MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2011
IMPLEMENTASI DETEKSI TITIK POTONG PEMBULUH DARAH PADA CITRA FUNDUS RETINA MENGGUNAKAN ALGORITMA COMBINED CROSS POINT NUMBER Sanny Hikmawati1, Handayani Tjandrasa2, Nanik Suciati3 Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, ITS email :
[email protected],
[email protected],
[email protected] yang tidak normal ini menyebabkan retina menjauh dari belakang mata. Jika tidak segera ditangani akan menyebabkan kehilangan penglihatan, semacam kebutaan. Neovaskularisasi pada citra fundus retina berkaitan dengan adanya perubahan bifurcation point(BP) yang merupakan titik percabangan pada pembuluh darah dan crossover point(CP) titik persilangan pada pembuluh darah [1]. Berdasar pada survey yang telah dilakukan, 4% populasi penduduk telah terdiagnosa mengidap diabetes. Penyakit tersebut adalah salah satu penyebab utama terjadinya kebutaan. Pendeteksian dan diagnosa telah dilakukan sebagai cara untuk mereduksi prosentase kerusakan visual yang disebabkan oleh diabetes dengan medical check yang menggunakan fasilitas khusus untuk mendeteksi dan memonitoring penyakit tersebut. Banyak penelitian yang sudah dilakukan yang berkaitan dengan aktivitas penggunaan pengolahan citra digital untuk mendiagnosa penyakit yang berkaitan, seperti diabetic retinopathy dengan citra retina sebagai media dalam penelitian [2]. Perubahan yang terjadi pada pembuluh darah retina mata bisa menjadi sinyal adanya ketidaknormalan pada mata. Beberapa ketidaknormalan ditandai oleh gangguan pada pembuluh darah pada mata yang diakibatkan oleh penyakit tertentu, misalnya diabetic retinopathy. Ketidaknormalan pada pembuluh mata dapat diketahui secara cepat dan tepat melalui pendeteksian lebih awal. Sehingga dari deteksi dini ini dapat memberikan penanganan yang sesuai pada penyakit mata. Pendeteksian awal dapat dilakukan dengan melihat percabangan yang tidak normal pada pembuluh darah, perubahan jumlah titik potong pembuluh darah retina dan sebagainya. Pendeteksian titik potong yang terdiri dari titik percabangan dan titik silang dari pembuluh retina mata secara periodik bisa menjadi media untuk mendeteksi anomali yang terjadi pada pembuluh darah retina. Dalam Tugas khir ini, penulis mengimplementasikan sebuah metode yang menerapkan pengolahan citra digital yang disebut CCN (combined cross point number). Metode tersebut digunakan untuk mendeteksi titik potong pembuluh darah yang terdapat pada retina. Kontribusi utama dari Tugas Akhir ini adalah menemukan titik potong pembuluh darah retina pada citra fundus mata berwarna. Dengan menggunakan metode combined cross point number diharapkan dapat
ABSTRAKSI Pembuluh pada retina merupakan objek yang bisa digunakan untuk mendiagnosis berbagai penyakit. Pendeteksian titik potong pembuluh yang terdiri dari titik percabangan dan titik silang dari pembuluh retina mata bisa menjadi media untuk mendeteksi anomali yang terjadi pada pembuluh darah retina. Pada tugas akhir ini, metode combined cross point number digunakan untuk mendeteksi titik potong yang terdiri dari titik percabangan dan titik persilangan (bifurcation dan crossover points) pada citra fundus retina. Ada 3 langkah dalam tugas akhir ini. Langkah pertama adalah tahap preprocessing citra dengan menggunakan beberapa langkah yaitu mencari green channel dari citra berwarna, menghapus derau, dan memperbaiki kontras. Langkah kedua adalah segmentasi menggunakan metode k-means clustering. Langkah terakhir adalah tahap postprocessing citra dengan melakukan beberapa langkah yaitu menghitamkan background retina, melakukan proses thinning dan pruning serta mendeteksi titik potong pembuluh pada citra retina menggunakan metode combined cross point number. Dari langkah – langkah tersebut, diperoleh hasil deteksi titik potong pembuluh darah citra retina. Berdasarkan uji coba yang dilakukan, metode Combined Cross Point Number dapat mendeteksi titik potong pembuluh retina dengan akurasi sebesar 82,45%, Uji coba dilakukan pada citra retina yang terdapat dalam DRIVE database Kata kunci : Citra Fundus Retina, Segmentasi Citra, Deteksi Titik Potong pembuluh, Combined Cross Point Number.
1
PENDAHULUAN
Mata merupakan organ yang berkaitan dengan penglihatan. Mata terletak pada tulang sendi yang dinamakan orbit dan dilindungi dari udara luar. Cahaya masuk ke mata melalui pupil dan berfokus pada retina. Retina merupakan bagian mata yang mengubah cahaya menjadi sinyal syaraf. Retina memiliki sel fotoreseptor ("rods" dan "cones") yang menerima cahaya dan mengubahnya menjadi impuls elektrik. Jika terdapat gangguan pada mata, tentu terganggu pula penglihatan kita. Salah satu penyebab gangguan pada mata adalah pertumbuhan yang tidak normal dari pembuluh darah pada mata yang disebut neovaskularisasi. Pertumbuhan
1
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2011 melakukan pendeteksian titik potong pembuluh darah retina secara optimal.
2
Keuntungan menggunakan CLAHE adalah kebutuhan yang diperlukan untuk perhitungan sederhana, mudah digunakan dan menghasilkan output yang bagus pada sebagian besar citra. Citra yang menerapkan CLAHE memiliki derau yang sedikit dan bisa menghindari adanya saturasi kecerahan yang biasa terjadi pada saat menerapkan histogram equalization .
DASAR PENGOLAHAN CITRA
Citra adalah gambar dua dimensi yang dihasilkan dari gambar analog dua dimensi yang kontinu menjadi gambar diskrit melalui proses sampling. Proses sampling dibagi menjadi 2, yaitu downsampling dan upsampling. Downsampling merupakan proses untuk menurunkan jumlah piksel atau resolusi citra spasial sehingga menghasilkan nilai citra yang lebih kecil. Sedangkan upsampling merupakan proses untuk menaikkan jumlah piksel atau peningkatan resolusi gambar [3].
2.1
Citra Green Channel
2.2
Perbaikan Citra
3
DETEKSI TEPI SOBEL
Salah satu contoh metode yang mengimplementasikan deteksi tepi adalah metode deteksi tepi Sobel. Secara sederhana, operator Sobel menghitung gradien dari intensitas citra pada setiap titik sehingga didapatkan kemungkinan arah yang terbesar yang bertambah dari warna yang terang sampai warna gelap dan laju perubahan pada masing-masing arah. Hasilnya akan menunjukkan seberapa halus citra akan melakukan perubahan pada titik tersebut [8]. Pada banyak aplikasi, sobel digunakan sebagai metode komputasi gradien standar untuk mendapatkan gradien citra dan tepi. Lebih spesifiknya, deteksi tepi Sobel terdiri dari 2 directional filter atau yang biasa disebut dengan yaitu Gx dan Gy. Formula dari sobel adalah sebagai berikut :
Sebuah citra RGB mempunyai tiga channel: red, green, dan blue. Green channel pada citra fundus retina sering digunakan dalam proses preprocessing karena green channel memiliki saturasi komposisi yang tepat tidak seperti red channel yang oversaturated atau blue channel yang undersaturated [6]. Perbaikan citra yang akan dijelaskan meliputi Median Filter dan Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization atau yang biasa disebut dengan CLAHE.
| |
√
(1)
2.2.1 Median Filter
Median filter adalah suatu teknik filtering digital nonlinear yang sering digunakan untuk menghilangkan derau. Teknik tersebut menitik beratkan pada nilai median atau nilai tengah dari jumlah total nilai keseluruhan piksel yang ada di sekelilingnya. Pemrosesan median filter ini dilakukan dengan cara mencari nilai tengah dari nilai piksel tetangga yang mempengaruhi piksel pusat. Teknik ini bekerja dengan cara mengisi nilai dari setiap piksel dengan nilai median tetangganya. Proses pemilihan median ini diawali dengan terlebih dahulu mengurutkan nilai-nilai piksel tetangga, baru kemudian dipilih nilai tengahnya. Selain digunakan untuk menghilangkan derau, filter ini juga digunakan untuk menghaluskan citra digital [13].
2.2.2
Contrast Limited Adaptive Equalization (CLAHE)
(Gx)
(Gy)
Gambar 1 Matriks Konvolusi Sobel Kelebihan dari metode sobel adalah kemampuan untuk mengurangi derau sebelum melakukan perhitungan deteksi tepi.
4
SEGMENTASI CITRA
Segmentasi citra merupakan suatu proses pengelompokkan citra menjadi beberapa region berdasarkan kriteria tertentu. Tujuan dari segmentasi citra adalah untuk menemukan karakteristik khusus yang dimiliki suatu citra. Citra disederhanakan dan atau direpresentasikan dalam gambaran yang lebih mudah untuk di analisis. Oleh karena itulah, segmentasi sangat diperlukan pada proses pengenalan pola. Semakin baik kualitas segmentasi maka semakin baik pula kualitas pengenalan polanya [5] .
Histogram
Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization (CLAHE) termasuk teknik perbaikan citra yang digunakan untuk memperbaiki kontras pada citra. CLAHE memperbaiki local contrast pada citra. CLAHE merupakan generalisasi dari Adaptive Histogram Equalization (AHE). Berbeda dengan histogram equalization yang beroperasi pada keseluruhan region pada citra, CLAHE beroperasi pada region yang kecil yang disebut dengan tile. Sebagai tambahan, untuk mengeliminasi adanya region boundaries, CLAHE menerapkan interpolasi bilinear. Oleh karena itu, region – region kecil yang bertetangga tidak terlihat batasnya, atau terlihat lebih halus [7].
4.1
Metode Simple Segmentasi
Simple thresholding sederhana dan merupakan 2
Thresholding
untuk
adalah sebuah metode metode segmentasi citra
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2011 berdasar pada nilai intensitas piksel. Metode ini berdasar pada asumsi bahwa nilai intensitas citra dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok non-overlapping yaitu objek dan background berdasar pada nilai threshold T pada histogram. Hal ini bisa membantu membedakan piksel – piksel yang nilainya di bawah nilai threshold. Nilai piksel yang kurang dari nilai T dikelompokkan pada kelas background sedangkan yang nilainya lebih dari nilai T dikelompokkan pada kelas objek. Jadi, citra hanya terbentuk oleh 2 warna saja, yaitu, hitam (0) dan putih (1). Citra tersebut dikenal sebagai citra biner. Thresholding citra sangat berguna untuk menjaga bagian penting dari suatu gambar dan menyingkirkan derau atau bagian yang tidak penting. Hal ini berlaku dengan asumsi bahwa batas nilai threshold yang dipilih sesuai dan wajar. Formulanya adalah sebagai berikut : G(x,y) = 1, jika f(x,y) > T 0, jika f(x,y) < T
5
Operasi morfologi memiliki peranan yang penting dalam pengolahan citra digital. Aplikasi prinsip dari morfologi adalah mengekstrak komponen-komponen citra yang berguna dalam representasi dan deskripsi bentuk, seperti ekstrak boundary, connected components, convex hull, dan skeleton dari suatu region. Aplikasi lain dari morfologi adalah untuk filling, thinning, thickening, dan pruning suatu region, serta untuk pra-proses dan paskaproses.
5.1
Dilasi
Dilasi adalah proses yang menebalkan obyek pada citra biner. Proses ini dikontrol oleh structuring element (SE). Secara matematis, operasi dilasi dapat dituliskan sebagai berikut [4] :
(2) (3)
) ⋂
* |(
(4)
+
merupakan elemen kosong dan As adalah structuring element. Dilasi A oleh As adalah himpunan yang terdiri dari semua lokasi structuring element dimana refleksi dan translasi As overlap beberapa bagian dari A. Operasi dilasi bersifat
Jika nilai T konstan, maka disebut global thresholding. Global thresholding seringkali gagal jika iluminasi background tidak merata. Jika histogram citra susah untuk dikelompokkan, thresholding pun susah dilakukan. Maka dari itu, butuh metode segmentasi lain untuk mengatasi hal tersebut. Local thresholding atau Kmean clustering bisa menjadi alternatif pilihan untuk digunakan [2].
5.2 4.2
Operasi Morfologi
komutatif asosiatif
(
)
(
, dan
)
Erosi
Erosi adalah proses menipiskan atau menyusutkan obyek pada citra biner. Seperti dilasi, proses penipisan atau penyusutan dikontrol oleh structuring element[4]. Operasi matematik dari erosi dinyatakan sebagai berikut :
K-means Clustering
K-means merupakan algoritma segmentasi atau mengklasifikasikan citra pada k cluster yang berbeda berdasar pada fitur, atribut atau nilai intensitas yang sederhana. K-means efisien dalam komputasinya serta tidak membutuhkan banyak parameter ketika dibandingkan dengan metode segmentasi yang lainnya. Tidak seperti local thresholding yang hanya bisa mengelompokkan menjadi 2 kelas utama, k-means bisa mengelompokkan ke dalam k kelas yang berbeda. Klasifikasi dilakukan dengan cara meminimalkan jumlah dari kuadrat jarak antara data dan centoid. Perhitungan jarak bisa menggunakan Manhalanobis atau euclidean distance dan lain – lain. Algoritma utama dari k-means adalah sebagai berikut : 1. Masukkan data dan jumlah cluster 2. Hitung centroid cluster 3. Hitung jarak antara data ke centroid 4. Kelompokkan piksel ke dalam k cluster berdasarkan jarak minimal ke centroid 5. Hitung nilai centroid yang baru 6. Kelompokkan ke dalam group baru berdasarkan jarak dan centroid yang baru 7. Uji apakah centroid berubah posisinya 8. Jika ada perubahan maka ulangi langkah 3-8, jika tidak maka ke langkah 9 9. Berhenti
* |( )
+
(5)
merupakan elemen kosong dan As adalah structuring element . Erosi A oleh As adalah himpunan yang terdiri dari lokasi structuring element dimana translasi As tidak overlap dengan background A.
5.3
Operasi Thinning
5.4
Operasi pruning
Thinning merupakan operasi morfologi yang digunakan untuk mereduksi obyek pada suatu citra biner sehingga menghasilkan ketebalan obyek piksel sebesar 1 piksel [9]. Operasi Thinning sering menyebabkan beberapa permasalahan pada citra. Adanya komponen parasit seperti branching, dan rusaknya beberapa citra hasil thinning. Untuk memperbaiki permasalahan tersebut, bisa dengan cara melakukan operasi dilasi terlebih dahulu terhadap citra sebelum di-thinning. Namun, cara tersebut tidak bisa diimplementasikan pada semua citra. Ada citra yang hasil thinningnya bagus, walaupun tanpa didilasi terlebih dahulu. Pruning adalah transformasi yang menghilangkan endpoint dari citra yang telah mengalami proses thinning 3
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2011 atau skeletoning dan memproses sampai stabilitas tercapai [10]. Pruning digunakan untuk menghilangkan cabang (branches) yang tidak diperlukan dari hasil thinning. Dalam proses ini, misalnya untuk menghilangkan 20 piksel pada tiap endpoint, diperlukan 20 kali iterasi. Proses ini dapat didefinisikan dalam persamaan berikut : ( ) adalah citra hasil pruning dan thinning.
6
4.
(6)
5.
adalah citra hasil
cb(r+1) =
MENGHITUNG TINGKAT KEBENARAN PENDETEKSIAN TITIK POTONG
6.
Setelah melewati proses deteksi titik potong pembuluh, langkah selanjutnya adalah menghitung hasil kinerja algoritma berupa akurasi, sensitivitas, dan false rate. Akurasi merupakan derajat kecocokan antara hasil segmentasi dengan ground truth. Sensitivitas merupakan ukuran true positives yang telah dinormalisasi. Sedangkan false rate merupakan ukuran proporsi dari false positives. Perhitungan akurasi deteksi tiitk potong pembuluh citra dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (7) seperti berikut [11]: (
)
|
|
|
|
7. 8.
(7)
Dimana R adalah hasil dari proses deteksi titik potong citra dan A adalah citra ground truth. | | menghitung seberapa banyak jumlah titik potong citra ground truth yang beririsan dengan titik potong citra menggunakan metode combined cross point number. | | menghitung jumlah seluruh titik potong piksel yang ada pada citra ground truth maupun citra hasil deteksi [11]. Dari hasil perhitungan ini akan didapatkan hasil akurasi dengan range antara 0% sampai 100%.
9.
10.
7
cb(0) = (m + σ) (9) m dan σ merupakan rata – rata dan standar deviasi dari matriks citra. Hitung jarak setiap piksel dengan centroid kemudian kelompokkan piksel berdasar pada jarak minimal dari centroid menggunakan euclidean distance. Iv dan Ib adalah dua cluster yang merupakan nilai piksel dari vessel dan background. Hitung nilai centroid baru dengan cara : ∑ cv(r+1) = (10)
DETEKSI TITIK POTONG PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN ALGORITMA COMBINED CROSS POINT NUMBER
Langkah-langkah dalam proses melakukan deteksi titik potong pembuluh retina dengan metode combined cross point number adalah sebagai berikut: 1. Mengambil green channel dari citra fundus retina 2. Melakukan median filter 3. Melakukan perbaikan kontras dengan contrast limited adaptive histogram equalization (CLAHE) 4. Menentukan jumlah cluster untuk mensegmentasi citra. Dalam kasus ini, jumlah cluster yang dibutuhkan adalah 2 yaitu cluster pertama untuk vessel dan yang kedua untuk background. Nilai inisialisasi awal untuk tiap centroid adalah cv(0) dan cb(0), dimana cv dan cb merupakan centroid dari vessel dan background. cv (0) = (m - σ) (8)
11.
(11)
Jika ada centroid yang nilainya berubah, r=r+1 (12) lalu kembali ke langkah 5. Jika nilai dari centroid tidak berubah maka proses clustering berhenti. Citra hasil segmentasi menghasilkan warna putih pada area luar retina. Sehingga ada ada dua warna putih pada hasil segmentasi citra, yaitu vessel dan area di luar retina. Karena thinning citra hanya membutuhkan dua obyek pada citra yaitu vessel sebagai foreground berwarna putih dan background berwarna hitam, maka obyek selain vessel akan dihitamkan, agar hanya vessel saja yang berwarna putih. Untuk menghitamkan area pada luar retina dengan mendeteksi tepi retina terlebih dahulu menggunakan deteksi tepi sobel. Setelah tepi retina terdeteksi maka tepi retina dan area luar retina nilainya diganti menjadi 0. Sehingga, kini hanya vessel yang berwarna putih. Setelah melalui proses tersebut, citra siap untuk diproses pada tahap selanjutnya, yaitu proses thinning. Melakukan operasi thinning untuk mendapatkan vessel dengan ketebalan 1 piksel. Persamaan untuk proses thinning adalah sebagai berikut : ( ) (13) Citra keluaran hasil proses thinning siap untuk digunakan pada proses selanjutnya yaitu proses pruning. Pruning dilakukan untuk mereduksi cabang yang diakibatkan oleh proses thinning. Proses pruning digambarkan seperti persamaan berikut : ( ) (14) Melakukan deteksi titik potong pembuluh darah pada citra fundus retina dengan cara menghitung jumlah cross over point. Metode ini menggunakan window dengan ukuran 5x5. Window terdiri dari pusat piksel dengan 8 tetangga pada layer yang dalam dan dikelilingi oleh 16 piksel tetangga pada layer luar. Proses perhitungan titik potong pada citra retina menggunakan persamaan seperti berikut : cpnSCN = ∑
4
∑
|
|
(15)
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2011 cpnMCN =
∑
|
|
(16)
cpnSCN digunakan untuk menghitung jumlah cross over point pada layer dalam. Sedangkan cpnMCN digunakan untuk menghitung jumlah cross over point pada layer luar. Gambar window yang digunakan untuk perhitungan cpnSCN dan cpnMCN adalah sebagai berikut :
Citra masukan diiterasi dengan 2 iterasi morphological pruning Hasil deteksi titik potong citra citra 01_test.tif yang diiterasi sebanyak 2 kali iterasi dalam morphological pruning ditunjukkan pada Gambar 4. Dari uji coba tersebut didapatkan nilai akurasi deteksi titik potong citra sebesar 65%
(a) (b) Gambar 4 Hasil Uji Coba I dengan 2 kali iterasi; (a) citra green channel; (b) hasil deteksi titik potong
Gambar 2 window dengan ukuran 5x5 yang digunakan pada metode CCN Piksel dideteksi sebagai titik potong jika memenuhi persyaratan sebagai berikut : Jumlah cpnSCN ≥ 4 dan jumlah cpnMCN ≥ 4 Atau Jumlah cpnSCN =3 dan jumlah cpnMCN =3
8
Citra masukan diiterasi dengan 5 iterasi morphological pruning Hasil deteksi titik potong citra 01_test.tif yang diiterasi sebanyak 5 kali iterasi dalam morphological pruning ditunjukkan pada Gambar 5. Dari uji coba tersebut didapatkan nilai akurasi deteksi titik potong citra sebesar 89%
UJI COBA dan EVALUASI
Data yang digunakan pada uji coba ini adalah citra retina pada DRIVE database[12] yang merupakan citra fundus mata berwarna dengan ukuran 565x584 piksel dan berupa citra RGB
8.1
(a) (b) Gambar 5 Hasil Uji Coba I dengan 5 kali iterasi; (a) citra green channel; (b) hasil deteksi titik potong
Perbandingan Hasil Akurasi Deteksi Titik Potong Citra dari Proses Iterasi Pruning yang Berbeda-beda
Pada skenario uji coba yang pertama ini akan dibandingkan nilai akurasi deteksi titik potong citra dengan nilai iterasi pruning yang berbeda-beda. Uji coba pertama skenario ini akan diujikan pada citra 01_test.tif yang merupakan citra dari DRIVE Database
Citra masukan diiterasi dengan 8 iterasi morphological pruning Hasil deteksi titik potong citra 01_test.tif yang diiterasi sebanyak 8 kali iterasi dalam morphological pruning ditunjukkan pada Gambar 6. Dari uji coba tersebut didapatkan nilai akurasi deteksi titik potong citra sebesar 76%.
Gambar 3 Citra masukan 01_test.tif uji coba I Pada skenario ini, proses iterasi pruning sebanyak 2 iterasi, 5 iterasi, 8 iterasi, 11 iterasi, dan 14 iterasi akan dilakukan pada citra 01_test.tif. Kemudian akan dilihat hasil deteksi titik potong citra dan nilai tingkat kebenaran dari hasil deteksi tersebut.
(a) (b) Gambar 6 Hasil Uji Coba I dengan 8 kali iterasi; (a) citra green channel; (b) hasil deteksi titik potong
5
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2011
pula apabila semakin besar jumlah iterasi, maka semakin banyak titik endpoint yang hilang sehingga berdampak pada nilai akurasi kecil. Dari percobaan ini diketahui bahwa nilai akurasi tertinggi diperoleh ketika jumlah iterasi pruning sebanyak limak kali iterasi.
Citra masukan diiterasi dengan 11 iterasi morphological pruning Hasil deteksi titik potong citra 01_test.tif yang diiterasi sebanyak 11 kali iterasi dalam morphological pruning ditunjukkan pada Gambar 7. Dari uji coba tersebut didapatkan nilai akurasi deteksi titik potong citra sebesar 74%
8.2
Perbandingan Hasil Akurasi Deteksi Titik Potong Citra dengan Nilai Kontras yang Berbeda-beda
Pada skenario uji coba yang kedua ini akan dibandingkan nilai akurasi citra dari nilai kontras yang berbeda-beda. Uji coba kedua skenario ini diujikan pada citra 03_test.tif yang merupakan citra dari DRIVE DATABASE. (a) (b) Gambar 7 Hasil Uji Coba I dengan 11 kali iterasi; (a) citra green channel; (b) hasil deteksi titik potong
Citra masukan diiterasi dengan 14 iterasi morphological pruning Hasil deteksi titik potong citra 01_test.tif yang diiterasi sebanyak 14 kali iterasi dalam morphological pruning ditunjukkan pada Gambar 8. Dari uji coba tersebut didapatkan nilai akurasi deteksi titik potong citra sebesar 69%
Gambar 9 Citra masukan 03_test.tif uji coba II Pada skenario kedua, nilai kontras akan diatur pada nilai 0,0275; 0,0475; 0,0675; dan 0,0875; 0,1075; 0,1275. Nilai-nilai kontras tersebut akan diimplementasikan pada citra masukan 03_test.tif. Kemudian akan dilihat hasil deteksi titik potong citra dan nilai tingkat kebenaran dari citra tersebut.
(a) (b) Gambar 8 Hasil Uji Coba I dengan 14 kali iterasi; (a) citra green channel; (b) hasil deteksi titik potong
Citra masukan dengan nilai kontras 0.0275 Hasil deteksi titik potong citra citra 03_test.tif dengan nilai kontras 0.0275 ditunjukkan pada Gambar 10. Dari uji coba tersebut didapatkan nilai akurasi deteksi titik potong citra sebesar 11,76%
Berikut ini merupakan tabel hasil uji coba I pada 10 citra DRIVE DATABASE yang berbeda – beda. Tabel 1 Hasil tingkat kebenaran deteksi titik potong citra pada uji coba I No
Jumlah iterasi
Rata-rata Nilai Akurasi (%)
(a) (b) Gambar 10 Hasil uji coba II dengan nilai kontras 0,0275; (a)citra green channel; (b) hasil deteksi titik potong citra
1 2 63,11 2 5 82,45 3 8 69,31 4 11 62,75 5 14 60,51 Dari hasil uji coba pada skenario yang pertama ini dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil pada tabel menunjukkan bahwa nilai iterasi yang dipilih akan mempengaruhi nilai akurasi, sensitivitas dan false rate citra. Semakin kecil nilai iterasi, maka semakin sedikit titik endpoint yang terpotong sehingga akurasinya semakin kecil. Demikian
6
Citra masukan dengan nilai kontras 0.0475 Hasil deteksi titik potong citra citra 03_test.tif dengan nilai kontras 0.0475 ditunjukkan pada Gambar 11. Dari uji coba tersebut didapatkan nilai akurasi deteksi titik potong citra sebesar 38,89%
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2011
(a) (b) Gambar 11 Hasil uji coba II dengan nilai kontras 0,0475; (a)citra green channel; (b) hasil deteksi titik potong citra
(a) (b) Gambar 14 Hasil uji coba II dengan nilai kontras 0,1075; (a)citra green channel; (b) hasil deteksi titik potong citra
Citra masukan dengan nilai kontras 0.0675 Hasil deteksi titik potong citra citra 03_test.tif dengan nilai kontras 0.0675 ditunjukkan pada Gambar 12. Dari uji coba tersebut didapatkan nilai akurasi deteksi titik potong citra sebesar 83,69%.
(a) (b) Gambar 15 Hasil uji coba II dengan nilai kontras 0,1275; (a)citra green channel; (b) hasil deteksi titik potong citra
(a) (b) Gambar 12 Hasil uji coba II dengan nilai kontras 0,0675; (a)citra green channel; (b) hasil deteksi titik potong citra
Citra masukan dengan nilai kontras 0.0875 Hasil deteksi titik potong citra citra 03_test.tif dengan nilai kontras 0.0875 ditunjukkan pada Gambar 13. Dari uji coba tersebut didapatkan nilai akurasi deteksi titik potong citra sebesar 52%.
Tabel 2 Hasil tingkat kebenaran deteksi titik potong citra pada uji coba II
(a) (b) Gambar 13 Hasil uji coba II dengan nilai kontras 0,0875; (a)citra green channel; (b) hasil deteksi titik potong citra
Citra masukan dengan kontras 0.1275 Hasil deteksi titik potong citra citra 03_test.tif dengan nilai kontras 0.1275 ditunjukkan pada Gambar 15. Dari uji coba tersebut didapatkan nilai akurasi deteksi titik potong citra sebesar 29,22%.
No
Nilai Kontras
Rata-rata Nilai Akurasi (%)
1
0.0275
7,44
2
0.0475
47,21
3
0.0675
82,45
4
0.0875
61,95
5
0.1075
46,18
6
0.1275
36,28
Dari hasil uji coba pada skenario yang kedua ini dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai tingkat kebenaran deteksi titik potong citra menunjukkan bahwa pemilihan nilai kontras dalam proses perbaikan citra mempengaruhi tingkat kebenaran deteksi titik potong citra. Apabila nilai kontras terlalu kecil, maka semakin sedikit pembuluh darah yang bisa disegmentasi yang berakibat pada semakin sedikit pula titik potong yang bisa dideteksi, sehingga nilai akurasinya kecil. Sebaliknya, apabila nilai kontras terlalu besar maka akan semakin banyak piksel yang dideteksi sebagai pembuluh darah pada saat proses segmentasi. Hal ini berakibat pada semakin banyak kesalahan pendeteksian titik potong pada citra, sehingga nilai akurasi yang diperoleh pun juga kecil. Dari hasil
Citra masukan dengan kontras 0.1075 Hasil deteksi titik potong citra citra 03_test.tif dengan nilai kontras 0.1075 ditunjukkan pada Gambar 14. Dari uji coba tersebut didapatkan nilai akurasi deteksi titik potong citra sebesar 36,12%.
7
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2011 percobaan menunjukkan bahwa nilai akurasi tertinggi diperoleh ketika nilai kontras sebesar 0.0675
8.3
No
EVALUASI
Dari hasil uji coba yang telah dilakukan, beberapa parameter yang digunakan selama uji coba memberikan pengaruh terhadap hasil deteksi titik potong pembuluh retina dengan menggunakan metode combined cross point number. Tabel 3 No Parameter 1 Jumlah iterasi morphological pruning
2
Nilai Kontras
Keterangan Perubahan jumlah iterasi pada morphological pruning memberikan pengaruh terhadap hasil tingkat kebenaran deteksi titik potong pembuluh pada citra retina. Semakin kecil jumlah iterasi, maka semakin sedikit titik endpoint yang terpotong yang berakibat pada semakin banyaknya kesalahan deteksi titik potong pada citra karena banyaknya percabangan yang muncul sehingga nilai akurasi kecil. Demikian pula apabila semakin besar jumlah iterasi, maka semakin banyak titik endpoint yang hilang yang berakibat pada semakin sedikitnya titik potong pembuluh citra yang bisa terdeteksi, sehingga nilai akurasi yang diperoleh pun kecil. Hal ini juga bisa terlihat pada hasil pendeteksian titik potong citra retina. Semakin sedikit jumlah iterasi pruning, maka semakin banyak kesalahan dalam pendeteksian titik potong. Begitu juga sebaliknya, semakin sedikit jumlah iterasi pruning semakin sedikit pula titik potong yang berhasil dideteksi. Perubahan nilai kontras memberikan pengaruh terhadap hasil tingkat kebenaran deteksi titik potong pembuluh pada citra retina. Apabila nilai kontras terlalu kecil, maka semakin sedikit pula pembuluh darah yang bisa disegmentasi. Hal tersebut berakibat pada semakin sedikit pula titik potong yang bisa dideteksi, sehingga nilai akurasinya kecil. Begitu juga sebaliknya, jika nilai kontras terlalu besar, maka semakin banyak piksel yang dideteksi sebagai pembuluh darah pada
9
Parameter
Keterangan proses segmentasi yang berakibat pada semakin banyak pula kesalahan pendeteksian titik potong citra sehingga nilai akurasi kecil. Hal ini juga bisa terlihat pada hasil pendeteksian titik potong citra retina. Semakin kecil nilai kontras pada proses perbaikan citra, maka semakin sedikit pula titik potong yang berhasil dideteksi. Begitu juga sebaliknya, semakin besar nilai kontras saat perbaikan citra, semakin banyak pula kesalahan dalam pendeteksian titik potong.
KESIMPULAN
Dari uji coba yang telah dilakukan dan setelah melakukan analisis hasil pengujian terhadap implementasi deteksi titik potong pembuluh pada citra retina dengan metode Combined Cross Point Number ini dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain: 1. Dengan melihat hasil uji coba terbukti bahwa algoritma combined cross point number ini dapat mendeteksi dengan baik titik potong pada citra fundus mata berwarna sehingga didapatkan hasil deteksi berupa titik potong pada citra retina dengan nilai akurasi sebesar 82,45%. 2. Perubahan jumlah iterasi dalam proses morphological pruning mempengaruhi hasil akurasi deteksi titik potong pembuluh darah pada citra retina . Semakin kecil jumlah iterasi, maka semakin sedikit titik endpoint yang terpotong yang berakibat pada semakin banyaknya kesalahan pendeteksian titik potong karena masih banyaknya percabangan pmbuluh darah. Hal ini mengakibatkan nilai akurasi kecil. Demikian pula apabila semakin besar jumlah iterasi pruning, maka semakin banyak titik endpoint yang hilang yang berakibat pada semakin sedikit titik potong pembuluh darah yang berhasil terdeteksi. Hal tersebut mengakibatkan nilai akurasi kecil. 3. Nilai kontras berpengaruh terhadap hasil akurasi deteksi titik potong pembuluh darah pada citra retina. Apabila nilai kontras terlalu kecil, maka akan semakin sedikit pula pembuluh darah yang bisa disegmentasi. Hal tersebut berakibat pada semakin sedikit pula titik potong yang bisa dideteksi, sehingga nilai akurasi kecil. Begitu juga sebaliknya, jika nilai kontras terlalu besar, maka semakin banyak piksel yang dideteksi sebagai pembuluh darah pada proses segmentasi yang berakibat pada semakin banyak pula kesalahan pendeteksian titik potong citra sehingga nilai akurasi kecil.
8
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2011 [13]
10 REFERENSI
[1]
A.M. Aibinu, M.I. Iqbal, M. Nilsson, M.J.E. Salami, Vascular Intersection Detection in Retina Fundus Image using new Hybrid Approach, 2010
[2]
A.M. Aibinu, M.I. Iqbal, M. Nilsson, M.J.E. Salami, Automatic diagnosis of diabetic retinopathy from fundus images using digital signal and image processing techniques, in: International Conference on Robotics, Vision, Information, and Signal Processing, Penang, Malaysia, November 2007, pp. 510–515.
[3]
Youssef,A., "Image Downsampling and Upsampling Methods", Department of EECS, The George Washington University.
[4]
Gonzalez, R. C. and Woods, R. E. Digital Image Processing Using MATLAB, Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ. 2004.
[5]
Gonzalez R.C., Woods R.E, Digital Image Processing, Third Edition, Prentice Hall, 2008
[6]
Wikipedia. 2011. Channel,
.
[7]
Chek Koon Teo, Digital Enhancement of Night Vision and Thermal Images, December 2003
[8]
A.Hidayanto, dkk, Analisis Deteksi Tepi pada citra berdasarkan perbaikan kualitas citra, 2005
[9]
Homepages, 2011,
[10]
Sarigul, E., Abbott, A.L., dan Schmoldt, D.L. , Rule-driven defect detection in CT images of hardwood logs. Computers and Electronics in Agriculture, 2003, 41, 1-3:101-119.
[11]
Ge, F., Wang, S., dan Liu, T., Image-Segmentation Evaluation From the Perspective of Salient Object Extraction. Proceeding of the 2006 IEEE Computer Society Conference on Computer Vision and Pattern Recognition.
[12]
The DRIVE database, Image Sciences Institute, University Medical Center Utrecht, The Netherlands
9
Wiwin Sulistyo, dkk, Analisis Penerapan Metode Median Filter Untuk Mengurangi Noise Pada Citra Digital, Konferensi Nasional Sistem dan Informatika, Bali, November 2009