IMPLEMENTASI UPAYA PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DITINJAU DARI ASPEK PENGANGGARAN PADA DINAS KESEHATAN KABUPATEN MINAHASA UTARA Maria M.Y. Dumais* , J. M.L. Umboh** , S.H.L.V.J. Lapian* * Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado
ABSTRAK Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu jenis penyakit tular vektor di Indonesia dan termasuk penyakit menular potensial wabah. Indonesia adalah salah satu negara endemis DBD di Asia Tenggara dengan jumlah kasus dan insidens yang berflutktuasi dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2015 pemerintah menyatakan telah terjadi Kejadian Luar Biasa DBD di Kabupaten Minahasa Utara dengan jumlah kasus mencapai 205 kasus. Salah satu kendala dalam pengendalian DBD adalah masalah penganggaran dan jumlah anggaran untuk upaya pengendalian DBD pada tahun 2015 di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara menurun. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi upaya pengendalian DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara ditinjau dari aspek penganggaran. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain kualitatif yang dilaksanakan pada bulan November 2015 – Mei 2016. Metode pengumpulan data berupa wawancara mendalam, observasi dokumen dan dokumentasi melalui triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri dan informan terdiri dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara, Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Kepala Seksi Bidang P2PL, Kepala Subbagian Perencanaan, Staf Surveilans Epidemiologi Bidang P2PL Dinkes Kabupaten Minahasa Utara, Kepala Puskesmas Kolongan, Kepala Puskesmas Batu serta Staf Surveilans Epidemiologi Puskesmas Kolongan dan Puskesmas Batu. Analisis data menggunakan content analysis yang membandingkan hasil dan teori. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya pengendalian DBD pada tahun 2015 sudah tercakup dalam perencanaan tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara namun jumlah anggaran yang ditetapkan masih terbatas dan mengalami penurunan signifikan dari tahun sebelumnya. Metode penyusunan prioritas program intervensi dan kegiatan selama ini belum pernah dilaksanakan. Mekanisme penyusunan rencana anggaran lebih difokuskan pada pembuatan rencana kegiatan yang disesuaikan dengan alokasi anggaran yang tersedia tanpa adanya kajian mendalam khususnya analisis kebutuhan dan skala prioritas. Adapun perhitungan analisis biaya untuk pengendalian DBD belum dilaksanakan. Monitoring dan evaluasi (Monev) program pengendalian DBD sudah berjalan cukup baik tetapi hasil pelaksanaan Monev ini belum dimanfaatkan secara optimal untuk penyusunan rencana anggaran. Dapat disimpulkan bahwa secara umum implementasi upaya pengendalian DBD di Kabupaten Minahasa Utara ditinjau dari aspek penganggaran belum optimal. Adapun rekomendasi dari hasil penelitian ini yaitu peningkatan kapasitas staf penyusun rencana kerja dan anggaran serta pembentukan tim penyusun anggaran khusus , penerapan penentuan skala prioritas dan analisis biaya, penguatan kerjasama untuk monitoring dan evaluasi program. Kata Kunci : DBD, Program Pengendalian, Penganggaran
ABSTRACT Dengue is one of the vector-borne diseases in Indonesia and categorized as a disease posing outbreak threat. Indonesia is one of the dengue-endemic countries in South-East Asia region with the number of cases and incidence fluctuated in recents years. In 2005, the government declared the status of Dengue outbreak in North Minahasa Regency where the cases amounted to 205 cases. One of the barriers of dengue control is budgeting problem and the budget allocated for dengue control program at District Health Office of North Minahasa in 2005 significantly decreased. The objective of this study was to analyse the implementation of dengue control program from the aspect of budgeting.
65
This research was an observational study with a qualitative study design conducted in November 2005 to May 2016. Data were collected through In-depth interview and document observation. Source triangulation and technique triangulation were performed in this research.The instrument was the researcher and there were 9 informants consisting of The Head of District Health Office, The Head of departments and staff and The Head of Puskesmas (Community Health Center/CHC) and staff who are related to dengue control program. Data were then analysed using content analysis. Results showed that dengue control program in 2015 had been put into annual planning but the budget allocation was insufficient. The method of prioritization of problems and interventions has not been applied. The program and budget planning mechanism was focused on available budget without further analysis on cost analysis and priority scale. Monitoring and evaluation was quite well done but the results of the related activities were not optimally used for consideratios to make better planning. It can be concluded that the implementation of Dengue control program based on budgeting aspect has not been optimal yet. The recommendations were that it is needed to increase the capacity of staff dealing with program and budget planning, to create special team for budgeting review, to apply methods for prioritizing problems and related interventions and cost analysis, to use the results of monitoring and evaluation for planning. Keywords: Dengue, dengue control program, budgeting
66
PENDAHULUAN
Organization (WHO) mencatat bahwa pada
Sasaran pembangunan kesehatan Indonesia
tahun 2015 telah terjadi wabah DBD
pada
Malaysia
periode
2015-2019
sesuai
dengan
di
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
dan Filipina (WHO, 2016) sementara jumlah
Republik Indonesia (Renstra Kemenkes RI)
kasus
Tahun 2015-2019 adalah peningkatan derajat
berfluktuasi dalam beberapa tahun terakhir
kesehatan dan status gizi masyarakat melalui
(Kemenkes RI, 2015).
upaya
kesehatan
masyarakat
dan
yang
perlindungan
didukung
finansial
pelayanan
kesehatan.
pemerintah
dalam
pemberdayaan
dan Salah
dan
insidens
DBD
di
Indonesia
Menurut laporan Kemenkes RI tahun 2015,
dengan
bahwa sampai dengan tahun 2013, insidens
pemeratan
penyakit DBD tercatat sebesar 45,9 per
upaya
100.000 penduduk dimana jumlah kasus
mewujudkan
sebanyak 112.511 kasus. Pada tahun 2014,
peningkatan derajat kesehatan masyarakat
terdapat 100.347 kasus DBD dengan jumlah
berupa pemberantasan penyakit menular yang
kematian sebanyak 907 orang (Insidens= 39,8
mencakup
dan
per 100.000 penduduk dan Case Fatality
pemberantasan penyakit menular termasuk
Rate/CFR= 0,9%). Jika dibandingkan dengan
penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
data tahun 2013, terjadi penurunan jumlah
upaya
pencegahan,
satu
pengendalian
Demam Berdarah Dengue adalah salah satu
jenis
penyakit
vektor
juga target Renstra Kementerian Kesehatan
(vector-borne disease) di Indonesia yang
tahun 2014 telah tercapai untuk angka
menjadi salah satu prioritas penanggulangan
kesakitan DBD yaitu sebesar ≤ 51 per 100.000
mengingat penyakit ini termasuk penyakit
penduduk.
menular potensial wabah
tular
kasus serta insidens pada tahun 2014 dan
(Kemenkes RI,
Provinsi Sulawesi Utara sebagai salah
2014). Adapun program pengendalian DBD
satu provinsi yang endemis
DBD
di
ini terus digalakkan oleh pemerintah. Program
kawasan Indonesia Timur telah mencapai
pengendalian DBD bahkan sudah diatur dalam
target penurunan insidens DBD pada tahun
peraturan perundang-undangan sejak tahun
2014 (1.151 kasus dengan insidens 50,80 per
1992 melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI
100.000 penduduk) lebih rendah daripada data
No.581/Menkes/SK/VII/1992 tentang Upaya
tahun 2013 (1.271 kasus dengan insidens
Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah
53,34 per 100.000 penduduk) (Kemenkes RI,
Dengue.
2015). Di tengah trend positif berkurangnya
Indonesia menjadi salah satu negara
masalah DBD tersebut, pada semester pertama
endemis DBD di wilayah Asia-Pasifik dengan
tahun 2015, kembali dilaporkan terjadinya
insidens yang cukup tinggi.
Indonesia dan
Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD di salah satu
beberapa negara di Asia Tenggara terkena
kabupaten yaitu Kabupaten Minahasa Utara
dampak DBD yang cukup besar. World Health
67
dengan jumlah kasus sebanyak 205 kasus dan
untuk sektor kesehatan yang relatif kecil.
5 kasus kematian (Dinkes Minut, 2015).
Sampai pada tahun 2015, anggaran yang
Data
penyakit
DBD
Kabupaten
diperuntukkan di sektor kesehatan belum
Minahasa Utara menunjukkan kenaikan secara
sesuai dengan amanat Undang-Undang RI
signifikan. Pada triwulan 1 tahun 2014, jumlah
Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan yaitu
kasus DBD sebesar
28 kasus namun pada
sebesar 5% dari total Anggaran Pendapatan
durasi waktu yang sama di tahun 2015, jumlah
dan Belanja Negara (APBN). Lebih lanjut,
kasus
sehingga
dana yang harus dialokasikan oleh Pemerintah
dinyatakan telah terjadi KLB di kabupaten ini.
Daerah di bidang kesehatan minimal 10% dari
Daerah dengan jumlah kasus tertinggi yaitu
total
wilayah
Daerah (APBD).
mencapai
173
kerja
selanjutnya
di
kasus
Puskesmas
Puskesmas
Kolongan
Airmadidi
dan
Anggaran
Penelitian
Puskesmas Tatelu (Anonim, 2015b).
Pendapatan
oleh
dan
Belanja
Sulistyorini
dan
Trapsilowati (2007) melalui studi kualitatif
Masalah DBD tidak hanya terfokus pada
di
Dinas
Kesehatan
Kota
Semarang
efek morbiditas untuk individu yang terkena
mendapatkan bahwa salah satu kendala utama
DBD namun juga dampaknya yang luas pada
dalam pengendalian DBD adalah ketersediaan
kondisi
masyarakat
anggaran dan peralatan khususnya mesin
membutuhkan
fogging untuk pengendalian vektor meskipun
sehingga
sosial
dan
ekonomi
penanganannya
langkah yang tepat. Program pengendalian
sumber
DBD
dengan
mencukupi. Trapsilowati dan Widiarti (2013)
bersifat
yang melakukan penelitian tentang evaluasi
multisektoral maupun lintas unit kerja di
implementasi kebijakan penanggulangan DBD
dalam sektor kesehatan sendiri. Kenyataannya,
di Kabupaten Pati, Jawa Tengah menemukan
hal ini belum terlihat di banyak negara dimana
bahwa perencanaan anggaran untuk program
pendekatan ini seharusnya dipromosikan dan
penanggulangan DBD tidak didasarkan atas
dioptimalkan
level
kajian data yang ada dan anggaran sudah
pemerintahan dan otoritas kesehatan di negara-
dialokasikan dalam jumlah tertentu. Alokasi
negara endemis DBD (WHO, 2012).
anggaran tersebut tidak mencukupi karena
yang
kesiapsiagaan
sukses dan
ditandai
respon
pada
yang
semua
Salah satu kendala dalam implementasi
harus
daya
manusia
didistribusikan
juga
dinilai
untuk
sudah
untuk
upaya pengendalian DBD di Indonesia adalah
program pengendalian penyakit menular lain.
terbatasnya pendanaan (limited public health
Sebuah systematic literature review yang
funding) seperti hasil
kajian Anthony, dkk.
dilakukan oleh Beatty, dkk. (2011) mengenai
(2015). Jumlah anggaran yang dialokasikan
aspek ekonomi kesehatan dari masalah dan
untuk
(termasuk
penanganan DBD menunjukkan bahwa di
surveilans) cenderung mengalami penurunan
sejumlah negara endemis DBD termasuk
yang turut dipengaruhi oleh alokasi anggaran
Indonesia ,
pengendalian
DBD
68
program surveilans
nasional
dirancang untuk mendeteksi trend penyakit
Lingkunganan (P2MPL), Staf Bidang P2MPL
dan mendeteksi KLB/Wabah dimana tingkat
(petugas
spesifitas
Perencanaan, 2 orang kepala Puskesmas, dan 2
dan
sensitivasnya
sering
Surveilans),
dipengaruhi oleh masalah penganggaran dari
orang
program.
Puskesmas.
Terkait
dengan
terjadinya
KLB
pengelola
Kepala
program
Subbagian
P2MPL
di
di
Kabupaten Minahasa Utara pada tahun 2015,
HASIL DAN PEMBAHASAN
jumlah anggaran untuk pengendalian DBD di 1. Hasil Wawancara Mendalam
kabupaten ini menurun dimana pada tahun Rp.
Melalui hasil penelitian lapangan, berikut
378.810.000 dan pada tahun 2015 berkurang
ini merupakan hasil wawancara berdasarkan
menjadi Rp. 165.300.000. Adapun anggaran
pada
untuk
Kabupaten
mendapatkan informasi tentang Implementasi
Minahasa Utara dialokasikan sebesar 8% dari
upaya pengendalian Demam Berdarah Dengue
total
Ditinjau
2014
disiapkan
sektor
anggaran
kesehatan
Anggaran
Daerah
dan
(APBD)
difokuskan
di
Pendapatan
nya.
pada
sebesar
Belanja
Penelitian
implementasi
dari
dilaksanakan
aspek di
penganggaran
wilayah
kerja
dari
penelitian
aspek
yaitu
penganggaran
untuk
di
Kabupaten Minahasa Utara.
ini
a.Perencanaan Program
upaya
Perencanaan program dan kegiatan telah
pengendalian Demam Berdarah Dengue yang ditinjau
tujuan
sesuai dengan Standard Operating Procedure
yang
(SOP) yaitu tersusunnya
Dinas
Rencana Kerja
Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara pada
Anggaran (RKA) dimana merupakan pedoman
tahun 2015.
dalam melakukan upaya-upaya pengendalian Demam Berdarah Dengue. Hasil wawancara
METODE
berikut menunjukkan bahwa puskesmas telah
Penelitian ini menggunakan desain penelitian
menyusun usulan RKA sesuai dengan SOP
kualitatif, Penelitian ini akan dilaksanakan
yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan
pada bulan November 2015 sampai dengan
Kabupaten Minahasa Utara. Semua usulan
bulan
Kesehatan
kegiatan dan anggaran yang akan dilakukan di
Kabupaten Minahasa Utara. Informan sebagai
Tahun Anggaran berikutnya telah dimasukkan
sampel pada penelitian ini berdasarkan prinsip
di dalam format RKA termasuk kegiatan dan
kesesuaian (appropriateness). Informan yang
anggaran untuk pengendalian DBD. Hal ini
dipilih dalam penelitian ini yaitu: Kepala
dapat dilihat dalam kutipan berikut ini:
Mei
2016
di
Dinas
Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara, Pertanyaan 1: Apakah perecanaan program (penyusunan RKA) dilakukan secara rutin setiap tahun? Jawaban 1:
Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkunganan (P2MPL), Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan
69
:“… Iya, karena setiap akhir taon torang musti ja kse mso torang pe usulan kegiatan untuk tahun berikutnya pa kepala puskesmas…” (“…Iya, karena setiap akhir tahun usulan kegiatan harus dimasukkan ke kepala Puskesmas…”)
PPKM1
penyusunan anggaran kurang ja susun sendiri…” (“…kalau disini untuk usulan kegiatan diminta dari pengelola program, tetapi untuk penganggaran di susun sendiri …”) Penyusunan Rencana Kerja selalu dibuat
:“… Ada.. mar cuma dp usulan kegiatan kalo dp anggaran nda ja beking dalam hal ini nda dilibatkan …” (“…Ada, tetapi hanya menyusun kegiatan saja, untuk anggaran tidak dilibatkan…”)
PPKM2
oleh Puskesmas. Namun tidak demikian dengan penyusunan anggaran. Hal ini juga dijelaskan oleh staf Surveilans Epidemiologi dan Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Menular
dan
Penyehatan
Lingkungan
(P2MPL) yang mengatakan bahwa usulan Semua informan pemegang program
kegiatan
DBD mengatakan bahwa penyusunan Rencana Kerja
telah
penyusunan
dilakukan, anggaran
namun
belum
pada
kenyataannya
diakomodir
Jawaban 1: KSP
Jawaban 1:
wajib dibuat sebagai usulan
mar
anggaran
tinggal
tahun klo
dp
torang
ja
susun sendiri karena harus kse sesuai
dengan
dalam
semua
alokasi
dapat
Anggaran
programDalam
program laeng …”
menyusun
rencana
program
kegiatan dalam upaya pengendalian DBD,
(“…Iya, penyusunan RKA wajib di buat sebagai usulan kegiatan di tahun berikutnya, akan tetapi untuk penyusunan anggaran hanya menyusun sendiri tidak melibatkan pemegang program …”) KPKM2
tidak
:“…Iya, jadi setiap tahun kami selalu menerima RKA dari puskesmas dan khusus untuk usulan anggaran tinggal disesuaikan …” (“…Iya, jadi setiap tahun kami selalu menerima RKA dari Puskesmas dan khusus untuk pengusulan anggaran harus menyesuaikan …”)
:“… Iya, penyusunan RKA itu
berikutnya,
upaya
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
puskesmas, seperti dalam kutipan berikut ini:
untuk
untuk
RKA yang diusulkan oleh Puskesmas, namun
sepenuhnya
halnya yang disampaikan oleh beberapa kepala
kegiatan
anggaran
pengendalian DBD itu diperoleh berdasarkan
untuk
melibatkan para pemegang program . Sama
KPKM1
dan
kontribusi dari pihak-pihak terkait dipandang perlu sebagai bahan masukan, karena dalam upaya pengendalian DBD salah satu faktor yang saat mempengaruhi yaitu peran serta masyarakat. Dalam hal ini pemberdayaan
:“…kalu pa torang untuk usulan kegiatan torang ja minta pa pengelola program mar dp
masyarakat melalui kegiatan PSN. Apakah hal tersebut
70
sudah
dilakukan
oleh
Dinas
Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara seperti
masalah kesehatan yang seharusnya mendapat
dalam kutipan berikut ini:
perhatian khusus sehingga menjadi prioritas
Pertanyaan 2:
intervensi masalah kesehatan. Apakah metode
Apakah
pertemuan
yang digunakan dalam menetapkan prioritas
dengan pihak-pihak terkait untuk membahas
intervensi masalah kesehatan. Hal ini dapat
perencanaan program?
kita lihat dari hasil wawancara berikut ini:
Jawaban 2:
Pertanyaan 3:
PPKM1
PPKM2
pernah
melaksanakan
:“…nda pernah, kalo khusus mo bahas tentang ni DBD …” (“…Tidak pernah dilakukan pertemuan khusus untuk membahas mengenai DBD …”)
Bagaimana intervensi
untuk
membahas
Jawaban 3: KPKM 1
:“…nda pernah beking tu metode penetapan prioritas intervensi masalah kesehatan, jadi usulan anggaran nyanda ja berdasarkan prioritas masalah …” (“…Metode penetapan prioritas intervensi masalah kesehatan tidak pernah dilakukan, jadi setiap usulan anggaran yang di buat tidak pernah berdasarkan penetapan prioritas intervensi masalah kesehatan khususnya intervensi upaya pengendalian DBD …”)
KPKM 2
:“…selama ini nda pernah dilakukan, kalo mo tentukan anggaran salalu hanya berpatokan pada taon-taon sebelumnya yang disesuaikan deng anggaran , untuk pengusulan anggaran melalui metode penentuan prioritas nda pernah beking …” (“…Selama ini belum pernah dilakukan, penentuan usulan anggaran selalu berpedoman pada usulan anggaran pada tahun-tahun sebelumnya, tidak pernah didasarkan pada metode penetapan prioritas masalah …”)
upaya
oleh Puskesmas yang ada di Kabupaten Minahasa Utara. Hal ini juga dikatakan oleh puskesmas
seperti
dalam
hasil
wawancara berikut ini: KPKM1
KPKM2
dalam
upaya pengendalian Demam Berdarah Dengue
pengendalian DBD tidak pernah dilakukan
kepala
kesehatan
prioritas
pengendalian DBD?
:“…nda ja beking kalo khusus for DBD …” (“…Tidak pernah dilakukan…”)
khusus
masalah
penetapan
kaitannya dengan pengusulan anggaran upaya
Pertemuan dengan pihak-pihak yang terkait
metode
:”…kalo khusus untuk mo bahas upaya pengendalian DBD selama ini belum pernah beking, kalopun ada itu biasanya so satu kali dengan pelaksanaan RAKOR di Kecamatan , …” (“…belum pernah dilaksanakan, biasanya hanya di singgung sedikit dalam pelaksanaan RAKOR “Rapat Koordinasi” di Kecamatan …”) :“…nda pernah torang beking itu…” (“…Tidak pernah dilakukan…”)
Kejadian luar biasa atau “outbreak” untuk kasus Demam Berdarah Dengue yang terjadi di Kabupaten Minahasa Utara pada semester 1 tahun 2015 adalah merupakan gambaran
71
Penetapan prioritas masalah kesehatan sangat
penting
dilakukan
dalam
pemenuhan sapras dan program sudah jelas, mar kenyataan yang jadi, torang terkadang tidak siap dengan data dari bawah yang betul-betul riil dorang so susun,belum lagi torang musti pikirkan kebijakan untuk mo capai tu keseimbangan, sehingga RKA yang torang so susun lengkale kurang mengena deng sasaran intervensi masalah kesehatan, kalopun ada alokasi untuk itu terkadang nyanda mampu mo cover secara maksimal tu masalah kesehatan di lapangan …” (“…Tidak pernah dilakukan, seharusnya sistem yang digunakan untuk menentukan alokasi anggaran bersifat bottom up dari pihak Bappeda sudah memberikan plafon anggaran dengan jumlah dana baik untuk sarana dan prasarana maupun untuk program pengendalian masalah kesehatan tetapi pada kenyataannya belum siap dengan kebutuhan riil puskesmas, selain itu juga ada beberapa kebijakan yang harus dipikirkan dan menjadi bahan pertimbangan membuat RKA yang telah disusun tidak mampu memenuhi secara maksimal kebutuhan untuk mengendalikan masalah kesehatan di lapangan…”)
rangka
menentukan intervensi masalah kesehatan berdasarkan
urutan
prioritas
yang
pada
akhirnya akan didukung melalui pendanaan. Namun
berdasarkan
keterangan
yang
diperoleh dari Kepala Puskesmas bahwa selama ini metode tersebut belum pernah dilaksanakan.
Sama
halnya
pula
ketika
dikonfirmasi dengan Kepala Bidang, Kepala Sub Bagian Perencanaan dan Kepala Dinas, maka
dapat kita lihat pada kutipan berikut
ini: Jawaban 3: KBP
KPDK
:“…yaaa memang untuk pelaksanaan metode penentuan prioritas masalah kesehatan belum dilaksanakan, selama ini penentuan anggaran itu hanya berdasarkan proyeksi dari tahun ke tahun , hamper nda pernah berubah sistem itu trus tu ja pake, karna torang juga harus sesuaikan dengan plafon yang da kase, karna memang belum juga perna beking kajian khususnya ni penanganan DBD ini …” (“…Untuk pelaksanaan metode penentuan prioritas masalah kesehatan belum pernah dilaksanakan, penentuan besarnya anggaran selalu hanya berpatokan pada proyeksi setiap tahunnya, dan sistem ini terus yang digunakan, juga selama ini belum pernah membuat kajian khusus untuk penanganan masalah DBD …”)
KDK
:”…tidak pernah dilakukan, seharusnya sistem yang torang pake for menentukan anggaran itu sifatnya bottom up, dari Bappeda so kse plafon anggaran for torang dengan jumlah dana sekian dengan rincian untuk
72
:“…memang untuk menyusun anggaran berdasarkan prioritas masalah kesehatan belum secara maksimal torang lakukan,tapi upaya untuk bergerak ke arah sana tahap demi tahap akan torang mo beking,masalah kesehatan ini cukup kompleksitas, khusus untuk DBD Minahasa Utara adalah salah satu Kabupaten yang memang tidak dapat dipungkiri memberi kontribusi yang besar untuk gambaran jumlah penderita di Sulawesi Utara dengan jumlah kasus
yang tinggi pada semester 1 Tahun 2015, torang akui bahwa Minahasa Utara ini merupakan pintu maso dari Kota Bitung deng Kota Manado dimana Minahasa Utara itu ada di tenga-tenga dua kota besar di Sulawesi Utara, sehingga sangat berpotensi meningkatnya angka kasus DBD, yang seharusnya di tunjang deng pendanaan, inilah yang menjadi torang pe bahan evaluasi untuk perbaikan, khususnya dalam menentukan besarnya anggaran berdasarkan prioritas masalah kesehatan …” (“…Penyusunan anggaran berdasarkan prioritas masalah kesehatan belum dilaksanakan secara maksimal, akan tetapi hal tersebut akan diupayakan tahap demi tahap. Masalah kesehatan adalah masalah yang sangat kompleks, khusus untuk DBD dimana Kabupaten Minahasa Utara berada di tengah-tengah dua Kota besar yang ada di Provinsi Sulawesi Utara, yaitu Kota Manado dan Kota Bitung ini merupakan pintu masuk yang memungkinkan angka kasus DBD meningkat yang seharusnya ini dalam upaya pengendaliannya di tunjang dengan pendanaan yang maksimal berdasarkan kebutuhan di lapangan, dan hal ini menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan ke depan …”) Metode
penetapan
prioritas
. Hal ini dapat dilihat dalam hasil wawancara dengan informan pengelola program dan staf surveilans epidemiologi pada Dinas Kesehatan berikut ini:
Pertanyaan 4: Apakah pernah dilakukan pengumpulan data di lapangan dalam rangka prioritas masalah kesehatan ? Jawaban 4 :
yang penting dalam menentukan besarnya alokasi biaya berdasarkan urutan prioritas, meskipun belum maksimal dilakukan, namun apakah metode pengumpulan data di lapangan dilakukan
sebagai
dasar
PPKM1
:”…ya, torang pasti punya data yang riil di lapangan, karena torang juga ja turun langsung untuk mendampingi petugas lapangan sekaligus memantau jalannya fogging deng lain-lain, jadi data itu selalu ada dan ter update, dari jumlah desa yang so fogging, jumlah kasus by name by addres, Cuma biasanya data itu nda ta pake untuk penyusunan kegiatan deng anggaran Cuma pake for pelaporan ke Dinas Kesehatan …” (“…ya data itu pasti tersedia, karena pemegang program juga ikut mengambil bagian untuk mendampingi petugas lapangan turun langsung memantau, akan tetapi data yang ada biasanya tidak dijadikan dasar penentuan prioritas untuk penyusunan anggaran hanya sebagai kelengkapan untuk pelaporan rutin di Dinas Kesehatan…”)
PPKM2
:“…iya pasti, torang sebagai pemegang program DBD di Puskesmas memang musti ada data, karena rutin torang musti ja laporkan ke Dinas Kesehatan, walaupun selama ini nda ja pake for penentuan alokasi anggaran untuk intervensi upaya pengendalian DBD ini…”
untuk
intervensi masalah kesehatan merupakan hal
pernah
menentukan
untuk
menentukan alokasi anggaran yang dibutuhkan
73
(“…Iya, sebagai pemegang program DBD di Puskesmas data harus selalu ada, karena rutin dilaporkan ke Dinas Kesehatan…”)
data hanya untuk memenuhi kewajiban pelaporan, data tidak digunakan untuk menjadi bahan pertimbangan, namun pada saat terjadi KLB DBD di Kabupaten Minahasa Utara yang ditetapkan berdasarkan data peningkatan jumlah kasus yang sangat signifikan ,maka berdasarkan data dan penetepan Dinas Kesehatan melakukan kajian sehingga mendapat bantuan dan secara langsung oleh Pemerintah Daerah sebagai bentuk perhatian Pemerintah dalam upaya pengendalian DBD di Kabupaten Minahasa Utara …”)
Data di lapangan merupakan pedoman untuk penyusunan prioritas intervensi masalah kesehatan, namun tidak demikian yang terjadi, data
yang
program
dikumpulkan
oleh
pemegang
Puskesmas
hanya
dijadikan
di
sebagai
bahan
semester
dan
pelaporan tahunan
.
rutin Seperti
bulanan, halnya
dikatakan oleh staf surveilans epidemiologi pada Dinas Kesehatan berikut ini:
Implementasi upaya pengendalian DBD
Jawaban 4: SSDK
perlu menyusun perhitungan analisis biaya :“…mengenai data, pemegang program wajib pegang data, data yang ada pa dorang harus diisi lengkap for mo kase maso pa torang di Dinas Kesehatan dengan waktu yang so disepakati bersama yaitu nimbole lewat dari tanggal 5 bulan berjalan, karna torang juga di Dinas Kesehatan Kabupaten musti kse maso laporan di Dinas Kesehatan Propinsi, jadi torang rekap dlu samua tu Puskesmas pe data baru isi di form nya provinsi, dan biasanya data yang so ada itu nda pernah pake for dasar penentuan prioritas intervensi masalah kesehatan, tu data hanya untuk kebutuhan pelaporan.kalopun ada hanya pada waktu terjadi outbreak DBD pada tahun 2015, itu ditetapkan berdasarkan data peningkatan jumlah kasus yang sangat signifikan sehingga melalui tu data torang beking kajian KLB dan mendapat bantuan dana langsung dari Pemerintah Daerah …” (“…pemegang program wajib memiliki data yang lengkap,
(unit cost) berapa besar dana yang seharusnya dibutuhkan dalam upaya intervensi masalah kesehatan
ini
sehingga
gambaran berapa
kita
seharusnya
mendapat dana
yang
dibutuhkan untuk pengendalian masalah ini dengan membandingkan alokasi APBD yang diberikan selang 3 tahun terakhir ini, hal ini dapat kita lihat pada hasil wawancara berikut ini: Pertanyaan 5: Apakah
pernah
membuat/menyusun
perhitungan analisis biaya (unit cost) program upaya pengendalian DBD ? Jawaban 5: PPKM1
PPKM2
74
:“…nda pernah beking itu…” (“…tidak pernah dilakukan hal tersebut…”) :“…torang, nda pernah dapa pangge / dapa suruh beking itu…” (“…tidak pernah dilakukan hal tersebut…”)
Perhitungan analisis biaya tidak pernah
KDK
dilakukan oleh pemegang program, dilakukan kroscek dengan informan : Kepala Puskesmas, Kepala Seksi P2MPL dan Kepala Bidang P2MPL dan Kepala Dinas Kesehatan, dapat dilihat dalam hasil wawancara berikut ini: Jawaban 5: KPKM1
KPKM2
KSDK
KBP
:“…Harusnya ada, tapi yah tidak pernah dilaksanakan…” (“…Seharusnya ada, tetapi di Puskesmas tidak pernah melaksanakannya…”)
:”…perhitungan unit cost khusus untuk pengendalian DBD belum pernah torang laksanakan, yang seharusnya itu dibuat untuk menentukan besarnya alokasi anggaran…” (“…perhitungan unit cost belum pernah dilakukan, yang seharusnya di susun bersama untuk menentukan besarnya alokasi anggaran yang harus dipenuhi …”)
Perhitungan unit cost dalam upaya
:”…untuk perhitungan seperti itu belum pernah torang beking…” (“…belum pernah dilakukan oleh Puskesmas…”)
intervensi masalah kesehatan pengendalian
:”…seharusnya itu dibuat, karena ini sangat penting untuk jadi torang pe bahan kajian dalam penyusunan alokasi anggaran nanti, sehingga setelah ada perhitungan unit cost berdasarkan fakta data di lapangan torang boleh mo upayakan usulan anggaran yang sesuai dengan yang dibutuhan, cuman hal ini tidak pernah di buat…” (“…seharusnya ini dillakukan karena ini sangat penting dan akan sangat membantu dalam penyusunan alokasi anggaran, dengan adanya kajian data di lapangan dan perhitungan kebutuhan unit cost, makan usulan yang diberikan dapat diterima, akan tetapi hal ini belum pernah dilaksanakan.…”) :”…memang katu untuk yang satu ini, belum pernah dilakukan, menjadi masukan pa torang ini agar kedepannya dapat dilaksanakan…” (“…hal ini belum pernah dilaksanakan, dan dengan ini menjadi bahan masukan untuk kedepannya…”)
yang dipakai untuk mendapatkan besaran
DBD di Kabupaten Minahasa Utara tidak pernah dibuat oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan, maka perlu diketahui metode apa
anggaran yang di butuhkan dalam upaya pengendalian DBD ini. Informan Kepala P2MPL memberikan jawaban demikian: Pertanyaan 6: Metode apa yang digunakan untuk perhitungan analisis biaya program upaya pengendalian DBD di Kabupaten Minahasa Utara ?
Jawaban 6 : KBP
75
:”…untuk penyusunan anggaran dalam hal ini khususnya pengendalian DBD, kita so delegasikan tugas ini pa staf surveilans epidemiologi yang so biasa beking torang pe RKA bidang, tapi tetap kita verifikasi sebelum kse maso pa sub bidang perencanaan…” (“…untuk penyusunan anggaran khususnya program pengendalian DBD ini, saya sudah mendelegasikan tugas ini kepada staf surveilans epidemiologi untuk menyusun
RKA bidang, namun sebelum di masukkan ke sub bagian perencanaan sudah saya periksa dan verifikasi terlebih dahulu…”)
perencanaan terlebih dahulu diperiksa dan diverifikasi oleh kepala bidang …”) Keberhasilan suatu program intervensi masalah kesehatan salah satu faktor penting
Mengingat
betapa
pentingnya
ditentukan
oleh
kemampuan
menyusun
penyusunan rencana kegiatan dan anggaran
analisis perhitungan anggaran sehingga titik
yang akan dipakai pada tahun anggaran yang
pertemuan
akan datang, maka dilakukan kroscek kepada
anggaran berjalan optimal , dengan demikian
informan staf surveilans epidemiologi pada
dapat dievaluasi sampai sejauh mana atau
Dinas Kesehatan yang dapat dilihat dalam
seberapa besar manfaat/kontribusi analisis
kutipan berikut ini:
biaya terhadap keberhasilan program upaya
Jawaban 6:
pengendalian DBD di Kabupaten Minahasa
SSDK
:”…ya, memang kita hamper selalu mendapatkan pendelegasian tugas dari Kepala Bidang untuk menyusun RKA, dan metode yang ja pake seperti pada taon-taon sebelumnya, yaitu lihat dlu pagu/plafon anggaran yang so ditetapkan for torang pe bidang, kemudian dibagi setiap sub bidang dialokasikan anggaran dengan mengacu di anggaran – anggaran tahun sebelumnya dan mengestimisasi sendiri kebutuhan di tahun yang akan datang, selanjutnya kse priksa pa kepala bidang sebelum kse maso ke bagian sub bidang perencanaan…” (“…iya, saya selalu mendapatkan tugas dari kepala bidang untuk menyusun rencana kerja dan anggaran yang akan dipakai pada tahun berikutnya, dengan cara mengetahui terlebih jumlah pagu/plafon yang diberikan untuk bidang kemudian di bagi anggarannya kepada setiap sub bidang dengan berpedoman pada alokasi anggaran pada tahun sebelumnya dan memperkirakan sendiri kebutuhan untuk tahun berikutnya, dan sebelum dimasukkan ke sub bidang
kesesuaian antara program dan
Utara. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara kepada informan staf petugas surveilans
epidemiologi,
Kepala
Bidang
P2MPL, dan Kepala Dinas Kesehatan berikut ini : Pertanyaan 7: Seberapa besar manfaat/kontribusi analisis biaya terhadap upaya pengendalian demam berdarah dengue ? Jawaban 7 SSDK
76
:”… memang katu dari awal torang belum pernah beking tu perhitungan analisis biaya khusus penanganan DBD ini, jadi kalo mo bicara manfaat analisis biaya terhadap keberhasilan program upaya pengendalian DBD nda bisa torang ukur karena metode tersebut blum pernah torang buat, tetapi kalo untuk alokasi APBD sendiri memang rasanya blum cukup untuk mo biayai ni program upaya pengendalian DBD …” (“…dari awal metode perhitungan analisis biaya khusus untuk menangani DBD ini belum pernah dilaksanakan, jadi belum bisa terukur, akan
tetapi untuk alokasi APBD terhadap pembiayaan program upaya pengendalian DBD dana yang dianggarkan belum mencukupi…”)
Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh
informan
bahwa
metode
maka menyadari betapa pentingnya aspek penyusunan anggaran,maka perlu diketahui bagaimana mekanisme penyusunan anggaran khususnya upaya pengendalian DBD ini seperti hasil wawancara berikut ini: Pertanyaan 8: Bagaimana mekanisme penyusunan anggaran untuk program pengendalian DBD? Jawaban 6: SSDK
Kedua informan memberikan jawaban bahwa manfaat belum bisa dirasakan sehingga keberhasilan program belum dapat diukur. Hal ini juga ditegaskan oleh Kepala Dinas Kesehatan berikut ini: Jawaban 7: KDK
tiga
perhitungan analisis belum pernah dilakukan,
:“…karena katu memang pada dasarnya torang belum pernah menghitung analisis biaya untuk pengendalian DBD ini maka manfaatnya belum bisa dapa ukur , mungkin untuk kedepan metode ini boleh torang mo terapkan…” (“…karena pada dasarnya memang belum pernah membuat perhitungan analisis biaya, sehingga manfaatnya belum bisa dirasakan dan belum dapat diukur, menjadi harapan kedepan metode ini dapat diterapkan …”)
KBP
ke
:”… untuk penyusunan perhitungan biaya pada program-program kesehatan di Dinas Kesehatan tetap menyusun tapi sifatnya menyeluruh, khusus untuk analisis biaya atau unit cost kebutuhan anggaran khusus DBD memang belum dilaksanakan, hal ini menjadi masukan untuk kedepan yang lebih baik …” (“…Penyusunan perhitungan biaya pada program-program kesehatan dilakukan secara umum, untuk perhitungan analisis biaya secara khusus upaya pengendalian DBD belum pernah dilaksanakan, dengan demikian ini menjadi bahan masukan untuk perbaikan ke depan …”)
KPDK
77
:“…seperti yang kita so jelaskan sebelumnya bahwa anggaran yang torang susun berpatokan di RKA di taon-taon sebelumnya, itu kita susun sendiri tapi tetap ja koordinasi deng kepala bidang…” (“…seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penyusunan anggaran hanya berdasarkan pada RKA di tahun-tahun sebelumnya, saya yang menyusun sendiri akan tetapi koordinasi dengan Kepala Bidang tetap dilakukan…”) :”…jadi disini torang pe mekanisme penyusunan anggaran, begini langkah pertama torang menerima plafon/pagu anggaran dari Bapedda, trus anggaran itu torang kse tau pa masingmasing bidang untuk dorang mo susun RKA bidang, trus setelah RKA so klar susun torang masukkan itu ke format usulan secara keseluruhan satu dinas punya, mar sebelum itu torang ja konfirmasi deng penanggung jawab RKA bidang ketika torang temui dorang pe penyusunan anggaran itu tidak sesuai deng capaian taon sebelumnya, jadi ada konfirmasi dulu serta
persetujuan kepala dinas baru disetujui RKA nya, setelah itu bukang berarti bahwa tu anggaran so fix, setelah torang pe RKA so jadi torang pe kadis harus menyampaikan itu pada forum pembahasan anggaran pada komisi C yang membawahi bidang kesehatan DPRD Kabupaten Minahasa Utara hasil pembahasan bisa saja ta tambah tu anggaran namun bisa juga ta kurang, jadi setelah pembahasan deng dewan harus kase sesuai lagi deng keputusan pembahasan, begitu seterusnya sehingga setelah mendapat angka pagu yang pasti baru kse maso di aplikasi untuk pengisian RKA tahun yang akan berjalan ke depan …” (“…mekanisme penyusunan anggaran dilakukan sebagai berikut , sebagai langkah awal Dinas Kesehatan mengetahui terlebih dahulu plafon/pagu yang diberikan oleh Bapedda, kemudian setelah itu diinformasikan kepada seluruh bidang untuk menyusun RKA berdasarkan pagu, setelah RKA bidang sudah selesai maka sebelum bidang perencanaan menginput maka apabila temukan ketidaksesuaian antara alokasi anggaran dengan pencapaian program di tahun sebelumnya maka dilakukan konfirmasi dengan bidang tersebut dan menunggu persetujuan dari kepala dinas untuk dimasukkan dalam RKA, setelah RKA keseluruhan sudah tersusun bukan berarti penganggaran telah final, akan tetapi usulan anggaran tersebut harus dibahas dalam forum pembahasan anggaran bersama komisi C yang membawahi bidang kesehatan DPRD kabupaten MinahasaUtara, dan hasil pembahasannya bisa saja anggarannya bertambah namun sebaliknya anggaran bisa
menurun. Jadi harus dilakukan lagi penyesuaian setelah selesai pembahasan, begitu seterusnya sampai mendapat angka yang pasti yang nantinya akan diisi pada aplikasi RKA yang akan digunakan pada tahun kedepan…”) Keefektifan dalam proses penyusunan anggaran ini tidak saja mampu ditentukan oleh satu pihak,
tetapi akan lebih baik apabila
penyusunan ini dilakukan oleh tim kecil yang di
pandang
membantu
memiliki
kompetensi
untuk
memberikan
masukan,
bahan
pertimbangan sehingga alokasi anggaran bisa tepat sasaran. Apakah hal ini sudah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa utara. Hal ini dapat kita ketahui berdasarkan hasil wawancara sebagai berikut: Pertanyaan 9: Apakah pernah melakukan pembentukan tim penyusunan anggaran ? Jawaban 9:
78
SSDK
:”…nda pernah bentuk tim,kalo verifikasi tetap dilakukan mar klo untuk bentuk tim khusus penyusunan program dan anggaran nyada pernah …” (“…tidak pernah, untuk verifikasi tetap dilakukan tetapi untuk membentuk tim khusus tidak pernah dilakukan…)
KBP
:”…nyanda pernah bentuk itu…” (“…tidak pernah dilakukan…”)
KPKM1
:”…nyanda pernah bentuk itu dan selama ini belum pernah di panggil oleh Dinas Kesehatan untuk pembentukan tim tersebut…” (“…tidak pernah dilakukan, dan selama ini belum pernah di
panggil oleh Dinas Kesehatan untuk membentuk tim tersebut…”)
Tiga
informan
menyatakan
:”…na ini no yang selalu menjadi torang pe kendala, karena memang nda samua mar adakalanya apa yang torang usulkan tidak terakomodir dalam APBD ada juga bahkan program yang penting tidak ada alokasi anggaranya, dan ada juga yang sering kami alami yaitu dana tersedia tetapi kurang sehingga torang musti mensiasati dana yang so tertata yang pada akhirnya capaian tidak maksimal depe kata lain target tidak tercapai karna keterbatasan anggaran ini …” (“…hal ini yang menjadi kendala dari pihak Dinas Kesehatan, karena seringkali terjadi ketidaksesuaian antara anggaran yang diusulkan dengan alokasi yang diberikan sehingga mengakibatkan program yang harus menyesuaikan dengan anggaran sehingga pencapaian target tidak maksimal.
KDK
bahwa
pembentukan tim penyusunan program dan anggaran tidak pernah dilakukan, hal ini di jelaskan pula oleh Kepala Dinas Kesehatan : Jawaban 9: :“…mengenai pembentukan tim untuk penyusunan anggaran memang belum pernah di bentuk, Cuma dalam penyusunan anggaran ini verifikasi dari setiap kepalakepala bidang sebagai penanggung jawab program harus dilakukan yang kemudian dikoordinasikan ke saya sebagai kepala dinas, jadi untuk tim khusus blum ada tapi rapat pimpinan untuk membahas alokasi anggaran selalu torang ja laksanakan …” (“…tentang pembentukan tim untuk penyusunan anggaran belum pernah dibentuk, tetapi yang dilaksanakan adalah rapat pimpinan untuk mengkoordinasikan penyusunan alokasi anggaran agar ada kesesuaian …”)
KDK
Pengalokasian anggaran yang tidak sesuai dengan usulan yang disampaikan menyebabkan terjadinya gap yaitu target telah ditetapkan namun tidak didukung dengan pendanaan, sehingga pencapaian tidak sesuai dengan yang diharapkan, hal ini juga di benarkan melalui penjelasan Kepala Sub
Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
Minahasa
dalam
surveilans epidemiologi dinas kesehatan dan
melaksanakan program pengendalian Demam
Kepala Puskesmas melalui wawancara berikut
Berdarah Dengue ini mendapatkan kendala ,
ini :
seperti
Jawaban 10:
diungkapkan
Utara
Bidang Perencanaan Dinas Kesehatan, staf
oleh
Kepala
Dinas
Kesehatan Kabupeten Minahasa Utara, yakni:
KPDK :
Pertanyaan 10: Bagaimana kesesuaian antara usulan anggaran dengan alokasi yang diberikan? Jawaban 10:
79
“…untuk yang satu ini memang selalu menjadi kendala, torang so berusaha susun tu anggaran berdasarkan apa yang diusulkan bidang bahkan juga yang menjadi kebutuhan di lapangan mar nda bisa semua bole ta akomodir, dalam hal ini ada
banya kebijakan yang harus jadi torang pe bahan pertimbangan, so itu kadang-kadang bingung juga menyiasati hal ini namun depe inti torang selalu musti berkoordinasi dengan kepala dinas sebagai pimpinan …” (“…ketidaksesuaian antara alokasi anggaran yang diberikan dengan usulan yang dibuat tidak sesuai, ada banyak kebijakan yang harus dipertimbangkan sehingga bagian perencanaan seringkali merasa bingung dalam menyiasati kondisi seperti ini, namun pada dasarnya tetap dikoordinasikan dengan Kepala Dinas sebagai pimpinan …”) SSDK
tetap dilaksanakan karena pusat telah menetapkan target dan perkembangannya terus dievaluasi oleh Dinas kesehatan Provinsi sebagai bahan pelaporan …”) :“…banya dan kali nda sesuai kasian depe anggaran deng torang pe usulan, kebanyakan yang terjadi kurang selalu, sehingga torang menyiasati deng cara kelebihan sedikit di program yang laeng torang pake se tamba-tamba for program yang penting mar kurang depe dana, jadi kurang ja sharing dana supaya program tetap jalan …” (“…kebanyakan tidak sesuai antara usulan dengan alokasi dana yang diberikan. Berbagai cara dillakukan seperti contoh melakukan sharing dana untuk program lain yang berkelebihan sedikit anggarannya di pakai untuk menutupi kekurangan pada program lainnya, sehingga pelaksanaan program tetap berjalan…”)
PPKM1
:“…nyanda sesuai ..kebanyakan ..apa yang torang usul nyanda sama dengan yang torang harapkan depe anggaran sehingga kurang mo cari cara dimana program tetap jalan walaupun anggaran hanya sekian, apalagi torang pe bidang torang harus akui bahwa membutuhkan dana yang cukup besar karena menangani masalah kesehatan yang sifatnya langsung berkaitan deng masyarakat, apa boleh buat torang tetap harus jalankan program karena target Pemerintah Pusat so ditetapkan dan itu dievaluasi terus oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan juga bahan pelaporan di kabupaten…” (“…sebagian besar usulan anggaran tidak sesuai dengan alokasi yang diberikan sehingga berbagai cara dilakukan agar program tetap harus dijalankan meskipun dana tidak sesuai, pada kenyataannya bidang P2MPL merupakan bidang yang membutuhkan dana yang cukup besar karena menangani masalah kesehatan yang sifatnya langsung berkaitan dengan masyarakat, program harus
Untuk bisa mengendalikan masalah DBD ini komponen anggaran melekat sebagai bagian
yang
penting.
Seberapa
besar
keberhasilan program melalui alokasi APBD yang diberikan dapat disimak seperti dari hasil wawancara mendalam dengan Kepala Dinas Kesehatan berikut ini: Pertanyaan 11: Seberapa besar keberhasilan program upaya pengendalian DBD melalui alokasi anggaran yang diberikan? Jawaban 11 : KDK
80
:“…berbicara tentang keberhasilan program atas kontribusi alokasi APBD khususnya upaya pengendalian
DBD itu relative, karna pada kenyataannya torang pe usulan tidak terakomodir secara optimal, jadi sebagaimana semampunya torang melakukan yang terbaik maka sampai disitu torang pe pencapaian, torang ini membawahi 11 puskesmas dengan beragam karakteristik topografi, gaya hidup/budaya masyarakat, dan hal-hal lain yang mempengaruhi sehingga ada program yang berhasil di kecamatan a, namun sebaliknya ada pula yang tidak berhasil nah…ada banya faktor yang mempengaruhi hal-hal tersebut,contoh manajeman puskesmas yang bervariasi, kemampuan sumber daya manusia, namun depe kesimpulan torang tetap terus berupaya bekerja dengan maksimal …” (“…keberhasilan program atas kontribusi APBD relative, karena pada dasarnya usulan tidak sesuai dengan alokasi anggaran maka program harus tetap berjalan sesuai dengan kemampuan yang ada. Dinas Kesehatan membawahi 11 Puskesmas dengan beragam karakteristik topografi, gaya hidup/budaya masyarakat dan hal-hal lainnya membuat ada program yang berhasil di wilayah tertentu namun tidak untuk wilayah lainnya, ada banyak faktor yang mempengaruhi hal-hal tersebut misalnya manajeman Puskesmas yang bervariasi, sumber daya manuasia yang berbeda misalnya manajeman Puskesmas yang bervariasi, kemampuan sumber daya manuasia yang berbeda, dll yang pada intinya tetap beupaya untuk bekerja secara maksimal …”)
Dari hasil wawancara dengan Kepala Bidang P2MPL didapatkan jawaban seperti demikian: Jawaban 11: KBP
81
:“…bicara soal keberhasilan program melalui alokasi APBD secara umum bole mo dikatakan belum berhasil, karena sebagai contoh tahun 2015 kemarin semester 1 Kabupaten Minahasa Utara dinyatakan sebagai daerah kejadian luar biasa menduduki peringkat 1 dengan jumlah kasus tertinggi se – Sulawesi Utara mar nda ada dana untuk penanggulangan KLB dari APBD, torang dari bidang so kse maso dan harapharap itu tercover dalam APBD namun kenyataan final tidak terakomodir lagi dalam APBD 2015, sehingga langkah yang torang ambil adalah membuat kajian KLB dan memasukkan proposal bantuan dana langsung dari Pemerintah daerah untuk penanganan masalah ini, syukur jo pemerintah daerah kase respon positif sehingga torang boleh dapa bantuan, dalam ini katu bukang mo cari sapa yang salah, mar sama deng da jelaskan tadi bahwa ada begitu banya kebijakan politik juga yang turut iko mempengaruhi ni sistem, karna pada saat itu di tahun 2015 adalah tahun politik, sehingga penyesuaian terus dilakukan namun disamping itu katu kinerja tetap dilaksanakan dengan baik dan untuk sekarang ini dana KLB so maso ulang dalam APBD …” (“…mengenai keberhasilan program melalui alokasi APBD secara garis besar dapat dikatakan belum berhasil, sebagai contoh pada tahun 2015 semester 1 Kabupaten Minahasa Utara ditetapkan sebagai daerah Kejadian Luar Biasa untuk DBD
(“…rapat evaluasi khusus untuk membahas penanganan DBD tidak pernah dilakukan, hanya selalu di gabung dengan rapat evaluasi program secara keseluruhan…”)
dengan jumlah kasus tertinggi di Sulawesi Utara namun tidak ada dana untuk penanganan masalah tersebut. Langkah yang di tempuh adalah Dinas Kesehatan membuat kajian KLB dalam bentuk proposal bantuan dana langsung dari Pemerintah daerah dan langkah ini mendapat respon positif dari Pemerintah Daerah. Dalam hal ini tidak ada yang dapat dipersalahkan, sama seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa kebijakankebijakan politik yang mempengaruhi sistem salah satunya sistem penganggaran, mengingat pada saat itu juga adalah merupakan tahun politik, sehingga banyak melakukan penyesuaian, tanpa mengabaikan kinerja …”)
KBP
:”…Nyanda pernah laksanakan rapat evaluasi untuk penanganan DBD …” (“…tidak pernah dilaksanakan…”)
KDK
:”…rapat evaluasi torang disini dilaksanakan rutin tiap selesai 1 triwulan tapi yang dibahas so keseluruhan program dan penyerapan anggaran, memang kalo untuk rapat evaluasi penanganan DBD belum pernah dilakukan …” (“…rapat evaluasi rutin dilaksanakan setiap selesai satu triwulan, akan tetapi pembahasan dalam rapat tersebut adalah keseluruhan program dan penyerapan anggaran dari seluruh kegiatan, untuk pembahasan khusus upaya penanganan DBD belum pernah dilakukan …”)
Penilaian keberhasilan suatu program kesehatan
tidak
lepas
dari
pelaksanaan
monitoring dan evaluasi. Pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi ini bertujuan untuk mengukur pencapaian target di lapangan dan juga sebagai bahan pertimbangan menyusun
Adapun jawaban dari ke tiga informan
stratetegi yang lebih baik untuk keberhasilan
sama yaitu, rapat evaluasi khusus penanganan
program . Apakah hal ini dilakukan oleh Dinas
upaya pengendalian DBD belum pernah
Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara . Hal
dilakukan.
dapat kita lihat dalam kutipan wawancara
Rapat
dibawah ini:
program
untuk
tidak, dengan melakukan evaluasi ini dapat
upaya
diketahui
pengendalian Demam Berdarah Dengue?
dana-dana yang sudah dicairkan
apakah sesuai dengan capaian target yang
Jawaban 12: PPKM1
bertujuan
dengan realisasi anggaran apakah sesuai atau
Apakah pernah dilakukan rapat evaluasi pelaksanaan
ini
mengevaluasi antara pelaksanaan kegiatan
Pertanyaan 12:
tentang
evaluasi
ditentukan dan apakah itu berjalan sesuai
:”…kalau khusus untuk rapat evaluasi yang mo bahas DBD nda pernah, Cuma selalu digabung deng rapat secara umum…”
ketepatan waktu. Hal ini dapat kita lihat pada hasil wawancara berikut ini. Pertanyaan 13:
82
Apakah pernah dilakukan penyesuaian antara
dengan keadaan di lapangan,
kegiatan dalam pengendalian DBD dengan
karena pelaksanaan SOP mulai
realisasi anggaran?
dari perencanaan samapai pada tahap evaluasi belum berjalan
Jawaban 13
secara optimal…”)
:”…iya, torang di bidang ja inventarisir no tu kegiatankegiatan yang so cair, kepala bidang katu ja kumpul pa torang trus ja evaluasi tu dana-dana yang so cair kase cocok deng capaian program di lapangan…” (“…ya, semua kegiatan yang dananya sudah terealisasi di cocokkan oleh kepala bidang dengan capaian program di lapangan…”)
SSDK
Upaya pengendalian Demam Berdarah Dengue ini berhubungan langsung dengan masyarakat sebagai contoh : penyuluhan pemberantasan
Jawaban
yang
diberikan
oleh
nyamuk
melalui
kegiatan 3M plus yang sasarannya adalah masyarakat, selain itu juga kegiatan fogging atau penyemprotan yang langsung menyentuh pemukiman masyarakat, dimana dalam hal ini
:”…iya, torang selalu evaluasi dana-dana yang so cair deng keadaan di lapangan harus sesuai …” (“…ya,selalu dilakukan evaluasi untuk dana-dana yang sudah tersealisasi harus sesuai dengan keadaan di lapangan …”)
KBP
sarang
perlu
ada
pemantauan
pelaksanaan
di
lapangan. Apakah hal ini sudah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara. Hal dapat kita lihat dalam kutipan berikut ini: Pertanyaan 14:
staf
Apakah
dari
Dinas
Kesehatan
pernah
surveilans epidemiologi dan Kepala Bidang
melakukan pengecekan langsung (kroscek
P2MPL
lapangan)
sama
yaitu
selalu
melakukan
penyesuaian, namun hal berbeda dengan
DBD ?
jawaban yang diberikan oleh Kepala Sub
Jawaban 14:
Bidang Perencanaan yaitu sebagai berikut:
SSDK
Jawaban 13: KPDK
kegiatan-kegiatan
pengendalian
:”…oh iya, torang selalu turun langsung cek tu pelaksanaan
dana-dana
kegiatan, bahkan torang juga
yang so cair for kegiatan nda
iko ambe bagian turun kase
sesuai
penyuluhan,
:”…seringkali
deng
tu
realisasi
di
lapangan, karena pelaksanaan
pantau
SOP mulai dari
fogingg…”
perencanaan
torang
turun
langsung
(“…Ya,
belum bajalan optimal…”
langsung
(“…terkadang dana-dana yang
melaksanakan
sudah terealisasi tidak sesuai
DBD ini sebagai contoh : kami
di
juga
ba
sampe depe evaluasi program
83
kami
tu
turun
lapangan pengendalian
juga
ikut
Puskesmas
bersama
dengan
sisip di penyampaian untuk upaya pengendalian DBD ini…” (“…belum pernah melaksanakan rapat koordinasi dengan lintas sector, hanya menghadiri rapat koordinasi di kecamatan dan menyisipkan dalam penyampaian tentang upaya pengendalian DBD …”
memberikan
penyuluhan, dan ikut memantau pelaksanaan fogging …”)
KBP
:”…ya, itu pasti torang so punya jadwal untuk turun langsung ke lapangan, torang ja penyuluhan sama-sama deng puskesmas, selain itu juga torang ja laksanakan pemantauan pelaksanaan fogging, deng nda lupa torang selalu kase bimbingan teknis for puskesmas…” (“…ya, sudah ada jadwal untuk turun lapangan, memberikan penyuluhan berkerja sama dengan puskesmas, memantau pelaksanaan fogging, dan selalu memberikan bimbingan teknis kepada puskesmas…”)
PPKM2
Jawaban yang senadapun diberikan oleh Kepala Bidang melalui wawancara sebagai berikut ini: Jawaban 15: KBP :”…memang untuk pelaksanaan rapat koordinasi lintas sector belum pernah torang beking, yang seharusnya katu dilaksanakan itu, mungkin untuk ke depan torang dari pihak Dinas Kesehatan akan bekerja sama dengan Puskesmas melaksanakan kegiatan tersebut. Deng adanya itu torang boleh tatap muka langsung dengan kader, pala-pala, tokoh-tokoh masyarakat dan hukum tua/lurah untuk mo jalin kerjasama dalam upaya mengendalikan ni masalah DBD…” (“…untuk pelaksanaan rapat koordinasi lintas sector belum pernah dilaksanakan, dan ini menjadi masukan bagi kami dimana Dinas Kesehatan akan bekerja sama dengan Puskesmas untuk melakukan kegiatan ini, sehingga dengan adanya kegiatan ini dapat langsung bertatap muka dengan kader di desa, kepala lingkungan, tokohtokoh masyarakat, hukum tua/lurah untuk membahas upaya pengendalian Demam Berdarah Dengue Di kabupaten Minahasa Utara …”)
Upaya pengendalian DBD ini tidak hanya dapat dikerjakan oleh Dinas Kesehatan sendiri, melainkan membutuhkan kerjasama lintas sector termasuk di dalamnya pemberdayaan masyarakat, agar upaya ini dapat berjalan secara komprehensif dan berkesinambungan. Pelaksanaan koordinasi lintas sektor oleh Dinas Kesehatan dan jajarannya dapat dilihat dalam kutipan berikut ini: Pertanyaan 15: Apakah pernah melakukan rapat koordinasi lintas sector yang membahas tentang upaya pengendalian Demam Berdarah Dengue ? Jawaban 15: PPKM1
:”…nyanda pernah beking torang…” (“…tidak pernah melaksanakan rapat koordinasi lintas sector …”)
: “…kalo di puskesmas belum pernah mengundang lintas sector untuk mengadakan rapat koordinasi khusus membahas upaya pengendalian DBD, torang Cuma ja pigi di rakor kecamatan disitu no torang ja
84
berdasarkan
penentuan skala prioritas
belum terlaksana secara maksimal. 4. Mekanisme
KESIMPULAN DAN SARAN
Penyusunan
Anggaran
Program Pengendalian Demam Berdarah
A. Kesimpulan 1. Perencanaan Program dan Anggaran
Dengue.
Perencanaan program pengendalian DBD
Pelaksanaan
penyusunan
sudah dilakukan oleh puskesmas dan Dinas
puskesmas
dilakukan
Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara
Puskesmas dan staf dan untuk Dinas
secara berkala di setiap
Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara,
melalui
penyusunan
(Renja),
namun
tahun anggaran Rencana
anggaran oleh
di
Kepala
Kerja
dokumen rencana kegiatan dan anggaran
penyusunan
diisi oleh usulan setiap bidang yang
anggaran, data di lapangan belum secara
selanjutnya disatukan dalam dokumen
optimal dijadikan sebagai acuan kajian
rencana dan anggaran secara menyuluruh.
sehingga alokasi anggaran seringkali tidak
Mekanisme penyusunan anggaran untuk
sesuai dengan kebutuhan. Jumlah alokasi
substansi program pengendalian DBD
anggaran untuk program pengendalian
belum melalui kajian yang mendalam.
dalam
DBD tahun 2015 belum sesuai dengan
5. Pelaksanaan
usulan yang dibuat oleh Bidang P2MPL.
Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa skala
prioritas
DBD
baik
puskesmas maupun di Kabupaten dilaksanakan,
Evaluasi
Dengue
Kesehatan
pengendalian
dan
Program Pengendalian Demam Berdarah
2. Penetapan Prioritas Intervensi Masalah
Penetapan
Monitoring
di
upaya
Utara melakukan kegiatan monitoring dan
tingkat
evaluasi
Dinas Kesehatan
Minahasa sehingga
Utara
rutin
pengendalian
belum
monitoring
penganggaran
di
puskesmas
DBD. dan
terkait
Pelaksanaan
evaluasi
ini
berjalan
dengan baik, dimana Dinas Kesehatan
kegiatan intervensi masalah kesehatan
Kabupaten Minahasa Utara
sesuai tingkat kebutuhan belum efektif.
melakukan
koordinasi
3. Pelaksanaan Analisis Biaya (perhitungan
Kesehatan
Provinsi
juga selalu
dengan
Dinas
Sulawesi
Utara,
unit cost)
puskesmas dan rumah sakit di wilayah
Pelaksanaan analisis biaya (perhitungan
kerja. Hasil monitoring dan evaluasi itu
unit cost) di Dinas Kesehatan Kabupaten
sendiri belum secara optimal digunakan
Minahasa Utara
pada saat
untuk bahan kajian penyusunan rencana
penyusunan rencana kerja dan anggaran
kegiatan dan anggaran. Penguatan kerja
berdasarkan perhitungan anggaran tahun
sama antara Dinas Kesehatan Kabupaten
sebelumnya. Adapun pelaksanaan analisis
Minahasa
biaya
untuk pengendalian DBD belum maksimal.
intervensi
dilakukan
masalah
kesehatan
85
Utara
dengan
stake-holders
2. Bagi Puskesmas di Kabupaten Minahasa Utara
B. Saran 1. Bagi
Dinas
Kesehatan
Kabupaten
a.
Meningkatkan
koordinasi
dengan
Minahasa Utara
Dinas Kesehatan dalam membuat
a.
Perlu adanya peningkatan kapasitas
pengusulan
melalui pelatihan bagi staf penyusun
anggaran
rencana kerja dan anggaran . b.
c.
b.
Meningkatkan dan mendorong peran
di Tingkat Kabupaten yang akan
pengendalian DBD di wilayah kerja
memverifikasi
masing-masing
usulan
yang
masyarakat
dimasukkan oleh puskesmas
kegiatan
Perlunya penyusunan prosedur tetap
nyamuk.
rencana
kerja
dalam
upaya
misalnya
dengan
pemberantasan
sarang
dan 3.
Perlunya penerapan
Bagi
Masyarakat
Kabupaten
Minahasa Utara
analisis biaya
satuan (perhitungan unit cost) dan
Perlu
penetapan skala prioritas dalam upaya
masyarakat dalam upaya pengendalian
pengendalian DBD.
DBD secara mandiri.
Meningkatkan sektoral
kerja
melalui
sama
kolaborasi
adanya
peran
serta
aktif
dari
lintas dan
koordinasi secara berkesinambungan
f.
dan
serta
anggaran
e.
kerja
Membentuk Tim Penyusun Anggaran
penyusunan
d.
rencana
3. Bagi Institusi Pendidikan
dalam pelaksanaan pengendalian DBD
Menjadi
di Kabupaten Minahasa Utara.
penelitian
Perlu adanya kerjasama dengan pihak
melakukan penelitian yang sama dengan
swasta dalam menyukseskan program-
implementasi upaya pengendalian DBD..
penelitian lanjutan
pembanding
dan
apabila
ingin
program pengendalian DBD misalnya kerjasama
sponsorship
untuk
penyediaan media informasi tentang
DAFTAR PUSTAKA
DBD ataupum event terkait lainnya g.
Beatty, M.E., P. Beutels, M.I. Meltzer, D.S.
Menjalin kerjasama dengan pihak
Shepard, J. Hombach, R. Hutubessy,
universitas (akademisi/peneliti) terkait
D. Dessis, L. Coudeville, B. Dervaux,
penelitian efektivitas program serta
O. Wichmann, H.S. Margolis, J.N.
analisis biaya dan cost-effectiveness upaya
pengendalian
DBD
Kuritsky. 2011. Health economics of
di
Dengue: A systematic literature review
Kabupaten Minahasa Utara
86
and expert panel’s assessment.Am J.
WHO,
Trop. Med. Hyg. 84 (3). Hal. 473-88 Dinkes
Kabupaten Profil
Minahasa
Dinas
RI,
for
diagnosis,
New edition. Geneva: WHO.
Minahasa
WHO, 2012. Global strategy for Dengue
Utara. Airmadidi. Kemenkes
Guidelines
treatment, prevention and control.
Utara.2015.
Kesehatan
2009.
prevention and control 2012-2020.
2009.
Undang-Undang
Geneva: WHO
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
WHO, 2016. Dengue and severe dengue.
2009 tentang kesehatan. Jakarta.
Diakses
dari
Kemenkes RI, 2011. Modul Pengendalian
http://www.who.int/mediacentre/factsh
Demam Berdarah Dengue. Jakarta:
eets/fs117/en/ . Diakses tanggal 9
Direktorat
April 2016
Jenderal
P2PL.
Kementerian Kesehatan RI. Kemenkes
RI.
2014.
Peraturan
Menteri
Kesehatan RI No.82 Tahun 2014 Tentang
Penanggulangan
Penyakit
Menular. Jakarta. Kemenkes
RI.2015a.
Kementerian
Rencana
Strategis
Kesehatan
Republik
Indonesia Tahun 2015-2019. Jakarta. Kemenkes
RI.
2015b.
Profil
Kesehatan
Indonesia Tahun 2015. Jakarta. Sulistyorini, E dan W. Trapsilowati. 2007. Kajian kinerja Dinas Kesehatan Kota Semarang
Tahun
pengendalian
2005
dalam
Demam
Berdarah
Dengue dari perspektif proses internal dan perspektif pembelajaran. Media Litbang Kesehatan 17 (1).hal. 1-8. Trapsilowati, W. dan Widiarti. 2013. Evaluasi implementasi
kebijakan
penanggulangan
Demam
Dengue
Kabupaten
di
Berdarah Pati.
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan 16 (3),hal.305-312
87