Kajian Ekonomi Regional Triwulan III-2008
INBOX 1
DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN ACEH
Krisis Keuangan Global Krisis keuangan yang diawali oleh krisis sub-prime mortgage di Amerika Serikat, dimana penyaluran kredit perumahan (mortgage) dilakukan dengan ekspansif tanpa memperhatikan kehati-hatian (prudential). Dengan tingkat suku bunga yang rendah dan ekspektasi berlebihan akan kenaikan harga properti mendorong lembaga keuangan untuk memberikan kredit kepada debitur yang sebenarnya tidak layak (sub-prime) dilihat dari sisi pendapatan, ataupun trackrecord perkreditannya. Dengan tingkat bunga yang rendah akibat turunnya suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (fed rate) sekitar 1%, maka permintaan atas mortgage tersebut melonjak dan mendorong kenaikan harga properti jauh melebihi perkiraan. Perkembangan Fed Rate 8 7
% p.a.
6 5 4 3 2 1 Jan-07
Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
Jan-02
Jan-01
Jan-00
Jan-99
Jan-98
Jan-97
Jan-96
Jan-95
Jan-94
Jan-93
Jan-92
Jan-91
0
Hal tersebut mendorong lembaga keuangan semakin ekspansif mencari tambahan dana untuk mendorong penyaluran mortgage, yaitu dengan menjual produk derivatif berbasis mortgage tersebut, seperti Mortgage Back Securities (MBS), Collateralized Debt Obligation (CDO), dan Credit Default Swap (CDS). kepada lembaga keuangan lain dan investor baik melalui pasar modal ataupun langsung di seluruh dunia. Namun dengan berjalannya waktu dan naiknya suku bunga The Fed (Fed rate) sampai 5,25% pada tahun 2007, pembayaran pinjaman dari debitur sub-prime mulai tersendat dan akhirnya macet akibat ketidaklayakan dan ketidakmampuan mereka. Penjualan properti akibat
INBOX
Kajian Ekonomi Regional Triwulan III-2008
pemiliknya tidak mampu membayar terus meningkat sehingga harga rumah mulai anjlok. Kombinasi hal-hal tersebut menyebabkan harga produk derivatif mortgage tersebut anjlok yang menyebabkan kerugian lembaga keuangan yang memiliki produk tersebut dan berakhir pada kebangkrutan lembaga-lembaga keuangan besar tersebut seperti Bear & Stern, Freddi Mac, Fannie Mae, Indy Mac, Merril Lynch, AIG sampai Lehman Brother yang diikuti oleh lembaga keuangan lain di dunia yang memiliki portofolio produk derivatif dari mortgage Amerika Serikat tersebut. Hal tersebut menyebabkan kerugian besar-besar pada lembaga-lembaga keuangan di dunia, dan akhirnya merusak kredibilitas lembaga keuangan tersebut. Sentimen keraguan terhadap lembaga keuangan menyebabkan anjloknya pasar modal dunia termasuk di Indonesia, karena orang enggan memegang saham suatu perusahaan karena khawatir perusahaan tersebut ‘terinfeksi’ sub-prime mortgage.
Indeks Pasar Saham Dunia IHSG (Indonesia) Nikkei (Tokyo) Hang Seng (Hongkong) Straits Times (Singapura) Financial Times (London) Dow Jones Industrial (Amerika)
8 September 2,038.00 12,624.48 20,794.27 2,694.49 5,446.30 11,510.74
8 Oktober 1,451.67 9,203.32 15,431.73 2,033.61 4,366.70 9,258.10
Persen -28.77% -27.10% -25.79% -24.53% -19.82% -19.57%
Krisis keuangan yang terjadi tersebut menyebabkan pemerintah AS untuk membail-out lembaga-lembaga keuangannya karena berpotensi pada rusaknya sektor keuangan secara keseluruhan dan merembet pada sektor riil yang akan berimbas pada meningkatnya pengangguran dan kemiskinan akibat PHK massal perusahaan-perusahaan yang bangkrut. Proses pemulihan tersebut menyebabkan AS dan negara besar lainnya yang terkena dampak krisis tersebut menarik (repatriasi) dananya dalam jumlah yang sangat besar dari emerging market yang salah satunya Indonesia.
INBOX
Kajian Ekonomi Regional Triwulan III-2008
Dampak terhadap Indonesia Secara umum implikasi krisis tersebut bagi Indonesia, adalah pengetatan likuiditas dan turunnya permintaan akibat resesi dunia. Pengetatan likuiditas (liquidity squeeze) di Indonesia dipicu oleh repatriasi dana asing dari Indonesia, yang berakibat peningkatan suku bunga dan pelemahan nilai tukar rupiah. Resesi yang terjadi di Amerika Serikat dan beberapa negara besar juga menyebabkan turunnya ekspor negara-negara mitra dagangnya. Salah satunya adalah Indonesia, yang menjadikan AS sebagai negara tujuan ekspor nomor 2 setelah Jepang.
Indonesia sebagai small-open economic country tentunya tidak mudah untuk terlepas dari dampak tersebut. Usaha pemerintah untuk mengantisipasi dampak pengetatan likuiditas seperti peningkatan kepercayaan pasar terhadap perbankan dan pasar modal telah dilakukan. Insentif dalam mendorong ekspor serta usaha menjaga pertumbuhan ekonomi nasional juga sedang dipertimbangkan untuk mengantisipasi resesi dunia.
Dampak terhadap Aceh Nanggroe Aceh Darussalam sebagai salah satu provinsi di Indonesia tentunya juga akan merasakan dampak tersebut. Meskipun pangsanya relatif kecil baik dalam pertumbuhan ekonomi dan ekspor Indonesia, namun dampak regional tetap harus diperhatikan karena akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi
INBOX
Kajian Ekonomi Regional Triwulan III-2008
yang akhirnya berdampak pada pengurangan pengangguran dan pengentasan kemiskinan di Aceh. Beberapa potensi dampak krisis terhadap Aceh, antara lain : 1. Sebagai salah satu daerah pengekspor dengan tujuan Amerika Serikat yaitu komoditi kopi dan komoditi lainnya, penurunan permintaan AS akan berpengaruh pada kinerja ekspor Aceh. 2. Resesi AS juga mempengaruhi permintaan minyak bumi dunia, yang berakibat pada turunnya harga minyak bumi. Penurunan harga minyak dunia berpengaruh pada turunnya pendapatan Indonesia yang disumbang
dari
penjualan
minyak
bumi.
Hal
tersebut
akan
mempengaruhi pendapatan Negara (APBN) yang akhirnya berimbas pada APBD. Aceh sebagai salah satu daerah yang mendapat dana bagi hasil migas akan terkena dampak yakni turunnya nominal dana bagi hasil migas tersebut, dan juga transfer pusat yang merupakan persentasi dari Dana Alokasi Umum (DAU) akibat anggaran pendapatan negara yang diperkirakan mendapat tekanan. 3. Implikasi lain dari liquidity squeeze juga akan memberikan tekanan pada kurs rupiah, akibat penarikan valas oleh pihak asing. Ancaman pelemahan kurs, akan berdampak pada biaya impor yang meningkat akibat harga barang impor yang naik. Hal ini tentunya akan menambah beban anggaran pemerintah daerah dan tekanan inflasi khususnya pada imported goods.
Dari hasil assessment sementara, dampak krisis keuangan global terhadap Aceh yang dapat diketahui antara lain sebagai berikut : a. Dampak terhadap sektor riil. 1. Secara umum dampak krisis global terhadap pertumbuhan ekonomi NAD masih belum terlihat dengan jelas dan diperkirakan tidak signifikan. Hal ini disebabkan sumber pertumbuhan ekonomi NAD lebih banyak berasal dari komponen konsumsi rumah tangga dan komponen belanja pemerintah daerah yang tidak terkait langsung dengan krisis global.
INBOX
Kajian Ekonomi Regional Triwulan III-2008
PDRB Prov. NAD menurut Penggunaan Sektor Konsumsi Rumah Tangga Pemerintah
Investasi PMTB Perubahan Stok
Net Ekspor Ekspor Impor
PDRB
Pertumbuhan year on year (%) Share (%) 2007 Q1-08 Q2-08 Q3-08 2007 Q3-08 7.2 6.5 -4.0 -3.3 50.3 50.7 9.8 3.2
12.4 -2.3
-1.1 -8.7
-0.6 -7.8
31.9 18.4
32.9 17.8
1.0
-41.7
-24.2
-31.3
12.8
15.7
9.4 -37.9
2.6 -404.7
6.0 -161.6
-5.4 -155.8
13.2 -0.4
15.4 0.3
-16.0
-5.4
-5.4
-5.2
36.9
33.6
2.3 512.2
-4.4 0.0
-2.5 9.1
-8.9 -23.5
41.2 4.3
40.3 6.6
-2.2
-5.2
-7.9
-8.7
100
100
Sumber : BPS Prov. NAD, diolah
2. Ekspor NAD dalam pembentukan PDRB cukup dominan, namun hampir seluruhnya merupakan ekspor migas (gas alam dan kondensat), sedangkan, ekspor non-migas yang bersentuhan langsung dengan masyarakat relatif kecil. Tahun 2007, pangsa ekspor sebesar 41% dari PDRB sedangkan net-ekspor sebesar 37%. Dari pangsa tersebut, ekspor non-migas hanya sekitar 4,8% atau 1,9% dari PDRB. Ekspor Prov. NAD tahun 2000 - 2007 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Ekspor (US$) 1,806,083,419 666,738,727 1,571,114,161 1,440,808,126 1,812,364,338 2,072,415,260 2,032,790,547 1,854,234,711
Ekspor NonShare non-migas Migas (US$) 176,793,051 9.8% 61,146,904 9.2% 81,131,838 5.2% 83,761,254 5.8% 47,770,233 2.6% 56,895,317 2.7% 13,697,736 0.7% 88,087,645 4.8%
Sumber : BPS Prov. NAD dan Dirjen Bea Cukai, diolah
3. Beberapa komoditi ekspor non-migas antara lain berupa pinang, kayu manis, kopi dan kelapa sawit dengan negara tujuan terutama India, Amerika Serikat, Malaysia dan Philipina. Sebagaimana kita ketahui akhir-akhir ini harga-harga komoditi tersebut mengalami penurunan di pasar internasional yang tentunya akan memberikan dampak terhadap kinerja ekspor NAD, bahkan beberapa komoditi permintaannya mengalami penurunan yang cukup besar. Sebagai contoh : o
India sebagai negara pengimpor pinang dan kayu manis dari Aceh telah menghentikan sementara impor komoditi tersebut dibulan Oktober sedangkan bulan-bulan selanjutnya masih belum menentu.
INBOX
Kajian Ekonomi Regional Triwulan III-2008
o
Amerika Serikat yang merupakan pasar kopi Aceh terbesar (70,3%) telah mengurangi permintaannya hingga 50%.
o
Ekspor kelapa sawit diperkirakan juga menurun karena harga yang turun drastis, sehingga kurang menguntungkan. Pangsa Ekspor Non-migas Tahun 2007 menurut Negara Tujuan
Korea Selatan 1%
lainnya* 19%
USA 11%
Jepang 2%
Thailand 2% Singapura 1% Filipina 8% Malaysia 8%
India 48%
4. Dampak dari menurunnya permintaan negara pengimpor terhadap komoditi tersebut terhadap ketenagakerjaan sebagaimana yang terjadi pada industri garmen di Jawa Barat yang mulai merencanakan memPHK ribuan karyawannya, belum terlihat. Hal ini disebabkan komoditi pinang, kayu manis, kopi dan sebagian areal kelapa sawit merupakan komoditi milik rakyat dan tidak diusahakan oleh perusahaan berskala besar yang mempekerjakan banyak buruh kebun.
b. Dampak terhadap Perbankan NAD 1. Likuiditas (DPK) perbankan di NAD pasca tsunami mengalami peningkatan yang cukup besar khususnya pada tahun 2006 kemudian mengalami penurunan pada tahun 2007 seiring dengan mulai selesainya sebagian proyek-proyek bantuan. Penurunan tersebut berlanjut hingga Juni 2008, namun sejak saat itu DPK perbankan NAD meningkat kembali hingga posisi terakhir September 2008. Dengan perkembangan tersebut liquidity squeeze sebagaimana yang dikhawatirkan tampaknya tidak terjadi di NAD. Selain itu, dari pemantauan KBI Banda Aceh persaingan tingkat suku bunga dalam rangka mendapatkan DPK juga
INBOX
Kajian Ekonomi Regional Triwulan III-2008
masih dalam batas wajar dengan bunga deposito 3 bulan (deposan inti, Rp1 miliar keatas) maksimal berkisar 12 – 13%. Dana Pihak Ketiga Prov. NAD 2005 DPK (Rp Juta)
2006
2007
Juni 2008
Sept 2008
13,850,463
21,928,092
18,304,884
16,889,557
18,857,912
Giro
7,277,198
10,973,950
8,113,998
7,272,709
7,956,687
Tabungan
3,968,828
5,483,349
6,470,160
5,876,531
5,876,903
Deposito
2,604,437
5,470,793
3,720,726
3,740,317
5,024,322
Sumber : LBU/LBUS Bank Umum Prov. NAD, diolah
2. Dalam kaitan dengan pembiayaan perbankan kepada sektor riil, dari pemantauan belum ada bank yang sama sekali menghentikan pembiayaannya, namun memperlambat ekspansinya dengan lebih selektif dalam menyalurkan kreditnya seiring dengan belum jelasnya pemulihan krisis global. Dalam kaitan tersebut, rasio NPL perbankan NAD juga menunjukkan kecenderungan peningkatan meskipun masih dalam batas yang wajar.
Rasio NPL
3.0%
2.4%
2.5% 2.0% 1.5%
1.3%
1.0% 0.5%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0.0% 2007
2008
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum Prov. NAD, diolah
INBOX