REKAYASA SALINITAS DAN KALSIUM PADA MEDIA PEMELIHARAAN UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI PENDEDERAN BENIH IKAN TENGADAK (Barbonymus schwanenfeldii)
DINI ISLAMA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Rekayasa Salinitas dan Kalsium pada Media Pemeliharaan untuk Meningkatkan Produksi Pendederan Benih Ikan Tengadak (Barbonymus schwanenfeldii) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014 Dini Islama NRP C151120051
RINGKASAN DINI ISLAMA. Rekayasa Salinitas dan Kalsium pada Media Pemeliharaan untuk Meningkatkan Produksi Pendederan Benih Ikan Tengadak (Barbonymus schwanenfeldii). Dibimbing oleh KUKUH NIRMALA dan ANI WIDIYATI. Ikan tengadak (Barbonymus schwanenfeldii) merupakan salah satu komoditas lokal daerah Kalimantan dan Sumatera yang memiliki potensi untuk dijadikan sebagai komoditas ikan hias karena bentuk tubuh dan warnanya yang indah, namun pada ukuran dewasa ikan tengadak juga dijadikan sebagai ikan konsumsi. Salah satu kendala yang dihadapi dalam budidaya ikan tengadak adalah pertumbuhannya yang masih rendah pada tahap pendederan. Rendahnya tingkat pertumbuhan diduga karena belum optimalnya faktor eksternal seperti media pemeliharaan dalam mendukung kehidupan ikan tersebut. Ikan tengadak sama halnya dengan ikan air tawar lainnya bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya, sehingga dibutuhkan pengaturan tekanan osmotik media melalui rekayasa salinitas dan kalsium pada media pemeliharaan agar air dan ion-ion antara tubuh dan lingkungannya berada dalam kondisi yang seimbang. Pada saat media optimal maka kebutuhan energi untuk aktivitas enzim Na+/K+/ATPase akan berkurang sehingga tersedia banyak energi (katabolisme) yang dapat dipergunakan untuk pertumbuhan. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan salinitas dan kadar kalsium yang terbaik pada media pemeliharaan untuk kinerja pertumbuhan benih ikan tengadak (Barbonymus schwanenfeldii), sehingga meningkatkan produksi pendederannya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013 di Pusat Pengembangan dan Pemasaran (Raiser) Ikan Hias Cibinong, Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 kali ulangan. Faktor yang diteliti adalah salinitas media dan penambahan kalsium. Salinitas media terdiri atas tiga taraf yaitu 0 ppt, 3 ppt dan 6 ppt, sedangkan penambahan kalsium terdiri atas empat taraf yaitu 0 mg L-1, 10 mg L-1, 20 mg L-1 dan 30 mg L-1. Wadah penelitian yang digunakan adalah akuarium kaca berukuran 60 cm x 40 cm x 40 cm berjumlah 36 buah dan dilengkapi dengan instalasi aerasi. Media pemeliharaan benih ikan tengadak adalah air tawar (0 ppt) dan air bersalinitas 3 dan 6 ppt yang diperoleh dari hasil pengenceran garam dengan air tawar. Penambahan kalsium (CaCO3) dilakukan pada masing-masing air bersalinitas dengan konsentrasi 0 mg L-1, 10 mg L-1, 20 mg L-1, dan 30 mg L-1. Volume air total untuk masing-masing wadah adalah 70 L. Ikan uji yang digunakan adalah benih ikan tenggadak (Barbonymus schwanenfeldii) dengan panjang 2±0.03 cm dan bobot 0.33±0.05 g. Ikan ditebar pada masing-masing wadah dengan kepadatan 1 ekor L-1. Masa pemeliharaan ikan berlangsung selama 40 hari. Pakan uji yang digunakan berupa cacing sutra (Tubifex sp.) segar dengan kandungan gizi: protein 47.23 %, lemak 10.52 %, karbohidrat 2.04 %, kadar abu 3.32 %, kadar air 81.37 % dan serat kasar 1.03 %. Pakan diberikan secara ad libitum sebanyak 3 kali sehari yaitu pagi, siang dan sore hari. Untuk menentukan salinitas dan penambahan kadar kalsium terbaik pada media pemeliharaan bagi kinerja pertumbuhan benih ikan tengadak, maka dilakukan evaluasi terhadap respon fisiologis benih ikan tengadak melalui
parameter gradien osmotik, tingkat konsumsi oksigen, efisiensi pakan, kadar kalsium di air, kadar kalsium di dalam tulang, laju pertumbuhan bobot spesifik, pertumbuhan bobot dan panjang mutlak, sintasan dan daya tahan tubuh ikan terhadap arus air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa salinitas media 3 ppt dan penambahan kalsium 20 mg L-1 merupakan media pemeliharaan terbaik untuk mengoptimalkan respon fisiologis benih ikan tengadak dengan parameter gradien osmotik dan tingkat konsumsi oksigen dicapai minimal. Gradien osmotik pada salinitas media 3 ppt yaitu 280.50±2.41 µS cm-1 dan penambahan kalsium 20 mg L-1 yaitu 277±3.61 µS cm-1 , serta tingkat konsumsi oksigen pada salinitas media 3 ppt yaitu 0.34±0.03 mgO2 g-1 jam-1 dan penambahan kalsium 20 mg L-1 yaitu 0.40±0.05 mgO2 g-1 jam-1. Sedangkan sintasan (salinitas 3 ppt yaitu 94.17±0.81 % dan penambahan kalsium 20 mg L-1 yaitu 94.13±1.53 %), laju pertumbuhan bobot spesifik (salinitas 3 ppt yaitu 6.53±0.04 %), Pertumbuhan bobot mutlak (salinitas 3 ppt yaitu 3.81±0.04 g), pertumbuhan panjang mutlak (salinitas 3 ppt dan penambahan kalsium 20 mg L-1 yaitu 3.49±0.29 cm), kadar kalsium di dalam tulang ikan (penambahan kalsium 20 mg L-1 yaitu 5.12±0.39 %), kemampuan ikan melawan arus (salinitas 3 ppt yaitu 86.33±3.33 % dan penambahan kalsium 20 mg L-1 yaitu 84.44±3.84 %) dan efisiensi pakan (salinitas 3 ppt yaitu 39.34 ±0.48 %) dicapai maksimal. Kata Kunci: Ikan tengadak, kalsium, pertumbuhan, respon fisiologis, salinitas
SUMMARY DINI ISLAMA. Manipulation of Salinity and Calcium in Rearing Media to Increase Production of Tengadak Fish Seed (Barbonymus schwanenfeldii). Supervised by KUKUH NIRMALA and ANI WIDIYATI. Tengadak fish (Barbonymus schwanenfeldii) are local commodities of Borneo and Sumatra that have potential to be developed as the ornamental fish commodities because they have beautiful colour and body shapes, but the size of the adult tengadak fish can also be used as fish for consumption. One of the obstacles faced in tengadak fish farming are still low growth at the nursery stage. Low levels of growth presumably because of external factors which are not optimal in supporting their life, such as rearing media. Like other freshwater fish, tengadak fish are hyperosmotic to their environment, so needed regulation of media osmotic pressure through manipulation of salinity and calcium in rearing media, so that water and ions between the body and the environment are balanced condition. When the media condition is optimal, the energy needed for the enzyme activity of Na+/K+/ATPase is reduced so that much energy (catabolism) is available for growth. This study aimed to determine the best salinity and calcium levels in rearing media for the growth performance of tengadak fish (Barbonymus schwanenfeldii), so that increase seed production. This research was conducted in October to Desember 2013 at The Center for Development and Marketing (Raiser) of Ornamental Fish in Cibinong, Bogor. The experiment design was arranged in factorial completely randomized design with three replications. The treatment included three different media salinity levels, that is, 0 ppt, 3 ppt, 6 ppt and four different calcium levels, that is, 0 mg L-1, 10 mg L-1, 20 mg L-1, and 30 mg L-1. The containers used in this study were 36 glass aquariums with each measuring 60 cm x 40 cm x 40 cm eqipped with aeration installation. The rearing media of tengadak fish seed was freshwater (0 ppt) and the water with 3 ppt and 6 ppt salinity obtained from the salt dilution with freshwater. The addition of calcium (CaCO3) was performed on each salinity water with concentrations of 0 mg L-1, 10 mg L-1, 20 mg L-1, dan 30 mg L-1. Then it was aerated in order to assist the solubility of calcium and oxygen saturation. Total water volume for each container was 70 L. Tengadak fish stocking density was 1 fish L-1 with an average length of 2 ± 0.03 cm and an average initial weight of 0.33 ± 0.05 g. The culture period for one cycle of fish farming was 40 days. The test feed used was fresh silk worm (Tubifex sp.) with nutrient contents of 47.23% protein, 10.52 % fat, 2.04 % carbohydrate, 3.32 % ash, 81.37 % water and 1.03 % fiber. The feed was given in the form of silk worms ad libitum three times a day. To determine the best salinity and addition of calcium levels in rearing media for the growth performance of tengadak fish seed, the evaluation on physiological responses of tengadak fish seed through the parameters of osmotic gradient, oxygen consumption level, efficiency of feed, the level of calcium in water, the level of calcium in bone, survival rate, the specific growth weight, the absolute growth weight and length, the ability of fish against the water current.
The result showed the combination of 3 ppt salinity media and addition 20 mg L calcium was the best rearing media to optimize the physiological responses of tengadak fish seed, that the parameters of osmotic gradient and oxygen consumption level were minimally achieved. The osmotic gradient at 3 ppt salinity media is 280.50±2.41 µS cm-1 and addition 20 mg L-1 calcium is 277±3.61 µS cm-1, and oxygen consumption level at 3 ppt salinity media is 0.34±0.03 mgO2 g-1 hr-1 and addition 20 mg L-1 calcium is 0.40±0.05 mgO2 g-1 hr-1. Meanwhile, the survival rate (3 ppt salinity media is 94.17±0.81 % and addition 20 mg L-1 calcium is 94.13±1.53 %), the specific growth weight (3 ppt salinity media is 6.53±0.04 %), the absolute growth weight (3 ppt salinity media is 3.81±0.04 g), the absolute growth length (3 ppt salinity media and addition 20 mg L-1 calcium is 3.49±0.29 cm), the level of calcium in bone (addition 20 mg L-1 calcium is 5.12±0.39 %), the ability of fish against the water current (3 ppt salinity media is 86.33±3.33 % and addition 20 mg L-1 calcium is 84.44±3.84 %) and efficiency of feed (3 ppt salinity media is 39.34 ±0.48 %) were maximally achieved. -1
Keywords: Barbonymus schwanenfeldii, calcium, growth, physiological responses salinity
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
REKAYASA SALINITAS DAN KALSIUM PADA MEDIA PEMELIHARAAN UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI PENDEDERAN BENIH IKAN TENGADAK (Barbonymus schwanenfeldii)
DINI ISLAMA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis: Dr Ir Eddy Supriyono, MSc
Judul Tesis : Rekayasa Salinitas dan Kalsium pada Media Pemeliharaan untuk Meningkatkan Produksi Pendederan Benih Ikan Tengadak (Barbonymus schwanenfeldii) Nama : Dini Islama NIM : C151120051
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Kukuh Nirmala, MSc Ketua
Dr Ir Ani Widiyati, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Widanarni, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 16 Mei 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013 ini adalah Rekayasa Salinitas dan Kalsium pada Media Pemeliharaan untuk Meningkatkan Produksi Pendederan Benih Ikan Tengadak (Barbonymus schwanenfeldii). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Kukuh Nirmala, MSc dan Ibu Dr Ir Ani Widiyati, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan, serta Bapak Dr Ir Eddy Supriyono, MSc selaku dosen penguji luar komisi pada ujian tesis atas segala saran yang diberikan sehingga tesis ini lebih berkualitas. Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Darmawan Sidik, MAq dari Pusat Pengembangan dan Pemasaran (Raiser) Ikan Hias Cibinong beserta staf yang telah membantu selama pengumpulan data. Penulis juga mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada ayahanda Ir Mahdi AS dan ibunda Ir Juliawati, MP, serta adinda Dina Islami, Skel; Dian Primadara, SH; Ahmad Muttaqina Imama, Amd dan Putri Muslimah Al-Kautsar atas segala doa dan kasih sayangnya. Disamping itu, terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rahmat Surya, SE atas segala kesabaran, pengertian, dukungan, doa dan kasih sayangnya selama penulis menyelesaikan studi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Chitra Octavina dan Endiyani atas segala dukungan dan persahabatan yang diberikan kepada penulis. Terima kasih kepada Mee Novi Susianti, Mba Erna Yuniarsih, Febrina Amalia dan keluarga besar Akuakultur 2012 atas segala semangat, kerjasama dan dukungan moril maupun spiritual. Penelitian dan penyusunan tesis ini dapat terlaksana atas bantuan dana dari DIKTI melalui Program Beasiswa Unggulan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2014 Dini Islama
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis
1 1 3 3 4 4
2 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian Analisis Data
5 5 6 7 13
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Gradien Osmotik Tingkat Konsumsi Oksigen Efisiensi Pakan Kadar Kalsium di Air Kadar Kalsium di Dalam Tulang Laju Pertumbuhan Bobot Spesifik Pertumbuhan Bobot Mutlak Pertumbuhan Panjang Mutlak Sintasan Tingkat Daya Tahan Tubuh Ikan terhadap Arus Air Kualitas Air Pembahasan
13 13 14 15 15 16 17 18 18 19 20 21 22
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
32 32 32
DAFTAR PUSTAKA
33
LAMPIRAN
37
RIWAYAT HIDUP
54
DAFTAR TABEL 1 Tempat pelaksanaan analisis parameter 2 Alat pengukur parameter fisika-kimia dan mineral 3 Nilai parameter fisika kimia perairan pada setiap perlakuan selama percobaan
5 6 21
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Skema pendekatan dan pemecahan masalah Bagan alir penetapan mineral Simulasi daya tahan tubuh ikan terhadap arus air Nilai gradien osmotik antara tubuh benih ikan tengadak dan media pada beberapa taraf salinitas media (a) dan penambahan kalsium (b) berbeda Tingkat konsumsi oksigen benih ikan tengadak pada beberapa taraf salinitas media (a) dan penambahan kalsium (b) berbeda Efisiensi pakan benih ikan tengadak pada beberapa taraf salinitas media (a) dan penambahan kalsium (b) berbeda Kadar kalsium di air pemeliharaan benih ikan tengadak pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium berbeda Kadar kalsium di dalam tulang benih ikan tengadak pada beberapa taraf salinitas media (a) dan penambahan kalsium (b) berbeda Laju pertumbuhan bobot spesifik benih ikan tengadak pada beberapa taraf salinitas media (a) dan penambahan kalsium (b) berbeda Pertumbuhan bobot mutlak benih ikan tengadak pada beberapa taraf salinitas media (a) dan penambahan kalsium (b) berbeda Pertumbuhan panjang mutlak benih ikan tengadak pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium berbeda Sintasan benih ikan tengadak pada beberapa taraf salinitas media (a) dan penambahan kalsium (b) berbeda Tingkat daya tahan tubuh ikan pada beberapa taraf salinitas media (a) dan penambahan kalsium (b) berbeda
4 11 12 14 14 15 16 17 17 18 19 20 21
DAFTAR LAMPIRAN 1 Tabel dua arah parameter gradien osmotik pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium yang berbeda 2 Output tabel analisis ragam parameter gradien Osmotik dengan menggunakan spss 19.0 3 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor salinitas terhadap parameter gradien osmotik dengan menggunakan spss 19.0 4 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor penambahan kalsium terhadap parameter gradien osmotik dengan menggunakan spss 19.0
38 38 38 39
5 6 7 8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
21 22 23
24
25 26
Tabel dua arah parameter tingkat konsumsi oksigen pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium yang berbeda Output tabel analisis ragam parameter tingkat konsumsi oksigen dengan menggunakan spss 19.0 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor salinitas terhadap parameter tingkat konsumsi oksigen dengan menggunakan spss 19.0 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor penambahan kalsium terhadap parameter tingkat konsumsi oksogen dengan menggunakan spss 19.0 Tabel dua arah parameter efisiensi pakan pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium yang berbeda Output tabel analisis ragam parameter efisiensi pakan dengan menggunakan spss 19.0 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor salinitas terhadap parameter efisiensi pakan dengan menggunakan spss 19.0 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor penambahan kalsium terhadap parameter efisiensi pakan dengan menggunakan spss 19.0 Tabel dua arah parameter kadar Ca di air pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium yang berbeda Output tabel analisis ragam parameter kadar Ca di air dengan menggunakan spss 19.0 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor salinitas terhadap parameter kadar Ca di air dengan menggunakan spss 19.0 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor penambahan kalsium terhadap parameter kadar Ca di air dengan menggunakan spss 19.0 Tabel dua arah kadar Ca di dalam tulang pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium yang berbeda Output tabel analisis ragam parameter kadar Ca di dalam tulang dengan menggunakan spss 19.0 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor salinitas terhadap parameter kadar Ca di dalam tulang dengan menggunakan spss 19.0 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor penambahan kalsium terhadap parameter kadar Ca di dalam tulang dengan menggunakan spss 19.0 Tabel dua arah parameter laju pertumbuhan bobot spesifik pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium yang berbeda Output tabel analisis ragam parameter laju pertumbuhan bobot spesifik dengan menggunakan spss 19.0 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor salinitas terhadap parameter laju pertumbuhan bobot spesifik dengan menggunakan spss 19.0 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor penambahan kalsium terhadap parameter laju pertumbuhan bobot spesifik dengan menggunakan spss 19.0 Tabel dua arah parameter pertumbuhan bobot mutlak pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium yang berbeda Output tabel analisis ragam parameter pertumbuhan bobot mutlak dengan menggunakan spss 19.0
39 39 40
40 41 41 41 42 42 42 43 43 44 44 44
45 45 45
46
46 47 47
27 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor salinitas terhadap parameter pertumbuhan bobot mutlak dengan menggunakan spss 19.0 28 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor penambahan kalsium terhadap parameter pertumbuhan bobot mutlak dengan menggunakan spss 19.0 29 Tabel dua arah parameter pertumbuhan panjang mutlak pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium yang berbeda 30 Output tabel analisis ragam parameter pertumbuhan panjang mutlak dengan menggunakan spss 19.0 31 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor salinitas terhadap parameter pertumbuhan panjang mutlak dengan menggunakan spss 19.0 32 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor penambahan kalsium terhadap parameter pertumbuhan panjang mutlak dengan menggunakan spss 19.0 33 Tabel dua arah parameter sintasan benih pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium yang berbeda 34 Output tabel analisis ragam parameter sintasan benih dengan menggunakan spss 19.0 35 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor salinitas terhadap parameter sintasan benih dengan menggunakan spss 19.0 36 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor penambahan kalsium terhadap parameter sintasan benih dengan menggunakan spss 19.0 37 Tabel dua arah parameter tingkat daya tahan tubuh ikan terhadap arus pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium yang berbeda 38 Output tabel analisis ragam parameter tingkat daya tahan tubuh ikan terhadap arus dengan menggunakan spss 19.0 39 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor salinitas terhadap parameter tingkat daya tahan tubuh ikan terhadap arus dengan menggunakan spss 19.0 40 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor penambahan kalsium terhadap parameter tingkat daya tahan tubuh ikan terhadap arus dengan menggunakan spss 19.0 41 Perhitungan untuk menentukan kalsium sebagai media percobaan
47
48 48 48 49
49 49 50 50 51
51 51
52
52 53
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan tengadak (Barbonymus schwanenfeldii) merupakan salah satu komoditas lokal daerah Kalimantan dan Sumatera yang memiliki potensi untuk dijadikan sebagai ikan budidaya. Habitat ikan tengadak terdapat di sungai dan rawa banjiran (Huwoyon et al. 2010). Umumnya ikan tengadak dijadikan sebagai salah satu komoditas ikan hias karena bentuk dan warna tubuhnya yang indah, namun pada ukuran dewasa ikan tengadak juga dijadikan sebagai ikan konsumsi (Eslamloo et al. 2012). Menurut Kottelat et al. (1993), ikan tenggadak memiliki ciri-ciri yaitu bentuk tubuh pipih dan berwarna putih keperak-perakan, sirip punggung bewarna merah dengan bercak hitam diujungnya, sirip dada, sirip dubur dan sirip perut bewarna merah, sirip ekor bewarna merah dengan pinggiran garis hitam di sepanjang cuping sirip ekor. Para penangkar sudah mulai membudidayakan ikan tengadak dari hasil tangkapan di alam, sehingga ketersediaan benih ikan ini di alam sudah mulai berkurang karena pengambilan benih dari alam dilakukan secara terus-menerus tanpa memperhatikan kelestariannya (Huwoyon et al. 2010). Padahal dalam rangka mendukung adanya kesinambungan dalam budidaya tersebut, pasokan benih yang kontinu sangat dibutuhkan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian ikan ini adalah dengan membudidayakan ikan tengadak tanpa terus mengandalkan benih dari hasil tangkapan di alam. Namun, menurut Asyari (2007) domestikasi maupun teknik budidaya ikan-ikan lokal seperti ikan tengadak belum dikuasai oleh balai-balai benih baik milik pemerintah maupun masyarakat. Usaha penyediaan benih ikan tengadak melalui kegiatan budidaya pembenihan telah dilakukan, namun masih terdapat kendala pertumbuhannya yang masih rendah pada tahap pendederan. Menurut Huwoyon et al. (2010), ikan tengadak ukuran panjang awal 5-6 cm dan bobot 3-5 g yang dipelihara selama 150 hari hanya menghasilkan laju pertumbuhan bobot spesifik 0.57±0.02 %. Begitu pula hasil penelitian Prakoso et al. (2010) menunjukkan bahwa ikan tengadak hanya mengalami pertumbuhan bobot 16 gram dan pertumbuhan panjang 3 cm selama lima bulan pemeliharaan. Pertumbuhan bobot ini cukup rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Christensen (1994) yang menunjukkan bahwa ikan tengadak dapat mengalami pertumbuhan bobot hingga 253 gram selama dua belas bulan pemeliharaan. Rendahnya tingkat pertumbuhan diduga karena belum optimalnya faktor eksternal seperti media pemeliharaan dalam mendukung kehidupan ikan tersebut. Salah satu parameter fisika perairan yang berpengaruh terhadap sintasan dan pertumbuhan ikan baik secara langsung maupun tidak langsung adalah salinitas. Secara langsung, salinitas melalui tekanan osmotik mempengaruhi aktivitas fisiologis ikan baik pada osmoregulasi maupun bioenergetik (Gilles dan Jeuniaux 1979), sedangkan secara tidak langsung salinitas berpengaruh terhadap ketersediaan oksigen terlarut dalam air. Semakin tinggi salinitas media, maka semakin rendah kapasitas kelarutan oksigen dalam air. Tingkat salinitas yang terlalu tinggi atau rendah dengan fluktuasinya lebar dapat menyebabkan kematian
2 pada ikan (Setiawati dan Suprayudi 2003). Kematian ikan tersebut disebabkan oleh gejala osmolaritas internal, yaitu terganggunya keseimbangan osmolaritas antara media hidup dengan cairan tubuh, serta berkaitan dengan perubahan daya absorpsi terhadap oksigen. Ikan tengadak seperti halnya ikan air tawar lainnya mempunyai tekanan osmotik cairan dalam tubuh lebih besar dari tekanan osmotik lingkungan, sehingga garam-garam dalam tubuh cenderung keluar sedangkan air cenderung masuk ke dalam tubuh secara difusi melalui permukaan tubuh yang semipermeabel. Bila hal ini tidak dikendalikan atau diimbangi maka akan menyebabkan hilangnya garam-garam dalam tubuh, sehingga cairan tubuh tidak dapat menyokong fungsi-fungsi fisiologis secara normal. Oleh sebab itu, dibutuhkan proses pengaturan tekanan osmotik (osmoregulasi) untuk mengontrol keseimbangan air dan ion-ion antara tubuh ikan dan lingkungannya agar prosesproses fisiologis di dalam tubuhnya dapat berlangsung dengan normal (Affandi dan Tang 2002). Pengaturan tekanan osmotik media dapat dilakukan dengan rekayasa salinitas dan kalsium pada media pemeliharaan. Menurut Karim (2007) salinitas akan berpengaruh pada pengaturan ion-ion internal yang secara langsung memerlukan energi untuk transpor aktif ion-ion guna mempertahankan keseimbangan dengan ion-ion di lingkungan. Hal ini sangat berpengaruh pada proses fisiologis yang dapat berakibat pada mortalitas dan pertumbuhan. Pada saat ikan tengadak dipelihara pada media salinitas yang mendekati kondisi isoosmotiknya, maka dapat meminimalkan penggunaan energi untuk kerja osmotik sehingga kelebihan energi dapat dipergunakan untuk pertumbuhannya. Pada beberapa jenis ikan air tawar, salinitas optimal untuk pertumbuhan benih berbeda-beda. Pada ikan bawal, salinitas 6 ppt merupakan salinitas yang optimal untuk pertumbuhannya (Djokosetiyanto et al. 2008). Pada ikan balashak, laju pertumbuhan bobot spesifik optimal terjadi pada salinitas 3 ppt sebesar 3.71±0.19 % (Kadarini 2009). Hasil penelitian Nirmala dan Rismawan (2010) juga menunjukkan bahwa benih gurame yang dipelihara pada salintas 3 ppt mempunyai laju pertumbuhan bobot spesifik tertinggi sebesar 1.02 %. Kalsium (Ca) merupakan makro mineral yang berhubungan langsung dengan perkembangan dan pemeliharaan sistem skeleton serta berpartisipasi dalam berbagai proses fisiologis tubuh organisme termasuk osmoregulasi. Jika kandungan kalsium di perairan tidak mencukupi maka mekanisme osmoregulasi bisa terganggu yang akhirnya berdampak pada pertumbuhan. Imsland et al. (2003) mengemukakan bahwa fungsi biokimia mineral seperti ion Ca, Na dan Cl pada spesies perairan sama dengan hewan daratan. Ion-ion secara aktif diserap tubuh melalui insang ketika terjadi proses penyerapan air. Setiap spesies memiliki kebutuhan mineral yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi lingkungan media hidupnya. Kebutuhan Ca pada ikan dipengaruhi oleh kimia air, level P dalam pakan dan spesies (Lall 2002). Ion kalsium di lingkungan perairan dapat berasal dari CaCO3, (Ca(OH)2) dan CaO (Pilliang 2005). Hasil penelitian Kadarini (2009) menunjukkan bahwa benih ikan balashak memiliki laju pertumbuhan bobot spesifik tertinggi 3.9±0.31 % pada salinitas media 3 ppt dan penambahan kalsium 20 mg L-1. Dengan adanya pengaturan salinitas dan penambahan kalsium pada media pemeliharaan ikan, diharapkan dapat meningkatkan kinerja pertumbuhan benih
3 ikan tengadak karena sel-sel organ pada tubuh ikan berada dalam cairan media dengan komposisi dan konsentrasi ionik yang sesuai dengan kebutuhannya, serta kebutuhan mineral penting dapat terpenuhi. Sehubungan dengan besarnya peranan salinitas dan ion kalsium di perairan terhadap pertumbuhan ikan maka penelitian ini perlu dilakukan. Perumusan Masalah Masalah yang dihadapi dalam budidaya ikan tengadak adalah belum tersedianya benih secara kontinu dari hasil kegiatan pembenihan. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan benih ikan tengadak yang masih rendah pada tahap pendederan, diduga karena belum optimalnya faktor eksternal seperti media pemeliharaan dalam mendukung kehidupannya. Ikan tengadak yang dipelihara pada media dengan salinitas di luar kisaran isoosmotik idealnya akan melakukan kerja osmotik yang berat. Pada kondisi demikian maka proses-proses fisiologis dalam tubuh tidak akan bekerja secara optimal. Proses osmoregulasi membutuhkan energi yang besarnya bergantung pada tingkat kerja osmotik. Semakin besar gradien osmotik akan mengakibatkan semakin besar energi yang digunakan untuk proses osmoregulasi dan pada akhirnya akan mempengaruhi sintasan dan pertumbuhannya (Carrion et al. 2005). Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan melakukan pengaturan tekanan osmotik untuk keseimbangan antara tubuh benih ikan tengadak dan lingkungannya. Menurut Porchase et al. (2009), apabila gradien osmotik antara cairan tubuh dengan media lingkungannya terlalu tinggi maka akan menyebabkan proses fisiologis terganggu, stres bahkan menyebabkan kematian. Pengaturan tekanan osmotik media dapat dilakukan dengan rekayasa salinitas dan kadar kalsium pada media pemeliharaan ikan. Jika ikan tengadak dipelihara pada media salinitas yang mendekati kondisi isoosmotiknya maka dapat meminimalkan penggunaan energi untuk kerja osmotik dan memacu konsumsi pakan sehingga pertumbuhan dapat meningkat. Mineral kalsium pada media pemeliharaan ikan juga mempunyai peranan penting dalam pembentukan jaringan tubuh dan osmoregulasi. Mineral kalsium bersama dengan ion kalium (K+) berperan dalam mekanisme kerja osmotik ikan. Keseimbangan mineral media dapat mempengaruhi keseimbangan isoosmotik antara cairan tubuh ikan dan lingkungannya. Menurut Imsland et al. (2003) pada saat kondisi media optimal maka kebutuhan energi (beban osmotik) untuk aktivitas enzim Na+/K+-/ATPase akan berkurang sehingga tersedia banyak energi (katabolisme) yang dapat dipergunakan untuk pertumbuhan dan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Skema pendekatan dan pemecahan masalah disajikan pada Gambar 1.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menentukan salinitas dan kadar kalsium yang terbaik pada media pemeliharaan untuk kinerja pertumbuhan benih ikan tengadak (Barbonymus schwanenfeldii), sehingga meningkatkan produksi pendederan benih.
4
Pertumbuhan
Mineralisasi Tulang, osmoregulasi dan Enzimatik
Sintasan
Gambar 1. Skema pendekatan dan pemecahan masalah.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu teknologi rekayasa lingkungan pada pendederan benih ikan tengadak (Barbonymus schwanenfeldii) secara indoor, terutama untuk memenuhi kebutuhan ikan hias.
Hipotesis Apabila salinitas dan kalsium pada media pemeliharaan berada pada kondisi yang terbaik untuk kinerja pertumbuhan benih ikan tengadak (Barbonymus schwanenfeldii) maka akan meningkatkan produksi pendederan benih.
5
2 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013 di Pusat Pengembangan dan Pemasaran (Raiser) Ikan Hias Cibinong, Bogor. Analisis parameter dilakukan pada beberapa laboratorium yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Tempat pelaksanaan analisis parameter Tempat 1. Laboratorium Proling, Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB 2. Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor
3. Laboratorium Balai Besar Industri Agro, Bogor
Parameter Kesadahan, Alkalinitas dan Ammoniak Uji proksimat pakan Analisis Ca di tulang ikan, DHL tubuh ikan Analisis Ca di air DHL air
Rancangan Percobaan Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental laboratorium. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 3 kali ulangan. Faktor yang diteliti yaitu salinitas dan penambahan kalsium dengan masing-masing taraf perlakuan sebagai berikut : S0 = Salinitas 0 ppt S3 = Salinitas 3 ppt S6 = Salinitas 6 ppt
K0 = K10 = K20 = K30 =
0 mg L-1 Kalsium 10 mg L-1 Kalsium 20 mg L-1 Kalsium 30 mg L-1 Kalsium
Model percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Yijk = μ + τi + βj + (τβ)ij + ∑ijk , dimana i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3, 4 Keterangan: Yij = Nilai parameter uji pada faktor salinitas taraf ke-i, faktor penambahan kalsium taraf ke-j dan ulangan ke-k μ = Rataan umum τi = Pengaruh salinitas taraf ke-i βj = Pengaruh penambahan kalsium taraf ke-j (τβ)ij = Pengaruh interaksi salinitas pada taraf ke-i dan penambahan kalsium taraf ke-j
6 εij
= Galat percobaan karena pengaruh faktor salinitas taraf ke-i dan faktor penambahan kalsium taraf ke-j pada ulangan ke-k Bahan dan Alat Penelitian
Wadah Penelitian Wadah penelitian yang digunakan adalah akuarium kaca berukuran 60 cm x 40 cm x 40 cm berjumlah 36 buah. Akuarium yang digunakan berasal dari Pusat Pengembangan dan Pemasaran (Raiser) Ikan Hias Cibinong, Bogor. Media Penelitian Media pemeliharaan benih ikan tengadak adalah air tawar (0 ppt) dan air bersalinitas 3 dan 6 ppt yang diperoleh dari hasil pengenceran garam dengan air tawar. Penambahan kalsium dilakukan pada masing-masing air bersalinitas dengan konsentrasi 0 mg L-1, 10 mg L-1, 20 mg L-1, dan 30 mg L-1, kemudian diaerasi dengan tujuan untuk membantu kelarutan kalsium dan agar jenuh oksigen. Ikan uji Ikan uji yang digunakan adalah benih ikan tenggadak (Barbonymus schwanenfeldii) dengan panjang 2±0.03 cm dan bobot 0.33±0.05 g, berasal dari hasil pemijahan buatan di Instalasi Riset Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Cijeruk. Pakan Uji Pakan uji yang digunakan berupa cacing sutra (Tubifex sp.) segar dengan kandungan gizi sebagai berikut: protein 47.23 %, lemak 10.52 %, karbohidrat 2.04 %, kadar abu 3.32 %, kadar air 81.37 % dan serat kasar 1.03 %. Alat Pengukur Parameter Kualitas Air Parameter kualitas air yang diukur adalah parameter fisika-kimia perairan seperti suhu, pH, amoniak, kesadahan, alkalinitas dan oksigen terlarut serta mineral kalsium. Alat yang digunakan untuk mengukur parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Alat pengukur parameter fisika-kimia perairan dan mineral Parameter Alat Salinitas (ppt) Suhu (0C) pH Oksigen terlarut (DO) (mg L-1) Kesadahan (mg L-1) Ca2+ di tulang (%) Ca2+ di air (mg L-1) Gradien osmotik (µS cm-1) Alkalinitas (mg L-1) Ammoniak (mg L-1) Pengukuran bobot (g) Pengukuran panjang(cm)
Hand refractometer Thermometer pH meter Dissolved oxygen meter Titrasi EDTA Spektroskopi serapan atom (AAS) Spektroskopi serapan atom (AAS) DHL Spektrofotometer Spektrofotometer Timbangan digital Penggaris
7 Prosedur Penelitian Persiapan Wadah dan Bahan Akuarium yang digunakan sebagai wadah untuk pemeliharaan benih ikan tengadak dicuci dan disikat terlebih dahulu sebelum digunakan agar bersih dari segala kotoran, setelah itu dibilas dengan air bersih dan dibiarkan sampai kering. Wadah yang telah kering kemudian ditempatkan pada rak-rak besi dan diisi air sebanyak 70 liter dengan salinitas dan penambahan kalsium sesuai taraf perlakuan yang ingin diteliti dan dipasang instalasi aerasi. Wadah ditempatkan di dalam ruangan sehingga terhindar dari sinar matahari langsung dan air hujan. Air yang digunakan sebagai media pemeliharaan berasal dari sumur. Pengenceran garam dengan air tawar dilakukan untuk mendapatkan media salinitas sesuai dengan taraf perlakuan yang diinginkan. Sebelum digunakan, campuran air tersebut diendapkan dan diaerasi selama 24 jam agar jenuh oksigen. Cara membuat salinitas media uji 3 ppt dan 6 ppt dengan rumus pengenceran: M1 x V1 = M2 x V2 Keterangan : M1 = Konsentrasi air tawar + garam (o/oo) V1 = Volume air tawar + garam (L) M2 = Konsentrasi air yang diperlukan (o/oo) V2 = Volume air yang diperlukan (L) Pembuatan media kalsium dilakukan setiap lima hari sekali dengan menimbang kalsium karbonat (CaCO3) dalam bentuk bubuk yang disesuaikan dengan taraf perlakuan. Perhitungan untuk menentukan kalsium sebagai media percobaan dapat dilihat pada Lampiran 41. Kalsium karbonat yang telah ditimbang sesuai taraf perlakuan terlebih dahulu dilarutkan dalam gelas piala (volume 10 liter) dengan menggunakan air bersalinitas sesuai dengan taraf perlakuan. Larutan kalsium karbonat tersebut dimasukkan ke dalam akuarium yang telah berisikan air bersalinitas 0, 3 dan 6 ppt, kemudian diaerasi dengan tujuan untuk membantu kelarutan kalsium karbonat dan agar jenuh oksigen. Penebaran Benih Ikan uji diaklimatisasi terlebih dahulu sebelum digunakan pada kondisi laboratorium selama satu minggu. Selanjutnya ikan dipindahkan secara acak (random) ke dalam wadah percobaan sesuai dengan taraf perlakuan yang diterapkan. Ikan ditebar dengan kepadatan 1 ekor L-1, sebelum ditebar ikan telah disortir terlebih dahulu dengan mengukur panjang dan menimbang bobot awal benih ikan tengadak agar benih yang digunakan untuk penelitian ukurannya seragam. Pemeliharaan Ikan Masa pemeliharaan ikan berlangsung selama 40 hari. Pakan yang diberikan berupa cacing sutra secara ad libitum dengan menggunakan corong berlubang yang ditempelkan pada dinding wadah. Pemberian pakan ikan
8 dilakukan 3 kali sehari yaitu pagi hari pada pukul 08.00 WIB, siang hari pada pukul 12.00 WIB dan sore hari pukul 17.00 WIB. Pergantian Air dan Pengontrolan Kualitas Air Pergantian air dilakukan setiap lima hari sekali sesuai dengan taraf perlakuan yang diterapkan. Untuk menjaga kondisi media budidaya agar tetap layak bagi pemeliharaan benih ikan tengadak selama percobaan, media percobaan menggunakan filter spons yang berfungsi untuk menyaring kotoran yang ada di dalam akuarium dan pencucian spons dilakukan setiap hari. Pengontrolan kualitas air dilakukan dengan mengukur parameter kualitas air setiap 10 hari sekali. Pengamatan Parameter Pengamatan parameter dilakukan dengan mengambil sekitar 10% ikan uji dari total semua ikan yang dipelihara per akuarium. Pengambilan ikan uji dilakukan dengan menggunakan serok halus dan disimpan dalam baskom yang berisi air salinitas dan penambahan kalsium yang sama dengan perlakuan. Pengamatan sintasan dilakukan setiap hari dengan mencatat jumlah ikan yang mati dari awal hingga akhir pemeliharaan, untuk mengetahui pertumbuhan dilakukan pengukuran panjang dan bobot ikan setiap lima hari sekali. Pengukuran panjang dilakukan dengan menggunakan penggaris dan pengukuran bobot menggunakan timbangan digital. Pengukuran kadar Ca dalam air dan tulang ikan, gradien osmotik, tingkat konsumsi oksigen dilakukan pada pertengahan dan akhir pemeliharaan dengan mengambil sampel ikan pada setiap akuarium perlakuan. Pada akhir penelitian dilakukan uji daya tahan tubuh ikan terhadap arus air dan perhitungan efisiensi pakan. Parameter uji
Sintasan Tingkat sintasan atau Survival Rate (SR) merupakan persentase jumlah ikan hidup pada akhir pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah ikan pada awal tebar. Pengamatan sintasan dilakukan setiap hari dengan mencatat jumlah ikan yang mati. Sintasan dihitung berdasarkan formula Ricker (1979) sebagai berikut: SR =
𝑵𝒕 𝑵𝒐
x 100 %
Keterangan : SR = Sintasan/ kelangsungan hidup (%) Nt = Jumlah benih ikan pada akhir percobaan (ekor) No = Jumlah benih ikan pada awal percobaan (ekor) Pertumbuhan Pertumbuhan terdiri dari dua parameter yaitu pertumbuhan bobot dan pertumbuhan panjang yang dihitung berdasarkan formula NRC (1977) sebagai berikut:
9 Laju pertumbuhan bobot spesifik 𝒕
𝑾𝒕
α = ⌊√𝑾𝒐 − 𝟏⌋ x 100 %
Keterangan : α = Laju pertumbuhan bobot spesifik (%) Wt = Bobot rata-rata individu pada waktu t (g) Wo = Bobot rata-rata individu pada waktu to (g) t = Lama percobaan (hari) Pertumbuhan bobot mutlak ⃗⃗⃗⃗⃗ − 𝑊𝑜 ⃗⃗⃗⃗⃗⃗ Wm = 𝑊𝑡 Keterangan : Wm = Pertumbuhan bobot mutlak (g) Wt = Bobot rata-rata akhir (g) Wo = Bobot rata-rata awal (g) Pertumbuhan panjang mutlak Pertumbuhan panjang mutlak adalah perubahan panjang rata-rata individu pada tiap perlakuan dari awal hingga akhir pemeliharaan, dihitung menggunakan rumus : ⃗⃗⃗⃗ Pm = ⃗⃗⃗ 𝐿𝑡 − 𝐿𝑜 Keterangan:
Pm = Pertumbuhan panjang mutlak (cm) Lt = Panjang rata-rata akhir (cm) Lo = Panjang rata-rata awal (cm)
Gradien Osmotik Penggunaan metode Daya Hantar Listrik (DHL) untuk mendapatkan gradien osmotik dapat dilakukan karena adanya keterkaitan antara daya hantar listrik ion-ion yang terkandung di dalam tubuh ikan serta di dalam media yang bersalinitas. Effendi (2003) menyatakan bahwa daya hantar listrik merupakan gambaran numerik dari kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik, sehingga apabila semakin banyak garam-garam yang terionisasi maka akan semakin tinggi pula nilai daya hantar lsitrik. Data gradien osmotik didapatkan dengan cara mengukur daya hantar listrik media dan cairan tubuh ikan uji. Pengukuran daya hantar listrik media dilakukan dengan mengukur nilai DHL air sampel pada setiap akuarium perlakuan. Air sampel diukur nilai DHL nya dengan menggunakan Conductivitymeter sesuai SNI 06-6989.1-2004, dengan cara memasukkan probe ke dalam air yang akan diukur kemudian nilai DHL yang muncul dicatat. Sedangkan pengukuran daya hantar listrik tubuh ikan uji dilakukan dengan mencacah tubuh benih ikan uji sampai
10 halus, lalu diambil hasil cacahan sebanyak 1 gram, kemudian dicampur dengan larutan Na Sitrat (3,8%) sebanyak 3 ml. Hasil campuran tersebut diambil sebanyak 1,5 ml lalu dimasukkan ke dalam tabung eppendorf dan dicentrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 6000 rpm. Supernatan yang terbentuk diambil sebanyak 1 ml kemudian diencerkan dengan akuabides sebanyak 15 ml, lalu diukur nilai DHL hasil pengenceran tersebut dengan menggunakan Conductivitymeter. Nilai DHL tubuh ikan dihitung berdasarkan rumus pengenceran, yaitu: M1 x V1 = M2 x V2 Keterangan: V1 = Volume larutan daging dengan Na Sitrat 3,8% (ml) M1 = Konsentrasi cairan tubuh ikan yang dinyatakan dalam DHL (µS cm-1) V2 = Volume larutan campuran supernatant dengan akuabides (ml) M2 = Konsentrasi cairan tubuh ikan serta pelarut antikoagulan dan akuabides yang dinyatakan dalam DHL (µS cm-1). Setelah diperoleh nilai daya hantar listrik media dan daya hantar listrik tubuh ikan uji, maka selanjutnya Gradien Osmotik (GO) dihitung berdasarkan formula : GO = |DHL cairan tubuh ikan (µS cm-1) – DHL media (µS cm-1)| Tingkat Konsumsi Oksigen Tingkat konsumsi oksigen merupakan variabel yang dapat digunakan untuk menentukan laju metabolisme, hal ini berkaitan erat dengan pertumbuhan. Pengukuran tingkat konsumsi oksigen dilakukan di dalam toples berisi air dengan volume 3 liter, kemudian ditutup dengan sterofoam untuk menghindari terjadinya difusi. Lubang kecil dibuat pada sterofoam untuk masuknya probe DO-meter. Air media dimasukkan sesuai perlakuan yang diterapkan pada toples lalu ditutup. Kandungan oksigen awal dicatat (tercapai pada saat nilai yang tertera pada DOmeter tidak berubah lagi). Kemudian ditimbang 3 ekor benih ikan tengadak yang telah dipuasakan dan dimasukkan ke dalam toples tersebut (lakukan dengan secepatnya). Dicatat nilai yang tertera pada DO-meter setelah satu jam kemudian. Tingkat konsumsi oksigen dihitung berdasarkan formula Liao dan Huang (1975) sebagai berikut: OC =
𝐕 𝐱 (𝐃𝐨𝐭𝐨 – 𝐃𝐨𝐭𝐧) 𝑾𝒙𝑻
Keterangan : OC = Tingkat konsumsi oksigen (mg O2 g-1 jam) V = Volume air dalam wadah (L) Doto = Konsentrasi oksigen terlarut pada awal pengamatan (mg L-1) Dotn = Konsentrasi oksigen terlarut pada waktu t (mg L-1) W = Bobot ikan uji (g) t = Periode pengamatan (jam)
11 Kadar Kalsium di Air Metode pengujian kadar kalsium dalam air dilakukan dengan menggunakan alat Atomic Absortion Spechtrophotometer (AAS) berdasarkan SNI 06-6989.12-2005. Cara uji ini digunakan untuk menentukan kadar kalsium dalam air secara spektrofotometri serapan atom nyala (SSA) pada kisaran kadar 0,2 mg L-1 sampai dengan 4,0 mg L-1 pada panjang gelombang 422,7 nm. Bagan alir penetapan mineral dapat dilihat pada Gambar 2. Sampel Dilakukan pengabuan basah Pada proses pengabuan basah, sampel didestruksi dengan HNO3,H2SO4 dan HCLO4 Larutan standar masing-masing mineral diencerkan sampai konsentrasinya berada pada kisaran kerja logam yang diinginkan Larutan standar, blanko dan larutan sampel diukur dengan AAS pada panjang gelombang tertentu
Konsentrasi logam dalam sampel dihitung dari kurva standar yang diperoleh Gambar 2. Bagan alir penetapan mineral (Fardiaz et al. 1990) Kadar Ca di air dihitung dengan rumus: Kadar Ca di air (mg L-1 ) = =
(a−b) x V x FP x 100 Volume sampel
Keterangan: a = Konsentrasi larutan sampel (mg L-1) b = Konsentrasi larutan blanko (mg L-1) V = Volume ekstrak (ml) FP = Faktor pengenceran VS = Volume sampel (ml) Kadar Kalsium di Dalam Tulang Ikan Pengukuran kalsium di dalam tulang ikan dilakukan dengan menggunakan alat Atomic Absortion Spechtrophotometer (AAS). Sampel sebanyak 1 g
12 ditimbang lalu dimasukkan ke dalam erlemenyer 100 ml dan ditambahkan 5 ml HNO3, didiamkan selama satu jam pada suhu ruang dan dalam ruang asam yang dibiarkan semalaman. Larutan sampel kemudian ditambahkan 2-3 tetes HClO4 dan HNO3 pekat dengan perbandingan 2:1 sambil terus dipanaskan sampai terjadi perubahan warna dari coklat menjadi kuning muda dan larutan berwarna jernih. Sampel didinginkan lalu ditambah 2 ml akuades dan 0,6 ml HCl pekat, kemudian dipanaskan kembali selama 15 menit agar sampel larut lalu dimasukkan kedalam labu takar 100 ml. Sampel hasil destruksi disaring dengan kertas saring Whatman nomor 42 kemudian diambil 1 ml dan diencerkan sampai 100 ml. Hasil pengenceran diambil 0,1 ml kemudian ditambahkan 4,9 ml akuades dan 0,05 ml larutan klorida. Sampel dicampur dengan alat vortex kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit dan dibaca nyala api atomasi AAS pada panjang gelombang 422,7 nm. Absorbansi yang terbaca kemudian dikonversi pada kurva standar sehingga didapatkan konsentrasi kalsium sampel. Kalsium dalam tulang dihitung berdasarkan formula sebagai berikut : Kadar Ca (%) =
FP x (ppm sampel−ppm blanko) 1 x berat sampel (g) x % berat kering 1000000
x 100
Keterangan : FP = Faktor pengenceran Tingkat Daya Tahan Tubuh Ikan terhadap Arus Air Uji daya tahan tubuh ikan terhadap arus air dilakukan dengan mengambil semua ikan pada setiap wadah perlakuan pada akhir pemeliharaan, kemudian ikan-ikan tersebut dimasukkan ke dalam penampang berupa talang yang berukuran 250 cm x 20 cm x 15 cm. Penampang diletakkan dengan kemiringan 5o. Selanjutnya diberikan arus air ke dalam penampang dengan kecepatan arus 1.5 m s-1. Kecepatan arus diatur dengan penambahan debit air melalui stop kran. kemudian dihitung jumlah ikan yang bertahan melawan arus air dan jumlah ikan yang terbawa arus air. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Simulasi daya tahan tubuh ikan terhadap arus air. Efisiensi Pakan Untuk mengetahui seberapa besar ikan mampu mengkonsumsi pakan dan mencernanya maka dilakukan perhitungan mengenai efisiensi pakan dengan menggunakan rumus Huisman (1976) :
13 EP =
(𝑩𝒕+𝑩𝒅)− 𝑩𝒐 𝑭
x 100 %
Keterangan : EP = Efisiensi pakan (%) Bt = Biomassa mutlak ikan pada akhir percobaan (g) Bd = Biomassa mutlak ikan yang mati selama percobaan (g) Bo = Biomassa mutlak ikan pada awal percobaan (g) F = Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan selama percobaan (g) Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan program microsoft excel 2010 dan SPSS 19.0, yang meliputi Analisis Ragam (ANOVA). Apabila berpengaruh nyata, untuk melihat perbedaan antar perlakuan akan diuji lanjut menggunakan uji Duncan dengan selang kepercayaan 95%. Sedangkan data kualitas air yang meliputi parameter fisika-kimia perairan akan dianalisis secara deskriptif.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, respon fisiologis benih ikan tengadak (Barbonymus schwanenfeldii) dari setiap perlakuan salinitas dan penambahan kalsium pada media pemeliharaan digambarkan dengan parameter gradien osmotik, tingkat konsumsi oksigen, efisiensi pakan, kadar kalsium di tulang yang dikaitkan dengan kadar kalsium pada media, laju pertumbuhan bobot spesifik, pertumbuhan bobot dan panjang mutlak, sintasan dan daya tahan tubuh ikan terhadap arus air. Gradien Osmotik Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa faktor salinitas media dan penambahan kalsium berpengaruh nyata terhadap nilai gradien osmotik antara tubuh benih ikan tengadak dan media (p<0.05) (Lampiran 2). Faktor salinitas dan penambahan kalsium tidak saling berinteraksi terhadap nilai gradien osmotik (p>0.05). Hasil pengukuran gradien osmotik dapat dilihat pada Gambar 4. Gradien osmotik paling rendah diperoleh pada perlakuan salinitas media 3 ppt yaitu 280.50 µS cm-1 dan penambahan kalsium 20 mg L-1 yaitu 277 µS cm-1, sedangkan yang paling tinggi diperoleh pada perlakuan salinitas media 0 ppt yaitu 287.25 µS cm-1 dan tanpa penambahan kalsium (kontrol) yaitu 293 µS cm-1. Tabel dua arah gradien osmotik pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium berbeda dapat dilihat pada Lampiran 1.
296
296
292
292
288
287,25c
293,00c
Gradien Osmotik (µS cm-1)
Gradien Osmotik (µS cm-1)
14
288
283,08b
284
280,50a
280
284 280
276
282,77b
281,67b 277,00a
276
272
272 0
3
6
0
10
20
30
Penambahan Kalsium (mg L-1)
Salinitas (ppt)
(a)
(b)
Gambar 4 Nilai gradien osmotik antara tubuh benih ikan tengadak dan media pada beberapa taraf salinitas media (a) dan penambahan kalsium (b) yang berbeda. Huruf supercript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan). Tingkat Konsumsi Oksigen
0,60
0,55c 0,47b
0,50 0,40
0,34a
0,30 0,20 0,10 0,00 0
3
Salinitas (ppt)
6
Tingkat Konsumsi Oksigen (mg O2 g-1 jam-1)
Tingkat Konsumsi Oksigen (mg O2 g-1 jam-1)
Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa faktor salinitas media dan penambahan kalsium berpengaruh nyata terhadap tingkat konsumsi oksigen benih ikan tengadak (p<0.05) (Lampiran 6). Faktor salinitas dan penambahan kalsium tidak saling berinteraksi terhadap tingkat konsumsi oksigen (p>0.05). Hasil pengukuran tingkat konsumsi oksigen dapat dilihat pada Gambar 5. Tingkat konsumsi oksigen paling rendah diperoleh pada perlakuan salinitas media 3 ppt yaitu 0.34 mgO2 g-1 jam-1 dan penambahan kalsium 20 mg L-1 yaitu 0.40 mgO2 g-1 jam-1, sedangkan yang paling tinggi diperoleh pada perlakuan salinitas media 0 ppt yaitu 0.55 mgO2 g-1 jam-1 dan tanpa penambahan kalsium yaitu 0.51 mgO2 g-1 jam-1. Tabel dua arah tingkat konsumsi oksigen pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium berbeda dapat dilihat pada Lampiran 5. 0,60 0,55
0,51c
0,50
0,45b
0,45
0,44b 0,40a
0,40 0,35 0,30 0
10
20
30
Penambahan Kalsium (mg L-1)
(a) (b) Gambar 5 Nilai tingkat konsumsi oksigen benih ikan tengadak pada beberapa taraf salinitas media (a) dan penambahan kalsium (b) yang berbeda. Huruf supercript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan).
15 Efisiensi Pakan Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa faktor salinitas media berpengaruh nyata terhadap efisiensi pakan benih ikan tengadak (p<0.05), namun penambahan kalsium pada media berpengaruh tidak nyata terhadap efisiensi pakan benih ikan tengadak (p>0.05) (Lampiran 10). Faktor salinitas dan penambahan kalsium tidak saling berinteraksi terhadap efisiensi pakan (p>0.05). Nilai persentase efisiensi pakan dapat dilihat pada Gambar 6. Efisiensi pakan benih ikan tengadak paling tinggi diperoleh pada perlakuan salinitas media 3 ppt yaitu 39.34 %, sedangkan yang paling rendah diperoleh pada perlakuan salinitas media 0 ppt (kontrol) yaitu 30.23 %. Tabel dua arah efisiensi pakan pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium berbeda dapat dilihat pada Lampiran 9. 36,20
46,40
Efisiensi Pakan (%)
36,00 30,80
35,60 36,34b
30,23a
25,60 20,40
EFisiensi Pakan (%)
39,34c
41,20
35,22a
35,29a
35,42a
35,29a
0
10
20
30
35,00 34,40 33,80 33,20 32,60
15,20 10,00
32,00 0
3
Salinitas (ppt)
(a)
6
Penambahan Kalsium (mg L-1)
(b)
Gambar 6 Efisiensi pakan benih ikan tengadak pada beberapa taraf salinitas media (a) dan penambahan kalsium (b) yang berbeda. Huruf supercript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan). Kadar Kalsium di Air Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa faktor salinitas media dan penambahan kalsium berpengaruh nyata terhadap kadar kalsium di air pemeliharaan benih ikan tengadak (p<0.05) (Lampiran 14). Faktor salinitas dan penambahan kalsium saling berinteraksi terhadap kadar kalsium di air (p<0.05). Hasil pengukuran kadar kalsium di air dapat dilihat pada Gambar 7. Kadar kalsium di air paling tinggi diperoleh pada perlakuan salinitas media 6 ppt dan penambahan kalsium 30 mg L-1 yaitu 41.67 mg L-1, sedangkan yang paling rendah diperoleh pada perlakuan salinitas media 0 ppt dan tanpa penambahan kalsium (kontrol) yaitu 12.60 mg L-1. Tabel dua arah kadar kalsium di air pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium berbeda dapat dilihat pada Lampiran 13.
16 Uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95% menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara kontrol 0 ppt dengan perlakuan salinitas media 3 ppt dan 6 ppt terhadap kadar kalsium di air. Begitu pula halnya kalsium, Uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95% menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara kontrol 0 mg L-1 dengan penambahan kalsium 10, 20 dan 30 mg L-1 terhadap kadar kalsium di air. 49,00
Kadar Ca di Air (mg L-1)
43,50 37,20
38,00
41,67
31,60 32,55 28,30
32,50 27,00 20,33
21,50 16,00
39,85
12,60
21,32
23,50
14,60 15,43
10,50 5,00 0
10
20
Penambahan Kalsium (mg Salinitas 0 ppt
Salinitas 3 ppt
30
L-1)
Salinitas 6 ppt
Gambar 7 Kadar kalsium di air pemeliharaan benih ikan tengadak pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium yang berbeda.
Kadar Kalsium di Dalam Tulang Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa faktor salinitas media berpengaruh tidak nyata terhadap kadar kalsium di dalam tulang benih ikan tengadak (p>0.05), namun penambahan kalsium pada media berpengaruh nyata terhadap kadar kalsium di dalam tulang benih ikan tengadak (p<0.05) (Lampiran 18). Faktor salinitas dan penambahan kalsium tidak saling berinteraksi terhadap kadar kalsium di dalam tulang (p>0.05). Hasil pengukuran kadar kalsium di dalam tulang dapat dilihat pada Gambar 8. Kadar kalsium di dalam tulang paling tinggi diperoleh pada perlakuan penambahan kalsium 20 mg L-1 yaitu 5.12 %, sedangkan yang paling rendah diperoleh pada perlakuan tanpa penambahan kalsium (kontrol) yaitu 4.19 %. Tabel dua arah kadar kalsium di dalam tulang pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium berbeda dapat dilihat pada Lampiran 17.
17 5,80
5,40 5,00
4,77a
4,72a
4,75a
4,60 4,20 3,80 3,40
Kadar Ca di Tulang (%)
Kadar Ca di Tulang (%)
5,80
5,12c
5,40 4,84b
5,00 4,60 4,20
4,82b
4,19a
3,80 3,40 3,00
3,00
0
3
0
6
10
20
Penambahan Kalsium (mg
Salinitas (ppt)
30
L-1)
(a) (b) Gambar 8 Kadar kalsium di dalam tulang benih ikan tengadak pada beberapa (a) taraf salinitas media (a) dan penambahan kalsium (b) yang berbeda. Huruf supercript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan). Laju Pertumbuhan Bobot Spesifik
7,00
6,53c
6,50
6,00
7,00 6,31b
5,70a
Laju Pertumbuhan Bobot Spesifik (%)
Laju Pertumbuhan Bobot Spesifik (%)
Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa faktor salinitas media berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan bobot spesifik benih ikan tengadak (p<0.05), namun penambahan kalsium pada media berpengaruh tidak nyata terhadap laju pertumbuhan bobot spesifik benih ikan tengadak (p>0.05) (Lampiran 22). Faktor salinitas dan penambahan kalsium tidak saling berinteraksi terhadap laju pertumbuhan bobot spesifik (p>0.05). Hasil pengukuran laju pertumbuhan bobot spesifik dapat dilihat pada Gambar 9. Laju pertumbuhan bobot spesifik benih ikan tengadak paling tinggi diperoleh pada perlakuan salinitas media 3 ppt yaitu 6.53 %, sedangkan yang paling rendah diperoleh pada perlakuan salinitas media 0 ppt (kontrol) yaitu 5.70 %. Tabel dua arah laju pertumbuhan bobot spesifik pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium berbeda dapat dilihat pada Lampiran 21. 6,50
6,14a
6,19a
6,21a
6,18a
0
10
20
30
6,00
5,50
5,50
5,00
5,00
4,50
4,50
4,00
4,00
3,50
3,50 0
3
Salinitas (ppt)
6
Penambahan Kalsium (mg L-1)
(a) (b) Gambar 9 Laju pertumbuhan bobot spesifik benih ikan tengadak pada beberapa taraf salinitas media (a) dan penambahan kalsium (b) yang berbeda. Huruf supercript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan).
18 Pertumbuhan Bobot Mutlak
4,50 3,81c
4,00
3,49b
3,50 3,00
2,71a
2,50 2,00 1,50
0
3
6
Salinitas (ppt)
Pertumbuhan Bobot Mutlak (g)
Pertumbuhan Bobot Mutlak (g)
Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa faktor salinitas media berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bobot mutlak benih ikan tengadak (p<0.05), namun penambahan kalsium pada media berpengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan bobot mulak benih ikan tengadak (p>0.05) (Lampiran 26). Faktor salinitas dan penambahan kalsium tidak saling berinteraksi terhadap pertumbuhan bobot mutlak (p>0.05). Hasil pengukuran pertumbuhan bobot mutlak dapat dilihat pada Gambar 11. Pertumbuhan bobot mutlak benih ikan tengadak paling tinggi diperoleh pada perlakuan salinitas media 3 ppt yaitu 3.81 g, sedangkan yang paling rendah diperoleh pada perlakuan salinitas media 0 ppt (kontrol) yaitu 2.71 g. Tabel dua arah pertumbuhan bobot mutlak pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium berbeda dapat dilihat pada Lampiran 25. 4,50 4,00 3,50
3,31a
3,34a
3,36a
0
10
20
3,34a
3,00 2,50 2,00 1,50
Penambahan Kalsium (mg
30
L-1)
(a) (b) Gambar 10 Pertumbuhan bobot mutlak benih ikan tengadak pada beberapa taraf salinitas media (a) dan penambahan kalsium (b) yang berbeda. Huruf supercript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan). Pertumbuhan Panjang Mutlak Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa faktor salinitas media dan penambahan kalsium berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak benih ikan tengadak (p<0.05) (Lampiran 30). Faktor salinitas dan penambahan kalsium saling berinteraksi terhadap pertumbuhan panjang mutlak (p<0.05). Hasil pengukuran pertumbuhan panjang mutlak dapat dilihat pada Gambar 10. Pertumbuhan panjang mutlak paling tinggi diperoleh pada perlakuan salinitas media 3 ppt dan penambahan kalsium 20 mg L-1 yaitu 3.49 cm, sedangkan yang paling rendah diperoleh pada perlakuan salinitas media 0 ppt dan tanpa penambahan kalsium (kontrol) yaitu 2.07 cm. Tabel dua arah pertumbuhan panjang mutlak pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium berbeda dapat dilihat pada Lampiran 29.
19 Uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95% menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara kontrol 0 ppt dengan perlakuan salinitas media 3 ppt dan 6 ppt terhadap pertumbuhan panjang mutlak. Begitu pula halnya kalsium, Uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95% menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara kontrol 0 mg L-1 dengan penambahan kalsium 10, 20 dan 30 mg L-1 terhadap pertumbuhan panjang mutlak.
Pertumbuhan Panjang Mutlak (cm)
4,00 3,49
3,36
3,50
3,28
3,14
3,07
2,84
3,00
2,96
2,62
2,50
2,41
2,25
2,07
2,16
2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 0
10
20
30
Penambahan Kalsium (mg L-1) Salinitas 0 ppt
Salinitas 3 ppt
Salinitas 6 ppt
Gambar 11 Pertumbuhan panjang mutlak benih ikan tengadak pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium yang berbeda. Sintasan Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa faktor salinitas media dan penambahan kalsium berpengaruh nyata terhadap sintasan benih ikan tengadak (p<0.05) (Lampiran 34). Faktor salinitas dan penambahan kalsium tidak saling berinteraksi terhadap sintasan benih (p>0.05). Persentase sintasan benih ikan tengadak dapat dilihat pada Gambar 13. Sintasan benih paling tinggi diperoleh pada perlakuan salinitas media 3 ppt yaitu 94.17 % dan penambahan kalsium 20 mg L-1 yaitu 94.13 %, sedangkan yang paling rendah diperoleh pada perlakuan salinitas media 0 ppt yaitu 90.24 % dan tanpa penambahan kalsium (kontrol) yaitu 91.11 %. Tabel dua arah sintasan benih pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium berbeda dapat dilihat pada Lampiran 33.
98,50
98,50
96,00
96,00 94,17b
93,50 91,00
93,33b
90,24a
88,50
Sintasan (%)
Sintasan (%)
20
93,17bc
93,50 91,00
94,13c 91,90ab
91,11a
88,50
86,00
86,00 0
3
Salinitas (ppt)
6
0
10
20
Penambahan Kalsium (mg
(a)
30
L-1)
(b)
Gambar 12 Sintasan benih ikan tengadak pada beberapa taraf salinitas media (a) dan penambahan kalsium (b) yang berbeda. Huruf supercript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan).
Tingkat Daya Tahan Tubuh Ikan Terhadap Arus Air Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa faktor salinitas media dan penambahan kalsium berpengaruh nyata terhadap tingkat daya tahan tubuh ikan terhadap arus air (p<0.05) (Lampiran 38). Faktor salinitas dan penambahan kalsium tidak saling berinteraksi terhadap daya tahan tubuh ikan terhadap arus air (p>0.05). Persentase ikan yang mampu melawan arus air dapat dilihat pada Gambar 14. Ikan yang mampu melawan arus paling tinggi diperoleh pada perlakuan salinitas 3 ppt yaitu 86.33 % dan penambahan kalsium 20 mg L-1 yaitu 84.44 %, sedangkan yang paling rendah diperoleh pada perlakuan salinitas 0 ppt yaitu 73.33 % dan tanpa penambahan kalsium yaitu 75.57 %. Daya tahan tubuh ikan semakin baik dengan adanya peningkatan salinitas dan penambahan kalsium pada media pemeliharaan, yang ditandai dengan banyaknya ikan yang mampu melawan arus meskipun kecepatan arus yang diberikan 2-3 kali lebih besar daripada di habitat aslinya. Tabel dua arah tingkat daya tahan tubuh ikan terhadap arus air pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium berbeda dapat dilihat pada Lampiran 37.
93 90 87 84 81 78 75 72 69 66
86,33c 79,68b 73,33a
0
3
6
Tingkat Daya tahan Tubuh Ikan Terhadap Arus Air (%)
Tingkat Daya Tahan Tubuh Ikan Terhadap Arus Air (%)
21 93 90 87 84 81 78 75 72 69 66
84,44c 80,43b
78,68b
75,57a
0
10
20
30
Penambahan kalsium (mg L-1)
Salinitas (ppt)
(a) (b) Gambar 13 Tingkat daya tahan tubuh ikan terhadap arus pada beberapa taraf salinitas media (a) dan penambahan kalsium (b) yang berbeda. Huruf supercript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan). Kualitas Air Nilai parameter fisika kimia air selama penelitian secara umum masih layak untuk mendukung kelangsungan hidup benih ikan tengadak. Data hasil pengukuran parameter fisika kimia air dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Nilai parameter fisika kimia perairan pada setiap perlakuan selama percobaan Parameter
Kualitas Air
Perlakuan
S0.K0 S0.K10 S0.K20 S0.K30 S3.K0 S3.K10 S3.K20 S3.K30 S6.K0 S6.K10 S6.K20 S6.K30
Suhu (oC) 26.0-28.0 26.0-28.1 26.3-28.0 26.2-28.0 26.0-28.0 26.0-28.0 26.2-28.0 26.2-28.0 26.1-28.0 26.1-28.0 26.3-28.0 26.2-28.0
pH 6.05-7.00 6.19-7.02 6.32-7.05 6.45-7.05 6.25-7.00 6.38-7.04 6.50-7.06 6.55-7.06 6.30-7.01 6.42-7.06 6.54-7.06 6.57-7.07
DO (mg L-1) 7.65-7.88 7.42-7.75 7.35-7.60 7.10-7.28 7.00-7.73 6.67-7.65 6.58-7.50 6.25-7.36 6.85-7.40 6.52-7.20 6.30-7.00 6.15-6.85
Kesadahan (mg L-1) 149.75-176.18 180.98-205.81 237.40-264.80 254.65-285.06 241.84-258.25 257.06-273.15 284.38-313.91 315.04-333.13 321.12-344.34 332.33-350.77 366.45-383.16 375.00-410.01
NH3 (mg L-1) 0.001-0.011 0.002-0.013 0.005-0.016 0.005-0.019 0.003-0.014 0.005-0.016 0.005-0.016 0.007-0.019 0.008-0.016 0.010-0.018 0.014-0.018 0.017-0.020
Alkalinitas (mg L-1) 30.67-43.34 40.18-50.33 40.20-52.24 42.45-52.86 32.26-45.03 44.51-55.67 45.80-56.60 47.74-56.93 35.12-48.42 46.56-56.33 48.95-56.95 48.25-58.33
22 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, rekayasa lingkungan budidaya dengan pengaturan salinitas dan penambahan kalsium pada media pemeliharaan memberikan pengaruh nyata dalam meningkatkan produksi pendederan benih ikan tengadak (Barbonymus schwanenfeldii). Hal ini dapat dilihat dari respon fisiologis benih ikan tengadak yang digambarkan melalui parameter gradien osmotik, tingkat konsumsi oksigen, efisiensi pakan, kadar kalsium di dalam tulang yang dikaitkan dengan kadar kalsium pada media, laju pertumbuhan bobot spesifik, pertumbuhan bobot dan panjang mutlak, sintasan dan daya tahan tubuh ikan terhadap arus air. Perubahan salinitas dan kadar kalsium pada media pemeliharaan akan merubah nilai cairan osmotik media dan akan berpengaruh terhadap cairan osmotik tubuh ikan. Gradien osmotik yang mendekati isoosmotik bagi tubuh benih ikan tengadak akan menyebabkan penghematan energi untuk proses osmoregulasi, sehingga kelebihan energi tersebut dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhannya. Gradien Osmotik Salinitas dan kalsium berhubungan erat dengan tekanan osmotik dan ionik air, baik air sebagai media internal maupun eksternal. Affandi dan Tang (2002) menyatakan bahwa sifat osmotik air sangat bergantung pada jumlah ion yang terlarut di dalam air tersebut, semakin banyak jumlah ion yang terlarut dalam air maka akan semakin tinggi pula osmotik larutan tersebut. Agar sel-sel pada organ tubuh dapat berfungsi dengan baik, maka sel-.sel tersebut harus berada dalam cairan media dengan komposisi dan konsentrasi ionik yang sesuai dengan kebutuhannya. Dalam kaitannya dengan gradien osmotik benih ikan tengadak, secara umum gradien osmotik semakin rendah dengan peningkatan salinitas dan penambahan kalsium pada media dibanding tanpa peningkatan salinitas dan penambahan kalsium (kontrol). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan salinitas media menyebabkan gradien osmotik yang berbeda pada benih ikan tengadak. Begitu pula halnya dengan kalsium, benih ikan tengadak akan mengakumulasi air sekaligus ion-ion dalam air seperti ion Ca2+ sesuai dengan perlakuan penambahan kalsium pada media, sehingga terjadi perbedaan gradien osmotik pada setiap perlakuan. Perubahan salinitas dan kalsium pada media pemeliharaan akan merubah nilai daya hantar listrik pada media dan akan berpengaruh terhadap daya hantar listrik tubuh ikan. Hasil pengukuran gradien osmotik menunjukkan bahwa nilai gradien osmotik paling rendah diperoleh pada perlakuan salinitas media 3 ppt yaitu 280.50 µS cm-1 dan penambahan kalsium 20 mg L-1 yaitu 277 µS cm-1, sedangkan yang paling tinggi diperoleh pada perlakuan salinitas media 0 ppt yaitu 287.25 µS cm-1 dan tanpa penambahan kalsium (kontrol) yaitu 293 µS cm-1. Gradien osmotik terendah pada salinitas media 3 ppt dan penambahan kalsium 20 mg L-1 dibanding dengan perlakuan lain menunjukkan bahwa pada perlakuan ini cairan osmotik tubuh dengan cairan osmotik media cenderung
23 berada pada kondisi yang seimbang atau mendekati isoosmotik. Dengan demikian, fungsi fisiologis ikan akan berjalan dengan normal karena energi yang digunakan untuk osmoregulasi tidak terlalu besar. Pada perlakuan ini, proses kerja osmoregulasi yang terjadi karena keadaan hiperosmotik ikan terhadap lingkungan akan berkurang dengan adanya kondisi salinitas media 3 ppt dan penambahan kalsium 20 mg L-1, sehingga cenderung menjadi lebih isoosmotik dan menyebabkan nilai gradien osmotiknya lebih rendah dibanding perlakuan lain. Kalsium berperan melindungi ikan air tawar terhadap osmotik, kekurangan ion dan toksik lingkungan (Calta 2000). Menurut Guerreiro et al. (2004), media bersalinitas dan penambahan kalsium dapat mengurangi gradien osmotik antara cairan tubuh ikan Sea bream dan lingkungannya. Hasil penelitian Muliani (2011) menunjukkan bahwa salinitas media 3 ppt dengan penambahan kalsium dapat menurunkan gradien osmotik antara cairan tubuh ikan patin dan media. Gradien osmotik tertinggi pada salinitas media 0 ppt dan tanpa penambahan kalsium 0 mg L-1 (kontrol) dibanding dengan perlakuan lain menunjukkan bahwa pada perlakuan ini cairan osmotik tubuh dengan cairan osmotik media cenderung berada pada kondisi hiperosmotik atau hipoosmotik, sehingga banyak energi yang dibutuhkan untuk osmoregulasi guna mencegah kehilangan garam-garam dalam tubuh. Carrion et al. (2005) mengemukakan bahwa pada kondisi hiperosmotik atau hipoosmotik, gradien osmotik akan semakin besar yang akan menyebabkan energi yang digunakan untuk proses osmoregulasi juga akan semakin besar. Ikan-ikan air tawar seperti halnya ikan tengadak bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya, sehingga garam-garam yang ada di dalam tubuh cenderung akan keluar dan air dari lingkungan akan masuk secara difusi melalui membran semipermeabel seperti permukaan jaringan insang dan kulit. Jika hal ini tidak dikendalikan maka ikan akan kehilangan garam-garam di dalam tubuh dan terjadinya pengenceran cairan tubuh, sehingga fungsi-fungsi fisiologis akan terganggu. Proses pengaturan tekanan osmotik (osmoregulasi) sangat diperlukan untuk mengontrol keseimbangan air dan ion-ion antara tubuh dan lingkungannya (Fujaya 2004). Energi yang digunakan untuk keperluan osmoregulasi berkaitan erat dengan gradien osmotik yang dialami oleh ikan dalam merespon perubahan cairan osmotik media. Gradien osmotik (osmoregulatory capacity) adalah salah satu indikator untuk menjelaskan proses yang dialami hewan air selama periode stres lingkungan (Lignot et al. 2000; Cheng et al. 2006). Gradien osmotik yang semakin rendah akan menyebabkan energi yang digunakan untuk osmoregulasi tidak terlalu besar, sehingga proses pertumbuhan akan semakin baik (Syakirin 2000). Hal yang sama dikemukakan oleh Arjona et al. (2009), semakin tinggi gradien osmotik akan menyebabkan penggunaan energi untuk osmoregulasi semakin tinggi pula. Pada media pemeliharaan dengan salinitas media 3 ppt dan penambahan kalsium 20 mg L-1, energi yang digunakan untuk osmoregulasi cenderung berkurang karena adanya usaha menyeimbangkan tekanan osmotik cairan tubuh ikan dengan tekanan osmotik media melalui peningkatan salinitas dan penambahan kalsium pada media pemeliharaan. Menurut Hastuti et al. (2012), energi untuk proses osmoregulasi dapat dikurangi dengan merekayasa tekanan osmotik di lingkungan mendekati tekanan osmotik tubuh ikan dengan cara
24 melakukan peningkatan salinitas pada media pemeliharaan ikan air tawar. Kalsium juga dibutuhkan untuk osmoregulasi karena fungsi fisiologis ion kalsium dalam jaringan adalah menyediakan kalsium untuk mempertahankan homeostasis tubuh (Piliang 2005) Dari analisis ragam statistik diketahui bahwa perlakuan salinitas dan penambahan kalsium berpengaruh nyata terhadap gradien osmotik antara cairan tubuh benih ikan tengadak dan lingkungannya. Hal ini berarti kontrol dan perlakuan memberi respon yang berbeda terhadap nilai gradien osmotik selama masa pemeliharaan. Bardasarkan uji lanjut Duncan yang dilakukan menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara kontrol 0 ppt dengan perlakuan salinitas media 3 ppt dan 6 ppt terhadap gradien osmotik. Pada salinitas 3 ppt dan 6 ppt, nilai DHL media mendekati nilai DHL tubuh benih ikan tengadak, sehingga gradien osmotik lebih rendah dibandingkan kontrol. Begitu pula halnya kalsium, terdapat hasil yang berbeda nyata antara kontrol (0 mg L-1) dengan penambahan kalsium 10 mg L-1, 20 mg L-1 dan 30 mg L-1 terhadap gradien osmotik. Penambahan kalsium dapat menyeimbangkan mineral media karena Ca2+ merupakan salah satu ion utama dalam menentukan cairan osmotik media, sehingga cairan tubuh ikan dan lingkungannya akan menjadi lebih seimbang dengan adanya penambahan kalsium pada media pemeliharaan. Namun, pada perlakuan 30 mg L-1 gradien osmotik cenderung kembali tinggi, hal ini diduga terjadi karena adanya kelebihan penyediaan kalsium pada perlakuan 30 mg L-1 sehingga benih ikan tengadak akan melakukan osmoregulasi untuk mempertahankan kondisi homoestatisnya dan akhirnya akan mempengaruhi nilai gradien osmotik. Tingkat Konsumsi Oksigen Goenarso (2003) menyatakan bahwa laju metabolisme dapat diekspresikan dalam bentuk konsumsi oksigen per gram berat badan per jam atau biasa disebut sebagai laju metabolisme standart. Tingkat konsumsi oksigen digunakan untuk menentukan berapa banyak energi metabolik yang dibutuhkan untuk proses metabolisme (Gracia et al. 2006), sehingga dijadikan sebagai parameter untuk mengetahui laju metabolisme benih ikan tengadak, yang juga merupakan salah satu respon fisiologis akibat perlakuan yang dicobakan. Semakin rendah tingkat konsumsi oksigen maka semakin sedikit energi yang digunakan untuk metabolisme sehingga diharapkan semakin banyak energi yang tersedia untuk pertumbuhan. Secara umum tingkat konsumsi oksigen semakin rendah dengan adanya peningkatan salinitas dan penambahan kalsium pada media pemeliharaan dibanding tanpa peningkatan salinitas dan penambahan kalsium (kontrol). Tingkat konsumsi oksigen paling rendah diperoleh pada perlakuan salinitas media 3 ppt yaitu 0.34 mgO2 g-1 jam-1 dan penambahan kalsium 20 mg L-1 yaitu 0.40 mgO2 g-1 jam-1. Rendahnya tingkat konsumsi oksigen pada perlakuan ini berkaitan erat dengan nilai gradien osmotik terendah yang juga diperoleh pada perlakuan media yang sama. Pada saat ikan membutuhkan energi untuk proses osmoregulasi, maka ikan akan memanfaatkan sumber energi yang ada di dalam tubuhnya yakni glukosa dan oksigen untuk oksidasinya. Dengan demikian, gradien osmotik yang rendah akan menghemat energi, begitu pula konsumsi oksigen sebagai bahan untuk oksidasi material sumber energi dari pakan yang dikonsumsi.
25 Berbeda halnya dengan benih ikan tengadak yang dipelihara pada perlakuan salinitas media 0 ppt dan tanpa penambahan kalsium 0 mg L-1 (kontrol), hasil pengukuran menunjukkan bahwa tingkat konsumsi oksigen tertinggi diperoleh pada perlakuan salinitas media 0 ppt yaitu 0.55 mgO2 g-1 jam-1 dan tanpa penambahan kalsium (kontrol) yaitu 0.51 mgO2 g-1 jam-1. Tingkat konsumsi oksigen tertinggi pada perlakuan ini diduga karena gradien osmotik paling tinggi juga diperoleh pada perlakuan tersebut, akibatnya benih ikan tengadak akan melakukan proses osmoregulasi untuk mempertahankan kondisi homeostasisnya. Pada akhirnya, ikan akan melakukan aktifitas bergerak dan berenang yang lebih banyak, sehingga akan melakukan respirasi yang tinggi pula. Kondisi ini diekspresikan dari laju konsumsi oksigen paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Menurut Li et al. (2007), pada saat kondisi salinitas media rendah maka tingkat konsumsi oksigen dan produksi C02 cenderung lebih tinggi. Hal ini sehubungan dengan banyaknya penggunaan energi untuk osmoregulasi yang menyebabkan meningkatkannya proses respirasi pada ikan dan pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan yang juga rendah. Fujaya (2004) menyatakan bahwa oksigen sebagai bahan respirasi digunakan untuk metabolisme, kaitannya dengan kondisi lingkungan dalam hal ini adalah tekanan osmotik media. Menurut Julfiperius et al. (2004) dalam Marlina (2011) mengatakan bahwa pada kondisi lingkungan yang optimal alokasi energi yang digunakan dalam proses metabolisme standart menjadi minimum akibatnya porsi energi untuk pertumbuhan akan meningkat. Efisiensi Pakan Efisiensi pakan menunjukkan jumlah pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ikan dari total pakan yang diberikan. Dalam penelitian ini, media pemeliharaan benih ikan tengadak dengan peningkatan salinitas berpengaruh nyata terhadap efisiensi pakan benih ikan tengadak, namun penambahan kalsium pada media berpengaruh tidak nyata terhadap efisiensi pakan benih ikan tengadak. Peningkatan salinitas berperan terhadap pemanfaatan energi pakan karena lebih banyak protein yang disimpan (diretensi) dan hanya sedikit yang terurai atau dimanfaatkan untuk energi dalam mempertahankan keseimbangan garam-garam dalam tubuh. Efisiensi pakan benih ikan tengadak paling tinggi diperoleh pada perlakuan salinitas media 3 ppt yaitu 39.34 %, sedangkan yang paling rendah diperoleh pada perlakuan salinitas media 0 ppt (kontrol) yaitu 30.23 %. Efisiensi pakan yang paling tinggi pada perlakuan salinitas media 3 ppt diduga terjadi karena benih ikan tengadak berada dalam kondisi mendekati isoosmotik, sehingga pemanfaatan pakan menjadi lebih efisien. Hal ini didukung dengan hasil pengukuran gradien osmotik yang rendah (media mendekati isoosmotik) dan minimalnya tingkat konsumsi oksigen standar pada perlakuan yang sama. Imsland et al. (2008) menyatakan bahwa pada kondisi lingkungan yang isoosmotik proses sintesis enzim-enzim pencernaan akan berjalan dengan baik sehingga proses pencernaan juga berjalan dengan lancar, dalam keadaan demikian maka efesiensi pakan meningkat sehingga sintasan dan pertumbuhan juga akan meningkat. Mahmudi (1991) menyatakan bahwa pada kondisi media yang isoosmotik mampu memaksimalkan konsumsi pakan dan mengefisienkan pemanfaatan pakannya. Hasil penelitian ini didukung oleh Nirmala dan Rismawan
26 (2010) yang menunjukkan bahwa efisiensi pakan tertinggi yaitu 43.43 % diperoleh pada perlakuan salinitas media 3 ppt. Efisiensi pakan yang paling rendah pada perlakuan salinitas media 0 ppt dan tanpa penambahan kalsium 0 mg L-1 (kontrol) diduga terjadi karena benih ikan tengadak berada dalam kondisi hiperosmotik, sehingga banyak energi yang dimanfaatkan oleh benih ikan tengadak untuk mempertahankan keseimbangan garam-garam dalam tubuh dan lingkungannya. Dalam keadaan demikian, pemanfaatan pakan menjadi kurang efisien. Menurut Jobling et al. (2002), penggunaan energi untuk osmoregulasi dapat ditekan apabila ikan dipelihara pada kondisi isoosmotik, sehingga pemanfaatan pakan menjadi efisien serta pertumbuhan ikan dapat meningkat. Kadar Kalsium di Air dan Tulang Benih Ikan Tengadak Mineral dibutuhkan oleh ikan untuk tumbuh dan berkembang. Penambahan mineral penting seperti kalsium pada media pemeliharaan sering dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kalsium bagi tubuh ikan karena kekurangan kalsium pada ikan dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, berkurangannya mineralisasi tulang dan kelainan bentuk tulang. Dari hasil pengukuran kadar kalsium di air diketahui bahwa kadar kalsium di air meningkat seiring dengan peningkatan salinitas dan penambahan kalsium pada media pemeliharaan benih ikan tengadak. Kadar kalsium di air paling tinggi diperoleh pada perlakuan salinitas media 6 ppt dan penambahan kalsium 30 mg L-1 yaitu 41.67 mg L-1, sedangkan yang paling rendah diperoleh pada perlakuan salinitas media 0 ppt dan tanpa penambahan kalsium (kontrol) yaitu 12.60 mg L-1. Hal ini mengindikasikan bahwa kontrol dan perlakuan memberi respon yang berbeda terhadap kadar kalsium pada media pemeliharaan. Terdapat interaksi antara faktor salinitas media dan penambahan kalsium terhadap kadar kalsium di air pemeliharaan benih ikan tengadak. Pengaturan salinitas dan penambahan kalsium pada media pemeliharaan dapat meningkatkan kadar kalsium di air karena pada dasarnya salinitas juga mengandung ion Ca2+, sehingga ketika salinitas dan ion Ca2+ dipasangkan akan saling berinteraksi dalam meningkatkan kandungan kalsium di air. Ion Ca2+ merupakan salah satu ion utama yang menentukan tekanan osmotik media (Karim 2007). Kadar kalsium di air dapat mempengaruhi kadar kalsium di dalam tulang ikan karena ikan dapat memanfaatkan ion-ion kalsium dari media. Ikan dapat memanfaatkan kalsium yang ada di media dan pakan melalui insang dan usus. Penyerapan kalsium dalam rongga usus memerlukan energi yang bergantung pada enzim ATPase (Pilliang 2005). Selain itu, kemampuan absorpsi diduga juga berpengaruh terhadap kadar kalsium di dalam tulang, karena pada ukuran benih yang merupakan masa pertumbuhan kemampuan menyerap mineral lebih tinggi dibandingkan pada ukuran dewasa. Hal ini didukung oleh penelitian Almatsier (2003) yang menunjukkan bahwa kemampuan absorpsi lebih tinggi pada masa pertumbuhan (benih) dan menurun pada proses penuaan. Dari hasil pengukuran, secara umum kadar kalsium di dalam tulang meningkat seiring dengan penambahan kalsium, sedangkan salinitas media tidak berpengaruh nyata terhadap kadar kalsium di dalam tulang benih ikan tengadak. Hal ini terjadi karena ion-ion kalsium yang ditambahkan kedalam media secara
27 aktif akan diserap oleh tubuh benih ikan tengadak melalui insang ketika terjadi proses penyerapan air. Hasil penelitian Hargreaves dan Tomasso (2004) menunjukkan bahwa sebanyak 2,5 % mineral di dalam tubuh ikan Catfish merupakan kalsium yang dapat diserap melalui media perairan. Kadar kalsium di dalam tulang paling tinggi diperoleh pada perlakuan penambahan kalsium 20 mg L-1 yaitu 5.12 %, sedangkan yang paling rendah diperoleh pada perlakuan tanpa penambahan kalsium (kontrol) yaitu 4.19 %. Kadar kalsium di dalam tulang tertinggi pada media pemeliharaan dengan penambahan kalsium 20 mg L-1 menunjukkan bahwa Ca2+ dapat diserap dengan baik dari perairan oleh benih ikan tengadak, sehingga dapat dipergunakan untuk pembentukan jaringan tubuh. Menurut Guerreiro et al. (2004), penyerapan kalsium meningkat pada ikan yang dipelihara pada media bersalinitas dengan penambahan kalsium dibandingkan ikan yang dipelihara pada media bersalinitas tanpa penambahan kalsium. Namun, pada penambahan kalsium 30 mg L-1 terjadi penurunan kandungan Ca di tulang, hal ini diduga karena laju masuknya kalsium ke tubuh memiliki batas optimal. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Cameron (1985) dalam Kadarini (2009) yang menunjukkan bahwa selama 5 hari ikan Blue crab diberi kalsium bila dirunut masuk dalam tubuh atau laju pengambilan Ca2+ maksimum 4,07 mmol kg-1. Kadar kalsium 30 mg L-1 pada media diduga terlalu tinggi sehingga benih tengadak menyeimbangkan tekanan osmotik antara tubuh dan lingkungannya yang fluktuasinya relatif tinggi. Fosfor bersama dengan kalsium memegang peranan penting dalam proses pembentukan tulang. Proses pembentukan tulang diawali dengan pembentukan matrik tulang yang terdiri dari bahan organik yaitu kolagen. Setelah pembentukan matrik tulang kemudian diikuti dengan meneralisasi tulang oleh kalsium dan fosfor dalam bentuk hydroxylated polymers {CalO (PO4)6 (OH)2} (Setiawati dan Suprayudi 2003). Oleh karena itu, kurangnya kadar kalsium di air akan menyebabkan proses mineralisasi berjalan kurang baik, yang pada akhirnya akan menyebabkan rendahnya kadar kalsium dalam tulang. Kousoulaki et al. (2010) menyatakan bahwa kalsium merupakan makro mineral utama untuk fisiologis mamalia dan ikan, mempengaruhi mineralisasi tulang, osmoregulasi dan proses enzimatik. Hasil penelitian Fontagné et al. (2009) menunjukkan bahwa defisiensi kalsium pada ikan Rainbow trout menyebabkan penundaan proses pembentukan tulang (ossification) yang berdampak terhadap morphologi kolom vertebral. Pertumbuhan Berdasarkan hasil pengukuran pertumbuhan diperoleh laju pertumbuhan bobot spesifik (6.53 %) dan pertumbuhan bobot mutlak (3.81 g) paling tinggi pada perlakuan salinitas media 3 ppt, sedangkan terendah pada perlakuan salinitas 0 ppt yaitu laju pertumbuhan bobot spesifik (5.70 %) dan pertumbuhan bobot mutlak (2.71 g). Pertumbuhan tertinggi pada salinitas media 3 ppt dibandingkan dengan perlakuan lain mengindikasikan bahwa beban kerja enzim Na+, K+ dan ATPase relatif minimal pada perlakuan ini dalam melakukan aktivitas pengangkutan Na+, K+ dan Cl- atau energi yang digunakan untuk proses osmoregulasi relatif rendah, sehingga porsi energi lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan. Rendahnya pertumbuhan pada perlakuan salinitas media 0 ppt (kontrol) diduga terjadi karena salinitas media tidak sesuai dengan kondisi fisiologis ikan. Menurut Guner et al.
28 (2005), salinitas yang sesuai dengan kondisi fisiologis dan sistem osmoregulasi ikan dapat meningkatkan pertumbuhannya, sedangkan salinitas media yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan karena pada saat kondisi salinitas media tidak mendekati isoosmotik akan meningkatkan aktivitas enzim Na+, K+ dan ATPase, sehingga menyerap banyak energi dan hanya sedikit energi yang tersedia untuk pertumbuhan, akibatnya pertumbuhan ikan menjadi tidak optimal. Pertumbuhan yang cukup baik akan terjadi apabila salinitas media mendekati tekanan osmotik cairan tubuh ikan atau mendekati isoosmotik, sehingga fungsi sel akan berjalan normal termasuk laju metabolisme (katabolisme dan anabolisme). Pada saat benih ikan tengadak dipelihara pada salinitas media yang mendekati kondisi isoosmotiknya maka dapat meminimalkan penggunaan energi untuk kerja osmotik dan memacu konsumsi pakan sehingga sintasan dan pertumbuhan dapat meningkat. Menurut Carrion et al. (2005) semakin besar perbedaan osmotik akan mengakibatkan semakin besar energi yang digunakan untuk proses osmoregulasi dan pada akhirnya akan mempengaruhi sintasan dan pertumbuhannya. Pada penelitian ini, proses kerja osmoregulasi yang terjadi karena keadaan hiperosmotik ikan terhadap lingkungan akan berkurang dengan adanya kondisi salinitas media 3 ppt, sehingga cenderung menjadi lebih isoosmotik. Keadaan ini menyebabkan energi untuk osmoregulasi berkurang, sehingga kelebihan energi dapat digunakan untuk pertumbuhan oleh benih ikan tengadak. Menurut Stickney (1979) dalam Nirmala et al. (2005), Ikan yang dipelihara pada salinitas yang mendekati konsentrasi ion dalam darah (isoosmotik) akan lebih banyak menggunakan energi untuk pertumbuhan dan lebih sedikit untuk osmoregulasi. Hal ini didukung oleh respon fisiologis benih ikan tengadak seperti nilai gradien osmotik dan tingkat konsumsi oksigen terendah, serta efisiensi pakan tertinggi juga diperoleh pada perlakuan yang sama. Hasil penelitian Kadarini (2009) menunjukkan bahwa benih ikan balashak memiliki nilai laju pertumbuhan spesifik tertinggi yaitu 3.9±0.31 % pada media pemeliharaan dengan salinitas 3 ppt dan penambahan kalsium 20 mg L-1. Menurut Nirmala dan Rismawan (2010), kinerja pertumbuhan benih gurame terbaik juga diperoleh pada salinitas media 3 ppt dengan laju pertumbuhan bobot spesifik yaitu 1.02±0,10 %. Wickins dan Lee (2002) mengemukakan bahwa adanya kandungan kalsium di perairan juga dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan karena ikan dapat memanfaatkan mineral terlarut dalam air. Dalam penelitian ini, kalsium hanya berpengaruh nyata pada pertumbuhan panjang benih ikan tengadak, namun tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan bobot. Pertumbuhan panjang mutlak tertinggi diperoleh pada perlakuan salinitas media 3 ppt dan penambahan kalsium 20 mg L-1 yaitu 3,49 cm, sedangkan terendah pada perlakuan salinitas media 0 ppt dan tanpa penambahan kalsium (kontrol) yaitu 2.07 cm. Penambahan kasium pada media akan berpengaruh terhadap proses mineralisasi tulang, sehingga apabila kalsium terdapat dalam jumlah yang seimbang diduga proses pertumbuhan tulang benih ikan tengadak menjadi normal dan secara fisik pertumbuhan panjang menjadi lebih baik. Hal ini didukung oleh hasil pengukuran kadar kalsium di tulang benih ikan tengadak paling tinggi juga diperoleh pada perlakuan salinitas media 3 ppt dan penambahan kalsium 20 mg L-1, sehingga pertumbuhan panjang mutlak tertinggi diperoleh pada perlakuan ini. Menurut Ling et al. (2013), kalsium
29 berperan dalam pembentukan jaringan tubuh terutama tulang atau eksoskeleton, sehingga lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan panjang dibandingkan bobot. Menurut zainuddin (2010), dalam proses mineralisasi tulang Ca dan P memiliki peran yang penting karena sekitar 80–90% unsur tulang tersusun dari Ca dan P. Oleh karena itu, adanya kadar kalsium yang optimal pada media pemeliharaan menyebabkan proses mineralisasi dapat berjalan dengan baik, pada akhirnya akan menyebabkan pembentukan tulang normal dan pertumbuhan panjang menjadi lebih baik. Menurut Cheng et al. (2006) kalsium merupakan zat essensial untuk struktur jaringan keras, osmoregulasi, pembekuan darah, kontraksi otot, transmisi saraf dan kofaktor proses enzimatik. Pada pertumbuhan panjang terdapat interaksi antara faktor salinitas media dan penambahan kalsium terhadap pertumbuhan panjang mutlak benih ikan tengadak. Pengaturan salinitas dan penambahan kalsium pada media pemeliharaan dapat meningkatkan pertumbuhan panjang benih ikan tengadak karena diduga selsel organ pada tubuh ikan berada dalam cairan media dengan komposisi dan konsentrasi ionik yang sesuai dengan kebutuhannya, serta kebutuhan mineral penting yang sangat dibutuhkan oleh tubuh ikan dapat terpenuhi. Menurut Imsland et al. (2003), pada saat kondisi media salinitas optimal maka kebutuhan energi untuk aktivitas enzim Na+/K+-/ATPase akan berkurang sehingga tersedia banyak energi (katabolisme) yang dapat dipergunakan untuk pertumbuhan. Begitu pula halnya ion Ca2+, menurut Shan et al. (2009) pemanfaatan kalsium karbonat nanopartikel sebagai enzim imobilisasi matriks mampu mengembangkan xanthine biosensor dari enzim yang dihasilkan tubuh, sehingga memicu pertumbuhan. Sintasan Secara umum sintasan benih ikan tengadak lebih tinggi pada media pemeliharaan dengan peningkatan salinitas dan penambahan kalsium dibanding tanpa peningkatan salinitas dan penambahan kalsium (kontrol). Dari hasil penelitian diperoleh sintasan benih paling tinggi pada perlakuan salinitas media 3 ppt yaitu 94.17 % dan penambahan kalsium 20 mg L-1 yaitu 94.13 %, sedangkan yang paling rendah diperoleh pada perlakuan salinitas media 0 ppt yaitu 90.24 % dan tanpa penambahan kalsium (kontrol) yaitu 91.11 %. Tinggi atau rendahnya sintasan disebabkan oleh tingkat kerja osmotik dalam proses adaptasi terhadap fluktuasi lingkungan. Menurut Affandi dan Tang (2002), dalam rangka meyesuaikan diri dengan lingkungan ikan memiliki toleransi dan resistensi perubahan lingkungan pada kisaran tertentu dari variasi lingkungan. Tingkat salinitas yang terlalu tinggi atau rendah dengan fluktuasi yang lebar dapat menyebabkan kematian pada ikan (Setiawati dan Suprayudi 2003). Begitu pula halnya ion Ca2+ yang merupakan salah satu ion utama yang menentukan tekanan osmotik media dapat berpengaruh terhadap sintasan benih. Gradien osmotik dan tingkat konsumsi oksigen paling rendah yang juga terdapat pada perlakuan salinitas media 3 ppt dan penambahan kalsium 20 mg L-1 dapat mengurangi stres pada benih ikan tengadak karena kondisi homeostatis, sehingga lebih banyak ikan yang bertahan hidup. Hasil penelitian Kadarini (2009) menunjukkan bahwa benih ikan balashak memiliki nilai sintasan tertinggi (98,67%) pada media pemeliharaan salinitas 3 ppt dan penambahan kalsium 20
30 mg L-1. Benih gurame yang dipelihara pada salintas media 3 ppt menghasilkan sintasan tertinggi sebesar 93,33 % (Nirmala dan Rismawan 2010). Sintasan terendah yang diperoleh pada perlakuan salinitas media 0 ppt dan tanpa penambahan kalsium (kontrol) dikarenakan benih ikan tengadak harus menyeimbangkan antara cairan dalam tubuhnya yang lebih besar dengan cairan di lingkungannya untuk mencegah kehilangan garam-garam dalam tubuh. Menurut Evan (1993), ikan akan meminimalkan garam yang hilang dengan menyerap garam secara aktif melalui insang. Kerja osmotik ini akan terus berlangsung hingga kondisi menjadi isoosmotik. Pada saat gradien osmotiknya terlalu tinggi akan menyebabkan ikan mengalami stress dan tidak dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Tingkat Daya Tahan Tubuh Ikan Terhadap Arus Air Arjona et al. (2009) mengemukakan bahwa respon fisiologis ikan terhadap stresor yang diakibatkan oleh lingkungan dikelompokkan menjadi primer, sekunder dan tersier. Respon fisiologis secara primer dapat melibatkan sistem syaraf simpatik oleh katekolamin yang dapat melepaskan hormon cortisol. Sebagai respon tingkat sekunder pada kadar glukosa plasma dan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan daya tahan tubuh pada level tersier. Pada penelitian ini, untuk mengetahui respon stres benih ikan tengadak dilakukan pendekatan level tersier yaitu dengan melakukan pengujian daya tahan tubuh benih ikan tengadak dalam melawan arus air pada setiap perlakuan yang dicobakan. Dalam rangka mengetahui daya tahan tubuh benih ikan dilakukan pengujian dengan menggunakan kecepatan arus air sebesar 1.5 m s-1, artinya benih ikan tengadak diuji kemampuan daya tahan tubuhnya terhadap arus air yang kecepatan arusnya 2-3 kali lipat lebih besar dari kecepatan arus di alamnya. Ikan tengadak merupakan ikan endemik berasal dari Kalimantan yang habitat aslinya di sungai dan rawa banjiran, salah satunya di Sungai Kapuas. Daerah estuari Sungai Kapuas merupakan daerah yang kompleks karena adanya pengaruh lingkungan seperti arus, hempasan ombak dan pasang surut air laut. Menurut Jumarang et al. (2011), pergerakan massa air Sungai Kapuas Kalimantan Barat pada kondisi purnama lebih tinggi dibandingkan saat perbani dengan kecepatan arus 0.05-0.7 m s-1, sedangkan hasil penelitian Agustini et al. (2013) kecepatan arus Sungai Kapuas berkisar antara 0.48-0.56 m s-1. Hasil pengujian daya tahan tubuh benih ikan tengadak terhadap arus air menunjukkan bahwa ikan yang mampu melawan arus air paling tinggi diperoleh pada perlakuan salinitas media 3 ppt yaitu 86.33 % dan penambahan kalsium 20 mg L-1 yaitu 84.44 %, sedangkan yang paling rendah diperoleh pada perlakuan salinitas media 0 ppt yaitu 73.33 % dan tanpa penambahan kalsium (kontrol) yaitu 75.57 %. Tingkat daya tahan tubuh ikan semakin baik dengan adanya peningkatan salinitas dan penambahan kalsium pada media pemeliharaan, yang ditandai dengan banyaknya ikan yang mampu melawan arus meskipun kecepatan arus yang diberikan 2-3 kali lebih besar daripada di habitat aslinya. Peningkatan salinitas dan penambahan kalsium pada media pemeliharaan dapat mengurangi stres pada benih ikan tengadak karena gradien osmotiknya menjadi lebih rendah, sehingga memiliki daya tahan tubuh yang baik. Menurut
31 Affandi dan Tang (2002), daya tahan tubuh organisme dipengaruhi oleh keseimbangan tekanan osmotik antara cairan tubuh dengan media lingkungan hidupnya. Pengaturan osmotik itu dilakukan melalui mekanisme osmoregulasi. Organisme yang dipelihara pada media buatan mempunyai masalah tekanan osmotik cairan media hidupnya belum tentu seimbang dengan tekanan osmotik cairan tubuhnya, akibatnya organisme dituntut untuk menjaga keseimbangan osmotiknya dengan cara mempertahankan pengaturan tekanan osmotik cairan tubuhnya melalui mekanisme regulasi osmotik. Daya tahan tubuh yang baik pada perlakuan salinitas media 3 ppt dan penambahan kalsium 20 mg L-1 sejalan dengan nilai gradien osmotik dan tingkat konsumsi oksigen paling rendah terdapat pada perlakuan yang sama, dimana semakin rendah gradien osmotik dan tingkat konsumsi oksigen akan mengurangi stres pada benih ikan tengadak karena kondisi homeostatis. Pada akhirnya pemanfaatan pakan menjadi lebih efisien karena energi yang digunakan untuk osmoregulasi sedikit, sehingga benih ikan tengadak memiliki daya tahan tubuh yang baik. Kualitas Air Dalam budidaya, kualitas air merupakan faktor yang sangat berperan terhadap sintasan dan pertumbuhan ikan. Nilai parameter kualitas air pada masing-masing perlakuan selama masa pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 3. Suhu pada media pemeliharaan berkisar antara 26.0-28.1 oC. Kisaran suhu tersebut dapat dikatakan optimal untuk pemeliharaan dan pertumbuhan benih ikan tengadak. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Pulungan (1987) dalam Huwoyon et al. (2010), secara umum ikan tengadak dapat hidup baik pada suhu 25–30 oC dengan kisaran pH 5 – 7. Nilai pH pada media pemeliharaan berkisar antara 6,05–7,07. Nilai pH tersebut masih berada pada selang pH normal. Boyd (1982) menyatakan bahwa nilai pH yang mematikan bagi ikan yaitu kurang dari 4 dan lebih dari 11, dimana pada pH tersebut dalam waktu yang lama akan mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi ikan. Dari hasil pengukuran, konsentrasi NH3 pada media pemeliharaan berkisar antara 0.001–0.028 mg L-1. Kadar ini termasuk rendah, sehingga tidak membahayakan ikan yang dipelihara selama penelitian. Nilai suhu dan pH pada media pemeliharaan mempengaruhi konsentrasi amonia tidak terionisasi. Sawyer dan McCarty (1978) dalam Effendi (2003) menyebutkan bahwa kadar amonia bebas yang tidak terionisasi (NH3) pada perairan tawar sebaiknya tidak lebih dari 0.02 mg L-1. Jika kadar amonia bebas lebih dari 0.2 mg L-1, perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan. Kadar oksigen terlarut (DO) pada media pemeliharaan berkisar antara 6.15-7.88 mg L-1. Kelarutan oksigen menurun dengan menigkatnya salinitas air. Menurut Boyd (1982) kandungan oksigen terlarut diatas 4 mg L-1 sangat mendukung untuk pertumbuhan dan reproduksi ikan. Nilai kesadahan air dari hasil pengukuran berkisar antara 149.75 - 410.0 -1 mg L . Kesadahan meningkat seiring dengan meningkatnya salinitas media dan penambahan kalsium. Air dengan kesadahan yang rendah mengandung sedikit kalsium dan mineral yang dibutuhkan untuk kesehatan ikan. Menurut Effendi (2003) parameter kesadahan untuk kegiatan budidaya bisa mencapai sebesar 500 mg L-1 . Air yang lebih sadah akan lebih baik bagi kesehatan ikan karena dapat
32 menyediakan kalsium dan mengurangi kerja osmotik yang dibutuhkan untuk mengganti elektrolit darah yang terus keluar melalui urin yang diproduksi ikan air tawar. Selain itu, ion sodium, magnesium, dan kalsium yang ditambah ke air akan meningkatkan daya tahan tubuh ikan air tawar terhadap suhu yang tinggi (Wedemeyer 1996). Menurut Effendi (2003), alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam. Alkalinitas juga diartikan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan. Boyd (1988) dalam Effendi (2003) menyatakan nilai alkalinitas yang baik berkisar antara 30-500 mg L-1 CaCO3. Dari hasil pengukuran alkalinitas pada media pemeliharaan berkisar antara 30.6758.33 mg L-1 CaCO3. Nilai tersebut masih berada pada kisaran yang layak diatas 30 mg L-1 CaCO3. Hal ini diduga bahwa pada media pemeliharaan memiliki nilai pH yang seimbang dan terbukti dari nilai pengukuran pH yaitu 6.05–7.07, sehingga nilai alkalinitasnya juga layak untuk media pemeliharaan. Sesuai dengan pernyataan Mackereth et al. (1989) dalam Effendi (2003) bahwa pH juga berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas, begitu juga sebaliknya. Secara umum parameter kualitas air media pemeliharaan dalam kondisi yang layak untuk pertumbuhan dan sintasan benih ikan tengadak. Kualitas air yang layak ini disebabkan oleh adanya pengelolaan kualitas air yang baik seperti penggunaan filter spons pada setiap akuarium yang berfungsi untuk menyaring kotoran yang ada di dalam akuarium, serta pencucian spons dilakukan setiap hari. Pengukuran kualitas air juga dilakukan setiap sepuluh hari sekali untuk menjaga kualitar air tetap layak bagi pemeliharaan benih ikan tengadak.
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Salinitas media 3 ppt dan penambahan kalsium 20 mg L-1 merupakan media pemeliharaan terbaik untuk kinerja pertumbuhan benih ikan tengadak sehingga dapat meningkatkan produksi pendederan benih. Saran Untuk pemeliharaan benih ikan tengadak (Barbonymus schwanenfeldii) 23 gram sebaiknya menggunakan media salinitas 3 ppt dan penambahan kalsium 20 mg L-1, serta penggunaan kapur CaO lebih disarankan pada penelitian penambahan kalsium di media pemeliharaan karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang hubungan salinitas dan kesadahan terhadap respon fisiologis benih ikan tengadak.
33 DAFTAR PUSTAKA Affandi R, Tang UM. 2002. Fisiologi Hewan Air. RIAU (ID): UNRI Pr. Agustini T, Jumarang MI, Ihwan A. 2013. Simulasi pola sirkulasi arus di Muara Kapuas Kalimantan Barat. Jurnal Prisma fisika. 1 (1): 33-39. Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Arjona FJ, Chacoff LV, Jarabo IR, Concalcves O, Pascoa I, Rio MD, Mancera JM. 2009. Tertiary stress responses in senegalese sole (Solea senegalensis kaup, 1858) to osmotic challenge: implications for osmoregulation, energy metabolism and growth. Journal Aquaculture 28: 419-426. Asyari. 2007. Jenis ikan, fungsi dan peraturan di Suaka Perikanan Danau Lindung (Empangau) Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat. Prossiding seminar Nasional Tahunan IV Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. hlm 1-9. Boyd CE. 1982. Water Quality Management in Warmwater Fish Ponds. Alabama (US): Auburn University Agriculture Experiment Station. Calta M. 2000. The effect of calcium concentration of water on chloride cell density in gill of brown trout (Salmo trutta L.) larvae. Turk J Biol 24: 331–336. Carrion RL, Alvarellos SS, Guzma’n JM, Maria P, Rio MD, Soengas JL, Manceraa JM. 2005. Growth performance of gilthead sea bream conditions: implication for osmoregulation and energy metabolism. Journal Aquaculture 250: 849-861. Cheng WC, Liu H, Kuo CM. 2006. Effect of dissolve oxygen on hemolymph parameters of fresh water giant prawn, Macrobrachium rosenbergii (de Man). Journal Aquaculture 220: 843-856. Christensen MS. 1994. Growth of Tinfoil barb, Puntius schwanenfeldii, fed various feeds, including fresh chicken manure, in floating cages. Asian Fisheries Science 7: 29 – 34. Djokosetiyanto D, Wulandari AR dan Carman O. 2008. Pengaruh salinitas terhadap kelulusan hidup dan pertumbuhan benih ikan bawal air tawar (Collosoma macropomum). Jurnal Perikanan. 10 (2): 282-289. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID) : Kanisius. Eslamloo K, Morshedi V, Azodi M, Ashouri G, Ali M, Iqbal F. 2012. Effects of starvation and re-feeding on growth performance, feed utilization and body composition of Tinfoil barb (Barbonymus schwanenfeldii). Fish and Marine Sciences. 4 (5): 489-495. Evan DH. 1993. Osmotic and Ionic Regulation in Fish. United Stated (GB): Academic Pr. Fardiaz D, Slamet DS, Mahmud MK, Muhilal, Simarmata JP. 1990. Pedoman Analisis Zat Gizi. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi.
34 Fontagné S, Silva N, Bazin D, Ramos A, Aguirre P, Surget A, Abrantes A, Kaushik JS, Power MB. 2009. Effects of dietary phosphorus and calcium level on growth and skeletal development in rainbow trout Oncorhynchus mykiss fry. Journal Aquaculture 297: 141-150. Fujaya. Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Gracia LA, Rosas VC, dan Brito PR. 2006. Effects of salinity on physiological conditions in juvenile common snook (Centropomus undecimalis). Comparative Biochemistry and Physiology. 145 (3): 340-345. Gilles RR, Jeuniaux CH. 1979. Osmoregulation and Ecology in Media of Fluctuating Salinity, p: 581–608. In: R gilles (Editor). Mechanism of Osmoregulation in Animals. Jonh Willey and Sons, Toronto. Guerreiro PM, Fuentes J, Flik G, Rotllant J, Power DM, Canario AVM. 2004. Water calcium concentration modifies whole-body calcium uptake in sea bream larvae during short-term adaptation to altered salinities. Journal Exper Biol 207: 645-653. Guner, Yusuf, Osman Z, Hasmet A, Mohammed A, Volkan K. 2004. Effect of salinity on the osmoregulatory functions of the gills in nile tilapia (Oreochromis niloticus). Journal Vaterinaryt Animal Science 29: 12591266. Goenarso D, Suripto, Susanti KI. 2003. Konsumsi oksigen, kadar gula darah dan pertumbuhan ikan mas (Cyprinus carpio) diberi pakan campuran ampas kelapa. Jurnal Matematika dan Sains. 8 (2): 51 – 56. Hargreaves JA, Tomasso JR. 2004. Enviroment, p:281-292. In: Tucker CS, Tomasso JR (Editor). Biology and Culture of Channel Catfish. Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam. Hastuti YP, Djokosetianto D, Permatasari I. 2012. Pengaruh kapur CaO pada media bersalinitas untuk pertumbuhan benih ikan patin (Pangasius hypopthalmus). Jurnal Akuakultur Indonesia. 11 (2): 168-178. Huisman EA. 1976. Food Conversion efficiencies at maintenance and production level of carp, Cyprinus carpio and Rainbow trout, Salmo gairdneri. Aquaculture 9: 259-273. Huwoyon GH, Kusmini II, Kristanto AH. 2010. Keragaan pertumbuhan ikan tengadak (alam) dan tengadak budidaya (merah) (Barbonymus scwanenfeldii) dalam pemeliharaan bersama pada kolam beton. Di dalam: Sudrajat A, Rachman syah, Hanafi A, Azwar ZI, Imron, Kristanto AH, Insan I, editor. Prossiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur; 2010 April 20-23; Bandar Lampung, Indonesia. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya. hlm 501-505. Imsland AK, Gunnarsson S, Foss A, Stefansson SO. 2003. Gill Na+, K+ ATPase activity, plasma chloride and osmolality in juvenile turbot (Scophthalmus maximus) reared at different temperatures and salinities. Journal Aquaculture 218: 671-683. Imsland AK, Gustavsson A, Gunnarsson S, Foss A, Arnason J, Arnarson I, Jonson AF, Smaradottir H, Thorarensen H. 2008. Effects of reduced salinities on growth , feed convertion efficienscy and blood physiology of juvenil atlantic halibut Hippoglossus hippoglosus L. Journal Aquaculture 128: 136-344.
35 Jumarang MI, Muliadi, Ningsih NS, Hadi S, Martha D. 2011. Pola sirkulasi arus dan salinitas perairan estuari di Sungai Kapuas Kalimantan Barat. Jurnal Positron. 1 (1): 36-42. Jobling M, Gomes E, Diaz J. 2002. Feed Types Manufacturer and Ingredient. In: Houlihan D, Boujard T, Jobling M, editor. Food Intake in Fish. Blackwell Science. Oxford (GB): Osney Mead. hlm 31-39. Kadarini T. 2009. Pengaruh salinitas dan kalsium terhadap sintasan dan pertumbuhan benih ikan balashark (Balanthiocheilus melanopterus) [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Karim MY. 2007. The effect of osmotic at various medium salinity on vitality of female mud crab (Scylla olivacea). Jurnal Universitas Hasanuddin. 14 (1): 65-72. Kousoulaki K, Fjelldal PG, Aksnes A, Albrektsen S. 2010. Growth and tissue mineralisation of atlantic cod (Gadus morhua) fed soluble P and Ca salts in the diet. Journal Aquaculture 309: 181-192. Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmodjo S. 1993. Fresh Water Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited, Singapura. Lall SP. 2002. The Minerals. In: Halver JE, Hardy RW, Editor. Fish Nutrition. 3rd ed. San Diego (GB): Academic Pr. 259–308pp. Li E, Chen C, Zeng X, Chen N, Yu Q, Lai, Qin IG. 2007. Growth, body composition, respiration and ambient ammonia nitrogen tolerance of the juvenile white shrimp, Litopenaeus vannamei, at different salinities. Short communication. Aquaculture 265: 385- 390. Liao IC, Huang HJ. 1975. Studies on the respiration of economic prawns in Taiwan. I. Oxygen consumption and lethal dissolved oxygen of egg up to young prawn of Penaeus monodon. Fab. Journal Fisheries Soc. Taiwan. 4 (1): 33 – 50. Lignot IH, Pierrot CS, Charmantier G. 2000. Osmoregulatory capacity as a tool in monitoring the physiological condition and the effect of stress in crustaceans. Aquaculture 191: 209-245. Ling HY, Ching YK, Shiiau SY. 2013. Estimation of dieteary magnesium requirement of juvenile Tilapia (Oreochromis niloticus x Oreochromis aureus), reared in freshwater and seawater. Aquaculture 380-383: 47-51. Mahmudi M. 1991. Pengaruh salinitas terhadap tingkat pemanfaatan pakan, kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva ikan jambal siam (Pangasius sutchi fewier) [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Marlina E. 2011. Optimasi osmolaritas media dan hubungannya dengan respon fisiologis benih ikan baung (Hemibagrus nemurus) [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Muliani. 2011. Respons fisiologis ikan patin siam (Pangasianodon hypopthalmus) pada berbagai tingkat kalsium media serta konsekuensinya terhadap sintasan dan pertumbuhan [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [NRC] National Research Council. 1977. Nutrient Requirements of Warm-water Fishes. Washington DC (ID): National Academy of sciences. Nirmala K, Lesmono DP, Djokosetiyanto, D. 2005. Pengaruh teknik adaptasi salinitas terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan patin (Pangasius sp.). Jurnal Akuakultur Indonesia. 4 (1): 25-30.
36 Nirmala K, Rismawan. 2010. Kinerja pertumbuhan ikan gurame (Osphronemus goramy Lac.) yang dipelihara pada media bersalinitas dengan paparan medan listrik. Jurnal Akuakultur Indonesia. 9 (1): 46–55. Piliang WG. 2005. Nutrisi Mineral. Ed ke-5. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas, IPB. 258 hlm. Porchase MM, Luis R, Martines C and Ramos R. 2009. Cortisol and glucose reliable indicator of fish. American Journal of Aquatic Sciences. 4 (2): 157-178p. Prakoso VA, Nuryani, Huwoyon GH. 2010. Keragaan pertumbuhan ikan tengadak (alam) dan tengadak budidaya (merah) (Barbonymus scwanenfeldii) dalam kolam terpisah. Di dalam: Sudrajat A, Rachman Syah, Hanafi A, Azwar ZI, Imron, Kristanto AH, Insan I, editor. Prossiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur; 2010 April 20-23; Bandar Lampung, indonesia. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya. hlm 506-512. Ricker WE. 1979. Growth Rate and Models, p : 678 – 774. In: Hoar WS, Randall DJ and Brett JR , Editor. Fish Physiology. Volume ke-8. New York (GB): Acad Pr. Setiawati M, Suprayudi MA. 2003. Pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang dipelihara pada media bersalinitas. Jurnal Akuakultur Indonesia. 2(1): 27-30. Shan D, Wang Y, Xue H, Cosnier S. 2009. Sensitive and selective xanthine amperomatic sensors based on calcium carbonate nanoparticle. Sensors Actuator B: Chemical 136: 510-515. Syakirin MB. 2000. Pengaruh tingkat kerja osmotik media terhadap pertumbuhan dan efisiensi pemanfaatan pakan pada ikan nila merah (Oreocromhis sp.) [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wedemenyer GA. Physiology of fish in intensive culture system. United Stated (GB): Northwest Biological Science Center National Biological Service U.S Departement of the Interior. Chapman and Hall. 232p. Wickins JF, Lee DOC. 2002. Crustacean Farming, Ranching and Culture. Blackwell Science. Oxford (GB): Oxford Univ Pr. 446 p. Zainuddin. 2010. Pengaruh kalsium dan fosfor terhadap pertumbuhan, efisiensi pakan, kandungan mineral dan komposisi tubuh juvenil ikan kerapu macan (epinephelus fuscoguttatus). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 2 (2): 1-9.
37
LAMPIRAN
38 Lampiran 1 Tabel dua arah parameter gradien osmotik pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium yang berbeda. Kalsium (mg L-1) 0 296 285 281 287 287,25
0 10 20 30 Rata-rata
Salinitas (ppt) 3 290 278 274 280 280,50
Rata-rata 6 293 282 276 281,3 283,08
293,00 281,67 277,00 282,77
Lampiran 2 Output tabel analisis ragam parameter gradien Osmotik dengan menggunakan spss 19.0 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Gradien Osmotik (µS/cm) Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Salinitas
314.889
2
157.444
79.831
.000
Kalsium
1220.083
3
406.694 206.211
.000
salinitas * kalsium
11.333
6
1.889
Error
47.333
24
1.972
Total
2898965.000
36
.958
.474
a. R Squared = ,970 (Adjusted R Squared = ,957)
Lampiran 3 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor salinitas terhadap parameter gradien osmotik dengan menggunakan spss 19.0 Gradien Osmotik (µS/cm) Duncan Subset Salinitas (ppt)
N
a
3 ppt
12
6 ppt
12
0 ppt
12
Sig.
b
2.8042E2 2.8308E2 2.8758E2 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1,972.
c
1.000
1.000
39 Lampiran 4 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor penambahan kalsium terhadap parameter gradien osmotik menggunakan spss 19.0 Gradien Osmotik (µS/cm) Duncan Subset Kalsium (mg L-1)
N
a
b
c
20 ppm
9
2.7700E2
10 ppm
9
2.8178E2
30 ppm
9
2.8300E2
0 ppm
9
2.9300E2
Sig.
1.000
.077
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1,972.
Lampiran 5 Tabel dua arah parameter tingkat konsumsi oksigen pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium yang berbeda. Kalsium (mg L-1) 0 10 20 30 Rata-rata
0 0.60 0.54 0.48 0.56 0.55
Salinitas (ppt) 3 0.40 0.34 0.28 0.35
6 Rata-rata 0.53 0.51 0.47 0.45 0.45 0.40 0.41 0.44 0,47
0.34
Lampiran 6 Output tabel analisis ragam parameter tingkat konsumsi oksigen dengan menggunakan spss 19.0 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Tingkat Konsumsi Oksigen (mg O2 g-1 jam-1) Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Salinitas
.261
2
.131
103.790
.000
Kalsium
.061
3
.020
16.112
.000
salinitas * kalsium
.000
6
7.685E-5
.061
.999
Error
.030
24
.001
Total
7.787
36
a. R Squared = ,914 (Adjusted R Squared = ,875)
40 Lampiran 7 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor salinitas terhadap parameter tingkat konsumsi oksigen dengan menggunakan spss 19.0 Tingkat Konsumsi Oksigen (mg O2 g-1 jam-1) Duncan Subset Salinitas (ppt)
N
a
3 ppt
12
6 ppt
12
0 ppt
12
b
c
.3417 .4742 .5475
Sig.
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,001.
Lampiran 8 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor penambahan kalsium terhadap parameter tingkat konsumsi oksigen menggunakan spss 19.0 Tingkat Konsumsi Oksigen (mg O2 g-1 jam-1) Duncan Subset Kalsium (mg L-1)
N
a
b
c
20 ppm
9
10 ppm
9
.4511
30 ppm
9
.4422
0 ppm
9
Sig.
.3944
.5100 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,001.
.513
1.000
41 Lampiran 9 Tabel dua arah parameter efisiensi pakan pada beberapa salinitas media dan penambahan kalsium berbeda. Kalsium (mg L-1) 0 30.16 30.25 30.30 30.22 30.23
0 10 20 30 Rata-rata
Salinitas (ppt) 3 39.23 39.25 39.55 39.34 39.34
6 36.28 36.36 36.40 36.32 36.34
Rata-rata 35.22 35.29 35.42 35.29
Lampiran 10 Output tabel analisis ragam parameter efisiensi pakan dengan menggunakan spss 19.0 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Efisiensi Pakan(%) Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Salinitas
524.222
2
262.111
4.718E3
.000
Kalsium
.111
3
.037
.667
.581
salinitas * kalsium
.222
6
.037
.667
.677
Error
1.333
24
.056
Total
44486.000
36
a. R Squared = ,997 (Adjusted R Squared = ,996)
Lampiran 11 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor salinitas terhadap parameter efisiensi pakan dengan menggunakan spss 19.0 Efisiensi Pakan(%) Duncan Subset Salinitas (ppt)
N
a
0 ppt
12
6 ppt
12
3 ppt
12
Sig.
b 29.8333 36.0000
39.0000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,056.
c
1.000
1.000
42 Lampiran 12 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor penambahan kalsium terhadap parameter efisiensi pakan dengan menggunakan spss 19.0 Efisiensi Pakan(%) Duncan Subset Kalsium (mg L-1)
N
a
0 ppm
9
34.8889
20 ppm
9
34.8889
10 ppm
9
35.0000
30 ppm
9
35.0000
Sig.
.371
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,056.
Lampiran 13 Tabel dua arah parameter kadar Ca di air pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium yang berbeda. Kalsium (mg L-1)
Salinitas (ppt) 0
3
0
12.60
14.60
15.43
14.21
10
20.33
21.32
23.50
21.72
20
28.30
31.60
32.55
30.82
30
37.20
39.85
41.67
39.57
24.61
26.84
28.29
Rata-rata
6 Rata-rata
Lampiran 14 Output tabel analisis ragam parameter kadar Ca di air dengan menggunakan spss 19.0 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Ca di Air (mg L-1) Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Salinitas
82.547
2
41.274
128.350
.000
Kalsium
3270.830
3
1090.277
3.390E3
.000
salinitas * kalsium
6.122
6
1.020
3.173
.020
Error
7.718
24
.322
Total
28799.492
36
a. R Squared = ,998 (Adjusted R Squared = ,997)
43
Lampiran 15 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor salinitas terhadap parameter kadar Ca di air dengan menggunakan spss 19.0 Ca di Air (mg L-1) Duncan Subset Salinitas (ppt)
N
a
0 ppt
12
3 ppt
12
6 ppt
12
b
c
24.6067 26.8433 28.2875
Sig.
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,322.
Lampiran 16 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor penambahan kalsium terhadap parameter kadar Ca di air dengan menggunakan spss 19.0 Ca di Air (mg L-1) Duncan Subset Kalsium (mg L-1)
N
a
0 ppm
9
10 ppm
9
20 ppm
9
30 ppm
9
Sig.
b
c
d
14.2100 21.7167 30.8178 39.5722 1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,322.
1.000
1.000
44 Lampiran 17 Tabel dua arah parameter kadar Ca di dalam tulang pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium berbeda. Kalsium (mg L-1)
Salinitas (ppt) 3 4.22 4.86 5.15 4.84 4.77
0 4.15 4.82 5.09 4.80 4.72
0 10 20 30 Rata-rata
6 Rata-rata 4.19 4.19 4.84 4.84 5.13 5.12 4.82 4.82 4.75
Lampiran 18 Output tabel analisis ragam parameter kadar Ca di dalam tulang dengan menggunakan spss 19.0 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Ca di Dalam Tulang (%) Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Salinitas
.017
2
.008
.757
.480
Kalsium
4.229
3
1.410
128.140
.000
salinitas * kalsium
.001
6
.000
.015
1.000
Error
.264
24
.011
Total
813.628
36
a. R Squared = ,941 (Adjusted R Squared = ,915)
Lampiran 19 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor salinitas terhadap parameter kadar Ca di dalam tulang dengan menggunakan spss 19.0 Ca di Dalam Tulang (%w/w) Duncan Subset Salinitas (ppt)
N
a
0 ppt
12
4.7133
6 ppt
12
4.7433
3 ppt
12
4.7658
Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,011.
.258
45 Lampiran 20 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor penambahan kalsium terhadap parameter kadar Ca di dalam tulang dengan menggunakan spss 19.0 Ca di Dalam Tulang (%) Duncan Subset Kalsium (mg L-1)
N
a
b
c
0 ppm
9
4.1844
30 ppm
9
4.8200
10 ppm
9
4.8378
20 ppm
9
5.1211
Sig.
1.000
.722
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,011.
Lampiran 21 Tabel dua arah parameter laju pertumbuhan bobot spesifik pada beberapa salinitas media dan penambahan kalsium yang berbeda. Salinitas (ppt) -1 0 3 6 Kalsium (mg L ) Rata-rata 5.61 6.51 6.29 6.14 0 5.72 6.53 6.32 6.19 10 5.75 6.54 6.33 6.21 20 5.71 6.53 6.30 6.18 30 5.70 6.53 6.31 Rata-rata Lampiran 22 Output tabel analisis ragam parameter laju pertumbuhan bobot spesifik dengan menggunakan spss 19.0 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Laju Pertumbuhan Bobot Spesifik (%) Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
salinitas
4.398
2
2.199
184.554
.000
kalsium
.038
3
.013
1.061
.384
salinitas * kalsium
.019
6
.003
.271
.945
Error
.286
24
.012
Total
1382.883
36
a. R Squared = ,940 (Adjusted R Squared = ,912)
46
Lampiran 23 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor salinitas terhadap parameter laju pertumbuhan bobot spesifik dengan menggunakan spss 19.0 Laju Pertumbuhan Bobot Spesifik (%) Duncan Subset Salinitas (ppt)
N
a
0 ppt
12
6 ppt
12
3 ppt
12
b
c
5.7092 6.3175 6.5350
Sig.
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,012.
Lampiran 24 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor penambahan kalsium terhadap parameter laju pertumbuhan bobot spesifik dengan menggunakan spss 19.0 Laju Pertumbuhan Bobot Spesifik (%) Duncan Subset Kalsium (mg L-1)
N
a
0 ppm
9
6.1378
10 ppm
9
6.1900
30 ppm
9
6.1922
20 ppm
9
6.2289
Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,012.
.117
47 Lampiran 25 Tabel dua arah parameter pertumbuhan bobot mutlak pada beberapa salinitas media dan penambahan kalsium yang berbeda.
Kalsium (mg
L-1)
0 2.67 2.72 2.74 2.72 2.71
0 10 20 30 Rata-rata
Salinitas (ppt) 3 3.79 3.82 3.83 3.81 3.81
6 Rata-rata 3.47 3.31 3.49 3.34 3.51 3.36 3.49 3.34 3.49
Lampiran 26 Output tabel analisis ragam parameter pertumbuhan bobot mutlak dengan menggunakan spss 19.0 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Pertumbuhan Bobot Mutlak (g) Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Salinitas
7.505
2
3.753
6.226E3
.000
Kalsium
.010
3
.003
5.768
.054
salinitas * kalsium
.001
6
.000
.257
.952
Error
.014
24
.001
Total
410.537
36
a. R Squared = ,998 (Adjusted R Squared = ,997)
Lampiran 27 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor salinitas terhadap parameter pertumbuhan bobot mutlak dengan spss 19.0 Pertumbuhan Bobot Mutlak (g) Duncan Subset Salinitas (ppt)
N
a
0 ppt
12
6 ppt
12
3 ppt
12
Sig.
b 2.7267 3.4967
3.8142 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,001.
c
1.000
1.000
48
Lampiran 28 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor penambahan kalsium terhadap parameter pertumbuhan bobot mutlak dengan spss 19.0 Pertumbuhan Bobot Mutlak (g) Duncan Subset Kalsium (mg L-1)
N
a
0 ppm
9
3.3233
10 ppm
9
3.3422
30 ppm
9
3.3467
20 ppm
9
3.3711
Sig.
.067
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,012.
Lampiran 29 Tabel dua arah parameter pertumbuhan panjang mutlak pada beberapa salinitas media dan penambahan kalsium yang berbeda.
Kalsium (mg
L-1)
0 2.07 2.25 2.41 2.16 2.22
0 10 20 30 Rata-rata
Salinitas (ppt) 3 2.84 3.36 3.49 3.07 3.19
6 2.62 3.14 3.28 2.96 3.00
Rata-rata 2.51 2.92 3.06 2.73
Lampiran 30 Output tabel analisis ragam parameter pertumbuhan panjang mutlak dengan menggunakan spss 19.0 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Pertumbuhan Panjang Mutlak (cm) Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Salinitas
6.287
2
3.144
545.406
.000
Kalsium
1.512
3
.504
87.412
.000
salinitas * kalsium
.159
6
.026
4.596
.003
Error
.138
24
.006
Total
291.345
36
a. R Squared = ,983 (Adjusted R Squared = ,975)
49 Lampiran 31 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor salinitas terhadap parameter pertumbuhan panjang mutlak dengan spss 19.0 Pertumbuhan Panjang Mutlak (cm) Duncan Subset Salinitas (ppt)
N
a
0 ppt
12
6 ppt
12
3 ppt
12
b
c
2.2242 3.0008 3.1900
Sig.
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,006.
Lampiran 32 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor penambahan kalsium terhadap parameter pertumbuhan panjang mutlak dengan spss 19.0 Pertumbuhan Panjang Mutlak (cm) Duncan Subset Kalsium (mg L-1)
N
a
0 ppm
9
30 ppm
9
10 ppm
9
20 ppm
9
Sig.
b
c
d
2.5122 2.7322 2.9167 3.0589 1.000
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,006.
Lampiran 33 Tabel dua arah parameter sintasan benih pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium yang berbeda. Salinitas (ppt) -1 0 3 6 Kalsium(mg L ) Rata-rata 0 87.62 93.33 92.38 91.11 10 90.95 94.29 94.29 93.17 20 92.38 95.24 94.76 94.13 30 90.00 93.81 91.90 91.90 90.24 94.17 93.33 Rata-rata
50 Lampiran 34 Output tabel analisis ragam parameter sintasan benih dengan menggunakan spss 19.0 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Sintasan Benih (%) Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Salinitas
96.167
2
48.083
20.607
.000
Kalsium
44.306
3
14.769
6.329
.003
salinitas * kalsium
10.278
6
1.713
.734
.627
Error
56.000
24
2.333
Total
305463.000
36
a. R Squared = ,729 (Adjusted R Squared = ,605)
Lampiran 35 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor salinitas terhadap parameter sintasan benih dengan spss 19.0 Sintasan Benih (%) Duncan Subset Salinitas (ppt)
N
a
b
0 ppt
12
89.8333
6 ppt
12
92.7500
3 ppt
12
93.6667
Sig.
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2,333.
.155
51 Lampiran 36 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor penambahan kalsium terhadap parameter sintasan benih dengan spss 19.0 Sintasan Benih (%) Duncan Subset Kalsium (mg L-1)
N
a
b
0 ppm
9
90.6667
30 ppm
9
91.4444
10 ppm
9
20 ppm
9
c
91.4444 92.6667
92.6667 93.5556
Sig.
.291
.103
.229
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2,333.
Lampiran 37 Tabel dua arah parameter tingkat daya tahan tubuh ikan terhadap arus pada beberapa taraf salinitas media dan penambahan kalsium yang berbeda. Salinitas (ppt) -1 0 3 6 Kalsium (mg L ) Rata-rata 0 69.33 82.67 74.70 75.57 10 73.33 86.67 81.30 80.43 20 78.67 90.67 84.00 84.44 30 72.00 85.33 78.70 78.68 73.33 86.33 79.68 Rata-rata Lampiran 38 Output tabel analisis ragam parameter tingkat daya tahan tubuh ikan terhadap arus dengan menggunakan spss 19.0 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Tingkat daya tahan tubuh ikan terhadap arus air(%) Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Salinitas
1014.222
2
507.111
87.769
.000
Kalsium
371.556
3
123.852
21.436
.000
9.778
6
1.630
.282
.940
Error
138.667
24
5.778
Total
230656.000
36
salinitas * kalsium
a. R Squared = ,910 (Adjusted R Squared = ,868)
52
Lampiran 39 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor salinitas terhadap parameter tingkat daya tahan tubuh ikan terhadap arus dengan spss 19.0 Tingkat daya tahan tubuh ikan terhadap arus air(%) Duncan Subset Salinitas (ppt)
N
a
0 ppt
12
6 ppt
12
3 ppt
12
b
c
73.3333 79.6667 86.3333
Sig.
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 5,778.
Lampiran 40 Output tabel uji lanjut duncan pengaruh faktor penambahan kalsium terhadap parameter tingkat daya tahan tubuh ikan terhadap arus dengan spss 19.0 Tingkat daya tahan tubuh terhadap arus air(%) Duncan Subset Kalsium (mg L-1)
N
a
b
c
0 ppm
9
30 ppm
9
78.6667
10 ppm
9
80.4444
20 ppm
9
Sig.
75.5556
84.4444 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 5.778.
.130
1.000
53 Lampiran 41 Perhitungan untuk menentukan kalsium sebagai media percobaan 1 mol CaCO3 mengandung: 1 mol Ca + 1 mol C + 3 mol O (Ar: C = 12 ; O = 16 ; Ca = 40) Jadi, Mr CaCO3 = 40 + 12 + 48 = 100 Persen kadar kalsium (Ca) dalam kalsium karbonat: = 40/100 x 100% = 40% 1. Untuk mendapat 10 mg ion Ca2+ maka diperlukan CaCO3 sebanyak: 10 mg x 100 / 40 10 mg x 2,50 25 mg Untuk membuat larutan ion Ca2+ 10 mg/L sebanyak 70 Liter air diperlukan CaCO3 sebanyak: 70 L x 25 mg 1750 mg = 1,75 g 2. Untuk mendapat 20 mg ion Ca2+ maka diperlukan CaCO3 sebanyak: 20 mg x 100 / 40 20 mg x 2,50 50 mg Untuk membuat larutan ion Ca2+ 20 mg/L sebanyak 70 Liter air diperlukan CaCO3 sebanyak: 70 L x 50 mg 3500 mg = 3,50 g 3. Untuk mendapat 30 mg ion Ca2+ maka diperlukan CaCO3 sebanyak: 30 mg x 100 / 40 30 mg x 2,50 g 75 mg Untuk membuat larutan ion Ca2+ 20 mg/L sebanyak 70 Liter air diperlukan CaCO3 sebanyak: 70 L x 75 mg 5250 mg = 5,25 g
54
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 26 April 1989 sebagai anak sulung dari pasangan Ir Mahdi AS dan Ir Juliawati, MP. Pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Syiah Kuala, lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2012, penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke Program Magistesr Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur di Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari DIKTI melalui program Beasiswa Unggulan di tahun yang sama. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Politeknik Indonesia-Venezuela sejak tahun 2011 dan ditempatkan di Aceh Besar. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab penulis adalah lingkungan akuakultur.