Increased Competency Through Training Interventions
Increased Competency Through Training Interventions Iffah Budiningsih1, Tjiptogoro Dinarjo Soehari3 and Masduki Ahmad3 Lecturer of University Islam as Syafi’iyah, Jakarta, Indonesia, E-mail:
[email protected] Lecturer of University Mercu Buana, Jakarta, Indonesia, E-mail:
[email protected] 3 Lecturer of University Islam as Syafi’iyah, Jakarta, Indonesia, E-mail:
[email protected] 1 2
Abstract: The purpose of this research is to examine and analyze the influence of the training interventions towards the improvement of the competence of employees work in the era of digitalization. Research methods the survey method used was korelasional between the independent variable (X) training interventions and the dependent variable (Y) workplace competencies. Regression analysis is used to determine the model of the relationship between the variable Y (work competencies) and X (intervention training), while the correlation analysis to determine whether the relationship between the variable Y (competence) and X (training intervention). The target population in this study are employees of PT Kimia Farma Pharmacy Business Unit level with the city of Depok City Assistant Manager, Supervisors and Executors of 96 employees, and all of the population made a sample research. Engineering data retrieval by using of non instrument test (questionnaire) using the likert scale. The results of the research are: (a) in the era of information technology, progress of training interventions still give a positive influence and strong as an instrument to enhance employee competencies, particularly related to increased motivation pencapian targets/objectives of the company/organization; (b) increased employee competencies can be predicted by intervention training by using simple regression model Y = 0.777X + 0.878; (c) training contributes to the achievement of competencies work for as much as 45, while the remaining 5% 55.5% of other factors, such as: work environment, leadership support, reward systems, support infrastructure work etc. The Recomendation are : (a) for the purposes of the attainment of competencies ‘new’ skills; more advisable to use intervention internship or mentoring experts with respect to the work of the training intervention (employees won’t have to leave the workplace and work as usually); 249
International Journal of Applied Business and Economic Research
Iffah Budiningsih, Tjiptogoro Dinarjo Soehari and Masduki Ahmad
(b) Intervention training will provide benefits for employee career development system and the progress of the company/organization if training is managed systemically and sustainable. Keywords: Intervention, competencies, training.
1. PENDAHULUAN Pelatihan merupakan salah bentuk implementasi dari pembelajaran orang dewasa atau sering disebut dengan andragogy. Andragogy dari kata ‘egogos’ yang artinya membimbing, sehingga secara harfiah mempunyai makna yaitu upaya membimbing orang dewasa untuk tujuan peningkatan sikap, pengetahuan maupun keterampilannya. Makna dari definisi orang dewasa secara sosial dan psikologi adalah individu yang telah mempunyai ‘peran’ dapat mengarahkan dirinya sendiri (self directing). Pelatihan muncul ketika setiap individu dewasa yang telah mendapatkan peran dalam kehidupannya baik berkaitan dengan pekerjaannya , kehidupan keluarga, kemasyarakatan dll, menyadari diperlukan peraturan, etika atau ketarampilan baru yang sebelumnya belum dimiliki guna menjalankan peran dalam kehidupannya; mereka menyadari ternyata banyak hal yang harus dipelajari lagi, sehingga perlu pelatihan. Secara umum tujuan dari pelatihan adalah untuk mengembangkan keterampilan baru, pengetahuan atau keahlian yang dibutuhkan dalam menjalankan perannya (pekerjaannya). Pendekatan belajar orang dewasa pada umunya dimulai dari situasi peran dalam kehidupannya seringkali terkait dengan pekerjaannya, sehingga pelatihan dimulai dari kemampuan apa atau kompetensi apa yang belum atau kurang dimiliki untuk menjalankan peran yang sebaik mungkin dalam pekerjaannya (untuk memenuhi standar minimal). Seiring dengan perjalanan waktu dan berkembangnya IPTEK khususnya teknologi informasi berakibat pada terjadinya perubahan budaya dalam menjalani kehidupan termasuk juga dalam budaya organisasi/ perusahaan. Kemajuan Teknologi informasi berdampak pada berkembangnya konsep dalam proses pembelajaran yaitu bahwa pembelajaran/pelatihan dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja; hal tersebut memberikan implikasi bahwa untuk proses pembelajaran/pelatihan dapat dilakukan dengan tanpa ruang kelas, tanpa guru (tidak ada tatap muka), sehingga hal tersebut memberikan keuntungan dalam pembiayaan atau lebih efisien. Kegiatan pelatihan pada umumnya memerlukan biaya yang cukup mahal, tidak hanya dari sudut pandang biaya pengembangan dan pengiriman karyawan, tetapi yang lebih penting karyawan harus mengorbankan waktu meninggalkan pekerjaannya untuk mengikuti pelatihan yang seharusnya untuk menghasilkan sesuatu. Studi terbaru dari Baldwin dan Ford (1988) dan Ford dan Weissbein, (1997) menunjukkan bahwa hanya ada sedikit efek transfer dari pelatihan untuk pekerjaannya sekitar 10% – 20% setelah setahun pelatihan dan tidak banyak intervensi peningkatan kinerja. Pendapat beberapa orang bahwa kinerja dapat ditingkatkan dengan cara yang lebih murah (misalnya, penghapusan tugas-tugas yang tidak kompatibel, pengenalan sistem umpan balik, dll), maka rasio biaya-manfaat yang lebih tinggi dapat diturunkan Saat ini berkembang bahwa program training boleh jadi hanya sebagai salah satu intervensi untuk meningkatkan kemampuan seseornag guna memperoleh perilaku/kemampuan/kinerja baru untuk menjalankan mesin-mesin baru, dan banyak intervensi untuk meningkatkan kinerja seseorang tanpa harus meninggalkan pekerjaannya, misal : mengundang tenaga ahli untuk pendampingan mengoperasionalkan mesin baru tersebut, dll Seringkali pelatihan yang diberikan kepada karyawan tidak memberi dampak terhadap perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilannya sehingga berdampak tidak berubahnya cara kerja karyawan tersebut, padahal tujuan utama mengikuti pelatihan adalah untuk meningkatkan sikap, pengetahuan dan ketarmpilan International Journal of Applied Business and Economic Research
250
Increased Competency Through Training Interventions
kerja (berubah menjadi lebih baik); hal tersebut mungkin salah satu penyebabnya adalah bahwa pelatihan yang diberikan tidak berdasarkan pada kebutuhan yang diperlukan oleh karyawan. Program pelatihan dapat tidak berhasil meningkatkan kinerja karyawan karena pengetahuan and keterampilan yang diperolah tidak relevan dengan peran, tugas, serta aktivitas karyawan sehari-hari. Hasil penelitian Alireza D. (19...) tentang intervensi pelatihan dengan judul penelitiannya : “Developing an intervention program to reduce ergonomic risk factors among office employees”, menunjukkan bahwa intervensi training menunjukkan efek positif dalam memperbaiki penampilan kerja untuk mencegah resiko cedera ketika menjalankan pekerjaan di kantor. Faktor kompetensi karyawan dalam menjalankan pekerjaan sehari-hari memegang peranan yang cukup penting ditengah persaingan industri di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang kian ketat dan termasuk di dalamnya industri farmasi. Industri farmasi di Indonesia perkembangan dan tumbuh sangat pesat seiring dengan pertumbuhan penduduk Indonesia, dan perkembangan properti perumahan tempat tinggal sebagai akibat pertambahan jumlah penduduk; hal tersebut memberikan implikasi pada pertumbuhan industri retail obat-obatan (farmasi). PT. Kimia Farma yang telah berdiri di Indonesia sejak Th 1958 hingga saat ini telah membangun sistem karier bagi para karyawannya melalui peningkatan kapasitas SDM di semua level dalam rangka mengantisipasi kebutuhan industri, yaitu tersedianya SDM profesional yang mampu mewujudkan visi dan misi PT. Kimia Farma yaitu SDM yang mempunyai kompetensi untuk memenuhi standar minimal profesionalisme. Kompetensi atau kemampuan yang dimiliki seseorang pada umumnya diperoleh setelah melalui proses pendidikan yaitu pendidikan formal seperti : melalui jenjang pendidikan mulai dari SD sampai tingkat tingkat tertinggi (S3); kompetensi juga dapat diperoleh melalui pendidikan non formal/informal pengalaman magang, kursus, pendampingan ahli, praktek terus menerus dll. Kompetensi merupakan hasil dari proses pembelajaran atau learning out come sehingga kompetensi merupakan karakteristik/ciri yang telah dimilki seseorang setelah melalaui proses pembelajaran yang menyangkut sikap (nilai-nilai), pengetahuan, dan keterampilan (skill) yang selanjuntnya digunakan untuk melaksanakan pekerjaan tertentu. Dalamn penelitian ini sebagai subyek adalah karyawan Apotik Kimia Farma Kota Kota Depok yang merupakan Unit Bisnis dari PT Kimia Farma. Secara umum karyawan PT Kimia Farma Unit Bisnis Kota Depok membutuhan kompetensi kerja yang intinya bagaimana memberikan ‘pelayanan prima’ kepada pelangggannya. Kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) karyawan PT Kimia Farma termasuk salah satu Unit Bisnisnya yaitu Apotik Kimia Farma Kota Kota Depok memegang peranan penting mewujudkan visi dan misi PT. Kimia Farma menjadi perusahaan HEALTHCARE pilihan utama masyarakat yang terintegrasi dan menghasilkan nilai-nilai yang berkesinambungan; untuk itu diperlukan SDM yang profesional yang mempunytai kompetensi di atas standar guna mewujudkan Good Corporate Governance serta Operational Excellence yang harus dijalankan visi dan misi semua Unit Bisnis PT. Kimia Farma. Upaya untuk mencapai visi dan misi PT. Kimia Farma tersebut dilakukan senantiasa memandang karyawan Kimia Farma sebagai Human Capital yang merupakan asset PT Kimia Farma yang paling berharga yang harus dijaga dan ditingkatkan kompetensi, pengembangan karir, kinerja serta kesejahteraannya; sehingga menumbuhkan rasa kenyamanan dan kebanggaan kepada PT. Kimia Farma. Proses pengelolaan SDM di Kimia Farma dikelola dengan framework Manajemen SDM berbasis kompetensi yang diotomasi dalam sistem HCIS (Human Capital Information System) mulai diberlakukan sejak Januari 2012. Sistem ini dijalankan secara terintegrasi dan bertahap antara Kantor Pusat Kimia Farma sebagai Holding dengan Strategic Business Unit (SBU) yang dimiliki oleh Kimia Farma dan/atau seluruh anak perusahaan. 251
International Journal of Applied Business and Economic Research
Iffah Budiningsih, Tjiptogoro Dinarjo Soehari and Masduki Ahmad
Secara garis besar klasifikasi kompetensi pada Human Capital Management System yang diterapkan di PT. Kimia Farma meliputi : Core Competency (kompetensi inti) dan Non Core Competency (kompetensi non inti). Untuk Kompetensi inti terkait dengan karakteristik perusahaan PT Kimia Farma yaitu HEALTCARE; sedangkan kompetensi non inti adalah kompetensi yang disyaratkan sesuai dengan unit bisnisnya dan posisi karyawannya. Adapun kompetensi non inti Kimia Farma terbagi atas : (a) Soft Competency, yang diperoleh dan diperkuat melalui berbagai : Pelatihan, seperti : penjenjangan posisi/jabatan, Self Motivation, Communication Skill, Coaching and Mentoring dll; (b) Hard Competency, yang meliputi pelatihan : Product Knowledge, Manajemen Perusahaan, Supply Chain Manajemen, Risk Management dll. Berbagai pelatihan diberikan kepada karyawan PT. Kimia Farma, namun yang menjadi permasalahan adalah tidak semua tujuan pembekalan atau perkuatan kompetensi melalui berbagai pelatihan tersebut menghasilkan kompetensi karyawan yang sesuai dengan standart minimal dan dapat menghasilkan kinerja yang diharapkan. Dari data pencapaian kinerja karyawan Apotik Kimia Farma Unit Bisnis Kota Depok pada Tahun 2013 - 2014 (Tabel 1) terlihat bahwa pada Th 2013 terdapat 30,8% yang tidak mencapai target melayani pelanggan dari sisi jumlah lembar R/( resep) yang masuk, dan pada Th 2014 mencapai 26,6% yang tidak mencapai target melayani pelanggan dari sisi jumlah lembar R/(resep ) yang telah ditargetkan. Tabel 1 Data Penilaian Kinerja Pegawai PT. Kimia Farma Apotek Unit Bisnis Kota Depok Tahun 2013 - 2014 JML Target Uraian
JML Tercapai JML Tidak Tercapai
Tahun
Orang
%
Orang
%
Orang
Jumlah Lembar R/ 2013
94
100%
65
69%
29
31%
Jumlah Lembar R/ 2014
94
100%
69
73%
25
27%
%
Sumber: PT. Kimia Farma Apotek Unit Bisnis Kota Depok Tahun 2013-2014.
Adanya kinerja karyawan yang tidak tercapai sesuai target Th 2013 dan 2014, hal tersebut dikarenakan antara lain : (a) Tingkat persaingan yang semakin ketat; (b) Perlunya peningkatan kualitas layanan prima baik menyangkut kesiapan ketersediaan produk, ketepatan jumlah, kecepatan layanan (delevery order ). Hal-hal tersebut di atas menuntut PT. Kimia Farma Apotek Unit Bisnis Kota Depok melakukan perbaikan terus menerus atau upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas layanannya, sehingga mempunyai keunggulan kompetitif dari para pesaingnya, yaitu peningkatan kepuasan pelanggan dan menumbuhkan loyalitas pelanggan, yang implikasinya akan meningkatkan target-target layanan dan pada akhirnya akan memberikan peningkatan pendapatan dan kinerja bisnis perusahaan. Berbagai cara dapat ditempuh untuk meningkatkan kualitas layanan, salah satunya adalah meningkatkan kompetensi pegawai baik dengan cara memberikan pelatihan kepada karyawan maupun melakukan penerimaan pegawai baru dengan melakukan seleksi karyawan yang mempunyai kompetensi awal sesuai dengan yang persyaratan minimal untuk melakukan pelayanan prima di Apotek Kimia Farma Unit Bisnis Kota Depok. International Journal of Applied Business and Economic Research
252
Increased Competency Through Training Interventions
Sesuai Surat Keputusan Direksi PT. Kimia Farma Apotek, standar kompetensi pegawai PT. Kimia Farma Apotek dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu : (a) Tinggi � 86; (b) Sedang 75 – 85; (c) Rendah � 74; dan yang disarankan adalah karyawan yang mempunyai skor kompetensi “tinggi”. Hasil pengukuran kompetensi tahun 2014 terhadap 60 karyawan dari 96 karyawan di Apotik Kimia Farma Kota Depok, yaitu : 9 orang level Asisten Manajer (Asman), 3 orang level Supervisor dan 48 orang level Pelaksana sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2. dan Grafik 1 Tabel 2 Pengukuran Kompetensi 60 Karyawan Sesuai Dengan Standar Skor Kompetensi Yang Berlaku di PT Kimia Farma Unit Bisnis Kota Depok Th 2014 Level Karyawan Asisten Manajer Standar Skor Kompetensi
Supervisor
Pelaksana
Total
JML (Org)
%
JML (Org)
%
JML (Org)
%
JML(Org)
%
Tinggi (� 86 )
2
22%
0 0%
10
21%
12
20%
Sedang (75 – 85)
2
22%
3
100%
14
29%
19
32%
Rendah (� 74)
5
56%
0
0%
24
50%
29
48%
Jumlah
9
100%
3
100%
48
100%
60
100%
Grafik 1: Hasil Pengukuran Kompetensi 60 Karyawan Apotik Kimia Farma Unit Bisnis Kota Depok – Tahun 2014. Sumber: PT. Kimia Farma Apotek Unit Bisnis Kota Depok Tahun 2014 (diolah). 253
International Journal of Applied Business and Economic Research
Iffah Budiningsih, Tjiptogoro Dinarjo Soehari and Masduki Ahmad
Dari Tabel 2 tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa dari 60 karyawan ternyata yang memenuhi standar skor kompetensi PT Kimia Farma yaitu “tinggi” hanya mencapai 20% dari 60 karyawan baik Asisten Manager, Supervisor maupun pelaksana; sisanya 80% perlu ditingkatkan kompetensinya. Pelatihan merupakan salah satu bentuk intervensi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi baik hard competency maupun soft competency. Pelaksanaan pelatihan yang telah dilakukan di PT. Kimia Farma Apotek Unit Bisnis Kota Depok selama tahun 2015 dengan jumlah Man Hour Training rata-rata sebesar 35,60 jam/pegawai, dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Data Pelatihan 96 Karyawan Di Kimia Farma Apotek Unit Bisnis Kota Depok Tahun 2015 Waktu
Pelatihan (JAM)
Man Hour Traning (MHT)
Triwulan 1
104
1,10
Triwulan 2
1.207
12,60
Triwulan 3
1.068
11,10
Triwulan 4
1.033
10,80
Tahun 2015
3.412
35,60
Sumber: Data pelatihan Unit Bisnis Kota Depok tahun 2015 (diolah).
Dari Tabel 3. terlihat bahwa pelatihan kepada karyawan Apotik Kimia Farma Unit Bisnis Kota Depok pada Th 2015 Total Man Hour Training (THM) yang telah dicapai sebesar 35,60 jam/pegawai.; sedangkan Standar Man Hour Training yang ditetapkan perusahaan PT Kimia Farma untuk tahun 2015 adalah sejumlah 32 jam/pegawai; dengan demikian pelatihan untuk karyawan Apotik Kimia Farma Unit Bisnis Kota Depok telah melebihi standar yang ditetapkan PT Kimia Farma, sehingga diharapkan terdapat peningkatan kompetensi pada Tahun-tahun berikutnya dan memberikan dampak pada peningkatan kinerjanya. Dari uraian tersebut di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan SDM perusahaan PT. Kimia Farma Unit Bisnis Kota Depok pada Tahun 2013-2014 : (a) SDM karyawan Apotek Unit Bisnis Kota Depok belum mencapai target penjualan sesuai target penjualan Perusahaan yang ditetapkan, yaitu baru mencapai 31% di tahun 2013, dan di tahun 2014 mencapai 27%. (b) Dari hasil pengukuran kompetensi di tahun 2015 terhadap 60 karyawan yang dilakukan tes uji kompetensi, hanya 20% yang memenuhi standar skor kompetensi PT. Kimia Farma Apotek dan sisanya 80% tidak memenuhi standar skor kompetensi perusahaan, yaitu : 32% memiliki skor kompetensi ‘sedang’ dan 48% memiliki skor kompetensi ‘rendah’ (c) Dari data pelatihan pegawai yang dilaksanakan di tahun 2015 sejumlah 3.412 jam pelatihan bagi 96 orang karyawan, diperoleh Man Hour Training (MHT) Kimia Farma Apotek Unit Bisnis Kota Depok di tahun 2015 telah dilakukan sebesar 35,6 jam/pegawai dari standar yang ditetapkan perusahaan sebesar 32 MHT Tahun 2015. Namun dengan MHT yang melebihi standar perusahaanternyata belum terlihat nyata adanya dampak yang signifikan dari hasil pelatihan tersebut kepada peningkatan kompetensi karyawan Apotek Kimia Farma Unit Bisnis Kota Depok di tahun 2015. International Journal of Applied Business and Economic Research
254
Increased Competency Through Training Interventions
Dari masalah yang telah teridentifikasi tersebut di atas, perlu kiranya dilakukan penelitian pengaruh intervensi pelatihan terhadap pencapaian kompenetensi kerja karyawan Apotik Kimia Farma Unit Bisnis Kota Depok dengan rumusan masahah : Apakah intervensi pelatihan karyawan berpengaruh terhadap peningkatan kompetensi kerja karyawan Kimia Farma Unit Bisnis Apotek Kota Depok? 2. KAJIAN PUSTAKA A.
Kompetensi
Menurut Undang Undang RI No. 20/2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional, pasal 35(1) yang dimaksud dengan kompetensi adalah: kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standard nasional yang telah disepakati”. Sedangkan menurut Undang-Undang RI No13/2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 1(10) yang dimaksud kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Noe (2015: 14), mengemukakan bahwa kompetensi sumber daya manusia (SDM) professional adalah kemampuan menerapkan prinsip-prinsip manajemen SDM untuk berkontribusi terhadap keberhasilan bisnis; yang diindikasikan adanya; (a) kemampuan mengelola interaksi dengan pelanggan dan stakeholder lainnya; (b) kemampuan dapat memberikan solusi bagi perusahaan ketika menghadapi persoalan dan situasi yang pelik; (c) kemampuan berinisiatif, (d) kemampuan memberikan umpan balik yang efektif; (e) kemampuan bekerja efektif dengan semua kalangan; (f)
kemampuan mengintegrasikan nilai-nilai perusahaan ke dalam pekerjaan;
(g) cakap menterjemahkan informasi sehingga mampu memberikan rekomendasi terbaik; (h) kemampuan memahami matrik fungsi bisnis, organisasi dan industri. Shermon (2011: 11), mengemukakan bahwa kompetensi adalah karakteristik seseorang, yang memungkinkan dirinya menghasilkan kinerja yang terbaik atas tugas yang diberikan kepadanya. Kompetensi memiliki dua arti: kemampuan seseorang untuk berkinerja terbaik pada area tugas, dan sesuatu yang dimiliki seseorang untuk mewujudkan kinerja efektif. Susanto (2000) mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik-karakteristik yang mendasari individu untuk mencapai kinerja superior. Menurut Palan (2007: 6) kompetensi adalah karakter dasar seseorang yang mengindikasikan cara berperilaku atau berpikir yang yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi, konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan, keahlian/keterampilan yang berlaku dalam cakupan situasi yang sangat luas dan bertahan untuk waktu yang lama yang dapat berkinerja unggul di tempat kerja. Seseorang dikatakan berkinerja unggul apabila dalam bekerja menunjukkan kinerjanya di atas rata-rata karyawan pada umumnya dan menurut Palan (2007 : 60) biasanya hanya mencapai 10% dari total karyawan. Dimensi kompetensi dalam rujukan buku Kompetensi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk (2012) adalah : 255
International Journal of Applied Business and Economic Research
Iffah Budiningsih, Tjiptogoro Dinarjo Soehari and Masduki Ahmad
1.
Kompetensi Pribadi (Personality) adalah kematangan pribadi yang dapat difungsikan untuk berinteraksi dan bekerja secara efektif dengan berbagai kalangan pelanggan (internal maupun eksternal) terdiri dari 5 indikator, yaitu : (a) flexibility, (b) integrity, (c) interpersonal understanding, (d) learning and adaptibility , (e) self confidence.
2.
Kompetensi Kepemimpinan (Leadership) adalah kumpulan pengetahuan dan kemampuan yang terbentuk dari pengalaman dalam mengelola pekerjaan/bisnis dan sumberdaya kerja, terdiri dari 4 indikator : (a) building coalition, (b) change leadership, (c) developing organizational talent, (d) strategic information and communication.
3.
Kompetensi Bisnis (Business) adalah pengetahuan dan kemampuan/keterampilan yang terbentuk dari pengalaman di dalam mengelola pekerjaan/bisnis terdiri dari 4 indikator : (a) business acumen, (b) customer and market focus, (c) strategic networking, (d) strategic planning, (e) visioning.
Dari uraian tersebut di atas , maka yang dimaksud dengan kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi, konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan, keahlian/keterampilan yang berlaku dalam cakupan situasi yang sangat luas dan bertahan untuk waktu yang lama yang dapat berkinerja unggul di tempat kerja sesuai dengan standar kerja di lingkungan kerjanya. B.
Pelatihan
Menurut Gomes (1997 : 197), “Pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki prestasi kerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya. Idealnya, pelatihan harus dirancang untuk mewujudkan tujuan – tujuan organisasi, yang pada waktu bersamaan juga mewujudkan tujuan – tujuan para pekerja secara perorangan. Selanjutnya menurut Gary Dessler (1997 : 263) pelatihan adalah “Proses mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang, tentang keterampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka”; sedangkan menurut John R. Schermerhorn, Jr (1999 : 323), pelatihan International Journal of Applied Business and Economic Research
256
Increased Competency Through Training Interventions
merupakan “serangkaian aktivitas yang memberikan kesempatan untuk mendapatkan dan meningkatkan keterampilan yang berkaitan dengan pekerjaan”. Ivancevich (2001:379) menyatakan bahwa arti pelatihan adalah proses dan usaha untuk meningkatkan kapasitas karyawan melalui informasi, keahlian dan pemahaman i tentang organisasi dan tujuannya. Menurut Goldstein dalam J. Patrick (1992 : 2) pelatihan adalah proses akuisisi keterampilan, konsep, atau sikap yang mengakibatkan peningkatan kinerja di pada situasi pekerjaan. Pelatihan erat berkaitan dengan transfer teori, prinsip-prinsip atau keterampilan tertentu. Namun, sebenarnya pelatihan bukan hanya transfer teori, prinsip-prinsip atau keterampilan tetapi lebih ke arah perubahan perilaku yang dapat diwujudkan dalam bentuk peningkatan kinerja terkait dengan pelaksanaan pekerjaan. Sebagian orang keberatan atas harapan terhadap hasil pelatihan yaitu dapat berdampak pada peningkatan kinerja. Sementara banyak kalangan berpendapat bahwa pelatihan tidak secara langsung berdampak pada peningkatan kinerja tetapi lebih pada peningkatan kompetensi yang merupakan output pelatihan. Baldwin, dan Ford ( 1988) berpendapat bahwa palatihan pada umumnya mahal, bukan saja dilihat dari sudut pengembangan dan pengiriman karyawan, tetapi yang lebih penting dilihat dari aspek bahwa karyawan harus meninggalkan pekerjaan untuk beberapa waktu tertentu yang seharusnya dapat menghasilkan/memproduksi sesuatu. Selanjutnya Baldwin dan Ford mengemukakan bahwa hasil beberapa studi menunjukkan hanya sedikit efek transfer dari pelatihan untuk peningkatan kinerja pekerjaannya, yaitu sekitar 10-20%. Saat ini masih banyak orang beranggapan bahwa training merupakan intervensi yang efektif dilakukan untuk mengatasi masalah kinerja karyawan, namun pelatihan sebenarnya merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah kinerja. J Patrick (1992 : 5) memberikan solusi selain training yaitu : (a) mengganti posisi orang yang berkinerja tidak bagus dengan orang-orang yang berkinerja bagus yaitu orang yang memiliki kemampuan and sikap yang sesuai untuk menyelesaikan tugas2 yang tidak dapat dikerjakan oleh karyawan yang sebelumnya; (b) melatih orang-orang terpilih untuk menjadi lebih terampil dalam melakukan tugas; (c) desain ulang persyaratan tugas atau mengubah persyaratan kinerja. Ke-tiga pilihan alternatif tersebut dapat digunakan sebagai solusi permasalahan kinerja secara bersamaan atau kombinasi dua diantara ke tiganya. Pilihan solusi alternatif-alternatif tersebut guna menyelesaikan masalah kinerja dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti : (a) ketersediaan sumber daya tenaga kerja dan keuangan; (b) budaya organisasi; (c) kendala tim pelaksana; (d) ketersediaan tenaga ahli; (e) sarana dan prasarana pelatihan dll. Menurut J. Patrick and Wendy K. Patrick (2009 : 3) pelatihan akan memberikan manfaat pada peningkatan kinerja karyawan apabila selama proses pelatihan dan setelah kembali bekerja dilakukan evaluasi secara cermat dan komprehensif , yaitu meliputi 4 (empat) tingkatan : 257
International Journal of Applied Business and Economic Research
Iffah Budiningsih, Tjiptogoro Dinarjo Soehari and Masduki Ahmad
1. Evaluasi tingkat 1 : evaluasi untuk melihat tingkat reaksi positif peserta terhadap acara agenda pelatihan; 2.
Evaluasi tingkat 2 : evaluasi untuk melihat tingkat keinginan peserta mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang didasarkan pada partisipasi mereka dalam acara/agenda pelatihan (sejauhmana nanti peserta dapat perperan atau berpartisipasi dalam sharing pengalaman selama pelatihan);
3.
Evaluasi tingkat 3 : evaluasi untuk melihat tingkat peserta dalam menerapkan apa yang dipelajari selama pelatihan ketika mereka kembali di tempat kerja;
4.
Evaluasi tingkat 4 : Untuk melihat tingkat hasil yang ditargetkan dan menetukan kegiatan pelatihan dan penguatan berikutnya.
Selanjunya D. Patrick dalam J. Patrick and Wendy K Patrick (2009 : 3) berpendapat bahwa pelatihan akan memberikan bermanfaat bagi sebuah organisasi apabila pelatihan dimulai dengan identifikasi tentang hasil apa yang diinginkan dan menentukan perilaku apa yang diperlukan untuk mencapai terget kinerja; juga bagaimana membuat kondisi pelatihan yang memungkinkan para peserta dapat berpartisipasi aktif selama pelatihan berlangsung (memberikan reaksi poritif). Menurut Noe (2012 ) keberhasilan pelatihan ditentukan antara lain : kesiapan peserta pelatihan, lingkungan/suasana pelatihan, iklim perusahaan/ organisasi, metode and media palatihan dan evaluasi pelatihan. Dari uraian tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan pelatihan adalah serangkaian aktivitas terencana yang dapat meningkatkan pemahaman teori, prinsip-prinsip dan keterampilan kerja sehingga terjadi perubahan perilaku yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan kompetensi kerja yang dipengaruhi oleh kesiapan peserta pelatihan, lingkungan/suasana pelatihan, iklim perusahaan/organisasi, metode and media palatihan dan evaluasi pelatihan. 3. METODE PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh intervensi pelatihan terhadap peningkatan kompetensi kerja karyawan Apotek Kimia Farma Unit Bisnis Kota Kota Depok. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei korelasional antara variabel independen intervensi pelatihan (X) dan variabel dependen kompetensi kerja (Y). Analisis regresi digunakan untuk menentukan model hubungan antara variabel Y (kompetensi) dengan X (intervensi pelatihan), sedangkan analisis korelasi untuk menentukan kuat tidaknya hubungan antara variabel Y (kompetensi kerja) dan X (intervensi pelatihan). Populasi target dalam penelitian ini adalah karyawan PT. Kimia Farma Apotek Unit Bisnis Kota Kota Depok dengan level Asisten Manajer, Supervisor dan Pelaksana yang berjumlah 96 orang karyawan, dan kesemua populasi dijadikan sampel penelitian. Teknik pengambilan data dengan menggunakan instrumen non tes (kuesioner) dengan menggunakan skala likert yaitu : kategori sangat setuju (skor = 5), kategori setuju (skor = 4), kategori cukup setuju (skor = 3), kategori tidak setuju (skor = 2) dan kategori sangat tidak setuju (skor = 1). Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif (tendensi sentral) dan analisis inferensial, (analisis korelasi dan regresi linier sederhana) dengan bantuan program SPPS for Window. Definisi operasional untuk kedua variabel penelitian sebagai berikut : International Journal of Applied Business and Economic Research
258
Increased Competency Through Training Interventions
Definisi Operasional Variabel Kompetensi (Y ) Kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi, konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan, keahlian/keterampilan yang berlaku dalam cakupan situasi yang sangat luas dan bertahan untuk waktu yang lama yang dapat berkinerja unggul di tempat kerja sesuai dengan standar kerja di lingkungan kerjanya. Definisi Operasional Variabel Pelatihan (Y ) Pelatihan adalah serangkaian aktivitas terencana yang dapat meningkatkan pemahaman teori, prinsip-prinsip dan keterampilan kerja sehingga terjadi perubahan perilaku yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan kompetensi kerja yang dipengaruhi oleh kesiapan peserta pelatihan, lingkungan/suasana pelatihan, iklim perusahaan, metode palatihan dan evaluasi pelatihan. Variabel dan Indikator Penelitian Variabel terdiri atas variabel terikat (Y) yaitu kompetensi, sedangkan sebagai variabel bebas (X) adalah pelatihan dengan bentuk persamaan: Y = a + bX. Masing-masing variabel memiliki indikator yang dapat dilihat pada Table 4 di bawah ini. Tabel 4 Ringkasan Instrumen Variabel Kompetensi and Pelatihan Variabel
Dimensi
Kompetensi (Y) 1. Motif 2. Sifat Pribadi 3. Konsep Diri 4. Pengetahuan 5. Keterampilan
Pelatihan (X)
1. Kesiapan Pelatihan 2.
3. 4. 5.
259
Indikator 1. 2. 1. 2. 1. 2. 1. 2. 1. 2.
1. 2. Lingkungan Pelatihan 1. 2. 3. Iklim Perusahaan/Organisasi 1. 2. Metode pelatihan 1. Evaluasi Pelatihan 1. 2. 3.
Skala
Kemauan untuk mencapai target kerja Ordinal 1 sd 5 Kemauan untuk meningkatkan motivasi kerja Pengendalian emosi Keuletan dalam menyelesaikan pekerjaan Keyakinan pada kemampuannya Bersikap positif terhadap permasalahan Pemahaman permasalahan Penguasaan bidang pengetahuan terkait pekerjaan Mempunyai inovasi dalam pekerjaan Mampu menggunakan fasilitas terkait dengan pekerjaan Kemampuan peserta menyerap pelatihan Lingkungan pekerjaan Materi pelatihan Pelatih Sarana pelatihan Iklim peralihan/perubahan Dukungan atasan kerja Metode pelatihan Hasil kognitif/pengetahuan Hasil keterampilan Hasil sikap
Ordinal 1 sd 5
International Journal of Applied Business and Economic Research
Iffah Budiningsih, Tjiptogoro Dinarjo Soehari and Masduki Ahmad
Sebelum instrumen digunakan untuk penelitian dilakukan terlebih dahulu uji coba instrumen pada 30 responden untuk menguji tingkat validitas dengan menggunakan rumus r Product Moment dari Pearson dan reliabilitas instrumen dengan menggunakan rumus r Cronbach Alpha. Hasil uji validitas untuk instrumen intervensi pelatihan (X) dari 13 butir pernyataan variabel pelatihan, semua pernyataan memiliki nilai r (Pearson Correlation) > 0,30, yaitu nilai r antara 0,507 – 0,866, sehingga semua butir pernyataan dari variabel pelatihan dinyatakan valid. Untuk instrumen variabel kompetensi kerja dari 10 butir pernyataan, semua pernyataan memiliki nilai r (Pearson Correlation) > 0,30, yaitu nilai r antara 0,505 – 0,865, sehingga semua butir pernyataan dari variabel kompeternsi kerja dinyatakan valid. Selanjutnya hasil uji reliabilitas dengan menggunakan r Alpha Cronbach untuk ke 13 instrumen variabel pelatihan menunjukkan nilai r rebialitas = 0,764 atau koefisien reliabilitasnya tinggi; sedangkan untuk ke 10 instrumen variabel kompetensi menunjukkan nilai r rebialitas = 0,767 atau koefisien reliabilitasnya tinggi. 4. HASIL PENELITIAN A.
Gambaran Umum Responden Penelitian
Gambaran umum tentang responden penelitian ini adalah karyawan Apotik Kimia Farma Unit Bisnis Kota Kota Depok yang berjumlah 96 orang dan seluruhnya menjadi sample penelitian atau disebut dengan sample jenuh/sensus. Karakteristik atau identitas responden penelitian menyangkut : jenis kelamin, usia, pendidikan, lama kerja, dan jabatan dapat dilihat sebagaimana Tabel 5 berikut ini : Tabel 5 Identitas Responden Identitas Responden 1.
2.
3.
4.
Jumlah Responden (org)
Persentase (%)
Laki-laki
24
25
Perempuan
72
75
< 20
26
27,1
20 – 30 60
62,5
31 – 40 6
6,3
41 – 50 4
4,2
Jenis Kelamin :
Usia (tahun) :
Pendidikan : SLTP
2
2,1
SLTA/sederajat
79
82.3
Diploma
1
1,0
Sarjana (S1)and Profesi
14
14,6
<1
30
31,3
1–3
38
39,6
Lama Kerja (tahun) :
Cont. table 5 International Journal of Applied Business and Economic Research
260
Increased Competency Through Training Interventions
Identitas Responden Persentase (%)
5.
Jumlah Responden (org)
3 – 6 18
18,8
6 – 10
3
10 – 20 4
4,2
>20
3
3,1
Asisten Manager
5
5,2
Supervisor
6
6,3
Pelaksana
85
88,5
3,1
Jabatan
Sumber: Data Primer Diolah (2016).
Jumlah responden yang berjenis kelamin perempuan (75%) lebih tinggi dari pada yang berjenis kelamin laki-laki (25%), usia responden paling banyak berumur sekitar 20 – 30 Th, yaitu 62,5%; pendidikan responden yang paling bantyak adalah SLTA/sederajat, yaitu 82,3%; pengalaman kerja responden bekerja di Apotik Kimia Farma Unit Bisnis Kota Depok yang paling banyak sekitar 1-3 Th , yaitu 39,6% dan jabatan responden yang paling banyak adalah tingkat pelaksana, yaitu 88,5%. B.
Hasil Analisis Deskriptif
Berdasarkan hasil analisis data deskriptif, menliputi ukuran tendensi sentral yaitu : rata-rata, standart deviasi, skor minimum, skor maksimum dan range baik untuk variabel kompetensi (Y) maupun pelatihan (X). Skore data menggunakan skala likert dengan katagori skor 5 = sangat setuju, skor 4 = setuju, skor 3 = cukup setujua, skor 2 = tidak setuju dan skor 1 = sangat tidak setuju. Hasil analisis deskriptif untuk variabel kompetensi dan pelatihan dapat dilihat sebagaimana Tabel 6 dan 7. 1. Analisis Deskriptif Data Variabel Kompetensi (Y ) Hasil analisis deskriptif untuk variabel kompetensi yang mencakup 10 indikator dapat dilihat sebagaimana Tabel 6. berikut : Tabel 6 Descriptive Statistics Competencies N
Range
Minimum Maximum
Sum
Mean
Std Deviation
Variance
Statistic Std. Error
Statistic
Statistic
Statistic
Statistic
Statistic
Statistic
Item C1 Item C2 Item C3 Item C4 Item C5 Item C6
96 96 96 96 96 96
3 3 3 2 2 2
2 2 2 3 3 3
5 5 5 5 5 5
417 389 373 396 389 406
4,34 4,05 3,89 4,13 4,05 4,23
,07 ,06 ,07 ,06 ,06 ,06
Item C7
96
3
2
5
373
3,89
,06
261
Statistic
,646 ,622 ,663 ,567 ,569 ,552
,417 ,387 ,439 ,321 ,324 ,305 Cont. table ,596 ,355 6
International Journal of Applied Business and Economic Research
Iffah Budiningsih, Tjiptogoro Dinarjo Soehari and Masduki Ahmad
N
Range
Item C8 Item C9 Item C10 Valid N (listwise)
Minimum Maximum
Sum
Mean
Std Deviation
Variance
Statistic Std. Error
Statistic
Statistic
,577 ,562 ,607 –
,333 ,316 ,368 –
Statistic
Statistic
Statistic
Statistic
Statistic
96 96 96 96
3 2 2 –
2 3 3 –
5 5 5 –
378 360 385 –
3,94 3,75 4,01 –
,06 ,06 ,06 –
Dari Tabel 6 tersebut di atas secara umum dapat dijelaskan bahwa rata-rata (mean) pendapat responden memberikan penilaian/skor untuk ke-10 indikator kompetensi mencapai kisaran antara 3,75 – 4,34 dengan std. error mean antara 0,06 – 0,07, artinya semua responden memberikan pendapat ‘setuju’ terhadap ke 10 indikator kompetensi. Responden (96 orang) memberikan pendapat/penilaian ‘tertinggi’ terhadap dimensi kompetensi no 1 yaitu “Motif ” pada indikator ke-1 : ‘kemauan untuk mencapai target kerja’, dengan skor rata-rata = 4,34 (di atas setuju); sedangkan skore ‘terendah’ diberikan untuk dimensi ke 5, yaitu “keterampilan” pada indikator ke-9 : “mempunyai inovasi dalam pekerjaan”, dengan skor rata-rata = 3,75 (di atas cukup setuju). 2. Analisis Data Variabel Pelatihan (X) Hasil analisis deskriptif untuk variabel pelatihan yang mencakup 13 indikator dapat dilihat sebagaimana Tabel 7. menunjukkan rata-rata (mean) pendapat responden memberikn skor untuk ke-13 indikator pelatihan berkisar antara 3,80 – 4,28 dengan std error mean antara 0,05 – 0,06 , artinya semua responden memberikan pendapat ‘setuju’ terhadap ke-13 indikator pelatihan. Responden (96 orang) memberikan pendapat/penilaian ‘tertinggi’ terhadap dimensi kompetensi no 1 yaitu “kesiapan pelatihan “ pada indikator ke-2 : ‘lingkungan pekerjaan’, dengan skor rata-rata = 4,28 (di atas setuju); sedangkan skore ‘terendah’ diberikan untuk dimensi ke 2, yaitu “ lingkungan pelatihan” pada indikator ke-5 : “sarana pelatihan”, dengan skor rata-rata = 3,80 (di atas cukup setuju). Tabel 7 Descriptive Statistics Training N
Range
Minimum Maximum
Sum
Mean
Std Deviation
Variance
Statistic Std. Error
Statistic
Statistic
Statistic
Statistic
Statistic
Statistic
Statistic
Item T1
96
2
3
5
399
4,16
,06
,568
,323
Item T2
96
2
3
5
411
4,28
,05
,537
,288
Item T3
96
2
3
5
369
3,84
,05
,488
,238
Item T4
96
2
3
5
374
3,90
,06
,571
,326
Item T5
96
2
3
5
365
3,80
,06
,626
,392
Item T6
96
3
2
5
392
4,08
,06
,556
,309
Item T7
96
3
2
5
408
4,25
,06
,580
,337
Item T8
96
2
3
5
397
4,14
,06
,555
,308
Item T9
96
2
3
5
389
4,05
,06
,550
,303 Cont. table 7
International Journal of Applied Business and Economic Research
262
Increased Competency Through Training Interventions
N
Range
Minimum Maximum
Sum
Mean
Std Deviation
Variance
Statistic Std. Error
Statistic
Statistic
Statistic
Statistic
Statistic
Statistic
Statistic
Item T10
96
2
3
5
384
4,00
,06
,562
,316
Item T11
96
2
3
5
393
4,09
,06
,563
,317
Item T12
96
2
3
5
391
4,07
,06
,567
,321
Item T13 Valid N (listwise)
96 96
2
3
5
388
4,04
,06
,560
,314
C. Hasil Analisis Korelasi Dan Regresi Tabel 8 Model Summary Change Statistics Model 1
R ,667(a)
R Square Adjusted Std. Error ofR Square F Change R Square the Estimate Change ,445
,439
,29232
df1 ,445
df2 Significance F Change 75,335**
1
94
,000
Catatan: Predictors: (constant) X..., **Sangat signifikan, F table (�: 0,01) = 6,90, F table (�: 0,05) = 3,91
Sebelum dilakukan analisis korelasi dan regresi, terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis yaitu: uji normalitas data, uji homogenitas varians dan uji linieritas, dalam penelitian ini ke-tiga uji persyaratan analisis tersebut terpenuhi, yaitu data variabel Y maupun X berdistribusi normal, varians data homogen dan regresi linier. Berdasarkan analisis korelasi (Tabel 9) diperoleh nilai koefisien korelasi R = 0,667 hal ini menunjukkan hubungan antara kompetensi dan pelatihan positif dan kuat. Nilai koefisien determinasi R2 = 0,445 dan berdasarkan uji F koefisien determinasi tersebut sangat signifikan, karena F change > F table, baik pada � = 0,05 (75,335 > 3,91) maupun pada � = 0,01 (75,335 > 6,90). Hal tersebut memberikan makna bahwa pelatihan memberikan kontribusi pada pembentukan kompetensi karyawan Apotik Kimia Farma Unit Bisnis Kota Depok sebesar 44,5% dan 56,5% oleh berbagai faktor lainnya, dengan demikian pelatihan tidak dapat diabaikan dalam pencapaian kompetensi yang diharapkan. Hasil analisis varian (ANOVA) sebagaimana Tabel 9. dan Tabel 10. menunjukkan bahwa model Y = 0,878 + 0,777 X sangat signifikan, karena F hitung > F table baik pada � = 0,05 (75,335 > 3,91) maupun pada � = 0,01 (75,335 > 6,90 ) atau dapat dilihat dari nilai sig 0,00 < 0,05. Uji signifikansi terhadap konstanta regresi, yaitu a = 0,878 sebagaimana Tabel 10 menunjukkan ‘signifikan’, karena nilai sig < 0,05 (0,018 < 0,05), demikian juga dengan koefisien regresi, yaitu b = 0,777 menunjukan ‘signifikan’, karena nilai sig < 0,05 (0,00 < 0,05). Dari hasil pengujian model regresi sederhana Y = 0,878 + 0,777 X, pengujian terhadap konstanta, koefisien regresi, koefisien korelasi maupun koefisien determinasi, maka dapat disimpulkan bahwa model tersebut dapat digunakan untuk memprediksi kompetensi (Y) dengan menggunakan data pelatihan jika memang data pelatihan diketahui. Model regresi linier sederhana Y = 0,878 + 0,777 X memberikan makna bahwa setiap peningkatan/penurunan 10 satuan kegiatan pelatihan, maka akan diikuti dengan peningkatan/penurunan pencapaian kompetensi kerja rata-rata sebesar 7,77 satuan pada konstanta 0,878; dan apabila tidak dilakukan intervensi pelatihan atau X = 0, maka kompetensi dapat diprediksi hanya mencapai 0,878 satuan. 263
International Journal of Applied Business and Economic Research
Iffah Budiningsih, Tjiptogoro Dinarjo Soehari and Masduki Ahmad
Tabel 9 ANOVA(b) F table Model Sum of Squares
df
Mean Square
F
A = 0,05
6,437
1
6,437
75,335**
Residual
8,032
94
,085
Total
14,470
95
1
Regression
� = 0,01 Significance 3,91,
6,90
,000(a)
Catatan: a Predictors: (constant) X..., b Dependent Variable, ** sangat signifikan Tabel 10 Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model B 1
(Constant)
X ,777
Standardized Coefficients
Std. Error
Beta
T
Significance
,878
,364
2,413
,018
,089
,667
8,680
,000
Dependent Variable : Y
5. PEMBAHASAN Hasil uji keberartian model regersi Y = 0,878 + 0,777 X menunjukan bahwa model tersebut sangat signifikan, sehingga intervensi pelatihan ‘tidak dapat diabaikan’ sebagai instrumen untuk meningkatkan kompetensi kerja karyawan; dan model tersebut juga dapat digunakan ‘untuk memprediksi’ pencapaian kompetensi kerja melalui ‘intervensi pelatihan; kontribusinya mencapai 44,5% untuk pencapaian kompetensi kerja yang diperlukan dan 55,5% oleh faktor lain, seperti : linkungan kerja, dukungan pimpinan, sistem reward, dukungan sarana prasarana kerja dll. Beberapa pakar seperti Baldwin, dan Ford ( 1988) berpendapat bahwa palatihan pada umumnya mahal, dilihat dari sudut pengembangan dan pengiriman karyawan, tetapi yang lebih penting dilihat dari aspek bahwa karyawan harus meninggalkan pekerjaan untuk beberapa waktu tertentu yang seharusnya dapat menghasilkan sesuatu produk. Selanjutnya Baldwin dan Ford mengemukakan bahwa hasil beberapa studi menunjukkan hanya sedikit efek transfer dari pelatihan untuk peningkatan kinerja pekerjaannya, yaitu sekitar 10-20%. Hasil studi tersebut memang benar bahwa ‘pelatihan’ berpengaruh sangat signifikan terhadap upaya ‘peningkatan kompetensi’ bukan ‘peningkatan kinerja’. Hal tersebut juga didukung pendapat Doolet et. al. (2007) dalam Marcia L. A (2012) bahwa sebagian besar kinerja seseorang dapat diprediksi oleh kompetensi, bukan oleh pengaruh training. Selanjutnya hasil penelitian ini menunjukkan bahwa indikator kompetensi : ‘kemauan untuk mencapai target kerja’ dinilai paling ‘tinggi’ oleh para responden, hal ini menunjukkan bahwa para karyawan PT Kimia Farma Unit Bisnis Kota Depok mempunyai kebutuhan berprestasi tinggi untuk mencapai targettarget/tujuan perusahan/organisasi, dan hal ini menjadi modal utama SDM (human capital) yang sangat diperlukan untuk kemajuan perusahaan/organisasi; sedangkan penilaian ‘terendah’ adalah pencapaian ‘keterampilan’ dalam inovasi untuk melaksanakan pekerjaan’. Hal tersebut seringkali terjadi dalam suatu International Journal of Applied Business and Economic Research
264
Increased Competency Through Training Interventions
pelatihan, ‘materi pelatihan’ yang dibahas/diberikan dalam training tertinggal satu atau dua langkah dari kemajuan IPTEK yang seharusnya dibutuhkan/diberikan dalam training, sehingga seringkali keterampilan yang diperoleh dalam training kurang inovatif yang berakibat kurang sesuai dengan tuntutan keterampilan terbaru dalam melaksanakan pekerjaannya. 6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan 1.
Di era digitalisasi, intervensi pelatihan masih memberikan pengaruh positif dan kuat sebagai instrumen untuk meningkatkan kompetensi kerja karyawan, terutama untuk peningkatan motivasi pencapaian target-target/tujuan perusahaan/organisasi;
2.
Peningkatan kompetensi kerja karyawan dapat diprediksi oleh intervensi pelatihan dengan menggunakan model regresi sederhana Y = 0,878 + 0,777 X;
3.
Pelatihan memberikan kontribusi terhadap pencapaian kompetensi kerja sebanyak 45, 5% dan sisanya 55,5% dapat diprediksi oleh faktor-faktor lain, seperti : lingkungan kerja, dukungan pimpinan, sistem reward, dukungan sarana prasarana kerja dll.
B.
Rekomendasi
1.
Untuk tujuan pencapaian kompetensi ‘keterampilan baru’; lebih dianjurkan untuk menggunakan intervensi magang atau pendampingan tenaga ahli ditempat kerja dari pada intervensi pelatihan (karyawan tidak perlu meninggalkan tempat kerja dan bekerja seperti bisanya);
2.
Intervensi pelatihan akan memberikan manfaat bagi sistem pengembangan karier karyawan dan kemajuan perusahaan/organisasi apabila pelatihan dikelola secara sistemik dan berkelanjutan;
3.
Tahap-tahap yang perlu dilakukan sebelum dan sesudah pelaksanaan pelatihan antara lain : (a) identifikasi reaksi peserta pelatihan atas acara/agenda pelatihan; (b) identifikasi kebutuhan/keinginan peserta mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang didasarkan pada partisipasi peserta dalam acara/agenda pelatihan; (c) monitoring tingkat peserta dalam menerapkan apa yang dipelajari selama pelatihan ketika mereka kembali di tempat kerja; (d) mengukur hasil pelatihan yang ditargetkan dan menetukan kegiatan pelatihan dan penguatan berikutnya.
4.
Untuk perusahaan-perusahaan/organisasi yang belum stabil, yang menganggap bahwa ‘intervensi pelatihan’ mahal, dan dalam rangka untuk mendapat karyawan yang mempunyai kompetensi standar untuk menjalankan tugas-tugas, maka solusinya sebagaiman disarankan oleh J. Patrick (2009 : 4) antara lain : (a) Mengganti posisi orang yang berkinerja tidak bagus dengan orang-orang yang mampu berkinerja bagus, yaitu orang yang memiliki keterampilan and sikap yang sesuai untuk menyelesaikan tugas-tugas yang tidak dapat dikerjakan oleh karyawan yang sebelumnya;
265
International Journal of Applied Business and Economic Research
Iffah Budiningsih, Tjiptogoro Dinarjo Soehari and Masduki Ahmad
(b) Memilih beberapa orang untuk dimagangkan pada perusahaan yang menjadi ‘bencmark’ sehingga menjadi lebih terampil dalam melakukan tugas; (c) Desain ulang persyaratan tugas atau mengubah persyaratan kinerja pada karyawan yang tidak mampu berkinerja sesuai dengan harapan persahaan/organisasi. REFERENCES Ashabugh, Marcia L. (2012), Expert Isnytuctional Designer Voices : Leadership Competencies Critical to Global Practise and Quality Online Learning Designs. Editor : Minchael Simson, 35th Annual Proceedings-AECT, pp. 3-19.Louisville, Ky. Baldwim, T. T. and Ford, K. J. Â (1988), Transfer of training: a review and directions for future research. Personnel psychology 41, 63-105. Deheshti, Alirza. (15 Februari 2017), Developing an Intervention Program to Reduce Rrgonomic Risk Factors among Office Employees?.http://search. proquest.com/agricenvironm/docview/18278835724B377FAEE7465FPO/ 19?accountid=62688.Doakses. Ford, J.K. and Weissbein, D.A. Â (1997), Transfer of training: an updated review and analysis, Performance improvement quarterly, 10(2), 22-41. Gibson, James L. Ivancevich, Jhon M., Donnely, James H., (1995), Organizations Behavior- Structure-Process, Edisi kedelapan, Illinois. Gomes, F.C. (2000), Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan e-empat, Andy Offset, Yogyakarta. http://jurnal-sdm.blogspot.co.id/2009/04/pelatihan-kerja-definisi-teknik.html. Diakses 16-9-2016. Irene Brunetti , Lorenzo Corsini. (2017), Workplace Training Programs : Instrument for Human Capital Improvement or Screening Divices ? Eupopen Journal of Traning and Development , Vol 59 lss : 1, pp.31-46. http://dx.doi.org/10.1108/ ET-09-2014-0104. Miner, J.B., (1988), Organization Behavior Performance and Productivity, First Edition, Random House, Inc, New York. Noe, Hollenbeck, Gerhart, Wright. (2015), Human Resource Management ,9th Edition. McGraw-Hill Education, UK. Palan. (2007), Competency Management : Teknik Mengimplementasikan Manajemen SDM Berbasis Kompetensi Untuk Peningkatan Daya Saing Organisasi. Edisi bahasa Indonesia,PPM , Jakarta. Patrick, J. Wendy Kaysar Kirkpatrick (2009), The Kirkpatrick Four Level : A Fresh Look After 1959-2009. Kirkpatrick Parteners, Toronto. Patrick, J. (1992), Training : Research and Practise, Academic Press Inc., London. Shao, Zihang; Cherisse M. C.; Amanda, A. (2012), Linking Training to Performance Improvement. Editor : Minchael Simson, 35th Annual Proceedings-AECT, pp. 175-179. Louisville, Ky. Steers, Richard M. (1999), Efektivitas Organisasi : Kajian Perilaku (Alih Bahasa M. Yamin), , Erlangga, Jakarta, Stoner, James, AF., Gilbert, Daniel, R, (1995), Management, sixth edition. Prentice-Hall International. Inc, New Jersey.
International Journal of Applied Business and Economic Research
266