemik yang berasal dari Kalimantan Barat (Huwoyono et al. 2010). Ikan ini merupakan salah satu komoditas perikanan potensial yang mempunyai nilai ekonomis penting dengan harga jual berkisar Rp.70.000-Rp.75.000/kg. Budidaya ikan tengadak mulai dikembangkan pada tahun 2010, akan tetapi masih sangat sulit dalam pengadaan benih diluar musim pemijahan karena pematangan gonadnya (maturasi) sangat dipengaruhi oleh musim pemijahan yaitu pada akhir bulan Oktober sampai dengan awal bulan Maret (musim penghujan). Selain itu, proses rematurasi setelah pemijahan pada ikan ini membutuhkan waktu cukup lama yaitu kurang lebih dua bulan, oleh karena itu, perlu dilakukan kajian untuk mempercepat proses maturasi, rematurasi, ovulasi dan pemijahan ikan tengadak untuk mendukung penyediaan benih pada kegiatan budidaya. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi reproduksi ikan sangat kompleks seperti hujan, perubahan suhu, substrat, petrichor dan kombinasi dari faktor-faktor lainya (Zairin 2003). Kesesuaian sinyal-sinyal lingkungan tersebut akan direspon oleh ikan melalui regulasi hormonal yang terhubung antara otakhipotalamus-pituitari dan gonad. Sinyal lingkungan akan diterima oleh sistem saraf pusat (otak) dan diteruskan ke hipotalamus. Hipotalamus merespon dengan melepaskan hormon Gonadotropin-Releasing Hormon (GnRH) dan dopamine. Dopamin yang bekerja pada kelenjar hipofisa akan menghambat GnRH. Kemudian, hormon gonadotropin Follicle-Stimulating Hormon (FSH) dan Luteinizing-Hormone (LH) yang bekerja pada organ target gonad. FSH merangsang proses vitelogenesis sedangkan LH akan merangsang proses maturasi hingga ovulasi (Sudrajat 2010). Berdasarkan hal tersebut, maka induksi secara hormonal merupakan salah satu cara untuk mempercepat proses maturasi, ovulasi dan pemijahan pada tengadak. Induksi maturasi telah dilakukan oleh Nagahama et al. (1991) menggunakan Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) yang dicobakan pada ikan medaka Oryzias latipes secara in vitro dengan dosis 100 IU.mL-1 dapat memacu produksi 17β-estradiol oleh folikel. Penggunaan Oodev yang merupakan premix hormon PMSG dan anti dopamin (AD) oleh Farastuti (2014) sebanyak 1 mL.kg-1 dapat mempercepat tingkat kematangan gonad ikan tor dan induksi aromatase inhibitor (AI) + oksitosin dapat memberikan pengaruh yang nyata pada proses ovulasi serta pemijahan ikan tor secara semi alami. Kemudian dilaporkan bahwa induksi PMSG (20 IU) + AD (10 ppm) memberikan pengaruh positif pada nilai indeks gonadosomatik (IGS) sebesar 100% dan mempercepat perkembangan gonad belut hingga tingkat kematangan gonad (TKG) IV dengan diameter telur 3,19 mm (Putra 2013). PMSG merupakan hormon sintetis glikoprotein yang disekresikan dari sel-sel tropoblas kuda yang didalamnya mengandung FSH dan LH (Moore dan Ward 1980), berfungsi dalam proses pematangan gonad dan perkembangan folikel untuk mencapai ukuran pematangan akhir hingga siap
2 untuk diovulasikan. Anti dopami merupakan bahan kimia yang menghambat kerja dopamin sehingga dapat meningkatkan sekresi GnRH. Selain faktor hormonal, faktorlain yang berperan penting dalam menentukan keberhasilan reproduksi dan kelangsungan hidup benih yang dihasilkan adalah nutrisi yang diberikan ke induk (Izquierdo et al. 2001). Telah dilaporkan bahwa suplemen yang dapat digunakan untuk memperbaiki kinerja reproduksi ikan adalah Spirulina platensis dan Curcuma longa. Spirulina memiliki kandungan protein sebesar 60-70%, vitamin B1, B2, E, asam amino esensial, mineral dan asam lemak esensial seperti gamma-linolenic acid (GLA), alpha‒linolenic acid (ALA), linoleic acid (LA), dan arachidonic acid (ARA), stearidonic acid (SDA), eicosapentaeonic acid (EPA), dan docosahexaenoic acid (DHA) (Takeuchi et al. 2002; Giovanni et al. 2005; Diraman et al. 2009; Rahmatia 2013). Asam-asam lemak esensial tersebut akan mempengaruhi metabolisme, pematangan gonad dan steroidogenesis (Izquierdo et al. 2001). Kemudian Curcuma longa mengandung curcumin, minyak atsiri, vitamin B1, B2, B6, B12, vitamin E, fitosterol, asam lemak dan karoten. Curcumin bersifat fitoestrogen dan hepatoprotektor dari golongan flavonoid yang mampu berperan sebagai estrogen yang dapat menstimulasi hati untuk mensintesis vitelogenin (Ravindran et al. 2007; Saraswati 2013). Penambahan S. platensis 2% pada pakan dan penyuntikan PMSG + AD 10% dapat meningkatkan hasil reproduksi ikan nila sebesar 300% tanpa menurunkan kualitas (komposisi kimia) telur dan larva (Rahmatia 2013). Selain itu penggunaan Oodev dengan dosis 15 IU.kg-1 bobot tubuh dan pakan yang mengandung S. platensis sebanyak 3% dapat meningkatkan kadar estradiol sebesar 621μg.mL-1 (Nainggolan et al. 2014). Penambahan bubuk kunyit pada pakan burung puyuh jepang Cortunix cortunix japonica sebanyak 54 mg.ekor1 .hari-1 dapat meningkatkan kadar vitelogenin darah, bobot telur awal, indeks kuning telur, selanjutnya dosis 405 mg.ekor-1.hari-1 dapat memperpendek siklus ovulasi 5 jam 35 menit dan meningkatkan fekunditas telur melalui pemberian pakan dengan kadar protein 22,67% yang diberikan sebelum kelamin terbentuk (Saraswati 2013). Pada penelitian ini, selain melakukan induksi maturasi, rematurasi secara hormonal menggunakan Oodev dan penambahan suplemen (Spirulina platensis dan Curcuma longa), juga dilakukan induksi ovulasi dan pemijahan secara hormonal menggunakan Ovaprim (Leutinizing Hormone Releasing Hormoneanalogue (LHRHa) + AD), Spawnprim (aromatase inhibitor (AI) + oksitosin + LHRHa + prostaglandin F2α (PGF2α) + AD) untuk mempercepat ovulasi dan pemijahan. Ankley et al. (2002) melaporkan bahwa aromatase mengandung enzim kompleks yang merupakan anggota dari sitokrom P450. Enzim ini mengkatalisis tahap akhir proses pembentukan estrogen yaitu menghidroksilaksi androstenedion menjadi estron dan testosterone menjadi 17β-estradiol (Sudrajat 2010). Hormon oksitosin merupakan hormon yang terdapat pada mamalia berfungsi merangsang kontraksi kuat pada dinding uterus untuk mempermudah dalam membantu proses kelahiran (Hidayat 2008). Induksi ovulasi dan pemijahan telah dilakukan oleh Mahdaliana (2014), menggunakan AI 50 ppm + oksitosin 1 IU + Ovaprim 0.3 mL + PGF2α 500 μg pada ikan patin dapat menghasilkan derajat penetasan sebesar 98,60% dan kelangsungan hidup 99.39%.
3 Berdasarkan uraian tersebut, aplikasi induksi Oodev dan penambahan suplemen dalam pakan diharapkan dapat berpengaruh terhadap aktivitas hormon reproduksi pada ikan tengadak sehingga dapat memacu proses maturasi dan rematurasi, sedangkan induksi kombinasi hormon dapat memberikan pengaruh pada proses ovulasi dan pemijahan sehingga diharapkan ikan dapat memijah secara semi alami, tidak bergantung pada musim pemijahan dan dapat meningkatkan keberhasilan pemijahan ikan tengadak
Perumusan Masalah Pada tahun 2010, budidaya ikan tengadak sudah mulai dikembangkan tetapi tingkat keberhasilannya masih sangat rendah, dikarenakan sulit dalam pengadaan benih, ovulasi dan pemijahan serta membutuhkan waktu yang cukup lama dalam proses maturai dan rematurasinya. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian untuk mempercepat pematangan gonad, ovulasi dan pemijahan ikan tengadak. Hal tersebut dapat dilakukan melalui manipulasi hormonal dan penambahan suplemen pada pakan ikan tengadak. Hormon yang dapat digunakan untuk mempercepat pematangan gonad adalah Oodev, sedangkan hormon untuk mempercepat ovulasi serta pemijahan adalah kombinasi AI, oksitosin, LHRHa + AD dan PGF 2α kemudian bahan tambahan pakan yang dapat digunakan sebagai suplemen adalah tepung spirulina dan tepung kunyit. Penggabungan hormon dan nutrisi diharapkan dapat mempercepat proses maturasi dan rematurasi, sedangkan penggunaan kombinasi hormon pada pemijahan diharapkan dapat mempercepat proses ovulasi dan pemijahan ikan tengadak secara semi alami, sehingga menghasilkan benih yang berkualitas serta jumlahnya dapat mencukupi kebutuhan pada kegiatan budidaya untuk menjadikan ikan tengadak sebagai salah satu komoditas endemik penting.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi induksi PMSG + AD (Oodev), dan peran nutrient dalam spirulina, tepung kunyit yang ditambahkan dalam pakan tehadap proses maturasi dan rematurasi ikan tengadak Barbonymus schwanenfeldii, serta tipe pemijahan yang dihasilkan, dan juga mengevaluasi peran AI, oksitosin, LHRHa, AD dan PGF 2α (Spawnprim) terhadap induksi ovulasi dan pemijahan ikan tengadak.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu upaya untuk mempercepat proses maturasi, rematurasi, ovulasi dan pemijahan ikan tengadak.
4 Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini yaitu induksi Oodev serta penambahaan spirulina dan kunyit dalam pakan pada penelitian tahap satu dapat mempercepat dan memperbaiki proses vitelogenesis, sehingga dapat mempercepat proses maturasi dan memperbaiki kualitas telur dan larva. Penyuntikan kombinasi hormon LHRHa + AD dan AI + oksitosin + LHRHa + AD + PGF 2α pada tahap dua dapat mempengaruhi proses pematangan akhir gonad sehingga menginduksi ovulasi dan pemijahan ikan tengadak secara semi alami, serta memperbaiki kualitas benih.
2 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan dari bulan Februari sampai Juni 2015, di Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Anjongan, Jl. Raya Anjongan Mandor km 70 Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap kegiatan yang terdiri dari kegiatan induksi maturasi dan rematurasi gonad serta induksi ovulasi dan pemijahan ikan tengadak
Prosedur Penelitian Rancangan Penelitian Rancangan penelitian induksi maturasi dan rematurasi pada ikan tengadak menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri atas dua faktor sehingga terdapat 12 kombinasi perlakuan dan 5 ulangan, ulangan yang digunakan berupa ulangan individu pada penelitian induksi maturasi. Faktor pertama yaitu perlakuan dosis Oodev dan faktor kedua yaitu kelompok penambahan suplemen dalam pakan yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perlakuan induksi maturasi dan rematurasi ikan tengadak Perlakuan Kelompok Pakan komersil protein 22,02 % (KT) P. komersil protein 22,02 % + tepung kunyit 3% (KN) P. komersil protein 22,02 % + spirulina 3 % (SP) P. K. protein 22,02 % + spirulina 3% + tepung kunyit 3% (SK)
Oodev (0,0 mL.kg-1) (1) KT.1 KN.1
Oodev (0,25 mL.kg1 ) (2) KT.2 KN.2
Oodev (0,5 mL.kg-1) (3) KT.3 KN.3
SP.1
SP.2
SP.3
SK.1
SK.2
SK.3
Rancangan penelitian induksi ovulasi dan pemijahan akhir ikan tengadak menggunakan Rancangan Acak Lengkap berupa kombinasi hormon yang terdiri
5 atas tiga perlakuan dengan menggunakan masing-masing lima ekor ikan tengadak. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut: 1. Perlakuan LHRHa + AD atau Ovaprim (LA). 2. Perlakuan AI + oksitosin + LHRHa + AD + PGF 2α atau Spawnprim (AOP). 3. Perlakuan tanpa hormon atau larutan fisiologis (NaCl 0,9%) (KT)
Tahap Satu: Maturasi dan Rematurasi Persiapan hewan uji Ikan tengadak yang digunakan dalam kegiatan tahap pertama (induksi maturasi dan rematurasi) berupa induk tengadak yang berasal dari Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Anjongan dengan ukuran 15-30 cm dan bobot 150-400 g yang belum matang gonad.
A
B
A Gambar 1. A. Gambar ikan betina dan B. GambarBikan jantan Perkembangan ovari ikan tengadak sebagai indikator tingkat kematangan gonad berdasarkan Setiawan (2007) sebagai berikut: Tingkat I: gonad seperti sepasang benang yang memanjang pada sisi lateral rongga peritoneum bagian depan, berwarna bening dan permukaan licin. Tingkat II: gonad berukuran lebih besar, berwarna putih kekuningan, telur belum bisa dilihat satu persatu. Tingkat III: gonad mengisi hampir setengah rongga peritoneum, telur-telur mulai terlihat dengan mata telanjang berupa butiran halus, gonad berwarna kuning. Tingkat IV:gonad mengisi sebagian besar ruang peritonemun, warna menjadi hijau kecokelatan dan lebih gelap, telur-telur jelas terlihat dengan butiran-butiran yang jauh lebih besar dibandingkan pada tingkat III. Tingkat V: gonad kempis karena telur telah mengalami oviposisi (mijah).
Adaptasi ikan Ikan yang telah diseleksi, terlebih dahulu diadaptasikan di waring pemeliharaan sebelum diberi perlakuan selama kurang lebih satu minggu, untuk menghindari ikan stres sehingga ikan dapat hidup dengan baik di tempat
6 pemeliharaan pada saat percobaan berlangsung. Saat adaptasi ikan tengadak diberi pakan komersil dengan kadar protein 28-30%, sebanyak 3% dari biomassa dengan frekuensi pemberian sebanyak dua kali sehari pada pukul 07.00 dan 17.00. Tagging ikan uji Tagging pada ikan uji dilakukan setelah ikan sudah beradaptasi pada wadah pemeliharaan. Tagging yang digunakan berupa plastik berlebel yang diikat pada sirip punggung ikan sesuai perlakuan. Sebelum ikan ditagging ikan terlebih dahulu dipingsankan menggunakan anastesi MS222 (tricaine melathanesulfonate) dengan dosis 15-30 mg.L-1 (Kathleen 2011), agar tidak menimbulkan stres pada ikan uji. Pemberian tagging bertujuan untuk mempermudah pengontrolan pada saat pemeliharaan berlangsung. Persiapan hormon dan pakan Uji Hormon uji yang digunakan adalah Oodev yang mengandung PMSG dan AD. Oodev 107 inovasi IPB merupakan merek dagang yang dikembangkan oleh Laboratorium Reproduksi dan Genetika Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Pakan uji yang digunakan berupa pakan komersil dengan kandungan protein 28-30%. Pakan tersebut ditepungkan terlebih dahulu, kemudian ditambahkan suplemen berdasarkan perlakuan. Selanjutnya pakan dicetak menjadi pelet dan dikering anginkan hingga kering (Lampiran 1). Hasil proksimat pakan perlakuan dapat dilihat pada (Tabel 2). Tabel 2. Proksimat (% bobot kering) pakan yang diberi suplemen (tepung spirulina dan tepung kunyit) Jenis Pakan
Protein
Lemak
Serat Kasar
Kadar Air
Kadar Abu
BETN
Pakan KT
22,02
9,15
5,96
8,33
10,28
44,25
Pakan KN
22,75
9,52
5,93
7,89
10,63
43,28
Pakan SP
22,37
9,54
5,27
8,56
11,91
42,36
23,77 8,10 6,32 8,70 10,45 42,66 Pakan SK Pakan KT: pakan komersil tanpa penambahan suplemen, pakan KN: pakan komersil + C. longa 3%, pakan SP: pakan komersil + S. platensis 3% dan pakan SK : pakan komersil + C. longa 3% + S. platensis 3%
Pemeliharaan ikan tengadak Ikan tengadak dipelihara dalam waring ukuran 1×1,5×2 m sebanyak empat buah yang dipasang di dalam kolam beton, dengan kepadatan 15 ekor perwaring. Selama pemeliharaan, induk diberi pakan perlakuan secara at satiation sebanyak dua kali sehari pada pukul 07.00 dan 17.00 serta diinduksi Oodev setiap dua minggu sekali dengan dosis sesuai perlakuan selama 14 minggu. Selama masa pemeliharaan berlangsung dilakukan pengamatan pada beberapa parameter.
Parameter Penelitian Tingkat dan waktu maturasi Pengamatan tingkat dan waktu maturasi dilakukan dengan cara menjumlahkan dan mempersentasikan induk ikan tengadak yang telah terdapat
7 gamet (telur) serta menghitung jarak hari dari dilakukan induksi hormon dan pemberian pakan uji hingga terjadinya maturasi akhir. Metode pengamatan tingkat dan waktu maturasi yang digunakan berdasarkan metode Farastuti (2013). Profil hormon 17β-estradiol dan progesteron Pengukuran konsentrasi 17β-estradiol dan progesteron dalam darah dilakukan pada awal penelitian, minggu ke-4 dan minggu ke-14 menggunakan metode ELISA. Analisis estradiol dan progesteron dilakukan di Balai Budidaya Ikan Hias Air Tawar Depok. Histologi gonad dan hati Histologi gonad dan hati dilakukan pada awal penelitian dan minggu ke-4. Histologi gonad dilakukan berdasarkan metode Gunarso (1989). Analisi histologi dilakukan di Balai Besar Penelitian Veteriner (BALIVET) Bogor. Indeks gonadosomatik (IGS) Pengamatan IGS dilakukan pada awal dan akhir penelitian dengan cara membedah ikan dan mengukur bobot badan serta gonad yang dihasilkan. Nilai IGS dapat menggunakan rumus berikut: 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑜𝑛𝑎𝑑 𝐼𝐺𝑆 (%) = 𝑥 100 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑢𝑏𝑢ℎ 𝑖𝑘𝑎𝑛 Indeks hepatosomatik (IHS) Pengamatan IHS dilakuakan pada awal dan akhir penelitian dengan cara membedah ikan dan mengukur berat badan serta hati yang dihasilkan selama pemeliharaan pada kegiatan maturasi. Nilai IHS dapat dihitung menggunakan rumus berikut: 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 ℎ𝑎𝑡𝑖 𝐻𝑆𝐼 (%) = 𝑥 100 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑢𝑏𝑢ℎ 𝑖𝑘𝑎𝑛 Pertambahan bobot induk tengadak Pertambahan bobot ikan tengadak selama masa pemeliharaan diamati setiap dua minggu sekali untuk mengetahui perubahan bobot induk selama masa pemeliharaan. Nilai pertambahan bobot induk dapat dihitung menggunakan rumus berikut: 𝑃𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 − 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 Jumlah telur yang diovulasikan (spawned eggs) Pengamatan jumlah telur yang diovulasikan dilakukan setiap enam jam sekali pasca penyuntikan hormon dengan cara pemijahan buatan (dialin), setelah itu dilakukan penghitungan seluruh telur yang diovulasikan oleh induk ikan tengadak. Diameter telur Pengamatan diameter telur dilakukan bersamaan dengan pengamatan tingkat maturasi setiap satu minggu sekali dengan cara kanulasi. Telur yang diperoleh diambil 30 butir dan diukur menggunakan mikroskop binokuler Olympus tipe SZX16 perbesaran lensa objektif 10 kali.
8 Analisis Data Data yang diperoleh ditabulasikan menggunakan program MS. Office Excel 2007 selanjutnya dianalisis menggunakan uji ANOVA pada parameter pertambahan bobot dan diameter telur. Data spawned eggs dianalisis nonparametrik yaitu uji Kruskal‒Wallis (p<0,10) menggunakan program SPSS 22.0. Uji nonparametrik dilakukan karena adanya perbedaan jumlah ulangan dan asumsi-asumsi untuk uji parametrik tidak terpenuhi. Jika terdapat perbedaan yang signifikan antara perlakuan dianalisis lebih lanjut dengan uji Tukey. Data IGS, IHS, profil hormon, histologi gonad dan hati, waktu maturasi fertilisasi, hatching rate, abnormalitas, serta survival rate dianalisis secara deskriptif eksploratif.
Tahap Dua: Induksi Ovulasi dan Pemijahan Persiapan ikan uji Ikan tengadak yang digunakan berupa ikan jantan ukuran 150-200 g.ekor-1 yang telah matang dengan ciri-ciri jika dialin (stripping) mengeluarkan sperma, tubuh terasa kasar di bagian perut. Kemudian ikan betina yang digunakan merupakan hasil dari kegiatan induksi maturasi dan rematurasi yang telah matang gonad dengan ciri-ciri perut membuncit dan terasa lembek serta jika dikanulasi terdapat telur berwarna hijau kecokelatan. Induksi ovulasi dan pemijahan dilakukan untuk mengetahui kinerja reproduksi, tingkat keberhasilan pemijahan dan kualitas larva hasil percobaan tahap pertama serta respon induk ikan tengadak terhadap hormon pemijahan. Persiapan hormon uji Hormon yang digunakan dalam kegiatan ovulasi dan pemijahan adalah Ovaprim, mengandung LHRHa + AD yang merupakan produk dari Syndel Canada. Kemudian Spawnprim yang mengandung AI, oksitosin, LHRHa, AD, dan PGF2α merupakan merek dagang yang dikembangkan oleh Laboratorium Reproduksi dan Genetika Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Pemijahan induk ikan tengadak Ikan tengadak yang telah matang gonad disuntik menggunakan Ovaprim dengan dosis 0,5 mL.kg-1, Spawnprim 1,0 mL.kg-1, dan NaCl 0,9% 1,0 mL.kg-1. Induksi diberikan satu kali penyuntikan secara intra muscular yaitu pada bagian otot di bawah sirip punggung (Lampiran 2). Setelah penyuntikan, dilakukan pengecekan setiap 3 jam sekali selama 24 jam. Setelah 24 jam induksi hormon tidak memberikan respons terhadap pemijahan semi alami dilakukan pemijahan buatan (dialin). Proses pemijahan ikan tengadak dilakukan menggunakan wadah berupa bak semen ukuran 2,5×0,5×1,5 m yang dipasang waring dengan ukuran 2×0,6×1 m dengan ketinggian air 0,3 m (Lampiran 2). Sebelum digunakan, bak semen terlebih dahulu dibersihkan dan dikeringkan, kemudian bak diisi air tawar yang telah diendapkan terlebih dahulu dalam tandon penampungan.
9 Setelah induk berhasil memijah, kemudian dilakukan inkubasi telur dan pemeliharaan larva menggunakan akuarium berukuran 80×40×40 cm yang diisi air setinggi 25 cm. Pemeliharaan tersebut dilakukan selama delapan hari. Larva yang telah menetas tidak diberi pakan karena masing mengandung kuning telur.
Parameter Penelitian Keberhasilan pemijahan Pengamatan tingkat keberhasilan pemijahan diperoleh melaui perhitungan jumlah ikan yang mengalami ovulasi dan memijah secara semi alami maupun buatan (dialin). Jumlah telur yang diovulasikan (spawned eggs) Pengamatan spawned eggs dilakukan setiap 6 jam sekali pasca penyuntikan hormon. Pengamatan dilakukan dengan cara pemijahan buatan (dialin), setelah itu, dilakukan penghitungan seluruh telur yang diovulasikan oleh induk ikan tengadak. Fertilisasi (FR) Fertilisasi diamati dengan menghitung jumlah persentase telur yang dibuahi dibagi jumlah total telur. Presentase FR dapat dihitung menggunakan rumus berikut: 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑎ℎ𝑖 𝐹𝑒𝑟𝑡𝑖𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 (%) = 𝑥 100 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑜𝑣𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖𝑘𝑎𝑛 Hatching rate (HR) Hatching rate diamati dari jumlah telur yang menetas dibagi dengan jumlah telur yang dibuahi. Presentase HR dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑒𝑡𝑎𝑠 𝐻𝑎𝑡𝑐ℎ𝑖𝑛𝑔 𝑟𝑎𝑡𝑒 (%) = 𝑥 100 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑎ℎ𝑖 Survival rate (SR) Survival rate larva setelah masa pemeliharaan larva selama delapan hari dapat dihitung berdasarkan jumlah larva pada hari kedua setelah menetas dibagi jumlah total larva yang menetas. Presentase SR larva tengadak dapat dihitung dengan rumus berikut: 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑟𝑣𝑎 ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 8 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑆𝑢𝑟𝑣𝑖𝑣𝑎𝑙 𝑟𝑎𝑡𝑒 (%) = 𝑥 100 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑎𝑟𝑣𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑒𝑡𝑎𝑠 Tingkat abnormalitas larva (Abn) Pengamatan tingkat abnormalitas larva dilakukan untuk mengetahui berapa banyak larva yang tidak normal perkembangan dan pertumbuhannya. Pengamatan dapat dilakukan dengan cara melihat perkembangan larva ikan tengadak secara langsung melalui pengamatan terhadap pergerakan dan bentuk tubuh larva ikan tengadak (Lampiran 3) yang dipelihara dalam wadah sampling sebanyak tiga unit perlakuan yang berisi 100 ekor larva selama masa pemeliharaan. Tingkat Abn larva dapat dihitung menggunakan rumus berikut:
10 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑙𝑎𝑟𝑣𝑎 (%) =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑟𝑣𝑎 𝑎𝑏𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝑥 100 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑎𝑟𝑣𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝
Analisis kualitas air Analisis kualitas air dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. Parameter kualitas air yang diamati yaitu: suhu, pH dan kandungan oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO).
Analisis Data Data yang diperoleh ditabulasikan dengan program MS. Office Excel 2007 dan dianalisis secara statistik menggunakan uji T dengan program SPSS Versi 22.0. Penggunaan uji T dilakukan karena pada perlakuan kontrol tidak menunjukkan keberhasilan pemijahan, sehingga diasumsikan pada penelitian tahap dua ini hanya terdiri dari dua perlakuan.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Berdasarkan hasil pengamatan induksi maturasi dan rematurasi ikan tengadak (Barbonymus schwanenfeldii) menggunakan hormonal dan penambahan suplemen Spirulina platensis dan Curcuma longa pada pakan, serta induksi ovulasi dan pemijahan secara hormonal maka diperoleh data berdasarkan beberapa parameter yang diamati.
Tahap Satu: Induksi Maturasi dan Rematurasi Ikan Tengadak Tingkat kebuntingan dan waktu maturasi ikan tengadak Hasil pengamatan menunjukkan bahwa induksi maturasi ikan tengadak Barbonymus schwanenfeldii secara hormonal dan penambahan suplemen pada pakan, menyebabkan hampir semua induk dapat matang gonad, ovulasi dan menghasilkan telur koleksi. Waktu yang dibutuhkan induk untuk bunting ± dua minggu dan matang gonad 4-7 minggu, persentase induk matang gonad dan dipijahkan mencapai 100% pada perlakuan KT.2, KT.3, KN.2, KN.3, SP.2, SP.3, SK.2 dan SK.3 (Tabel 3). Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa pada setiap perlakuan mencapai matang gonad dan dapat memijah lebih dari 100% terkecuali pada perlakuan KT.1, SP.1 dan SK.1, dan induk mulai matang gonad pada minggu keempat. Sedangkan pada perlakuan KT.1, SP.1 dan SK.1 induk matang gonad dan dapat dipijahkan hingga akhir penelitian hanya mencapai 40-60% serta matang gonad pertama pada minggu ketujuh.
11 Tabel 3. Presentase tingkat dan waktu maturasi ikan tengadak yang diberi perlakuan kombinasi penambahan suplemen dan induksi hormon Oodev selama masa pemeliharaan Maturasi Akhir siklus matang gonad Perlakuan Jumlah Minggu ikan Minggu ikan buninduk matang kebunting (%) keting (%) dan dipijahkan (%) KT.1 5 2 80 7-9 100 40 KT.2 5 2 100 4-7 100 100 KT.3 5 2 100 4-7 100 100 KN.1 5 2 100 7-9 100 60 KN.2 5 2 100 4-6 100 100 KN.3 5 2 100 4-5 100 100 SP.1 5 2 80 7-9 100 40 SP.2 5 2 40 4-7 100 100 SP.3 5 2 100 4 100 100 SK.1 5 2 100 7-9 100 60 SK.2 5 2 100 4-5 100 100 SK.3 5 2 100 4 100 100 KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 mL, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 mL, KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 mL, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 mL, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL. Ikan awal
Pertamakali bunting
Berdasarkan hasil pengamatan induksi rematurasi ikan tengadak Barbonymus schwanenfeldii secara hormonal dan penambahan suplemen pada pakan, menyebabkan hampir semua induk dapat matang gonad, ovulasi dan menghasilkan telur koleksi. Waktu yang dibutuhkan untuk pertama kali induk bunting kembali pada minggu keenam dan matang gonad pada minggu ke 9-14, presentase induk matang gonad dan dipijahkan mencapai 220% pada perlakuan KT.3, KN.3, SP.3, SK.2 dan SK.3 (Tabel 4). Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa pada setiap perlakuan mencapai matang gonad dan dapat memijah lebih dari 100% terkecuali pada perlakuan KT.1, SP.1 dan SK.1, dan induk mulai matang gonad pada minggu kesembilan. Sedangkan pada perlakuan KT.1, SP.1 dan SK.1 induk matang gonad dan dapat dipijahkan hingga akhir penelitian hanya mencapai 60-80% serta matang gonad pertama pada minggu ke-11.
12 Tabel 4. Prensentase tingkat dan waktu rematurasi ikan tengadak yang diberi perlakuan kombinasi penambahan suplemen dan induksi Oodev selama masa pemeliharaan
Perla kuan
Ikan awal
Pertama kali bunting kembali Min ikan ggu bun ke- ting (%)
Rematurasi I Akhir siklus matang gonad
Min ggu ke-
Pertamakali bunting kembali
Rematurasi II Akhir siklus matang gonad
ikan bun ting (%)
Total Mi ikan Min ikan Total ikan ng bun g gu bun ikan dipijah gu ting keting dipijahk kan ke(%) (%) an (%) (%) KT.1 4 10 50 11 100 60 bm KT.2 4 6 25 9-13 100 200 14 5 100 bm KT.3 4 6 25 9-13 100 200 12 10 14 100 220** KN.1 4 6 25 9-13 100 100 14 25 100 bm KN.2 4 6 25 9-13 100 200* 14 25 100 bm KN.3 4 6 25 9-13 100 200 12 50 14 100 220** SP.1 4 10 100 9-13 100 80 14 25 100 bm SP.2 4 6 25 9-13 100 200 13 25 100 bm SP.3 4 6 25 9-13 100 200* 11 50 13 100 220** SK.1 4 9 25 9-13 100 80 14 25 100 bm SK.2 4 6 25 9-13 100 200* 12 50 14 100 220** SK.3 4 6 25 9-13 100 200* 11 50 13 100 220** * (mijah semi alami), ** (ikan dua kali matang gonad), bm (belum matang gonad) KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 mL, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 mL KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 mL, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 mL, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL.
Kosentrasi 17β-estradiol Konsentrasi plasma 17β-estradiol ikan tengadak yang diberi pakan dengan penambahan suplemen dan induksi hormon Oodev mengalami peningkatan pada setiap pengambilan sampel. Konsentrasi tertinggi pada pengambilan sampel ke satu (minggu keempat) pada perlakuan SK.3 (493,91 pg.mL-1) diikuti perlakuan SP.3 (484,51 pg.mL-1) dan KT.3 (476,13 pg.mL-1). Pada pengambilan sampel ke dua (minggu ke-14) nilai tertinggi terdapat pada SP.3 (445,60 pg.mL-1), SP.2 (439,06 pg.mL-1) dan SK.3 (411,85 pg.mL-1), sedangkan kosentrasi terrendah pada pengambilan sampel pertama dan kedua terdapat pada perlakuan KT.1 (85,38 pg.mL-1 dan 131,83 pg.mL-1) (Gambar 2).
Konsentrasi Estradiol 17β (pg/ml)
13
600.00 500.00 400.00 300.00 200.00 100.00 0.00 4
14
Pengambilan sampel minggu keKT.1
KT.2
KT.3
KN.1
KN.2
KN.3
SP.1
SP.2
SP.3
SK.1
SK.2
SK.3
Gambar 2. Konsentrasi plasma 17 β-estradiol ikan tengadak. KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 mL, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 mL KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 mL, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 mL, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL. (- - -) nilai kosentrasi 17β-estradiol awal sebesar 67,59 pg.mL-1
Konsentrasi Progesteron (pg/ml)
Konsentrasi progesteron Konsentrasi plasma progesteron selama pemeliharaan induk ikan tengadak mengalami kenaikan pada pengambilan sampel akhir, kenaikan tertinggi terdapat pada perlakuan SP.3 (214 pg.mL-1), diikuti perlakuan SP.2 (176 pg.mL-1), KN.2 (160 pg.mL-1), SK.3 (85 pg.mL-1), KT.3 (67 pg.mL-1), KT.2 (57 pg.mL-1), SK.3 (45 pg.mL-1), KN.3 (35 pg.mL-1), SK.1 (31 pg.mL-1) (Gambar 3).
220 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Akhir penelitian
KT.1
KT.2
KT.3
KN.1
KN.2
KN.3
SP.1
SP.2
SP.3
SK.1
SK.2
SK.3
Gambar 3. Konsentrasi plasma progesteron ikan tengadak KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 ml, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 mL, KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 mL, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 mL, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL.
14
Indeks Gonadosomatik Ikan Tengadak (%)
Indeks gonadosomatik (IGS) ikan tengadak Nilai IGS pada ikan tengadak dapat dilihat pada Gambar 4. Pengamatan IGS dilakukan pada awal dan akhir penelitian, rata-rata nilai IGS pada akhir penelitian menunjukkan adanya peningkatan nilai, nilainya berkisar antara 4,18‒12,39%. Nilai indeks gonadsomatik yang diperoleh menunjukkan adanya peningkatan berkisar antara 4,18‒12,39%. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan SK.3 12,39%, sedangkan terrendah pada perlakuan KT.1 4,36% dan SK.1 4,18%. 13.00 12.00 11.00 10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
12.39 10.44
10.37 9.21 7.02
8.53
9.44
8.69
6.80 6.87
4.63
4.18
Indeks Gonadosomatik Akhir KT.1
KT.2
KT.3
KN.1
KN.2
KN.3
SP.1
SP.2
SP.3
SK.1
SK.2
SK.3
Gambar 4. Nilai indeks gonadosomatik ikan tengadak. KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 mL, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 mL KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 mL, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 mL, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL. (- - -) nilai indeks gonadosomatik awal sebesar 1.27%.
Indeks Hepatosomatik (IHS) Ikan Tengadak Nilai IGS pada induk ikan tengadak dapat dilihat pada Gambar 5, pengamatan dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Rata-rata nilai IHS pada akhir penelitian menunjukkan adanya peningkatan nilai, nilainya berkisar antara 1,67-2,34%. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan SP.1 2,34 dan yang terendah pada perlakuan KN.3 1.67%.
Indeks hepatosomatik (%)
15
2.50 2.25 2.00 1.75 1.50 1.25 1.00 0.75 0.50 0.25 0.00 Indeks Hepatosomatik Akhir KT.1
KT.2
KT.3
KN.1
KN.2
KN.3
SP.1
SP.2
SP.3
SK.1
SK.2
SK.3
Gambar 5. Nilai indeks hepatosomatik ikan tengadak. KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 mL, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 mL KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 mL, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 mL, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL. (- - -) nilai indeks hepatosomatik awal sebesar 0,75%.
Pertambahan bobot induk ikan tengadak Pertambahan bobot ikan tengadak selama masa pemeliharaan menunjukkan bahwa penambahan suplemen (spirulina dan tepung kunyit) dalam pakan tidak memberikan pengaruh terhadap pertambahan bobot ikan tengadak, sedangkan induksi Oodev memberikan pengaruh terhadap pertambahan bobot ikan (p<0,05). Pertambahan bobot tersebut meliputi pertambahan bobot somatik maupun gonad. Persentase peningkatan bobot gonad tertinggi pada perlakuan KT.3, KN.3, SP.3 dan SK.3 dengan nilai rata-rata berkisar 50,37-65,94% dapat di lihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pertambahan bobot induk tengadak selama masa pemeliharaan Presentase (%) Pertambahan bobot (gram) Daging Gonad KT,1 73,38±27,96 ax 83,92 16,08 KT,2 31,02±17,57 ay 73,89 26,11 KT,3 29,98±29,80 ay 49,63 50,37 KN,1 45,62±39,02 ax 66,24 33,76 KN,2 26,62±21,22 ay 54,73 45,27 KN,3 32,28±10,97 ay 41,45 58,55 SP,1 36,60±23,02 ax 61,20 38,80 SP,2 43,32±24,39 ay 46,23 53,77 SP,3 37,62±27,18 ay 34,88 65,12 SK,1 55,84±27,91 ax 79,94 20,06 SK,2 29,26±24,73 ay 48,22 51,78 SK,3 31,14±30,09 ay 34,06 65,94 Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05), Pada huruf pertama (a) menunjukkan perbedaan pada perlakuan pakan dan huruf kedua (x,y) menunjukkan perbedaan pada dosis hormon, KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan + Oodev 0,25 mL, KT.3: pakan + Oodev 0,50 mL KN.1: pakan + T.kunyit 3%, KN.2: pakan + Histologi T.kunyit 3%Gonad + OodevIkan 0,25 Tengadak mL, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 mL, SP.1: pakan + spirulina 3%, SP.2: pakan + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SP.3: pakan + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL, SK.1: pakan + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SK.3: pakan + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL. Perlakuan
16 Histologi gonad ikan tengadak selama masa pemeliharaan Berdasarkan perlakuan pemberian suplemen dalam pakan dan induksi Oodev, diperoleh hasil bahwa gonad ikan tengadak mengalami kematangan hingga TKG IV dan siap diovulasikan serta dipijahkan, pada semua perlakuan. Pada Gambar 6 menunjukkan adanya stadia oosit yang berbeda-beda pada satu ovarium hal ini mengindikasi bahwa ikan tengadak memiliki tipe pemijahan parsial atau asinkronous.
GA
KT.1
100 μm
KT.2
0g
100 μm
100 μm
KT.3
100 μm
yg KN.1
100 μm
KN.2
100 μm
KN.3
100 μm
ot SP.1
SK.1
100 μm
100 μm
SP.2
100 μm
SP.3
SK.3
100 μm
SK.2
100 μm
100 μm
Gambar 6. Histologi perkembangan gonad ikan tengadak. Yg=yolk globules, n= nucleus. og= oogonia. ot= ootid, panah hitam= dinding folikel, panah kuning=zona radiate, KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan + Oodev 0,25 mL, KT.3: pakan + Oodev 0,50 mL KN.1: pakan + T.kunyit 3%, KN.2: pakan + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 mL, KN.3: pakan + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 mL, SP.1: pakan + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SP.3: pakan + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL, SK.1: pakan + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SK.3: pakan + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL.
17 Histologi hati ikan tengadak selama masa pemeliharaan Analisis histologi hati dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Analisis hati dilakukan untuk mengetahui kondisi hati pada saat proses vitelogenesis. Berdasarkan pemberian suplemen dalam pakan yang dikombinasi dengan induksi hormon Oodev pada hati mengalami akumulasi prekusor kuning telur dalam sitoplasma yang ditunjukkan dengan banyaknya vakuola dalam sitoplasma hepatosit (Gambar 7).
HA
KT.1
KT.2
KT.3
KN.1
KN.2
KN.3
SP.1 SP.1
SP.2
SP.3
SK.1
SK.2
SK.3
Gambar 7. Histologi hati ikan tengadak. Keterangan: tanda panah kuning = sinusoid, tanda panah hitam= vakuola, BD = bile duct. og= oogonia. ot= ootid, panah hitam= dinding folikel, panah kuning=zona radiate. KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 mL, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 mL, KN.1: pakan kontrol + T.kunyit, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit + Oodev 0,25 mL, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit + Oodev 0,50 mL, SP.1: pakan kontrol + spirulina, SP.2: pakan kontrol + spirulina + Oodev 0,25 mL, SP.3: pakan kontrol + spirulina + Oodev 0,50 mL, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit + spirulina, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit + spirulina + Oodev 0,25 mL, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit + spirulina + Oodev 0,50 mL.
Spawned eggs ikan tengadak yang dihasilkan selama masa pemeliharaan Hasil pengamatan menunjukkan jumlah spawned eggs (SE) relatif yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 6596-20630 butir.g-1 induk. Induksi
18 hormon dan penambahan suplemen pada pakan maupun kombinasinya berdasarkan uji nonparametrik (Kruskal-Wallis) dengan selang kepercayaan 90% (p>0.10) tidak memberikan pengaruh nyata terhadap SE yang dihasilkan (Tabel 6). Namun berdasarkan perlakuan penyuntikan Oodev, jumlah spawned eggs menunjukkan adanya beda nyata antar perlakuan (p<0.05) dengan nilai spawned eggs terbaik terdapat pada dosis Oodev 0.50 mL.kg-1 induk (64474±12529 butir.g1 induk). Berdasarkan jenis suplemen dalam pakan tidak menunjukkan perbedaan terhadap nilai spawned eggs (p>0.05) (Tabel 7). Tabel 6. Rata-rata SE ikan tengadak selama masa pemeliharaan Maturasi Rematurasi Ovaprim Ovaprim Spawnprim NaCl N n Rata-rata SE N n Rata-rata SE n Rata-rata SE n Ket KT.1 5 1 10122 4 0 0 0 To KT.2 5 3 9584±5053 4 1 9679 0 0 To KT.3 5 3 16134+3460 4 2 8097±1032 1 12913 0 To KN.1 5 1 14856 4 0 1 6086 0 To KN.2 5 1 15016 4 2 7298±437 1 7233 0 To KN.3 5 3 14608±6968 4 1 7018 2 9619 0 To SP.1 5 1 18646 4 1 13572 1 4988 0 To SP.2 5 1 20630 4 1 10669 2 6317±1924 0 To SP.3 5 2 13602±7609 4 2 7292±2863 1 6445 0 To SK.1 5 1 9141 4 0 2 6157±620 0 To SK.2 5 2 15745±9991 4 3 11637±7974 1 10169 0 To SK.3 5 3 16077±9955 4 0 2 6917 0 To SE = Spawned eegs, To (tidak ovulasi), N = jumlah sampel ikan n= jumlah ikan yang berhasil ovulasi dari lima ekor ikan sampel setiap perlakuannya, KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 mL, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 mL, KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 mL, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 mL, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL. Perla kuan
Tabel 7. Spawned eggs ikan tengadak berdasarkan jenis pakan dan dosis Oodev tahap maturasi selama masa pemeliharaan Parameter
Perlakuan Jenis suplemen dalapakan KT KN SP SK Spawned eggs (SE) 42022±33838a 46782±20252a 44579±6384a 57344±21971a Dosis hormon Oodev 0,0 0,25 0,5 Spawned eggs (SE) 28535±12405a 50036±18400ab 64474±12529b Nilai dengan huruf superscript yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)
Performa reproduksi ikan tengadak terbaik selama masa pemeliharaan (14 minggu) terdapat pada perlakuan SK.2 dan SK.3 yaitu terdapat induk yang mijah sebanyak tiga kali dengan survival rate larva 80,91±8,02% dan 81,39±8,52% (Tabel 8). Performa reproduksi terbaik untuk siklus pemijahan pertama terdapat pada perlakuan SK.2 dan SK.3 dengan nilai survival rate larva 90,28% dan
19 90.68%, abnormalitas 8.13% dan 8.36%, serta hatching rate 11,00% dan 10.75% (Tabel 9). Kemudian performa reproduksi pada siklus pemijahan ke dua dapat ditingkatkan melalui pemberian suplemen dalam pakan dan induksi Oodev berdasarkan nilai spawned eggs, hatching rate, abnormalitas dan survival rate larva ikan tengadak. Peningkatan terbaik terdapat pada perlakuan SK.2 dan SK.3 (Tabel 10). Pada siklus pemijahan ketiga menunjukkan hasil yang sama dengan siklus pemijahan pertama dan kedua yaitu pada perlakuan SK.2 dan SK.3 yang dapat menghasilkan nilai fertilisasi tertinggi berkisar 73,50-75,20% dan abnormalitas 7,89-8,62% (Tabel 11). Tabel 8. Performa reproduksi berdasarkan nilai rata-rata SE, FR, HR, Abn, SR larva ikan tengadak selama masa pemeliharaan Perla kuan
Rata-rata SE
Rata-rata FR
Rata-rata HR
Rata-rata Abn
Rata-rata SR
Frekuensi pemijahan
KT.1 KT.2 KT.3
8194±2101 11036±2768
50,62±40,41 58,50±28,08
34,12±35,88 42,52±29,30
9,49±0,49 9,15±1,83
77,47±10,27 79,02±9,08
* 2 3
KN.1 KN.2 KN.3 SP.1 SP.2 SP.3 SK.1
9280 7204±305 11857±1798 9280 7216±3616 7123±1616 6157±620
65,00 69,63±5,83 48,44±8,75 71,00 64,38±2,30 53,59±14,44 68,15±1,91
69,01 75,53±14,11 41,50±43,48 64,69 61,26±15,56 46,17±31,91 49,44±0,28
7,79 9,17±0,44 8,58±0,86 8,12 8,64±2,47 8,70±0,84 9,00±1,41
83,37 71,13±0,83 82,96±9,80 73,52 70,86±2,66 79,71±6,05 70,94±2,41
1 2 2 1 2 3 2
SK.2 13895±6255 60,44±20,54 48,80±32,73 8,27±0,47 80,91±8,03 3 SK.3 8558±2709 67,77±13,57 52,13±36,47 8,46±0,14 81,39±8,52 3 * induk tidak dapat ovulasi. KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 mL, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 mL, KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 mL, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 mL, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL.
20 Tabel 9. Nilai rata-rata SE, FR, HR, Abn, SR larva ikan tengadak pada pemijahan pertama Perla kuan
Rata-rata SE Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Kete (butir.g-1) FR (%) HR (%) Abn (%) SR (%) rangan KT.1 * KT.2 6708±1210 22,05±1,80 8,75±1,06 9,84±1,00 84,73±1,9 KT.3 14142±381 26,25±5,30 9,75±0,35 10,14±0,37 85,97±3,11 KN.1 * KN.2 * KN.3 10586±228 42,25±6,72 10,75±0,35 9,18±0,60 89,89±0,69 SP.1 * SP.2 * SP.3 8222 38,71 9,50 8,50 86,53 SK.1 * SK.2 8679 36,77 11,0 8,13 90,28 SK.3 10579±4112 52,10±4,14 10,75±1,06 8,36±0,50 90,68±0,0 * induk tidak dapat ovulasi. KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 mL, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 mL, KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 mL, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 mL, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL.
Tabel 10. Nilai rata-rata SE, FR, HR, Abn, SR larva ikan tengadak pada pemijahan kedua Perlakuan
Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Keter SE (butir.g-1) FR (%) HR (%) AB (%) SR (%) angan KT.1 * KT.2 9680 79,0 59,49 9,15 70,21 KT.3 8828 77,50 51,61 10,27 68,75 KN.1 * KN.2 7420±265 73,75±6,72 65,55±19,94 9,48±0,71 71,71±3,81 KN.3 * SP.1 * SP.2 9174±2115 66,00±4,95 50,26±6,99 10,39±0,21 68,98±1,22 SP.3 7881±2031 67,55±13,44 67,55±17,61 7,97±1,95 74,99±4,79 SK.1 6596 66,80 49,24 10,00 69,23 SK.2 12125±2765 71,05±3,0 67,36±16,0 8,79±2,0 76,55±3,0 SK.3 9617±120 76,00±3,54 79,61±0,02 8,39±0,83 73,95±0,64 * induk tidak dapat ovulasi. KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 mL, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 mL, KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 mL, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 mL, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL.
21 Tabel 11. Nilai rata-rata SE, FR, HR, Abn, SR larva ikan tengadak pada pemijahan ketiga Perlakuan
Rata-rata SE (butir/g)
Rata-rata FR (%)
Rata-rata HR (%)
Rata-rata AB (%)
Rata-rata SR (%)
Keterangan
KT.1 KT.2
-
-
-
-
-
* *
KT.3 KN.1
10140±3922 9280±6070
71,75±0,35 65,00±9,19
66,19±4,59 69,01±2,11
7,05±2,71 7,79±0,14
82,34±6,13 83,37±18,14
KN.2 KN.3
6988 13129±8641
65,50 54,63±3,01
85,50 72,24±9,63
8,86 7,97±0,39
70,54 76,03±3,22
SP.1 SP.2
9280±6070 4659±421
71,00±0,71 62,75±1,77
64,69±19,27 72,26±10,48
8,12±1,55 6,89±1,30
73,52±7,99 72,74±6,18
SP.3 SK.1
5267 5718
54,50 69,50
61,47 49,64
9,62 8,00
77,61 72,64
SK.2 20831 73,50 68,03 7,89 76,00 SK.3 5479 75,20 66,03 8,62 79,54 * induk tidak dapat ovulasi KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 mL, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 mL, KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 mL, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 mL, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL.
Waktu dan diameter telur ikan tengadak Sebaran diameter telur yang diperoleh selama masa pemeliharaan terbagi menjadi tiga kelas yaitu <0,55, antara 0,55-0,65 dan >0,65 mm (Lampiran 4). Berdasarkan pengamatan sebaran diameter telur dari pengambilan sampel pada minggu ke-2 sampai minggu ke-14 (M2-M14) menunjukkan peningkatan diameter telur dengan kisaran rata-rata 0,47-0,67 mm (Gambar 8).
22
Waktu dan Diameter telur (mm)
0.7 0.65 0.6 0.55 0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2
KT.1
KT.2
KT.3
KN.1
KN.2
KN.3
SP.1
SP.2
SP.3
SK.1
SK.2
SK.3
Perlakuan M2
M3
M4
M5
M6
M7
M8
M9
M10
M11
M12
M13
M14
Gambar 8. Rata-rata diameter telur ikan tengadak selama masa pemeliharaan. KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 mL, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 mL, KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 mL, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 mL, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL. Angka 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, dan 14 adalah waktu pengamatan (minggu).
23 Berdasarkan hasil analisis ragam penambahan suplemen dalam pakan (spirulina, kunyit dan spirulina + kunyit) dan penyuntikan Oodev (0.25 dan 0.50 mL.kg-1) secara tunggal maupun kombinasi keduanya memberikan pengaruh nyata terhadap diameter telur ikan tengadak (p<0,05) (Tabel 12). Kemudian berdasarkan hasil pengambilan sampel, diperoleh stadia ukuran diameter telur yang berbeda pada tiap gonad. Hal ini menunjukkan bahwa ikan tengadak memiliki pemijahan parsial atau asinkronus. Tabel 12. Rata-rata diameter telur ikan tengadak selama masa pemeliharaan Perla kuan KT.1 KT.2 KT.3 KN.1 KN.2 KN.3 SP.1 SP.2 SP.3 SK.1 SK.2
4 0,51±0,08ax 0,60±0,07ay 0,60±0,07ay 0,51±0,07abx 0,62±0,07aby 0,62±0,07aby 0,53±0,07abx 0,63±0,08aby 0,64±0,08aby 0,55±0,07bx 0,62±0,08by
SK.3
0,64±0,08by
Pengamatan Minggu Ke7 9 0,58±0,08abx 0,61±0,10bx 0,55±0,08abxy 0,63±0,09by 0,55±0,09aby 0,65±0,08by 0,58±0,09abx 0,63±0,09bx 0,55±0,08abxy 0,63±0,09by 0,57±0,09aby 0,64±0,09by 0,60±0,09bx 0,51±0,07ax 0,64±0,09bxy 0,64±0,09ay 0,55±0,09by 0,63±0,09ay 0,56±0,08ax 0,62±0,10bx 0,55±0,09axy 0,63±0,10by 0,55±0,09ay
0,65±009by
12 0,56±0,09x 0,63±0,05y 0,63±0,05y 0,54±0,08x 0,63±0,06y 0,64±0,05y 0,53±0,07x 0,61±0,09y 0,62±0,06y 0,54±0,08x 0,61±0,07y 0,62±0,06ay
Nilai dengan huruf superscript yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05). Huruf a,b dibaca untuk membandingkan perlakuan antar jenis pakan yang ditambahkan suplemen dan huruf x,y,z membandingkan antar dosis induksi hormon Oodev KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 mL, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 mL, KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 mL, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 mL, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 mL, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 mL.
Tahap Dua: Induksi Ovulasi dan Pemijahan Hasil pengamatan tahap induksi ovulasi dan pemijahan ikan tengadak Barbonymus schwanenfeldii, berdasarkan perlakuan penyuntikan Ovaprim (LA), Spawnprim (AOP) dan tanpa hormon atau larutan fisiologis (NaCl 0,9%) (KT) diketahui bahwa pada perlakuan tanpa hormon tidak diperoleh ikan tengadak yang ovulasi. Nilai spawned eggs berdasarkan perlakuan penyuntikan LA dan AOP pada induk ikan tengadak tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan (p>0.05). Telur tersebut diperoleh dengan dua cara yaitu pemijahan buatan (striping atau dialin) untuk perlakuan LA dan semi alami untuk AOP. Telur yang telah diperoleh, kemudian diinkubasi dengan waktu inkubasi kurang lebih selama 11-13 jam. Selama masa inkubasi diamati beberapa parameter yaitu: fertilisasi, hatching rate, abnormalitas dan survival rate. Berdasarkan hasil pengamatan, nilai fertilisasi tidak menunjukkan perbedaan pada perlakuan LA dan AOP (p>0.05), sedangkan pada parameter hatching rate, abnormalitas dan survival rate larva menunjukkan nilai terbaik pada perlakuan AOP (p<0,05) (Tabel 13).
24 Tabel 13. Nilai rata-rata SE, FR, HR, Abn, SR larva dan keberhasilan pemijahan ikan tengadak Perlak uan LA AOP KT
Rata-rata SE 7597±1073 7536±1500 -
Rata-rata FR 71,82±4,63 77,30±8,38 -
Rata-rata HR 5,06±2,12a 79,58±0,64b -
Rata-rata Abn (%) 9,97±0,66 a 7,46±0,99 b -
Rata-rata SR (%) 70,11±1,54 a 76,56±2,40 b -
Keterangan
Dialin Semi alami Tidak ovulasi Nilai dengan huruf superscript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05).
Berdasarkan pengamatan diperoleh tahapan embrogenesis ikan tengadak yang secara umum meliputi pembelahan sel, morula, blastula, grastula, organogenesis hingga telur menetas menjadi larva (Gambar 9). Perkembangan embrio pada pemijahan eksternal ikan terdiri dari serangkaian peristiwa morfologi dan pembelahan sel yang berujung pada penetasan larva (Perini et al. 2012). Proses fertilisasi ikan bersifat monospermik yaitu hanya satu spermatozoa yang akan melewati mikrofil dan membuahi sel telur. Tahapan perkembangan embrio ikan tengadak berdasarkan tahapan embriogenesis ikan torsoro, Curimatella lepidura dan Steindachnerina elegans (Perini et al. 2012; Farastuti, 2013): 1. Cleavage: proses pembelahan zygote secara cepat menjadi unit‒unit sel kecil yang disebut blastomer yang membelah menjadi 2 sampai 64 blastomer membutuhkan waktu selama 30-60 menit. 2. Blastulasi: proses membentuk blastula yaitu campuran sel-sel blastoderm yang membentuk rongga penuh cairan sebagai blastokoel. Pada akhir proses blastulasi selsel blastoderm akan terdiri atas neural, epidermal, notokhordal, mesodermal dan entodermal yang merupakan bakal pembentukan organ-organ tubuh, membutuhkan waktu selama 1 jam 30 menit sampai 2 jam 30 menit. 3. Grastulasi: proses pembelahan bakal organ yang sudah terbentuk pada saat blastulasi dan merupakan pergerakan epiboly yaitu: pembentukan dua lapisan embrionik (epiblast dan hypoblast) membutuhkan waktu selama 7 jam 15 menit sampai 7 jam 30 menit 4. Somitogenesis: Somit menjadi jelas mulai dari detakan jantung, pembentukan mata dan rongga kupffer membutuhkan waktu selama 10 jam 30 menit sampai 12 jam. 5. Organogenesis: proses pembentukan berbagai organ tubuh secara berturut-turut antara lain susunan saraf, notokorda, mata, somit, rongga kupffer, olfaktorin sac, subnotokorda, linea literalis, jantung aorta, insang, infundibulum dan lipatan-lipatan sirip membutuhkan waktu selama 12 jam sampai 14 jam 15 menit. 6. Larva menetas: korion pecah dan larva menetas membutuhkan waktu selama 20 jam sampai 25 jam 30 menit.
25
Gambar 9. Tahapan embriogenesis ikan tengadak. a). fertilisasi (1 jam 03 menit); b). 1 Sel (3 menit); c). 2 sel (4 menit 10 detik); d). morula (3 jam 36 menit); e-f). Blastula (2 jam 24 menit) ; h-i). Grastula (4 jam 17 menit); j-l). penutupan blastopor (5 jam 50 menit); m), lapisan embriogenik mulai berkembang (6 jam 35 menit); n), somitogenesis (9 jam); o), ekor rilis (10 jam 30 menit); p) larva menetas (12 jam 49 menit); q). larva ikan (24 jam setelah larva menetas), B=blastomer, m= miomeres, y= kuning telur.
Kualitas air Parameter kualitas air diamati pada tahap satu (induksi maturasi dan rematurasi), tahap dua (induksi ovulasi dan pemijahan ikan tengadak), penetasan dan juga perawatan larva. Nilai kualitas air yang diperoleh selama masa pemeliharaan, baik pada saat maturasi, rematurasi, ovulasi dan pemijahan, maupun penetasan dan perawat larva dapat dilihat pada Tabel 14.
26 Tabel 14. Kisaran nilai kualitas air pada saat maturasi, rematurasi, ovulasi, pemijahan, penetasan dan perawatan larva ikan tengadak Parameter Oksigen terlarut(mg.L-1) Suhu (oC) pH Oksigen terlarut (mg.L-1) Suhu (oC) pH Oksigen terlarut (mg.L-1) Suhu (oC) pH
Kisaran 4,5-5,5 29-33 5,5-6,5 5,0-5,5 28 6,5 5,0-5,5 28-29 6,5
Keterangan lokasi Kolam pemeliharaan
Bak pemijahan Akuarium penetasan dan perawatan larva
Kualitas air selama masa pemeliharaan baik pada masa pemeliharaan induk, pemijahan dan perawatan larva ikan tengadak pada Tabel 14 menunjukkan nilai masih dalam kisaran toleransi. Kisaran nilai kualitas yang dapat ditoleransi ikan tengadak nilai pH 6,5-7,0 dan suhu 20,4-33,7ᵒC (Isa et al. 2012). Selanjutnya Boyd dan Tucker (1998) menyatakan pH < 5 ikan tidak dapat bereproduksi, suhu optimum berkisar 28-32ᵒC dan DO >5 ppm merupakan kondisi oksigen yang diharapkan dalam ikan budidaya. Pembahasan Tahap satu: induksi maturasi dan rematurasi Penambahan suplemen Spirulina platensis dan Curcuma longa serta kombinasi induksi Oodev dapat menghasilkan induk tengadak bunting 100% dan induk matang gonad 60-220% pada setiap perlakuan dalam masa pemeliharaan 4-14 minggu. Hal ini sesuai dengan hasil yang dilaporakan oleh Farastuti (2014) induksi Oodev pada dosis 0,5-1,5 mL.kg-1 induk dapat menghasilkan induk ikan torsoro bunting sebesar 80‒100% dengan masa pemeliharaan lima minggu. Selanjutnya induksi Oodev yang dikombinasi S.plantesis pada ikan lele mampu mempercepat pertumbuhan oosit, meningkatkan kualitas dan kuantitas telur serta larva (Nainggolan et al. 2014). Kemudian hasil penelitian yang dilakukan Dewi (2015), pemberian suplemen berupa tepung kunyit pada ikan patin dengan dosis 240-480 mg.100g-1 pakan dapat menghasilkan induk matang gonad 100% selama 42 hari. Percepatan kematangan gonad tersebut disebabkan pada suplemen S.platensis dan C.longa dan juga Oodev yang digunakan mengandung bahan aktif yang mampu mempercepat perkembangan gonad. Kandungan Oodev yaitu FSH dan LH yang berfungsi dalam proses perkembangan oosit, selain mengandung hormon gonadotropin, juga mengandung anti dopamin yang berfungsi menghambat kerja dopamin pada kelenjar hipofisa (Moore dan Ward 1980). Spirulina menggandung gamma-linolenic acid yang merupakan prekusor prostaglandin tubuh (PGE1), hormon utama yang mengontrol banyak fungsi tubuh termasuk sintesis kolestrol, inflasi dan poliferasi sel dan pengatur tekanan darah. Asam-asam lemak esensial yang terkandung dalam pakan sangat mempengaruhi metabolisme, pematangan gonad dan steroidogenesis, serta mempercepat proses reproduksi terutama asam lemak n‒6 dan n‒3 (Izquierdo et al, 2001; Mayasari 2012; Nainggolan 2014). Kunyit mengandung fitosterol, karotein, vitamin E dan curcumin yang bersifat menyerupai fitoestrogen dan hepatoprotektor dari
27 golongan flavonoid mampu berperan sebagai estrogen yang menstimulasi hati untuk mensintesis vitelogenin (Ravindran et al. 2007; Saraswati 2013). Sintesis vitelogenin diangkut dalam darah menuju oosit, lalu diserap dan disimpan menjadi kuning telur (vitelogenesis). Vitelogenesis dalam pertumbuhan oosit yang merupakan proses sirkulasi 17β-estradiol dalam darah yang merangsang hati untuk mensintesis dan mensekresikan vitelogenin. Vitelogenin diedarkan menuju lapisan permukaan oosit yang sedang tumbuh, vitelogenin akan ditangkap oleh reseptor dalam endositosis (Nainggolan 2014), dan terjadi translokasi sitoplasma membentuk badan kuning telur bersamaan dengan pembelahan proteolitik dari vitelogenin menjadi sub unit lipoprotein kuning telur, lipovitelin dan fosvitin, selanjutnya penambahan suplemen spirulina dan tepung kunyit serta kombinasi induksi Oodev juga dapat meningkatkan plasma 17β-estradiol dan progesteron dalam darah. Berdasarkan Gambar 2 dan 3 nilai 17β-estradiol tertinggi perlakuan SP.3, SK.3 dan KT.3 pada pemijahan ke-1 dan SP.3, SP.2 dan SK.3 pada pemijahan ke-2, sedangkan peningkatan tertinggi progesteron pada perlakuan SP.3. Peningkatan konsentrasi 17β-estradiol dan progesteron ini menunjukkan bahwa oosit pada induk ikan tengadak sedang berkembang hingga mencapai nilai optimum setelah itu oosit siap diovulasikan. Pertumbuhan oosit yang semakin membesar menyebabkan 17β-estradiol semakin meningkat, 17β-estradiol mensintesis vitelogenesis di hati, vitelogenin dibawa oleh aliran darah menuju gonad dan akan terjadi penyerapan oleh lapisan folikel oosit (Yaron 1995; Nagahama and Yamasitha 2008; Sudrajat 2010) akibat proses penyerapan ini oosit akan tumbuh membesar hingga mencapai ukuran maksimum, sedangkan progesteron berfungsi sebagai maturation promoting factor (MPF) dan membantu internalisasi protein vitelogenesis ke dalam oosit hingga terjadinya pertumbuhan dan pematangan oosit. Pematangan oosit terjadi pada periode akhirnya profase I dan berhentinya metaphase II, secara morfologi yaitu terjadinya berpindah inti sel telur (nukleus) ke tepi dekat mikrofil (germinal vesicle migration), dan meleburnya membran inti sel telur (germinal vesicle break down), hal ini menyebabkan nilai IGS dan IHS ikan meningkat. Peningkatan IHS dikarenakan hati berfungsi dalam proses vitelogenesis untuk mensintesis vitelogenin. Sintesis vitelogenin di hati dipengaruhi 17β-estradiol yang merupakan stimulator dalam biosintesis vitelogenesis (Dewi 2015). Pengukuran IHS dilakukan pada awal dan akhir pengamatan. Nilai IHS yang diperoleh berkisar 1,862,34%. Peningkatan IHS disebabkan adanya akumulasi prekursor kuning telur dalam sitoplasma yang ditunjukkan dengan banyaknya vakuola dalam sitoplasma hepatosit dan juga semakin banyaknya hepatosit yang terdapat pada hati (Gambar 7). Selain peningkatan IHS, IGS yang diperoleh juga mengalami peningkatan. Peningkatan IGS pada beberapa jenis ikan selama masa perkembangan oosit terjadi peningkatan sebesar 1-20% (Tyler 1991). Nilai rata‒rata IGS yang diperoleh seluruh perlakuan berkisar 4,18-12,39%, nilai yang tertinggi terdapat pada perlakuan SK.3, SK.2, KT.3, KN.3, SP.2 dan SP.3. Peningkatan IGS ini dikarenakan tingginya nilai 17β-estradiol pada perlakuan tersebut. Peningkatan kadar plasma 17β-estradiol dan testosteron terjadi pada tahap kortikal alveolus dan berlangsung selama masa vitelogenesis (Heidari et al. 2011). Perkembangan gonad disaat proses vitelogenesis berlangsung granula kuning telur bertambah ukuran dan jumlah sehingga volume oosit membesar kemudian menyebabkan meningkatnya nilai indeks gonadosomatik (Yaron 1995; Darwisito et al. 2008).
28 Nilai spawned eggs relatif yang diperoleh dalam tahap maturasi berkisar antara 9141-20630 butir.g-1, sedangkan tahap rematurasi 6157-12913 butir.g-1. Berdasarkan analisis ragam yang dilakukan terhadap spawned eggs yang diperoleh menunjukkan bahwa penambahan suplemen dalam pakan tidak memberikan pengaruh, sedangkan induksi hormon memberikan pengaruhi spawned egg yang dihasilkan, dengan nilai tertinggi pada induksi hormon Oodev 0,50 mg.kg-1 sebanyak 64474±12529 butit.gram-1. Hal ini sejalan dengan penelitian Rahmatia (2013), bahwa penambahan suplemen spirulina tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada fekunditas telur. Hal ini dikarenakan fekunditas memiliki hubungan yang lebih kuat dengan bobot tubuh dan diameter telur dari pada pakan yang dikonsumsi (Kamler 1992 dalam Rahmatia 2013). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada minggu ke dua hingga minggu ke14 penambahan suplemen dalam pakan dan induksi hormonal mempengaruhi perkembangan diameter telur (p<0.05). Rata-rata diameter telur terbesar terdapat pada semua jenis pakan perlakuan yang dikombinasi dengan induksi Oodev 0,25-0,50 mL.kg1 induk. Peningkatan diameter telur ini disebabkan oosit berkembang, perkembangan oosit terjadi karena penimbunan kuning telur. Penimbunan kuning telur terdiri dari dua fase yaitu vitelogenesis endogen (sintesis kuning telur di dalam oosit) dan eksogen (penimbunan prekusor kuning telur yang disintesis di luar oosit). Diameter telur yang dihasilkan terbagi menjadi 3 kelas yaitu < 0,55 antara 0,55-0,65 dan > 0,65 mm (Lampiran 4), pada setiap pengukuran diameter terdapat semua ukuran sehingga sifat pemijahan ikan tengadak termasuk dalam parstial spawning. Hal ini sesuai yang dikemukakan Setiawan (2007), bahwa diameter telur ikan tengadak pada TKG IV berkisar antara 0,3-0,68 mm. Peningkatan diameter telur ini sejalan dengan peningkatan 17β-estradiol pada proses vitelogenesis disaat perkembangan oosit. Perkembangan oosit dari suplementasi dalam pakan yang dikombinasi dengan induksi Oodev menunjukkan adanya perkembangan oosit. Berdasarkan histologi pada Gambar 6 setiap perlakuan pakan yang diinduksi Oodev sebesar 0,25 dan 0,50 mL.kg-1 menunjukkan oosit sudah dalam tahap pematangan akhir, pematangan akhir ditandai dengan nukleus terletak pada bagian sentral dibungkus oleh lapisan sitoplasma, dan adanya penumpukan butir-butir lemak pada sitoplasma bersamaan muncul cortical aveoli, selain itu terdapat juga globula kuning telur dan ukuran oositnya lebih besar dibandingkan perlakuan tanpa induksi Oodev. Hal ini sesuai yang dikemukanan Genten (2009) bahwa gonad yang sedangkan perkembangan, ditandai dengan ukuran oogonia terlihat masing kecil berbentuk bulat dengan intisel yang sangat besar dibandingkan sitoplasma dan masih terlihat berkelompok-kelompok. Berdasarkan Gambar 8 menunjukkan bahwa oosit ikan tengadak pada tingkat kematangan gonad yang sama memiliki stadia perkembangan yang beragam, keberagaman stadia ini merupakan indikasi bahwa ikan tengadak memiliki tipe pemijahan parsial. Pemijahan parsial atau asinkronisme yaitu perkembangan oosit pada ovarium yang terdiri dari semua stadia oosit (Farastuti 2014). Telur yang berkembang dan matang gonad selanjutnya akan dibuahi secara buatan maupun semi alami. Kemudian diamati fertilisasi, hatching rate, abnormalitas dan survival rate. Berdasarkan Tabel 8 diperoleh hasil fertilisasi berkisar 48,44-71,00%, hatching rate 34,12-75,53%, abnormalitas 7,79-9,49%, survival rate 70,86-83,37% dan frekuensi pemijahan 1-3 kali di luar musim pemijahan. Nilai yang dihasilkan ini lebih tinggi dibandingkan dengan nilai survival rate larva ikan tengadak hasil para pembudidaya ikan tengadak sebesar 52,55%. Berdasarkan hal ini faktor penambahan
29 suplemen berupa S. platensis dan C. longa dalam pakan induk serta induksi Oodev dapat meningkatkan performa reproduksi ikan tengadak. Hal ini sesuai yang dikemukakan Nainggolan (2014) bahwa nutrien penting yang terkandung dalam pakan seperti asam lemak esensial dapat meningkatkan perkembangan morfologi telur dalam pembentukan struktur membran sel serta sebagai prekursor prostaglandin sehingga telur tidak rentan terhadap kerusakan yang menyebabkan hatching rate meningkat. Nilai abnormalitas yang dihasilkan dalam penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Nainggolan (2014), presentasenya sebesar 1,33-11,74% (Tabel 8). Perbedaan ini diduga disebabkan karena pemberian dosis suplemen, jenis pakan dan dosis hormon, serta ukuran dan jenis induk yang digunakan, selain itu peningkatan presentase telur normal dan sehat juga dipengaruhi kandungan dan komposisi asam lemak dalam pakan serta telur itu sendiri (Nainggolan 2014; Hossen et al. 2014). Menurut Mattos et al. (2000) kandungan asam lemak tak jenuh ganda seperti linoleat, linolenat, eicosapentaenoic dan docosahexaenoic dalam pakan pada awal kebuntingan menekan sintesis PGF 2α dengan menurunkan asam arakidonat untuk mengurangi kematian embrio sehingga asam lemak yang terkandung dalam pakan mengintegrasi nutrisi sebagai pembentukan embrio dan meningkatkan produktivitas hewan. Tahap dua: induksi ovulasi dan pemijahan ikan tengadak Hasil pengamatan induksi hormonal pada proses ovulasi dan pemijahan ikan tengadak, menunjukkan bahwa tidak semua induk bisa ovulasi dan memijah. Pada tahap ini hormon yang digunakan berupa Ovaprim, Spwanprim dan NaCl 0,9%. Penggunaan Ovaprim dan Spwanprim yang mengandung LHRHa, AD, AI, oksitosin dan PGF 2α ini berfungsi untuk mempercepat proses pematangan oosit hingga terjadi proses ovulasi. Ovulasi merupakan proses keluarnya oosit yang telah matang dari sel folikel untuk dibuahi (Nagahama dan Yamashita 2008). Hasil induksi ovulasi dan pemijahan ikan tengadak, induksi Spawnprim merupakan perlakuan yang terbaik dibandingkan induksi Ovaprim dan NaCl 0,9%. Waktu yang dibutuhkan untuk inkubasi telur sampai menetas ± 11-13 jam setelah telur diovulasikan terbuahi pada suhu 28oC. Berdasarkan analisis statistik induksi Ovaprim dan Spawnprim dalam proses pemijahan ikan tengadak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan (p<0,05), nilai hatcing rate yang dihasilkan induksi Ovaprim sebesar 54,06±2,12% dan induksi Spawnprim sebesar 79,58±0,64%. Hasil ini sesuai yang dikemukakan Oyen et al. (1991) dalam Farastuti (2014), bahwa presentase daya tetas telur selalu ditentukan oleh pesentase fertilisasi, semakin tinggi presentse fertilisasi maka semakin tinggi pula presentase daya tetas telur, kecuali jika terdapat faktor lingkungan yang mempengaruhi proses inkubasi seperti perubahan suhu yang tiba‒tiba, oksigen dan pH. Proses inkubasi merupakan proses setelah telur terbuahi sampai menetas dimana selama waktu tersebut di dalam telur terjadi proses‒proses embriologis (Effendi 2002). Pengamatan embriogenesis larva ikan tengadak dilakukan hingga larva menetas. Embriogenesi merupakan tahap pembentukan organ-organ tubuh dari tiga lapisan yaitu: ektoderm, metoderm, dan entidrem Gambar 9. Larva yang telah menetas dipelihara kurang lebih delapan hari pemeliharaan, selama masa pemeliharaan larva tidak diberi pakan tambahan, dikarenakan masih memiliki cadangan makanan berupa kuning telur. Selain itu juga dilakukan pengamatan abnormalitas larva. Berdasarkan analisis statistik terhadap tingkat abnormalitas larva diperoleh hasil bahwa induksi hormonal tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (p<0.05). Nilai abnormalitas pada setiap perlakuan berkisar antara 7,46-
30 9,97%. Nilai abnormalitas yang dihasilkan relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan Mayasari (2012), yaitu 0,00-0,9%. Akan tetapi lebih rendah, jika dibandingkan dengan hasil penelitian Nainggolan (2014), persentasenya sebesar 1,33-11,74%, perbedaan ini diduga disebabkan karena pemberian dosis suplemen, jenis pakan, perbedaan jenis dan dosis hormon, serta ukuran dan jenis induk yang digunakan. Presentase survival rate larva tengadak antar perlakuan menunjukkan ada berbeda nyata. Peresentase survival rate larva hasil induksi Ovaprim 70,11±1,54% dan induksi Spawnprim 76,56±2,40%. Perbedaan kelangsungan hidup pada larva ikan tengadak ini disebabkan ada sebagian induk ikan tengadak dapat memijah secara semi alami dan sebagian lagi dipijahkan secara buatan (dialin).
4
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada berbagai parameter pada tahap maturasi dan rematurasi maupun pada tahap ovulasi dan pemijahan ikan tengadak dapat disimpulkan: 1. Penambahan suplemen S.platensis 3%.kg-1 + C. longa 3%.kg-1 dalam pakan yang dikombinasi dengan penyuntikan Oodev 0,50 mL.kg-1 dapat meningkatkan kinerja reproduksi ikan tengadak di luar musim pemijahan, serta menginduksi 2,2 kali lebih cepat dibandingkan induksi Oodev 0,25 mL.kg-1 dan kontrol dalam masa pemeliharaan 4-14 minggu. Kemudian berdasarkan histologi gonad yang diamati ikan tengadak memiliki tipe pemijahan parsial atau asinkronus. 2. Induksi Spawnprim pada ikan tengadak dapat menginduksi pemijahan semi alami dan menghasilkan kinerja reproduksi lebih baik pada parameter hatching rate, abnormalitas dan survival rate larva. Saran Pada upaya peningkatkan kinerja reproduksi ikan tengadak baik pematangan gonad awal maupun akhir dapat menggunakan penambahan suplemen berupa tepung Spirulina platensis dan Curcuma longa pada pakan yang dikombinasi dengan induksi Oodev 0,50 mL.kg-1, kemudian pada tahap pemijahan untuk menginduksi pemijahan semi alami ikan tengadak dapat menggunakan Spawnprim.
DAFTAR PUSTAKA Ankley GT, Khal MD, Jensen KM, Hornung MW, Korte JJ, Makynen EA, Leino RL. 2002. Evaluation of the aromatase inhibitor Fadrozole in a short-therm reproduction assay with the fathead minnow Pimephales promelas. Society of Toxycology. Toxicological Science. 67:121-130.
31 Boyd CE, Tucker CS. 1998. Pond aquaculture water quality management. Kluwer Academic Publishers. 101 Philip Drive, Assinippi Park, Norwell, Massachusetts 02061. hlm 33. Darwisito S, Zairin MJr, Sjafei DS, Manalu W, Sudrajat AO. 2008. Pemberian pakan mengandung vitamin e dan minyak ikan pada induk memperbaiki kualitas telur dan larva ikan nila Oreochromis niloticus. Jurnal Akuakultur Indonesia. 7(1):1-10. Dewi CD. 2015. Khasiat tepung kunyit Curcuma longa dalam pakan untuk meningkatkan performa reproduksi ikan patin siam Pangasius hypopthalmus. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Diraman H, Koru E, Dibeklioglu. 2009. Fatty acid profile of Spirulina platensis used as a food supplement. The Israel Journal of Aquaculture-Bamidgeh. 61(2), 134-142. Effendi MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusantara. hlm 61-62. Farastuti ER. 2014. Induksi maturasi gonad, ovulasi dan pemijahan pada ikan torsoro Tor soro menggunakan kombinasi hormon. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Genten F, Terwinghe E, Danguy A. 2009. Atlas of Fish Histologi. Departemen of Histology and Biophatology of Fish Fauna Laboratory Of Functionnal Morphology. Universitas Libre de Bruxelles (ULB) Brussels Belgium. Science Publishers. Caphter 14 hlm 171-175. Giovanni BP, Elisabetta A, Gilberto F, Francesco G, Laura G, Elisabetta R, Benedetto S, Ivo Z. 2005. Spirulina as a nutrient source in diets for growing sturgeon Acipenser baeri. CNR Institute of Science of Food Production, Department of Pharmacological Sciences. University of Milano. Aquaculture Research. 36: 188‒195. Heidari B, Roozati SA, Yavari L. 2011. Changes in plasma levels of steroid hormones during oocyte development of caspian kutum Rutilus frisii kutum, Kamensky, 1901. Department of Biology, Faculty of Science, the University of Guilan, Rasht, Iran. Anim. Reproduction. Vol 7. No 4. p 373-381. Hidayat. 2008. Hormon hipofisa dan hipothalamus. bahan ajar. farmakologi dan terapeutik. Fakultas Kedokteran. Sumatera Utara (ID): Universitas Sumatera Utara. Hossen MDS, Reza AHMM, Rakhi SF, Takahashi K, Hossain Z. 2014. Effects of polyunsaturated fatty acids (PUFAs) on gonadal maturation and spawning of striped gourami, Colisa fasciatus. Int Aquat Res. 6:65. Huwoyono GH, Kusmini II, Kristanto AH. 2010. Keragaman pertumbuhan ikan tengadak alam (hitam) dan tengadak budidaya (merah) Barbonymus schwanenfeldii dalam pemeliharaan bersama pada kolam beton. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. Bogor Indonesia. Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 501-505. Isa MM, Md-Shah AS, Mohd-Sah SA, Baharudin N, Halim MAA. 2012. Population dynamics of tinfoil barb, Barbonymus schwanenfeldii (Bleeker, 1853) in pedu reservoir kedah. School of Biological Sciences, University of Scince Malaysia. Journal of Biology, Agriculture and Healthcare. Vol 2. No 5. Izquierdo MS, Ferna’ndez-Palacious H, Tacon AGJ. 2001. Effect of broodstock nutrition on reproductive performance of fish. Jurnal Aquacultur. 197: 25-42. Kathleen M, Carter, Christa M. Woodley, Richard S. Brown. 2011. A review of tricaine methanesulfonate for anesthesia of fish. Fish Biological Fisheriess. 21:51–59.
32 Mahdaliana. 2014. Induksi ovulasi dan pemijahan semi alami pada ikan patin Pangasianodon hypopthalmus menggunakan kombinasi hormon aromatase inhibitor dan oksitosin. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mattos R, Staples RC, Thatcher WW. 2000. Review of reproduction; effects of dietary fatty acids on reproduction in ruminants. Department of Dairy and Poultry Sciences, University of Florida, Gainesville, FL 32611, USA. Journals of Reproduction and Fertility. 5: 38-45. Mayasari N. 2012. Pemacuan kematangan gonad ikan lele dumbo Clarias sp. betina dengan kombinasi hormon PMSG dan Spirulina [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Moore WT, Ward DN. 1980. Pregnant mare serum gonadotropin rapid chromatographic procedures for the purification of intact hormone and isolation of subunit. Journal of Biological Chemistry. 17(4): 6928-6929. Nagahama Y, Matsuhisa A, Iwamatsu T, Sakai N, Fukada S. 1991. A mechanism for the action of pregnant mare serum gonadotropin on aromatase activity in the ovarian follicle of the medaka Oryzias latipes. Journal of Experimental Zoology. 259: 5358. Nagahama Y. and Yamashita M. 2008. Regulation of oocyte maturation in fish. Journal Japanese Society of Developmental Biologists. 50: S195-S219. Nainggolan A, Sudrajat AO, Priyo UB and Enang H. 2014. Ovarian maturation in asian catfish Clarias sp.by combination Oodev and nutrition addition Spirulina plantesis. International Journal of Science: Basic and Applied Research (IJSBAR) Vol 15. No I. pp 564‒583. Nainggolan A. 2014. Peningkatan mutu reproduksi induk betina lele (Clarias sp.) melalui pemberian kombinasi pakan bersuplemen Spirulina platensis dan Oodev. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Perini, VR, Sato Y, Rizzo E, Bazzoli N. 2012. Comparative analysis of the oocytes and early development of two species of curimatidae teleost fish. anatomia histologia embryologia. Journal of veterinary medicine. 42: 40‒47. Putra WKA. 2013. Induksi maturasi belut sawah Monopetrus albus secara hormonal. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rahmatia F. 2013. Kajian kombinasi penambahan spirulina platensis pada pakan dan penyuntikan Oodev terhadap kinerja reproduksi ikan nila. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ravindran PN, Babu KN, Sivaraman K. 2007. Turmeric: The Genus Curcuma. Medical and Aromatic Plants–Industrial Profils. CRC Press. hlm 198-199, 278. Saraswati TR. 2013. Optimalisasi kondisi fisiologis puyuh jepang Coturnix coturnix japonica dengan suplementasi serbuk kunyit Curcuma longa. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Setiawan B. 2007. Biologi reproduksi dan kebiasaan makan ikan lampam Barbonymus schwanenfeldii di Sungai Musi Sumatera Selatan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sudrajat AO. 2010. Pengantar Endokrinologi. Materi mata kuliah endokrinologi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Takeuchi T, Jun LU, Goro Y, Shuichi S. 2002. Effect on the growth and body composition of juvenile tilapia Oreochromis niloticus fed raw Spirulina. Department of Aquatic Biosciences, Faculty of Fisheries, Tokyo University of Fisheries, Minato, Tokyo Japan. Fisheries Science of Journal.68: 34-40.
33 Tyler C. 1991. Viteollogenesis in salmonid. In Scott AP, Sumpter JP, Kime DE and Rolfe MS (Eds). Proceedings of the fourth International symposium on the reproductive physiology of fish. University of East Anglia. Norwich. hlm 295-299. Yaron Z. 1995. Endocrinologi control of gametogenesis and spawning induction in the carp. Aquaculture.129: 49-73. Zairin MJr. 2003. Endokrinologi dan peranannya bagi masa depan perikanan Indonesia [orasi ilmiah]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
33
LAMPIRAN
34 Lampiran 1. Pembuatan pakan uji tahap maturasi dan rematurasi
A
B
C
D E Keterangan: A: Penambahan suplemen kedalam pakan komersil yang sudah direpeleting B: Penambahan minyak ikan kedalam pakan komersil yang sudah direpeleting C: Pencampuan semua bahan baik suplemen maupun pakan komersil D: Pencetakan pakan uji E: Pengeringan pakan uji yang telah dicetak
35 Lampiran 2. Prosedur kerja tahap ovulasi dan pemijahan ikan tengadak
A
B
F
E
C
D
Keterangan: A: Penyuntikan induk tengadak matang gonad B: Pemijahan semi alami ikan tengadak C: Inkubasi telur ikan tengadak D: Pengamatan perkembangan telur (embriogenesis) E: Telur tengadak yang terbuahi F: Larva ikan tengadak yang telah menetas
Lampiran 3. Ciri-ciri abnormalitas larva ikan tengadak
Keterangan: tanda panah menunjukkan adanya keabnormalan (bengkok) bagian ekor dan tulang pada larva ikan tengadak
36 Lampiran 4. Sebaran diameter telur ikan tengadak selama masa pemeliharaan
Minggu ke-3
100.00
Presentase diameter telur (%)
Presentase diameter telur (%)
Minggu ke-2 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 <0.55
0.55-0.65
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 <0.55
>0.65
KT.2
KT.3
KN.1
KN.2
KN.3
SP.1
SP.2
SP.3
SK.1
SK.2
SK.3
KT.1
KT.2
KT.3
KN.1
KN.2
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
KT.2
KT.3
KN.1
KN.2
0.55-0.65
KN.3
SP.1
SP.1
SP.2
SP.3
SK.1
SK.2
SK.3
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
>0.65
<0.55
Kelas ukuran diameter telur antar perlakuan (mm) KT.1
KN.3
Minggu Ke-5 Presentase diameter telur (%)
Presentase diameter telur (%)
Minggu Ke-4
<0.55
>0.65
Kelas ukuran diameter telur antar perlakuan (mm)
Kelas ukuran diameter telur antar perlakuan KT.1
0.55-0.65
SP.2
SP.3
SK.1
SK.2
0.55-0.65
>0.65
Kelas ukuran diameter telur antar perlakuan (mm) SK.3
KT.1
KT.2
KT.3
KN.1
KN.2
KN.3
SP.1
SP.2
SP.3
SK.1
SK.2
SK.3
37
Minggu ke-7
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 <0.55
0.55-0.65
Presentase diameter telur (%)
Presentase diameter telur (%)
Minggu Ke-6
>0.65
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 <0.55
Kelas ukuran diameter telur antar perlakuan (mm) KT.1
KT.2
KT.3
KN.1
KN.2
KN.3
SP.1
SP.2
SP.3
SK.1
SK.2
SK.3
KT.1
KT.2
KT.3
KN.1
KN.2
0.55-0.65
Presentase diameter telur (%)
Presentase diameter telur (%)
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
KT.2
KT.3
KN.1
KN.2
KN.3
SP.1
KN.3
SP.1
SP.2
SP.3
SK.1
SK.2
SK.3
Minggu ke-9
>0.65
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 <0.55
Kelas ukuran diameter antar perlakuan (mm) KT.1
>0.65
Kelas ukuran diameter telur antar perlakuan (mm)
Minggu ke-8
<0.55
0.55-0.65
SP.2
SP.3
SK.1
SK.2
0.55-0.65
>0.65
Kelas ukuran diameter telur antar perlakuan (mm) SK.3
KT.1
KT.2
KT.3
KN.1
KN.2
KN.3
SP.1
SP.2
SP.3
SK.1
SK.2
SK.3
38
Minggu Ke-11 Presentase diameter telur (%)
Presentase diameter telur (%)
Minggu Ke-10 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 <0.55
0.55-0.65
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 <0.55
>0.65
KT.2
KT.3
KN.1
KN.2
KN.3
SP.1
SP.2
SP.3
SK.1
SK.2
SK.3
KT.1
KT.2
KT.3
KN.1
<0.55
SP.1
SP.2
SP.3
SK.1
SK.2
SK.3
0.55-0.65
80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
>0.65
<0.55
kelas ukuran diameter telur antar perlakuan KT.3
KN.3
100.00
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
KT.2
KN.2
Minggu Ke-13 Presentase diameter telur (%)
Presentase diameter telur (%)
Minggu ke-12
KT.1
>0.65
Kelas ukuran diameter telur antar perlakuan (mm)
Kelas ukuran diameter telur antar perlakuan (mm) KT.1
0.55-0.65
KN.1
KN.2
KN.3
SP.1
SP.2
SP.3
SK.1
SK.2
0.55-0.65
>0.65
Kelas ukuran diameter telur antar perlakuan (mm) SK.3
KT.1
KT.2
KT.3
KN.1
KN.2
KN.3
SP.1
SP.2
SP.3
SK.1
SK.2
SK.3
Presentase diameter telur (%)
39 Minggu ke-14 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 <0.55
0.55-0.65
>0.65
Kelas ukuran diameter telur antar perlakuan (mm) KT.1
KT.2
KT.3
KN.1
KN.2
KN.3
SP.1
SP.2
SP.3
SK.1
SK.2
SK.3
40
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bintang Mas 2 pada tanggal 21 Desember 1988 dari pasangan Alm. bapak Suparyo dan Alm. ibu Nur Umi Kulsum. Penulis adalah putri kedelapan dari delapan bersaudara. Penulis melanjutkan pendidikan jenjang Strata 1 pada tahun 2007 pada program studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muhammadiyah Pontianak, lulus tahun 2011. Penulis melanjutkan studi program Magister Sains, pada tahun 2013 di Sekolah Pascasarjana program studi Ilmu Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyelesaikan tugas akhir dalam pendidikan tinggi dengan menulis tesis yang berjudul Induksi Hormonal, Penambahan Spirulina dan Kunyit dalam Pakan untuk Meningkatkan Kinerja Reproduksi Ikan Tengadak Barbonymus schwanenfeldii.