MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JUNI 2011
IMPLEMENTASI SEGMENTASI PEMBULUH DARAH RETINA PADA CITRA FUNDUS MATA BERWARNA MENGGUNAKAN PENDEKATAN MORFOLOGI ADAPTIF Dini Nuzulia Rahmah1, Handayani Tjandrasa2, Anny Yuniarti3 Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, ITS email :
[email protected],
[email protected],
[email protected] melalui pendeteksian lebih awal. Sehingga dari deteksi dini ini dapat memberikan penanganan yang sesuai pada penyakit mata. Pendeteksian awal dapat dilakukan dengan melihat pembuluh darah yang membesar, percabangan yang tidak normal pada pembuluh darah, dan sebagainya. Untuk mencari pembuluh darah retina dari citra retina dapat dilakukan dengan segmentasi pembuluh darah retina. Segmentasi pembuluh darah retina juga mempunyai manfaat lain, misalnya untuk mengukur penyempitan pembuluh darah retina, yang merupakan karakteristik dalam penderita hipertensi. Segmentasi untuk pembuluh darah retina juga penting untuk mendeteksi retinopathies diabetes non-proliferasi, seperti venous beading, dan neovascularizations. Pembuluh darah bifurcations juga dapat digunakan sebagai kontrol dalam registrasi citra dan proses perbandingan [4]. Oleh sebab itu, segmentasi terhadap pembuluh darah retina dapat menyediakan sebuah pemetaan dari pembuluh darah di retina yang dapat memudahkan penilaian karakteristik pembuluh darah tersebut. Pendeteksian manual terhadap pembuluh darah ini sulit dilakukan karena penampakan dari pembuluh darah pada citra retina cukup kompleks dan muncul dalam kontras yang rendah. Dalam Tugas Akhir ini penulis mengimplementasikan segmentasi pembuluh darah retina pada citra fundus mata berwarna menggunakan pendekatan morfologi adaptif. Kontribusi utama dari Tugas Akhir ini adalah menemukan pembuluh darah retina pada citra fundus mata berwarna dengan menggunakan proses segmentasi. Segmentasi yang dilakukan mampu mengatasi noise yang ada pada citra dan juga mampu mengurangi waktu segmentasi. Metode morfologi adaptif merupakan metode baru yang dapat digunakan untuk segmentasi pembuluh darah pada retina. Metode ini dirancang agar tidak terpengaruh dengan tanda diabetes seperti daerah terang dari exudates yang biasa muncul pada citra fundus berwarna [4]. Dengan menggunakan pendekatan morfologi adaptif, diharapkan dapat melakukan segmentasi pembuluh darah retina secara optimal.
ABSTRAKSI Pada Tugas Akhir ini, pendekatan matematika morfologi adaptif digunakan untuk mensegmentasi pembuluh darah retina pada citra fundus mata berwarna. Ada dua langkah dalam Tugas Akhir ini. Langkah pertama adalah tahap preprocessing citra dengan menggunakan beberapa langkah yaitu mencari regional minimum, enhancement citra, dan filtering citra. Tujuan dari langkah preprocessing adalah mempersiapkan gambar untuk mendapatkan citra yang akan tersegmentasi dengan optimal. Langkah kedua adalah segmentasi citra yang terdiri dari ekstraksi citra, skeletoning citra, dan pruning citra. Dalam langkah segmentasi, tujuannya adalah untuk melakukan proses ekstraksi pembuluh darah. Kemudian, akan diidentifikasi struktur pembuluh darah yang memanjang dari citra. Sehingga dapat diperoleh pembuluh retina dari struktur perpanjangan dari citra fundus mata berwarna. Hasil eksperimen berdasarkan citra fundus mata berwarna yang tersedia, DIARETDB1 yang terdiri dari 89 foto retina yang diambil dengan 500 kamera fundus digital. Dengan menggunakan dataset ini, didapatkan akurasi sebesar 83,67% pada 30 kali percobaan. Metode ini terbukti mampu mensegmentasi pembuluh darah pada citra fundus mata berwarna dengan baik. Kata kunci : Segmentasi pembuluh darah retina, Matematika morfologi, Citra fundus berwarna.
1
PENDAHULUAN
Saat ini, jumlah penyakit dan gangguan mata lebih dari 200. Sebagian menimpa kaum berusia 40 tahun keatas. Hampir semua penyakit mata tersebut masih mungkin untuk dicegah [1]. Beberapa penyakit mata dapat diatasi dengan diagnosa awal yang tepat sehingga akan memudahkan proses penyembuhannya. Identifikasi dari beberapa bagian anatomi retina merupakan sebuah persyaratan dari diagnosa awal beberapa penyakit retina [2]. Beberapa citra fundus mata digunakan untuk pendeteksian awal dari beberapa retinopathologies atau penyakit retina seperti jaringan syaraf retina, disk optik, dan fovea [3]. Pembuluh darah pada retina dapat memberikan informasi tentang ketidaknormalan atau gangguan pada mata. Beberapa ketidaknormalan ditandai oleh gangguan pada pembuluh darah pada mata yang diakibatkan oleh penyakit tertentu. Ketidaknormalan pada pembuluh mata dapat diketahui secara cepat dan tepat
2
DASAR PENGOLAHAN CITRA
Citra adalah gambar dua dimensi yang dihasilkan dari gambar analog dua dimensi yang kontinu menjadi gambar diskrit melalui proses sampling [5]. Dalam dunia digital, terdapat sejumlah warna primer yang akan membentuk sebuah citra.
1
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JUNI 2011 dari penjumlahan ini dikurangi dengan hasil dari BottomHat Transform. Tujuan dari penggunaan metode ini adalah untuk menghilangkan iluminasi pada citra yang biasanya sering muncul pada citra fundus mata retina.
2.1 Citra Green Channel Sebuah citra RGB mempunyai tiga channel: red, green, dan blue. RGB channel mengikuti reseptor warna pada mata manusia dan digunakan dalam menampilkan gambar pada komputer dan scanner [6]. Dalam pengolahan citra selanjutnya akan digunakan citra green channel. Karena sifat refleksi dari permukaan mata, red channel dari foto fundus terkadang mengalami saturasi yang terlalu berlebihan (oversaturated) terutama di daerah pusat dan saraf optik. Sedangkan blue channel dapat mengalami saturasi yang terlalu rendah (undersaturated) dan terdapat banyak noise. Oleh karena itu, digunakan green channel untuk pengolahan gambar yang baik karena hanya pada channel ini saturasi berada pada komposisi yang tepat [7].
3 OPERASI MATEMATIKA MORFOLOGI PADA CITRA Matematika morfologi adalah sebuah teori dan teknik untuk analisa dan pengolahan struktur geometris, berdasarkan teori himpunan, teori kisi, topologi, dan fungsi acak. Matematika morfologi paling sering diterapkan pada citra digital. Bahasa dari matematika morfologi adalah sebuah teori himpunan. Himpunan dalam matematika morfologi merepresentasikan objek dalam sebuah citra. Dalam matematika morfologi, sebuah SE adalah bentuk yang digunakan untuk memeriksa atau berinteraksi dengan citra yang diberikan, dengan tujuan untuk menarik kesimpulan tentang bagaimana bentuk ini cocok (fits) atau tidak (miss) dengan bentuk dalam citra [9]. Menurut Georges Matheron, pengetahuan tentang suatu objek (misalnya, citra) tergantung pada cara dimana objek tersebut diamati [10].
2.2 Perbaikan Citra Perbaikan citra yang akan dijelaskan meliputi 2D Gaussian Low Pass Filter dan Morphological Contrast Enhancement. Low Pass Filter atau lebih dikenal sebagai proses smoothing, digunakan untuk menghilangkan noise yang mempunyai frekuensi spasial tinggi dari sebuah citra digital. Noise sering muncul selama proses konversi analog ke digital sebagai efek samping dari konversi fisik pola energi cahaya menjadi pola energi listrik [8]. Gaussian Blur adalah salah satu jenis image-blurring yang menggunakan fungsi Gaussian (yang juga menunjukkan distribusi normal dalam statistik) untuk menghitung transformasi yang digunakan dalam tiap piksel dalam sebuah citra. Gaussian Blur termasuk dalam Low Pass Filter. Dalam 2D Gaussian Low Pass Filter, yang merupakan hasil perkalian 2 fungsi Gaussian, satu dalam tiap dimensi, persamaannya adalah seperti pada persamaan berikut: =
3.1 Dasar-dasar Matematika Morfologi Dasar-dasar dalam matematika morfologi meliputi dilasi, erosi, opening, dan closing. Dilasi adalah operasi yang akan membuat sebuah objek berkembang atau menebal sesuai dengan bentuk Structuring Element yang digunakan. Dalam operasi dilasi, citra asli akan mengalami pelebaran dengan mengikuti bentuk Structuring Element yang digunakan. Dilasi A oleh B didefinisikan seperti pada persamaan berikut: ! ∩ ≠⊘ ⊕ =
Erosi adalah operasi yang akan membuat sebuah objek menyusut atau menipis. Seperti pada operasi dilasi, objek akan menyusut atau menipis sesuai dengan bentuk dan ukuran dari Structuring Element. Erosi A oleh B didefinisikan oleh persamaan berikut:
(1)
Dimana x adalah jarak dari asal sumbu horisontal, y adalah jarak dari asal sumbu vertikal, dan adalah standar deviasi dari distribusi Gaussian. Morphological Contrast Enhancement merupakan metode perbaikan citra dengan menggunakan matematika morfologi. Dalam metode ini digunakan dua metode morfologi yaitu Top-Hat Transform dan Bottom-Hat Transform. Proses perbaikan citra ditunjukkan pada persamaan berikut: = + −
(3)
% ⊖ ' = ( ∈ * '( ⊆ %}
(4)
Opening umumnya digunakan untuk menghaluskan kontur dari sebuah objek, memutuskan garis tipis yang menghubungkan dua region besar, dan menghilangkan tonjolan tipis. Operasi opening dari himpunan A oleh Structuring Element B, yang dinotasikan dengan ∘ , didefinisikan pada persamaan berikut:
(2)
∘ = ⊖ ⊕
Citra f2 adalah hasil perbaikan citra dan citra f1 adalah citra masukan dari proses sebelumnya. Hasil dari Top-Hat Transform adalah citra f1 yang hanya mengandung daerah yang terang dan hasil dari BottomHat Transform adalah citra f1 yang hanya mengandung daerah gelap. Dari citra asli f1 ditambahkan dengan hasil dari Top-Hat Transform dan kemudian hasil
(5)
Closing digunakan untuk menghaluskan bagian dari kontur tetapi berbeda dengan opening, closing biasanya menyatukan bagian kecil yang terputus dan menyatukan cekungan yang panjang dan tipis. Operasi closing dari
2
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JUNI 2011 himpunan A oleh Structuring Element B, yang dinotasikan dengan ∙ , didefinisikan pada persamaan: ∙ = ⊕ ⊝
Bottom-Hat atau Top-Hat by Closing didefinisikan sebagai perbedaan (difference) antara hasil closing citra input dan citra input itu sendiri. Persamaan dari BottomHat Transformations seperti pada (10):
(6)
IJK = ∙ L −
3.2 Morphological Reconstruction
Prinsip utama dari transformasi ini adalah menghilangkan objek dari sebuah citra dengan menggunakan Structuring Element dalam operasi opening dan closing yang tidak sesuai dengan objek yang akan dihapus.
Morphological Reconstruction adalah transformasi morfologi yang melibatkan dua citra dan satu Structuring Element. Citra yang pertama, disebut marker, adalah titik awal untuk melakukan transformasi. Citra lainnya yang disebut mask digunakan untuk membatasi transformasi tersebut. Structuring Element digunakan untuk mendefinisikan konektivitas dalam transformasi. Pusat dari konsep Morphological Reconstruction adalah Geodesic Dilation dan Geodesic Erosion. Apabila F dilambangkan sebagai citra marker dan G adalah citra mask dan asumsinya adalah kedua citra F dan G adalah citra biner dengan 0 ⊆ [11]. Seperti pada konsep geodesic, Morphological Reconstruction by Dilation dari citra mask G dari citra marker F, dinotasikan dengan 123 0, didefinisikan sebagai Geodesic Dilation dari citra marker F dan citra mask G, diiterasi sampai mencapai stabilitasnya, sehingga didefinisikan seperti pada persamaan berikut: 123 0 = 42 0 5
3.5 Supremum of Openings Pada dasarnya proses Supremum of Openings sama dengan operasi opening. Perhitungan Supremum of Openings digunakan pada citra yang membutuhkan banyak operasi openings dan banyak Structuring Element (SE) yang berbeda-beda dan kemudian dari hasil opening tersebut dihitung supremum-nya. Operasi Supremum of Openings didefinisikan seperti pada persamaan:
= M N QP R
(7)
9O P
S ∪ M N ?9UP C S VP R
(11)
Dimana f2 adalah citra keluaran dah f1 adalah citra masukan dengan menggunakan 12 derajat rotasi 1W untuk mata kanan dan 12 derajat rotasi XW untuk mata kiri.
3.3 Regional Minimum Reginal Minimum adalah sebuah flat zone yang tidak dikelilingi oleh flat zone dengan nilai keabuan yang lebih rendah. Flat zone adalah komponen terhubung (connected component) yang maksimal dari sebuah citra abu-abu dengan nilai piksel yang sama. Regional Minimum merupakan metode matematika morfologi yang digunakan untuk mencari nilai terendah dari semua nilai piksel di sekitarnya. Berikut merupakan persamaan regional minimum seperti pada persamaan: 16789: = ;1 ≤ >? + 1∇AB C − DE ∨ ≤ 0
(10)
3.6 Morphological Skeleton Dalam matematika morfologi, Morphological Skeleton adalah kerangka (atau sumbu medial) yang merepresentasikan sebuah bentuk atau citra biner, dihitung dengan menggunakan operator morfologi. Proses skeletoning dari citra A dapat didefinisikan sebagai gabungan dari erosi dan opening. Terdapat citra A dan proses skeletoning S(A), sehingga dapat dinyatakan bahwa:
(8)
Z
Y = N Y5
Dimana Bc adalah sebuah Structuring Element, f adalah citra yang akan diproses, dan RMIN merupakan fungsi untuk menghitung Regional Minimum [12].
5R[
(12)
3.4 Top-Hat dan Bottom-Hat Transformation
3.7 Morphological Pruning
Top-Hat Transform atau Top-Hat by Opening didefinisikan sebagai perbedaan (difference) antara citra input dan hasil opening citra input tersebut oleh suatu Structuring Element. Persamaan dari Top-Hat Transformations seperti pada (9):
Morphological Pruning adalah transformasi yang menghilangkan endpoint dari citra yang telah mengalami proses skeletoning dan memproses sampai stabilitas tercapai [13]. Proses Morphological Pruning merupakan proses pemangkasan cabang (branches) yang tidak diperlukan. Cabang yang tidak diperlukan biasanya muncul sebagai hasil dari Morphological Skeleton.
HIJK = − ∘ L
(9)
3
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JUNI 2011
4 METODE AKURASI
PERHITUNGAN
8. Melakukan proses binerisasi dengan metode thresholding. 9. Melakukan proses Morphological Skeleton, perhitungannya seperti pada persamaan (12). 10. Melakukan proses Morphological Pruning dengan iterasi sebanyak 50 kali.
TINGKAT
Perhitungan akurasi segmentasi citra dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: \1; =
^∩Q ^∪Q
× 100%
6 UJI COBA DAN EVALUASI
(13)
Data yang digunakan pada uji coba ini adalah citra DIARETDB1 [15] yang merupakan citra fundus mata berwarna dengan ukuran 640 × 480 piksel dan berupa citra RGB.
Dimana R adalah hasil dari proses segmentasi citra dan A adalah citra ground truth. ∩ 1 menghitung seberapa banyak piksel citra ground truth yang berhimpitan dengan citra yang sudah tersegmentasi. ∪ 1 menghitung jumlah keseluruhan piksel yang ada pada baik citra ground truth maupun citra hasil segmentasi [14]. Dari hasil perhitungan ini akan didapatkan hasil akurasi dengan range antara 0% sampai 100%.
6.1 Uji Coba Perbandingan Hasil Akurasi Segmentasi Citra dari Proses Iterasi Pruning yang Berbeda-beda Pada skenario uji coba yang pertama ini akan dibandingkan nilai akurasi segmentasi citra yang dihasilkan dari masing-masing citra dengan nilai iterasi pruning yang berbeda-beda. Uji coba pertama skenario ini akan diujikan pada citra image001.png yang merupakan gambar dari citra DIARETDB1 [15].
5 SEGMENTASI CITRA MENGGUNAKAN PENDEKATAN MORFOLOGI ADAPTIF Langkah-langkah dalam proses melakukan segmentasi citra menggunakan pendekatan morfologi adaptif [4] adalah sebagai berikut: 1. Mengubah citra menjadi citra green channel. 2. Menghilangkan diabetic lesions dengan mencari regional minimum dari citra masukan seperti pada persamaan (10) kemudian dilakukan morphological reconstruction. 3. Melakukan perbaikan citra dengan metode Morphological Contrast Enhancement seperti pada persamaan (2). Operasi perbaikan dengan Morphological Contrast Enhancement ini menggunakan SE ellipsoid yang mempunyai radius 12 piksel dan tingkat keabuan 100. 4. Menghilangkan noise dengan menggunakan 2D Gaussian Low Pass Filter seperti pada persamaan (1) dengan standar deviasi σ = 2,5 dan ukuran mask 6σ×6σ. 5. Melakukan perbaikan citra dengan menggunakan Bottom-Hat Transform seperti pada persamaan (10) dengan SE berbentuk diamond dan ukuran 10 piksel. 6. Mencari supremum of openings dari citra yang telah dihasilkan pada tahap sebelumnya. Pencarian supremum of openings dengan menggunakan 24 line structuring element dengan panjang 130 piksel seperti pada persamaan (11). Digunakan derajat rotasi: Rθ = {15o ... 90o ; -15o ... -90o} untuk mendeteksi pembuluh darah superior dan inferior pada retina mata kanan dan untuk mendeteksi pembuluh darah superior dan inferior pada retina mata kiri dengan digunakan derajat rotasi: Lθ = {105o ... 180o; 195o ... 270o}. 7. Memperkirakan vascular tree dengan menggunakan morphological reconstruction by dilation seperti pada persamaan (7). Citra marker mennggunakan citra hasil perhitungan supremum of openings dan citra mask menggunakan citra hasil perbaikan citra dengan Bottom-Hat Transform.
Gambar 1 Citra masukan image001.png uji coba I Pada skenario ini, proses iterasi pruning sebanyak 10 iterasi, 25 iterasi, 50 iterasi, 75 iterasi, dan 100 iterasi akan dilakukan pada citra image001.png. Kemudian akan dilihat hasil segmentasi citra dan akurasi dari hasil segmentasi citra tersebut. Citra masukan diiterasi dengan 10 iterasi morphological pruning Berikut ini merupakan hasil segmentasi citra image001.png yang diiterasi sebanyak 10 kali iterasi dalam morphological pruning. Hasil citra green channel dan segmentasi citra ditunjukkan pada gambar 2. Dari uji coba tersebut didapatkan nilai akurasi segmentasi citra sebesar 71% dan running time 37,6038 detik. •
(a2) (a1) Gambar 2 Hasil uji coba I dengan 10 kali iterasi; (a1) citra green channel; (a2) hasil segmentasi
4
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JUNI 2011 Citra masukan diiterasi dengan 25 iterasi morphological pruning Berikut ini merupakan hasil segmentasi citra image001.png yang diiterasi sebanyak 25 kali iterasi dalam morphological pruning. Hasil citra green channel dan segmentasi citra ditunjukkan pada gambar 3. Dari uji coba tersebut didapatkan nilai akurasi segmentasi citra sebesar 76% dan running time 40,4392 detik.
Citra masukan diiterasi dengan 100 iterasi morphological pruning Berikut ini merupakan hasil segmentasi citra image001.png yang diiterasi sebanyak 100 kali iterasi dalam morphological pruning. Hasil citra green channel dan segmentasi citra ditunjukkan pada gambar 6. Dari uji coba tersebut didapatkan nilai akurasi segmentasi citra sebesar 69% dan running time 67,9605.
(a1) (a2) Gambar 3 Hasil uji coba I dengan 25 kali iterasi; (a1) citra green channel; (a2) hasil segmentasi
(a1) (a2) Gambar 6 Hasil uji coba I dengan 100 kali iterasi; (a1) citra green channel; (a2) hasil segmentasi
Citra masukan diiterasi dengan 50 iterasi morphological pruning Berikut ini merupakan hasil segmentasi citra image001.png yang diiterasi sebanyak 50 kali iterasi dalam morphological pruning. Hasil citra green channel dan segmentasi citra ditunjukkan pada gambar 4. Dari uji coba tersebut didapatkan nilai akurasi segmentasi citra sebesar 80% dan running time 42,5009 detik.
Berikut in merupakan tabel hasil uji coba I pada 10 citra DIARETDB1 [15] yang berbeda-beda. Hasil uji coba pada skenario yang pertama ini dapat dilihat pada tabel 1 dari nilai akurasi segmentasi citra ditunjukkan bahwa nilai iterasi yang dipilih akan sangat mempengaruhi nilai akurasi segmentasi citra. Semakin kecil nilai iterasi, maka semakin sedikit titik endpoint yang terpotong sehingga akurasinya semakin kecil. Demikian pula apabila semakin besar jumlah iterasi, maka semakin banyak titik endpoint yang hilang sehingga berdampak pada nilai akurasi yang kecil.
•
•
•
Tabel 1 Hasil akurasi segmentasi citra pada uji coba I No Jumlah Rata-rata Nilai Rata-Rata Running iterasi Akurasi (%) time (detik) 1 10 68,6 34,092 2 25 75,3 35,115 3 41,471 50 81,7 4 75 74,6 48,312 5 100 70 51,014
(a1) (a2) Gambar 4 Hasil uji coba I dengan 50 kali iterasi; (a1) citra green channel; (a2) hasil segmentasi Citra masukan diiterasi dengan 75 iterasi morphological pruning Berikut ini merupakan hasil segmentasi citra image001.png yang diiterasi sebanyak 75 kali iterasi dalam morphological pruning. Hasil citra green channel dan segmentasi citra ditunjukkan pada gambar 5. Dari uji coba tersebut didapatkan nilai akurasi segmentasi citra sebesar 74% dan running time 73,9636 detik. •
6.2 Uji Coba Perbandingan Hasil Akurasi Segmentasi Citra dengan Nilai Threshold yang Berbeda-beda Pada skenario uji coba yang kedua ini akan dibandingkan hasil akurasi citra dari nilai threshold yang berbeda-beda. Uji coba skenario ini akan diujikan pada citra image033.png.
(a1) (a2) Gambar 5 Hasil uji coba I dengan 75 kali iterasi; (a1) citra green channel; (a2) hasil segmentasi
Gambar 7 Citra masukan image033.png uji coba II
5
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JUNI 2011 Pada skenario kedua, nilai threshold akan diatur pada nilai 0,5; 1; 1,5; dan 2. Kemudian dari nilai-nilai threshold tersebut, akan diimplementasikan pada citra masukan image033.png. Kemudian akan dilihat hasil segmentasi citra dan akurasi dari hasil segmentasi citra tersebut.
• Citra masukan dengan nilai threshold 2 Berikut ini merupakan hasil segmentasi citra image033.png yang diberikan nilai threshold 2 pada proses binerisasi citra untuk mendapatkan vessel. Hasil citra green channel dan segmentasi citra ditunjukkan pada gambar 11. Dari uji coba tersebut didapatkan nilai akurasi segmentasi citra sebesar 50%.
• Citra masukan dengan nilai threshold 0,5 Berikut ini merupakan hasil segmentasi citra image033.png yang diberikan nilai threshold 0,5 pada proses binerisasi citra untuk mendapatkan vessel. Hasil citra green channel dan segmentasi citra ditunjukkan pada gambar 8. Dari uji coba tersebut didapatkan nilai akurasi segmentasi citra sebesar 32%. (a1) (a2) Gambar 11 Hasil uji coba II dengan nilai threshold 2; (a1) citra green channel; (a2) hasil segmentasi Berikut in merupakan tabel hasil uji coba II pada 10 citra DIARETDB1 [15] yang berbeda-beda. Dari hasil uji coba pada skenario yang kedua ini dapat dilihat pada tabel 2 dari nilai akurasi segmentasi citra ditunjukkan bahwa pengaruh pemilihan nilai threshold sangat mempengaruhi nilai akurasi segmentasi citra. Apabila nilai threshold terlalu kecil, maka akan semakin banyak pembuluh darah kecil yang masuk dalam segmentasi, sehingga nilai akurasi kecil. Sebaliknya, apabila nilai threshold terlalu besar maka akan semakin sedikit pembuluh darah kecil yang menghilang dan nilai akurasinya pun juga akan kecil. Dari hasil percobaan menunjukkan bahwa nilai threshold 1,5 akan menghasilkan akurasi terbaik.
(a1) (a2) Gambar 8 Hasil uji coba II dengan nilai threshold 0,5; (a1) citra green channel; (a2) hasil segmentasi • Citra masukan dengan nilai threshold 1 Berikut ini merupakan hasil segmentasi citra image033.png yang diberikan nilai threshold 1 pada proses binerisasi citra untuk mendapatkan vessel. Hasil citra green channel dan segmentasi citra ditunjukkan pada gambar 9. Dari uji coba tersebut didapatkan nilai akurasi segmentasi citra sebesar 49%.
Tabel 2 Hasil akurasi segmentasi citra pada uji coba II No Nilai threshold Rata-rata Nilai Akurasi (%) 1 0,5 28,2 2 1 45,2 3 1,5 83,9 4 2 45
(a2) (a1) Gambar 9 Hasil uji coba II dengan nilai threshold 1; (a1) citra green channel; (a2) hasil segmentasi • Citra masukan dengan nilai threshold 1,5 Berikut ini merupakan hasil segmentasi citra image033.png yang diberikan nilai threshold 1,5 pada proses binerisasi citra untuk mendapatkan vessel. Hasil citra green channel dan segmentasi citra ditunjukkan pada gambar 10. Dari uji coba tersebut didapatkan nilai akurasi segmentasi citra sebesar 84%.
6.3 Uji Coba Perbandingan Hasil Akurasi Segmentasi Citra dengan Ukuran Structuring Element Pada Saat Proses Perbaikan Citra yang Berbeda-beda Pada skenario uji coba yang ketiga ini akan dibandingkan nilai akurasi segmentasi citra yang dihasilkan dari masing-masing citra dengan ukuran SE yang berbedabeda. Ukuran Structuring Element (SE) akan diatur pada nilai 5, 10, 15, dan 20. Kemudian akan dilakukan proses perbaikan citra pada citra image051.png berdasarkan nilai SE tersebut. Hasil segmentasi citra dan akurasi dari hasil segmentasi citra tersebut kemudian akan dibandingkan.
(a1) (a2) Gambar 10 Hasil uji coba II dengan nilai threshold 1,5; (a1) citra green channel; (a2) hasil segmentasi 6