IMPLEMENTASI SEGMENTASI NUKLEUS PADA CITRA JARINGAN KANKER DENGAN PENDEKATAN BERBASIS MORFOLOGI Yoga Amersya Fitra1, Handayani Tjandrasa 2, Arya Yudhi Wijaya3 1,2,3
Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, 60111, Indonesia 1 2 3
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak
Sistem segmentasi nukleus pada citra jaringan kanker bertujuan untuk menyediakan hasil segmentasi secara otomatis untuk memudahkan penelitian. Sistem ini bekerja dengan 3 langkah utama, yaitu preprocessing dengan melakukan pemisahan warna melalui color deconvolution. Citra jaringan kanker dipisahkan berdasarkan noda yang terdapat pada citra tersebut. Sehingga terdapat dua citra hasil color deconvolution, yaitu citra noda biru (H) dan citra noda coklat (DAB). Langkah kedua adalah klasifikasi citra untuk menetukan apakah citra tersebut termasuk aktivitas nuklear atau aktivitas nonnuclear (membran dan sitoplasma). Sebelum dilakukan klasifikasi, perlu dilakukan ekstrasi fitur yang terdiri dari area dan circularity. Terakhir adalah segementasi yang terdiri dari binarisasi, pemisahan partikel bertumpuk dengan watershed algorithm dan selective remerging. Hasil uji coba pada citra immunohistochemistry menunjukkan bahwa algoritma segmentasi yang diimplementasikan mampu melakukan segmentasi untuk citra jaringan kanker dengn aktivitas nuclear dan non-nuclear. Output dari sistem ini adalah citra jaringan kanker immunohistochemistry yang telah disegmentasi bagian nukleusnya dengan rata-rata tingkat akurasi 80.82%. Kata kunci : Segmentasi Nukleus, Citra Jaringan Kanker, Immunohistochemistry, Operator Morfologi. protein yang terkait dengan pengembangan kanker[3]. Segmentasi nukleus pada jaringan citra Immunuhistochemistry (IHC) digunakan untuk penyelidikan lebih lanjut terhadap aktivitas target protein[4]. Namun saat ini metode secara otomatis menggunakan pendekatan berbasis morfologi masih terbatas. Selain itu, metode yang sudah ada hasilnya kurang baik pada segmentasi citra jaringan Immunuhistochemistry (IHC). Segmentasi nukleus pada citra jaringan IHC merupakan tugas yang menantang karena kompleksitas intrinsik citra jaringan dan banyaknya variabel yang mempengaruhi teknik IHC. Tantangan utamanya adalah ukuran yang sulit diprediksi dan ketidakseragaman bentuk yang disebabkan oleh proses patologis dan kurangnya homogenitas daerah nukleus baik dari segi morfologi dan fitur warna. Dari sudut pandang morfologi, masalah yang timbul untuk segmentasi adalah adanya tumpang tindih
1. PENDAHULUAN Kanker merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer, penderita kanker dunia mencapai 12,7 juta orang pada tahun 2008 dan mengakibatkan kematian 7,6 juta penderita[1]. Hal ini menunjukkan bahwa kanker merupakan penyebab kematian kedua setelah penyakit kardiovaskular. Berbagai penelitian tengah dikembangkan untuk pencegahan dan pengobatan kanker. Salah satunya dengan pengolahan citra jaringan kanker. Pengolahan citra jaringan kanker sedang dikembangkan sebagai alat yang membantu diagnosis untuk pathologis dan genesis dalam perhitungan aktivitas biologi serta desain dalam terapi[2]. Salah satu teknik yang dikembangkan adalah melalui Immunuhistochemistry (IHC). Immunuhistochemistry (IHC) adalah teknik pencitraan yang mengeksploitasi intensitas noda dalam citra jaringan untuk mengukur aktivitas 1
antara inti sel dan sel yang sangat sulit untuk dipisahkan. Serta dalam contoh struktur nonpatologis lain (misalnya jaringan ikat struktur, pembuluh darah, limfosit, dll) yang dapat mengakibatkan kesalahan segmentasi. Dari sudut pandang fitur warna, daerah nukleus ditandai dengan perbedaan intensitas noda dan warna, sehingga mencegah kesalahan segmentasi berdasarkan pemisahan warna. Oleh sebab itu, dalam Tugas Akhir ini akan dirancang suatu teknik segmentasi nukleus secara otomatis menggunakan pendekatan berbasis morfologi. Selain itu juga digunakan karakteristik warna dari jaringan untuk mengenali citra dengan aktivitas nuclear, membran selular dan sitoplasma. Metode ini memungkinkan untuk segmentasi citra jaringan kanker tanpa interaksi pengguna.
antigen seperti protein dalam sel-sel atau bagian jaringan dengan memanfaatkan prinsip pengikatan antibodi khususnya untuk antigen di jaringan biologis [5]. Pewarnaan immunohistochemistry banyak digunakan dalam diagnosis sel-sel abnormal seperti yang ditemukan pada tumor kanker. Penanda molekul tertentu merupakan ciri khas dari peristiwa seluler tertentu seperti proliferasi atau kematian sel (apoptosis). IHC juga banyak digunakan dalam penelitian dasar untuk memahami distribusi dan lokalisasi biomarker dan protein diferensial yang dinyatakan dalam bagian yang berbeda dari jaringan biologis. Visualisasi interaksi antigen-antibodi dapat dicapai dalam beberapa cara. Dalam contoh yang paling umum, antibodi adalah konjugasi enzim, seperti peroksidase, yang dapat mengkatalisis reaksi produksi warna. Gambar 2.2 memperlihatkan salah satu contoh citra immunohistochemistry pada jaringan kanker.
2.
STRUKTUR SEL Sel merupakan unit terkecil yang masih dapat menjalankan proses yang berhubungan dengan kehidupan [7]. Pada manusia, sel adalah blok-blok pembangun hidup bagi tubuh. Sel-sel yang menyusun tubuh manusia berukuran sangat kecil yang rata-rata bergaris tengah sekitar 10 sampai 20 mikrometer. Sel memiliki tiga subdivisi utama, yaitu membran plasma, nukleus, dan sitoplasma.
Gambar 2. Citra immunohistochemistry pada jaringan kanker [8] 2.2. Pewarnaan Sel (Staining) Pewarnaan sel (staining) adalah teknik tambahan yang digunakan dalam mikroskop untuk meningkatkan kontras pada gambar mikroskopis. Pewarnaan sel yang dapat digunakan untuk lebih memvisualisasikan sel dan komponen sel di bawah mikroskop. Dengan menggunakan noda yang berbeda, satu perlakuan noda merepresentasikan komponen sel tertentu, seperti inti atau dinding sel, atau seluruh sel [6].
3. Gambar 1 Menunjukkan 3 bagian utama sel, yaitu nucleus, sitoplasma dan membrane sel. 2.1. Immunohistochemitry Immunohistochemistry (IHC) merupakan proses untuk mendeteksi adanya 2
Noda dan pewarna yang sering digunakan dalam Biologi dan kedokteran untuk melihat struktur dalam jaringan biologis, seringkali dengan bantuan mikroskop yang berbeda. Noda dapat digunakan untuk mendefinisikan dan memeriksa jaringan massal (menyoroti, misalnya, otot serat atau jaringan ikat), sel populasi (mengklasifikasikan sel darah yang berbeda, misalnya), atau organel dalam sel individu. Dalam biokimia melibatkan menambahkan sebuah kelas khusus (DNA, protein, lipid,karbohidrat) pewarna untuk substrat untuk memenuhi syarat atau mengukur adanya senyawa tertentu. Pewarnaan dan penandaan neon dapat melayani tujuan serupa.Pewarnaan biologi juga digunakan untuk menandai sel dalam flow cytometry, dan bendera protein atau asam nukleat dalam elektroforesis gel. Pewarnaan tidak terbatas pada bahan biologis, juga dapat digunakan untuk mempelajari morfologi bahan lain misalnya struktur pipih semi-kristal polimer atau struktur domain dari kopolimer blok. Ada beberapa jenis media pewarnaan, masing-masing dapat digunakan untuk tujuan yang berbeda. Noda yang digunakan pada citra dalam paper ini sesuai batasan permasalahan antara lain: • Hematoxylin (H) Hematoxylin adalah noda untuk merepresentasikan nuclear. Digunakan dengan tajam, noda hematoxylin mempunyai warna inti biru-violet atau coklat. Hal ini paling sering digunakan dengan eosin di H & E (hematokxylin dan eosin) pewarnaan-salah satu prosedur yang paling umum di histologi. • Diaminobenzidine (DAB) Diaminobenzidine teroksidasi oleh hidrogen peroksida dalam kehadiran hemoglobin untuk memberikan warna coklat gelap. Biasanya digunakan untuk mendeteksi sidik jari dalam darah dan mendeteksi jaringan tidak benar atau kanker.
Gambar 3. Citra jaringan dengan pewarnaan Hematoxylin (noda biru) dan Diaminobenzidine (noda coklat) 3. GAMBARAN PROSES SECARA UMUM Citra yang digunakan adalah citra immunohistochemistry dengan karakteristik staining noda biru (Hematoxylin, H) dan noda coklat (Diaminobenzidine, DAB). Noda coklat dinyatakan sebagai aktivitas protein. Protein tersebut aktif dalam membran sel, sitoplasma sel dan nukleus dari pathologi sel atau sel yang mengalamai kelainan (kanker). Citra dengan aktivitas membran atau sitoplasma, nucleus selalu berwana biru karena noda coklat menyatakan aktivitas protein yang terletak pada membrane dan sitoplasma sel. Untuk selanjutnya, citra dengan aktivitas membrane atau sitoplasma disebut dengan aktivitas nonnuclear. Citra dengan aktivitas nuclear, beberapa protein terletak pada nucleus. Sehingga nucleus dapat berwarna coklat atau biru. Dalam kondisi ini, nucleus yang negative pada target protein berwarna biru, dan nucleus yang positif berwarna coklat. Terdapat enam proses utama untuk implementasi segmentasi nukleus pada citra jaringan kanker. Proses pertama adalah preprocessing dengan melakukan pemisahan warna melalui color deconvolution. Citra jaringan kanker dipisahkan berdasarkan noda yang terdapat pada citra tersebut. Sehingga terdapat dua citra hasil color deconvolution, yaitu citra noda biru (H) dan citra noda coklat (DAB). Proses kedua adalah klasifikasi citra untuk menetukan apakah citra tersebut termasuk aktivitas nuklear atau aktivitas non-nuclear (membran dan sitoplasma). Sebelum dilakukan
3
klasifikasi, perlu dilakukan ekstrasi fitur yang terdiri dari area dan circularity. Dan proses ketiga adalah segmentasi. Pada proses ini diperdetil menjadi 4 subproses, yaitu: 1. binarisasi menggunakan local adaptive thresholding kemudianopening, closing dan imfill untuk penghalusan kontur citra, 2. pemisahan partikel bertumpuk dengan watershed algorithm, 3. selective remerging of split partikel digunakan untuk penggabungan kembali nukleus yang terpisah akibatoversegmentation atau segmentasi yang berlebihan dari proses watershed, 4. penggabungan area yang didapat pada citra asli sehingga tahu area yang telah tersegmentasi. Langkah-langkah pengerjaan tahapan tersebut dapat diamati pada gambar diagram blok pada Gambar 3.
circularity. Kemudian dua fitur tersebut diproses untuk klasifikasi dengan menggunakan thresholding. Berikut adalah algoritma thresholding terhadap area dan circularity: • Threshold pada luas dan keliling untuk mendeteksi area berwarna coklat mirip nuclear: Jika area > 100px2 dan circularity > 0,5 nuclear-like region (PNL), • Threshold pada persentase dari nuclear-like regions (PNL) untuk mengklasifikasikan apakah aktivatas nuclear atau aktivitas nonnuclear: PNL < 30% maka aktivitas non-nuclear PNL > 30% maka aktivitas nuclear. Parameter pada algoritma tersebut didapatkan dari hasil percobaan referensi utama[3]. 3.3. Proses Segmentasi Nukleus Dari proses klasifikasi, dapat diketahui warna nukleus yang akan disegmentasi. Untuk citra dengan aktivitas nuclear nukleus berwarna biru atau coklat, sehingga citra yang akan diproses berikutnya adalah citra dengan noda biru (Hematoxylin, H) dan noda coklat (Diaminobenzidine, DAB). Dalam hal ini citra yang digunakan adalah citra original untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Sedangkan untuk citra dengan aktivitas non-nuclear nukleus berwarna biru saja, sehingga citra yang diproses berikutnya hanya citra noda biru (Hematoxylin, H) hasil pemisahan dengan color deconvolution. Pada tahap segmentasi, terdapat beberapa proses utama. Yang pertama adalah proses binarisasi menggunakan local adaptive thresholding. Yang kedua pemisahan partikel bertumpuk menggunakan watereshed algorithm. Dan yang terakhir adalah proses selective remerging dari partikel yang telah dipisahkan. Ketiga proses tersebut akan dijelaskan pada subbab berikut.
3.1. Proses Pemisahan Warna Proses pemisahan warna digunakan untuk memisahkan citra berdasarkan karakteristik staining, yaitu noda coklat dan noda biru. Pemisahan warna dalam hal ini menggunakan algoritma color deconvolution. Langkah pertama adalah merepresentasikan optical density kombinasi Hemtoxylin dan Diaminobenzidine. Kemudian dilakukan proses normalisasi panjang vektor, translasi matriks dan invers matriks. Kemudian dihitung logaritma pada RGB citra dan direscale sesuai dengan citra input. Keluaran dari proses ini adalah citra gray yang telah dipisahkan berdasarkan staining, yaitu citra Hematoxylin dan Diaminobenzidine. 3.2. Proses Klasifikasi Aktivitas Target Protein Tahap berikutnya setelah proses pemisahan warna adalah tahap klasifikasi. Citra yang telah dipisahkan berdasarkan karakteristik staining melalui proses color deconvolution selanjutnya akan diproses untuk klasifikasi jenis aktivitas target protein. Citra input yang akan diproses adalah citra noda coklat (DAB) untuk menentukan apakah citra jaringan kanker tersebut termasuk aktivitas nuclear atau atau aktivitas non-nuclear. Klasifikasi aktivitas target protein ini mempunyai dua fitur, yaitu area dan 4
Proses Pengambilan Citra
Preprocessing Pemisahan noda citra (Color Deconvolution)
(c)
(d)
(e)
(f)
Ekstrasi Fitur (Area dan Circularity)
Klasifikasi
Klasifikasi citra jaringan kanker (Thresholding area dan circularity)
Binarisasi citra (local adaptive threshoding, opening, closing, imfill)
Segmentasi
(g) Gambar 4. Langkah-langkah proses segmentasi citra. Citra masukan (a), citra hasil pemisahan noda yaitu noda coklat (b) dan noda biru(c), binarisasi dengan local adapative threshold (d), pemisahan partikel bertumpuk dengan watershed (e), selective remerging (f), hasil akhir segmentasi (g).
Pemisahan partikel bertumpuk (watershed algorithm)
selective remerging of split partikel (Thresholding pixel biru dan pixel coklat)
3.3.1.
Proses Binarisasi Proses binarisasi menggunakan local adaptive thresholding. Setelah proses binarisasi, lalu dilakukan proses negasi agar region yang berwarna hitam diubah menjadi putih karena merupakan daerah foreground. Untuk menghilangkan partikel yang kecil dilakukan operasi opening dengan batasan 50 pixel. Kondisi partikel saat itu masih berkontur kasar dan terdapat objek-objek kecil disebut sebagai noise. Oleh karenanya, penghalusan kontur dilakukan dengan cara menerapkan operasi closing menggunakan structural element bertipe ‘disk’ dengan radius 5. Namun region masih mempunyai lubang yang berada di dalam region tersebut. Maka dilakukan proses imfill dengan parameter ‘holes’. Terakhir, untuk menghilangkan partikel yang bukan merupakan nukleus, maka dilakukan operasi bwareaopen terhadap objek yang kurang dari 100 pixel.
Hasil akhir segmentasi (penggabungan dengan citra asli)
Gambar 4. Diagram Blok Sistem Segmentasi Nukleus pada Citra Jaringan Kanker
(a)
(b)
5
Keluaran dari proses ini adalah citra binary yang merupakan daerah kandidat nukleus yang siap digunakan untuk proses pemisahan partikel yang bertumpuk.
satu nukleus. Sehingga dilakukan penggabungan kembali antara dua partikel tersebut. Treshold persentasi pixel coklat (PBR) pada sela area diantara partikel: PBR < 40% digabung kembali PBR > 40% tidak digabung
3.3.2. Proses Pemisahan Partikel Bertumpuk Citra hasil dari binarisasi terkadang menyebabkan partikel nukleus yang saling bertumpuk. Oleh sebab itu dilakukan proses watershed untuk memisahkan partikel yang bertumpuk. Dalam hal ini area kandidat nukleus dianalogikan sebagai cekungan yang akan dicari tepinya. Sebelum dilakukan proses watershed terlebih dahulu dilakukan proses menghitung Euclidean Distance dari negasi citra biner kandidat nukleus. Hal ini dilakukan untuk mencari area yang merupakan cekungan air, yaitu area yang berwarna hitam. Oleh sebab itu dilakukan proses negasi untuk mendapat area hitam di wilyah nukleus. Kemudian wilayah background ditandai sebagai negative tidak hingga agar wilayah tersebut menjadi berwarna hitam. Keluran dari proses ini adalah region nukleus yang telah dipisahkan pada daerah yang saling bertumpuk. Namun keluaran dari proses watershed seringkali menyebabkan oversegmentation atau segmentasi yang berlebihan pada daerah yang dipisahkan.
3.4. Hasil Akhir Segmentasi Proses penggabungan pada citra original dilakukan untuk mengetahui nukleus yang telah disegmentasi. Penggabungna ini dilakukan dengan cara menempatkan citra hasil dari selective remerging sebagai layer yang berada di atas layer citra original. Sehingga didaptkan hasil nukleus pada citra jaringan kanker yang telah tersegmentasi. 4. UJI COBA Data utama yang digunakan pada uji coba ini adalah citra immunohistochemistry berwarna dengan karakteristik staining noda biru (Hematoxylin, H) dan noda coklat (Diaminobenzidine, DAB) berformat JPG. Citra yang akan digunakan ada 24 buah yang terdiri dari 21 citra dengan aktivitas non-nuclear dan 3 citra dengan aktivitas nuclear. Citra dengan aktivitas non-nuclear berasal dari database Protein Atlas [8]. Pada uji coba ini terdapat dua skenario, yaitu: 1. Perbandingan hasil akurasi klasifikasi aktivitas target protein dengan nilai threshold yang berbeda-beda. 2. Perbandingan hasil akurasi segmentasi citra dengan nilai threshold yang berbeda-beda. Pada skenario pertama akan dibandingkan hasil akurasi klasifikasi citra berdasar nilai threshold klasifikasi yang berbeda-beda. Range nilai threshold tersebut adalah dari 0 sampai 1. Kemudian ditentukan nilai threshold adalah 0,01; 0,03; 0,05 dan 0,07 sebagai parameter nilai threshold. Uji coba dilakukan pada 24 citra immunohistochemistry yang terdiri dari 17 citra aktivitas nuclear dan 3 citra aktivitas non-nuclear. Perbandingan dan nilai rata-rata akurasi dari semua citra uji coba dapat dilihat pada tabel berikut.
3.3.3.
Proses Selective Remerging Proses selective remerging dilakukan untuk mengatasi permasalahan over segmetation hasil dari pemisahan partikel bertumpuk. Hal ini biasanya terjadi pada aktivitas membran atau sitoplasma. Proses untuk melakukan selective remerging antara lain pertama, memilih pasangan partikel yang telah dipisahkan mengguanakan watershed algorithm sebelumnya, kemudian dilakukan scan terhadap sela area antara dua pasangan partikel. Dari area tersebut dihitung jumlah pixel yang mengandung warna biru dan coklat. Pasangan partikel yang pixel coklatnya merata (membran atau sitoplasma), sela area diinterpretasikan sebagai dua nukleus yang terpisah. Dan sebaliknya, pasangan partikel yang pixel birunya merata (nukleus), sela area diinterpretasikan sebagai
6
Tabel 1. Hasil akurasi klasifikasi citra pada uji coba I No
Nilai threshold
1 2 3 4
0,01 0,03 0,05 0,07
Rata-rata Nilai Akurasi (%) 87,5 91,67 79,167 87,5
(b) (a) Gambar 8. Hasil uji coba II dengan nilai threshold 0,07; (a)Kontur; (b) Binary Tabel 2. Hasil akurasi segmentasi citra pada uji coba II aktivitas non-nuclear
Pada skenario kedua akan dibandingkan hasil akurasi segmentasi citra berdasar nilai threshold binarisasi yang berbeda-beda. Range nilai threshold tersebut adalah dari 0 sampai 1. Kemudian ditentukan nilai threshold adalah 0,01; 0,03; 0,05 dan 0,07 sebagai parameter nilai threshold. Berikut hasil segmentasi pada citra masukan aktivitas non-nuclear.
No
Nilai threshold
1 2 3 4
0,01 0,03 0,05 0,07
Rata-rata Nilai Akurasi (%) 78,57 79,85 80,46 81.16
Berikutnya adalah hasil segmentasi pada citra masukan aktivitas nuclear.
(a) (b) Gambar 5. Hasil uji coba II dengan nilai threshold 0,01; (a)Kontur; (b) Binary (a) (b) Gambar 9. Hasil uji coba II dengan nilai threshold 0,01; (a)Kontur; (b) Binary
(b) (a) Gambar 6. Hasil uji coba II dengan nilai threshold 0,03; (a)Kontur; (b) Binary (a) (b) Gambar 10. Hasil uji coba II dengan nilai threshold 0,03; (a)Kontur; (b) Binary
(a) (b) Gambar 7. Hasil uji coba II dengan nilai threshold 0,05; (a)Kontur; (b) Binary 7
1. Algoritma segmentasi nukleus ini mampu melakukan segmentasi nukleus dengan tingkat akurasi sebesar 80.82%. 2. Nilai threshold binarisasi saat proses klasifikasi mempengaruhi hasil klasifikasi. Ketika binarisasi menggunakan nilai threshold yang kecil maka wilayah coklat yang dipilih kurang detail sehingga akurasi juga kurang baik. Sebaliknya, ketika nilai threshold yang dipilih semakin besar maka wilayah coklat yang dipilih terlalu mendetail sehingga akurasi juga kurang baik. 3. Nilai threshold binarisasi saat proses segmentasi dengan citra masukan berupa aktivitas nuklear memberikan pengaruh terhadap hasil segmentasi nukleus meskipun tidak terlalu signifikan. Hal ini diakarenakan ketika nilai threshold semakin kecil, maka akan semakin banyak area yang bukan nukleus masuk dalam segmentasi, sehingga nilai akurasi kecil. Sebaliknya, apabila nilai threshold besar maka akan semakin detail sehingga akurasi nukleus yang masuk dalam segmentasi semakin baik. 4. Nilai threshold yang diterapkan pada binarisasi saat proses segmentasi dengan citra masukan berupa aktivitas nonNuclear tidak memberikan pengaruh terhadap hasil segmentasi nukleus. Nuclear memiliki nukleus dengan kontur yang lebih jelas dengan warna biru atau coklat. Dan wilayah background atau selain nukleus memiliki warna tidak terlalu bercorak bila dibandingkan dengan aktivitas non-Nuclear.
(a) (b) Gambar 11. Hasil uji coba II dengan nilai threshold 0,05; (a)Kontur; (b) Binary
(b) (a) Gambar 12. Hasil uji coba III dengan nilai threshold 0,07; (a)Kontur; (b) Binary Tabel 3. Hasil akurasi segmentasi citra pada uji coba II aktivitas nuclear No
Nilai threshold
1 2 3 4
0,01 0,03 0,05 0,07
Rata-rata Nilai Akurasi (%) 79,98 79,86 79,47 78.46
Tabel 4. Akurasi Segmentasi pada Seluruh Data Masukan
No
Nilai threshold
1 2 3 4
0,01 0,03 0,05 0,07
Rata-rata Nilai Akurasi (%) 78.57 79.85 80.46 80.82
6. DAFTAR PUSTAKA [1]. WHO. 2011. Number of Cancer.
[2]. Taneja TK. Markers of small cell lung cancer. World J Surg Oncol 2004;2(10). [3]. Di Cataldo S. Achieving the way for automated segmentation of nuclei in cancer tissue images through morphology-based approach: A quantitative evaluation. [4]. Ficarra E. Computer-aided evaluation of protein expression in pathological tissue
5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil, yaitu:
8
images. In: Proceedings of CBMS’06. 2006. p. 413–8. [5]. Wikipedia. 2011. Immunohistochemistry. [6]. Microbial Life. 2011. Basic Cellular Staining. [7]. Struktur dan Peranan Bagian Sel. 2011. Bagian Sel. [8]. Protein Atlas. 2011. Cancer.
9