INDIKASI DAN TITIK RAWAN KORUPSI - KOLUSI - NEPOTISME DILINGKUNGAN
DEPARTEMEN KESEHATAN RI
;;
DEPARTEMEN KESEHATAN RI
INSPEKTORATJENDERAL
JAKARTA
2002
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Inspektorat Jenderal Depkes dapat menyusun dan menyajikan Indikator dan Titik rawan terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dilingkungan Departemen Kesehatan . Buku ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan kepada Kepala Satuan Kerja dan Pemimpin Proyek sebagai penanggungjawab kegiatan, baik yang menyangkut fisik, keuangan serta tugas pokok dan fungsi dari entitas masing masing. Untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih, bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) perl'u diidentifikasi aspek-aspek dan tahap-tahap terjadinya KKN untuk dapat diantisipasi pencegahannya . Pencegahan dan pemberantasan KKN merupakan tanggungjawab bersama seluruh lapisan masyarakat, namun setidaknya sebagai aparatur pemerintah harus mampu, mau dan berani memulai tangkah-Iangkah konstruktif dalam rangka pencegahan dan pemberantasan KKN dilingkungan Oepartemen Keseha,tan. Diharapkan buku ini dapat membantu dalam melaksanakan pengendalian manajemen dalam rangka pelaksanaan Pengawasan Melekat di semua Unit dilingkungan Oepkes. Meskipun upaya maksimal telah dilaksanakan dalam penyusunan buku ini, namun kekurangan tetap tidak dapat dihindari. Untuk itu masukan positif tetap diharapkan dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan buku panduan ini. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Tim Penyusun yang telah bekerja dengan sungguh sungguh sehingga berhasil menyusun buku panduan ini. Semoga bermanfaat.
/
,~
..
... /"
.' ." , .... Ora. 'Ku~wartini M. Suhel
''':'''''/ '1/ ; '." . NIP. 140048613 ........., . - ..~. _.' .
DAFTAR 151
Bab I
"
'" ;
IV
Halaman PENDAHULUAN
1
A.
Latar Belakang
1
B.
Tujuan
C.
Ruang Lir.gkup
D.
Batasan
2 3 3
PENCEGAHAN KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME
5
A.
1. Persepsi Masyarakat
5 5
2. Penyebab KKN
6
B.
UPAYA PENCEGAHAN KKN
8
C.
MENUJU CLEAN GOVERNANCE
D.
LANGKAH REFORMASI MENUNJU CLEAN GOVERNANCE
INDIKASI PRAKTEK KKN
11 12
INDIKASI DAN TITIK RAWAN KKN
13
A.
ASPEK PERLENGKAPAN
13
B.
ASPEK KEUANGAN
C.
ASPEK KEPEGAWAIAN
D.
ASPEK TUGAS POKOK DAN FUNGSI
21 25 29
PENUTUP
33
REFRENSI UMUM KKN
34
REFERENSI KHUSUS
37
1. Aspek Perlengkapan
37
2. Aspek Keuangan
39
3. Aspek Kepegawaian
44
4. Aspek Tupoksi
46
LAMPIRAN - LAMPIRAN 1. Lampiran 1
49
4. Lampiran 4
49 60 51 52
5. Lampiran 5
53
G. Lampiran G
64
2. Lampiran 2 3. Lampiran 3
11
,
BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yan9 dilakukan secara berkelanjutan. berlandaskan kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Pelaksanaan pembangunan nasiqnal, perlu mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat. mandiri. berkeadilan. sejahtera. maju dan kukuh kekuatan moral dan etikanya. Karena itu reformasi disegala bidang di,lakukan untuk membangkitkan kembali dan memperteguh kepercayaan diri atas kemampuan bangsa inidalam melakukan langkah-Iangkah penyelamatan, pemulihan, pemantapan dan pengembangan pembangunan dengan paradigma baru Indonesia masa depan. Pencapaian tujuan pembangunan yang merata dan berkeadilan harus disusun konsepsi penyelenggaraan negara secara menyeluruh, untuk membangun tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bemegara serta mewujudkan kemajuan di segala bidang . T ekad untuk meberantas segala bentuk penyelewengan sesuai tuntutan reformasi, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme perlu diikuti dengan langkah langkah nyata dan kesungguhan dari para penyelenggara kegiatan pada se'l uruh lini administrasi pemerintahan, mulai dari tingkat teratas sampai dengan tingkat yang bawah. Untuk dapat menyelenggarakan pemerintahan yang bersih perlu adanya pengawasan. karena pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen dalam rangka menjamin pelaksanaan kegiatan sesuai dengan kebijakan dan rencana yang tel:a h ditetapkan serta untuk menjamin balhwa tujuan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Pengawasan merupakan bagian yang paralel dan integral dengan upaya orQ'anisasi dalam mencapai tujuannya, sehingga secara efektif dapat memberikan daya ungkit terhadap terselenggaranya manajemen pemerintahan yang baik. Sistem pengawasan yang dilaksanakan harus mampu menjawab seluruh tuntutan masyarakat, termasuk pencegahan terhadap terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Untuk meningkatkan kualitas hasil pengawasan khususnya terhadap pelaksanaan program-program kesehatan, maka perlu adanya kebijakan dan strategi pengawasan yang efektif, karena hasil pengawasan diharapkan dapat
1
memberikan kontribusi bagi terselenggaranya manajemen pemerintahan yang baik, terwujudnya akuntabil,itas publik oleh Pemerintah, terciptanya aparatur pemerintah yang bersih dan bertanggungjawab serta terwujudnya sinergi pengawasan di lingkungan Pemerintah. Inspeictorat Jenderal Oepkes sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah ( APIP ) perlu tanggap mengantisipasi perkembangan di masyarakat dewasa ini. dengan melaksanakan pengawasan secara optimal baik pengawasan langsung maupun pengawasan tidak langsung. sehingga pada gilirannya hasil pengawasan dapat memberikan kontribusi mewujudkan aparat yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( Clean Governance ) di lingkungan Departemen Kesehatan RI. Pelaksanaan pengawasan fungsional Inspektorat Jenderal Oepkes diarahkan pada bidang-bidang strategis yang secara operasional difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan masukan yang lebih bermakna bagi menyusun akuntabilitas Pimpinan Departemen dalam rangka (pertanggungjawaban) keberhasilan/kegagalan pelaksanaan visi dan misi Departemen dalam mencapai tujuan dan sasaran Indonesia Sehat 2010. Sejalan kebijakan Pemerintah, dalam rangka ikut menciptakan Pemerintahan yang bersih dan be bas KKN, Inspeictorat Jenderal Oepkes berupaya menyusun , indikator dan kegiatan-kegiatan kritis yang mengarah terjadinya KKN, dengan harapan dapat dipergunakan sebagai panduan ( Guidance ) oleh para pengendali dan pel,aksana program di lingkungan Departemen Kesehatan.
B. Tujuan Tujuan disusunnya buku ini adalah : a. Untuk memberikan panduan kepada para pengendali dan pelaksana program, proyek dan kegiatan di lingkungan Oepkes, agar dapat melakukan pengendalian dan pengawasan ter,h adap seluruh kegiatan dalam upaya ikut mewujudkan Aparatur yang bersih bebas KKN. b. Sebagai sarana untuk melakukan perubahan terus-menerus, konsisten serta berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kinerja aparatur yang berorientasi pada pelaksanaan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN ( Clean Governance ). c. Untuk menyamakan persepsi daJam menilai penyimpangan dan memberikan pemahaman terhadap pencegahan terjadinya KKN di lingkungan Oepartemen Kesehatan.
2
c.
Ruang lingkup Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah praktek KKN, antara lain dengan dikeluarkannya TAP. MPR No.xIlMPRl1998 dan Undang-Undang No.28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas KorupS'i, Kolusi dan Nepotisme. Dewasa ini kesempatan mengungkapkan adanya praktek-praktek KKN lebih terbuka, sehingga upaya untuk melakukan pencegahan terjadinya KKN memperoleh momentum yang baik. Buku ini memberikan gambaran yang lebih konkrit mengenai pencegahan KKN, dengan memaparkan indikator dan titik rawan kegiatan-kegiatan yang memungkinkan terjadinya KKN.
D. Batasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
1. Korupsi: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya yang dapat merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara.
2. Kolusi: Kolusi adalah permufakatan atau kerja sarna secara melawan hOKum antar Penyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dan pihak lain yang merugikan orang lain. masyarakat dan atau Negara. Pihak-pihak yang dirugikan karena praktek Kolusi bisa siapa'saja, seperti : Negara, Masyarakat, Lembaga Pemerintah/Swasta, bahkan bisa perorangan. Kolusi bisa mengarah pada korupsi jika kerja sama atau perjanjian saling pengertian yang terjadi akan mengakibatkan kerugian terhadap kepentingan Negara dankesejahteraan masyarakat untuk kepentingan dan keuntungan pihak-pihak yang bersekongkol. 3. Nepotisme
Nepotisme adaJah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara· melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
3
Salah satu contoh bentuk nepotisme adalah Kecenderungan mengutamakan sanak famili sendiri atau kroninya untuk duduk dalam jabatan dan posisi yang menguntungkan tanpa memandang kompetensi, kemampuan dan profesionalisme yang dimiliki.
4
BABII
PENCEGAHAN KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME
A. Praktek korupsi, kolusi, nepotisme 1. Persepsi masyarakat terhadap KKN Dalam rangka penyelamatan dan normalisasi kehidupan nasional sesuai dengan tuntUll:.:1 reformasi diperlukan kesamaan visi, persepsi dan misi dari seluruh penyelenggara negara dan masyarakat. Kesamaan visit persepsi dan misi tersebut harus sejalan dengan tuntutan hati nurani rakyat yang menghendaki terwujudnya Penyelenggara Negara yang mampu menjalankan tugas dan fungsinya secara sungguh-sungguh, penuh rasa tanggungjawab yang dilaksanakan secara efektif, efisien babas dari korupsi, kolusi dan nepotisme sebagaimana diamanatkan olah TAP. MPR· No.xIlMPRl1998 dan Undang-Undang No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Secara · sederhana KKN dapat diartikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan. untuk kepentingan pribadi, yang jelas KKN adalah bentuk penyimpangan dan standar atau norma, yang tidak dapat diterima oleh masyarakat. Bidang kegiatan yang rawan terjadi prakte'k-praktek KKN secara umum adalah sebagai berikut : a. Pengadaan barang dan jasa. b. Pembangunan konstruksi dan bangunan. c. Pengalihan tanah dan aset (ruilslag ). d. Perijinan. e. Penunjukan,Pengangkatan dan panempatan pejabat atau pegawai. f. Penerimaan Pegawai. g. Masalah hukum dan peradilan. h. Masalah-masalah pelanggaran lalu-lintas. I. Bidang keimigrasian. j. Pengelolaan keuangan (pengeluaran fiktif). k. Penetapan kebijakan operasional yang tidak sesuai dengan kebijakan yang lebih tinggi.
5
2. Penyebab terjadinya KKN Beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya KKN adalah sebagai berikut: a. Faktor rendahnya Keimanan dan Ketaqwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seeara sekilas jenis perbuatan yang meneerminkan lemahnya Keimanan dan Ketaqwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah : 1). Menggunakan dan atau memanipulasi dana milik dinas yang menjadi tanggungjawabnya untuk kepentingan pribadi/diri sendiri dan keluarga. 2). Berpura-pura bersikap jujur dan taat beragama untuk menutupi perbuatan jahatnya. 3). Mengkomersilkan jabatan, tugas dan tunggungjwabnya untuk memperkaya diri sendiri. b. Faktor Rapuhnya Keteladanan Aparatur Pemerintah. Tindakan yang meneerminkankan rapuhnya Ketelc:danan Aparatur Pemerintah, antara lain: 1). Merasa .ingin dilayani bukan melayani. 2). Merasa yang paling tahu dan berkuasa sehingga hanya dapat memerintah tanpa mau tahu bagaimana proses yang terjadi. 3). Sulit dan atau tidak pernah mau menerima pendapat orang lain, karena merasa dialah yang paling benar. 4). Mengukur keberhasilan dan tingginya status sosial dari kekuasaan dan materi yang dimiliki. 5). Pola hidup yang terkesan mewah, konsumtif dan boros. c. Faktor lemahnya pengawasan dan pengendalian. Ketidak berdayaan pengawasan baik pengawasan melekat maupun
pengawasan fungsional dapat berakibat terhadap terjadinya praktek
praktek KKN, dilingkungan Instansi Pemerintah, antara lain sebagai
berikut :
1). Situasi lingkungan kerja yang eenderung komersil.
2). Timbulnya tempat kerja yang basah dan kering.
3). Kebiasaan masyarakat memberl tips (uang jasa, peliein, sogok dan
sejenisnya) untuk memperlanear sesuatu urusan . 4). Adanya kerjasama antara atasan dan bawahan untuk mengkomersilkan pekerjaan.
6
5). Merekayasa laporan keuangan berupa laporan fiktif.
6). Rendahnya disiplin dan moral pegawai.
d. Faktor peningkatan biaya hidup dan penghasilan yang relatif kurang memadai. Suatu contoh dampak negatif dari tekanan biaya hidup tinggi dan penghasilan kurang memadai adalah : 1). Rekapitulasi hasil penanganan perkara korupsi dari tahun ke tahun secara kuantitas lebih banyak dilakukan oleh pejabat tingkat bawah (lower manager) baru kemudian pejabat tingkat menengah (middle manager) dan pejabat tingkat atas (top manager). 2). Secara struktural jumlah pejabat tingkat bawah lebih banyak dibandingkan pejabat tingkat menengah dan pejabat tingkat atas Karena itu secara teknis operasional pejabat tingkat bawah lebih banyak melayani masyarakat. e. Faktor pergeseran tata nilai kehidupan sosial . Beberapa contoh-.. . nyata dan pergeseran tata nilai kehidupan sosial. yakni: 1). Timbulnya sikap mementingkan diri sendiri tanpa mempedulikan kepentingan orang lain. 2). Pamrih -tsme lebih suka uang (dibayar) dari pada diberi penghargaan atas ucapan terima kasih. 3). Lunturnya kesetikawanan sosial dan kepedulian terhadap sesama. 4). Sanggup mengorbankan harga din untuk tujuan materi. 5). Rendahnya kadar kesadaran hukum masyarakat dalam melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai individu warga masyarakat dan warga negara. 6). Kecenderungan memilih konfliklbertindak sendiri dari pada diselesaikan melalui saluran hukum. 7). Perbuatan dekadensi moral semak'in kompleks. 8). Banyak oknum masyarakat yang suka memben uang (sogok. suap) untuk menyelesaikan suatu masalah I kepentingan -kepentingan tertentu yang menguntungkan. 9). Ada istilah sehari-hari dimasyarakat kasih uang habis perkara duit (UUO) yang justru (KUHP) dan ujung-ujungnya mendiskreditkan citra aparatur pemerintah dimata masyarakat.
7
5). Merekayasa laporan keuangan berupa laporan fiktif.
6). Rendahnya disiplin dan moral pegawai.
d. Faktor peningkatan biaya hidup dan penghasilan yang relatif kurang memadai. Suatu contoh dampak negatif dari tekanan biaya hidup tinggi dan penghasilan kurang memadai adalah : 1). Rekapitulasi hasil penanganan perkara korupsi dari tahun ke tahun secara kuantitas lebih banyak dilakukan oleh pejabat tingkat bawah (lower manager) baru kemudian pejabat tingkat menengah (middle manager) dan pejabat tingkat atas (top manager). 2). Secara struktural jumlah pejabat tingkat bawah lebih banyak dibandingkan pejabat tingkat menengah dan pejabat tingkat atas Karena itu secara teknis operasional pejabat tingkat bawah lebih banyak melayani masyarakat. e. Faktor pergeseran tata nilai kehidupan sosial . 8eberapa contoh nyata dari pergeseran tata nilaL kehidupan sosial, yakni: 1). Timbulnya sikap mementingkan din sendin tanpa mempedulikan kepentingan orang lain. 2). Pamrih -tsme lebih suka uang (dibayar) dari pada diberi penghargaan atas ucapan terima kasih. 3). Luntumya kesetikawanan sosial dan kepedulian terhadap sesama. 4). Sanggup mengorbankan harga diri untuk tujuan materi. 5). Rendahnya kadar kesadaran hukum m asyara kat dalam melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai individu wa rga masyarakat dan warga negara. 6). Kecenderungan memilih konflik/bertindak sendiri dari pada diselesaikan melalui saluran hukum. 7). Perbuatan dekadensi moral semakin kompleks. 8). Banyak oknum masyarakat yang suka memberi uang (sogok, suap) untuk menyelesaikan suatu masalah I kepentingan -kepentingan tertentu yang menguntungkan. 9). Ada istilah sehari-hari dimasyarakat kasih uang habis perkara (KUHP) dan ujung-ujungnya duit (UUD) yang justru mendiskreditkan citra aparatur pemerintah dimata masyarakat.
7
B.
Upaya pencegahan dan pemberantasan KKN
Memperhatikan kompleksnya persoaJan yang dapat menimbulkan perbuatan korupsi dan melibatkan lingkungan sosial yang luas , maka pemberantasan nya hanya dapat dilakukan melaJui front bersama dan total oleh semua komponen bangsa , jajaran pemerintah dan masyarakat baik pada tingkat preventif (perumusan dan penerapan aturan dan sistem penyuluhan • pendidikan dan lain sebagainya) detektif (mengidentifikasi mengaudit) maupun represif (proses hukum) disemua bidang. I
Prioritas diarahkan pad a bidang-bidang yang rawan korupsi • kolusi dan nepotisme dan penutupan pintu-pintunyang memberi peluang pad a pelaku untuk merealisasikan niat jahatnya. Pad a tingkat organisasi Departemen , pengandalian manajemen diperkuat dengan mengefektifkan daya kerja simpul-simpul kendali dari seluruh unsurnya, dikelola secara transparan dengan manajemen terbuka dan memungkinkan masyarakat memperoleh akses terhadap informasi dari pelaksanaan kegiatan tugas pokoknya. Pembenahan sistemhukum dengan sanksi hukum yang adil, tegas dan tak pandang bulu, penerapan etika organisasi yang mengikat dan dipatuhi dengan budaya kerja yang sehat • serta kepemimpinan yang dipilih secara demokratis. Lingkungan sosial yang bersih akan tercipta dalam masyarakat yang sejahtera dan lahir batin. Untuk ini pembangunan yang berkelanjutan tetap harus dilangsungkan dengan tingkat pengendalian yang lebih intensif dengan mengutamakan pemerataan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Pembangunan Pendidikan termasuk pendidikan agama dan moral. akan menyadarkan masyarakat untuk menentang perilaku korupsi. MeJa.lui sistem politik yang demokratis keterlibatan masyarakat sebagai kekuatan kontrol sosial akan meningkat. Keterlibatan semua komponen bangsa dalam upaya pemberantasan ini secara perlahan akan mempersempit kesempatan berbuat korupsi • dan para aktor/pelaku akan merasa terkunci dan terasing. Usaha bersama inj akan lebih efektif jika dikoordinasi'kan oleh suatu badan seniacam Badan Anti Korupsi yang mampu mengkoordinasikan dan memperdayakan semua kegiatan pemberantasan korupsi. Sikap kritis masyarakat luas terhadap KKN dalam era reformasi sekarang Inl dapat menjadi modal dalam mengambangkan upaya-upaya pemberantasan.
8
Untuk dapat mencegah apalagi memberantas KKN jelas tidak mudah apalagi merubah tatanan yang salah yang sudah bertahun-tahun dianggap benara karena dilegalisir oleh kebijakan-kebijakan yang bersifat politis. Dernikian pula di Departemen Kesehatan, perlu sikap dan kemauan yang keras dari pimpinan-pimpinan ditingkat Pusat maupun Daerah. Ada 3 (tiga) pemikiran yang kami ajukan dalam rangka pencegahan KKN : 1. Konsep bagaimana pernberantasan korupsi. a. Restrukturisasi birokrasi dan demokratisasi disemua elemen Depkes. b. Peningkatan kesejahteraan pegawai dengan imbalan gaji yang memadai. c. Meningkatkan transparansi prosedur terutama pada unit-unit
pelayanan.
2. Menumbuhkan sikap anti korupsi di lingkungan pegawai diseluruh tingkatan. a. Memasyarakatkan tindakan-tindakan yang sudah dianggap dan dikategorikan KKN. b. Penerapan sanksi yang lugas dan konsisten. c. Menciptakan Pimpinan yang menjadi panuta (dengan perilaku yang baik sesuai dengan ajaran agama, moral dan etika). 3. Pengunaan anggaran yang efektif (jan efisien : a. Dana anggaran harus digunakan secara efektif sesuai dengan tujuan dan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Harus dicegah adanya penyimpangan yang menyebabkan sasaran menjadi tidak tercapai , yang dapat mempengaruhi pencapaian sasaran secara nasional. b. Dana anggaran harus digunakan secara efisien dan hemat . Kita harus mencegah terjadinya kebocoran dan pemborosan sekecil apapun . Kebiasaan-kebiasaan pengeluaran dana yang tidak ada atau kecil manfaatnya , seperti untuk upacara-upacara , harus dihilangkan. Kegiatan - kegiatan yang perlu dilakukan haruslah sesederhana mungkin dan tidak berlebihan. c. Penggunaan dana anggaran transparan dan sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan. Pengadaan -pengadaan harus dilakukan secara terbuka dengan prosedur yang adil dan berlaku sarna untuk semua orang. Harus dicegah cara-cara yang mengakibatkan terjadinya praktek-praktek monopoli dan KKN , atau yang dapat menimbulkan kecurigaan masyarakat bahwa telah atau dapat terjadi KKN, yang disebabkan oleh prosedur yang tidak transparan atau
9
penetapan keputusan pemenang lelang serta pengadaan yang tidak jelas dasar pertimbangannya. d. Anggaran sejauh mungkin memanfaatkan produksi dalam negeri, untuk mendorong kemajuan ekonomi dan menghemat devisa serta dalam upaya membangun kemandirian. Pengadaan pemerintah harus pula memberi kesempatan pada usaha kecil dan menengah, serta koperasi. Ketentuan-ketentuan tersebut tidak harus mengurangi atau mengabaikan prinsip efesiensi tetapi justru harus dapat meningkatkannya. e. Anggaran yang dapat digunakan adalah anggaran yang tersedia. Para pejabat hendaknya tidak mengharapkan atau membuat program diluar anggaran yang ada. Memang anggaran yang tersedia akan dirasakan sangat kurang dibandingkan kebutuhan namun jika anggaran yang ada itu dapat dimanfaatkan dengan baik, hasilnya ada cukup baik terhadap upaya pemeliharaan ekonomi kita agar kondisinya tidak menjadi lebih buruk dan memuai proses pertumbuhan kembali. f.
Aparatur Aparatur pemerintah hendaknya menjalankan pelayanan pada masyarakat dengan sebaik-baiknya terutama pelayanan kepada dunia usaha agar ditingkatkan dengan menghilangkan hambatan-harnbatan birokrasi serta praktek-praktek KKN, agar dunia usaha dapat segera bang kit kern bali. Saat ini rnerupakan saat yang paling tepat untuk memperbaiki birokrasi dan citra pernerintah dimasyarakat.
g. Karena keterbatasan anggaran dan prioritas -yang harus diberikan kepada upaya pernulihan kernbali perekonomian, kita belurn dapat membangun proyek-proyek baru, kecuali proyek-proyek yang terkait dengan Jaringan Pengaman Sosial (JPS) dan upaya pemberdayaan masyarakat. Namun proyek-proyek yang telah dimulai harus dilanjutkan meskipun harus dilakukan pertahapan kemba'ii. Yang teramat penting adalah memelihara aset-aset dan segala yang kita miliki sebagai hasil pembangunan dimasa yang la'iu. Oleh karena itu kegiatan pemeliharaan harus diprioritaskan agar fungsi dan kualitas aset-aset tersebut dapat terus dipertahankan. h. Dalam rangka penghemat devisa, perjalanan' dinas keluar negeri oleh para pejabat harus diseleksi seketat mungkin . justru dalam masa reformasi sekarang ini, perhatian harus lebih ditujukan pada masalah -masalah dalam negeri dibidang masin- masing.
i.
Agar para pejabat pernerintah disemua tingkatan membantu menciptakan suasana tenang dan tenteram dalam masyarakat.
10
C.
Menuju Penyelenggaraan negara yang Bersih ( Clean Governance). Secara sistematik dibutuhkan suatu pengertian yang sama untuk mengatasi KKN dengan memperhatikan masukan dari masyarakat bersama-sama diikuti oleh semua sektor pemerintahan termasuk Departemen Kesehatan. KKN di Indonesia sudah seperti benang kusut , oleh karena itu harus diatasi bersama disemua bidang kehidupan dalam tata pemerintahan, Swasta dan masyarakat dengan pembentukan PNYB atau Good Governance yang dicapai melalui serangkaian reformasi dengan mengelemenir sebab-sebab terjadlnya KKN : 1. Mencipta kepemimpinan yang dapat menjadi teladan. 2. Meningkatkan penghayatan agama dan pengalamannya terutama dalam moral dan etika. 3. Meningkatkanlperbaikan gaji Pegawai Negeri (Pemerintah). 4. Menegakan hukum tanpa pandang bulu. 5. Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk memberantas korupsi yang dimulai dari diri sendiri. 6. Memperbaiki struktur Pemerintahan dengan memotong birokrasi yang panjang yang menjadi peluang te~adinya KKN. 7. Reformasi bidang administrasi disamping hukum, pol'itik dan ekonomi. 8eberapa kendala menuju PNYB (Good Governance) yang dihadapi berupa hambatan dalam mengungkap kasus-kasus KKN. 1 Pelaku mempunyai kualitas tetentu baik kemampuan maupun kedudukannya . Pelaku pada umumnya mempunyai latar belakang pendidikan dan pengalaman yang baik, sehingga memperoleh kesempatan untuk mengelola suatu proyek dimana ia melakukan korupsi. 2 Modus operandi korupsi umumnya rumit dan dilakukan dengan rapih mengingat pelakunya adalah orang yang mempuanyai kewenangan dan kesempatan. 3 Kompleksitas kasus korupsi. Tindak pidana korupsi dilakukan dengan melalui proses yang cukup panjang. Bebagai prosedur yang ada telah disamping oleh pelaku yang semestinya melaksanakan prosedur tersebut . Selain itu untuk menghitung kerugian yang timbul diperlukan seorang petugas khusus yang memiliki keahlian. Begitu komplek proses atau prosedur yang dilewati oleh pelaku sehingga akibat yang ditimbulkannya sering tidak dirasakan dan baru beberapa lama setelah terjadi.
11
4. Kendala waktu. Terungkapnya perkara korupsi tidaklah bersifat seketika melainkan beberapa waktu I tahun kemudian. Hal ini sering memberi dampak kesulitan mengumpulkan alat bukti, sullt menemukan tersangkalsaksi karena sudah pindah/pensiun dan sebagainya bahkan juga dalam menghitung jumlah kerugian yang diderita tidak diperoleh data yang akurat. Upaya pencegahan KKN dengan mempertimbangkan waktu adalah : a. Perbaikan program pemerintah. b. Reorganisasi pemerintah/restrukturisasi birokrasi dan Administrasi. c. Penerapan hukum. d. Keikutsertaan masyarakal e. Pembentukan Tim anti KKN.
D. Langkah reformasi menuju Penyelenggara Negara Yang Bersih (Clean Governance) 1. Tiap Unit Utama Depkes mengidentifikasi KKN dengan memperhatikan 3 (tiga) pilar Good Governance (r.Jle of Law, transparancy , accountability). 2. Transparansi prosedur pengadaan barang jasa serta pelayanan . masyarakat 3. Transparasi sistem pengembangan karier (carrier planning) . 4. Perbaikan gaji Pegawai Negeri Sipil. 5. Reorganisasl Departemen Kesehatan dengan mengutamakan tata laksana dan simbul-simbul hubungan antara uni,t dengan pihak luar (Departemen Terkait). 6. Penyempurnaan Program-program Departemen Kesehatan. 7. Pengembangan konsep, monitoring dan evaluasi.
12
BAB III
INDIKASI DAN TITIK RAWAN
A. ASPEK PERLENGKAPAN 1. Pengertian a. Perlengkapan atau Barang adalah bend a dalam berbagai bentuk dan uraian yang meliputi bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi, peralatan, yang spesifikasinya ditetapkan oleh pengguna barang I jasa. b. Pengadaan Barang I Jasa adalah usaha atau kegiatan pengadaan barang I jasa yang diperlukan oleh Instansi Pemerintah. c. Panitia Pengadaan adalah Panitia Pelelangan atau Panitia Pemilihan Langsung atau Panitia Penunjukan Langsung yang ditugasi untuk melaksanakan pengadaan 8arang I Jasa. d. Jasa Pemborongan adalah layanan penanganan pekerjaan bangunan atau konstruksi atau wujud fisik lainnya yang perencanaan teknis dan spesifikasinya ditetapkan pengguna barang I jasa dan proses serta pelaksanaanya diawasi oleh pengguna barang I jasa. e. Pengguna Baran'g I Jasa adalah Kepala Kantor I Satker I Pimpro I 8agpro I Pejabat lainnya yang dilaksanakan I ditunjuk sebagai pemilik pekerjaan yang memberi tugas kepada Penyedia Barang I Jasa untuk melaksanakan pekerjaan tertentu guna memenuhi kebutuhan barang I jasa tertentu.
f.
Penyedia Barang I Jasa adalah perusahaan atau mitra kerja yang melaksanakan pengadaan Barang I Jasa yang terdiri dari Kontraktor pemasok. konsultan, usaha kecil. koperasi. Perguruan Tinggi . dan LSM.
g. Kontrak adalah perikatan antara Kepala Kantor I Satuan Kerja I Pimpro I Bagpro sebagai pengguna Barang I Jasa dengan pemasok atau kontraktor atau konsultan sebagai penyedia Barang I Jasa. h. Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyak yang berskala keeil dan memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam UU NO.9 I 1995, tentang Usaha Keeil. termasuk koperasi skala usaha kecil. 13
I.
Pelelangan adalah pengadaan barang I jasa yang dilakukan secara terbuka untuk umum dengan pengumuman secara luas melalui media cetak dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum serta bilamana dimungkinkan melalui media elektronik, sehingga masyarakat luas I dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.
J. Pemilihan Langsung adalah pengadaan barang I jasa tanpa melalui pelelangan dan hanya diikuti oleh penyedia barang I jasa yang memenuhi syarat, yang dilakukan dengan cara membandingkan penawaran dan melakukan negosiasi, baik teknis maupun harga sehingga diperoleh harga yang wajar· dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. k. Penunjukan Langsung adalah pengadaan barang I jasa dengan cara menunjuk langsung kepada 1 (satu) penyedia barang I jasa. I.
Swakelola adalah pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri dengan menggunakan tenaga sendin, atau upah borongan tenaga.
2. Indikator Praktek KKN
.
a. Sertifikasi dan Prakualifikasi Sertifikasi meliputi kegiatan registrasi, klasifikasi, dan kualifikasi. 1). Registrasi adalah pencatatan penyediaan barang I jasa yang meliputi klasifikasi . kualifikasi dan data administrasi, keuangan, personalia, peralatan/perlengkapan serta pengalaman kerja 2). Klasifikasi adalah penentuan I kompetensi usaha penyediaan barang I jasa menurut bidang, sub bidang dan khusus untuk jasa konsultasi termasuk lingkup layanan. 3). Kualifikasi adalah penggolongan penyedia barang I jasa (kecil, menengah, besar) dan penilaian menurut tingkat kemampuan (KK), kemampuan paket (KP). dan kemampuan dasarnya (KD) pada masing - masing bidang, sub bidang dan untuk jasa konsultasi termasuk lingkup layanan.
•
Kegiatan In! dilakukan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPKJ) atau Kamar Oagang dan Industri (KAOIN) suatu instansi diluar Departemen Kesehatan.
14
Prakualifikasi dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan penyediaan barang I jasa pada saat akan mengikuti pengadaan barang I jasa. Penyelenggaraan prakualifikasi dilaksanakan oleh Panitia Pengadaan Barang I Jasa untuk setiap pengadaan barang I jasa dengan memperhatikan data yang terdapat pada sertifikat dan informasi lainnya yang dikeluarkan oleh LPJK I KADIN. Kemampuan dan kejujuran Panitia Pengadaan" sangat berpengaruh terhadap hasil - hasil penilaiannya mengenai lulus atau tidaknya prakualifikasi para calon penyedia barang untuk setiap paket pengadaan barang I jasa. Kegiatan sertifikasi dan prakualifikasi ini perlu memperoleh perhatian yang memadai daripihak pengguna barang I jasa mengingat banyaknya celah - celah yang terbuka bagi pelaku tindak KKN. b. Arisan Tender Kerjasama sesama Penyedia Barang I Jasa seperti model "arisan" ini merupakan praktek - praktek KKN yang bukan rahasia lagi karena patut diduga melibatkan pengguna barang I jasa atau setidak - tidaknya Panitia Pengadaan Barang I Jasa. Sesama Penyedia Barang I Jasa yang seharusnya menjadi pesaing dalam penawaran harga in; melakukan praktek arisan tender karena beberapa hal, a. I : 1) Mudahnya penyedia barang I jasa memperoleh sertifikasi dan lulus prakualifikasi sesuai dengan paket pengadaan barang I jasa. 2) Data peral&tan penyediaan barang I jasa yang memenangkan pelelangan bila diteliti dan dijumlah ulang ternyata tidak signifikan dibandingkan dengan kondisi nyata wilayah kerja setempat. 3) Kewajaran jumlah sumber daya manusia peserta pelelangan, terutama tenaga ahli tidak masuk akal, baik secara kualitas maupun kuantitas. 4) Penyediaan Barang I Jasa yang memiliki sertifikasi dan lulus prakualifikasi ternyata diantara pengurusnya terdapat suatu hubungan, baik dari segi alamat. domisili. pemilik perusahaan. pemegang saham. rekening koran bank, maupun klasifikasi perusahaannya.
15
c. T atacara Pengadaan Barang I Jasa 1) Cara pengadaan barang I jasa dengan memecah - mecah pekerjaan sehingga dapat diadakan pengadaan langsung. 2) Pelelangan ditunda - tunda membuat waktunya terdesak, sehingga harus dilakukan penunjukan langsung. 3) Menggunakan pemilihan langsung dalam pengadaan barang I jasa dengan alasan barang spesifik dan dari Sales Representative (bukan agen tunggal) sehingga harganya mahal. d. Penyiapan Dokumen Lelang 1) Dokumen lelang yang disiapkan tidak I belum menginformasikan pekerjaan yang ditawarkan dan persyaratan lelang secara cukup jelas sehingga dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda dari peserta lelang. 2) Persyaratan bagi peserta lelang tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku (persyaratan ditambah atau dikurangi tampa alasan yang jelas). 3) Perubahan isi dokumen lelang tidak disampaikan dan atau dijelaskan kapada seluruh peserta lelang sehingga terdapat beberapa peserta yang gugur. 4) Undangan lelan9 tidak diumumkan secara luas. 5) Undangan lelang tidak disampaikan kepada seluruh rekanan yang tercantum dalam ORT melalui Kepala Oinas. e. Pembukaan Dokumen Lelang 1) 2) 3) 4) 5) 6)
7) 8) 9)
Kejanggalan dalan Berita Acara rapat penjelasan beserta perubahannya. Kejanggalan dalam daftar hadir dan Berita Acara pemberian penjelasan . Kejanggalan dalam acara pemberian penjelasan lelang. Kejanggalan peserta rapat pemberian penjelasan lelang. Adanya dokumen penawaran yang disampaikan setelah tanggal penutupan penyampaian dokumen penawaran. T erjadi perpanjangan I pengunduran tanggal penutupan penyampaian dokumen penawaran tampa alasan yang jelas. Peserta lelang yang hadir tidak diberi kesempatan melihat dokumen penawaran yang disampaikan kepada panitia. Berita Acara Pembukaan dokumen penawaran tidak dinuat I hilang. Berita Acara Pembukaan Ookumen Penawaran tidak ditanda tangani oleh wakil peserta.
16
f.
Evaluasi Penawaran dan Penetapan Calon Pemenang 1)
Adanya dokumen penawaran yang tidak lengkap tetapi tetap diikuti. 2) Harga satuan yang tercantum dalam OE lebih mahal dari harga pasar. 3) Terdapat banyak kesamaan harga satuan yang tercantum dalam penawaran dengan yang tercantum dalam OE. 4) Pemenang lelang bukanlah penawar yang terendah. 5) Kriteria evaluasi tidak jelas. 6) Kriteria evaluasi tidak diberlakukan secara adil dan merata diantara penawaran yang ada (penggunaan kriteria ganda). 7) Bila digunakan sistem gugur. a) Adanya peserta yang dinyatakan lulus evaluasi tahap berikutnya sekalipun ditahap sebelumnya tidak lulus. b) Adanya peserta yang dinyatakan sebagai calon pemenang. walaupun tidak memenuhi persyaratan disalah satu tahap ataupun seluruh tahap evaluasi. 8) Penentuan urutan calon pemenang tidak menggunakan I mempertimbangkan referensi harga. 9) Harga yang ditawarkan calon - calon pemenang ada yang tidak wajar 10) Berita Acara Hasil Pelelangan tidak dibuat ataupun kalau dibuat tidak sesuai dengan ketentuan perundang - undangan yang berlaku. 11) Untuk pelelangan terbatas calon pemenang yang ditetapkan tidak termasuk dalam DRT. Penetapan calon pemenang melewati batas waktu yang ditentukan tanpa alasan - alasan logis yang dapat diterima. 12) Peserta yang ditetapkan oleh panitia pelelangan paling menguntungkan bag; negara kurang dari 3 (tiga) peserta. 13) Adanya sanggahan dari peserta yang tidak menang . 14) T erjadi pelelangan ulang berkali - kali. 15) Rentang waktu antara Ielang yang gagal dan lelang ulang cukup lama. 16) Pada pengususlan calon pemenang lelang ditemui adanya penawar yang lulus terbaik dari evaluasi administrasi, teknis dan harga tidak diusulkan sebagai pemenang dengan alasan kinerjanya pada Proyek lainnya tidak baik .
•
17
3. Titik Rawan KKN. a. Proses Pengadaan Barang / Jasa 1) Prosedur Prakua/ifikasi a) Bilamana DRM ini disusun secara tidak benar akan mempengaruhi keseluruhan proses pe/e/angan pangadaan barang I jasa. b) Pemetaan perusahaan perusahaan rekanan yang berpeluang menimbu/kan 9menyebabkan) terjadinya Kolusi dan Nepotisme . . c) Dengan dipero/ehnya DRM yang datanya benar dan wajar akan dapat membantu pemerintah da/am penerimaan Negara dari sektor perpajakan, dalam hal ini Pajak Penghasilan . 2) Pemilihan Cara Pengadaan Panitia lelang dibentuk oleh Pimpro I Pimbagpro I Kepala Satuan Kerja. Titik kritis pada kegiatan ini adalah kemungkinan adanya rekayasa sedemikian rupa sehingga pengadaan barang dilakukan dengan pemilihan langsung, dan sebenarnya masih memungkinkan dengan pelelangan umum I pelelangan terbatas. Selain itu pemilihan langsung membuka peluang terjadinya kolusi dan nepotisme dengan harapan mereka menjadi rekanan yang terpilih untuk pengadaan suatu barang I jasa. 3) Penunjukan Langsung Penentuan peserta le/ang dan ususlan calon pemenang lelang ditentukan oleh panitia lelang. Hal ini memungkinkan terbukanya peluang untuk nepotisme dan ko/usi, antara personil panitia lelang, Pimpro dan Kepala Kantor serta rekanan. 4) Prosedur Penyiapan Dokumen Lelang.
•
Dokumen lelang yang tidak disusun dengan baik, membuka peluang timbulnya kolusi, sehingga hanya rekanan tertentu saja yang dapat memenuhi syarat dan memenangkan lelang .
18
5) Prosedur Pengumuman Lelang & Rapat Penjelasan Pengumuman lelang maupun pemberian penjelasan bisa dibuat sedemikian rupa sehingga hanya beberapa rekanan saja yang bisa mengikuti pelelangan. 6) Prosedur Pembukaan Dokumen Penawaran Pada saat pembukaan dokumen penawaran, banyak dokumen penawaran yang melewati batas waktu yang diperbolehkan. 7) Prosedur Evaluasi Penawaran Dalam menentukan urutan calon pemenang dan dalam penetapan calon pemenang dimana Pemimpin Proyek I Kapala Kantor dan atau pejabat - pejabat atasannya (tergantung besarnya nilai pengadaan) mempunyai wewenang untuk menentukan pemenang lelang. 8) Prosedur Penetapan Calon Pemenang Oalam menentukan urutan calon pemenang dan dalam penetapan calon pemenang dimana Pemimpin Proyek I Kepala Kantor dan atau pejabat - pejabat atasannya (tergantung besarnya nilai pengadaan) memounvai wewenang untuk menentukan pemenang lelang atau dengan kata lain melakukan intervensl (campur tangan). b. Proses Pelaksanaan Kontrak dan Peherimaan Barang 1) Kuantitas Barang a) Jumlah barang. yang dipesan belum tentu sesuai dengan kontrak. Kegiatan ini terlepas dari tanggung jawab Panitia Lelang. Oi lain pihak Pimpro atau Atasan langsung yang menandatangani kontrak berlaku "masa bodoh", karena sudah ada pengguna barang dan Panitia penerima I Pemeriksa Barang . b) Jumlah barang yang diterima seolah - olah cukup dan sesuai kontrak. Panitia Penerima I Pemeriksa Barang "asa\" tanda tangan saja karena adanya pesanan Pimpro I pengguna barang dan atau Penyedla barang. Modus Inl blasanya terjadl pada akhir tahun anggaran dengan dalih mengamankan anggaran atau pelaksanaan program.
19
c) Jumlah barang yang diterima nihil (fiktif). Modus ini dapat terjadi karena seolah - olah barang telah diterima (pernah masuk gudang). kemudian diserahkan kepada pengelola program dan sudah didistribusikan ke seluruh Kabupaten I Kota di Indonesia.
.
2)
Kualitas Barang a) Kualitas barang impor dapat dimodifikasi dengan negara asal barang. misalnya barang yang sesuai spesifikasi berasal dari Eropa ternyata diterima dan negara bela han Asia y~l')g kualitasnya lebih rendah. Kualitas rendah tentu lebih murah harganya dengan kualitas barang yang dikehendaki pengguna barang. b) Barang yang telah tersedia ditenderkan. Suatu Satker memiliki persediaan barang dalam jumlah dan kualitas yang memadai dan dilain pihak Proyek tertentu memiliki anggaran yang melimpah sehingga pada gilirannya . terlihatiah SPK I Kontrak rekayasa c) Barang yang sewa memperoleh anggaran ganda. Suatu Proyek mengadakan pelelangan pengadaan barang, tetapi barang yang dilelang tersebut sebenamya hasil pembelian J pencetakan J hadiah dan donatur (UNICEF, WHO, US-AID, ADS, dlJ).
3) Pekerjaan Konstruksi Kegiatan renovasi gedung dengan alasan pekerjaan kontruksi mellbatkan Konsultan Perencana dan Konsultan Pengawas sehingga anggarannya tersedot untuk membiayai . kedua konsultan tersebut Padahal jenis pekerjaan yang direhabilitasi adalah dapur, taman, jalan ke gedung. atau pelatar. Kondisi ini jelas - jelas menghamburkan keuangan Negara. 4) Jasa Konsultasi Kegiatan ini sebagian besar luarannyaberupa hanya berbentuk suatu print out berbentuk proses pelelangan kegiatan jenis ini "sui it" di kelemahan pihak Satker I Pimpro I Auditor menguasai permasalahannya.
20
soft-ware atau laporan. Sejak pantau karena yang kurang
B. ASPEK KEUANGAN 1. Pengertian
..
a. Pengelolaan Keuangan meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan serta pelaporan keuangan oleh Satuan Kerja / Proyek / Bagian Proyek. Keuangan disini dimaksudkan adalah mencakup uang yang harus dipertanggung jawabkan (UYHD). Dalam SE Dirjen Anggaran No. SE-92/Al522/0790, Tanggal 31 Juli 1990, disebutkan bahwa UYHD merupakan uang muka kerja yang belum membebani mata anggaran pengeluaran dan mempunyai sifat daur ulang (revolving). b. Sesuai dengan Keppres No. 17 Tahun 2000 dinyatakan bahwa Prinsip - prinsip pengelolaan keuangan adalah sebagai berikut : 1) Hemat, tak mewah, efisien dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang disyaratkan. 2) T erarah dan terkendali sesuai dengan Rencana Program I Departemen I Kegiatan serta fungsi dari masing - masing Lembaga. 3) Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan I potensi Nasional. c. Kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan serta pelaporan . keuangan tersebut dalam huruf "a" dilakukan terhadap penerimaan (umum, fungsional, dan PNBP) dan pengeluaran (rutin I pembangunan) d. Dalam berikut
pengelolaan
keuangan, ditemukan
istilah - istilah
sebagai
1) Perencanaan Keuangan DUK DUP DIK DIP RPK f) PO g) POA
a) b) c) d) e)
Oaftar Usulan Kegiatan Daftar Usulan Proyek Daftar Isian Kegiatan Daftar Isian Proyek Rencana Pelaksanaan Kegiatan Petunjuk Operasional Plan of Action
2) Pelaksanaan I Penggunaan Keuangan a) b)
SPP- DU SPP-TU
= Sural Permintaan Pembayaran Dana UYHD. = Surat Permintaan Pembayaran Tambahan UYHD.
21
c)
SPP-GU
=
d) e) f)
SPP-LS SPM-GU SPM-Nihil
= = =
g)
SPM -LS
=
Surat Permintaan Penggantian Penggunaan Dana UYHD. Surat Permintaan Pembayaran Langsung. Surat Perintah Membayar Pengganti Dana UYHD. Penggantian Pengesahan Surat Permintaan Penggunaan Dana UYHD. Pengeluaran Perintah Membayar Surat Anggaran sebagai Pembayaran Langsung.
Jenis Laporan 1) SPJR Surat Pertanggung Jawaban Pelaksanaan Anggaran Rutin. 2) SPJP Surat Pertanggung Jawaban Pelaksanaan Anggaran Proyek. 3) LKKA Laporan Keadaan Kredit Anggaran. 4) LKK = Laporan Keadaan Kas .Proyek' Rutin 5) Laporan Triwulan. 6) Laporan Hasil Pemeriksaan Kas minimal 3 bulan sekali.
= = =
2. Indikator Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengawasan Anggaran Belanja Negara Yang Tidak Efisien dan Tidak tertib. a. Perencanaan 1). Adanya Bahan' Barang yang tidak diperlukan tetapi di Drop dari Pusat mlsalnya : Peralatan Rumah Sakit' Laboraturium. 2). Adanya Pengadaan peralatan tanpa disukung dengan SDM yang mampu mengoperasionalkan, sehingga alat terse but tidak dapat berfungsi' dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya. 3). Adanya Bahan' Obat yang jumlahnya dengan kebutuhan nyata setempat.
berlebih
tidak
sesuai
4). Pengadaan Barang' Peralatan yang mahar, tinggi, karena Unit Cost ditetapkari oleh Agen Tunggal (Distributor) tanpa ada perbandingan harga barang sejnis. 5). Tidak dibuatnya Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) dan POA dalan mengerjakan seJuruh kegiatan setelah diterimanya DIK atau DIP.
22
b. Pelaksanaan a. Adanya kegiatan sejenis yang dilaksanakan tidak bersamaan dengan alasan sumber dananya berbeda yaitu dari DIP, DIP atau swadana (PNBP)
.
b. Seringnya melakukan Revisi DIP I PO kehabisan waktu pelaksanaan kegiatan.
sehingga
P royek
c. Adanya pembayaran daftar tagihan yang di usulkan pegawai t~rtentu tanpa sebelumnya di cek kebenaran fisik terhadap pejabat terkait. d. Tidak tertibnya dalam mengelola pembukuan kas umum, penyimpanan dokumen keuangan dan tidak tepat waktu dalam pembuatan laporan ' dan pengirimannya ke Instansi Terkait. C. Pengawasan dan Pelaporan. a. Atasan Langsung/PimprolPimbagpro dan Tim p~meriksa kas intern yang ditunjuk tidak pernah melaksanakan waskat atau pemeriksaan kas intern. b. Pimpro I Bag pro I atasan langsung bendaharawan bendaharawan yang terlalu lama menduduki jabatannya. C.
dan
Ketidaktertiban dalam penerimaan RK dari Bank.
d. Adanya laporan penyerapan dana yang lebih besar dibanding dengan Fisik kegiatan. e. Adanya keterlarnbatan pengiriman LKKlLKKNLKKP dan LKKR kepada unit terkait
3. Titil< Rawan Pada Tahap Pengelolaan Aspek Keuangan. a. Perencanaan Anggaran. 1) Saat proses usulan kegiatan (Pra-Duk I Pra-OUP menjadi DIK dan DIP, seringkali TOP Down bukan Bottom UP). 2) Usulan Kegiatan dan Unit Cost seringkali Unit Costnya mahal atau lebih tinggi dari barang yang dibeli sering kurang bermanfaat atau tidak terlalu dibutuhkan atau sudah berlebihan (terjadi penumpukan).
23
b. Pelaksanaan Anggaran.
1) 2)
3) 4) 5) 6)
7) 8) 9) 10)
11) 12) 13) 14) 15) 16)
Bendaharawan tidak memenuhi syarat, sehingga tidak memahami tentang perbendaharaan. Kurangnya pengawasan melekat dari Kepala Satuan Kerja I Pimpro. Adanya Duplikasi Anggaran terhadap kegiatan yang dibiayai oleh Rutin dan Proyek maupun dana swadana I PNBN Adanya kebijakan yang tidak sesuai dengan ketentuan. Pimpro I Bendaharawan yang terlalu lama menduduki jabatannya. Tidak dibuatnya RPK I POA setelah diterimanya DIK I DIP oleh Satuan Kerja maupun Proyek. Adanya pengeluaran persekot kerja yang jumlahnya besar dan terlalu lama di pertanggung jawabkan . Kualitas barang tidak sesuai dengan Spesifikasi T eknis tetapi tetap dilakukan pembayaran sesuai kontrak. Pungutan dan penyetoran pajak maupun PNBN. Banyaknya Kegiatan Non Fisik berupa biaya perjalanan dinas ke Provinsi I Kabupaten tampa Surat Tugas dan Laporan Perjalanan Dinas. Pembayaran Gaji kepada yang tak berhak (karena pegawai tidak bekerja pada instansi pembayar gaji). Bendaharawan tidak mempunyai brankas, sehingga uang tunai dibawa pulang atau disimpan ditempat yang tidak aman. Penyetoran sisa UYHD akhir tahun yang sering terlambat. Pengeluaran Fiktif. Penggunaan dana bantuan JPS-BK di Rumah Sakit Umum. Pengiriman bukti Transfer Uang dana JPS-BK dari Pusat ke Daerah.
c. Pengawasan dan Pelaporan. 1) Membatasi peran atasan langsung Bendaharawan I Pimpro I Pimbagpro dan Tim Pemeriksa · Intern yang ditunjuk dalam melakukan tugas pemeriksaan kas. 2) Adanya keterbatasan pemahaman atasan langsung Bendaharawan I Pimprom I Pimbagpro dan Tim Pemeriksa kas intern yang ditunjuk atas materi pemeriksaan kas intern. 3) Kecenderungan atasan langsung yang memberi kepecayaan sepenuhnya kepada Bendaharawan atau stat dalam mengelola keuangan.
24
c.
ASPEK KEPEGAWAIAN
1. Pengertian
..
a. Pegawai Negeri adalah mereka yang telah memenuhi syarat - syarat yang ditentukan dalam peraturan perundangan yang berlaku. diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahkan tugas Negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan perundang - undangan dan digaji sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Jabatan f\.iegeri adalah jabatan dalam ditetapkan sesuai peraturan yang berlaku.
bidang
eksekutif
yang
c. Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah mereka yang gajinya dibebankan pada APBN dan bekerja pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga" Tertinggil Tinggi Negara, Instansi Vertikal didaerah - daerah dan Kepaniteraan Pengadilan. d. Formasi adalah jumlah dan susunan pangkat PNS yang diperlukan oleh suatu organisasi negara agar . mampu melaksanakan tug as pokok untuk jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh Pejabat yang berwenang.
.
e. Analisis Kebutuhan Pegawai adalah untuk mengetahui secara kongkrit jumlah dan kualitas Peg awa i yang diperlukan oleh suatu unit organisasi agar mampu melaksanakan tugasnya secara berdaya guna dan berkesinambungan f.
Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkat seseorang Pegawai negeri Sipil dalam Rangkaian Susunan Kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian.
g. Kenaikan Pangkat adalah penghargaan yang diberikan atas pengabdian Pegawai negri Sipil yang bersangkutan terhadap Negara. h. Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas dan tanggung jawab wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka susunan suatu organisasi.
i.
Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (BAPERJAKAD adalah badan yang membantu pejabat yang berwenang untuk mewujudkan Objektivitas Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian dalam dan dari Jabatan Struktural serta pengangkatan dalam pang kat.
j.
Baperjanas adalah Badan Pertimbangan Jabatan Nasional. 25
2. Indikator Hal - hal berikut dapat Kolusi, dan Nepotisme :
dijadikan
indikator
tentang
adanya
Korupsi,
a. Pengadaan Pegawai 1) Penyimpangan prosedur pengadaan Pegawai. 2) Penyimpangan dalam pengangkatan pertama. 3) Adanya beberapa Pegawai yang menganggur. 4) Adanya beberapa Pegawai yang tidak memiliki keahlian dibidangnya. 5) Tingginya kejadian Pegawai yang menggerutu. 6) Adanya Pegawai yang tidak pindah sejak penempatan pertamanya.
7) Adanya Pegawai yang tidak pernah cuti
8) Dominasi alumni tertentu.
9) Dominasi suku tertentu.
10) Hubungan keluarga.
b. Menduduki Jabatan 1) Pengangkatan yang bersangkutan a) Kebijaksanaan yang dianut instansi bertentangan dengan undang - unfdang I peraturan yang lebih tinggi. b) Adanya kecenderungan menempatkan suku atau almamater tertentu, anggota keluarga I famili. c) Adanya Pegawai I Pejabat Struktural yang telah memenuhi persya rata n tetapi tidak diusulkan untuk -- diangkat menjadi Pejabat Struktural yang lebih tinggi. d) Adanya pengangkatan yang berdasarkan perintah lisan atau tertuJis (Katabelece) Pejabat tertentu. e} Adanya pengangkatan Pejabat Struktural berdasarkan kedekatan dengan sumber kekuasaan. 2) Pemindahan a) Kebijaksanaan yang dianut instansi yang bersangkutan bertentangan dengan undang - .undang I peraturan yang lebih tinggi. b) Pegawai yang tidak pernah pindah I mutasi tetap menempati posisi tersebut. c) Pegawai yang pindah I mutasi ditempat - tempat tertentu (basah I kota besar).
26
3) Pemberhentian dianut instansi yang bersangkutan a) Kebijaksanaan yang bertentangan dengan undang - undang I peraturan yang lebih tinggi. b) Adanya pemberhentian yang berdasarkan perintah lisan atau tertulis yang menguntungkan pihak - pihak tertentu. 4) Pengangkatan dalam pangkat a) Kebijaksanaan yang dianut instansi bertentangan dengan undang - undang I tinggi. b) Adanya kenaikan pangkat istimewa yang persyaratan (PP 3 Tahun 1980 Pasal 13 c) Adanya kenaikan dalam pangkat yang persyaratan (PP 3 T ahun 1980 Pasal 10
yang bersangkutan peratuian yang lebih tidak sesuai dengan dan 14). tidak sesuai dengan dan 11).
3. Titik Rawan Yang menjadi titik rawan a. Pengadaan Pegawai. 1) Pembentukan panitia penyaringan. 2) Pembuatan dan pengamatan naskah ujian. 3) Pemeriksaan hasil ujian dan penetapan kelulusan pelamar. 4) Pengumuman penerimaan pegawai. 5) Pengangkatan. b. Mendudu.ki Jabatan . . 1) Pengangkatan a) Prosedur kebutuhan formasi pejabat struktural. b) Prosedur pengusulan peserta pendidikan pejabat struktural pleh Biro I Bagian Kepegawaian. c) Prosedur pertimbangan pemilihan peserta pendidikan pejabat struktural oleh Bape~akat I Baperjanas. d) Prosedur penetapan peserta pendidikan pejabat struktural oleh pejabat yang berwenang. e) Prosedur pengusulan pengangkatan pejabat struktural oleh Biro I Bagian Kepegawaian. f) Prosedur pertimbangan pengangkatan pejabat struktural oleh Bap~rjaket I B~perjanas. g) Prosedur penetapan pengangkatan pejabat struktural oleh pejabat yang berwenang.
27
2) Pemindahan a) Prosedur pembentukan pola mutasi pejabat struktural. b) Prosedur pengusulan mutasi pejabat struktural oleh Biro I Bagian Kepegawaian. c) Prosedur pertimbangan mutasi pejabat struktural oleh Baperjakat I Baperjanas. d) Prosedur penetapan mutasi pejabat struktural oleh pejabat yang berwenang. 3) Pemberhentian a) Prosedur pembentukan pola pemberhentian pejabat struktural. b) Prosedur pengusulan pemberhentian pejabat struktural oleh· Biro I Bagian Kepegawaian e) Prosedur pertimbangan pemberhentian pejabat struktural oleh Baperjakat I Baperjanas. c) Prosedur penetapan pemberhentian pejabat struktural oleh pejabat yang berwenang.
..
4) Pengangkatan dalam pangkat a) Prosedur pembentukan pola pengangkatan dalam pejabat struktural. b) Prosedur pengusulan pengangkatan dalam jabatan struktural oleh Biro I Bagian Kepegawaian. c) Prosedur pertimbangan pengangkatan dalam jabatan struktural oleh Baperjakat I Baperjanas. d) Prosedur pertimbangan pengangkatan dalam jabatan struktural oleh Baperjakat I Baperjanas.
28
jabatan pejabat pejabat pejabat
D. ASPEK TUGAS POKOK DAN FUNGSI (TUPOKSI) 1. Pengertian TUPOKSI. TUPOKSI adalah singkatan dari tugas pokok dan fungsi. Pengelolaan tugas pokok dan fungsi dapat diartikan sebagai kewajiban pengelolaan tugas pokok dan fungsi satuan kerja I proyek I bag ian proyek RI dan jajarannya dalam dilingkungan Departemen Kesehatan penyelenggaraan program kesehatan . Tugas pokok dan fungsi yang dimaksudkan adalah seluruh kegiatan pengendalian oleh kepala satuan kerja I pimpro I pimbagpro dalam hal pengorganisasian pelaksaanaan kegiatan, kebijaksanaan pelaksanaan kegiatan, perencanaan pelaksanaan kegiatan, prosedur pelaksanaan kegiatan, pembinaan personil. pelaporan hasil kegiatan dan pengawasan intern. 2. Indikator terjadinya KKN.
•
..
a. Organisasi pelaksanaan kegiatan 1) Uraian tugas rnasing - rna sing jabatan telah disusun secara tertulis, akan tetapi tidak dilaksanakan. Atasan Pemimpin ProyeklBagian Proyek tidak selalu melakukan pernbinaan terhadap Pernimpin ProyeklPemimpin Bagian Proyek dilingkungan Ke~anya. Pengelolaan ProyeklBagian Proyek dilakukan oleh Pimpro/Pimbagpro dengan berinisatiflberdiskusi dengan pejabat lama atau atasan strukturalnya 2) Terdapat kekosonga-n jabatan dalam waktu yang relatif lama . Perangkapan jabatan sementara oleh pej2lbat yang setingkat atau kepala - satuan kerja untuk mernperbesar kesejahteraan. Kondisi ini terjadi pada satuan ke~a yang salah satu kegiatannya melakukan pungutan/penerimaan negara dalam pelayanan kesehatan. (contoh kornisi, rabat dan lain-lain pendapatan ilegal dibagi jumlah jabatan yang lebih kecil dari yang seharusnya). 3) Hasil akreditasi tidak rnenggarnbarkan kondisi nyata. Hasil penilaian persayaratan akreditasi tidak sesuai dengan fakta. Kondisi atau data yang dikemukanan dalam isian format evaluasi akreditasi tidak sesuai dengan keadaan sumber daya satuan kerja yang bersangkutan. b. Kebijakan pelaksanaan kegiatan. 1) Adanya kebijakan tertulis tidak dikomunikasikan pada anggota organisasinya, misalnya penunjukan seseorang untuk melakukan tugas-tugas tertentu yang bukan tugas pokoknya sendiri. 2) Adanya kebijakan tertulis yang bertentangan dengan peraturan perundang - undangan
29
3) Adanya kebijakan tertulis yang bertentangan dengan tujuan organisasi. 4) Adanya kebijakan tertulis yang tidak ditinjau kembali I review secara periodik. c. Perencanaan
1) Rencana kerja I rencana operasional satuan kerja I proyek I bag ian proyek belum dibuat. Prioritas kegiatan ditujukan pada kegiatan-kegiatan diluar kegiatan pokok yang terkait dengan tujuan prorgam. Penggunaan dana yang tidak terkait dengan tujuan program yang telah ditetapkan. 2) Rencana kerja I rencana operasional satuan kerja I proyek I bag ian proyek dibuat tanpa mengacu pad a pencapaian tujuan khusus I sasaran dalam REPETA ataupun RENSTRA. a) Kealpaan pencantuman kegiatan-kegiatan kegiatan dalam RKIRO yang berhubungan langsung dengantujuan khusus/sasaran program dalam REPETAlRENSTRA. b) Pencantuman kegiatan-kegiatan dalam RKIRO yang berhubungan langsung dengan tujuan khusus Isasaran program dalam REPETA dan RENSTRA tidak proporsional dibanding kegiatan lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan program. c) Jenis dan volume kegiatan yang tercantum dalam rencana operasional I rencana kerja bukan berdasarkan fakta I data prakiraan yang logis. tetapi angka - angka yang sengaja dibuat lebih banyak I besar. 3) Pembahan realisasi kegiatan dalam rencana kerja I rencana operasional satuan kerja I proyek I bagian proyek dalam tahun yang sedang berjalan. Permintaan pimpinan untuk kepentingan tertentu diluar alokasi dana yang tercantum dalam RKIRO. 4) Rencana kerja I rencana operasional tidak diinformasikan secara jelas kepada bawahan dan pelaksana. Penyelenggaraan kegiatan dilaksanakan menurut kebiasaan, tidak sistimatis dan rinci. 5) Adanya intervensi yang dilakukan oleh untuk mengi;Joalkan suatu perencanaan.
pihak - pihak tertentu
6) Pertimbangan yang bersifat subjektif atas rencana masih sangat dominan.
30
d. Prosedur Pelaksanaan Kegiatan : 1) Terdapat- kegiatan yang tidak dilengkapi prosedur yang cukup jelas. 2) Adanya prosedur tidak sejalan dengan kebijakan diatasnya yang telah ditetapkan i disepakati. 3) Prosedur pengelolaan obat-obatan, bahan, reagen/media, vaksin dalam prosedur kegiatan belum tertib. Terdapat kondisi penyimpanan babat-obatan, vaksin, reagensiimedia perbenihan dalam keadaan rusak atau kadaiuarsa. 4) Adanya prosedur yang belum menggambarkan langkah-Iangkah yang seharusnya dilakukan secara sistimatis/kronologis. Tindakan lanjutan dari suatu kegiatan terkait sebelumnya ataupun pelaksanaan kegiatan-kegiatan awal yang memerlukan tindakan lanjutan, dilakukan berdasarkan pesanan pihak lain, atau keinginan tertentu dari pelaksana program . S) Buku Petunjuk tentang prosedur pelaksanaan kegiatan bdak diterimaltidak dimiliki para pelaksana kegiatan. Cara kerj~ para pelaksana tidak sesuai dengan prosedur yang ditetapka:1. 6) Pengiriman peserta pelatihanlpenataran terkait dengan penguasaan prosedur, sering bukan terhadap petugas yang kompeten. 7) Adanya , prosedur yang tidak transparan sehingga menguntungkan pihak tertentu. 8) Prosedur-prosedur yang merupakan acuan pelaksanaan kegiatan, dicetakldigandakan dalam dua buku seri atau lebih. Kondisi ini juga mengakibatkan pemborosan dan adanya tambahan komisi yang lebih besar dari biaya cetakan.
•
e. Personalia Pelaksana Kegiatan. 1) Pengangkatan Pegawai tidak melalaui prosedur rekruitmen yang sebenarnya. Pegawai yang bekerja hanya mengharapkan imbalan uang. Pegawai yang tidak mempunyai tanggungjawab atau beban pengabdian dalam pelayanan kesehatan . 2) Kealpaan penghargaan oleh pimpinan kepada pegawai yang berprestasi dan jujur, kondisi ini dapat mengakibatkan : a) Penurunan semangat kerja/prestasi kerja pad a pegawai yang potensial. b) Peningkatan penyakit malas dikalangan karyawan yang potensial. c) Ketidak hadiran pegawai masuk kerja yang meningkat d) Atasan langsung tidak mampu menegur bawahan yang tJdak disiplin . 3) Selurn dibuat analisis kebutuhan peg awa i dan penunjukan kedalam jabatan. Pengangkatan dalam jabatan tidak didasarkan pad a prestasi kompetensi dan kemampuan yang dimiliki.
31
f. Laporan Pelaksanaan Kegiatan. 1) Materiflsi yang disajikan dalam laporan tidak sesuai dengan datalfakta yang diperoleh pada kegiatan pengumpulan data. Bed accupational rate (BOR) dicantumkan lebih tinggi pada usulan anggaran. 2) Penerimaan Weekly epidemiological report terlambat (tidak uptodate) untuk digunakan sebagai indikator dalam mendeteksi kedatangan kapal yang terjangkit. kondisi tersebut mengakibatkan kedatangan kapal-kapal tersangka terjangkit penyakit karantina dari luar negeri tidak dapat dimonitor sebagaimana mestinya. 3) Tidak diinformasikannya la!)oran kepada pihak terkait secara tepat waktu. 4) Pengambilan keputusan tidak didasarkan atas data f laporan yang valid. 5) Data yang dihimpun dan disajikan dalam laporan belum diolah serta dianalisis, dan direviu sebagaimana mestinya. 6) Laporan akuntabilitas belum menggambarkan kinerja satuan kerja.
.
g. Pengawasan Intern. 1) Membatasi peran pengawasan intern dalam Satuan Kerja. 2) Secara proporsional kualitas pengawas intern belum memadai dikaitkan dengan audit program. 3) Peran pengawas intern yang tidak independenlmelindungi praktek
KKN.
•
4) Rekruitmen personil pengawas intern belum dikaitkan dengan kebutuhan program. 5) T erda pat individu tertentu yang diberi peran sebagai pengawas intern bayangan diluar organisasi resmi yang ditetapkan oleh kepala satuan kerja. 3. Titik Rawan terjad:nya KKN. Secara umum titik-tik rawan atau bagian-bagian kegiatan yang banyak mengandung kelemahan dalam pengelolaan tugas ,pokok fungsi oleh kepala satuan kerja/pemimpin proyek/pemimpin bagian bagian proyek dilingkungan Departemen Kesehatan RI dan jajarannya adalah berbagai kegiatan yang berhubungan dengan: a. Perancangan alokasi anggaran b. Penggunaan anggaran c. Penerimaan Negara. d. Rekrutmen pegawai e. Pungutan atas pelayanan langsung kepada masyarakat. f. Pemberian akreditasi pada institusi. g. Perizinan. h. Pengawasan
32
•
,
BAB IV
PENUTUP
Bahwa praktek-praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang terjadi di Indonesia sudah seperti benang kusut, sehingga untuk memulai dari mana memberantasnya nampak menemui kesulitan. Namun Pemerintah dan Masyarakat masih mempunyai harapan bahwa untuk kedepan KKN yang terjadi dapat di berantas dengan upaya secara terus menerus dan berkesinambungan melalui penegakan hukum secara konsekuen dan konsisten, sehingga pad a gilirannya akan terwujud Pemerintahan yang bersih dan bebas KKN ( Clean Government dan Good Governance) Berhasil tidaknya gerakan. memberantas KKN secara Nasional adalah merupakan tanggungjawab semua pihak. Jadi bukan hanya tanggung jawab aparatur pemerintah. Perilaku KKN pad a hakekatnya bersumber dari kemerosotan moral aparat sehingga untuk memberantasnya harus melalui moral aparat yang tangguh dan teruji . Untuk mencapainya pada era reformasi ini aparatur Negara harus lebih dulu memiliki moral reformasi yang mencakuop 3 (tiga ) aspek, yaitu : 1. Integritas kepribadian yang memancarkan nilai-nilai semangat, kejiwaan serta budi pekerti yang menjunjung tinggi supremasi hukum, kejujuran. kebenaran dan keadilan. 2. Profesionalisme yang mencerminkan kemampuan, keterampilan dan kematangan dalam melaksanakan tugas. 3. Disiplin yang mewarnai optimisme dan rasa tanggungjawab serta pengabdian dalam mengemban tugas , Manakala para aparat penegak hukum mampu mengaplikasikan moral reformasi, maka pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme di Tanah Air tercinta akan menjadi gerakan moral, yang pad a waktunya berdampak positif untuk membendung praktek-praktek KKN baik bersifat Nasional. Struktural maupim Kultural. KKN merupakan musuh yang terbesar dan harus segera diatasi baik secara preventif maupun represif, ini semua adalah merupakan tanggungjawab bersama seluruh lapisan masyarakat untuk menanggulangi.
,.
33
15. Peraturan
Pemerintah No. 65 Tahun 1999, tentang Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara.
Tatacara
16. Peraturan Pemeritah No. 66 Tahun 1999, tentang Persyaratan dan Tatacara Pengangkatan Serta Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa. 17.Peraturan Pemerintah NO.67 Tahun 1999, tentang Tatacara Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Komisi Pemeriksa . 18. Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1999, t9ntang Tatacara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara . 19. Peraturan Pemerintah Pemerintah Otonom.
No. 25 Tahun 2000, tentang Kewenangan dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah
20. Keputusan Presiden RI No. 17 Tahun 2000, tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pelaksanaan
21. Keputusan Presiden RI No. 18 Tahun 2000, tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang 1 Jasa Instansi Pemerintah.
•
22.Keputusan Presiden RI No. 81 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara . 23. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 102 tahun 2001 tanggal 13 September 2001 tentang' Kedudukan, Tugas Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Departemen . 24.lnstruksi Presiden RI No. 7 T ahun 1999. tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. 25.Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan RI dan Kepala Bappenas No. S-42 ! A 12000 dan No. S-2262 1 0.2 105/2000. Tanggal 3 Me; 2000, tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Keppres No. 18 I 2000 T entang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Instansi ' Pemerintah . 26 . Surat Menko VVasbang PAN No. 79 / MK / WASPAN / 6 / 1998, tentang Penghapusan KKI\J dari Perekonomian Nasional. 27. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 599 I KMK.04 / 1994, tentang Penunjukan Pemungut PPh Pasal 22, Sifat, dan Besarnya Pemungutan, serta Tatacara Penyetoran dan Pelaporannya.
35
28. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1638NMenkes Kesos/S KlXi/2000, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial. 29 . Keputusan Menteri Kesehatan No. 1277 I MenkeslSKJXII2001 Tanggal 11 November 2001, tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan RI. 30. Too! r::t ! \n:i Korupsi Bidar.g pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. No. 3608-INO PROJECT PUBLIC Jakarta, ADBTA RELATIONS ACTIVITIES IN SUPPORT OF GOVERNMENT'S ANTICORRUPTION EFFORTS, Tampa Tahun.
,
REFERENSI KHUSUS ASPEK PERLENGKAPAN
1. Keputusan
Presiden RI No. 17 Tahun 2000, tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
2. Keputusan
Presiden RI No. 18 Tahun 2000, tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang 1 Jasa Instansi Pemerintah.
3. Surat
Pelaksanaan
Kcputusan Bersama Menteri Keuangan RII dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional No. S-421.AJ2000 dan No. S-226/0.2/05/2000: Tanggal 3 Mei 2000, tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Keputusan Presiden RI No. 18/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang 1 Jasa Instansi Pemerintah. Bab I Petunjuk Umum. Bab II Prosedur Pengadaan Barang, Jasa Pemborongan, dan Jasa Lainnya. Bab III Prosedur Pengadaan Jasa Konsultan. Bab IV Pendayaan Produk Oalam negeri, Usaha Kecil, dan Koperasi. Bab V Penyusunan dan Pelaksanaan Kontrak. Bab VI Pengadaan Barang 1 Jasa Dengan Dana Pinjaman 1 Hibah Luar Negeri. Bab VII Pengawasan dan Pemeriksaan. Lampiran I.
Sertifikasi dan Prakualifikasi Jasa Pemborongan, Jasa
Konsultasi, dan Pemasokan Barang 1Jasa Lain.
Lampiran II.
Tatacara Perhitungan Penyesuaian Harga (Eskalasi).
4. Surat
Menko Wasbangpan No. 59/MK.WASPAN/16/1998, Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
perihal
5. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1638NMenkes Kesos/SKlXI/2000 Tanggal (3 November 2000, tentang Petunjuk Pelaksanaan ~engadaan Barang IJasa Oepartemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial. 6. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 350/KMK.03/1994, tentang Tatacara Tukar Menukar Barang Milik 1Kekayaan Negara.
37
7. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 470IKMK.01/1994, tentang Tatacara Penghapusan dan Pemanfaatan Barang Milik I Kekayaan Negara. Bab I Pendahuluan .
Bab II Tugas dan Fungsi Pengelola Barang.
Bab III Tatacara Umum Pelaksanaan Penghapusan.
Bab IV Tindak Lanjut Penghapusan.
Bab V Pemanfaatan Barang Milik I Kekayaan Negara .
8 . Surat
Edaran Dirjen Anggaran No . SE. 72/A/31 10594, Tanggal 19 Mei 1994, tentang Penyelesaian Sisa Pembayaran Atas SPK 1 Perjanjian Kontrak Pada T ahun Anggaran Berikutnya.
9 . Surat
Edaran Dirjen Anggaran No. SE.851A131 10694, Tanggal 18 Juni 1994, tentang Keikutsertaan Koperasi PNS sebagai Rekanan Pemerintah.
10.Tool Kit Anti Korupsi Bidang pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. No. 3608-INO PROJECT PUBLIC Jakarta, ADBTA RELATIONS ACTNITIES IN SUPPORT OF GOVERNMENT'S ANTICORRUPTION EFFORTS, Tanpa Tahun
38
REFERENSI KHUSUS ASPEK KEUANGAN
1. Undang - Undang RI No. 9 Indonesia (leW).
Tahun
1968, tentang
Perbendaharaan
2. Undang - Undang RI No.9 Tahun 1994, tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan. 3. Undang - Undang RI No. 16 tahun 2000, tentang Perubahan Kedua Atas Undang - Undang No. 6 Tahun 1983 T entang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan. 4. Undang - Undang RI No. 17 tahun 2000, tentang Perubahan Kedua Atas Undang - Undang No.7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. 5. Undang - Undang RI No. 18 tahun 2000, tentang Perubahan Kedua Atas Undang - Undang No. 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai barang I Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. 6. Undang - Undang RI No. 19 tahun 2000, tentang Perubahan Atas Undang - Undang No. 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. 7. Undang - Undang RI No. 20 tahun 2000, tentang Perubahan Atas Bea Undang - Undang No. 21 Tahun 1997 Tentang Perolehan Hak Atas T anah dan Bangunan .. 8. Undang - Undang RI No. 20 Tahun 1997. tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. 9. Peraturan
Pemerintah RI No. 20 Tahun 1956, tentang Penghapusan Uang Yang Dicuri, Digelapkan Atau Hilang Dari Perhitungan Bendaharawan Yang Bersangkutan.
10. Peraturan Pemerintah RI No. 45 Tahun 1994, tentang PPh. Pasal 21 Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Abri, dan Pensiunan. No. 73 Tahun 1999, tentang Tatacara 11. Peraturan Pemerintah RI Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Bersumber Dari Kegiatan Tertentu.
39
12. Peraturan
Pemerintah RI No. /2 Tahun 1997, tentang Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Jenis
dan
13. Keputusan Presiden RI No. 99 Tahun 2000, tentang Tunjangan Jabatan Struktural . 14.Keputusan
Presiden RI No. 17 Tahun 2000, tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pelaksanaan
15.lnstruksi Presiden RI NO. 9 tahun 1999, tentang Penertiban Rekening Departemen I Lembaga Pemerintah Non Departemen . 16.Keputusan Bersama Menteri Keuangan RI dan Kepala 8appenas No. 1851 KMK.03 11995 dan No. 031 1 Ket 15/1995, Tanggal 5 Mei 1995, tentang Tataeara Pereneanaan, Pelaksanaan, Penatausahaan, dan Pemantauan Pinjaman 1 Hibah Luar Negeri Dalam Rangka Pelaksanaan APBN. 17.Keputusan Menteri Keuangan RI No. Kep.330 1 M I V 191 1968, Tanggal 26 September 1968, tentang Pedoman Penatausahaan Kas, Cara Pengawasan, dan Pemeriksaannya. 18.Keputusan Menteri Keuangan RI No. Kep.331 1 M I V 19/1968, Tanggal 26 September 1968, tentang Pedoman bagi Pegawai yang diberi tugas melakukan pemeriksaan umum Kas pada para Bendaharawan pemegang Kas . 19.Keputusan Menteri Keuangan RI No. Kep.332 I M 1 V 19/1968, Tanggal 26 September 1968, tentang Buku Kas Umum dan eara mengerjakannya. 20. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 217 I KMK.03 I 1990, Tanggal 22 Februari 1990, tentang Mekanisme Pembayaran Dalam Pelaksanaan APBN. 21.Keputusan
Menteri Keuangan RI No. 559 1 KMK.04 1 1994, tentang Penunjukan Pemungut PPh. Pasal 22, Sifat dan Besamya Pungutan, serta tataeara Penyetoran dan Pelaporannya ..
22. Keputusan Menteri Kesehatan RI No . 357 1 Menkes I SK 1 VI I 1991, Tanggal 21 Juni 1991, tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Kerugian Negara Melalui Proses Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (TPITGR) di Lingkungan Departemen Kesehatan ..
40
23.Keputusan Menteri Keuangan RI No. 124/ KMK.03 / 1998, Tanggal 27 Februari 1998, tentang Tatacara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak. 24.Keputu~an
Menteri Keuangan RI No. 881 / Menkes / SK / VIII / 1998, Tanggal 18 Agustus 1998, tentang Tarif dan Tatalaksana Pelaporan Kesehatan OJ Rumah Sakit Umum Vertikal 8agi Peserta PT (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia dan Anggota Keluarganya. Lampiran I Pedoman Tatalaksana Pelayanan Kesehatan dan Administrasi Keuangan RSU Vertikal Bagi Peserta PT Askes Indonesia dan Anggota Keluarganya . Lampiran II Besaran Tarif Pelaporan Kesehatan Oi RSU Vertikal Bagi Peserta PT. Askes Indonesia dan Anggota Keluarganya.
25. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 582 / Menkes / SK / VI 1 1997, Tanggal 11 Juni 1997, tentang Pola Tarif Rumah Sakit Pemerintah. 26. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 331/MNI9/1968, Tanggal 26 September 1968, tentang Pedoman Bagi Pegawai Yang Diberi Tugas Melakukan Pemeriksaan Umum Kas Pada Para Bendaharawan Pemegang Kas. 27. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 332/MN/9/1968, Tanggal 26 September 1968, tentang Buku Kas Umum dan Cara Mengerjakannya. 28. Keputusan Menteri Keuangan Penatausahaan dan Swadana Pusat. 29. Kepuiusan
RI No. 47 / KMK.03 1 1992, tentang Pertanggungjawaban Keuangan Unit
ivienteri Keuangan ~I No. 235 i KiviK .Ol / 1992, tentang Tatacara Pengususlan dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Menjadi Unit Swadana.
30.Surat Edaran Dirjen Anggaran No. SE.72 1 A 131 10594, tanggal 19 Mei 1994, tentang Penyolesaian Sisa Pembayaran Atas SPK 1 Perjanjian Kontrak Pada Tahun Anggaran Berikutnya.
41
31.Surat Edaran Dirjen Anggaran No. SE.68 1 A 12121 0594, tanggal 11 Mei 1994, ten13ng Pelaksanaan Revisi DIK dan Penyelesaian Pembayaran Tunggakan Langganan Daya dan Jasa .. 32 . Surat Edaran Dirjen Anggaran No. SE.41 1 A 161 10394, tanggal 17 Maret 1994, tentang Pembayaran UYHD Untuk Dana Yang Serasal oari Bantuan Luar Negeri .. 33.Surat Edaran Dirjen Anggaran No. SE.85 1 A 1 31 10694, tanggal 18 Juni 1994, ten13ng Keikutsertaan Koperasi Pegawai Negeri Sipil Sebagai Rekanan Pemerintah. 34.Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran No. SE-10 1 A 12002, tanggal 16 Januari 2002, perihal Tunjangan Beras Dalam Bentuk Uang. 35.Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran No. SE-22 1 A 1 2002, tanggal 15 Januari 2002, perihal Sewa Rumah Negara. 36.Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran No. SE-08/A1721 0197, tanggal 17 Januari 1997, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Proyek - Proyek Yang Be rasa 1 Dari Loan OECF No.1 P-456 (Kode Pinjaman 213-4620) Melalui KPKN. 37.Surat
Edaran Direktur Jenderal Anggaran No. SE-22/A1 642 1 0297, tanggal 26 Februari 1997, tentang Surat keterangan Tentang Jumlah Uang Yang Belum Dipertanggungjawabkan Sebagai Lampiran Permohonan Penghapusan Kekurangan Uang 1 Peniadaan Se!!sish ' Antara Salah Buku dan Saldo Kas Bendaharawan.
38.Surat
Edaran Direktur Jenderal Anggaran No. SE-:-37/A.11 112 1 1997, tanggal 21 Maret 1997, tentang Jawaban Atas Surat Dari Instansi Pengawasan Fungsional Tentang Pengaduan Masyarakat.
39.Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran No. SE-140 ! A ! 54 I 1292, Tanggal 17 Desember 1992, perihal Penatausahaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Unit Swadana Pusat Iinstansi Pengguna PNBN. 40.Surat
Edaran Direktur Jenderal Anggaran No. SE-80 1 A 1 54 1 0792, Tanggal 16 juli 1992, perihal Penatausahaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Unit Swadana Pusat.
42
41 . Surat
Edaran Direi
42. Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran No. SE-92 I A I 522 I 0790, Tanggal 31 Juli 1990, UYHD Untuk Keperluan Khusus 8elanja Rutin .. 43 . Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran No. SE-39 I A I 1990, Tanggal 14 Maret 1990, perihal Pelaksanaan Sistem baru Mekanisme Pembayaran Dalam pelaksanaan APBN.
43
REFERENSI KHUSUS ASPEK KEPEGAWAIAN
1. Undang - Undang RI No.8 Kepegawaian .
Tahun
1974, tentang
Pokok - Pokok
2. Undang - Undang RI No. 43 Tahun 1999, tentang Undang - Undang No. 8/1974 Tentang Kepegawaian.
Perubahan Atas Pokok - Pokok
3. Peraturan Pemerintah RI No.5 Tahun 1976, tentang Formasi Pegawai Negeri Sipi\. 4. Peraturan
Pemerintah RI No. 32 . Tahun Pegawai Negeri Sipil.
1979, tentang Pemberhentian
5. Peraturan
Pemerintah RI No. 3 Tahun 1980, tentang Dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil.
Pengangkatan
6. Peraturan Pemerintah RI No. 30 Tahun 1980, tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. 7. Peraturan Pemerintah RI No. 11 Tahun 2002, tentang Perubahan Atas Tahun 2000, Tentang Peraturan Pemerintah No. 98 Pengadaan Pegawai negeri Sipi\' 8. Peraturan
Pemerintah No. 12 Tahun 2002, tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2002 Tentang Kenaikan Pangkat PNS.
9. Peraturan
Pemerintah No. 13 Tahun 2002, tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan PNS Dalan Jabatan Struktural.
10.Keputusan
Presiden RI No. 47 Tahun Pertimbangan Jabatan Nasional.
1995, tentang
Sadan
11. Keputusan Presiden RI No. 77 Tahun 2000, tentang Perubahan Atas Keppres No. 33/1994 tentang Pengangkatan Sidan sebagai Pegawai Tidak T etap. 12. Keputusan Presiden RI No. 99 Tahun 2000, tentang Tunjangan Jabatan Struktural.
44
13.Surat Menko Wasbangpan No. 58 1 MK 1 WASPAN 1 6 1 1998, tentang Pengadaan dan Pengangkatan Pegawai negeri Sipil Dalan Jabatan Struktural, Pendidikan dan Pendayagunaan Baperjanas dan Baperjakat. 14.Surat Menko Wasbangpan No. 82 1 MK 1 WASPAN 1 8 1 1998, tentang Pendayagunaan dan Pembentukan Baperjakat. 15. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 108 Tahun 1995, tentang Pedoman Perumusan Tugas dan Fungsi Jabatan Struktural di lingkungan Departemen. 16. Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 08 Tahu n 2001, tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 96/2000 Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai negeri Sipi!. 17.Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 09 Tahun 2001, tentang Ket~ntuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 97 Tahun 2000 Tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil. 18.Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 10 Tahun 2001, tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 98 Tahun 2000 Tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipi!. 19. Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 11 Tahun 2001, tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2000 Tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil. 20. Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 12 Tahun 2001, tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural. 21 . Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara No. 1931X1l1/1 0/6/2001, tentang Pedoman Umum Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipi!. 22.Surat Edaran Kepala BAKN No. 041 SE 11980, tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. 23.Surat Edaran Kepala BAKN No. 05.1 SE 11980, tentang Pengangkatan Dalam Pang kat Pegawai Negeri Sipil.
45
REFERENSI KHUSUS ASPEK TUPOKSI 1.
Undang - Undang RI Kepegawaian.
No.8
Tahun
1974, tentang
Pokok - Pokok
2.
Un dang - Undang RI Nomor 43 Tahun 1999, tentang Perubahan Atas T entang Pokok - Pokok Undang - Undang No. 8/1974 Kepegawaian.
3.
Peraturan pemerintah RI No.5 tahun 1976, tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil.
4.
Keputusan Presiden RI No. 44 tahun 1974, tentang Susunan Organisasi Departemen .
5.
Keputusan Presiden RI No. 61 Tahun 1998, tentang Susunan Organisasi Departemen dan Penambahan Pelaksanannya.
6.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.1 08 Tahun 1995, tentang Pedoman Perumusan Tugas dan Fungsi Jabatan Struktural di Lingkungan Oepartemen.
7.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1277 I Menkes I SK I XII 2000, Tanggal 11 November 2000, tentang Susunan Organisasi Departemen Kesehatan.
8.
Instruksi
9.
Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Operasional Rumah Sakit Umum . Jakarta,lnspektorat Jenderal Departemen Kesehatan RI,1997.
Pokok - Pokok
Menteri Kesehatan RI No. 648 I Menkes I Inst I IX I 1986, T anggal 23 September 1986, tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Melekat di Lingkungan Departemen Kesehatan .
10. Petunjuk
Pelaksanaan Pemeriksaan operasional Rumah Sakit J ~wa. Jakarta, Inspeictorat jenderal Departemen Kesehatan RI, 1996.
11. Petunjuk
Pelaksanaan Pemeriksaan Operasional Balai Kesehatan. Jakarta Inspektorat Jenderal Kesehatan RI, 1997.
12. Petunjuk
Pelaksanaan pemeriksaan Operasional Akademi, PAM, dan Sekolah Kesehatan. Jakarta, Inspektorat Jenderal Departemen Kesehatan RI.
Laboraturium Departemen
13. Petunjuk
Pelaksanaan Pemeriksaan Operasional Balai Pengawasan Obat Dan Makanan, Jakarta, Inspektorat Jenderal Departemen Kesehatan RI , 1997.
14. Kriteria pengawasan dalam pelaksanaan program di lingkungan Direktorat Jenderal PPM & PL, Departemen Kesehatan RI, 1994. Buku 1 : Program Imunisasi . Program Kesehatan Haji. Program Kesehatan Transmigrasi . Program Kesehatan Pelabuhan. Program Pengamatan Penyakit. 15.
Kriteria
Pengawasan Dalam Pelaksanaan Program di Lingkungan Ditjen PPM & PL Departemen Kesehatan Rl. Jakarta, Inspektorat jenderal Departemen Kesehatan RI, 1994. Buku 2 : Program P2 Diare. Program P2 Tuberkulosa. Program P2 Kelamin.
16. Kriteria
Pengawasan Dalam Pelaksanaan Program di Lingkungan Ditjen PPM & PL Departemen Kesehatan RI. Jakarta, Inspektorat jenderal Departemen Kesehatan RI, 1994. Buku 3 : Program P2 Malaria. Program P2 Arbovirosis .
17. Kriteria
Pengawasan Dalam Pelaksanaan Program di Lingkungan' Ditjen PPM & PL Departemen Kesehatan RI. Jakarta, Inspektorat jenderal Departemen Kesehatan RI, 1994. Buku 4 : Program PAB .
18.
Pengawasan Dalam Pelaksanaan Program d i Lingkungan Ditjen PPM & PL Departemen Kesehatan RI. Jakarta, Inspektorat jenderal Departemen Kesehatan RI, 1994. Buku 5 : Program PLP.
Kriteria
19. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Jakarta, Departemen Kesehatan, 2002. Edisi 7. 20.
Pedoman Teknis Klinis Sanitasi untuk Puskesmas, Jakarta, Ditjen PPM & PL, 2000 .
47
21. Prosedur Tetap Monitoring Kualitas Kesehatan Lingkungan di lingkungan Kerja pada sarana kesehatan. Jakarta. Ditjen PP M & PLP. 2001 . 22 . Kajian Oampak Kualitas Lingkungan di lingkungan kerja Rumah Sakit. Jakarta,Oitjen PPM & PLP, 2001. 23. Modul
pelatihan 2000 .
24. Modul
pelatihan pemberantasan Malaria Jenderal PPM & PL , Jakarta; 2000.
immunisasi, Oirektorat
Jenderal
PPM & PL, Jakarta,
No.1 sid No. 10, Oirektorat
25 . Pedoman Kreteria Bantuan Penyelenggaraan sanitasi Darurat. Jakarta. Oitjen PPM & PL, 2001 . 26. Pedoman Penilaian cepat Sanitasi Oarurat, Jakarta, Ditjen PPM & PL, 2001. 27. Pedoman Umum Penyehatan Oitjen PPM & PL, 2001 .
Lingkungan
Tempat
Umum. Jakarta,
28. Prosedur Kerja Pemantauan Pengamanan Dampak Kesehatan Radiasi pad a Sarana Pelayanan Kesehatan, Jakarta, Ditjen PPM & PL. 2001. 29. Prosedur Kcrja Pemantauan Pengamanan Dampak Kesehatan Radiasi . pada Instalasi Radar, Jakarta, Ditjen PPM & PL, 2001. 30. Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Pemerintah, Jakarta , LAN RI, 1999. 31. Pedoman Pengawasan Program Jaring Kesehatan , Jakarta Oepkes, 1999. 32. Standar
Pengawasan PembtHc:lnia~an
RI. Jakarta 2002.
Pengaman
Kinerja
Sosial
Instansi
Bidang
Program (SPP) Bidang Kesehatan Penyakit Malaria, Inspektorat Jenderal Depkes
Lampiran 1
PEGAWAI NEGERI SIPIL Kewajiban
• Setiap Pegawai Negeri Sipi'l wajib : a. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah
•
b. Mengutamakan kepentingan Negara diatas kepentingan golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan segala sesuatu yangdapat mendesak kepentingan negara oleh kepentrngan golongan, diri sndiri, atau pihak lain. c. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah dan Pegawai Negeri Sipil. d. Mengangkat dan mentaati sumpah/janji Pegawai Negeri Sipit dan sumpah janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. e. Menyimpan rahasia negara dan atau rahasai Jabatan dengan sebaik-baiknya f. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan Pemerintah baik yang langsung maupun menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara umum. g. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab. h. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan negara. i. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan korps Pegawai Negeri Sipi!. j. Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan Negara/pemerintah, terutama (jibidang keamanan, keuangan, dan materii!. k. Mentaati ketentuan jam kerja. I. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik m. Menggunakan dan memlihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya. n. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masayara'kat menurut bidang tugasnya masing-masing. . o. Bertindak dan bersikap tegas, tetap adil dan bijaksana terhadap bawahannya. p. Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya q. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya. r. Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerjanya s. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan kariernya t. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpa;akan u. Berpakain rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil d'an terhadap atasan v. Hormat yang memeluk menghormati antar sesama '.varga negara agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang berlainan . w. Menjadi teladan sebgai warga negara yang baik dalam masyarakat X. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku y. Mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang z. Memperhatikan dan menyelesaiakan dengan sebaik-baiknya setiap laporan yang diterima mengenai pelanggaran disiplin. Sumber:
Peraturan Pemerintah No.30 tahun 1980, Bab II, Pasal 2. 49
Lampiran 2 PEGAWAI NEGERI SIPIL Larangan Setiap Pegawai Negeri Sipil dilarang : a. b. c. d e
f.
g. h.
i.
•
j. k.
I.
m. n. o.
p.
q.
r.
Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat Negara, Pemerintah , atau Pegawai Negeri Sipi/' Menyalahgunakan INewenangnya Tanpa izin pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara asing Menyalahgunakan barang-barang, uang, atau surat-surat berharga milik negara Ivl emiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan atau meminjamkan barang barang , dokumen atau surat-surat berharga milik negara secara tidak sah Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain didalam maupun diluar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara tangsung atau tidak tangsung merugikan negara Melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam terhadap bawahannya atau orang lain didalam maupun diluar lingkungan kerjanya Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga yang diketahui atai patutu dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau m ungkin bersangkutan dengan jabatan atau peke~aan Pegawai Negeri Sipil yang beesangkutan Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat Pegawai negeri Sipil kecuali untuk kepentingan jabatan Bertindak sewenang wenang terhadap bawahannya Melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani Menghalangi berjalannya tug as kedinasan Membocorkan dan atau memanfatkan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain Bertindak selaku perantara bagi suatu pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/lnstansi Pemerintah Memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya. Memiliki saham suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak berada dalam ruang lingkup kekuasaannya yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan Meiakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi maupun sambilan, menjadi Direksi, Pimpinan atau Komisaris Perusahaan swasta bagi yang berpangkat pembina golongan ruang IV/a keatas atau yang memangku jabatan eselon I Melakukan pungutan tidak sah da lam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan kepentingan pribadi , golongan, atau pihak lain
Sumber : Peraturan Pemerintah No.30 tahun 1980, Bab II, Pasal 3. 50
Lampiran 3
VISI & MISl
DEPARTEMEN KESEHATAN R I
VISl
INDONESIA SEHAT 2010 MISI
1 Menggerakkan Pembangunan Nasional
Berwawasan Kesehatan
2 Mendorong Kemandirian Masyarakat
Untuk Hidup Sehat
3 Memelihara Dan Meningkatkan
Pelayanan Kesehatan Yang Bermutu, Merata, Dan Terjangkau
4
Memelihara dan Meningkatkan Kesehatan Individu, Keluarga, Dan Masyarakat
Beserta Lingkungannya
Sumber:
RENCANAPEMBANGUNANKESEHATAN
MENUJU INDONESIA SEHAT
2010
Jakarta, Departemen Kesehatan, 1999
51
Lampiran 3
VISI & MISI DEPARTEMEN KESEHATAN R I
V!SI INDONESIA SEHAT 2010 MISI
1 Menggerakkan Pembangunan Nasional
Berwawasan Kesehatan
2
Mendorong Kemandirian Masyarakat
Untuk Hidup Sehat
3
•
Memelihara Dan Meningkatkan
Pelayanan Kesehatan Yang Bermutu, Merata, Dan Terjangkau
4 Memelihara dan Meningkatkan Kesehatan Individu, Keluarga, Dan Masyarakat
Beserta Lingkungannya
Sumber:
RENCANAPEMBANGUNANKESEHATAN
MENUJU INDONESIA SEHAT
2010
Jakarta, Departemen Kesehatan, 1999
51
Lampiran 4 SUMPAHfJANJI
PEGAWAI NEGERI SIPIL
Demi Allah
Saya bersumpahfberjanji :
Bahwa saya,
Untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, akan setia dan taat sepenuhnya
kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945,
Negara, dan Pemerintah
Bahwa saya,
Akan mentaati segala peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan
melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya
dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab
Bahwa saya,
Akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah,
dan martabat Pegawai Negeri Sipil, serta akan senantiasa mengutamakan
kepentingan Negara dari pad a kepentingan saya sendiri, seseorang atau
golongan
Bahwa saya,
Akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah
harus saya rahasiakan
Bahwa saya,
Akan beker}a dengan }ujur . tertib, cermat, dan bersemangat
untuk kepentingan Negara
Sumber:
Undang- undang No.8 tahun 1974
Pasal26
52
Lampiran 5
STRATEGI
PEMBANGUNAN KESEHATAN
untuk mencapai visi dan melaksanakan misi, dirumuskan strategi sebaga i berikut ""
. ... ,,, .. , .... .,., .. ,. .... .
~embangunan
. . . '.' ....... . .. ,".", '.CO.' .'''·
Nasional Berwawasan
.... ...... ....... .
Keseha~~ . . . . . .1 : <.'
Semua kebijakan pembangunan nasional yang sedang dan atau akan ; diselenggarakan harus berwawasan kesehatan, set!daknya harus ~' memberikan kontribusi positif terhadap pembentukan lingkungan dan Q perilaku sehat. Sedangkan pembangunan kesehatan harus dapat ~ . mendorong pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, terutama melalui ~ upaya promotif - preventif yang didukung oleh upaya kuratif - q rehabilitatif ~''! .~
.. .. .
. "
Profesionalisme Pelayanan kesehatan yang bermutu perlu didukung oleh penerapan ~ pelbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapan ~.~ nilai - nilai moral dan etika. Untuk itu akan ditetapkan standar ~ kompetensi bagi tenaga kesehatan, pelatihan berdasar kompetensi , ~ akreditasi dan leglslasi serta kegiatan peningkatan kualitas lainnY2. &,
>=.. ~c ·:·;p;Q:*~Wy·. Weii'i'7251HMzi..,·aiWwiwj,itjk*;;.; .. ···· .... :·:. ~~..'..~ .... .. ....;' " ~minan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat ,:: ::; : ' : .
" I~' <-~
...
. . .; . . ..
Untuk rnemantapkan kemandirian masyarakat dalam hidup sehat perlu digalang peran serta masyarakat yang seluas - luasnya termasuk dalam pembiayaan kesehatan JPKM pada dasarnya merupakan penataan sistem pembiayaan yang mempunyai peranan yang besar pUla untuk mempercepat pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan
Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan, penyelenggaraan pelbagai upaya kesehatan harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik masing - masing daerah. Untuk itu wewenang yang lebih besar didelegasikan kepada Daerah untuk mengatur sistem pemerintahan dan rumah tangga sendiri, termasuk di bidang kesehatan ,
53
~
Lamp iran 6
DEPARTEMEN KESEHATAN R.1.
INSPEKTORAT JENDERAL JI. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kapling No. 4-9 Jakarta 12950
Te(p. Fax.
5223011,5201590 (H) - PES. 3104 5223011
SURAT TUGAS
Nomor: 01 T .PS .01 .03 .211 .oi. .
Inspektur Jenderal Departemen Kesehatan RI, memberikan tugas kepada Pejaba: da n Star di bawah ini, sebagai berikut:
W
JABAT AN DALAM TIM
NAMA
Ketua Sekretaris Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota
Dc. Ta,"fie Alh,y,s
2. .
4. 5. 6. 7.
Drs. W. Budihardjo Drs.Bakhuri J,SIP, MM Heru Arnowo, SH Alam P. Harahap, SKM Zainuras Moerad, SKM Hardiyansyah, SE
Untuk melakukan Revisi Buku Panduan Pencegahan terlladap KKN, dengan rincian tugas sebagai berikut: 1. Menginventarisir seluruh bahan yang dibuluhkan dalam Kegiatan Revisi Buku Panduan Pencegahan terhadap KKN baik berupa Peraluran Perundang-Undangan yang terkait maupun bahan lainnya. 2. Menyusun Buku Panduan Pencegahan Terhadap KKN mengacu kepada Buku Panduan yang tetarl tersusun unluk disesuaikan dengan ketenluan Perundang-undangan yang terbaru. 3. Dalam kegiatan Revisi Buku Panduan Pencegahan terhadap KKN selalu berkoordinasi dan konsultasi dengan Para Inspektur . 4. Biaya kegiatan dibebankan pada anggaran DIK Itjen Depkes tahun 2002 Demikian, sural tugas ini diberikan unluk dapal dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dan penuh langgung jawab.
Tembusan: 1. Sekretaris Iljen 2. Para Inspektur 3. Yang bersangkutan
54